ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan KROMATOGRAFI PENUKAR ION sebagai TAHAPAN PEMURNIAN ENZIM PROTEASE Bacillus megaterium MS-961
Oleh DINNY MUTIAH F34101127
2005 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan KROMATOGRAFI PENUKAR ION sebagai TAHAPAN PEMURNIAN ENZIM PROTEASE Bacillus megaterium MS-961
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh DINNY MUTIAH F34101127
Dilahirkan pada tanggal 10 Maret 1983 Di Bandung, Jawa Barat Tanggal lulus : 5 Desember 2005 Menyetujui, Bogor, 6 Januari 2006
Prof. Dr. Djumali M, DEA Pembimbing I
Dr. Budiasih Wahyuntari Pembimbing II
ULTRAFILTRASI, PRESIPITASI BERTINGKAT dan KROMATOGRAFI PENUKAR ION sebagai TAHAPAN PEMURNIAN ENZIM PROTEASE Bacillus megaterium MS-961
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh DINNY MUTIAH F34101127
2005 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Ultrafiltrasi, Presipitasi Bertingkat dan Kromatografi Penukar Ion sebagai Tahapan Pemurnian Enzim Protease Bacillus megaterium MS-961”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan selama lima bulan, terhitung dari bulan Februari hingga bulan Juli, dan disusun berdasarkan acuan tinjauan pustaka. Selama penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil, oleh karena itu, pada kesempatan ini ijinkan penulis untuk mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda A. Mustafa dan Ibunda Kustariah, sebagai orang yang telah membesarkan penulis dengan penuh cinta kasih dan pendorong semangat terhebat, serta Ade tersayang dan terbawel yang pernah ada. 2. Prof. Dr. Djumali M,DEA selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir. 3. Dr. Budiasih Wahyuntari selaku dosen pembimbing kedua atas segala arahan dan wejangan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian hingga penyusunan skripsi. 4. Drs. Purwoko, Msi sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi yang saya buat. 5. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPP Teknologi) yang memberikan kepercayaan kepada penulis untuk melaksanakan program penelitian ini. 6. Dr. Suprihatin, yang telah membantu memecahkan masalah statistika pada penelitian ini.
7. Seluruh staf dan karyawan di Laboratorium Teknologi Bioindustri, BPPT, Serpong, yang banyak membantu penulis selama melakukan penelitian. 8. Sahabatku Uut, Teh Neti, Elin, Teh Euis, Teh Ira, Yudis, Agin, Zahra dan teman-teman seperjuangan di LTB: Rahmi, Wanto, Sari, Dimas, dan lainnya atas dukungan dan kerjasamanya selama bekerja di laboratorium. 9. Kawan-kawan TIN 38, teman-teman di ”Nurjanah”, mbak-mbak di ”D35 BATAN” dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan di atas, terima kasih sebesar-besarnya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Bogor, Desember 2005
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 10 Maret 1983 dari seorang ibu yang bernama Kustariah dan ayah bernama A. Mustafa.
Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara yaitu Fatriani. Penulis mendapatkan pendidikan dasar di SD PRIANGAN tahun 1989 sampai tahun 1995, SLTP di SLTPN 7 Bandung tahun 1995 sampai tahun 1998, dan SMU di SMUN 8 Bandung tahun 1998 sampai 2001. Penulis masuk ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2001 melalui jalur UMPTN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis dapat menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2005 dengan gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Selama menjalankan pendidikan akademis, penulis aktif dibeberapa organisasi yaitu pada tahun 2002 sampai tahun 2003 penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat FATETA, pada tahun yang sama penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB dan terlibat sebagai pengurus dalam Badan Eksekutif Mahasiswa FATETA Departemen Sosial Dan Kemasyarakatan Mahasiswa. Pada tahun 2004 penulis menjalankan Praktek Lapang (PL) di PT. Diamond Cold Storage, Cimahi, Jawa Barat dengan judul “Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Sosis Sapi (Beef Sausage) di PT. Diamond Cold Storage, Bandung-Jawa Barat.”
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama
: DINNY MUTIAH
NRP
: F34101127
Judul Skripsi
: Ultrafiltrasi, Presipitasi Bertingkat dan Kromatografi Penukar Ion sebagai Tahapan Pemurnian Enzim Protease Bacillus megaterium MS-961
menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul diatas adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Desember 2005
DINNY MUTIAH
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..............................................................................
i
DAFTAR TABEL .....................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
vii
I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
B. LATAR BELAKANG ..................................................................
1
C. TUJUAN ......................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
3
A. PROTEASE ..................................................................................
3
B. FILTRASI MEMBRAN ...............................................................
5
C. PRESIPITASI ................................................................................
7
D. KROMATOGRAFI PENUKAR ION ............................................
8
E. AKTIVITAS ENZIM ....................................................................
11
III. BAHAN DAN METODE ...................................................................
11
A. ALAT DAN BAHAN ...................................................................
11
1. Alat .........................................................................................
12
2. Bahan ......................................................................................
12
B. METODE PENELITIAN .............................................................
12
1. Poduksi enzim protease kasar .................................................
14
2. Ultrafiltrasi ..............................................................................
14
3. Presipitasi bertingkat ................................................................
15
4. Kromatografi penukar ion .........................................................
16
4.1. Penghilangan garam-garam ..............................................
16
4.2. Penukar ion .......................................................................
17
5. Penentuan aktivitas enzim
............................
18
..................................
20
7. Penentuan fluks ......................................................................
20
6. Penentuan kadar protein
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
21
A. ULTRAFILTRASI .......................................................................
21
B. PRESIPITASI ...............................................................................
25
C. KROMATOGRAFI PENUKAR ION ..........................................
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
39
A. KESIMPULAN ............................................................................
39
B. SARAN .........................................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
40
LAMPIRAN ...............................................................................................
43
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Divisi dari subgrup peptidase dan proteinase: subgrup 3.4 -peptida hidrolase
4
Tabel 2. Metode analisis aktivitas enzim
19
Tabel 3. Tingkat pemurnian enzim protease setiap tahapan proses
38
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Mekanisme kerja membran ..................................................
5
Gambar 2.
Konfigurasi sistem aliran silang ............................................
6
Gambar 3.
Pemisahan protein dengan prinsip kromatografi penukar ion
10
Gambar 4.
Skema metode penelitian ....................................................
13
Gambar 5.
Skema proses peralatan mikrofiltrasi ..................................
14
Gambar 6.
Skema proses peralatan ultrafiltrasi ....................................
15
Gambar 7.
Alat kromatografi kolom “Akta Prime” ...............................
16
Gambar 8.
Modul ultrafiltrasi sistem aliran silang .................................
20
Gambar 9.
Grafik kadar protein ultrafiltrasi .........................................
22
Gambar 10. Grafik aktivitas enzim spesifik ultrafiltrasi ...........................
24
Gambar 11. Hasil presipitasi bertingkat ....................................................
26
Gambar 12. Grafik kadar protein dan aktivitas enzim spesifik presipitat .
27
Gambar 13. Perbedaan daya ikat antara (a) penukar anion dan (b) penukar kation .....................................................................................
30
Gambar 14. Perbedaan kemampuan pemisahan antara bufer (a) pH 8,0; (b) pH 7,0; (c) pH 6,0 dan (d) pH 5,5 ..................................
37
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Persiapan pereaksi untuk analisis aktivitas enzim protease 44
Lampiran 2.
Penetapan kadar protein metode Bradford ......................... 46
Lampiran 3.
Kurva standar kadar protein ............................................. 47
Lampiran 4.
Pembuatan buffer Tris-Cl pH 8 ........................................ 48
Lampiran 5.
Spektrofotometer ”Pharmacia LKB” ............................... 49
Lampiran 6.
Bioreaktor bervolume 30 L ................................................ 49
Lampiran 7.
Modul ultrafiltrasi sistem aliran silang............................... 50
Lampiran 8.
Rekapitulasi data kadar protein, aktivitas enzim dan aktivitas enzim spesifik hasil ultrafiltrasi .................... 51
Lampiran 9.
Rekapitulasi data kadar protein, aktivitas enzim dan akivitas enzim spesifik hasil presipitasi ...................... 53
Lampiran 10. Rekapitulasi data fluks sebelum ultrafiltrasi dilakukan ..... 53 Lampiran 11. Data perhitungan hasil uji T ultrafiltrasi dan presipitasi .... 54 Lampiran 12. Data perhitungan hasil analisis ragam ultrafiltrasi ............. 56 Lampiran 13. Data perhitungan hasil uji lanjut Duncan ultrafiltrasi ........ 58 Lampiran 14. Jumlah amonium sulfat padat yang ditambahkan ke dalam larutan untuk memberikan kejenuhan akhir pada 0oC ........................................................................... 64
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kekuatan ekonomi Indonesia berbasis kekayaan alam masih perlu ditingkatkan lagi. Keragaman alam baik mikroba, tumbuhan maupun hewan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bila ingin menjadikan Indonesia dapat bersaing di kancah perdagangan internasional. Indonesia yang mengandalkan pergerakan ekonomi dari bidang tambang, migas, dan industri manufaktur tidak terlalu berpengaruh banyak pada penambahan kesejahteraan masyarakat secara luas. Bahkan kebijakan pembangunan ekonomi yang tidak bersandar pada pemberdayaan sumber daya alam terbarukan (renewable resource) ini menyebabkan keterpurukan perekonomian Indonesia selama beberapa tahun selain mengakibatkan kerusakan alam yang parah. Indonesia sebagai salah satu negara megabiodiversity memiliki sumber bahan baku terbarukan yang besar, baik dalam jumlah maupun jenisnya. Potensi inilah yang perlu dikembangkan dengan memanfaatkan bahan baku terbarukan tersebut menjadi produk-produk baru yang mempunyai nilai tambah lebih tinggi, terutama dari segi harga dan nilai kompetitifnya (Masduki, 2004). Sejumlah
industri
berbasis
bioteknologi
konvensional
yang
memanfaatkan bahan baku terbarukan di Indonesia telah berkembang. Permasalahannya adalah daya saingnya masih perlu ditingkatkan lagi melalui penerapan teknologi yang lebih tepat dan efisien. Masih perlu dikembangkan lagi industri yang berbasis bioteknologi modern untuk memanfaatkan potensi sumber bahan baku terbarukan yang ada (Masduki, 2004). Berdasarkan pernyataan di atas rasanya tepat untuk mengubah arah industri Indonesia dari industri berbasis sumber daya alam tidak terbarukan menjadi bioindustri. Salah satu bioindustri yang menjanjikan keuntungan besar adalah industri enzim.
Pengguna utama enzim adalah industri pangan
(45 %), deterjen (34 %), tekstil (11 %), kulit (3 %), pulp dan kertas (1,5 %) serta bidang diagnostik dan medis (5,5 %) (Suhartono, 2000). Industri enzim dunia saat ini didominasi oleh enzim protease yaitu sekitar 70 % dari total penjualan enzim dunia (Masduki, 2004). Protease sangat berperan terutama dalam industri pangan, deterjen dan kulit. Industri raksasa yang menguasai pangsa pasar 40 % protease tercatat adalah kelompok Novo (Denmark) dan diikuti dengan Gist Brocades/DSM (Belanda) yang bekerja sama dengan Genencor Internasional (Amerika) dengan pangsa pasar sekitar 30 % (Suhartono, 2000). Protease yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus megaterium MS 961 belum pernah dilakukan tahapan pemurnian. Pemurnian enzim adalah usaha untuk mendapatkan enzim murni dengan konsentrasi yang lebih tinggi. B. Tujuan penelitian Mengkaji perlakuan pemurnian protease ekstraselular Bacillus megaterium MS961 yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu terdiri dari ultrafiltrasi, presipitasi dan kromatografi penukar ion, sebagai awal dari penelitian selanjutnya mengenai karakterisasi enzim.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. PROTEASE Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Enzim bekerja dengan urutan yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien, yaitu reaksi yang menyimpan dan mengubah energi kimiawi, serta membuat makromolekul sel dari prekursor sederhana (Lehninger,1988). Sumber enzim adalah organisme hidup : tanaman, hewan dan mikroba, karena fungsi alamiah enzim adalah sebagai katalisator di dalam reaksi kehidupan. Walaupun demikian, enzim dari mikroba mempunyai kecenderungan lebih banyak dipakai saat ini disebabkan beberapa alasan antara lain adalah kemudahan pertumbuhan, produktivitas yang tinggi, sifat yang dapat diubah ke arah yang lebih menguntungkan dan berkembangnya pengetahuan mengenai teknik fermentasi, mutasi dan rekayasa genetik (Suhartono, 1989). Salah satu enzim yang dihasilkan oleh mikroba adalah protease. Berbagai jenis bakteri seperti Bacillus, Pseudomonas, Clostridium, Proteus dan Seratia merupakan penghasil enzim protease yang cukup potensial (Suhartono, 1989). Menurut Nomenclatur Committee of The International Union of Biochemistry and Molecular Biology, protease diklasifikasikan ke dalam kelas hidrolase yang berfungsi untuk mengkatalisis reaksi hidrolisis dengan subkelompok 4 (khusus enzim yang bekerja pada ikatan peptida) (Suhartono, 1989). Protease juga digolongkan menjadi proteinase dan peptidase, peptidase ditujukan bagi protease pemecah peptida sedangkan proteinase berfungsi untuk mengkatalis hidrolisis molekul protein menjadi fragmen-fragmen besar (Muchtadi et al.,1992 dan Suhartono, 1989).
Tabel 1. Divisi dari subgrup peptidase dan proteinase: subgrup 3.4-peptida hidrolase Bilangan EC
Nama yang direkomendasikan
3.4.11
α-Aminopeptide hidrolase
3.4.13
Dipeptide hidrolase
3.4.15
Peptidil dipeptida hidrolase
3.4.16
Serin karboksipeptidase
3.4.17
Metalo karboksipeptidase
3.4.21
Serin proteinase
3.4.22
Thiol proteinase
3.4.23
Karboksil (asam)proteinase
3.4.24
Metaloproteinase
3.4.99
Proteinase yang tidak diketahui mekanisme katalitiknya
(Sadana, 1991)
Enzim protease berdasarkan letak pengeluarannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu protease ekstraselular dan protease intraselular. Protease ekstraselular diperlukan makhluk hidup untuk menghidrolisis nutrisi protein menjadi peptida kecil dan asam amino, sehingga dapat diserap dan dimanfaatkan oleh sel. Protease intraselular bertanggung jawab terhadap degradasi proteolitik secara cepat dan tidak dapat balik bagi protein sel yang fungsinya tidak diperlukan lagi, atau protein abnormal yang tidak bermanfaat bahkan mengganggu metabolisme sel (Suhartono, 2000). Penggolongan protease lainnya adalah berdasarkan data deret asam amino enzim (atau data nukleotida gen penyandinya) yang mengarah kepada hubungan evolusi dan struktur enzim. Klasifikasi ini sangat penting, mengingat kemiripan struktur enzim di dalam keluarga yang sama, biasanya mencerminkan kemiripan dalam hal mekanisme katalitik dan sifat-sifat lain bahkan fungsi hayatinya (Rao et al., 1998).
Menurut Rao et al. (1998), protease dapat pula dikelompokkan berdasarkan pH kerjanya yang terbagi tiga bagian, yaitu protease asam, netral dan alkalis. Pengelompokkan ini ditemukan sejalan dengan ditemukannya tingkat homologi deret gen penyandi dan deret asam amino yang menyusun enzim. Kelompok protease asam terdiri dari protease aspartat dan beberapa protease sistein atau metaloprotease yang memiliki pH optimum antara 2 sampai 6. Protease netral aktif pada kisaran pH netral. Kelompok ini termasuk protease sistein, metaloprotease dan beberapa protease sistein (Rao et al.,1998). Protein alkalis ditemukan aktif pada pH antara 8-13 dan banyak yang termasuk ke dalam golongan protease serin subtilisin (Neurath, 1989) Menurut Rao et al. (1998), protease dimanfaatkan untuk pengolahan seperti dalam industri susu, pembuatan roti, industri pengolahan kedelai, penghilangan rasa pahit dari hasil hidrolisis protein dan untuk pembuatan pemanis buatan rendah kalori. Selain itu, protease juga digunakan pada industri deterjen dan pada bidang kesehatan serta industri kulit, sebagai agensia untuk melepaskan rambut.
B. FILTRASI MEMBRAN Filtrasi secara sederhana didefinisikan sebagai pemisahan materi partikulat dalam suatu campuran dengan cara pengaliran umpan melalui suatu membran yang dapat menahan partikulat yang memiliki molekul lebih besar dari ukuran pori membran (Gutman, 1987).
Gambar 1. Mekanisme kerja membran (Neligan , 2005) Dibandingkan dengan metode pemisahan lain seperti destilasi dan presipitasi, filtrasi membran memiliki beberapa keunggulan. Menurut Gutman (1987) ada beberapa keuntungan filtrasi membran, yaitu: 1. Biaya operasi rendah. Proses membran membutuhkan lebih sedikit energi dibandingkan dengan proses evaporasi, misalnya. Disamping itu proses membran mudah diotomatisasi dan dikontrol sehingga membutuhkan sedikit tenaga kerja. 2. Perolehan produk tinggi. Proses membran merupakan proses pemisahan yang bersih dan relatif sedikit menimbulkan kerusakan pada produk. 3. Pertimbangan peralatan, proses membran dapat digandakan skalanya dengan mudah dan dipasang lebih cepat. Ada beberapa jenis pemisahan dengan menggunakan membran, dua diantaranya adalah mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Mikrofiltrasi (MF) menghasilkan sebuah proses pemisahan dengan menggunakan membran yang mirip dengan ultrafiltrasi tetapi dengan ukuran pori yang lebih besar yang dapat melewatkan partikel yang berukuran 0,1 hingga 10µm (Neligan, 2005) dan bertujuan untuk menghilangkan keseluruhan sel maupun potongan sel dari larutan (Walsh, 2002). Konfigurasi sistem pemisahan membran yang digunakan adalah aliran silang (Neligan, 2005).
Gambar 2. Konfigurasi sistem aliran silang Ultrafiltrasi
(UF)
dirancang
sebagai
proses
pemisahan
dengan
menggunakan membran dengan pori berukuran 5. 10-2 μm – 5 μm, dijalankan dengan menggunakan perbedaan tekanan. Pemisahan komponen-komponen cairan didasarkan atas ukuran dan strukturnya. Konfigurasi sistem filtrasi membran yang biasa digunakan adalah aliran silang (Neligan, 2005).
Fouling merupakan fenomena yang sering terjadi pada pemisahan membran. Fouling adalah proses terkumpulnya komponen-komponen secara tetap sebagai akibat proses filtrasi itu sendiri (Cheryan, 1986). Menurut Henry (1988) fouling yang timbul dapat mengakibatkan terjadinya penurunan fluks dan perubahan selektivitas. Fenomena lain yang sering terjadi adalah polarisasi konsentrasi. Polarisasi konsentrasi
terjadi
akibat
ketidakseimbangan
mekanisme
konveksi
dan
mekanisme difusi. Akibatnya terjadi penurunan fluks dan efektivitas tekanan transmembran (Cheryan, 1986). Menurut Cheryan (1986) pengaruh fouling dan polarisasi konsentrasi dapat dikurangi dengan mengontrol kondisi operasi seperti suhu, tekanan dan kecepatan aliran silang. Teknik aliran silang merupakan teknik dengan arah aliran umpan sejajar dengan permukaan membran. Aliran aliran silang ini dapat memperkecil pengaruh fouling atau pembentukan lapisan endapan material pada permukaan membran (Cheryan, 1986).
C. PRESIPITASI Presipitasi yang dikenal untuk memurnikan enzim bermacam-macam, antara lain adalah presipitasi dengan pengaturan pH, peningkatan kekuatan ion, penurunan kekuatan ion dan penggunaan pelarut organik. Presipitasi yang paling banyak digunakan adalah dengan peningkatan kekuatan ion atau lebih dikenal dengan nama salting out (Harris dan Angal, 1989). Kelarutan suatu protein tergantung pada konsentrasi garam dalam larutan. Konsentrasi garam ini diperlukan untuk menimbulkan efek salting out pada pemurnian enzim. Salting out adalah fenomena pengendapan protein akibat adanya kelebihan garam (Wang, 2005). Banyak jenis garam yang telah digunakan untuk pemurnian dan pemisahan protein melalui salting out. Amonium sulfat merupakan garam
yang paling
dikenal dan paling banyak digunakan dalam metode pemurnian dan pemekatan enzim, khususnya dalam skala laboratorium. Amonium sulfat merupakan pilihan
yang tepat dan efektif karena kelarutannya yang tinggi, murah, rendahnya toksisitas terhadap sebagian besar enzim dan mempunyai efek menstabilkan pada beberapa enzim (Chaplin, 2004). Dua tata cara salting out yang umum digunakan. Pertama, larutan garam jenuh ataupun kristal garam bubuk secara perlahan ditambahkan ke dalam campuran protein untuk meningkatkan konsentrasi garam didalam konsentrasi campuran.
Protein
yang
mengendap
dikumpulkan
dan
dikelompokkan
berdasarkan konsentrasi larutan garam pada saat terbentuk. Pengumpulan sebagian produk yang terpisah ini dinamakan fraksinasi. Fraksi protein yang dikumpulkan selama tahap-tahap awal penambahan garam lebih sedikit dapat larut dibandingkan fraksi yang dikumpulkan kemudian (Wang, 2005). Bila metode pertama hanya menjelaskan penggunaan peningkatan konsentrasi garam, metode alternatif berikutnya menggunakan pengurangan konsentrasi garam. Pada metode alternatif ini, sebanyak mungkin protein harus dapat diendapkan dengan cepat oleh konsentrasi larutan garam. Kemudian rangkaian penurunan konsentrasi larutan amonium sulfat dingin digunakan untuk mengekstrak komponen protein secara selektif, kebanyakan melarut pada konsentrasi amonium sulfat yang lebih tinggi. Protein yang diekstraksi dikristalkan kembali dan kemudian diperoleh kembali melalui pemanasan bertahap larutan dingin menjadi suhu ruang (Wang, 2005).
D. KROMATOGRAFI PENUKAR ION Kromatografi umumnya dilakukan untuk memisahkan komponenkomponen zat di dalam bahan yang terikat satu sama lain. Pada dasarnya analisis ini terdiri dari dua sistem yaitu fase tetap (stationary phase) dan fase bergerak (mobile phase). Fase tetap berguna untuk mengikat komponen zat, sedangkan fase bergerak berguna untuk mengangkut komponen zat lain yang tidak terikat. Oleh karena adanya sistem pengangkutan dan sistem pengikatan ini, maka suatu komponen zat dapat dipisahkan dari komponen lainnya (Suhartono, 1989).
Empat kromatografi yang sudah dikenal dan banyak digunakan, yaitu kromatografi kertas, kolom dan lapis tipis dengan pelarut cair sebagai fase bergerak serta kromatografi gas dengan fase bergerak dalam bentuk gas. Pada penelitian ini kromatografi yang digunakan adalah metode penukar ion. Menurut Lehninger (1988), kromatografi penukar ion merupakan metode yang paling banyak dipergunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi dan menghitung jumlah tiap-tiap asam amino di dalam suatu campuran. Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas molekul bermuatan di dalam larutan senyawa tidak reaktif yang berfungsi sebagai pengisi kolom yang bermuatan berlawanan. Golongan senyawa ini merupakan polimer yang bersifat elastik, yang mengandung kerangka resin sintetik (Suhartono, 1989). Beberapa dari 20 asam amino yang membangun blok protein memiliki rantai sisi yang bermuatan. Pada pH 7,0; asam aspartat dan asam glutamat secara keseluruhan memiliki muatan negatif berada pada sisi kelompok asam, sedangkan lisin, arginin dan histidin memiliki muatan positif berada pada sisi kelompok basa. Akibatnya, molekul protein memiliki muatan positif dan negatif, secara garis besar disebabkan kehadiran beragamnya jumlah kelima asam amino (Walsh, 2002). Proses yang terjadi selama pertukaran ion secara umum dilakukan dalam empat tahap. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 3.
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap 4
Gambar 3. Pemisahan protein dengan prinsip kromatografi penukar ion (http://www.chromatography.amershambiosciences.com) Tahap pertama adalah tahap penyeimbangan, pada tahap ini larutan penyangga A dipompa melalui kolom hingga pH dan konsentrasi garam mencapai kondisi yang diinginkan. Selanjutnya adalah tahap aplikasi dan penyerapan contoh. Pada tahap tersebut, molekul terlarut membawa muatan yang sesuai untuk menggantikan penukar ion dan mengikat secara dapat balik kepada gel. Senyawa yang tidak terikat akan tercuci keluar menggunakan larutan penyangga awalan (Amersham Pharmacia Biotech). Tahap ketiga adalah elusi gradien, senyawa dihilangkan
dari kolom
dengan mengubah kepada kondisi elusi yang tidak cocok untuk ikatan ion molekul terlarut. Tahap ini dicapai dengan meningkatkan gradien konsentrasi garam dan molekul terlarut tadi dikeluarkan dari kolom menurut kekuatan pengikatannya. Menurut Winarno (1997), ion Na+ berkompetisi dengan protein untuk berikatan dengan gugus pada kolom dan secara bertahap ion Na+ mengganti kedudukan protein. Tahap terakhir sistem kromatografi ion ini adalah regenerasi, yaitu komponen bermuatan yang masih terdapat dalam kolom dicuci keluar sehingga kondisinya kembali seperti semula (Amersham Pharmacia Biotech).
E. AKTIVITAS ENZIM Reaksi kimia dapat menentukan aktivitas enzim secara kualitatif yaitu dengan substrat yang dapat dikatalisis oleh enzim tersebut dan secara kuantitatif ditentukan dengan mengukur laju reaksi tersebut. Hal tersebut mengakibatkan jumlah enzim lebih banyak dinyatakan dalam bentuk aktivitas enzim dan dinyatakan dalam satuan atau unit enzim (Winarno, 1986). Aktivitas spesifik enzim adalah suatu ukuran kemurnian enzim, nilainya meningkat selama pemurnian suatu enzim dan menjadi maksimum dan tetap (konstan) jika enzim sudah berada dalam keadaan murni (Lehninger, 1988). Aktivitas spesifik ini menyatakan jumlah satuan enzim per miligram protein. Karena enzim terdiri atas protein, maka pengaruh-pengaruh berbagai faktor terhadap protein juga berpengaruh terhadap enzim serta aktivitasnya. Faktor-faktor tersebut antara lain suhu yang dapat menimbulkan denaturasi protein dan pH yang berpengaruh terhadap muatan listrik protein. Umumnya semakin tinggi suhu sistem, reaksi kimia akan berjalan semakin cepat, baik dikatalis oleh enzim atau tidak (Suhartono, 1989). Protein adalah zat yang bersifat amfoter, yang bermuatan positif dan negatif, tergantung pada suasananya apakah terlalu asam atau basa. Jika suasananya berada pada titik isoelektrik maka protein bermuatan netto nol, artinya muatan negatif dan positif seimbang. Kebanyakan protein bermuatan nol pada pH sekitar 4-5 dan pada pH tersebut protein paling mudah diendapkan (Dixon dan Webb, 1958 yang dikutip oleh Sukarsa, 1978). Karena enzim-enzim terdiri atas protein, muatan listriknya tergantung pada pH lingkungannya. Muatan listrik enzim sangat menentukan aktivitasnya maka aktivitas juga dipengaruhi pH lingkungannya (Conn dan Stumpf, 1972 dikutip oleh Sukarsa, 1978).
III.
BAHAN DAN METODOLOGI
A. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan adalah larutan enzim protease kasar dari bakteri Bacillus megaterium MS-961 yang belum dimurnikan. Bahan diproduksi oleh Laboratorium Teknologi Bioindustri, Pusat Pengkajian dan Penerapan Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Puspiptek, Serpong, Tanggerang. Untuk pengujian aktivitas enzim digunakan bahan NaOH, HCl, larutan penyangga Tris-Cl, tirosin, CaCl2, asam trikloro-asetat, kasein ”Calbiochem”, natrium karbonat, pereaksi folin ciocalteaue, dan air suling. Penentuan kandungan protein menggunakan bahan-bahan Bovine Serum Albumin, Coomasie Brilliant Blue G-250 (Merck), etanol dan asam fosfat . Pemurnian enzim menggunakan bahan amonium sulfat, NaH2PO4, Na2HPO4, Tris, HCl dan NaCl, matriks pengisi kolom kromatografi ”HiTrapTM desalting”, penukar anion ”HiTrap Q FF” dan kation ”HiTrap CM FF”.
2. Alat Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, pengaduk, pipet mikro, tip pipet, gelas ukur, labu erlenmeyer, vorteks mixer, sentrifuse ”Hitachi”, pemanas ”Heidolph”, pendingin, penggoyang ”Kuhner”, neraca analitik ”Sartorius”, spektrofotometer ”Pharmacia LKB”, ultrasonografi, sistem ultrafiltrasi ”Milipore Minitan”, piranti kromatografi kolom jenis “Akta Prime” (Amersham Biosciences, Swedia), pengaduk magnetik, dan penangas air.
B. Metode Penelitian Pemurnian enzim protease melalui beberapa tahapan. Tahapan pertama adalah memproduksi enzim protease bebas sel. Sel bakteri dipisahkan dari
larutan fermentasi secara mikrofiltrasi. Tahapan kedua adalah pemurnian secara ultrafiltasi, lalu dilanjutkan dengan presipitasi. Tahapan terakhir proses pemurnian ini adalah kromatografi kolom yang menggunakan teknik kromatografi penukar ion. Secara skematis metodologi penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Skema metode penelitian
1. Produksi enzim protease kasar bebas sel Produksi enzim dilakukan dalam fermentor LKB sebanyak
30 L.
Produksi ini dilakukan dengan menggunakan media 2 % tetes tebu dan 1 % urea pada pH 7,5 dan suhu 37 oC. Sel bakteri dipisahkan dari larutan enzim dengan menggunakan mikrofilter membran keramik serat berongga (ceramics hollow fibre) dengan pori berukuran 0,01 μm.
Manometer
P
Membrankeramik serat berongga
Pompa
permeate
Flowmeter
Gambar 4. Skema proses peralatan mikrofiltrasi 2. Ultrafiltrasi Membran ultrafilter yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 30.000 Dalton molecular weight cut off (MWCO). Proses ultrafiltrasi akan menggunakan membran tipe plat yang mempunyai luasan membran 60 cm2. Tekanan yang diberikan sama untuk setiap perlakuan yaitu 100 kPa. Umpan berasal dari permeate yang didapat dari proses mikrofiltrasi. Setiap penurunan 150 ml retentat yang terkumpul dicatat volume retentat tersisa, volume permeat, unit aktivitas enzim dan kadar protein enzim, sedangkan permeat dibuang. Fluks dicatat setiap sebelum proses ultrafiltrasi berlangsung.
Gambar 5. Skema proses peralatan ultrafiltrasi 3. Presipitasi bertingkat a. Protease hasil ultrafiltrasi ditempatkan ke dalam labu erlenmeyer dan dikondisikan suhunya menjadi 4 oC menggunakan balok es. b. Penambahan larutan amonium sulfat 30 % (b/v) jenuh dilakukan dengan pengadukan dan dituang sedikit demi sedikit ke dalam larutan protein. Volume larutan amonium sulfat jenuh yang terbentuk dicatat. Proses pengadukan membutuhkan waktu ± 60 menit, kemudian disimpan pada suhu 4 oC selama semalam untuk menyempurnakan pengendapan. c. Endapan yang dihasilkan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000xg/15 menit. Endapan kemudian dipisahkan dari cairannya. Cairan yang tersisa dicatat
volumenya
dan
dilakukan
presipitasi
kembali
dengan
menggunakan prosedur yang sama tetapi konsentrasi amonium sulfat yang lebih tinggi. Jumlah amonium sulfat yamg ditambahkan berdasarkan Lampiran 14. Konsentrasi amonium sulfat yang digunakan adalah 30 % 70 % amonium sulfat jenuh. d. Tiap contoh yang dihasilkan pada tahap ini diukur unit aktivitas enzim dan kadar protein enzim.
4. Kromatografi penukar ion Ada dua tahap yang harus dilakukan sebelum melakukan separasi protein-protein dalam kromatografi kolom “Akta Prime”, yaitu penghilangan garam-garam dengan menggunakan “Hi trap desalting” dan penukar ion. Laju alir yang digunakan adalah 1 ml/menit.
Gambar 6. Alat kromatografi kolom “Akta Prime” 1. Penghilangan garam-garam a. Penyiapan contoh Contoh dilewatkan melalui filter berukuran 0,45 µm. Volume contoh maksimal yang direkomendasikan dengan menggunakan kolom kromatografi ”HiTrapTM desalting” berukuran 5 ml adalah 1,8 ml. b. Penyiapan penyangga Untuk memastikan hasil terbaik digunakan air dan bahan-bahan kimia dengan kadar kemurnian tinggi. Hal ini bertujuan untuk menyaring penyangga dengan melewatkannya melalui filter 0,45 µm sebelum digunakan. Penyangga (portal A1) : sodium fosfat 20 mM, NaCl 0,15 M, pH 7. Sedikitnya 500 ml larutan penyangga disiapkan. c. Pengaturan pemurnian a) Pipa pemasukkan diletakkan pada portal A1 (8 katup portal) dan portal B (2 katup portal) di dalam penyangga. Tiga pipa
pengeluaran berwarna coklat diletakkan di dalam saluran pembuangan. b) Kolom antara portal 1 disambungkan pada katup injeksi (7 katup portal dan saluran UV). c) Rak pengumpul fraksi diisi dengan tabung 18 mm (min 25) dan plat putih ditempatkan pada cabang fraksinasi yang berlawanan dengan tabung pertama. d) Contoh dihubungkan antara portal 2 dan 6 dengan katup injeksi dengan putaran (loop) yang cukup besar bagi contoh. Bila superloop dibutuhkan tambahan informasi yang dibutuhkan tersedia dalam petunjuk untuk superloop. e) Jarak diatur antara dua saluran pada pencatat ke IV dan kecepatan hingga 10 mm/min. d. Pendeteksian contoh a) Pencatat diperiksa apakah diatur berdasarkan petunjuk dan siap dioperasikan. b) Volume contoh dimasukkan dan tekan OK untuk memulai perhitungan/analisa. 2. Penukar ion a. Penyiapan contoh Contoh dilewatkan melalui filter berukuran 0,45 µm. Volume sampel maksimal yang direkomendasikan dengan menggunakan kolom berukuran 1 ml adalah 0,9 ml. b. Penyiapan penyangga Untuk memastikan hasil terbaik digunakan air dan bahan-bahan kimia dengan kadar kemurnian tinggi. Hal ini bertujuan untuk menyaring penyangga dengan melewatkannya melalui filter 0,45 µm sebelum digunakan. Penyangga (portal A1) : Tris-Cl 20 mM, NaCl 1 M, variasi pH 5,5; 6,0; 7,0; dan 8,0. Sedikitnya 500 ml larutan penyangga disiapkan.
c. Pengaturan pemurnian a) Pipa pemasukkan diletakkan pada portal A1 (8 katup portal) dan portal B (2 katup portal) di dalam penyangga. Tiga pipa pengeluaran berwarna coklat diletakkan di dalam saluran pembuangan. b) Kolom antara portal 1 disambungkan pada katup injeksi (7 katup portal dan saluran UV). c) Rak pengumpul fraksi diisi dengan tabung 18 mm (min 25) dan plat putih ditempatkan pada cabang fraksinasi yang berlawanan dengan tabung pertama. d) Contoh dihubungkan antara portal 2 dan 6 dengan katup injeksi dengan putaran (loop) yang cukup besar bagi contoh. Bila superloop dibutuhkan tambahan informasi yang dibutuhkan tersedia dalam petunjuk untuk superloop. e) Jarak diatur antara dua saluran pada pencatat ke IV dan kecepatan hingga 10 mm/min. e. Pendeteksian contoh a) Pencatat diperiksa apakah diatur berdasarkan petunjuk dan siap dioperasikan. b) Volume contoh dimasukkan dan tekan OK untuk memulai perhitungan/analisa. 5. Penentuan Aktivitas Enzim Aktivitas enzim diukur menggunakan metode Walter (1988) dimodifikasi.
Tabel 2. Metode analisis aktivitas enzim proteasea Pereaksi
Contoh (μl)
Kasein (1%) dalam larutan 400
Blanko (μl)
Standar (μl)
400
400
penyangga Tris-Cl pH 8 Enzim dalam CaCl2 (2mM)
50
-
-
Air suling
-
50
-
Tirosin standar (5mM)
-
-
50
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 30oC TCA (0.1 mol/l) Enzim
dalam
500 CaCl2
(2 -
500
500
50
50
-
-
mmol/l) Air suling
50 o
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 37 C dan dilanjutkan dengan sentrifuse pada 4000 rpm selama 20 menit Filtrat
400
400
400
Na2CO3 (0,15 mol/l)
2000
2000
2000
Pereaksi folin
400
400
400
Inkubasi selama 20 menit pada suhu 37 oC, kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm a
) Walter, 1988
Unit aktivitas enzim adalah jumlah enzim yang menghasilkan produk yang setara dengan 1 μmol tirosin per menit pada suhu 37oC dan pH 8. Cara menghitung unit aktivitas enzim adalah sebagai berikut. Setiap yang akan dihitung unit aktivitasnya mempunyai nilai absorban untuk contoh, blanko, dan standar masing-masing, dengan menggunakan rumus di bawah ini dapat dihitung unit aktivitas dari enzim. A sp − A b 1 1 U= xPx st b1 A − A T
Keterangan : U
: unit aktivitas protease per ml per menit (U/ml/menit)
sp
A
: nilai absorbansi contoh
Ast
: nilai absorbansi standar
Abl
: nilai absorbansi blanko
P
: faktor pengenceran
T
: waktu inkubasi (menit)
6. Penentuan kadar protein (Bradford, 1976) 40 μl cairan ditambahkan 2 ml pereaksi Bradford (Lampiran 2), kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 595 nm. Standar yang digunakan adalah standar protein Bovine Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 0; 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,7; 0,9 (Lampiran 3) dan 1 mg/ml, sedangkan blanko yang digunakan adalah air suling. Protein yang diperoleh dinyatakan dalam satuan mg/ml. 7. Penentuan fluks Fluks (J) adalah jumlah filtrat atau permeat (v) yang keluar per satuan luas (A) per satuan waktu (t). Perhitungan : fluks (J) =
laju alir (Q ) luas membran ( A)
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ULTRAFILTRASI
Ultrafiltrasi diterapkan untuk memisahkan enzim dari protein dan benda pengotor yang tidak diharapkan dengan melewatkan melalui membran yang memiliki ukuran pori 30 kD. Membran yang digunakan pada penelitian ini adalah polisulfon yang mempunyai struktur unit difenil sulfon berulang. Kelompok gugus -SO2 dalam polimer sulfon cukup stabil karena ketertarikan elektronik dari resonansi elektron antara kelompok aromatik sampingnya (Cheryan, 1986). Konfigurasi sistem filtrasi membran yang digunakan adalah aliran silang. Sistem filtrasi ini mempunyai aliran retentat yang paralel dengan permukaan membran dan permeat melintasi permukaan membran dengan bantuan tekanan. Perlakuan ultrafiltrasi terdiri atas empat variasi laju alir, yaitu berturutturut 0,2 L/mnt; 0,3 L/mnt; 0,4 L/mnt dan 0,5 L/mnt dengan tekanan konstan sebesar 100 kPa. Berdasarkan data hasil pengamatan (Lampiran 8) pada tingkat pemekatan ke-9 diperoleh bahwa kadar protein tertinggi dihasilkan oleh laju alir 0,4 L/mnt yaitu 0,6765 mg/ml dan kadar protein terendah dihasilkan oleh laju alir 0,2 L/mnt yaitu sebanyak 0,5466 mg/ml.
Kadar protein (mg/ml)
0,8000 0,7000 0,6000 0,5000 0,4000 0,3000 0,2000 0,1000 0,0000 0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
Tingkat pemekatan (x) Q:0,2 L/min
Q :0,3 L/min
Q:0,4 L/min
Q:0,5 L/min
Gambar 9. Grafik kadar protein ultrafiltrasi Gambar 9 menampilkan terjadinya peningkatan kadar protein selama pemekatan berlangsung. Berdasarkan uji T yang dilakukan (Lampiran 11) dihasilkan kesimpulan bahwa pada laju alir 0,2 L/mnt, 0,3 L/mnt, 0,4 L/mnt dan 0,5 L/mnt terjadi peningkatan kadar protein yang berbanding lurus dengan tingkat pemekatan. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pemekatan semakin tinggi pula kadar protein yang dihasilkan. Keadaan tersebut diakibatkan tingginya laju alir dapat meningkatkan nilai gaya gunting pada permukaan membran sehingga cenderung menghilangkan endapan material dan akibatnya menurunkan tahanan hidrolik lapisan fouling (Cheryan, 1986). Kecepatan aliran silang yang tinggi juga dimaksudkan untuk membantu dalam proses pembersihan (Porter, 1990), sehingga fungsi membran untuk memisahkan protein dari bahan yang tidak diinginkan menjadi lebih efektif. Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,2 L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan tidak berpengaruh nyata pada kadar protein. Tetapi, bila dilihat dari data hasil penelitian (Lampiran 8)
tingkat pemekatan 10x (0,5466 mg/ml) menghasilkan nilai yang lebih besar dari tingkat pemekatan lainnya. Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,3 L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan berpengaruh nyata pada protein dengan tingkat pemekatan 3,3x, 5x dan 10x. Tingkat pemekatan 10x (0,5999 mg/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat pemekatan 3,3x (0,3591 mg/ml) dan 5x (0,4513 mg/ml). Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,4 L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan berpengaruh nyata pada protein dengan tingkat pemekatan 3,3x, 5x dan 10x. Tingkat pemekatan 10x (0,6765 mg/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat pemekatan 3,3x (0,3351 mg/ml) dan 5x (0,4666 mg/ml). Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,5 L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan 5x dan 10x berpengaruh nyata pada protein. Menurut data yang dihasilkan tingkat pemekatan 10x (0,5786 mg/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat pemekatan 5x (0,4406 mg/ml). Menurut hasil uji lanjut yang dilakukan terlihat kecenderungan yang hampir sama antara perlakuan laju alir satu dan lainnya. Tingkat pemekatan yang berpengaruh nyata pada kadar protein cenderung berada pada tingkat pemekatan 5x dan 10x. Hal ini disebabkan makin selektifnya membran terhadap molekul yang melewatinya. Komponen lain yang menentukan tingkat kemurnian adalah nilai aktivitas enzim spesifik. Nilai aktivitas spesifik enzim merupakan hasil pembagian nilai aktivitas enzim dengan total kadar protein. Menurut data hasil pengamatan (Lampiran 8) didapatkan nilai aktivitas enzim protease spesifik tertinggi sebanyak 0,1597 U/mg yang dihasilkan oleh laju alir 0,4 L/mnt pada tingkat pemekatan ke1. Nilai aktivitas enzim spesifik terendah dihasilkan oleh laju alir 0,4 L/mnt, yaitu sebanyak 0,0218 U/mg pada tingkat pemekatan 10 x.
aktivitas enzim spesifik (U/mg)
0,18 0,16 0,14 0,12 0,10 0,08 0,06 0,04 0,02 0,00 0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
Tingkat pemekatan (x) Q: 0,2 L/min Q: 0,4 L/min
Q: 0,3 L/min Q: 0,5 L/min
Gambar 10. Grafik aktivitas enzim spesifik ultrafiltrasi Gambar 10 menunjukkan aktivitas spesifik enzim cenderung menurun pada setiap perlakuan tingkat pemekatan. Hasil uji T yang dilakukan (Lampiran 11) menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik antara aktivitas enzim dan tingkat pemekatan. Hal ini berarti aktivitas enzim spesifik menurun seiring dengan meningkatnya tingkat pemekatan. Penurunan aktivitas enzim spesifik pada laju alir 0,4 L/mnt sangat besar, hal ini menunjukkan bahwa kecepatan aliran tersebut tidak baik terhadap kestabilan enzim. Kondisi yang paling baik untuk menjaga kestabilan enzim ditunjukkan pada grafik laju alir 0,3 L/mnt (Gambar 10). Hal ini dilihat dari besarnya penurunan aktivitas enzim dari contoh sebelum mengalami perlakuan ultrafiltrasi dan setelah proses ultrafiltrasi selesai pada laju alir 0,3 L/mnt lebih rendah dari perlakuan laju alir lainnya yaitu sebesar 0,00335 U/mg. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kecepatan aliran pada perlakuan pemekatan laju alir 0,3 L/mnt tidak menyebabkan tingkat kerusakan yang terlalu tinggi terhadap aktivitas biologis enzim dibandingkan dengan perlakuan laju alir lainnya. Semakin tinggi tingkat pemekatan maka viskositas cairan semakin meningkat sehingga kemungkinan timbulnya gesekan antar molekul semakin
besar. Menurut Wenten (2003) tegangan gaya gunting yang terdapat pada saluran aliran maupun pada pori jalan masuk memiliki efek yang signifikan pada proses denaturasi protein. Terjadinya denaturasi menghancurkan semua susunan struktur protein, kecuali struktur primer, dan merusak aktivitas biologinya (Murray et al., 1996). Oleh karena itu, aktivitas enzim yang dihasilkan pada setiap tingkat pemekatan cenderung menurun. Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,2 L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan tidak berpengaruh nyata pada aktivitas spesifik enzim. Tetapi, bila dilihat dari data hasil penelitian tingkat pemekatan 1,1x (0,1062 U/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat pemekatan lainnya. Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,3 L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan berpengaruh nyata pada aktivitas enzim dengan tingkat pemekatan 10x. Perlakuan laju alir 0,3 L/mnt menunjukkan derajat penurunan yang nyata seiring dengan tingkat pemekatan. Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,4 L/mnt (Lampiran 13) menunjukkan tingkat pemekatan berpengaruh nyata pada aktivitas enzim dengan tingkat pemekatan 1,1x dan 1,3x. Tingkat pemekatan ke-1 (0,1597 U/ml) menghasilkan nilai yang lebih baik dari tingkat pemekatan ke-2 (0,1016 U/ml). Uji lanjut Duncan (α=0,05) yang dilakukan pada tingkat laju alir 0,5 L/mnt menunjukkan tingkat pemekatan tidak berpengaruh nyata pada aktivitas enzim spesifik. Tetapi, menurut data yang dihasilkan (Lampiran 8) tingkat pemekatan ke-3 (0,0919 U/ml) menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari tingkat pemekatan lainnya. . B. PRESIPITASI
Presipitasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Salting Out. Garam netral yang digunakan adalah amonium sulfat ((NH4)2SO4). Metode ini umumnya bersifat lebih dapat balik dibandingkan presipitasi menggunakan
presipitasi menggunakan pelarut (Anonim, 2002). Protein presipitat biasanya tidak terdenaturasi dan aktivitasnya diperbaiki selama pelarutan pelet kembali pelet. Selain itu, garam-garam ini dapat menstabilkan protein melawan denaturasi, proteolisis ataupun kontaminasi bakteri (Harris dan Angal, 1989).
Gambar 11. Hasil presipitasi bertingkat Penambahan garam dilakukan secara bertingkat dengan konsentrasi penambahan 30–70%. Hal ini dilakukan karena protein yang terdapat dalam larutan
bermacam-macam
sehingga
kondisi
yang
diperlukan
untuk
mengendapkannya pun berbeda. Berturut-turut dari ependorf A hingga ependorf E (Gambar 11) yaitu hasil presipitasi dengan penambahan kadar amonium sulfat 30%; 30 - 40%; 40 - 50%; 50 – 60% dan 60 – 70%. Berdasarkan data hasil penelitian (Lampiran 9) diperoleh kadar protein presipitat paling tinggi diperoleh pada tingkat amonium sulfat 60–70%, yaitu sebesar 5,873 mg/ml. Kadar protein presipitat terendah didapat pada kadar amonium sulfat 40–50 %, yaitu sebesar 0,014 mg/ml.
kadar protein (mg/ml)
6,00
kadar protein
0,025
aktiv itas enzim
0,020
5,00
0,015
4,00
0,010
3,00
0,005
2,00 1,00
0,000
0,00
-0,005 30%
30-40%
40-50%
50-60%
Aktivitas enzim spesifik(U/mg)
7,00
60-70%
kadar amonium sulfat
Gambar 12. Grafik kadar protein dan aktivitas enzim spesifik presipitat Penambahan garam menyebabkan terjadinya peningkatan kekuatan ion dalam larutan dapat menyebabkan penurunan efek penolakan dari muatan yang serupa diantara molekul-molekul protein yang identik (Chaplin, 2004). Hal ini juga menurunkan gaya melarut yang berada di sekeliling permukaan molekul protein. Protein yang mengendap dengan penambahan kadar garam 30% merupakan protein yang memiliki gaya menolak antar muatan serupa yang lebih rendah dibandingkan protein yang mengendap dengan penambahan konsentrasi garam lebih tinggi. Menurut Chaplin (2004), protein hidrofobik akan mengendap pada konsentrasi garam yang lebih rendah dibandingkan protein hidrofilik. Hal ini berarti protein yang mengendap pada kadar amonium sulfat 30% lebih bersifat hidrofobik dibandingkan protein yang mengendap pada konsentrasi garam 60 – 70%. Kelompok hidrofobik biasanya terdapat di lapisan dalam protein, tetapi beberapa diantaranya ada yang berlokasi di permukaan, biasanya dalam kelompok kecil. Kelompok hidrofobik ini dapat bergabung dengan kelompok hidrofobik lainnya membentuk kelompok yang besar hingga terbentuklah endapan (Harris dan Angal, 1989).
Berdasarkan uji T (Lampiran 11) yang dilakukan terdapat kesimpulan bahwa penambahan kadar amonium sulfat tidak berhubungan dengan kadar protein yang dihasilkan. Protein yang mengendap karena penambahan amonium sulfat lebih dipengaruhi oleh sifat permukaan molekul protein. Semakin banyak wilayah hidrofobik pada permukaan molekul protein maka semakin banyak protein yang mengendap pada penambahan amonium sulfat paling sedikit. Gambar 12 memperlihatkan aktivitas enzim protease tertinggi didapatkan pada kadar amonium sulfat 50 - 60 % yaitu sebanyak 0,02031 U/ml, sedangkan fraksi terendah diperoleh pada kadar ammonium 40 – 50 % yaitu bernilai 0,000 U/ml. pH rendah dapat menyebabkan pengendapan protein secara isoelektrik dimana muatan bersih dari molekul bernilai nol. Pada kondisi presipitasi ini, basa amonia yang digunakan bersifat lebih lemah daripada sulfat yang bersifat asam kuat sehingga menghasilkan pH sekitar 5,3 (Anonim, 2002). Dengan demikian, enzim protease lebih efektif difraksinasi pada kondisi kadar ammonium sulfat lebih tinggi karena lebih banyak konsentrasi ammonium sulfat menyebabkan pH menjadi lebih rendah sehingga mempermudah enzim membentuk endapan. Kadar protein yang tinggi tidak berarti memiliki kandungan enzim protease tertinggi. Gambar 12 juga menampilkan peningkatan kadar protein selama presipitasi berlangsung tidak mengakibatkan peningkatan aktivitas enzim spesifik. Protein yang mengendap tersebut tidak hanya mengandung enzim protease tetapi juga terdapat protein enzim lainnya atau bahkan protein non enzim yang terukur ketika melakukan analisis kadar protein.
C. KROMATOGRAFI PENUKAR ION
Enzim memiliki muatan dalam larutan, tergantung pada pH, struktur dan titik isoelektriknya. Dalam larutan yang memiliki pH di bawah titik isoelektriknya, enzim tersebut akan memiliki muatan positif dan terikat pada penukar kation, sedangkan di dalam larutan yang memiliki pH di atas titik isoelektriknya, enzim akan bermuatan negatif dan berikatan dengan penukar
anion (Chaplin, 2004). Prinsip ini yang mendasari penggunaan kromatografi penukar ion.
(a)
(b) Gambar 13. Perbedaan daya ikat antara (a) penukar anion dan (b) penukar kation (
: UV;
: konsentrasi garam)
Dua jenis penukar ion yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu penukar kation dan penukar anion. Penukar kation yang digunakan adalah karboksimetil yang mempunyai gugus fungsional –O-CH2-COO-, sedangkan penukar anion yang digunakan adalah amonium kuartener yang mempunyai gugus fungsional O-CH2-CHOH-CH2-O-CH2-CHOH-CH2-N+(CH3)3.
Berdasarkan
nilai
pKa
muatan ligan, amonium kuartener termasuk ke dalam penukar anion kuat. Kekuatannya bukan didasarkan pada kekuatan pengikatan tetapi pada lebarnya daerah ionisasi berdasarkan pH (Amersham pharmacia biotech). Penukar anion ini berbasis agarose, yang merupakan polisakarida yang berasal dari rumput laut yang dimurnikan. Agarose memiliki rantai polimerik agarobiosa disakarida (Dgalaktosa dan 3,6-anhidro-1-galaktosa) (Harris dan Angal, 1989) . Protein bersifat amfolit, yang berarti protein memiliki muatan positif maupun negatif, muatan positif dihasilkan dari ionisasi residu lisin dan arginin sedangkan muatan negatif dihasilkan dari residu aspartat dan asam glutamat (Rossomando, 1990). Gambar 13 menunjukkan bahwa protease lebih terikat pada penukar anion (a) dibandingkan dengan penukar kation (b). Hal ini berarti kandungan residu aspartat dan asam glutamatnya lebih besar sehingga menghasilkan muatan negatif. Proses pengikatan berlangsung secara dapat balik dan kekuatannya ditentukan oleh pH dan kekuatan ion larutan serta struktur dari enzim dan penukar ion. Penelitian ini dilakukan optimasi terhadap pH yang digunakan untuk memisahkan molekul-molekul protein dengan variasi pH 5,5; pH 6,0; pH 7,0 dan pH 8,0. pH yang dipilih harus tepat untuk menjaga kemampuan pengikatan, tetapi sebaliknya, muatan protein dan penukar ion harus sesuai untuk menjaga kelarutan protein tanpa garam dapat bersaing dengan protein untuk mendapatkan tempat penukar ion (Chaplin, 2002). Pada kromatografi penukar ion terjadi proses pemisahan yang didasarkan pada substansi yang berbeda. Faktor yang membedakan substansi-substansi tersebut adalah jenis muatan, kerapatan dan distribusi muatan pada permukaan (Amersham pharmacia biotech). Jenis muatan mempengaruhi terhadap pengikatan
protein kepada matriks, jenis muatan yang berbeda atau bahkan tidak bermuatan menyebabkan protein menjadi tidak terikat dan ikut tercuci keluar sebelum fraksinasi dilakukan. Semakin rapat muatannya semakin protein terikat kuat kepada matriks dan akhirnya keluar paling akhir. Distribusi muatan juga berpengaruh terhadap pemisahan, bila distribusinya muatan negatif menyebar luas di permukaan maka daya ikat protein terhadap matriks juga semakin kuat. Interaksi faktor-faktor pembeda itu dikontrol oleh kekuatan ion dan pH. Kondisi pH yang tepat dapat menyebabkan protein yang memiliki perbedaan satu muatan asam amino saja dapat dipisahkan. Gambar 14 memperlihatkan proses pemisahan terbaik terjadi pada pH 6,0 yang membentuk dua puncak, sedangkan pada perlakuan pH lainnya pemisahan tidak terjadi dengan baik.
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 14. Perbedaan kemampuan pemisahan antara larutan penyangga (a) pH 8,0; (b) pH 7,0; (c) pH 6,0 dan (d) pH 5,5 ( : UV; : konsentrasi garam)
Aktivitas enzim yang dihasilkan oleh kromatografi penukar ion pada pH 6,0 tidak terdapat pada seluruh kolom fraksinasi. Aktivitas enzim terdapat pada fraksi ke-28 hingga ke-32, kemudian terdapat pula pada fraksi ke-44 hingga ke46. Aktivitas enzim protease tertinggi terdapat pada fraksi ke-28 yaitu 0,00325 U/ml. Seluruh proses yang berlangsung kemudian dirangkum dalam sebuah tabel pemurnian (Tabel 3). Tabel pemurnian merupakan gambaran dari kemurnian yang dihasilkan oleh setiap tahapan proses pemurnian enzim protease, yaitu terdiri dari ultrafiltrasi, presipitasi dan kromatografi penukar ion. Nilai kemurnian akhir meningkat karena enzim yang didapatkan telah murni. Tabel 3. Tingkat pemurnian enzim protease setiap tahapan proses
Enzim kasar
Vol.total (L)
Total protein (mg)
Aktivitas enzim (U)
Aktivitas spesifik enzim (U/mg)
Tingkat pemurnian (x)
30
4572
355,5
0,0778
1
3
1799,7
60,3
0,0335
0,4
0,008
38,464
0,7824
0,0203
0,6
0,004
0,2
0,013
0,065
3,2
Ultrafiltrasi (Q: 0,3L/mnt) Presipitasi (%5060%) Kromatografi Penukar ion (Penukar anion; pH 6,0)
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kondisi ultrafiltrasi yang paling baik dihasilkan pada laju alir 0,3 L/min dengan tingkat pemurnian 0,4 kali. Perlakuan ultrafiltrasi tersebut meningkatkan kadar protein tetapi menurunkan aktivitas enzim spesifik dari 0,0934 U/mg menjadi 0,0335 U/mg. Presipitasi bertingkat terbaik diperoleh pada tingkat penambahan amonium sulfat 50 – 60% jenuh dan merupakan perlakuan yang terbaik dengan tingkat pemurnian 0,6 kali. Kromatografi penukar anion merupakan matriks penukar ion yang paling sesuai dan pH yang paling sesuai untuk mengikat dan memisahkan protein yang diinginkan adalah pH 6. Tingkat pemurnian akhir yang didapatkan dari proses kromatografi penukar ion ini adalah yang tertinggi yaitu 3,2 kali. Hal ini berarti kondisi pH dan matriks yang digunakan sesuai untuk memurnikan enzim.
B. SARAN
Untuk penelitian lanjutan disarankan untuk mengamati parameter lain pada saat proses ultrafiltrasi, misalnya variasi tekanan, ataupun kombinasi parameter tersebut dengan laju alir, sehingga bisa didapatkan tingkat pemurnian yang lebih tinggi tanpa menyebabkan penurunan aktivitas enzim.
Lampiran 1. Persiapan pereaksi untuk analisis aktivitas enzim protease 1. Natrium hidroksida (0,1 mol/l) NaOH 4 g dilarutkan di dalam 1000 ml H2O 2. Bufer Tris-Cl Lihat lampiran 3. 3. Asam klorida Asam klorida pekat (minimal 32%) 9.8 ml diencerkan menjadi 72 ml. 4. Larutan kasein Kasein sebanyak 1 g disuspensikan dengan kira-kira 5 ml H2O di dalam gelas piala 100 ml. Kemudian NaOH ditambahkan beserta 30 ml akuades serta diaduk menggunakan pengaduk magnetic sampai kasein larut semua. Buffer Tris-Cl pH 8 ditambahkan 5 ml dan pH-nya ditepatkan menjadi 8.0 dengan menggunakan HCl. Sambil menambahkan HCl larutan diaduk agar tidak tejadi endapan kasein. Kemudian volumenya ditepatkan menjadi 50 ml. larutan buffer kasein ini disiapkan setiap hari. 5. Larutan tirosin standar Pembuatan tirosin 5 mM dilakukan dengan menimbang L-tyrosine sebanyak 0,0453 g. Tirosin dilarutkan dalam akuades 20-30 ml,kemudian ditambahkan 1 tetes NaOH 10 M. Setelah larut seluruhnya, larutan tirosin dikondisikan menjadi pH 8 dengan menambah HCl 0,1 N kemudian ditambah larutan buffer pH 8 sampai 50 ml. 6. Kalsium klorida (0,12 M) CaCl2 0,6659 g dilarutkan di dalam 50 ml akuades.
7. Asam trikloroasetat (16,3 % b/v) TCA sebanyak 16,3 g dilarutkan di dalam 1000 ml akuades. 8. Natrium karbonat (0,15 mol/l) Na2CO3 sebanyak 16,3 g dilarutkan di dalam 1000 ml akuades. 9. Folin Ciocalteau Larutan Folin komersial 30 ml dilarutkan dengan 495 ml akuades. 10. Larutan enzim Larutan (7) 0,2 ml ditambahkan terhadap 1 ml enzim yang akan dianalisa. Pengenceran sebesar 1,2 ini diperhitungkan dalam perhitungan aktivitas enzim.
Lampiran 2. Penetapan kadar protein metode Bradford (1976) A. Pembuatan larutan Bradford Coomasie brilliant blue G-250 (100 mg) dilarutkan dalam 50 ml etanol 95 %. Tambahkan 100 ml asam fosfat 85 % (w/v) pada larutan tadi. Larutan yang dihasilkan diencerkan sampai volume 1 L. Konsentrasi akhir reagensia adalah 0,01 % (w/v) Coomasie Brilliant Blue G-250, 4,7 % (w/v) etanol dan 8,5 % (w/v) asam fosfat. B. Prosedur pengujian protein (metode standar) Larutan Bradford yang terbentuk diencerkan lima kali (satu bagian larutan Bradford diencerkan dengan empat bagian aquades). Kurva standar ditentukan dengan BSA pada konsentrasi beragam, terdiri dari 0; 0,1;0,2;0,4;0,6;0,7;0,9 dan 1 (mg/ml). Masing-masing konsentrasi diambil 40 μl dan dilarutkan dalam 2 l larutan Bradford yang sudah diencerkan lima kali. Inkubasi pada suhu ruang (± 28oC) selama 15 menit. Pengukuran dilakukan menggunakan spektrofotometer dengan absorbansi 595 nm dalam selang waktu antara 2 – 60 menit. Berat protein diplot terhadap absorbansi dan menghasilkan kurva standar.
Lampiran 3. Kurva standar kadar protein
K o n sen trasi (mg /ml)
1 0,8
y = 2,1306x - 0,0462
0,6
R = 0,9771
2
0,4 0,2 0 0
0,1
0,2
0,3
0,4
absorbansi (595 nm)
Konsentrasi (mg/ml) 0 0,1 0,2 0,4 0,6 0,7 0,9 1
Absorbansi (595 nm) 0 0,056 0,153 0,245 0,276 0,368 0,422 0,484
0,5
0,6
Lampiran 4. Pembuatan buffer Tris-Cl pH 8 Buffer Tris-Cl tersusun dari larutan Tris (hidrosimetil) amino metana dan larutan HCl 0,2 M. Larutan Tris (hidrosimetil) amino metana dibuat dengan menimbang senyawa tersebut 24,2 g lalu melarutkannya dalam 1000 ml akuades. Larutan bufer diperoleh dengan mencampurkan larutan tris dengan larutan HCl sampai pH 8.
Lampiran 5. Spektrofotometer ”Pharmacia LKB”
Lampiran 6. Bioreaktor bervolume 30 L
Lampiran 7. Modul ultrafiltrasi sistem aliran silang
A
C B
Keterangan : A : Umpan B : Pompa C : Membran tipe plat D : Manometer E : Permeat
D
E
Lampiran 8. Rekapitulasi data kadar protein (mg/ml), aktivitas enzim (U/ml) dan aktivitas enzim spesifik (U/mg) hasil ultrafiltrasi Tabel 1. Rekapitulasi data ultrafiltrasi (Q: 0,2 L/mnt) Tingkat pemekatan 1,0 1,1 1,3 1,4 1,7 2,0 2,5 3,3 5,0 10,0
Aktivitas enzim
Kadar protein
Aktivitas enzim spesifik
(U/ml)
(mg/ml)
(U/mg)
volume sampel 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450 300 150
ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean 0,0077 0,0125 0,0101 0,1733 0,117 0,1450 0,0447 0,0709 0,0698 0,0097 0,0168 0,0133 0,1306 0,119 0,1248 0,0769 0,1443 0,1062 0,0100 0,0174 0,0137 0,1424 0,154 0,1482 0,0859 0,1460 0,0923 0,0165 0,0200 0,0182 0,1733 0,176 0,1748 0,1564 0,1541 0,1043 0,0163 0,0165 0,0164 0,1903 0,215 0,2025 0,0893 0,1764 0,0811 0,0149 0,0130 0,0139 0,2393 0,258 0,2489 0,0648 0,0605 0,0560 0,0148 0,0139 0,0144 0,2595 0,270 0,2649 0,0596 0,0538 0,0542 0,0100 0,0117 0,0109 0,2595 0,404 0,3320 0,0402 0,0434 0,0327 0,0147 0,0171 0,0159 0,3618 0,571 0,4662 0,0424 0,0424 0,0341 0,0140 0,0163 0,0151 0,5227 0,5706 0,5466 0,0320 0,0285 0,0277
Tabel 2. Rekapitulasi data ultrafiltrasi (Q: 0,3 L/mnt) Tingkat pemekatan 1,0 1,1 1,3 1,4 1,7 2,0 2,5 3,3 5,0 10,0
volume sampel 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450 300 150
Aktivitas enzim ul-2 0,0150 0,0115 0,0120 0,0141 0,0153 0,0185 0,0177 0,0248 0,0215 0,0191
(U/ml) ul-3 0,0128 0,0102 0,0110 0,0125 0,0136 0,0177 0,0161 0,0258 0,0250 0,0211
mean 0,0139 0,0108 0,0115 0,0133 0,0144 0,0181 0,0169 0,0253 0,0233 0,0201
Kadar protein ul-2 0,1445 0,1679 0,1860 0,2127 0,2255 0,2627 0,2787 0,3586 0,4641 0,5866
(mg/ml) ul-3 0,1530 0,1562 0,1658 0,1860 0,2031 0,2404 0,2766 0,3597 0,4385 0,6132
Aktivitas enzim spesifik mean 0,1487 0,1621 0,1759 0,1994 0,2143 0,2516 0,2777 0,3591 0,4513 0,5999
ul-2 0,1038 0,0687 0,0645 0,0664 0,0679 0,0705 0,0636 0,0691 0,0463 0,0326
(U/mg)
ul-3 0,0837 0,0650 0,0664 0,0671 0,0667 0,0738 0,0582 0,0718 0,0570 0,0343
mean 0,0934 0,0669 0,0654 0,0667 0,0673 0,0721 0,0609 0,0704 0,0515 0,0335
Tabel 3. Rekapitulasi data ultrafiltrasi (Q: 0,4 L/mnt) Tingkat pemekatan 1,0 1,1 1,3 1,4 1,7 2,0 2,5 3,3 5,0 10,0
volume sampel 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450 300 150
Aktivitas enzim
Kadar protein
Aktivitas enzim spesifik
(U/ml)
(mg/ml)
(U/mg)
ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean ul-2 ul-3 mean 0,0087 0,0129 0,0108 0,1592 0,1370 0,1481 0,0544 0,0938 0,0726 0,0195 0,0207 0,0201 0,1134 0,1381 0,1257 0,1720 0,1495 0,1597 0,0099 0,0133 0,0116 0,0974 0,1306 0,1140 0,1014 0,1017 0,1016 0,0105 0,0103 0,0104 0,1422 0,1466 0,1444 0,0736 0,0706 0,0720 0,0096 0,0121 0,0109 0,1784 0,1775 0,1779 0,0541 0,0684 0,0612 0,0118 0,0148 0,0133 0,2146 0,2116 0,2131 0,0550 0,0701 0,0625 0,0113 0,0128 0,0120 0,2476 0,2159 0,2317 0,0454 0,0592 0,0519 0,0116 0,0137 0,0126 0,3595 0,3107 0,3351 0,0322 0,0440 0,0376 0,0112 0,0134 0,0123 0,4831 0,4502 0,4666 0,0231 0,0298 0,0263 0,0143 0,0152 0,0148 0,6631 0,6899 0,6765 0,0215 0,0221 0,0218
Tabel 4. Rekapitulasi data ultrafiltrasi (Q: 0,5 L/mnt) Tingkat pemekatan 1,0 1,1 1,3 1,4 1,7 2,0 2,5 3,3 5,0 10,0
volume sampel 1500 1350 1200 1050 900 750 600 450 300 150
Aktivitas enzim
Kadar protein
Aktivitas enzim spesifik
(U/ml)
(mg/ml)
(U/mg)
ul-2 ul-3 mean 0,0127 0,0126 0,0126 0,0119 0,0116 0,0118 0,0083 0,0060 0,0072 0,0204 0,0179 0,0192 0,0171 0,0142 0,0157 0,0180 0,0149 0,0164 0,0158 0,0124 0,0141 0,0119 0,0103 0,0111 0,0098 0,0087 0,0092 0,0163 0,0146 0,0154
0,1626 0,1679 0,1935 0,1999 0,2105 0,2286 0,2808 0,3309 0,4108 0,5536
0,1733 0,1988 0,2116 0,2169 0,2606 0,2713 0,2926 0,3373 0,4705 0,6036
ul-2 ul-3 mean 0,1679 0,0784 0,0724 0,1834 0,0711 0,0583 0,2025 0,0429 0,0285 0,2084 0,1019 0,0827 0,2356 0,0814 0,0545 0,2500 0,0787 0,0549 0,2867 0,0562 0,0423 0,3341 0,0361 0,0306 0,4406 0,0238 0,0184 0,5786 0,0294 0,0241
0,0753 0,0642 0,0354 0,0919 0,0665 0,0658 0,0491 0,0333 0,0209 0,0266
Lampiran 9. Rekapitulasi data kadar protein, aktivitas enzim dan akivitas enzim spesifik hasil presipitasi
Kadar ammonium sulfat
Aktivitas enzim
Kadar protein
Aktivitas enzim spesifik
(U/ml)
(mg/ml)
(U/mg)
ul-2
ul-3
mean
ul-2
ul-3
30%
0.00685
0.00693
0.00689
4.254
4.744
30-40%
0.00308
0.00440
0.00374
0.627
40-50%
0.00000
0.00000
0.00000
50-60%
0.08787
0.10772
60-70%
0.03945
0.06620
mean
ul-2
ul-3
mean
4.499
0,00161
0,00146
0,00154
0.523
0.575
0,00491
0,00842
0,00666
-0.012
0.040
0.014
0,00000
0,00000
0,00000
0.09780
4.701
4.914
4.808
0,01869
0,02192
0,02031
0.05283
6.576
5.170
5.873
0,00161
0,00146
0,00154
Lampiran 10. Rekapitulasi data fluks sebelum ultrafiltrasi dilakukan perlakuan 0,2 L/min, 1 kPa 0,3 L/min, 1 kPa 0,4 L/min, 1 kPa 0,5 L/min, 1 kPa
waktu (detik)
laju alir (Q)
luas penampang (cm2)
ulangan
volume (ml)
1
10
27
0,370
60
0,00617
2
10
25
0,400
60
0,00667
1
10
28
0,357
60
0,00595
2
10
28
0,357
60
0,00595
1
10
25
0,400
60
0,00667
2
10
26
0,385
60
0,00641
1
10
22
0,455
60
0,00758
2
10
28
0,357
60
0,00595
fluks
rata-rata 0,00642 0,00595 0,00654 0,00676
Lampiran 11. Data perhitungan hasil uji T ultrafiltrasi dan presipitasi Paired Samples Correlations Hasil Ultrafiltrasi (laju alir 0,2 L/min) N Pair 1 Pair 2 Pair 3
tingkat pemekatan & kadar protein tingkat pemekatan & aktivitas enzim tingkat pemekatan & aktivitas enzim spesifik
Korelasi
Fhit
20
,886
,000
20
,155
,515
20
-,549
,012
Paired Samples Correlations Hasil Ultrafiltrasi (laju alir 0,3 L/min) N
Korelasi
Fhit
Pair 1
tingkat pemekatan & kadar protein
20
,913
,000
Pair 2
tingkat pemekatan & aktivitas enzim
20
,831
,000
Pair 3
tingkat pemekatan & aktivitas enzim spesifik
20
-,738
,000
Paired Samples Correlations Hasil Ultrafiltrasi (laju alir 0,4 L/min) N
Korelasi
Fhit
Pair 1
tingkat pemekatan & kadar protein
20
,861
,000
Pair 2
tingkat pemekatan & aktivitas enzim
20
-,038
,875
Pair 3
tingkat pemekatan & akt enzim spesifik
20
-,788
,000
Paired Samples Correlations Hasil Ultrafiltrasi (laju alir 0,5 L/min) N Pair 1 Pair 2 Pair 3
tingkat pemekatan & kadar protein tingkat pemekatan & aktivitas enzim tingkat pemekatan & aktivitas enzim spesifik
Korelasi
Fhit
20
,892
,000
20
,064
,790
20
-,652
,002
Paired Samples Correlations Hasil Presipitasi N Pair 1 Pair 2 Pair 3
perlakuan & kadar protein perlakuan & akt. enzim perlakuan & akt. spesifik enzim
Korelasi
Fhit
10
,410
,240
10
,679
,031
10
,558
,094
Lampiran 12. Data perhitungan hasil analisis ragam ultrafiltrasi Laju alir 0,2 L/min Jumlah Kuadrat kadar protein
aktivitas enzim
aktivitas enzim spesifik
Derajat bebas
Rata-rata kuadrat
Between Groups
,369
9
,041
Within Groups
,036
10
,004
Total
,404
19
Between Groups
,000
9
,000
Within Groups
,000
10
,000
Total
,000
19
Between Groups
,035
9
,004
Within Groups
,008
10
,001
Total
,043
19
Ftabel
Fhit
11,465
,000
1,506
,266
4,675
,012
Laju alir 0,3 L/min Jumlah Kuadrat kadar protein
aktivitas enzim
aktivitas enzim spesifik
Derajat bebas
Rata-rata kuadrat
Between Groups
,383
9
,043
Within Groups
,002
10
,000
Total
,385
19
Between Groups
,000
9
,000
Within Groups
,000
10
,000
Total
,000
19
Between Groups
,004
9
,000
Within Groups
,000
10
,000
Total
,005
19
Ftabel
Fhit
230,051
,000
28,731
,000
15,947
,000
Ftabel 177,662
Fhit ,000
,000 ,000
5,580
,006
,003 ,000
22,956
,000
Laju alir 0,4 L/min
kadar protein
aktivitas enzim
akt enzim spesifik
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Jumlah Kuadrat ,593 ,004 ,597 ,000 ,000 ,000 ,030 ,001 ,031
Derajat bebas 9 10 19 9 10 19 9 10 19
Rata-rata kuadrat ,066 ,000
Laju alir 0,5 L/min Jumlah Kuadrat kadar protein
aktivitas enzim
aktivitas enzim spesifik
Derajat bebas
Rata-rata kuadrat
Between Groups
,306
9
,034
Within Groups
,006
10
,001
Total
,312
19
Between Groups
,000
9
,000
Within Groups
,000
10
,000
Total
,000
19
Between Groups
,010
9
,001
Within Groups
,001
10
,000
Total
,011
19
Ftabel
Fhit
55,475
,000
10,843
,000
9,474
,001
Lampiran 13. Data perhitungan hasil uji lanjut Duncan ultrafiltrasi Kadar protein laju alir 0,2 L/min α = .05 tingkat pemekatan 1
N 2
1 ,124800
0
2
,145150
2
2
,148200
3
2
,174650
4
2
,202650
,202650
5
2
,248650
,248650
6
2
,264750
,264750
7
2
8
2
9
2
Sig.
2
3
,331750 ,466400 ,546650 ,060
,072
,209
Aktivitas enzim spesifik laju alir 0,2 L/min Duncan α = .05 tingkat pemekatan 9
2
1 ,030250
7
2
,041800
,041800
8
2
,042400
,042400
6
2
,056700
,056700
,056700
0
2
,057800
,057800
,057800
5
2
,062650
,062650
,062650
1
2
,110600
,110600
,110600
2
2
,115950
,115950
4
2
3
2
Sig.
N
2
3
4
,132850 ,155250 ,325
,054
,087
,178
Kadar protein laju alir 0,3 L/min Duncan Tingkat pemekatan
N
α = .05 1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2
2
,148750
2
,162050
2
,175900
2
3
4
5
6
7
,175900 ,199350
2
,199350 ,214300
2
,251550
2
,277650
2
,359150
2
,451300
2
,599900
Sig.
,085
,115
,297
,084
1,000
1,000
1,000
Aktivitas enzim laju alir 0,3 L/min Duncan tingkat pemekatan 1
α = .05 N
1
2
3
4
5
6
2
,010850
2
2
,011500
,011500
3
2
,013300
,013300
0
2
,013900
,013900
,013900
4
2
,014450
,014450
6
2
5
2
9
2
8
2
,023250
7
2
,025300
Sig.
,016900
,016900 ,018100
,018100 ,020100
,052
,059
,051
,375
,153
,144
Aktivitas enzim spesifik laju alir 0,3 L/min Duncan α = .05 tingkat pemekatan 9
N
1 ,033450
2
2
3
4
8
2
,051650
6
2
,060900
2
2
,065450
3
2
,066750
1
2
,066850
4
2
,067300
7
2
,070450
5
2
,072150
0
2
,060900
,093750
Sig.
1,000
,119
,090
1,000
Kadar protein laju alir 0,4 L/min Duncan tingkat pemekatan 2 1 3 0 4 5 6 7 8 9 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2
α = .05 1 ,114000 ,125750 ,144400 ,148100
2
,144400 ,148100 ,177950
3
,177950 ,213100
4
5
6
7
,213100 ,231750 ,335100 ,466650
2 ,130
,127
,098
,356
1,000
1,000
,676500 1,000
Aktivitas enzim laju alir 0,4 L/min Duncan α = .05 tingkat pemekatan 3
N 2
1 ,010400
2
3
0
2
,010800
,010800
4
2
,010850
,010850
2
2
,011600
,011600
6
2
,012050
,012050
8
2
,012300
,012300
7
2
,012650
,012650
5
2
,013300
,013300
9
2
1
2
,014750 ,020100
Sig.
,154
,064
1,000
Aktivitas enzim spesifik (laju alir 0,4 L/min) Duncan tingkat pemekatan 9
α = .05 N
1
2
3
4
2
,021800
8
2
,026450
,026450
7
2
,038100
,038100
,038100
6
2
,052300
,052300
,052300
4
2
,061250
,061250
5
2
,062550
,062550
3
2
,072100
0
2
,074100
2
2
1
2
Sig.
5
6
,101550 ,160750 ,223
,066
,086
,125
1,000
1,000
Kadar protein laju alir 0,5 L/min Duncan tingkat pemekatan 0
α = .05 N
1
2
3
4
5
2
,167950
1
2
,183350
,183350
2
2
,202550
,202550
,202550
3
2
,208400
,208400
,208400
4
2
,235550
,235550
,235550
5
2
,249950
,249950
6
2
7
2
8
2
9
2
,286700
6
7
,286700 ,334100 ,440650 ,578600
Sig.
,159
,078
,104
,076
,085
1,000
1,000
Aktivitas enzim laju alir 0,5 L/min Duncan tingkat pemekatan 2
α = .05 N
1
2
3
4
5
6
2
,007150
8
2
,009250
7
2
,011100
,011100
1
2
,011750
,011750
0
2
,012650
,012650
,012650
6
2
,014100
,014100
,014100
9
2
,015450
,015450
4
2
,015650
,015650
,015650
5
2
,016450
,016450
3
2
Sig.
,009250
,019150 ,205
,067
,101
,101
,187
,056
Aktivitas enzim spesifik laju alir 0,5 L/min Duncan α = .05 tingkat pemekatan 8
2
1 ,021100
9
2
,026750
,026750
7
2
,033350
,033350
2
2
,035700
,035700
6
2
1
2
,064700
5
2
,066800
,066800
4
2
,067950
,067950
0
2
,075400
,075400
3
2
Sig.
N
2
3
,049250
4
,049250
,092300 ,237
,081
Keterangan :
1. Tingkat pemekatan ke-0 : pemekatan 1x 2. Tingkat pemekatan ke-1 : pemekatan 1,1x 3. Tingkat pemekatan ke-2 : pemekatan 1,3x 4. Tingkat pemekatan ke-3 : pemekatan 1,4x 5. Tingkat pemekatan ke-4 : pemekatan 1,7x 6. Tingkat pemekatan ke-5 : pemekatan 2x 7. Tingkat pemekatan ke-6 : pemekatan 2,5x 8. Tingkat pemekatan ke-7 : pemekatan 3,3x 9. Tingkat pemekatan ke-8 : pemekatan 5x 10. Tingkat pemekatan ke-9 : pemekatan 10x
,051
,053
Lampiran 14. Jumlah amonium sulfat padat yang ditambahkan ke dalam larutan untuk memberikan kejenuhan akhir pada 0oC o
konsentrasi akhir amonium sulfat, % kejenuhan pada suhu 0 C 20 25 30 35 40 45 50 55 konsentrasi awal amonium sulfat g amonium sulfat padatan untuk ditambahkan ke 100 ml larutan 0 10,7 13,6 16,6 19,7 22,9 26,2 29,5 33,1 5 8,0 10,9 13,9 16,8 20,0 23,2 26,6 30,0 10 5,4 8,2 11,1 14,1 17,1 20,3 23,6 27,0 15 2,6 5,5 8,3 11,3 14,3 17,4 20,7 24,0 20 0 2,7 5,6 8,4 11,5 14,5 17,7 21,0 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
0
2,7 0
5,7 2,8 0
8,5 5,7 2,8 0
11,7 8,7 5,8 2,9 0
60
65
70
75
80
85
90
95
100
36,6 33,6 30,5 27,5 24,4
40,4 37,3 34,2 31,0 28,0
44,2 41,1 37,9 34,8 31,6
48,3 45,0 41,8 38,6 35,4
52,3 49,1 45,8 42,6 39,2
56,7 53,3 50,0 46,6 43,3
61,1 57,8 54,5 51,0 47,6
65,9 62,4 58,9 55,5 51,9
70,7 67,1 63,6 60,0 56,5
14,8 11,9 8,8 5,9 2,9
18,2 15,0 12,0 9,0 6,0
21,4 18,4 15,3 12,2 9,1
24,8 21,7 18,7 15,5 12,5
28,4 25,3 22,1 19,0 15,8
32,1 28,9 25,8 22,5 19,3
36,0 32,8 29,5 26,2 22,9
40,1 36,7 33,4 30,0 26,7
44,2 40,8 37,4 34,0 30,6
48,5 45,1 41,6 38,1 34,7
52,9 49,5 45,9 42,4 38,8
0
3,0 0
6,1 3,0 0
9,3 6,2 3,1 0
12,7 9,4 6,3 3,1 0
16,1 12,9 9,6 6,4 3,2
19,7 16,3 13,1 9,8 6,6
23,3 20,0 16,6 13,4 10,0
27,2 23,8 20,4 17,0 13,6
31,2 27,7 24,2 20,8 17,3
35,3 31,7 28,3 24,7 21,2
0
3,2 0
6,7 3,3 0
10,2 6,8 3,4 0
13,9 10,4 6,9 3,4 0
17,6 14,1 10,6 7,1 3,5 0