PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN (Studi Kasus Pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik) Oleh Arif Wahyu Kristianto Abstrak Latar belakang penelitian ini adalah pentingnya peranan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta tingkat partisipasi masyarakat di lokasi penelitian yang masih rendah. Tingkat partisipasi yang masih rendah tersebut hanya diindentifikasi berdasarkan tingkat kehadiran masyarakat dalam kegiatan musyawarah. Penelitian ini dilakukan penulis dalam rangka mengidentifikasi kembali tingkatan partisipasi masyarakat pada kegiatan partisipatif di lokasi penelitian. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah belum diketahuinya tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur jalan paving desa pada program kegiatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik, serta belum adanya strategi peningkatan partisipasi masyarakat lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan infrastruktur jalan paving desa pada program kegiatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik. Dalam menentukan tingkatan partisipasi masyarakat, penelitian ini menggunakan analisis skoring terhadap 5 (lima) variabel yang diukur untuk menentukan tingkat partisipasi, yaitu Prakrasa, Pembiayaan, Pengambilan Keputusan, Mobilisasi Tenaga serta Pelaksanaan Pembangunan dalam kegiatan partisipatif yang di teliti. Untuk mengidentifikasi kendala kurangnya partisipasi dalam masyarakat, penelitian ini menggunakan analisis Delphi. Selanjutnya, dilakukan analisis Triangulasi untuk menentukan strategi yang akan digunakan untuk meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diperoleh strategi peningkatan partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kinerja fasilitator dengan menambah jumlah fasilitator atau menjaga mutu fasilitator, 2. Pemerintah harus memberikan dana-dana stimulus pembangunan yang berkelanjutan 3. Pemerintah perlu secara terbuka dan akuntabel memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga infrastruktur yang dibangun merupakan keperluan masyarakat secara mayoritas, 4. Pemberian pendidikan nonformal kepada masyarakat sebagai upaya penguatan modal sosial dengan meningkatkan pelibatan masyarakat dalam kegiatan, berangsur mengurangi peran fasilitator dalam ikut mengambil keputusan, serta meningkatkan intensitas kegiatan kepada masyarakat, 5. Memperkuat keberadaan jaringan sosial yang berupa organisiasi-organisasi kemasyarakatan. Kata kunci :
partisipasi, masyarakat, pembangunan infrastruktur, analisis scoring, analisis delphi, analisis trianggulasi, strategi
I. Pendahuluan Partisipasi masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dalam upaya meningkatkan proses belajar masyarakat; mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang bertanggung jawab; mengeliminasi perasaan terasing sebagian masyarakat serta ; menimbulkan dukungan dan penerimaan dari pemerintah. (Carter dalam Rustiningsih (2002)) . Pada tahun 2008, pemerintah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri Perkotaan), keberlanjutan pelaksanaan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) tahun 1999. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di
masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Salah satu Program PNPM Mandiri yang membutuhkan partisipasi masyarakat adalah Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) 2008. Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan 2008, dititikberatkan penanganannya pada desa tertinggal yang memiliki pelayanan infrastruktur yang rendah. Fokus utama program ini adalah : (i) pengembangan masyarakat; (ii) pembangunan/peningkatan infrastruktur perdesaan; dan (iii) peningkatan peran stakeholder dan pemerintah daerah. Salah satu daerah yang mendapatkan program ini adalah Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik. Tingkat partisipasi untuk Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik pada tahapan Sosialisasi hingga tahapan pelaksanaan pada kegiatan pembangunan infrastruktur jalan paving pada Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik termasuk masih rendah. Rendahnya partisipasi masyarakat diindikasikan dengan kurangnya keikutsertaan masyarakat dalam proses Sosialisasi, Musdes I, Rembug Desa, Musdes II, Musdes III dan Pelaksanaannya. Pada kegiatan musyawarah tersebut, rata-rata kehadiran warga miskin masih dibawah 60% dari jumlah warga miskin yang ada. Sedangkan pada tahapan pelaksanaan, ditemukan bahwa masyarakat yang ikut mengerjakan masih menerima upah sesuai dengan Standar Harga Satuan yang berlaku. Uraian mengenai kondisi partisipasi masyarakat, menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat masih rendah. (Sumber : Dinas Permukiman Propinsi Jawa Timur, ”Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan paket 4 di 8 Kabupaten di Jawa Timur” 2008). Apabila tingkat partisipasi suatu daerah dikategorikan rendah, maka dengan sendirinya tujuan dan manfaat dari kegiatan partisipasi tersebut tidak akan tercapai secara optimal. Beberapa tujuan dan manfaat partisipasi masyarakat seperti peningkatan proses belajar masyarakat maupun mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang bertanggung jawab adalah bersifat abstrak sehingga tidak mudah untuk diidentifikasi keberhasilan pencapaiannya. Dari uraian di atas dapat diidentifikasi permasalahan di lokasi penelitian sebagai berikut : a. Belum diketahuinya secara pasti tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur jalan paving desa pada program kegiatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik. Berdasarkan data awal disebutkan bahwa partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan ini adalah masih rendah. Yang menjadi permasalahan adalah bahwasanya partisipasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam dalam kehidupan masyarakat dalam upaya meningkatkan proses belajar masyarakat; mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang bertanggung jawab; mengeliminasi perasaan terasing sebagian masyarakat serta ; menimbulkan dukungan dan penerimaan dari pemerintah. b. Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan data adalah hanya diukur menggunakan parameter kehadiran masyarakat. Yang menjadi permasalahan adalah bahwasanya tingkat partsisipasi masyarakat hanya diukur dengan berdasarkan tingkat kehadiran masyarakat. c. Belum adanya strategi peningkatan partisipasi masyarakat lebih lanjut dalam pelaksanaan pembangunan infrastruktur jalan paving desa pada program kegiatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik. Penelitian mengenai Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Infrastruktur Jalan, (Studi Kasus Pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik) ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam sebuah kegiatan pembangunan infrastruktur yang menekankan partisipasi masyarakat, serta merumuskan strategi kedepan apa yang akan diambil untuk meningkatkan suatu kondisi tingkat partisipasi. II. Kajian Pustaka 2.1 Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah upaya mendorong masyarakat untuk mandiri serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, prakarsa sendiri, dan memperbaiki hidup sendiri. Keterlibatannya, dapat berupa aktifitas dalam wujud sumbangan pikiran, pendapat maupun tindakan, dapat pula berupa sumbangan biaya, material untuk perbaikan lingkungannya. (Alit, 2005). Pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam 5 tahap kegiatan, yaitu kegiatan dalam pengambilan inisiatif, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, serta pengelolaan dan pemeliharaan. Konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development) (Chamber, 1995 dalam Kartasasmita, 1997). Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan obyek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subyek dari upaya pembangunannya sendiri. Tahapan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dimulai dari proses seleksi lokasi sampai dengan pemandirian masyarakat (Subejo dan Supriyanto, 2004). Sedangkan menurut Hogan ogan (2000:20) dalam Adi (2008:85) menggambarkan proses pemberdayaan yang berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahapan utama antara lain: Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan yang tidak memberdayakan (recall depowering/empowering experiences); Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan penidakberdayaan (discus reasons for depowerment/empowerment), Mengidentifikasi suatu masalah
ataupun proyek (identify one problem or project), Mengidentifikasi basis daya yang bermakna untuk melakukan perubahan. (identify useful power bases), Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya. (develop and implement action plans). 2.2 Konsep Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mencari solusi permasalahan yang lebih baik dalam suatu komunitas dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk ikut memberikan kontribusi sehingga implementasi kegiatan berjalan lebih efektif, efesien, dan berkelanjutan. Arnstein (1969) menjelaskan partisipasi sebagai arti di mana warga negara dapat mempengaruhi perubahan sosial penting, yang dapat membuat mereka berbagi manfaat dari masyarakat atas. Dia mencirikan delapan anak tangga yang meliputi: manipulasi, terapi, memberi tahu, konsultasi, penentraman, kerjasama, pelimpahan kekuasaan, dan kontrol warga negara. Menurut Marisa B. Guaraldo Chougil tangga partisipasi masyarakat di negara-negara yang kurang berkembang (underdeveloped), dapat dibagi menjadi 8 tingkatan yaitu :Pemberdayaan (Empowerment),Kemitraan (Partnership), Mendamaikan (Conciliation) Dissimulasi/Pura-pura (Dissimulation),Diplomasi (Diplomation), Memberikan Informasi (Informing),Konspirasi (Conspiration),Management Diri Sendiri (Self Management). Dalam penelitian ini akan dipergunakan 5 (lima) bentuk partisipasi. Bentuk partisipasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah disesuaikan dengan bentuk kegiatan partisipasi yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur. Lima bentuk partisipasi tersebut adalah prakarsa/inisiatif, pembiayaan, pengambilan keputusan, mobilisasi tenaga dan pelaksanaan operasional pembangunan. 2.3 Hambatan & Kendala Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Kok dan Elderbloem dalam Nampila (2005) dalam Rustiningsih (2002) serta Hana (2003) menguraikan ada beberapa kendala dalam mewujudkan pembangunan partisipatif, yaitu :Hambatan struktural yang membuat iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi, Hambatan internal masyarakat sendiri, Hambatan karena kurang terkuasainya metode dan teknik partisipasi. Apabila tidak ada kesepakatan masyarakat terhadap kebutuhan dalam cara mewujudkan kebutuhan tersebut, serta apabila kebutuhan tesebut tidak langsung mempengaruhi kebutuhan mendasar anggota masyarakat. 2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Korten, 1983 dalam Setiawan, (2005) menyebutkan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kategori yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam komunitas yang berpengaruh dalam program partisipasi masyarakat. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar komunitas, dan ini akan meliputi dua aspek. menyangkut system social politik makro dimana komunitas tersebut berada. 2.5 Peningkatan Partisipasi Masyarakat dan Indikator Keberhasilan Partisipasi Masyarakat Rolalisasi (2008) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan melalui peningkatan modal sosial yang ada di masyarakat. Partisipasi masyarakat akan meningkat seiring meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap permukiman di sekitarnya serta meningkatnya keterlibatan dalam organisasi sosial. Indikator keberhasilan partisipasi masyarakat menurut Marschall (2006) dalam studinya di Tanzania bergantung pada representasi; komunikasi; peran fasilitator; dan Grass Root Need Assesment. Sedangkan menurut Asian and Pasific Development Centre tahun 1988 tercapai konsensus bahwa partisipasi masyarakat dapat dikatakan berhasil jika (Bamberger dan Shams (1989:72-73)):mampu meningkatkan kontrol masyarakat terhadap sumber daya, adanya penguatan kelembagaan, meningkatnya partisipasi secara politis. 2.6 Perencanaan Tingkat Partisipasi Masyarakat Perencanaan partisipatif adalah proses dialog antara masyarakat, pemerintah dan berbagai stakeholder secara lintas sektoral dan lintas pelaku dalam suatu wadah forum musyawarah pembangunan untuk merumuskan visi, misi, arah kebijakan dan program yang berbasis pada prioritas pengembangan potensi dan pemecahan prioritas permasalahan. Alasan-alasan penggunaan pendekatan partisipatif bagi perencanaan dan pengelolaan pembangunan secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu (1) masyarakat berhak untuk ikut dan terlibat dalam hal-hal yang menyangkut kehidupan mereka, berhak terlibat dalam keputusan-keputusan dan keberadaan mereka sehari-hari dan masa depan mereka, (2) jika masyarakat benar-benar diberi kesempatan (dan haknya), untuk terlibat secara aktif dalam pembangunan, maka pembangunan diperkirakan berlangsung lebih efektif dan efisien.
2.7 Sistem Infrastruktur dan partisipasi Sistem infrastuktur adalah merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar dasar, peralatan-pearalatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya system social dan ekonomi Masyarakat (Grigg, 2000). Peranan infrastruktur adalah sebagai mediator antara system ekonomi dan system social di dalam tatanan kehidupan manusia dengan lingkungan alam menjadi penting. Infrastruktur yang kurang (atau bahkan tidak) berfungsi akanmemberikan dampak yang besar bagi mnusia (Kodoatie, 2003). Hal tersebut berarti bahwa keberadaan system infrastruktur mutlak dibutuhkan di dalam bebrbagai jenis kegiatan. 2.8 Sintesa Kajian Pustaka Pemberdayaan masyarakat adalah upaya mendorong masyarakat untuk mandiri serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, prakarsa sendiri, dan memperbaiki hidup sendiri. Pada hakekatnya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam 5 tahap kegiatan, yaitu kegiatan dalam pengambilan inisiatif, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, serta pengelolaan dan pemeliharaan. Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan wewenang yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Pembagian kewenangan ini dilakukan berdasarkan tingkat keikutsertaan (level of involvement) masyarakat dalam kegiatan tersebut. Bentuk partisipasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah disesuaikan dengan bentuk kegiatan partisipasi yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur. Lima bentuk partisipasi tersebut adalah: Prakarsa/inisiatif, Pembiayaan, Pengambilan keputusan, Mobilisasi tenaga dan Pelaksanaan operasional pembangunan. Bentuk-bentuk partisipasi tersebut akan diambil sebagai variable untuk menentukan seberapa tingkat partisipasi . Pemilihan teori yang paling tepat dalam pengukuran tingkat partisipasi masyarakat di Desa Campurejo Kecamatan panceng Kabupaten Gresik ini adalah berdasarkan tipe masyarakat, serta tangga partisipasi yang lebih rinci dan jenjang tangga yang linear sehingga mudah dipahami. Marisa B. Guaraldo Chougil, berdasarkan penelitiannya yang berjudul A ladder of Community Participation for underdeveloped Countries (1996) merupakan tangga partisipasi yang paling tepat untuk kondisi di Indonesia dan digunakan untuk penelitian ini. Terdapat 2 kelompok kendala partisipasi masyarakat dalam pembangunan. 2 kelompok kendala tersebut adalah kelompok kendala yang berasal dari internal masyarakat dan kelompok kendala yang berasal dari eksternal masyarakat. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis sederhana dengan menggunakan analisa Delphi untuk memilih kendala sesuai dengan yang terjadi di lapangan. III. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, digunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Dengan jenis data yang digunakan adalah data primer (hasil wawancara/kuesioner dan survey) dan data sekunder (tinjauan literatur dan data yang diambil dari berbagai instansi). Data primer dikumpulkan melalui teknik pengambilan sampel dengan metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat partisipasi masyarakat yang diukur melalui lima indikator yaitu indikator prakarsa, indikator pembiayaan, indikator pengambilan keputusan, indikator kemampuan memobilisasi tenaga, indikator pelaksanaan operasional pembangunan. Indikator dalam penelitian ini diambila dari lima macam kegiatan yang ada di masyarakat yaitu kegiatan musyawarah, perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pengawasan dan pemeliharaan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Analisis Skoring Dalam Penentuan Tingkat Partisipasi Masyarakat Analisa ini digunakan untuk mengetahui kondisi riil di lapangan yang berkaitan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Dari analisis ini diperoleh hasil akhir berupa posisi tingkatan partisipasi masyarakat yang akan digunakan dasar sebagai dasar penentuan strategi peningkatannya. Adapun tahapan yang digunakan dalam analisa scoring yaitu : a. Menghitung total nilai seluruh respondent terhadap beberapa indicator pada setiap kegiatan dan kemudian di rata-rata. Nilai rata-rata tersebut kemudian di jumlah. b.
Nilai akhir kemudian dibandingkan dengan table scoring delapan tingkatan partisipasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
c.
Menginterpretasikan secara deskriptif kualitatif nilai akhir tersebut.
Menurut Chougill, nilai tingkat partisipasi masyarakat dapat dikelompokkan menjadi delapan yaitu : Management diri sendiri (Self Management) dengan skor antara 1 sampai dengan 1,25, Konspirasi (conspiration) dengan skor antara 1,26 sampai dengan 1,5, Memberikan informasi (Informing) dengan skor 1,51 sampai dengan 1,75, diplomasi (Diplomation) dengan skor 1,76 sampai dengan 2, Dissimulasi/Pura-pura dengan skor antara 2,01 sampai dengan 2,25, Mendamaikan (conciliation) dengan skor antara 2,26 sampai dengan 2,50, Kemitraan (Partnership) dengan skor 2,51 sampai dengan 2,75, dan tingkat terakhir adalah pemberdayaan (empowerment) dengan skor 2,76 sampai dengan 3.
2.
Penggunaan Analisa Delphi Untuk Memilih Kendala Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Teknik analis delphi merupakan teknik yang menggunakan suatu prosedur yang sistematik untuk mendapat suatu consensus pendapat-pendapat dari suatu kelompok ahli. Teknik ini didasarkan pada proses pengumpulan dan penyaringan pengetahuan dari kumpulan para ahli melalui pengisian kuisioner dengan adanya pengontrolan pendapat sebagai umpan baliknya (Pamungkas, 2006 dalam Sukmawati, 2009,77). Fungsi teknik analisis Delphi antara lain ;(1) Untuk mengeksplorasi pendapat dan menghasilkan informasi dalam penentuan keputusan,(2) Untuk mengeksplorasi asumsi/faktor yang melandasi keputusan tertentu dengan mencari informasi yang dibutuhkan untuk mencapai suatu consensus, (3)Untuk menentukan sejumlah alternative program/rencana, (4)Mengeksplorasi pendapat dan menghasilkan informasi dalam penentuan keputusan
3.
Analisa Triangulasi Untuk Identifikasi Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarakat Analisa Triangulasi merupakan suatu metode analisis untuk mengatasi masalah akibat dari kajian mengandalkan satu teori saja, satu macam data atau satu metode penelitian saja. (Rianse dan Abdi, 2008:225). Triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Terdapat minimal tiga macam triangulasi, yaitu (Sugiyono, 2007: 273-274): a. Triangulasi sumber data Pada triangulasi sumber data, data di cek kredibilitasnya dari berbagai sumber data yang berbeda dengan teknik yang sama misalnya, mengecek sumber data antara bawahan, atasan dan teman. b. Triangulasi teknik pengumpulan data Pada triangulasi teknik pengumpulan data, data di cek kredibilitasnya dengan menggunakan berbagai teknik yang berbeda dengan sumber data yang sama. c. Triangulasi waktu pengumpulan data Pada triangulasi waktu pengumpulan data, data dicek kredibilitasnya dengan waktu yang berbeda-beda namun dengan sumber data dan teknik yang sama. Triangulasi menjadikan data yang diperoleh dalam penelitian menjadi lebih konsisten, tuntas dan pasti serta meningkatkan kekuatan data (Sugiyono, 2007:241). IV. Gambaran Umum Ditinjau dari segi pemetaan wilayah, Desa Campurejo Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik terbagi menjadi 4 (empat) wilayah yaitu dusun krajan campurejo, pedukuhan karang tumpuk, pedukuhan rejodadi, dan pedukuhan sidorejo. Pada wilayah Krajan Campurejo dan Dusun Karang Tumpuk, mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan dan petambak. Akses jalan lingkungan yang dilalui oleh nelayan dan petambak untuk mendistribusikan hasil tambak dan laut sangat tidak memungkinkan. Selain itu pula, di krajan campurejo terdapat pasar desa (pusat perekonomian desa) yang begitu besar, akan tetapi kondisi prasarana dan sarana transportasi terutama jalan lingkungan yang ada belum mendukung terciptanya roda perekonomian dengan baik. Lain halnya dengan di Krajan Campurejo dan Karang Tumpuk, di wilayah Dusun Rejodadi dan Dusun Sidorejo mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani sawah dan ladang. Di kedua pedukuhan ini juga banyak warga yang mengeluhkan akses jalan yang jelek untuk mendistribusikan hasil pertanian mereka.
Gambar 4.1. Peta Kecamatan Panceng dan Posisi Desa Campurejo Kondisi prasarana dan sarana transportasi pada keempat dusun wilayah desa /kelurahan tersebut sangat kurang dan perlu perbaikan pada beberapa lokasi. Hal ini adalah berdasarkan realitas yang ada bahwa keempat wilayah teresebut banyak di temukan jalan-jakan lingkungan yang dalam kondisi rusak, serta sanitasi pedesaan yang belum dibangun. Dampak dari kurangnya sarana transportasi menjadikan akses perekonomian masyarakat menjadi terhambat serta memberatkan para pengguna jalan. Dalam rangka perbaikan terhadap sarana jalan yang ada, telah dilaksanakan kegiatan pembangunan jalan paving lingkungan di 4 dusun yang merupakan wilayah Desa Campurejo. Berikut adalah lokasi pembangunan jalan tersebut : Tabel 4.7. Kegiatan Pembangunan Jalan Paving Lingkungan Di Desa Campurejo Lokasi Pembangunan Dimensi Bangunan
Panjang Lebar Dusun RT (M) (M) Dusun Karang Tumpuk RT. 32 100 1,5 Dusun Sidorejo RT 19 40 2,5 RT 21 100 2,5 RT 22 120 2 Dusun Rejodadi RT 15 95 2,5 RT 16 75 2,5 Dusun Campurejo RT 13 17 1 RT 13 34 2 RT 13 52 1 RT 14 70 3 RT 4 C 30 2 Sumber : Dinas Permukiman, Pemerintah Propinsi Jawa Timur 2008 Pada beberapa gambar di bawah ini akan menunjukkan tampilan fisik hasil pembangunan paving Campurejo, Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik.
jalan desa di Desa
V. Analisis dan Pembahasan 5.1 Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat Dengan Analisa Skoring Untuk merumuskan strategi peningkatan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan infrastruktur jalan paving desa, dilakukan dengan meninjau parameter-parameter yang meliputi parameter prakarsa, parameter pembiayaan, parameter pengambilan keputusan, parameter kemampuan mobilisasi tenaga dan parameter kemampuan partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan analisa skoring dari kelima variabel tersebut didapatkan hasil sebagai berikut Tabel 5.1. Tabulasi Tingkat Partisipasi Masyarakat POSISI PARTISIPASI PADA TANGGA CHOUGILL
NO.
PARAMETER
SKOR
1
PRAKARSA
1.26
KONSPIRASI (Conspiration)
2
PEMBIAYAAN
1.29
KONSPIRASI (Conspiration)
3
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1.59
MEMBERIKAN INFORMASI (Informing)
4
MOBILISASI TENAGA
1.98
DIPLOMASI (Diplomation)
5
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
2.00 DIPLOMASI (Diplomation)
Tahap empowerment, partnership dan konsiliasi disebut sebagai tahapan support. Sedangkan dissimulasi, diplomasi dan informing disebut dengan tahapan manipulasi. Conspiration disebut sebagai tahap rejection. dan self management merupakan tahap neglect. 5.2 Identifikasi Kendala Partisipasi Masyarakat Untuk menentukan strategi peningkatan partisipasi, maka langkah awalnya adalah mengetahui kendala partisipasi itu sendiri. Dari analisis sebelumnya berdasarkan teori yang mengulas jenis kendala partisipasi dapat diketahui beberapa point mengenai kendala partisipasi. Untuk memilih kendala aktual partisipasi di lapangan dilakukan dengan menggunakan analisa Delphi. Teknik analisis Delphi adalah teknik yang menggunakan suatu prosedur yang sistematik untuk mendapat suatu konsensus pendapat-pendapat dari suatu kelompok ahli. Teknik ini didasarkan pada proses pengumpulan dan penyaringan pengetahuan dari kumpulan para ahli melalui pengisian kuisioner dengan adanya pengontrolan pendapat sebagai umpan baliknya (Pamungkas, 2006 dalam Sukmawati, 2009,77) Pada penelitian ini, analisis Delphi dilakukan langsung pada 5 (lima) variabel partisipasi, yang masing-masing merupakan penyebab internal dari masyarakat dan eksternal dari masyarakat. Berikut ini adalah hasil iterasi pertama.
No.
Variabel Partisipasi
Tabel 5.2. Tabulasi Kendala Partisipasi Masyarakat Kendala Partisipasi
Prakarsa
• •
Pembiayaan
• •
Pengambilan Keputusan
• •
Mobilisasi Tenaga
• •
Pelaksanaan Pembangunan
• •
Hambatan karena kurang terkuasainya metode dan teknik partisipasi Kurang terbukanya para pelaku pembangunan dalam menyelenggarakan proses pembangunan yang menganggap masyarakat hanya sekedar obyek pembangunan Masyarakat yang mengharapkan insentif. Kurang terbukanya para pelaku pembangunan dalam menyelenggarakan proses pembangunan yang menganggap masyarakat hanya sekedar obyek pembangunan. Masyarakat tidak terorganisir dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif dalam proses pengambilan keputusan. Instrumen hukum tidak mengatur secara eksplisit bagaimana, dimana dan siapa yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan public Masyarakat tidak terorganisir dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif Kurang terbukanya para pelaku pembangunan dalam menyelenggarakan proses pembangunan yang menganggap masyarakat hanya sekedar obyek pembangunan Masyarakat tidak terorganisir dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif Kurang terbukanya para pelaku pembangunan dalam menyelenggarakan proses pembangunan yang menganggap masyarakat hanya sekedar obyek pembangunan
5.3 Perumusan Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dengan Analisa Triangulasi Pada penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam program PPIP ini, penggunaan analisa trianggulasi dilakukan dengan menarik suatu kesimpulan dari tiga konsep yang disatukan. Ketiga konsep ini memiliki substansi yang setara terkait dengan upaya peningkatan partisipasi masyarakat. a. Studi Literatur Tjipto Atmoko menyebutkan bahwa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala partisipasi agar pelibatan masyarakat dapat berjalan baik adalah: 1) Diperlukan suatu instrument hukum yang secara subtantif mengatur pelibatan masyarakat, sehingga mekanisme pelibatan masyarakat menjadi jelas; 2) Perlu keterbukaan dan akuntabilitas dari pihak pemerintah yang peka terhadap kepentingan publik; dan 3) Masyarakat perlu bersatu dalam suatu wadah yang terorgasisir dan independent yang dapat digunakan sebagai saluran partisipasi. Melalui wadah asosiasi yang terorganisir dan independent masyarakat dapat menyusun visi dan misi untuk disampaikan kepada pemerintah sebagai masukan dalam menyusun kebijakan pembangunan dan sekaligus sebagai kekuatan untuk melakukan kontrol terhadap produk kebijakan maupun implementasi kebijakan apakah kebijakan tersebut berpihak kepada kepentingan rakyat atau tidak. b.
Penelitian Sebelumnya Dalam penelitian Herawatty (2006) mengungkapkan beberapa strategi peningkatan partisipasi masyarakat sebagai berikut : • Untuk meningkatkan prakarsa masyarakat, Herrawati (2006) menyarankan strategi pemberdayaan terus menerus, terarah dan terencana dari pemerintah untuk mendorong masyarakat agar mampu mengembangkan prakarsanya. • Untuk meningkatkan pembiayaan masyarakat, strategi yang disarankan adalah mendorong masyarakat untuk mengajukan permohonan pembiayaan kepada pemerintah untuk pemeliharaan skala berat. • Untuk meningkatkan pembuatan keputusan oleh masyarakat, strategi yang disarankan adalah memperkuat posisi modal sosial yang ada di masyarakat dan juga menekankan pada fasilitator untuk terus menerus mengingatkan masyarakat akan pentingnya peranan mereka dalam membuat kputusan.
• Untuk meningkatkan ataupun mempertahankan kemampuan memobilisasi tenaga, strategi yang disarankan adalah menetapkan sanksi yang adil kepada masyarakat yang tidak terlibat aktif dalam memobilisasi tenaga, menghidupkan kembali organisasi kemasyarakatan sebagai sarana untuk memobilisasi tenaga. • Untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, strategi yang disarankan adalah perlu adanya pedoman teknis yang memberi arahan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam berpartisipasi berupa hak, kewajiban, sanksi apabila terjadi pelanggaran dalam berpartisipasi. c.
Kondisi Empirik Tinjauan pembahasan terhadap tingkatan partisipasi masyarakat di Desa Campurejo, diperoleh tingkatan partisipasi masyarakat pada kegiatan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) dan Kondisi empirik partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) berdasarkan indikator adalah sebagai berikut : 1. Indikator Prakarsa Tingkatan partisipasi masyarakat pada parameter prakarsa menunjukkan tingkatan Konspirasi. Dalam hal pemasangan paving jalan desa pada program PPIP masih sangat dominan pemerintah. Namun demikian pemerintah berusaha meningkatkan peran masyarakat untuk ikut dalam kegiatan dari awal hingga akhir kegiatan. Permasalahan yang berhasil diidentifikasi adalah kurang terkuasainya metode dan teknik partisipasi oleh masyarakat, sehingga masyarakat perlu diberikan pelatihan secara lebih sering dalam kegiatan yang sejenis. Juga teridentifikasi bahwa pemerintah masih menganggap masyarakat sebagai obyek pembangunan, bukan sebagai pelaku pembangunan sepenuhnya. Untuk selanjutnya, masyarakat perlu diberikan kepercyaan yang lebih dalam pembangunan. 2. Indikator Pembiayaan Tingkatan partisipasi masyarakat pada parameter pembiayaan menunjukkan tingkatan Konspirasi. Mayoritas masyarakat desa Campurejo berpenghasilan rendah, sehingga hal ini menyebabkan kurangnya partisipasi masyarakat. Akan tetapi dari data tersdapat sumbangan dari masyarakat juga untuk biaya pemeliharaan walaupun nilainya tidak cukup signifikan. Dari permasalahan yang diteliti, teridentifikasi permasalahan bahwa masyarakat masih mengharapkan insentif dari tenaga yang di sumbangkannya. Hal ini terjadi memang karena faktor ekonomi yang masih menjadi akar permasalahan. Faktor masyarakat yang masih sebagai obyek pembangunan juga menjadi penyebabnya kurangnya antusiasme warga untuk partisipasi dalam pembiayaan. 3. Indikator Pengambilan Keputusan Tingkatan partisipasi masyarakat pada parameter pengambilan keputusan menunjukkan tingkatan Memberikan Informasi. Pada tahapan pengambilan keputusan sudah mulai ikutserta . Hal ini diindikasikan dengan adanya beberapa keputusan yang sudah bisa diambil oleh masyarakat. Sebagai contoh mengenai bangunan apa yang akan dibuat serta lokasi mana yang akan dipilih untuk pembangunan infrastuktur yang dipilih tersebut. Permasalahan yang muncul dalam hal pengambilan keputusan adalah bahwa masyarakat memang tidak mempunyai kapasitas yang memadai untuk terlibat produktif dalam pengambilan keputusan. Strategi peningkatannya dengan meningkatkan ilmu dan pengetahuan warga masyarakat. Juga diidikasikan tidak ada instrumen hukum yang mengatur secara eksplisit bagaimana, dimana dan siapa yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan publik. Permaslahan ini akan dapat diatasi dengan pembuatan aturan-aturan yang mengatur mengenai pengambilan keputusan yang mendorong masyarakat untuk ikut serta secara aktif. 4. Indikator Kemampuan Mobilisasi Tenaga Tingkatan partisipasi masyarakat pada Mobilisasi Tenaga menunjukkan tingkatan Diplomasi Pada tahapan kemampuan memobilisasi tenaga, masyarakat sudah berperan dengan baik. Permasalahan yang berhasil diidentifikasi adalah kurangnya kapasitas masyarakat untuk ikut secara aktif dalam kegiatan mobilisasi tenaga, serta pemerintah masih belum sepenuhnya bisa menempatkan masyarakat sebagai subyek pembangunan sejajar pemerintah. 5. Indikator Pelaksanaan Pembangunan Tingkatan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan pembangunan menunjukkan tingkatan Diplomasi Partisipasi masyarakat dalam hal pelaksanaan pembangunan juga tidak terlalu buruk untuk desa campurejo. Permasalahan yang terjadi sama dengan mobilisasi tenaga, dimana masyarakat kurang mempunyai kapasitas untuk ikutserta secara produktif. Juga mengenai posisi masyarakat yang belum sepenuhnya ditempatkan sebagai subyek pembangunan secara penuh oleh pemerintah. 5.4 Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarakat Hasil analisa mengenai tingkatan partisipasi masyarakat, diperoleh tingkatan partisipasi masyarakat pada pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP). Dari tingkatan partisipasi masyarakat tersebut kemudian dilakukan analisa Triangulasi untuk mendapatkan suatu rumusan strategi peningkatan partisipasi masyarakat. Adapun hasil analisa triangulasi adalah sebagai berikut : T Tabel 5.3 Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarakat
No.
Empirik 1 PRAKARSA
Strategi Peningkatan Partisipasi Studi Masyarakat pada Program Pembangunan Sebelumnya/Kasus di Infrastruktur Pedesaan (PPIP) tempat lain Perlu adanya strategi Meningkatkan kinerja fasilitator yang bisa pemberdayaan secara dilakukan dengan menambah jumlah terus menerus, fasilitator atau menjaga mutu fasilitator terarah dan terencana yang dikirim untuk membantu dan dari pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat untuk mendorong berprakrasa dalam kegiatan masyarakat agar pembangunan. Kegiatan fasilitator ini mampu dimaksudkan untuk meningkatkan mengembangkan pendidikan nonformal masyarakat, yang prakarsanya. harus dilakukan secara terus menerus agar secara individu maupun secara kelompok mampu memberikan prakarsanya pada kegiatan –kegiatan selanjutnya, hingga diperoleh kemandirian dalam berprakarsa.
Rangkuman Strategi Peningkatan Partisipasi Masyarakat
Parameter
Literatur/Kebijakan
Pemerintah berusaha Agar menjadi masyarakat yang memberikan stimulasi untuk berdaya (termasuk didalamnya memancing masyarakat agar mampu berprakarasa) dapat ikut terlibat dalam kegiatan dilakukan dengan beberapa partsipatif dengan tujuan cara, diantaranya adalah pembangunan infrastruktur dengan pendidikan dan partisipatif yang berkelanjutan. pelatihan, serta dinamika Strategi pemerintah adalah kelompok kepada sekelompok dengan melibatkan fasilitator individu dan penguatan modal untuk memandu kegiatan sosial. Agar partisipasi menjadi partisipatif ini. Yang dihadapi baik, maka juga duperlukan fasilitator di lapangan adalah instrumen hukum yang secara masyarakat dengan tingkat substantif mengatur pelibatan pengetahuan yang kurang masyarakat, sehingga memadai. mekanisme pelibatan jelas.
Pemerintah berusaha Partisipasi pembiayaan bisa Kemampuan memberikan dana stimulus diwujudkan /ditingkatkan pembiayaan pembangunan untuk apabila pemerintah bersikap masyarakat bisa memancing masyarakat agar akuntable dan terbuka, serta didorong dengan terlibat dalam kegiatan peka terhadap kepentingan penguatan modal partsipatif dengan tujuan publik. Serta masyarakat yang sosial masyarakat pembangunan infrastruktur terorganisir dengan wadah yang serta mendorong partisipatif yang berkelanjutan. baik akan meningkatkan nilai masyarakat untuk Wujud dari partisipasi masyarakat. mengajukan rangsangan/stimulus ini permohonan kepada adalah dana kegiatan PPIP ini pemerintah untuk sendiri. Untuk mencapai pemeliharaan skala berat. Hal ini posisi Fasilitator yang mampu mendorong Agar menjadi masyarakat yang Memperkuat 3 PENGAMBILAN masyarakat masyarakat untuk bisa berdaya dapat dilakukan modal sosial yang KEPUTUSAN mengambilan keputusan. dengan beberapa cara, ada di masyarakat Masyarakat diarahkan untuk diantaranya adalah melalui berupa organisasi memilih mengenai bangunan pendidikan dan pelatihan serta sosial, serta apa yang akan dibuat serta dinamika kelompok kepada menekankan pada lokasi mana yang akan dipilih sekelompok individu dan fasilitator untuk terus untuk pembangunan penguatan modal sosial. menerus infrastuktur yang dipilih mengingatkan tersebut. masyarakat akan pentingnya peranan mereka dalam menetapkan 4 KEMAMPUAN Perangkat desa dan fasilitator Agar menjadi masyarakat yang Perlu dialokasikan pemerintah untuk berdaya (termasuk di dalamnya sanksi yang adil bagi MOBILISASI meningkatkan peranan yang mampu memobilisasi tenaga) masyarakat yang TENAGA penting dalam memobilisasi tidak aktif dalam tenaga dalam kegiatan memobilisasi tenaga pembangunan jalan desa serta menghidupkan dengan paving di lokasi studi. kembali organisasi Fasilitator menghadapi kendala masyarakat sebagai mendorong Dalam pelaksanaan kegiatan, Memperkuat posisi 5 PELAKSANAAN Fasilitator masyarakat agar ikut dan aktif agar menjadi masyarakat yang modal sosial yang KEGIATAN dalam pelaksanaan kegiatan berdaya dapat dilakukan ada di masyarakat pembangunan ini. Kendala yang dengan beberapa cara, agar meningkatkan dihadapi adalah diantaranya adalah melalui kepedulian kemampuan/ketrampilan pendidikan dan pelatihan serta masyarakat, serta masyarakat yang masih rendah, dinamika kelompok kepada dilakukan dan mempunyai latarbelakang sekelompok individu dan pemberdayaan yang 2 PEMBIAYAAN
VI. Kesimpulan
Pemerintah yang bertindak sebagai katalisator harus memberikan dana-dana stimulus pembangunan yang berkelanjutan dan besarnya tidak 1 00 persen dari nilai proyek. Dalam membangun pemerintah juga perlu secara terbuka dan akuntabel memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga infrastruktur yang dibangun merupakan keperluan masyarakat secara mayoritas.
Pemberian pendidikan nonformal sebagai upaya penguatan modal sosial dengan meningkatkan pelibatan masyarakat dalam kegiatan, berangsur mengurangi peran fasilitator dalam ikut mengambil keputusan, serta meningkatkan intensitas kegiatan kepada masyarakat.
Kemampuan mobilisasi tenaga dapat ditingkatkan memperkuat keberadaan jaringan sosial. Dalam jaringan sosial yang berupa organisiasi-organisasi kemasyarakatan ini masyarakat bisa lebih bertambah pengetahuannya untuk mendukung partisipasi yang berupa mobilisasi tenaga. Fasilitator memberikan pelatihanpelatihan serta gambaran pelaksanaan pembangunan sejenis ditempat lain sebagai bahan referensi sehingga akan menjadi bahan perbandingan untuk pelaksanaan kegiatan di lokasi ini, dan masyarakat dipandu untuk mengisi pospos kegiatan pembangunan ini.
Berdasarkan hasil penelitian bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal mengenai Peningkatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Jalan di Desa Campurejo Kecamatan Panceng, Kabupaten Gresik sebagai berikut : 1. Identifikasi tingkatan partisipasi masyarakat desa Campurejo dalam pelaksanaan program PPIP yang berupa paving jalan desa antara lain : a. Tingkatan partisipasi masyarakat yang terkait dengan parameter prakarsa dan pembiayaan menempati posisi tingkatan konspirasi b. Tingkat partisipasi masyarakat yang terkait dengan parameter kemampuan memobilisasi tenaga menempati posisi tingkatan memberikan informasi c. Tingkat partisipasi masyarakat yang terkait dengan parameter kemampuan menyelesaikan masalah menempati posisi tingkatan diplomasi. d. Tingkat partisipasi masyarakat yang terkait dengan parameter pelaksanaan pembangunan menempati posisi deplomasi 2. Perumusan strategi peningkatan partisipasi masyarakat desa Campurejo dalam pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) antara lain: a. Strategi yang terkait dengan parameter prakarsa adalah dengan meningkatkan kinerja fasilitator yang dilakukan dengan menambah jumlah fasilitator atau menjaga mutu fasilitator yang dikirim untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat untuk berprakrasa dalam kegiatan pembangunan. b. Strategi peningkatan partisipasi masyarakat yang terkait dengan parameter pembiayaan dapat dilakukan melalui Pemerintah sebagai katalisator harus memberikan dana-dana stimulus pembangunan yang berkelanjutan dan besarnya tidak 100 persen dari nilai proyek. Dalam membangun pemerintah juga perlu secara terbuka dan akuntabel memperhatikan aspirasi masyarakat sehingga infrastruktur yang dibangun merupakan keperluan masyarakat secara mayoritas. c. Strategi peningkatan partisipasi masyarakat yang terkait dengan parameter pengambilan keputusan adalah dengan memberikan pendidikan nonformal sebagai upaya penguatan modal sosial dengan meningkatkan pelibatan masyarakat dalam kegiatan, berangsur mengurangi peran fasilitator dalam ikut mengambil keputusan, serta meningkatkan intensitas kegiatan kepada masyarakat d. Strategi peningkatan partisipasi masyarakat yang terkait dengan parameter kemampuan memobilisasi tenaga dapat ditingkatkan memperkuat keberadaan jaringan sosial. Dalam jaringan sosial yang berupa organisiasi-organisasi kemasyarakatan ini masyarakat bisa lebih bertambah pengetahuannya untuk mendukung partisipasi yang berupa mobilisasi tenaga. e. Strategi peningkatan partisipasi masyarakat yang terkait dengan parameter pelaksanaan pembangunan adalah Fasilitator memberikan pelatihan-pelatihan serta gambaran pelaksanaan pembangunan sejenis ditempat lain sebagai bahan referensi sehingga akan menjadi bahan perbandingan untuk pelaksanaan kegiatan di lokasi ini, dan masyarakat dipandu untuk mengisi pos-pos kegiatan pembangunan ini Sedangkan peningkatan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat secara umum adalah yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat. Peningkatan kapasitas masyarakat dapat dilakukan dengan pelatihan, pendidikan dan stimulasi kegiatan yang berkelanjutan.
VII. Daftar Pustaka [1]. Adi, Rukminto Isbandi, (2008), Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta. [2]. Alit, IK (2005), Pemberdayaan Masyarakat dalam Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh di Propinsi Bali, Jurnal Permukiman Natah Vol. 3 No. 1 Februari 2005. [3]. Ariestita, Putu Gede (2006) Teknik Analisis, Bahan Kuliah: Teknik Analisa Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. [4]. Dinas Permukiman Propinsi Jawa Timur, ”Laporan Pelaksanaan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan paket 4 di 8 Kabupaten di Jawa Timur” 2008. [5]. Herawatty, Ratna (2006), Strategi Peningkatan Partisipasi dalam Pengelolaan Jaringan Irigasi, Thesis, Magister Teknik Arsitektur yang tidak dipublikasikan, FTSP-ITS, Surabaya. [6]. http://www.purbalinggakab.go.id [7]. http://www.menkokesra.go.id [8]. http://www.antarajatim.com [9]. http.//www. wawasan digital.com [10]. http://www.fisip-unej.com [11]. Kodoatie, Robert, Pengantar Manajemen Infrastruktur, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.
[12].Rolalisasi, Andarita (2008), Pola partisipasi masyarakat dalam Perbaikan Kawasan Permukiman Kumuh di kelurahan Sukolilo Kecamatan Bulak Kota Surabaya, Thesis, magister Teknik Arsitektur yang tidak dipublikasikan, FTSP-ITS, Surabaya. [13].Sherry R. Arnstein (1969), A Ladder of Citizen Participation, JAIP. Vol. 3 [14].Subejo dan Supriyanto (2004), Metodologi Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat, Bahan Kuliah : Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. [15].Sukmawati, Dwi (2008), Model Pemberdayaan Sampah pada Pengolahan Persampahan di Kelurahan Kutisari Surabaya, Thesis Megister Teknik Arsitektur yang tidak dipublikasikan, FTSP-ITS, Surabaya