Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENERIMAAN RETRIBUSI PARKIR PEMERINTAH KOTA PALU (STUDI TENTANG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR PEMERINTAH KOTA PALU) THE INFLUENCE OF POLICY IMPLEMENTATION TO EFFECTIVENESS OF ACCEPTANCE OF CITY GOVERNMENT LEVIES PARKING PALU (STUDY ON IMPLEMENTATION OF POLICIES OF CITY GOVERNMENT LEVIES PARKING PALU) Oleh Hartawan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Abstrak Penelitian ini bertitik tolak dari fenomena yang mengidentifikasikan implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir di Kota Palu belum efektif. Hal ini terlihat dari ketidak mampuan Dinas Perhubungan Kota Palu sebagai pengelola retribusi parkir dalam merealisasi target retribusi parkir yang ditetapkan. Selain itu, ketidak efektifan implementasi pengelolaan retribusi parkir menyebabkan rendahnya kontribusi retribusi parkir terhadap PAD. rumusan masalah penelitian adalah: (1) Apakah implementasi kebijakan berpengaruh terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu. (2) Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir Kota Palu. Penelitian ini di desain secara kuantitatif dengan metode survey eksplanatory. Teknik penarikan sampling yang digunakan adalah Teknik Proporsional Stratified Sampling. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Analisis Data yang digunakan adalah Analisis Jalur (Path Analysis). Hasil penelitian menunjukkan implementasi kebijakan berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu. Besarnya pengaruh implementasi kebijakan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir ditentukan oleh faktor komunikasi, sumber daya, disposisi (sikap pelaksana), dan struktur birokrasi. Dari keempat faktor ini komunikasi memberikan pengaruh yang kuat terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir sedangkan sumber daya memberikan pengaruh yang paling lemah. Kata kunci : pengaruh implementasi kebijakan dalam meningkatkan efektifitas penerimaan retribusi parkir Abstract This study starts from the phenomenon that identify parking levy management policy implementation in Palu yet effective. This is evident from the inability of the Department of Transportation as a manager Palu parking charges parking charges in the realization of the target set. In addition, implementation of management ineffectiveness parking levy parking charges cause low contribution to the PAD. formulation of research problems are: (1) Is the effectiveness of policy implementation affects government revenues parking levy Palu. (2) How much influence on the effectiveness of policy implementation Palu park admission fees. This study is designed as a quantitative survey method explanatory. Withdrawal sampling technique used is proportional stratified sampling technique. The data required in this study is secondary data and primary data. Analysis of data used is Path Analysis (Path Analysis). The results indicate the implementation of policies significantly influence the effectiveness of Government parking levy revenue Palu. Great influence on the effectiveness of policy implementation 16 Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 parking levy revenue is determined by factors of communication, resources, disposition (attitude executor), and bureaucratic structure. Of these four factors exert a powerful communication effectiveness parking levy revenue resources while providing the weakest effect. Key Word : influence the implementation of policies to improve the effectiveness of parking levy revenue
PENDAHULUAN Dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, retribusi parkir merupakan salah satu sumber PAD yang potensial yang dilimpahkan pemerintah pusat kepada kabupaten dan kota untuk di kelola dan dipungut dalam menunjang penerimaan keuangan daerah, khususnya sumber PAD. Retribusi parkir ini juga telah ditetapkan dalam perda Kota Palu No. 12 Tahun 2000 Tentang Retribusi tempat khusus parkir dan Perda No. 13 Tahun 2000 Tentang Retribusi parkir ditepi jalan umum sebagai salah satu sumber PAD Kota Palu yang berperan penting dalam pembiayaan pembangunan di Kota Palu.Hal ini dijelaskan dalam penjelasan umum kedua Perda tersebut bahwa “retribusi parkir sebagai salah satu objek retribusi yang potensial untuk mendukung penerimaan PAD”. Oleh karena itu sistem dan prosedur pemungutannya perlu diatur, begitupun pengelolaannya perlu dilaksanakan secara intensif sesuai ketentuan yang berlaku. Namun retribusi parkir tersebut yang potensial objeknya dalam mendukung efektkivitas penerimaan PAD hanya dapat terwujud apabila Pemerintah Kota Palu melalui Dinas Perhubungan dapat mengelolanya secara baik dan profesional. Hal ini cukup beralasan mengingat potensi retribusi parkir di Kota Palu mengalami perkembangan yang cukup pesat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan jumlah kendaraan roda dua dan roda empat yang setiap tahunnya mengalami peningkatan sehingga retribusi parkir ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan PAD. Hasil penelitian menunjukkan jumlah kendaraan bermotor di kota Palu baik kendaraan roda dua maupun roda empat/enam mengalami pertumbuhan. Selama 5 tahun dari tahun 2006 sampai
dengan 2010, jumlah kendaraan bermotor roda dua dan roda empat di Kota Palu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Tahun 2006 jumlah kendaraan bermotor sebanyak 80.368, kemudian tahun 2007 sebanyak 89.034, tahun 2008 mengalami peningkatan yang sangat pesat yaitu130.183, tahun 2009 sebanyak 136.561, dan tahun 2010 sebanyak 152.641(Sumber: UPT Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sul-Teng Wil. I Palu, 2011). Namun demikian, hasil penelitian penulis menunjukkan implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir yang dilakukan dinas perhubungan yang diberi kewenangan oleh Wali Kota Palu untuk mengelola retribusi parkir ternyata belum efektif, sehingga penerimaan retribusi parkir masih rendah jika dibandingkan dengan potensi retribusi parkir yang ada. Hal ini dapat dilihat dari ketidak kemampuanDinas Perhubungan Kota Palu dalam merealisasi target retribusi parkir yang ditetapkan, seperti disajikan dalam tabel berikut. Tabel 1.1 Rencana dan Realisasi Retribusi Parkir Kota Palu Tahun 2006-2010 Tahun
Rencana
Realisasi
Persentase
2006
Rp
135.000.000
Rp
118.373.000
87,68
2007
Rp
145.000.000
Rp
20.300.000
14,00
2008
Rp
210.328.000
Rp
185.362.000
88,11
2009
Rp
392.382.000
Rp
321.505.000
81,94
Rp
440.000.000
Rp
368.735.000
83,80
2010
Sumber: UPTD Perparkiran Dinas Perhubungan Kota Palu 2011.
Berdasarkan tabel 1.1 diatas terlihat bahwa Dinas Perhubungan Kota Palu, belum efektif mengimplementasikan pengelolaan retribusi parkir sebagai salah satu sumber penerimaan PAD yang potensial. Belum efektifnya pengelolaan retribusi parkir tersebut dapat dilihat dari ketidakmampuan Dinas Perhubungan kota Palu dalam merealisasi rencana atau target retribusi 17
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 parkir yang ditetapkan.Selama lima tahun berturut-turut yaitu dari tahun 2006-2010 tak ada satupun yang mencapai target, apalagi melampaui target. Bahkan realisasi yang paling buruk dicapai pada tahun 2007, hanya mencapai 14%. Ketidak efektifan implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir di kota Palu sudah barang tentu berimplikasi kepada penerimaan retribusi parkir yang masih rendah. Dan rendahnya penerimaan retribusi parkir tersebut akan menyebabkan kecilnya sumbangan atau kontribusi retribusi parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Padahal potensi retribuusi parkir cukup potensial dimana jumlah penduduk dan jumlah kendaraan roda dua dan roda empat di Kota Palu setiap tahunnya mengalami peningkatan signifikan sehingga potensi retribusi parkir ini menjanjikan harapan untuk dapat meningkatkan penerimaan PAD yang bersumber dari retribusi parkir. Selain itu kedudukan Kota Palu sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah dan pusat perdagangan di Provinsi Sulawesi Tengah menyebabkan pula banyakmasyarakat yang berasal dari Kabupaten lain datang di Kota Palu untuk berbelanja, terutama kabupaten yang berdekatan dengan Kota Palu seperti Kabupaten Donggala, Kabupaten Parigi Moutong, dan Kabupaten Sigi Biromaru, bahkan Kabupaten Mamuju Utara sebagai salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Barat, masyarakatnya banyak yang datang berbelanja dan menikmati wisata di Kota Palu, karena jarak antara Kabupaten Mamuju Utara dengan Kota Palu relatif dekat yaitu 70 km. Keadaaan ini tentu saja akan memberikan dampak positif bagi penerimaan PAD yang bersumber dari sektor retribusi parkir. Secara konseptual dan teoritik tidak efektifnya implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir yang dilakukan Pemerintah Kota Palu melalui Dinas Perhubungan dipengaruhi oleh banyak faktor. Akan tetapi jika merujuk pada teori implementasi kebijakan Edwards III yang dijadikan landasan dan pijakan teori dalam penelitian ini, maka terdapat 4 faktor atau
variabel yang berpengaruh dalam mencapai implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu, yaitu (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Lebih lanjut Edwards III (1980) mengemukakan faktorfaktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi dapat secara langsung mempengaruhi implementasi kebijakan. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah di uraikan diatas maka pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Apakah implementasi kebijakanberpengaruh terhadap evektivitas penerimaan retribusi parkir pemerintah Kota Palu.
2.
Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir pemerintah Kota Palu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan menemukan konsep baru dibidang ilmu administrasi publik terutama yang berkaitan dengan efektivitas implementasi pengelolaan retribusi parkir di Kota Palu.selanjutnya kegunaan yang dharapkan dalam peeltian ini adalah berguna bagi pengembangan akademis maupun tata laksana atau praktis. Kegunaan teoritis, penelitian ini merupakan wahana bagi pengembangan kemampuan akademik peneliti dalam mengkaji dan menganalisis efektifitas implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir di kota Palu dalam meningkatkan efektivitas penerimaan Pendapatan Asli Daerahnya, khususnya yang berasal dari retribusi parkir sebagai salah satu unsur terpenting dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Oleh karena itu hasil penelitian itu diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya administrasi publik, sedangkan kegunaan praktis, adalah hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah kota Paludalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan pengelolaan retribusi parkir sehingga dapat menunjang bagi penerimaan PAD kota Palu sebagai salah satu unsur terpenting dalam pelaksanaan otonomi daerah. 18
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan metode survey (explanatory), karena tujuan penelitian ini menjelaskan pengaruh implementasi kebijakan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir sebagai salah satu sumber PAD Pemerintah Kota Palu. Sebagai konsekuensi dari penggunaan metode penelitian survey explanatory diperlukan operasionalisasi variabel dan indikator variabel penelitian. Peelitian ini di operasionalkan melalui 4 sub variabel dan 44 indikator. Populasi sasaran penelitian adalah seluruh aparat Dinas Perhubungan Kota Palu yang keseluruhannya berjumlah 168 aparat, sedangkan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah stratifikasi sampel (stratified random sampling) dengan jumlah sampel sebanyak 63aparat. Dipilihnya stratifikasi sampel (stratified random sampling) karena populasi penelitian ini terdiri dua kelompok, yaitu pegawai yang menduduki jabatan struktural (pejabat) dan pegawai yang tidak menduduki jabatan struktural (pegawai administrasi). Selanjutnya jumlah sampel dari masing-masing sub populasi atau kelompok yaitu 9 orang pejabat struktural dari 25 pejabat struktural yang ada, dan 54 orang pegawai non struktural dari 143 pegawai non struktural. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumentasi untuk pengumpulan data sekunder, Observasi/pengamatan, Penyebaran Kuesioner, dan Wawancara. Sedangkan metode analisis data yang digunakan terdiri atas 2, yaitu analisis deskriptif dan analisis jalur (path analysis). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Pengaruh Implementasi Kebijakan Terhadap Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir Pemerintah Kota Palu Berdasarkan uji statistik dari variabel implementasi kebijakan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan telah terbukti melalui pengujian hipotesis.
Dengan kata lain terdapat pengaruh signifikan dari variabel implementasi kebijakan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir di Kota Palu. Besarnya pengaruh implementasi kebijakan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir sebesar 58,38%. Sedangkan pengaruh faktor lain sebesar 41,62%. Angka 58,38% ini dapat ditafsirkan bahwa efektivitas penerimaan retribusi parkir sebagai salah satu sumber PAD dapat meningkat jika implementasi pengelolaannya dilakukan secara baik dan benar. Dengan demikian hasil penelitian ini mendukung pendapat Edwards III (1980 : 1) mengatakan ... tanpa implementasi yang efektif maka keputusan para pembuat keputusan tidak akan berjalan sesuai harapannya (berhasil). Lebih lanjut Edwards III (1980 : 2), menambahkan bahwa .. jika sebuah kebijakan diambil secara tepat, namun kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi jika proses implementasinya tidak tepat. Dari pendapat Edwards III memberi petunjuk proses implementasi kebijakan sangat penting karena keberhasilan kebijakan dalam mencapai tujuannya ditentukan oleh proses implementasinya. Oleh sebab itu Wahab (2010 : 9) berpendapat tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijaksanaan Pendapat senada dikemukakan Udoji (1981 : 15), mengatakan “the execution of policies is as important if not more important than policy-making. Policies will remain dreams or blue prins file jackets unless they are implemented” (pelaksanaan/implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang penting, bahkan mungkin lebih penting dari pada pembuatan kebijaksanaan). Kebijaksanaankebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak di implementasikan. 2. Analisis Pengaruh Tiap-Tiap Dimensi Implementasi Kebijakan Terhadap 19
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir Kota Palu 2.1.
Interpretasi Hasil Analisis Pengaruh Komunikasi Terhadap Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir.
Berdasarkan hasil penelitian dari sub variabel dimensi komunikasi sebagai salah satu elemen penting dalam implementasi kebijakan memberikan pengaruh terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir di Kota Palu sebesar 22,94%. Angka ini memberikan indikasi bahwa dimensi komunikasi memberi pengaruh yang kuat terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir dibandingkan dengan dimensi lainnya seperti sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Dengan kata lain hubungan antara efektivitas pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir di Kota Palu tidak dapat dipisahkan dengan dimensi komunikasi. Meskipun uji statistik menunjukkan faktor komunikasi memberikan pengaruh yang kuat terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir, yang artinya jika dimensi komunikasi dapat berfungsi sebagaimana mestinya maka ia akan memberikan sumbangan positif terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir. Namun kenyataan dilapangan menunjukkan dimensi komunikasi merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir ternyata belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terlihat dari pernyataan responden yang sebagian besar (86,71%) berpendapat masih sebagian besar aparat Dinas Perhubungan sebagai pengelola retribusi parkir di Kota Palu belum mengerti maksud dan tujuan retribusi parkir. Hal yang sama dialami juru parkir dimana hasil penelitian menunjukkan 95,24 % responden berpendapat pada umumnya juru parkir di Kota Palu tidak mengerti maksud dan tujuan kebijakan pengelolaan retribusi parkir. Para juru parkir hanya memahami
perparkiran merupakan salah satu lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja di Kota Palu. Tanggapan responden tersebut sejalan hasil wawancara peneliti dengan kepala Dinas Perhubungan Kota Palu pada tanggal 10 mei 2011 yang mengatakan hanya sebagian saja aparat dan juru parkir memahami hakekat dan tujuan kebijakan pengelolaan retribusi parkir, atau dengan kata lain masih banyak aparat tidak mengerti maksud dan tujuan pengelolaan retribusi parkir. Ketidaktahuan aparat dan juru parkir terhadap maksud dan tujuan kebijakan pengelolaan retribusi parkir disebabkan karena Pemerintah Kota Palu/Dinas Perhubungan belum pernah melakukan sosialisasi pengelolaan retribusi parkir sebagai sumber PAD yang potensial di Kota Palu melalui pelatihan. Hal ini diungkapkan oleh sebagian besar responden (80,95%). Padahal penyampaian informasi (transmisi) kebijakan pengelolaan retribusi parkir kepada aparat (implementor) dan masyarakat pengguna jasa (stakeholder) amat penting dan diperlukan supaya para aparat pelaksana program dan stakeholder memiliki persepsi yang sama tentang maksud dan tujuan pengelolaan retribusi parkir di Kota Palu. Jika mereka mempunyai persepsi yang sama, atas suatu kebijakan maka mereka akan memberi dukungan terhadap kebijakan pengelolaan retribusi parkir Hal ini sejalan dengan pendapat Edwards III (1980) yang mengatakan bahwa dimensi transmisi sebagai bagian dari komunikasi menghendaki agar kebijakan publik disampaikan tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan (implementor) tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran dan pihak lain yang berkepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan publik tadi. Atau dalam hal ini maksud dan tujuan kebijakan pengelolaan retribusi parkir hendaknya disosialisasikan kepada 20
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 implementor dan masyarakat sebagai pengguna (target group). Hasil wawancara dengan Kepala Dinas Perhubungan, mengatakan “tidak efektifnya penyelenggaraan sosialisasi retribusi parkir disebabkan oleh keterbatasan anggaran”. Dalam hubungan ini Edwards III (1980) secara tegas mengatakan terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan implementasi kebijakan menjadi tidak efektif.
Lemahnya pengaruh sumber daya Dinas Perhubungan tersebut berakibat tidak optimalnya implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir. Dan akibat ketidak efektifan pengelolaan retribusi parkir tersebut berpengaruh pada rendahnya sumbangan sektor retribusi parkir terhadap penerimaan PAD Pemerintah Kota Palu. Hal ini terlihat kontribusi retribusi parkir terhadap PAD selama 4 tahun anggaran yaitu tahun 2007-2010 tidak mencapai 1%.
2.2.
Lemahnya pengaruh dimensi sumber daya terhadap efektivitas pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir sejalan dengan tanggapan responden di lapangan. Sebagai contoh dapat dipaparkan bahwa salah satu bagian penting dari dimensi sumber daya khususnya sumber daya aparat adalah ketersediaan jumlah personil. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (74,61%) responden berpendapat jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja pada Dinas Perhubungan belum memadai, dengan kata lain volume pekerjaan yang ada tidak seimbang dengan jumlah pegawai yang tersedia di Dinas Perhubungan.
Interpretasi Hasil Analisis Data Pengaruh Sumber Daya Terhadap Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir.
Berdasarkan uji statistik sub variabel dimensi sumber daya sebagai salah satu unsur penting dalam implementasi kebijakan memberikan pengaruh terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu sebesar 8,19%. Hasil analisis statistik tersebut memberi petunjuk bahwa dimensi sumber daya baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia (sarana dan peralatan), memberikan kontribusi yang cukup rendah terhadap efektivitas pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir. Dari data tersebut dapat ditafsirkan bahwa dimensi sumber daya memberikan pengaruh yang lemah terhadap efektivitas pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir di Kota Palu. Dengan kata lain, sumber daya organisasi Dinas Perhubungan yang secara teoritis merupakan faktor utama dalam mendukung efektivitas kerja organisasi berdampak terhadap kurang optimalnya efektivitas penerimaan retribusi parkir. Dengan demikian hubungan dan korelasi antara efektivitas pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir di Kota Palu tidak bisa dipisahkan dari dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia (aparatur) maupun sumber daya non manusia (sarana dan fasilitas) yang dimiliki organisasi Dinas Perhubungan Kota Palu.
Keadaan ini hampir semua dialami oleh unit organisasi di Dinas Perhubungan termasuk UPTD perparkiran. Hasil wawancara penulis dengan sejumlah responden mengungkapkan bahwa jumlah pegawai UPTD perparkiran masih sangat kurang terutama tenaga pengawas dilapangan. Akibat kekurangan pegawai UPTD perparkiran tersebut maka tenaga penagih merangkap menjadi tenaga pengawas, padahal antara tenaga penagih dengan tenaga pengawas tidak bisa menjalankan dua fungsi yang berbeda atau tidak dapat merangkap tugas, apalagi hal ini berkaitan dengan masalah uang. Demikian juga ketersediaan jumlah tenaga juru parkir sebagian besar responden menilai bahwa jumlah tenaga parkir belum sesuai dengan potensi retribusi parkir. Akibat kekurangan 21
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 jumlah aparat maupun tenaga parkir jelas berimplikasi terhadap belum efektifnya kinerja Dinas Perhubungan Kota Palu dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya, termasuk mengelola dan memungut retribusi parkir. Dalam hubungan ini Edwards III (1980 : 53) mengatakan bahwa kecukupan staf adalah hal yang penting untuk mengimplementasikan program. Akibat kekurangan personil ini akan menyebabkan tidak efektifnya kelancaran pelaksanaan kebijakan. Berdasarkan wawancara dengan responden, diperoleh keterangan salah satu faktor penyebab tidak diadakan penambahan pegawai kontrak adalah karena keterbatasan anggaran. Oleh karena itu Edwards (1980 : 15) secara tegas mengatakan bahwa terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan implementasi kebijakan menjadi tidak efektif. Selanjutnya ditinjau dari kemampuan aparat sebagai bagian penting dari dimensi sumber daya, hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa masih sebagian besar aparat belum memiliki kecakapan dan keahlian (kemampuan). Hal ini diungkapkan 82,53% responden berpendapat masih sebagian besar aparat belum memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai. Tanggapan responden tersebut sejalan dengan pengamatan dan wawancara yang mengatakan keterampilan dan kemampuan aparat rata-rata masih dibawah standar. Rendahnya kualitas kemampuan dan keterampilan aparat berkorelasi dengan tingkat pendidikan aparat. Hasil penelitian menunjukkan dari 168 pegawai negeri sipil yang ditempatkan pada Dinas Perhubungan 72,61% berpendidikan SLTA, Sarjana Strata 1, 18,45%, Diploma 5,35%, SMP dan Strata 2 masing-masing 1,78%. Khusus pegawai yang ditempatkan pada UPTD perparkiran hanya 1 orang berpendidikan strata 1(sarjana) dari 18 pegawai sehingga tidak ada yang dapat diharapkan menjadi pemikir dan perencana pengembangan
retribusi parkir sebagai salah satu sumber PAD penting dalam pembiayaan pembangunan di Kota Palu. Tingkat pendidikan formal pegawai yang sebagian besar hanya tamatan SLTA tidak di imbangi dengan pendidikan pelatihan dan kursus sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan keterampilan, wawasan, dan kemampuan pegawai. Hal ini sejalan dengan data sekunder yang ada bahwa dari 186 Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya 10,11% (17 orang) yang pernah mengikuti pendidikan kursus dan pendidikan teknis. Ini berarti 89,88% (151 orang) pegawai Dinas Perhubungan belum pernah mengikuti pendidikan kursus dan pendidikan teknis. Demikian juga studi banding ke daerah-daerah atau ke kotakota yang sudah maju manajemen pengelolaan retribusi parkirnya belum pernah dilakukan oleh aparat UPTD perparkiran Kota Palu. Dari keterangan yang dipaparkan diatas memberi petunjuk bahwa tingkat kualitas pendidikan aparat Dinas Perhubungan Kota Palu masih relatif rendah. Padahal untuk mengoptimalkan implementasi kebijakan diperlukan dukungan kemampuan aparat. Hal ini sejalan dengan pendapat Edwards III (1980 : 10) dan Van Meter dan Van Horn (1975 : 472-473), yang mengatakan bahwa kemampuan sumber daya manusia atau aparat merupakan faktor yang sangat menentukan dalam mencapai efektivitas implementasi program karena kebijakan yang dibuat tidak akan mencapai hasil yang optimal tanpa tersedia aparatur yang memiliki kemampuan dan keterampilan. Menurut Edwards III (1980) yang dimaksud kemampuan aparat (implementor) adalah pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap aparat yang terlibat dalam proses kegiatan dan perencanaan. Apa yang dikemukakan oleh Edwards III diatas menggambarkan bahwa peningkatan kualitas sumber daya aparat menjadi sangat penting dan tidak dapat ditawar-tawar. Untuk 22
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 meningkatkan kualitas dan kemampuan aparat, Inkeles dan Smith dalam Wainer (1994 : 30), mengatakan sarana yang paling efektif untuk mengubah sikap kerja manusia adalah pendidikan. Dampak pendidikan 3 kali lebih kuat dibandingkan usaha-usaha lain kemudian pengalaman kerja dan pengenalan terhadap media massa dipandang cara kedua. Pendapat Inkeles dan Smith tersebut sama dengan pendapat Mc Clelland dalam Budiman (1995 : 10) yang mengatakan cara yang efektif utuk menumbuhkan achievement (prestasi) adalah pendidikan. Hal senada dikemukakan oleh Backer dalam Kartasasmita (1994 : 7) bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat di dorong melalui pendidikan dan pelatihan. Sementara itu Luthan (1992 : 10) berpendapat sumber daya utama suatu organisasi bukanlah teknologi dan modal melainkan manusia. Berdasarkan uraian tersebut diatas memberi petunjuk bahwa untuk meningkatkan efektivitas implementasi pengelolaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu, maka tidak ada pilihan yang paling strategis kecuali meningkatkan kualitas pendidikan aparat karena pengembangan kualitas aparat akan menghasilkan tenaga terdidik, kreatif, dan inovatif. Selain itu peningkatan kualitas pendidikan aparat akan mendorong tumbuhnya sikap profesionalisme aparat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Sumber daya lain yang diperlukan dalam mencapai efektivitas pengelolaan retribusi parkir adalah tersedianya sarana dan prasarana. Hasil tanggapan responden sebagian besar (90,48%) mengatakan sarana dan prasarana perparkiran yang dikelola oleh Pemerintah Kota Palu seperti rumah sakit, pasar-pasar tradisional, dan pusatpusat pertokoan belum memadai. Hasil wawancara
pengamatan mengungkapkan
dan selain
belum memiliki area perparkiran yang memadai juga belum memiliki sarana berupa “gats parkir” atau yang lebih dikenal berget parkir (palang pengaman). Berget parkir adalah sarana teknologi berupa portal otomatis dan dilengkapi komputer serta berfungsi sebagai alat kontrol terhadap kendaraan yang masuk di area parkir. Melalui alat teknologi ini (gats parkir) langsung dapat diketahui jumlah kendaraan yang memarkir, lama kendaraan memarkir, dan jumlah pungutan tarif parkir. Di Kota-Kota besar seperti Jakarta, Bandung, Makassar, dan Surabaya area perparkiran baik yang dikelola oleh swasta maupun yang dikelola oleh Pemerintah Daerah pada umumnya area perparkiran dilengkapi dengan alat teknologi (gats parkir). Demikian juga sarana dan perlengkapan yang dimiliki UPTD perparkiran untuk mendukung efektivitas pengelolaan retribusi parkir 86,16% responden mengatakan sarana dan perlengkapan yang ada belum memadai. Hasil pengamatan dan wawancara dengan responden pada tanggal 29 mei 2011 mengungkapkan sarana ruangan UPTD sangat kecil berukuran 3x4 m2 yang menampung 18 pegawai dan tidak memiliki pendingin AC menyebabkan ruangan ini sangat sumpek dan panas. Jika seluruh pegawai UPTD hadir maka ruangan ini tidak dapat menampung seluruh pegawai UPTD perparkiran. Sarana lain yang amat diperlukan oleh UPTD perparkiran adalah tambahan 1 unit komputer karena 1 unit komputer yang ada sudah tidak normal atau rusak. Sarana lain untuk mendukung efektivitas kerja pegawai UPTD di lapangan adalah kendaraan roda dua minimal 1 unit karena sampai hari ini UPTD perparkiran belum memiliki kendaraan dinas roda dua padahal kendaraan roda dua tersebut amat dibutuhkan untuk kelancaran pelaksanaan tugas operasional di lapangan terutama digunakan dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan fungsi monitoring 23
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 maupun pelaksanaan penagihan uang pungutan retribusi parkir. Dalam hubungan ini Edwards III (1980) mengatakan terbatasnya sarana dan prasarana yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan menyebabkan gagalnya atau tidak efektifnya pelaksanaan kebijakan. Menurut keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden, “keterbatasan sarana dan prasarana tersebut sebagai faktor pendukung efektivitas pengelolaan retribusi parkir disebabkan oleh keterbatasan anggaran”. Berkaitan dengan keterbatasan anggaran tersebut, Edwards III (1980 : 2) mengatakan terbatasnya dana atau anggaran tersebut menyebabkan para pelaku kebijakan tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga menyebabkan gagalnya pelaksanaan kebijakan atau program. Selanjutnya faktor lain sebagai bagian dari sumber daya yang menyebabkan belum efektifnya pengelolaan retribusi parkir di Kota Palu adalah karena masih ada titik parkir yang potensial belum di daya gunakan atau belum dimanfaatkan oleh Dinas Perhubungan Kota Palu. Dari hasil “pengamatan dan wawancara” dengan mantan kepala UPTD pada tanggal 22 mei 2011 mengatakan titik parkir yang potensial yang belum dikelola antara lain tempat-tempat objek wisata yang selama ini dikelola oleh pengusaha wisata, 3 terminal, tempat parkir kendaraan bermotor di Bandara Mutiara dan sebagian besar rumah sakit puskesmas. Dari 12 puskesmas yang ada di Kota Palu baru 4 puskesmas yang melakukan pungutan retribusi parkir, yang berarti masih ada 8 puskesmas yang belum dilakukan pungutan retribusi parkir. Jika titik-titik parkir ini dikelola secara optimal tentu saja akan memberikan dampak bagi peningkatan PAD yang bersumber dari retribusi parkir.
Faktor lainnya yang berpengaruh dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir adalah adanya dukungan insentif terhadap aparat dan juru parkir. Dari 63 kuesioner yang diedarkan kepada responden79,39% berpendapat bahwa insentif pegawai Dinas Perhubungan belum memadai. Dari hasil wawancara dengan responden pada tanggal 18 juli 2011 di peroleh keterangan bahwa tidak semua pegawai Dinas Perhubungan menerima insentif. Pegawai yang menerima insentif hanya petugas lapangan dan unsur pimpinan. Jumlah insentif per triwulan sebanyak Rp. 480.000,- dipotong pajak 15% bagi pegawai golongan III. Menurut responden Rp. 480.000,- ini dianggap kecil tapi bukan berarti tidak di syukuri. Oleh karena itu pegawai Dinas Perhubungan Kota Palu mengharapkan Walikota dan DPRD agar terketuk hatinya bisa memberikan insentif yang memadai bagi semua pegawai untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami, apalagi harga-harga kebutuhan pokok saat ini selalu mengalami kenaikan. Berkaitan dengan masalah gaji dan insentif aparat Dinas Perhubungan Kota Palu yang dipandang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Filmer (1998) yang dikutip Wargadinata dalam artikelnya yang dimuat di Tribun Jabar, 5 April 2010, mengatakan gaji PNS di Indonesia hanya mampu menghidupi setengah bulan kehidupan layak di negaranya sendiri. Kajian Filmer tersebut senada dengan Smith (1975) dan Bank dunia (2010) yang mengatakan bahwa gaji PNS Indonesia jauh tertinggal dari gaji pegawai perusahaan swasta dalam beban pekerjaan yang sama dan hal inilah yang disinyalir menjadi faktor pendorong terjadinya korupsi. Dari hasil kajian Filmer dan Bank dunia diatas tidak ada pilihan lain untuk meningkatkan kinerja PNS pada umumnya, pemerintah dituntut melakukan perbaikan sistem penggajian dan insentif sebagai salah satu cara 24
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 untuk melakukan upaya reformasi birokrasi yang saat ini sedang digemborgemborkan sebagai syarat terwujudnya “good government”. Demikian pula insentif atau gaji juru parkir sebagai bagian penting dari dimensi sumber daya yang berpengaruh dalam efektivitas pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir, 76,16% responden berpendapat upah atau gaji juru parkir masih jauh dari yang diharapkan. Setelah dilakukan konfirmasi dengan beberapa orang juru parkir atas tanggapan responden tersebut diperoleh informasi bahwa gaji juru parkir sebagai tulang punggung di lapangan belum memadai untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka, apalagi perilaku koordinator parkir wilayah sering menaikkan jumlah setoran tanpa ada musyawarah dengan juru parkir maupun pemberitahuan kepada Dinas Perhubungan dan kenaikannya tidak tanggung-tanggung yaitu kurang 20% . Hal ini tentu saja sangat merugikan dan memberatkan petugas juru parkir.
Dalam teori administrasi dan manajemen sulit mengharapkan terwujudnya kinerja yang jujur dan produktif jika mengabaikan insentif (reword). Justru pemberian insentif yang memadai merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan produktivitas kinerja aparat. Demikian pentingnya insentif , Hull dalam Sarjudin (1995 : 70), mengatakan pemberian insentif finansial merupakan salah satu variabel yang menyebabkan orang mau bekerja sebaik mungkin. Pendapat senada diungkapkan oleh para ahli manajemen berdasarkan hasil penelitiannya bahwa adanya dampak positif dari pemberian insentif (upah) terhadap hasil karya seseorang. Dari hasil penelitian para ahli tersebut sehingga di dalam organisasi modern banyak diterapkan cara-cara pemberian insentif dalam memacu motivasi kerja aparat.
Berkaitan dengan tidak memadainya insentif atau gaji juru parkir, Van Meter dan Van Horn (1975 : 10) mengatakan bahwa terbatasnya insentif tersebut tidak akan mampu mengubah sikap dan perilaku (disposisi) para pelaku kebijakan. Oleh karena itu, agar para pelaku kebijakan memiliki disposisi (sikap dan perilaku) yang tinggi dalam melaksanakan kebijakan diperlukan insentif yang cukup memadai. Salah satu peyebab ketidak pastian gaji dan jumlah setoran juru parkir adalah karena Dinas Perhubungan Kota Palu belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur standar gaji minimal juru parkir dan jumlah setoran juru parkir sehingga terkesan yang banyak mengatur besarnya gaji dan jumlah setoran juru parkir adalah koordinator parkir wilayah.
Sumber daya lain yang diperlukan dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan adalah kewenangan dalam mengambil tindakan yang diperlukan sehingga kinerja organisasi dapat lebih efektif. Dari hasil penelitian menunjukkan seperti bahwa UPTD perparkiran tidak memiliki kewenangan untuk mengangkat pegawai kontrak sekalipun itu sangat diperlukan, karena jumlah pegawai yang ada belum memadai untuk mendukung efektivitas pengelolaan retribusi parkir. Hasil penelitian ini memperkuat pendapat Edwards III (1980 : 52) mengatakan kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri oleh suatu lembaga/unit organisasi akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan ini menjadi sangat penting ketika mereka dihadapkan suatu masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan oleh suatu keputusan. Permasalahan yang dihadapi UPTD perparkiran adalah terbatasnya jumlah aparat yang ada, tetapi lembaga ini tidak memiliki
25 Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 kewenanga untuk pegawai kontrak. 2.3.
mengangkat
pelanggan jasa parkir aktif meminta potongan karcis kepada petugas parkir.
Interpretasi Hasil Analisis Data Pengaruh Disposisi Terhadap Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir
Dalam kaitannya dengan pemberian karcis oleh petugas kepada pengguna jasa parkir, 87,03% responden berpendapat petugas juru parkir di lapangan tidak aktif memberikan potongan karcis kepada pengguna jasa layanan parkir (user), menurut keterangan dari juru parkirpemberian potongan karcis kepada pengguna jasa parkir dianggap tidak terlalu penting, yang dianggap penting adalah kendaraan masyarakat aman. Ketidak disiplinan juru parkir memberikan potogan karcis kepada masyarakat tidak bisa dipisahkan dengan perilaku masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan parkir. Hubungan antara petugas parkir dengan masyarakat memiliki hubungan sebab akibat, dengan kata lain petugas juru parkir tidak aktif memberikan potongan karcis karena masyarakat sendiri jarang memintanya.
Dimensi disposisi memberikan pengaruh terhadap efektivitas pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu sebesar 9,95%. Hasil perhitungan statistik tersebut memberikan indikasi bahwa disposisi sebagai salah satu unsur penting dalam mencapai implementasi program atau kebijakan masih lemah pengaruhnya terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir. Dengan demikian data ini memberi petunjuk bahwa ketidak efektifan pengelolaan retribusi parkir sebagai salah satu sumber PAD yang potensial di Kota Palu disebabkan oleh lemahnya dukungan sikap para implementor. Hal ini terlihat dari tanggapan responden yang pada umumnya (88,89%) mengatakan ketidak mampuan aparat Satpol PP menertibkan lokasi parkir ilegal yang dilakukan oleh kelompok masyarakat tertentu tanpa ada bagi hasil dengan Dinas Perhubungan merupakan indikator dari lemahnya pengaruh disposisi. Selanjutnya 52,38% responden berpendapat bahwa aparat memiliki kesungguhan dan kemauan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan retribusi parkir. Namun hasil wawancara dengan responden dan informan pada tanggal 2 juli 2011 mengatakan bahwa ketidak efektifan implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir di Kota Palu tidak cukup jika hanya di dukung kemauan dan motivasi aparat tetapi juga harus di dukung oleh semua komponen masyarakat antara lain kejujuran juru parkir, kejujuran koordinator parkir, dan aparat UPTD serta keinginan yang tulus dari masyarakat sebagai
Selanjutnya area parkir yang banyak menggunakan pelataran jalan ternyata sebagian digunakan oleh pedagang kaki lima (PKL) terutama di pasar-pasar tradisional dan pertokoan. Hasil pengamatan menunjukkan pemerintah Kota Palu terkesan tidak serius menertibkan PKL yang banyak menggunakan pelataran dan ruas jalan untuk berjualan. Mungkin pemerintah Kota Palu tidak ingin pusing karena menertibkan PKL, identik dengan menghilangkan sektor informal yang banyak menyerap tenaga kerja. Berdasarkan seluruh uraian diatas menunjukkan dimensi disposisi memberikan pengaruh yang rendah dalam mendukung efektivitas pengelolaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu yaitu 9,95%. Angka ini memberikan indikasi ketidak efektifan pengelolaan retribusi parkir tidak dapat dipisahkan dari dukungan sikap dan perilaku aparat pelaksana (disposisi). Keduanya saling memiliki hubungan secara timbal balik. Dengan 26
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 kata lain sikap dan perilaku yang baik dari aparat dan masyarakat akan memberikan dukungan bagi keberhasilan pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir. Dalam hubungan ini Edwards III (1980), Van Meter dan Van Horn (1974), mengatakan disposisi atau sikap pelaksana yang tinggi berpengaruh pada tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disposisi merupakan keinginan, kemauan, dan motivasi yang kuat dari para implementor atau pelaksanan kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan dari sebuah kebijakan dapat diwujudkan. Pada bagian lain Van Meter dan Van Horn (1975) berpendapat “implementasi kebijakan, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementor) tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kebijakan itu, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut memberi petunjuk bahwa keberhasilan implementasi kebijakan tidak dapat dipisahkan dengan “motivasi” aparat. Motivasi dapat diartikan faktor yang mendorng orang untuk bertindak dengan cara tertentu (Manullang, 1981 : 146). Pendapat senada dikemukakan Hersey dan Blancard (1992 : 7) mengatakan fungsi motivasi memiliki peranan yang besar dalam menentukan prestasi pegawai (aparat) yang pada gilirannya mempengaruhi efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. 2.4.
Interpretasi Hasil Analisis Data Pengaruh Dimensi Struktur Birokrasi terhadap Efektivitas Penerimaan Retribusi Parkir
Berdasarkan hasil perhitungan statistik sub variabel dimensi struktur birokrasi memberikan pengaruh terhadap efektivitas pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir sebesar 17,27%. Ini artinya dimensi struktur birokrasi memberikan kontribusi terhadap efektivitas pengelolaan dan penerimaaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu berada pada kriteria “sedang”. Data tersebut memberikan indikasi bahwa peningkatan fungsi struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir berpengaruh positif terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir. Untuk mengetahui pengaruh dimensi struktur birokrasi terhadap efektivitas pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir dikemukakan pertanyaan kepada responden yang berkaitan dengan struktur birokrasi. Menurut Edwards III (1980) struktur birokrasi mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi bersangkutan dan hubungan dengan organisasi-organisasi luar, pengawasan dan sebagainya. Jawaban dari pertanyaan yang berkaitan dengan pembagian kewenangan atau pembagian tugas, hasil penelitian di lapangan menunjukkan 55,55% responden mengatakan bahwa pembagian tugas dan pekerjaan di lingkungan Dinas Perhubungan Kota Palu belum di didasarkan pada kemampuan dan kecakapan dengan kata lain pengangkatan dan penempatan kerja aparat dalam menduduki jabatan struktural masih mengabaikan prinsip profesionalisme dan kompetensi. Hasil observasi dan wawancara dengan responden memperkuat jawaban responden tersebut dimana dalam realitasinya 27
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 pengangkatan dan penempatan aparat untuk menduduki jabatan struktural baik eselon III maupun eselon IV jarang sekali di dasarkan pada latar belakang pendidikan serta pengalaman kerja aparat, bahkan ada aparat yang menduduki jabatan eselon IV golongannya tidak memenuhi syarat. Contoh lain bahwa penempatan aparat tidak didasarkan pada kompetensi adalah di Dinas Perhubungan terdapat 2 sarjana teknik sipil dan sarjana pendidikan yang menurut logika pendidikan kedua sarjana teknik sipil tersebut cocok ditempatkan pada Dinas PU atau tata Kota, sedangkan sarjana pendidikan relevan ditempatkan di Dinas Pendidikan. “Menurut responden yang tidak ingin disebut namanya pengangkatan jabatan struktural (promosi jabatan) lebih banyak di tentukan oleh Walikota meskipun prosesnya melalui Baperjakab”. Jadi prinsipnya semua bisa terjadi tergantung pada keinginan Walikota selaku pembina Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Daerah. Meskipun kepala Dinas dapat mengusulkan nama yang dianggap cakap dan layak untuk meduduki jabatan tertentu (eselon IV dan III) dilingkungan kerjanya namun sejauh ini permintaan kepala Dinas jarang di akomodir. Dari hasil pengamatan dan wawancara tersebut memberi petunjuk bahwa promosi jababan di lingkungan pemerintahan Kota Palu lebih banyak di dasarkan pada ikatan kekerabatan dan selera pucuk pimpinan, bahkan “hasil wawancara dengan salah seorang pejabat Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemerintah Kota Palu pada tanggal 15 Juli 2011 melalui telepon seluler mengatakan partai politik pun dan para tim sukses pilkada ikut memberikan pengaruh dan campur tangan dalam proses promosi jabatan”.
Realitas tersebut memberi indikasi bahwa pola rekrutmen jabatan struktural di lingkungan pemerintahan Kota Palu belum didasarkan pada prinsip meryt system yang lebih mengutamakan pertimbangan kemampuan dan kecakapan pegawai melainkan di dasarkan pada prinsip spoil system. “Menurut informan justru hubungan kekeluargaan dan kedekatan merupakan faktor yang sangat menentukan untuk menduduki suatu jabatan dilingkungan pemerintahan Kota Palu”. Pola rekrutmen yang di dasarkan pada spoil system akan berimplikasi kepada penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan yang tidak efektif dan efesien dalam mencapai tujuan dan sasarannya, sebab efektivitas kerja organisasi ditentukan oleh kemampuan dan profesionalisme aparat. Selanjutnya pertanyaan yang berkaitan dengan koordinasi sebagai bagian dari dimensi struktur birokrasi yang mempunyai peranan penting dalam mencapai efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu, hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi antar unit kerja dalam lingkungan Dinas Perhubungan sebagian besar responden menjawab koordinasi sudah berjalan meskipun belum optimal. Hal ini terlihat dari tanggapan responden yang dinyatakan pada tabel 4.32, dimana 49,21% menjawab kadang-kadang, dan 34,92% menjawab sering dan selalu. Demikian juga koordinasi dengan lembaga-lembaga swasta yang banyak dikunjungi para konsumen juga belum begitu optimal. Sedangkan koordinasi eksternal seperti koordinasi antara Dinas Perhubungan dengan Satpol PP dalam rangka menertibkan Pedagang Kaki lima (PKL) yang banyak menggunakan pelataran dan ruas jalan untuk berjualan yang 28
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 seharusnya digunakan area parkir ditepi jalan, maupun penertiban tempat-tempat parkir yang ilegal diakui sebagian besar responden bahwa fungsi koordinasi yang dijalankan Dinas Perhubungan belum optimal. Sementara koordinasi dengan rumah sakit terutama rumah sakit pemerintah menurut responden sudah berjalan. Sementara itu, fungsi pengawasan yang juga merupakan bagian penting dari dimensi struktur birokrasi yang berpengaruh terhadap efektivitas implementasi program. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden (74,6%) berpendapat fungsi pengawasan dalam kegiatan pengelolaan retribusi parkir belum efektif dilaksanakan. Salah satu penyebab belum efektifnya fungsi pengawasan menurut responden melalui wawancara adalah karena masih terbatasnya tenaga pengawas di lapangan. Disamping itu tidak adanya sarana kendaraan dinas roda dua yang akan dipakai petugas untuk melakukan pengawasan terhadap tempat-tempat parkir yang ilegal maupun mengawasi perilaku juru parkir serta memonitor titik parkir baru yang potensial. Faktor lain yang berpengaruh terhadap efektivitas implementasi kebijakan adalah struktur organisasi yang efesien. Struktur organisasi yang efesien dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi organisasi dan pada akhirnya mendukung pencapaian tujuan organisasi. Hasil penelitian di lapangan 78% responden berpendapat bahwa struktur organisasi yang efesien memberikan pengaruh terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu. Dengan kata lain struktur organisasi yag efesien dalam mengelola retribusi parkir akan menghasilkan keuntungan, setidaktidaknya dapat memperkecil pengeluaran atau menghemat biaya operasional di lapangan. Dalam
hubungan ini Siagian (1986 : 93) berpendapat dalam teori organisasi modern selalu menekankan pentingnya rasionalitas dalam membentuk dan menjalankan roda organisasi yang salah satu pilarnya adalah efesiensi. Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan responden pada 10 juni 2011 menunjukkan bahwa struktur organisasi UPTD perparkiran Dinas Perhubungan dalam mengelola retribusi parkir cenderung tidak efesien, karena ada pihak lain yang terlibat diluar struktur organisasi Dinas Perhubungan Kota Palu dalam kegiatan pengelolaan retribusi parkir.Pihak luar tersebut adalah bukan pegawai organik Dinas Perhubungan yang difungsikan sebagai koordinator parkir wilayah. Hasil pengamatan maupun wawancara dengan responden, menunjukkan bahwa target yang ditetapkan Dinas Perhubungan kepada koordinator parkir cenderung tidak didasarkan pada potensi retibusi parkir. Sebagai contoh koordinator parkir kecamatan Palu Barat jumlah setorannya ditetapkan sebesar Rp. 7.500.000,- per bulan dari 45 titik parkir, koordinator parkir kecamatan Palu Timur sebesar Rp. 5.500.000,- per bulan dari 39 titik parkir, koordinator parkir kecamatan Palu Selatan sebesar Rp. 8.500.000,per bulan dari 62 titik parkir, dan koordinator parkir kecamatan Palu Utara sebesar Rp. 550.000,- per bulan dari 4 titik parkir. Padahal potensi retribusi parkir di tiga wilayah kecamatan, terutama kecamatan Palu Selatan dan Palu Barat sangat potensial, karena dikedua kecamatan ini menjadi pusat perdagangan dan jasa di Kota Palu. Demikian juga jumlah setoran rumah sakit undata dan rumah sakit umum daerah anutapura masing-masing Rp. 1.500.000,- per bulan dan Rp. 1.000.000,- per bulan. Jika dilihat dari 29
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 potensi retribusi parkir dikedua rumah sakit pemerintah ini kontribusinya terhadap PAD Kota Palu sangat rendah, padahal dikedua rumah sakit ini rata-rata pungutan retribusi parkir per hari mencapai Rp 300.000,- sampai Rp 500.000,- diluar pada hari libur/minggu. Hasil wawancara dengan mantan Kepala UPTD perparkiran mengatakan seandainya koordinator parkir dapat dihilangkan dan digantikan oleh UPTD akan lebih efesien. Keberadaan koordinator parkir yang berasal dari luar stuktur Dinas Perhubungan memberikan pengaruh terhadap tidak efektifnya pengelolaan dan penerimaan retribusi parkir, bahkan koordinator wilayah lebih banyak memperoleh keuntungan dari hasil pungutan retribusi parkir. Namun ada pihak yang tidak setuju jika koordinator parkir dihapuskan, termasuk ketua komisi III DPRD Kota Palu tidak sependapat kalau koordinator parkir wilayah ditiadakan dengan alasan mereka (koordinator parkir) sudah puluhan tahun menjadi koordinator parkir wilayah. Alasan lainnya jika koordinator parkir dihilangkan adalah tidak ada yang bisa menjamin terciptanya ketertiban di Kota Palu karena orang-orang yang menjadi koordinator parkir tersebut memiliki pengaruh terhadap preman-preman. Disamping itu para koordinator parkir wilayah memiliki hubungan kedekatan dengan elit-elit politik di Kota Palu sehingga tidak mengherankan bila koordinator parkir yang ada tetap dipertahankan, meskipun keberadaan koordinator parkir tidak memberi efek positif terhadap peningkatan retribusi parkir, bahkan mereka lebih banyak mendapat keuntungan. Dengan kata lain hasil pungutan retribusi parkir di Kota Palu lebih banyak mengalir ke koordinator parkir wilayah dari pada ke PAD.
Demikian juga titik parkir yang ada di dua rumah sakit Pemerintah di Kota Palu yaitu rumah sakit Undata dan rumah sakit umum Anutapura (RSUD), berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan informan mengungkapkan bahwa hasil pungutan retribusi parkir dirumah sakit Undata yang setiap harinya mencapai Rp. 400.000,sampai dengan Rp. 500.000,- lebih banyak mengalir ke rumah sakit Undata. Demikian juga di rumah sakit umum Anutapura (RSUD) yang setiap harinya pungutan retribusi parkir mencapai Rp. 300.000,-, lebih banyak mengalir ke rumah sakit Anutapura. Dari hasil wawancara tersebut memberi petunjuk hasil pungutan retribusi parkir di dua rumah sakit Pemerintah tersebut lebih banyak mengalir ke rumah sakit Undata dan rumah sakit Anutapura. Berdasarkan fakta empirik tersebut diatas memberi petunjuk pengelolaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu tidak efektif sehingga diperlukan penataan kembali manajemen pengelolaan retribusi parkir, dan perbaikan manajemen, dan hal ini tergantung pada Walikota yang memiliki otoritas dalam menata manajemen pengelolaan retribusi parkir. Dengan kewenangannya dapat merubah struktur organisasi dan mengganti aparat yang dipandang tidak cakap. Sementara itu, berkaitan dengan pentingnya struktur organisasi yang efesien, Osborne dan Gaebler (1992) mengatakan pemerintah hendaknya menerapkan prinsip “enterprising government”yaitu mendorong pemerintah bersemangat wirausaha. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat kinerja pemerintah sama dengan organisasi privat (swasta). Jangan membentuk suatu struktur atau unit organisasi pemerintahan jika hanya untuk menyedot anggaran tanpa kejelasan menghasilkan penerimaan 30
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 pemerintah. Prinsip “earning rather than spending” di dorong aparat Pemerintah Daerah bagaimana mencari sumber-sumber PAD sebagai konsekuensi otonomi, tetapi jangan diartikan aparat bermata duit. Menurut Jackson (dalam Kaho, 1997:197) otonomi daerah (pemerintahan daerah) tanpa keuangan yang memadai bukanlah otonomi yang sebenarnya. Itulah sebabnya Rivai dalam Joenarto (1976 : 16) mengatakan bahwa yang terpenting dalam pemberian hak otonomi kepada daerah adalah daerah harus mempunyai sumber penghasilan sendiri dan sanggup membiayai kebutuhannya sendiri. Ini berarti Pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kota Palu dituntut dan berkewajiban untuk mencari dan menggali potensi sumber-sumber PAD nya yang ada di wilayahnya seoptimal mungkin sebagai konsekuensi berotonomi. Hasil penelitian dimensi struktur birokrasi sebagai faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas implementasi pengelolaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu, memperkuat pendapat Edwards III (1980), bahwa struktur organisasi pelaksana kebijakan mempunyai pengaruh penting terhadap implementasi kebijakan. Para pelaksana kebijakan dapat saja mengetahui apa saja yang harus dilakukan, memiliki keinginan serta dukungan fasilitas untuk melakukannya, tetapi pada akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa karena terhalang oleh struktur organisasi yang tidak efesien. SIMPULAN Bertitik tolak dari permasalahan, hipotesis, pembahasan dan analisis dalam penelitian ini, maka simpulan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah Implementasi kebijakan berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir Pemerintah Kota Palu.
Besarnya pengaruh implementasi kebijakan terhadap efektivitas penerimaan retribusi parkir tersebut ditentukan oleh faktor atau dimensi komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Dari keempat sub variabel tersebut, dimensi komunikasi memberikan pengaruh terbesar yang kuat terhadap efektivitas pengelolaan retribusi parkir dibandingkan dimensi sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Sedangkan dimensi yang paling rendah pengaruhnya adalah dimensi sumber daya. Ini menunjukkan lemahnya dukungan sumber daya Dinas Perhubungan sebagai institusi yang mendapat kewenangan dari Walikota Palu untuk mengelola dan memungut retribusi parkir. Selanjutnya berdasarkan pada kesimpulan penelitian diatas, konsep baru yang merupakan temuan dalam penelitian ini adalah dalam mewujudkan keberhasilan implementasi kebijakan pengelolaan retribusi parkir sebagai salah satu sumber PAD yang potensial yang berperan dalam pembiayaan pembangunan di Kota Palu adalah pentingnya kebijakan berorientasi pada pengembangan sumber daya terutama peningkatan kualitas sumber daya aparat melalui pendidikan dan pelatihan serta pentingnya komitmen pimpinan puncak organisasi pemerintahan sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas pengelolaan retribusi parkir di Kota Palu, karena hanya dengan kualitas aparat dan komitmen pimpinan puncak organisasi, pengelolaan retribusi parkir akan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan PAD Pemerintah Kota Palu. Pentingnya pengembangan kualitas sumber daya aparat dan komitmen pimpinan puncak organisasi pemerintahan, sebab manusia merupakan kunci utama yang menentukan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdul Wahab, Solichin. 2010. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. 31
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 Al-Rasyid, Harun, Teguh Kismantoroadji (penyunting). 1994. Statistik Sosial. Bandung : Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rhineka Cipta. ________________. 1998. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Bryan, Coralie dan Lois G White. 1987. Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang. Jakarta. LP3S. Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta :Gramedia Pustaka Utama. Campbell, JP. 1977. On The Nature Of Organizational Effectiveness. Dalam PS Goodman an JM Penning (editor). New Perspective on Organizational Effectiveness. San Fransisco : Jessey Boss. Cheema, Shabbir G. Rondinelli A, Dennis. 1984. Decentralization and Development : Polices Implementation In developing Countries, Beverly Hills.London : Sage Publications. Creswell W. John. 2002. Reseach Design (Desain Penelitian) Qualitative & Quantitative Approaches.Alihbahasa Angkatan III dan KIK-UI dan Bekerja sama dengan Nur Khabibah. Jakarta : KIK Press. Davey K. J. 1988. Pembiayaan Pemerintahan Daerah: Praktek Internasional dan Relevansinya Bagi Dunia Ketiga.Jakarta : Universitas Indonesia. Davey, Kenneth. 1999. Keuangan Pemerintah Di Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia. Dehardt, Janet V and Robert B. Denhardt. 2003. New Public Service : Serving, not Steering. London : M.E Sharpe. Devas, Binder, Booth, Davey, Kelly. 1999. Keuangan Pemerintah Daerah Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia, UI press
Dunn, William N. 1994. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (Terj). Yogyakarta : Gadjah Madah University Press. Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Dwiyanto, Indiahono. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta : Gava Media. Edwards III, George. C. 1980. Implementing Public Policy. Washinton DC : Congreesional Quartery Press. _____________________.2003.Transformasi Pikiran : Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta : Kerja sama Lukman Offset dan Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia. Diterjemahkan Drs. Hessel Nogi S. Tangkilan, M,Si Gaebler, Ted dan Osborne David. 1992. Mewirausahakan Birokrasi : Mentrasformasi Semangat wirausahaan Kedalam sektor Publik. Jakarta : Taruna grafika. Georgepolous, Basil S. 1969. The Studi of Organizational Efectiveness. American Sociological Review. Grindle, Marilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World. New York : Princeton university Press. Gordon, GJ. 1986. Public Administration America. New York:St. Martin’s Press. Gibson, James L Dkk. 1993. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta : Airlangga. Hall, Richard S. 1980. Effectiveness Theory and Organizational Effectiveness. Journal of Spplied Behavioral Science. Henry, Nicholas. 1988. Administrasi Negara dan Masalah-masalah Kenegaraan. Jakarta : Rajawali Pers. Hersey, Paul and Blancard, Kenneth. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusi. Jakarta : Erlangga. 32
Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 Hogerwerf. 1987. Ilmu Pemerintahan. Ahli Bahasa L. L. Tobing. Jakarta : Erlanggga.
Mardiasmo, 2004. Otonomi dan Manajemen Keungan Daerah. Yogyakarta : Andi Offset.
Islami Irfan. 2002. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.
Mazmanian, Daniel A. and Paul A. Sabatier. 1983. Implementation and Public Policy. Glenview, Ilinois, Scott, Foreman and Company.
Ibrahim A. 2004. Pokok-pokok Analisis Kebijakan Publik (AKP). Bandung : Mandar Maju. Jones O. Jones. 1996. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy). Jakarta : Raja Grafindo Persada. Joenarto. 1976. Perkembangan Pemerintahan Lokal. Alumni, Bandung. Kaho Riwu Josef. 1987. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Pungutan Retribusi Daerah (Dalam Jurnal Ilmu Politik). Jakarta : Gramedia. Kaho Riwu Josef. 2004. Prospek Otonomi Daerah di Negara R.I.Jakarta : Rajawali. ________________. 1990. Jumlah Tingkatan Daerah Otonom : Suatu Analisis Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri. Jakarta Kartasasmita Ginandjar. 1996. Pemberdayaan Masyarakat : Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat. Jakarta : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Keban, YT. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta, Gama Media. Kristiadi, J.B. 1985. Masalah Sekitar Pendapatan Daerah. Jakarta : Prisma No.12, LP3S. Maddick. R. 1983. Democcracy, Decentralization and Development. Bombay Asia Publicing House. Luthan, Fred. 1992. Organizational Behavioral. New York : Mc. Graw Hill.
Mustopadidjaya, A. R. 2000. Perkembangan Penerapan Study Kebijakan. Jakarta: LAN. Nugroho, RD. 2006. Kebijakan Publik, ModelModel Perumusan, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta : Gramedia ____________. 20008. Public Policy. Jakarta, Gramedia. Osborne, David dan Plastrik, Peter. 2000. Memangkas Birokrasi Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha. Jakarta : PPM, Anggota Ikapi. Pamudji S. 1986. Pelaksanaan Asas Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta: Jurnal Ilmu Politik, Gramedia. Presman, Jeffrey L. & Wildavsky, Aaron. 1979.Implementation, second edition. Berkeley : University California Press. Parson Wayne. 2005. Public Policy, Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan. Jakarta : Penerbit Kencana Paul A, Sabatier, Daniel A. Mazmanian. 1983. Implementation and Public Policy, Scott, USA, Foresman and Company. Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2009. Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Sandar Pelayanan Minimal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Riggs,
Manan, Bagir. 1994. Hubungan antara Pusat dan Daerah menurut UUD 1945. Jakarta : Sinar Harapan. Manullang, M. 1994. Management Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Fred W. 1994. Administrasi Pembangunan : Batas-batas Strategi Pembangunan Kebijakan dan Pembaharuan Administrasi. Jakarta: Grafindo Persada.
Robbins, P. Stephen. 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi. Jakarta : Arcan.
33 Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 Romli, Lili. 2007. Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Subir, Chowdhury.2003. Organisasi Abad 21. Diterjemahkan Dra. Ati Cahayani, MM. Jakarta : Gramedia.
Saefullah A. Djadja. 2002. Sumber Daya Manusia dan Pembangunan dalam Otonomi Daerah, Makalah : Disampaikan Dalam Seminar Kebudayaan IndonesiaMalaysia di Kuala Lumpur 7-11 Oktober 2002.
Syaukani, Afan Gafar, Ryaas Rasyid. 2004. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Jakarta : Pustaka Pelajar.
__________________. 2009. Pemikiran Kontemporer Administrasi Publik, Perspektif Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Era Desentralisasi. Laboratorium Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Administrasi Negara : LP3AN FISIP Unpad. Syafri Wirman dan Setyoko Israwan. 2008. Implementasi Kebijakan Publik dan Etika Profesi Pamong Praja. Jatinangor : Alqa Prisma Interdelta. Salusu J. 1996. Pengambilan Keputusan Stratejik : Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit. Jakarta : Grasindo. Siahaan Pahala Marihot. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : Rajawali Pers. Smith, B.C. 1985. Dezentralitation. George Allen and Howin. ITD London. Steers M. Richard. 1985. Efektifitas Organisasi. Jakarta : Erlangga. Subarsono, A.G. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sumitro, Rahmat. 1994. Hukum Perpajakan di Indonesia. Jakarta : Gunung Agung. Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Yogyakarta : Andi Offset. Suradinata, Ermaya. 1996. Peranan Kepala Wilayah Dalam Analisis Masalah dan Potensi Wilayah.Bandung : Ramadan Bandung. Stoner, AF James dan Charles Wankel. 1986. Management Jilid I. Jakarta : Intermedia.
Sugiyono 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta. Tangkilisan S. Nogi Hessel. 2003. Implementasi Kebijakan Publik : Transformasi Pikiran George Edwards III. Penerbit : Kerjasama Lukman Offset & Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia. Thoha, Miftah. 1985. Manajemen Pembangunan Daerah Tingkat II. Jakarta : Prisma Nomor 12, LP3S. Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Tim LIPI. 2006. Membangun Format Baru Otonomi Daerah. Jakarta : LIPI Press. Udoji, Chief J.O. 1981. The african Public Servant as a Public Maker, Public Policy in Africa, African Association for Public Administrationand Management. Addis Abeba. Utomo, Warsito. 2007. Administrasi Publik Baru Indonesia : Perubahan Paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Van Meter, D.S., anad Van Horn, C.E. 1975. The Policy Imlplementation Proces: a Conceptual Famework, Administration and Society.Vol. 6, No. 4. Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Warwick, Donald P. 1975. A Theory Of Public Bureaucraty. Massachussets : Haward University Press. Weiner, Myron. 1994. Editor. Modernisasi Dinamika Pertumbuhan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
34 Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Pencerah Publik Nomor 01 Tahun 2014 Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo. Zeithaml, V.A., Parasuraman dan L.L. Berry. 1990. Delivering Quality Services Balancing Costumer Percetions and Expection. New York : The Free Press. B. Dokumen Target dan Realisasi PAD Kota Palu 20062010. Rekapitulasi Jumlah Kendaraan Bermotor UPT Dinas Pendapatan Daerah Wilayah I Kota Palu. 2004 sampai dengan 2010.
Peraturan Daerah Kota Palu No. 8 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum. Surat Keputusan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kota Palu Tentang Penetapan Titik Parkir Tahun 2011 Pada Wilayah Kota Palu. Peraturan Daerah Kota Palu No. 12 Tahun 2000 Tentang Retribusi Tempat Parkir. Peraturan Daerah Kota Palu No. 13 Tahun 2000 Tentang Retribusi Parkir dalam Gedung. Keputusan Walikota Palu No. 12 Tahun 2003 Tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir.
Rekapitulasi Rencana dan Realisasi Retribusi Parkir Tahun 2005-2010, Dinas Perhubungan Kota Palu
Keputusan Walikota Palu No. 13 Tahun 2003 Tentang Retribusi Parkir Ditepi Jalan Umum.
Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Palu Periode Juni 2010.
Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2010.
C. Perundang-Undangan
Peraturan Walikota Palu No. 12 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas/Badan Perangkat Daerah Kota Palu
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
D. Referensi Lain
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Citra Umbara, Bandung. Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang No. 25 Tahun 1999 Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah Kota Palu No.7 Tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Usaha.
Thoha Miftah. 1994. Dilema Otonomi Daerah. Dimuat dalam Harian Republika, 19 November, Jakarta. Hamudy A. Ilham Moh. Mendorong Penggabungan Daerah. Artikel dimuat di Tribun Jabar. 30 Desember 2009. Parkir Ilegal Disetor Ke Dinas Perhubungan. Tribun Jabar. 15 desember 2009. Tarif Parkir Swasta Mahal. Tribun Jabar. 11 Februari 2010. Parkir Dipinggir Jalan Naik. Tribun Jabar. 12 April 2010. Tarif Parkir Naik Per 1 Maret Diwilayah Kabupaten Bandung Barat. Tribun Jabar. 27 Februari 2011.
35 Jurnal Ilmiah Magister Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Palangkaraya