PENINGKATAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MENGGUNAKAN KOOPERATIF TEKNIK MENCARI PASANGAN DI SEKOLAH DASAR
JURNAL ILMIAH
OLEH SUPIAN PINO F33209092
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2012
PENINGKATAN AKTIVITAS PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MENGGUNAKAN KOOPERATIF TEKNIK MENCARI PASANGAN DI SEKOLAH DASAR Supian Pino, Marzuki, Sugiyono Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UNTAN Email :
[email protected] Kata Kunci: Aktivitas Pembelajaran, IPS dan Model Kooperatif. ABSTRAK: Penelitian ini berjudul “ Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Menggunakan Kooperatif Teknik Mencari Pasangan di Sekolah Dasar. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan aktivitas pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial menggunakan Kooperatif teknik mencari pasangan di Sekolah Dasar. Metode yang digunakan adalah metode deskriftif dengan bentuk penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian guru dan peserta didik kelas V C yang berjumlah 31 orang. Hasil penelitian yang diperoleh adalah Aktivitas fisik dari base line 27,42%, siklus 1 yaitu 72,58%, dan 2 yaitu 91,13%. Aktivitas mental dari base line yaitu 12,90%, siklus 1 yaitu 50,32%, dan siklus 2 63,87%. Aktivitas emosional dari base line yaitu 13,98%, siklus 1 yaitu 75,27%, dan siklus 2 yaitu 92,47%. Hasil belajar peserta didik dari base line yaitu 66,45, pada siklus 1 yaitu 72,58, dan siklus 2 yaitu 80,55. Simpulan terjadi peningkatan aktivitas pembelajaran dalam setiap siklus. Jadi salah satu cara perbaikan proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah dengan menerapkan model kooperatif learning teknik berpasangan. Keywords: Student Activity, Social Sciences and Cooperative Learning. ABSTRACT: The study is titled "Increasing the Social Sciences Learning Activity Using Cooperative Engineering Seeking Couples in Primary Schools. The general objective of this study was to describe the increase in Social Sciences learning activities using cooperative techniques for couples in elementary school. The method used is descriptive method to shape the research is Classroom Action Research. Research subject teachers and learners VC classes totaling 31 people. The results obtained are of physical activity from baseline 27.42%, ie 72.58% of cycle 1, and 2 is 91.13%. Mental activity of the base line is 12.90%, ie 50.32% of cycle 1 and cycle 2 63.87%. Emotional activity of the base line is 13.98%, ie 75.27% of cycle 1 and cycle 2 is 92.47%. Learning outcomes of students from the base line is 66.45, which is 72.58 in cycle 1 and cycle 2 is 80.55. Conclusions learning activity increased in every cycle. So one way learning process improvement Social Sciences is to adopt a model of cooperative learning techniques in pairs.
endidikan mempunyai peranan penting dalam menentukan perkembangan dan pembangunan bangsa. Tujuan sistem pendidikan nasional juga berfungsi memberikan arah pada semua kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan nasional tersebut merupakan tujuan umum yang hendak dicapai oleh semua satuan pendidikan nasional. Salah satunya pendidikan yang ada di Sekolah Dasar adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:6) Pasal 3 yang berbunyi: Pendidikan Nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tercapainya tujuan pendidikan nasional dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Kegiatan pembelajaran di kelas meliputi aktivitas fisik, mental dan emosional sangat berpengaruh dalam tercapainya hasil belajar yang baik. Perwujudan pembelajaran yang baik dapat dilihat dari aktivitas belajar peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan peserta didik ataupun dengan peserta didik itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi menyenangkan dan kondusif, dimana masing-masing peserta didik dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari peserta didik akan mengakibatkan terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan hasil belajar peserta didik. Berdasarkan kenyataan dilapangan, pada pembelajaran IPS di SDN 03 Pontianak Selatan khususnya peserta didik kelas V C aktivitas belajar masih rendah yaitu (1) peserta didik yang melakukan aktivitas fisik adalah 27,42%, (2) peserta didik yang melakukan aktivitas mental adalah 12,90%, (3) peserta didik yang melakukan aktivitas emosional adalah 13,98%, sehingga hasil belajar di lihat dari rata-rata nilai keseluruhan peserta didik sebelum di lakukan penelitian hanya mencapai 66,45. Kesalahan ini di sebabkan karena dalam proses pembelajaran, guru kurang memberikan motivasi, penggunaan strategi, model pembelajaran, penggunaan metode dan media yang bervariasi serta dalam proses pembelajaran guru masih bersifat konvensional. Dalam proses pembelajaran guru juga menjadi pusat belajar peserta didik atau sering disebut dengan pembelajaran satu arah yang seharusnya multi arah. Sehingga hasil belajar peserta didik belum memuaskan. Selain itu, peserta didik kurang biasa bekerja dalam kelompok diskusi dan pemecahan masalah yang diberikan, mereka cenderung belajar sendiri-sendiri. Untuk mengatasi kesenjangan aktivitas fisik, mental, emosional dan peningkatan hasil belajar peserta didik, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan khususnya dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas V C Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan. Pemilihan model kooperatif teknik mencari pasangan ini mengingat usia SD termasuk dalam masa anak-anak berlangsung antara 6-12 tahun, dimana pada masa ini anak-anak cenderung suka bermain dan mulai mengenal lingkungan yang lebih luas misalnya sekolah,
P
lingkungan tempat tinggal, dan mulai mengenal permainan yang begitu banyak model dan ragamnya. Oleh karenanya setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif teknik mencari pasangan diharapkan proses kegiatan pembelajaran akan menjadi efektif dan berguna untuk menimbulkan kegairahan belajar sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Rumusan masalah umum dalam penelitian adalah “Bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar peserta didik dengan menggunakan model kooperatif teknik mencari pasangan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan?” untuk lebih terarahnya rumusan secara khusus sebagai berikut, (1) Bagaimana peningkatan aktivitas fisik peserta didik pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan dengan menggunakan model kooperatif teknik mencari pasangan? (2) Bagaimana peningkatan aktivitas mental peserta didik pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan dengan menggunakan model kooperatif teknik mencari pasangan? (3) Bagaimana peningkatan aktivitas emosional peserta didik pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan dengan menggunakan model kooperatif teknik mencari pasangan? (4) Seberapa besar peningkatan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan dengan menggunakan model kooperatif teknik mencari pasang? Menurut Montessori (dalam sardiman, 2008:96) aktivitas belajar adalah Anak-anak itu memiliki tenaga-tenaga untuk berkembang sendiri, membentuk sendiri. Pendidik akan berperan sebagai pembimbing dan mengamati bagaimana perkembangan anak-anak didiknya. Pernyataan tersebut memberikan petunjuk bahwa yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri adalah peserta didik itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh peserta didik. Menurut Rousseau (dalam Sardiman, 2008:96) memberikan pengertian aktivitas belajar adalah sebagai berikut: Segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Ini menunjukan setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Soemanto (1987:107-110) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar, yaitu: faktor stimuli belajar, metode belajar, dan faktor individual. Paul D. Dierich (dalam Sardiman 2010:101) yang mengelompokan aktivitas belajar kedalam beberapa kegiatan, yaitu sebagai berikut: (1) Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca, memperlihatkan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain, (2) Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi, (3) Listening activities, sebagai contoh: mendengarkan, uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato, (4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin, (5) Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram, (6) Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak, (7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan, (8) Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup. Menurut Udin. S. Winataputra dan Tita Rosita (1997:197) “Hasil belajar ialah segala sesuatu yang menjadi milik peserta didik sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya”. Dimyati dan Mudjiono (1999:250-251) memberikan pengertian belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut : Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi peserta didik dan dari sisi guru. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesainya bahan pelajaran. Para ahli memberikan pengertian tentang Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai berikut : Sardjiyo (2007:1.26) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah social di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perbedaan, Sumaatmadja (1984:9) menyatakan bahwa pengertian studi social dengan IPS tidak ada bedanya. Dimana Ilmu Pengetahuan Sosial adalah merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah social, tidak menekankan pada aspek teoritis keilmuan, melainkan lebih menekankan kepada segi praktis mempelajari, menelaah-mengkaji gejala dan masalah social yang tentu saja bobotnya sesuai dengan jenjang pendidikan masing-masing, Nasution (dalam Sumaatmadja, 2007:12.3) berpendapat bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial ialah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik maupun lingkungan sosialnya yang bahannya diambil dari berbagai ilmu social seperti geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, ilmu politik dan psikologi, social. Ruang lingkup pembelajaran IPS (Depdiknas, 2006:40) meliputi: manusia, tempat dan lingkungan, waktu, keberlanjutan dan perubahan, sistem sosial dan budaya, perilaku ekonomi dan kesejahteraa. Menurut Arends (dalam Trianto, 1997:7) menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management system”. Defenisi ini mengandung pengertian bahwa istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya. Menurut Soekamto (dalam Trianto, 2007:5) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merancang aktivitas belajar mengajar. Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007:5) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran didalam kelas atau pembalajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran. Slavin (dalam Nur, 2006:11) mendefinisikan belajar kooperatif sebagai berikut“cooperative learning methods share the idea that student work together to learn and are responsible for their teammates learning as well as their own”. Definisi ini mengandung pengertian bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan tanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok. Roger, dkk. (dalam Miftahul Huda, 1992:29) memberikan pengertian pembelajaran kooperatif adalah Cooperative learning is group learning activity organized in such a way learning is based on the socially structured change of information between learners in group in which each learner is held accountable for his or her own learning and is motivated to increase the learning of others. Defenisi ini mengandung pengertian bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganasir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajaran yang di dalamnya setiap pembelajar bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain. Selain itu menurut Artz dan Newman (dalam Miftahul Huda, 1990:32) memberikan pengertian pembelajaran kooperatif adalah Small group of learners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal. Defenisi ini mengandung pengertian bahwa kelompok kecil pembelajaran/ siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama. Menurut Anita Lie (2002: 12) “cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”. Selanjutnya menurut Isjoni (2007: 15) menyatakan bahwa “cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dilakukan dengan membentuk kelompokkelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif, sehingga dapat merangsang siswa lebih aktif dalam belajar”. Model pembelajaran kooperatif juga merupakan suatu metode yang sangat menekan tanggung jawab individu sekaligus kelompok. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan keaktifan dan hasil belajar peserta didik baik secara individual maupun kelompok. Melalui model pembelajaran kooperatif, setiap anggota kelompok saling membantu antara teman yang satu dengan teman yang lain. Dalam kelompok tersebut, peserta didik bekerja sama dan saling membantu satu sama lain. Oleh karena itu, penilaian akhir ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan kelompok dan sebaliknya keberhasilan peserta didik individual adalah keberhasilan kelompok. Langkah-langkah teknik mencari pasangan menurut Hanafiah dan Suhana (2009: 46) adalah sebagai berikut: (1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang
berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban, (2) Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu, (3) Setiap peserta didik memikirkan jawaban atas soal dari kartu yang dipegang, (4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban), (5) Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberikan poin, (6) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, (7) Kesimpulan. Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah menjelaskan dan mendeskripsikan penggunaan model kooperatif teknik mencari pasangan terhadap aktivitas belajar peserta didik pada pembelajaran IPS kelas V Sekolah Dasar. METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Hadari Nawawi (1998:63) memberikan pengertian metode deskriftif adalah Metode di artikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek peneliti (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang terjadi atau sebagaimana adanya pada saat sekarang. Sehubungan dengan metode penelitian yang digunakan, agar dalam penemuan fakta-fakta sekaligus untuk memecahkan masalah yang dihadapi dapat mencapai hasil yang baik, maka jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Wardani dkk (2003:1-4) mengemukakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar peserta didik menjadi meningkat. Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan induktif. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Dalam hal ini peneliti berkolaboratif dengan observer agar permasalahan penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan peserta didik kelas V C SDN 03 Pontianak Selatan yang berjumlah 31 orang yang terdiri dari laki-laki 19 orang dan perempuan 12 orang. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Lembar Observasi, (2) Angket kepuasan, ( 3) Tes tertulis. Analisis data dilakuakan dengan menghitung persentase aktivitas belajar peserta didik baik aktivitas fisik, mental, emosional dan hasil belajar. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah data tentang aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Aktivitas belajar peserta didik yang terdiri dari aspek peserta didik yang aktif secara fisik (mengaktifkan panca indera yang dimiliki), peserta didik yang aktif secara mental (adanya keterlibatan intelektual), dan peserta didik yang aktif secara emosional (adanya keterlibatan
kijiwaan dan perasaan untuk aktif dalam proses pembelajaran). Semua aspek tersebut terdapat dalam indikator kinerja aktivitas belajar yang diperoleh dari pengamatan awal, siklus I, dan siklus II. Data-data yang diperoleh sebagai berikut: Persentase aktivitas fisik belajar peserta didik mengalami peningkatan sebelum dilakukan penelitian yaitu sebesar 27,42 % kemudian pada siklus 1 sebesar 72,58 %, dan pada siklus 2 sebesar 91,13 %, Persentase aktivitas mental belajar peserta didik disetiap siklus mengalami peningkatan sebelum dilakukan penelitian yaitu sebesar 12,90 % kemudian pada siklus 1 sebesar 50,32 %, dan pada siklis 2 sebesar 63,87 %, Persentase aktivitas emosional belajar peserta didik disetiap siklus mengalami peningkatan sebelum dilakukan penelitian yaitu sebesar 13,98 % kemudian pada siklus 1 sebesar 75,27 %, dan pada siklus 2 sebesar 92,47 %. Dari hasil aktivitas belajar peserta didik diatas mengalami peningkatan. Ini terlihat dari rata-rata hasil keseluruhan aktivitas peserta didik, sebelum dilakukan penelitian sebesar 18.10%, siklus 1 sebesar 66,06% dan siklus 2 sebesar 82,49% . Dan hasil belajar peserta didik disetiap siklus mengalami peningkatan. Awal sebelum dilakukan penelitian dengan menggunakan model kooperatif teknik mencari pasangan di peroleh nilai rata-rata 66,45 dan 19 orang (61,29 %) peserta didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pada siklus 1 dengan menggunakan model kooperatif teknik mencari pasangan meningkat sebesar 6,13 %, rata-rata nilai keseluruhan peserta didik menjadi 72,58. Dengan nilai rata-rata ini 11 orang (35,48 %) peserta didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM ). Sedangkan pada siklus 2 dengan menggunakan model kooperatif teknik mencari pasangan meningkat sebesar 7,97% rata-rata keseluruhan peserta didik menjadi 80,55. Dengan nilai rata-rata ini 5 orang (16,13 % ) peserta didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM ). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa menggunakan model kooperatif teknik mencari pasangan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui penelitian Peningkatan Aktivitas Belajar Peserta didik Dengan Menggunakan Model Kooperatif Teknik Mencari Pasangan Pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Penggunaan Model Kooperatif Teknik Mencari Pasangan mampu meningkatkan aktivitas fisik peserta didik pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan yaitu sebelum dilakukan penelitian sebesar 27,42 % kemudian pada siklus 1 mengalami peningkatan sebesar 45,16 % menjadi 72,24 %, pada siklus 2 mengalami peningkatan sebesar 18,55 % menjadi 91,13 %, (2) Penggunaan Model Kooperatif Teknik Mencari Pasangan mampu meningkatkan aktivitas mental peserta didik pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan yaitu sebelum dilakukan penelitian sebesar 12,90 % kemudian pada siklus 1 mengalami peningkatan 37,42 % menjadi 50,32 %, pada siklus 2 mengalami peningkatan 13,55% menjadi 63,87 %, (3) Penggunaan Model
Kooperatif Teknik Mencari Pasangan mampu meningkatkan aktivitas emosional peserta didik pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan yaitu sebelum dilakukan penelitian sebesar 13,98 % kemudian pada siklus 1 mengalami peningkatan 61,29 % menjadi 75,27 %, pada siklus 2 mengalami peningkatan 17,20 % menjadi 92,47 %, (4) Penggunaan Model Kooperatif Teknik Mencari Pasangan mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V Sekolah Dasar Negeri 03 Pontianak Selatan yaitu sebelum dilakukan penelitian sebesar 66,45, kemudian pada siklus 1 mengalami peningkatan sebaesar 6,13 % nilai rata-rata menjadi 72,65, dan pada siklus 2 mengalami peningkatan sebesar 7,97 % nilai rata-rata menjadi 80,55.
DAFTAR RUJUKAN Anas Sudijono. (2007). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Anita Lie. (2002). Cooperative Learning. Memperaktekkan cooperatife Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta : PT. Grasindo. BSNP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. Jakarta : Depdiknas. Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hadari Nawawi. (1998). Materi Pendidikan Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Hanafiah, N dan Suhana, C. (2009). Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung : Refika Aditama. Isjoni. (2007). Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung : alfabeta. Iskandar. (2009). Analisis Data PenelitianTindakan Kelas. Jakarta : Depdiknas. Miftahul Huda. (1990). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nur Asma. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depsiknas. Sardiman. (2010). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Sardjiyo, dkk. (2007). Pembelajaran IPS di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Sumaatmadja, Nurshid. (1984). Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung: Alumni. Sumaatmadja Nurshid. (2007). Konsep Dasar IPS. Jakarta: Universitas Terbuka. Trianto. (1997). Classroom Instructional Managemant. Jakarta: Prenada Mulia. Trianto. (2007). Metode Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruksivitis. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Udin. S, Winataputra dan Tita Rosita. (1997). Belajar dan Pembalajaran. Jakarta: Depdiknas. Undang-Undang No. 20 Tuhun (2003) Sistem Pendidikan Nasional. Bandung : Citra Umbara. Wardani. dkk, (2003). Penelitian Tindakan Kelas. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.