KAJIAN PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN UNTUK MENJADI ORGANISASI PEMBELAJAR (LEARNING ORGANISATION) (STUDI KASUS PERHIMPUNAN PELESTARIAN BURUNG LIAR INDONESIA – BURUNG INDONESIA)
Oleh ARDINI RARAS H 24076016
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
KAJIAN PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN UNTUK MENJADI ORGANISASI PEMBELAJAR (LEARNING ORGANISATION) (STUDI KASUS PERHIMPUNAN PELESTARIAN BURUNG LIAR INDONESIA – BURUNG INDONESIA) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh ARDINI RARAS H 24076016
PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
Nama NIM
: Kajian Penerapan Manajemen Pengetahuan Untuk Menjadi Organisasi Pembelajar (Learning Organisation) (Studi Kasus Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia – Burung Indonesia) : Ardini Raras : H24076016
Menyetujui Pembimbing
(Ir. Anggraini Sukmawati, MM) NIP. 196710201994032001
Mengetahui Ketua Departemen Manajemen
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP. 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus :
RINGKASAN Ardini Raras. H24076016. Kajian Penerapan Manajemen Pengetahuan Untuk Menjadi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) – Studi Kasus Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia). Di bawah bimbingan Anggraini Sukmawati. Penerapan Manajemen Pengetahuan di suatu organisasi penting dilakukan untuk menjadikan organisasi memiliki keunggulan dan inovatif serta dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan organisasi. Tidak terkecuali bagi organisasi nirlaba seperti Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia atau biasa disebut Burung Indonesia. Burung Indonesia sebagai salah satu organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang konservasi burung dan habitatnya, menyadari bahwa aset pengetahuan merupakan hal terpenting yang dimiliki organisasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Jika penerapan manajemen pengetahuan sudah dilakukan, maka perlu untuk melakukan evaluasi dan penilaian terhadap penerapan tersebut, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji penerapan Manajemen Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia dan menganalisis gambaran pembelajaran organisasi yang ada di Burung Indonesia yang menjadi dasar organisasi untuk menilai kapasitas organisasi menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Dua faktor digunakan dalam penelitian di Burung Indonesia untuk menilai penerapan manajemen pengetahuan. Dua faktor tersebut yaitu kualitas pembelajaran di organisasi dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan yang merupakan instrumen dari Munir (2008). Untuk melihat gambaran pembelajaran organisasi di Burung Indonesia yang merupakan organisasi non pemerintah, digunakan instrumen dari Britton (1998) untuk menghasilkan organizational profile plot dari pembelajaran organisasi. Gambaran pembelajaran tersebut dilihat dari delapan fungsi kunci organisasi pembelajar. Hasil penelitian untuk kualitas pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 74, menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar, sedangkan untuk kualitas proses pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 46 yang menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar. Gambaran pembelajaran organisasi (organization profile plot) dilihat secara keseluruhan dan menurut kelima divisi yang ada di Burung Indonesia. Jika dilihat secara keseluruhan dimensi yang memiliki nilai tertinggi adalah pengaksesan pembelajaran eksternal yang bernilai 14,26 sedangkan skor terendah berada pada dimensi memori organisasi yang bernilai 11,83. Dari gambaran pembelajaran di masing-masing divisi terlihat bahwa empat divisi memiliki skor tertinggi pada pembelajaran eksternal sedangkan tiga divisi memiliki skor terendah pada memori organisasi dan dua divisi memiliki skor terendah pada budaya yang mendukung. Hasil gambaran pembelajaran tersebut digunakan Burung Indonesia sebagai dasar untuk merefleksikan pembelajaran yang telah ada dan dapat melihat kekuatan dan kelemahan organisasi di dalam pembelajaran tersebut.
RIWAYAT HIDUP
Tiga puluh tujuh tahun setelah proklamasi dikumandangkan bangsa Indonesia, penulis dilahirkan. Bertempat di sebuah kota yang sekarang disebut “kota angkot” dan dahulu dikenal sebagai kota hujan yaitu Bogor, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1982. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan (Alm) Tugiman dan Murtini. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Tunas Muda Bogor pada tahun 1986, lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Semplak 2 Bogor. Pada Tahun 1994, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bogor dan Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Bogor menjadi tempat penulis menimba ilmu selanjutnya di tahun 1997. Tahun 2000, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Fakultas MIPA, Program Studi Informatika. Kemudian penulis meneruskan kuliah di Ekstensi Manajemen Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Pada tahun 2003, penulis lulus dari Institut Pertanian Bogor dan mulai bekerja sampai saat ini. Beberapa perusahaan sudah penulis jajaki untuk mendapatkan pengalaman bekerja. Sampai sekarang, penulis masih bekerja di Perhimpunan Pelestarian Burung Liar di Indonesia (Burung Indonesia) sebagai Database and Information Officer.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Syukur Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Manajemen Pengetahuan untuk menjadi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) – Studi Kasus Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diperlukan untuk perbaikan penulis untuk hal yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT. Amin.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih, penulis sampaikan kepada semua orang yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini secara moriil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Ir. Anggraini Sukmawati, MM sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis. 2. Ibu Erlin Trisyulianti, STP, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc. selaku dosen penguji 3. Ibu Hardiana selaku dosen Quality Control skripsi ini. 4. Keluarga besar Burung Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memberikan informasi yang dibutuhkan penulis. 5. Seluruh staf dan pengajar PSMPK Departemen Manajemen, FEM IPB 6. Mamahku, kedua kakakku dan ponakanku tercinta yang telah memberikan curahan kasih sayang, doa yang tulus, motivasi dan inspirasi hidup. 7. Mas Yoppy, Esty dan Mba Wati (KC Crew) yang telah membantu penulis dan memberikan warna-warni hidup penulis, baik suka dan duka di kantor. 8. Mbakoe tersayang, Ria Saryanthi yang selalu sabar menghadapi penulis. Thanks ya mbae untuk dukungannya, nice to have sister like you… 9. Debby, Mba Nur, Astrid rekan-rekan yang sering makan siang bareng. 10. Diyat Adhy A. yang telah mendampingi penulis selama sidang, terima kasih atas perhatiannya. 11. Rekan-rekan di Departemen Manajemen Angkatan III yang telah membuat kenangan indah selama kuliah. 12. Pupun, Wati dan Boncus, sahabatku yang telah memberikan semangat, doa motivasi dan ilmunya. “Semoga Ikitaskoe bisa maju ya .…” 13. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas dukungan doa, semangat dan motivasinya.
v
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN RIWAYAT HIDUP .................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .............................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................
v
DAFTAR ISI ............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
x
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................
1 1 6 7 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1. Data, Informasi dan Pengetahuan ............................................... 2.2. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) ................ 2.3. Audit Manajemen Pengetahuan ................................................... 2.4. Organisasi .................................................................................... 2.5. Organisasi Pembelajar ................................................................. 2.6. NGO (Non Government Organization)........................................ 2.7. Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................
9 9 14 18 21 24 29 31
III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ................................................. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 3.3. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 3.4.1 Uji Validitas .................................................................... 3.4.2 Uji Reliabilitas ................................................................ 3.4.3 Penilaian Manajemen Pengetahuan.................................. 3.4.4 Learning NGO (LNGO) ...................................................
34 34 37 37 37 37 39 40 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ..................................................... 4.2. Karakteristik Responden ............................................................. 4.3. Analisis Data Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner .............. 4.3.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner ......................................... 4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ..................................... 4.4. Penilaian Penerapan Manajemen Pengetahuan ........................... 4.4.1 Komponen Kualitas Pembelajaran di Organisasi ............
44 44 47 49 49 50 50 50
vi
4.4.2 Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan ...................... 4.4.3 Pemetaan Pengetahuan .................................................... 4.5. Learning NGO ............................................................................ 4.5.1 Persepsi Pembelajaran secara Keseluruhan .................... 4.5.2 Persepsi Pembelajaran menurut Divisi ............................ 4.6. Implikasi Manajerial ...................................................................
52 54 55 55 57 61
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 1. Kesimpulan .......................................................................................... 2. Saran ......................................................................................................
64 64 64
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
66
LAMPIRAN ..............................................................................................
69
vii
DAFTAR TABEL
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Halaman Hasil survei pengenalan Manajemen Pengetahuan ........................... Pengetahuan Tacit versus Pengetahuan Eksplisit ............................. Tingkat reliabilitas Alpha Cronbach ................................................. Dimensi penerapan Manajemen Pengetahuan .................................. Pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pembelajaran ................ Pemaknaan hasil untuk komponen proses pengelolaan pengetahuan ...................................................................................... Dimensi kuesioner Learning NGO ................................................... Komposisi staf berdasarkan tingkat jabatan ...................................... Hasil kualitas pembelajaran di organisasi ......................................... Hasil kualitas proses pengelolaan pengetahuan ................................ Hasil pemetaan pengetahuan ............................................................. Hasil minat memahami pengetahuan ................................................ Rekomendasi manajerial ...................................................................
viii
2 12 39 40 41 41 42 47 50 52 54 55 62
DAFTAR GAMBAR
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Halaman Diagram pemenang Indonesian MAKE Study 2005 – 2009............... Pengetahuan yang tersimpan dalam organisasi ................................. Empat model konversi Knowledge (SECI Process) ........................... Perkembangan alasan organisasi mengembangkan Manajemen Pengetahuan ...................................................................................... Bangunan organisasi pembelajar ...................................................... Kerangka pemikiran konseptual......................................................... Grafik umum profil organisasi LNGO .............................................. Gambaran umum profil organisasi LNGO ........................................ Jenis kelamin responden ................................................................... Distribusi umur responden ................................................................ Distribusi pendidikan responden ....................................................... Masa kerja responden ........................................................................ Profil pembelajaran Burung Indonesia secara keseluruhan .............. Profil pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi KC ............... Profil pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi CBD ............ Profil pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi FIN .............. Profil pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi GAA ............ Profil pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi CP ...............
ix
3 4 13 20 27 36 43 43 48 48 49 49 56 58 59 59 60 60
DAFTAR LAMPIRAN
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Halaman Rekapitulasi pemenang Indonesian MAKE Study 2005 - 2009 ......... Finalis Indonesian Make Study 2010 ................................................ Peta lokasi kerja Burung Indonesia ................................................... Struktur organisasi Burung Indonesia ............................................... Hasil perhitungan Uji Validitas ......................................................... Hasil perhitungan Uji Reliabilitas ..................................................... Hasil komponen kualitas pembelajaran di organisasi ....................... Hasil komponen kualitas proses pengelolaan pengetahuan .............. Hasil pemetaan pengetahuan dan minat memahami ......................... Hasil pembelajaran di Burung Indonesia secara keseluruhan ........... Hasil pembelajaran di Burung Indonesia menurut Divisi .................
x
69 70 71 72 73 75 76 77 78 79 81
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi telah meningkatkan persaingan dan memicu perkembangan di segala bidang. Kondisi ini mengakibatkan dibutuhkannya kemampuan untuk menerapkan cara-cara baru dalam menyikapi perkembangan dan persaingan yang terjadi agar dapat tetap bertahan. Tantangan yang dihadapi terhadap kondisi tersebut antara lain kolaborasi, inovasi, adaptasi, penguasaan teknologi dan pasar serta pengelolaan aset-aset intelektual (Tobing, 2007). Hal ini berlaku tidak hanya untuk organisasi yang berorientasi laba seperti perusahaan tetapi berlaku juga untuk organisasi nirlaba seperti Non Government Organization (NGO). Untuk dapat tetap bertahan dan berkembang, organisasi harus mampu beradaptasi serta berinovasi agar memiliki keunggulan dan daya saing sehingga dibutuhkan pengetahuan yang luas dari setiap personil yang ada. Sehubungan hal tersebut, peran pengetahuan menjadi semakin menonjol karena hanya dengan pengetahuan semua perubahan yang terjadi dapat ditindaklanjuti dengan tepat untuk mencapai visi dan misi organisasi. Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat menentukan, oleh karena itu perolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan baik dalam usaha peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang juga menunjang kinerja organisasi lebih efektif dan efisien. Dalam memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, sebaiknya organisasi mengelola pengetahuannya dengan Knowledge Management (Manajemen Pengetahuan). Manajemen Pengetahuan membantu mengarahkan para karyawan berkarya serta bekerja menurut pengetahuan yang dimilikinya (knowledge worker). Pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan dapat menjadi pengetahuan organisasi jika dikelola dengan baik sehingga organisasi dapat berkembang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki anggota organisasi. Siklus tersebut secara berkesinambungan akan kembali ke karyawan untuk memperoleh peningkatan kapasitas individu yang
2
dapat mempengaruhi peningkatan kinerja untuk menghasilkan dan menciptakan inovasi-inovasi dari pengetahuan yang didapatkannya. Di Indonesia, belum begitu banyak organisasi yang telah menerapkan KM, ini dapat terlihat dari data survei yang dilakukan oleh PPM Manajemen (Tabel 1). Dari hasil survei tersebut terlihat bahwa masih cukup banyak organisasi yang belum menerapkan atau bahkan mengenal manajemen pengetahuan, terutama perusahaan skala kecil dan menengah. Tabel 1. Hasil survei Pengenalan Manajemen Pengetahuan Bila Sudah Pernah Mendengar Mengenai
Jenis Perusahaan
Jumlah Total
Tidak Pernah
Pernah
Manajemen Pengetahuan:
Mendengar
Mendengar
Sudah
Akan
Akan
Mengenai
Mengenai
Memiliki
Memiliki
Memiliki
Manajemen
Manajemen
Manajemen
dalam 1-2
dalam 3-4
Pengetahuan
Pengetahuan
Pengetahuan
Tahun
Tahun
Mendatang
Mendatang
BUMN
36
4
11%
32
89%
8
10
14
Swasta
86
12
14%
74
86%
28
31
15
61
44
72%
17
28%
2
2
13
6
-
0%
6
100%
6
Nasional Skala Besar Swasta Nasional Skala MenengahKecil Multinasional
Sumber: Munir, 2008
Manajemen Pengetahuan di Indonesia berpotensi berkembang dengan adanya penghargaan Indonesian Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) yang diselenggarakan oleh Dunamis Organization Service yang mendapatkan lisensi penuh dari Teleos dan KNOW Network. Indonesian MAKE dapat membuka pemahaman terhadap penerapan Manajemen Pengetahuan untuk menjadi organisasi pembelajar (learning organization) yang berkarya berdasarkan pengetahuannya menuju terciptanya keunggulan bersaing. Indonesian MAKE (Most Admired Knowledge Enterprise) Award merupakan ajang penghargaan bagi organisasi-organisasi berbasis pengetahuan paling dikagumi di Indonesia yang memiliki tujuan mengukur komitmen dan kematangan organisasi dalam pembelajaran pengetahuan. Pemenang Indonesian Most Admired Knowledge
3
Enterprise (MAKE) Study dapat dilihat pada Lampiran 1 dan grafiknya dapat dilihat pada Gambar 1. Ukuran yang digunakan dalam menilai organisasi dalam Indonesian MAKE Study, sama dengan yang digunakan untuk MAKE di tingkat Asia dan Global, adalah delapan kriteria, yaitu:
ukuran menciptakan budaya perusahaan yang
didorong oleh pengetahuan, mengembangkan knowledge workers melalui kepemimpinan manajemen senior, menyajikan produk/jasa/solusi berbasis pengetahuan, memaksimalkan modal intelektual perusahaan, menciptakan lingkungan untuk berbagi pengetahuan secara kolaboratif, menciptakan suatu organisasi pembelajar, memberikan nilai berdasarkan pengetahuan tentang pelanggan, dan mentransformasikan pengetahuan perusahaan menjadi nilai bagi pemegang saham. Untuk tahun 2010, ada 25 organisasi yang menjadi finalis Indonesian Most Admirer Knowledge Enterprises (MAKE) Study dari 85 organisasi yang menjadi nominasinya, daftar finalisnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Pemenang Indonesian MAKE Study 2005 - 2009 15
16 14 12 Jumlah Pemenang
10
10
11
8 7
8 6 4 2 0 2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1. Diagram Pemenang Indonesian MAKE Study 2005 – 2009 (Sumber: data diolah) Dari gambar di atas terlihat bahwa setiap tahunnya jumlah pemenang Indonesian MAKE study semakin bertambah terkecuali pada tahun 2009, ini menandakan bahwa pentingnya untuk mengelola pengetahuan demi menciptakan inovasi, memiliki performa yang baik, serta berkembang dengan baik untuk
4
bertahan dan unggul. Para peneliti Indonesian MAKE study melaporkan bahwa organisasi yang digerakkan oleh pengetahuan memiliki performa yang lebih baik, rata-rata 2:1 tahun dibandingkan dengan pesaingnya. Artinya organisasi berbasis pengetahuan bergerak satu tahun lebih cepat daripada organisasi biasa (Fatwan dan Denni, 2009) Riset Delphi Group menunjukkan bahwa pengetahuan dalam organisasi tersimpan dengan struktur 42 persen berada di pikiran (otak) karyawan, sementara 26 persen pada dokumen kertas dan 20 persen terdapat dalam dokumen elektronik, sisanya sebesar 12 persen berupa knowledge based elektronik (Setiarso et al., 2009). Grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Pengetahuan yang tersimpan dalam Organisasi Knowledge based elektronik 12%
Pikiran karyawan 42%
Dokumen elektronik 20%
Dokumen kertas 26%
Gambar 2. Pengetahuan yang tersimpan dalam Organisasi (Setiarso et al., 2009) Berdasarkan struktur di atas diketahui bahwa pengetahuan yang paling banyak adalah pengetahuan yang terdapat di dalam pikiran karyawan (pengetahuan tacit). Pengetahuan tacit ini dapat dikelola dan menjadi aset bagi organisasi bila dapat dieksplisitkan/dibagi dengan karyawan lain di dalam organisasi sebagai pembelajaran organisasi untuk menghasilkan kinerja yang baik dalam bentuk pengetahuan eksplisit. Manajemen Pengetahuan juga diperlukan oleh NGO yang dalam pekerjaannya erat kaitannya dengan pengetahuan untuk menghadapi isu-isu yang berkembang. Di Indonesia terdapat sekitar ± 2.646 NGO yang bergerak di
5
berbagai bidang baik sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan serta di bidang lainnya
(Lembaga
Penelitian
SMERU,
2010)
namun
yang
mengelola
pengetahuannya dengan baik belum banyak. Hal ini dapat dilihat jika NGO tersebut tidak ada lagi keberadaannya maka pengetahuan yang ada di dalamnya juga ikut hilang seiring dengan para karyawan yang berpindah ke tempat lain. Begitupun jika para karyawan berpindah tempat kerja yang lain, maka pengetahuannya pun berpindah ke tempat yang baru. Burung Indonesia sebagai salah satu NGO yang bergerak di bidang konservasi burung dan habitatnya, menyadari bahwa aset pengetahuan merupakan hal terpenting yang dimiliki organisasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Terlihat dari didirikannya divisi Knowledge Center (KC) pada tahun 2005. Divisi ini memiliki tugas untuk menciptakan inovasi-inovasi dan strategi aksi konservasi berdasarkan isu-isu yang sedang berkembang untuk menyelesaikan serta mendapatkan solusi dari permasalahan yang dihadapi di bidang konservasi. Burung Indonesia saat ini memiliki 5 lokasi proyek terletak di Indonesia bagian Timur (Sumba, SangiheTalaud (Satal), Halmahera, Mbeliling, dan Gorontalo). Masing-masing site proyek memiliki permasalahan berbeda-beda yang membutuhkan pengetahuan dan pengalaman untuk mendapatkan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Pengetahuan yang ada di lokasi proyek dan kantor Burung Indonesia Bogor dapat menjadi pengetahuan organisasi jika dikelola dengan baik. Penerapan Manajemen Pengetahuan yang baik dapat menjadikan Burung Indonesia menjadi organisasi pembelajar (learning organization) untuk menciptakan inovasi dan keunggulan terhadap NGO lainnya. Proses penerapan Manajemen Pengetahuan telah dilakukan di dalam Burung Indonesia, salah satunya adalah dengan membangun suatu infrastruktur teknologi intranet sebagai tempat untuk menyimpan pengetahuan eksplisit yang dimiliki organisasi. Namun teknologi bukanlah faktor penentu Manajemen Pengetahuan dapat berjalan dengan baik, teknologi merupakan suatu alat (tools) untuk mendukung penerapan Manajemen Pengetahuan. Terdapat faktor lainnya yang menentukan penerapan Manajemen Pengetahuan yaitu sumber daya manusia, kepemimpinan, organisasi dan pembelajaran (Tobing, 2007).
6
Jika penerapan Manajemen Pengetahuan telah diimplementasikan dalam organisasi, selanjutnya organisasi perlu untuk mengetahui kualitas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan dengan cara melakukan kajian penerapan Manajemen Pengetahuan sehingga diperoleh gambaran mengenai pengetahuan yang dimiliki dan dibutuhkan oleh organisasi/unit kerja, kesiapan organisasi memfasilitasi pembelajaran, dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan (Munir, 2008). Hal ini penting dilakukan untuk mengembangkan Manajemen Pengetahuan yang ada di organisasi menuju organisasi pembelajar (learning organization). Pengembangan Manajemen Pengetahuan tersebut dilakukan organisasi untuk meminimalkan risiko, meningkatkan efisiensi dan inovasi (Munir, 2008). Berdasarkan paparan di atas maka diperlukan kajian penerapan Manajemen Pengetahuan di Burung Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan penilaian awal mengenai penerapan Manajemen Pengetahuan di Burung Indonesia dan kesiapan organisasi menjadi organisasi pembelajar. 1.2. Perumusan Masalah Penerapan Manajemen Pengetahuan pada NGO yang kegiatannya membutuhkan suatu inovasi untuk menemukan solusi terbaik dari isu-isu yang berkembang, sangat penting terutama untuk NGO yang bergerak di bidang konservasi. Setelah penerapan Manajemen Pengetahuan dilakukan, perlu dilakukan kajian dari penerapan Manajemen Pengetahuan tersebut untuk mengetahui kesesuaian kualitas pengelolaan pengetahuan yang ada di organisasi agar mendapatkan umpan balik (feedback) demi peningkatan kualitas pengelolaan pengetahuan menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Berdasarkan pemaparan di atas, maka penelitian ini akan memfokuskan pada: 1. Bagaimanakah penerapan Manajemen Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia? 2. Bagaimanakah kesiapan kapasitas organisasi Burung Indonesia menjadi organisasi pembelajar (learning organisation) ?
7
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji penerapan Manajemen Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia 2. Menganalisis kesiapan kapasitas organisasi Burung Indonesia menjadi organisasi pembelajar (learning organisation). 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah 1. Membantu organisasi untuk mengkaji atau menilai penerapan Manajemen Pengetahuan dalam rangka pengembangan peran Manajemen Pengetahuan dalam organisasi. 2. Mengidentifikasi karakteristik pembelajaran yang ada di organisasi untuk menilai kapasitas organisasi menjadi organisasi pembelajar. 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian di bidang yang sama ataupun penelitian lanjut. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji atau menilai penerapan manajemen pengetahuan yang ada di Burung Indonesia serta mendapatkan gambaran profil pembelajaran (organizational profile plot) yang ada di Burung Indonesia untuk menjadi organisasi pembelajar. Penarikan sampel dilakukan dengan metode sensus kepada seluruh staf Burung Indonesia yang terlibat dan berhubungan dalam proses Manajemen Pengetahuan sebagai pekerjaan utama (core bussiness) yang ada di kantor Bogor maupun lokasi proyek Burung Indonesia di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner ke seluruh staf Burung Indonesia baik di Bogor maupun yang ada di lapangan. Kuesioner yang akan disebarluaskan terdiri dari pertanyaan tentang identitas responden, pertanyaan mengenai penerapan manajemen pengetahuan dilihat dari dua komponen instrumen kuesioner Munir (2008) sedangkan untuk mengetahui gambaran profil pembelajaran organisasi yang ada di Burung Indonesia digunakan instrumen kuesioner dari Britton (1998) dilihat dari delapan fungsi-fungsi kunci yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengetahui
8
peningkatan pembelajaran organisasi secara kontinyu. Penulis hanya menganalisis dua komponen (kualitas pembelajaran dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan) penerapan pengetahuan dari tiga komponen dan mengukur delapan fungsi kunci pembelajaran organisasi pembelajar. Pada akhirnya diharapkan penelitian ini mampu memberikan rekomendasi bagi organisasi untuk mendapatkan strategi yang tepat dalam mengembangkan organisasi menjadi organisasi pembelajar melalui penerapan manajemen pengetahuan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Data, Informasi dan Pengetahuan Manajemen pengetahuan diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan atau untuk membuat perusahaan mampu mempertahankan daya saing, atau untuk mempertahankan posisi utama di pasar. Pengetahuan berkaitan dengan data dan informasi. Pengetahuan adalah informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang, hal itu terjadi ketika informasi tersebut menjadi dasar untuk bertindak, atau informasi tersebut memampukan seseorang atau institusi untuk mengambil tindakan yang berbeda atau tindakan yang lebih efektif (Drucker, 1998). Davenport dan Prusak (1998) mendefinisikan pengetahuan sebagai campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontektual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi. Pada organisasi, pengetahuan sering terkait tidak hanya pada dokumen atau tempat penyimpanan barang berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktik dan norma perusahaan. Davenport dan Prusak (1998) membedakan pengertian antara data, informasi dan pengetahuan yaitu pengetahuan bukanlah data, bukan pula informasi, namun sulit sekali dipisahkan dari keduanya. Data bersifat diskrit, yaitu fakta-fakta objektif mengenai kejadian atau objek-objek tertentu. Data akan menjadi informasi jika diolah (disortir, dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan melalui bahasa, grafik atau tabel). Data dan informasi merupakan bahan baku yang diolah oleh aksi atau tindakan menjadi pengetahuan. Proses perubahan data menjadi informasi dilakukan beberapa tahapan yang dimulai dari huruf C, yaitu:
Contextualized: memahami manfaat data yang dikumpulkan
Categorized: memahami unit analisis atau komponen kunci dari data
Calculated: menganalisis data secara sistematik atau secara statistik
Corrected: menghilangkan kesalahan (error) dari data
Condensed: meringkas data dalam bentuk yang lebih singkat dan jelas
10
Data adalah kumpulan fakta objektif mengenai sebuah kejadian. Sementara informasi adalah data yang telah diolah, biasanya menggunakan aturan statistika sehingga mengandung arti. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai
kebiasaan,
keahlian/kepakaran,
keterampilan,
pemahaman,
atau
pengertian yang diperoleh dari pengalaman, latihan atau melalui proses belajar (Pratomo yang dikutip Tjakraatmadja dan Lantu, 2006). Menurut Teskey (dalam Tjakraatmadja dan Lantu, 2006) dalam tulisannya User Models and World Models for Data, Information, and Knowledge, menjelaskan bahwa data merupakan hasil pengamatan langsung terhadap suatu kejadian atau suatu keadaan. Data merupakan entitas yang dilengkapi dengan nilai tertentu. Informasi merupakan kumpulan data terstruktur untuk memperlihatkan adanya hubungan antar entitas. Sedangkan pengetahuan merupakan model yang digunakan manusia untuk memahami dunia, dan yang dapat berubah sejalan dengan perkembangan informasi yang dimiliki dalam pikirannya. Powell (dalam Tjakraatmadja dan Lantu, 2006) menyatakan bahwa data adalah koleksi terstruktur dari kumpulan fakta. Informasi adalah data atau fakta yang memiliki arti. Sedangkan pengetahuan merupakan hasil atau keluaran atau nilai dari informasi. Menurut Davenport dan Prusak (1998), proses transformasi informasi menjadi knowledge melalui empat tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu:
Pembandingan (Comparison): membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasai-situasi yang lain yang telah diketahui
Konsekuensi (Consequences): menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan tindakan
Hubungan (Connections): menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari informasi dengan hal-hal lainnya.
Percakapan (Conversation): membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain terkait informasi tersebut. Dixon (2000) menyatakan bahwa informasi adalah data “di dalam
informasi”. Tiwana (2000) menggambarkan bahwa informasi adalah data yang telah
memiliki
nilai
(value)
karena
telah
(dikategorikan, dikalkulasi, diperbaiki dan diolah).
mengalami
kontekstualisasi
11
Dari berbagai pendapat diatas bahwa maka dapat disimpulkan bahwa data merupakan kumpulan simbol, fakta, gambar-gambar, angka-angka, huruf-huruf terhadap suatu kejadian/kondisi tertentu yang belum dianalisis, diolah maupun disortir. Informasi adalah data yang sudah diolah, dianalisis serta disortir yang memiliki arti dan dikomunikasikan kepada orang lain. Sedangkan pengetahuan diperoleh dari sekumpulan infomasi terstruktur yang didapat untuk melakukan aksi serta dapat dipakai dasar untuk mengambil suatu keputusan. Polanyi membagi pengetahuan menjadi dua jenis, yaitu 1.
Pengetahuan Tacit (tacit knowledge) Pengetahuan tacit adalah pengetahuan yang diam di dalam benak manusia dalam bentuk intuisi, judgement (pendapat), ketrampilan (skill) dan kepercayaan (belief) yang sangat sulit diformalisasikan dan dibagi dengan orang lain
2.
Pengetahuan Eksplisit (explicit knowledge) Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang dapat atau sudah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk berwujud lainnya sehingga dapat dengan mudah ditransfer dan didistribusikan dengan menggunakan berbagai media. Bentuknya dapat berupa formula, kaset/CD Video dan audio, spesifikasi produk atau manual.
Tiwana (2001) membedakan tacit knowledge dan explicit knowledge yang disusun berdasarkan karakteristik. Karakteristik tersebut dilihat berdasarkan sifat, formalisasi, proses pengembangan, lokasi, proses konversi, dukungan IT dan sarana komunikasi dari kedua pengetahuan tersebut. Perbedaan karakteristik pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
12
Tabel 2. Pengetahuan Tacit versus Pengetahuan Eksplisit Karakteristik
Tacit
Explicit
Sifat
Pribadi/personal, konteksspesifik Sulit untuk diformalkan, dicatat, dikodekan atau diartikulasikan
Dapat dikodifikasi dan dijelaskan Dapat dikodifikasi dan ditransmisikan ke dalam bahasa yang sistematis dan formal Dikembangkan melalui penjelasan dari pemahaman tacit dan interpretasi informasi
Formalisasi
Proses Pengembangan
Dikembangkan melalui proses trial and error yang ditemui dalam praktek
Lokasi
Tersimpan di dalam pikiran karyawan
Proses konversi
Dikonversi ke eksplisit melalui ekternalisasi yang sering didorong oleh metapora dan analogi Sulit untuk mengelola, membagi, atau didukung oleh IT Membutuhkan media komunikasi yang beraneka ragam
Dukungan IT
Sarana komunikasi
Tersimpan dalam dokumen, database, halaman web, email, bagan, dll. Dikonversi kembali ke tacit melalui pengenalan
Mudah didukung oleh IT Dapat ditransfer melalui saluran elektronik konvensional
Sumber: Tiwana, 2001
Kedua jenis knowledge tersebut oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) dapat dikonversi melalu empat jenis proses konversi, yaitu Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi. Keempat jenis proses konversi ini dikenal dengan SECI proses (S: Socialization, E: Externalization; C: Combination dan I: Internalization)
13
Gambar 3. Empat Model Konversi Knowledge (SECI Process) (Nonaka & Takeuchi, 1995) 1. Sosialiasi merupakan proses sharing dan penciptaan tacit knowledge melalui interaksi dan pengalaman langsung. Salah satu proses sosialisasi adalah dengan pertemuan tatap muka (rapat, diskusi, dan pertemuan bulanan). Melalui pertemuan tatap muka ini, individu dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya sehingga tercipta pengetahuan baru. Di dalam sistem Manajemen Pengatahuan, fitur-fitur kolaborasi seperti e-mail, diskusi
elektronik,
komunitas
praktis
(communities
of
practice)
memungkinkan pertukaran pengetahuan tacit (informasi, pengalaman, dan keahlian) yang dimiliki seseorang sehingga organisasi semakin mampu belajar serta melahirkan ide-ide baru yang kreatif dan inovatif. Hal ini baik untuk dilakukan karena bermanfaat untuk meningkatkan koordinasi, mempercepat proses aktivitas, dan menumbuhkan budaya belajar. Proses sosialisasi juga dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (training) dengan mengubah pengetahuan tacit para pelatih menjadi pengetahuan tacit para peserta pelatihan. 2. Eksternalisasi merupakan pengartikulasian pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit melalui proses dialog dan refleksi. Dukungan terhadap proses eksternalisasi dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat (bentuk eksplisit dari pengetahuan yang tercipta saat diadakannya
14
pertemuan) ke dalam bentuk elektronik untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang berkepentingan. 3. Kombinasi merupakan proses konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan eksplisit yang baru melalui sistemisasi dan pengaplikasian pengetahuan eksplisit dan informasi. Media untuk proses ini dapat melalui intranet (forum diskusi), database organisasi dan internet untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-fitur Enterprise Portal seperti knowledge organization system yang memiliki fungsi untuk pengkategorian informasi (taksonomi), pencarian, dan sebagainya sangat membantu dalam proses ini. 4. Internalisasi merupakan proses pembelajaran dan akuisisi pengetahuan yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap pengetahuan eksplisit yang disebarkan ke seluruh organisasi melalui pengalaman sendiri sehingga menjadi pengetahuan tacit anggota organisasi. 2.2. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Manajemen Pengetahuan adalah pendekatan-pendekatan sistemik yang membantu muncul dan mengalirnya informasi dan pengetahuan kepada orang yang tepat pada saat yang tepat untuk menciptakan nilai (American Productivity and Quality Centre). Tiwana (2000) menyampaikan bahwa Manajemen Pengetahuan adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima. Manajemen Pengetahuan yang sukses tidak hanya karena komputer yang impresif tetapi sebaiknya ditinjau dari ketiga komponen yang kritis, yaitu:
Alur
pengetahuan
yang
benar
dan
sumber
yang
dilimpahkan
ke
organisasi/institusi;
Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengkomunikasikan pengetahuan tersebut;
Budaya tempat kerja yang benar, sehingga karyawan termotivasi untuk memanfaatkan pengetahuan. Oleh karena itu, Manajemen Pengetahuan akan sukses apabila terjadi
interaksi di antara komponennya dan tidak terjadi tumpang tindih (overlap) dari ketiga komponen tadi. Meskipun demikian, Manajemen Pengetahuan memberikan kesempatan pada organisasi tersebut untuk:
15
Menangkap dan menganalisis informasi organisasi dan diaplikasikan secara strategis dalam bentuk warehousing dan datamining, sistem pendukung keputusan (Decision System Support), serta Sistem Informasi Eksekutif (EIS);
Menciptakan proses untuk akses informasi ke seluruh dunia melalui intranet, groupsware, dan sistem pendukung keputusan kelompok (Groups DSS) agar karyawan mendapat informasi secara cepat, informatif dan inovatif;
Menjadikan kekuatan pendorong dari pengetahuan yang terakumulasi dari pengalaman masa lalu seluruh organisasi;
Membangun dan menyelesaikan proyek dengan meningkatkan kecepatan, ketangkasan dan keselamatan.
Bukowitz dan Williams (1999) menyebutkan bahwa dalam prakteknya Manajemen Pengetahuan mestilah berjalan bersamaan dalam dua alur yaitu: 1. Tactical Process atau memanfaatkan pengetahuan untuk menanggapi kebutuhan, kesempatan dan perkembangan sehari-hari. 2. Strategic Process atau penggunaan pengetahuan untuk kebutuhan strategis dan jangka panjang perusahaan. Weggeman (1997) memvisualisasikan proses Manajemen Pengetahuan sebagai sebuah rantai nilai pengetahuan. Rantai nilai pengetahuan ini terdiri dari fase-fase sebagai berikut: menentukan relevansi pengetahuan dengan strategi, membuat daftar pengetahuan yang tersedia, mengembangkan pengetahuan, menyebarkan/menempatkan
pengetahuan,
menerapkan
pengetahuan
dan
mengevaluasi pengetahuan. Proses Manajemen Pengetahuan sifatnya kontinyu dan berulang. Misi, visi, tujuan dan strategi organisasi menjadi tenaga pendorong bagi rantai nilai pengetahuan. Dalam pengertian lain Diepstraten dalam Zolingen et al. (2001) membedakan 7 fase Manajemen Pengetahuan yang berbentuk proses sebagai berikut: 1. Ekspoitasi nilai tambah pengetahuan oleh klien 2. Pengembangan pengetahuan baru oleh klien 3. Penyebaran pengetahuan 4. Penggabungan pengetahuan 5. Pendokumentasian pengetahuan untuk kebutuhan di masa depan 6. Menerapkan dan menggunakan pengetahuan
16
7. Mendapatkan pengetahuan dari supplier. Spek dan Spijkervet (1995) mengindikasikan proses organisasi sebagai inti Manajemen Pengetahuan. Pengetahuan berguna karena sifatnya yang dinamis. Beberapa hal yang menyebabkan pengetahuan dinamis yaitu: 1. Pengetahuan baru dapat dikembangkan 2. Pengetahuan baru dapat didistribusikan kepada bagian yang membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. 3. Pengetahuan dapat diakses untuk keperluan masa depan demi kepentingan kolektif. Hal-hal tersebut menjadi bagian alasan mengapa Manajemen Pengetahuan menjadi sangat penting bagi perusahaan. Selain itu, tumbuhnya perhatian pada Manajemen Pengetahuan terkait dekat dengan upaya perusahaan untuk menjadi suatu organisasi pembelajaran (learning organization), dimana para manajer giat menciptakan budaya dan sistem untuk menciptakan knowledge baru dan mencari knowledge dan menggunakannya pada saat dan tempat yang tepat (Marsick dan Watkins, 1999). Berbagai kemungkinan dapat digambarkan melalui fase-fase di dalam proses Manajemen Pengetahuan yang dikenal sebagai proses siklus yang terdiri atas lima fase yaitu: 1. Pencarian pengetahuan Pencarian pengetahuan berarti mengusahakan informasi baru di dalam organisasi, Disini hanya pengetahuan strategis yang penting karena memberi kontribusi pada pelaksanaan aktifitas inti dan mengembangkan kompetisi inti organisasi. 2. Pengadaan pengetahuan Pengadaan pengetahuan berarti menciptakan pengetahuan dan merubah pengetahuan menjadi eksplisit, dan jika diinginkan, orang dapat mengakses informasi ini setiap saat dan dimana saja. 3. Penyebaran pengetahuan Penyebaran pengetahuan kepada pihak-pihak yang membutuhkannya dalam pelaksanaan kerja.
17
4. Pengembangan pengetahuan Pengetahuan dikembangkan dari pengetahuan yang sudah ada, dapat dibentuk dan dikembangkan suatu pandangan dan pengetahuan baru. 5. Penerapan pengetahuan Penggunaan pengetahuan yang baru dikembangkan untuk kepentingan organisasi. Selanjutnya Gamble dan Blackwell (2001) menyebutkan syarat penerapan manajemen pengetahuan yaitu:
Penangkapan pengetahuan baik dari sumber eksternal maupun internal
Suatu metode mengkodisikasi pengetahuan tersebut dipikiran
Suatu sarana memberi akses untuk pengetahuan kemudian diciptakan
Merupakan pemborosan jika pengetahuan sebenarnya tidak digunakan
Loop umpan balik dilengkapi ketika knowledge worker menambah nilai untuk pengetahuan yang ada dengan mengubahnya melalui penggunaan pengetahuan itu sendiri.
Ketika pengetahuan telah hidup lebih lama penggunannya dihilangkan dari basis pengetahuan. Karakteristik organisasi seperti struktur, kultur dan strategi, sebagaimana
sistem pengetahuan, mempengaruhi kemajuan proses manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan merupakan cara terbaik dalam memadukan budaya organisasi dan budaya kelompok. Selain perlunya struktur dan kultur organisasi yang tetap, adanya suatu strategi pengetahuan berdasar pada kebijakan pengetahuan yang jelas dan detail, mengarah pada inovasi dan pembelajaran juga merupakan
hal
yang
penting
bagi
kelanjutan
organisasi.
Proses
mengimplementasikan manajemen pengetahuan menurut Tiwana (2001) yaitu: 1. Analisa infrastruktur yang ada 2. Penyesuaian manajemen pengetahuan dan strategi bisnis 3. Desain infrastruktur manajemen pengetahuan 4. Audit aset pengetahuan yang ada dan sistem 5. Desain tim manajemen pengetahuan 6. Membuat blueprint manejemen pengetahuan 7. Mengembangkan sistem manajemen pengetahuan
18
8. Membentuk dan menyebarkan 9. Mengelola perubahan, budaya dan struktur penghargaan 10. Evaluasi performance, mengukur ROI (return on investment), dan terus menerus memperbaiki sistem manajemen pengetahuan. 2.3. Audit Manajeman Pengetahuan Audit manajemen pengetahuan adalah kegiatan memeriksa secara sistematis kualitas pengelolaan pengetahuan di suatu organisasi (Munir, 2008). Dengan audit manajemen pengetahuan dapat diperoleh gambaran mengenai pengetahuan yang dimiliki dan dibutuhkan organisasi/unit kerja, kesiapan organisasi
memfasilitasi
pembelajaran
dan
kualitas
proses
pengelolaan
pengetahuan. Sebelum melakukan audit pengetahuan sebaiknya organisasi memahami alasan untuk mengembangkan manajemen pengetahuan. Berdasarkan hasil observasi yang dikembangkan oleh Von Krogh, Ichiyo dan Nonaka dalam Munir (2008) terhadap 700 perusahaan, terdapat tiga alasan utama organisasi mengembangkan manajemen pengetahuan yaitu (Munir, 2008): 1. Meminimalkan resiko Dalam tahap ini organisasi bergegas mencari pengetahuan-pengetahuan berharga yang dimilikinya, mengumpulkan, dan menggunakannya untuk mengatasi
permasalahan
yang
dihadapi.
Organisasi
memanfaatkan
pengetahuan untuk melakukan tindakan-tindakan yang reaktif, dan fokus perhatian organisasi adalah terhadap pengetahuan itu sendiri, terutama pengetahuan yang spesifik pada konteksnya. 2. Meningkatkan efisiensi Pada tahap ini organisasi masih banyak memanfaatkan pengetahuan untuk tindakan-tindakan yang bersifat reaktif dan belum ada suatu proses kreasi pengetahuan yang terencana dengan baik. Namun organisasi sudah mulai mencari secara aktif pengetahuan-pengetahuan baru yang terbentuk karena proses kreasi antar anggota organisasi. Secara terencana pula organisasi melakukan kegiatan menyebarkan pengetahuan dalam bentuk proses kerja yang sudah teruji efektifitasnya di satu unit kerja ke seluruh unit kerja yang ada di organisasi.
19
Hal yang menarik pada organisasi tahap ini adalah munculnya kesadaran bahwa pemanfaatan pengetahuan, kreasi pengetahuan dan penyebaran pengetahuan tidak dapat mengandalkan kecanggihan teknologi informasi. Seperti yang disampaikan oleh English dan Baker (2006), teknologi informasi hanyalah puncak gunung es yang kebanyakan hanya menangkap bagian eksplisit dari suatu pengetahuan. Sementara untuk melakukan penyebaran pengetahuan perlu ada upaya khusus untuk menangani bagian terbatinkan dari pengetahuan, apalagi bila melibatkan pihak-pihak yang tidak bersedia berbagi pengetahuan. 3. Inovasi Merupakan tahapan pengembangan manajemen pengetahuan yang umum dijumpai di organisasi-organisasi yang ingin menghasilkan inovasi. Kesadaran bahwa pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya tidak cukup untuk menunjukkan kinerja prima. Organisasi-organisasi ini memfokuskan upayanya untuk
menciptakan
pengetahuan-pengetahuan
baru
dan
proses-proses
pengelolaan pengetahuan yang andal. Para penggiat pengetahuan di organisasi rajin memotivasi sebanyak mungkin orang di organisasi untuk menjadi pembelajar yang aktif mangakuisisi pengetahuan dari lingkungan eksternal, saling
berbagi,
menciptakan
pengetahuan-pengetahuan
baru
dan
memanfaatkannya. Organisasi memiliki visi pengetahuan yang jelas dan tegas, menyusun strategi jangka panjang berbasis pengetahuan, membangun budaya belajar dan merekrut orang-orang dengan kompetensi belajar dan bertumbuh yang baik.
20
Gambar 4. Perkembangan Alasan Organisasi Mengembangkan Manajemen Pengetahuan Audit manajemen pengetahuan terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1. Kualitas pengetahuan Audit kualitas pengetahuan ditujukan untuk memperoleh gambaran ragam kelompok pengetahuan yang telah dimiliki oleh perusahaan, kualitas atau tingkatan
relatifnya
dibandingkan
organisasi
lain,
ragam
kelompok
pengetahuan apa yang harus dimiliki perusahaan, kualitas atau tingkatnya juga prioritasnya. 2. Kualitas pembelajaran di organisasi Bila suatu organisasi dapat menjadi organisasi pembelajar, maka organisasi tersebut akan mendapatkan keunggulan dalam hal kemampuan beradaptasi dan keluwesan (flexibility) yang sangat diperlukan untuk memenangkan persaingan di arena kompetisi yang sarat dengan perubahan. Melalui pembelajaran
organisasi,
organisasi
memperoleh
pengetahuan,
dan
mengaktualisaikan model mental bersama yang menjadi basis berpikir dan bertindak bagi seluruh individu Audit kualitas pembelajaran di organisasi ditujukan untuk memperoleh gambaran mengenai kesiapan organisasi dalam memfasilitasi pembelajaran anggotanya dan kesiapan organisasi dalam memanfaatkan hasil pembelajaran anggotanya untuk mengubah dan menyempurnakan dirinya.
21
Menurut Kim (1993) yang dikutip Munir (2008), pembelajaran merupakan proses mendapatkan pengetahuan yang dilanjutkan dengan aktualisasi pengetahuan yang sebelumnya dimiliki. Definisi tersebut meliputi dua hal: (1) Proses mendapatkan pengetahuan untuk ‘mengetahui bagaimana caranya’ yang akan mendasari kemampuan fisik untuk memproduksi suatu tindakan dan (2) Proses mendapatkan pengetahuan untuk ‘mengetahui mengapa demikian’ yang menghasilkan kemampuan untuk mengartikulasikan pemahaman konseptual dari suatu pengalaman. Secara umum pembelajaran dapat dipahami sebagai proses peningkatan kapasitas manusia dalam melaukan tindakan yang efektif. 3. Kualitas proses pengelolaan pengetahuan Dalam audit proses pengelolaan pengetahuan hanya difokuskan pada empat proses utama dari delapan proses. Empat proses tersebut yaitu proses akuisisi pengetahuan,
proses
distribusi
dan
berbagi
pengetahuan,
proses
pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan serta proses pemeliharaan dan penyimpanan pengetahuan. Melalui kegiatan audit manajemen pengetahuan ini dapat diketahui apakah proses-proses pengelolaan pengetahuan sudah ada dan berjalan dengan efektif di organisasi. 2.4. Organisasi Organisasi merupakan satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih, dan secara terus menerus berusaha mencapai tujuan bersama. Kumpulan individu ini dalam melakukan aktivitasnya selalu saling berinteraksi baik dengan sesama anggota organisasi maupun dengan pihak luar organisasi (Robbins, 1996). Menurut Urlich dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006) menyatakan terdapat empat kompetensi dasar dari manusia yang dibutuhkan oleh organisasi atau perusahaan masa kini, yaitu: a. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu memahami karakteristik paradoks antara keseimbangan untuk berpikir global namun mampu bertindak lokal. Teknologi merupakan alat utama untuk membangun perusahaan agar memiliki daya saing bertaraf global. Teknologi
22
akan berperan maksimal jika implementasinya memperhatikan kesiapan faktor manusia khususnya faktor budaya kerja, yang bersifat lokal. Teknologi yang terlalu maju dibandingkan dengan kesiapan manusia akan sia-sia atau teknologi yang diterapkan secara tidak kontekstual tidak akan efektif mencapai sasaran. b. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu menyeimbangkan antara bertindak efisien (downsizing) sambil meningkatkan pendapatan
(revenue)
perusahaan
melalui
kreativitas,
inovasi
dan
kewirausahaan (entrepreneurship). Wujud teknologi yang makin kecil memiliki kemampuan berlipat ganda serta berkembangnya inovasi manusia, memungkinkan dirancangnya sistem dan organisasi yang makin downrizing. Namun, perlu diimbangi dengan upaya merubah peran dan kompetansi kerja manusia dalam organisasi serta meningkatkan pertumbuhan bisnis. c. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu memahami karakteristik dan penggunaan teknologi maju – baik teknologi proses
maupun
teknologi
informasi
(capital
structured)
untuk
memaksimumkan nilai tambah perusahaan. Upaya proses rekayasa ulang sebaiknya mencakup pertimbangan untuk merubah struktured capital (perubahan teknologi proses dan informasi) maupun unstructured capital (budaya kerja) secara seimbang. Perubahan yang hanya fokus pada structured capital, telah banyak mengalami kegagalan. Franklin et al. (2001); Hornby et al. (1992); Williams (1995) serta Markus dan Keil (1994) telah mengidentifikasi penyebab kegagalan aplikasi teknologi baru pada sebuah oganisasi terutama bukan disebabkan oleh masalah teknik namun akibat masalah psikologik dan organisasi. Penelitian MIT (1990) membuktikan bahwa kegagalan implementasi teknologi informasi terutama disebabkan karena investasi yang dilakukan terlalu fokus pada sisi teknologi, kurang memperhatikan manajemen proses perubahan serta struktur dan budaya organisasi. Lebih lanjut, Cooper dan Markus (1995) menunjukkan bahwa kegagalan aplikasi organisasi baru lebih banyak karena adanya hambatan dari tenaga kerja, Secara umum penelitian-penelitian menunjukkan kesimpulan yang sama bahwa keberhasilan suatu perubahan, bukan ditentukan oleh
23
canggihnya metode dan teknik rekayasa, namun lebih ditentukan oleh adanya komitmen dan kompetensi manusia yang terlibat dalam kerja sehari-hari. Proses perubahan teknologi menuntut komitmen serta keberdayaan tenaga kerja, untuk itu perlu dikelola dengan sistematik dan konsisten. Kebanyakan yang terjadi saat ini, pihak manajemen sering ”memaksakan” keinginan suatu perubahan, para pekerja dipaksa untuk mau menyesuaikan dengan teknologi baru, tanpa membangun komitmen, kompetensi, kemampuan belajar serta budaya kerja organisasi. d. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan yang memiliki kompetensi individual tinggi, namun seimbang dengan komitmen serta kemampuan untuk belajar dan berubah. Perusahaan masa depan membutuhkan tenaga kerja yang mampu melipatgandakan kompetensinya melalui sinergi dengan teknologi, sistem serta organisasi, sesuai dengan perkembangan lingkungan bisnis global maupun lokal. Organisasi dilihat dari tujuannya dibedakan menjadi dua yaitu organisasi perusahaan (business organization) dan organisasi sosial (public organization). Organisasi perusahaan bertujuan untuk mendapatkan laba dan prinsip kegiatannya ekonomis rasional, sedangkan organisasi sosial bertujuan untuk memberikan pelayanan dan prinsip kegiatannya adalah pengabdian sosial (Hasibuan, 2007). Kusdiyono (2009) menyatakan bahwa perkumpulan adalah suatu pengelompokan anggota-anggota masyarakat yang terorganisasi secara sistematis untuk tujuan atau kepentingan tertentu. Perkumpulan dalam arti luas menurut Herman (2007) yaitu meliputi suatu persekutuan, koperasi, dan perkumpulan yang saling menanggung. Perkumpulan dalam pengertian ini terbagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Perkumpulan yang berbentuk Badan Hukum, seperti Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Perkumpulan Saling Menanggung. 2. Perkumpulan yang tidak berbentuk Badan Hukum seperti Persekutuan Perdata, Perseroan Komanditer, dan Firma. Ciri-ciri perkumpulan adalah : 1. Terorganisasi secara sistematis 2. Terbentuk karena memiliki tujuan tertentu
24
3. Hubungan anggota bersifat kontekstual 4. Kepemimpinan lebih bersifat hierarki dan atas dasar wewenang Status hukum perkumpulan adalah berbentuk Perkumpulan Saling Menanggung seperti yang diatur dalam stb 870-64 yang dikeluarkan pada tanggal 28 Maret 1870. Menurut ketentuan ini, status badan hukum akan diperoleh setelah mendapat pengesahan menteri hukum dan HAM yang diatur dalam Pasal 1 Stb 1874, sehingga dapat melakukan perbuatan hukum, menyandang hak dan kewajiban, dan dapat digugat maupun menggugat di pengadilan. Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh perkumpulan adalah : 1. Perkumpulan berhak untuk mengajukan gugatan 2. Perkumpulan wajib mendaftarkan perkumpulan tersebut pada instansi yang berwenang untuk mendapatkan status Badan Hukum 2.5. Organisasi Pembelajar Organisasi pembelajar adalah organisasi yang mampu memfasilitasi pembelajaran bagi seluruh anggota organisasinya dan mengubah tindakan (transform) dan menyempurnakan dirinya berdasarkan hasil belajar anggotanya (Pedler dan Burgoyne, 1995 dan Garvin, 2000 dalam Munir, 2008). Menurut Tjakraatmadja dan Lantu (2006), organisasi pembelajar didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk selalu memperbaiki kinerjanya secara berkelanjutan dalam siklikal, karena anggotaanggotanya memiliki komitmen dan kompetensi individual yang mampu belajar dan berbagi pengetahuan pada tingkat superfisial maupun substansial. Dilihat dari prosesnya,
pembelajaran
organisasi
merupakan
suatu
proses
akumulasi
pengetahuan (human capital) organisasi akibat adanya proses interaksi antara individu belajar dengan organisasi pembelajar, atau karena dorongan lingkungan kerja yang memiliki karakteristik yang kondusif untuk terjadinya proses pembelajaran organisasi (berbagi pengetahuan antara para anggota organisasi), sehingga meningkatkan kualitas kehidupan kerja organisasi. Definisi organisasi pembelajar yang secara khusus digunakan untuk NGO (Non Goverment Organization) adalah suatu organisasi yang secara aktif menggabungkan pengalaman dan pengetahuan dari anggota dan mitra melalui pengembangan program, kebijakan, prosedur dan sistem dengan cara-cara yang
25
secara kontinyu meningkatkan kemampuan untuk menetapkan dan mencapai tujuan, memuaskan stakeholder, pengembangan program, nilai, pengembangan masyarakat dan pencapaian misi dengan konstituen (Aike dan Britton, 1997) Senge dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006) mengatakan bahwa untuk menjadi organisasi pembelajar perlu menerapkan lima disiplin belajar yaitu: (1) Disiplin keahlian pribadi (personal mastery). Disiplin yang akan mendorong sebuah organisasi untuk terus-menerus belajar bagaimana menciptakan masa depannya, yang hanya akan terbentuk jika individu-individu anggota organisasi mau dan mampu terus belajar menjadikan dirinya sebagai seorang master di bidang ilmunya. Disiplin personal mastery terbentuk dicirikan oleh tumbuhnya keterampilan-keterampilan individual para anggota organisasi untuk melakukan kontemplasi (refleksi) diri; keterampilan untuk memahami akan kelebihan dan kelemahan kompetensi intelektual; emosional maupun sosial dirinya; serta keterampilan untuk melakukan revisi atas visi pribadinya, dan kemudian keterampilan untuk membangun kondisi kerja yang sesuai dengan keadaan organisasinya. (2) Disiplin visi bersama (shared vision). Organisasi pembelajar membutuhkan visi bersama, visi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasinya. Visi bersama ini akan menjadi kompas dan sekaligus pemicu semangat dan komitmen untuk selalu bersama sehingga menumbuhkan motivasi kepada para karyawan untuk belajar dan terus belajar meningkatkan kompetensinya. (3) Disiplin model mental (mental model). Organisasi akan mengalami kesulitan untuk secara akurat mampu melihat berbagai realitas yang ada, jika para anggota organisasi tidak mampu merumuskan asumsi serta nilai-nilai yang tepat untuk digunakan sebagai basis cara berpikir maupun cara memandang berbagai permasalahan organisasi. Keterampilan untuk menemukan prinsip dan nilai-nilai bersama, serta tumbuhnya semangat berbagi nilai untuk menumbuhkan keyakinan bersama sehingga menguatkan semangat dan komitmen kebersamaan, merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin model mental organisasi. (4) Disiplin pembelajaran tim (team learning). Disiplin pembelajaran tim akan efektif jika para anggota kelompok memiliki rasa saling membutuhkan satu
26
dengan yang lainnya untuk dapat bertindak sesuai dengan rencana bersama. Kemampuan untuk bertindak merupakan prasyarat untuk menciptakan nilai tambah organisai, karena rencana tanpa diikuti tindakan nyata, merupakan ilusi belaka. Kemampuan untuk membangun ikatan emosional, semangat berdialog, keterampilan bekerja sama secara tim, kemampuan belajar dan beradaptasi, serta usaha untuk meningkatkan partisipasi merupakan disiplin yang dibutuhkan untuk membangun disiplin pembelajaran tim. (5) Disiplin berpikir sistemik (system thinking). Disiplin ini berfungsi untuk melengkapi disiplin bagaimana kita belajar, yaitu disiplin untuk memahami apa sebenarnya yang kita pelajari. Faktor utama dari konteks pembelajaran dalam organisasi kontemporer adalah bagaimana kita dapat memahami kompleksitas permasalahan yang terjadi di sekitar kita, serta kita mampu berperan serta dan menciptakan perubahan yang berarti dan bermanfaat untuk mempertahankan kemampuan hidup organisasi kontemporer. Disiplin ini merupakan keterampilan untuk memahami struktur hubungan antara berbagai faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi eksistensi organisasi, keterampilan untuk berpikir integratif dan tuntas, keterampilan untuk berpikir komprehensif, serta keterampilan untuk membangun organisasi yang adaptif. Organisasi pembelajar memiliki tiga karakteristik menurut Garrat (1990) dalam Munir (2008). Tiga karakteristik tersebut, yaitu:
Pertama, organisasi pembelajar mendorong orang-orang di semua level untuk belajar secara reguler dan bekerja keras dari pekerjaannya.
Kedua, organisasi pembelajar memiliki sistem untuk menangkap pembelajaran dan memanfaatkannya pada hal atau tempat yang membutuhkannya.
Ketiga, organisasi pembelajar menghargai pembelajaran dan mampu secara terus-menerus melakukan transformasi dirinya sebagai hasil pembelajaran.
Bangunan organisasi pembelajar dapat dilihat pada gambar di bawah ini
27
Gambar 5. Bangunan Organisasi Pembelajar (1) Fondasi “bangunan organisasi pembelajar” berdiri di atas fondasi rasa saling percaya dan budaya belajar. (2) Struktur pilar pertama “bangunan organisasi pembelajar” dibangun oleh keterampilan belajar yang minimal terdiri dari: a. Keterampilan memecahkan permasalahan secara sistematik. b. Keterampilan bereksperimen dengan menggunakan pendekatan baru c. Kemampuan belajar dari pengalaman dan/atau sejarah masa lalu d. Kemampuan belajar dari praktisi yang berhasil e. Kemampuan mentransfer pengetahuan dengan cepat dan efisien (3) Struktur pilar kedua “bangunan organisasi pembelajar” dibangun oleh fasilitas belajar yang terdiri dari: a. Informasi sistemik b. Struktur organisasi c. Sistem penghargaan (4) Atap “bangunan organisasi pembelajar” dibangun oleh disipilin belajar yang terdiri dari: a. Disiplin keahlian pribadi b. Disiplin berbagi visi c. Disiplin model mental d. Disiplin berpikir sistemik e. Disiplin tim pembelajar
28
(5) Enabler organisasi pembelajar dipengaruhi oleh kualitas kepemimpinan Literatur tentang organisasi pembelajar dan NGO efektif mengusulkan delapan fungsi kunci yang harus dilakukan untuk belajar secara efektif, yaitu: 1. Menciptakan budaya yang mendukung Hal ini berkaitan dengan pemberian penghargaan terhadap kontribusi staf, penciptaan iklim belajar, sumber daya dan fasilitas untuk pengembangan individu serta kebebasan untuk berdiskusi tentang isu yang berkembang. 2. Mengumpulkan pengalaman internal Fungsi
ini
berkaitan
dengan
prosedur-prosedur
sistematis
untuk
mengumpulkan pengetahuan yang ada di organisasi dan peningkatan kapasitas individu. 3. Mengakses Pembelajaran Eksternal Mengakses
pembelajaran
eksternal
berkaitan
dengan
mengumpulkan
pengetahuan dan informasi yang didapatkan di luar organisasi sebagai bahan pembelajaran di dalam organisasi. 4. Sistem Komunikasi Komunikasi mengalir bebas di seluruh organisasi antar divisi serta dapat diakses informasinya dengan mekanisme yang baik. 5. Mekanisme untuk menarik kesimpulan Pembelajaran yang didapatkan disadari sebagai kebutuhan semua anggota organisasi serta pangawasan dan evaluasi yang dilakukan di masing-masing program secara rutin dianalisis untuk mengidentifikasi apa yang telah dipelajari dan apa yang dapat diterapkan di masa yang akan dating. 6. Mengembangkan Memori Organisasi Faktor ini berkaitan dengan mekanisme penyimpanan pengetahuan melalui pengembangan database yang mudah diakses oleh anggota organisasi dan penyimpanan
pengetahuan
ketika
anggota
organisasi
meninggalkan
organisasinya. 7. Mengintegrasi Pembelajaran ke dalam strategi dan kebijakan Pembelajaran yang diperoleh diintegrasikan ke dalam strategi organisasi dan kebiijakan organisasi dengan melibatkan anggota organisasi.
29
8. Menerapkan Pembelajaran Peningkatan kapasitas individu untuk mendukung kegiatan organisasi serta konversi pengetahuan tacit menjadi pengetahuan eksplisit yang dapat dibagi untuk meningkatkan kapasitas organisasi dalam menjalankan programnya. 2.6. NGO (Non Government Organization) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) semula dikenal sebagai Organisasi Non Pemerintah atau Ornop. Istilah Ornop adalah terjemahan dari NonGovernment Organization atau NGO. Sebagian masyarakat menganggap bahwa LSM adalah suatu lembaga swadaya yang bekerja untuk pembangunan masyarakat kecil yang tertindas, masyarakat miskin atau mereka yang terpinggirkan. Chambers dalam Mudgal (2006) mengenalkan konsep ‘additionality’ untuk
menggambarkan
sumbangan
potensial
dari
Ornop
bagi
proses
pembangunan. Konsep ‘additionality’ itu dimaksudkan sebagai upaya membuat sesuatu lebih baik daripada yang sebelumnya, yang memberi kemungkinan baik maupun buruk. Upaya mencari ‘additionality’ yang tinggi memerlukan empat unsur yaitu mengidentifikasikan dan mempertemukan kebutuhan dan peluang; menilai manfaat terbandingkan (comparative advantage) yaitu melihat apa yang dikerjakan oleh satu Ornop dibandingkan dengan yang dikerjakan Ornop lain; belajar dan menerima lewat aksi; dan mencapai dampak yang luas. Satu Ornop dapat
mencapai
teknologi
hingga
semakin
luas;
mengembangkan
dan
menggunakan pendekatan yang kemudian diadopsi oleh Ornop lain ataupun oleh pemerintah; mempengaruhi perubahan kebijakan dan tindakan donor; mengambil manfaat dan menebarkan pemahaman tentang pembangunan. Pada mulanya Ornop dilihat sebagai organisasi yang bergerak secara eksklusif pada tingkat lokal dengan tujuan memenuhi kebutuhan kelompok miskin tanpa mempertimbangkan dampak yang luas, akan tetapi kemudian terjadi pergeseran yang mendasar yakni bahwa Ornop tidak lagi hanya berupaya ‘memenuhi kebutuhan kelompok miskin’ melainkan juga membantu mereka mengartikulasikan kebutuhan mereka dan memberikan kemampuan kepada
30
mereka
untuk
mengontrol
proses
pengambilan
keputusan
yang
dapat
mempengaruhi kehidupan mereka (Drabek dalam Mudgal, 2006). Menurut Riker (1995) NGO merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan yang bersifat mandiri. Organisasi seperti ini tidak menggantungkan diri pada pemerintah, negara terutama dalam dukungan keuangan dan sarana atau prasarana.
Sekalipun
mendapat
dukungan
dana
dari
lembaga-lembaga
internasional, tidak berarti kalangan NGO sama sekali terlepas dari pemerintah, karena tidak jarang pemerintah memberikan fasilitas penopang, seperti pemberian bebas pajak untuk aktivitas dan asset yang dimiliki oleh NGO (Gaffar, 2002). Pembeda NGO dengan organisasi-non pemerintah lainnya terletak pada visi, misi dan orientasi yang melintasi kepentingan staf dan anggotanya serta cara-cara yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan. Cara yang ditempuh NGO adalah melibatkan masyarakat atau kelompok sasaran dalam setiap kegiatan yang dilakukan serta tidak berorientasi pada kepentingan (non-profit oriented), tetapi sebaliknya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam proses pembangunan. Riker (1995) mengkategorikan NGO ke dalam empat kelompok, yaitu: 1. Government organized NGOs atau Gongos, yaitu NGO yang muncul karena mendapat dukungan dari pemerintah, baik berupa dana maupun fasilitas. Biasanya NGO seperti ini berperan menyukseskan program-program pemerintah. Di Indonesia NGO seperti ini dikenal dengan sebutan NGO “plat merah”. 2. Donor organized NGOs or Dongos, yaitu NGO yang dibentuk oleh kalangan lembaga donor, baik yang bersifat multirateral maupun unilateral. NGO seperti ini biasanya dibentuk untuk mewujudkan program lembaga donor tersebut. 3. Autonomous or Independent NGOs, yaitu NGO yang dibentuk, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. NGO seperti ini sifatnya independen secara finansial dan memiliki kepedulian yang sangat luas tentang berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari.
31
4. Foreign NGOs yaitu NGO yang muncul sebagai perwakilan dari NGO yang ada diluar negeri. Kehadirannya, tentu saja harus selalu setahu atau mendapat izin dari negara tempat NGO tersebut beroperasi. 2.7. Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian di bidang Manajemen Pengetahuan belum begitu banyak sehingga penulis menggunakan jurnal sebagai kajian penelitian terdahulu. Jurnal tersebut dijabarkan di bawah ini. Jurnal Manajemen Pengetahuan dengan judul Analisis Keunggulan Bersaing Melalui Penerapan Knowledge Management dan Knowledge-Based Strategy di Surabaya Plaza Hotel ditulis oleh Anshori (2005) menjelaskan bahwa perpaduan antara knowledge yang dimiliki, kapabilitas dan resources yang ada, digabungkan dengan strategi bisnis yang dimiliki telah menghasilkan competitive advantage yang menjadikan Surabaya Plaza Hotel (SPH) memiliki performance lebih bagus dibandingkan kompetitornya. Sesuai dengan Knowledge Management Pyramid yang dikembangkan oleh Rosenberg, Surabaya Plaza Hotel berada pada level dua yaitu Information, Creation, Sharing, dan Management. SPH perlu mengadakan satu jabatan baru yaitu Knowledge Management Manager dan meningkatkan semua kapabilitas dan resources yang ada untuk memasuki tingkat yang tinggi lagi (level tiga dalam konsep Rosenberg) yaitu Entreprise Intelligence. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan alternatif. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah diagnosa Knowledge Management, Identifikasi Knowledge Sources, dan Analisis Competitive Advantage. Hasil dari penelitian menunjukkan skor dan persentase Knowledge Management secara keseluruhan di atas rata-rata yaitu 65 persen. Dengan kata lain SPH telah melakukan proses Knowledge Management dengan cukup baik. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Surabaya Plaza Hotel secara umum telah melakukan management by knowledge, meskipun belum terorganisir dengan baik. Upaya pemanfaatan pengetahuan untuk kelancaran operasional hotel sudah berjalan cukup baik, khususnya pengetahuan yang mempengaruhi posisi kompetitif yang bersumber pada customer knowledge,
32
stakeholder relationships, knowledge in product and services, dan knowledge in people. Meskipun peralatan maupun software yang dipergunakan belum terintegrasi dalam satu sistem, tetapi sudah ada upaya optimal dalam melakukan upaya
penciptaan,
penyebarluasan,
maupun
penyimpanan
pengetahuan.
Berdasarkan The Knowledge Management Pyramid yang dikembangkan oleh Rosenberg, Surabaya Plaza Hotel berada pada level dua yaitu Information, Creation, Sharing, and Management. Hal yang berbeda ditulis oleh Kosasih dan Budiani melalui penelitiannya yang berjudul Pengaruh Knowledge Management Terhadap Kinerja Karyawan: Studi Kasus Departemen Front Office Surabaya Plaza Hotel. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengukur pengaruh dari knowledge management terhadap kinerja karyawan pada departemen front office di Surabaya Plaza Hotel. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa knowledge management secara tidak langsung mempengaruhi kinerja karyawan, ada pengaruh yang signifikan antara personal knowledge terhadap job procedure, dan faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja karyawan adalah teknologi. Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian penjelasan (explanatory research) dengan metode kuantitatif. Populasi penelitian ini adalah karyawan departemen front office di Surabaya Plaza Hotel yang berjumlah 43 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah judgement sampling yaitu sampel yang dipilih berdasarkan karakteristik tertentu, dalam hal ini adalah karyawan front office Surabaya Plaza Hotel pada level operasional yang bekerja minimal 1 tahun sebanyak 26 orang. Dalam penelitian ini penulis melakukan perhitungan distribusi frekuensi dan mean (nilai rata-rata) untuk memberikan gambaran atau deskripsi dari data yang diperoleh. Metode analisis path yang digunakan adalah permodelan SEM (Structural Equation Modeling) dan partial least square sebagai alternatif untuk situasi dimana dasar teori pada perancangan model lemah dan atau indikator yang tersedia tidak memenuhi model pengukuran refleksif. Hasil dari penelitian tersebut adalah pengaruh langsung antara job prosedur ke kinerja menunjukkan arah yang positif namun nilainya sangat kecil yaitu sebesar 0,099. Namun apabila melihat pengaruh secara total antara personal
33
knowledge dan job procedure ke kinerja maka perolehan nilainya akan lebih tinggi, dengan arti bahwa job procedure yang diimbangi dengan personal knowledge akan memberikan pengaruh yang baik bagi kinerja karyawan hotel. Hasil penelitian juga menemukan bahwa pemahaman Standard Operation Procedure sebagai indikator dari job procedure dalam jangka waktu yang panjang (long run) tidak menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kinerja, hal ini juga dapat dilihat dari jumlah responden atau karyawan hotel yang lama menekuni bidangnya saat ini kebanyakan lebih dari 9 tahun. Dengan jangka waktu yang lama tersebut maka karyawan tidak lagi terpaku pada Standard Operation Procedure yang ada, namun pada prosesnya karyawan juga belajar dari pengalaman yang diperoleh. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja adalah teknologi. Hal ini dikarenakan pada departemen front office banyak menggunakan fasilitas teknologi untuk mendukung proses kerja. Secara keseluruhan implementasi knowledge management di Surabaya Plaza Hotel sudah cukup baik, hal ini juga dapat dilihat dari program-program yang ada yang menawarkan bentuk pelatihan agar karyawan diberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Program lain yang diadakan yaitu sharing best-practices yang menjadi wadah bagi para karyawan untuk melakukan transfer knowledge demi peningkatan kinerja hotel. Sampai saat ini penulis belum menemukan penelitian manajemen pengetahuan untuk studi kasus di organisasi non pemerintah. Penulis menggunakan kajian penelitian terdahulu di bidang yang sama dibahas pada skripsi ini yaitu manajemen pengetahuan sehingga skripsi ini dapat dijadikan referensi kajian penelitian untuk penulis lain yang akan membahas di organisasi non pemerintah.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pengetahuan merupakan aset yang diperlukan suatu organisasi untuk menciptakan suatu inovasi, beradaptasi terhadap dinamika kondisi perubahan lingkungan yang terjadi semakin cepat serta menciptakan keunggulan organisasi. Pengetahuan dapat menciptakan keunggulan karena pengetahuan memiliki sifat berharga, langka, sulit ditiru dan sulit digunakan. Di dalam suatu organisasi, pengetahuan dimiliki oleh manusia sebagai unit terkecil organisasi. Namun demikian, organisasi yang memiliki banyak pengetahuan berkualitas belum tentu akan menghasilkan keluaran yang berkualitas. Oleh karena itu untuk mendapatkan manfaat
sebesar-besarnya
pengetahuan
yang
dimiliki
anggotanya
maka
perusahaan harus mengelola pengetahuannya melalui manajemen pengetahuan (knowledge management). Untuk menjadi unggul dan mengembangkan keunggulannya, organisasi harus mengelola pengetahuannya secara berkelanjutan (kontinyu) sehingga pengetahuan individu dapat menjadi pengetahuan organisasi yang akan membangun organisasi menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Burung Indonesia sebagai lembaga konservasi yang memiliki visi dan misi menjadi organisasi unggul di bidang konservasi burung dan habitatnya memiliki lima divisi yaitu Knowledge Center (KC), Conservation Programme (CP), Communication and Business Development (CBD), Finance (FIN) dan General Affairs and Administration (GAA). Kelima divisi tersebut memiliki fungsi masing-masing untuk mendukung organisasi tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang unggul dalam konservasi burung dan habitatnya. Untuk memiliki keunggulan tersebut, organisasi harus memiliki pengetahuan yang berkualitas sehingga diperlukan pengelolaan pengetahuan (knowledge management) agar organisasi dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang semakin hari semakin kompleks terutama untuk permasalahan di bidang konservasi. Sebagai NGO di bidang konservasi permasalahan yang dihadapi membutuhkan suatu solusi inovatif yang saling menguntungkan antara masyarakat, pemerintah
35
dan stakeholder, karena permasalahan di bidang konservasi menyangkut integrasi diantara para pihak-pihak yang terkait. Selain itu juga dibutuhkan pembelajaran dari program-program sebelumnya yang sudah diterapkan terlebih dahulu untuk mengetahui kesesuaian program yang digunakan baik dalam kondisi yang sama maupun berbeda mengingat karakteristik permasalahan yang dihadapi di lokasi proyek Burung Indonesia berbeda satu dengan lainnya. Penerapan manajemen pengetahuan harus didukung oleh kelima divisi yang ada di Burung Indonesia untuk membangun dan mengembangkan pengelolaan individu menjadi pengetahuan organisasi menuju organisasi pembelajar (learning organisation). Jika penerapan manajemen pengetahuan sudah
dilakukan,
diperlukan
penilaian
terhadap
penerapan
manajemen
pengetahuan yang telah diimplementasikan. Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pengetahuan yang ada di Burung Indonesia agar dapat dikembangkan secara kontinyu untuk mendukung kinerja organisasi menjadi organisasi yang unggul di bidang konservasi burung dan habitatnya. Penilaian manajemen pengetahuan akan dilihat dari dua komponen yaitu kualitas pembelajaran di organisasi dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan serta pemetaan pengetahuan yang perlu dimiliki organisasi menuju organisasi pembelajar dan minat staf terhadap pengetahuan tersebut. Penilaian tersebut menggunakan instrumen kuesioner dari Munir (2008). Untuk mengidentifikasi gambaran pembelajaran yang ada di dalam Burung Indonesia digunakan instrumen kuesioner dari Britton (1998) yang dikenal sebagai Learning NGO Questionnaire yang terbagi menjadi delapan elemen
kunci
organisasi
pembelajaran
yaitu
penciptaan
budaya
yang
mendukung, pengumpulan pengalaman internal, pengaksesan pembelajaran eksternal,
sistem
komunikasi,
mekanisme
untuk
menarik
kesimpulan,
pengembangan memori organisasi, pengintegrasian pembelajaran ke dalam strategi dan kebijakan dan penerapan pembelajaran. Pada akhirnya penelitian ini akan memberikan suatu rekomendasi dan penilaian awal bagi organisasi dalam mengembangkan manajemen pengetahuan menuju organisasi pembelajar.
36
Visi & Misi Burung Indonesia
Penilaian Penerapan Manajemen Pengetahuan
Penilaian Manajemen Pengetahuan : - Audit kualitas pembelajaran - Audit proses pengelolaan pengetahuan - Pemetaan pengetahuan organisasi
Delapan Fungsi Kunci Pembelajaran NGO: - Penciptaan budaya yang mendukung - Pengumpulan pengalaman internal - Pengaksesan pembelajaran eksternal - Sistem komunikasi - Mekanisme untuk menarik kesimpulan - Pengembangan memori organisasi - Pengintegrasian pembelajaran ke dalam strategi dan kebijakan - Penerapan pembelajaran
Hasil penilaian manajemen pengetahuan dan karakteristik pembelajaran organisasi
Strategi peningkatan peran manajemen pengetahuan menjadi organisasi pembelajar
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Konseptual
37
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) yang terletak di Jalan Dadali No. 32, Bogor. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2010 – Mei 2010. 3.3. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu ataupun perseorangan (Umar, 2003). Data primer diperoleh dari hasil kuesioner staf Burung Indonesia sesuai sampel yang ditentukan. Menurut Umar (2003), kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan memberikan respons terhadap daftar pertanyaan tersebut. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur baik diperoleh dari buku, jurnal maupun skripsi. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling atau sampling jenuh (sensus). Sampling jenuh (total sampling) yaitu populasi merangkap sebagai sampel penelitian (Bungin, 2001). Teknik ini digunakan oleh peneliti karena terbatasnya populasi anggota organisasi yang ada di Burung Indonesia. Kuesioner dalam penelitian ini juga didukung dengan wawancara narasumber yaitu koordinator dari divisi Knowledge Center sebagai penguat analisa. Dengan terbatasnya staf organisasi yang berjumlah 60 orang, maka kuesioner dibagikan kepada seluruh staf yang termasuk dalam staf inti kegiatan Burung Indonesia (core business) organisasi yang meliputi tim manajemen dan staf teknis dan operasional, tidak termasuk satpam, pengemudi (driver) dan pramu kantor (office boy). 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.4.1 Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Singaribun &
38
Effendy, 1995). Tahapan yang harus dilakukan untuk melakukan uji validitas adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur yaitu dengan cara: a. Mencari definisi dan rumusan konsep serta literatur, jika sekiranya sudah ada rumusan yang cukup rasional maka rumusan tersebut dapat langsung dipakai. Tetapi bila rumusan tersebut belum operasional, maka peneliti harus merumuskannya seoperasional mungkin. b. Jika dalam literatur tidak diperoleh definisi atau rumusan konsep yang akan diukur, peneliti harus mendiskusikan dengan para ahli lain. Pendapat para ahli ini kemudian
disarikan ke dalam bentuk rumusan yang
operasional. c. Menanyakan langsung kepada calon responden penelitian mengenai aspekaspek konsep yang menyusun pertanyaan yang operasional. 2. Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden. Jumlah responden untuk uji coba minimal adalah 30 orang, karena distribusi skor atau nilai akan lebih mendekati normal. Asumsi kurva normal sangat dibutuhkan dalam perhitungan statistik. 3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban Menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total. Signifikan < 0,05. Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas kuesioner adalah:
r=
n(∑ XY ) − (∑ X ∑ Y )
(n∑ X
2
)(
− (∑ X ) n∑ Y 2 − (∑ Y ) 2
Dimana: r
= koefisien korelasi
X
= Skor pernyataan ke-n
Y
= Skor total
XY = Skor pernyataan ke-n dikalikan skor total n
= Jumlah responden
2
)
…………………. (1)
39
3.4.2 Uji Reliabilitas Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran dalam suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstrukkonstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Repeated Measure atau pengukuran ulang. Disini seseorang akan disodori pertanyaan yang sama pada waktu yang berbeda, kemudian dilihat apakah tetap konsisten dengan jawabannya 2. One Shot atau pengukuran sekali saja. Pengukuran hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pernyataan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Uji reliabilitas digunakan rumus Cronbach Alpha sebagai berikut: 2 ⎛ k ⎞⎛⎜ ∑ σb ⎞⎟ r =⎜ ⎟⎜1 − σt 2 ⎟⎠ ⎝ k − 1 ⎠⎝
….………………. (2)
Dimana: r
= koefisien reliabilitas instrument (cronbach alpha)
k
= banyaknya butir pertanyaan
∑ σb σt 2
2
= total varian butir = total varian Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan
skala alpha 0 sampai 1. Tingkat reliabilitas Alpha Cronbach tersebut dapat diinterpretasikanpada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat reliabilitas Alpha Cronbach Alpha 0,00 – 0,20 > 0,20 – 0,40 > 0,40 – 0,60 > 0,60 – 0,80 > 0,80 – 1,00
Tingkat Reliabilitas Kurang Reliabel Agak Reliabel Cukup Reliabel Reliabel Sangat Reliabel
40
3.4.3 Penilaian Manajemen Pengetahuan Penilaian manajemen pengetahuan ini dilakukan untuk mendapatkan persepsi anggota organisasi terhadap penerapan manajemen pengetahuan yang telah dilakukan di organisasi. Pada lembar kuesioner kajian penilaian manajemen pengetahuan dibagi menjadi tiga komponen yaitu kualitas pembelajaran, kualitas proses pengelolaan pengetahuan, pemetaan pengetahuan organisasi beserta minat staf untuk memahaminya. Detail pembagian pertanyaan untuk setiap komponen dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Dimensi Penerapan Manajemen Pengetahuan No 1.
Dimensi Kualitas Pembelajaran a. Pembelajaran Individu b. Pembelajaran Kelompok c. Pembelajaran Organisasi
2.
3.
Butir Pernyataan 3, 6, 10, 12, 13, 16, 18, 20, 22 1, 2, 5, 9, 11, 15, 21, 23 4, 7, 8, 14, 17, 19, 24, 25
Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan: a. Akuisisi Pengetahuan b. Distribusi dan Berbagi Pengetahuan c. Pengembangan dan Pemanfaatan Pengetahuan d. Pemeliharaan dan Penyimpanan Pengetahuan Pemetaan Pengetahuan
26 - 29 30 - 33 34 - 37 38 – 41 42 - 62
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert untuk memberi skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan bobot tertentu. Format yang digunakan adalah empat interval, yaitu : (4) Sangat Setuju (3) Setuju (2) Kurang Setuju (1) Tidak Setuju Data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer dalam hal ini menggunakan Microsoft Excel 2003. Hasil pendapat responden terhadap kedua komponen penerapan manajemen pengetahuan tersebut akan dinilai berdasarkan bobot penilaian dari kuesioner yang kemudian akan dirata-ratakan secara keseluruhan untuk mendapatkan nilai keseluruhan terhadap masing-masing komponen. Untuk
41
pemetaan pengetahuan, dihitung berapa banyak responden yang berpendapat berdasarkan tingkat pemahaman dan minat memahami pengetahuan tersebut. Langkah selanjutnya, skor akan dibandingkan dengan rentang skor untuk memperoleh pemaknaan. Komponen kualitas pembelajaran akan dibandingkan dengan rentang skor pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pembelajaran sesuai saran Munir (2008) yang dapat dilihat pada Tabel 5. Komponen kualitas proses pengelolaan pengetahuan akan dibandingkan dengan rentang skor pemaknaan hasil untuk komponen proses pengelolaan pengetahuan sesuai saran Munir (2008) yang dapat dilihat pada Tabel 6. Kemudian diintepretasikan untuk dianalisis berdasarkan rentang skor yang didapatkan. Tabel 5. Pemaknaan hasil untuk komponen kualitas pembelajaran Rentang Skor 81 - 100 61 - 80 41 - 60 21 - 40
Pemaknaan Organisasi telah memiliki karakteristik organisasi pembelajar Organisasi telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar Organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar Organisasi perlu melakukan pembenahan besar-besaran untuk menjadi organisasi pembelajar
Sumber: Munir (2008)
Tabel 6. Pemaknaan hasil untuk komponen proses pengelolaan pengetahuan Rentang Skor 48 - 64 32 - 47 16 - 31
Pemaknaan Organisasi telah memiliki proses-proses pengelolaan pengetahuan yang baik Organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar. Organisasi perlu menyusun rencana pengembangan proses pengelolaan pengetahuan secara lebin terinci
Sumber: Munir (2008)
3.4.4. Learning NGO (LNGO) Untuk lembar kuesioner Learning NGO terbagi menjadi delapan fungsi kunci. Detail pertanyaan dimensi kuesioner dari delapan kunci tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 sesuai dengan saran Britton (1998).
42
Tabel 7. Dimensi kuesioner Learning NGO No
Dimensi
Butir Pernyataan
1.
Penciptaan budaya yang mendukung
1–5
2.
Pengumpulan pengalaman internal
6 - 10
3.
Pengaksesan pembelajaran eksternal
11 – 15
4.
Sistem komunikasi
16 - 20
5.
Mekanisme untuk menarik kesimpulan
21 - 25
6.
Pengembangan memori organisasi
26 - 30
7.
Pengintegrasian pembelajaran ke dalam dan kebijakan
8.
Penerapan pembelajaran
strategi
31 - 35 36 - 40
Skala yang digunakan dalam kuesioner LNGO ini menggunakan skala likert. Format yang digunakan adalah lima interval, yaitu : (0) Sangat Tidak Setuju (1) Tidak Setuju (2) Terkadang Setuju (3) Setuju (4) Sangat Setuju Hasil dari kuesioner LNGO tersebut diolah dengan perangkat lunak komputer menggunakan Microsoft Excel 2003. Dari masing-masing dimensi dijumlahkan dengan masing-masing bobotnya yang kemudian ditotalkan. Hasil tersebut akan diintepretasikan ke dalam sebuah bagan dengan tipe radar (organisational profile plot) sehingga dapat menggambarkan profil pembelajaran organisasi yang ada saat ini dan kecenderungan yang terjadi dari masing-masing dimensi. Bagan ini akan digunakan sebagai dasar untuk mengetahui peningkatan pembelajaran organisasi secara kontinyu Grafik umum profil learning NGO dapat dilihat pada Gambar 7.
43
Gambar 7. Grafik umum profil organisasi LNGO (Britton, 1998) Untuk gambaran umum plot profil learning NGO dengan masing-masing dimensi memiliki skala, dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Gambaran umum profil organisasi LNGO (Britton, 1998)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) adalah anggota kemitraan global BirdLife International yang bersekretariat di Inggris. BirdLife International memiliki sekitar 100 mitra yang tersebar di seluruh dunia, yang semuanya memiliki visi dan misi sama: melestarikan burung liar bersama habitatnya. Kemitraan global ini didukung oleh 2,5 juta orang anggota di seluruh dunia dengan melibatkan partisipasi 2 jutaan anak. Secara keseluruhan, sekitar 1 juta hektar lahan di seluruh dunia dikelola oleh para mitra BirdLife International, untuk menghindarkannya dari kerusakan tak berkesudahan. Termasuk di antaranya 101.000 hektar lahan hutan produksi yang dikelola konsorsium
Harapan
Rainforest
(Burung
Indonesia,
RSPB,
BirdLife
International) untuk direstorasi. Eksistensi Burung Indonesia di Indonesia dimulai dari berdirinya BirdLife International-Indonesia Programme pada tahun 1992. Sepuluh tahun berlalu, pada tanggal 15 Juli 2002, BirdLife Indonesia resmi berdiri sendiri sebagai sebuah organisasi independen, berbasis keanggotaan. Sejak 21 Desember 2005, Menteri Hukum dan HAM mengesahkan secara hukum Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia) dengan akta bernomor C-34.HT.01.03. TH.2005. Visi Burung Indonesia adalah “Menjadi organisasi konservasi burung terdepan di Indonesia, dan dengan dukungan masyarakat, Burung Indonesia berupaya untuk melestarikan seluruh burung Indonesia dan habitatnya.” Misi Burung Indonesia ada tiga yaitu: 1. Menjaga keanekaragaman burung Indonesia dan habitatnya. 2. Bekerja sama dengan masyarakat untuk mencapai pembangunan yang lestari. 3. Berupaya membangun apresiasi, pemahaman, kepedulian, serta kecintaan pada burung dan lingkungan.
45
Dalam bekerja Burung Indonesia menggunakan tiga pilar, yaitu : 1. Dukungan Publik Untuk memperoleh dukungan publik, Burung Indonesia mengembangkan keangotaan terbuka, bekerja sama dengan media, perorangan, LSM lain, sektor swasta, dan pemerintah. 2. Konservasi Spesies, Sites, dan Habitat Untuk mencapai misinya, Burung Indonesia melakukan survei, pemantauan populasi, distribusi, dan habitat burung. Inilah yang menjadi landasan penentuan status keterancaman burung, yang ditindaklanjuti dengan penentuan prioritas program. Melalui program-program konservasi pula Burung Indonesia melakukan serangkaian penyadartahuan kepada masyarakat tentang arti penting pelestarian burung liar dan habitatnya. 3. Penelitian, Data, dan Informasi Untuk menentukan arah, prioritas, dan pengembangan program-program konservasi, Burung Indonesia mengumpulkan dan menganaliasa berbagai informasi terkait, memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan pengalaman internal maupun eksternal. Pusat data dan informasi di Burung Indonesia juga menganalisa dan menyediakan segala informasi yang dibutuhkan publik. Melalui pusat data dan informasinya, Burung Indonesia mengembangkan pendekatan-pendekatan konservasi yang kreatif dan inovatif untuk menjawab tantangan pelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan. Burung Indonesia menyediakan kesempatan dan memberikan pelayanan terbaik bagi publik, untuk berperan serta pada upaya pelestarian burung dan habitatnya di Indonesia, melalui kegiatan yang fokus pada:
Konservasi burung dan habitatnya
Penelitian dan pengelolaan informasi, jaringan kerja, komunikasi dan advokasi
Pengembangan keanggotaan
Dalam
mengimplementasikan
fokus
kegiatannya
Burung
Indonesia
memprioritaskan aktivitasnya pada: 1. Spesies Dari 1.598 jenis burung yang dimiliki Indonesia (data BirdLife International tahun 2009), Burung Indonesia memprioritaskan aksinya pada penyelamatan
46
spesies
yang
paling
terancam
punah
dan
populasinya
di
alam
mengkhawatirkan, serta pada burung paruh bengkok yang paling banyak menghadapi tekanan perdagangan. Di antaranya adalah burung kakatua-kecil jambul-kuning (Cacatua sulphurea), nuri talaud (Eos histrio), kakatua tanimbar (Cacatua goffiniana), nuri tanimbar (Eos reticulata), jalak bali (Leucopsar rothschildi), dan anak jenis dari kakatua-kecil jambul-kuning, yakni kakatua sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata) 2. Lokasi (sites) Burung Indonesia memprioritaskan kerja pada 12 lokasi penting yang tersebar di penjuru Nusantara, mulai Sumatera, Sumba, Flores, Halmahera, Gorontalo hingga Sangihe-Talaud (lokasi proyek Burung Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 3). Lokasi prioritas seluas sekitar 650.000 ha itu rumah bagi 32 spesies burung terancam punah. Burung Indonesia juga berkonsentrasi pada pulau-pulau kecil di Kawasan Wallacea, surga burung endemik yang paling rentan bencana ekologis, misalnya bila permukaan air laut naik drastis akibat perubahan iklim global. Di lokasi penting ini, Burung Indonesia menerapkan manajemen kolaboratif, yaitu model pengelolaan interaksi antara kawasan konservasi dan pemanfaatannya bagi masyarakat. 3. Habitat Burung Indonesia memprioritaskan kerja pada habitat burung yang berupa hutan dataran rendah dan ekosistem pulau. Habitat ini paling terancam karena mudah dijangkau dan digerus aktivitas pembangunan. Penata-gunaan lahan yang baik dipercaya dapat mengakomodasi pembangunan sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati 4. Masyarakat Kunci konservasi adalah masyarakat. Tanpa dukungan publik setempat, segala program kerja tiada arti. Burung Indonesia menjalin kemitraan dengan pihakpihak di tingkat lokal untuk membangun kesadaran masyarakat. Lewat program penyadartahuan, diharapkan perdagangan burung dan pemeliharaan burung dalam sangkar berkurang. Seiring percepatan perubahan iklim terkait dengan pemanasan global, Burung Indonesia turut mengedukasi publik untuk meminimalkan dampak perubahan iklim bagi bumi tercinta. Kegiatan
47
difokuskan kepada masyarakat di lokasi kerja Burung Indonesia, juga di perkotaan. Masyarakat sekitar hutan perlu menyadari bahwa melestarikan hutan tidak hanya membawa manfaat bagi mereka, tapi juga masyarakat dunia. Struktur organisasi dari Burung Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 4. 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan data organisasi periode 31 Maret 2010, secara keseluruhan jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 60 orang. Jumlah terdiri atas pimpinan, manager, koordinator program, dan staf teknis. Komposisi staf dapat dilihat pada Tabel 8. Responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 42 orang, terdiri dari 3 orang manager, 3 orang koordinator program, dan 36 staf teknis dari masing-masing divisi yang diambil sampelnya berdasarkan metode sensus. Sebanyak 17 orang tidak menjadi responden karena tidak termasuk dalam staf inti kegiatan Burung Indonesia (core business) core business organisasi yang meliputi satpam, pengemudi (driver) dan pesuruh kantor (office boy). Tabel 8. Komposisi staf berdasarkan tingkat jabatan Tingkat Jabatan Direktur Pelaksana Manager Koordinator program Staf Teknis/Operasional Jumlah
Jumlah Karyawan 1 orang 3 orang 3 orang 53 orang 60 orang
Persentase (%) 1,67 5 5 88,33 100
Sumber: Burung Indonesia, 2010
Responden dari penelitian ini di dominasi oleh karyawan berjenis kelamin pria, dimana persentase jumlah responden pria sebesar 74 persen dan responden wanita sebesar 26 persen. Hal ini disebabkan karena jumlah staf pria di Burung Indonesia memang lebih besar daripada jumlah staf wanitanya. Hasil selengkapnya ditampilkan pada Gambar 9.
48
Pria
Wanita
26%
74%
Gambar 9. Jenis Kelamin Responden Hasil penelitian menunjukkan sebaran umur responden dari yang tertinggi sebesar 32 persen terdapat pada kategori 26 – 30 tahun karena Burung Indonesia membutuhkan staf yang produktif, inovatif dan kreatif untuk membawa Burung Indonesia menjadi organisasi yang unggul. Sebaran umur terendah sebesar 2 persen untuk kategori responden berusia > 45 tahun. Distribusi umur responden dapat dilihat pada Gambar 10.
14%
2%
< 25 tahun
10%
26 - 30 tahun 31 - 35 tahun 36 - 40 tahun 32%
21%
41 - 45 tahun > 45 tahun
21%
Gambar 10. Distribusi Umur Responden Mayoritas responden berpendidikan Sarjana Strata 1 dengan persentase sebesar 57 persen, hal ini dapat dilihat pada Gambar 11. Hal tersebut selain terkait dengan rata-rata usia responden yang berada di usia 26 – 30 tahun, juga karena Burung Indonesia lebih banyak membutuhkan staf yang ahli untuk menganalisis. Tingkat pendidikan tertinggi responden adalah S2, sebesar 5 persen berada pada urutan terendah.
49
5%
17% SMA D3 S1 21%
S2
57%
Gambar 11. Distribusi Pendidikan Responden Masa kerja responden rata-rata sekitar 1 – 3 tahun sebesar 46 persen, terkait dengan rata-rata umur responden yang berada diantara 26 – 30 tahun. Masa kerja responden tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam mendukung kegiatan organisasi membutuhkan proses dan waktu sehingga responden dengan masa kerja lebih dari satu tahun dapat merasakan pengelolaan pengetahuan.
7%
2%
< 1 tahun
5%
1 - 3 tahun
14%
3 - 6 tahun 6 - 9 tahun 46%
9 - 12 tahun > 12 tahun
26%
Gambar 12. Masa Kerja Responden 4.3. Analisis Data Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 4.3.1
Hasil Uji Validitas Kuesioner Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan dapat mewakili objek yang diamati. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment dan hasilnya akan dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r (r-tabel). Suatu butir pertanyaan dikatakan valid jika nilai r-hitung yang merupakan nilai dari Corrected
50
Item-Total Correlation > dari r-tabel. Sebagai penelitian awal, kuesioner disebarkan kepada 30 orang responden, setelah dilakukan uji validitas, didapat 81 pertanyaan yang valid. Artinya seluruh pertanyaan tersebut memenuhi syarat sah untuk diolah lebih lanjut (r hitung > r tabel, dimana r tabel = 0,361 untuk n = 30, pada selang kepercayaan 95 persen). Hasil perhitungan uji validitas dapat dilihat pada Lampiran 5. 4.3.2
Hasil Uji Relialibilitas Kuesioner Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan
hasil pengukuran suatu instrumen jika instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Cronbach’s Alpha. Dari hasil perhitungan didapatkan 0,929 untuk penerapan manajemen pengetahuan yang artinya sangat reliabel dan 0,962 untuk pembelajaran NGO yang artinya sangat reliabel. Hasil perhitungan uji reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.4. Penilaian Penerapan Manajemen Pengetahuan 4.4.1
Komponen Kualitas Pembelajaran di Organisasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor yang diperoleh dari rata-rata
jawaban responden secara keseluruhan adalah sebesar 74,38 ~ 74. Menurut Munir (2008) skor tersebut berada pada rentang skor 61 – 80 yang pemaknaannya berarti organisasi telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar. Nilai dari masing-masing responden terhadap komponen ini dapat dilihat pada Lampiran 7. Jika dilihat dari masing-masing komponen pembelajaran organisasi skor tertinggi berada pada pembelajaran individu yaitu sebesar 28, untuk detailnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Kualitas Pembelajaran di Organisasi Proses Utama Pengelolaan Pengetahuan Pembelajaran Individu Pembelajaran Kelompok Pembelajaran Organisasi
Nilai Rata-rata 28 24,31 ~ 24 22,31 ~ 24
Burung Indonesia memiliki kesiapan untuk memfasilitasi pembelajaran stafnya secara kontinyu dengan cara membentuk kelompok pengembangan pengetahuan seminat (community of practices) berdasarkan minat dan kebutuhan
51
organisasi. Saat ini Burung Indonesia telah memiliki empat grup yang dibentuk untuk mendorong stafnya berkembang di dalam masing-masing kelompok dan berbagi dengan kelompok yang lainnya sehingga didapatkan hasil pembelajaran untuk peningkatan kapasitas individu dan demi kepentingan organisasi. Pembelajaran organisasi terkait dengan pembelajaran individu untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai anggota dari organisasi. Menurut Munir (2004) dalam Munir (2008) ada lima faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran individu, yaitu (1) adanya kebutuhan pengetahuan, (2) adanya akses terhadap pengetahuan, (3) adanya pengetahuan prasyarat, (4) kemampuan untuk menyerap pengetahuan, dan (5) adanya peluang untuk menerapkan pembelajaran. Burung Indonesia memfasilitasi pembelajaran individu dengan menggunakan fasilitas yang ada seperti memberikan akses terhadap Intranet sebagai tempat penyimpanan berbagai dokumen, informasi, pembelajaran (lesson learn) yang dibutuhkan oleh staf untuk menambah pengetahuannya, akses terhadap resource center sebagai perpustakaan Burung Indonesia maupun akses terhadap internet untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Berbagi pengetahuan yang ada di masing-masing individu di dalam Burung Indonesia telah dilakukan, hal ini dapat dilihat dari adanya diskusi yang diadakan jika staf melakukan survei/kegiatan di luar kantor terkait dengan isu yang berkembang untuk membagi pengalamannya ke staf lainnya. Setiap setahun sekali, Burung Indonesia melakukan diskusi dengan seluruh stafnya untuk berbagi pengalaman masing-masing. Selain itu juga, Burung Indonesia memberikan kesempatan kepada stafnya untuk mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kapasitas pengetahuannya. Dasar untuk menjadi organisasi pembelajar telah dimiliki oleh Burung Indonesia. Menurut Senge (1990) dalam Tjakraatmadja dan Lantu (2006) ada lima disiplin untuk menjadikan organisasi sebagai organisasi pembelajar. Burung Indonesia telah memiliki dasar yang baik dari kelima disiplin tersebut, yaitu disiplin keahlian pribadi, disiplin visi bersama, disiplin modal mental, disiplin pembelajaran tim dan disiplin berpikir sistemik. Pengembangan kelima disiplin tersebut dibutuhkan untuk menjadikan Burung Indonesia menjadi organisasi pembelajar.
52
4.4.2
Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor yang diperoleh dari rata-rata
jawaban responden secara keseluruhan adalah sebesar 45,95 ~ 46. Menurut Munir (2008) skor tersebut berada pada rentang skor 32 – 47 yang pemaknaannya berarti organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar. Nilai dari masing-masing responden terhadap komponen ini dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada proses pengelolaan pengetahuan di organisasi terjadi dalam empat proses utama yaitu proses akuisisi pengetahuan, distribusi dan berbagi pengetahuan, pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan serta pemeliharaan dan penyimpanan pengetahuan. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa organisasi telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar, tetapi jika dilihat dari masing-masing siklus yang ada hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 10. Tabel 10. Hasil Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan Proses Utama Pengelolaan Pengetahuan Akuisisi Pengetahuan Distribusi dan Berbagi Pengetahuan Pengembangan dan Pemanfaatan Pengetahuan Pemeliharaan dan Penyimpanan Pengetahuan
Nilai Rata-rata 12,14 ~ 12 11,38 ~ 11 10,88 ~ 11 11,60 ~ 12
Jika dilihat dari empat proses utama pengelolaan pengetahuan di organisasi tidak ada skor yang menonjol, bahkan hasil skor ada yang memiliki nilai yang sama. Proses akuisisi pengetahuan dan pemeliharaan dan penyimpanan memiliki nilai skor yang sama kuat yaitu sebesar 12, sedangkan distribusi dan berbagi pengetahuan serta pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan memiliki skor yang sama juga yaitu sebesar 11. Burung Indonesia mengumpulkan informasi yang didapatkannya dari luar organisasi kemudian informasi tersebut diakusisi dengan pengetahuan yang ada dalam organisasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan baru yang dibutuhkan organisasi dalam melaksanakan pekerjaannya untuk mendapatkan cara yang kreatif dan inovatif untuk menjawab tantangan pelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan. Akuisi pengetahuan dilakukan oleh Burung Indonesia pada saat staf workshop. Di dalam kegiatan tersebut masing-masing staf
53
berbagi pengalaman dan pengetahuannya yang diperoleh di lokasi kerjanya sehingga yang tidak bekerja pada lokasi kerja tersebut mengetahui apa saja yang dilakukan oleh masing-masing lokasi kerja. Selain itu juga, Burung Indonesia mendatangkan ahli untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya terkait sesuatu hal yang berhubungan dengan pekerjaan untuk menambah pengetahuan staf. Pemeliharaan dan penyimpanan pengetahuan dilakukan oleh Burung Indonesia, terlebih bila ada yang keluar dari organisasi, seluruh soft copy dokumen hasil karyanya di backup ke dalam cakram optik untuk kemudian disimpan
dan
dicatat
sehingga
sangat
mudah
mencarinya
jika
staf
membutuhkannya. Burung Indonesia telah memiliki infrastruktur yang sudah dijalankan hingga saat ini untuk menyimpan data, informasi, pengetahuan maupun lesson learn. Infrastruktur tersebut berupa Intranet yang selalu dikelola kekinian informasi yang ada di dalamnya. Distribusi dan berbagi pengetahuan dilakukan Burung Indonesia dengan cara mengeksplisitkan pengetahuan tacit yang ada di masing-masing individu jika melakukan kegiatan di luar organisasi baik itu pelatihan, maupun menghadiri workshop ataupun rapat dalam bentuk dokumen. Kemudian dokumen tersebut disebarluaskan ke staf lain dan disimpan ke dalam infrastruktur. Selain itu, Burung Indonesia membagikan pengetahuannya terutama kepada masyarakat dengan menulis artikel yang bersifat ilmiah popular untuk kemudian dibuat Majalah dan Newsletter. Meskipun Majalah dan Newsletter tersebut ditujukan untuk masyarakat, tetapi dapat juga menambah pengetahuan staf Burung Indonesia itu sendiri karena staf memiliki pendalam pengetahuan yang berbedabeda. Burung Indonesia dalam melakukan pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan mengkombinasikan informasi yang diperoleh dari luar organisasi terutama dari media tentang isu-isu yang sedang berkembang di dunia konservasi. Informasi tersebut kemudian diasimilasikan dengan pengetahuan yang sudah ada di organisasi untuk menemukan cara pandang yang baru untuk menemukan solusi dari tantangan pelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan. Jika dilihat, hasil kualitas pembelajaran organisasi berjalan seiring dengan hasil proses pengelolaan pengetahuan, kedua proses tersebut saling melengkapi.
54
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar dengan telah dimilikinya beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar. 4.4.3
Pemetaan Pengetahuan Pemetaan
pengetahuan
digunakan
untuk
mengidentifikasi
ragam
pengetahuan dan tingkatan pengetahuan yang ada dalam organisasi. Daftar pengetahuan diperoleh dari hasil pengamatan dan diskusi penulis dengan koordinator divisi KC yang terbagi dalam pengetahuan yang diperlukan per divisi untuk mendukung organisasi. Tingkat minat memahami pengetahuan digunakan untuk mengetahui minat masing-masing responden terhadap pengetahuan yang dibutuhkan organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan untuk mengembangkan organisasi diperoleh bahwa pemahaman pengetahuan tingkat lanjut diperoleh dari pengetahuan mengenai kebijakan dan regulasi dengan nilai 17 dan pengetahuan pengelolaan jaringan komputer dengan nilai 16. Hal ini disebabkan dalam pekerjaannya Burung Indonesia mendorong kebijakan yang terkait dengan pengelolan sumber daya alam. Burung Indonesia memberikan masukan dan tanggapan terhadap draft kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Tingkat pemahaman pengetahuan lainnya berada pada tingkat pemahaman inti. Dari Tabel 11 diketahui bahwa tidak ada pemahaman pengetahuan yang berada dalam tingkat inovatif yang menjadi dasar organisasi memiliki pengetahuan inovatif sehingga dapat menciptakan keunggulan organisasi. Hasil penelitian dapat dilihat di Tabel 11 dan detail dari hasil pemetaan pengetahuan dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 11. Hasil pemetaan pengetahuan No
Pengetahuan
Nilai
1.
Pengetahuan mengenai kebijakan dan regulasi yang terkait dengan organisasi Pengetahuan pengelolaan komputer networking
17
Tingkat pemahaman Tingkat Lanjut
16
Tingkat Lanjut
2.
Tabel 12 menunjukkan bahwa dari dua puluh satu daftar pengetahuan yang sangat penting bagi Burung Indonesia, sembilan diantaranya menduduki minat
55
memahami yang tinggi untuk para responden. Kesembilan pengetahuan itu dapat dilihat pada Tabel 12. Kesembilan pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan dasar yang dibutuhkan oleh responden untuk melaksanakan tugasnya di Burung Indonesia sesuai dengan fokus kegiatan Burung Indonesia yang memprioritaskan pada empat hal yaitu spesies, lokasi/sites, habitat dan masyarakat. Tabel 12. Hasil minat memahami pengetahuan No
Pengetahuan
Nilai
1. 2. 3. 4.
Pengetahuan mengenai penyusunan proposal Pengetahuan mengenai ekowisata Pengetahuan mengenai manajemen proyek Pengetahuan mengenai awareness konservasi hutan Pengetahuan mengenai pengembangan masyarakat Pengetahuan mengenai kebijakan dan regulasi yang terkait dengan organisasi Pengetahuan tentang burung, habitat, jenis, keanekaragaman hayati Pengetahuan mengenai penyampaian informasi kepada masyarakat Pengetahuan untuk memvisualisasikan informasi kepada masyarakat
21 24 26 27
Minat Memahami Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
25
Tinggi
20
Tinggi
22
Tinggi
24
Tinggi
23
Tinggi
5. 6. 7. 8. 9.
4.5. Learning NGO 4.5.1
Persepsi Pembelajaran Secara Keseluruhan Hasil penelitian menunjukan bahwa dimensi yang memiliki rata-rata nilai
tertinggi adalah pengaksesan pembelajaran eksternal yang bernilai 14,26, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 13. Dapat dilihat pula bahwa rata-rata skor yang diperoleh hampir setara, tidak ada kecenderungan nilai yang ekstrim pada salah satu dari kedelapan dimensi yang ada. Hasil tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10. Skor terendah berada pada dimensi memori organisasi yang bernilai 11,83.
56
Gambar 13. Profil Pembelajaran Burung Indonesia secara keseluruhan Indikasi dari pengaksesan pembelajaran eksternal menurut Britton (1998) yang berhasil diidentifikasi pada Burung Indonesia. Indikasi tersebut antara lain:
Anggota Organisasi yang menghadiri pertemuan di luar organisasi diharapkan untuk mengumpulkan informasi dan berbagi informasi yang relevan. Di Burung Indonesia setiap staf yang menghadiri pertemuan di luar organisasi diharapkan untuk menuliskan kegiatan tersebut ke dalam sebuah dokumen dan berbagi kepada staf lainnya terkait informasi yang didapatkan untuk mengetahui isu yang sedang berkembang di luar.
Organisasi terbuka untuk bekerja sama dengan organisasi lain untuk berbagi dan mendorong pembelajaran dari pengalaman masing-masing. Burung Indonesia bekerja sama dengan organisasi lain dalam melaksanakan pekerjaannya terutama di lokasi proyek yang menggandeng NGO lokal lokasi proyek untuk membantu pelaksanaan pekerjaan keproyekan bersama dengan masyarakat.
Organisasi mendorong stafnya untuk mengembangkan berbagai kontak dengan lembaga-lembaga lain dan belajar secara aktif dari pengalaman mereka. Burung Indonesia mendorong stafnya berhubungan dengan lembaga lain untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menunjang organisasi terutama mengumpulkan informasi dalam bentuk digital maupun
57
cetak/mendapatkan publikasi dari lembaga lain. cetak/ mendapatkan publikasi dari lembaga lain. Hal itu juga dapat menjadi pembelajaran Burung Indonesia terkait pengalaman-pengalaman organisasi lain di dalam melakukan tugasnya.
Staf dianjurkan untuk mengunjungi organisasi lain dan diharapkan untuk menulis dan berbagi dengan cara lain apa yang mereka pelajari dari kunjungan mereka. Burung Indonesia melakukan kunjungan ke organisasi lain terutama partnernya untuk melakukan studi bagaimana partner-partner tersebut melakukan tugasnya dan proses yang terjadi di dalamnya sehingga pengalaman/pembelajaran yang didapatkan staf dapat dibagi kepada seluruh staf. Kemudian pembelajaran tersebut dikaji kembali apakah dapat diterapkan untuk memajukan organisasi yang disesuaikan dengan keadaannya.
Organisasi ini terkait dengan berbagai jaringan dan menggunakan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mengumpulkan pengetahuan yang bermanfaat dan keterampilan. Burung Indonesia merupakan anggota kemitraan global BirdLife International bersekretariat di Inggris yang memiliki sekitar 100 mitra yang tersebar di seluruh dunia sehingga Burung Indonesia dapat mengumpulkan pengetahuan yang penting demi kemajuan Burung Indonesia. Selain itu juga Burung Indonesia bekerja sama dan berhubungan dengan organisasi-organisasi nasional dan lokal dalam melakukan program dan pekerjaannya. Sampai saat ini belum ada standar yang menunjukkan bahwa nilai tersebut
baik ataupun buruk. Profil ini digunakan sebagai gambaran pembelajaran Burung Indonesia berdasarkan persepsi dari responden. Gambaran ini akan digunakan sebagai dasar pembelajaran di Burung Indonesia untuk melihat pembelajaran yang terjadi di masa yang akan datang secara kontinyu sehingga dapat diperoleh dimensi pembelajaran yang mengalami peningkatan dan penurutan berdasarkan rentang skor yang didapatkan di masa yang akan datang. 4.5.2
Persepsi Pembelajaran menurut Divisi Hasil persepsi pembelajaran menurut divisi terbagi menjadi lima divisi
yang ada di Burung Indonesia. Gambaran pembelajaran tersebut adalah gambaran pembelajaran dari divisi Knowledge Centre (KC), Communication and Business Development (CBD), Finance (FIN), General Affairs and Administration (GAA)
58
dan Conservation Programme (CP). Hasil pembelajaran menurut divisi dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambaran pembelajaran yang ada di KC dapat dilihat pada Gambar 14. Dari gambar tersebut diketahui bahwa menurut divisi KC, skor tertinggi berada pada dimensi pembelajaran eksternal dengan nilai 13, sedangkan skor terendah berada pada dimensi memori organisasi dengan nilai 8,5. Hal ini serupa dengan hasil dari gambaran pembelajaran secara keseluruhan dilihat dari dimensi yang memiliki skor tertinggi dan terendah.
Gambar 14. Profil Pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi KC Selanjutnya adalah gambaran pembelajaran menurut divisi CBD dapat dilihat pada Gambar 15. Dilihat dari gambar tersebut, gambaran pembelajaran menurut staf yang berada di CBD, skor tertinggi berada pada dimensi pembelajaran eksternal dengan nilai 16,33, sedangkan skor terendah berada pada dimensi memori organisasi dengan nilai 13,67. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai yang diperoleh dari divisi KC.
59
Gambar 15. Profil Pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi CBD Berbeda dengan kedua divisi diatas, divisi finance memiliki skor tertinggi pada dimensi penarikan kesimpulan dengan nilai 14,25, sedangkan skor terendah berada pada dimensi budaya yang mendukung dengan nilai 11. Gambaran profil pembelajaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 16. Skor yang diperoleh dari masing-masing dimensi untuk divisi finance tidak ada yang memiliki nilai yang ekstrim diantara masing-masing dimensi, terlihat dari bagannya tidak ada yang menurun tajam.
Gambar 16. Profil Pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi FIN
60
Gambaran pembelajaran organisasi Burung Indonesia menurut divisi GAA dapat dilihat pada Gambar 17. Dari gambar, terlihat bahwa pembelajaran eksternal menjadi skor tertinggi dari dimensi pembelajaran pada divisi ini, nilainya sebesar 14,8. Skor terendah diperoleh pada dimensi budaya yang mendukung dengan nilai 12. Skor terendah ini sama dengan hasil yang diperoleh dari divisi finance.
Gambar 17. Profil Pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi GAA Gambar 18 merupakan gambaran pembelajaran dari divisi CP. Skor tertinggi sebesar 14,35 diperoleh dari dimensi pembelajaran eksternal sedangkan skor terendah dengan nilai 11,77 berada pada dimensi memori organisasi.
Gambar 18. Profil Pembelajaran Burung Indonesia menurut divisi CP
61
Profil dari masing-masing dimensi jika dilihat gambaran plot-nya sekilas memiliki bentuk yang serupa hanya saja yang berbeda skor tertinggi dan terendah yang didapatkan pada masing-masing divisi. Perbedaan bentuk yang signifikan terjadi pada divisi KC dan CBD. Dari gambaran pembelajaran pada masing-masing divisi terlihat bahwa empat divisi memiliki skor tertinggi pada pembelajaran eksternal sedangkan tiga divisi memiliki skor terendah pada memori organisasi dan dua divisi memiliki skor terendah pada budaya yang mendukung. Hasil gambaran pembelajaran tersebut digunakan Burung Indonesia sebagai dasar untuk merefleksikan pembelajaran yang telah ada di Burung Indonesia. Peningkatan dan penurunan dimensi pembelajaran dapat dilihat jika dilakukan plot secara kontinyu. Sehingga terlihat perbedaan dari kedelapan dimensi pembelajaran organisasi berdasarkan kurun waktu tertentu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan organisasi. 4.6. Implikasi Manajerial Pada gambaran umum telah dipaparkan bahwa visi Burung Indonesia adalah menjadi organisasi konservasi burung terdepan di Indonesia. Untuk menjadi organisasi terdepan dibutuhkan pengetahuan organisasi yang inovatif serta dikelola dengan baik dan organisasi yang terus menerus belajar (organisasi pembelajar). Pengetahuan organisasi di dapat dari pengetahuan masing-masing individu yang ada di dalam organisasi. Pengetahuan individu dapat menjadi pengetahuan
organisasi
jika
dikelola
dengan
baik
dengan
manajemen
pengetahuan. Burung Indonesia menyadari bahwa aset paling penting dari organisasi adalah pengetahuan, sehingga didirikan Knowledge Centre (KC) sebagai divisi yang akan memfasilitasi pembelajaran organisasi serta hal-hal yang berkaitan dengan mengelola pengetahuan. Penerapan manajemen pengetahuan di Burung Indonesia sudah berjalan 5 tahun sejak tahun 2005. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan instrumen Munir (2008), diperoleh bahwa pada kualitas pembelajaran di organisasi, Burung Indonesia telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar. Kualitas pembelajar organisasi ini terkait dengan kualitas pembelajaran individu
62
dan ingatan, pembelajaran tim serta pembelajaran organisasi itu sendiri. Rekomendasi penulis untuk meningkatkan kualitas pembelajaran organisasi adalah mengefektifkan CoP (Community of Practice) yang sudah ada di Burung Indonesia, karena selama ini empat grup yang telah dibentuk berdasarkan kebutuhan organisasi belum berjalan dengan baik. Pengefektifan CoP tersebut dapat dilakukan dengan cara diskusi rutin terhadap perkembangan masing-masing grup untuk menemukan solusi permasalah yang dihadapi. Selain itu, perlu diadakan diskusi rutin untuk seluruh staf membahas isu-isu yang sedang berkembang di luar terkait yang terkait dengan Burung Indonesia juga berbagi pengetahuan mengenai buku yang telah dibaca dan yang penting diketahui staf perlu diimplementasikan dengan segera dengan menugaskan salah satu staf dan bergiliran. Hal lain adalah pengimplementasian hasil dari pelatihan yang diikuti oleh staf Burung Indonesia, karena selama ini belum berjalan dengan baik pengimplementasi pelatihan tersebut. Rangkuman dari rekomendasi manajerial dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rekomendasi Manajerial No. Komponen 1. Kualitas pembelajaran di organisasi
2.
Kualitas proses pengelolaan pengetahuan
3.
Memori organisasi
4.
Budaya organisasi yang mendukung
Rekomendasi Manajerial Mengefektifkan CoP Diskusi rutin Pembahasan buku Implementasi pelatihan yang telah dilakukan staf SOP menyimpan dokumen dan pengetahuan Pembenahan infrastruktur/ intranet Pengefektifan fungsi intranet Integrasi seluruh infrastruktur yang ada Memberikan penghargaan atas kontribusi staf Pengaktifan kembali akses intranet di seluruh lokasi proyek
Hasil dari kualitas proses pengelolaan pengetahuan diperoleh bahwa Burung Indonesia telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar. Peningkatan proses pengelolaan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara membuat mekanisme (standar operation procedure) yang efektif untuk
63
menyimpan dokumen dan pengetahuan staf yang akan meninggalkan organisasi agar temu kenal kembali dokumen dapat dilakukan dengan cepat. Perlu untuk dibuatkan infrastruktur tersendiri untuk penyimpanan yang akan terintegrasi dengan intranet. Rekomendasi lainnya adalah melakukan pembenahan terhadap infrastruktur
intranet
yang
telah
ada
agar
seluruh
staf
berkontribusi
menggunakannya untuk penyimpanan dan berbagi pengetahuan, karena selama ini intranet belum berfungsi dengan baik dan tidak user friendly. Kelemahan profil pembelajaran organisasi terletak pada memori organisasi. Memori organisasi ini terkait dengan pengaksesan, temu kenal kembali dokumen yang ada di organisasi; database, infrastruktur dan mekanisme penyimpanan pengetahuan dan dokumen. Rekomendasi untuk meminimalisir kelemahan ini adalah infrastruktur intranet yang sudah ada diefektifkan dengan cara membiasakan seluruh staf untuk mencari informasi dan dokumen di intranet serta informasi-informasi yang dibutuhkan staf dapat diakses dan dapat dengan mudah ditemukan kembali di intranet. Database dan sistem yang ada di organisasi dapat terintegrasi satu dengan yang lainnya agar staf tidak bingung untuk menggunakannya. Kebiasaan-kebiasaan tersebut juga terkait dengan budaya organisasi. Kelemahan lain yang ada di profil pembelajaran adalah budaya organisasi yang mendukung. Meminimalisir kelemahan tersebut dengan cara memberikan penghargaan terhadap kontribusi staf terhadap pembelajaran serta pengaksesan intranet dapat dilakukan kembali di masing-masing lokasi proyek karena selama ini lokasi proyek tidak dapat mengakses intranet.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan manajemen pengetahuan untuk komponen kualitas pembelajaran organisasi sudah dijalankan oleh Burung Indonesia sehingga dapat menjadi
dasar
untuk
mengembangkan
karakteristik
menjadi
organisasi
pembelajar. Pengetahuan yang dibutuhkan oleh organisasi dalam melakukan tugasnya sudah dimiliki oleh Burung Indonesia pada tingkat inti. Minat memahami pengetahuan tersebut berada di level tinggi pada pengetahuan untuk melaksanakan kegiatan Burung Indonesia sesuai dengan fokus kegiatan Burung Indonesia yang memprioritaskan pada empat hal yaitu spesies, lokasi/sites, habitat dan masyarakat. Profil pembelajaran organisasi Burung Indonesia berdasarkan delapan dimensi pembelajaran NGO tersebar secara proporsional, skor tertinggi terdapat pada dimensi pembelajaran eksternal sedangkan skor terendah terdapat pada memori organisasi. Jika dilihat dari profil pembelajaran pada masing-masing divisi terlihat bahwa empat divisi memiliki skor tertinggi pada pembelajaran eksternal sedangkan tiga divisi memiliki skor terendah pada memori organisasi dan dua divisi memiliki skor terendah pada budaya yang mendukung.
2. Saran a. Organisasi sebaiknya meningkatkan kapasitas pengetahuan individu terutama untuk yang memiliki skor tinggi dalam minat memahami sehingga menjadikan staf sebagai knowledge worker dengan cara diadakan diskusi rutin terhadap pengetahuan termasuk berbagi pengalaman mengenai hasil-hasil pembelajaran yang didapatkan di luar organisasi. b. Organisasi sebaiknya menyusun strategi untuk meningkatkan pengetahuan yang dibutuhkan organisasi sehingga menjadikan pengetahuan yang inovatif untuk organisasi dengan cara meningkatkan kapasitas masing-masing individu pada pengetahuan yang dibutuhkan organisasi. Peningkatan kapasitas tersebut
65
dilakukan dengan cara melakukan pelatihan, studi banding, seminar, diskusi rutin, komunitas belajar serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang yang ahli di bidangnya. c. Gambaran pembelajaran di Burung Indonesia sebaiknya dilakukan secara kontinyu setiap tahunnya atau beberapa tahun sekali sesuai dengan kebutuhan organisasi untuk mengetahui perkembangan yang terjadi di setiap dimensi kunci pembelajaran NGO, sehingga dapat dilihat peningkatan dan penurunan dari masing-masing dimensi tersebut. d. Peningkatan kapasitas pembelajaran dari dimensi kunci pembelajaran organisasi sebaiknya dilakukan secara kontinyu terutama pada dimensi yang memiliki skor terendah yaitu memori organisasi dan budaya yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA Anshori, Y. 2005. Analisis Keunggulan Bersaing Melalui Penerapan Knowledge Management dan Knowledge-Based Strategy di Surabaya Plaza Hotel. Jurnal Manajemen Perhotelan Vol. 1, No. 2. http://puslit.petra.ac.id/ journals/perhotelan/ Britton, B. 1998. Occasional Papers Series Number 17: The Learning NGO. The International NGO Training and Research Centre (INTRAC). Britton, B. 2005. Praxis Paper No.3: Organizational Learning in NGO’s: Creating the Motivate, Means and Opportunity. The International NGO Training and Research Centre (INTRAC). Bukowitz, W. R. dan R.L. Williams. 1999. The Knowledge Management Fieldbook. Prentice Hall. Bungin, B. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Airlangga University Press. Surabaya. Davenport, T.H. dan L. Prusak. 1998. Working Knowledge: How Organizations Manage What They Know. Harvard Business School Press. Cambridge, MA Dixon, N.M. 2000. Common Knowledge: How Companies Thrive by Sharing What They Know. Harvard Business School Press. Boston. Drucker, P.F. 1998. The Coming of the New Organizations. Harvard Business Review On Knowledge Management. Fatwan, S. dan A. Denni. 2009. Indonesian MAKE Study & Lessons Learned From The Winner. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gaffar, A. 2002. Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Gamble, P.R. dan J. Blackwell. 2001. Knowledge Management: A State Of The Art Guide. Kogan Page Limited. United Kingdom. Hasibuan, M. S. P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta. Herman. 2007. Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum. http://www.scribd.com/doc/17887534/Badan-Hukum-Dan-KedudukanBadan-Hukum. [15 Mei 2010].
67
Kosasih, N dan S. Budiani. Pengaruh Knowledge Management Terhadap Kinerja Karyawan: Studi Kasus Departemen Front Office Surabaya Plaza Hotel. http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/dir.php?DepartmentID=HOT Kusdiyono. 2009. Mengindentifikasi Unsur-Unsur Masyarakat Anisyah Nur Ir Na. http://www.slideshare.net/kusdiyono/mengidentifikasi-unsur-unsurmasyarakat-anisyah-nur-ir-na. [15 Mei 2010]. Lembaga Penelitian SMERU. NGO in Indonesia. http://www.smeru.or.id/ [15 Mei 2010] Marsick, V. J. dan K.E. Watkins. 1999. Facilitating Learning Organizations: Making Learning Count. Gower Publishing. Mudgal, R. 2006. Poverty Alleviation and Rural Development: Thinking about NGO prioroties. Sarup & Sons, New Delhi Munir, N. 2008. Knowledge Menagement Audit: Pedoman Evaluasi Kesiapan Organisasi Mengelola Pengetahuan. Penerbit PPM. Jakarta. Nonaka, I. dan H. Takeuchi. 1995. The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation. Oxford University Press. Riker, J. 1995. Government-NGO relations in Asia: Prospects and Challenges for People-Centred Development edited by Noeleen Heyzer, James V. Riker, Antonio B. Quizon. St. Martin's Press. New York. Robbins, S.P. 1996. Essentials of Organizational Behaviour. Concepts, Controversies, Applications, 7th ed. Prentice-Hall. Serrat, O. 2009. Dimensions of The Learning Organization. Asian Development Bank. Setiarso, B. dan N. Harjanto dan Triyono dan H. Subagyo. 2009. Penerapan Knowledge Management Pada Organisasi. Graha Ilmu. Yogyakarta. Setiarso, B. 2006. Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Dan Proses Penciptaan Pengetahuan. Komunitas eLearning IlmuKomputer.Com. http://www.ilmukomputer.com. Setiarso, B. 2006. Berbagi Pengetahuan: Siapa yang Mengelola Pengetahuan?. Komunitas eLearning IlmuKomputer.Com. http://www.ilmukomputer.com Singaribun M. dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. PT. Pustaka LP3ES. Jakarta
68
Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU). 2000. Prosiding Seminar SMERU - Wawasan tentang LSM Indonesia: Sejarah, Perkembangan, serta Prospeknya. Jakarta. Spek, R.(v.d) dan A. Spijkerve. 1995. Knowledge Management: Dealing Intelligently with Knowledge. Kenniscentrum CIBIT. Utrecht Tiwana, A. 2000. Knowledge Management Toolkit, practical techniques for building a knowledge management system. Prentice Hall PTR. New Jersey. Tiwana, A. 2001. The Essential Guide to Knowledge Management. Prentice Hall PTR. New Jersey. Tjakraatmadja, J. H dan D. C. Lantu. 2006. Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajar. SBM-ITB (Sekolah Bisnis dan Manajemen – Institut Teknologi Bandung). Bandung. Tobing, P.L. 2007. Knowledge Management: Implementasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Konsep,
Arsitektur
dan
Umar H. 2003. Metode Riset Bisnis – Panduan Mahasiswa untuk Melaksanakan Riset Dilengkapi Contoh Proposal dan Hasil Riset Bidang Manajemen dan Akutansi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Urlich, D. dan D. Lake. 1990. Organizational Capability. John Wiley & Sons. New York. Yuliazmi. 2005. Penerapan Knowledge Management Pada Perusahaan Reasuransi: Studi Kasus PT. Reasuransi Nasional Indonesia. Thesis. Universitas Budi Luhur. Jakarta. Weggeman, M.C.D.P. 1997. Distant Learning Programme Knowledge Management. WELL. http://www.irc.nl/content/download/9012/136162/ file/20021111-WELL-KM-LearnWelll.pdf Zolingen, v. S.J., dan J.N. Streumer, dan M. Stooker. 2001. Problems in Knowledge Management: A Case Study of a Knowledge-Intensive Company. International Journal of Training and Development Volume 5. Blackwell Publishers Ltd.
LAMPIRAN
69
Lampiran 1. Rekapitulasi Pemenang Indonesian MAKE Study 2005 - 2009 No Organisasi
1. 2. 3. 4. 5.
Bank Indonesia Bank Niaga Unilever Indonesia XL Astra International
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
WIKA Telkom Binus ITB United Tractors Medco E&P Indonesia Bank Danamon LOWE Indonesia ACC Adira Finance Asuransi Astra Buana Anugrah Agron Medica Kompas Gramedia BCA Rekayasa Industri IBM Indonesia PLN Indonesia Power Medco Energi International TNT Indonesia FIF
Tahun 2005
2006
2007
√ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√
√ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √
2008
√ √ √ √ √ √ √
2009
√ √
√ √ √ √
√
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Sumber: Indonesia MAKE Report (2005-2008), data diolah, http://kompas.com (2009).
70
Lampiran 2. Finalis Indonesian MAKE Study 2010 1. Adira Multi Dinamika Finance Tbk. 2. Aplikanusa Lintasarta 3. Astra International Tbk. 4. Bank Mandiri Tbk. 5. Bina Nusantara University 6. Blue Bird (Divisi Transportasi) 7. Chevron Pacific Indonesia 8. CIMB Niaga 9. Ericsson Indonesia 10. Federal International Finance 11. GarudaFood Putra Putri Jaya 12. Garuda Indonesia 13. HM Sampoerna Tbk. 14. Holcim Indonesia Tbk. 15. Medco Energi International Tbk. 16. Perusahaan Listrik Negara 17. Smart Tbk. 18. Sucofindo 19. Surveyor Indonesia 20. Telkom Indonesia 21. Telkomsel 22. Toyota Astra Motor 23. Unilever Indonesia Tbk. 24. United Tractors Tbk. 25. XL Axiata Sumber: http://www.dunamis.co.id/knowledge/details/press/34
71
Lampiran 3. Peta Lokasi Kerja Burung Indonesia
72
Lampiran 4. Struktur Organisasi Burung Indonesia
73
Lampiran 5. Hasil Perhitungan Uji Validitas
74
75
Lampiran 6. Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas Penerapan Manajemen Pengetahuan
Pembelajaran NGO
76
Lampiran 7. Hasil Komponen Kualitas Pembelajaran di Organisasi Responden Jumlah Nilai 1 64 2 78 3 79 4 79 5 91 6 66 7 68 8 72 9 75 10 71 11 68 12 90 13 82 14 63 15 82 16 77 17 72 18 72 19 70 20 67 21 64 22 61 23 69 24 70 25 75 26 74 27 76 28 76 29 87 30 75 31 84 32 81 33 79 34 80 35 81 36 79 37 64 38 74 39 65 40 79 41 71 42 74 Total 3124 Rata-rata 74,38
77
Lampiran 8. Hasil Komponen Kualitas Proses Pengelolaan Pengetahuan Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Total Rata-rata
Jumlah Nilai 39 47 50 44 62 40 45 41 39 48 47 59 46 38 52 49 46 50 42 43 33 40 47 40 47 55 44 45 47 51 48 47 47 54 56 41 33 45 43 51 45 44 1930 45,95
78 Lampiran 9. Hasil pemetaan pengetahuan dan minat memahami
Tingkat Pemahaman Tidak Ada Inti Lanjut Inovatif TOTAL Minat Memahami Tinggi Sedang Rendah TOTAL
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
6 23 9 4 42
4 26 7 5 42
5 16 13 8 42
5 17 13 7 42
6 17 12 7 42
4 16 17 5 42
2 21 12 7 42
3 22 12 5 42
9 19 12 2 42
4 20 15 3 42
7 24 8 3 42
10 17 8 7 42
15 20 3 4 42
4 18 13 7 42
8 17 8 9 42
10 16 13 3 42
9 13 16 4 42
13 14 13 2 42
9 18 11 4 42
6 19 9 8 42
10 16 14 2 42
21 19 2 42
24 17 1 42
26 14 2 42
27 15 0 42
25 17 0 42
20 19 3 42
22 16 4 42
16 23 3 42
14 24 4 42
21 17 4 42
15 22 5 42
16 22 4 42
16 19 7 42
24 17 1 42
23 17 2 42
12 25 5 42
15 17 10 42
10 25 7 42
16 20 6 42
15 23 4 42
14 21 7 42
79
Lampiran 10. Hasil Pembelajaran di Burung Indonesia secara keseluruhan
Responden
Budaya yg mendukung
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
7 10 11 14 20 10 14 5 9 19 11 8 12 15 13 12 11 8 15 13 13
Integrasi Pengalaman Pembelajaran Sistem Penarikan Memori pembelajaran Penerapan Internal Eksternal Komunikasi kesimpulan Organisasi ke kebijakan Pembelajaran dan strategi 8 9 10 8 7 8 8 10 15 11 14 5 10 9 10 14 12 14 11 12 12 11 14 12 12 11 10 13 20 19 19 20 20 20 20 12 14 12 8 9 13 13 14 16 15 15 12 13 15 9 9 9 10 10 10 7 13 12 12 14 11 12 14 18 19 18 19 17 18 16 12 11 14 14 13 12 12 8 12 9 9 7 8 11 13 15 15 18 15 13 14 18 18 18 18 16 17 17 12 14 11 12 12 14 13 11 15 13 16 15 15 15 9 16 11 14 11 14 15 10 6 8 6 8 8 6 18 15 14 17 14 16 16 11 15 12 12 10 12 16 13 15 16 14 15 16 16
80
Responden
Budaya yg mendukung
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 Rata-rata
13 13 13 15 11 16 11 11 16 7 12 13 8 11 15 7 15 15 12 13 18 12,26
Integrasi Pengalaman Pembelajaran Sistem Penarikan Memori pembelajaran Penerapan Internal Eksternal Komunikasi kesimpulan Organisasi ke kebijakan Pembelajaran dan strategi 14 14 15 15 15 14 15 15 14 14 14 9 13 15 13 11 13 14 10 11 13 15 15 15 15 15 15 15 14 13 12 13 12 13 14 15 17 13 15 14 14 16 13 13 12 11 12 11 13 13 15 9 13 11 15 15 15 17 19 16 16 15 16 11 10 9 7 4 6 12 18 19 15 13 16 16 15 9 15 12 11 10 13 16 7 11 8 8 8 10 12 10 13 9 9 8 11 15 15 16 18 16 15 18 16 7 16 8 12 11 10 11 14 15 11 13 11 14 13 15 16 11 14 11 11 15 15 15 13 14 16 15 16 12 16 11 14 9 12 16 15 15 15 15 15 15 14 12,74 14,26 12,69 13,24 11,83 12,93 13,83
81
Lampiran 11. Hasil Pembelajaran di Burung Indonesia menurut Divisi
Responden
Integrasi Budaya yg Pengalaman Pembelajaran Sistem Penarikan Memori pembelajaran Penerapan mendukung Internal Eksternal Komunikasi kesimpulan Organisasi ke kebijakan Pembelajaran dan strategi
Divisi KC 1 2 3 4 Rata-rata
7 10 11 14 10,5
8 10 10 11 9,75
9 15 14 14 13
10 11 12 12 11,25
8 14 14 12 12
7 5 11 11 8,5
8 10 12 10 10
8 9 12 13 10,5
Divisi CBD 1 2 3 Rata-rata
20 10 14 14,67
20 12 14 15,33
19 14 16 16,33
19 12 15 15,33
20 8 15 14,33
20 9 12 13,67
20 13 13 15,33
20 13 15 16
Divisi FIN 1 2 3 4 Rata-rata
5 9 19 11 11
9 13 18 12 13
9 12 19 11 12,75
9 12 18 14 13,25
10 14 19 14 14,25
10 11 17 13 12,75
10 12 18 12 13
7 14 16 12 12,25
82
Responden
Integrasi Sistem Penarikan Memori pembelajaran Budaya yg Pengalaman Pembelajaran Penerapan mendukung Internal Eksternal Komunikasi kesimpulan Organisasi ke kebijakan Pembelajaran dan strategi
Divisi GAA 1 2 3 4 5 Rata-rata
8 12 15 13 12 12
8 13 18 12 11 12,4
12 15 18 14 15 14,8
9 15 18 11 13 13,2
9 18 18 12 16 14,6
7 15 16 12 15 13
8 13 17 14 15 13,4
11 14 17 13 15 14
Divisi CP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
11 8 15 13 13 13 13 13 15 11 16 11 11 16
9 10 18 11 13 14 15 13 15 14 15 13 13 15
16 6 15 15 15 14 14 11 15 13 17 13 15 17
11 8 14 12 16 15 14 13 15 12 13 12 9 19
14 6 17 12 14 15 14 14 15 13 15 11 13 16
11 8 14 10 15 15 9 10 15 12 14 12 11 16
14 8 16 12 16 14 13 11 15 13 14 11 15 15
15 6 16 16 16 15 15 13 15 14 16 13 15 16
83
Responden 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Rata-rata
Integrasi Sistem Penarikan Memori pembelajaran Budaya yg Pengalaman Pembelajaran Penerapan mendukung Internal Eksternal Komunikasi kesimpulan Organisasi ke kebijakan Pembelajaran dan strategi 7 11 10 9 7 4 6 12 12 18 19 15 13 16 16 15 13 9 15 12 11 10 13 16 8 7 11 8 8 8 10 12 11 10 13 9 9 8 11 15 15 15 16 18 16 15 18 16 7 7 16 8 12 11 10 11 15 14 15 11 13 11 14 13 15 15 16 11 14 11 11 15 12 15 15 13 14 16 15 16 13 12 16 11 14 9 12 16 18 15 15 15 15 15 15 14 12,5 12,92 14,35 12,42 12,88 11,77 13 14,31