PENGARUH KURS DOLAR AMERIKA SERIKAT, SUKU BUNGA SBI DAN INFLASI TERHADAP PERUBAHAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK JAKARTA (Periode Januari 2000 – Mei 2008)
OLEH AJID HAJIJI H 14084005
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
RINGKASAN AJID HAJIJI. Pengaruh Kurs Dolar Amerika Serikat, Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap Perubahan Indeks Harga Saham gabungan di Bursa Efek Jakarta. Di bawah bimbingan NUNUNG NURYARTONO.
Dalam sistem keuangan, pasar uang (money market) dan pasar modal (capital market) merupakan bagian dari pasar keuangan (financial market). Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berpengaruh dari pasar keuangan seperti kurs Dolar Amerika Serikat, suku bunga SBI dan inflasi terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dan perkembangannya digunakan metode analisis deskriptif dan model AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) dan Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Untuk mengetahui pengaruh kurs Dolar Amerika Serikat, suku bunga SBI dan inflasi terhadap IHSG digunakan analisis deskriptif dan model ARCH dan GARCH. Perkembangan nilai indeks harga saham gabungan (IHSG) dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam sistem pasar keuangan di Indonesia. IHSG selama periode penelitian mengalami fluktuasi namun secara umum mengalami kenaikan. Suku bunga SBI dan tingkat inflasi selama periode penelitian mengalami fluktuasi. Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika juga berfluktuasi namun pergerakannya cukup stabil. Perkembangan nilai IHSG secara simultan dipengaruhi oleh instrumen pasar keuangan seperti kurs Rupiah terhadap Dolar AS, suku bunga SBI dan inflasi. Kurs signifikan berpengaruh negatif terhadap IHSG sedangkan suku bunga SBI dan inflasi juga berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa investor selama periode penelitian tidak terlalu memperhatikan pergerakan SBI dan inflasi namun cenderung lebih memperhatikan pergerakan Rupiah terhadap Dolar AS. Perubahan dalam IHSG dapat dijelaskan oleh kurs Dolar Amerika, suku bunga SBI dan inflasi sebesar 26,5 persen. Kecilnya pengaruh faktor-faktor pasar keuangan di atas dalam mempengaruhi nilai IHSG karena banyak informasi dan faktor-faktor lain yang juga dijadikan bahan pertimbangan oleh para investor dalam menanamkan investasinya di bursa saham. Untuk penelitian berikutnya maka diharapkan ada penelitian yang sama yang memasukkan informasi atau faktor-faktor selain kurs, suku bunga SBI dan inflasi, baik dari pasar keuangan dalam negeri ataupun mungkin dari luar negeri.
i
PENGARUH KURS DOLAR AMERIKA SERIKAT, SUKU BUNGA SBI DAN INFLASI TERHADAP PERUBAHAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK JAKARTA (Periode Januari 2000 – Mei 2008)
Oleh: AJID HAJIJI H14084005
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ii
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama
: Ajid Hajiji
NIM
: H14084005
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul
: Pengaruh Kurs Dolar Amerika Serikat, Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap Perubahan Indeks Harga Saham gabungan di Bursa Efek Jakarta
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS. NIP. 132 104 952
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal lulus:
iii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MAUPUN LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008 Penulis
Ajid Hajiji H14084005
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ajid Hajiji lahir di Serang pada tanggal 7 November 1979. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak Iyad dan Ibu Jikah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Sarandakan, Pontang Serang pada tahun 1991, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri Pontang Serang pada tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis masuk ke SMU Negeri 1 Serang dan tamat pada tahun 1997. Setelah tamat SMU, pada tahun 1997 penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Tingi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta, tamat pada tahun 2001 dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST). Selama menempuh pendidikan di STIS Jakarta penulis mengambil konsentrasi Komputasi Statistik. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Sebagai bagian syarat memasuki jenjang strata dua (S-2) pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, maka penulis menyusun skripsi ini.
v
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur yang tiada henti hanya terlimpah-curah kehadirat Allah Azza wa Jalla atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kurs Dolar Amerika Serikat, Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap Perubahan Indeks Harga Saham gabungan di Bursa Efek Jakarta” ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penyusunan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2008
Ajid Hajiji H14084005
vi
UCAPAN TERIMA KASIH Puja dan puji syukur yang tiada henti hanya terlimpah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini. Penulis berkewajiban mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1.
Dr. Rusman Heriawan, M.S, sebagai Kepala BPS beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan sangat berharga kepada penulis untuk melanjutkan studi ke IPB.
2.
Dr. Satwiko Darmesto, M.Sc, sebagai Kepala Pusdiklat BPS beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis guna melanjutkan studi ke IPB.
3.
Irlan Indrocahyo, M.Si, sebagai Kepala BPS Propinsi Riau beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan dukungan yang sangat berharga kepada penulis dalam melanjutkan studi ke IPB.
4.
Drs. Morhan Tambunan sebagai Kepala BPS Kabupaten Rokan Hilir beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan dukungan yang sangat berharga kepada penulis.
5.
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S, sebagai Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor beserta staf dan jajarannya atas semua keramahtamahannya menerima penulis sebagai peserta didiknya.
6.
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.S, selaku dosen pembimbing, semoga Allah SWT senantiasa memberikan cucuran pahala atas kesabaran, ketelatenan dan kesungguhan dalam mendampingi penulis menyusun skripsi ini.
7.
Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS., selaku dosen penguji dalam sidang skripsi ini. Terima kasih atas lontaran pertanyaan yang diberikan. Pertanyaan dan kritik yang diberikan tentu saja menjadi justifikasi ilmiah atas skripsi ini.
vii
8.
Yos Rusdiansyah, SE,MM., sebagai Kabid Statistik Neraca BPS Propinsi Riau yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga kepada penulis dalam penusunan skripsi ini.
9.
Kedua orang tuaku tercinta yang selalu mendo’akan untuk kebaikan penulis dan anak-cucunya. Restumu adalah kunci surga bagiku.
10.
Yang penuh kesabaran, ketabahan dan kesetiaan selalu memberi motivasi dan menyemangatiku, Leni Wahyuni istriku tersayang, Rani Indah Hajiji dan Aji Satria Hajiji buah hatiku, semoga Allah SWT senantiasa melindungi kalian. Bersama kalian hidupku semakin berarti.
11.
Dosen dan staf pengajar selama matrikulasi; Pak Toni, Pak Alla, Pak Dedi, Pak Parulian, Pak Fahmi, Pak Firdaus, Pak Samsul, Pak Findi, Bu Rina, Bu Wid, Bu Henny, Bu Tanti, Bu Wiwiek, Bu Sri, Bu Fifi dan Bu Win, juga Kang Iwan (beserta crew cleaning servicenya).
12.
Neles, Rindang, Evi, Risqal, Ananta serta teman-teman seperjuangan lainnya. Semoga kita terus bersatu dan berkarya.
viii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ……………………………………………..…………….
ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………….………….
xii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..
xiii
I. PENDAHULUAN ………………………………………..……………
1
1.1
Latar belakang Masalah ………………………………………..
1
1.2
Perumusan masalah ……………………………………………..
6
1.3
Tujuan penelitian ………………………………………………..
7
1.4
Mafaat penelitian ………………………….…………………….
7
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….. 2.1
9
Tinjauan Teori-teori …………………….………….…………..
9
2.1.1 Pengertian Saham ……………………………………...
9
2.1.2 Pengertian IHSG ……………..........................................
10
2.1.3 Pengertian Kurs (Valta Asing/Valas) ……………………
12
2.1.4 Pengertian Tingkat Suku Bunga SBI …………………..
12
2.1.5 Pengertian Inflasi ………………………………………
13
2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu …………………………………
15
2.3
Kerangka Pemkiran ……………………………………..............
16
2.4
Hipotesis ……….………………………………………………..
18
III. METODOLOGI ………………………………………………………
20
3.1
Sumber Data …………………………………………………….
20
3.2
Metode Analisis …………………………………………………
20
3.2.1 Analisis Deskriptif ……………………...........................
21
3.2.2 Model AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) dan Genealized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) ……………………………
21
3.2.2.1 Uji Akar-akar Unit (Unit Root Test) ………………
22
ix
3.2.2.2 Penyusunan Persamaan regresi ……………............
24
3.2.2.3 Pengujian Asumsi regresi ………………………….
24
3.2.2.3.1 Normalitas ……………………………….
25
3.2.2.3.2 Non Multikolinieritas ……………...........
25
3.2.2.3.3 Homoskedastisitas ……………………….
26
3.2.2.3.4 Non Otokorelasi ………………………….
26
3.2.2.4 Pengujian Kelayakan Model ……………………….
26
2
3.2.2.4.1 Pengujian Koefesien Determinasi (R ) ….
26
3.2.2.4.2 Pengujian Koefesien Regresi Simultan ....
27
3.2.2.4.3 Pengujian Koefesien Regresi Parsial ….....
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………….
29
4.1
4.2
Analisis Deskriptif ……………………………………………….
29
4.1.1 Indeks Harga Saham Gabungan …………………………..
29
4.1.2 Kurs Dolar Amerika ………………………………………
32
4.1.3 Suku Bunga SBI ……………………………..……………
34
4.1.4 Inflasi ……………………………………………………..
36
Analisis Inferensia ………………………………………………
37
4.2.1 Pemeriksaan Asumsi regresi ………………………………
37
4.2.1.1 Pemeriksaan Stasioneritas ………………………..
37
4.2.1.2 Pemeriksaan Kenormalan Sisaan ……..................
38
4.2.1.3 Pemeriksaan Multikolinieritas ……………………
38
4.2.1.4 Pemeriksaan Homoskedastisitas …………………
38
4.2.1.5 Pemeriksaan Otokorelasi ………………………….
39
4.2.2 Pembahasan Model Persamaan Regresi …………………..
39
4.2.3 Pengujian Kelayakan Model ………………………………
40
4.2.3.1 Pengujian Koefesien Determinasi (R 2) …………..
40
4.2.3.2 Pengujian Koefesien Regresi Simultan ..................
40
4.2.3.3 Pengujian Koefesien Regresi Parsial …..................
41
x
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….
42
5.1
Kesimpulan ………………………………………………………
42
5.2
Saran ……………………………………………………………..
43
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….
44
LAMPIRAN ……………………………………………………………
46
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1
Pergerakan Nilai IHSG (Januari 2000-Mei 2008) …………………..
2
2.1
Kerangka Pemikiran …………………………………………………
17
4.1
Pergerakan Nilai IHSG (Januari 2000-Mei 2008) …………………...
29
4.2
Pergerakan Kurs Dolar Amerika (Januari 2000-Mei 2008) …...........
32
4.3
Pergerakan Suku Bunga SBI (Januari 2000-Mei 2008) ……….........
34
4.4
Pergerakan Tingkat Inflasi (Januari 2000-Mei 2008) ………….........
36
xii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Data Peneltian …….................................................................................
46
2.
Uji Stasioneritas pada Level …………………………………………….
49
3.
Uji Stasioneritas pada First Difference …………………………………
53
4.
Hasil Estimasi ARCH dan GARCH …………………………………….
57
5.
Pemeriksaan Kenormalan Sisaan ……………………………………….
59
6.
Pemeriksaan Otokorelasi …………………………………………........
60
7.
Pemeriksaan Multikolinieritas ………………………………………..
62
8.
Pemeriksaan Homoskedastisitas ………………………………………
62
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah “Pasar saham memprediksi semua dari lima resesi terakhir”, pernyataan terkenal Paul Samuelson ini menunjukkan reliabilitas pasar saham sebagai indikator ekonomi. Ketika pasar saham mengalami penurunan yang berarti, ada alasan untuk khawatir bahwa resesi akan muncul. Walaupun pasar saham dalam kenyataannya cukup berubah-ubah, dan dapat memberi kita tanda-tanda yang salah tentang masa depan perekonomian. Meskipun demkian, kita seharusnya tidak mengabaikan keterkaitan antara pasar saham dan perekonomian (Mankiw, 2007). Data empiris memperlihatkan bahwa dari tahun 2000 hingga 2008 terjadi fluktuasi pada indeks harga saham gabungan (IHSG) tapi cenderung mengalami kenaikan seperti terlihat pada gambar 1.1. Penurunan suku bunga, membuat investor memindahkan uangnya dari tabungan ke investasi, karena investasi dianggap lebih menguntungkan. Para investor beinvestasi ke pasar modal sehingga terjadi peningkatan pembelian saham yang berarti kenaikan pada IHSG. Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya kenaikan harga produk secara keseluruhan, sehingga menaikkan pendapatan dan biaya perusahaan. Kenaikan biaya produksi yang lebih besar daripada kenaikan harga akan mengakibatkan keuntungan 1
investor dan return investasi menurun sehingga investasi kurang menarik akibatnya harga saham akan menurun. Melemahnya kurs akan berakibat mengalirnya dana ke pasar valas yang dapat bersumber dari pasar uang maupun pasar modal, pengalihan dana dari pasar uang akan mengakibatkan likuiditas rupiah ketat sehingga suku bunga meningkat yang mengakibatkan penurunan harga saham pada pasar modal karena aksi jual.
IHSG 3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Gambar 1.1. Pergerakan nilai IHSG (Januari 2000 – Mei 2008) Dalam sistem keuangan, pasar uang (money market) dan pasar modal (capital market) merupakan bagian dari pasar keuangan (financial markets). Pasar 2
uang dan pasar modal sering diartikan sama, padahal kedua jenis pasar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Pasar uang adalah pasar yang menyediakan sarana pengalokasian dan pinjaman jangka pendek, karena itu pasar uang merupakan pasar
likuiditas
primer. Sebaliknya, pasar modal berkaitan dengan surat-surat
berharga yang berjangka panjang dengan dana yang diperjualbelikan bersifat permanen atau semi permanen. Persamaan kedua pasar tersebut adalah kedua pasar merupakan sarana bagi investor dalam melakukan investasi disamping sebagai sarana mobilisasi dana bagi pihak yang membutuhkan dana. Dengan kata lain pasar uang dan pasar modal merupakan sarana investasi dan mobilisasi dana. Sedangkan pasar valuta asing (valas) adalah suatu mekanisme dimana orang dapat mentransfer daya beli antar negara, memperoleh atau menyediakan kredit untuk transaksi perdagangan internasional, dan meminimalkan resiko kerugian akibat terjadinya fluktuasi kurs mata uang. Pasar modal dalam arti sempit adalah suatu tempat yang terorganisasi dimana efek-efek diperdagangkan yang disebut bursa efek. Bursa efek atau stock exchange adalah suatu sistem yang terorganisasi yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara langsung maupun dengan melalui wakilwakilnya. Fungsi bursa efek antara lain adalah menjaga komunitas pasar dan menciptakan harga efek yang wajar melalui mekanisme permintaan dan penawaran. Untuk menggairahkan
kembali
pasar
modal, pemerintah melakukan 3
deregulasi di sektor keuangan dan perbankan termasuk pasar modal. Deregulasi yang dapat dianggap sangat mempengaruhi pasar modal Indonesia antara lain adalah Paket 27 Oktober 1988 (Pakto 27, 1988) dan Paket 20 Desember1988 (Pakdes 20, 1988). Sebelum itu pernah dikeluarkan Paket 24 Desember 1987 yang berkaitan dengan usaha pengembangan pasar modal meliputi pokok-pokok antara lain kemudahan syarat go public (antara lain laba tidak harus mencapai 10 %) dan investor asing boleh membeli sahamnya setelah go public, diperkenalkan bursa paralel, penghapusan fee pendaftaran dan pencatatan di bursa. Selanjutnya dalam Pakto 27, 1988 yang berkaitan dengan pengembangan pasar modal antara lain adalah dikenakannya pajak atas bunga deposito/tabungan secara final sebesar 15 %. Dalam Pakdes 20, 1988 juga memberikan kemudahan dan kesempatan kepada swasta nasional untuk menyelenggarakan Bursa Efek swasta dan diperkenalkannya company listing yang memungkinkan perusahaan-perusahaan dapat mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di Bursa. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebagai salah satu instrumen pasar modal pertama kali diperkenalkan pada 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ), baik saham biasa maupun saham preferen. IHSG menggunakan semua saham yang tercatat di BEJ sebagai komponen penghitungan indeks. IHSG dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dari nilai pasar. Setelah dilakukan deregulasi tersebut minat emiten maupun investor dalam memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan bagi 4
perusahaan di satu pihak dan sarana investasi bagi pemodal meningkat secara drastis yang tercermin dari banyaknya perusahaan yang melakukan emisi saham dan obligasi serta naiknya kapitalisasi dana. Naiknya minat investor tercermin pula dari peningkatan volume perdagangan serta indeks harga saham gabungan (IHSG). Sebagai ilustrasi IHSG pada awal tahun 1977, sebelum dilakukan deregulasi adalah 93,87 poin dan saat ini berfluktuasi pada level diatas 2000 poin. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan semenjak pertengahan tahun 1997, telah membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi perekonomian dan perkembangan moneter Indonesia. Gejolak kurs yang terjadi sejak pertengahan tahun tersebut telah berdampak luas terhadap kegiatan perekonomian Indonesia. Pada akhir tahun anggaran 1997/1998 jumlah uang yang beredar dan laju inflasi meningkat tajam, serta kurs terhadap Dolar Amerika Serikat (US $) melemah. Angka pertumbuhan ekonomi dari rata-rata sekitar 7 persen selama sekurang-kurangnya dua dekade menjadi minus lebih dari 13 persen di tahun 1998, Rupiah terdepresiasi lebih dari 70 persen ketika kurs rata-rata hariannya mencapai Rp. 16.700 per US$, inflasi meroket menjadi 77,6 persen dan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia satu bulan mencapai 70 persen. Kinerja Bursa Efek Indonesia yang terlihat mengalami pertumbuhan fantastis sebelum pertengahan 1997 kemudian mengalami penurunan terus-menerus setelah krisis tersebut. Hal ini berdampak terhadap investasi di pasar modal sebab dengan 5
beralihnya investor ke pasar uang, investasi yang ditanamkan menjadi berkurang dan kaitannya dengan pasar modal, IHSG menjadi turun karena kondisi pasar sekuritas yang mengalami kelesuan dan penurunan. Dari gambaran tersebut pelaku pasar atau investor perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi saham, instrumen pasar keuangan serta faktor makroekonomi maupun mikroekonomi.
1.2 Perumusan Masalah Investasi pemodal yang dituangkan dalam bentuk saham mempunyai banyak resiko. Seperti bila ada perubahan instrumen pasar keuangan yang menjadi indikator makroekonomi seperti pergerakan kurs terhadap Dolar Amerika Serikat, tingkat suku bunga SBI, dan tingkat inflasi serta variabel lain seperti faktor sosial, politik, luar negeri dan keamanan. Perubahan pada indikator makro seperti pergerakan kurs terhadap Dolar Amerika Serikat, tingkat suku bunga SBI, dan tingkat inflasi dapat mempengaruhi indeks harga saham gabungan. Terjadinya aliran dana dari pasar uang ke pasar modal, akan mempengaruhi nilai IHSG. Dari latar belakang masalah yang telah
diuraikan
di
atas
dapat
diidentifikasikan masalah apakah terdapat pengaruh perubahan variabel makro dalam sistem pasar keuangan seperti pergerakan kurs Dolar Amerika, tingkat suku bunga SBI, dan tingkat inflasi terhadap perubahan indeks harga saham gabungan (IHSG). Karena keterbatasan waktu serta minat penulis penelitian
ini
dibatasi
pada 6
masalah apakah dalam sistem pasar keuangan di Indonesia; pasar valas, pasar uang, dan pasar riil/barang mempunyai pengaruh (positif
ataupun
negatif)
terhadap pasar modal. Sedangkan instrumen yang diambil hanya satu instrumen dari setiap bagian pasar keuangan yaitu kurs terhadap Dolar Amerika dari pasar valuta asing, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan dari pasar uang, dan indeks harga saham gabungan (IHSG) untuk pasar modal serta dari sektor/pasar riil diambil tingkat inflasi bulanan month to month. Alasan pemilihan setiap instrumen dikarenakan peranan masing-masing instrumen yang sangat penting di dalam mencirikan atau menjelaskan masing-masing pasar.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan: Untuk melihat perkembangan indeks harga saham gabungan, kurs terhadap Dolar Amerika Serikat, tingkat suku bunga SBI dan tingkat inflasi dan mengetahui pengaruh masing-masing variabel tersebut baik secara simultan maupun secara parsial terhadap perkembangan indeks harga saham gabungan (IHSG).
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat: Bagi peneliti, untuk memperdalam pengetahuan tentang pasar keuangan khususnya pergerakan harga saham di pasar modal dan faktor-faktor yang 7
mempengaruhinya. Bagi khalayak umum semoga penelitian ini dapat mempertajam analisis dan memberikan manfaat tentang pasar modal.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tori-teori 2.1.1 Pengertian Saham Seperti telah dijelaskan pada bagian diawal bahwa dalam pasar modal, tempat dimana efek-efek yang diperdagangkan disebut juga dengan Bursa Efek atau stock exchange salah satu instrumennya adalah saham. Saham atau stocks adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perseroan terbatas. Dalam transaksi jual-beli di Bursa Efek, saham yang sering pula disebut shares merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan. Saham dapat dibedakan antara saham biasa dan saham preferen. Pada saham biasa deviden dibagikan sepanjang perusahaan memperoleh laba, memiliki hak suara dan hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan apabila bangkrut. Jenis saham biasa antara lain saham unggul (blue chips), growth stocks, emerging growth stocks. Sedangkan dalam saham preferen memiliki hak paling dahulu
memperoleh deviden, dapat mempengaruhi manajemen namun tidak
memiliki hak suara, memiliki hak pembayaran sebesar nominal saham, dan ada kemungkinan memperoleh tambahan dari pembagian laba perusahaaan disamping yang tetap.
9
2.1.2 Pengertian IHSG Suatu perkembangan variabel dari waktu ke waktu banyak dianalisis dengan menggunakan angka indeks. Indeks merupakan suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama (Supranto;1994). Dalam keputusan direksi PT. Bursa Efek Jakarta, Indeks dapat berupa satu saham, sekumpulan saham dalam suatu industri tertentu atau semua saham gabungan (IHSG). Indeks harga saham terdiri dari : a. Indeks
Harga Saham Gabungan
(IHSG) dimana semua saham tercatat
sebagai komponen penghitungan indeks. b. Indeks
Sektoral
dimana
saham
yang
termasuk
dalam
masing-masing
sektor (primer, sekunder dan tersier) tercatat. c. Indeks LQ-45 yaitu indeks yang menggunakan 45 saham terpilih setelah dilakukan seleksi. d. Indeks
Individual
yaitu
harga
masing-masing
saham
terhadap
harga
dasarnya. IHSG yang dihitung di Bursa Efek Jakarta adalah indeks rata-rata tertimbang dari nilai pasar (market value weighted average price index). Rumus dasar penghitungannya adalah: IHSG =
∑ Nilai Pasar ∑ Nilai Dasar
X 100
10
dimana : Nilai Pasar = jumlah saham hari ini x harga pasar hari ini/penutupan reguler (kapitalisasi pasar). Nilai Dasar = jumlah saham pada hari dasar x harga pasar hari dasar.
Dengan melihat kesederhanaan penghitungannya dan variasi perdagangan efek di bursa, penghitungan IHSG ini mempunyai beberapa kelemahan: 1. IHSG memasukkan semua saham yang tercatat di BEJ, sehingga beberapa saham
yang
tidak
aktif
diperdagangkan
tetap
ikut
mempengaruhi
penghitungan indeks tersebut. 2. IHSG sangat sensitif terhadap perubahan harga saham dari perusahaaan besar. 3. IHSG dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor bukan harga. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan, mulai tanggal 14 Agustus 1989 BEJ memberlakukan cara penghitungan indeks harga saham baru. Caranya dengan membuat nilai dasar baru, yaitu: Nilai Dasar Baru =
dimana :
NPS + NP NPS
X NDS
NPS = Nilai Pasar Sebelumnya NP
= Nilai Pasar Perdana
NDS = Nilai Dasar Sebelumnya 11
2.1.3 Pengertian Kurs (Valuta Asing/Valas) Kurs Nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2007). Pasar valas adalah lembaga atau pasar dimana orang memperoleh fasilitasfasilitas untuk melaksanakan pembayaran kepada penduduk negara lain atau menerima pembayaran dari penduduk negara lain. Di dalam pasar valas terjadi permintaan dan penawaran valuta asing. Sistem kurs valuta asing adalah: a.
Sistem kurs yang berubah-ubah yaitu perubahan kurs tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valas.
b.
Sistem kurs stabil, sistem ini dilakukan pemerintah untuk menstabilkan kurs, tujuan
dapat
timbul
stabilisasi
secara
kurs)
aktif (pemerintah
maupun
menyediakan dana untuk
pasif (pemerintah dalam suatu negara
menggunakan standar emas). Untuk bahasan ini, kurs dibatasi pada kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika.
2.1.4 Pengertian Tingkat Suku Bunga SBI Sertifikat Bank Indonesia atau SBI pada prinsipnya adalah surat berharga atas unjuk dalam Rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI pertama kali diterbitkan pada tahun 1970 dengan sasaran utama untuk menciptakan suatu instrumen pasar uang yang hanya diperdagangkan antara bank-bank. Namun setelah dikeluarkan kebijaksanaan yang memperkenankan bank-bank menerbitkan 12
sertifikat deposito pada tahun 1971, dengan terlebih dahulu memperoleh ijin dari Bank Indonesia, maka SBI tidak lagi diterbitkan karena sertifikat deposito dianggap akan dapat menggantikan SBI. Oleh karena itu, SBI sebenarnya hanya sempat beredar kurang lebih satu tahun. Namun sejalan dengan berubahnya pendekatan kebijaksanaan moneter pemerintah terutama setelah deregulasi perbankan 1 Juni 1983, maka Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI sebagai instrumen dalam melakukan kebijaksananan operasi pasar terbuka, terutama untuk tujuan kontraksi moneter. Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan instrumen SBI, yaitu: a.
SBI lelang yaitu SBI yang dijual secara lelang kepada bank dan atau pialang, yang didasarkan atas target kuantitas dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengendalian moneter.
b.
SBI repo (repurchase agreement) adalah SBI yang dibeli kembali oleh Bank Indonesia dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditas bank dengan perjanjian bank akan membeli kembali sesuai jangka waktu repo yang diperjanjikan.
2.1.5 Pengertian Inflasi Inflasi selalu dan dimanapun merupakan fenomena moneter (Friedman dalam Mankiw, 2007). Inflasi pada dasarnya merupakan suatu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus. Jika harga cenderung turun disebut deflasi. Inflasi dihitung dari Indeks harga Konsumen (IHK). 13
Inf (t) =
[ IHK (t) – IHK (t-1) ] IHK (t-1)
X 100
dimana : Inf (t)
= Inflasi bulan t
IHK (t) = Indeks Harga Konsumen bulan t IHK (t-1) = Indeks Harga Konsumen bulan t-1 Penyebab inflasi dapat dikategorikan sebagai berikut: a.
Demand pull inflation, inflasi yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan sehingga terjadi inflation gap.
b.
Wage cost-push inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan upah buruh atau harga barang.
c.
Import cost-push inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga impor sehingga mendorong kenaikan harga domestik.
d.
Expectional inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh upah dan harga yang naik akibat adanya dugaan bahwa inflasi akan terus berlangsung.
e.
Inertial inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh para penentu upah dan harga yang mengacu pada pesaingnya dan bersikap hati-hati dalam mengurangi upah dan harga yang ditentukan. Sedangkan Tambunan (1996) dalam Syaifuddin (2005), mengatakan bahwa
penyebab inflasi di Indonesia adalah ongkos produksi yang tinggi (cost-push inflation) dan atau permintaan agregat yang tinggi (demand-pull inflation). 14
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Sakhowi (2004), menganalisis pengaruh kurs Rupiah terhadap Dolar AS, inflasi dan tingkat bunga terhadap kinerja saham di BEJ dengan model autoregresif hasilnya kurs dan inflasi berpengaruh secara signifikan sedangkan tingkat bunga riil tidak berpengaruh. Syaifuddin (2005), menganalisis pengaruh perubahan suku bunga, inflasi dan kurs terhadap perubahan IHSG dengan metode analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda dan hasilnya hanya kurs yang berpengaruh cukup signifikan. Oktanindya (2007), menganalisis pengaruh indeks harga saham, kurs mata uang dan tingkat suku bunga dari negara di kawasan Asia Pasifik terhadap IHSG dengan metode Vector Autoregression (VAR) dan hasilnya IHSG dipengaruhi secara signifikan oleh indeks harga saham, kurs mata uang dan tingkat suku bunga dari negara di kawasan Asia Pasifik, kecuali indeks harga saham Jepang dan Amerika Serikat, mata uang Australia dan suku bunga Indonesia. Direja (2004), meneliti pengaruh variabel makro ekonomi terhadap harga saham (IHSG) dari Mei 1998-maret 2004 (secara triwulanan), hasilnya tingkat bunga dan kurs berpengaruh negatif sedangkan inflasi tidak berpengaruh secara signifikan. Manurung (1996) dalam Syaifuddin (2005), meneliti pengaruh variabel makro ekonomi terhadap IHSG dengan menggunakan model ekonometrik dari tahun 1989-1995 (77 observasi),
hasilnya
tingkat
bunga dan kurs rupiah
berpengaruh negatif serta inflasi berpengaruh positif. 15
2.3 Kerangka Pemikiran Inflasi memiliki hubungan yang positif dengan kurs. Jika inflasi kita relatif lebih tinggi daripada inflasi Amerika Serikat, maka mata uang kita cenderung terdepresiasi. Negara-negara dengan inflasi yang tinggi cenderung memiliki tingkat bunga nominal yang tinggi, dan sebaliknya negara-negara dengan inflasi rendah cenderung memiliki tingkat bunga nominal yang rendah. Sedangkan obligasi bergerak berkebalikan dengan tingkat bunga (Mankiw, 2007). Keterkaitan antar variabel/antar pasar dapat dilihat dari aliran dana yang terjadi antara satu pasar dengan pasar lainnya. Faktor yang dapat mendorong terjadinya aliran dana antar pasar tersebut adalah adanya motivasi pelaku pasar yang dipengaruhi kesejahteraan (wealth), ekspekstasi suku bunga, ekspektasi inflasi, risiko, dan keadaan likuiditas serta terjadi karena adanya perubahan return pada salah satu pasar. Pergerakan dana antarpasar antara lain dipengaruhi oleh perubahan suku bunga pada pasar uang, pergerakan kurs pada pasar valas, dan peningkatan yield pada pasar modal. Kerangka pemikiran yang disusun adalah:
16
Pasar Keuangan
Pasar Uang
Pasar Modal
Pasar Valas
SBI
IHSG
Kurs Dolar
Inflasi
Pasar / Sektor Riil Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Kenaikan suku bunga akan berakibat mengalirnya dana ke pasar uang yang dapat berasal dari pasar modal maupun pasar valas (capital inflow) yang akan mengakibatkan aksi jual pada pasar modal yang menyebabkan turunnya harga saham. Kondisi berlawanan akan terjadi jika suku bunga turun. Melemahnya kurs akan berakibat mengalirnya dana ke pasar valas yang dapat bersumber dari pasar uang maupun pasar modal, pengalihan dana dari pasar uang akan mengakibatkan likuiditas rupiah ketat sehingga suku bunga meningkat yang mengakibatkan penurunan harga saham pada pasar modal karena aksi jual, dan sebaliknya. Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya kenaikan harga produk secara keseluruhan, sehingga menaikkan pendapatan dan biaya perusahaan. 17
Kenaikan biaya produksi yang lebih besar daripada kenaikan harga akan mengakibatkan keuntungan investor dan return investasi menurun sehingga investasi kurang menarik akibatnya harga saham akan menurun.
2.4 Hipotesis Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini adalah: a. H 0 :
kurs rupiah tidak berpengaruh negatif terhadap pergerakan indeks harga harga saham gabungan (IHSG).
Ha:
kurs rupiah berpengaruh negatif terhadap pergerakan indeks harga harga saham gabungan (IHSG).
b. H
0
:
tingkat
suku bunga SBI tidak berpengaruh negatif terhadap
pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG). Ha:
tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG).
c. H 0 :
inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap pergerakan indeks harga harga saham gabungan (IHSG).
Ha:
inflasi berpengaruh negatif terhadap pergerakan indeks harga harga saham gabungan (IHSG).
d.
H0:
tingkat suku bunga SBI, tingkat inflasi, dan kurs tidak berpengaruh negatif terhadap pergerakan indeks harga harga saham gabungan (IHSG). 18
Ha:
tingkat suku bunga SBI, tingkat inflasi, dan kurs berpengaruh negatif terhadap pergerakan indeks harga harga saham gabungan (IHSG).
19
BAB III METODOLOGI
3.1 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia
(SBI)
dan
kurs
terhadap
Dolar
Amerika
(kurs
tengah)
diperoleh dari Publikasi Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, sedangkan data tingkat inflasi diperoleh dari Publikasi Indikator Ekonomi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang diambil berupa data runtun waktu (time series) bulanan mulai Januari 2000 sampai dengan Mei 2008. Alasan pengambilan periode ini adalah untuk menghilangkan pengaruh krisis ekonomi.
3.2 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan untuk mendukung dan mencapai tujuan penelitian adalah analisis deskriptif dan model AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity
(ARCH)
dan
Generalized
AutoRegressive
Conditional
Heteroscedasticity (GARCH).
20
3.2.1 Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran tentang uraian dan perilaku data setiap variabel yang akan diteliti. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika, tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan tingkat inflasi selama periode Januari 2000 sampai dengan Mei 2008.
3.2.2 Model AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) dan Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) Metode dalam penelitian ini menggunakan model AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity
(ARCH)
dan
Generalized
AutoRegressive
Conditional
Heteroscedasticity (GARCH), yaitu suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel yang disebut variabel independen terhadap satu atau beberapa variabel dependen. Kelebihan model ini dibandingkan dengan analisis regresi linear berganda adalah model ini tidak memandang heteroskedastisitas sebagai suatu permasalahan, tetapi justru memanfaatkan kondisi tersebut untuk membuat model, bahkan dengan memanfaatkan heteroskedastisitas dalam error yang tepat, maka akan diperoleh estimator yang lebih efisien (Nachrowi dan Usman, 2006). Ada berbagai bentuk ARCH dan GARCH, antara lain: 1. ARCH in Mean (M-ARCH) 2. Treshold ARCH (TARCH) 3. Eksponential ARCH/GARCH (E-(G)ARCH) 21
4. Simple asymmetric ARCH (SAARCH) 5. Power ARCH (PARCH) 6. dan sebagainya.
3.2.2.1 Uji Akar-akar Unit (Unit Roots Test) Sebelum mengestimasi data runtun waktu maka terlebih dahulu dilakukan pengujian stasionaritas data untuk masing-masing variabel. Estimasi dengan data yang tidak stasioner akan menimbulkan regresi palsu/spurious regression (Nachrowi dan Usman, 2006). Sekumpulan data dinyatakan stasioner jika nilai rata-rata dan variannya tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu, atau rata-rata dan variannya konstan. Dalam uji akar unit, hipotesis yang dibentuk adalah Ho : ρ* = 0
(data mengandung akar unit/tidak stasioner)
Ha : ρ* < 0
(data tidak mengandung akar unit/stasioner)
Statistik ADF dihitung dengan: ADF =
ρ* SE (ρ*)
Data akan dikatakan menolak Ho artinya tidak mengandung akar unit atau sudah stasioner jika nilai statistik uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) lebih besar negatif dari nilai kritis tabel Mackinnon. 22
Jika pengujian akar unit pada level belum stasioner maka dilanjutkan pada pengujian pembeda (differencing) yaitu meregresikan bentuk pembeda untuk setiap variabel dimana asumsi model dimodifikasi dengan nilai lag dependen variabel ∆Y. Yt = ψ1 Yt-1 + ψ2 Yt-2 + ... + ψp Yt-p + μ t atau ∆Yt = ψ* Yt-1 + ψ1 ∆Yt-1 + ψ2 ∆Yt-2 + ... + ψp-1 ∆Yt-p + μ t dimana :
ψ* = ψ1+ ψ2+ ... + ψp-1
= nilai koefesien
Penentuan besarnya k berdasarkan perkiraan banyaknya lag yang diperlukan untuk membuat μ t tidak berkorelasi satu sama lainatau sampai data sudah stasioner. Hipotesis untuk pengujian pembeda adalah Ho : ψ* = 0
(data mengandung akar unit/tidak stasioner)
Ha : ψ* < 0
(data tidak mengandung akar unit/stasioner)
Data akan dikatakan menolak Ho artinya tidak mengandung akar unit atau sudah stasioner jika nilai statistik uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) lebih besar negatif dari nilai kritis tabel Mackinnon.
23
3.2.2.2 Penyusunan Persamaan Regresi Model persamaan regresi linear ber ganda adalah Yt = β0 + βi Xit + εt dimana : Yt = variabel dependen pada akhir bulan ke-t Xit = variabel independen i pada akhir bulan ke-t (i = 1,2,3, ...) βi = koefesien regresi berganda
εt
= error term ke-t
Sedangkan model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: yt = b0 + b1 x1t + b2 x2t + b3 x3t dimana : yt = IHSG pada akhir bulan ke-t bi = koefesien masing-masing variabel independen (i = 1,2,3, ...) x1t = tingkat suku bunga SBI pada akhir bulan ke-t x2t = tingkat inflasi pada akhir bulan ke-t x3t = kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika (kurs tengah) pada akhir bulan ke-t
3.2.2.3 Pengujian Asumsi Regresi Suatu model regresi dapat dikatakan sebagai model regresi terbaik apabila 24
memenuhi asumsi-asumsi regresi berikut:
3.2.2.3.1. Normalitas Analisis regresi linier klasik mengasumsikan bahwa setiap sisaan berdistribusi normal dengan kriteria sebagai berikut: Mean : E(εi ) = 0 2
Varian : E(εi ) = σ2 Covarian : E(εi , εj ) = 0 Pengujian asumsi normalitas ini dilakukan dengan melihat nilai Jarque2
Berranya yang dibandingkan dengan nilai tabel Chi-Square ( χ ) dengan besarnya “v” adalah sesuai dengan jumlah lag-nya. Jika nilai Jarque-Berra-nya lebih kecil dari nilai kritis tabelnya maka lolos dari adanya ketidaknormalan distribusi residual.
3.2.2.3.2. Asumsi Nonmultikolinieritas Uji multikolinieritas adalah pengujian bahwa tidak ada hubungan yang eksak/linier antar variabel independen. Metode yang digunakan untuk mendeteksi multikolinieritas adalah dengan melihat nilai R2otokorelasi (AC) tidak melebihi 0,5 baik + atau -.
25
3.2.2.3.3. Asumsi Homoskedastisitas Asumsi homoskedastisitas atau nonheteroskedastisitas yaitu bahwa varians tiap unsur gangguan
μ i , tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan 2
(suatu angka konstan yang sama dengan σ ). Heteroskedastisitas dideteksi dengan melihat probabilitas Obs*R-Squared pada Uji ARCH LM Test. 3.2.2.3.4. Asumsi Nonotokorelasi Artinya tidak ada korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang, atau kovarian antara μ i dan X i , nol. Untuk mendeteksinya digunakan korelogram.
3.2.2.4 Pengujian kelayakan Model 3.2.2.4.1. Pengujian Nilai Koefesien Determinasi ( R2 ) Koefesien determinasi adalah rasio dari jumlah kuadrat regresi dengan jumlah kuadrat total. Kelayakan suatu model regresi dapat dilihat dari koefesien determinasi (R2) yang menunjukkan proporsi variasi dalam variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel-variabel independen secara bersam-sama. R2 sangat dipengaruhi oleh penambahan jumlah variabel penjelas, maka untuk menyesuaikannya digunakan adjusted R2 (R2adj), yang dirumuskan sebagai berikut:
R2 =
Jumlah kuadrat regresi Jumlah kuadrat total
ESS =
TSS
26
atau
2
R = 1-
R2adj =
RSS TSS
1 – (1 – R2 )
=
1-
∑ei2 ∑yi2
(n – 1) (n – p)
dimana : 0 < R2, R2adj < 1 2
Residual Sum of Square = RSS = ∑ei = ∑( ŷi Explained Sum of Square = ESS = ∑( yi Total Sum of Square = TSS = ∑ yi
– ў)2
– ŷi)2
2
3.2.2.4.2. Pengujian Koefesien Regresi Secara Simultan Pengujian koefesien regresi secara simultan dilakukan dengan menggunakan tabel ANOVA atau tabel Estimate Equation pada Eviews dengan hipotessis sebagai berikut : Ho : bi = 0 , untuk semua i Ha : sekurang-kurangnya satu bi ≠ 0 , i = banyak parameter Statistiki uji F yang digunakan dalam pengujian koefesien regresi secara simultan adalah : 27
Fobs =
ESS (p – 1)
:
RSS (n – p)
Ho ditolak jika Fobs > Fα;(p-1)(n-p) yang berarti ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen yaitu indeks harga saham gabungan.
3.2.2.4.3. Pengujian Koefesien Regresi Secara Parsial Pengujian koefesien regresi secara parsial menggunakan statistik uji t, dengan hipotesis sebagai berikut: Ho : bi = 0 , (tidak ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y) Ha : bi ≠ 0 , (ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y) Statistik uji :
tobs =
bi SE( bi )
Ho ditolak jika׀tobs > ׀tα/2;(n-p) yang berarti ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen yaitu indeks harga saham gabungan
28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui bagaimana perkembangan variabel instrumen yang dipakai dalam suatu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kurs terhadap Dolar Amerika Serikat (kurs tengah), suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dan inflasi. 4.1.1 Indeks Harga Saham Gabungan IHSG 3.000
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Gambar 4.1. Pergerakan Nilai IHSG (Januari 2000 - Mei 2008) 29
Pada periode pengamatan, yaitu Januari 2000 hingga Mei 2008, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung mengalami kenaikan. Pada bulan Januari 2000 berada pada level 636,37 poin, kemudian berfluktuasi tetapi cenderung naik hingga pada bulan Mei 2008 IHSG berada pada level 2.444,349. Pada Januari 2000 hingga Januari 2001 IHSG mengalami penurunan dari 636,37 menjadi 392,03 poin, bahkan penah menyentuh angka 380,31 pada November 2001. IHSG terus mengalami fluktuasi hingga akhirnya pada pertengahan tahun 2003 IHSG mencapai level 505. Faktor keamanan juga sangat mempengaruhi IHSG. Bulan Agustus 2000, terjadi ledakan bom di Bursa Efek Jakarta (BEJ), akibatnya IHSG turun sangat tajam dari 492,19 menjadi 466,38. Tidak adanya langkah pemerintah yang baik untuk mendorong iklim investasi
di
Indonesia
dan
kembali
memanasnya
iklim
politik
dengan
diberhentikannya Gus Dur dari kursi kepresidenan dan digantikan Megawati menyebabkan rupiah mengalami depresiasi sehingga untuk mengatasinya SBI kembali dinaikkan akibatnya indeks mengalami penurunan. Indeks sempat naik menjadi 444,08 poin pada Juli 2001. Runtuhnya menara kembar World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat pada bulan September 2001 juga berdampak buruk terhadap IHSG sehingga melemah dan berada pada level 380,31 poin pada bulan Nopember 2001. Setelah itu indeks terus mengalami fluktuasi di kisaran 400-500 poin. 30
Pada bulan Oktober 2003 indeks menembus level 600-an kembali dan terus meningkat sampai akhir periode pengamatan. Semakin kondusifnya iklim investasi di Indonesia yang ditandai dengan tingkat suku bunga SBI dibawah 10 persen, inflasi dibawah 2 persen dan relatif stabilnya kurs Dolar Amerika membuat indeks mengalami kenaikan terus menerus. Penyelenggaraan Pemilu 2004 yang dianggap banyak kalangan berhasil, dengan terpilihnya wakil rakyat
dan
Susilo
Bambang Yudoyono sebagai
Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang membuat kondisi sosial politik stabil sehingga investor percaya akan kondisi makro Indonesia yang stabil juga memicu kenaikan IHSG sehingga dapat menembus level 1000-an. IHSG terus berfluktuasi dan terus menembus level baru diatas 1000 poin pada akhir tahun 2004. Tahun 2005 hingga bulan April 2007 IHSG berada pada level 1000-an, bahkan pada Mei 2007 IHSG menembus level 2000-an. IHSG terus berfluktuasi diatas level 2000-an hingga akhir periode pengamatan.
31
4.1.2 Kurs Dolar Amerika Serikat
KURS 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Gambar 4.2. Pergerakan kurs Dolar Amerika (Januari 2000-Mei 2008) Keberhasilan
pelaksanaan
Pemilu 1999 dengan
aman
membuat
Rupiah terapresiasi kembali dan berada pada level Rp. 7.000-an. Pada bulan januari 2000 Rupiah berada pada level 7.425 per Dolar. Suhu politik yang memanas ditandai dengan turunnya Gus Dur dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Megawati serta cenderung meningkatnya permintaan Dolar dalam rangka pembayaran utang luar negeri yang mulai jatuh tempo membuat Rupiah kembali terdepresiasi hingga pada puncaknya sebesar Rp. 11.675 per Dolar pada bulan April 2001. Pada bulan Juli hingga September 2001 Rupiah terapresiasi, namun kembali melemah pada
32
Oktober hingga Februari tahun berikutnya. Tragedi runtuhnya menara WTC di Amerika secara tidak langsung berdampak negatif terhadap Rupiah. Memasuki tahun 2002 dan semakin membaiknya kondisi sosial politik membuat kurs menjadi lebih stabil dan inflasi cenderung menurun cukup tajam. Rupiah terus berada pada level Rp. 8000-9000-an. Hal ini disebabkan keberhasilan BI menerapkan kebijakan moneter yang ketat serta iklim ekonomi dan politik Indonesia yang berjalan lancar dan cukup stabil. Bulan Agustus hingga November 2005, rupiah kembali terdepresiasi hingga berada pada level diatas Rp. 10.000 per Dolar. Tetapi hal ini tidak berlangsung lama, mulai Desember 2005 hingga akhir periode penelitian rupiah berfluktuasi dan berada pada level Rp. 9.000-an per Dolar Amerika.
33
4.1.3 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI 20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Gambar 4.3. Pergerakan suku bunga SBI (Januari 2000-Mei 2008) Pada awal periode penelitian tingkat suku bunga SBI sebesar 11,16 persen. Tetapi terus naik hingga akhir tahun 2000 mencapai 14,53 persen. Kurangnya kemampuan pemerintah dalam mempertahankan iklim investasi yang baik dan semakin memanasnya iklim politik membuat kurs terus merosot. Untuk mengatasi masalah tersebut BI mulai menaikkan kembali tingkat suku bunga SBI hingga pada bulan Agustus 2001 berada titik tertinggi setelah mengalami penurunan pada tahun sebelumnya yaitu pada tingkat 17,67 persen. Tingkat suku bunga SBI terus berada diatas tingkat 10 persen sampai bulan Mei 2003, hal ini dinilai masih terlalu tinggi oleh sektor usaha. Hingga 34
akhirnya BI menurunkan tingkat suku bunga SBI menjadi lebih rendah dibawah 10 persen yang
merupakan
mendorong berkembangnya Indonesia
tingkat sektor
riil
bunga
yang
ekonomi
di
cukup
ideal
Indonesia.
untuk Keadaan
yang semakin kondusif selama tahun 2004 karena pemilu secara
langsung berjalan lancar dan aman membuat SBI stabil hingga awal 2005 berada pada tingkat 7 persen. Bulan Juni hingga Agustus 2005, suku bunga SBI kembali naik, bahkan pada September mencapai 10 persen. Suku bunga SBI terus berada diatas 10 persen hingga akhir tahun 2006, sebelum akhirnya turun kembali menjadi 9,75 persen pada bulan Desember 2006. Kondisi perekonomian Indonesia yang stabil, membuat suku bunga SBI terus stabil berada di bawah 10 persen. Mulai 9,5 persen pada Januari 2007 menjadi 8 persen pada Desember 2007. Tingkat suku bunga SBI sempat turun menjadi 7 persen pada awal 2008 dan berada pada posisi 8,31 persen pada akhir periode penelitian.
35
4.1.4 Inflasi
INFLASI 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
-2,00
Gambar 4.4. Pergerakan tingkat inflasi (Januari 2000-Mei 2008) Inflasi merupakan salah satu alat untuk melihat kondisi perkembangan perekonomian suatu negara. Selama tahun 2000, inflasi terus berfluktuasi pada level dibawah 2 persen. Hal ini terus berlangsung hingga tahun 2005, walaupun sempat mencapai puncak tertinggi pada bulan Juli 2001 sebesar 2,12 persen kemudian bergerak stabil karena kebijakan BI yang menerapkan aturan moneter yang ketat. Inflasi mengalami kenaikan hingga di atas satu persen terjadi hanya pada saat perayaan hari besar Idul Fitri ataupun perayaan Natal dan Tahun Baru.
36
4.2 Analisis Inferensia Analisis deskriptif di atas belum memperlihatkan bagaimana sebenarnya pengaruh kurs Dolar, suku bunga SBI dan inflasi terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Analisis regresi ini digunakan untuk memperjelas dan memperlihatkan bagaimana sebenarnya dan seberapa besar pengaruh variabelvariabel tersebut terhadap IHSG pada periode Januari 2000 hingga Mei 2008.
4.2.1 Pemeriksaan Asumsi Regresi 4.2.1.1 Pemeriksaan Stasionaritas Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang berupa data runtun waktu maka terlebih dahulu harus dilakukan pengujian stasionaritas data untuk masing-masing variabel. Estimasi dengan data yang tidak stasioner akan menyebabkan
superinkonsistensi
dan
timbulnya
regresi
palsu (spurious
regression), sehingga sebenarnya metode inferensia klasik tidak dapat diterapkan. Berdasarkan pengujian stasionaritas dengan metode pengujian akar-akar unit menunjukkan: Variabel IHSG dan SBI pada pengujian level belum stasioner yang ditunjukkan dengan nilai statistik Uji Dickey-Fuller masih lebih besar dari tabel MacKinnon, sehingga dilanjutkan dengan uji akar-akar unit pada pembeda (differencing). Pada tahap uji pembeda ini menghasilkan nilai statistik uji ADF lebih besar negatif dari tabel MacKinnon, sehingga variabel IHSG dan SBI 37
Dolar dapat dikatakan telah stasioner. Sedangkan variabel kurs terhadap Dolar dan tingkat inflasi pada pengujian level sudah menghasilkan nilai statistik uji DF lebih besar negatif dari tabel MacKinnon sehingga memperlihatkan bahwa kurs dan inflasi telah stasioner.
4.2.1.2 Pemeriksaan Kenormalan Sisaan Berdasarkan output dengan menggunakan perangkat lunak Eviews
5
diperoleh nilai Jarque-Berra sebesar 6,57 dengan probabilitas 0,7165, angka ini jauh diatas 0,05, sehingga membuktikan bahwa pada tingkat ketelitian 5 % asumsi kenormalan terpenuhi.
4.2.1.3 Pemeriksaan Multikolinieritas Metode yang digunakan untuk mendeteksi multikolinieritas adalah dengan melihat nilai r2 otokorelasi (AC) tidak melebihi 0,5 baik (+/-). Pada lampiran dengan pengujian Collerogram-Q Statistik dapat dibuktikan bahwa asumsi nonmultikolinieritas terpenuhi dimana nilai AC tidak ada yang melebihi nilai +/- 0,5.
4.2.1.4 Pemeriksaan Homoskedastisitas Pada pengujian Heteroskedastisitas dengan metode Langrange Multiplier Test (LM Test) diperoleh besarnya nilai probabilitas Obs*R_Square = 0,8126 yang 38
berarti lebih besar dari α = 5 %, maka telah asumsi nonheteroskedastisitas terpenuhi.
4.2.1.5 Pemeriksaan Otokorelasi/Serial Korelasi Pemeriksaan adanya otokorelasi/serial korelasi dengan metode pengujian korelogram. Dari korelogram terlhat bahwa data tdak mengandung autokorelasi, sehingga dapat dibuktikan asumsi nonotokorelasi terpenuhi.
4.2.2 Pembahasan Model Persamaan Regresi Model persamaan regresi yang dihasilkan setelah dilakukan pengujian stasionaritas dimana ada dua variabel yang stasioner pada level pembeda yaitu IHSG dan kurs terhadap Dolar AS sehingga semua variabel yang digunakan harus ikut didifferensikan, adalah: IHSG = 0,195 – 58,288*GARCH – 1,125*KURS – 0,008*SBI – 0,001*INFLASI GARCH = 0,002 + 0,115*RESID(-1)^2 + 0,212*GARCH(-1)
Arti model persamaan regresi: ¾ Jika ketiga variabel (tingkat inflasi, kurs dan suku bunga SBI terhadap Dolar AS) tidak mengalami perubahan (konstan) maka IHSG akan berubah sebesar 0,195 poin. ¾ Perubahan kurs Rupiah terhadap Dolar AS sebesar 1 % akan 39
menyebabkan IHSG menurun sebesar 1,125 poin dengan asumsi faktor yang lain tetap. ¾ Perubahan tingkat suku bunga SBI sebesar 1 % akan menyebabkan IHSG menurun sebesar 0,008 poin dengan asumsi faktor yang lain tetap. ¾ Perubahan tingkat inflasi sebesar 1 % akan menyebabkan IHSG menurun sebesar
0,001
poin
dengan
asumsi
faktor
yang
lain
tetap.
4.2.3 Pengujian kelayakan Model 4.2.3.1 Pengujian Nilai Koefisien Determinasi Dari output model persamaan regresi menghasilkan R2 sebesar 0,265 dan R2adjusted sebesar 0,209 dengan nilai Log-likelihood 145,0539. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman dalam IHSG yang dapat dijelaskan oleh variabel pasar keuangan yaitu tingkat suku bunga SBI, tingkat inflasi dan kurs terhadap Dolar AS adalah sebesar 26,5 persen saja. Kecilnya pengaruh ini karena dalam memutuskan berinvestasi dalam bentuk saham dan pergerakan harga saham yang dicerminkan IHSG itu sendiri banyak faktor-faktor lain diluar ketiga variabel tersebut yaitu 73,5 persen yang juga berpengaruh dan dijadikan dasar pertimbangan oleh investor dalam berinvestasi di bursa saham.
4.2.3.2 Pengaruh Variabel Secara Simultan Tabel output menunjukkan dengan tingkat kepercayaan 95 persen, model 40
persamaan linier sudah layak untuk menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan IHSG. Nilai F-hitung dari model persamaan regresi sebesar 4,747 lebih besar dari F-tabel dengan db (3,100) adalah 2,68. Berarti secara simultan kurs Rupiah terhadap Dolar AS, tingkat suku bunga SBI dan inflasi berpengaruh terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG).
4.2.3.3 Pengaruh Variabel Secara Parsial Tabel output menunjukkan dengan tingkat kepercayaan 95 persen hanya variabel kurs terhadap Dolar AS saja yang berpengaruh negatif secara signifikan terhadap IHSG, sedangkan tingkat suku bunga SBI dan inflasi walaupun berpengaruh negartif terhadap IHSG tetapi tidak signifikan.
41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebelumnya baik analisis deskriptif maupun analisis inferensia dapat diambil kesimpulan: 1. Perkembangan nilai indeks harga saham gabungan (IHSG) dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam sistem pasar keuangan di Indonesia. IHSG selama periode penelitian mengalami fluktuasi namun secara umum mengalami kenaikan. Suku bunga SBI dan tingkat inflasi selama periode penelitian mengalami fluktuasi. Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika juga berfluktuasi namun pergerakannya cukup stabil. 2. Perkembangan nilai indeks harga saham gabungan (IHSG) secara simultan dipengaruhi oleh instrumen pasar keuangan seperti suku bunga SBI, inflasi dan kurs Rupiah terhadap Dolar AS. Kurs berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap IHSG sedangkan suku bunga SBI dan inflasi juga berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa investor selama
periode
penelitian
tidak
terlalu
memperhatikan
pergerakan SBI dan inflasi namun cenderung lebih memperhatikan pergerakan Rupiah terhadap Dolar AS. 3. Perubahan dalam IHSG dapat dijelaskan oleh kurs Dolar Amerika, suku bunga 42
SBI dan inflasi sebesar 26,5 persen. Kecilnya pengaruh faktor-faktor pasar keuangan di atas dalam mempengaruhi nilai IHSG karena banyak informasi dan faktor-faktor lain yang juga dijadikan bahan pertimbangan oleh para investor dalam menanamkan investasinya di bursa saham.
5.2 Saran 1. Untuk penelitian berikutnya maka diharapkan ada penelitian yang sama yang memasukkan informasi atau faktor-faktor selain inflasi, kurs dan suku bunga SBI, baik dari pasar keuangan dalam negeri ataupun mungkin dari luar negeri. 2. Diharapkan ada penelitian lain dengan metode berbeda dengan tujuan memperkuat dan memperjelas hubungan antara faktor-faktor yang dipakai dalam penelitian ini seperti kausalitas atau metode persamaan simultan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik [BPS]. (berbagai terbitan). Indikator Ekonomi. Jakarta: BPS. Bank Indonesia [BI]. (berbagai terbitan). Laporan Keuangan
dan
Moneter
Indonesia [Laporan Tahunan], Jakarta: BI. Boediono. 2001. Ekonomi Moneter. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Direja, S. 2004. Pengaruh Variabel
Makroekonomi Terhadap Indeks Harga
Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta Periode riwulan IV Tahun 1998 - Triwulan I Tahun 2004 [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. Enders,W. 2004. Applied Economic Times Series. New York: John Wiley and Son. Gujarati, D. 1995. Basic Econometric. New York: McGraw-Hill. Hadi, H. 1999. Ekonomi internasional: Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional buku II. Jakarta: Ghalia Indonesia. Mankiw, N. Gregory. 2007. Teori Makroekonomi. Jakarta: Erlangga. Nachrowi, D Nachrowi dan Usman, Hardius. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta:
Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Syaifuddin. 2005. Pengaruh Perubahan Suku Bunga, Inflasi dan Kurs Dolar terhadap Perubahan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta (Periode Januari 1999 – April 2005) [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Statistik. 44
Sakhowi, A. 2004. Analisis Perubahan Kurs Rupiah, inflasi dan suku bunga Terhadap Kinerja Saham, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 2. No.1. Maret 2004:1-16. Supranto, J. 1995. Ekonometrik buku II. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Urusan Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter. 1999. Tinjauan Kebijakan Moneter. Jakarta: Bank Indonesia.
45
LAMPIRAN 1. Data Penelitian Data Kurs Dolar Amerika, Suku Bunga SBI dan Inflasi Tahun 2000 - 2008
Tahun/Bulan
Variabel Dependen SBI
2000:01 2000:02 2000:03 2000:04 2000:05 2000:06 2000:07 2000:08 2000:09 2000:10 2000:11 2000:12 2001:01 2001:02 2001:03 2001:04 2001:05 2001:06 2001:07 2001:08 2001:09 2001:10 2001:11 2001:12 2002:01 2002:02 2002:03 2002:04 2002:05 2002:06 2002:07 2002:08 2002:09 2002:10 2002:11
11,16 11,02 10,91 10,88 11,07 12,33 13,53 13,56 13,62 13,74 14,15 14,53 14,74 14,79 15,58 16,09 16,33 16,65 17,17 17,67 17,57 17,58 17,60 17,62 16,93 16,86 16,76 16,61 15,51 15,11 14,93 14,35 13,22 13,10 13,06
INFLASI
KURS
1,32 0,07 -0,45 0,56 0,84 0,50 1,28 0,51 -0,06 1,16 1,32 1,94 0,33 0,87 0,89 0,46 1,13 1,67 2,12 -0,21 0,64 0,68 1,71 1,62 1,99 1,50 -0,02 -0,24 0,80 0,36 0,82 0,29 0,53 0,54 1,85
7.425 7.505 7.590 7.945 8.620 8.735 9.003 8.290 8.780 9.395 9.530 9.595 9.450 9.835 10.400 11.675 11.058 11.440 9.525 8.865 9.675 10.435 10.430 10.400 10.320 10.189 9.233 8.976 8.940 8.876 8.905 8.908 8.675 8.279 8.285
Variabel Dependen IHSG 636,370 576,540 583,270 526,730 454,220 515,110 492,190 466,380 421,330 405,340 429,210 416,320 425,610 428,300 381,050 358,230 405,860 437,620 444,080 435,550 392,470 383,740 380,310 392,030 392,030 453,250 481,860 544,850 530,790 505,010 463,670 456,400 412,430 371,140 390,420
46
Tahun/Bulan
Variabel Dependen SBI
2002:12 2003:01 2003:02 2003:03 2003:04 2003:05 2003:06 2003:07 2003:08 2003:09 2003:10 2003:11 2003:12 2004:01 2004:02 2004:03 2004:04 2004:05 2004:06 2004:07 2004:08 2004:09 2004:10 2004:11 2004:12 2005:01 2005:02 2005:03 2005:04 2005:05 2005:06 2005:07 2005:08 2005:09 2005:10 2005:11 2005:12 2006:01 2006:02 2006:03 2006:04
12,93 12,69 12,24 11,40 11,06 10,44 9,53 9,10 8,91 8,66 8,48 8,49 8,31 7,86 7,48 7,42 7,33 7,32 7,34 7,34 7,37 7,39 7,41 7,41 7,43 7,42 7,43 7,44 7,70 7,95 8,25 8,50 9,51 10,00 11,00 12,25 12,75 12,75 12,74 12,73 12,74
INFLASI
KURS
1,20 0,80 0,20 -0,23 0,15 0,21 0,09 0,03 0,84 0,36 0,55 1,01 0,94 0,57 -0,02 0,36 0,97 0,88 0,48 0,39 0,09 0,02 0,56 0,89 1,04 1,43 -0,17 1,91 0,34 0,21 0,50 0,78 0,55 0,69 8,70 1,31 -0,04 1,36 0,58 0,03 0,05
8.505 8.940 8.905 8.908 8.675 8.279 8.285 8.505 8.535 8.389 8.495 8.537 8.465 8.457 8.447 8.587 8.661 9.268 9.210 9.130 9.246 9.155 9.095 9.025 9.270 9.167 9.258 9.468 9.568 9.508 9.761 9.819 10.240 10.310 10.090 10.035 9.830 9.395 9.230 9.075 8.775
Variabel Dependen IHSG 424,940 425,000 399,000 398,000 451,000 495,000 505,000 508,000 530,000 598,000 626,000 617,000 692,000 753,000 761,000 736,000 783,000 732,000 730,000 756,000 753,000 816,000 860,000 977,000 1.004,000 1.046,000 1.083,000 1.080,000 1.038,000 1.062,950 1.122,370 1.182,301 1.050,090 1.079,275 1.066,224 1.096,641 1.162,635 1.232,320 1.230,664 1.322,974 1.464,406
47
Tahun/Bulan
Variabel Dependen SBI
2006:05 2006:06 2006:07 2006:08 2006:09 2006:10 2006:11 2006:12 2007:01 2007:02 2007:03 2007:04 2007:05 2007:06 2007:07 2007:08 2007:09 2007:10 2007:11 2007:12 2008:01 2008:02 2008:03 2008:04 2008:05
12,50 12,50 12,25 11,75 11,25 10,75 10,25 9,75 9,50 9,25 9,00 9,00 8,75 8,50 8,25 8,25 8,25 8,25 8,25 8,00 8,00 7,93 7,96 7,99 8,31
INFLASI
KURS
0,37 0,45 0,45 0,33 0,38 0,86 0,34 1,21 1,04 0,62 0,24 -0,16 0,10 0,23 0,72 0,75 0,80 0,79 0,18 1,10 1,77 0,65 0,95 0,57 1,41
9.220 9.300 9.070 9.100 9.235 9.110 9.165 9.020 9.090 9.160 9.118 9.083 8.828 9.054 9.186 9.410 9.145 9.103 9.376 9.419 9.291 9.051 9.217 9.234 9.318
Variabel Dependen IHSG 1.329,996 1.310,263 1.351,649 1.431,262 1.534,615 1.582,626 1.718,961 1.805,523 1.757,258 1.740,971 1.830,924 1.999,167 2.084,324 2.139,278 2.348,673 2.194,339 2.359,206 2.643,487 2.688,332 2.745,826 2.627,251 2.721,944 2.447,299 2.304,516 2.444,349
48
2. Uji Stasioneritas pada Level IHSG Null Hypothesis: IHSG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
1.368297 -3.497029 -2.890623 -2.582353
0.9988
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IHSG) Method: Least Squares Date: 09/15/08 Time: 00:23 Sample (adjusted): 2000M02 2008M05 Included observations: 100 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
IHSG(-1) C
0.015207 3.004402
0.011114 13.33410
1.368297 0.225317
0.1743 0.8222
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.018746 0.008734 75.10673 552820.1 -572.7747 1.864003
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
18.07979 75.43687 11.49549 11.54760 1.872238 0.174348
49
KURS Dolar Amerika Serikat Null Hypothesis: KURS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.282821 -3.497029 -2.890623 -2.582353
0.0183
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KURS) Method: Least Squares Date: 09/15/08 Time: 00:26 Sample (adjusted): 2000M02 2008M05 Included observations: 100 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
KURS(-1) C
-0.161394 1500.004
0.049163 452.5370
-3.282821 3.314656
0.0014 0.0013
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.099074 0.089880 352.8770 12203172 -727.4957 1.698617
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
18.93000 369.8913 14.58991 14.64202 10.77691 0.001425
50
Suku Bunga SBI Null Hypothesis: SBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 5 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.087613 -3.500669 -2.892200 -2.583192
0.2501
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SBI) Method: Least Squares Date: 09/15/08 Time: 00:27 Sample (adjusted): 2000M07 2008M05 Included observations: 95 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
SBI(-1) D(SBI(-1)) D(SBI(-2)) D(SBI(-3)) D(SBI(-4)) D(SBI(-5)) C
-0.019548 0.591627 -0.063916 0.138816 0.297253 -0.154692 0.203712
0.009364 0.094404 0.109134 0.108828 0.109242 0.096369 0.110159
-2.087613 6.266947 -0.585669 1.275558 2.721060 -1.605197 1.849248
0.0397 0.0000 0.5596 0.2055 0.0078 0.1120 0.0678
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.576650 0.547785 0.277972 6.799632 -9.541264 2.078693
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-0.042316 0.413361 0.348237 0.536418 19.97764 0.000000
51
Inflasi Null Hypothesis: INFLASI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.762203 -3.497029 -2.890623 -2.582353
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI) Method: Least Squares Date: 09/15/08 Time: 00:27 Sample (adjusted): 2000M02 2008M05 Included observations: 100 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INFLASI(-1) C
-0.879150 0.657361
0.100334 0.123255
-8.762203 5.333345
0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.439283 0.433561 0.978715 93.87257 -138.7323 1.960663
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.000900 1.300409 2.814645 2.866748 76.77621 0.000000
52
3. Uji Stasioneritas pada First Difference IHSG First Difference Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.990868 -3.497727 -2.890926 -2.582514
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(IHSG,2) Method: Least Squares Date: 09/15/08 Time: 00:28 Sample (adjusted): 2000M03 2008M05 Included observations: 99 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(IHSG(-1)) C
-0.917097 17.46985
0.102003 7.783981
-8.990868 2.244333
0.0000 0.0271
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.454553 0.448930 75.53800 553481.0 -567.6036 1.965199
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
2.016798 101.7564 11.50714 11.55957 80.83570 0.000000
53
KURS Dolar Amerika Serikat First Difference Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.882580 -3.497727 -2.890926 -2.582514
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KURS,2) Method: Least Squares Date: 09/15/08 Time: 00:28 Sample (adjusted): 2000M03 2008M05 Included observations: 99 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(KURS(-1)) C
-0.897121 16.43325
0.100998 37.39786
-8.882580 0.439417
0.0000 0.6613
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.448551 0.442866 371.6507 13398051 -725.3422 1.986119
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.040404 497.9149 14.69378 14.74621 78.90023 0.000000
54
Suku Bunga SBI First Difference Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.946490 -3.500669 -2.892200 -2.583192
0.0439
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SBI,2) Method: Least Squares Date: 09/15/08 Time: 00:29 Sample (adjusted): 2000M07 2008M05 Included observations: 95 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(SBI(-1)) D(SBI(-1),2) D(SBI(-2),2) D(SBI(-3),2) D(SBI(-4),2) C
-0.249551 -0.132961 -0.206473 -0.079932 0.204979 -0.018347
0.084694 0.111886 0.107937 0.100805 0.095054 0.029180
-2.946490 -1.188360 -1.912899 -0.792937 2.156441 -0.628764
0.0041 0.2379 0.0590 0.4299 0.0337 0.5311
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.314251 0.275726 0.283168 7.136379 -11.83727 2.060920
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
-0.009895 0.332730 0.375521 0.536819 8.157036 0.000002
55
INFLASI First Difference Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-12.04445 -3.498439 -2.891234 -2.582678
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INFLASI,2) Method: Least Squares Date: 09/15/08 Time: 00:29 Sample (adjusted): 2000M04 2008M05 Included observations: 98 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INFLASI(-1)) D(INFLASI(-1),2) C
-1.908479 0.365774 0.020368
0.158453 0.094785 0.113717
-12.04445 3.858990 0.179107
0.0000 0.0002 0.8582
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.739675 0.734194 1.125730 120.3904 -149.1388 2.134333
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.013878 2.183493 3.104874 3.184006 134.9639 0.000000
56
4. Hasil Estimasi ARCH dan GARCH
Dependent Variable: DLOG(IHSG) Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 09/08/08 Time: 15:37 Sample (adjusted): 2000M02 2008M05 Included observations: 100 after adjustments Convergence achieved after 72 iterations Bollerslev-Wooldrige robust standard errors & covariance Variance backcast: OFF GARCH = C(6) + C(7)*RESID(-1)^2 + C(8)*GARCH(-1)
GARCH C D(INFLASI) DLOG(KURS) D(SBI)
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
-58.28778 0.195369 -0.001017 -1.124514 -0.008312
47.71207 0.148484 0.001916 0.160341 0.009602
-1.221657 1.315757 -0.530692 -7.013257 -0.865630
0.2218 0.1883 0.5956 0.0000 0.3867
4.244602 1.217356 1.851935
0.0000 0.2235 0.0640
Variance Equation C RESID(-1)^2 GARCH(-1) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.002105 0.114532 0.211962 0.265366 0.209470 0.059583 0.326610 145.0539 1.906285
0.000496 0.094082 0.114454
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.013458 0.067013 -2.741077 -2.532664 4.747494 0.000138
Estimation Command: ===================== ARCH(ARCHM=VAR,H,DERIV=AN) DLOG(IHSG) C D(INFLASI) DLOG(KURS) D(SBI)
57
Estimation Equation: ===================== DLOG(IHSG) = C(1)*GARCH + C(2) + C(3)*D(INFLASI) + C(4)*DLOG(KURS) + C(5)*D(SBI) GARCH = C(6) + C(7)*RESID(-1)^2 + C(8)*GARCH(-1) Substituted Coefficients: ===================== DLOG(IHSG) = -58.28777707*GARCH + 0.1953693736 - 0.001016745225*D(INFLASI) 1.124513594*DLOG(KURS) - 0.008311534978*D(SBI) GARCH = 0.002105232269 + 0.1145318153*RESID(-1)^2 + 0.2119619762*GARCH(-1)
58
5. Pemeriksaan Kenormalan Sisaan
59
6. Pemeriksaan Otokorelasi Date: 09/08/08 Time: 15:39 Sample: 2000M02 2008M05 Included observations: 100 Autocorrelation .|. .*| . .*| . .|. .*| . .*| . .*| . . |*. .|. . |*. .|. .|. .*| . .|. .*| . .*| . .|. .|. .|. .|. .|. .|. . |*. .*| . .|. .*| . .*| . .*| . .|. .|. . |*. .|. .|. .|. .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
Partial Correlation .|. .*| . .*| . .|. .*| . .*| . .*| . .|. .|. . |*. .|. .|. .|. .|. .*| . .*| . .|. .|. .|. .|. .|. .|. . |*. .|. .|. .|. .*| . .*| . .|. .|. .|. .*| . .*| . .|. .|.
| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
AC
PAC
Q-Stat
Prob
0.023 -0.096 -0.089 0.023 -0.128 -0.059 -0.108 0.083 0.018 0.186 0.064 0.012 -0.094 0.013 -0.110 -0.184 -0.022 0.048 0.015 0.050 0.061 -0.001 0.080 -0.058 -0.020 -0.060 -0.131 -0.060 0.041 0.049 0.130 -0.029 -0.043 0.032 -0.022
0.023 -0.096 -0.085 0.018 -0.147 -0.060 -0.135 0.049 -0.018 0.170 0.065 0.019 -0.047 0.019 -0.072 -0.178 0.011 -0.044 -0.024 -0.011 0.011 -0.048 0.107 -0.032 0.041 0.016 -0.129 -0.062 -0.042 0.025 0.062 -0.068 -0.081 0.031 -0.047
0.0548 1.0058 1.8315 1.8869 3.6386 4.0161 5.2910 6.0512 6.0877 9.9967 10.468 10.485 11.523 11.543 13.003 17.095 17.157 17.439 17.465 17.790 18.264 18.264 19.103 19.558 19.612 20.111 22.516 23.029 23.271 23.625 26.137 26.260 26.546 26.705 26.779
0.815 0.605 0.608 0.757 0.603 0.675 0.624 0.641 0.731 0.441 0.489 0.573 0.567 0.643 0.602 0.379 0.444 0.493 0.558 0.601 0.632 0.690 0.695 0.722 0.767 0.786 0.711 0.732 0.764 0.789 0.715 0.752 0.779 0.809 0.839
60
.*| .
|
.|.
|
36 -0.062 0.011 27.400 0.848
61
7. Pemeriksaan Multikolinieritas
8. Pemeriksaan Homoskedastisitas ARCH Test:
lag 1
F-statistic Obs*R-squared
0.055058 0.056161
Probability Probability
0.814979 0.812669
Test Equation: Dependent Variable: STD_RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/08/08 Time: 15:40 Sample (adjusted): 2000M03 2008M05 Included observations: 99 after adjustments White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C STD_RESID^2(-1)
1.043383 -0.023694
0.187043 0.078624
5.578292 -0.301360
0.0000 0.7638
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.000567 -0.009736 1.459736 206.6904 -176.9120 1.989759
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.018859 1.452681 3.614383 3.666810 0.055058 0.814979
62
ARCH Test:
lag 2
F-statistic Obs*R-squared
0.281217 0.576781
Probability Probability
0.755490 0.749469
Test Equation: Dependent Variable: STD_RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/08/08 Time: 15:40 Sample (adjusted): 2000M04 2008M05 Included observations: 98 after adjustments White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C STD_RESID^2(-1) STD_RESID^2(-2)
0.965775 -0.018973 0.073622
0.179436 0.077695 0.065846
5.382290 -0.244205 1.118090
0.0000 0.8076 0.2663
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.005886 -0.015043 1.470392 205.3951 -175.3144 2.018786
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1.023360 1.459456 3.639069 3.718201 0.281217 0.755490
63