HUBUNGAN INTAKE MINGGUAN MERKURI DALAM BERAS LOKAL DAN FAKTOR LAINNYA DENGAN KADAR MERKURI DALAM RAMBUT MASYARAKAT DESA BANTARKARET KECAMATAN NANGGUNG KABUPATEN BOGOR TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh : Destinia Putri NIM: 1112101000114
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, April 2017 Destinia Putri, NIM: 1112101000114 Hubungan Intake Mingguan Merkuri dalam Beras Lokal dan Faktor Lainnya Dengan Kadar Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 (xiii + 148 halaman, 14 tabel, 12 bagan, 3 grafik, 2 gambar, 5 lampiran)
ABSTRAK Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Desa Bantarkaret menggunakan teknik amalgamasi telah dilakukan sejak lebih dari dua puluh tahun. Sehingga berpotensi untuk mencemari lingkungan dan mempengaruhi kesehatan masyarakat. Komoditi utama sektor pertanian di desa ini yang dilakukan adalah penanaman padi. Paparan merkuri dapat diketahui dengan menganalisa kadar merkuri dalam rambut dan polutan merkuri di lingkungan dapat dianalisa dari konsentrasi merkuri dalam beras. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan intake mingguan merkuri dalam beras lokal dan faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggabungkan studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dan perhitungan formula Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI). Perhitungan PTWI yang dilakukan hanya sebatas perhitungan Estimated Weekly Intake (EWI). Desain studi yang digunakan adalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung. Responden diambil menggunakan teknik quota sampling, jumlah sampel sebanyak 55 responden. Biomarker yang digunakan yaitu rambut dan spesimen beras yang uji berasal dari persawahan Desa Bantarkaret, Uji laboratorium dengan metode uap dingin (cold vapour) dengan Mercury Analyzer dalam sampel sedimen dan sesuai dengan SNI 06.6992.2-2004 tentang pengujian sedimen parameter merkuri. Analisis data menggunakan uji t independent, uji Anova, dan uji regresi linier sederhana. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki kadar merkuri dalam rambut melebihi ambang batas aman (rata-rata: 6,24 ppm). Variabel yang berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut yaitu jenis kelamin (p=0,00), status pendidikan (p=0,001), pekerjaan (p=0,00), durasi pajanan (p=0,00), dan nilai EWI (p=0,008). Tetapi kadar merkuri dalam rambut tidak berhubungan dengan usia (p=0,918). Pihak Dinas Kesehatan Bogor dan Puskesmas Nanggung disarankan untuk melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan terkait bahaya logam merkuri. Pihak Lingkungan Hidup Daerah Bogor disarankan untuk melakukan surveilans terkait pencemaran lingkungan akibat merkuri, dan masyarakat disarankan untuk meminimalisir pajanan merkuri seperti mengurangi aktivitas penambangan emas menggunakan teknik amalgamasi. Kata Kunci: Merkuri, Biomarker Rambut, Beras, Estimasi Intake Mingguan, Penambangan Emas Tanpa Izin Daftar Bacaan: 148 (1972-2016)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALT SCIENCES PUBLIC HEALTH MAJOR DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduated Thesis, April 2017 Name: Destinia Putri, NIM; 1112101000114 Relationship of Weekly Intake Mecury in Rice and Other Factors to Mercury Concentration in Hair of Community in Bantarkaret, Nanggung, Bogor 2017 (xiii + 148 pages, 14 tables, 12 chards, 3 graphs, 2 images, 5 appendixs) Illegal gold mining activity in Bantarkaret is used amalgamation technique that have been done over than twenty years. This activity have potential to pollute the environment and affect to public health. Bantarkaret has the potential Agricultural commodity is rice plants. Exposure of mercury to human is known by analyzing of hair mercury concentration and mercury pollution in the environment is known by analyzing of rice mercury concentration. This research aims to know the relarionship of weekly intake mercury in local rice and other factors to mercury concentration in hair of community in Bantarkaret, Nanggung, Bogor. This research combined the study of Environmental Health Epidemiolofy (EHE) and Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) formulation. PTWI calculation conducted only to Estimated Weekly Intake (EWI) calculation. The design study used is a cross sectional. The popullations were all the people who lives in Bantarkaret, Nanggung. The Respondens were choosed by quota sampling technique, total of respondens were 55. Biomarker were used respondens hair and the rice were from Bantarkaret field. Laboratory tests used cold vapour method with Mercury Analyzer for sediment samples, appropriate with SNI 06.6992.2-2004 about sediment test for mercury. The data analyzed by independent t-test,anova, and regression . The results showed that most of respondens has high concentrarion of mekcury in hair over than safe threshold (average: 6.24 ppm). Variabels that have a significant relationship with mercury concentration in hair were gender (p=0,00), education status (p=0,001), occupation (p=0,00), duration exposure (p=0,00), and EWI (p=0,008). However, mercury concentration in hair were not having relationship with age (p=0,918). For Departement of Health Bogor is recommended to increase the citizien of Bantarkaret knowledge by giving the education about mercury impact. For Departement of Environmental Bogor is recommended to do surveilans about environmental pollution caused by mercury, and for all citizien of Bantarkaret is recommended to decrease the exposure with mercury as reduce the activity of illegal gold mining that is used the amalgamation technique. Keywords: Mercury, Biomarker, Hair, Rice, Estimated Weekly Intake, Illegal gold mining activity Refrences: 148 (1972-2016)
iii
iv
v
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Hubungan Intake minngguan merkuri dalam beras dan faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 dapat terselesaikan. skirpsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada : 1. Kedua orang tua penulis, Anggit Jatmiko dan Tumiah Umi, kerta adik-adik dan saudara-saudara, yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M. Kes selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi ini. 5. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi ini.
vi
6. Ibu Ir. Febrianti, Msi, Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Phd, dan Ibu Andi Asnifatimah, SKM, M.Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi ini. 7. Ibu Hoirun Nisa, Ph. D selaku dosen penguji pada sidang proposal yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi ini. 8. Sahabat-sahabat saya terutama Azzizah, Hanif, Uting, Farras, Genk Harus Kurus dan lainnya yang telah memberikan semangat dan tenaganya untuk membantu selama penyusun skripsi ini. 9. Seluruh
teman-teman
Kesehatan
Lingkungan
2012
dan
Kesehatan
Masyarakat 2012 yang telah memberikan dukungan dan semangat selama penyusun skripsi ini. 10. Seluruh Masyarakat di Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung yang telah bersedia untuk membantu dan menjadi responden untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini, penulis merasa masih banyak kekurangan baik teknis maupun materi mengingat akan kemampuan penulis yang belum mencapai kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan bagi penulis demi perbaikan skripsi ini.
vii
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ..................................... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ............................................................................................................. ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI....................................................................................................... viii DAFTAR BAGAN, GRAFIK, DAN GAMBAR ................................................ xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6 1.3. Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 7 1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8 1.4.1. Tujuan Umum ....................................................................................... 8 1.4.2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 8 1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 9 1.5.1. Bagi Masyarakat ................................................................................... 9 1.5.2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor .............................................. 9 1.5.3. Bagi Pemerintah Daerah ..................................................................... 10 1.5.4. Bagi Peneliti Lain ............................................................................... 10 1.6. Ruang Lingkup......................................................................................... 10 BAB II .................................................................................................................. 12 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 12 2.1. Merkuri ..................................................................................................... 12 2.1.1. Sifat dan Karakteristik Merkuri .......................................................... 12 2.1.2. Sumber Pencemaran Merkuri di Lingkungan ..................................... 14 2.1.3. Kegunaan Merkuri .............................................................................. 16 2.1.4. Baku Mutu Merkuri ............................................................................ 21 2.1.5. Jalur Migrasi Merkuri ......................................................................... 22 2.1.6 Toksikologi Merkuri ............................................................................ 24 2.1.7. Keracunan Merkuri ............................................................................. 29 2.1.8. Toksikokinetik Merkuri ...................................................................... 31 2.1.9. Toksikodinamik Merkuri .................................................................... 32 2.1.10. Biomarker Pajanan Merkuri ............................................................ 33 2.1.11. Gangguan Kesehatan Masyarakat ..................................................... 36 2.2 Toleransi Intake Mingguan Sementara Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) .................................................................................................. 41 2.3. Rambut...................................................................................................... 43 2.4. Beras .......................................................................................................... 46
viii
2.5. Kerangka Teori ........................................................................................ 49 BAB III ................................................................................................................. 52 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................... 52 3.1. Kerangka Konsep ..................................................................................... 52 3.2. Definisi Operasional................................................................................. 55 3.3. Uji Hipotesis ............................................................................................. 58 BAB IV ................................................................................................................. 59 METODE PENELITIAN ................................................................................... 59 4.1. Desain Penelitian ...................................................................................... 59 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 59 4.3. Alur Kerja Penelitian ........................................................................... 60 4.4. Populasi dan Responden Penelitian .................................................... 61 4.5. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ...................................... 67 4.6. Analisis Data .......................................................................................... 74 BAB V .................................................................................................................. 76 HASIL .................................................................................................................. 76 5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian................................................ 76 5.2. Analisis Univariat.................................................................................. 79 5.3. Analisis Bivariat .................................................................................... 84 BAB VI ................................................................................................................. 90 PEMBAHASAN .................................................................................................. 90 6.1. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 90 6.2. Konsentrasi Merkuri pada Rambut Masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung .................................................................................... 91 6.3. Analisis Estimasi Intake Mingguan Masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung - Estimated Weekly Intake (EWI) ............................ 95 6.4. Hubungan Estimated Weekly Intake, Faktor Karakteristik Individu, dan Faktor Lainnya dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Tahun 2017 .............................. 105 BAB VII ............................................................................................................. 128 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 128 7.1. Simpulan ................................................................................................. 128 7.2. Saran ....................................................................................................... 129 7.2.1. Bagi Dinas Kesehatan Bogor dan Puskesmas Nanggung ................. 129 7.2.2. Bagi Badan Lingkungan Hidup (BLHD) Bogor, Kecamatan Nanggung, dan Kelurahan Bantarkaret ....................................................... 130 7.2.3. Bagi Masyarakat ............................................................................... 131 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 132
ix
LAMPIRAN ....................................................................................................... 148
x
DAFTAR BAGAN, GRAFIK, DAN GAMBAR Bagan 2.1. Teori Simpul
22
Bagan 2.2. Fase Toksikologi
31
Bagan 2.3. Kerangka Teori
49
Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
52
Bagan 4.1. Alur Kerja Penelitian
60
Bagan 4.2 Keikutsertaan Responden……………………………………….65 Bagan 4.3 Rangkaian Pengumpulan Data Kadar Merkuri dalam Rambut
68
Bagan 4.4 Rangkaian Pengumpulan Data Kadar Merkuri dalam Beras …...69 Bagan 4.5 Rangkaian Pengumpulan Data Berat Badan…………………….70 Bagan 4.6 Rangkaian Pengumpulan Data Laju Asupan……………………71 Bagan 4.7Rangkaian Pengumpulan Data Karakteristik Individu…………..72 Bagan 4.8 Rangkaian Pengumpulan Data Nilai Estimated Weekly Intake (EWI)……………………………………………………………………….73
Grafik 5.1. Gambaran Jenis Kelamin Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
81
Grafik 5.2. Gambaran Pekerjaan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
81
Grafik 5.3. Gambaran Status Pendidikan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
82
Gambar 4.1. Peta Wilayah Desa Bantar Karet ………………………..……61 Gambar 5.1 Batas Wilayah antar Deda Kecamatan Nanggung…………….77
xi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Kegunaan Merkuri dalam berbagai Bidang Pekerjaan
17
Tabel 2.2. Peristiwa Keracunan Merkuri di Dunia (1950-an)
29
Tabel 3.1. Definisi Operasional
55
Tabel 5.1. Gambaran Kadar Merkuri dalam Rambut Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
80
Tabel 5.2. Gambaran Usia Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
80
Tabel 5.3 Gambaran Durasi Pajanan pada Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017....................................82 Tabel 5.4. Gambaran Kadar Merkuri dalam Beras Lokal Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
83
Tabel 5.4. Gambaran Laju Asupan, Durasi Pajanan, Berat Badan, dan Intake Beras Lokal Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
83
Tabel 5.5. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Usia Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
84
Tabel 5.6. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis Kelamin Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
85
Tabel 5.7. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengen Jenis Pekerjaan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
86
Tabel 5.8. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Status Pendidikan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
87
Tabel 5.9 Hubungan Durasi Pajanan Intake Beras Lokal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Tahun 2017……………………………………………………………..…………..87
xii
Tabel 5.10. Hubungan Estimated Weekly Intake (EWI) dengan Kadar Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Tahun 2017
88
xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Logam berat merkuri adalah logam berat yang secara alami tersedia di alam yaitu dapat berasal dari gas gunung berapi, penguapan air laut, batu-batuan, dan lapisan bumi lainnya. Namun, jumlah atau kadar logam berat merkuri tidak sebanyak jumlah atau kadar logam berat lainnya. Merkuri di lingkungan yang berlebihan akan berdampak pada kesehatan masyarakat. Seperti pada kasus keracunan merkuri di Minamata Jepang pada tahun 1953 dikenal sebagai Minamata Disease disebabkan oleh penduduk yang sebagian besar nelayan dan mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi oleh merkuri, hingga tahun 2001 tercatat sebanyak 2.265 korban Minamata disease telah meninggal. Selain itu, pada tahun 1970-an kasus keracunan merkuri di Irak menyebabkan 450 orang meninggal karena mengkonsumsi roti berbahan baku gandum yang diawetkan dengan fungisida yang mengandung metil merkuri (Hadi, 2013). Kasus keracunan merkuri lainnya adalah akibat mengkonsumsi padi-padian yang terkontaminasi oleh merkuri di Guatemala dan Rusia yang dikenal sebagai Pink Disease (Putranto, 2011 dalam Erdanang, 2016). Tingginya tingkat kematian akibat keracunan merkuri disebabkan karena merkuri sangat korosif, efek kesehatan dari merkuri yaitu gangguan saraf namun organ lain juga terlibat seperti sistem pencernaan, pernafasan, hati, imunitas, kulit, dan ginjal (Risher, dkk, 2002). Menurut ASEAN State of the Environment Report 2000, disebagian wilayah Indonesia mempunyai kandungan merkuri yang cukup tinggi seperti di Teluk Jakarta pada tahun 1980 dilakukan survei, didapatkan hasil
1
dari 3178 orang yang dilakukan survei, 77 responden diantaranya menderita gangguan neurologis, dengan rata-rata adalah 5,57 ppm merkuri dalam rambut (Setiady, 1981 dalam Suseno dan Pangabean, 2007). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2012, penyakit radang susunan saraf pusat di Indonesia termasuk kedalam sepuluh besar penyakit terfatal berdasarkan Case Fatality Rate (CFR), walaupun penyebab dari penyakit radang saraf pada setiap orangnya berbeda-beda tetapi susunan saraf pusat adalah salah satu organ sasaran dari pemajanan uap merkuri yang berulang. Pada era ini, salah satu wilayah Indonesia yang telah tercemar merkuri adalah Kawasan Gunung Pongkor, Kabupaten Bogor karena tingginya aktivitas PETI yang ada dengan jumlah penambang mencapai 6000 orang (Sudarsono, dkk, 2009). Sebagian besar penambang berasal dari warga lokal yang tinggal di kawasan gunung ini, terutama yang bermukim di Desa Bantar Karet, Cisarua, dan Malasari. Menurut Halimah, dkk (2001) setiap tahunnya diperkirakan sekitar 4,8 ton larutan merkuri dibuang kesungai Cikaniki dari aktivitas PETI. PETI menggunakan logam merkuri untuk proses penggilingan dan pembentukan algaman di dalam mesin amalgamator, cara ini disebut sebagai teknik amalgamasi yang dilakukan dalam waktu 8 hingga 12 jam (Julliawan, 2006), dalam proses amalgamasi setiap gram emas yang dihasilkan akan melepas 1-3 gram merkuri ke lingkungan, karena adanya proses pengglundungan untuk menyatukan logam emas dan memisahkan dengan tanah, selain itu karena dilakukan pembakaran emas untuk menghilangkan kadar merkuri dalam emas (Telmer, 2007). Selain dari proses penambangan itu sendiri, sebagian besar penambang akan melepas limbah dari proses penambangan ke lingkungan tanpa
2
pengelolaan terlebih dahulu. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No 101 tahun 2014 yang menyatakan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan. Berdasarkan data LIPI Kabupaten Bogor tahun 2004 didapatkan bahwa terjadinya pencemaran logam merkuri pada sungai Cikaniki Cisadane Bogor, dengan kadar rata-rata 35 kali diatas batas maksimum yaitu hingga mencapai 0,1743 mg/kg dengan batas aman 0,002 mg/kg untuk kelas III dan 0,005 mg/kg untuk kelas IV. Hasil analisa terhadap kandungan merkuri pada padi yang ditanam di kawasan Gunung Pongkor yang dihasilkan mencapai masing-masing di akar padi 0,258 ppm, tajuk padi 0,384 ppm dan bulir padi 1,320 ppm (Juhaeti, dkk, 2005). Pada penelitian Sutono (2001) didapatkan konsentrasi merkuri yang melebihi ambang batas pada padi dari sawah yang sistem irigasinya menggunakan air sungai yang telah mengandung limbah merkuri dari aktivitas PETI. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009 terkait batas maksimum cemaran logam berat dan pangan, batas maksimum cemaran logam merkuri dalam kelompok pangan adalah 0,03 mg/kg. Diketahui berdasarkan laporan data Puskesmas Nanggung Kawasan Gunung Pongkor terhitung dari bulan Januari hingga Oktober tahun 2016 didapatkan bahwa terdapat 728 kasus penyakit susunan saraf, dermatitis kontak sebanyak 726 kasus, dan migren ataupun nyeri kepala sebanyak 575 kasus, diduga tingginya kasus penyakit tersebut dikarenakan paparan merkuri secara langsung dari aktivitas kerja PETI ataupun paparan akibat pencemaran lingkungan oleh merkuri.
3
Berdasarkan data Puskesmas Nanggung terkait penyakit susunan saraf, dermatitis kontak, ataupun migren pada masyarakat setempat yang diduga karena paparan merkuri di lingkungan dapat diperkuat dengan cara melakukan uji biomarker. Menurut Tabrizian (2009) analisis uji parameter merkuri dalam tubuh manusia direkomendasikan menggunakan rambut karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan biomarker lainnya seperti urin, darah, dan kuku. Seperti pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Toribara dan Jackson (1982) (Inswiasri, 2008), Junita (2013), dan Rokhman (2013) menggunakan biomarker rambut untuk mengukur kadar merkuri dalam tubuh, memprediksi penyakit, dan mengetahui penyebab penyakit. Kadar merkuri dalam rambut dapat menjadi peringatan dini terhadap risiko kesehatan yang dapat terjadi dan untuk menunjukan tingkat kotaminasi dalam tubuh. Merkuri dalam rambut dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Rokhman (2013) dan Junita (2013) didapatkan hasil bahwa faktor usia, pekerjaan, jenis kelamin, dan durasi pajanan berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut. Hasil penelitian Tugaswati (1997) dan menyaktakan bahwa semakin tua seseorang tingkat kadar merkuri dalam rambut semakin tinggi. Berdasarkan hasil penelitian KLH Kabupaten Landak (2009) dan menurut KemenLH (2012) faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut adalah pekerjaan, penambang emas ilegal memiliki kadar merkuri dalam rambut yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja lainnya. Penelitian Dewi, dkk (2013) mendapatkan hasil bahwa pekerja penambang ilegal yang terpapar lebih dari 10 tahun memiliki kadar merkuri dalam rambut melebihi batas normal. Selain itu intake makanan juga dapat menjadi faktor merkuri dalam tubuh
4
manusia, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Sudarmadji (2006), Inswiasri (2011), dan Safitri (2015) mendapatkan hasil bahwa semakin tingginya intake logam berat dalam tubuh akan berpengaruh terhadap tingkat kesehatan manusia. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan November tahun 2016 diketahui bahwa Desa Bantarkaret adalah desa terbesar yang terdapat di Kecamatan Nanggung, desa terpanjang yang dilalui oleh sungai Cikaniki, dan memiliki lahan pertanian padi terbesar di Kecamatan Nanggung jika dibandingkan desa lainnya, selain itu secara umum aktivitas PETI di Desa Bantarkaret menggunakan teknik amalgamasi untuk memisahkan emas dengan bebatuan, seluruh penambang tidak melakukan pengelolaan limbah sebelum dibuang ke lingkungan. Sebagian besar masyarakat di Desa Bantarkaret mengkonsumsi beras hasil panen padi setempat yang sistem pengairannya berasal dari sungai Cikaniki. 2 dari 3 sampel beras lokal yang berasal dari persawahan Desa Bantarkaret menunjukan kadar merkuri melebihi ambang batas normal. Sekitar 80% rambut responden dari 10 responden studi pendahuluan masyarakat Desa Bantarkaret memiliki kadar merkuri dalam rambut diatas batas normal, yaitumelebihi dari ketetapan yang sudah ditentukan oleh WHO (2008) yaitu 2 ppm. Berdasarkan hasil studi pendahuluan terkait kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret didapatkan bahwa sebagian besar kadar merkuri dalam rambut berkonsentrasi tinggi ditemukan yaitu pada penambang, berjenis kelamin laki-laki, berusia produktif, berpendidikan rendah atau Sederajat (SD), dan responden yang mengkonsumsi beras yang lokal yang ditanam di persawahan Desa Bantarkaret.
5
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait hubungan intake mingguan merkuri dalam beras lokal dan faktor lainnya (usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pendidikan, dan durasi pajanan) dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. 1.2. Rumusan Masalah PETI di Desa Bantarkaret umumnya menggunakan teknik amalgamasi yang hasil limbahnya langsung dibuang ke lingkungan tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Limbah yang mengandung merkuri dapat mencemari lingkungan dan menyebabkan permasalah kesehatan. Berdasarkan penelitian sebelumnya dan studi pendahuluan yang dilakukan, diketahui beberapa bagian persawahan di Kawasan Gunung Pongkor yang dimana Desa Bantarkaret merupakan desa terbesar yang ada di Kawasan Gunung Pongkor, memiliki kadar merkuri yang melebihi ambang batas seperti pada lumpur sawah hingga padi dan beras yang dihasilkan, sedangkan padi-padian adalah makanan pokok masyarakat di Desa Bantarkaret. Selain itu, diketahui dari penelitian sebelumnya tingginya kadar merkuri pada rambut masyarakat dan tingginya tingkat keracunan merkuri pada penambang di Kawasan Gunung Pongkor. Hasil studi pendahuluan terkait kadar merkuri dalam rambut, didapatkan tingginya kadar merkuri dalam rambut pada responden studi pendahuluan dengan faktor-faktor pendukung seperti faktor karaktristik individu dan pola aktivitas. Selain itu diketahui berdasarkan studi pendahuluan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Bantarkaret mengkonsumsi beras lokal (hasil panen daerah setempat) dan 2 dari 3 sampel beras hasil panen
6
dari persawahan Desa Bantarkaret memiliki kadar merkuri yang melebihi standar aman. Mengingat merkuri dalam tubuh manusia ataupun makhluk hidup lainnya dapat terakumulasi, sehingga pajanan merkuri dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus dapat menyebabkan efek negatif bagi kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian terkait hubungan intake mingguan merkuri dalam beras lokal dan faktor lainnya (usia, jenis kelamin, pekerjaan, status pendidikan, dan durasi pajanan) dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. 1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran karakteristik individu, kadar merkuri dalam rambut, kadar merkuri dalam beras, dan intake merkuri dalam beras pada masyarakat di Desa Bantar karet di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor Tahun 2017? 2. Bagaimana hubungan antara usia dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017? 3. Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017? 4. Bagaimana hubungan antara status pendidikan dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017?
7
5. Bagaimana hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017? 6. Bagaimana hubungan antara durasi pajanan dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017? 7. Bagaimana hubungan antara Estimate Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras lokal dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan Intake mingguan merkuri dalam beras lokal dan faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran kadar merkuri dalam rambut, karakteristik individu, pola aktivitas, dan Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras lokal pada masyarakat di Desa Bantar karet di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor Tahun 2017. 2. Diketahuinya hubungan antara usia dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017.
8
3. Diketahuinya hubungan jenis kelamin dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. 4. Diketahuinya hubungan antara status pendidikan dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. 5. Diketahuinya hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. 6. Diketahuinya hubungan antara durasi pajanan dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. 7. Diketahuinya hubungan antara Estimate Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras lokal dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak dan instansi, manfaat tersebut, yaitu: 1.5.1. Bagi Masyarakat Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi informasi kepada masyarakat terkait faktor-faktor yang dapat menyebabkan dampak negatif bagi kesehatan karena paparan merkuri. 1.5.2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
9
Penelitian ini dapat memberikan informasi terkait gambaran tingkat kandungan merkuri dalam beras yang merupakan hasil panen daerah sekitar yang dikonsumsi oleh masyarakat Desa Bantarkaret di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Sehingga dapat dilakukan pencegahan dampak negatif terhadap efek kesehatan yang dapat ditimbulkan. 1.5.3. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini memberikan memberikan informasi kepada pemerintah daerah khususnya terhadap Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) terkait tingkat pencemaran lingkungan yang terjadi di Desa Bantarkaret di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. 1.5.4. Bagi Peneliti Lain Sebagai
masukan
untuk
melakukan
pengembangan
penelitian
selanjutnya terkait topik yang serupa. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Intake mingguan merkuri dalam beras lokal dan faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, desain penelitian yaitu cross sectional dengan menggunakan studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dan formula Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI). Sehingga dalam penelitian ini menggabungkan antara studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dengan perhitungan formula PTWI untuk menghitung variabel Estimated Weekly Intake (EWI). Teknik yang digunakan untuk pengambilan responden yaitu teknik purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini yaitu pada RT 06, 09, 10 dan
10
12 dengan jumlah sampel sebanyak 55 responden dan 10 spesimen beras. Responden dalam penelitian ini adalah perempuan ataupun laki-laki yang tinggal lebih dari 5 tahun dan mengkonsumsi beras hasil panen desa tersebut. Jenis data yang digunakan adalah data primer untuk mengetahui nilai kadar merkuri dalam rambut, kadar merkuri dalam beras dan karakteristik individu, dan pola aktivitas. Biomarker rambut dan sampel beras akan diujikan di laboratorium menggunakan metode uap dingin (cold vapour) dengan Mercury Analyzer dalam sampel sedimen dan sesuai penetapan SNI 06.6992.2-2004 terkait uji sedimen parameter merkuri. Data karakteristik individu didapatkan dengan cara pengisian kuesioner dan pengukuran langsung. Data yang sudah dikumpulkan kemudian dilakukan perhitungan dengan formula rumus EWI untuk menghitung intake. Lalu dilakukan uji t independen, anova, dan regresi linier sederhana untuk mengetahui hubungan Intake mingguan merkuri dalam beras lokal dan faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Merkuri Di Indonesia merkuri dikenal dengan nama air raksa dan mempunyai nama kimia hydragyrum (Hg), yang berasal dari bahasa latin yang berarti cairan perak. Merkuri telah dikenal oleh manusia semenjak manusia mengenal peradaban.Merkuri termasuk kedalam salah satu unsur renik yang terdapat dalam kerak bumi, selain itu dalam perairan merkuri ditemukan dalam jumlah yang relative kecil, tetapi di alam merkuri tersebar di karang-karang, udara, tanah, air, dan organisme hidup melalui proses fisik, kimia, dan biologi yang kompleks (Palar, 2008). Menurut Hardywinoto dan Setiabudi (2005) di alam merkuri jarang ditemukan sebagai logam murni, biasanya ditemukan dalam bentuk mineral sinabar atau merkuri sulfide (HgS). Dalam menunjang kehidupan manusia merkuri digunakan untuk berbagai bidang seperti dalam bidang industri pertambangan seperti pertambangan emas, bidang kesehatan seperti bahan tambal gigi dan termometer, bidang pendidikan, dan lainnya. 2.1.1. Sifat dan Karakteristik Merkuri Pada tabel periodik merkuri mempunyai nomor atom (NA) 80 dan termasuk dari unsur golongan II B. Merkuri terdiri dari tiga bentuk yaitu elemen merkuri (Hg0), ion merkuri (Hg2+), dan merkuri organic kompleks (Selid, dkk, 2009). Diantara seluruh unsur logam, merkuri merupakan unsur logam yang mempunyai tingkat racun yang tertinggi dibandingkan dengan logam lainnya seperti logam kadmium (Cd), Perak (Ag), nikel (Ni), timbal (Pb), Arsen (As), kromium (Cr), timah (Sa), dan seng (Zn) (Waldicuk, 1974).
12
Merkuri dapat bercampur dengan enzim didalam tubuh manusia dan menyebabkan hilangnya kemampuan enzim untuk menjadi katalisator dalam tubuh. Masuknya merkuri kedalam tubuh manusia yaitu dengan banyak cara yaitu melalui saluran pencernaan, pernafasan, ataupun kulit. Menurut Palar (1994), secara umum merkuri mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a. Logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (250C), dan mempunyai titik beku terendah dari semua logam (390C) b. Logam yang paling mudah menguap, jika dibandingkan dengan logam lainnya. c. Logam yang sangat baik untuk menghantarkan arus listrik karena tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah. d. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy atau amalgam. e. Unsur logam yang sangat beracun bagi seluruh makhluk hidup, dalam bentuk unsur tunggal ataupun dalam bentuk persenyawaan. Daya racun merkuri tergantung dari bentuk kimia dan fisika, akan tetap senyawa merkuri yang mudah larut membuat logam ini lebih beracun. Tingkat dosis merkuri atau Lethal Dose 100 (LD 100) yang dapat menyebabkan kematian jika merkuri tertelan sekitar 0,2-1 gr. Selain tertelan merkuri juga dapat terserap oleh kulit melalui proses absorbsi dari lapisan kulit merkuri dapat masuk ke dalam darah, berikatan dengan protein yang terkandung dalam darah, lalu didistribusikan keseluruh tubuh yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan, organ yang umumnya terserang adalah
13
organ hati dan ginjal. Selain itu, merkuri dapat terakumulasi didalam tubuh manusia dan dapat berpengaruh terhadap sistem saraf, sehingga dapat mengakibatkan
kelumpuhan
permanen
dan
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan (Wurdiyanto, 2007). 2.1.2. Sumber Pencemaran Merkuri di Lingkungan Pada dasarnya keberadaan logam merkuri ada di alam, namun jumlah atau kadarnya tidak sebanyak logam timbal ataupun logam lainnya (Adiwijayanti, 2015), hal ini dikarenakan merkuri adalah logam yang sangat toksik dibandingkan dengan logam lainnya. Terdapatnya merkuri kedalam lingkungan dengan kadar diatas baku mutu dapat menyebabkan keracunan pada makhluk hidup, peningkatan merkuri diatas baku mutu karena aktivitas industry dan proses penambangan (Putranto, 2011). Sumber utama merkuri dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Alami Secara alami merkuri dapat berasal dari gas gunung berapi, penguapan air laut, batu-batuan, dan lapisan bumi lainnya. Kadar normal merkuri di dalam tanah yaitu 0,03 ppm, pada saar kadar merkuri dalam tanah sudah mencapai 0,3-0,5 pmm dapat dikatakan bahwa sudah dalam kadar kritis terhadap pencemaran merkuri di lingkungan (Zulfikar, dkk 2014). Sedangkan merkuri dapat ditemukan pada batu yang bercampur dengan logam lainnya. Menurut Inswiariasi dalam Rohkman (2013) menyatakan bahwa merkuri muncul di lingkungan secara alamiah dalam beberapa bentuk yaitu:
Metal Merkuri (Hg0)
14
Dalam bentuk fisiknya, metal merkuri (Hg0) merupakan logam yang berwarna putih dan bekilau atau berwarna seperti warna perak dan tidak berbau. Metil merkuri mempunyai tekanan uap yang cukup tinggi dan sukar larut di dalam air. Semakin tinggi suhu semakin cepat merkuri akan menguap. Sehingga dapat dikatakan kinerja penguapan merkuri berbanding lurus dengan tingkat suhu. Uap merkuri yang muncul kepermukaan dalam bentuk monoatom yang apabila terserap oleh tubuh akan dibebaskan ke dasar alveolar.
Merkuri Anorganik Merkuri anorganik yaitu lebih reaktif dibandingkan meta merkuri ataupun merkuri organik. Merkuri anorganik dapat membentuk kompleks dengan ligan organik terutama pada golongan sulfurhidril seperti HgCl2, kolaborasi ini membuat sangat larut dalam air dan sangat toksik biasanya digunakan sebagai fungisida (Alfian, 2006).
Merkuri Organik Senyawa merkuri organik adalah senyawa yang mudah larut dalam lapisan lemak pada kulit yang menyelimuti korda saraf, sekitar 80% senyawa merkuri organik dapat mengendap dan berakumulasi dalam tubuh kaena sifat yang larut dalam lipida.
2. Antropogenik Logam merkuri yang melebihi baku mutu di lingkungan biasnya bersumber dari industry yang menggunakan merkuri sebagai bahan baku ataupun bahan penolong, seperti industry pengecoran logam, industri klor alkali, peralatan listrik, industri pertanian. Dalam dunia kedokteran juga
15
menggunakan merkuri sebagai bahan penambal gigi yaitu algaman. Menurut Sudarmaji, dkk (2006) sumber merkuri juga didapatkan dari bahan bakar fosil. Selain itu aktivitas pertambangan emas merupakan salah satu sumber penghasil pencemar merkuri, karena dalam proses aktivitasnya pemisahan emas dan batuan menggunakan merkuri. 2.1.3. Kegunaan Merkuri Pada saat ini penggunaan merkuri sudah mencakup kepada hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Merkuri digunakan untuk banyak digunakan dalam berbagai macam jenis bidang pekerjaan, yaitu Alfain (2006), Rokhman (2013), dan Hadi (2013): Tabel 2.1. Kegunaan Merkuri Dalam Berbagai Bidang Pekerjaan No 1
Bidang Pekerjaan Industri
Penggunaan Digunakan dalam pabrik alat-alat listrik,
pembuatan
baterai,
dan
sebagai komponen pewarna serta pencegah pertumbuhan jamur dalam industri cat. 2
Pertambangan
Digunakan
dalam
penambangan
emas
aktivitas yaitu untuk
mengikat dan memurnikan emas. 3
Pertanian
Digunakan sebagai fungisda dan merkuri organik digunakan untuk membasmi hama.
4
Kedokteran
Digunakan penyakit
dalam kelamin
mengobati (Sifilis)
dan
campuran penambal gigi. 5
Pembuatan kimia
bahan Digunakan dalam pembuatan klor alkali yang menghasilkan klorin
16
No
Bidang Pekerjaan
Penggunaan (Cl2).
6
Pembuatan
peralatan Digunakan untuk alat kesehatan
fisika
seperti termometer, alat pengukuran cuaca seperti barometer.
Merkuri dimanfaatkan untuk berbagai macam bidang aktivitas pekerjaan namun seluruh bentuk merkuri dalam bentuk unsur, gas, ataupun dalam bentuk garam merkuri tetap bersifat racun dan menyebabkan pengaruh toksik (Hadi, 2013). Di Indonesia aktivitas penambangan emas illegal masih banyak yang menggunakan teknik amalgamasi, yaitu menambang emas yang menggunakan merkuri dalam prosesnya. Hal ini sangat berpotensi untuk menimbulkan pencemaan serta kerusakan lingkungan. 2.1.3.1. Kegunaan Merkuti dalam Aktivitas Penambangan Emas Setiap usaha yang menimbulkan dampak negatif ataupun yang tidak menimbulkan dampak negatif membutuhkan izin. Termasuk aktivitas penambangan, jika usaha dilakukan pertambangan dilakukan perseorangan dapat dilakukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. Pada pasal 96 menyebutkan bahwa setiap IRP dan IUP wajin mengelola sisa tambang dari suatu aktivitas usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memnuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan. Aktivitas PETI yang dilakukan di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan sistem penambangan bawah tanah dan sitem
17
pengambilan batu di sungai. Seperti pada aktivitas penambangan yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan Gunung Pongkor yang salah satunya adalah di Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung, mereka menggunakan kedua sistem tersebut untuk menggambil batu-batuan yang diperkirakan menggandung emas. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dan didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kawasan Gunung Pongkor, diketahui bahwa pada umumnya masyarakat melakukan pengelolahan emas menggunakan teknik amalgamasi. Teknik amalgamasi yaitu teknik pemisahan kotoran dan bijih emas menggunakan merkuri. Menurut Silalahi (2005) dan Junita (2013) menyatakan bahwa pada proses amalgamasi mempunyai tahapan-tahapan yaitu: 1.
Tahapan pembukaan awal: Batuan mengandung bijih emas hasil penambangan dari gunung ataupun sungai ditumbuk sampai hancur dengan alat sederhana. Lalu batu yang telah hancur menjadi lebih kecil dimasukan ke amalgamator atau gelundung.
2.
Tahapan penggilingan: Proses penggilingan yaitu dilakukan didalam gelundungan yang telah dimasukan merkuri didalamnya. Pada setiap gelundungan diberikan pelor untuk menghancurkan batuan keurkuran yang lebih kecil sehingga dapat mengeluarkan dan memisahkan bijih emas dari pengotor lainnya dan menjadi bituran serta menempel dengan merkuri membentuk amalgam.
3.
Tahapan pencucian dan pemerasan: Pada tahapan ini, algaman dicuci dengan air dan diperas dengan kain putih yang bertuhuan
18
untuk membersihkan amalgam dan mengurangi kandungan merkuri yang masih ada pada amalgam. Sisa merkuri yang keluar dari pori-pori kain karena pemerasan ditampung ditempat pencucian algaman. Lalu tempat pencucian algaman didiamkan agar merkuri mengendap dan dapat digunakan kembali untuk proses pengolahan emas. 4.
Tahapan pembakaran atau penggarangan: Pada tahapan ini, algaman dibakar untuk menghilangkan unsur merkuri. Merkuri yang masih tersisa di dalam algaman akan menguap ke udara. Algaman yang berwana perak akan berubah berwarna emas, dari hasil pembakaran ini akan didapatkan emas dengan kadar 1060%.
5.
Tahapan penumbukan akhir: Pada tahapan ini emas hasil pembakaran di bentuk kepingan atau sesuai dengan permintaan pasar.
2.1.3.2.
Merkuri
Masuk
Ke
Lingkungan
dari
Aktivitas
Pertambangan Aktivitas pengolahan emas menggunakan teknik amalgamasi adalah aktivitas pengolahan emas yang sederhana dan digunakan untuk produksi dalam skala kecil, akan tetapi sangat berisiko menyebabkan pencemaran lingkungan seperti air, tanah, udara, ataupun tumbuhan yang hidup lingkungan sekitar dan dapat berdampak pada masyarakat sekitar. Aktivitas amalgamasi yang dilakukan penambang pada umumnya hasil buangannya tidak dilakukan pengolahaan limbah
19
terlebih dahulu. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Balihristi (2013) menemukan bahwa masyarakat yang melakukan aktivitas PETI di beberapa kabupaten provinsi Gorontalo menggunakan merkuri serta sianida dan limbah cair dari aktivitas tersebut tersebut dibuang langsung ke aliran sungai di dekat pertambangan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusli, dkk (2010), Lestarisa (2010), dan Lihawa dan Mahmud (2012) yang menyatakan bahwa hasil buangan dari aktivitas PETI yang berupa limbah berbahaya langsung dibuang ke sungai tanpa adanya pengelolahan. Atas hal tersebut pada penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2008) dan Heriamariaty (2011), terjadinya pencemaran merkuri pada air dan sedimen sebagai dampak pengolahan bijih di Sungai Ciliunggunung tahun 2005 dan di Sungai Kahayan. Penelitian yang dilakukan oleh Mirdat, dkk (2013) didapatkan bahwa status logam berat merkuri dalam tanah diatas batas batas pada kawasan pengolahan tambang emas. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya penelitian yang dilakukan oleh Mahmud, dkk (2014) menyatakan bahwa didapatkan kadar merkuri di atas batas normal di tanah dan padi pada lingkungan di sekitar Desa Sumalata dan Desa Hangata Kabupaten Gorontalo Utara yang merupakan suatu kawasan penambangan emas. Diketahui bahwa masyarakat di Kawasan Gunung Pongkor yang berkerja sebagai penambang melakukan pengolahan bijih emas menggunakan teknik amalgam sehingga membutuhkan merkuri
20
sebagai bahan baku. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Siallagan, (2010) mendapatkan hasil bahwa aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) oleh tiga desa di daerah Gunung Pongkor, dalam aktivitasnya penambang menggunakan merkuri (Hg) sebanyak 5,5 ton per tahunnya, sehingga hal ini sangat berisiko untuk terbuangnya merkuri ke lingkungkan. Pada Kawasan Gunung Pongkor di ketahui bahwa adanya kontaminasi logam merkuri pada air Sungai Cikaniki yang melebihi baku mutu air, hingga air Sungai Cisadane (Yoyok, dkk. 2009). Selain itu, Sutono (2001) dan Widiowati, dkk (2008) pada penelitian yang dilakukan oleh diketahui bahwa adanya kadar merkuri dalam beras melebihi baku mutu yaitu 0,45 ppm dan 0,25 ppm, beras yang dijadikan objek adalah beras yang ditaman di Kawasan Gunung pongkor yang sistem irigasi persawahannya menggunakan air Sungai Cikaniki. 2.1.4. Baku Mutu Merkuri Merkuri dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan barbagai macam cara, sehingga jika ingin mengetahui kadar merkuri pada tubuh manusia dapat dilakukan uji, yaitu dengan mengambil sampel pada darah, urin, ataupun rambut. Berdasarkan ketetapan WHO (2008) ambang batas merkuri pada rambut yaitu 2 ppm . Selain itu, berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan oleh EPA, logam berat merkuri tidak boleh masuk kedalam tubuh manusia melalui ingesti melebihi 0,0001 mg/kg/hari. Berbeda lagi dengan ambang batas merkuri di lingkungan ataupun pada bahan makanan.
21
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dan pangan, batas maksimum cemaran logam merkuri dalam kelompok pangan adalah 0,03 mg/kg, batas ini sama dengan batas yang ditentukan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, batas mutu air pada parameter merkuri yaitu sebesar 0,001 mg/kg. 2.1.5. Jalur Migrasi Merkuri Berdasarkan penjelasan pada bagian sebelumnya terkait logam merkuri yang ada di lingkungan hingga dapat masuk dan berakumulasi di dalam tubuh. Berikut Jalur migrasi merkuri yang digambarkan menggunakan teori simpul dengan menggunakan empat simpul dari Umar Fahmi Achmadi (1991), yaitu 1. Simpul satu: Sumber penyakit atau agen penyakit. Sumber penyakit dikelompokan dalam tiga kelompok besar yaitu kelompok mikroba seperti virus, amuba, jamur, bakteri, parasit, dan lainnya. Kelompok fisik, seperti kekuatan radiasi, energi, kebisingan, kekuatan cahaya, dan lainnya. Kelompok bahan kimia toksik, seperti merkuri, pestisida, kadmium, dan lainnya. Pada penelitian ini kelompok bahan kimia yaitu merkuri adalah sebagai agen penyakit. 2. Simpul dua: Komponen lingkungan, yaitu berperan sebagai media transmisi penyakit mencakup udara, air, tanah, binatang atau serangga,
22
karang, dan pangan. Pada penelitian ini kelomponen yang akan diteliti adalah pangan. 3. Simpul tiga: Penduduk yaitu dimaksudkan dengan perilaku atau kebiasaan hidup sehari-hari dan karakteristik individu itu sendiri. Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk beserta perilakunya dapat diukur yaitu dengan perilaku pemajanan. 4. Simpul empat: Hasil akhir dari interaksi antara simpul satu hingga simpul tiga, akan berakhir sakit ataukah tetap sehat. Jika individu ataupun penduduk tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan maka sumber penyakit akan mudah menimbulkan kondisi sakit akan tetapi jika mampu beradaptasi akan tercipta kondisi sehat. Dari simpul-simpul yang telah dijelaskan ada variabel lain yang dapat mempengaruhi keemapat simpul lainnya. Pada penelitian ini variabel yang dapat mempengaruhi keempat simpul lainnya yaitu peraturan pemerintah.
KOMPONEN LINGKUNGAN
POLUTAN Merkuri
Udara Air Tanah Karang Pangan
PERILAKU PEMAJANAN
Usia Jenis Kelamin Pekerjaan Status Pendidikan Lama Tinggal Konsumsi Beras Lokal Jarak Rumah dengan Sungai Aktivitas Sungai
KELAINAN BENTUK/ HASIL INTERASI YANG MERUGIKAN Merkuri dalam tubuh: Ya Tidak (Biomarker: Rambut)
PERATURAN PEMERINTAH Bagan 2.1 Teori Simpul
23
2.1.6 Toksikologi Merkuri Toksikologi berfungsi untuk mengidentifikasi zat kimia yang dapat menimbulkan bahaya kesehatan pada sistem kehidupan. Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup tergantung pada besar dosis yang masuk ketubuh, lama dan seringnya pemaparan logam berat, dan cara masuk kedalam tubuh, hal ini juga dapat meningkatkan efek keracunan (Rukaesih, 2004). Senyawa merkuri secara alami ada di lingkungan namun merkuri yang alami di lingkungan jumlahnya tidak banyak jika dibandingkan dengan logam berat lainnya, akan tetapi senyawa merkuri di alam tetap berpotensi mempunyai efek toksik. 1. Toksikologi Merkuri di Lingkungan Toksikologi lingkungan adalah pengetahuan yang bertujuan untuk mempelajari efek toksik, dampak ataupun resiko dari keberadaan zat kimia tertentu terhadap makhluk hidup. Polutan seperti merkuri Toksikologi merkuri di lingkungan bertujuan mengetahui efek toksik merkuri yang dapat berdampak ke manusia dan makhluk hidup lainnya. Merkuri mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi kualitas dan pencemaran
lingkungan,
dari
pencemaran
lingkungan
dapat
mempengaruhi kualitas hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, hingga dapat membuat kerugian untuk kesehatan manusia (Wirasuta, 2006). 2. Toksikologi Merkuri dalam Tubuh Manusia dan Kesehatan Akumulasi logam berat pada tubuh kadarnya akan jauh lebih tinggi dari pada kadar logam berat yang berasal dari sumbernya. Apabila terjadi
24
paparan secara terus menerus akan menyebabkan toksisitas kronis. Setiap bentuk merkuri mempunyai organ sasaran yang berbeda-beda dan cara masuknya merkuri kedalam tubuh menentukan efek toksik yang berbeda juga. Seperti metal merkuri mempunyai organ target untuk berakumulasi yaitu di otak. a. Penyerapan Merkuri dalam Tubuh (absorbsi) Absorbsi merkuri anorganik hanya berkisar 7% pada manusia jika melalui saluran pencernaan dan merkuri organik yaitu metil merkuri dapat diabsorbsi sebesar 90 % - 95 % pada tubuh manusia. Menurut Rianto (2010) dan Lubis (2002) Otak manusia merupakan afinitas terbesar oleh logam merkuri setelah itu diakumulasikan di dalam jaringan. b. Metabolisme Merkuri Dalam
proses
metabolisme
organ
hati
dan
ginjal
dapat
memetabolisme metil merkuri menjadi merkuri anorganik. Sekitar 90% merkuri darah terdapat dalam eritrosit. Senyawa metil merkuri dimetabolisme secara lambat akan tetapi mempunyai afinitas yang kuat terhadap otak. c. Eksresi Merkuri Eksresi merkuri dari tubuh manusia memalui urin ataupun feses cepat lambatnya dipengaruhi oleh bentuk senyawa merkuri itu sendiri, akan tetapi eksresi metil merkuri paling besar dengan melalui feses yaitu sebesar 90%. d. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan
25
Berdasarkan sifat alaminya, merkuri mempunyai daya toksik yang tinggi jika dibandingkan dengan logam berat lainnya (Palar, 2008). Menurut Coelho, dkk (2012) dan Wirasuta (2006) merkuri dapat masuk melalui beberapa cara yaitu melawati jalaur ingesti atau pencernaan, jalur inhalasi atau pernafasan, dan jalur dermal atau penyerapan melewati pori-pori kulit. Pada dasarnya efek toksisitas merkuri pada manusia tergantung dari bentuk komposisi merkuri, jalan masuknya ke dalam tubuh, dan lamanya berkembang. Diagnosis toksisitas merkuri tidak dapat dilakukan dengan tes biokimiawi. Indikator toksisitas merkuri hanya dapat didiagnosis dengan analisis kadar merkuri salah satunya yaitu dari rambut. Seluruh komponen merkuri yang masuk ke dalam tubuh manusia
karena
akumulasinya
secara
terus
menerus
akan
menyebabkan kerusakan permanen pada otak, hati, dan ginjal (Roger, dkk, 1984). Terdapat beberapa hal yang dapat difokuskan atau hal yang dapat dijadikan acuan terhadap efek yang dapat ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh manusia yaitu (Nina, 2007):
Semua senyawa merkuri adalah racun untuk tubuh apabila batas jumlahnya sudah tidak dapat ditoleransi oleh tubuh.
Setiap senyawa merkuri yang berbeda akan menghasilkan karakteristik dampak yang berbeda.
Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan
atau
dalam
tubuh
organisme
yang
telah
26
terakumulasi merkuri disebabkan oleh perubahan senyawasenyawa merkuri.
Efek yang ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh menghalangi kinerja enzim dan merusak selaput dinding sel.
Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh pada umumnya bersifat permanen.
Terpaparnya merkuri dalam kurun waktu yang lama dapat menimbulkan dampak kesehatan hingga kematian pada manusia salah satu pengaruh merkuri terhadap fisiologis manusia yaitu: pada sistem saluran pencernaan dan ginjal, berpengaruh terhadap sistem saraf karena merkuri mampu menembus blood brain barried, dan dapat mengakibatkan
kerusakan
otak
yang
irreversible
sehingga
mengakibatkan kelumpuhan permanen serta berpengaruh terhadap pertumbuhan (Wurdiyanto, 2007). Berikut pengaruh merkuri terhadap kesehatan manusia yang dapat diuraikan sebagai berikut (Rokhman, 2013), (Alfian, 2006) (Azhari, 2010): 1) Pengaruh terhadap fisiologis Sistem saluran pencernaan (SSP) dan ginjal adalah pengaruh toksisitas merkuri yang paling dominan. Dalam jangka waktu tertentu, intensitas yang tinggi, dan jalur paparan merkuri sangat mempengaruhi
toksisitasnya
dan
organ
apa
yang
akan
dipengaruhi. Organ utama yang dipengaruhi paparan kronik oleh merkuri adalah SSP. Kerusakan ginjal dipengaruhi oleh garam
27
merkuri. Sistem pernafasan adalah efek dari keracunan akut karena merkuri terhidap. 2) Pengaruh terhadap sistem saraf Merkuri yang mempengaruhi sistem saraf yaitu akibat dari pemajanan uap merkuri dan metil merkuri karena senyawa tersebut dapat menembus merkuri dan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible. Metil merkuri yang masuk ke dalam pencernaan akan memperlambat sistem saraf pusat. Gejala awal merkuri mempengaruhi sistem saraf pusat yaitu tidak spesifik seperti malas, pandangan kabur, ataupun pendengaran hilang. 3) Pengaruh Terhadap Ginjal Uap merkuri yang masuk melalui pernafsan dapat menyebabkan gagal ginjal karena terjadi proteinuria atau nephrotic syndrome dan tubular necrosis akut. 4) Pengaruh Terhadap Pertumbuhan Merkuri sangat reaktif kepada ibu hasil dan bayi, bayi yang dilahirkan dari ibu yang memakan gandum berfungisida akan mengalami gangguan kerusakan otak seperti retardasi mental, tuli, penciutan lapang pandang, buta, gangguan menelan, ataxia, ataupun cerebral palsy. Selain itu, menurut Silalahi (2005), merkuri mempengaruhi proses ateroskelorsis (penyempitan dan penebalan pembuluh darah) hal ini dikarenakan merkuri dapat membentuk radikal bebas yang dapat
28
merusak sel. Didukung oleh ATSDR (2011) yang menyatakan bahwa merkuri dapat menembus darah- otak dan plasenta, pada anak-anak peningkatan risiko toksisitas pada paru-paru dimungkinkan dapat terjadi dan berkembang menjadi gangguan pernafasan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya terkait batas aman merkuri dalam rambut yaitu kurang dari 2 ppm, makan kandungan merkuri disebut tinggi apabila melebihi 2 ppm pada rambut individu. Tingginya merkuri dalam tubuh dapat berkorelasi dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner (PJK) atau infraksi miokardinal 2-3 kali lipat. 2.1.7. Keracunan Merkuri Pencemaran merkuri di lingkungan telah menimbulkan banyak akibat salah satunya yaitu keracunan. Merkuri yang ada di lingkungan jika masuk kedalam tubuh engan besarnya konsentrasi, lama, dan frekuensi pemaparan kedalam tubuh manusia dapat menimbulkan keracunan dalam tubuh. Seperti pada peristiwa keracunan yang terjadi, Putranto (2011) dalam Erdanang, 2016 dan Hadi (2013): Tabel 2.2 Peristiwa Keracunan Merkuri di Dunia (1950-an) Negara Jepang- MInamata
Tahun
Sebab
1953
Mengkonsumsi ikan yang
- Hingga tahun
terkontaminasi
2001 : 2.265
(Minamata Desase)
Akibat
korban meninggal Irak
1970
Mengkonsumsi roti yang
450 korban
berbahan baku gandum
meninggal
yang mengandung metil merkuri Guatemala
1966
Mengkonsumsi padi-
20 korban
29
Rusia
padian yang
meninggal
terkontaminasi
-
Keracunan merkuri dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Keracunan Merkuri akut Keracunan akut merkuri dapat menyebabkan gejala dalam beberapa jam yaitu seperti rasa lemah, menggigil, mual, muntah, diare, batuk, serta sesak nafas. Toksisitas paru dapat berubah menjadi pneumonia yang disertai dengan gangguan fungsi paru berat (Endrinaldi, 2010). Merkuri anorgaik dan ionic (merkuri klorida) dapat menyebabkan toksisitas akut berat, merkuri yang berikatan dengan gugus sulfidril (SH) dari protein membran dapat mempengaruhi integritas membran dan menyebabkan terjadinya nekrosis tubuli ginjal yang disertai oliguria, anuris, uremia, dan kerusakan pada glomerular (Edward, dkk. 2004). Umumnya kasus keracunan merkuri yang biasa terjadi pada pekerja tambang emas tradisional yaitu menyebabkan batuk, nyeri dada, sesak nafas, bronchitis, dan pneumonia (Kamitsuka, dkk. 1984). 2. Keracunan Merkuri Kronis Keracunan merkuri kronis dapat terjadi secara perlahan-lahan, terjadi dalam waktu kurun yang lama, dengan kadar merkuri yang masuk kedalam tubuh sedikit demi sedikit akan tetapi terus menerus, sehingga dapat mengendap di dalam tubuh manusia yang menimbulkan gejala keracunan. Menurut Hartono (2003) pada pekerja yang biasa terpapar oleh merkuri dapat terjadi keracunan merkuri secara kronik seperti sariawan, gigi mudah tanggal, guratan-guratan biru pada gusi, pengeluaran air liur
30
yang berlebihan, penurunan berat badan, anorexia, halusinasi, gelisah, sakit kepala, nyeri dan mati rasa pada bagian tubuh kaki dan tangan. Hal ini didukung oleh Widiowati (2008) yang menyatakan bahwa toksisitas kronis dari merkuri yaitu berupa gangguan sistem pencernaan, radang gusi, gangguan sistem saraf seperti tremor, parkinson, warna lensa mata yang memudar, dan anemia ringan. 2.1.8. Toksikokinetik Merkuri Toksikokinetik yaitu ilmu yang mempelajari pola perjalanan polutan atau zat kimia dari masuknya zat kimia tersebut kedalam tubuh hingga keluar dari dalam tubuh. Dalam toksikokinetik terdapat proses yang sering disingkat dengan ADME, yaitu adsorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi (Wirasuta, 2006). Merkuri adalah adalah logam berat yang diabsorbsi dan diakumulasikan dalam jaringan hidup tercepat dan sangat beracun, sesuai dengan urutan absorbsi yaitu: Hg>Cu>Ni>Pb>Co>Cd. (Palar, 2008), dalam dosis yang melebihi batas normal akumulasi merkuri dapat dengan cepat menimbulkan efek terhadap oragan targetnya. Berikut Fase toksikokinetik menurut Wirasuta (2006) dan Rohkman (2013):
31
Absorbsi:
Uap
Polutan: Logam Merkuri
Inhalasi
Distribusi:
Dermal
Diedarkannya logam
Ingesti
berat dalam tubuh
metil
merkuri
dapat
dipengaruhi
oleh
diserap dalam tubuh melalui
tercampurnya logam
jalur inhalasi sebesar 80%.
dalam darah dan laju
Merkuri
aliran darah.
Organik
(metil
merkuti) dapat masuk melalui ingesti sebesar 90-95%. Eksresi:
Metabolisme/Biotransformasi:
Logam berat dapat dikelurkan
Pada umumnya metabolisme logam
dengan cepat atau perlahan. Jalur
berat akan berlangsung di oragan
Eksresi utama yaitu: Ginjal-Urin,
seperti:
Paru-paru,
pencernaan, otot, kelenjar susu,
kelenjar
Kelenjar ludah,
dan
keringan, kelenjar
ginjal,
paru,
saluran
kulit, ataupun darah
mamai. Bagan 2.2. Fase Toksikologi 2.1.9. Toksikodinamik Merkuri Toksikodinamik adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara molekul atau tokson sasaran pada tempat kerja yang spesifik dan menyebabkan efek toksik atau perubahan fungsi fisiologi (Wirasuta dan Niruri, 2007). Secara umum toksikodinamik yaitu interaksi antara polutan dengan reseptor pada suatu organ yang pada akhirnya akan menimbulkan efek toksik. Interaksi toksin dengan reseptor umumnya merupakan interaksi yang reversible (bolak-balik), sehingga mengakibatkan perubahan fungsional dapat hilang karena xenobiotika sudah tereliminasi dari tempat kerjanya.
32
Toksik dinamik digunakan untuk mendeteksi bermacam efek krusakan suatu polutasn pada fungsi vital. Toksikodinamik yang terjadi pada merkuri menuju organ target, tergantung dari jenis merkuri itu senditi, seperti pada uap merkuri organ yang dapat terserang adalah sistem saraf pusat dan ginjal. Pada merkuri anorganik organ yang ditargetkan adalah ginjal, walaupun seluruh bentuk senyawa merkuri terkonsentrasi dalam ginjal dalam derajat tertentu, akan tetapi pada merkuri anorganik organ target dominan ke ginjal. Sedangkan pada merkuri organik, organ yang ditargetkan oleh metil merkuri adalah sistem saraf pusat (Alfian, 2008). Dikarenakan merkuri mempunyai tiga bentukan, waktu yang dibutuhkan merkuri dalam fase toksikodinamik juga berbeda-beda dan tidak menentu. Seperti pada metil merkuri, waktu paruh pada tubuh manusia sekitar 70 hingga 90 hari, akan tetapi eliminasi dari jaringan sangat lambat dan tidak teratur, dan pada akumulasinya dapat dengan mudah menimbulkan gejala toksisitas. Jika dilihat dari kasus terdahulu, pada Minamata Disease pada saat terjadinya paparan merkuri karena memakan ikan yang terkontaminasi dengan merkuri tidak lama gejala keanehan mental dan cacat saraf mulai tampak dan terutama pada anak-anak (Parvaneh, 1979). 2.1.10. Biomarker Pajanan Merkuri Biomarker digunakan untuk memperkirakan suatu pajanan (jumlah yang diabsorbsi atau dosis letal) logam berat, efek bahan kimia, dan digunakan untuk mengetahui pathway
logam berat yang terdapat dalam
tubuh berasal, Biomarker memiliki tiga bentuk yaitu (Inswiasri, 2008):
33
a. Biomarker pajanan: merupakan hasil dari interaksi antara logam berat dan memrapa molekul atau sel target yang diukur dari bagian dalam suatu organisme. b. Biomarker efek: sesuatu yang bisa diukursecara kimiawi, physiology, perilaku, atau perubahan lain dalam organisme yang tergantung pada cakupan, dapat dikenal sebagai asosiasi dengan kerusakan, kesehatan atau penyakit. c. Biomarker kerentanan: kemampuan yang diperlukan dari organisme ntuk merespon suatu tantangan dari pajanan xenobiotik atau logam berat. Dari ketiga jenis biomarker yang telah disebutkan biomarker pajanan adalah jenis biomarker yang umum digunakan untuk pemeriksaan kadar merkuri dalam darah, urin, ataupun rambut. Kadar merkuri dalam darah memperlihatkan paparan logam merkuri dalam jangka waktu pendek dan baru terpapar, waktu paruh merkuri bertahan dalam darah hanya 3 hari. Pada dasarnya pemilihan uji kadar merkuri dalam tubuh tergantung dengan jenis merkuri tersendiri. Seperti pada senyawa merkuri anorganik yang masuk kedalam tubuh akan menuju target organ yaitu alveoli paru-paru dan jalur pernafasan hingga ditransfer melalui darah ke ginjal (Palar, 2012), atas hal tersebut jika ingin melihat kadar merkuri anorganik pemilihan untuk biomarker urin lebih disarankan (WHO, 2008). Biomarker rambut digunakan untuk menggambarkan kandungan merkuri di tubuh dalam jangka panjang dan untuk melihat tingkat atau jumlah kadar merkuri dalam tubuh. Selain itu kadar merkuri dalam rambut juga dijadikan
34
sebagai indikator metil merkuri (Phillippe, dkk 2005). Hal ini dikarenakan didalam rambut terdapat gugusan sulfhidril (-SH) dan disulfide sistin (-S-S-) yang mampu mengikat logam berat yang masuk kedalam tubuh (Hidayati, 2013). Senyawa sufida yang mudah terikat dengan logam berat, sehingga jika logam berat masuk kedalam tubuh manusia akan terikat oleh senyawa sufida dalam rambut (pettrucci, 1982). Menururt Toribara dan Jackson (1982), rambut dapat dipakai untuk bahan biopsi karena jumlah logam pada rambut berkorelasi dengan jumlah logam yang diabsorbsi oleh tubuh. Unsur-unsur kimia yang di absorpsi oleh rambut itu semakin lama semakin tinggi kadarnya karena tidak dikeluarkan dari tubuh sehingga menjadi lebih peka (Hidayat, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh NIMD (2015) pada dasarnya metil merkuri di dalam tubuh dapat dikeluarkan dari tubuh manusia secara alami, di dalam tubuh manusia waktu paruh biologis untuk keluar nya merkuri yaitu 70 hari atau dapat dikatakan bahwa konsentrasi metil merkuri dalam tubuh berubah menjadi setengahnya dalam waktu 70 hari, maka sisa konsentrasi merkuri dalam tubuh setelah satu tahun yaitu 3% dan terakumulasi ke jaringan rambut. Menurut US EPA (2001) kadar merkuri dalam rambut (mg/g) ratarata 250 kali kadar dalam darah (mg/mL). Hal ini juga ditunjang karena kadar merkuri di rambut cukup persisten sehingga tidak hilang karena pencucian dengan shampo ataupun pewarnaan rambut, akan tetapi kadar merkuri dapat menurunkan 30-50% bila rambut dilakukan treatment seperti pelurusan atau
35
pengeritingan rambut akibat penggunaan larutan thioglycolic acid yang dapat mengurangi konsentrasi merkuri (Chamid, dkk, 2010). Menurut Tabrizian (2009) analisis merkuri menggunakan rambut mempunyai kelebihan dibandingkan dengan biomarker lainnya seperti urin, darah, dan kuku. Rambut dapat menggambarkan jumlah atau kadar merkuri dalam tubuh dalam jangka panjang, sedangkan urin dan darah hanya dapat mengukur komponen merkuri yang terserap sementara sebelum pembuangan dan penyimpanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa analisis rambut untuk mengetahui gambaran kadar merkuri adalah cara yang baik untuk mmeperkirakan kandungan unsur-unsur logam berat dalam tubuh (Munir, 2000). 2.1.11. Gangguan Kesehatan Masyarakat Pada saat merkuri memasuki atau terkandung di dalam lingkungan karena hasil pembuangan dari aktivitas manusia dalam jumalah yang cukup banyak, hal ini dapat dikatakan sebagai pemicu untuk terjadinya pencemaran merkuri di lingkungan. Ketika adanya pencemaran lingkungan oleh merkuri akibat aktivitas kerja manusia, bahaya kesehatan untuk masyarakat karena merkuri cukup tinggi. Bahaya akibat pencemaran merkuri di lingkungan tidak hanya untuk orang yang berkontak langsung dengan merkuri, akan tetapi masyarakat umum di wilayah tersebut dapat berisiko karena dimungkinkan tereksposure dari inhalasi, makanan atau minuman, ataupun kontak dengan air yang tercemar merkuri. Seperti kasus Minamata di Jepang pada tahun 1953 yang dikenal sebagai Minamata Disease, kasus ini disebabkan karena nelayan setempat mengkonsumsi ikan laut yang telah
36
terkontaminasi oleh merkuri dari pembuangan aktivitas industri, tercatat 2.265 korban meninggal karena keracunan merkuri, Keracunan merkuri di Irak pada tahun 1970, karena mengkonsumsi roti gandum yang diawetkan dengan fungisida mengandung metil merkuri, serkitar 450 orang diantaranya meninggal dunia (Hadi, 2013). Selain itu terjadi keracunan merkuri di Guatemala dan Rusia yang dikenal sebagai Pink Disease, karena akibat mengkonsumsi padi-padian yang telah terkontaminasi oleh merkuri (Putranto, 2011). Untuk melihat keracunan merkuri pada individu ataupun masyarakat dapat dilakukan biomarker pada rambut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kadar merkuri pada rambut masyarakat: 1. Usia Umur yaitu usia individu dihitung dari tahun lahir hingga saat ini. Menurut Tugaswati (1997) faktor umur merupakan salah satu yang mempengaruhi kerentanan tubuh individu terhadap logam berat. Didasarkan karena merkuri adalah logam brat yang bersifat akumulatif maka, menurut Soemadi (2000) menyatakan bahwa semakin meningkatnya umur dan dosis pajanan logam berat yang masuk kedalam tubuh individu akan meningkatkan kadar merkuri dalam tubuh. Menurut Connel dan Miller (1994), umur muda lebih peka terhadap eksresi kadar logam berat. 2. Status Pendidikan Berdasarkan Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa pendidikan adalah sebagai suatu bantuan yang diberikan kepada individu, kelompok atau masyarakat dalam rangka mencapai peningkatan
37
kemampuan yang sudah ditargetkan. Pada umumnya semakin tinggi tingkatan pendidikan individu akan mempermudah untuk dapat menerima informasi. Individu yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah untuk memahami perubahan yang terjadi di lingkungannya dan individu tersebut dapat menghindari atau menyerap perubahan apabila perubahan tersebut bermanfaat ataupun merugikan. 3. Jenis Pekerjaan Pekerjaan merukan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut (Soemadi, 2000), hal ini karena pekerjaan yaitu aktivitas yang dilakukan secara rutin setiap hari. Sehingga intentsitas individu kontak atau terpajan lebih sering, seperti pekerja yang bekerja sebagai penambang emas atau berhubungan langsung dengan merkuri mempunyai peluang lebih besar untuk terjadinya akumulasi pada rambut dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak secara langsung kontak dengan merkuri (Rokhman, 2103). Selain itu diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh KLH Kabupaten Landak (2009), mendaparkan hasil tentang paparan merkuri yang terjadi pada pekerja tambang emas berhubungan dengan keracunan merkuri yang dibuktikan dari biomarker rambut. 4. Lama Tinggal Berdasarkan sifat dasar merkuri yang dapat berakumulasi didalam tubuh manusia, lama tinggal dapat mempengaruhi kadar merkuri yang terdapat di dalam rambut. Paparan merkuri dalam jangka waktu yang lama pada tubuh seperti lama tinggal di lingkungan yang tercemar
38
merkuri menunjukan bahwa akan berakibat menigkatnya kadar merkuri dan berdampak pada menurunnya tingkat kesehatan (Andri, dkk, 2011) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tugaswati, dkk (1997), Andri, dkk (2011), dan Rokhman (2013) menyatakan bahwa lama tinggal individu berhubungan kuat dengan kadar merkuri dalam rambut. 5. Jarak rumah dengan Sungai Jarak rumah dengan sungai yaitu salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terdapatnya kadar merkuri dalam rambut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Andi, dkk (2010) dan Andri, dkk (2011) mendapatkan hasil bahwa adanya hubungan antara jarak tempat tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut dengan jarak ≤ 216 m. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Penelitian yang dilakukan oleh Albasar, dkk (2012) menyatakan bahwa tidak ada hubungannya jarak rumah dengan kadar merkuri di dalam rambut dengan jarak <500 m. 6. Aktivitas Sungai Aktivitas manusia yang dilakukan di sungai yang tercemar merkuri merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut. Individu yang meakukan aktivitas kesehariannnya di sungai yang tercemar oleh merkuri berisiko terpajan oleh merkuri dan merkuri dapat masuk kedalam tubuh karena merkuri dapat masuk kedalam tubuh dengan berbagai macam cara seperti dermal, ingesti, dan inhalasi (Wirasuta, 2006). Pada penelitian Alfian (2006) menyatakan bahwa masuknya merkuri ke dalam tubuh manusia dapat
39
dihindarkan apabila manusia berusaha mendhindari aktivitas-aktivitas yang berisiko terpapar merkuri, aktivitas manusia yang biasa dilakukan disungai yaitu aktivitas mandi di sungai dan hal ini sangat berisiko masuknya merkuri ke dalam tubuh karena. mengindikasikan terhadap pajanan yang terus-menerus dilakukan. 7. Durasi Pajanan Berdasarkan ketetapan Kementrian Kesehatan (2012) yang dituangkan dalam buku Pedoman ARKL kepada direktorat Jendral PP dan PL menyatakan bahwa durasi pajanan yaitu lamanya waktu atau jumlah tahun kontak responden dengan pajanan. Durasi pajanan dapat mempengaruhi tingkat derajat kesehatan seseorang, terlebih jika durasi pajanan suatu unsur memaparkan secara kontinyu kepada manusia . Seperti pada penelitia yang dilakukan oleh Safitri (2015) dan Rokhman (2013) yang menyatakan bahwa durasi pajaran suatu unsur ke manusia dapat menyebabkan munculkanya tingkat risiko kesehatan bagi manusia, selain itu durasi pajanan juga sejalan dengan kadar merkuri dalam rambut yang dilakukan oleh Rohkman (2013). 8. Peraturan Pemerintah Kebijakan pemerintah terkait merkuri tertera dalam seluruh aspek peraturan tentang pengendalian pencemaran akibat aktivitas manusia salah satunya dalah Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, selain itu peraaturan yang masih berlaku di Indonesia yang mengatur baku mutu lingkungan, pegelolaan logam berat seperti pada Kepmen LH No. 02/1998 tentang Penetapan
40
Pedoman Baku Mutu Lingkungan, PP RI No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Kepmen LH no. 51 tahun 1995 turut memuat baku mutu limbah cair umum bagi aktivitas industri, serta PP RI No. 82. Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air, dan sebagainya. 2.2 Toleransi Intake Mingguan Sementara Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) adalah penentuan nilai batas aman konsumsi suatu bahan pangan. Nilai PTWI hanya digunakan untuk menentukan suatu agent yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui jalur ingesti. Dalam menentukan nilai PTWI terlebih harus menghitung jumlah atau kadar logam berat yang masuk kedalam tubuh melalui jalur ingesti dapat menggunakan formula estimasi intake logam berat. Estimasi intake logam berat mempunyai dua formula yaitu (Rasyad, 2008; Onsani, et al, 2010 dalam Apriyani, 2014; dan Fathi, dkk, 2013) : 1. Estimasi logam berat yang masuk setiap hari atau Estimated Daily Intake (EDI). Formula ini digunakan untuk menghitung banyakya logam berat yang masuk setiap harinya kedalam tubuh manusia melalui jalur ingesti, dengan formula seperti berukut: EDI (Estimated Daily Intake) = Keterangan:
EDI : Nilai estimasi logam berat yang masuk setiap hari (mg/kg/hari)
C
: Konsentrasi logam berat dalam bahan makanan (mg/kg)
41
dC : Laju asupan per hari (gr/hari/kapita)
Bw : Body weight. Berat badan manusia pada populasi atau individu (kg/kapita)
2. Estimasi logam berat yang masuk setiap minggunya atau Estimated Weekly Intake (EWI). Formula ini digunakan untuk menghitung banyakya logam berat yang masuk setiap minggunya kedalam tubuh manusia melalui jalur ingesti, dengan formula seperti berukut: EWI (Estimated Weekly Intake) = Keterangan:
EWI : Nilai estimasi logam berat yang masuk per minggu (mg/kg/minggu)
C
dC : Laju asupan per minggu (gr/minggu/kapita)
Bw : Body weight. Berat badan manusia pada populasi atau
: Konsentrasi logam berat dalam bahan makanan (mg/kg)
individu (kg/kapita) Setelah mengetahui nilai EDI ataupun EWI yang merupakan formula intake logam berat, lalu nilai EDI ataupun EWI dibandingkan dengan batas aman intake logam yang telah ditetapkan oleh JEPCFA (The Joint FAO/ WHO Expert Committer on Food Additives) yaitu Provisional Maximum Tolerable Daily Intake (PMTDI) dibandingkan dengan nilai EDI dan Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) dibandingkan dengan nilai EWI. Dengan formula sebagai berikut: 1. PMTDI
: bC x Bw
Keterangan :
42
PMTDI : Provisional Maximum Tolerable Daily Intake bC
:
Nilai baku mutu
setiap logam
yang
diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia menurut JEPCFA (The Joint FAO/ WHO Expert Committer on Food Additives)- (mg/kg/hari) Bw
: Berat badan (kg)
2. PTWI : bC x Bw Keterangan : PTWI : Provisional Tolerable Weekly Intake bC
:
Nilai baku mutu
setiap logam
yang
diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia menurut JEPCFA (The Joint FAO/ WHO Expert Committer on Food Additives)- (mg/kg/mingguan ) Bw
: Berat badan (kg)
Penggunaan PMTDI dan PTWI yaitu dibedakan dari sidat logam berat itu sendiri. PMTDI digunakan untuk logam berat yang tidak memiliki sifat akumulatif sebaliknya dengan PTWI yaitu digunakan untuk logam yang memiliki sifat akumulatif. 2.3. Rambut Rambut adalah salah satu adeksa kulit yang ada pada seluruh baigan tubuh kecuali telapak tangan, telapak kaki, kuku, bibir, ujung zakar, dan permukaan serta bibir kemaluan wanita. Rambut berupa batang tanduk yang tertanam secara miring didalam kantung (folikel) rambut. Menurut Basuki (1981) rambut yaitu: 1. Benang tipis yang tumbuh ari bawah permukaan kulut.
43
2. Dibentuk oleh lapisan sel yang tertutup lapisan yang tertutup lapisan yang tersusun bentuknya seperti sisik ikan pada lapisan luarnya. 3. Terdiri dari keratin. Semua jenis rambut tumbuh dari akar rambut yang yang terdapat di dalam lapisan dermis dari kulit. Rambut terbentuk dari sel-sel yang terletak di tepi kandung akar. Kandung akar adalah bagian yang terbenam dan menyerupai pipa seta mengelilingi akar rambut, jadi apabila rambut dicabut atau dipotong akan tumbuh kembali, karena kandung akar akan tetap. Pertumbuhan rambut secara terus-menerus mempunyai siklus pertumbuhan yang dipengaruhi oleh hormon yang ada didalam tubuh manusia. Siklus rambut dalam pertumbuhannya dibagi dalam tiga fase pergantian pertumbuhan rambut yaitu (Soepardiman, 2010): 1. Fase pertumbuhan (anagen): sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru mendorong sel-sel tang lebih tua keatas. Lama aktivitas ini hingga 3 tahun, namun terkadang dapat mencapai 10 meter. 2. Fase istirahat (katagen): masa ini adalah masa peralihan yang didahului oleh penebalan jaringan ikat disekitar folikel rambut lalu penebalan dan mengerutnya selaput hialin. Papil rambut lalu mengerut dan tidak terjadi mitosis, bagain tengah akar rambut menyempit dan ujung rambut melebar. Lama aktivitas ini sekitar 2-3 minggu. 3. Fase kerontokan (telogen): masa ini adalah masa dimana memendeknya sel epitel dan membentuk tunas kecil yang membeuat rambut baru sehingga rambut lama akan terdorong dan rontok dengan sendirinya. Lama aktivitas ini hingga 3 bulan.
44
Rambut memiliki fungsi yaitu sebagai pelindung kepala dari suhu lingkungan, sebagai alat perasa, dan sebagai bahan uji untuk mengetahui konsentrasi dari parameter logam berat. Digunakannnya rambut sebagai bahan uji karena didalam rambut terdapat gugusan sulfhidril (-SH) dan disulfide sistin (-SS-) yang mampu mengikat logam berat yang masuk kedalam tubuh (Hidayati, 2013). Senyawa sufida yang mudah terikat dengan logam berat, sehingga jika logam berat masuk kedalam tubuh manusia akan terikat oleh senyawa sufida dalam rambut (Pettrucci, 1982). Menurut Toribara dan Jackson (1982), rambut dapat dipakai untuk bahan biopsi karena jumlah logam pada rambut berkorelasi dengan jumlah logam yang diabsorbsi oleh tubuh. Unsur-unsur kimia yang di absorpsi oleh rambut itu semakin lama semakin tinggi konsentrasinya karena tidak dikeluarkan dari tubuh sehingga menjadi lebih peka (Hidayat, dkk, 2008). Menurut US EPA (2001) kadar merkuri dalam rambut (mg/g) rata-rata 250 kali kadar dalam darah (mg/mL). Hal ini juga ditunjang karena konsentrasi merkuri di rambut cukup persisten sehingga tidak hilang karena pencucian dengan shampo ataupun pewarnaan rambut, akan tetapi konsentrasi merkuri dapat menurunkan 30-50% bila rambut dilakukan treatment seperti pelurusan atau pengeritingan rambut (Chamid, dkk, 2010). Selain itu konsentrasi merkuri dalam rambut juga sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan urin. Menurut Tabrizian (2009) analisis merkuri menggunakan rambut mempunyait kelebihan dibandingkan dengan biomarker lainnya seperti urin, darah, dan kuku. Rambut dapat menggambarkan jumlah atau kadar merkuri dalam tubuh dalam jangka panjang, sedangkan urin dan darah hanya dapat mengukur
45
komponen merkuri yang terserap sementara sebelum pembuangan dan penyimpanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa analisis rambut untuk mengetahui gambaran konsentrasi merkuri adalah cara yang baik untuk memperkirakan kandungan unsur-unsur logam berat dalam tubuh (Munir, 2000). 2.4. Beras Beras merupakan bahan makanan pokok hampir untuk seluruh masyarakat dunia termasuk sebagain besar masyarakat Indonesia. Menurut Suhartiningsih, dkk (2004) seseorang yang memakan beras dalam jumlah cukup tidak akan kekurangan protein. Selain itu kandungan energi beras mencapai 360 kalori per 100 gram dan dari sisi gizi dan nutrisi beras relatif lebih unggul dibandingkan pangan lainnya. Beras adalah bahan makanan yang dihasilkan dari bulir tumbuhan padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekam). Tumbuhan padi (Oryza sativa L) merupakan tanaman semusim atau dapat dikatakan sebagai tumbuhan yang berumur pendek karena hanya berumur 5-6 bulan, sehingga dapat dikatan tumbuhan ini mempunyai waktu panen yang cepat. Hal ini menguntungkan untuk masyarakat Indonesia karena menurut Suparyono, dkk (1993) menyatakan bahwa padi adalah tumbuhan yang memiliki nilai tersendiri untuk orang-orang yang terbiasa untuk makan nasi dan tidak dapat mudah untuk digantikan oleh makanan lainnya, sehingga peranan tumbuhan ini sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia. Tumbuhan ini dapat tumbuh didaerah tropis ataupun subtropis dengan cuaca panas, kelembapan tinggi ataupun musim hujan. Pada musim kemarau padi akan tetap tumbuh dengan baik jika air irigasi tersedia. Padi adalah salah satu tumbuhan yang sangat membutuhkan air untuk pembentukan karbohidrat di daun,
46
menjaga hidrasi protoplasma, melakukan pengangkutan dan mentranslokasikan makanan, unsur hara serta mineral. Selain itu, air sangat dibutuhkan untuk perkecambahan biji, pengisapan air dalam padi merupakan kebutuhan biji untuk melakukan aktivitas-aktivitas didalam biji (Kartasapoetra, 1988). Tumbuhan padi akan menghasilkan beras yang merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia, hal ini dapat dilihat dari pangsa pengeluaran kelompok padi-padian mencapai sekitar 10% (Ariani, 2010). Selain sebagai bahan makanan pokok, padi banyak digunakan sebagai tanaman uji, terutama utuk melihat adanya pencemaran tanah ataupun pencemaran air yang dapat berpengaruh pada beras yang dihasilkan. Seperti yang dilakukan oleh Noriharu dan Tomohito (2002) dalam penelitiannya mereka menggunakan tanaman padi dan beras untuk meremediasi tanah yang tercemar logam berat. Sejalan dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Kurnia, dkk (2009) dan Sutoyo (2013) menyatakan bahwa tanaman padi dapat menjadi gambaran dari pencemaran yang terjadi di lingkungan serta beras yang dihasilkan dari lahan yang tercemar mengandung logam yang lebih tinggi daripada amabang batas yang diperbolehkan untuk makanan. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Mahmud, dkk (2014), yang membuktikan bahwa tingginya konsentrasi merkuri pada tanaman padi dan beras dapat mencerminkan kondisi pencemaran merkuri di lingkungan. Hal ini dikarenakan, tanaman padi merupakan tanaman yang mudah untuk hidup dengan waktu panen relative singkat, pembuahan tanaman padi sangat bergantung pada air yang cukup, dan ketergantungannya pada air membuat tumbuhan padi mudah tercemar oleh logamlogam berbahaya dikarenakan sumber pengairan yang tercemar (Ali, 2011).
47
Pada dasarnya tumbuhan padi banyak digunakan sebagai tumbuhan uji ataupun tumbuhan yang digunakan untuk meremediasi tanah yang tercemar logam berat, hal dikarenakan tanaman padi merupakan jenis tumbuhan yang memiliki sifat hiperakumulator (Feller, 2000). Maksud dari hiperakumulator yaitu memiliki sifat hipertoleran yaitu mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuknya. Tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan untuk melarutkan unsur logam pada rizisfer dan menyerap logam dari fraksi tanah yang tidak bergerak, sehingga menjadikan tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan penyerapan logam yang lebih tinggi dibandingkan
dengan
tumbuhan
lainnya
yang
tidak
memiliki
sifat
hiperakumulator. Sehingga tumbuhan padi dapat menimbulkan permasalahan kesehatan masyarakat melalui sitem rantai makanan, apabila ditanam di wilayah yang tercemar logam berat dan termakan oleh makhluk manusia dan makhluk hidup lainnya (Hidayati, 2005). Terlebih kadar logam berat seperti merkuri tidak hilang atau berkurang dari proses pemasakan beras menjadi nasi. Seperti pada kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2013) menghasilkan tidak berkurangnya kadar logam berat (tidak menguap) dari proses perebusan kerang hijau, tetapi tetap ada dalam protein yang terdistribusi ke dalam air selama perebuasan atau masih tinggal dalam daging kerang karena kurang sempurnanya proses perebusan dan terjadinya perpindahan logam pada cangkang ke daging kerang dan cenderung meningkat. Di dukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Winarno, dkk ( 2009) menyatakan bahwa metil merkuri dalam kerang hijau dalam proses pemasakan tanpa cangkang mengalami pengurangan kadar metil merkuri tetapi merkuri yang
48
berkurang tidak menghilang (tidak menguap) tetapi tetap ada dalam protein yang terdistribusi ke dalam air selama proses perebusan. Hal ini mencerminkan bahwa pada pada proses pemasakan beras menjadi nasi tidak ada kadar merkuri yang hilang ataupun berkurang karena menguap ke udara, tetapi tetap berada di dalam kandungan beras yang sudah menjadi nasi karena menyerap air dari proses pemasakan. 2.5. Kerangka Teori Polutan merkuri dapat masuk kedalam lingkungan dengan berbagai cara. Karena pada dasarnya merkuri sudah ada di lingkungan secara alami akan tetapi jumlahnya yang tidak banyak. Merkuri dapat terdapat di kelompok pangan disebabkan karena adanya pencemaran merkuri di lingkungan. Komponen lingkungan tersebutlah yang dapat menjadi awal mula terjadinya pemajanan merkuri dengan manusia, seperti pada padi yang mengandung logam merkuri. Beras yang tercemar merkuri dapat dapat memaparkan kemanusia lewat ingesti dan dipengaruhi oleh faktor lainnya. Sehingga dapat menyebabkan timbulnya tingkat risiko kesehatan. Seperti pada kerangka teori dibawah ini.
49
Beras (Kurnia, dkk, 2009 ; Sutoyo, 2013) Usia
(Soemadi, 2000), status
pendidikan (Nothoadmodjo, 2003), jenis pekerjaan (Soemadi, 2000), lama tinggal (Andri, dkk, 2011; Tugaswati, 1997), Jarak Rumah Dengan Sungai (Andi, dkk, 2010 ; Andri, dkk, 2011; Albasar, dkk, 2012), Aktivitas Sungai (Wirasuta, 2006 ; Alfian, 2006), peraturan pemerintah (PP RI No. 82. Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air, dan sebagainy ; PP RI No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun). Sedangkan Intake, laju asupan, konsentrasi logam, durasi pajanan, dan frekuensi paparan (Kemenkes, 2012)
50
Tanah Tumbuhan Bantuan Penguapan Larva
Alami Polutan Merkuri
Udara Aktivitas Manusia
Industri
Air Tanah
Pertambangan Emas
Pangan
Beras
Ingesti Manusia
Karakteristik individu: 1. Berat Badan
Pola aktivitas : 1. Durasi Paparan
2.
Laju Asupan
3.
Usia
4.
Jenis kelamin
5.
Starus pendidikan
6.
Pekerjaan
7.
Aktivitas di Sungai
Estimated Weekly Intake
Faktor Lainnya:
Bagan 2.3. Kerangka Teori
1.
Peraturan Pemerintah
2.
Jarak rumah dengan
Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI)
Kadar merkuri dalam rambut
sungai
51
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian variabel dependen yang diteliti adalah kadar merkuri dalam rambut, sedangkan variabel independen yang diteliti yaitu Estimated Weekly Intake (EWI), jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, status pendidikan, dan durasi pajanan. Nilai EWI merkuri dari konsumsi beras lokal didapatkan dari perhitungan formula konsentrasi merkuri dalam beras (C), laju asupan per minggu (dC), dan berat badan (Wb). Kadar merkuri dalam rambut digunakan untuk mengetahui jumlah kadar logam merkuri yang telah diabsorbsi oleh tubuh. Variabel konsentrasi merkuri dalam beras (C), laju asupan per minggu (dC), dan berat badan (Bw) hanya dilakukan analisis univariat, karena variabel termasuk dalam formula perhitungan Estimated Weekly Intake (EWI), sehingga hanya perlu melihat dilakukan analisis univariat karena peneliti hanya ingin melihat rata-rata dari setiap variabel C, dC, dan Bw. Sedangkan untuk variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti seperti variabel aktivitas sungai dan peraturan pemerintah tidak diteliti karena homogen, variabel jarak rumah dengan sugai tidak diteliti karena pekerja tambang melakukan pengolahan emas di rumah masing-masing. Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) tidak diteliti karena peneliti tidak bertujuan untuk membandingkan nilai intake per minggu dengan toleransi intake perminggu sementara. .
52
Setelah nilai EWI merkuri dalam beras, data karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status pendidikan, dan pekerjaan), dan data pola aktivitas (durasi pajanan) sudah diketahui dilanjutkan dengan menghubungkan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017. Kerangka Konsep dapat dilihat seperti dibawah ini:
53
Estimated Weekly Intake Laju Asupan (dC) Berat Badan (bw) Kadar Merkuri dalam Beras (C)
Karakteristik Individu Usia Jenis Kelamin Pekerjaan Durasi Pajanan Pendidikan
Pola Aktivitas Durasi Pajanan
Kadar Merkuri Dalam Rambut
Keterangan: Huruf yang dicetak tebal dilakukan analisis bivariat Huruf yang tidak dicetak tebal hanya dilakukan analisis univariat
Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
54
3.2. Definisi Operasional Definisi Operasional dari penelitian ini yaitu: Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Oprasional
Cara Ukur
Alat Ukur
1
Kadar Merkuri
Kadar
yang
Pengukuran
Mercury
dalam rambut
terdapat dalam rambut pada responden
dengan alat
Analyzer
yang tinggal di Desa Bantar Karet
laboratorium
atau
jumlah
merkuri
Hasil Ukur …….ppm
Skala Ukur Rasio
Kecamatan Nanggung. 2
Usia
Usia responden dihitung dari tahun lahir Wawancara hingga
tahun
Kuesioner
…….Tahun
Rasio
dilakukaannya
pengambilan data 3
Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden pada saat Wawancara
Kuesioner
dilakukan penelitian 4
Pekerjaan
Kegiatan yang dilakukan secara rutin Wawancara setiap hari oleh responden.
1. Laki-Laki
Ordinal
2. Perempuan Kuesioner
1. Penambang Emas
Ordinal
2. Bukan Penambang Emas, Sebutkan…
55
5
Pendidikan
Status pendidikan akhir responden saat Wawancara
Kuesioner
dilakukan pengambilan data
6
Durasi Pajanan
Jumlah tahun responden mengkonsumsi Wawancara
Kuesioner
1. 2. 3. 4.
Tidak Sekolah Ordinal SD/MI SMP/MTs 6SMA/ SMK/ MA 5. Perguruan Tinggi (D3/D4/S1/dst) ……Tahun rasio
beras lokal yang mengandung merkuri. 7
Kadar Merkuri
Kadar merkuri yang terdapat dalam Pengukuran
Mercury
dalam beras
beras yang dikonsumsi oleh responden dengan alat
Analyzer
(C)
di Desa Bantar Karet. Pengukuran akan laboratorium
……mg/kg
Rasio
…….Kg
Rasio
dilakukan di Laboratorium yang sudah bersertifikasi Berat Badan
Satuan massa berat tubuh responden Observasi
Timbangan
(Bw)
saat dilakukan pengambilan data
Digital
Laju Asupan
Jumlah berat panganan yang dikonsumsi Observasi
Food Model
…….gram/minggu
Rasio
(dC)
responden setiap minggu. Microsoft exel
…….mg/kg/minggu
Rasio
Estimated
Jumlah atau nilai estimasi konsentrasi Perhitungan
56
Weekly Intake (EWI)
merkuri dalam beras (mg/kg) yang Formula
dan SPSS
masuk ke dalam tubuh manusia setiap minggunya.
57
3.3. Uji Hipotesis 1. Ada hubungan antara usia dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten Bogor Tahun 2017. 2. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten Bogor Tahun 2017. 3. Ada hubungan antara status pendidikan dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten Bogor Tahun 2017. 4. Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten Bogor Tahun 2017. 5. Ada hubungan antara durasi pajanan dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten Bogor Tahun 2017. 6. Ada hubungan antara intake merkuri dalam beras per minggu dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten Bogor Tahun 2017.
58
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif dengan menggabungkan studi Epidemiologi Kesehatan Lingkungan (EKL) dan formula Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI). Studi EKL yaitu studi yang mempelajari faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit ataupun gejala suatu penyakit dengan mengetahui hubungan interaktif penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan (Achmadi, 1991 dalam Fahmi, TT). Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional karena variabel independen dan dependen yang terdapat dalam penelitian ini diukur dalam waktu yang bersamaan dan menggabungkan formula PTWI. PTWI yang digunakan hingga analisis Estimated Weekly Intake (EWI), sedangkan studi EKL digunakan untuk mengetahui hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan nilai EWI, faktor karakteristik individu, dan pola aktivitas. 4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kebupaten Bogor pada bulan November 2016 untuk perizinan dan bulan JanuariFebruari tahun 2017 dilakukan turun lapangan untuk penelitian di Desa Bantarkaret. Pemilihan tempat penelitian ini dikarenakan Desa Bantarkaret adalah desa terbesar yang terdapat di Kecamatan Nanggung, desa terpanjang yang dilalui oleh sungai Cikaniki, dan memiliki lahan pertanian padi terbesar di Kecamatan Nanggung. Pengujian kadar merkuri pada rambut dan beras dilakukan di laboratorium yang telah diakui oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN)
59
menggunakan metode uap dingin (cold vapour) dengan Mercury Analyzer dalam sampel sedimen dan sesuai dengan SNI 06.6992.2-2004 tentang pengujian sedimen parameter merkuri. 4.3. Alur Kerja Penelitian Dalam penelitian ini telah dilakukan beberapa tahapan kerja untuk mengetahui hubungan Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras dan faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut, yaitu:
Perizinan Kepada Dinas Kesehatan Bogor
Penentuan keluarga yang dapat menjadi responden
Penentuan dan Perizinan pada responden terpilih
Perizinan Kepada Kepala Kelurahan Bantarkaret
Perizinan Kepada Kecamatan Nanggung
Menemui tempat pengepul beras yang tercatat oleh kelurahan (Observasi konsumsi beras lokal warga dan pengambilan sampel beras)
Wawancara (kuesioner)
Perhitungan Estimated Weekly Intake (EWI)
Melakukan analisis univariat dan bivariate
Menemui key person di setiap RW setempat untuk menemani saat penelitian dilakukan
Pengukuran Antropometri (Berat Badan)
Melakukan Entry dan mengelola data
Perizinan Kepada Ketua RW tempat penelitian
Pengambilan Biomarker Rambut
Uji laboratorium sampel rambut dan beras di laboratorium bersertifikasi KAN
Hubungan EWI merkuri dalam beras dan Faktor lainnya dengan kadar merkuri dalam rambut
Bagan 4.1. Alur Kerja Penelitian Berdasarkan yang telah dipaparkan pada bagan 4.1, penelitian dimulai sejak bulan November tahun 2016 hingga Februari tahun 2017. Seluruh perizinan dilakukan peneliti dengan persetujuan dan diketahui oleh pembimbing peneliti dan kampus peneliti. Seluruh data responden dijaga keamanan oleh peneliti. Uji
60
laboratorium yang dilakukan di laboratorium bersertifikasi KAN dengan standar SNI 06.6992.2-2004 terkait uji sampel sedimen parameter merkuri. Seluruh pengumpulan, pengolahan, dan analisis data dilakukan oleh peneliti dan tidak dilakukannya plagiarism terhadap seluruh proses, tahapan, yang dilakukan ataupun data yang digunakan pada penelitian ini. 4.4.
Populasi dan Responden Penelitian 1. Populasi dan Responden Penelitian a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang tinggal di Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor tahun 2016. Desa Bantarkaret memiliki populasi sebanyak 10.219 jiwa dengan jumlah Kartu Keluarga (KK) 2.935 KK. Desa Bantarkaret memiliki 14 RW yang seluruhnya memiliki lahan sawah. Akan tetapi terdapat empat RW yang tidak dapat dijadikan tempat penelitian yaitu pada RW 1, 2, 8, dan 11, sehingga hanya 10 RW yang dapat dijadikan tempat penelitian. Penentuan RW yang akan diteliti dipilih berdasarkan lokasi. Dipilih empat RW sebagai tempat penelitian yaitu dua RW mewakili daerah yang dekat dengan sungai Cikaniki dan dua RW yang tidak dekat dengan sungai Cikaniki. Berikut gambaran peta wilayah Desa Bantarkaret:
61
Keterangan: Warna Biru : Sungai Warna Hitam: Batas Wilayah Warna hijau: wilayah RW
Gambar 4.1. Peta Desa Bantarkaret Terdapat lima RW berada jauh dengan sungai Cikaniki yaitu RW 03, 04, 05, 10, dan 12, lalu terpilih yang menjadi tempat penelitian yaitu yaitu RW 10 dan RW 12, sedangkan sebagai pembandingnya adalah lima RW yang dekat dengan sungai yaitu RW 06, 07, 09, 13, dan 14, lalu terpilih RW 06 dan RW 09. Sehingga RW tempat penelitian yaitu RW 06, 09, 10, dan 12 dengan total populasi sebanyak 2900 jiwa dengan populasi laki-laki sejumlah 1469 jiwa dan perempuan 1431 jiwa. Total KK pada 4 RW tempat penelitian yaitu 616 KK. Cara pemilihan tempat penelitian seperti ini dipilih agar sampel tidak homogen dan mampu mewakili populasi. b. Responden Penelitian Dalam menentukan subjek sebagai responden yaitu laki-laki dan perempuan yang tinggal di RW 06, RW 09, RW 10, dan RW 12 dengan kriteria responden sebagai berikut: 1. Masyarakat bersedia untuk menjadi responden penelitian.
62
2. Lama tinggal di Desa Bantarkaret minimal 5 tahun. 3. Masyarakat yang mengkonsumsi beras yang dipanen dari persawahan setempat. 4. Tidak pernah menjalani treatment rambut (pengeritingan, pelurusan, ataupun pewarnaan rambut). 5. Mempunyai rambut yang dapat dipotong hingga >2 gr untuk laki-laki dan >5 gr untuk perempuan. 6. Bersedia untuk dipotong rambutnya seberat >2 gr untuk laki-laki dan >5 gr untuk perempuan. c. Besar Sampel Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus koefisien korelasi. Rumus ini digunakan untuk penelitian dengan analisis bivariat. menggunakan perhitungan rumus yang telah digunakan oleh Rohman, 2013 yaitu peneliti sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
[
[
]
]
Keterangan: n
: Jumlah Sampel : Kesalahan tipe 1( ) : Kekuatan Uji 95%= 2,33
r
: Koefisien korelasi (0,8)
deff
: Design effect = 2
Berdasarkan perhitungan rumus sampel yang telah dijabarkan, didapatkan jumlah sampel minimal adalah 46 responden Untuk
63
menghindari terjadinya drop out atau missing jumlah responden ditambah 20% menjadi 55 KK (55 responden) dengan diharapkannya sampel lakilaki dan wanita memiliki jumlah yang yaitu 28 laki-laki dan 27 perempuan, jumlah responden laki-laki dan perempuan didapatkan dari hasil perhitungan. Tetapi pada pelaksanaannya penelitian ini hanya mendapatkan jumlah responden laki-laki yaitu 16 responden, hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan jumlah gr rambut yang digunakan untuk biomarker pada responden laki-laki, sehingga distribusi responden paling banyak yaitu perempuan. d. Teknik Pengambilan Responden Teknik pengambilan responden menggunakan metode quota sampling karena sampel diambil harus sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Sebelum memilih responden penelitian, peneliti memilih keluarga terlebih dahulu. Berdasarkan data sekunder yaitu profil Demografi Desa Bantarkaret didapatkan jumlah total keluarga di 4 RW terpilih yaitu seperti pada bagan 4.2 berjumlah 279 KK yang tinggal lebih dari 5 tahun. Namun, alamat dari 279 KK tersebut tidak diketahui oleh peneliti karena tidak terdapat dalam data sekunder yang peneliti gunakan. Sehingga peneliti memilih 55 responden dari jumlah KK yaitu 279 dengan teknik quota sampling. Teknik quota sampling yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan data awal keluarga yang biasa membeli beras lokal pada pengepul beras di setiap RW tempat penelitan. Dalam mendapatkan 55 responden penelitian, peneliti menggunakan data awal pada responden
64
yang mengkonsumsi beras lokal dan bertanya lebih lanjut kepada responden terkait keluarga yang mengkonsumsi beras lokal disetiap RW penelitian, sehingga informasi dari responden awal dapat mengawali peneliti untuk mendapatkan responden selanjutnya. Dari setiap keluarga hanya dipilih satu individu untuk menjadi responden. Berikut dapat dilihat alur keikutsertaan responden pada bagan 4.2 dibawah ini:
Populasi Desa Bantar Karet (KK) : 2.935 KK dengan 14 RW
RW terpilih:
06: 175 KK 09: 153 KK 10: 156 KK 12: 132 KK
Populasi (KK) – Appropriate Population N = 616 KK Eligible Population - N= 279 KK (Keluarga yang tinggl 5 tahun hingga lebih)
Sampel n = 55 KK
Berdasarkan perhitungan sampel koefisien korelasi
Wawancara n = 55
Biomarker n = 55
Sampel Analisis Univariat & PTWI n = 55
Sampel Analisis Bivariat n = 55
Bagan 4.2 Keikutsertaan Responden Desa Bantarkaret memiliki 2.935 Kartu Keluarga (KK) dengan total populasi 10.219 jiwa. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 616 KK dari 4 RW (RW 06, RW 09, RW 10, dan RW 12) yang telah
65
ditetapkan sebagai tempat penelitian. Jumlah populasi yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan yaitu sebanyak 279 KK (tinggal lebih dari 5 tahun di Desa Bantarkaret). Didapatkan jumlah sampel berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi yaitu sebanyak 55 KK. Sebanyak 55 sampel dilakukan uji biomarker rambut dan wawancara. Analisis univariat, perhitungan PTWI, dan bivariat dilakukan dengan menggunakan 55 sampel tersebut tanpa adanya responden yang mengundurkan diri. Kemudian sampel biomarker rambut dikirim ke laboratorium untuk diukur kadar merkuri dalam rambut dengan menggunakan metode uap dingin (cold vapour) dengan Mercury Analyzer dalam sampel sedimen dan sesuai dengan SNI 06.6992.2-2004 tentang pengujian sedimen parameter merkuri (tahapan pengujian laboratorium dapat dilihat pada lampiran). 2. Populasi dan Spesimen Beras Pada penelitian ini spesimen beras digunakan untuk mengumpulkan data terkait kadar merkuri dalam beras yang terdapat di Desa Bantarkaret dengan penjelasan sebagai berikut: a. Populasi Beras Populasi beras yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh beras yang dipanen dari Desa Bantarkaret yang telah di kumpulkan di setiap pengepul beras. b. Spesimen Beras Spesimen beras yang dilakukan uji laboratorium yaitu beras hasil panen Desa Bantarkaret yang dikumpulkan disetiap pengepul beras dari 14 RW. Berdasarkan data kelurahan diketahui pada
66
setiap RW terdapat satu pengepul beras terdaftar, sehingga dalam penelitian ini pengepul beras yang dipilih yaitu seluruh pengepul beras yang terdaftar oleh Kelurahan Bantarkaret. Namun, terdapat 4 RW yang tidak dapat diambil sampel sehingga sampel beras yang didapatkan dan dilakukan uji berjumlah 10 sampel. Jumlah beras yang ambil dari setiap pengepul yaitu sebesar 100 gr beras dengan ketentuan persyaratan dari laboratorium yaitu berat sampel > 10 gr. Pengambilan seluruh sampel beras dilakukan dihari yang sama pada tanggal 14 Januari 2017, lalu dilanjutkan dengan pengiriman ke laboratorium yang dilakukan pada hari yang sama. Sampel beras yang diambil dari pengepul dimasukan ke dalam plastik bening bebas merkuri dan ditempatkan di dalam box tertutup bebas merkuri sehingga dimungkinkan tidak terjadinya kontaminasi sebelum diserahkan ke laboratorium. Kemudian sampel spesimen beras dikirim ke laboratorium untuk diukur kadar merkuri dalam rambut dengan menggunakan metode uap dingin (cold vapour) dengan Mercury Analyzer dalam sampel sedimen dan sesuai dengan SNI 06.6992.2-2004 tentang pengujian sedimen parameter merkuri (tahapan pengujian laboratorium dapat dilihat di lampiran). 4.5.
Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan data primer. Data primer didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dan pengukuran langsung dari responden dan hasil uji laboratorium.
67
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Januari tahun 2017, Pada penelitian ini dilakukan tahapan pengumpulan dan pengolahan data. Berikut penjelasan seluruh kegiatan pengumpulan data per variabel dalam penelitian ini, yaitu: 1. Variabel Kadar Merkuri dalam Rambut Dalam melakukan pengumpulan data kadar merkuri dalam rambut telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.3 dibawah ini: Pemotongan rambut > 2 gr (laki-laki) dan > 5 gr (perempuan)
Pengambilan data sampel rambut dan sertifikat dari laboratorium
Rambut yang telah di potong ditempatkan di alumunium foil
Uji laboratorium di laboratorium yang bersertifikasi KAN terkait sedimen parameter merkuri
Seluruh alumunium yang berisi sampel rambut disimpan di dalam box bebas merkuri
Pengiriman sampel rambut ke laboratorium
Bagan 4.3 Rangkaian Pengumpulan Data Kadar Merkuri dalam Rambut Pada penelitian ini kadar merkuri dalam rambut adalah variabel dependen. Pengumpulan data kadar merkuri dalam rambut pada penelitian ini dimulai pada saat pemotongan rambut responden oleh peneliti dengan jumlah berat rambut laki-laki 2 gr hingga lebih dan rambut perempuan 5 gr hingga lebih. Alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan pemotongan biomarker rambut yaitu gunting, alumunium foil, label nama, spidol, dan box bertutup. Rambut responden yang telah dipotong menggunakan gunting yang bebas karat dan bebas merkuri, lalu sampel dibungkus dengan
68
alumunium foil yang diberikan label dan beruliskan nomer responden. Sampel rambut yang dibungkus alumunium foil langsung ditempatkan di wadah atau box tertutup bebas merkuri dengan tujuan mencegah kontaminasi dengan merkuri sebelum diberikan ke laboratorium. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan pengiriman sampel ke laboratorium oleh peneliti dari tempat penelitian yang membutuhkan waktu hingga 2 jam perjalanan, kegiatan pengiriman dan penyerahan sampel ke laboratorium dilakukan oleh peneliti sendiri. Pengujian sedimen sampel dengan parameter uji merkuri menggunakan metode cold vapour dengan alat mercury analyzer sesuai dengan referensi SNI 06.692.2-2004. Setelah menunggu selama dua minggu untuk pengujian sampel, tahapan ke 10 dari variabel ini adalah pengambilan data kadar merkuri dalam rambut dan sertifikat pengujian dari laboratorium, sehingga dari tahapan akhir ini adalah diketahui kadar merkuri dalam rambut pada masing-masing responden Bantarkaret. 2. Variabel Kadar Merkuri dalam Beras Dalam melakukan pengumpulan data kadar merkuri dalam beras telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.4 dibawah ini:
Pengambilan sampel beras dari tong beras
Pengambilan data sampel rambut dan sertifikat dari laboratorium
Beras yang dijadikan sampel dimasukan kedalam plastik putih bening bebas merkuri Uji laboratorium di laboratorium yang bersertifikasi KAN terkait sedimen parameter merkuri
Seluruh sampel beras dimasukan keadalam box bebas merkuri
Pengiriman sampel rambut ke laboratorium
Bagan 4.4 Rangkaian Pengumpulan Data Kadar Merkuri dalam Beras
69
Tahap yang dilakukan untuk mendapatkan data terkait variabel kadar merkuri dalam beras yaitu sampel beras terpilih diambil dari tong beras yang telah tercampur, tong beras yang dipilih merupakan tong beras yang berasal dari hasil panen bulan November tahun 2016. Alat dan bahan yang digunakan untuk melakukan sampling beras yaitu plastik bening ukuran sedang, timbangan digital, label nama, spidol, dan box bertutup. Pengambilan sampel beras menggunakan plastik bening putih besar seberat 100 gr beras. Sampel beras dalam plastik bening tersebut dinamakan sesuai RW nya menggunakan spidol dan disimpan di box anti merkuri. Selanjutnya pada tahap pengiriman dan penyerahan sampel hingga pengambilan data hasil uji dan sertifikat uji sampel beras parameter merkuri, dilakukan sama seperti penjelasan pada bagan 4.3. 3. Variabel Berat Badan Dalam melakukan pengumpulan data berat badan responden telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.5 dibawah ini:
Menyiapkan alat timbangan digital
Kalibrasi timbangan
Penimbangan berat badan pada responden
Dilakukan Pengulangan 3x
Pencatatan hasil timbangan di Kuesioner
Bagan 4.5 Rangkaian Pengumpulan Data Berat Badan Tahap yang dilakukan untuk mendapatkan data terkait variabel berat badan yaitu menyiapkan alat timbangan digital bermerk Kriss dan mengkalibrasi alat dengan melepaskan baterai dan nyalakan timbangan,
70
lalu responden dilakukan penimbangan pada alat timbang digital yang telah dikalibrasi. Setelah itu dilakukan pengulangan penimbangan sebanyak 3x hal ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa alat timbang tidak eror atau rusak dan hasil timbang berat badan valid. Setelah penimbangan sudah dilakukan sebanyak 3x hasil dicatat di kuesioner responden. Secara keseluruhan kegiatan penimbangan pada responden dilakukan sebanyak 3x dan hasil dari penimbangan pertama hingga ketiga menunjukan hasil yang sama. Seluruh responden penelitian ditimbang menggunakan alat timbang yang sama. 4. Variabel Laju Asupan Dalam melakukan pengumpulan data laju asupan responden telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.6 dibawah ini: Menyiapkan food model yaitu dengan porsi nasi dalam piring yang telah diketahui berat berasnya
Menyajikan food model kepada responden untuk dilakukan pemiihan
Pencatatan berat beras pada porsi nasi yang dipilih responden
Perhitungan intake beras per hari: Frekuensi makan x beras berat per kali makan
Perhitungan intake beras per minggu: Hasil intake beras perhari x jumlah hari mengkonsumsi beras dalam seminggu
Mendapatkan data frekuensi makan perhari (wawancara terkait frekuensi makan perhari )
Bagan 4.6 Rangkaian Pengumpulan Data Laju Asupan Dalam pengumpulan data laju asupan peneliti menggunakan alat bantu yaitu food model. Food model yang digunakan adalah porsi nasi dalam piring yang sebelumnya beras yang digunakan untuk dimasak menjadi nasi, sudah dilakukan penimbangan berat beras dan didapatkan
71
berat beras untuk dijadikan food model yaitu 50 gr, 75 gr, 100 gr, 125 gr, dan 150 gr. Setelah itu, food model yang telah di siapkan, disajikan ke responden, dan responden memilih porsi nasi dalam piring pada setiap kali makan, setelah itu porsi nasi dalam piring yang dipilih oleh responden dicatat dalam kuesioner oleh peneliti menggunakan berat beras sebenarnya yang sebelumnya telah dilakukan penimbangan. Setelah itu dilakukan wawancara terkait frekuensi makan perhari responden, setiap hari responden makan nasi atau tidak, dan pertanyaan lainnya yang menunjang data laju asupan (dapat dilihat di kuesioner pada bagian lampiran). Dilakukan perhitungan intake beras per hari dengan cara pengkalian data terkait berat beras per porsi makan individu dan frekuensi makan per hari. Setelah diketahui nilai intake beras perhari, dilakukan perhitungan intake beras perminggu dengan cara mengkalian nilai intake beras perhari dan jumlah hari mengkonsumsi nasi per minggu. 5. Variabel Karakteristik Individu (Usia, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Pendidikan, dan durasi pajanan) Dalam melakukan pengumpulan data karakteristik individu pada responden telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.7 dibawah ini: Siapkan kuesioner penelitian
Melakukan wawancara dengan responden terkait data karakteristik individu menggunakan panduan kuesioner
Seluruh data dicatat didalam kuesioner
Bagan 4.7Rangkaian Pengumpulan Data Karakteristik Individu
72
Dalam pengumpulan data terkait usia responden, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, dan durasi pajanan (karakteristik individu) dilakukan wawancara dengan menggunakan panduan kuesioner (kuesioner dapat dilihat pada bagian lampiran) yang dimana jawaban dari responden langsung diisikan kedalam kuesioner oleh peneliti. Pada bagian pekerjaan biasanya responden yang umumnya bekerja sebagai penambang emas akan tidak menyebutkan bahwa mereka adalah seorang penambang, sebagian besar responden yang penambang memberikan keterangan bahwa mereka ibu rumah tangga biasa atau wirausaha. Sehingga pada saat peneliti melakukan wawancara terkait jenis pekerjaan, peneliti tidak langsung menanyakan pekerjaan responden tetapi menanyakan pertanyaan seperti pernah atau tidak berkontak dengan merkuri, berapa lama kontak, pernah mencari emas dengan cara menggali lubang digunung, dan lainnya yang dapat membuktikan bahwa mereka adalah seorang penambang atau bukan penambang. Jadi pada saat pengumpulan data terkait
pekerjaan
umumnya
membutuhkan
waktu
yang lebih
lama
dibandingkan dengan pengumpulan data lainnya. 6. Variabel Estimated Weekly Intake (EWI) Dalam melakukan pengumpulan data nilai Estimated Weekly (EWI) pada responden telah dilakukan kegiatan-kegiatan seperti pada bagan 4.8 dibawah ini: Pengumpulan seluruh data penelitian (konsentrasi merkuri dalam beras, laju asupan mingguan, berat badan)
Seluruh data dimasukan kedalam software Microsoft Exel dalam komputer
Perhitungan nilai Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras
73
Bagan 4.8 Rangkaian Pengumpulan Data Nilai Estimated Weekly Intake (EWI) Pengelolaan data dengan menggunakan formula PTWI hanya dilakukan hingga tahap EWI merkuri dalam beras lokal pada masyarakat. Dalam melakukan perhitungan data terkait nilai EWI (mg/kg/minggu) dibutuhkan data seperti kadar merkuri dalam beras (mg/kg), laju asupan per minggu (gr/minggu/kapita), berat badan (kg), dan perhitungan EWI dilakukan dalam Microsoft Exel. Berikut Perhitungan Estimated Weekly Intake: EWI (Estimated Weekly Intake) =
EWI : Nilai estimasi logam berat yang masuk per minggu (mg/kg/minggu)
C
dC : Konsumsi bahan makanan per minggu (gr/minggu/kapita)
Bw : Body weight. Berat badan manusia pada populasi atau
: Konsentrasi logam berat dalam bahan makanan (mg/kg)
individu (kg/kapita) 4.6.
Analisis Data Berikut analisis data yang dilakukan pada penelitian: Analisis Univariat Pada penelitian ini, seluruh variabel yang diteliti dilakukan analisis univariat. Dalam perhitungannya penelitian ini akan mendapatkan data numerik yaitu kadar merkuri dalam beras, kadar merkuri dalam rambut, berat badan, usia, durasi pajanan, dan nilai EWI merkuri dalam beras dan variabel lainnya dilakukan pengkategorian.
74
Data konsentrasi merkuri di rambut dan di beras didapatkan dari hasil hasil uji lab yang tersertifikasi. Pada variabel numerik diketahui nilai rata-rata, dan standar deviasi. Pada variabel kategorik diketahui distribusi seluruh variabel kategorik yang disajikan dalam bentuk presentase menggunakan grafik pie.
Analisis Bivariat Analisis bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini akan menggunakan uji t independent, anova, dan regresi liner sederhana. Uji t independent dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel numerik dan variabel kategorik yang memiliki dua kategorik yaitu seperti pada variabel kadar merkuri dalam rambut dengan status pendidikan, kadar merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin, dan kadar merkuri dalam rambut dengan jenis pekerjaan. Uji anova dilakukan yaitu untuk melihat antara variabel numerik dan variabel kategorik yang memiliki lebih dari dua kategorik yaitu seperti pada variabel kadar merkuri dalam rambut dengan status pendidikan. Uji regresi linier sederhana dilakukan yaitu untuk melihat hubungan dan melihat peran atau pengaruh positif atau negatif dari masing-masing variabel numerik yaitu seperti pada varibel kadar merkuri dalam rambut dengan umur, varibel kadar merkuri dalam rambut dengan durasi pajanan, dan pada variavel kadar merkuri dalam rambut dengan Estimated Weekly Intake (EWI).
75
BAB V HASIL
5.1.
Gambaran Umum Wilayah Penelitian Desa Bantarkaret secara geografis berada di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dengan luas wilayah Desa yaitu 8414.11 Ha. Bentang wilayah Desa Bantarkaret yaitu cenderung berbukit dengan suhu rata-rata harian yaitu 20-30
dan memiliki curah hujan 2000-3000 Mm. Desa
Bantarkaret memiliki 14 RW dengan sembilan diantaranya dilalui oleh Sungai Cikaniki dengan batasan yaitu yaitu:
Gambar 5.1. Batas Wilayah antar Desa Kecamatan Nanggung Sumber: Data Kependudukan dan Pembangunan Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2016
Sebelah Utara
: Desa Curug Bitung
76
Sebelah Timur
: Desa Panagbon Kecamatan Lwliang
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi
Sebelah Barat
: Desa Cisarua dan Desa Malasari
Jarak Desa Bantarkaret dengan kantor Kecamatan Nanggung yaitu 19 Km dengan lama tempuh sekitar lebih dari 30 menit dengan kendaran roda dua ataupun roda 4. Hal ini karena kondisi geografis Desa Bantarkaret yang berbukit, berkelok, curam, dan kondisi jalan yang kurang baik atau berlubang. Sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dari Desa Bantarkaret dengan Kantor Kecamatan Nanggung. Selain itu jarak tempuh untuk ke Kabupaten bogor sekitar 72 Km dengan jarak tempuh 2,5 jam. Desa Bantarkaret memiliki sarana dan prasarana yaitu:
Kantor Desa
: jumlah 1 unit (10 ruangan)
Gedung Posyandu
: Jumlah 2 unit (4 ruangan)
Masjid
: 16 buah
Pondok Pesantren
: 4 buah
Paud
: 2 buah
TK
: 1 buah
Sekolah Dasar (SD/MI)
: 7 buah
Madrasah Diniah
: 6 buah
SLTP / MTs
: 1 buah
SLTA / MA
: - buah
Kurangnya tersedianya sarana dan prasarana pembelajaran seperti SLTP dan SLTA mendasari rendahnya status pendidikan masyarakat Desa
77
Bantar Karet sehingga hingga tahun 2016 hanya terdapat 673 orang yang berpendidikan SLTA. Hal ini dikarenakan SLTA hanya tersedia satu di Pusat Kecamatan Nanggung dan hanya terdapat 46 orang yang berstatus sarjana atau S1. Rendahnya status pendidikan juga didukung oleh wilayah geografis Desa Bantarkaret. Rendahnya status pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar membuat tingginya pengangguran dan kemiskinan, hal ini karena masyarakat hanya bergantung dengan komoditi sektor pertanian tanaman padi
dan pertambangan tradisional
dengan
menggunakan teknik
amalgamasi yang membutuhkan merkuri sebagai bahan pencampur utama, pengelolaan
penambangan
ini
dilakukan
dirumah
masing-masing
penambang. Selain itu, rendahnya pendidikan juga menimbulkan kemampuan petani dalam komoditas pertanian dan perkebunan tidak berjalan dengan maksimal. Komoditas pertanian dan perkebunan yang kurang maksimal menimbulkan masyarakat memilih menjadi gurandil karena penambangan dengan teknik amalgamasi dilakukan dengan cara yang sederhana dan relatif mudah dilakukan. Lokasi PETI di Desa Bantarkaret bersatu dengan pemukiman masyarakat sekitar. Sebagian besar penambang meletakan mesin algamator dibelakang rumah mereka atau dapur. Selain itu PETI yang dilakukan yaitu penambangan tanpa izin sehingga tidak ditemukan jumlah pasti. Tetapi pada tahun 2009 diketahui jumlah gurandil pencapai 6000 orang (Sudarsono, dkk. 2009). Banyaknya gurandil mengindikasikan bahwa tingginya aktivitas PETI dikawasan Gunung Pongkor ataupun di
78
Desa Bantarkaret. Diketahui bahwa kawasan Gunung Pongkor telah tercemar
oleh
merkuri,
sehingga
hal
ini
dapat
mempengaruhi
kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya di kawasan tersebut. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Yoga, dkk (2014) mendapatkan hasil terjadinya bioakumulasi merkuri yang cukup tinggi pada biota Tricnoptera dan menyebabkan terjadinya kecacatan berupa penghitaman pada insang trachea biota tersebut di sungai Kawasan Gunung Pongkor. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Widowati (2008) dan Sutono (2002) menyebutkan bahwa kadar beras dari sawah di Kecamatan Nunggul kawasan Gunung Pongkor mencapai 0,45 ppm dan di Kalongliud Kawasan Gunung Pongkor mencapai 0,25 sehingga dapat dikatakan melebihi batas aman. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Gurandi (2006) dalam Rokhman (2013) diketahui bahwa seiringnya penertiban aktivitas PETI oleh pemerintah setempat diketahui terjadi penurunan jumlah merkuri di lingkungan. Akan tetapi meskipun aktivitas PETI di Desa Bantarkaret juga telah menurun dan kadar merkuri di lingkungan mulai merendah, hal ini tetap harus diperhatikan karena sifat akumulastif merkuri. 5.2.
Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing
variabel yang diteliti yaitu meliputi variabel kadar merkuri dalam rambut dan beras, nilai EWI, berat badan (Bw), laju asupan (dC), usia, jenis kelamin, status pendidikan, dan durasi pajanan. Jumlah responden pada penelitian ini yaitu 55 responden. Berikut analisis univariat yang telah dilakukan.
79
1. Gambaran Kadar Merkuri dalam Rambut Berikut hasil analisis univariat untuk variabel kadar merkuri dalam rambut, seperti pada tabel 5.1 dibawah ini: Tabel 5.1 Gambaran Kadar Merkuri dalam Rambut Responden Di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Variabel
Mean
Kadar Merkuri dalam Rambut
6,24
Standar Deviasi 5,48
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa rata-rata kadar merkuri dalam rambut masyarakat di Desa Bantar karet yaitu sebesar 6,24 ppm. Dengan variasi sebaran kadar merkuri dalam rambut yaitu 5,48. 2. Gambaran Usia Responden Berikut hasil analisis univariat untuk variabel usia, seperti pada tabel 5.2 dibawah ini: Tabel 5.2 Gambaran Usia Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Variabel
Mean
Usia
41,63
Standar Deviasi 15,154
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar responden mayoritas adalah orang dewasa, yaitu dengan rata-rata umur responden 41,64 atau dapat dibulatkan menjadi 42 tahun dengan variasi sebaran usia sebesar 15,154. 3. Gambaran Jenis Kelamin Responden Berikut hasil analisis univariat untuk variabel jenis kelamin, seperti pada grafik 5.1 dibawah ini:
80
29,1%
Laki-Laki Perempuan
70,9%
Grafik 5.1 Gambaran Jenis Kelamin Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Berdasarkan grafik 5.1 diketahui bahwa sebagian besar responden di Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 berjenis kelamin perempuan dengan presentase sebesar 70,9%. 4. Gambaran Jenis Pekerjaan Berikut hasil analisis univariat untuk variabel jenis pekerjaan, seperti pada grafik 5.2 dibawah ini:
Penambang Emas
35%
65%
Bukan Penambang Emas
Grafik 5.2. Gambaran Pekerjaan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa sebagian besar responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 yaitu berkerja sebagai penambang emas dengan presentase sebesar 65%.
81
5. Gambaran Status Pendidikan Berikut hasil analisis univariat untuk variabel status pendidikan, seperti pada grafik 5.3 dibawah ini:
2%
9%
7% 13%
Tidak Sekolah SD/MI SMP/MTS SMA/SMK/MA Perguruan Tinggi
69%
Grafik 5.3. Gambaran Status Pendidikan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa sebagian besar status pendidikan responden di Desa Bantar Karet Kecamatan Nanggung tahun 2017 menyelesaikan pendidikannya di tingkat sekolah dasar (SD) dengan presentasi sebesar 69%. 6. Gambaran Durasi Pajanan Berikut hasil analisis univariat untuk variabel durasi pajanan, seperti pada tabel 5.3 dibawah ini: Tabel 5.3 Gambaran Durasi Pajanan pada Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Variabel
Mean
Durasi Pajanan (Tahun)
21,29
Standar Deviasi 6,525
82
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar responden telah mengkonsumsi beras lokal yang tercemar merkuri dengan rata-rata selama 21 tahun, dengan variasi sebaran durasi pajanan sebesar 6,525. 7. Gambaran Analisis Estimated Weekly Intake (EWI)- Intake Merkuri per Minggu pada Masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Berikut hasil analisis univariat untuk variabel EWI (Estimated Weekly Intake), seperti pada tabel 5.4 dibawah ini: Tabel 5.4 Gambaran Kadar Merkuri dalam Beras, Laju Asupan, Berat Badan, dan Estimated Weekly Intake Merkuri dalam beras lokal pada Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Variabel
Mean
Kadar Merkuri dalam Beras (C) Laju Asupan (dC)(gr/kg/minggu) Berat Badan (Bw)(kg) Intake Mingguan (EWI)(mg/kg/minggu)
0,022
Standar Deviasi 0,06
1769,09
707,79
59,72
11,78
0,616
0,263
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa rata-rata kadar merkuri dalam beras lokal Desa Bantarkaret yaitu sebesar 0,022 mg/kg dengan variasi sebaran yaitu 0,06. Rata-rata laju asupan konsumsi beras masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung tahun 2017 yaitu
1769,09 gr/minggu/kapita, dengan
variasi sebaran sebanyak 707,79. Rata-rata berat badan pada masyarakat di Desa
83
Bantarkaret Kecamatan Nanggung tahun 2017 sebesar 59,72 dengan variasi sebaran yaitu 11, 78. Rata-rata nilai Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras lokal oleh masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung yaitu sebesar 0,616 mg/kg/minggu, dengan nilai sebaran 0,263. 5.3.
Analisis Bivariat Hubungan antara kadar merkuri dalam rambut dengan variabel usia dan
intake beras lokal menggunakan uji regresi linier sederhana dan hubungan antara kadar merkuri dalam rambut dengan variabel jenis kelamin dan jenis pekerjaan menggunakan uji t independen. Sedangkan hubungan antara kadar merkuri dalam rambut dengan variabel status pendidikan menggunakan uji anova. Seperti Berikut: 1. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Usia Pada variabel independen yaitu usia, peneliti meneliti menentukan data usia adalah data rasio. Sehingga hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan usia dianalisa menggunakan uji regresi linier sederhana dan hasilnya disajikan dalam tabel 5.4, sebagai berikut: Tabel 5.5 Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Usia Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017
Variabel
R
R
P value
Usia dengan Kadar
0,016
0
0,918
Merkuri
84
Berdasarkan tabel 5.5 hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang siginifikan antara variabel umur dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor tahun 2017 (p value>0,05). Hal ini menyebabkan hubungan antara kadar merkuri dalam rambut dengan usia responden tidak dapat dibuat permodelan. 2. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis Kelamin Pada variabel independen yaitu jenis kelamin, peneliti memberikan kode angka 1 untuk responden yang berjenis kelamin laki-laki dan 2 untuk responden perempuan. Hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin dianalisa menggunakan uji t independen dan hasilnya disajikan dalam tabel 5.6, sebagai berikut: Tabel 5.6 Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis Kelamin Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Variabel Jenis Kelamin
Laki-Laki
Mean
Standar Deviasi
11,18
6,27
P value
0,00 Perempuan
4,22
3,56
Berdasarkan tabel 5.6 rata-rata kadar merkuri dalam rambut pada responden di Desa Bantarkaret yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi yaitu 11,18 ppm sedangkan perempuan sebesar 4,22 ppm. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kadar merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin dengan P value 0,00 (p<0,05). 3. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis Pekerjaan
85
Pada variabel independen yaitu jenis pekerjaan, peneliti memberikan kode 1 untuk penambang dan 2 untuk bukan penambang emas. Hubungan antara kadar merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin dilakukan analisa dengan menggunakan uji t independent, dan hasilnya disajikan dalam tabel 5.7, sebagai berikut: Tabel 5.7 Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Jenis Pekerjaan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Variabel Jenis
Penambang
Mean
Standar Deviasi
8,17
5,37
3,92
3,53
P value
0,00 Pekerjaan Bukan Penambang
Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan rata-rata kadar merkuri dalam rambut lebih tinggi pada responden yang bekerja sebagai penambang yaitu sebesar 8,17 sedangkan responden yang bukan penambang yaitu sebesar 3.92 ppm. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kadar merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin dengan P value 0,00 (p<0,05). 4. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Status Pendidikan Variabel pendidikan dikategorikan menjadi 5 kategorik yaitu dengan memberikan kode 1 untuk tidak sekolah, 2 untuk SD/MI, 3 untuk SMP/MTs, 4 untuk SMA/SMK/MA, dan 5 untuk Perguruan tinggi. Untuk mengetahui hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan status pendidikan digunakan uji anova, sebagai berikut:
86
Tabel 5.8 Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Status Pendidikan Responden di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2017 Variabel
Mean
Standar
P value
Deviasi Pendidikan
TIdak Sekolah
4,68
3,19
SD/MI
7,32
5,65
SMP/MTs
1
1
SMA/SMK/MA 2,38
2,73
Perguruan
0,35
1,03
0,001
Tinggi
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil uji bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kadar merkuri dalam rambut dengan status pendidikan yaitu P value 0,001 (p<0,05). 5. Hubungan antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Durasi Pajanan Pada variabel independen yaitu durasi pajanan, peneliti menentukan skala ukurnya adalah rasio. Sehingga hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan durasi pajanan dianalisa menggunakan uji regresi linier sederhana dan hasilnya disajikan dalam tabel 5.9, sebagai berikut: Tabel 5.9 Hubungan Durasi Pajanan Intake Beras Lokal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Tahun 2017 Variabel Durasi
R Pajanan 0,464
R
Pvalue
0,215
0,00
(Dt) 87
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui hasil uji bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara variabel durasi intake beras lokal dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor tahun 2017 (p value<0,05). Hubungan durasi intake beras lokal dengan kadar merkuri dalam rambut menunjukan hubungan yang lemah yang ditunjukan dengan nilai r sebesar 46%. Kemampuan intake untuk memprediksi kadar merkuri dalam rambut yaitu hanya sebesar 21,5 %. 6. Hubungan Antara Kadar Merkuri dalam Rambut dengan Intake Pada variabel independen yaitu intake, peneliti menentukan skala ukurnya adalah rasio. Sehingga hubungan kadar merkuri dalam rambut dengan intake dianalisa menggunakan uji regresi linier sederhana dan hasilnya disajikan dalam tabel 5.10, sebagai berikut: Tabel 5.10 Hubungan Estimated Weekly Intake (EWI) dengan Kadar Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Tahun 2017 Variabel Estimated Weekly 0,354
R
R 0,126
P value 0,008
Intake (EWI) Berdasarkan tabel 5.10 diketahui hasil uji bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara variabel intake dengan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor tahun 2017 (p value<0,05). Hubungan intake dengan kadar merkuri dalam rambut menunjukan hubungan yang lemah yang ditunjukan
88
dengan nilai r sebesar 35,4%. Kemampuan intake untuk memprediksi kadar merkuri dalam rambut yaitu hanya sebesar 12,6 %.
89
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini menghasilkan data terkait hubungan antara intake mingguan merkuri, faktor karakteristik (jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, status pendidikan), pola aktivitas, dan kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogot tahun 2017. Data diambil pada bulan Januari 2017. Pada Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan penelitian dan berpengaruh terhadap hasil penelitian, yaitu: 1. Pada penelitian ini pengukuran kadar merkuri dalam rambut dan beras tidak dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali untuk setiap sampel. Hal ini disebabkan karena keterbatasannya biaya. 2. Pada penelitian ini pengujian sampel rambut di laboratorium yaitu mengukur kadar total merkuri sehingga nilai kadar merkuri dalam rambut yang didapatkan yaitu menggambarkan kadar merkuri dalam bentuk dan senyawa apapun yang terkandung dalam sampel rambut yang diujikan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kadar merkuri yang terdapat dalam tubuh responden bukan hanya senyawa metil merkuri terdapat juga senyawa-senyawa merkuri lainnya dan tidak hanya merkuri yang berasal dalam tubuh melainkan dapat juga merupakan paparan merkuri dari luar yang menempel pada rambut. 3. Penelitian ini tidak dilakukan di seluruh RW pada Kelurahan Bantarkaret, hal ini dikarenakan luasnya wilayah, banyaknya populasi, dan sulitnya
90
kontur geografis wilayah menjadikan peneliti hanya meneliti empat RW. Sehingga ditakutkan akan terjadi kehomogenan data, akan tetapi peneliti sudah mengantisipasi agar penelitian ini tidak homogen dan dapat digeneralisasikan kepada seluruh masyarakat Kelurahan Bantarkaret dengan cara memilih RW berdasarkan kelompok RW yang dilalui oleh sungai dan kelompok RW yang tidak dilalui oleh sungai. 4. Pada penelitian ini tidak bisa mendapatkan responden laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang sama karena keterbatasan gram (gr) rambut pada laki-laki, sehingga distribusi respondennya lebih banyak perempuan. Penelitian dilakukan pada siang hari sehingga sebagian besar laki-laki bekerja ataupun melakukan penambangan ke gunung, kontur geografis yang sulit untuk peneliti membuat sampel studi antara laki-laki dan perempuan tidak sama. 5. Perhitungan nilai Estimated Weekly Intake (EWI) atau intake mingguan merkuri hanya dilihat dari konsumsi beras lokal masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung, tidak memperhitungkan intake merkuri yang berasal dari air, udara, biota air, ataupun tumbuhan lainnya. 6.2. Konsentrasi Merkuri pada Rambut Masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Rambut merupakan sesuatu yang tumbuh dan tertanam dari dalam tubuh manusia. Seluruh permukaan tubuh manusia pada pada umumnya tumbuh rambut hanya bagian-bagian tertentu dari tubuh manusia yang tidak ditumbuhi oleh rambut. Menurut Rosmalis (2008) bagi manusia terlebih untuk wanita, rambut merupakan sebuah mahkota kepala, jika dilihat dari segi sosial bermasyarakat
91
pada era ini rambut digunakan untuk memperlihatkan status sosial dan identitas profesi. Selain itu jika dilihat dari segi keilmuan, menurut Santoso (2012) rambut dapat digunakan sebagai bahan uji atau digunakan sebagai biomarker terutama untuk mengetahui keberadaan dan jumlah konsentrasi logam berat yang masuk kedalam tubuh. Rambut memiliki gugusan sulfhidril (-SH) dan disulfide sistin (S-S-) yang mampu mengikat logam berat yang masuk kedalam tubuh (Hidayati, 2013). Senyawa sufida ini yang mudah terikat dengan logam berat, sehingga jika logam berat masuk kedalam tubuh manusia akan terikat oleh senyawa sufida dalam rambut (pettrucci, 1982). Sehingga dari senyawa tersebut rambut dapat mengikat logam berat yang masuk kedalam tubuh manusia, dibandingkan dengan urin, darah, dan kuku. Terlebih logam berat yang masuk kedalam tubuh dan mengendap dalam rambut tidak hilang karena pencucian ataupun karena nutrisi makanan yang masuk kedalam tubuh. Tetapi, konsentrasi logam berat dapat berkurang dalam rambut apabila dilakukannya treatment rambut seperti pelurusan atau pengeritingan (Chamid, dkk, 2010). Pada penelitian ini dilakukan uji parameter logam merkuri dirambut, untuk mengetahui adakah logam merkuri dalam tubuh dengan melihat jumlah kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat yang tinggal di Kawasan Gunung Pongkor Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung. Berdasarkan ketetapan WHO (2008) batas aman konsentrasi merkuri pada rambut adalah 2 ppm. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil yaitu kadar merkuri dalam rambut responden yaitu 28,15 ppm dan terendah adalah 0,5 ppm.
92
Hasil analisis menunjukan terdapat 80% responden memiliki konsentrasi merkuri dalam rambut diatas batas aman. Diketahui diatas 65% responden adalah penambang, hal sejalan dengan ketetapan Toxicological Profile For Mercuri (ATSDR) (1999) yang menyebutkan bahwa sumber potensial terbesar masuknya merkuri kedalam tubuh manusia adalah tempat kerja. Aktivitas PETI adalah pengguna tunggal merkuri secara sengaja yang terbesar
dan menyebabkan
pencemaran merkuri pada tingkat ekstrem (Rokhman, 2013). Sehingga sangat dimungkinkan para penambang memiliki kadar merkuri lebih tinggi di dalam tubuh dibandingkan yang bukan penambang. Tingginya konsentrasi merkuri dalam rambut dapat menyebabkan keracunan akut maupun kronis. Menurut Irwan, (2009) keracunan akut terjadi karena adanya pemaparan merkuri secara langsung dan dalam dosis yang tinggi. Keracunan kronis adalah kejadian keracunan yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama dengan kadar merkuri yang pada awalnya sedikit dan perlahan meningkat, sehingga dapat mengendap dalam tubuh dan menimbulkan gejala keracunan. Pada keracunan akut akan menimbulkan gejala seperti pharyngitis (peradangan tekak), dyspaghia, mual-mual, sakit pada bagian perut, dan jika tidak diatasi dengan cepat dapat menimbulkan efek lanjutan yaitu nephritis (radang ginjal), hepatitis (radang pada hati), ataupun pembengkakan pada kelenjar ludah (Palar, 1994). Sedangkan pada keracunan kronik gejala yang akan ditimbulkan yaitu hipersaliva (mengeluarkan air liur secara berlebihan), sariawan, gigi tanggal, guratan-guratan pada gusi, nyeri atau mati rasa pada bagian kaki ataupun tangan, tremor, gangguan pengelihatan ataupun lensa mata (lensa mata menjadi abu-abu
93
hingga abu-abu kemerahan), diare, sakit kepala, penurunan berat badan, anoreksia, anemia, halusinasi, jiwa tertekan, ataupun kemunduran mental secara jelas (Hartono, 2003 dan Widowati, 2008). Menurut Inswiasri (2008) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami keracunan kronik akibat merkuri pada awalnya akan merasakan rasa kesemutan yang dengan frekuensi yang sering. Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebesar lebih dari 70% responden mengalami keluhan kesehatan seperti dermatitis, sakit kepala atau pusing, mual, tangan nyeri atau matirasa, gatal-gatal, rasa sakit pada saraf, darah tinggi, pandangan kabur, hingga tremor. Responden yang mengalami keluhan kesehatan secara keseluruhan memiliki konsentrasi merkuri dalam rambut melebihi 2 ppm. Hasil ini didukung oleh penelitian Junita (2013) dan Rohman (2013) yang mendapatkan hasil bahwa para pekerja PETI di kawasan penambangan emas mengalami gejala keracunan kronik merkuri seperti tremor, sering kesemutan, otot wajah kaku, iritasi mata, rasa logam pada mulut, otot terasa sakit dan kejang, kulit tangan dan kaki menebal, dan sakit kepala. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa tingginya kadar merkuri dalam rambut dapat menurunkan tingkat kesehatan seperti keracunan akut ataupun kronik. Berdasarkan hasil kadar rata-rata merkuri dalam rambut masyarakat Desa Bantarkaret menunjukan kadar merkuri melebihi batas normal. Meskipun ada beberapa kadar merkuri dalam rambut masyarat yang memiliki kadar merkuri yang cukup rendah, tetapi merkuri merupakan logam berat yang dapat berakumulasi di dalam tubuh manusia ataupun makhluk hidup lainnya, Menurut Nina (2007) dan Roger (1984) masuknya konsentrasi merkuri ke dalam tubuh secara terus menerus disertai akumulasinya akan menimbulkan
94
dampak negatif yaitu dapat menghalangi kinerja enzim, merusak selaput dinding sel, dan kerusakan yang ditimbulkan oleh logam merkuri pada tubuh umumnya bersifat permanen pada otak, hati, dan ginjal. Atas hal tersebut, disarankan agar Puskesmas Kecamatan Nanggung untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang berada dalam lingkup kerja puskesmas terkait tentang bahaya logam merkuri bagi kesehatan dan disarankan kepada masyarakat untuk mengurangi paparan dengan logam merkuri. 6.3. Analisis Estimasi Intake Mingguan Masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung - Estimated Weekly Intake (EWI) 1. Kadar Mercuri dalam Beras (C) Beras adalah bahan makanan pokok untuk seluruh masyarakat dunia terlebih untuk masyarakat Indonesia. Menurut Wongkar, dkk (2014) beras menjadi bahan pangan pokok karena mudah diolah, mudah disajikan dan mengandung protein sebagai sumber energi bagi tubuh manusia, sehingga
dapat
menunjang
manusia
untuk
melakukan
aktivitas.
Pentingnya beras sebagai bahan makanan pokok masyarakat Indonesia dapat merpengaruhi kesehatan individu yang mengkonsumsinya (Ahmad, 1990). Beras dapat mempengaruhi kesehatan pada individu yang mengkonsumsinya karena beras berasal dari padi. Padi merupakan tumbuhan yang sangat membutuhkan air untuk melakukan pembuahan pada bijinya, dikarenakan kebergantungan tersebut dapat menjadi peluang besar padi mengalami pencemaran akibat kerusakan lingkungan karena aktivitas manusia. Hal ini disebabkan karena umumnya di Indonesia
95
tumbuhan padi ditanam di wilayah persawahan yang dekat dengan sungai atau gunung, sehingga sistem irigasi persawahannya menggunakan air sungai atau air gunung. Pada penelitian ini menggunakan beras sebagai bahan uji untuk mengetahui konsentrasi merkuri didalamnya. Beras yang digunakan untuk pengujian adalah beras yang berasal dari padi yang ditanam di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kawasan Gunung Pongkor, sistem irigasi yang digunakan untuk mengairi sawah disini adalah berasal dari sungai Cikaniki. Pengukuran konsentrasi merkuri pada spesimen beras diambil pada 10 titik sawah yang berada di Desa Bantarkaret. Hasil uji kadar merkuri dalam beras yaitu didapatkan rata-rata konsentrasi merkuri pada beras yaitu 0,022 kg/mg dengan konsentrasi tertinggi yaitu 0,184 mg/kg dan terendah yaitu 0,004 mg/kg atau dapat dikatakan tidak terdeteksi karena jauh di bawah batas aman. Menurut peraturan BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 dan SNI 2009, batas maksimum cemaran logam berat merkuri dalam kelompok pangan pokok yaitu 0,03 mg/kg. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juhaeti, dkk (2005) terkait konsentrasi merkuri dalam dalam akar padi, tajuk padi, dan bulir padi didapatkan hasil 0,258 mg/kg, 0,384 mg/kg, 1,320 mg/kg, selain itu pada tahun 2008 dilakukan penelitian konsentrasi merkuri dalam beras oleh Widiowati dikaswasan Gunung Pongkor didapatkan hasil 0,45 mg/kg. Jika dibandingkan hasil rata-rata konsentrasi merkuri pada beras yang digunakan dalam penelitian saat ini masih dibawah nilai standar yang
96
ditetapkan jika dibandingkan penelitian sebelumnya, akan tetapi terdapat hasil konsentrasi merkuri dalam beras yang diatas standar aman. Perbedaan hasil jumlah konsentrasi merkuri dalam beras yang diteliti oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya, dikarenakan pada awal tahun 2015 pihak
kepolisisan
Kabupaten
Bogor
melakukan
raziah
terhadap
masyarakat yang melakukan aktivitas PETI, sebagian besar penambang tertangkap. Hal ini menjadikan aktivitas PETI terhenti dalam kurun waktu yang cukup lama. Namun pada tahun 2016 aktivitas PETI di Kawasan Gungung Pongkor mulai aktif kembali akan tetapi jumlah PETI tidak sebanyak tahun sebelumnya. Sehingga hal ini dapat menjadi alasan adanya perbedaan tingkatan kadar merkuri dalam beras pada penelitian sebelumnya. Pada dasarnya, titik pencemaran yang masih dapat ditoleransi alam dapat mengatasi masalah pencemaran yang terjadi dan dapat menyeimbangkan dirinya sendiri dengan kapasitas daya dukung alamnya dimiliki atau dapat dikenal sebagai self purification (Henrasarie, 2013). Self purification adalah kemampuan lingkungan untuk menetralisasikan dirinya sendiri pada saat adanya pencemar yang masuk ke dalam badan lingkungan dengan tingkat pencemaran yang masih dapat ditoletansi oleh lingkungan. Tetapi aktifnya kembali aktivitas PETI dapat menghilangkan kemampuan self purification alam karena akan meningkatkan konsentrasi pencemaran. Bedasarkan Profil Desa Bantarkaret tahun 2015, diketahui diatas 60% warga masyarakat Desa Bantarkaret mengkonsumsi beras lokal
97
sebagai makanan pokoknya. Sehingga hal ini dapat berisiko menimbulkan dampak kesehatan pada masyarakat yang mengkonsumsinya karena logam berat merkuri didalam tubuh manusia dapat berakumulasi. Seperti menurut Rianto (2010) yang menyatakan bahwa masuknya logam merkuri melalui saluran pencernaaan dapat terabsorbsi berkisar 7% hingga 95% tergantung dari jenis merkuri, dalam tubuh manusia otak merupakan afinitas terbesar oleh logam merkuri dan selanjutnya diakumulasi di dalam jaringan (Rianto, 2010 dan Lubis, 2002). Menurut Nina (2007) masuknya konsentrasi merkuri ke dalam tubuh secara terus menerus disertai akumulasinya akan menimbulkan dampak negatif yaitu dapat menghalangi kinerja enzim, merusak selaput dinding sel, dan kerusakan yang ditimbulkan oleh logam merkuri pada tubuh umumnya bersifat permanen. Didukung oleh penelitian sebelumnya menyatakan bahwa akumulasi logam merkuri dalam tubuh menyebabkan kerusakan permanen pada otak, hati, dan ginjal (Roger, dkk, 1984). Berdasarkan pemaparan di bawah, dapat disimpulkan bahwa ratarata kadar merkuri dalam beras yaitu dari standar maksimal kadar logam merkuri yang telah ditetapkan oleh SNI 2009 terkait cemaran logam berat dalam pangan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan hal tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia jika terkonsumsi, sehingga disarankan kepada pemerintah daerah Bogor untuk melakukan tindakan bioremediasi pada lahan persawahan di Kawasan Gunung Pongkor. Bioremediasi yang cocok untuk persawahan setempat adalah fitoremediasi. Fitoremediasi uaitu teknik pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan tumbuhan
98
(Mangkoedihardjo, 2005). Saran pada penelitian ini adalah melakukan fitoremediasi mengunakan tumbuhan Lindernia crustacea, Digitaria radicosaa, dan Cyperus rotundus pada lahan persawahan Gunung Pongkor karena tanaman ini memiliki kemampuan serapan merkuri yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman lainnya. Sebenarnya tumbuhan padi dapat menjadi tumbuhan fitoremediasi tetapi padi tidak tepat untuk dijadikan tumbuhan untuk meremediasi lahan yang tercemar oleh merkuri karena sangat membahayakan jika tumbuhan padi tersebut terkonsumsi oleh manusia (Siahaan, 2014). 2. Laju Asupan per minggu (dC) Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
rata-rata
responden yang terpapar merkuri melalui beras lokal yang ditanam di sepanjang Desa Bantarkaret Kawasan Gunung Pongkor memiliki laju asupan beras sebesar 1769,09 gr/minggu/kapita. Jumlah rata-rata laju asupan per minggu, jika di hitung dalam perharinya maka rata-rata laju asupan responden per hari yaitu 252,71 gr/hari/kapita. Jumlah konsumsi mingguan tertinggi yaitu 3500 gr/minggu/kapita dan terendah adalah 700 gr/minggu/kapita. Keseluruhan 55 responden yang terpapar merkuri melalui beras dengan laju asupan >1769 gr/minggu/kapita yaitu sebanyak 33 responden dan 22 responden memliki laju asupan sebesar <1769 gr//minggu/kapita. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung pada responden diketahui bahwa pada umumnya masyarakat di Desa Bantarkaret melakukan kegiatan makan berat pada siang dan malam hari. Sehingga rata-rata nilai laju asupan responden di Desa Bantarkaret tidak
99
tinggi. Pengukuran laju asupan konsumsi kerang hijau menggunakan food model yang telah ditetapkan takaran perporsi nasi. Sebelum menjadi nasi beras ditimbang terlebih dahulu dengan timbangan digital, porsi nasi dikelompokkan per berat beras yaitu 50 gr, 75 gr, 100, 125 gr, dan 150 gr. Berdasarkan angka harapan nasional konsumsi pangan jenis padipadian yang ditetapkan oleh BKP (2012) yaitu 275 gr/hari/kapita. Pemenuhan kebutufhan zat gizi dalam sehari dapat dilakukan dengan mengkonsumsi tiga kali makan besar (nasi, lauk hewani, lauk nabati, buah dan sayur) dan 2 kali makan selingan (camilan) (BPOM, 2014). Berdasarkan peraturan tersebut maka laju asupan masyarakat Desa Bantarkaret tidak melebihi angka harapan konsumsi pangan. Berbeda dengan BKP (2012), dalam rencana pangan dan pertanian 2015-2019 yang direncanakan oleh Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional (2013) menyatakan bahwa total konsumsi akhir untuk proyeksi konsumsi beras nasional yaitu 124,89 kg/kapita/tahun atau setara dengan 342 gr/kapita/hari (Fuad, 2016). Secara teori berdasarkan formula Provotional Telerated Weekly Intake nilai laju asupan per minggu digunakan untuk menghitung nilai EWI (Estimated Weekly Intake) dan setelah itu dibandingkan dengan nilai PTWI. Jumlah besarnya nilai laju asupan per minggu setiap individu dapat mempengaruhi tingkatan kadar logam berat dalam tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang. Menurut Mangampe, dkk (2014) semakin besar laju asupan maka semakin besar nilai intake dan risiko yang muncul dengan mempertimbangkan konsentrasi risk agent, durasi pajanan,
100
frekuensi pajanan, dan berat badan responden. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2015) menunjukan bahwa laju asupan mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai tingkat risiko kesehatan (P value <0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sianipar (2009) yang menyatakan bahwa laju asupan mempengaruhi nilai tingkatan risiko kesehatan. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Fatimah (2005) yang menyatakan bahwa semakin sering mengkonsumsi kerang yang telah terkontaminasi logam Hg, maka konstrentasi Hg dalam darah semakin meningkat. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa laju asupan akan mempengaruhi nilai EWI merkuri per minggu yang dapat digunakan untuk dibandingan dengan PTWI. Sehingga semakin besar laju asupan per minggu, semakin besar nilai EWI. Laju asupan rata-rata masyarakat Desa Bantarkaret masih di dalam batas normal yaitu 257gr/kapita/hari, akan tetapi berpotensi untuk meningkat. Sehingga disarankan agar masyarakat Desa Bantarkaret untuk mengganti sumber beras yang dikonsumsi setiap harinya dengan beras yang sumber lahannya tidak tercemar oleh logam berat dan kepada Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Bogor untuk melakukan surveilens terkait pencemaran lahan tanah di Kawasan Gunung Pongkor, serta melakukan bioremediasi pada lahan setempat karena pada umumnya masyarakat sekitar memakan nasi dari beras hasil panen sawah setempat, bioremediasi yang cocok untuk didapat lihat pada pembahanan kadar merkuri dalam beras (C). 3. Berat Badan (Bw)
101
Berdasarkan The Joint FAO/ WHO Expert Committer on Food Additives
(2011) diketahui bahwa untuk menghitung nilai EWI
diharuskan memiliki data berat badan individu ataupun rata-rata berat badan kelompok ataupun nilai berat badan default. Berat badan orang dewasa Asia memiliki nilai default yaitu 55 kg dan anak-anak 15 kg (Kemenkes, 2012).
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran secara
langsung berat badan responden di Desa Bantarkaret. Pada penelitian ini menghasilkan berat rata-rata responden yaitu sebesar 59,72 kg, dengan berat badan minimum 40,20 kg dan berat badan maksimum responden yaitu 90 kg. Hasil rata-rata berat badan ini tidak terlalu mempunyai perbedaan dengan nilai default orang dewasa asia yang telah ditetapkan. Hasil ratarata berat badan responden sejalan dengan laju asupan atau konsumsi beras yang telah dijelaskan sebelumnya, karena nilai-rata-rata yang dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Akan tetapi adanya perbedaan yang cukup jauh antara berat badan minimum dan maksimum responden, dikarenakan responden dalam penelitian ini tidak dibatasi berdasarkan berat badan. Secara teori semakin besarnya berat badan seseorang maka semakin kecil kemungkinan berisiko mengalami gangguan kesehatan akibat paparan logam berat (Ashar, 2007 dalam Pranata, 2015). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana (2014) yaitu semakin besar berat badan seseorang maka semakin kecil kemungkinan risiko mengalami gangguan kesehatan oleh logam berat. Diperkuat oleh
102
penelitian yang dilakukan oleh Wardiatun, dkk (2009) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara status gizi dengan kadar merkuri, dikarenakan orang dengan berat badan yang besar (normal) kadar racun merkuri cenderung kecil, sebaliknya pada orang yang memiliki
berat
badan yang rendah (kurus) lebih rentan terhadap racun sehingga kadar merkuri dalam tubuhnya lebih besar. Berdasarkan perhitungan EWI, berat badan mempengaruhi nilai intake mingguan. Dari penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa berat badan merupakan salah satu faktor yang dapat meminimalisir risiko kesehatan atau dalam penelitian ini dapat dapat meminimalisir terakumulasinya merkuri dalam rambut. Sehingga disarankan kepada masyarakat Desa Bantarkaret agar memiliki berat badan yang sesuai dengan proporsi tubuh agar dapat meminimalisir risiko kesehatan akibat konsumsi beras lokal yang tercemar oleh merkuri di lingkungan. 4. Estimasi Intake Mingguan - Estimated Weekly Intake (EWI) Berdasarkan The Joint FAO/ WHO Expert Committer on Food Additives (2011), Estimated Weekly Intake (EWI) yaitu suatu jumlah atau nilai estimasi logam berat yang masuk per minggu ke dalam tubuh manusia dari paparan risk agent yang terdapat pada sebuah media lingkungan melalui media oral atau ingesti, dinyatakan dalam satuan mg/kg/minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata EWI merkuri oleh masyarakat Desa Bantarkaret yaitu sebesar 0,616 mg/kg/minggu. Intake minimum mingguan responden yaitu 0,17 mg/kg/minggu dan maksimum 1,11 mg/kg/minggu.
103
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Apriliani (2014) EWI dipengaruhi oleh konsentrasi risk agent pada sebuah media, laju asupan atau konsumsi per minggu individu, dan berat badan individu. Nilai EWI digunakan untuk dibandingkan dengan nilai Provisional Tolerable Weekly Intake (PTWI) pada individu ataupun kelompok. Pada penelitian yang dilakukan oleh Daud et al (2013) menyatakan bahwa besarnya nilai intake sejalan dengan nilai kadar bahan kimia, laju asupan, frekuensi pajanan, dan durasi pajanan. Sedangkan berat badan responden merupan pembanding terbalik, karena berat badan merupakan pembagi pada perhitungan nilai intake, sehingga semakin besar pembagi semakin mengecil nilai intake. Hal ini mengartikan bahwa nilai intake mingguan akan semakin tinggi apabila nilai dari kadar bahan kimia dan laju asupan tersebut tinggi dan rendahnya berat badan. Diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Fauzia, dkk (2014) yang menyatakan bahwa responden yang memiliki nilai intake yang lebih tinggi maka dapat lebih mudah untuk terkena gangguan kesehatan terkait pajanan risk agent dalam hal ini PM10. Pada penelitian ini, dihasilkan nilai EWI yang sangat tinggi yaitu melebihi reference dose yang telah ditetapkan oleh FAO dan WHO yaitu 4 μg/g/minggu atau setara dengan 0,0004 mg/kg/minggu. Menurut FAO dan WHO (2011) pada penetapan nilai PTWI yang disetujui oleh
Codex
Alimentarius Commission menyatakan bahwa intake logam berat berat secara ingesti lebih mudah untuk dilakukan
pengurangan paparannya
dibandingkan secara inhalasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang
104
ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan (2012) dalam buku pedoman ARKL yang menyatakan bahwa logam berat yang masuk kedalam tubuh manusia melalui inhalasi lebih menyebabkan efek akut dan hampir ridak dapat dilakukan pembatasan laju paparan inhalasi, hal ini berbeda intake secara oral, nilai intake dapat diperkecil dangan laju asupan secara oral melalui pengurangan makan dan air minum karena banyak subtitusi untuk setiap jenis makanan ataupun air minum. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa tingginya nilai estimasi EWI dipengaruhi oleh konsentrasi merkuri dalam bahan pangan dan laju asupan per minggu, sedangkan berat badan individu adalah salah satu faktor yang dapat memperkecil nilai EWI. Selain itu perhitungan formula EWI pada penelitian ini, menghasil bahwa estimasi intake mingguan masyarakat Desa Bantarkaret melebihi dari reference dose yang telah ditetapkan (nilai EWI>0,0004). Sehingga dapat menimbulkan risiko kesehatan kepada masyarakat Desa Bantarkaret karena akumulasi logam merkuri akibat intake yang tinggi. Oleh karena itu disarankan kepada masyarakat Desa Bantarkaret agar melakukan pengurangan
makan
yang
bersumber
dari
beras
yang
dipanen
dipersawahan sekitar dan mensubtitusi dengan jenis pangan pokok yang dapat memenuhi kebutuhan tubuh. 6.4. Hubungan Estimated Weekly Intake, Faktor Karakteristik Individu, dan Faktor Lainnya dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Tahun 2017 1. Hubungan Usia dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
105
Usia adalah lamanya waktu hidup manusia ataupun makhluk hidup lainnya yang terhitung sejak lahir hingga saat ini. Menurut Depkes RI (2009) terdapat beberapa kategori usia yaitu itu masa balita yaitu 0 hingga 5 tahun, masa kanak-kanak yaitu 5 hingga 11 tahun, masa remaja awal 12 hingga 16 tahun, masa remaja akhir 17 hingga 25 tahun, masa dewasa awal 26 hingga 35 tahun, masa dewasa akhir 36 hingga 45 tahun, masa lansia awal 46 hingga 55 tahun, masa lansia akhir 56 hingga 65 tahun, dan masa manula lebih dari 65 tahun. Proses bertambahnya umur atau penuaan adalah siklus kehidupan yang mempunyai tahapan tahapan seperti menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena telah terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ, sehingga pada umumnya penuaan dapat mempengaruhi pada kesehatan fisik (Fatmah, 2010). Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden adalah berusia produktif. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini menunjukan tidak terdapatnnya hubungan yang bermakna antara usia dengan tingkat kadar merkuri dalam rambut (P value >0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukaan oleh Junita (2013) yang mendapatkan hasil bahwa antara tidak terdapatnya hubungan yang bermakna dengan tingkat keracunan PETI yang diukur dari kadar merkuri dalam rambut. Sejalan dengan hal tersebut, pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Trigunawati, dkk (1997) mendapatkan hasil bahwa tidak ditemukan pengaruh antara usia dengan kadar merkuri total dalam rambut pada penduduk Teluk Jakarta. Pada penelitian serupa
106
Adiwijayanti (2015) mendapatkan hasil bahwa tidak terdapatnya hubungan antara usia dengan kadar hemoglobin melalui kadar timbal dalam darah. Hasil penelitian ini dan penelitian sebelumnya yang telah dipaparkan mendapatkan hasil tidak adanya hubungan antara variabel usia dengan tingkat kadar merkuri dalam rambut. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi, dkk (2013) yang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan tingkat kadar merkuri dalam urin (p value <0,05). Penelitian yang dilakukan oleh Waridatun, dkk (2009), menyatakan bahwa terdapatnya adanya hubungan dengan merkuri dalam urin. Didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hartono (2003) adanya hubungan bermakna antara variabel umur dengan kadar merkuri pada rambut pada pekerja tambang. Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kerentanan
tubuh
individu
terhadap
logam
berat
(Tugaswati, 2006). Hal ini berarti semakin bertambah umur responden atau semakin muda seseorang maka semakin besar kemungkinan tingkat kadar merkuri dalam tubuh responden. Sejalan dengan hal tersebut berdasarkan ASTDR (1999) dan WHO (2008) menyatakan bahwa semakin muda umur seseorang semakin rentan terhadap paparan merkuri karena sensitivitas dari perkembangan saraf belum berkembang sempurna. Terdapatnya
perbedaan
hasil
penelitian
Trigunawati,
dkk
(2003);Junita (2013);dan Adiwijayanti (2015) dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2003);Tugaswati (2006); Waridatun, dkk (2009);
107
dan Rohkman (2013) yaitu karena penelitian yang dilakukan Trigunawati, dkk (2003); Junita (2013); dan Adiwijayanti (2015) seluruh respondennya adalah pekerja, sehingga umur responden yang didapatkan tidak memiliki selisih yang berarti. Oleh karena itu, hasil uji bivariat terkait faktor pada penelitian tersebut tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yeates dan Mortensen (1994) menghasilkan bahwa dua kelompok umur antara responden remaja (13-15 tahun) dan pada responden dewasa (36-63 tahun) yang sama terpapar oleh merkuri menunjukan bahwa incidence keracunan, dampak kesehatan, ataupun kadar merkuri dalam tubuh responden dewasa lebih tinggi dari pada tingkat kadar merkuri pada kelompok umur remaja dengan intensitas paparan merkuri yang sama. Hal ini ditunjang oleh Connel dan Miller (1994) yang menyatakan bahwa kelompok umur muda lebih peka terhadap ekskresi kadar logam berat dalam tubuh. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan secara teori faktor umur dapat mempengaruhi tingkat kadar merkuri dalam rambut. Sehingga semakin bertambahnya usia seseorang maka akan semakin besar tingkat kadar merkuri yang terdapat di rambut. Namun, hasil pada penelitian ini menunjukan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan anatara faktor umur dan kadar merkuri dalam rambut (P value >0,05). Hal ini dikarenakan umur responden dalam penelitian ini umumnya memiliki umur yang tidak berbeda atau relatif sama, responden dalam penelitian ini rata-rata adalah dewasa atau umur produktif, sehingga data umur yang didapatkan dalam penilitian yaitu tidak memiliki selisih yang berarti.
108
Berdasarkan hal tersebut untuk mencegah dan menurunkan tingkat kadar merkuri dalam rambut akibat pajanan merkuri, masyarakat Bantarkaret harus selalu waspada dan mencegah untuk kontak dengan merkuri dan lakukan cek kesehatan rutin ke pelayanan kesehatan. 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Jenis kelamin yaitu perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir (Hungu, 2007). Pada penelitian ini jumlah responden wanita sebanyak 39 (70,9%). Berdasarkan data demografi Kelurahan Bantarkaret Tahun 2015 diketahui bahwa total penduduk berjumlah 10.219 orang dengan jumlah laki-laki dan perempuan yang memiliki proporsi yang sama yaitu dengan jumlah kurang lebih 5.214 untuk laki-laki. Berdasarkan penelitian serupa yang dilakukan oleh Tugaswati, dkk (1997) Chamid, dkk (2010) dan Rokhman (2013) didapatkan jumlah sampel wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki. Pada penelitian sebelumnya yang serupa dilakukan oleh Widiana (2007), Junita (2013), dan Rohkman (2013) di wilayah Pongkor tidak melakukan uji bivariat terhadap variabel jenis kelamin dengan kadar merkuri dalam rambut. Pada penelitian serupa yang dilakukan oleh Rumatoras, dkk (2016), Dewi, dkk (2013), Endrinaldi (2009) di wilayah yang berberada juga tidak melakukan uji bivariat terhadap variabel jenis kelamin. Pada penelitian ini dihasilkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tingkat kadar merkuri dalam rambut (p value <0,05). Sehingga dapat dikatakan, jenis kelamin laki-laki
109
memiliki tingkatan kadar merkuri yang lebih tinggi pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung Kawasan Gunung Pongkor. Lebih tingginya kadar merkuri dalam tubuh laki-laki di Kawasan Gunung Pongkor dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu dipengaruhi oleh keadaan fisiologis tubuh. Diketahui bahwa zat mineral selenium (Se) yang terdapat dalam tubuh manusia dapat digunakan untuk mencegah dan mengurangi toksisitas dari logam merkuri (Darmono, 1999). Selenium merupakan mineral trace element yang sangat besar peranannya sebagai antioksidan, Selenium berguna membantu mencegah kerusakan seluler dari radikal bebas (Ramadani, 2011). Selain itu, selenium dapat menghambat absorbsi, distribusi merkuri ke dalam jaringan, dan meningkatkan ekskresi merkuri saat tubulus ginjal belum mengalami kerusakan (Darmono, 1999) Berdasarkan PERMENKES RI No. 75 Tahun 2013 laki-laki dan perempuan berumur 13 hingga lebih dari 80 tahun membutuhkan mineral selenium minimal 0,03 mg/hari. Sumber alami selenium paling banyak yaitu berasal dari daging hewan, daging ungas, makanan laut (kerang ikan, roti, dan beras merah (Ramadani, 2011). Berdasarkan profil kesehatan Puskesmas Nanggung tahun 2008 diketahui bahwa kondisi geografis kawasan Gunung Pongkor mempunyai akses jalan yang sulit, kondisi lingkungan masyarakat yang buruk, pekerjaan sebagian besar masyarakat tidak menetap dan petani yang kurang produktif, dan tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah dan tak merata. Faktor ini dapat menjadi contoh penyebab kurang terpenuhinya kebutuhan harian pangan
110
masyarkat. Berdasarkan kriteria BPS (2009) dengan mengacu kepada pendekatan kebutuhan dasar yaitu, penduduk miskin adalah penduduk yang tidak bisa mencukupi kebutuhan dasarnya berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Sehingga menyulitkan masyarakat untuk memenuhi tingkat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Jika dikaitkan dengan kebutuhan selenium individu perhari dimungkinkan bahwa tingginya kadar merkuri dalam rambut pada responden laki-laki dapat disebabkan karena kekurangan selenium, ditunjang dengan hampir seluruh responden laki-laki adalah bekerja sebagai gurandil yang dipastikan mempunyai tingkat paparan yang tinggi terhadap merkuri. Sehingga dimungkinkan rendahnya daya mengekskresi merkuri dalam tubuh responden laki-laki, sehingga terjadinya absorbsi dan distribusi merkuri yang cepat didalam responden laki-laki. Walaupun dalam penelitian ini didapatkan bahwa jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko kadar merkuri tinggi dalam rambut, tetapi wanita juga harus melakukan pencegahan agar tidak terpapar merkuri. Hal ini untuk mendukung PERMENKES RI No 57 tahun 2016 untuk mengupayakan memberikan perlindungan terhadap populasi berisiko terutama anak-anak dan perempuan akibat pajanan merkuri. Berdasarkan hal yang telah didaparkan, maka masyarakat disarankan dapat mencegah paparan merkuri dengan salah satunya yaitu mengatur pola makan agar dapat terpenuhinya mineral selenium untuk mencegah dan mengendalikan dampak kesehatan akibat pajanan merkuri. 3. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
111
Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang secara terus-menerus yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Menurut BPS (2002) pekerjaan adalah suatu rangkaian tugas yang dirancang untuk dikerjakan oleh satu orang lebih dan sebagai imbalan diberikan upah dan gaji menurut kualifikasi dan berat atau ringannya pekerjaan tersebut yang ditentukan. Sama halnya dengan pekerjaan, jenis pekerjaan yaitu kumpulan dari pekerjaan yang mempunyai rangkaian tugas yang bersamaan dan dilakukan dalam waktu. Pekerjaan dan jenisnya berpeluang untuk menyebabkan penyakit kepada pekerjanya, hal ini dapat dikatakan sebagai penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, lingkungan kerja, jenis pekerjaan, dan faktor lainnya (Salawati, 2015). Pada penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 65,5% responden adalah bekerja sebagai penambang emas atau gurandil. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kawasan Gunung oleh Rohkman (2013) mendapatkan responden sebesar 78% responden yaitu non penambang emas. Perbedaan tersebut yaitu dikarenakan pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di desa terpanjang yang dilalui sungai Cikaniki dan terdekat dengan perusahaan pertambangan milik Negara, sehingga mempunyai potensi menimbulkan pekerja tambang illegal lebih banyak dibandingkan desa lainnya. Selain itu, dalam penelitian ini didapatkan rata-rata kadar merkuri pada penambang yaitu 6,24 ppm. Berdasarkan hasil satatistik, menunjukan adanya hubungan yang bermakna anatara jenis pekerjaan dengan kadar
112
merkuri dalam rambut yaitu karena P value <0,05. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andri, dkk (2011) menghasilkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut dengan didapatkannya P value 0,004, dalam hal ini jenis pekerjaan yang terpapar oleh merkuri lebih berisiko dengan kadar merkuri dalam rambut. Selain itu Penelitian yang dilakukan oleh Rokhman (2013) juga menunjukan hubungan yang bermakna anata jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut dengan P value <0,05. Dan penelitian yang dilakukan oleh Maywati (2011) mendapatkan hasil adanya hubungan yang bermakna jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam darah (P >0,05). Akan tetapi, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Albasar, dkk (2013) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan antara jenis perkerjaan dengan konsentrasi Hg urin pada masyarakat. Menurut Warsono (2000) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam tubuh adalah jenis pekerjaan. Pekerjaan dan jenisnya
dapat mempengaruhi keadaan kesehatan
pekerjanya karena berkaitan dengan adanya paparan yang terjadi antara susbstansi tertentu dengan pekerja, frekuensi, durasi dan lamanya bekerja. Pada umumnya pekerja akan melaksanakan aktivitas bekerja secara rutin setiap hari dan berulang. Sehingga intensitas pekerja terpajan seubstansi tertentu lebih sering, seperti pekerja yang bekerja sebagai penambang emas atau pekerja yang berkontak langsung dengan merkuri mempunyai peluang lebih besar terjadinya akumulasi merkuri pada rambut
113
dibandingkan dengan yang bukan penambang yang tidak secara langsung kontak dengan merkuri (Rohkman, 2013). Aktivitas penambangan masyarakat di Kawasan Gunung Pongkor pada umumnya dilakukan secara tradisional yaitu menggunakan teknik amalgamasi yaitu mencampurkan bebatuan yang diduga mempunyai kadar emas dan dicampurkan dengan merkuri. Penambang melakukan pencampuran bebatuan dengan merkuri tanpa adanya alat pelindung diri (APD). Setelah adanya pencampuaran dan proses penggilingan, dilakukan tahap pencucian dan pemerasan yang dilakukan dengan cara yang sederhana tanpa adanya alat bantu pemeras ataupun pemakaian APD oleh penambang, tahap terakhir adalah tahap pembakaran yang bertujuan untuk menghilangkan unsur merkuri yang dimungkinkan masih tertinggal pada almagan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Junita (2013) bahwa tidak ditelitinya pemakaina APD pada penambang adalah dikarenakan seluruh penambah tidak memakai APD. Berdasarkan teknik amalgamasi yang dilakukan oleh penambang, paparan merkuri yang dapat menyebabkan masuknya merkuri kedalam tubuh penambang yaitu karena adanya kontak langsung secara fisik melalui kulit dan melalui saluran pernafasan karena pembakaran amalgan yang masih mengandung unsur merkuri. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh KLH kabupaten Landak (2009) yang mendapatkan hasil tentang paparan merkuri yang terjadi pada pekerja tambang emas berhubungan dengan keracunan merkuri yang dibuktikan dari biomarker rambut.
114
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa salah satu yang mempengaruhi tingkat kadar merkuri dalam rambut yaitu jenis pekerjaan yang bekerja sebagai penambang emas. Berdasarkan hal tersebut, maka disarankan kepada pemegang kebijakan di Kecamatan Nanggung, Desa Bantarkaret dan gurandil turut bekerja sama untuk mengurus perizinan kepada pemerintah daerah Kabupaten Bogor agar dapat memberikan solusi yang dapat membantu kegiatan penambangan dan pengolahan emas dapat tetap berjalan dengan menggunakan teknologi serta teknik pengolahan emas yang tepat sehingga pencemaran lingkungan dapat dihindari. Selain itu, agar diakannya penyuluhan untuk para petani guna meningkatkan kemampuan petani dalam mengembangkan potensi komoditi untuk pertanian dan perkebunan di Desa Bantarkaret. Untuk pihak Puskesmas Nanggung untuk memberikan penyuluhan kepada seluruh masyarakat yang tinggal di Kecamatan Nanggung terkait berbahayanya logam merkuri pada tubuh. Dan untuk penambang untuk memakai APD yang tepat, hal ini untuk meminimalisir kontak dengan merkuri secara langsung. 4. Hubungan Status Pendidikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Menurut Hasmori, dkk (2011) pada umumnya pendidikan adalah bagian dari proses yang dapat membangun sebuah Negara untuk melahirkan dan meningkatkan keilmuan
dan keterampilan untuk
masyarakat. Sejalan dengan itu, menurut Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa pendidikan adalah suatu bantuan yang diberikan kepada individu, kelompok, ataupun masyrakat dalam rangka mencapai peningkatan
115
kemampuan yang sudah ditargetkan. Selain itu pendidikan merupakan salah satu agenda utama dalam perancangan pembangunan Negara. Pendidikan sendiri mempunyai tingkatan yaitu dimulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) yang bersifat nonformal dan informal, sekolah dasar (SD) atau madrasah ibtidaiyah (MI), sekolah menengah pertama (SMP) atau madrasah tsanawiyah (MTs), sekolah menengah atas (SMA) atau madrasah aliyah (MA), dan peguruan tinggi (Kemendikbud, 2015). Pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa 69,1% responden yang didapatkan mempunyai status tingkatan pendidikan yaitu SD/MI, yang dimana sebesar 65,5% respomden bekerja sebgai gurandil. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di Kawasan Gunung Pongkor yang dilakukan oleh Junita (2013) yaitu diketahui sebagian besar responden berpendidikan terakhir lulus SD sebesar 47,5% dan seluruhnya bekerja sebagai gurandil. Berdasarkan data demografi Desa Bantarkaret tahun 2015 diketahui bahwa jumlah tingakt tertinggi untuk tingkat pendidikan yaitu sejumlah 4.109 orang dan terendah adalah perguruan tinggi hanya 59 orang. Selain itu, pada penelitian ini didapatkan rata-rata kadar merkuri pada rambut responden yang memiliki tingkatan pendidikan SD/MI yaitu 7,32 ppm dan disusul oleh kadar merkuri pada rambut responden yang tidak sekolah yaitu 4,68 ppm. Berdasarkan hasil statistik, menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara tingkatan pendidikan dengan tingkat kadar merkuri dalam rambut karena didapatkan P value=0,001 (P value<0,05). Berdasarkan hasil statistik ini menunjukan bahwa adanya
116
pengaruh tingkat pendidikan terhadap kadar merkuri dalam rambut responden. Pada penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian yang serupa, tidak ditemukan adanya peneliti yang meneliti terkait tingkat pendidikan dengan tingkatan kadar merkuri dalam rambut ataupun tubuh manusia. Di dalam pendidikan terdapat aspek penilaian pendidikan, menurut Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian pendidikan dan nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah yaitu untuk meningkatkan aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tujuannya dari ketiga aspek tersebut dalam pendidikan yang diberikan kepada masyarakat yaitu agar masyarakat memiliki pengetahuan, pemahaman, penerapkan, mampu menganalisis, mengevaluasi, hingga menciptakan sesuatu hal yang lebih maju dan baik untuk kemakmuran bangsa dan Negara. Menurut Udin (2010) adanya hubungan posititf antara tingkat pendidikan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa Jetis Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar tahun 2009 (P value<0,05). Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa salah satu yang mempengaruhi tingkat kadar merkuri dalam rambut yaitu tingkat pendidikan, semakin rendah tingkat pendidikan masyarakat semakin berisiko meningkatnya kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung. Hal ini dikarenakan masyarakat yang berpendidikan rendah di desa tersebut berpotensi untuk menjadi gurandil. Oleh karena itu, disarankan kepada pihak pembuat
117
kebijakan Desa seperti pihak Puskesmas dan Kecamatan Nanggung untuk melakukan penyuluhan terkait bahaya merkuri pada kesehatan dan pemberdayaan masyarakat desa agar beralih pada bidang pekerjaan lainnya seperti bertani ataupun berternak. 5.
Hubungan Durasi Pajanan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Hubungan Intake dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Durasi pajanan yaitu lamanya atau jumlah tahun ternyadinya pajanan (Kemenkes, 2012). Pada penelitian ini, durasi pajanan yang dimaksud adalah lamanya waktu responden mengkonsumsi beras yang mengandung merkuri dalam satuan tahun. Diketahui persawahan di wilayah kawasan Gunung Pongkor telah terkontaminasi merkuri sejak tahun 1992, sehingga pada saat penelitian ini dilakukan maksimal durasi pajanan responden yaitu 25 tahun. Durasi yang digunakan menggunakan durasi pajanan sebernarnya (realtime). Rata-rata durasi pajanan responden yang telah terpapar oleh merkuri melalui beras lokal yaitu selama 21 tahun. Durasi paling lama responden terpapar adalah 25 tahun sendangkan paling singkat adalah lima tahun, hal ini karena hampir seluruh responden adalah masyarakat asli yang berasal dari Desa Bantarkaret dan tidak bepindah-pindah. Berdasarkan hasil analisis bivariat yang telah dilakukan dalam penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara durasi pajanan dengan kadar merkuri dalam rambut (p value<0,05). Tetapi peran durasi pajanan dalam mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut termasuk dalam katagori lemah yaitu sebesar 46,4%. Berdasarkan IPCS
118
(2010) menyatakan bahwa perhitungan durasi pajanan mempunyai dua ketentuan yaitu durasi pajanan waktu sebenarnya (realtime) atau dengan menggunakan durasi pajanan sepanjang hayat (lifetime). Sama halnya dengan IPCS, Kementrian Kesehatan (2012) menyatakan bahwa durasi pajanan dapat mengukur risiko kesehatan individu yang disebabkan suatu risk agent, hal ini diukur menggunakan jumlah tahun terjadinya paparan. Pada umumnya perbedaan jenis risk agent membuat perbedaan dalam durasi pajanan terhadap risiko kesehatan yang dapat diterima. Berdasarkan Kementrian Kesehatan (2012), Risk agent yang dapat menimbulkan risiko kanker biasanya estimasi durasi paparan hingga 70 tahun dan risk agent untuk resiko nonkanker, estimasi durasi paparan hingga 30 tahun. Diketahui risk agent pada penelitian ini yaitu berupa agent nonkanker kesehatan mempunyai estimasi durasi paparan yang menimbulkan risiko yaitu hingga 30 tahun dan rata-rata durasi paparan responden di Desa Bantarkaret yaitu baru sekitar 21 tahun. Sehingga dihasilkan bahwa durasi pajanan atau durasi konsumsi beras lokal yang mengandung merkuri berperan lemah dalam mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut. Berbeda dengan penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh Rohkman (2013) diperoleh adanya huubngan yang signifikan antara durasi pajanan (lama tinggal-tahun) dengan kadar merkuri dalam rambut (p value<0,05) yang dimana durasi pajanan memiliki hubungan yang kuat untuk mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rohkman, penelitian yang dilakukan oleh
119
Lestarisa (2010) menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pekerja dengan jam kerja > 8 jam dalam sehari dengan tingkat keracunan merkuri (p value<0,05), Lestarisa menyatakan bahwa pajanan merkuri oleh pekerja secara kontinyu dan bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menyebabkan keracunan merkuri, hal ini karena durasi pajanan merkuri yang tinggi dapat masuk kedalam tubuh dan dapat terjadi akumulasi. Diperkuat oleh penelitian Dewi, dkk (2013) yang mendapatkan hasil yaitu adanya hubungan yang signifikan antara lama kerja (tahun) dengan kadar merkuri dalam yang melebihi NAB pada penambang illegal, Dewi menyatakan bahwa paparan merkuri yang berlangsung secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama akan terakumulasi dalam tubuh, dibuktikan dengan hampir sebagian besar responden pada peneltiannya memiliki kadar merkuri dalam darah melebihi NAB dengan masa durasi kerja rata-rata 10 tahun dan pada pekerja yang sudah berkerja > 25 tahun memiliki keluhan kesehatan seperti tremor, gangguan pengelihatan, gangguan keseimbangan tubuh, dan nyeri saraf. Menurut Ganeva (2010) menyatakan bahwa semakin lama durasi pajanan merkuri pada penambang semakin besar penyerapan merkuri oleh tubuh melalui inhalasi maupun absorbsi dan semakin besar akumulasi kandungan merkuri pada tubuh. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashar (2007) mendapatkan hasil bahwa durasi pajanan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan risiko kesehatan (p value>0,05). Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Adiwijayanti (2015) yang mendapatkan
120
hasil bahwa tidak adanya lama bekerja (tahun) dengan tingkat kadar hemoglobin pada pekerja percetakan (T test<1,96). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rizkiawati (2012) mendapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama bekerja dengan tingkat rendahnya kadar hemoglobin (p value>0,05). Penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Rohkman menghasilkan hasil yang sama-sama berhubungan tetapi berbeda pada tingkat kekuatan hubungan, hal dikarenakan lebih lamanya durasi (tahun) yang dimiliki, pada penelitian ini rata-rata paparan selama 21 tahun dan Rohkman (2013) lebih dari 30 tahun selain itu responden dalam penelitiannya hampir seluruhnya bekerja sebagai penambang emas ilegal. Selain itu durasi pajanan yang relatif sebentar juga dapat mempengaruhi hubungan dengan risiko kesehatan hal ini terlihat dari penelitian yang dilakukan Ashar (2007) dan Adiwijayanti (2015) yang diketahui responden pada penelitian mereka memiliki durasi pajanan dibawah 10 tahun. Pada dasarnya merkuri adalah logam berat yang sangat toksik jika dibandingkan dengan logam berat lainya. Berdasarkan ATSDR (1999) menyatakan bahwa pajanan merkuri secara ingesti dengan konsentrasi yang rendah dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan efek kronis hingga titik keracunan, sedangkan pajanan dalam waktu singkat dengan dengan konsentrasi yang tinggi mampu memberikan efek akut. Pada logam berat lainnya, durasi pajanan dengan tingkat knsentrasi tertentu dapat memberikan efek kronis dan akut bagi manusia. Hal ini
121
sesuai dengan penelitian Safitri (2015) bahwa durasi pajanan konsumsi kerang hijau yang tercemar logam Cd, meskipun dalam konsentrasi yang rendah akan tetapi dalam jangka lama akan menimbulkan efek kesehatan. Dalam penelitian ini meskipun durasi pajanan memiliki peran yang lemah dalam mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut tetapi diketahui bahwa, responden yang mengkonsumsi beras lokal lebih dari 20 tahun memiliki kadar merkuri dalam rambut lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang kurang dari 20 tahun mengkonsumsi beras lokal, selain itu responden yang sudah mengkonsumsi beras lokal lebih dari 20 tahun diketahui umumnya memiliki gangguan kesehatan seperti tremor dan gangguan keseimbangan. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa durasi pajanan merkuri akan mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut (p value<0,05). Target organ pajanan merkuri adalah otak atau neurologis, sehingga semakin tingginya kadar merkuri dalam rambut dapat meningkatkan risiko terkena sakit neurologis seperti tremor, gangguang pengelihatan, gangguan keseimbangan, nyeri saraf, dan lainnya. Oleh karena itu, disarankan kepada masyarakat Desa Bantarkaret untuk meminimalisir pajanan merkuri dalam beras dengan cara mengganti konsumsi beras lokal dengan beras lainnya yang bersumber dari daerah yang bebas dari pencemaran dan tetap menanam tumbuhan padi di sawah sekitar untuk meremediasi tanah lahan persawahan akibat tercemar merkuri karena padi adalah salah satu tumbuhan yang dapat meremediasi lahan tanah yang tercemar (dapat dilihat di 2.4).
122
6. Hubungan Estimasi Intake Mingguan (EWI) dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Pada penelitian ini menunjukan bahwa hasil rata-rata nilai Estimated Weekly Intake (EWI) responden yaitu 0,616 mg/kg/minggu dengan nilai EWI tertinggi yaitu 1,11 mg/kg/minggu. Sedangkan kadar rata-rata konsentrasi merkuri dalam rambut responden adalah 6,248 ppm dengan kadar tertinggi yaitu sebesar 28,115 ppm. Pada hasil ini, dinyatakan adanya hubungan yang bermakna antara intake beras lokal dengan kadar merkuri dalam rambut (p value <0,05). Tetapi peran nilai EWI dalam mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut termasuk dalam katagori lemah yaitu hanya sebesar 35,4%. Menurut ATSDR (1999) kadar merkuri lebih tinggi pada kelompok biota air yaitu seperti ikan ataupun kerang. Hal ini dikarenakan merkuri yang berada di dalam air akan diserap oleh mikroorganisme dan diubah menjadi metil-merkuri (Me-Hg) yang memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat, serta mempunyai kelarutan yang tinggi pada tubuh biota air (Purnawan, dkk. 2013). Logam merkuri dalam tubuh mikroorganisme dapat terakumulasi oleh proses bioakumulasi dan biomagnifikasi, sehingga kadar merkuri dapat mencapai tingkat yang sangat berbahaya bagi kesehatan biota air ataupun makhluk hidup lainnya yang memakannya (Harizal, 2006). Sedangkan di dalam kelompok padi-padian tidak ada proses biakumulasi merkuri, sehingga kadar merkuri tidak akan berlipat ganda karena proses bioakumulasi ataupun biomagnifikasi. Akan tetapi tumbuhan padi merupakan tumbuhan hiperakumulator yang dimana akar dari tumbuhan
123
padi dapat menyerap logam dengan penyerapan tinggi dan langsung didistribusikan kedalam tajuk, sehingga pada tanaman padi akan ditemukan kadar logam yang tinggi pada akar dan tajuk jika tumbuhan tersebut tercemar logam (Fellen, 2000). Akar pada tumbuhan hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang tinggi terhadap unsur logam tertentu, sistem translokasi unsur dari akar ke tajuk pada tumbuhan hiperakumulator lebih efisien dibandingkan dengan tanaman normal (Gabbrielli, 1991). Tetapi, tumbuhan padi tidak efektif sebagai tumbuhan hiperakumulator untuk parameter merkuri (Hidayati, 2005). Namun meskipun bukan jenis tumbuhan hiperakumulator untuk parameter merkuri, pada dasarnya tumbuhan padi merupakan tumbuhan hiperakumulator yang tetap dapat menyerap merkuri dari air dan tanan yang tercemar. Sehingga jika tumbuhan padi yang tercemar merkuri terkonsumsi oleh manusia tetap berpeluang untuk menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan, karena sifat dasar merkuri yang dapat berakumulasi di dalam tubuh manusia. Berkaca dari permasalahan kesehatan dunia sebelumnya di Guatemala dan Rusia terjadi outbreak keracunan merkuri karena mengkonsumsi padipadian yang telah terkontaminasi oleh merkuri (Putranto, 2011). Keracunan merkuri dapat dilihat dari kadar merkuri dalam rambut, seperti penelitian yang dilakukan oleh Junita (2013) dan Rokhman (2013). Hal ini mengartikan bahwa walaupun tidak terjadi proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi dalam beras, besaran jumlah intake atau konsumsi beras
124
tetap dapat mempengaruhi dan berhubungan dengan risiko kesehatan yang dapat diukur melalui kadar merkuri dalam rambut. Diperkuat oleh Inswiasri (2011) yang menyatakan bahwa nilai intake Hg berhubungan dengan tingkat risiko kesehatan, risiko gangguan saraf pada kelompok penambang lebih tinggi dibanding dengan kelompok non penambang, hal ini dikarenakan adanya intake Hg yang berlebihan seperti minum air, makan ikan, dan menghirup udara yang telah tercemar Hg. Menurut Sudarmadji (2006) absorbsi dapat dipengaruhi oleh faktor diet seperti intake logam berat, vitamin D, protein, ataupun kalsium. Sehingga dapat diartikan pola konsumsi makanan atau paparan logam berat yang masuk kedalam tubuh melalui oral, inhalasi ataupun lainnya berpengaruh terhadap tingkat kesehatan manusia. Nilai EWI dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu dipengaruhi oleh konsentrasi risk agent pada sebuah media, laju asupan atau konsumsi per minggu individu, dan berat badan individu (JECFA, 2011). Berbeda lagi dengan menurut IPCS (2010) besarnya nilai intake konsentrasi logam berat per hari dapat dipengaruhi oleh konsentrasi, laju asupan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan berat badan. Perbedaan ini dikarenakan EWI hanya bertujuan untuk mengetahui estimasi jumlah intake suatu unsur yang masuk kedalam tubuh setiap minggunya dan dibandingkan dengan nilai toleransi intake mingguan suatu unsur didalam tubuh. Akan tetapi formula intake IPCS (2010) bertujuan untuk mengetahui jumlah intake suatu unsur kedalam tubuh dapat menimbulkan efek risiko kesehatan atau tidak (kanker atau nonkanker). Dari kedua formula ini menjelaskan bahwa
125
intake mingguan ataupun perhari dapat mempengaruhi tingkat kesehatan manusia yang terpapar oleh suatu unsur risk agent. Berdasarkan The Joint FAO/ WHO Expert Committer on Food Additives
(2011) reference dose untuk EWI parameter merkuri yaitu
0,0004 mg/kg/minggu. Dikaitkan dengan penelitian ini, nilai EWI merkuri dalam beras pada masyarakat Desa Bantarkaret diatas batas yang diperbolehkan oleh FAO ataupun WHO. Sehingga walaupun peran EWI dalam mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut renda, tetapi asupan secara terus menerus akan berpeluang terhadap akumulasi merkuri dalam tubuh yang dapat menyebabkan risiko kesehatan seperti gangguan neurologis dan lainnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2015) mendapatkan hasil bahwa nilai intake mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai tingkat risiko (RQ) dibuktikan dengan P value =0,000. Diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan Stoeppler (1992) membutktikan bahwa pajanan 30-50 g Cd perhari untuk orang dewasa berhubungan dengan peningkatan risiko kelainan tulang, kanker, kelainan fungsi ginjal, dan hati (p value<0,05). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai intake mempunyai hubungan bermakna dengan kadar merkuri dalam rambut (p value =0,008). Hal ini mengartikan bahwa semakin tinggi nilai EWI maka semakin berpengaruh terhadap kadar merkuri dalam rambut yang dapat berakumulasi dalam tubuh dan menimbulkan gangguan kesehatan. Atas hal ini, disarankan kepada Dinas Kesehatan Bogor untuk
126
menyelenggarakan program penyuluhan kepada masyarakat terkait bahaya logam berat terlebih logam merkuri yang telah mencemari lingkungan dan kepada Dinas Kesehatan Lingkungan untuk melakukan kegiatan surveilans terkait mutu lingkungan beserta bioremediasinya.
127
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya terkait hubungan intake mingguan merkuri dalam beras dan faktor lainnya yang berhubungan tentang kadar merkuri dalam rambut pada masyarakat di Desa Bantarkaret Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor Tahun 2017, dapat disimpulkan bahwa: 1. Rata-rata kadar merkuri dalam rambut responden yaitu sebesar 6,248 ppm. 2. Gambaran Faktor karakteristik individu lainnya: a. Rata-rata usia responden yaitu termasuk kedalam usia dewasa (42 tahun) b. Paling banyak responden pada penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan. c. Sebagian besar responden memiliki status pendidikan akhir yaitu sekolah dasar. d. Sebagian besar responden bekerja sebagai penambang emas illegal atau gurandil. 3. Gambaran Faktor Pola Aktivitas: Rata-rata durasi pajanan responden lama karena menetap tidak berpindahpindah yaitu 21 tahun. 4. Gambaran Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras lokal: a. Rata-rata kadar merkuri dalam beras sebesar 0,022 ppm b. Rata-rata laju asupan beras perminggu responden yaitu 1769 gr/kg.
128
c. Rata-rata berat badan responden yaitu 59,72 kg. d. Rata-rata nilai Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras pada responden perminggu yaitu 0,616 gr 5. Berdasarkan hasil analisis bivariat, maka: a. Tidak ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam rambut dengan usia responden. b. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam rambut dengan jenis kelamin responden. c. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam rambut dengan status pendidikan. d. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam rambut dengan jenis pekerjaan responden e. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam rambut dengan durasi pajanan responden. f. Ada hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam rambut dengan nilai Estimated Weekly Intake (EWI) merkuri dalam beras lokal. 7.2. Saran 7.2.1. Bagi Dinas Kesehatan Bogor dan Puskesmas Nanggung 1. Melakukan program penyuluhan terkait bahaya logam berat terutama logam berat merkuri untuk kesehatan manusia karena proses pembuangan merkuri ke lingkungan atau pembakaran amalgam. Penyuluhan tersebut dapat menggunakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran kadar merkuri dalam rambut
129
responden dan kadar merkuri dalam beras, sebagai gambaran bahwa merkuri
yang digunakan untuk melakukan proses
amalgamasi dalam aktivitas penambangan emas dapat mencemari lingkungan dan masuk kedalam tubuh, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya. 2. Perlu dilakukannya surveilans dan pemetaan terhadap wilayah persawahan yang telah tercemar untuk mencegah masyarakat terserang gangguan kesehatan akibat pajanan merkuri secara masal. 3. Perlu dilakukannya penyuluhan kepada seluruh masyarakat yang tinggal di Kecamatan Nanggung terkait bahaya logam merkuri pada tubuh. 7.2.2. Bagi Badan Lingkungan Hidup (BLHD) Bogor, Kecamatan Nanggung, dan Kelurahan Bantarkaret 1. Membuat pelatihan terkait keterampilan yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan atau membuat lapangan pengerjaan, sehingga dapat menurunkan aktivitas penambangan liar. 2. Berkerjasama dengan lintas sektor untuk melakukan bioremediasi tanah persawahan yang telah tercemar oleh logam merkuri. 3. Memberikan solusi yang dapat membantu kegiatan penambangan dan pengolahan emas dapat tetap berjalan dengan menggunakan teknologi serta teknik pengolahan emas yang tepat sehingga pencemaran lingkungan dapat dihindari.
130
7.2.3. Bagi Masyarakat 1. Mengurangi aktivitas penambangan emas menggunakan teknik amalgamasi. 2. Mengurangi paparan dengan merkuri, dengan cara memakai APD pada proses penambangan. 3. Mengganti sumber beras dari wilayah yang tidak tercemar merkuri atau mengurangi asupan beras yang bersumber dari kawasan persawahan yang tak tercemar oleh merkuri.
131
DAFTAR PUSTAKA Adiwijayanti, Betti Ronayan. 2015. Hubungan Karakteristik Individu Terhadap Kadar Timbah dalam Darah dan Dampaknya Pada Kadar Hemoglobin Pekerja Percetakan Di Kawasan Megamall Ciputat. UIN Jakarta- Tangerang Selatan Ahmad, K. 1990. Budidaya Tanaman Padi.Kanisius; Yogjakarta Albasar, dkk. 2012. Pajanan Merkuri (Hg) Pada Masyarakat Di Kelurahan Poboya Kota Palu Sulawesi Tengah. Makasar:TT Alfian, Zul. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya Bagi Kesehatan Manusia dan Lingkungan. USU; Medan Andi, dkk. 2010. Kontaminasi Merkuri Pada Sampel Lingkungan dan faktor Risiko Pada Masyarakat Dari Kegitaran Penambangan Emas Skala Kecil Krueng Sabe Provinsi Aceh. UGM; Jogja Andri, dkk. 2011. Kadar Merkuri pada Rambut Masyarakat di Sekitar Penambangan Emas Tanpa Izin. Semarang: Undip Jurnal Media Medika Indonesia volume 45, Nomor 3, Tahun 2011 Apriliyani, Fani. 2014. Analisis Kandungan Logam Berat Pada Ikan Tengiri Scomberomorus commersonni (Lacepede, 1800) di Perairan Pesisir Tangerang. IPB; Bogor Ariani, Mewa. 2010. Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat Mrndukung Pencapaian diversifikasi Pangan. BTP Banten; Banten ATSDR. 1999. Toxilogical Profil For Mercury. AGF; Atlanta-Georgia ATSDR. 2005. Public Health Assessment Guidance Manual 2ed. TT;TT
132
Badan Pusat Statisti/BO, 2002. Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia. BPS; Jakarta Balihristi Provinsi Gorontalo. 2013. LAKIP. Gorontalo: Kepemerintahan BAPEDAL. 2001. Pusat Pengembangan dan Penerapan Amdal. Aspek Lingkungan Dalam Amdal Bidang Pertambangan. Bapedal; Jakarta Basuki, Rofik S. (1981). Anatomi dan Fisiologis Rambut. Brahtakarya; Jakarta BKP. 2012. Laporan Tahunan Badan Keamanan Pangan. Kementrian Pertanian; Jakarta BPS. 2009. KBJI 2009 Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia. Direktorat Klasifikasi Statistik. Jakarta Cahyaningsih, Ratna. 2008. Analisis Pola Konsumsi Pangan Di Provisi Jawa Barat. IPB; Bogor Chamid, dkk. 2010. Kajian Tingkat Konsentrasi Merkuri (Hg) Pada Rambut Masyarakat Kota Bandung. Eksata; Bandung (Prosiding SNaPP 2010 Edisi Eksata- ISSN: 2089-3582) Chyaningsih, Ratna. 2008. Analisis Pola Konsumsi Pangan Di Provinsi Jawa Barat. IPB; Bogor Coelho, dkk. 2012. Significance, Prevention and Control of Food Related Diseases. Chapter 4 “Potential Exposure and Risk Associated With Metal Contamination
in
Foods.TT;TT
(http://www.intechopen.com/books/significance-prevention-and-control-offood-related-diseases/potential-exposure-and-risk-associated-with-metalcontamination-in-foods)
133
Connel, Des. W dan Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta : UI Press Cope, WQ Leidy RB, and Hodgson E. (2004). Classes of Toxicants : Use Classes. In E. Hodgson. A Textoook of Modern Toxicology, 3rd ed. New Jersey : John Wiley & Son.
Darmono. 1999. Logam dalam Sistem Biologi Mahkluk Hidup. Jakarta: UIPress. Daud, et al. Risk Of Heavy Metals (Hg, Cd, As) On Marine Sediment, Fish and Shells to Health of Community in Coastal Makasar. UHO. Kendari Dewi, N R. 2013. Hubungan riwayat Paparan Merkuri dengan Gangguan Keseimbangan Tubuh Pada Penambang Emas Tradisional di Deda Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogri. Jurnal Kesehatan Lingkungan Djafri, Defriman. 2014. Prinsip dan Metode Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Vol 8 (2) Hal 99-103. Djamaluddin, dkk. 2012. Potensi Prospek Peningkatan Nilai Tambah Mineral Logam Indonesia (Suatu Kajian Terhadap Upaya Konservasi Mineral). Makasar: UNHAS Edward, dkk. 2004. Impact of Clinical Placememnt location on Nursing students Competence and preparedness for practice. School of Nursing: Australia Endrinaldi. 2009. Logam-Logam Berat Pencemar Lingkungan dan Efek Terhadap Manusia. EPA. 1997. Exposure Factors Handbook. Environmental Protection Agency: United State
134
Erdanang, Eva. 2016. Hubungan Kadar Merkuri (Hg) dalam Tubuh Terhadap Penurunan
Fungsi
Kognitif
Pada
Pekerja
Tambang
Emas
Desa
Wumbubangka Kec. Rarowatu Utara Kab. Bombana Tahun 2016. Kendari; Universitas Halu Oleo Fahmi, dkk. TT. Paradigma Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. TT;TT (diakses di: http://repository.ut.ac.id/4376/1/LING1131-M1.pdf pada 17 Maret 2017 pukul; 12.07 WIB) Feler, AK. 2000. Phytoremediation of Soils and Waters Contaminated with Arsenical From Former Chemical Warfare Installations. New York Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta Fathi, et al. 2013. Trace Metals in Muscle, Liver, and Gill Tissues of Marine Fishes From Mersing Eastern Coast of Peninsular Malayasia.TT; Malaysia Fuad, dkk. 2016. Produktivitas Lahan Sawah dalam Pemenuhan Kebutuhan Beras Penduduk di Kecamatan bojong Kabupaten Tegal;.TT;TT Gabbrielli, dkk. 1991. Accumulation Mecanisms and Heavy Metal Tolerance of a Nickel Hyperaccumulator. J Plan Nutr Grandjean P. Mercury risks: controversy or just uncertainty? Public Health Rep 1999. TT;TT pada hal: 114: 512-5. Grandjean, E and K. Kogi. 1972. Introductory Remarks. Kyoto Symposium on Methodology of Fatique Assessment. Industrial Fatique Research cominittee of the Japan Assesment of Industry Health, Japan. Hadi, M. Choirul, 2013. Bahaya Merkuri Di Lingkungan Kita. Poltekes Denpasar; Denpasar-Jurnal Skala Husada Vol. 10 No. 2 Tahun 2013, Hal: 175-183
135
Halimah, dkk. 2001. Pencemaran Merkuri di Sungai Cikaniki Akibat Aktivitas Penambangan Emas Tradisional di Kawasan Gunung Pongkor Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan. Halaman 286 – 292. Hardywinoto & Setiabudi. 2005. Panduan Gerontologi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Harizal. 2006. Studi Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Kerang Hijau(Perna Viridis l) Sebagai Bio Monitoring Pencemaran Di perairan PantaiBanyu Urip Kecamatan Ujung Pangkah Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Laporan Skripsi,Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Brawijaya: Malang. Hartono, Wahyu. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut pada Pekerja Lablatorium di Balai Laboratorium Kesehatan Bandar Lampung Tahun 2003. UI; Depok – thesis Hasmori, dkk. 2011. Pendidikan Kurikulum dan Masyarakat; Satu Ingrasi. Universitas Teknologi Malaysia; Kuala Lumpur – Journal of Afupres, Vol 1 Tahun 2011 Hendrasarie, Novirina dan Cahyarani. 2008. Kemampuan Self Purification Kali Surabaya, Ditinjau dari Parameter Organik Berdasarkan Model Matematis Kualitas Air. Surabaya : Universitas Pembangunan Nasional Veteran Heriamariaty, 2011. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Air Akibat Penambangan Emas di Sungai Kahayan. TT;TT – Mimbar Hukum Volume 23, No. 3 Tahun 2011 Hal. 431-645
136
Hidayat, dkk. 2008. Analisis Unsur Cu dan Zn Dalam Rambut Manusia Dengan Spektrofotomeri Serapan Atom (SSA). Hidayati,
Nuril.
2005.
Fitoremediasi
dan
Potensi
Tumbuhan
Hiperakumulator. LIPI; Bogor . ISSN: 0854-8587 Hidayati, Ervina Nur. 2013. Perbandingan Metode Destruksi Pda Analisis Pb Dalam Rambut Dengan AAS. UNS; Semarang Hindersah, R. 2004. Potensi Rizobakteri Azotobacter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal natural Indonesia Hungu. 2007. Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Penerbit Grasindo. Inswiasri. 2008. Paradigma Kejadian Penyakit Pajanan Merkuri. Puslitbang: Bogor- Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 7 No. 2 Tahun 2008 Inswiasri.
2011.
Pengendalian
Risiko
Kesehatan
Karena
Panan
TrasionalPada Kegiatan Tambang Emas Tradisional Di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. IPCS. 2004. RiskAssessment Teminology. IPCS Harmony Project; Geneva IPCS. 2010. Characterization and Application of Physiologically Based pharmacokinetic Models in Risk Assessment. IPCS Harmonization Project; Canada Irwan, 2009. Toksisitas dan Transformasi Merkuri. TT;TT – Dapat diakses: http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_anorganik1/khelasimerkuri/toksisitas-dan-transformasi-merkuri/ Ismawati, dkk. 2013. Titik Rawan Merkuri di Indonesia. Bali; Bali Fokus Juhaeti, dkk. 2005. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk Fitoremediasi Lahan dan Air Terdegredasi Penambangan Emas. LIPI; Bogor
137
Juhaeti, dkk. 2005. Karakteristik Jenis Tumbuhan pada vegetasi di lokasi tailing pond Pasir Gombong PT.ANTAM dan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Cikotok. Laporan Teknik, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi – LIPI. Juliawan.
2006.
Pendataan
Penyebaran
Merkuri
Pada
Wilayah
Pertambangan Di Daerah Pongkor, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. PSDG; Bali Junita, Nita R. 2013. Risiko Keracunan Merkuri (Hg) pada Pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Cisarua Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2013. Jakarta; UIN Jakarta Kamitsuka, dkk. 1984. Metallic Mercury Poisoning. Wet hum Toxicol Kartasapoetra, G., dkk. 1988. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Kedua. Bina Aksara. Jakarta Kemendikbud,
2016.
Laporan
Kinerja.Kemerntrian
Pendidikan
dan
Kebudayaan Tahun 2015. Mendikbud; Jakarta Kementrian
Kesehatan.
2012.
Pedoman
Analisis
Risiko
Kesehatan
Lingkungan (ARKL). Direktorat Jenderal PP dan PL: Kementrian Kesehatan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. HK. 00.06.1.62.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cmaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. BPOM; Jakarta KLH Kabupaten Landak. 2009. Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) (Kerusakan Alam, Kekeruhan Sungai, Ancaman Merkuri. TT; KLH Landak Kurnia, dkk. 2009. Teknologi Pengendalian Pencemaran Lahan Sawah. TT;TT
138
Lestarisa, Trulianty, 2010. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri (Hg) Pada Penambang Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan. UNDIP; Semarang Lihawa dan Mahmud. 2012. Sebaran Spasial dan Temporal Kandungan Merkuri Pada Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Kabupaten Bone Bolango. Gorontalo; UNG LIPI, 2004. Kajian Pencemaran Merkuri Akibat Pengolahan Bijih Emas Di Sungai Cikaniki Sub. Das Cisadane, Bogor. LIPI; Bogor Lubis, Halida Sari. 2002. Toksisitas Merkuri dan Penanganannya. Sumatera Utara. USU Mahmud, dkk. 2014. Kajian Pencemaran Merkuri terhadap Lingkungan di Kabupaten Gorontalo Utara. Gorontalo; UNG Mangampe, dkk. 2014. Analisis Risiko Merkuri (Hg) Dalam Ikan Kembung Dan Kerang darah Paa Masyarakt Di Wilayah Pesisir Kota Makasar. UNHAS; Makasar Masywati, Sri. 2011. Hubungan Beberapa Faktor Pekerjaan Dengan Kadar Merkuri (Hg) Dalam Darah Pekerja Penambang Emas DI Dusun Karangpaningal Desa Karanglayung Kecamatan Karangjaya Kabupaten Tasikmalaya. UNSIL; Bandung Maywati. 2013. Hubungan Faktor Pemajanan (Masa Kerja, dan Ventilasi) Dengan Kadar Fenol Urin Pekerja Bagian Pengeleman Pada Indusrti. Universitas Siliwat
139
Mirdat, dkk. 2013. Status Logam Berat Merkuri (Hg) Dalam Tanah Pada Kawasan Pengolahan Tambang Emas di Kelurahan Poboya, Kota Palu.. Universitas Tadula; Palu Munir dkk., 2000. Analisis Pengaktifan Neuron untuk Menentukan Laju Akumulasi Emisi Pb dari Kegiatan Transportasi. Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Dipenogoro, Semarang NIMD Annual Report 2015. National Institute for Minamata Disease. Ministry or the Environment Japan Nina, Widiana. 2007. Konsentrasi Merkuri di Lingkungan dan Rambut Serta Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Penambang dan Pendduk di Wilayah PETI Pongkor, Bogor. UI; Jakarta Nothoadmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta Book; Jakarta Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta. Palar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka cipta. Jakarta. 78-86. Palar, Heryando. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta, Jakarta. Palar, Heryando. 2012. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta. Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 tahun 2016 Tentang Standar Poses Pendidikan Dasa dan Menengah
140
Peraturan Pemerintah RI No. 101. 2014. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Kemenhum; Jakarta Pettrucci, R. H. 1982. General Chemistry (3 rd ed).New York: Mc. Millan Publishing Co. Phillippe, Gradjean dkk (2005). Umbilical Cord Mercury oncentration as Biomarke of Prenatal Exposure to Methylmercury. TT;TT- Environmental Health Prespective Vol 111 no. 7, july 2005. PP RI No. 74 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. TT ;Jakarta PP RI Nomor. 82 Tahun 2001 tenang Pengelolaan Kualitas Air dan Penendalian Pencemaran Air. PERMENRI; Jakarta Pranata, Hari Agus. 2015. Prakiraan Risiko Kesehatan Sebgai Dampak Flouride (F) Pada Sumber Air Minum yang di Konsumsi Siswa Kelas 6 Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Setu Tangerang Selatan Tahun 2015. UIN; Jakarta Purnawan, dkk. 2013. Distribusi
Logam Merkuri Pada Sedimen Laut di
Sekitar Muara Sungai Poboya. Universitas Tadulako; Manado – Online Journal of Natural Science, Vol 2 (1) tahun 2013 Putranto, Thomas Triadi. 2011. Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Air Tanah. Semarang: UNDIP Jurnal tknik- Vol 32 No. 1 Tahun 2011, ISSN 0852-1697 Rahman, A. 2007. Public Health Assessment: Model Kajian Prediktif Dampak Lingkungan dan Aplikasinya untuk Manajemen Risiko Kesehatan. ARKL. Jakarta, Indonesia: Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri FKM-UI.
141
Ramadani, dkk. 2009. Alcohol consumption bywomen before and during pregnancy. Matern Child Health J Rencanan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. 2013. Studi Pendahuluan.; Jakarta Rianto, Sugeng. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri Pada Penambang Emas Tradisional Di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. Semarang: UNDIP Risher, dkk. 2002. Organic mercury coupunds: human exposure and its relevance to public. Pubmedhealth. Riskesdas. 2012. Penyakit Tidak Menular. KemenKes. RI; Jakarta Roger, dkk (1984). Water Analysis: Inorganic Species. 2nd. Florida; Academic Press-dapat
diakses:
https://books.google.co.id/books?id=soBYYgU25O4C&pg=PR11&lpg=PR11 &dq=Water+Analysis:+Inorganic+Species.+2nd.+Roger&source=bl&ots=Sl_ yXOM9Jy&sig=Td7CfTfLg_5YUtraSdYDedYnaK8&hl=id&sa=X&redir_esc =y#v=onepage&q=Water%20Analysis%3A%20Inorganic%20Species.%202n d.%20Roger&f=false Rokhman, Agung T. 2013. Faktor-Faktor yang BErhubungand engan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar Penambangan Emas Tanpa izin (PETI) di desar Malasari, Kecamatan Nanggung. Kab Bogor 2013. Jakarta; UIN Jakarta Rostamailis. 2008. Tata Kecantikan Rambut. Direktoran Pembinaan Sekolah menengah. Jakarta Rukaesih, Achmad. 2004. Kimia Lingkungan. ANDI; Yokyakarta
142
Rumatoras, dkk. 2016. Analisis Kadar Merkuri (Hg) Pada Rambut Penduduk Desa Kayeli, Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijim di Areal Gunung Botak, Kab bu-Prov Maluku. Patimura Province; Ambon Rusli, dkk, 2010. Sistem Pelaksanaan Pengawasan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Melalui Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Kuantan Singigi. Universitas Riau; Riau Safitri, Feela Zaki. 2015 Tingkatan Efek Kesehatan Lingkungan Kadmium Logam Berat Kadmium (Cd) pada Kerang Hijau (Perna widiris) yang dikonsumsi masyarakat Kaliade Muara Angke Jakarta Utama 2015. UiN Jakarta;; Tangerang Selatan Salawati, Liza. 2015. Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. Universitas Syiah Kuala Banda Aceh: Aceh – Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol. 15 No. 2 Tahun 2015 Santoso, B. 2012. Dampak aktivitas transportasi terhadap kandungan timbal didalam rambut polisi lalu lintas kota besar semarang. UNDIP; Semarang Sarna, dkk, 2014. Kadar Merkuri Rambut Anak Sekolah di Sekitar Tambang Emas Daerah Sulawesi Tengah. U. Sam Ratulangi; Medan – Jurnal Eclinic Vol.2 No. 1 Tahun 2014 Selid, dkk , 2009. Sensing Mercury for Biomedical Monitoring. 5459 and Environmental Sensor.9.5446. TT;TT Siallagan, M B, 2010. Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas Di Gunung Pongkor (Studi Kasus: Desa Cisarua, Malasari, dan Bantarkaret di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor). IPB; Bogor
143
Siahaan, dkk. 2014. Fitoremediasi Tanah Tercemar Merkuri Menggunakan Lindernia crustacean, Digitaria radia radicossa, dan Cyperus rotundus Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan dan PRoduksi Tanaman Jagung. Unbraw; Malang Sianipar. 2009. Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan thaun 2009. UNSU; Padang SNI 7387. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan. BSN; Jakarta Soepardiman. 2010. Kelainan Rambut. Balai Penerbit FKUI; Jakarta Stoeppler, M. 1992. Hazardous Metals in the Environment, Elsevier Science Publishers B.V. 2: London. Sudarmadji, Adji. 2006. The Distribution of Flood Hydrograph Recession Constant of Bribin River for Gunung Sewu Karst Aquifer Characterization. Gunung Sewu-Indonesian Cave and Karst: Yogyakarta Sudarmaji, dkk. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. TT: TT Jurnal Kesling Vol 2 No. 2 Tahun 2006 Hal 129-142 Suganda et al. 2002. Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil Untuk Kelestarian Lahan Sawah. Balai Penelitian Tanah: Bogor. Sugianti, dkk (2014). Penyebaran Cemaran Merkuri pada Tanah Sawah Dampak Pengolahan Emas Tradisional di Pulau Lombok NTB. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat; NTB - ISBN: 979-587529-9
144
Suhartiningsih, 2004. Mewaspadai Jebakan Swasembada Beras. TT;TT Suparyono dan Agus Setyono, 1993. PADI. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Suseno, Heny dan Pangabean, Sahat M, 2007. Merkuri: Spesiasi dan Bioakumulasi pada Biota Laut. TT; TT – Jurnal Ternologi Pengelolaan Limbah, Vol 10 N0 1 Tahun 2007 ISSN 1410-9565 Sutono, dkk. 2001. Pengaruh Air Limbah Industri Tekstil terhadap Perubahan Sifat Tanah dan Kualitas Beras. Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk di Cisarua 30 – 31 Oktober 2001. TT;TT Sutoyo, S. Kurnia, U. 2013. Identifikasi Kerusakan Lahan Sawah Di
Rancaekek Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Diterbitkan pada Prosiding Seminar Nasional Pertanian Ramah Lingkungan. Hal. 283-296.
Sutoyo. 2011. Hakekat Media Penyuluha Pertanian. Tabrizian, Igor (2010). Rambut Bisa Menyikap Adanya Racun. TT; TT Telmer, Kevin. 2007. World Emissions Of Mercury From Small Scale and Artisanal Gold Mining and The Knowledge gaps about them. Universiti of Victoria; Canada Toribara, T. Y. & Jackson, D. A. 1982. Nondestructive X-Ray Fluorescence Spectrometry for Determination of Trace Elements Along a Single of Hair Analytical Chemistry Vol. 54, No. 11. Tugaswati, Tri, dkk. 1997. Studi Pencemaran Merkuri dan Dampaknya terhadap Kesehatan Masyarakat di Daerah Mundu Kabupaten Indramayu. Jakarta: Balitbangkes Tugaswati, Tri. 2006. Tantangan Reformasi Spesifikasi Bahan Bakar. Bensin Tanpa Timbal Melalui Kebijakan Harga. TT: TT
145
Udin, Khiuril Anwar. 2010. Hubungan Tingkat Pendidikan dan jenis pekerjaan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Desa Jetis Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar tahun 2009. UNS; Surakarta US EPA. 1997. Exposure Factor Vol. 1. Environmental Protection Agency; Washington DC US EPA. 2001. Toxics Release Inventoru (TRI). Public Data Release Executive Summary. Waldicuk. 1974. Some Biological Concern In Heavy Metals Pollution. Physiology Of Marine Organism Academic. Press Inc: New York Warsono, Soemadi,. 2000. Hubungan Antara Bahan Tambal Amalgam Pada Gigi Susu dengan kadar Merkuri dalam Urin, Pengunjung Poliklinik Bagian Gigi Anak. UI; Jakarta WHO. 2008. Preventing Disease Through Healty Environment, Mercury in Skin
Lightenig
Products.
http://www.who.int/ipcs/assessment/public_health/mercury_flyer.pdf Widaningrum, dkk. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. BBP; Pengembangan Pascapanen Pertanian..- Buletin Teknologi Pacapanen Pertanian Vol. 3 2007 Widiowati, S. 2008. Karakteristik Beras Instan Fungsional dan Peranannya dalam
Menghambat
Kerusakan
Pankresas.TT;TT-
Edisi
No.
52/XVII/Oktober-2008 Widowati, dkk. 2008. Penurunan Inddeks Glikemik Berbagai Varietas Beras Melalui Proses Pratanak. IPB; Bogor
146
Widowati, Wahyu. 2008. Efek Toksikologi Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta; Penerbit Andi Wirasuta, I Made A G, (2006). Toksikologi Umum. Uiversitas Udayana; Bali Wongkar, dkk (2014). Analisis Klorin Pada Beras yang Beredar Di Pasar Kota Manado. UNSRAT; Manado – Pharmacon Jurnal ilmiah Farmasi Vol. 3 No. 3 Agustus 2014 ISSN 2302-2493 Wurdiyanto, G. 2007. Merkuri, Bahayanya dan Pengukurannya. Buletin Alara 9, (1,2). www.bi.go.id. StatistikEkonomiMoneter Indonesia Yeates, dkk. 2009. Pediatric Neuropsychology, Second Edition. Gouilford Press. TT Yoga, dkk. 2014. Pengaruh Pencemaran Merkuri di Sungai Cikaniki Terhadap Biota Trichoptera (INSEKTA) Yoyok, dkk. 2009 Pengaruh Aktivitas Antropogenik di Sungai Cikaniki (Jawa Barat) terhadap Komunitas Fauna Makrobentik. Junral Limnotek, 2009, Vol, XVI, No. 2 h. 153-166
147
LAMPIRAN
KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR MERKURI DALAM RAMBUT PADA MASYARAKAT DESA BANTARKARET KECAMATAN NANGGUNG KABUPATEN BOGOR TAHUN 2017
Assalamualaikum Wr. Wb. Perkenalkan saya Destinia Putri mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian mengenai “FAKTORFAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR MERKURI DALAM RAMBUT PADA MASYARAKAT DESA BANTARKARET KECAMATAN NAGGUNG KABUPATEN BOGOR TAHUN 2017. Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kesehatan Masyarakat. Untuk itu, saya memohon kesediaan Saudara untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dengan jujur dan kesediaan waktu anda untuk dapat saya wawancarai. Seluruh jawaban akan dijamin kerahasiaannya. Selain menjawab pertanyaan saya akan meminta sampel rambut sebanyak minimal 5 gram untuk wanita dan 2 gr untuk laki-laki. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih
Wassalamualaikum Wr. Wb
Pewawancara
………………… (Tanda Tangan/Nama Jelas)
Responden
……………………. (Tanda Tangan/Nama Jelas)
148
KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR MERKURI DALAM RAMBUT PADA MASYARAKAT DESA BANTARKARET KECAMATAN NANGGUNG KABUPATEN BOGOR TAHUN 2017
Petunjuk Pengisian:
Bacalah setiap pertanyaan dan setiap pilihan jawaban dengan seksama Isilah setiap pertanyaan sesuai dengan kondisi anda saat ini dengan jujur pada kolom jawaban Neri tanda silang (x) pada jawaban yang anda pilih pada kolom jawaban yang tersedia
A. Identitas Responden A1.
No. Responden
(Diisi oleh peneliti)
A2.
Nama
A3.
Alamat
A4.
No. Handphone
A5.
Tinggi Badan
……………. cm
A6.
Berat Badan
……………. kg
B. Daftar Pertanyaan No.
Pertanyaan
Jawaban Responden
Diisi oleh peneliti
B1.
Berapakah Umur Anda
...... Tahun
B1 (
)
B2 (
)
sekarang? B2.
Apa pendidikan formal terakhir Anda?
1. 2. 3. 4. 5.
Tidak Sekolah SD/MI SMP/MTs SMA/ SMK/ MA Perguruan Tinggi (D3/D4/S1/dst)
149
B3.
Apa jenis pekerjaan Anda?
1. Penambang Emas
B3 (
)
B4 (
)
…………kali/hari
B5 (
)
…….kali/minggu
B5 (
)
……… porsi
B7 (
)
…..……gram
B8 (
)
2. Bukan Penambang emas B4.
Apakah anda mengkonsumsi
1. Ya
beras lokal?
2. Tidak (lompati pertanyaan B7)
B5.
Jika ya, berapa kali dalam sehari anda makan?
B6.
Berapa kali dalam seminggu anda makan nasi dari beras lokal?
B7.
Dalam sekali makan berapa porsi nasi yang anda makan?
B8.
Untuk sekali makan nasi, berapa gram beras yang anda
Diisi oleh
makan? B9.
Sudah berapa lama Anda
peneliti .................. Tahun
B9 (
)
B10(
)
B11 (
)
tinggal di lingkungan ini? B10
Apakah Anda pernah
1. Ya
mengalami keluhan sakit
2. Tidak(lompati
selama 3 bulan terakhir? B11
Jika ya sebutkan
pertanyaan B11) …………………………..
150
FOOD MODEL Pengukuran per porsi nasi
151
Amalgamator & Pembuangan langsung Kelahan Sawah
152
Descriptives JK
Statistic
K Laki Laki
Mean
o
95% Confidence Interval for Mean
n
Std. Error
11,18313 Lower Bound
7,83875
Upper Bound
14,52750
1,569061
s 5% Trimmed Mean
10,60514
e Median
9,37500
Variance
39,391
n t r
Std. Deviation
6,276243
a
Minimum
4,620
s
Maximum
28,150
i
Range
23,530
Interquartile Range
8,105
Skewness
1,562
,564
Kurtosis
2,462
1,091
4,22359
,571090
M e r perempuan k u
Mean 95% Confidence Interval for Mean
r i
p
Lower Bound
3,06748
Upper Bound
5,37970
5% Trimmed Mean
3,78003
Median
3,57000
Variance
12,720
a Std. Deviation
3,566455
d Minimum
,500
Maximum
16,550
Range
16,050
a
R a
Interquartile Range
3,910
m
Skewness
1,948
,378
b
Kurtosis 4,466
,741
u t
153
Test Statisticsa Konsentrasi Merkuri pada Rambut Mann-Whitney U
44,000
Wilcoxon W
234,000
Z
-5,275
Asymp. Sig. (2-tailed)
,000
a. Grouping Variable: pekerjaan
Descriptives pekerjaan
Statistic
K Penambang Emas
Mean
o
95% Confidence Interval for Mean
n
Std. Error
8,17556 Lower Bound
6,35625
Upper Bound
9,99486
,896163
s 5% Trimmed Mean
7,53630
Median
6,51000
Variance
28,912
e n t r
Std. Deviation
5,376977
a
Minimum
3,090
s
Maximum
28,150
i
Range
25,060
Interquartile Range
5,655
Skewness
1,997
,393
Kurtosis
4,718
,768
2,59632
,810562
M e r Bukan Penambang k u
Mean 95% Confidence Interval for Mean
r i
p
Lower Bound
,89339
Upper Bound
4,29924
5% Trimmed Mean
1,93757
Median
1,68000
Variance
12,483
a Std. Deviation
3,533159
d Minimum
,500
Maximum
16,550
a
154
Range R a
16,050
Interquartile Range
1,370
Skewness
3,780
,524
15,352
1,014
m Kurtosis b u t
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Umur N
55
Normal Parametersa,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
41,64 15,154
Absolute
,087
Positive
,087
Negative
-,077
Test Statistic
,087 ,200c,d
Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
intake N
55 a,b
Normal Parameters
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
,1285802 ,06751652
Absolute
,115
Positive
,115
Negative
-,086
Test Statistic
,115
Asymp. Sig. (2-tailed)
,069c
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction.
Statistics Konsentrasi Merkuri pada Rambut
155
N
Valid
55
Missing
0
Mean
6,24818
Std. Error of Mean
,739399
Median
4,67000
Std. Deviation
5,483531
Variance
30,069
Skewness
1,826
Std. Error of Skewness
,322
Kurtosis
4,134
Std. Error of Kurtosis
,634
Range
27,650
Minimum
,500
Maximum
28,150
Sum
343,650
Statistics Umur N
Valid Missing
55 0
Mean
41,64
Std. Error of Mean
2,043
Median
40,00
Std. Deviation Variance
15,154 229,643
Skewness
,369
Std. Error of Skewness
,322
Kurtosis Std. Error of Kurtosis
-,639 ,634
Range
58
Minimum
20
Maximum
78
Sum
2290
156
Statistics laju asupan N
Valid
Berat Badan
durasi pajanan
intake
55
55
55
55
0
0
0
0
272,73
59,7218
35,64
,099399
9,519
1,58845
2,515
,0079806
Median
300,00
56,3000
35,00
,101652
Std. Deviation
70,592
11,78024
18,653
,0591856
4983,165
138,774
347,939
,004
Skewness
,444
,837
,003
,400
Std. Error of Skewness
,322
,322
,322
,322
-,877
,053
-,964
-,222
Std. Error of Kurtosis
,634
,634
,634
,634
Range
200
49,80
65
,2560
Minimum
200
40,20
5
,0098
Maximum
400
90,00
70
,2658
15000
3284,70
1960
5,4670
Missing Mean Std. Error of Mean
Variance
Kurtosis
Sum
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Konsentrasi Merkuri pada Umur N Normal Parametersa,b
55
55
41,64
6,24818
15,154
5,483531
Absolute
,087
,160
Positive
,087
,160
Negative
-,077
-,147
,087
,160
,200c,d
,060c
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Rambut
Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction. d. This is a lower bound of the true significance.
Descriptive Statistics Mean Konsentrasi Merkuri pada Rambut Umur
Std. Deviation
N
6,24818
5,483531
55
41,64
15,154
55
Correlations
157
Konsentrasi Merkuri pada Rambut Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
Umur
Konsentrasi Merkuri pada Rambut
1,000
-,016
Umur
-,016
1,000
.
,454
,454
.
Konsentrasi Merkuri pada Rambut
55
55
Umur
55
55
Konsentrasi Merkuri pada Rambut Umur
N
Variables Entered/Removeda
Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
Umur
b
Method . Enter
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada Rambut b. All requested variables entered.
Model Summary Model
R
R Square
,016a
1
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
,000
-,019
5,534316
a. Predictors: (Constant), Umur konsumsi makanan per minggu
estimasi logam berat Berat Badan
durasi pajanan
per minggu
55
55
55
55
0
0
0
0
Mean
1769,0909
59,7218
,6167
21,29
Median
1750,0000
56,3000
,5600
25,00
Std. Deviation
707,79332
11,78024
,26368
6,525
Minimum
700,00
40,20
,17
5
Maximum
3500,00
90,00
1,11
25
N
Valid Missing
Statistic
158
ANOVAa Mode l 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
,413
1
Residual
1623,318
53
Total
1623,732
54
F
Sig.
,413 ,013 30,629
a. De: Konsentrasi Merkuri pada Rambut
159
,908b
ANOVAa Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
204,043
1
204,043
Residual
1419,689
53
26,787
Total
1623,732
54
Sig. ,008b
7,617
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada Rambut b. Predictors: (Constant), estimasi logam berat per minggu
Model Summary Change Statistics Sig. F Adjusted R Model
R
1
,354a
R Square
Std. Error of the
Square
,126
Estimate
,109
R Square
Chan
Change
5,175575
F Change
,126
df1
7,617
df2 1
ge 53
,008
a. Predictors: (Constant), estimasi logam berat per minggu
Model Summary Change Statistics
Model 1
R
R Square
,464a
Adjusted R
Std. Error of
R Square
Square
the Estimate
Change
,215
,200
4,903951
F Change
,215
df1
14,518
df2 1
Sig. F Change 53
a. Predictors: (Constant), durasi pajanan
ANOVAa Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
349,149
1
349,149
Residual
1274,583
53
24,049
Total
1623,732
54
F 14,518
Sig. ,000b
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada Rambut b. Predictors: (Constant), durasi pajanan
160
,000
Descriptive Statistics N Konsentrasi Merkuri pada Rambut pendidikan
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
55
6,24818
5,483531
,500
28,150
55
2,29
1,048
1
5
Ranks pendidikan Konsentrasi Merkuri pada
Tidak Sekolah
Rambut
SD/MI
N
Mean Rank 7
24,86
38
32,36
SMp/MTS
1
52,00
SMA/SMK/MA
5
13,00
Perguruan Tinggi
4
4,88
Total
55
Test Statisticsa,b Konsentrasi Merkuri pada Rambut Chi-Square
18,042
df
4
Asymp. Sig.
,001
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: pendidikan
Statistics Kadar Merkuri Dalam Beras N
Valid Missing
10 0
Mean
,02200
Median
,00400
Std. Deviation
,056921
Minimum
,004
Maximum
,184
Coefficientsa
161
Standardized Unstandardized Coefficients
Model 1
B
Coefficients
Std. Error
Beta
t
(Constant) 1,702
1,789
7,372
2,671
,951
estimasi logam berat per minggu ,354
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada Rambut
162 Descriptivesa
2,760
pendidikan Konsentrasi
Tidak Sekolah
Statistic Mean
4,68714
Merkuri pada
95% Confidence Interval for
Lower Bound
1,72765
Rambut
Mean
Upper Bound
7,64664
5% Trimmed Mean
4,48683
Median
3,98000
Variance
10,240
Std. Deviation
SD/MI
1,209482
3,199988
Minimum
1,680
Maximum
11,300
Range
9,620
Interquartile Range
3,390
Skewness
1,757
,794
Kurtosis
3,641
1,587
7,32211
,916757
Mean 95% Confidence Interval for
Lower Bound
5,46458
Mean
Upper Bound
9,17963
5% Trimmed Mean
6,70278
Median
5,74500
Variance
31,937
Std. Deviation
SMA/SMK/MA
Std. Error
5,651271
Minimum
1,100
Maximum
28,150
Range
27,050
Interquartile Range
5,448
Skewness
1,881
,383
Kurtosis
4,263
,750
2,38000
1,220950
Mean 95% Confidence Interval for
Lower Bound
-1,00990
Mean
Upper Bound
5,76990
5% Trimmed Mean
2,22000
Median
1,58000
Variance Std. Deviation
7,454 2,730128
Minimum
,500
Maximum
7,140
Range
6,640
163
Perguruan Tinggi
Interquartile Range
3,960
Skewness
1,963
,913
Kurtosis
4,021
2,000
1,03750
,178810
Mean 95% Confidence Interval for
Lower Bound
,46845
Mean
Upper Bound
1,60655
5% Trimmed Mean
1,04000
Median
1,06000
Variance
,128
Std. Deviation
,357619
Minimum
,580
Maximum
1,450
Range
,870
Interquartile Range
,673
Skewness
-,369
1,014
Kurtosis
1,332
2,619
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) intake
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
2,258
1,324
40,147
11,470
t
,433
Sig. 1,706
,094
3,500
,001
a. Dependent Variable: Konsentrasi Merkuri pada Rambut
164
Tahapan Uji Laboratorium Parameter Merkuri
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kandungan kadar merkuri dalam rambut dan beras. Cara yang digunakan untuk menguji parameter merkuri yaitu secara uap dingin (cold vapour) dengan Mercury Analyzer untuk sampel sedimen. Metode ini sesuai dengan penetapan SNI 06.6992.2-2004 terkait uji sampel sedimen parameter merkuri. 1. Alat a. Mercury analyzer b. Labu Ukur 50 ml, 100 ml, 1000 ml c. Pipet volumetrik 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, dan 10 ml d. Gelas piala 100 ml e. Penangas listrik (hot plate) f. Timbangan analitik dengan ketelitian sampai dengan 0,0001 g g. Oven h. Cawan porselen i. Botol gelas gelap sorosilikat j. Mortar dan alu k. Batang pengaduk l. Spatula
165
m. Alat desentralisasi 2. Bahan a. Larutan Induk merkuri, Hg 1000 ug/ml b. Asam Sulfat p.a H2SO4 pekar p.a c. Asam nitrat p.a, HNO3 pekat p.a d. Asam perklorat p.a HCLO4 pekat p.a e. Larutan HNO3; HCL04 (1:1) f. Asam Klorida p.a, HCL pekat p.a g. Hidroksilamin hidroklorida, NH2OH HCL 10%: Timbangan 10 g hidroksilamin hidroklorida, tambahkan air suling bebas merkuri sampai volume 100 ml. h. Kalium permanganat KMnO4 5% Timbangan 5 g KMnO4, tambahkan air suling bebas merkuri sampai volume 100 ml. i. SnCl2. 2 H2O 10% Timbang 10 g SnCl2, Larutkan dalam 20 ml HCl pekat kemudian tambahkan air suling bebas merkuri sampai volume 100 ml. j. Air suling bebas merkuri: k. Batu didih l. Sodium Hidroksida, NaOH 5 N Timbang 20 g sodium hidroksida, tambahkan air suling bebas merkuri sampai volume 100 ml.
Masukan 1 g KMnO4 dalam 1000 ml air suling.
166
Destilasi dan tamping ke dalam botol gelas bebas merkuri. Air suling ini siap digunakan untuk pengujian.
3. Persiapan dan pengawetan contoh uji a. sediakan contoh uji yang telah diambil sesuai dengan metode sediment sampling (USEOA-600) b. Buang benda-benda asing seperti potongan plastik, daun atau bahan lain yang bukan merupakan contoh uji c. Keringkan contoh uji pada suhu ruang d. Gerus contoh uji dan dihomogenkan e. Simpan contoh uji ke dalam botol gelas borosilikat yang bebas merkuri 4. Persiapan Pengujian a. Pembuatan larutan beku merkuri, 100 ug/ml
Pipet 10 ml larutan induk merkuri 1000 ug/ml ke dalam labu ukur 100 ml
Tambahkan 1 ml larutan asam nitrat, HNO3 pekat
Tambahkan air suling bebas merkuri sampai tepat pada tanda tera
b. Pembuatan larutan baku merkuri, 10 ug/ml
Pipet 10 ml larutan induk merkuri 100 ug/ml ke dalam labu ukur 100 ml
Tambahkan 1 ml larutan asam nitrat, HNO3 pekat
Tambahkan air suling bebas merkuri sampai tepat padatanda tera.
167
c. Pembuatan larutan baku merkuri, 1 ug/ml
Pipet 10 ml larutan induk merkuri 10 ug/ml ke dalam labu ukur 100 ml
Tambahkan 1 ml larutan asam nitrat, HNO3 pekat
Tambahkan air suling bebas merkuri sampai tepat padatanda tera
5.
Pembuatan larutan kerja dengan konsentrasi 0 ng/ml; 20 ng/ml; 40 ng/ml; 60 ng/ml; 80 ng/ml; dan 100 ng/ ml. a. Pipet 0,0 ml;1 ml;2 ml; 3 ml; 4 ml; dan 5 ml larutan baku merkuri, Hg 1 ug/ml kedalam 6 labu ukur 5 ml b. Tambahkan 2 ml larutan HNO3 : HCLO4 (1:1) ke dalam masingmasing labu ukur c. Tambahkan 5 ml larutan H2SO4 ke dalam masing-masing labu ukur d. Tambahkan 1 ml air suling bebas merkuri ke dalam masing-masing labu ukur e. Tambahkan batu didih secukupnya ke dalam masing-masing labu ukur f. Panaskan di atas penangas listrik pada suhu 250oC selama 20 menit g. Dinginkan, tempatkan dengan air suling bebas merkuri sampai tera
6.
Prosedur a. Penentuan kadar merkuri, Hg
Siapkan labu ukur 50 ml
Timbang 0,5 g contoh uji, masukan ke dalam labu ukur
168
Lakukan langkah 5.4 b) sampai dengan g)
Untuk penentuan ketepatan (akurasi) dengan cara spike matrix dilakukan dengan cara sebagai berikutSiapkan labu ukur 50 ml o Timbang 0,5 g contoh uji ke dalam labu ukur o Tambahkan 1,0 ml larutan baku merkuri1 g/ml ke dalam masing-masing labu ukur; o Lakukan langkah pada butir 5.4 b) sampai dengan g).
Untuk analisis blanko lakukan sebagai berikut: o Pipet 5 ml air suling bebas merkuri; o Lakukan langkah pada butir 5.4 b) sampai dengan g).
b. Penentuan kadar air
Timbang dan catat berat cawan porselin yang akan digunakan;
Masukan contoh uji ke dalam cawan porselin yang telah ditimbang sebanyak + 5 g;
Panaskan contoh uji pada oven dengan suhu 105oC selama 2 jam;
Timbang dan catat berat cawan;
Ulangi langkah pada butir 4.6.2 c) sampai dengan d) minimal 3 (tiga) kali atau sampai mencapai berat konstan.
7. Pengukuran kadar merkuri, Hg dengan Mercury Analyzer 4.7 a. Pengukuran kurva kalibrasi
Atur Mercury Analyzer dan optimalkan untuk pengujian merkuri sesuai dengan petunjuk pengunaan alat;
169
Masukkan 5 ml larutan kerja 0,0 ng/ml ke dalam Mercury Analyzer;
Tambahkan 5 ml air suling bebas merkuri dan 1 ml larutan SnCl2;
Ukur serapannya dengan alat Merkury Analyzer dan catat tinggi puncak;
Lakukan langkah pada butir 7.1 b) sampai dengan d) untuk masing-masing larutan kerja;
Buatkan kurva kalibrasi dari data diatas atau tentukan persamaan garis lurusnya.
b. Pengukuran kadar merkuri, Hg
Optimalkan alat Merkury Analyzer sesuai dengan petunjuk penggunaan alat;
Masukan 5 ml contoh uji yang didapat dri langkah 4.6.1 dalam tabung yang berada pada alat Mercury Analyzer;
Tambahkan 5 ml air suling bebas merkuri dan 1 ml larutan SnCl2;
Ukur serapannya dengan alat Mercury Analyzer dan catat tinggi puncak;
Apabila perbedaan hasil pengukuran secara duplo lebih dari 20% periksa kondisi alat dan ulangi langkah7.2 b) sampai dengan d);
Apabila perbedaannya kurang dari 20%, rata-ratakan hasilnya.
170
Setifikat Hasil Pengukuran Uji Laboratorium
171