NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006
REPUBLIK INDONESIA
Daftar Isi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ..................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iii
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................
iv
BAB I
BAB II
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN TAHUN ANGGARAN 2006 .......................................................................
1
Pendahuluan ..............................................................................
1
Gambaran Umum Ekonomi Indonesia Tahun 2005..............................
2
Perkembangan Indikator Ekonomi Makro 2004-2005.........................
5
Pertumbuhan Ekonomi ...........................................................
5
Inflasi .................................................................................
10
Nilai Tukar Rupiah ................................................................
12
Suku Bunga SBI 3 Bulan .........................................................
14
Harga Minyak Internasional ......................................................
16
Neraca Pembayaran ...............................................................
17
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ...
21
Pendahuluan .............................................................................
21
Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah .....................................
25
Penerimaan Dalam Negeri
...................................................
26
Penerimaan Perpajakan ....................................................
26
Penerimaan PPh ........................................................
27
Penerimaan PPN dan PPnBM ...................................
29
Penerimaan PBB dan BPHTB ...................................
30
Penerimaan Cukai dan Pajak Lainnya .........................
31
Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional ..............
32
Penerimaan Negara Bukan Pajak .......................................
33
Hibah .................................................................................
36
Perkiraan Belanja Negara ...........................................................
37
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat .......................................
38
i
Daftar Isi
Halaman Belanja Pemerintah Pusat menurut Jenis .................................
39
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi ........................
46
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi ..............................
50
Anggaran Belanja Ke Daerah ...........................................
51
Dana Perimbangan ...........................................................
52
Dana Bagi Hasil .........................................................
52
Dana Alokasi Umum ....................................................
54
Dana Alokasi Khusus ...................................................
55
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian ............................
55
Dana Otonomi Khusus .................................................
55
Dana Penyesuaian .......................................................
56
Defisit Anggaran .......................................................................
57
Pembiayaan Anggaran .................................................................
58
LAMPIRAN
:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 ...........................................................................................
ii
63
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.1
Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro, 2005 – 2006 ....................
5
Tabel I.2
Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-0-y), 2004-2006 ...................................................................................
9
Tabel I.3
Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan, 2001-2006 .............
15
Tabel I.4
Neraca Pembayaran Indonesia, 2005 – 2006 ...............................
20
Tabel II.1
Perkiraan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Tahun 2006...........................................................................................
25
Tabel II.2
Perkiraan Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah, Tahun 2006..........
37
Tabel II.3
Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis, Tahun 2006.............................................................................
45
Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi, Tahun 2006 ...............................................................
49
Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, Tahun 2006.........................................................................
51
Tabel II.6
Perkiraan Realisasi Anggaran Belanja Untuk Daerah, Tahun 2006.......
57
Tabel II.7
Perkiraan Realisasi Pembiayaan Anggaran, Tahun 2006 ................
62
Tabel II.4 Tabel II.5
iii
Daftar Grafik
DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik I.1
Perkembangan Inflasi, 2005 - 2006 ...............................................
11
Grafik I.2
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan REER, 2004 - 2006 .....................................................................................
13
Perkembangan Harga Rata-rata Minyak Mentah di Pasar Internasional, Desember 2004 - Mei 2006......................................
17
Grafik I.3
iv
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN TAHUN ANGGARAN 2006 PENDAHULUAN Kebijakan ekonomi makro 2006 merupakan satu bagian integral dari kebijakan ekonomi jangka menengah tahun 2004 - 2009 yang mengarah kepada tiga strategi dasar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, yaitu pro-growth, pro-employment, dan pro-poor. Kinerja ekonomi Indonesia tahun 2006 sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal, yang meliputi kinerja perekonomian dan kebijakan-kebijakan yang diambil dalam tahun-tahun sebelumnya. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, kinerja ekonomi Indonesia tahun 2006 ini juga tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh eksternal, antara lain terjadinya global imbalances seperti kenaikan harga minyak mentah dunia dan kinerja ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Kebijakan ekonomi makro 2006 merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi jangka menengah tahun 2004 – 2009.
Kebijakan fiskal memiliki peran penting dalam mengelola perekonomian yang dapat dilihat dari kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi dan stimulasi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun peran kebijakan fiskal sendiri tidak akan mencukupi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Peran yang lebih besar dari sektor swasta sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menjadi suatu keharusan. Ada dua prakondisi yang diperlukan untuk menggerakkan sektor swasta yaitu stabilitas ekonomi yang terjaga dan iklim investasi yang kondusif, yang antara lain telah diupayakan oleh Pemerintah dengan regulasi kebijakan sektor riil melalui Inpres No. 3 Tahun 2006. Iklim investasi yang kondusif dapat diciptakan melalui koordinasi yang baik dan harmonis dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan perbankan, serta kebijakan di sektor riil. Pemerintah terus berusaha melakukan perbaikan dalam rancangan, pelaksanaan, dan koordinasi kebijakan-kebijakan di berbagai bidang tersebut agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat terjaga dan terus terbangun.
Kebijakan fiskal memiliki peran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Undang-undang Nomor 13 tahun 2005 tentang APBN Tahun 2006 menetapkan bahwa penyusunan APBN 2006 didasarkan pada asumsiasumsi pertumbuhan ekonomi 6,2 persen, tingkat inflasi 8,0 persen (y-oy), rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.900 per dolar Amerika Serikat, ratarata suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan 9,5 persen, rata-
Sejak ditetapkannya UU No. 13 Tahun 2005 tentang APBN 2006 telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan.
1
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
rata harga minyak mentah US$57 per barel, dan rata-rata volume lifting minyak mentah 1,05 juta barel per hari. Namun demikian, sejak ditetapkannya undang-undang tersebut telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang cukup berarti, baik yang bersumber dari perubahan faktor-faktor eksternal maupun internal yang mempengaruhi pokok-pokok kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN 2006. Berdasarkan perubahan dan perkembangan yang terjadi tersebut, Pemerintah mengajukan perubahan atas Undang-undang APBN 2006 dengan tujuan agar keberlangsungan kebijakan fiskal dapat terjaga dan sasaran pembangunan ekonomi 2006 dapat tercapai. Dengan memperhatikan kondisi terkini, asumsi dasar ekonomi makro yang terdapat dalam APBN 2006 perlu disesuaikan dalam APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2006 sehingga menjadi sebagai berikut : pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, inflasi 8,0 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.300 per dolar Amerika Serikat, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan 12,0 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$64 per barel, dan rata-rata lifting minyak 1,0 juta barel per hari. Perubahan asumsi dasar ekonomi makro, khususnya asumsi harga minyak mentah akan membawa perubahan APBN secara signifikan, terutama terhadap besaran penerimaan minyak dan gas (migas), dana bagi hasil untuk daerah, dan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Demikian pula dengan perubahan asumsi nilai tukar rupiah dan suku bunga yang akan berpengaruh terhadap besaran pengeluaran negara terutama pembayaran bunga surat utang negara. Perubahan atas APBN 2006 juga dimaksud untuk mengakomodasikan tambahan kebutuhan dana.
Perubahan atas APBN 2006 juga dimaksudkan untuk mengakomodasikan pertambahan kebutuhan dana yang diperlukan untuk anggaran pendidikan, subsidi terhadap PT Perusahaan Listrik Negara akibat tidak dinaikkannya tarif dasar listrik (TDL), rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias, serta penanganan bencana alam Yogyakarta dan Jawa Tengah serta beberapa daerah lainnya.
GAMBARAN UMUM EKONOMI INDONESIA TAHUN 2006 Memasuki tahun 2006 kinerja ekonomi Indonesia cukup menggembirakan.
2
Memasuki tahun 2006, kinerja perekonomian Indonesia diwarnai oleh dinamika berbagai perubahan baik yang menggembirakan maupun yang kurang menggembirakan. Salah satu aspek kinerja ekonomi yang cukup menggembirakan adalah cukup terkendalinya stabilitas ekonomi yang merupakan salah satu kondisi penting dalam upaya pemulihan kepercayaan
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
para pelaku pasar dan investor di Indonesia. Secara kumulatif, dalam periode Januari – Oktober 2006, inflasi terkendali di tingkat 4,96 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2005 (15,65 persen). Selain itu, pada periode Januari – Oktober 2006 rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mencapai Rp9.177 per US$, relatif lebih kuat dibandingkan dengan nilai tukar rupiah periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9.705 per US$. Dalam kurun waktu tersebut, nilai tukar rupiah bahkan pernah mencapai level terkuat sebesar Rp8.775/US$ pada akhir April 2006. Demikian pula dengan suku bunga SBI 3 bulan yang menunjukkan kecenderungan menurun sejak awal tahun 2006. Sementara itu, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta juga menunjukkan kenaikan yang cukup menggembirakan, dimana pada penutupan perdagangan pada akhir Oktober 2006 mencapai 1.583, lebih baik dibandingkan akhir tahun 2005 yang mencapai 1.162,63. Di pihak lain, data dari sisi penanaman modal riil, memperlihatkan bahwa persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dalam periode Januari – Oktober 2006 mencapai nilai investasi sekitar Rp143,7 triliun, lebih besar dari persetujuan PMDN dalam periode yang sama tahun sebelumnya yang besarnya sekitar Rp44,6 triliun, atau meningkat sekitar 222,2 persen.
IHSG dan persetujuan PMDN meningkat.
Terkendalinya stabilitas ekonomi makro ini diiringi pula dengan meningkatnya posisi cadangan devisa dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya. Bila dalam tahun 2005 cadangan devisa mencapai US$34,7 miliar, maka pada tahun 2006 cadangan devisa diperkirakan naik sebesar US$4,8 miliar menjadi US$39,5 miliar, yang antara lain disebabkan oleh meningkatnya surplus neraca transaksi berjalan (current accounts) dalam tahun 2006 dibandingkan dengan perkiraan neraca transaksi berjalan dalam APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar US$1,66 miliar. Walaupun dari aspek stabilitas perekonomian Indonesia tahun 2006 memperlihatkan kinerja yang cukup menggembirakan, namun dari sisi pertumbuhan ekonomi dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, kinerja perekonomian Indonesia dihadapkan pada kendala dan tantangan yang cukup berat. Pertumbuhan ekonomi dalam semester I tahun 2006 tercatat hanya mencapai 5,0 persen, lebih rendah dari angka pertumbuhan semester I tahun 2005 sebesar 6,0 persen. Angka pertumbuhan yang relatif rendah ini diiringi dengan jumlah pengangguran dan jumlah penduduk miskin yang relatif masih cukup tinggi. Sampai akhir tahun 2006, jumlah pengangguran terbuka diperkirakan mencapai 11,4 juta orang (10,6 persen
Dari sisi pertumbuhan ekonomi dan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, ekonomi Indonesia dihadapkan pada kendala dan tantangan yang cukup besar.
3
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
dari total angkatan kerja) lebih tinggi dari jumlah pengangguran tahun 2005 yang sebesar 10,9 juta (10,3 persen dari total angkatan kerja). Peningkatan jumlah pengangguran ini diperkirakan akan menambah jumlah penduduk miskin yang tercatat sebesar 35,1 juta jiwa pada akhir tahun 2005. Rendahnya angka pertumbuhan dipengaruhi faktor internal dan eksternal.
Relatif rendahnya angka pertumbuhan ini tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal yang berkembang dalam tahun ini maupun dalam tahun-tahun sebelumnya. Dari sisi internal, hal tersebut terutama disebabkan oleh terbatasnya Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) akibat belum terciptanya iklim investasi dan usaha yang kondusif, menurunnya aktivitas konsumsi masyarakat, serta terbatasnya ketersediaan infrastruktur yang memadai. Rendahnya pertumbuhan ekonomi dan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat ini juga disebabkan oleh berbagai musibah dan bencana alam, seperti merebaknya penyakit flu burung, gempa bumi dan banjir yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Di lain pihak, faktor-faktor eksternal, seperti naiknya harga minyak mentah dunia dan kenaikan Fed Rate telah memberikan tambahan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi perekonomian domestik, antara lain meningkatkan tekanan inflasi sehingga mengurangi daya beli dan konsumsi rumah tangga, dan sekaligus meningkatkan ongkos produksi sektor usaha di dalam negeri.
Masih ada peluang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi baik dari sisi eksternal maupun internal.
Di tengah beratnya kendala dan tantangan yang dihadapi perekonomian Indonesia saat ini, masih ada peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia yang diperkirakan masih cukup kuat di tahun 2006, khususnya di negara-negara mitra dagang utama Indonesia, diharapkan mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi ekspor. Dari sisi internal, kebijakan pengendalian inflasi yang cukup efektif dalam enam bulan pertama tahun 2006 dapat diharapkan memberikan sedikit ruang kepada otoritas moneter untuk menurunkan suku bunga secara bertahap, di tengah tekanan meningkatnya Fed Rate. Hal ini sekaligus diharapkan dapat menjadi langkah awal pemulihan kepercayaan pasar bagi dunia usaha dan mendorong kembali daya beli masyarakat untuk meningkatkan konsumsi.
Perlu diwujudkan pemulihan kepercayaan pelaku dunia usaha.
Dalam kondisi dan situasi seperti yang digambarkan di atas, pemulihan kepercayaan pelaku dunia usaha untuk kembali melakukan dan mengembangkan investasi di dalam negeri merupakan suatu keharusan yang perlu diwujudkan. Salah satu langkah penting dalam upaya tersebut adalah mempercepat penyelesaian, penyempurnaan dan pelaksanaan paket-paket kebijakan reformasi sektor riil seperti di bidang investasi,
4
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
perpajakan, bea cukai, perburuhan, dan perbaikan kinerja birokrasi, disamping pembangunan infrastruktur yang perlu segera direalisasikan. Untuk itu diperlukan suatu langkah kebersamaan dan koordinasi yang erat dan konsisten di kalangan otoritas fiskal dan moneter, pemerintah daerah, kalangan dunia usaha, politisi, dan masyarakat pada umumnya.
PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI MAKRO 2005-2006 Beberapa variabel ekonomi makro tahun 2006 yang digunakan sebagai asumsi dasar penyusunan APBN 2006 adalah tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, rata-rata nilai tukar rupiah, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan, rata-rata harga dan volume lifting minyak mentah. Perkembangan indikator-indikator ekonomi makro tersebut dapat dilihat dalam Tabel I.1. Tabel I.1 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro, 2005 - 2006 Indikator
2005 Realisasi
1 2 3 4 5 6
Pertumbuhan ekonomi (%) Tingkat inflasi (%) Rata-rata Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) Suku bunga SBI-3 bulan (%) Harga Minyak ICP (US$/Barel) Lifting Minyak (Juta Barel/Hari)
5,6 17,11 9.705 9,09 51,81 0,999
2006 APBN 6,2 8,0 9.900 9,5 57,0 1,050
APBN-P 5,8 8,0 9.300 12,0 64 1,000
Pertumbuhan Ekonomi Dalam tahun 2005, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sebesar 5,6 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan banyak kalangan dan lembaga-lembaga internasional sebelumnya. Meskipun demikian, angka pertumbuhan tersebut masih berada di bawah sasaran asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN-P 2005 sebesar 6,0 persen. Lebih rendahnya angka realisasi laju pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2005 tersebut, terutama disebabkan oleh tekanan tingginya biaya produksi terkait dengan tingginya harga minyak dunia, naiknya ongkos angkut (freight), naiknya harga barang modal, serta bahan baku dan penolong yang sebagian harus diimpor. Selain itu, tingginya harga minyak dunia juga menyebabkan Pemerintah memandang perlu untuk menaikkan harga BBM domestik guna mengurangi beban pengeluaran APBN 2005 pada bulan
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,6 persen dalam tahun 2005.
5
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Maret dan Oktober 2005. Hal ini, telah menyebabkan meningkatnya tekanan inflasi secara keseluruhan. Meningkatnya inflasi tersebut selain telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat juga mendorong kenaikan upah buruh yang harus ditanggung sektor produksi. Pada sisi lain, depresiasi rupiah yang mulai terjadi sejak akhir triwulan III hingga akhir tahun 2005 menjadi faktor lain yang mendorong meningkatnya inflasi. Sebagai reaksi naiknya tekanan inflasi dan depresiasi rupiah tersebut, Bank Indonesia telah melakukan kebijakan menaikkan suku bunga (BI Rate). Tekanan pada stabilitas ekonomi makro di penghujung tahun 2005 tercermin pada terjadinya perlambatan di hampir semua komponen permintaan agregat.
Dari sisi penggunaan, tekanan terhadap ekonomi makro di penghujung tahun 2005 tercermin pada terjadinya perlambatan di hampir semua komponen permintaan agregat. Konsumsi rumah tangga melambat dari 5,0 persen pada tahun 2004 menjadi 4,0 persen dalam tahun 2005 terkait dengan melemahnya daya beli masyarakat. Sementara itu, investasi yang telah menunjukkan pemulihan yang cukup berarti dalam tahun 2004 yang tumbuh sebesar 14,1 persen, mengalami perlambatan menjadi 9,9 persen dalam tahun 2005.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2005 ditandai dengan pertumbuhan positif pada hampir semua lapangan usaha.
Dari sisi sektoral, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2005 ditandai dengan pertumbuhan positif pada hampir semua lapangan usaha. Pertumbuhan tinggi masih ditunjukkan oleh sektor-sektor nontradable seperti pengangkutan dan komunikasi (13 persen), bangunan (7,4 persen), keuangan, real estat dan jasa perusahaan (6,8 persen), serta listrik, gas, dan air bersih (6,3 persen). Sementara itu, kinerja sektor industri manufaktur mengalami perlambatan dari 6,4 persen menjadi 4,6 persen disebabkan oleh menurunnya kegiatan subsektor industri migas yang tumbuh negatif sebesar 5,9 persen. Pada saat yang sama juga terjadi perlambatan pada subsektor industri non-migas dari 7,5 persen pada tahun 2004 menjadi 5,9 persen disebabkan oleh meningkatnya ongkos produksi akibat penyesuaian harga BBM domestik serta tekanan stabilitas ekonomi makro pada paroh kedua tahun 2005.
Laju pertumbuhan ekonomi pada semesterI 2006 mencapai 5,0 persen.
Memasuki paroh pertama tahun 2006, laju pertumbuhan ekonomi mencapai 5,0 persen, lebih rendah dibanding laju pertumbuhan ekonomi periode yang sama tahun 2005. Dari sisi permintaan agregat, pengeluaran konsumsi yang masih memberikan kontribusi tertinggi dalam pembentukan PDB menunjukkan kecenderungan menurun khususnya dalam tiga triwulan terakhir. Penurunan ini disebabkan oleh besarnya tekanan inflasi yang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat sebagai dampak dari penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan Oktober 2005 serta tingginya tingkat suku bunga domestik. Terkait dengan tingginya suku bunga
6
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
domestik, laju pertumbuhan kredit konsumsi dalam bulan Agustus 2006 hanya mencapai sebesar 11,8 persen (y-o-y), lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 46,5 persen (y-o-y). Menurunnya tingkat konsumsi masyarakat tercermin pada menurunnya penjualan mobil dan motor dalam tujuh bulan pertama tahun 2006 masingmasing sebesar 50,2 persen dan 25,5 persen dibanding periode yang sama tahun 2005. Di lain pihak, konsumsi pemerintah meningkat yang disebabkan karena pembenahan pada sistem penganggaran baru yang mulai berlaku sejak tahun 2005 yang berdampak positif pada kelancaran proses pencairan anggaran pemerintah. Dalam semester I tahun 2006, konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 20,4 persen, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni tumbuh negatif sebesar 8,1 persen. Namun, tingginya konsumsi Pemerintah ini belum dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti yang diharapkan. Sementara itu, pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami penurunan yang cukup berarti dari semula 15,8 persen dalam semester I tahun 2005 menjadi 1,1 persen dalam semester I tahun 2006. Perlambatan kinerja investasi (PMTB) tersebut juga tercermin pada perlambatan yang terjadi pada pertumbuhan kredit investasi. Kredit investasi dalam bulan Oktober 2006 hanya tumbuh sebesar 6,3 persen, jauh lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2005 sebesar 17,9 persen. Menurunnya tingkat PMTB disebabkan oleh belum terealisasinya program percepatan pembangunan infrastruktur, meningkatnya suku bunga, dan tertundanya upaya perbaikan iklim investasi, meskipun kemajuan telah dicapai dalam bentuk peluncuran paket kebijakan reformasi di bidang investasi dan pembangunan infrastruktur. Pembenahan di sektor riil terutama yang berkaitan dengan perubahan kebijakan, regulasi seperti di bidang investasi, pajak, bea cukai, perburuhan, dan perbaikan kinerja birokrasi membutuhkan waktu cukup lama untuk menghasilkan dampak langsung dan segera. Upaya perbaikan tata pengelolaan publik (good public governance) serta pemberantasan korupsi telah menyebabkan beberapa ekses perlambatan pelaksanaan kebijakan di sektor publik. Dengan meningkatnya prinsip kehati-hatian dan munculnya kekhawatiran yang tinggi terhadap tindakan law enforcement, telah menyebabkan berbagai kelambatan dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaan anggaran. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab menurunnya kegiatan investasi swasta baik dari dalam maupun dari luar negeri.
PMTB pada semester I tahun 2006 mengalami penurunan yang cukup berarti.
Kinerja ekspor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 masih cukup menjanjikan di tengah gejolak eksternal terkait dengan tingginya harga minyak dunia. Laju pertumbuhan ekspor barang dan jasa dalam semester
Kinerja ekspor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 masih cukup menjanjikan.
7
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
I tahun 2006 mencapai sebesar 11,4 persen. Meskipun mengalami perlambatan bila dibandingkan laju pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya, ekspor barang dan jasa mencatat angka tertinggi dalam tiga triwulan terakhir. Pada sisi lain, seiring dengan perlambatan pada konsumsi dan investasi riil, kinerja impor barang dan jasa juga mengalami perlambatan. Laju pertumbuhan impor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 hanya sebesar 5,2 persen, lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan impor barang dan jasa periode yang sama tahun 2005 sebesar 22,8 persen. Sementara itu, kecenderungan penguatan kinerja ekspor barang dan jasa dalam semester I tahun 2006 diperkirakan terus berlanjut dalam semester berikutnya guna menopang kinerja pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dalam tahun 2006. Laju pertumbuhan ekspor barang dan jasa dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai sebesar 9,4 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 8,6 persen. Seiring menurunnya investasi, impor barang dan jasa diperkirakan akan menurun dari sekitar 12,3 persen dalam tahun 2005 menjadi 8,4 persen dalam tahun 2006. Dalam tahun 2006 seluruh sektor usaha diperkirakan mengalami pertumbuhan positif, kecuali subsektor industri pengolahan migas.
Dari sisi penawaran, dalam tahun 2006, seluruh sektor usaha diperkirakan mengalami pertumbuhan positif, kecuali subsektor industri pengolahan minyak dan gas yang dalam dua tahun terakhir mengalami pertumbuhan negatif terkait dengan menurunnya investasi untuk kegiatan eksplorasi migas. Walaupun hampir semua sektor mengalami pertumbuhan, namun hanya beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang melambat ini terkait dengan kecenderungan menurunnya kinerja subsektor pengangkutan akibat kebijakan penyesuaian harga BBM pada bulan Maret dan Oktober tahun 2005 yang lalu terutama pengangkutan laut dan udara serta jenis-jenis usaha terkait lainnya. Pada sisi lain, subsektor komunikasi masih mencatat laju pertumbuhan yang cukup tinggi dalam beberapa triwulan terakhir dengan rata-rata sekitar 24 persen, dan sektor bangunan diperkirakan akan tumbuh sebesar 7,4 persen.
Laju pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Laju pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan mencapai sekitar 2,6 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 2,5 persen. Dengan iklim berusaha yang relatif kondusif serta harga produk pertanian yang cukup fleksibel diharapkan dapat mendorong kinerja sektor pertanian dalam tahun 2006. Sampai dengan semester I tahun 2006, laju pertumbuhan sektor pertanian mencapai sebesar 3,9 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar 0,9 persen.
8
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Sementara itu, dalam tahun 2006, laju pertumbuhan sektor industri pengolahan khususnya non migas diperkirakan dapat tumbuh sebesar 5,0 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan tahun sebelumnya. Faktor pendorong meningkatnya sektor manufaktur ini diperkirakan bersumber dari meningkatnya pasar domestik bagi produk lokal yang disebabkan oleh mulai meningkatnya daya beli masyarakat akibat menurunnya tekanan inflasi dan tingkat suku bunga pada paroh kedua tahun 2006. Di sisi lain, meningkatnya permintaan untuk ekspor pada semester I tahun 2006 diharapkan dapat berlanjut dalam periodeperiode berikutnya sehingga dapat memacu kinerja sektor industri pengolahan. Realisasi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2004 2006 dapat dilihat dalam Tabel I.2.
Sektor industri pengolahan nonmigas diperkirakan tumbuh 6,2 persen.
Tabel I.2 Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-o-y), 2004 - 2006 (persen) Uraian Produk Domestik Bruto
2004
2005
2006
4,9
5,6
5,8
Menurut Penggunaan Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa
4,9 5,0 4,0 14,1 11,1 25,6
4,4 4,0 8,1 9,9 8,6 12,3
4,7 3,5 13,4 7,7 9,4 8,4
Menurut Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Migas Non migas Listrik, gas, air bersih Bangunan Perdagangan, hotel, dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, jasa perush. Jasa-jasa
2,1 -4,9 6,4 -1,9 7,5 4,2 6,9 5,8 14,0 7,9 5,4
2,5 1,6 4,6 -5,3 5,9 6,5 7,3 8,6 13,0 7,1 5,2
2,6 2,0 5,0 -3,1 6,0 6,3 7,6 8,3 12,9 6,3 5,6
Sumber: BPS, diolah
Prospek ekonomi Indonesia dalam paroh kedua 2006 diperkirakan akan membaik sejalan dengan berkurangnya tekanan inflasi yang juga diharapkan akan diikuti dengan menurunnya suku bunga secara bertahap. 9
Bab I
Sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2006 sekitar 5,8 persen.
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Selain itu stabilitas nilai tukar rupiah yang terkendali, kemajuan realisasi percepatan pembangunan infrastruktur dan pembenahan sektor riil, serta tambahan stimulasi yang berasal dari dana luncuran anggaran tahun 2005, juga diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2006. Dari sisi eksternal, kinerja perekonomian global yang masih relatif cukup kuat diharapkan akan memberikan peluang bagi perekonomian Indonesia. Dengan demikian, sasaran pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai sekitar 5,8 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar 6,2 persen.
Inflasi Inflasi pada tahun 2006 diperkirakan menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Inflasi pada tahun 2006 diperkirakan cenderung menurun, setelah mengalami peningkatan pada tahun 2005 yang mencapai 17,11 persen (y-o-y). Tingginya inflasi pada tahun 2005 tersebut disebabkan oleh penyesuaian harga BBM dalam negeri pada bulan Maret dan Oktober 2005. Pada bulan-bulan tersebut inflasi masing-masing mencapai 1,91 persen pada bulan Maret dan 8,70 persen pada bulan Oktober 2005. Memasuki tahun 2006 harga beras mengalami peningkatan yang disebabkan antara lain oleh meningkatnya harga pembelian beras (HPB) sebesar 28 persen. Hal tersebut juga diperkuat dengan meningkatnya harga bumbu-bumbuan, tarif telepon, dan air minum, yang telah menyebabkan inflasi pada bulan Januari 2006 mencapai 1,36 persen, atau inflasi y-o-y sebesar 17,03 persen.
Laju inflasi pada bulan Februari, Maret, dan April relatif rendah.
Namun, seiring dengan datangnya musim panen di beberapa daerah pada bulan Februari, Maret, dan April 2006, harga bahan makanan seperti beras, bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, daging dan telor ayam ras, serta lainnya mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya. Penurunan harga tersebut menyebabkan laju inflasi pada bulan Februari, Maret, April relatif rendah, masing-masing menjadi sebesar 0,58 persen, 0,03 persen, dan 0,05 persen, atau inflasi y-o-y masing-masing sebesar 17,92 persen, 15,74 persen, dan 15,40 persen. Sementara itu, inflasi inti (core inflation) pada bulan Februari, Maret, dan April masing-masing mencapai 0,63 persen, 0,26 persen, dan 0,32 persen.
Inflasi pada bulan Juni 2006 mencapai 0,45 persen atau inflasi y-o-y sekitar 15,53 persen.
Setelah tercatat mengalami peningkatan indeks harga yang cukup rendah di bulan-bulan tersebut di atas, pada bulan Juni 2006, hampir semua indeks harga kelompok pengeluaran kecuali kelompok sandang, mengalami sedikit peningkatan sehingga inflasi pada bulan tersebut mencapai 0,45 persen, atau inflasi y-o-y sebesar 15,53 persen. Beberapa kelompok barang menunjukkan peningkatan indeks harga antara 0,1 persen sampai dengan 1,12 persen. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok bahan
10
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
makanan, dan terendah terjadi pada kelompok transport dan komunikasi. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan cukup tajam antara lain adalah beras, daging ayam ras, cabe rawit, dan tarif kontrak rumah. Peningkatan indek harga, terutama untuk kelompok bahan makanan kembali terjadi pada bulan Oktober 2006 hingga mencapai 2,17 persen. Perkembangan inflasi tahun 2005-2006 dapat dilihat pada Grafik I.1
m-t-m, %
Grafik I.1 Perkembangan Inflasi Umum, Bahan Makanan dan Inflasi Inti, 2005 - 2006
y-o-y, %
10
20
8
15
6 4
10
2
5
0 -2 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt
0
Sumber: Badan Pusat Statistik
2005 Umum (y-o-y)
2006 Umum (m-t-m)
Bahan Makanan
Dengan perkembangan tersebut, inflasi kumulatif selama Januari – Oktober 2006 sebesar 4,96 persen, lebih rendah dibandingkan inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2005 (15,65 persen). Berdasarkan kelompok pengeluaran, inflasi kumulatif selama Januari-Oktober 2006 bersumber dari peningkatan indeks harga kelompok bahan makanan (8,81 persen), pendidikan, rekreasi dan olah raga (8,02 persen), sandang (5,96 persen), makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (4,70 persen), kesehatan (4,33 persen), perumahan (3,76 persen), serta transpor, komunikasi dan jasa keuangan (1,12 persen). Dilihat dari komponennya, selama sepuluh bulan pertama tahun 2006 inflasi inti sebesar 5,02 persen, inflasi volatile foods sebesar 10,08 persen, dan inflasi administered prices sebesar 1,42 persen. Selama Januari - Oktober 2006, laju inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 1,36 persen dan laju inflasi terendah terjadi pada bulan Maret sebesar 0,03 persen. Sementara itu dilihat menurut daerah, inflasi tertinggi terjadi di kota Banjarmasin dan inflasi terendah terjadi di Sibolga. Penundaan rencana penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) diperkirakan akan mengurangi tekanan inflasi pada tahun 2006. Meskipun demikian, terdapat beberapa faktor yang perlu diwaspadai yang diperkirakan berpotensi memberi tekanan inflasi pada dua bulan mendatang, seperti masih tingginya harga minyak dunia dan adanya tekanan musiman akibat meningkatnya permintaan barang kebutuhan pokok masyarakat terkait dengan Natal dan Tahun Baru.
Inflasi kumulatif selama Januari – Oktober 2006 sekitar 4,96 persen.
11
Bab I
Asumsi laju inflasi sebesar 8,0 persen dalam APBN 2006 diperkirakan dapat dicapai.
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Dalam rangka pengendalian laju inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia senantiasa meningkatkan koordinasi dalam melakukan pemantauan dan pengendalian inflasi, yang ditempuh melalui berbagai kebijakan, antara lain menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, menjaga kecukupan pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pokok, menurunkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi, dan meminimalkan gejolak harga yang berasal dari kebijakan administered prices. Dengan mempertimbangkan realisasi laju inflasi sampai dengan bulan Oktober 2006, berbagai kebijakan yang dilakukan, dan perkiraan inflasi pada dua bulan ke depan, maka asumsi laju inflasi dalam APBN-P diperkirakan sama dengan APBN 2006 yaitu sebesar 8 persen.
Nilai Tukar Rupiah Selama tahun 2005 ratarata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.705/US$.
Nilai tukar rupiah yang pada awal tahun 2005 rata-rata sebesar Rp9.195/ US$ cenderung melemah hingga bulan November 2005, bahkan pernah mencapai Rp10.345/US$ pada awal September 2005. Namun, seiring dengan meningkatnya aliran masuk investasi portofolio, rupiah kembali menguat dari bulan sebelumnya, hingga mencapai rata-rata Rp9.841/US$ pada bulan Desember 2005. Dengan perkembangan tersebut, selama tahun 2005 rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.705/US$.
Selama Januari – Oktober 2006 rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.177/ US$.
Memasuki tahun 2006, penguatan nilai tukar rupiah tersebut terus berlanjut dengan volatilitas yang menurun. Sampai dengan akhir Oktober 2006, rupiah menguat cukup signifikan, yaitu dari sekitar Rp9.841/US$ pada Desember tahun 2005, menjadi sekitar Rp9.170/US$ atau mengalami apresiasi sekitar 6,8 persen. Dengan perkembangan tersebut selama Januari – Oktober 2006, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai sebesar Rp9.177 per US$, menguat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9.705 per US$. Secara fundamental, penguatan rupiah tersebut didukung oleh membaiknya pasokan valas terkait dengan surplus neraca pembayaran. Surplus neraca pembayaran didukung oleh terjadinya surplus, baik pada kinerja neraca transaksi berjalan maupun neraca modal. Surplus neraca berjalan terutama disebabkan oleh rendahnya impor, dan surplus pada neraca modal terutama terkait dengan meningkatnya pemasukan modal langsung dan investasi portofolio di pasar saham, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta Surat Utang Negara (SUN). Meskipun nilai tukar rupiah mengalami penguatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, namun masih terdapat beberapa faktor negatif yang perlu diwaspadai. Hal ini disebabkan karena sebagian besar investasi yang masuk didominasi oleh investasi portofolio jangka pendek yang mempunyai potensi risiko terjadinya pembalikan (capital
12
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
reversal). Selain itu, meningkatnya harga minyak mentah dunia juga berpotensi meningkatnya kebutuhan valas. Dua hal di atas pada gilirannya dapat menekan nilai tukar rupiah. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia terus melanjutkan kebijakan moneter yang tight bias, yang tercermin pada masih tingginya suku bunga Bank Indonesia. Kebijakan lainnya adalah melakukan sterilisasi valas, pengelolaan risiko bank, pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit dalam valas oleh bank, serta memperkuat sistem monitoring transaksi devisa yang terintegrasi serta meningkatkan koordinasi antara Pemerintah dan Otoritas Moneter khususnya untuk memperkuat pasokan valas dan mengelola permintaan valas. Melalui kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan transaksi valas yang bersifat fluktuatif akan berkurang dan sekaligus dapat memperkuat struktur valas domestik
Kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Indeks nilai tukar rupiah secara riil (real effective exchange rate, REER) dengan tahun dasar tahun 2003 menunjukkan peningkatan, yaitu dari 105,38 pada Desember 2005 menjadi 117,30 pada Oktober 2006. Demikian pula indeks nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (bilateral regional exchange rate, BRER) juga menunjukkan peningkatan dari 70,21 pada Desember 2005 menjadi 78,57 pada Oktober 2006. Peningkatan BRER terhadap dolar Amerika juga terjadi pada mata uang bath Thailand, ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan won Korea. Diantara negara-negara tersebut, indeks nilai tukar riil won Korea terhadap dolar Amerika merupakan yang tertinggi, disusul kemudian oleh nilai tukar rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa daya saing Indonesia cenderung menurun dan sedikit lebih rendah dibandingkan negara-negara kawasan regional kecuali Korea. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dapat dilihat pada Grafik I.2
Daya saing Indonesia cenderung menurun dan sedikit lebih rendah dibandingkan negaranegara sekawasan, kecuali Korea.
Grafik I.2 Pe rke mbangan Nilai Tukar Rupiah Te rhadap Dolar AS dan REER, 2004-2006
10.500
125 115
10.000
105 9.500
95
9.000
85 75
8.500
65
8.000
55 Jan 04
Apr
Sum ber : Bank Indonesia
Jul
Okt
Jan Apr Jul 05 Nominal
Okt
Jan Apr 06 REER
Jul
Okt
13
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Dengan memperhatikan realisasi Januari – Oktober 2006, dan perkiraan dua bulan ke depan, maka dalam APBN-P tahun 2006 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai sekitar Rp9.300/US$, lebih rendah dari perkiraan APBN sebesar Rp9.900/US$. Suku Bunga SBI 3 Bulan Dalam tahun 2005 ratarata suku bunga SBI 3 bulan mencapai 9,09 persen.
Dalam tahun 2005, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan mencapai 9,09 persen, lebih tinggi dari rata-rata tahun 2004 sebesar 7,39 persen. Hal ini disebabkan karena Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang cenderung ketat terkait dengan masih tingginya ekses likuiditas di sektor perbankan, tingginya laju inflasi, melemahnya nilai tukar rupiah, dan meningkatnya suku bunga internasional. Kebijakan tersebut dilakukan melalui peningkatan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) dari 8,25 persen pada bulan Juni menjadi 12,75 persen pada akhir tahun 2005. Seiring dengan meningkatnya suku bunga Bank Indonesia, suku bunga SBI 3 bulan juga meningkat dari 8,05 persen pada bulan Juni menjadi 12,83 persen pada Desember 2005.
Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan JanuariOktober 2006 mencapai 12,18 persen.
Memasuki tahun 2006 (Januari dan Februari), suku bunga SBI 3 bulan masih cukup tinggi yaitu 12,92 persen. Seiring dengan menurunnya inflasi dan menguatnya nilai tukar rupiah maka sejak Mei 2006, Bank Indonesia secara hati-hati dan terukur mulai menurunkan suku bunga BI Rate (cautious easing), sehingga pada bulan Oktober 2006 BI Rate mencapai 10,75 persen, atau lebih rendah 200 basis points dibanding posisi pada akhir tahun 2005 sekitar 12,75 persen. Penurunan ini diikuti oleh menurunnya suku bunga SBI 3 bulan secara bertahap, yaitu dari 12,83 persen pada akhir tahun 2005 menjadi 11,36 persen pada bulan Oktober 2006. Dengan perkembangan tersebut, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan selama Januari - Oktober 2006 mencapai 12,18 persen. Meskipun suku bunga SBI 3 bulan cenderung menurun dalam periode Januari - Oktober 2006, namun masih lebih tinggi 382 basis points (bps) dibandingkan periode yang sama tahun 2005 sebesar 8,36 persen. Pada bulan-bulan mendatang, suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan menurun seiring dengan menurunnya BI Rate dan laju inflasi (y-o-y), sehingga perkiraan suku bunga rata-rata SBI 3 bulan sebesar 12,0 persen dalam APBN-P tahun 2006 optimis dapat dicapai atau bahkan bisa lebih rendah dari 12 persen. Sama halnya dengan SBI 3 bulan, suku bunga SBI 1 bulan juga mengalami penurunan, walaupun masih berada pada level yang cukup tinggi, yaitu dari 12,75 persen pada akhir Januari 2006 menjadi 10,75 persen pada akhir Oktober 2006. Penurunan suku bunga SBI ini juga direspon oleh turunnya
14
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
suku bunga deposito pada semua tenor. Suku bunga deposito yang cenderung meningkat sejak Juli 2005 hingga mencapai 12,01 persen pada Januari 2006, sejak bulan Februari 2006 mulai menunjukkan penurunan menjadi 11,85 persen dan terus berlanjut hingga menjadi 10,01 persen pada Oktober 2006. Namun demikian, penurunan BI Rate dan suku bunga SBI tersebut masih ditransmisikan secara terbatas ke suku bunga kredit dalam arti penurunan suku bunga kredit berlangsung lebih lambat daripada penurunan BI Rate dan SBI. Hal ini terlihat pada penurunan suku bunga kredit modal kerja (KMK) dari 16,32 persen pada Januari 2006 menjadi 15,62 persen pada Oktober 2006. Demikian pula dengan suku bungan kredit investasi (KI), dalam periode yang sama juga mengalami penurunan dari 15,81 persen pada Januari 2006 menjadi 15,54 persen pada Oktober 2006. Sedangkan suku bunga kredit konsumsi (KK) dalam periode yang sama justru menunjukkan peningkatan, yaitu dari 17,08 persen menjadi 17,85 persen. Perkembangan suku bunga SBI dan perbankan dapat dilihat pada Tabel I.3 Tabel I.3 Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan 2001-2006 Periode 2001 2002 2003 2004 2005
Desember Desember Desember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
2006 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
SBI PUAB 1 Bln 3 Bln 17,62 17,60 15,66 12,99 13,12 8,89 8,31 10,16 4,65 7,43 7,29 3,76 7,42 7,30 5,21 7,43 7,27 5,20 7,44 7,31 5,95 7,70 7,51 6,21 7,95 7,81 6,07 8,25 8,05 6,95 8,49 8,45 5,29 8,75 8,54 8,55 10,00 9,25 6,92 11,00 12,09 7,79 12,25 12,6892 7,73 12,75 12,83 9,44 12,75 12,74 12,73 12,74 12,50 12,50 12,25 11,75 11,75 10,75
12,91 12,92 12,73 12,65 12,15 12,15 12,15 11,36 11,36 11,36
9,32 10,09 10,28 10,59 10,35 10,23 10,95 11,00 8,90 6,75
KMK 19,19 18,25 15,07 13,41 13,40 13,37 13,31 13,31 13,20 13,36 13,42 13,40 14,51 15,18 15,92 16,23
Kredit KI 17,90 17,82 15,68 14,05 13,98 13,87 13,78 13,74 13,68 13,65 13,65 13,62 14,47 14,92 15,43 15,66
KK 19,85 20,21 18,69 16,57 16,32 16,23 16,33 16,23 16,17 16,04 16,02 15,96 16,27 16,33 16,6 16,83
Deposito 1 Bulan 16,07 12,81 6,62 6,43 6,46 6,46 6,50 6,58 6,76 6,98 7,22 7,55 9,16 10,43 11,46 11,98 ,
16,32 16,34 16,35 16,29 16,25 16,15 16,14 16,05 15,82 15,62
15,81 15,87 15,90 15,90 15,89 15,94 15,91 15,85 15,66 15,54
17,08 17,28 17,52 17,65 17,77 17,82 17,87 17,83 17,88 17,85
12,01 11,85 11,61 11,51 11,45 11,34 11,09 10,80 10,47 10,01
Sumber: Bank Indonesia
15
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Dengan memperhatikan realisasi SBI 3 bulan dalam sepuluh bulan pertama tahun 2006 dan perkiraan dalam dua bulan kedepan, maka selama tahun 2006 rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan sekitar 12 persen, lebih tinggi dari perkiraan semula dalam APBN sebesar 9,5 persen.
Harga Minyak Internasional Dalam tahun 2006 harga minyak mentah internasional diperkirakan masih tinggi.
Dalam tahun 2006, harga minyak mentah internasional diperkirakan masih akan berada pada level yang cukup tinggi. Beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan harga minyak adalah kondisi geopolitik yang masih belum menentu di Irak, Nigeria, dan sengketa pengembangan teknologi nuklir oleh Iran. Konflik politik yang terjadi sampai saat ini di Irak telah menimbulkan gangguan terhadap pasokan minyak mentah dari negara tersebut. Pasokan minyak dari Nigeria juga mengalami gangguan sebagai akibat serangan yang dilakukan oleh kelompok militan terhadap fasilitas minyak di negara tersebut. Penolakan Iran atas permintaan dari negara-negara barat khususnya Amerika Serikat untuk menghentikan program nuklirnya menimbulkan ketegangan politik internasional yang berujung kepada meningkatnya harga minyak mentah internasional. Di samping faktor ketidakstabilan geopolitik di atas, tingginya harga minyak mentah internasional juga didorong oleh tetap kuatnya kinerja perekonomian Cina dan India yang menyebabkan tingginya permintaan minyak dari negara-negara tersebut. Meningkatnya harga minyak dunia juga disebabkan oleh kecemasan pasar atas menurunnya spare capacity produksi minyak dunia, dan kekhawatiran akan terbatasnya pasokan minyak mentah internasional di masa depan. Dalam tahun 2006 permintaan minyak dunia diperkirakan meningkat sebesar 1,9 persen, lebih tinggi dari peningkatan permintaan yang terjadi selama tahun 2005 sebesar 1,7 persen. Sementara itu dari sisi pasokan, dalam tahun 2006 diperkirakan meningkat sebesar 800 ribu barel per hari (0,95 persen) dibandingkan tahun 2005, dari 84,4 juta barel per hari menjadi 85,2 juta barel per hari, yang terutama bersumber dari produksi minyak di negara-negara bekas Uni Soviet. Harga rata-rata minyak mentah jenis Dated Brent di pasar internasional pada periode Desember 2005 - Oktober 2006 mencapai US$63,33 per barel atau meningkat US$12,89 per barel (24,58 persen) dibanding harga pada periode Desember 2004 – Oktober 2005 yang mencapai US$52,44 per barel. Harga rata-rata minyak mentah basket OPEC pada periode Desember 2005 - Oktober 2006 juga mengalami kenaikan dibanding periode Desember 2004 – Oktober 2005, yaitu dari US$49,43 per barel menjadi US$61,02 per barel (naik 23,44 persen).
16
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Sejalan dengan meningkatnya harga minyak mentah internasional tersebut, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ ICP) dalam periode Desember 2005 - Oktober 2006 juga menunjukkan kecenderungan peningkatan yang relatif tinggi. Realisasi harga rata-rata minyak mentah ICP dalam periode tersebut sebesar US$64,52 per barel atau meningkat US$12,79 per barel (24,73 persen) dibandingkan periode Desember 2004 – Oktober 2005. Dengan memperhatikan perkembangan harga minyak yang terjadi di pasar internasional dalam periode Desember 2005 - Oktober 2006, maka realisasi harga minyak mentah ICP dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai US$64 per barel. Perkembangan harga rata-rata minyak mentah di pasar internasional dapat dilihat pada Grafik I.3.
Harga minyak mentah Indonesia(ICP) cenderung meningkat.
Grafik I.3 Perkembangan Harga Minyak Indonesia ICP, Desember 2004 - Oktober 2006 80
US $/barel
70 60 50
OPEC
O kt
S ep
Jul
Agst
Jun
Apr
M ei
M rt
P eb
Des
Dated Brent
Jan'06
O kt
Nov
S ep
Jul
Ags
Jun
Apr
M ei
M rt
P eb
Jan'05
30
Des'04
40
ICP
Sumber: ESDM, Bloomberg
Volume lifting minyak mentah Indonesia dalam APBN-P 2006 diperkirakan mencapai 1,0 juta barel per hari atau sama dengan realisasi tahun 2005, namun lebih rendah dibanding asumsi lifting dalam APBN 2006 sebesar 1,05 juta barel per hari. Belum berkembangnya lifting minyak tersebut terkait dengan cukup tingginya natural declining rate sumur-sumur minyak di Indonesia yang sudah tua yang mencapai sekitar 10 persen per tahun, sementara minyak dari sumur-sumur baru seperti Blok Cepu dan Lapangan Jeruk masih belum dapat berproduksi secara optimal.
Dalam tahun 2006 volume lifting ICP diperkirakan sebesar1,0 juta barel per hari.
Neraca Pembayaran Perkiraan membaiknya perekonomian dunia tahun 2006 dan terjaganya stabilitas ekonomi makro Indonesia berdampak terhadap kinerja neraca pembayaran. Hal ini terlihat pada posisi cadangan devisa yang diperkirakan meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bila
Pada tahun 2006 cadangan devisa diperkirakan meningkat.
17
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
dalam tahun 2005 cadangan devisa mencapai US$34.724 juta, maka dalam APBN-P 2006 cadangan devisa diperkirakan naik sebesar US$4.780 juta menjadi US$39.504 juta. Meningkatnya posisi cadangan devisa tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya ekspor terkait dengan menguatnya permintaan dunia dan meningkatnya arus masuk modal asing. Dalam tahun 2006, realisasi surplus neraca transaksi berjalan (current accounts) diperkirakan lebih tinggi.
Dalam APBN-P 2006, realisasi surplus neraca transaksi berjalan (current accounts) diperkirakan sebesar US$4.864 juta, yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan neraca transaksi berjalan di dalam APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar US$1.661 juta. Meningkatnya surplus transaksi berjalan tersebut terutama bersumber dari meningkatnya surplus neraca perdagangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan meningkatnya defisit neraca jasa-jasa.
Realisasi surplus neraca perdagangan dalam tahun 2006 diperkirakan meningkat.
Realisasi surplus neraca perdagangan dalam APBN-P 2006 diperkirakan mencapai US$28.360 juta atau meningkat dari perkiraan dalam APBN 2006 sebesar US$16.421 juta. Kenaikan tersebut terkait dengan peningkatan ekspor di satu sisi dan di sisi lain impor mengalami penurunan. Realisasi nilai ekspor diperkirakan mencapai US$96.134 juta, atau 9,98 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan APBN 2006. Meningkatnya ekspor tersebut antara lain bersumber dari ekspor nonmigas dan migas sebagai akibat dari perkiraan lebih tingginya harga beberapa komoditas dan harga minyak di pasar internasional. Sementara itu, realisasi nilai impor diperkirakan mencapai US$67.774 juta atau lebih rendah 4,53 persen dari perkiraan pada APBN 2006 sebesar US$70.987 juta. Nilai impor yang lebih rendah tersebut terutama didorong oleh menurunnya impor migas sebagai dampak dari kenaikan harga BBM yang dapat menahan laju kebutuhan konsumsi BBM dalam negeri. Sedangkan penurunan impor nonmigas diperkirakan karena adanya penurunan domestic demand.
Realisasi neraca jasajasa dalam tahun 2006 diperkirakan defisit.
Dari sisi neraca jasa-jasa, dampak Bom Bali II masih dirasakan di daerah tujuan wisata utama yang menyebabkan penerimaan devisa dari sektor pariwisata mengalami penurunan yang cukup signifikan. Di samping itu, cukup besarnya transfer ke luar negeri atas pendapatan investasi asing yang berasal dari PMA berdampak pada semakin besarnya defisit neraca jasa-jasa secara keseluruhan. Realisasi neraca jasa-jasa dalam APBN-P 2006 diperkirakan defisit sebesar US$23.496 juta atau lebih besar daripada defisit pada tahun 2005 yang mencapai sebesar US$21.982 juta. Dalam APBN-P 2006, realisasi neraca modal secara keseluruhan diperkirakan surplus sebesar US$3.255 juta dibandingkan dengan APBN
18
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
tahun 2006 yang mengalami defisit sekitar US$68 juta. Surplus tersebut juga lebih baik dibandingkan dengan realisasi neraca modal tahun sebelumnya yang mengalami defisit sebesar US$3.064 juta. Membaiknya posisi neraca modal tersebut terkait dengan membaiknya perkiraan realisasi neraca modal sektor publik yang mengalami surplus sebesar US$836 juta dibandingkan dengan APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar US$2.493 juta. Surplus neraca modal sektor publik tersebut disebabkan karena penerbitan obligasi pemerintah dalam valuta asing (global bond) pada bulan Maret 2006 dan tingginya pembelian surat utang negara (SUN) oleh investor luar negeri.
Dalam tahun 2006, realisasi neraca modal secara keseluruhan diperkirakan surplus.
Realisasi neraca modal sektor swasta dalam APBN-P 2006 diperkirakan mencatat surplus sebesar US$2.419 juta, lebih tinggi dari realisasi tahun 2005 yang mencatat defisit sebesar US$7.069 juta, namun lebih rendah apabila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN tahun 2006 sebesar US$2.425 juta. Aliran masuk penanaman modal asing (PMA) diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan APBN 2006 antara lain karena belum kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Dengan demikian, PMA dalam APBN-P 2006 diperkirakan mengalami penurunan surplus menjadi US$121 juta dibandingkan dengan APBN 2006 sebesar US$2.874 juta. Investasi jangka pendek (portfolio investment) diperkirakan masih surplus sebesar US$1.110 juta, lebih baik dibandingkan dengan posisi tahun 2005, meskipun tidak sebesar APBN 2006 yang mencapai US$2.449 juta. Sementara itu, investasi lainnya (neto) dalam APBN-P 2006 diperkirakan mengalami surplus sebesar US$1.188 juta, lebih baik dibandingkan dengan APBN 2006 yang mengalami defisit sebesar US$2.898 juta. Hal tersebut terutama disebabkan oleh berkurangnya kewajiban pembayaran luar negeri yang telah jatuh tempo. Ringkasan neraca pembayaran Indonesia tahun 2005, APBN dan APBN-P tahun 2006 dapat dicermati pada Tabel I.4.
19
Bab I
Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2006
Tabel I.4 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA, 2005- 2006 (US$ juta) ITEM
A. TRANSAKSI BERJALAN
2005 Real.
2006 APBN
APBN-P
340
-1.661
4.864
Neraca Perdagangan
22.322
16.421
28.360
a. Ekspor, fob
86.178
87.408
96.134
b. Impor, fob
-63.856
-70.987
-67.774
Neraca Jasa-jasa, neto
-21.982
-18.082
-23.496 3.255
B. NERACA MODAL
-3.064
-68
Sektor Publik, neto
4.005
-2.493
836
7.451
5.051
7.968
-
-
Penerimaan pinjaman dan bantuan a.
Bantuan program dan lainnya
6.103
2.000
5.466
b.
Bantuan proyek dan lainnya
1.348
3.051
2.502
-3.446
-7.544
-7.132
-7.069
2.425
2.419
3.041
2.874
121
-588
2.449
1.110
Pelunasan pinjaman
Sektor Swasta, neto -
Penanaman modal langsung, neto
-
Investasi portfolio
-
Lainnya, neto
-9.522
-2.898
1.188
C. TOTAL (A + B)
-2.724
-1.729
8.119
3.169
-368
1.534
445
-2.907
9.653
-445
2.907
-9.653
D. SELISIH YANG BELUM DIPERHITUNGKAN E. KESEIMBANGAN UMUM F. PEMBIAYAAN *)
Perubahan cadangan devisa Cadangan devisa
Transaksi berjalan/PDB (%)
1.596
7.617
-4.780
34.724
27.107
39.504
0,1
-0,5
1,4
*) Tanda negatif berarti penambahan devisa dan tanda positif berarti pengurangan devisa Sumber : Bank Indonesia, Depkeu (diolah)
20
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BAB II ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PENDAHULUAN Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2006 menghadapi tekanan yang cukup berat, oleh karena sejak ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang APBN Tahun Anggaran 2006, telah terjadi berbagai perubahan dan perkembangan yang cukup banyak pada faktorfaktor eksternal maupun internal yang berdampak signifikan pada berbagai indikator ekonomi makro, dan berbagai sasaran pendapatan negara dan hibah, belanja negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumbersumber pembiayaan anggaran.
Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2006 menghadapi tekanan yang cukup berat.
Dari sisi eksternal, faktor harga minyak dunia yang tinggi dan fluktuasinya masih akan menimbulkan ketidakpastian pada pelaksanaan APBN tahun 2006, oleh karena berpengaruh cukup signifikan pada penerimaan migas, perubahan subsidi BBM maupun subsidi listrik. Sementara itu, ketidakseimbangan global (global imbalances) diperkirakan akan menurunkan aliran modal ke negara-negara berkembang dan emerging, sehingga kecenderungan larinya modal ke negara yang dianggap memiliki risiko lebih kecil (flight to quality) akan menyebabkan terjadinya arus keluar modal jangka pendek dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Faktor-faktor tersebut pada gilirannya dapat mempengaruhi stabilitas moneter serta struktur dan ketahanan fiskal.
Dari sisi eksternal, faktor harga minyak dunia yang tinggi dan fluktuasinya masih akan menimbulkan ketidakpastian pada pelaksanaan APBN tahun 2006.
Dari sisi internal, perkembangan ekonomi Indonesia selama triwulan I dan triwulan II tahun 2006 menunjukkan perubahan yang cukup besar pada berbagai variabel ekonomi makro dibandingkan dengan perkiraan awal pada saat penyusunan asumsi APBN 2006. Perekonomian Indonesia dalam semester I tahun 2006 masih mengalami perlambatan akibat kenaikan harga BBM tahun 2005 dan berbagai faktor eksternal, namun diperkirakan secara bertahap akan kembali membaik pada semester II tahun 2006. Perbaikan tersebut didukung oleh membaiknya kegiatan investasi, ekspor, dan pulihnya daya beli masyarakat. Kestabilan ekonomi makro terus dijaga baik, yang tercermin pada menurunnya volatilitas nilai tukar rupiah dan indeks harga saham gabungan (IHSG), serta menurunnya laju inflasi.
Dari sisi internal, perkembangan ekonomi Indonesia selama triwulan I dan triwulan II tahun 2006 menunjukkan perubahan yang cukup besar pada berbagai variabel ekonomi makro.
21
Bab II
Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun 2005.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 diperkirakan mencapai 5,9 persen. Meskipun perkiraan tersebut lebih rendah dari proyeksi awal pada saat penyusunan APBN 2006 sebesar 6,2 persen, namun masih lebih tinggi dari laju pertumbuhan ekonomi tahun 2005 yang mencapai 5,6 persen. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2006 tersebut akan dicapai dengan upaya perbaikan investasi, peningkatan kinerja ekspor dan menguatnya daya beli masyarakat. Namun, pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2006 tersebut memerlukan kerja keras, mengingat masih terdapat faktor-faktor risiko yang perlu diwaspadai. Laju inflasi kumulatif yang selama periode Januari – Mei 2006 stabil dan terkendali pada tingkat 2,41 persen, lebih rendah dari laju inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2005 sebesar 3,76 persen. Di sisi lain, nilai tukar rupiah meskipun mengalami penguatan, terutama pada kuartal pertama akibat arus modal masuk yang cukup deras, namun volatilitasnya masih cukup tinggi meskipun mulai mencapai suatu titik kestabilan baru pada semester II tahun 2006. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, kebutuhan valuta asing untuk impor, khususnya impor bahan baku dan barang modal dalam semester II tahun 2006 diperkirakan akan meningkat, sementara kegiatan ekspor masih diperkirakan stabil atau bahkan menguat. Dengan perkembangan tersebut, dalam tahun 2006 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan mencapai sekitar Rp9.300/US$ atau lebih kuat bila dibanding dengan asumsi nilai tukar pada APBN 2006 sebesar rata-rata Rp9.900/US$. Seiring dengan menguatnya nilai tukar rupiah, laju inflasi akan dapat distabilkan pada tingkat yang relatif rendah dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga sasaran inflasi sebesar 8,0 persen dalam tahun 2006 diperkirakan akan tetap dapat dicapai.
Suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan menurun, seiring dengan menguatnya nilai tukar rupiah dan menurunnya laju inflasi.
Selanjutnya, dengan menguatnya nilai tukar rupiah dan menurunnya laju inflasi tersebut, maka suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan cenderung menurun hingga mencapai sekitar 10,75 persen pada akhir 2006. Dengan perkembangan tersebut, selama tahun 2006, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan mencapai sekitar 12,0 persen, lebih tinggi dari perkiraan semula dalam asumsi APBN 2006 sebesar 9,5 persen. Perubahan pada berbagai indikator ekonomi makro dalam tahun 2006 tersebut di atas, akan sangat mempengaruhi besaran APBN secara keseluruhan. Di samping itu, dalam tahun 2006 juga terjadi perubahan kebijakan dalam menghadapi tantangan-tantangan yang harus diantisipasi oleh Pemerintah dalam waktu singkat. Oleh karena itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2006 perlu dilakukan penyesuaian
22
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atas sasaran-sasaran pendapatan negara dan hibah, belanja negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumber-sumber pembiayaan anggaran, agar menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaransasaran pembangunan ekonomi tahun 2006. Anggaran pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, pada saat yang sama, volume anggaran belanja negara diperkirakan juga akan membengkak, terutama sebagai akibat dari meningkatnya belanja pemerintah pusat. Berbagai perkembangan tersebut akan memberikan implikasi pada meningkatnya defisit anggaran yang diperkirakan menjadi sekitar 1,3 persen terhadap PDB.
Anggaran pendapatan negara dan hibah dalam tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN.
Untuk mengendalikan defisit, dan memenuhi kebutuhan pembiayaan yang lebih besar tersebut, maka dalam tahun 2006 telah dan akan diambil langkah-langkah kebijakan penyesuaian di sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Di bidang pendapatan negara, akan dilakukan langkahlangkah penyempurnaan administrasi perpajakan, yang meliputi antara lain intensifikasi dan ekstenfikasi pajak, disertai dengan kegiatan penagihan aktif dan penegakan hukum, serta pemberantasan penyelundupan, pita cukai palsu dan rokok tanpa pita cukai. Selain dari langkah-langkah administrasi perpajakan tersebut, dalam tahun 2006 juga telah dan akan diambil langkah-langkah kebijakan perpajakan, yang meliputi antara lain kebijakan peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebesar 10 persen, kebijakan penyesuaian harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 10 persen pada bulan April 2006, serta kebijakan pemberian berbagai fasilitas perpajakan.
Langkah-langkah kebijakan penyesuaian di sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan untuk mengendalikan defisit anggaran.
Dengan langkah-langkah administratif dan kebijakan perpajakan sebagaimana diuraikan di atas, maka sasaran penerimaan pajak dalam negeri dalam APBN tahun 2006 secara nominal diperkirakan dapat dicapai atau bahkan dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, rasio penerimaan pajak dalam negeri terhadap PDB (tax ratio) akan diupayakan sesuai dengan sasaran semula dalam APBN 2006 (sebesar 13,1 persen dari PDB). Namun, akibat terjadinya kenaikan angka nominal PDB, maka tax ratio menjadi lebih rendah. Untuk mempertahankan tax ratio yang tetap berarti diperlukan peningkatan penerimaan pajak secara nominal. Sementara itu, penerimaan pajak perdagangan internasional (bea masuk), diperkirakan akan menurun sebagai akibat adanya penurunan tarif dan nilai impor kena bea masuk (dutiable import) dalam rangka pelaksanaan perjanjian perdagangan antarnegara. Di bidang penerimaan negara bukan pajak (PNBP), penerimaan migas diperkirakan akan lebih tinggi, selain disebabkan oleh meningkatnya rata-rata harga minyak Indonesia dari
Kebijakan di bidang pendapatan negara.
23
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
asumsi semula US$57,0 per barel menjadi US$64,0 per barel, juga karena PT Pertamina akan memenuhi seluruh sisa kewajiban penyetoran penerimaan migas tahun 2005. Kebijakan di bidang belanja negara.
Pada sisi lain, anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan akan meningkat, berkaitan dengan meningkatnya beban pembayaran bunga utang dalam negeri akibat naiknya suku bunga SBI 3 bulan dari perkiraan semula 9,5 persen menjadi 12,0 persen, dan bertambahnya beban subsidi akibat lebih tingginya harga minyak mentah. Di lain pihak, menguatnya nilai tukar rupiah akan berpengaruh pada lebih rendahnya beban pembayaran bunga utang luar negeri, serta belanja yang bersumber dari pinjaman proyek. Di samping itu, perubahan anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2006 juga dipengaruhi oleh pelaksanaan dan perubahan kebijakan, baik yang ditempuh dalam rangka pengelolaan APBN maupun karena faktor-faktor di luar APBN. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain meliputi: (i) penambahan anggaran pendidikan, sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; (ii) pembatalan rencana kenaikan tarif dasar listrik; (iii) ditampungnya tambahan belanja dari luncuran DIPA 2005; (iv) penyediaan alokasi anggaran untuk rehabilitasi dan rekonstruksi DIY dan Jawa Tengah pasca bencana gempa bumi; (v) tambahan anggaran subsidi langsung tunai akibat meningkatnya jumlah penduduk miskin; (vi) tambahan bunga utang sebagai dampak dari kebijakan pengelolaan surat utang negara, dan penyelesaian SU-002 dan SU-004 antara Pemerintah dan Bank Indonesia; serta (vii) tambahan belanja dari revisi DIPA pinjaman dan hibah luar negeri. Sementara itu, pada alokasi belanja untuk daerah, perubahan terjadi pada alokasi dana bagi hasil (DBH), sejalan dengan perubahan target penerimaan yang dibagihasilkan, serta adanya usulan tambahan dana otonomi khusus untuk pembangunan infrastruktur bagi Provinsi Papua.
Kebijakan di bidang pembiayaan anggaran.
Peningkatan defisit anggaran menjadi sekitar 1,3 persen terhadap PDB tersebut akan diupayakan pembiayaannya dari sumber-sumber dalam negeri antara lain berupa: (i) penggunaan sebagian dana dari saldo rekening pemerintah; (ii) penambahan penerbitan SUN neto; serta (iii) pemanfaatan sumber pembiayaan luar negeri, baik dari pinjaman program (program loan) maupun pinjaman proyek (project loan) secara selektif. Dengan langkah-langkah kebijakan yang terpadu di berbagai lini tersebut, maka Pemerintah berkeyakinan pengelolaan APBN 2006 dan keuangan negara pada umumnya akan tetap dapat dilakukan secara aman dan terkendali sesuai dengan arah kebijakan fiskal yang ditetapkan dalam APBN 2006. Secara lebih rinci, besaran perkiraan realisasi dari masing-masing komponen APBN 2006 sebagaimana tercantum dalam Undang-undang
24
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 akan mengalami perubahan menjadi sebagaimana disusun dan dituangkan dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006. Gambaran selengkapnya tentang perkiraan realisasi APBN 2006 dapat diikuti dalam Tabel II.1. Tabel II.1 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, TAHUN 20061) (miliar rupiah) Uraian
A. Pendapatan Negara dan Hibah I.
Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri b. Pajak Perdagangan Internasional 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak a. Penerimaan SDA b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah
B. Belanja Negara I.
Belanja Pemerintah Pusat 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Bunga Utang 5. Subsidi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Belanja Lainnya
II. Belanja Ke Daerah 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
C. Keseimbangan Primer D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) E. Pembiayaan (I + II) I.
Pembiayaan Dalam Negeri 1. Perbankan dalam negeri 2. Non-perbankan dalam negeri II. Pembiayaan Luar negeri (neto) 1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
APBN
% thd PDB
APBN-P
% thd APBN
% thd PDB
625.237,0 621.605,4 416.313,2 399.321,7 16.991,5 205.292,3 151.641,6 23.278,0 30.372,7 3.631,6 647.667,8 427.598,3 79.896,1 55.180,9 62.952,2 76.629,0 79.510,4 36.930,5 36.499,1
20,6 20,4 13,7 13,1 0,6 6,8 5,0 0,8 1,0 0,1 21,3 14,1 2,6 1,8 2,1 2,5 2,6 1,2 1,2
659.115,2 654.882,3 425.053,1 410.226,4 14.826,7 229.829,3 165.694,9 22.322,5 41.811,9 4.232,9 699.099,1 478.249,3 79.075,3 55.991,8 69.779,7 82.494,7 107.627,6 41.018,2 42.262,1
105,4 105,4 102,1 102,7 87,3 112,0 109,3 95,9 137,7 116,6 107,9 111,8 99,0 101,5 110,8 107,7 135,4 111,1 115,8
21,1 21,0 13,6 13,2 0,5 7,4 5,3 0,7 1,3 0,1 22,4 15,3 2,5 1,8 2,2 2,6 3,5 1,3 1,4
220.069,5 216.592,4 3.477,1 54.198,2 (22.430,8) 22.430,8 50.913,0 23.026,7 27.886,3 (28.482,2) 35.112,4 (63.594,6)
7,2 7,1 0,1 1,8 (0,7) 0,7 1,7 0,8 0,9 (0,9) 1,2 (2,1)
220.849,8 216.797,7 4.052,1 42.510,7 (39.983,9) 39.983,9 55.257,7 17.906,5 37.351,2 (15.273,8) 37.550,4 (52.824,2)
100,4 100,1 116,5 78,4 178,3 178,3 108,5 77,8 133,9 53,6 106,9 83,1
7,1 7,0 0,1 1,4 (1,3) 1,3 1,8 0,6 1,2 (0,5) 1,2 (1,7)
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.
PERKIRAAN PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH Perubahan kondisi ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi yang melambat, nilai tukar rupiah yang cenderung menguat, suku bunga SBI 3 bulan yang meningkat, harga minyak mentah Indonesia yang lebih tinggi, dan lifting minyak yang menurun, serta langkah-langkah kebijakan dan 25
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
administrasi yang ditempuh dalam tahun 2006, memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap sasaran pendapatan negara dan hibah tahun 2006. Pendapatan negara dan hibah diperkirakan melampaui sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Realisasi anggaran pendapatan negara dan hibah hingga akhir tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp659.115,2 miliar (21,1 persen terhadap PDB), yang berarti naik sebesar Rp33.878,2 miliar atau 5,4 persen dari sasaran yang semula ditetapkan dalam APBN sebesar Rp625.237,0 miliar (20,6 persen terhadap PDB). Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2006 tersebut, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp495.224,4 miliar (18,1 persen terhadap PDB), berarti mengalami peningkatan sebesar Rp163.890,8 miliar atau 33,1 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2006 tersebut terutama bersumber dari meningkatnya perkiraan realisasi penerimaan dalam negeri dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
PENERIMAAN DALAM NEGERI Penerimaan dalam negeri diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Realisasi penerimaan dalam negeri tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp654.882,3 miliar atau 21,0 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti mengalami peningkatan Rp33.276,9 miliar atau 5,4 persen dari sasaran penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp621.605,4 miliar (20,4 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp493.919,6 miliar (18,1 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan dalam negeri tahun 2006 tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp160.962,8 miliar atau 31,1 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan dalam negeri tahun 2006 tersebut disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan perpajakan, terutama yang bersumber dari penerimaan Pajak Penghasilan nonmigas, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah , Pajak Bumi dan Bangunan, cukai, serta pajak/pungutan ekspor, dan lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) SDA migas dan PNBP lainnya. PENERIMAAN PERPAJAKAN
Penerimaan perpajakan merupakan penyumbang terbesar penerimaan dalam negeri.
26
Perkiraan realisasi penerimaan perpajakan mempunyai peranan yang sangat penting dalam memperkuat kapasitas fiskal dalam pembiayaan anggaran negara. Hal ini terutama karena (i) penerimaan perpajakan merupakan penyumbang terbesar penerimaan dalam negeri, yaitu 64,5 persen, sedangkan sisanya sebesar 35,5 persen disumbang oleh PNBP, dan (ii) penerimaan perpajakan relatif lebih stabil dibandingkan dengan
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
PNBP yang cenderung berfluktuasi tergantung kepada faktor-faktor eksternal, seperti harga minyak mentah dan nilai tukar. Realisasi penerimaan perpajakan dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp425.053,1 miliar atau 13,6 persen terhadap PDB. Jumlah ini, secara nominal lebih tinggi Rp8.739,9 miliar atau 2,1 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan perpajakan yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp416.313,2 miliar (13,7 persen terhadap PDB). Namun, apabila dilihat rasionya terhadap PDB, perkiraan realisasi penerimaan perpajakan tersebut justru menunjukkan penurunan. Hal ini terutama karena perkiraan PDB nominal dalam perkiraan realisasi tahun 2006 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan awal PDB nominal yang diasumsikan dalam APBN 2006, meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi riil tahun 2006 diperkirakan justru lebih rendah (dari 6,2 persen menjadi 5,8 persen). Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan perpajakan tahun 2005 sebesar Rp347.031,2 miliar (12,7 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan perpajakan tahun 2006 tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp78.021,9 miliar atau 22,5 persen.
Penerimaan perpajakan diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkiraan realisasi penerimaan perpajakan dalam tahun 2006 tersebut diantaranya adalah: (i) perkembangan berbagai variabel ekonomi makro; (ii) berbagai kebijakan perpajakan yang telah dilakukan, seperti kenaikan PTKP, kenaikan HJE rokok, dan pemberian fasilitas perpajakan; serta (iii) langkah-langkah administrasi perpajakan yang telah dan akan dilakukan, seperti intensifikasi dan ekstensifikasi, modernisasi organisasi, serta penagihan aktif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkiraan realisasi penerimaan perpajakan tahun 2006.
Perkiraan penerimaan perpajakan tersebut terdiri dari pajak dalam negeri Rp410.226,4 miliar atau 13,2 persen terhadap PDB, dan pajak perdagangan internasional Rp14.826,7 miliar atau 0,5 persen dari PDB. Penerimaan pajak dalam negeri tersebut terdiri dari PPh, PPN dan PPnBM, PBB, BPHTB, cukai, dan pajak lainnya, sedangkan pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak ekspor. Penerimaan PPh Pajak Penghasilan (PPh) hingga saat ini merupakan penyumbang terbesar bagi penerimaan perpajakan. Dalam tahun 2006, realisasi penerimaan PPh diperkirakan mencapai Rp213.698,0 miliar atau 6,9 persen terhadap PDB. Jumlah ini, secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp2.984,4 miliar atau 1,4 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPh yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp210.713,6 miliar (6,9 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan
Penerimaan Pajak Penghasilan diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
27
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dengan realisasi penerimaan PPh tahun 2005 yang mencapai Rp175.541,2 miliar (6,4 persen terhadap PDB), maka perkiraan penerimaan PPh tahun 2006 tersebut menunjukkan peningkatan Rp38.156,8 miliar atau 21,7 persen. Penerimaan PPh nonmigas lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan PPh dalam tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh lebih tingginya realisasi penerimaan PPh nonmigas yang diperkirakan mencapai Rp175.012,0 miliar atau 5,6 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti meningkat sebesar Rp1.814,5 miliar atau 1,0 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPh nonmigas yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp173.197,5 miliar (5,7 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp140.398,0 miliar (5,1 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan PPh nonmigas tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp34.614,0 miliar atau 24,7 persen.
Kebijakan-kebijakan di bidang PPh non migas.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan PPh nonmigas tahun 2006 tersebut terutama dipengaruhi oleh langkah-langkah administrasi perpajakan yang telah diambil selama tahun 2006, antara lain berupa: (i) langkah-langkah ekstensifikasi perpajakan; (ii) langkah-langkah intensifikasi pemungutan pajak; (iii) penyempurnaan sistem teknologi informasi; (iv) penyempurnaan manajemen pemeriksaan pajak; (v) peningkatan penyidikan dan penagihan; serta (vi) penyempurnaan efektivitas dan efisiensi organisasi. Faktor lain yang juga mempengaruhi realisasi penerimaan PPh tahun 2006 tersebut adalah penundaan pelaksanaan amandemen UU PPh dalam tahun 2006, yang meniadakan potensi kehilangan (potential loss) akibat penurunan tarif dan penyederhanaan lapisan tarif PPh yang semula telah diperhitungkan pada saat penyusunan APBN 2006. Di sisi lain, kebijakan di bidang PPh non migas lebih diarahkan untuk memberikan stimulus fiskal sehingga berpotensi mengurangi penerimaan PPh nonmigas seperti kenaikan PTKP sebesar 10 persen per 1 Januari 2006.
Penerimaan PPh migas hampir sama dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Sementara itu, realisasi penerimaan PPh migas diperkirakan mencapai Rp38.686,0 miliar atau 1,2 persen dari PDB. Jumlah ini, berarti hampir sama dengan sasaran penerimaan PPh migas yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp37.516,1 miliar (1,2 persen terhadap PDB). Namun, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPh migas tahun 2005 sebesar Rp35.143,2 miliar atau 1,3 persen terhadap PDB, maka perkiraan penerimaan PPh migas tersebut lebih tinggi Rp3.542,8 miliar atau 10,1 persen. Perkiraan realisasi penerimaan PPh migas tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, diantaranya: (i) lebih rendahnya perkiraan lifting minyak mentah Indonesia dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2006, yaitu dari 1,050 MBCD menjadi
28
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
1,000 MBCD; (ii) perkiraan menguatnya nilai tukar rupiah dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan dalam APBN 2006, yaitu dari Rp9.900/ US$ menjadi Rp9.300/US$; dan (iii) lebih tingginya perkiraan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dibandingkan dengan asumsinya, yaitu dari US$ 57,0 per barel menjadi US$ 64,0 per barel. Penerimaan PPN dan PPnBM Dalam tahun 2006, realisasi penerimaan PPN dan PPnBM diperkirakan mencapai Rp132.876,1 miliar atau 4,3 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti secara nominal meningkat sebesar Rp4.568,5 miliar atau 3,6 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPN dan PPnBM yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp128.307,6 miliar (4,2 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2005 yang mencapai Rp101.295,8 miliar (3,7 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2006 tersebut berarti lebih tinggi Rp31.580,3 miliar atau 31,2 persen.
Penerimaan PPN dan PPnBM diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2006 tersebut, terutama didukung oleh langkah-langkah penyempurnaan administrasi perpajakan, seperti antara lain: (i) penyidikan dan penagihan PPN yang tertunda; (ii) penghitungan kembali atas pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan; serta (iii) peningkatan pelayanan kepada wajib pajak. Langkah-langkah administratif perpajakan tersebut dapat mengkompensasi timbulnya potensi kehilangan (potential loss) penerimaan PPN dan PPnBM, akibat dari berbagai kebijakan stimulus fiskal yang dikeluarkan oleh Pemerintah sepanjang tahun 2006 seperti: (i) tidak dikenakannya PPN atas barang-barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkapan dan hasil budidaya perikanan; (ii) tidak dikenakannya PPN atas jasa angkutan umum di darat dan di air; (iii) pemberian fasilitas PPN dibebaskan atas barang kena pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis, yang diperlukan untuk penanganan bencana alam nasional; serta (iv) PPN dan PPnBM yang dipungut dapat dimintakan kembali (restitusi) dalam rangka proyek pembangunan pulau Bintan dan pulau Karimun. Di samping itu, perkiraan realisasi PPN dan PPnBM juga dipengaruhi oleh penundaan pelaksanaan amandemen UU PPN dan PPnBM dalam tahun 2006, yang meniadakan potensi kehilangan (potential loss) akibat pemberian fasilitas dan penegasan obyek PPN dan PPnBM yang semula telah diperhitungkan pada saat penyusunan APBN 2006.
Langkah kebijakan dan administrasi di bidang PPN dan PPnBM.
29
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Penerimaan PBB dan BPHTB Penerimaan PBB dan BPHTB diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Realisasi penerimaan PBB dan bea perolehan atas tanah dan bangunan (BPHTB) dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp22.540,0 miliar (0,7 persen terhadap PDB). Jumlah ini, berarti Rp1.532,0 miliar atau 7,3 persen lebih tinggi dari sasaran penerimaan PBB dan BPHTB yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp21.008,0 miliar (0,7 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan PBB dan BPHTB dalam tahun 2005 sebesar Rp19.648,6 miliar (0,7 persen terhadap PDB), maka jumlah tersebut mengalami kenaikan Rp2.891,3 miliar atau 14,7 persen.
Penerimaan PBB diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Dari jumlah tersebut, realisasi penerimaan PBB dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp18.153,8 miliar (0,6 persen terhadap PDB), yang berarti naik Rp2.425,9 miliar atau 15,4 persen dari sasaran penerimaan PBB yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp15.727,9 miliar (0,5 persen terhadap PDB). Perkiraan realisasi penerimaan PBB tahun 2006 tersebut, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp16.216,7 miliar (0,6 persen terhadap PDB), berarti mengalami peningkatan Rp1.937,1 miliar atau 11,9 persen. Kenaikan tersebut terutama bersumber dari peningkatan penerimaan PBB sektor pertambangan yang merupakan penyumbang terbesar penerimaan PBB. Di samping itu, perkiraan realisasi penerimaan PBB tersebut juga dipengaruhi oleh langkah-langkah penyempurnaan terhadap sistem dan administrasi PBB, seperti program canvasing secara berkesinambungan dan sistematis yang didukung oleh bank data dan smart mapping data PBB, peningkatan efektivitas dan efisiensi pemungutan PBB, serta peningkatan kualitas pelayanan kepada WP melalui peningkatan kinerja pelayanan satu tempat.
Penerimaan BPHTB diperkirakan lebih rendah dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Sementara itu, realisasi penerimaan BPHTB dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp4.386,2 miliar (0,1 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut, berarti Rp893,9 miliar atau 16,9 persen lebih rendah dari sasaran penerimaan BPHTB yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp5.280,1 miliar (0,2 persen terhadap PDB). Namun, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2005 sebesar Rp3.431,9 miliar (0,1 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2006 tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp954,3 miliar atau 27,8 persen. Faktor utama yang mempengaruhi perkiraan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2006 tersebut, diantaranya adalah perkembangan jumlah transaksi jual beli tanah dan bangunan yang dalam tahun 2006 diperkirakan lebih rendah bila
30
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dibandingkan dengan transaksi yang sama dalam tahun sebelumnya. Perkiraan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2006 tersebut akan diupayakan dicapai melalui langkah-langkah peningkatan efektivitas dan efisiensi pemungutan BPHTB, antara lain dengan memperbaiki koordinasi antarinstansi yang menangani penerimaan BPHTB, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), PPAT/Notaris, dan pemerintah kabupaten/kota. Penerimaan Cukai dan Pajak Lainnya Dalam tahun 2006 penerimaan cukai diperkirakan mencapai Rp38.522,6 miliar atau 1,2 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti lebih tinggi Rp2.002,9 miliar atau 5,5 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan cukai yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp36.519,7 miliar (1,2 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp33.256,2 miliar (1,2 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan cukai tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp5.266,4 miliar atau 15,8 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan cukai dalam tahun 2006 tersebut antara lain dipengaruhi oleh kebijakan kenaikan harga jual eceran (HJE) produk tembakau sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 16/PMK.04/2006 tentang Kenaikan Harga Jual Dasar Hasil Tembakau yang diberlakukan pada bulan April 2006. Di samping itu, peningkatan penerimaan cukai tersebut juga didukung oleh berbagai langkah administratif yang telah dilaksanakan sejak tahun sebelumnya, yang dilakukan antara lain melalui: (i) peningkatan operasi intelijen; (ii) pelaksanaan operasi pasar; (iii) peningkatan audit di bidang cukai; (iv) personalisasi pita cukai; serta (v) pembaruan dan penyempurnaan design dan security pita cukai.
Penerimaan cukai diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Selanjutnya, realisasi penerimaan pajak lainnya, yang sebagian besar berasal dari bea meterai, dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp2.589,7 miliar, atau 0,1 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti Rp183,1 miliar atau 6,6 persen lebih rendah dari sasaran penerimaan pajak lainnya yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp2.772,8 miliar (0,1 persen terhadap PDB). Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp2.050,3 miliar (0,1 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan pajak lainnya tahun 2006 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp539,4 miliar atau 26,3 persen. Perkiraan realisasi penerimaan pajak lainnya tahun 2006 tersebut selain dipengaruhi oleh jumlah transaksi yang menggunakan bea meterai juga dipengaruhi oleh upaya pengawasan yang terus-menerus dilakukan terhadap peredaran meterai palsu.
Penerimaan pajak lainnya diperkirakan lebih rendah dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
31
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional Penerimaan pajak perdaganan internasional diperkirakan lebih rendah dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. Bea masuk merupakan pungutan negara yang dikenakan atas barang-barang yang masuk ke wilayah pabean Indonesia, sedangkan pajak/pungutan ekspor merupakan pungutan negara yang dikenakan atas barang-barang tertentu yang diekspor. Karakteristik pajak perdagangan internasional hampir sama dengan cukai, yang lebih dititikberatkan pada fungsi regulasi daripada pengumpulan pendapatan (revenue collection). Khusus untuk pajak perdagangan internasional lebih ditekankan pada upaya untuk memfasilitasi perdagangan antarnegara dan perlindungan konsumen dalam negeri. Dalam tahun 2006, realisasi penerimaan pajak perdagangan internasional diperkirakan mencapai Rp14.826,7 miliar atau 0,5 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti lebih rendah Rp2.164,8 miliar atau 12,7 persen dari sasaran penerimaan pajak perdagangan internasional yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp16.991,5 miliar (0,6 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp15.230,1 miliar, maka perkiraan realisasi pajak perdagangan internasional dalam tahun 2006 tersebut menunjukkan penurunan sebesar Rp412,4 miliar atau 2,7 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaan pajak perdagangan internasional dalam tahun 2006 tersebut, terutama disebabkan oleh tidak tercapainya sasaran penerimaan bea masuk, sedangkan penerimaan pajak/pungutan ekspor justru melampaui sasaran yang ditetapkan dalam APBN.
Penerimaan bea masuk diperkirakan lebih rendah dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Dalam tahun 2006, realisasi penerimaan bea masuk diperkirakan mencapai Rp13.583,0 miliar (0,4 persen terhadap PDB), lebih rendah Rp2.989,6 miliar atau 18,0 persen dari sasaran penerimaan bea masuk yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp16.572,6 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan bea masuk tahun sebelumnya sebesar Rp14.920,9 miliar (0,5 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan bea masuk tahun 2006 tersebut menunjukkan penurunan sebesar Rp1.337,9 miliar, atau 9,0 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaan bea masuk tahun 2006 tersebut, terutama disebabkan oleh adanya penurunan nilai impor kena bea masuk sebagai akibat terjadinya berbagai kesepakatan perdagangan antarnegara dan pemberian berbagai fasilitas kepabeanan.
Penerimaan pajak/ pungutan ekspor diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Sementara itu, realisasi penerimaan pajak/pungutan ekspor dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp1.243,7 miliar, yang berarti lebih tinggi sebesar Rp824,8 miliar atau 196,9 persen dari sasaran penerimaan pajak/ pungutan ekspor yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp418,9
32
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak/pungutan ekspor tahun sebelumnya sebesar Rp318,2 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan pajak/pungutan ekspor tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp925,5 miliar atau 290,9 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan pajak/pungutan ekspor tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh adanya penambahan komoditi yang kena pajak/ pungutan ekspor, yaitu komoditi pertambangan batubara sejak awal tahun 2006, yang semula belum diperhitungkan dalam penyusunan APBN 2006. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK Realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp229.829,3 miliar atau 7,4 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut, apabila dibandingkan dengan sasaran PNBP yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp205.292,3 miliar, berarti lebih tinggi sebesar Rp24.537,0 miliar atau 12,0 persen. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp146.888,4 miliar, maka perkiraan realisasi PNBP tahun 2006 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp82.940,9 miliar atau 56,5 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi PNBP tahun 2006 tersebut, terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi PNBP yang berasal dari sumber daya alam (SDA) baik minyak bumi dan gas alam (migas) maupun nonmigas, dan PNBP lainnya, sedangkan penerimaan dari bagian pemerintah atas laba BUMN diperkirakan lebih rendah dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Realisasi PNBP tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari sasaran APBN.
Realisasi penerimaan SDA dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp165.694,9 miliar atau 5,3 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut, berarti meningkat sebesar Rp14.053,3 miliar atau 9,3 persen dari sasaran penerimaan SDA yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp151.641,6 miliar. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp110.467,3 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan SDA tahun 2006 meningkat sebesar Rp55.227,6 miliar atau 50,0 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan SDA tahun 2006 tersebut, terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan penerimaan SDA minyak bumi, dan penerimaan SDA kehutanan.
Realisasi penerimaan SDA tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari sasaran APBN.
Penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas) hingga akhir tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp159.788,5 miliar atau 5,1 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti mengalami kenaikan Rp13.554,2 miliar atau 9,3 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan SDA migas yang ditetapkan APBN 2006 sebesar Rp146.234,3 miliar.
Realisasi penerimaan SDA migas tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari sasaran APBN.
33
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Realisasi penerimaan SDA minyak bumi tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari sasaran APBN.
Dari jumlah tersebut, penerimaan SDA minyak bumi dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp122.963,8 miliar atau 3,9 persen dari PDB. Jumlah ini, secara nominal mengalami peningkatan Rp12.826,0 miliar atau 11,6 persen dari sasaran penerimaan SDA minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp110.137,7 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun sebelumnya sebesar Rp72.822,3 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan SDA minyak bumi tahun 2006 tersebut, berarti meningkat Rp50.141,5 miliar atau 68,9 persen. Lebih tingginya perkiraan penerimaan SDA minyak bumi tahun 2006 tersebut, selain berkaitan dengan tingginya harga minyak mentah di pasar internasional, juga diharapkan berasal dari pembayaran tunggakan PT Pertamina (Persero) kepada Pemerintah atas kewajiban penyetoran penerimaan migas dalam tahun 2005 yang tertunda sebesar Rp13.623,9 miliar.
Realisasi penerimaan SDA gas alam tahun 2006 diperkirakan lebih rendah dari sasaran APBN.
Dalam periode yang sama, realisasi penerimaan SDA gas alam diperkirakan mencapai Rp36.824,7 miliar atau 1,2 persen terhadap PDB. Jumlah ini, secara nominal mengalami kenaikan Rp728,2 miliar atau 2,0 persen dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp36.096,6 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan SDA gas alam dalam tahun 2006 tersebut, antara lain dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak di pasar internasional yaitu dari US$57 per barel dalam APBN 2006 menjadi US$64 per barel dalam perkiraan realisasi tahun 2006. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp30.939,8 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan SDA gas alam tahun 2006 tersebut mengalami kenaikan Rp5.885,0 miliar atau 19,0 persen.
Realisasi penerimaan SDA pertambangan umum tahun 2006 diperkirakan sama dengan sasaran APBN.
Sementara itu, realisasi penerimaan SDA pertambangan umum dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp3.482,2 miliar, lebih tinggi sebesar Rp489,1 miliar bila dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp2.993,2 miliar. Perkiraan realisasi penerimaan SDA pertambangan umum ini, meliputi penerimaan iuran tetap (landrent) Rp62,8 miliar, dan iuran eksploitasi (royalty) Rp3.419,5 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp3.190,5 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan SDA pertambangan umum tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp291,8 miliar atau 9,1 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan SDA pertambangan umum tahun 2006 ini terutama berkaitan dengan langkah kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan permudahan perijinan dan meningkatnya produksi batu bara.
34
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Di sisi lain, realisasi penerimaan SDA kehutanan hingga akhir tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp2.010,0 miliar atau 0,1 persen terhadap PDB. Jumlah ini, secara nominal mengalami peningkatan Rp10,0 miliar atau 0,5 persen dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp2.000,0 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan SDA kehutanan tahun 2006 tersebut, antara lain berkaitan dengan adanya pembayaran tunggakan (carry over) tahun 2005 sebesar Rp133,3 miliar, terdiri dari penerimaan provisi sumber daya hutan (PSDH) Rp33,8 miliar, dan dana reboisasi (DR) Rp99,5 miliar, sebagai akibat dari upaya pemerintah dalam melaksanakan kebijakan intensifikasi penagihan kepada pihak ketiga. Sementara itu, lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan iuran hak pengusahaan hutan (IHPH) berkaitan dengan setoran pungutan dari penerbitan izin pemanfaatan kayu (IPK) oleh Pemerintah Daerah. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp3.249,4 miliar, maka perkiraan realisasi SDA kehutanan tahun 2006 tersebut mengalami penurunan Rp1.239,4 miliar atau 38,1 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaan SDA kehutanan tahun 2006 tersebut, terutama berkaitan dengan kebijakan soft landing jangka pendek yang berdampak pada penurunan kuota produksi kayu.
Realisasi penerimaan SDA kehutanan tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari sasaran APBN.
Adapun penerimaan SDA perikanan sampai akhir tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp414,1 miliar, yang berarti sama dengan sasaran SDA perikanan yang ditetapkan APBN 2006. Namun, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun sebelumnya sebesar Rp265,4 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan SDA perikanan tahun 2006 tersebut mengalami kenaikan Rp148,8 miliar atau 56,1 persen.
Realisasi penerimaan SDA perikanan tahun 2006 diperkirakan lebih rendah dari sasaran APBN.
Sementara itu, realisasi penerimaan bagian pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp22.322,5 miliar atau 0,7 persen terhadap PDB. Perkiraan realisasi penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN tahun 2006 tersebut berarti lebih rendah sebesar Rp955,5 miliar atau 4,1 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp23.278,0 miliar.
Realisasi penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN tahun 2006 diperkirakan lebih rendah dari sasaran APBN.
Lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN tahun 2006 tersebut dipengaruhi terutama oleh lebih rendahnya perkiraan penarikan dividen PT Pertamina. Dalam APBN 2006, PT Pertamina semula diharapkan memberikan kontribusi terhadap PNBP berupa dividen sebesar Rp15.530,8 miliar, terdiri dari dividen murni atas laba tahun 2005 sebesar Rp3.252,8 miliar, dan dividen interim dari kegiatan public service obligation (PSO) penyediaan dan distribusi BBM 35
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
bersubsidi tahun buku 2006 sebesar Rp12.278,0 miliar. Dengan berbagai pertimbangan, PT Pertamina diperkirakan memberikan sumbangan kepada PNBP berupa dividen sebesar Rp11.951,0 miliar, yang terdiri dari dividen murni atas laba tahun 2005 sebesar Rp8.228,0 miliar, dan sisa dividen atas laba tahun 2004 sebesar Rp3.723,0 miliar. Perkiraan penarikan dividen dari PT Pertamina sebesar Rp11.951,0 miliar tersebut berarti Rp3.579,8 miliar lebih rendah dari sasaran dividen PT Pertamina yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp15.530,8 miliar. Sementara itu, dividen interim PT Pertamina tahun buku 2006 yang semula ditetapkan sebesar Rp12.278,0 miliar tidak lagi diperhitungkan dalam perkiraan realisasi tahun 2006. Di sisi lain, penerimaan dividen di luar PT Pertamina hingga akhir tahun 2006 diperkirakan Rp1.101,8 miliar lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp7.747,2 miliar. Selain itu, perkiraan realisasi penerimaan dividen dalam tahun 2006 juga menampung kelebihan surplus Bank Indonesia setelah dikurangi 10 persen sebagai cadangan umum untuk memenuhi rasio modal terhadap total kewajiban moneter BI sebesar Rp1.522,5 miliar. Realisasi PNBP lainnya tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari sasaran APBN 2006.
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya, yang sebagian besar berasal dari PNBP kementerian/lembaga hingga akhir tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp41.811,9 miliar atau 1,3 persen terhadap PDB. Perkiraan realisasi PNBP lainnya tahun 2006 tersebut berarti menunjukkan peningkatan Rp11.439,2 miliar atau 37,7 persen bila dibandingkan dengan sasaran PNBP lainnya yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp30.372,7 miliar. Peningkatan ini terutama berkaitan dengan adanya beberapa tambahan penerimaan negara bukan pajak yang dalam APBN 2006 belum dianggarkan, yaitu antara lain: (i) penerimaan keuntungan dari kegiatan usaha minyak bumi akibat selisih nilai Domestic Market Obligation (DMO) atau perhitungan prorata BBM Rp7.573,8 miliar; (ii) penerimaan hasil lelang penggunaan pita frekuensi radio 2.1 GHz (generasi ketiga) Rp1.007,2 miliar yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi; (iii) penerimaan lelang aset bank dalam likuidasi (BDL) Rp450,9 miliar; dan (iv) pagu penggunaan kembali PNBP kementerian/lembaga tahun anggaran 2005 yang belum dilaksanakan dan diluncurkan ke tahun anggaran 2006 Rp1.741,9 miliar.
HIBAH Sementara itu, realisasi penerimaan hibah hingga akhir tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp4.232,9 miliar atau mengalami peningkatan sebesar Rp601,3 miliar bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan hibah yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp3.631,6 miliar. 36
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Lebih besarnya perkiraan realisasi penerimaan hibah tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh adanya luncuran beberapa proyek yang dibiayai dari hibah luar negeri yang belum sempat dilaksanakan pada tahun anggaran 2005. Selain itu, peningkatan penerimaan hibah tahun 2006 tersebut juga disebabkan oleh adanya beberapa revisi DIPA kementerian/lembaga, terkait dengan rencana penerimaan hibah yang akan dicairkan pada tahun 2006. Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2006 dapat diikuti dalam Tabel II.2.
Realisasi hibah tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari sasaran APBN.
Tabel II.2 PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, TAHUN 20061) (miliar rupiah) Uraian I.
Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan a. Pajak Dalam Negeri i. Pajak penghasilan 1. Migas 2. Non Migas ii. Pajak pertambahan nilai iii. Pajak bumi dan bangunan iv. BPHTB v. Cukai vi. Pajak lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional i. Bea masuk ii. Pajak/pungutan ekspor 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak a. Penerimaan SDA
i. Migas - Minyak bumi - Gas alam ii. Non Migas - Pertambangan umum - Kehutanan - Perikanan b. Bagian Laba BUMN c. PNBP Lainnya II. Hibah Jumlah
APBN
% thd PDB
APBN-P
% thd APBN
% thd PDB
621.605,4 416.313,2 399.321,7 210.713,6 37.516,1 173.197,5 128.307,6 15.727,9 5.280,1 36.519,7 2.772,8 16.991,5 16.572,6 418,9 205.292,3 151.641,6
20,4 13,7 13,1 6,9 1,2 5,7 4,2 0,5 0,2 1,2 0,1 0,6 0,5 0,0 6,8 5,0
654.882,3 425.053,1 410.226,4 213.698,0 38.686,0 175.012,0 132.876,1 18.153,8 4.386,2 38.522,6 2.589,7 14.826,7 13.583,0 1.243,7 229.829,3 165.694,9
105,4 102,1 102,7 101,4 103,1 101,0 103,6 115,4 83,1 105,5 93,4 87,3 82,0 296,9 112,0 109,3
21,0 13,6 13,2 6,9 1,2 5,6 4,3 0,6 0,1 1,2 0,1 0,5 0,4 0,0 7,4 5,3
146.234,3 110.137,7 36.096,6 5.407,3 2.993,2 2.000,0 414,1 23.278,0 30.372,7 3.631,6
4,8 3,6 1,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0,8 1,0 0,1
159.788,5 122.963,8 36.824,7 5.906,4 3.482,2 2.010,0 414,1 22.322,5 41.811,9 4.232,9
109,3 111,6 102,0 109,2 116,3 100,5 100,0 95,9 137,7 116,6
5,1 3,9 1,2 0,2 0,1 0,1 0,0 0,7 1,3 0,1
625.237,0
20,6
659.115,2
105,4
21,1
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.
PERKIRAAN BELANJA NEGARA Di bidang belanja negara, pelaksanaan APBN 2006 juga memerlukan penyesuaian yang cukup signifikan, terutama karena diperlukannya berbagai tambahan anggaran yang semula belum tertampung dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang APBN Tahun Anggaran 2006. Peningkatan anggaran belanja negara tahun 2006 tersebut, selain disebabkan oleh dampak perubahan berbagai indikator ekonomi makro dari yang semula diasumsikan dalam APBN 2006, juga disebabkan oleh adanya langkah-langkah kebijakan penyesuaian yang diambil pemerintah.
Pelaksanaan APBN 2006 memerlukan penyesuaian yang cukup signifikan terkait perubahan indikator ekonomi makro dan langkahlangkah kebijakan.
37
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Penyesuaian kebijakan tersebut dilakukan dalam rangka mengendalikan stabilitas perekonomian, memberikan stimulus fiskal, serta memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945. Kondisi tersebut pada akhirnya berimbas kepada peningkatan anggaran belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah. Langkah-langkah kebijakan yang telah dan akan dilaksanakan dalam tahun 2006, yang mengakibatkan diperlukannya tambahan anggaran belanja pemerintah pusat dari yang direncanakan dalam APBN tersebut, disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut. Pertama, pembatalan rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang berpengaruh pada kenaikan anggaran subsidi listrik dalam tahun 2006. Kedua, komitmen pemerintah dan DPR pada tahun 2005 untuk meluncurkan anggaran dan kegiatan kementerian/lembaga yang tidak terserap pada tahun 2005 ke tahun 2006. Ketiga, komitmen pemerintah untuk menambah anggaran pendidikan untuk memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945. Keempat, upaya Pemerintah untuk membantu menanggulangi dampak bencana alam yang terjadi di beberapa daerah. Kelima, diperlukannya tambahan alokasi dana subsidi langsung tunai (SLT), berkaitan dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin yang harus diberikan SLT sesuai hasil inventarisasi (survei) Badan Pusat Statistik. Keenam, kebijakan pengelolaan utang seperti debt switching, debt buy back, dan penyelesaian SU-002 dan SU-004 sesuai kesepakatan antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Dengan memperhitungkan berbagai perubahan tersebut di atas, baik pada belanja pemerintah pusat maupun belanja untuk daerah, maka dalam tahun 2006 jumlah anggaran belanja negara ditetapkan sebesar Rp699.099,1 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp51,431,3 miliar atau 7,9 persen dari pagu anggaran belanja negara yang semula ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp647.667,8 miliar. Peningkatan anggaran belanja negara tersebut, berasal dari peningkatan anggaran belanja pemerintah pusat Rp 50.651,0 miliar (111,8 persen), dan belanja ke daerah sebesar Rp780,3 miliar (0,4 persen).
ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT Anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi 11,8 persen dari pagu anggarannya dalam APBN 2006.
38
Berdasarkan perkiraan realisasi belanja pemerintah pusat pada semester I tahun 2006 dan memperhitungkan perkembangan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat dalam semester II tahun 2006, maka dalam keseluruhan tahun 2006 anggaran belanja pemerintah pusat ditetapkan sebesar Rp478.249,3 miliar atau meningkat Rp50.651,0 miliar (11,8 persen) dari pagu belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN 2006. Lebih tingginya
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2006 tersebut dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, faktor-faktor yang berkaitan dengan langkah-langkah kebijakan yang diambil pemerintah seperti luncuran anggaran untuk kegiatan kementerian/lembaga tahun 2005, tambahan anggaran pendidikan untuk mengakomodasi keputusan Mahkamah Konstitusi, tambahan anggaran subsidi akibat kebijakan pembatalan penyesuaian tarif dasar listrik (TDL), pembayaran bunga utang, serta bantuan pendanaan untuk daerah yang terkena bencana. Namun demikian, di sisi lain anggaran kementerian/lembaga yang tertuang dalam DIPA 2006 diperkirakan secara alamiah belum dapat terserap sepenuhnya. Kedua, faktor perubahan perkiraan realisasi beberapa asumsi ekonomi makro dalam tahun 2006, seperti harga minyak mentah Indonesia, nilai tukar rupiah, dan suku bunga SBI-3 bulan. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2005 sebesar Rp361.155,2 miliar, maka perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan Rp117.094,1 miliar atau 32,4 persen. Peningkatan ini terutama berkaitan dengan peningkatan anggaran pada pos-pos belanja kementerian/lembaga, pembayaran bunga utang, dan pendanaan untuk daerah yang terkena bencana. Sesuai dengan format dalam APBN tahun 2006, alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dirinci dalam 3 (tiga) klasifikasi, yaitu alokasi menurut jenis belanja, organisasi, dan fungsi. BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang APBN Tahun Anggaran 2006, anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenisnya terdiri dari belanja pegawai Rp79.896,1 miliar, belanja barang Rp55.180,9 miliar, belanja modal Rp62.952,2 miliar, pembayaran bunga utang Rp76.629,0 miliar, subsidi Rp79.510,4 miliar, bantuan sosial Rp36.930,5 miliar, dan belanja lainnya Rp36.499,1 miliar. Sementara itu, belanja hibah tidak dianggarkan dalam APBN 2006. Perkiraan realisasi belanja pegawai dalam tahun 2006 ditetapkan Rp79.075,3 miliar, yang berarti Rp820,8 miliar atau 1,0 persen lebih rendah dari pagu anggaran belanja pegawai yang dianggarkan dalam APBN 2006. Lebih rendahnya perkiraan realisasi belanja pegawai tahun 2006 tersebut terutama berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan realisasi belanja honorarium, vakasi, dan lain-lain. Sementara itu, realisasi anggaran gaji dan tunjangan diperkirakan mengalami sedikit peningkatan,
Perkiraan realisasi belanja pegawai dalam tahun 2006 naik 45,7 persen dari realisasi anggaran tahun 2005 dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pegawai dalam tahun 2006.
39
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
sedangkan realisasi kontribusi sosial diperkirakan sama dengan pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan perkiraan realisasi gaji dan tunjangan terutama terkait dengan kebijakan untuk memberikan tambahan tunjangan umum bagi pegawai negeri sipil yang penghasilannya belum mencapai minimal Rp1,0 juta/bulan. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi belanja pegawai tahun 2005 sebesar Rp54.254,2 miliar, maka belanja pegawai tahun 2006 tersebut menunjukkan peningkatan Rp24.821,1 miliar atau 45,7 persen. Peningkatan anggaran belanja pegawai tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh adanya berbagai kebijakan baru untuk memperbaiki penghasilan dan kesejahteraan pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, dan para pensiunan yang dilakukan dalam tahun 2006. Upaya peningkatan penghasilan dan kesejahteraan pegawai dalam tahun 2006 tersebut antara lain diberikan dalam bentuk kenaikan gaji pokok dan pensiun pokok sebesar 15,0 persen, pemberian tunjangan umum bagi para pegawai yang tidak menjabat sehingga penghasilan pegawai golongan terendah menjadi minimal Rp1,0 juta/bulan, kenaikan tunjangan fungsional bagi pegawai yang memegang jabatan fungsional, kenaikan tunjangan struktural bagi para pejabat eselon III, IV, dan V, serta kenaikan uang makan/lauk pauk bagi anggota TNI dan Polri. Perkiraan realisasi belanja barang dalam tahun 2006 diperkirakan lebih rendah 1,5 persen dari pagu anggarannya dalam APBN 2006.
40
Sementara itu, perkiraan realisasi belanja barang dalam tahun 2006 ditetapkan Rp55.991,8 miliar, yang berarti Rp810,9 miliar atau 1,5 persen lebih tinggi dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Lebih tingginya belanja barang dalam tahun 2006 tersebut terutama karena lebih tingginya perkiraan realisasi belanja jasa dalam DIPA 2006. Dari jumlah belanja barang tahun 2006 tersebut, realisasi belanja barang untuk kegiatan operasional ditetapkan sebesar Rp31.569,3 miliar, yang berarti 1,1 persen lebih rendah dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Sementara itu, realisasi belanja jasa ditetapkan sebesar Rp18.370,3 miliar, atau Rp829,5 miliar (4,7 persen) lebih tinggi dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Lebih tingginya perkiraan realisasi belanja jasa tahun 2006 tersebut terutama berkaitan dengan luncuran anggaran belanja jasa dari DIPA 2005. Sementara itu, perkiraan realisasi belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan masing-masing ditetapkan Rp2.801,2 miliar dan Rp1.692,6 miliar, yang berarti tidak mengalami perubahan dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Apabila dibandingkan dengan realisasi belanja barang dalam tahun 2005 sebesar Rp29.171,7 miliar, maka perkiraan realisasi belanja barang dalam tahun 2006 tersebut secara keseluruhan mengalami peningkatan Rp26.820,1 miliar atau 91,9 persen. Peningkatan anggaran belanja barang tahun 2006 ini tidak terlepas dari perkembangan jumlah dan jenis kegiatan yang
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
membutuhkan dukungan pembiayaan operasional dan pemeliharaan, seperti adanya reorganisasi dan pemekaran satuan kerja baru, lebih baiknya kemampuan daya serap anggaran kementerian/lembaga dalam tahun 2006 dibandingkan dengan kemampuannya dalam tahun 2005, serta pengaruh inflasi dalam pembelian barang dan jasa. Di lain pihak, perkiraan realisasi anggaran belanja modal dalam tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp69.779,7 miliar, yang berarti Rp6.827,5 miliar atau 10,8 persen lebih tinggi dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan alokasi anggaran belanja modal dalam tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh adanya luncuran anggaran dari DIPA tahun 2005, serta adanya tambahan anggaran pendidikan untuk mendukung peningkatkan akses dan kualitas pendidikan, guna mengakomodasikan putusan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945. Di sisi lain, anggaran belanja modal yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) diperkirakan menurun, terutama terkait dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kemampuan penyerapannya secara alamiah.
Perkiraan realisasi belanja modal dalam tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi 10,8 persen dari pagu anggarannya dalam APBN 2006 terutama disebabkan adanya luncuran anggaran dari DIPA 2005 dan tambahan anggaran pendidikan.
Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan realisasi belanja modal tahun 2005 yang mencapai Rp32.888,8 miliar, maka realisasi anggaran belanja modal tahun 2006 tersebut diperkirakan mengalami peningkatan Rp36.890,9 miliar atau 112,2 persen. Peningkatan alokasi anggaran belanja modal dalam tahun 2006 tersebut, terutama berkaitan dengan perkiraan lebih baiknya daya serap anggaran kementerian/lembaga dalam tahun 2006, serta adanya anggaran dan kegiatan dalam DIPA 2005 yang diluncurkan ke tahun 2006. Peningkatan alokasi anggaran belanja modal tahun 2006 tersebut diharapkan dapat mendukung percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Perkiraan realisasi pembayaran bunga utang, hingga akhir tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp82.494,7 miliar, yang berarti Rp5.865,7 miliar atau 7,7 persen lebih tinggi dari pagu anggaran bunga utang yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan beban pembayaran bunga utang tahun 2006 tersebut terutama bersumber dari pembayaran bunga utang dalam negeri, walaupun pada saat yang sama beban bunga utang luar negeri diperkirakan justru mengalami penurunan. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp65.199,6 miliar, perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp17.295,1 miliar atau 26,5 persen. Peningkatan ini terutama bersumber dari lebih tingginya perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri, antara lain karena naiknya
Perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam APBN 2006 diperkira-kan naik 7,7 persen dari pagu anggarannya dalam APBN 2006.
41
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
suku bunga SBI-3 bulan, adanya kebijakan pengelolaan utang, dan penyelesaian SU-002 dan SU-004. Perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp58.154,8 miliar, yang berarti menunjukkan peningkatan sebesar Rp9.544,2 miliar atau 19,6 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp48.610,6 miliar. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005, maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri tahun 2006 tersebut menunjukkan peningkatan Rp15.154,8 miliar atau sekitar 35,2 persen. Hal ini selain disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan suku bunga SBI-3 bulan (dari 9,5 persen menjadi 12,0 persen), juga diakibatkan oleh adanya program debt switching yang dilakukan dalam tahun 2006, tambahan penerbitan SUN, serta konsekuensi penyelesaian SU-002 dan SU-004 antara Pemerintah dengan Bank Indonesia. Sementara itu, beban pembayaran bunga utang luar negeri dalam tahun 2006 diperkirakan sebesar Rp24.339,9 miliar atau 13,1 persen lebih rendah dari pagu anggaran bunga utang luar negeri yang ditetapkan dalam APBN 2006. Lebih rendahnya perkiraan beban pembayaran bunga utang luar negeri tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah. Sebaliknya, apabila perkiraan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri tahun 2006 tersebut dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp22.199,6 miliar, berarti menunjukkan peningkatan Rp2.140,3 miliar atau sekitar 9,6 persen. Hal ini terjadi karena perhitungan bunga pada tahun 2005 memperhitungkan adanya moratorium utang. Realisasi pembayaran subsidi dalam tahun 2006 diperkirakan naik 35,4 persen dari pagu anggarannya dalam tahun 2006 disebabkan oleh kenaikan beban subsidi BBM dan subsidi listrik.
Dalam tahun 2006, beban anggaran subsidi ditetapkan sebesar Rp107.627,6 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp28.117,2 miliar, atau 35,4 persen bila dibandingkan dengan pagu anggaran subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan beban anggaran subsidi dalam tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh naiknya beban subsidi listrik sebagai konsekuensi dari kebijakan pembatalan rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL), serta meningkatnya beban subsidi BBM antara lain berkaitan dengan lebih tingginya perkiraan harga minyak mentah Indonesia. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasi pengeluaran subsidi dalam tahun 2005 sebesar Rp120.765,3 miliar, maka perkiraan beban anggaran subsidi tahun 2006 tersebut mengalami penurunan sebesar Rp13.137,8 miliar atau 10,9 persen, yang disebabkan terutama oleh lebih rendahnya beban subsidi BBM. Dari keseluruhan beban anggaran subsidi tahun 2006 tersebut, beban subsidi BBM (yang disalurkan melalui PT Pertamina) hingga akhir tahun
42
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
2006 ditetapkan sebesar Rp64.212,1 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar Rp9.936,0 miliar atau 18,3 persen dari pagu anggaran subsidi BBM yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan beban subsidi BBM tahun 2006 tersebut selain berkaitan dengan meningkatnya perkiraan harga minyak mentah Indonesia dari US$57 per barel pada saat penyusunan APBN 2006 menjadi US$64 per barel pada perkiraan realisasi tahun 2006, juga berkenaan dengan perubahan pola perhitungan subsidi BBM, dari sistem neto, yaitu dengan memperhitungkan penerimaan yang berasal dari selisih minyak mentah prorata (prorata adjustment) sebagai faktor pengurang subsidi BBM pada saat penetapan APBN 2006, menjadi sistem bruto, yaitu dengan tidak memperhitungkan penerimaan dari selisih minyak mentah prorata (yang diperhitungkan pada PNBP lainnya) dalam perhitungan perkiraan realisasi tahun 2006. Apabila dibandingkan dengan realisasi subsidi BBM tahun 2005 sebesar Rp104.777,0 miliar, maka perkiraan beban anggaran subsidi BBM tahun 2006 tersebut lebih rendah sebesar Rp40.564,9 miliar atau sekitar 38,7 persen. Hal ini selain dipengaruhi oleh perkiraan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, juga berkaitan dengan perkiraan menurunnya volume konsumsi BBM yang disubsidi, sehubungan dengan berkurangnya jenis BBM yang disubsidi. Sementara itu, subsidi listrik yang disalurkan melalui PT. PLN dalam APBNP 2006 diperkirakan sebesar Rp31.246,0 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp16.246,0 miliar atau 108,3 persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi subsidi listrik yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp17.000,0 miliar (termasuk Rp2.000,0 miliar yang ditampung pada pos cadangan umum). Peningkatan tersebut terutama disebabkan dibatalkannya rencana kenaikan TDL yang diasumsikan dalam APBN 2006. Sementara itu, anggaran subsidi pangan (yang disalurkan melalui Perum Bulog) dalam rangka membiayai program beras untuk rakyat miskin (Raskin) dan anggaran biaya perawatan beras dalam APBN-P tahun 2006 direncanakan sebesar Rp5.965,2 miliar atau mengalami kenaikan sebesar Rp395,0 miliar (7,1 persen) bila dibandingkan dengan pagu alokasi subsidi pangan yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp5.570,2 miliar. Selanjutnya, beban anggaran subsidi pupuk (yang disalurkan melalui beberapa BUMN produsen pupuk) dalam APBN-P tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp4.182,0 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp1.177,6 miliar. Peningkatan alokasi anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP), sekitar 92,4 ribu ton untuk menggantikan CBP yang telah digunakan atau 39,2 persen bila dibandingkan dengan subsidi pupuk yang dibebankan dalam APBN 2006 yang berjumlah Rp3.004,4 miliar. Lebih tingginya beban anggaran subsidi pupuk dari pagunya dalam APBN 2006 tersebut, terutama berkaitan dengan perubahan skim subsidi khususnya 43
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
urea, dari subsidi harga gas sebagai bahan baku pupuk menjadi subsidi harga output. Sementara itu, beban anggaran subsidi benih (yang disalurkan melalui PT Sang Hyang Seri, PT Pertani dan UPT Departemen Kelautan dan Perikanan) dalam tahun 2006 ditetapkan mengalami perubahan dari yang dianggarkan dalam APBN 2006, yaitu sebesar Rp185,0 miliar, menjadi Rp255,0 miliar dalam APBN-P 2006, atau mengalami kenaikan sebesar Rp70,0 miliar (60,9 persen). Sedangkan beban anggaran subsidi/bantuan untuk beberapa BUMN yang mendapat penugasan pelayanan publik (public service obligation/PSO) dalam APBN-P 2006, mengalami kenaikan sebesar Rp380,0 Miliar (43,9 persen) dari yang ditetapkan dalam APBN 2006. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh (i) rencana peningkatan volume layanan, terutama untuk PT KAI dan PT PELNI, dan (ii) adanya alokasi untuk beberapa BUMN yang dalam APBN 2006 tidak dialokasikan PSO. Anggaran bantuan PSO dalam APBN-P tahun 2006 tersebut dialokasikan masing-masing untuk PT Kereta Api sebesar Rp450,0 Miliar, PT Posindo sebesar Rp115,0 miliar, PT Pelni sebesar Rp650,0, PT ASDP sebesar Rp7,5 Miliar, Perum Damri sebesar Rp1,5 Miliar, Perum Perumnas sebesar Rp10,0 Miliar, Perum Jasa Tirta I sebesar Rp4,0 Miliar, dan Perum Jasa Tirta II sebesar Rp7,0 Miliar. Di sisi lain, sebagai akibat dari lebih tingginya suku bunga SBI-3 bulan, sesuai dari yang diasumsikan dalam APBN 2006 sebesar rata-rata 9,5 persen menjadi rata-rata 12,0 persen, maka beban anggaran subsidi bunga kredit program (yang disalurkan melalui lembaga keuangan milik negara dan swasta) dalam APBN-P 2006 ditetapkan sebesar Rp522,2 Miliar. Jumlah ini, berarti mengalami penurunan sebesar Rp87,4 miliar, atau 16,3 persen dari pagu anggaran subsidi kredit program yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp609,7 miliar. Realisasi anggaran bantuan sosial diperkirakan lebih tinggi dari pagu anggarannya dalam APBN 2006 terkait rencana Pemerintah untuk menambah anggaran penanggulangan bencana alam.
44
Selanjutnya, alokasi anggaran bantuan sosial dalam tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp41.018,2 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp4.087,7 miliar atau 11,1 persen dari pagu anggaran bantuan sosial yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp36.930,5 miliar. Peningkatan alokasi anggaran bantuan sosial tahun 2006 tersebut terutama berkaitan dengan adanya rencana tambahan anggaran untuk penanggulangan bencana alam sebesar Rp2.400,0 miliar. Sementara itu, alokasi anggaran belanja untuk bantuan sosial yang disalurkan melalui kementerian/lembaga dalam keseluruhan tahun 2006 diperkirakan mengalami peningkatan sebesar Rp17.336,7 miliar (83,4 persen) dari pagu alokasinya dalam APBN 2006 sebesar Rp36.930,5 miliar menjadi Rp38.118,2 miliar, terutama berkaitan dengan adanya luncuran dari DIPA 2005. Apabila dibandingkan dengan realisasi bantuan sosial tahun 2005 yang mencapai Rp24.903,5 miliar, maka perkiraan anggaran bantuan sosial tahun 2006 tersebut berarti lebih
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
tinggi sebesar Rp16.114,7 miliar atau 64,7 persen. Peningkatan anggaran bantuan sosial tahun 2006 yang cukup tinggi ini, selain disebabkan oleh lebih tingginya alokasi untuk bantuan sosial bidang kesehatan dan pendidikan, juga berkaitan dengan lebih baiknya daya serap belanja kementerian/lembaga dalam tahun 2006. Akhirnya, alokasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2006 mencapai Rp42.262,1 miliar, yang berarti meningkat Rp5.763,0 miliar atau 15,8 persen dari pagu anggaran belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp36.499,1 miliar. Alokasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2006 tersebut, berarti mengalami peningkatan sebesar Rp8.290,0 miliar atau 24,4 persen dari realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp33.972,1 miliar. Peningkatan alokasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2006 tersebut diantaranya diperlukan guna menampung tambahan anggaran untuk: (i) revisi DIPA yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri; (ii) subsidi langsung tunai; (iii) rehabilitasi dan rekonstruksi DIY dan Jawa Tengah; serta (iv) kekurangan pembayaran subsidi listrik dan subsidi pupuk tahun 2005. Namun demikian, pada sisi lain alokasi dana cadangan umum untuk mengantisipasi ketidaksesuaian asumsi ekonomi makro dan pelaksanaan dari langkah-langkah kebijakan dengan perencanaannya (policy measures) dalam APBN 2006 diperkirakan mengalami penurunan, dalam rangka mengendalikan defisit anggaran dalam tahun 2006. Selanjutnya dalam Tabel II.3 dapat dilihat perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis dalam tahun 2006.
Realisasi belanja lainlain dalam tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari pagu anggarannya dalam tahun 2006.
Tabel II.3 ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS, TAHUN 20061) (miliar rupiah) Uraian 1. 2. 3. 4.
5.
6. 7.
8.
APBN
% thd PDB
APBN-P
% thd APBN
% thd PDB
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang i. Utang Dalam Negeri ii. Utang Luar Negeri Subsidi i. Perusahaan Negara a. Lembaga Keuangan b. Lembaga Non Keuangan ii. Perusahaan Swasta Belanja Hibah Bantuan Sosial i. Penanggulangan Bencana ii. Bantuan yang diberikan oleh K/L Belanja Lainnya
79.896,1 55.180,9 62.952,2 76.629,0 48.610,6 28.018,4 79.510,4 79.435,7 535,0 78.900,7 74,7 36.930,5 500,0 36.430,5 36.499,1
2,6 1,8 2,1 2,5 1,6 0,9 2,6 2,6 0,0 2,6 0,0 1,2 0,0 1,2 1,2
79.075,3 55.991,8 69.779,7 82.494,7 58.154,8 24.339,9 107.627,6 107.552,9 447,6 107.105,3 74,7 41.018,2 2.900,0 38.118,2 42.262,1
99,0 101,5 110,8 107,7 119,6 86,9 135,4 135,4 83,7 135,7 100,0 111,1 580,0 104,6 115,8
2,5 1,8 2,2 2,6 1,9 0,8 3,5 3,4 0,0 3,4 0,0 1,3 0,1 1,2 1,4
Jumlah
427.598,3
14,1
478.249,3
111,8
15,3
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.
45
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT ORGANISASI Berdasarkan pengelola bagian anggarannya (BA), alokasi anggaran belanja pemerintah pusat terdiri dari: (i) alokasi anggaran pada bagian anggaran kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp204.236,7 miliar, dan (ii) alokasi anggaran pada bagian anggaran pembiayaan dan perhitungan (APP) Rp223.361,6 miliar. Dalam APBN-P tahun 2006 realisasinya masingmasing alokasi anggaran tersebut ditetapkan sebesar Rp214.377,6 miliar dan Rp263.871,7 miliar. Realisasi bagian Anggaran K/L yang diperkirakan relatif cukup tinggi.
Dari total alokasi anggaran pada bagian anggaran K/L tahun 2006 tersebut, terdapat 4 (empat) bagian angaran K/L yang perkiraan realisasi anggarannya secara persentase terhadap alokasinya dalam APBN 2006 relatif cukup tinggi. Keempat bagian anggaran K/L tersebut adalah Badan Standarisasi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Nias (BRR NAD-Nias), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang masing-masing realisasinya diperkirakan mencapai 164,8 persen, 150,0 persen, 127,5 persen, dan 128,0 persen dari pagunya dalam APBN 2006. Lebih tingginya perkiraan realisasi bagian anggaran K/L dalam tahun 2006 tersebut antara lain disebabkan oleh adanya (i) realisasi anggaran dan kegiatan dalam DIPA 2005 yang diluncurkan ke tahun 2006; (ii) revisi DIPA PHLN tahun 2006; (iii) tambahan pagu penggunaan PNBP sesuai target penerimaannya; dan (iv) penambahan alokasi anggaran pendidikan.
Realisasi anggaran Departemen Pendidikan Nasional dalam tahun 2006 diperkirakan naik dari pagu anggarannya dalam APBN 2006 diantaranya disebabkan oleh tambahan anggaran pendidikan.
Dari beberapa kementerian/lembaga yang pagu anggarannya secara nominal relatif besar dapat dijelaskan sebagai berikut. Anggaran belanja Departemen Pendidikan Nasional dalam tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp40.125,2 miliar, yang berarti meningkat Rp3.369,4 miliar atau 9,2 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan anggaran tersebut berkaitan dengan : (i) perkiraan tidak terserapnya secara alamiah dalam DIPA 2006, (ii) adanya tambahan anggaran untuk pendidikan sekitar Rp3.500,0 miliar, di luar tambahan anggaran pendidikan melalui Departemen Agama sekitar Rp1.000,0 miliar guna memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945, dan (iii) adanya realisasi DIPA luncuran tahun 2005. Dalam tahun 2006, anggaran Departemen Pertahanan ditetapkan sebesar Rp27.484,1 miliar, atau turun Rp745,1 miliar (2,6 persen) dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam dalam APBN 2006. Penurunan ini terutama disebabkan oleh perkiraan tidak maksimalnya penyerapan
46
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
anggaran Departemen Pertahanan yang tertuang dalam DIPA 2006, termasuk karena menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Selanjutnya, alokasi anggaran belanja Departemen Pekerjaan Umum dalam tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp21.299,7 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp3.285,9 miliar atau 18,2 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan alokasi anggaran ini bersumber dari: (i) perkiraan tidak terserapnya secara alamiah (termasuk oleh menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat) keseluruhan anggaran Departemen Pekerjaan Umum dalam DIPA 2006; (ii) adanya realisasi DIPA luncuran tahun 2005; (iii) revisi DIPA PHLN 2006; dan (iv) tambahan alokasi untuk kegiatan yang mendesak. Sementara itu, alokasi anggaran belanja untuk Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam APBN-P tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp16.618,3 miliar, yang berarti menurun sebesar Rp160,0 miliar atau 1,0 persen dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan anggaran ini terutama disebabkan dari perkiraan kemampuan penyerapan secara alamiah (termasuk oleh menguatnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat) keseluruhan anggaran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam DIPA 2006. Dalam perkiraan realisasi tahun 2006, alokasi anggaran untuk Departemen Kesehatan ditetapkan sebesar Rp14.291,4 miliar, yang berarti naik Rp767,8 miliar atau 5,7 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan alokasi anggaran tersebut terutama disebabkan antara lain oleh: (i) kemampuan penyerapan alamiah anggaran Departemen Kesehatan dalam DIPA 2006, (ii) adanya realisasi DIPA luncuran 2005, dan (iii) adanya tambahan anggaran untuk kegiatan yang bersifat mendesak Sementara itu, alokasi anggaran Departemen Agama dalam pelaksanaan tahun 2006 mengalami perubahan menjadi Rp10.901,7 miliar, yang berarti naik sebesar Rp1.180,7 miliar atau 12,1 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan alokasi anggaran ini antara lain bersumber dari: (i) tambahan anggaran pendidikan Rp1.000,0 miliar (di luar yang dialokasikan untuk tambahan di Departemen Pendidikan Nasional sebesar Rp3.500,0 miliar); (ii) perkiraan tidak terserapnya secara alamiah keseluruhan anggaran Departemen Agama dalam DIPA 2006; (iii) adanya realisasi DIPA luncuran tahun 2005, dan (iv) ditampungnya indirect cost Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH).
Realisasi anggaran Departemen Agama dalam tahun 2006 diperkirakan naik dari pagu ang-garannya dalam APBN 2006 disebabkan antara lain adanya tambahan anggaran pendidikan.
47
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Selain perubahan alokasi anggaran pada beberapa kementerian/lembaga tersebut di atas, dalam perkiraan realisasi tahun 2006 alokasi anggaran pada kementerian/lembaga lainnya juga mengalami perubahan. Perubahan perkiraan alokasi anggaran pada kementerian/lembaga tersebut selain berkaitan dengan adanya realisasi DIPA luncuran tahun 2005, pada umumnya juga dipengaruhi oleh perkiraan tidak terserapnya secara alamiah anggaran kementerian/lembaga dalam DIPA 2006, serta adanya revisi DIPA PHLN 2006. Realisasi Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan diperkirakan lebih tinggi dari pagu anggarannya dalam APBN 2006.
Sementara itu, alokasi anggaran pada bagian anggaran pembiayaan dan perhitungan dalam tahun 2006 sebesar Rp263.871,7 miliar, terdiri dari (i) BA 61 - cicilan dan bunga utang sebesar Rp82.555,2 miliar atau 107,5 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006; (ii) BA 62 - subsidi dan transfer lainnya sebesar Rp138.809,4 miliar atau 121,1 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006; dan (iii) BA 69 - belanja lain-lain sebesar Rp42.507,1 miliar atau 133,2 persen dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Lebih tingginya perkiraan realisasi BA 61 dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 tersebut, antara lain berasal dari peningkatan beban anggaran pembayaran bunga utang dalam negeri, khususnya terkait dengan perkiraan lebih tingginya tingkat suku bunga SBI 3 bulan, dan tambahan beban bunga akibat tambahan penerbitan SUN. Sedangkan lebih tingginya perkiraan realisasi BA 62 dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 tersebut, terutama berasal dari kenaikan beban anggaran subsidi listrik dan subsidi BBM. Selanjutnya, lebih tingginya perkiraan realisasi BA 69 dari pagu alokasi anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 tersebut, antara lain bersumber dari adanya tambahan anggaran untuk: (i) program Subsidi Langsung Tunai (SLT); sebagai akibat bertambahnya jumlah keluarga miskin yang menerima bantuan; (ii) pendanaan rehabilitasi dan rekonstruksi DIY dan Jateng akibat bencana gempa bumi yang terjadi pada akhir Mei 2006; serta (iii) kekurangan pembayaran subsidi listrik dan pupuk tahun 2005. Selanjutnya dalam Tabel II.4 dapat dilihat perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut klasifikasi organisasi dalam tahun 2006.
48
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tabel II.4
BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT ORGANISASI, TAHUN 2006 1) (miliar rupiah)
KODE 1
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
2
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
4
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
5
MAHKAMAH AGUNG
6
APBN 2006 (UU No.13/2005)
APBN-P (UU No. 14/2006
% thd APBN
% thd PDB
146,6
161,4
110,1
1.183,0
1.184,5
100,1
614,8
658,7
107,2
0,0 0,0
2.182,2
2.047,3
93,8
0,1
0,0
KEJAKSAAN AGUNG
1.506,4
1.512,4
100,4
0,0
7
KEPRESIDENAN / SEKRETARIAT NEGARA
1.370,2
761,2
55,6
0,0
8
WAKIL PRESIDEN
217,9
222,9
102,3
0,0
1.446,5
123,1
0,0
11
DEPARTEMEN LUAR NEGERI
4.747,1
4.096,3
86,3
0,1
12
10
DEPARTEMEN PERTAHANAN
28.229,2
27.484,1
97,4
0,9
13
DEPARTEMEN DALAM NEGERI
1.174,6
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM
3.376,9
3.511,5
104,0
15
DEPARTEMEN KEUANGAN
6.617,9
6.301,8
95,2
0,2
18
DEPARTEMEN PERTANIAN
6.285,1
5.916,2
94,1
0,2
19
0,1
DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN
1.044,7
1.247,0
119,4
20
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
5.382,4
5.394,8
100,2
0,2
22
DEPARTEMEN PERHUBUNGAN
8.452,3
8.881,0
105,1
0,3
23
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
36.755,9
40.125,3
109,2
1,3
24
DEPARTEMEN KESEHATAN
13.523,6
14.291,4
105,7
0,5
25
DEPARTEMEN AGAMA
9.720,9
10.901,7
112,1
0,3
26
DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
2.163,7
2.253,6
104,2
0,1
27
DEPARTEMEN SOSIAL
2.255,6
2.344,3
0,0
103,9
0,1
29
DEPARTEMEN KEHUTANAN
1.797,9
1.829,3
101,7
0,1
32
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2.646,6
2.836,7
107,2
0,1
33
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
18.013,8
21.299,7
118,2
0,7
88,7
88,6
99,9
0,0
104,7
96,3
91,9
0,0
34
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN
35
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
36
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT
76,5
117,7
153,8
40
DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
626,7
656,5
104,7
0,0
41
KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
204,5
198,8
97,2
0,0
42
KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
276,5
432,3
156,3
0,0
43
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
401,0
363,5
90,6
0,0
44
KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
938,6
1.006,7
107,3
0,0
47
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
132,3
135,6
102,5
0,0
0,0
48
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
209,9
195,9
93,3
0,0
50
BADAN INTELIJEN NEGARA
899,0
978,5
108,8
0,0
51
LEMBAGA SANDI NEGARA
638,5
698,5
109,4
0,0
25,8
30,8
119,4
0,0
950,8
969,8
102,0
0,0
52
DEWAN KETAHANAN NASIONAL
54 55
BADAN PUSAT STATISTIK KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS
56
BADAN PERTANAHAN NASIONAL
57
PERPUSTAKAAN NASIONAL
242,9
99,7
0,0
1.592,9
99,3
0,1
133,8
59
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI / DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
60
KEPOLISIAN NEGARA
63
243,5 1.603,9
108,0
0,0
1.447,0
70,2
0,0
16.618,3
99,0
0,5
327,0
97,0
0,0
64
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL
59,1
79,1
133,9
0,0
65
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
282,4
282,4
100,0
66 67
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
246,7
244,5
99,1
0,0
KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
564,6
491,2
87,0
0,0
BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL
689,3
667,8
68
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
144,5
2.061,5 16.778,2 337,2
0,0
96,9
0,0
74
KOMISI NASIONAL HAK AZASI MANUSIA
49,3
43,8
88,8
0,0
75
BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
536,5
533,9
99,5
0,0
76
KOMISI PEMILIHAN UMUM
692,3
669,7
96,7
0,0
77
MAHKAMAH KONSTITUSI
218,1
232,8
106,7
0,0
78
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
78,0
74,0
94,9
0,0
79
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
454,1
681,0
150,0
0,0
80
BADAN TENAGA NUKLIR
252,5
253,4
100,3
0,0
81
BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI
367,5
397,4
108,2
0,0
82
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
166,3
172,8
104,0
0,0
83
BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL
158,5
162,9
102,8
0,0
84
BADAN STANDARISASI NASIONAL
40,1
66,1
164,8
0,0
85
BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NASIONAL
53,5
252,5
472,0
0,0
86
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
87
ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
88
BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA
89
148,3
BADAN PENGAWAS KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
100,4
0,0
86,7
81,4
93,9
0,0
236,7
237,3
148,9
100,3
0,0
476,4
475,1
99,7
90
DEPARTEMEN PERDAGANGAN
1.259,5
1.386,9
110,1
0,0
91
KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT
413,8
407,1
98,4
0,0
92
KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAH RAGA
486,0
502,1
103,3
0,0
93
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
222,2
284,4
128,0
0,0
9.617,6
12.264,3
127,5
0,4
192,8
186,2
96,6
0,0
47,0
47,0
100,0
94
BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD DAN NIAS
95
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)
100
KOMISI YUDISIAL RI
103
BADAN KOORDINASI NASIONAL PENANGANAN BENCANA JUMLAH KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
204.236,7
214.377,6
105,0
0,0
0,0 6,9
BAGIAN PEMBIAYAAN DAN PERHITUNGAN 61
CICILAN DAN BUNGA UTANG
62
SUBSIDI DAN TRANSFER LAINNYA
69
BELANJA LAIN-LAIN
76.779,0
82.555,2
107,5
00 2,6
114.659,3
138.809,4
121,1
4,5
31.923,4
42.507,1
133,2
JUMLAH BAGIAN PEMBIAYAAN DAN PERHITUNGAN
223.361,6
263.871,7
JUMLAH
427.598,3
478.249,3
118,1 #DIV/0! 111,8
1,4 00 8,5 15,3
1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.
49
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi merupakan kompilasi dari program-program yang dilaksanakan kementerian/lembaga serta Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Realisasi anggaran pada fungsi pelayanan umum diperkirakan mengalami peningkatan dari alokasi anggaran pada fungsi yang sama dalam APBN 2006
Dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi dalam tahun 2006, alokasi anggaran belanja dalam fungsi pelayanan umum diperkirakan mencapai Rp303.674,4 miliar atau 63,5 persen dari keseluruhan alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBN 2006. Alokasi anggaran belanja dalam fungsi pelayanan umum dalam tahun 2006 tersebut berarti menunjukkan peningkatan sebesar Rp40.253,4 miliar atau sekitar 15,3 persen dari pagu alokasi anggaran pada fungsi yang sama dalam APBN 2006. Perkiraan lebih tingginya alokasi anggaran belanja pada fungsi tersebut dalam perkiraan realisasi APBN 2006 terutama berkaitan dengan peningkatan alokasi anggaran beberapa program dalam fungsi pelayanan umum yang merupakan tugas Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara. Program-program tersebut antara lain meliputi program pembayaran bunga utang, serta program subsidi dan transfer lainnya, yang dalam perkiraan realisasi tahun 2006 mengalami peningkatan dari pagunya dalam APBN-nya, sebagai akibat dari perubahan asumsi ekonomi makro, serta perubahan kebijakan dalam pelaksanan APBN 2006. Selain dari fungsi pelayanan umum yang alokasi anggarannya mengalami peningkatan, di lain pihak, juga terdapat fungsi-fungsi lain yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dalam rangka menjalankan program-program pemerintah, yang mengalami perubahan alokasi anggaran cukup signifikan pada perkiraan realisasi tahun 2006. Fungsifungsi tersebut, antara lain meliputi fungsi pertahanan yang alokasi anggarannya dalam tahun 2006 berubah menjadi Rp28.855,8 miliar, yang berarti naik sebesar Rp578,2 miliar atau 2,0 persen dari alokasi anggarannya yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan alokasi anggaran tersebut terutama berkaitan dengan perkiraan turunnya alokasi anggaran pada program-program yang dilaksanakan di Departemen Pertahanan. Sementara itu, alokasi anggaran pada fungsi ekonomi dalam tahun 2006 menjadi Rp44.741,6 miliar, yang berarti mengalami kenaikan sebesar Rp5.097,8 miliar dari pagu anggaran yang dialokasikan dalam APBN 2006 sebesar Rp39.643,8 miliar.
50
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Di sisi lain, alokasi anggaran belanja pada fungsi pendidikan dalam tahun 2006 ditetapkan sebesar Rp48.954,7 miliar, atau naik sebesar Rp5.667,3 miliar (13,1 persen) dari alokasi anggarannya yang ditetapkan dalam APBN 2006. Perubahan alokasi anggaran tersebut terutama berkaitan dengan adanya tambahan anggaran pendidikan untuk Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama sebesar Rp4.500,0 miliar, dalam upaya meningkatkan akses dan kualitas penyelenggaraan pendidikan dalam tahun 2006 seperti diamanatkan oleh UUD 1945. Untuk melihat perkiraan realisasi alokasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi dalam tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel II.5.
Realisasi alokasi anggaran belanja pada fungsi pendidikan tahun 2006 diperkirakan akan meningkat dari pagu anggarannya dalam APBN 2006.
Tabel II.5 ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, TAHUN 2006 1) (miliar rupiah)
KODE 01 02
FUNGSI Pelayanan Umum Pertahanan
APBN
% thd PDB
APBN-P
263.421,0 28.277,6
8,66 0,93
303.674,4 28.855,8
%thd APBN
%thd PDB
115,3 102,0
9,74 0,93 0,81
03
Ketertiban dan Keamanan
25.294,2
0,83
25.191,0
99,6
04
Ekonomi
39.643,8
1,30
44.741,6
112,9
1,43
05
Lingkungan Hidup
4.477,2
0,15
3.148,5
70,3
0,10
06
Perumahan dan Fasilitas Umum
0,17
07
Kesehatan
08
Pariwisata dan Budaya
09
Agama
10
Pendidikan
11
Perlindungan Sosial Lainnya JUMLAH
6.049,3
0,20
5.425,6
89,7
12.730,3
0,42
13.578,3
106,7
0,44
1.025,0
0,03
941,0
91,8
0,03
1.104,0
0,04
1.365,5
123,7
0,04
43.287,4
1,42
48.954,7
113,1
1,57
2.288,7
0,08
2.372,9
103,7
0,08
427.598,3
14,06
478.249,3
111,8
15,3
1) Perbedaan satu angka di belakang koma dalam angka penjumlahan karena pembulatan
ANGGARAN BELANJA KE DAERAH Dalam tahun 2006, realisasi anggaran belanja ke daerah diperkirakan mencapai Rp220.849,8 miliar (7,1 persen terhadap PDB), lebih tinggi Rp780,3 miliar atau 0,4 persen dari pagu alokasi yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp220.069,5 miliar (7,2 persen terhadap PDB). Lebih tingginya perkiraan realisasi anggaran belanja ke daerah tersebut terutama berkaitan dengan lebih tingginya perkiraan realisasi dana perimbangan, khususnya dana bagi hasil perpajakan. Demikian pula apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp150.463,9 miliar (5,5 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi anggaran belanja ke daerah tersebut lebih tinggi Rp70.385,9 miliar atau 46,8 persen. Perkiraan realisasi anggaran belanja ke daerah tersebut terdiri dari perkiraan realisasi dana perimbangan 98,2 persen, serta dana otonomi khusus dan penyesuaian 1,8 persen.
Realisasi Belanja ke Daerah dalam tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi daripada realisasinya dalam tahun 2005 dan pagunya dalam APBN 2006.
51
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
DANA PERIMBANGAN Realisasi Dana Perimbangan diperkira-kan akan lebih tinggi dari sasarannya dalam APBN 2006.
Realisasi dana perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp216.797,7 miliar (7,0 persen terhadap PDB). Jumlah ini lebih tinggi Rp205,3 miliar atau 0,1 persen dari pagu alokasi dana perimbangan yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp216.592,4 miliar (7,1 persen terhadap PDB). Lebih tingginya perkiraan realisasi dana perimbangan tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi DBH. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp143.221,3 miliar (5,2 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi dana perimbangan dalam tahun 2006 tersebut lebih tinggi sebesar Rp73.576,4 miliar atau 51,4 persen. Perkiraan realisasi dana perimbangan tersebut terdiri dari perkiraan realisasi DBH 27,5 persen, DAU 67,2 persen, dan DAK 5,3 persen. DANA BAGI HASIL
Realisasi DBH diperkirakan lebih tinggi dari sasarannya dalam APBN 2006.
Dalam tahun 2006, realisasi DBH diperkirakan mencapai Rp59.563,7 miliar (1,9 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut lebih tinggi Rp205,3 miliar atau 0,3 persen dari alokasi DBH yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp59.358,4 miliar (2,0 persen terhadap PDB). Lebih tingginya perkiraan realisasi DBH tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi DBH perpajakan, khususnya perkiraan realisasi DBH PBB. Demikian pula, bila dibandingkan dengan realisasi DBH (tidak termasuk DAK-DR) dalam tahun 2005 yang mencapai Rp49.692,3 miliar (1,8 persen terhadap PDB), perkiraan realisasi DBH tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp9.871,4 miliar atau 19,9 persen. Perkiraan realisasi DBH tersebut terdiri dari DBH perpajakan 46,5 persen, dan DBH SDA 53,5 persen.
Realisasi DBH perpajakan dalam tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi dari pagunya dalam APBN.
Realisasi DBH perpajakan dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp27.676,4 miliar, atau secara nominal naik Rp1.438,2 miliar (5,5 persen) dari pagu DBH perpajakan yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp26.238,3 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp23.709,6 miliar, maka perkiraan realisasi DBH perpajakan tahun 2006 tersebut meningkat Rp3.966,8 miliar atau 16,7 persen, yang disebabkan terutama oleh lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dari perkiraan realisasi DBH perpajakan tahun 2006 tersebut, realisasi DBH pajak penghasilan (PPh) dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai
52
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Rp6.065,9 miliar, atau naik Rp64,9 miliar (1,1 persen) dari alokasi DBH PPh yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp6.001,0 miliar. Jumlah tersebut, berarti lebih tinggi Rp626,3 miliar atau 11,5 persen apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp5.439,6 miliar. Sementara itu, realisasi DBH PBB dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp17.224,3 miliar, yang berarti naik Rp2.267,1 miliar atau 15,2 persen dari alokasi DBH PBB yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp14.957,2 miliar. Perkiraan realisasi DBH PBB tahun 2006 tersebut berarti meningkat Rp2.288,6 miliar atau 15,3 persen apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp14.935,7 miliar. Sementara itu, realisasi DBH BPHTB dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp4.386,2 miliar, yang berarti turun Rp893,9 miliar atau 16,9 persen dari pagu alokasi DBH BPHTB yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp5.280,1 miliar. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp3.334,2 miliar, maka perkiraan realisasi DBH BPHTB tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp1.052,0 miliar atau 31,6 persen. Perkiraan realisasi masing-masing DBH perpajakan tersebut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kinerja penerimaan yang berasal dari masing-masing komponen perpajakan yang dibagihasilkan ke daerah. Sementara itu, realisasi DBH SDA dalam tahun 2006, diperkirakan mencapai Rp31.887,3 miliar, atau turun sebesar Rp1.232,9 miliar (3,7 persen) dari alokasi DBH SDA yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp33.120,1 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH SDA tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh turunnya perkiraan realisasi penerimaan yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi DBH SDA (tidak termasuk DAK-DR) dalam tahun 2005 sebesar Rp25.982,7 miliar, maka perkiraan realisasi DBH SDA dalam tahun 2006 tersebut lebih tinggi sebesar Rp5.904,6 miliar atau 22,7 persen.
Realisasi DBH SDA diperkirakan akan lebih rendah dari sasarannya dalam APBN 2006.
Dari jumlah tersebut, realisasi DBH minyak bumi diperkirakan mencapai Rp15.941,6 miliar, yang berarti turun Rp794,2 miliar (4,8 persen) dari pagu alokasi DBH minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp16.735,8 miliar. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp12.551,7 miliar, maka perkiraan realisasi DBH minyak bumi tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp3.389,8 miliar atau 27,0 persen. Demikian pula, realisasi DBH gas bumi dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp11.825,8 miliar, atau turun Rp674,4 miliar (5,4 persen) dari pagu alokasi DBH gas bumi yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp12.500,2 miliar. Namun
Realisasi DBH SDA minyak dan gas bumi diperkirakan akan lebih rendah dari sasarannya dalam APBN 2006.
53
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp10.081,5 miliar, maka perkiraan realisasi DBH gas bumi tersebut lebih tinggi sebesar Rp1.744,2 miliar atau 17,3 persen. Perkiraan realisasi DBH pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan dalam tahun 2006.
Selanjutnya, realisasi DBH pertambangan umum dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp2.785,8 miliar atau lebih tinggi Rp391,3 miliar (16,3 persen) dari pagunya dalam APBN 2006 sebesar Rp2.394,5 miliar. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp2.584,2 miliar, maka perkiraan realisasi DBH pertambangan umum tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp201,6 miliar atau 7,8 persen. Sementara itu, realisasi DBH kehutanan, termasuk DBH dana reboisasi yang semula merupakan komponen DAK, dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp1.002,9 miliar, atau turun sebesar Rp155,4 miliar atau 13,4 persen dari pagu alokasi DBH kehutanan yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp1.158,3 miliar. Jumlah tersebut, apabila dibandingkan dengan realisasi DBH kehutanan (tidak termasuk DAKDR) dalam tahun 2005 sebesar Rp547,1 miliar, berarti lebih tinggi sebesar Rp455,8 miliar atau 83,3 persen. Sementara itu, realisasi DBH perikanan dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp331,3 miliar, yang berarti sama dengan pagunya yang ditetapkan dalam APBN 2006. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp218,1 miliar, maka perkiraan realisasi DBH perikanan tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp113,1 miliar atau 51,9 persen dari realisasi DBH perikanan dalam tahun 2005 sebesar Rp218,1 miliar. Perkembangan realisasi masing-masing DBH SDA tersebut sangat dipengaruhi oleh kinerja penerimaan yang berasal dari masing-masing komponen SDA yang dibagihasilkan ke daerah. DANA ALOKASI UMUM
Realisasi DAU diperkirakan sama dengan sasarannya dalam APBN 2006.
54
Pengalokasian dana alokasi umum (DAU) tahun 2006 didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2005 tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi Kabupaten/Kota Tahun 2006. Mengacu kepada ketentuan tersebut, realisasi DAU dalam tahun 2006 diperkirakan tidak mengalami perubahan atau sama dengan pagu yang ditetapkan dalam APBN 2006 diperkirakan sebesar Rp145.664,2 miliar (4,7 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp88.765,4 miliar (3,3 persen terhadap PDB), alokasi DAU dalam tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp56.898,6 miliar atau 64,1 persen. Penyaluran DAU tersebut, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Anggaran Nomor 9 Tahun 2002, dilakukan setiap bulan sebesar seperduabelas.
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
DANA ALOKASI KHUSUS Realisasi dana alokasi khusus (DAK) dalam tahun 2006 diperkirakan tidak mengalami perubahan atau sama dengan pagu alokasi DAK yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp11.569,8 miliar (0,4 persen terhadap PDB). Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi DAK dalam tahun 2005 sebesar Rp4.763,6 miliar, maka perkiraan realisasi DAK tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp6.806,2 miliar atau 142,9 persen. Dana tersebut dialokasikan masing-masing untuk: (i) bidang pendidikan Rp2.919,5 miliar (25,2 persen); (ii) bidang kesehatan Rp2.406,8 miliar (20,8 persen); (iii) bidang infrastruktur Rp3.811,4 miliar (32,9 persen), (iv) bidang prasarana pemerintahan daerah Rp448,7 miliar (3,9 persen), (v) bidang kelautan dan perikanan sebesar Rp775,7 miliar (6,7 persen), (vi) bidang pertanian sebesar Rp1.094,9 miliar (9,5 persen), serta (vii) bidang lingkungan hidup sebesar Rp112,9 miliar (1,0 persen).
Realisasi DAK dalam tahun 2006 diperkirakan sama dengan APBN.
DANA OTONOMI KHUSUS DAN PENYESUAIAN Dalam tahun 2006, realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian diperkirakan mencapai Rp4.052,1 miliar (0,1 persen terhadap PDB), atau meningkat Rp575,0 miliar (16,5 persen) dari pagu alokasi dana otonomi khusus dan penyesuaian yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp3.477,1 miliar (0,1 persen terhadap PDB). Lebih tingginya perkiraan realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi dana otonomi khusus, sedangkan realisasi dana penyesuaian diperkirakan tidak mengalami perubahan dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006. Apabila dibandingkan dengan realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian dalam tahun 2005 sebesar Rp7.242,6 miliar (0,3 persen terhadap PDB), perkiraan realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian dalam tahun 2006 tersebut lebih rendah Rp3.190,5 miliar atau 44,1 persen.
Realisasi Dana Otsus dan Penyesuaian dalam tahun 2006 diperkirakan lebih tinggi.
DANA OTONOMI KHUSUS Realisasi dana otonomi khusus dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp3.488,3 miliar, atau naik Rp575,0 miliar (19,7 persen) dari pagu alokasi dana otonomi khusus yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp2.913,3 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp1.775,3 miliar, perkiraan realisasi dana otonomi khusus tahun 2006 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp1.713,0 miliar atau 96,5 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi dana otonomi khusus tahun 2006 tersebut antara lain karena adanya tambahan dana otonomi khusus 55
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
bagi pembangunan infrastruktur Provinsi Papua. Dengan demikian, dalam tahun 2006 perkiraan realisasi dana otonomi khusus terdiri dari perkiraan realisasi dana otonomi khusus murni dan dana tambahan otonomi khusus untuk pembangunan infrastruktur bagi Provinsi Papua. Realisasi dana otsus murni dalam tahun 2006 diperkirakan sama dengan pagunya dalam APBN.
Dalam tahun 2006, realisasi dana otonomi khusus murni diperkirakan mencapai Rp2.913,3 miliar, yang berarti sama dengan pagu alokasi dana otonomi khusus yang ditetapkan dalam APBN atau setara dengan 2 persen dari alokasi DAU 2006. Mengacu pada UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, penggunaan dana otonomi khusus tersebut terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan, dan kesehatan. Mekanisme penyaluran dana otonomi khusus tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47 Tahun 2002, yang menetapkan penyaluran dana otonomi khusus dilakukan setiap triwulan. Perkiraan realisasi dana otonomi khusus murni tahun 2006 tersebut lebih tinggi Rp1.138,0 miliar atau 64,1 persen bila dibandingkan dengan realisasi dana otonomi khusus dalam tahun 2005 sebesar Rp1.775,3 miliar. Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan Pasal 34 ayat (3) huruf f UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Pemerintah dalam tahun 2006, berdasarkan usulan Pemerintah Provinsi Papua, mengusulkan pengalokasian dana tambahan otonomi khusus untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp575,0 miliar, yang direncanakan penggunaannya untuk pembangunan prasarana jalan dan perhubungan. DANA PENYESUAIAN
Realisasi dana penyesuaian dalam tahun 2006 diperkirakan sama dengan pagunya dalam APBN.
Realisasi dana penyesuaian dalam tahun 2006 diperkirakan sama dengan pagu alokasi dana penyesuaian yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp563,8 miliar. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2005 sebesar Rp5.467,3 miliar, maka perkiraan realisasi dana penyesuaian tahun 2006 tersebut berarti lebih rendah sebesar Rp4.903,5 miliar atau 89,7 persen. Jumlah ini terdiri dari dana penyesuaian murni Rp300,7 miliar, dan dana penyesuaian kebijakan (ad-hoc) Rp263,2 miliar. Dalam tahun 2006, dana penyesuaian murni disediakan untuk menutup kekurangan DAU yang diterima oleh beberapa daerah agar dana yang diterimanya (DAU ditambah dana penyesuaian murni) minimal sama dengan DAU plus dana penyesuaian murni tahun sebelumnya (hold harmless). Sementara itu, dana penyesuaian kebijakan (ad-hoc) diberikan untuk membantu keuangan daerah tertentu dalam rangka mempercepat proses penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
56
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan anggaran belanja ke daerah tahun 2006 dapat diikuti dalam Tabel II.6 Tabel II. 6 PERKIRAAN REALISASI ANGGARAN BELANJA KE DAERAH, TAHUN 2006
1)
(miliar rupiah)
Uraian I. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil 1. Pajak i. Pajak Penghasilan ii. Pajak Bumi dan Bangunan iii. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 2. Sumber Daya Alam i. Minyak Bumi ii. Gas Alam iii. Pertambangan Umum iv. Kehutanan v. Perikanan
APBN
% thd PDB
APBN-P
% thd APBN
% thd PDB
216.592,4 59.358,4 26.238,3 6.001,0 14.957,2 5.280,1 33.120,1 16.735,79 12.500,17 2.394,5 1.158,3 331,3
7,1 2,0 0,9 0,2 0,5 0,2 1,1 0,55 0,41 0,1 0,0 0,0
216.797,7 59.563,7 27.676,4 6.065,9 17.224,3 4.386,2 31.887,3 15.941,55 11.825,77 2.785,8 1.002,9 331,3
100,1 100,3 105,5 101,1 115,2 83,1 96,3 95,3 94,6 116,3 86,6 100,0
7,0 1,9 0,9 0,2 0,6 0,1 1,0 0,5 0,4 0,1 0,0 0,0
b. Dana Alokasi Umum
145.664,2
4,8
145.664,2
100,0
4,7
c. Dana Alokasi Khusus
11.569,8
0,4
11.569,8
100,0
0,4
3.477,1 2.913,3 563,8
0,1 0,1 0,0
4.052,1 3.488,3 563,8
116,5 119,7 100,0
0,1 0,1 0,0
220.069,5
7,2
220.849,8
100,4
7,1
II. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian a. Dana Otonomi Khusus b. Dana Penyesuaian Jumlah 1) Perbedaan satu angka di belakang koma adalah karena penjumlahan.
DEFISIT ANGGARAN Berdasarkan pada perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar Rp659.115,2 miliar, dan perkiraan realisasi belanja negara sebesar Rp699.099,1 miliar, maka dalam tahun 2006 defisit anggaran diperkirakan mencapai Rp39.983,9 miliar (1,3 persen terhadap PDB), berarti naik sebesar Rp17.553,1 miliar atau 78,3 persen dari sasaran defisit anggaran yang ditetapkan semula dalam APBN 2006 sebesar Rp22.430,8 miliar (0,7 persen terhadap PDB). Peningkatan defisit anggaran dalam tahun 2006 tersebut terjadi terutama karena bertambahnya beban belanja negara, antara lain sebagai akibat adanya luncuran DIPA tahun 2005, naiknya beban subsidi BBM berkenaan dengan perubahan asumsi harga minyak dan subsidi listrik akibat pembatalan kenaikan TDL, serta diperlukannya tambahan dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi DIY dan Jawa Tengah pasca bencana gempa bumi, serta bantuan langsung tunai (BLT). Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan realisasi defisit anggaran tahun 2005 sebesar Rp14.408,1 miliar (0,5 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi defisit anggaran tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan Rp25.575,8 miliar atau 177,5 persen.
Realisasi defisit anggaran diperkirakan lebih tinggi dari APBN 2006.
57
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
PEMBIAYAAN ANGGARAN Realisasi pembiayaan anggaran diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Untuk memenuhi kebutuhan defisit anggaran yang meningkat sebagaimana diuraikan di atas, dalam tahun 2006 pembiayaan anggaran diperkirakan mencapai Rp39.983,9 miliar (1,3 persen terhadap PDB), atau meningkat Rp17.553,1 miliar (78,3 persen) apabila dibandingkan dengan sasaran pembiayaan anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp22.430,8 miliar (0,7 persen terhadap PDB). Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan anggaran dalam tahun 2005 yang mencapai Rp11.121,1 miliar (0,4 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi pembiayaan anggaran tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp28.862,8 miliar atau 259,5 persen. Perkiraan realisasi pembiayaan anggaran tahun 2006 tersebut terdiri dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp55.257,7 miliar (1,8 persen terhadap PDB), dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif Rp15.273,8 miliar (0,5 persen terhadap PDB).
Realisasi pembiayaan dalam negeri diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Perkiraan realisasi pembiayaan dalam negeri tahun 2006 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp4.344,7 miliar atau 8,5 persen apabila dibandingkan dengan sasaran pembiayaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp50.913,0 miliar (1,7 persen terhadap PDB). Pembiayaan dalam negeri tahun 2006 tersebut berasal dari sumber pembiayaan perbankan dalam negeri 32,4 persen, dan sumber pembiayaan nonperbankan dalam negeri 67,6 persen. Apabila dibandingkan dengan perkiraan realisasi pembiayaan dalam negeri tahun 2005 yang mencapai Rp21.393,2 miliar (0,8 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi pembiayaan dalam negeri tahun 2006 berarti 158,3 persen lebih tinggi.
Realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri diperkirakan lebih rendah dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Dalam tahun 2006, realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri diperkirakan mencapai Rp17.906,5 miliar (0,6 persen terhadap PDB), atau turun 22,2 persen dari sasaran pembiayaan perbankan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp23.026,7 miliar (0,8 persen terhadap PDB). Perkiraan realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri tahun 2006 tersebut berasal dari penggunaan sebagian saldo rekening pemerintah di sektor perbankan, seperti rekening dana investasi, rekening penjaminan, dana cadangan anggaran pembangunan (CAP), serta penggunaan sebagian dana eks moratorium pokok utang luar negeri tahun 2005 khusus untuk melanjutkan rehabilitasi dan rekonstruksi NAD dan Nias. Apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri tahun 2005 yang mencapai negatif Rp2.550,0 miliar (0,1 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri dalam tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar Rp20.456,5 miliar.
58
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Sementara itu, realisasi pembiayaan nonperbankan dalam negeri tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp37.351,2 miliar atau (1,2 persen terhadap PDB) yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp9.464,9 miliar atau 33,9 persen dari sasaran pembiayaan nonperbankan dalam negeri yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp27.886,3 miliar (0,9 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan nonperbankan dalam negeri tahun 2005 yang mencapai Rp23.943,2 miliar (0,9 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi pembiayaan nonperbankan dalam negeri dalam tahun 2006 berarti mengalami peningkatan sebesar Rp13.408,0 miliar atau 56,0 persen.
Realisasi pembiayaan nonperbankan dalam negeri diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Pembiayaan nonperbankan dalam negeri tersebut bersumber dari penerimaan privatisasi, penjualan aset program restrukturisasi perbankan, penerbitan surat utang negara (neto), dan penyertaan modal negara. Penerimaan dari hasil privatisasi BUMN dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp1.000,0 miliar atau sama dengan yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp1.000,0 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan privatisasi tahun 2005 yang nihil, maka perkiraan realisasi penerimaan privatisasi tahun 2006 tersebut diperkirakan naik Rp1.000,0 miliar.
Realisasi privatisasi BUMN diperkirakan sama dengan yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Dalam periode yang sama, realisasi penerimaan yang berasal dari hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan diperkirakan mencapai Rp2.579,5 miliar (0,1 persen terhadap PDB), atau Rp229,5 miliar lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006 sebesar Rp2.350,0 miliar (0,1 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut berasal dari hasil pengelolaan aset oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), yang dilakukan secara optimal untuk memperoleh hasil dan harga yang terbaik sesuai dengan kondisi pasar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan dari hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan tahun sebelumnya sebesar Rp6.563,5 miliar (0,2 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan dari hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan tahun 2006 tersebut mengalami penurunan sebesar Rp3.984,0 miliar atau 60,7 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaan dari hasil penjualan aset program restrukturisasi perbankan antara lain disebabkan oleh semakin berkurangnya jumlah dan nilai aset yang dikelola oleh PT PPA.
Realisasi penjualan aset program restrukturisasi perbankan diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Sementara itu, pembiayaan yang bersumber dari surat utang negara (SUN) neto dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp35.771,7 miliar (1,1 persen terhadap PDB), yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp10.885,4 miliar atau 43,7 persen dari sasaran pembiayaan SUN neto yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp24.886,3 miliar (0,8
Realisasi penerbitan SUN neto diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
59
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi SUN neto dalam tahun 2005 sebesar Rp22.574,7 miliar (0,8 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi SUN neto tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar Rp13.197,0 miliar atau 58,5 persen. Untuk memenuhi sasaran penerbitan SUN neto tahun 2006 yang lebih besar tersebut, Pemerintah akan berusaha untuk tetap mengurangi risiko fiskal dan keuangan, diantaranya dengan tetap mengutamakan kebijakan penerbitan obligasi dalam negeri dengan tenor jatuh tempo yang lebih panjang, serta tetap melanjutkan program debt switching yang bertujuan untuk memperpanjang profil jatuh tempo, mengurangi risiko tingkat bunga, meningkatkan likuiditas SUN di pasar sekunder, serta meningkatkan kepercayaan pasar dan daya tarik SUN. Selain itu, pada saat ini Pemerintah juga sedang mempersiapkan penerbitan SUN ritel yang bertujuan untuk memperluas basis investor domestik. SUN ritel ini memberikan kupon yang lebih rendah dibandingkan dengan SUN reguler, sehingga dapat meringankan beban bunga utang dalam negeri. Kebijakan lain yang sangat penting adalah penciptaan pasar sekunder SUN yang aktif dan likuid, yang akan dilakukan melalui perluasan basis investor dengan mengembangkan produk dan memperluas pasar, menciptakan proses penetapan harga SUN yang wajar, membuat kalender penerbitan SUN secara teratur agar lebih memberikan kepastian bagi pelaku pasar, menerbitkan obligasi standar (benchmark bonds) untuk mendukung benchmark yield curve-nya, meningkatkan efisiensi dan kepercayaan dari clearing and settlement system, serta mendorong terciptanya pasar pendukung seperti REPO market, swap market dan future market. Realisasi Penyertaan Modal Negara (PMN) diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
60
Komponen lain dari pembiayaan nonperbankan dalam negeri adalah Penyertaan Modal Negara (PMN). Dalam tahun 2006, penyertaan modal negara diperkirakan mencapai Rp2.000,0 miliar (0,1 persen terhadap PDB), atau Rp1.650,0 miliar lebih tinggi dari alokasi PMN yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp350,0 miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi PMN ini berkaitan dengan adanya kebijakan untuk menyelamatkan BUMN bermasalah, serta pemberian dukungan bagi percepatan pembangunan infrastruktur dalam rangka public private partnership (PPP). Apabila dibandingkan dengan realisasi penyertaan modal negara dalam tahun 2005 sebesar Rp5.195,0 miliar (0,2 persen terhadap PDB), maka realisasi penyertaan modal negara dalam tahun 2006 tersebut diperkirakan mengalami penurunan sebesar Rp3.195,0 miliar atau 61,5 persen.
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Selanjutnya, mengingat sumber pembiayaan dalam negeri belum dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi APBN, maka sumbersumber pembiayaan yang berasal dari luar negeri juga masih tetap dibutuhkan. Dalam tahun 2006, realisasi pembiayaan luar negeri neto diperkirakan mencapai negatif Rp15.273,8 miliar (0,5 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp13.208,4 miliar atau 46,4 persen dari sasaran pembiayaan luar negeri neto yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar negatif Rp28.482,2 miliar (0,9 persen terhadap PDB). Lebih tingginya perkiraan realisasi pembiayaan luar negeri neto tahun 2006 tersebut selain diakibatkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi penarikan pinjaman luar negeri, juga disebabkan oleh lebih rendahnya perkiraan realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri. Apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan luar negeri neto tahun 2005 sebesar negatif Rp10.272,0 miliar (0,4 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi pembiayaan luar negeri neto tahun 2006 tersebut diperkirakan mengalami penurunan sebesar Rp5.001,8 miliar atau 48,7 persen.
Realisasi pembiayaan luar negeri neto diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Dalam tahun 2006, penarikan pinjaman luar negeri diperkirakan mencapai Rp37.550,4 miliar (1,2 persen terhadap PDB), yang berarti Rp2.438,0 miliar atau 6,9 persen lebih tinggi dari sasaran penarikan pinjaman luar negeri yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp35.112,4 miliar (1,2 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi penarikan pinjaman luar negeri tahun 2005 yang mencapai Rp26.840,4 miliar (1,0 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penarikan pinjaman luar negeri tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan Rp10.709,9 miliar atau 39,9 persen.
Realisasi penarikan pinjaman luar negeri diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
Lebih tingginya perkiraan realisasi penarikan pinjaman luar negeri tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi pinjaman program, yaitu dari US$1.000,0 juta dalam APBN 2006 menjadi US$1.300,0 juta. Perkiraan realisasi pinjaman program tersebut berasal dari ADB sebesar US$600,0 juta, Bank Dunia US$600,0 juta, dan cofinancing dari Jepang US$100,0 juta. Apabila dibandingkan dengan realisasi penarikan pinjaman program dalam tahun 2005 yang mencapai Rp12.264,7 miliar (0,4 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penarikan pinjaman program tahun 2006 tersebut diperkirakan relatif sama dengan tahun sebelumnya. Di samping itu, perkiraan realisasi penarikan pinjaman luar negeri tahun 2006 tersebut juga disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasi penarikan pinjaman proyek diperkirakan mengalami peningkatan dari Rp25.212,4 miliar (0,8 persen terhadap PDB) dalam APBN 2006, menjadi Rp25.475,3 miliar (0,8 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi penarikan pinjaman proyek
Realisasi pinjaman program dan pinjaman proyek diperkirakan lebih tinggi dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2006.
61
Bab II
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dalam tahun 2005 yang mencapai Rp14.575,6 miliar (0,5 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penarikan pinjaman proyek dalam tahun 2006 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp10.899,7 miliar atau 74,8 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi pencairan pinjaman proyek tersebut, selain diakibatkan oleh adanya luncuran pinjaman luar negeri tahun 2005 ke tahun 2006, juga disebabkan oleh adanya revisi DIPA pinjaman luar negeri 2006 yang semula belum ditampung dalam APBN 2006. Di lain pihak, realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dalam tahun 2006 diperkirakan mencapai Rp52.824,2 miliar (1,7 persen terhadap PDB) lebih rendah Rp10.770,4 miliar atau 16,9 persen dari pagu alokasi cicilan pokok utang luar negeri yang dianggarkan dalam APBN 2006 sebesar Rp63.594,6 miliar (2,1 persen terhadap PDB). Lebih rendahnya perkiraan realisasi beban pembayaran cicilan pokok utang luar negeri tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh adanya penyesuaian asumsi nilai tukar antarmata uang asing yang dijadikan dasar perhitungan untuk melakukan konversi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri tahun 2005 sebesar Rp37.112,4 miliar (1,4 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dalam tahun 2006 tersebut berarti mengalami peningkatan Rp15.711,8 miliar atau sekitar 42,3 persen. Hal ini antara lain disebabkan oleh sudah diperhitungkannya pembayaran kembali atas penundaan pembayaraan pokok dan bunga sebagai akibat dari diterimanya debt moratorium dari negara-negara anggota Paris Club awal tahun 2005 yang lalu. Perkiraan realisasi pembiayaan anggaran tahun 2006 dapat diikuti dalam Tabel II.7. Tabel II.7 PERKIRAAN REALISASI PEMBIAYAAN ANGGARAN, TAHUN 2006 1) (miliar rupiah)
URAIAN A. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
APBN
APBN-P
% thd APBN
% thd PDB 1,8
50.913,0
1,7
55.257,7
108,5
I. Perbankan Dalam Negeri
23.026,7
0,8
17.906,5
77,8
0,6
II. Non-Perbankan Dalam Negeri 1. Privatisasi (neto) 2. Penj.Aset Prog.Restr.Perbankan 3. Surat Utang Negara (Neto) 4. Penyertaan Modal Negara
27.886,3 1.000,0 2.350,0 24.886,3 -350,0
0,9 0,0 0,1 0,8 0,0
37.351,2 1.000,0 2.579,5 35.771,7 -2.000,0
133,9 100,0 109,8 143,7 571,4
1,2 0,0 0,1 1,1 -0,1
-28.482,2 35.112,4 9.900,0 25.212,4
-0,9 1,2 0,3 0,8
-15.273,8 37.550,4 12.075,1 25.475,3
53,6 106,9 122,0 101,0
-0,5 1,2 0,4 0,8
II. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
-63.594,6
-2,1
-52.824,2
83,1
-1,7
Jumlah
22.430,8
0,7
39.983,9
178,3
1,3
B. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI, (Bersih) I. Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 1. Pinjaman Program 2. Pinjaman Proyek
1) Perbedaan satu angka di belakang koma adalah karena pembulatan.
62
% thd PDB
ffie \Srt']Po
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
LINDANG.UNDANGREPUBLIK INDONESIA NOMOR 14TAHI.IN2006 TENTANG :. PERUBAHANATASIJNDANG.UNDANGNOMOR 13TAHUN2OO5 TENTANGANGGARANPENDAPATANDAN BELANJA NEGARA TAHI.INANGGARAN2006
JAKARTA, OKTOBER2OO6
PRESIOEN REPI.IBLIKINDONISIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHANATAS UNDANG-UNDANGNOMOR 13 TAHUN 2OO5 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Anggaran Pendapatan dan l3elanja Negara disusun dalam rangka mewujudkan perekunomian nasional yang berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersaman, berkelanjutan, wawasan berkeadilan, lingkungan, dan kemandirian, gurta mencapai Indonesia yang aman dan damai, adil tlan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan ralryat; b . bahwa sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pcndapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006, telah terjadi berbagai perkembangan dan perubahan keadaan yang sangat pada berbagai mendasar yang berdampak sigrifikan indikator ekonomi yang berpengaruh pada Pokok-pokok Kebijakan Fiskal dan Pelaksanaari APBN 2006 sehingga diperlukan adanya perubahan perkiraan atas APBN 2O06; c.
bahwa dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2006, perlu segera dilakukan Periyesuaian atas berbagai sasaran pendapatan negara; belanja negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumber-sumber pembiayaan anggaran, agar menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaran'-sasaran pembangunan ekonomi tahun 2006 dan jangka rnenengah, baik dalam mauPun rangka penyediaan baru kerja lapangan pengurangan jumlah penduduk miskin secara bertahap sesuai dengan program pembangunan nasional;
d.
bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan dilakukan Dewan Penrakilan Ralryat bersama Pemerintah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah sesuai dengan Surat Keputusan DPD Nomor 27|DPDl2OO6 tanggal 13 Juli 2O06;
\.
e. bahwa
PRESIDEN R E P T . I B L I KI N D O N T S I A
e . bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d, perlu menetapkan UndangUndang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dari Belanja Negara Tahun Anggaran 2006;
Mengingat : 1. Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (1), Pasal 2Q ayat (2) dan ayat (4), Pasal23, Pasal31 ayat (4), dan Pasal34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2 . Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 :entang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Inconesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a2361;
3 . Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); a
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Repubiik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a2971;
5 . Undang-Undang Nomor 2Q Tahun 2UO3 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2OO4 tentang Tahun 1 Nomor 6 . Undang-Undang Negara (Lembaran Negara Republik Perbendaharaan Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355). 2OA4 tentang Tahun 10 7 . Undang-Undang Nomor Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 53, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor
a389); 8 . Undang-Undang Nomor'15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 9 Undan6-Unde'n6
.P R E S I D E N REPT.'BLIK INDONSSiA
-39 . Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2Oe4 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor lO4, TambJhan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 442L);
1 0 . lJndang:Undang
Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesra Tahun 2OO4 Nomor L25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a$Tl
11 I r.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2OO4 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemenntah pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara }lepublik Indonesia Tahun 2OA4 Nomor 126, Tambahan .embaran Nesara Republik Indonesia Nomor aa38);
1 2 , Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun angg-aran*-ZOOO (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 457].).
DenganPersetujuanBersama DEWANPERWAKILAN RAKYATREPUBLIKINDONESIA DAN PRESIDENREPUBLIKINDONESIA
.
MEMUTUSI{AN: Menetapkan: UNDANG-UNDANGTENTANG PERUBAHANATAS UNDANGUNDANG NOMOR 13 TAHUN 2OO5 TENTANGANGGAMN PENDAPATANDAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006.
l.
Pasal I Mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 20A6 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 457 L| sebagai berikut:
l. Ketenruan
PRESIDEN REPI.IBLIKINOON:5IA .4-
1 . Ketentuan Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal2 berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 (1) Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2006 diperoleh dari sumber-sumber: a. Penerimaan perpajakan; b. Penerimaan negara bukan pajak; dan c. Penerimaan hibah. (2) Penerimaan perpajakan sebagarmana dimaksud pada sebesar (1) huruf diperkirakan ayat a Rp425.053.080.000.000,00{empat ratus dua puluh lima triliun Iima puluh tigg. miliar delapan puluh juta rupiah). (3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada sebesar (1) diperkirakan ayat hurufb Rp229,829.268.281.000,00 (dua ratus dua puluh sembilan triliun delapan ratus dua puluh sembilan miliar dua ratus ena:n puluh delapan juta dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah). (4) Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diperkirakan sebesar Rp4,232.907.854.000,00 (empat triliun dua ratus tiga puluh dua miliar sembilan ratus tujuh juta delapan ratus lima puluh empat ribu rupiah), {5) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar diperkirakan sampai dengan ayat (4) Rp659.115,256.135.000,00 (enam ratus lima puiuh sembilan triliun seratus lima belas miliar dua ratus lima puluh enam juta seratus tiga puluh lima ribu rupiah).
2 . Ketentuan Pasal 3 ayat (1) sampai dengan ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut: Pasal 3 (1) Penerimaan perpajakan sebagaimara dimaksud dalam Pasal 2 ayat'(1) huruf a terdiri dari: a. Pajak dalam negeri; dan b. Pajak perdagangan internasional, ( 2 )P e n e r i m a a n . . .
PRESID;N R E P I . . I B L I KI N D O N E S I A -5-
(2) Penerimaan pajak dalam negeri sebag'aimana dimaksud diperkirakan . .seb.gsar a huruf pada "yuflrl (empat ratfs sepuluh triliun irpa 10.226.SfiO.OOO.O00,o0 dua ratus dua puluh enam miliar Ega ratus delapan puluh juta rupiah). internasional perdagangan pajak (3) Penerimaan huruf b (1) ayat pada aimat suOsebagaimana ,(empat dipeiicirakan sebesar Rp14-826'700'000'000'00 tujuh miliar :nam puluh dua belas triliun delapan ratus juta ruPiah). ratus (4) Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2006 (3) sebagaimatla dimaksud pada ayat (2) dan ayat ini' ayat tercantum dalam penjelasan (5J diubah' 3. Ketentuan Pasal 4 ayat(1) sampai dengan a{?t berikut: sebagai berbunyi 4 Pasal sehingga keseluruhan Pasal 4 (1) Penerimaan negara bukan P?jtk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat {1) huruf b terdiri dari: a. Penerimaan sumber daYa alam; laba badan usaha milik b. Bagian p"*"ti"i"ft "i*t negara; dan c. Penerimaarl negara bukan Pajak lainnya' dimaksud (2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana sebesar diperi
PRESIDEN REPT.JBLIK INDONESIA
-6-
(5)
llncian penerimaannegara bukan pajak Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada ayat(21 sampai dengan ayat (4) tercantum dalam peqjelasanayat ini.
4 . Ketentuan Pasal 5 ayat (1) sampai dengan ayat (4) diubah, sehinggakeseluruhan Pasal5 berbunyi sebagaiberikut: pasal S (i) Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 terdiri dari: a. Anggaranbelanja Bemerintahpusat; dan b. Anggaranbelanja ke daerah. (2) Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilrcrkirakan sebesar Rp478.249,290.655.000,00(empat rrtus tujuh puluh delapan triliun dua ratus empat puh:h sembilan miliar dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh lima ribu rupiah). (3) Anggaranbelanja ke daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp220.849.845.400.000,00 (dua ratus dua puluh triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus empat puluh lima juta empat ratus ribu rupiah). (4) Jumlah Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan ayat (3) diperkirakan sebesar Rp699.099. 136.055.000,00 (enam ratus sembilan puluh sembilan triliun sembilan puluh sembilan miliar seratus tiga puluh enasr juta lima puluh lima ribu rupiah).
5 , Ketentuan Pas'al 6 ayat (1) sampai dengan ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) Anggaran p rsat sebagaimana belanja pemerintah dimaksud dalam Pasai 5 ayat (1) hur-rf a dikelompokkan atas:
a. Belania
RE''JLTFSIf,SU*r'o -7 a. Belanja pemerintah pusat menurut organisasiTbagran anggaran; b. Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; dan c. Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja. (2) Belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesarRp478.249.290.655.000,00 {empat ratus tujuh puluh delapan triliun dua iatus empat puluh sembilan miliar dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh lima ribu rupiah). {3) Belanja pemerintah pusat menu!..It fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dip:rkirakan sebesar Rp478.249.290.655.000,00(empat rarus rujuh puluh delapan triliun dua ratus empat pulun sembilan miliar dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh lima ribu rupiah). (a) Belar{a pemerintairpusat menurut jenis telanja sebagaimana dimakzud pada ayat (l) huruf c d'cerkirakan sebesar Rp478.249,290.655.000,00(empat rstus tujuh puluh delapan triliun dua ratus empat puluh sembilan miliar dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh lima ribu rupiah). 6. Ketentuan Pasal 9 ayat l2l dan ayat (3) diubah, sehingga keseluruhan Pasal9 berbunyi sebagaibeririut: Pasal 9
[,.
{1) Anggaran belanja ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal5 ayat (1) huruf b terdiri dari: a, Dana perimbangan;dan b, Dana otonomi khusus dan penyesuaan. {2) Dana perimbangan sebagaimanadime;sud pada ayat (1} huruf d diperkirakan sebesarRp216.7)T.725.400.000,00 {dua ratus enam belas triliun tujuh ratss sembilanpuluh tujuh miliar tujuh ratus dua puluh lima juta empat ratus ribu rupiah). (3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp4.052.120.000.000,00(empat trili'i: lima puluh dua miliar seratus dua puluh juta rupiah). T.Ketentuan.,.
PNESiDEN REPL'BLIK INDONESII\ .8-
7 . Ketentuan Pasal 10 ayat (2) sampai dengan ayat {4} diubah, sehinggakeselun*ran Pasal 10 berbunyi scbagaiberikut: Pasal 10 (1) Dana perimbangansebagaimanadimaksud dalam Pasal9 ayat (1) huruf a terdiri dari: a. Dana.bagihasil; b. Dana alokasi umum; dan c. Dana alokasi khusus. (2) Dana bagi hasil sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesarRp59 563.725.400,000,00 (lima puiuh sembilan triiiun iima ratus enam puluh tiga miliar hrjuh ratus dga puluh lima jufir empat ratus ribu rupiah). (3) Dana alokasi umum sebagairnana. dimaksud pada ayat (l) huruf b diperkirakan sebesar Rp145.664.200,000,00O,00 (seratus empat puluh lima triliun enam ratus enam puluh empat miiiar dua ratus juta rupiah). (4) Dana alokasi ktrusus sebagaimanadimaksud pada ayat (1) sebesar huruf c diperkirakan (sebelas triliun lima ratus Rp11.569.800.000.000,00 enarnpuluh sembilanmiliar delapan rtrtus juta rupiah). (5) Pembagian lebih lanjut dana perirr,bangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Unciang-UndangNomor 33 Tatrun 2004 tentqng Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan PemerintahanDaerah. Ketentuan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) diubah, se[ingga keseluruhan Pasal 11 berbunyi sebagaiberikut: Pasal11 (1) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud'ddl'€imPasalg ayat (U hurut'b terdiri dari: a, Dana otonomi khusus; dan b. Dana penyesuaian. (2) Dana otonoini khusus sebagaimana cimaksud pada ayat (1) sebesar direncar.akan huruf a Rp3.488.2841. 000.OOO, OO(tiga triliun. empat ratus delapan puluh delapbn miliar dua rahrs delapan puluh empat juta rupiah). (3)Dana . . .
REpuJLTFSIFSS*rt,o -9 -
(3) Dana-penyesuaiansebagaimanadimaksud pada ayat (l) huruf b direncanakan sebesar RpS63.$b.OOO,OOO,OO (lima ratus gnam pgluh tiga miliar delapan ratus tiga puluh enam juta rupiah). 9. Ketentuan Pasal 12 ayat {1} dan ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 12 berbunyi sebagaibirit "t, Pasal12 (1) Jumlah Anggaran pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2006 sebesar Rp6S9.115.256.135.000,00 (enam rafus lima puluh sembilan tnliun serafus lima belas miliar dua ratus lima puluh enam juta seratus tiga puiuh lima ribu rupiah) sebagaimana dimaksud dalam lasal 2 ayat (5), lebih kecil dari jumlah AnggaranBelanja Negara Tahun Anggaran 2006 sebesar Rp699.099.136.055.000,00{enam ratus sembilan puluh sembilan triliun sembilan puluh sembrlan miliar siratus tiga puluh enarn juta lima puluh lima ribu rupiah) sebagaimanadimaksud dalam pasal5 ayat (4), sehingga dalarn Tahun Anggaran 2006 dipekirakin terdapat O"l"-tt Anggaran sebesarRp39.983.829.920.000,00 (iiga puluh sembilan triliun sembilan raflrs delapan puluh tiga miliar delapan ratus tujuh puluh sembilarjuta sembilan ratus dua puluh ribu rupiah), yang akan dibiayai dari PembiayaanDefisit AnggaranTahun Anggaran2006. (2) Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada ayqt il) diperoleh dari sumber-sumber: a. Pembiayaan dalam negeri sebesar Rp55.257.682.348,000,0O (lima puluh lima triliun dua ratus lima puluh tujuh miliar enxm ratus delapan puluh dua juta tiga rahrs empat puluh delapan ribu rupiah); dan b. Pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif Rp15.273.8O2.425.OOO,00 (lima belas triliun dua ratus tujuh pulqh tiga miliar delapan rarus dua juta empat ratus dua puluh delapan ribu rupiah). (3) Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2006 sebagaimana dimaksud pada eyat (2) tercantum dalam penjelasanayat ini. Pasal II ...
.FRESIDEN REFTJBLIK INDONISIA
-10-
Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini c.engan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indor esia.
Disahkan di Jakarra pada tanggal 9 Oktober 2006 PRESIDENREPUBLII."INDONESIA, ttd DR. H. SUSILOBAMBANGYUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 2006 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, t ,rd HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHI,N 2006 NOMOR 84
Salinan sesuai denganaslinya DEPUTIMENTERISEKRETARIS NEiABA BIDANGPERUNDAI{G-UNDANGAI{,
PRESIOEN REPI.IBLIK INDONSSIA
PENJEI,ASAN ATAS UNDANG-UNDANGREPUBLIKINDONESII, NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG.UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2OO5 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJF NEGARA TAHUN ANGGARAN2006
UMUM Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahr'.n Anggaran 2006 sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005, mengacu pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalatn Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ::erpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006, Kerangk,t Ekonomi Makro, serta Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2006. Se.ak ditetapkannya Undang-Undang Nomor i3 tatun 2005 tentang Anggaran'Pendapatan dan Belanji Negari Tahun Anggaran 2006, telah terjad perubahan dan perkembangan yang cukup banyak pada faktor-faktor internal dan eksternal yang berdampak signifikan pada berbagai 'ndikator ekonomi makro, yang berpengaruh pada pelaksanaan APBN tahur, 2006' Karena itu, pelaksanaan APBN tahun 2006, perlu *"t gu*ankan dalam t."gL" dilakukan penyesuaian atas sasaran-sasaran pendalatan negara dan hibah, belanja-negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumberanggaran, agar menjadi lebih realistis dan mampu sumber pe*tiayaan mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomi tahun 2006, Dari sisi eksternal, faktor harga minyak dunia yang tinggi dan fluktuasinya pada pelaksanaan APBN tahun masih akan menimbulkan teliaaryisdan cu-kup signilikan pada oenerimaan migas, 2006, oleh karena berpengaruh 'gnl; sementara itu, suusidi listrik. maupun perubahan subsidi akan diperkirakan imbalance$ global Leddakseimbqnga$ lglibat emerg4, dan rng berkemb menurunkan ailran rnoa* ke negara-negara sehingga kecenderungan larinya moa* ke negara yang-dianggap memiiiki resikJiebih keci| (ftigtt b Etalitg)akan meny!b*b.k* tegadinya arus keluar modal jangka p"niel dari negaia-negara berkembang, iermasuk Indonesia' Faktor-fal;tor tersebut padJ. gilirarinya {apat memp.rngaruhi stabilitas moneter serta struktur dan ketahanan fiskal. Dari
PRESIDEN RgPI.IBLIK INDONtrSIA
-2-
Dari sisi internal, perkembangan ekonomi Indonesia selama triwulan I dan triwulan II tahun 2006 menunjukkan perubahan yang cukup besar pada pada perkiraan awal berbagai vaiiabel ekonomi makro dibandingkan dengan saat penyusunan asumsi APBN 2006. Perekonomiar. Indonesia dalam semester I tahun 2006 masih mengaiami perlambatar akibat kenaikan ' harga BBM tahun 2005 dan berbagai faktor eksternal, namun diperkirakan bertatrap akan kembali membaik pada semesner II tahun 2006. """*. Perbaikan tersebut didukung oleh membaiknya kegiatan investasi, ekspor, dan pulihnya daya beli masyarakat. Kestabilan ekonomi makro terus dijaga baik, yang'terceimin pada menurunnya volatilitas nila tukar rupiah dan indeki harga saham gabungan (IHSG), serta menurunny6t laju inflasi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2006 diperkirakan mencepai 5,8 (lima koma detapan) persen. Meskipun perkiraan'tersebut lebih rendah dari proyeksi awal pada saat penyuiunan APBN 2006 sebesat 6,2 (enam koma dua) persen, namun masih lebih tinggi dari laju pertumbuhan ekonomi tahun ZOOS yung mencapai 5,6 (lima koma enam) persen. Laju perturn-bu.fan ekonomi lahun ZbOO tersebut akan dicapai dengarr upaya perbaikan investasi, peningkatan kinerja ekspor dan menguatnya daya beli masyarakat. Namun, pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2006 tersebut memerlukan kerja keras, mengingat ma.;ih terdapat faktorfaktor risiko yang perlu diwaspadai. Laju inflasi kumulatif yang selama periode Januari - "I'lni 2006 stabil dan teikendali pada tingkitZ,AZ (dua koma delapan puluh rujuh) persen, lebih rendah aaii ta.lu iiflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2005 sebesar 4,28 (empat koma dua puluh delapan) persen, Di sisi lain, nilai tukar rupiah meskipun mengalami penguatan, terutama pada kuartal pertama akiUat arus modal masuk yang c:kup deras, natll masih cukup tinggi meskipun mulai m:ncapai suatu titik volatilitasnya -baru pada uem"it"t tfiatrun 2006. Sejaian dcngan meningkatnya kestabilan kegiatan ekonomi, kebutuhan valuta asing untuk im1'" r,^khususnya impor bahan baku dan barang modal datam sembster II tahun 2006 diperkirakan akan meningkat, seme;tara kegiatan ekspor masih dipe rkirakan stabil atau bahkan mengUat. Dengan perkembangan tersebut, dalam tahun 2006 ratarata nitai tukar rupiai diierkirakan inencapai sekitar Rp9.300/Ul$ ::1Y lebih kuat bila dibanding dengan asumsi nilai tuka: pada APBN 2006 sebesar rata-rata Rpg.gOOlUS$. Seiring dengan. m.en$ratnya -nilai tuIT rupiah, Iaju inflasi akan dapat distabilkan pada tingka.'.yang relatif rendah dibandingian tahun sebelurnnya, sehingga sasaran inflasi sebesar 8,0 (delapan Lo*" nol) persen dalam tahun 2006 diperkira!..an akan tetap dapat dicapai.
SelanjutnYa . '
REP'Sifrsl35U*tt'o -3le]anjutnya, dengan menguatnya nilai tukar rupiah dan menurunnya laju inflasi tersebut, maka suku bunga sBI 3 (tiga) bulan diperkirakan akan cenderung menurun hingga mencapai sekitar 10,75 (sepuluh koma tujuh puluh lima) persen pada akhir 2006. Dengan perkembangan tersebut, selama tahun 2006, rata-rata suku bunga SBI 3 (tiga) bulan diperkirakan mencapai sekitar 12,0 (dua belas koma nol) persen, lebih tinggi dari perkiraan semula dalam asumsi APBN 2006 sebesar 9,5 (sembilan koma lima) persen. Perkembangan berbagai indikator ekonomi makro tersebut telah memberikan pengaruh yang sangat signilikan terhadap pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2006. Sehubungan dengan itu, maka terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 perlu dilakukan berbagai penyesuaian, agar lebih realistis dan sejalan dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi, Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2006 diperkirakan berubah menjadi sebesar Rp659.115.256.135,000,00(enam ratus lima puluh sembilan triliun seratus lima belas miliar dua ratus lima puluh enarn juta seratus tiga puluh lima ribu rupiah). Perkiraan pendapatan negara dan hibah tersebut didasarkan oleh adanya perkembangan beberapa variabel asr.lmsi dasar ekonorn' makro, terutama harga minyak mentah dan nilai tukar yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2006, Pendapatan dalam negeri yang bersumbe:' dari penerimaan perpajakan diperkirakan akan mencapai Rp425.053.080. 000.000,00 (empat ratus dua puluh lima triliun lima puluh tiga miliar delapan puluh juta rupiah). Penerimaan negara bukan pajak diperkirakan akan mencapai Rp229.829.268.28i.000,00 (dua ratus dua puluh sembila.n triliun delapan ratus dua puluh sembilan miliar dua ratus enam puluh delapan juta dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah). Faktor-faktor yaug mempengaruhi perkiraan penerimaan perpajakan dalam tahun 2OO6antra lain mencakup: (t/ perkembangan beberapa indikator ekonomi makro yarg berubah cukup signifikan dari perkiraan semula terutama nilai tukar rupiah terhadap dolar kebijakan Amerika Serikat dan harga minyak; (i4 langkah-largkah perpajakan yang diambil dalam rangka menciptakan suatu sistem perpajakan yang sehat dan kompetitif dengan tujuan me,rdorong investasi; dan (iii/ langkah-langkah administrasi yang terus menerus dilakukan dalam upaya perbaikan sistem dan prosedur perpajakan, cukai, dan kepabeanan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimarn negara bukan pajak antara lain berkaitan dengan lebih tingginya perkiraan harga ratarata minyak mentah Indone.sia (lCP) dalam tahun 2Ct06 dibandingkan dengan asumsi yang digunakan dalam perhitungan APBN Tahun Anggaran 2006. Sementara itu, penerimaan yang bersumber dari l-ibah diperkirakan mencapai Rp4.232.907.854.000,00(empat triliun dua ratus tiga puluh dua miliar sembilan ratus tujuh juta delapan ratus lima iruluh empat ribu rupiah). Sebagairnana
,PRESIDEN REPI.}BLIK INDONESIA
-4-
Sebagaimana halnya dengan pendapatan negara dan hibah, anggaran belanja negara diperkirakan berubah menjadi Rp699.01t9.136.055.000,00 (enam ratus sembilan puluh sembilan triliun sembilan puluh sembilan miliar seratus tiga puluh enam juta lima puluh lima ribu rupiah). Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan akan mencapai Rp478.249.290.655.000,00 {empat ratus tujuh puluh delapan triliun dua ratus empat puluh sembilan miliar dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh lima ribu rupiah). Alokasi belanja ke de,erah diperkirakan akan mencapai Rp220.849.845.400.000,00 (dua ratus dua puluh triliun delapan ratus empat puluh sembilan miliar delapan ratus empat puluh lima juta empat ratus ribu rupiah). Lebih tingginya perkiraan belanja pemerintah pusat terutama berkaitan dengan kenaikan pembayaran bunga utang dalam negeri akibat lebih tingginya perkiraan suku bunga SBI yang digunakan dalam perhitungan APBN Tahun Anggaran 2006, dan lebrh tingginya beban subsidi bahan bakar minyak sebagai akibat lebih tingginl'a perkiraan harga minyak mentah internasionai, Sementara itu, lebih ti:gginya perkiraan anggaran belanja ke daerah, berkaitan dengan lebih tingginya perkiraan realisasi dana bagi hasil, khususnya dana bagi hasil perpajakan yang mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya target penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan, serta dialokasikannya dana tambahan otonomi khusus pembangunan infrastruktur bagi provinsi Papua. Dalam kaitan dengan anggaran pendidikan dalam tahun 20A6, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan dalam keputusan MK No.026/PUU-III/2005, tanggal 22 Maret 2A06, bahwa Undang-Undang APBN 2006 sepanjang mengenai anggaran pendidikan dalam APBN 2006 sebesar 9,1 persen sebagai batas tertinggi adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti, bahwa Undang-Undang APBN 2006 tetap mengikat secara hukum dan dapat dilaksanakan sebagai dasar hukum pelaksanaan APBN berdasarkan Undang-Undang, dengan kewajiban bagi Pemerintah dan DPR untuk mengalokasikan kelebihan dana yang akan diperoleh dari hasil penghematan belanja negara dan atau hasil peningkatan pendapatan pada anggaran pendidikan dalam APBN Perubahan 2006. Menindaklanjuti Keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dalam APBI*I Perubahan 2046, Pemerintah dan DPR berupaya secara maksimal untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut, Dari hasil perubahan besaran 'sisi APBN tahun 2006, baik di pendapatan, belanj€" negara, maupun pembiayaan anggaran, malta secara keseluruhan anggaran belanja pemerintah pusat mengalami kenaikan Rp50.650.99i).655,000,00 (lima puluh triliun enarn ratus lima puluh miliar sembilan ralus sembilan puluh juta yakni dari enarn ratus puluh ribu rupiah), lima lima Rp427.598.300.000.000,00 (empat ratus dua puluh tujuh triliun lima ratus sembilan puluh delapan miliar tiga ratus juta rupiah dalam APBN 2006 menjadi
REPT.IBLIK INDON!SIA
-5-
menjadi Rp478,249.290.655.000,00(empat ratus tqjuh puluh delapan triliun dua ratus empat puluh sembilan miliar dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh lima ribu rupiah) dalam APBN Perubahan 2006. Kenaikan belanja pemerintah pusat tersebut dialokasikan, antara lain untuk: fJ/ subsidi sebesarRp28.117,150,900.000,00 (dua puluh delapan triliun seratus tduh belas miliar seratus lima puluh juta sembilan ratus ribu rupiah), terutama agar tidak terjadi kenaikan harga BBM dan tarif dasar listrik yang dapat menimbulkan gejolak di perekonomian dan rnasyarakat, (2) bunga utang sebesarRp5.865,653.165.0C0,00(lima triliun delapan ratus enam puluh lima miliar enarn ratus lima puluh tiga juta seratus enam puluh lima ribu rupiah), guna memenuhi }:ewajibankepada pihak ketiga yang menjadi tanggung jawab pemerintah, 3/ bencana alam Rp2.400.000.000.000,00(dua triliun empat ratus milia.: rupiah), untuk membantu daerah dan masyarakat yagrgterkena musibah bencana dalam tahun 2006, (4/ subsidi langsung tunai Rp1.819.800.000,000,00(satu triliun delapan ratus sembilan belas miliar delapan rarus juta rupiah), untuk membantu masyarakat miskin yang terkena dampak kenaikan harga BBM, f,5i dana rehabilitasi dan rekonstruksi Daerah Istiinewa Yoryakarta dan provinsi Jawa Tengah sebesar Rp2.700.000.000.00),00(dua triliun tujuh rafus miliar rupiah), darr (6).tambahan pendanaan untuk Badan Rehabilitasi , dan Nias sebesar dan NAD Rekonstruksi Rp1.053.043.655.000,00{satu r,riliun lima pr-rl:h tiga miliar empat ptrluh tiga juta enarn ratus lima puluh lima ribu rupiah). Di.luar alokasi tambahan belanja yang bersifat mendesakdan tidak dapat dialihkan tersebut,terdapat dana sekitar Rp8.695.342.935.000,00 {deiapan triliun enam ratus sembilan puluh lima miliar tiga ratus empat puluh dua juta rupiah), yang lima ribu sembilan ratus tiga puluh Rp4.500,000.000.000,00 (empattriliun lima ratus miliar rupiah) (sekitar52 persen) diantaranya diprioritaskan untuk menambah angiSaranpendidikan. Tambahan anggaran pendidikan tersebut untuk meningkatkan akses dan kualitas penditsikan sesuai dengan amanah Undang-UndangDasar Tahun 1945. Namun, mengingat kemampuan keuangan negara Jtangterbatas dan tanggung jawab negara untuk memenuhi kewajiban-kevrajibanmendesak ]tang tidak dapat a*rindarkan sebagaimana diuraikan di atas, maka pada tatrun 2006 peningkatan anggaran pendidikan belum capat sepenuhnya memenuhi amanat Undang-UndangDasar Tahun 1945. Bahwa Undang-UndangDasar Tahun 1945 dalam Pasal 31 ayat (4) secara tegas menyatakan tentang kewajiban negafa mcmprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN dan APBD untuk mernenuhi kebutuhan penyelenggaraanpendidikrur nasional. Oleh karena pendidikan merupakan hal yang sangat serius drur strategis sebab nasib mada depan bangsa Indonesia tergantung pala sumber daya manusia, maka dipandang pqrlu dalam Undang-Undang APBN Perubahan 2fO6 diberikan
ffi"-ru E$;xg$r
PRESiDEN REPIJBLIK INDONgStA -6-
2006 diberikan kriteria anggaran pendidikan nasional tersebut. Kriteria anggaran pendidikan tersebut antara lain meliputi anggaran unruk peningkatan mutu pendidikan nasional, menjamin akses warga miskin untuk mempenclehpendidikan sehingga tidak ada alasan lagi warga negara serta masyarakat miskin dan terlantar tidak menoapat pendidikan, rehabilitasi gedung sekolah/diniyah/madrasah, tsanawiyah/aliyah yang rusak dan hancur, biaya program wajib belajar sembilan tahun, pendidikan keahlian, pendidikan khusus dan kejuruan, mengangkat guru bantu dan honorer, guna mencapai tujuan pendidikan dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaa$ serta rnensejahterakan para pendidik. selain itu, anggaran pendidikan tersebut tidak termasuk anggaran untuk gaji guru dan dosen, pendidikan kedinasan, sebab anggaran pendidikan melalui belanja ke daerah (DAU dan DAK). Pelaksanaan anggaran pendidikan tersebut melalui DepartemenPendidikan Nasional dan DepartemenAgama dengan dilakukan secara transparan, akuntabel, efektif dan efisien, >r setiap warga negaraIndonesiadapat memaptau pelaksanaannya. Meskipun te{adi perubahan pada hampir semua asurasi dasar ekonomi 'besaran-besaran makro, yang pada gilirannya berpengaruh pula pada APBN, namun upaya-upaya untuk menyehatkar APBN melalui pengendalian defisit anggaran terus dilakukan. Berdasarkan pada perkiiaan Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah, dan perkiraar Anggaran Belanja Negara, maka Defisit Anggaran dalam Tahun Anggaran 2006 diperkirakan akan berubah menjadi sebesar Rp39.983.879.920.0t)0,00(tiga puluh sembilan triliun sembilan ratus delapan puluh tiga miliar delapan ratus tujuh puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh nbu rupiah). Defisit Anggaran tersebut akan dibiayai melalui sumber-sumber pembiayaandalam negeri sebesarRp55,257.682.348,000,00 (Iima puluh lima triliun dua ratus lima puluh tt4iuh miliar enam ratus delapan puluh dua juta tiga ratus empat puluh delapan ribu rupiah), dan pembiayaanluar negerineto sebesar negatif Rp15.273,802.428.000,00 (lima belas triliun dus ratus tujuh puluh tiga miliar delapan ratus dua juta empat ratus dua puluh delapan ribu rupiah). Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal2T Undang-UndarrgNomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negarajuncto Pasal 16 Undang-UndangNomor 13 Tahun 2005 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006, maka perubalran atas Anggaran pendapatan dan Belanja NegaraTahun Anggaran2006 perlu diatur dengan Undrar:g-Undang.
II. PASf.L DEMI PASAL . , .
,PRESIDEN REPUSLIK INDONISIA
-7 I. PASALDEMI PASAL Pasal I Angka !. Pasal 2 Ayat {1) Cukup jelas. AYat {2) Penerimaan perpajakan semula ditetapkan sebesar Rp416,313.160.000.000,00 {empat ratus enam belas triliun tiga ratus tiga belas miliar seratus enam puluh juta rupiah). Ayat (3) Penerimaan negara bukan pajak semula ditetapkan sebesar Rp205.292.276.L62.OO0,00 idua ratus lima triliun dua ratus sembilan puluh dua miliar dua ratus tujuh puluh enam juta seratus enarr. puluh dua ribu rupiah). Ayat {4} Penerimaan hibah semula dite"npkan sebesar Rp3.631.590.000.000,00(tiga triliun enarn ratus tiga puluh satu miliar lima ratus sembilan puluh juta rupiah). Ayat (5) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun sebesar ditetapkan Anggaran semula 2006 puluh lima dua (enam ratr.s Rp625.237.026.162.000,00 puluh dua puluh .niliar hljuh triliun dua ratus tiga enamjuta serattrsenam puiuh dua ribu rupiah)' Angka 2 Pasai3 Ayat {1) Cukup jelas. Ayat (2) Penerimaan pajak dalam negeri st:mul& ditetapkan sebesarRp399.32I .660.000.000,00(tiga ratus sembilan puluh sem.bilan triliun tiga ratus dua puluh satu miliar enam ratus enam puluh juta rupiah). Ayat (3) . .
.,..'4.8>\',, r irrn
' . 1.t'lf,l \4t
I
xl?
Nft-'\i4 \\'q;^.l[ .$rl t{r( :AW
"DiY{gs
PRESTDEN R E P T . I B L I KI N D O N E S I A -8nJaL
tu,
P-enerimaanpajak perdagangan internasienal semula ditetapkan sebesar nptO.Sdt.S0O.r00.000,00 belas triliun sembilan ritus sembilan puluh rut" G;; [i]i", lima rafr,rsjuta rupiahi. Ayat (a) Penerimaan perpajakan semirla ditetapkan Rp416.313.160,000.000,00 (empat ratus enam belas triliun tiga ratus tiga belas mililr se:atus enarn puluh i:9^ _ rupiah) berubah n enjadi ,"b".", Rp425.053.080.000.000,00 (empat,atus dua puluh lima triliun lima puluh tiga'miliar d:lapan p"Uf, juta rupiah). Rincian PenerimaanperpajakanTahun Anggaran2006 adalah sebagaiberikut: .Iealr pcaodnaaa &
Senuls
qFfdabDrrge8f
{dalam rupiahf MeaJarll
399IElr.6€Oqnm lo 41O"ZZ63EO.mo,o0o,00
[email protected] 00 2i 3.6t.980.000.000.00
aUlQjakpenghastm@r) 411l i FftminyEktrumidan gasatayu
g2.S16,090.000.00C O0
411111PHrmh)akhud
13.78r.730.000.00. 00
4llf12pFhgsalan af lf2 FFhnorqigFs 4lU2l pFhFasal2t
38.685.980.000.000,00
13.3:t4..650,000.000,00
[email protected] 25.351.330,000.000.@
[email protected] 00 175.012.000.m0.000.00 ?.706.400.000.0ric 00
4uu2FFhfrsalz2urimps
28.00r.900.000.000,00 4.U8,7OO.m0.0OC0O4.362.900.000.000,00
4lll23PFhFasal22iryq
16.416.600.m0.00c.m 15.405J00.000.000,00
4lll24FSttksal2g
l&91ffm.000.00c.00
19.48r.300.000.000,00 4lll25 Fft esal25/29oarglnbadi 2.29&SOO$O.0OC 0O mfir0o.0m.mo,00 41lf26Ffthsel2s/29bede 6grOg.U/O.mO.00('O0 68.6s8.200.000.000,00 4Ul?Ehhsat26 4l I 128Fthfoaldefdiat
r0.38&900.000.0d,ml 1.0s5,400,000,000,00 ba FeF 2S,t€
[email protected]: OO
25.6!2.900.000.000,00 alPnajakpa@nbdrannlddrlp{alcpagualm esbrargm.,'*ahFa{dari:ftE[t0'
[email protected],,00132.87arc0.000.0@,00 4ll3&iakbusidElt-'€'lna1c€ts) l5.22,
[email protected] re.lsg.8OO.OOO.OO0,O0 4lf4Beapc!debmhak&stflah.lg'lbd,gr,al
FGIIIq afl5kd4@rorlei 4u6hd4dauqiatctdx{E Afi&perOryugrahecrrtual a12lkd4@rbcanaslc 4122Rodsp@ p{aklFurgu6 drycr
[email protected]@o0c,00 4.386300.m0.000,00 36519,700.000.09.,00 38.522600.000.000,00 2?n Em.m.mr,0o 16.99lsmomlxD,po
[email protected],00 14.S25.?OO,Om.O@,oo
l6.s/2.m).000.00c,00 l3.583.OOO.OOO.OOO,m 41E.900.000,09.30 r.243.700.000.000,00
Angka3 ..,
rnL5IUCl\
R E P T J B L I KI N D O N E S I A
Angka 3 Pasal 4
Ayat (1) Cuicupjelas, Ayat (2) Penerimaan sumber daya alam se,nula ditetapkan sebesarRp151.641.605.700.000,00(seratuslima puluh satu triliun enam ratus empat puluh .ratu miliar enam ratus lima juta tujuh ratus ribu rupiah). Ayat (3) Penerimaan bagran pemerintah atas li;ba badan usaha milik negara , semula ditetapkan sebesar Rp23.278.000,000.000,00(dua puluh tiga triliun dua ratus tujuh putuh delapan miliar rupia r). Ayat (4) Penerimaan negara bukan pajak lainnya semula ditetapkan sebesar Rp30.372.670.462.000,00(tiga puluh triliun tiga ratus tduh puiuh dua miliar enam ratus tujuh puluh juta empat ratus :nam puluh dua ribu rupiah). Ayat (5) Penerimaan negara bukan pajak semula ditetapkan sebesar Rp205.292,276.162.AA0,00idua ratus lima triliun dua ratus sembilan puluh dua miliar dua ratus hijuh puluh enam juta seratus enar puluh dua ribu rupiah) menjaJi sebesar berubah Rp229.829,268.281.000,00 (dua raius dua puluh sembilan triliun delapan ratus dua puluh sembilan miliar dua ratus enam puluh delapan juta dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah).
Rincian Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun Anggarart 2006 adalah seblgai berikut: (dalam ntPiah)
rleab Peaerirnaar a Pcuerimaan sumber daya alan 421 I Pendapatan minya}( buni 421 IX I Pcndapatan minyak bumi 4212 Pendepatsn gas alam 4212f 1 Pendaghtan gas alam
SeauLa
MeaJadi
151.641.605.700, )00 r65.694.879.000.000 )00 122.963.750.000.000 110,137.?10.000. )oo 122.963.750.000.000 I 10.r37.710.000. 36.824.740,000.000 36.096.5E0,000.)00 000 36.824,740,000.000 36.096,580,000 .. 42lS PrnrlaD€tan
PRESIDEN REPLIBLIK INDONISIA l04213Pcndepataaprrtambanganumun
2.999.169.?00.0003.482.243.000.000
421311Pcodapataniurantctap
52,3!S.g0(r.000 62.774.000.000 421312 Pendaparanroyaltibatubara 2.9gS.gSg.90C.0O03,419.469.000.000 42lr$ Pcndapetankebutanaa 2.O0O.OOO.OOO.00O 2.010.000.000.000 42141 Pendapatandaaareboisasi 42142 Peodspatsnplovisi sumbet
1.104.241.000.000 1.512.841.000.000
daya hutan pendapatan iuran bak pengusahaer b[tan
8E9.189.700,000 462.426,000.000
42143
6.569.300.000
42 15 Pc[dapatan perilcanen
34.733.000.000
4 t4.146.00,r.000 414.146.000.000
42151 I Peudapatan perihanan
414.146.000.000 4r4.146.000.000
b. Begian pcncrintah atas laba BUMN
23,278.000.00r.000 22.322.500.000.000
422f Bagian pcmsrintab &tas laba BUMN c. Penerimaan negara bukan pqiak laipya 423 I I Petrdapatas peajualan basil produksi/sitaan
30.372.670,462.00041.811,889.28 t.000
23,278.000.000.00022.322,500.000.000
3.937,977.248.OOO4.59r.729.239.OOO
423lll
Pcndapatan penjualsn hasil pcrtardan, kehutanan, dan pcrkeburan 423 I 12 Pendapatar penjualsn hasil peteruatran dan perikanan
2,285.056.000
7.054.69i.000
7.587.523.000
423 I 13 Pendapatan penjualan ttasil tal]lbang
r.905.234.65J.0002.106.642.037.000
r+23114 Pendapatanpenjualanhasil sitaanlra.Epasandan lrarta penioggalan
2.002.556.614.000 2.458.550.2 I 3.000
4231 15 Pendapatanpenjualan obatobatan dan hasil farmasi Iainnya 423 I 16 Pendapatan penjualan iaformasi, penerbitan, fil'n, survey, peEretaan, dan hasil cstakan lainnya 4231 17 Penjualan dokumen-dokuqen pelelangan tl29l19
Pendapatatpcrrjualanlainnya
42312 Pccdspat&penjualanas€t 423 121 Pendapatsn pcojualan ruaah, gcdung, banguna$, dan tanatt 423 122 Pcndapatan pcnjualan kcndaraan beruotor
42313
l.E32.50.+.000
1s5.000.000
t4.742.7n.AOO 400.2p0.000 1.OO0,7F.B,OO0 2?,7il,?e4.OOO
450.li 7.000 1.065.9r6.000
i55.000.000
t4.746.424.OAO 429.339.000 1.333.647.000 27.592.498.000 460.9?r.000 1.087.05r.000
423123 Pcndapatan pcnjualan scwa beli rt23 129 Penda:pata[ pcnjualsn aEet lainnya yang berlcbib/rusekl dihapuskan
25.037.6i4,offi
t. r98,0(7.000
r.011.994.000
Pcndapataa eewa
31.749.2r 9.000
27.845.332.000
423 l3 I P€odepeten scwa rumah dinae/ rumab ncgcri 423 132 Pendaiatan Bslve gcdung, baagunan, daa gudang
25.032.482.000
9,46r.805.000
9,500.5r9.000
18.890.953.000
t6.004.288.000
f23199 PandaDatari.. .
REPTjBLIK
INDONESIA
- 1l . '
423 133 Pendapatalt sewa benda-beuda bergerak 423139 Pendapatansewabenda-benda tak bergerak lainnya
42314 Pendapatanjasal
1.705.881.000
1.324.698.000
1.690.630.000
1.015.827.000
7.398.246.715.000 7 .929.967.65LOA0
423141 Pendapatanrumah sakit dan iJrstensikesehatan lainnya
145.888.935.000
423 142 Peqdapatan teEpat hjburen/ dan Puogutsr taaan/BuseuE usaha pariwisata alallt (PUPA)
243.086.r 10.000
r8.207.150.000
17'195.555O00
423143 Pendapatan surat keterangan, visa, paspor, SIM, STNK, dan BPKB
3.281.050.395.000 2.298.453.837.000
423144 Pendapatanhak dan perijinan
2.226.A70.742.000
423 145 Pendapatan sensor/karantitrs, pengawasan/penetiksaan 423146 Pendapatan jasa ter;aga, pekerjaan, informasi, pelatihan, teknologi, pendapatan BPN, pendapatar DJBC (iasa pekcrjaan dari cukai)
3.429.932.998.000 50.274.533.000
4 1.9I5.915.t00
1.396'398.730.000
423147 Pendapatanjasa l(antor Urusan Agarua
r.518,624.81s.000 65.809.680.000
63.690.000' )00
423 I48 Pendapatanjasa bandar udara, kepelabuhanan, dan kenavigasran 226.036'443. J00
305.201.594.000 376.934.000
423149 Pendapatanjasa I lainnya 42315 Pendapatanjasa iI 423151 Pendapatanjasa leEbaga keuangan fasa giro) 423 152 Pendapatanjasa penyeleoggaraan telekomunikasi 423153 Pendapatan iuran lelang untuk fahir miskin 423I55 Pendapatan biaya pena€ihar p aj al<-pajak negsta dengan surat paksa 423157 Pcndapatan bca lelang 423 158 Pendapatan biaya pengurusap piutang dan l,elaog negsrs 423159 Pendapatenjasa U lainnya 423 16 Pcndapatan bukan pajak dari luar neteri 423161 Peadapatandati peaberian surat pcrjelasan Rcpublik Indonesia
42321
L291.539.534.J00
1.469.646.474.040
72.642.562.')OO
72.693.782.QOo
550.000.0c3.J00
6 2 8 . 4r 8 . 0 0 0 . 0 0 0
5.469.068.000
5.469.068.000
2.750.5s6.J00 000 19.609.840
2.750.ss5.000 25.934.510.000 82.080.0r0.000
88.478.000.000 000 552.589.508
652.300.549.000
000 166.199.438
349.326.436.000
000 28.324.438
56.648.876.000
423 162 Pendapatan dari jasa p€ng$rusan 000 r37.875.OO0 dokumen konsuler
292.677.564.000
Pendapahn kejalrsaan dan peradilan
24.374.2t3000
24.374.293.000
42321 I Pendagratanle€alisasi t Bda tangan
000 1.026.947
423212 Pendapatar pcngesahan surat di bawah tangan
240.349000 423213
1.026.947.000 240 349.000 Pcndapato
REPT.IBLIK INDONISIA
-124232 I 3 Pendapatan uang B{a (teges) dan upah pada panitera badan pengadilan (peradiian) 4232 14 Pcndapatan hasfl denda/tilang dan scbagainya 423215 Pecdapatan ongkos perkara 423219 Pendapatankdaksaan dan peradilan lainnya 42331 Pendapatanpcndidikan 4233 I I Pendapaan uang peDdidikan 4233 12 Pendapatanuant ujian Easuk, kenaikan tingkat, dan akhir pendidikan
42342
15.199.850.000
6.20s.120,000
6.205.120.000
l.199.479.000
t. r99.479.000
4.031.276.645.000 4.592,803.339.000 3,332.697.109.000
24.363,316.000 4.032.80L.000
4233 I 9 Pendapatan pendidikan lainnya
670.183.421,000
4.496.756.844.O0A
2 r . I 5 4 .17 5 . 0 0 0 r 3.800.000 74.878.520.000
13.463.545.55s.000 22.798.604.0t9.000
Pcndapatan dari pcnerimaan kembali belanja tahun anggaran berjalan
2.094.295.000
423411 Penerinaan keabali belanja pegawaipusat
2.052.84s,000
423412 Penef,iEaankeobali belaaia pcnsrun
20.000.000
4234 l3 PeneriEraankembali belanja lainnya rupiati mumi
2r.450.000
Pendapatan dari pcnerimaan kcmbali belanja tahun anggaran yang latu 423421 Peneriaaan kernbali beianja pegav/ai pusat
2.000.981.025.000 3.744,354,975,000 648.366.000
423422 Perl'eng;aan kembali belania pan$un 423423 Penerimaan kemba.Ubelsrla lainnya rupiah murni
2,000.r50.859,000 3 . 7 4 3 . 5 9 5 . 2 4 1 . 0 0 0 31.E00.000
423425 Peneri:naan kembali bclanja lain hibalr
150.000.000
423441 PendapataspelunEsan piutqng non-bendabara 423442 Pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugan yang didcrita ol?h negara (masuk TP/TGR) bendabara Pendapatan lain-lain
740.534,000 5.400.000
423424 PsneriEaan keabali belarga lain pinjaman luar negeri
4232[4 Pendapatanpelunaeanpiutang
42347
s02.548.000
15.199.850.000
4233 I 3 Uang ujian untuk meqialankan pralrtik
Pendapatan lain-lain 42341
502.548.000
l 1.800.000 2.000.000
7.389.414.628.0007.389.539.968.000 7.377.990.000.0007.377.980.000.000
.000 I 1.559.968.000 I 1.424.62t .+.073.149.90: .000 1r . 6 6 2 . 6r 4 . 7 8 1 . 0 0 0
rt234? I Penerimaan kcmbali pcrsckot/ uant muka gaji
2.213.85(.000
2.222.850.000
423472 Pcnerirraan denda ketef,.laabEtsn penyelesaien pekorjaan . peEerinteh
1.t}59,38S.O00
r . 5 7 6 . 4 2r . 0 0 0
4234?5
Pendapatm
PRESIDEN REPT,IBLIK INDONTSIA
-13423475 Pendapatan denda pelanggatan di bidang pasar modal 423477 Pendapatan regristrasi dokter
6.000.000'000
9.000.000.000 r5.000.000,000
{23479 Pendapatananggararlain-lain 4.063.476.667.000 l1-634.815'510.000
Angka 4 Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat 12) Anggaran belanja pemerintah pusat semula ditetapkan sebesar Rp427.598.300.000.000,00 {empat ratus dua puluh tujuh triliun.lima ratus sembilan puluh delapan miliar tiga ratus juta rupiah). Ayat (3) Anggaran belanja ke daerah semula ditetapkan sebesar Rp220.069,516.140.000,00(dua ratus dua puluh triliun enarn puluh sembilan miliar lima ratus enam belas juta seratus empat pr'rluh ribu rupiah)' Ayat (4) Jumlah anggaran belanja negara scmuia ditetapkan sebesar Rp647.667,816.140.000,0O(enam ratus empat putuh t j;h triliun enam ratus enam puluh tduh miliar delapan iatus enam belas juta seratus empat puluh ribu rupiah). Angka 5 Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagian sebesar ditetapkan semula anggaran puluh dua np112.5s4..300.000.000,00(empat'atus tujuhtriliunlimaratussembilanpuluhdelapanmiliar tiga rafus juta rupiah). Ayat (3) Belanja pemerintah pusat fir€nurtrt fungsi semula ditetapkan sebesar Rp427'598.300'( 0O'0O0,OO(empat ratus.duapuluhtujuh-triliunlimaratussembilanpuluh delapan miliar tiga rahrs juta rupiah)'
Ayat (4)
*r",,Jif;'l$5f *==,o -t4AYat (4) Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja semula ditetapkan sebesar Rp427,598.300.000.000,00 {empat ratus dua puluh tujuh triliun lima ratus sembilan puluh deiapan miliar tiga ratus juta rupiah). Angka 6 Pasal 9
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dana perimbangan semuia ditetapkan sebesar (dua ratus enam belas Rp216.592.396.140.000,00 triliun lima ratus sembilan puluh dua miliar tiga ratus sembilan puluh enarn juta seratus empat puluh ribu rupiah). Ayat (3) Dana otonomi khusus dan perryesuaian semula (tigatriliun ditetapkansebesarRp3.477.120.000,000,00 empat ratus tujuh puluh tujuh miliar seratus dua puluh juta rupiah). Angka 7 Pasal 1 o
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dana bagi hasil semula ditetapkan sebesar Rp59.358.396, 140.000,00{lima puh.rh sembilan triliun tiga ratus lima puluh delapan miliar tiga ratus sEmbilan puluh enamjuta seratus empat puluir ribu rupiah)' Ayat (3) Dana alokasi umum semula ditetapkan sebesar (seratus empat puluh lima Rp145.664"200.000.000,00 triiiun enarn ratus enam puluh empat miliar dua ratus juta rupiah). Ayat (4) Dana alokasi khusus semula aitetapkan sebesar Rp1i,569.800.000.000,00(sebelas triliun lima ratus enam puluh sembilan miliar delapan ratus juta rupiah). AYat (5)
.PRESIDEN REPT.IBLIK INDON!5IA
Ayat (5) Cukup jelas. Angka 8 Pasal I 1 Ayat (1) ' Cukup jelas. Ayat (2) Dana otonomi khusus sebesar Rp3.a88.284.000,000,00 {tiga triliun empat ratus delapan puluh delapan miliar dua ratus delapan puluh empat juta. rupiah) terdiri atas: I. '
"
Alokasi dana' otonomi khusus sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus pembiayaan bagi Papua, Provinsi untuk peningkatan pendidikan dan kesehatan, yang ' jumiahnya setara dengan 2 (dua) persen dari pagu berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2002. Penyaluran
dilakukan
oleh
Menteri
Keuangan
f,ffiT,iisJ'lllll; t",ffi J#t,'?HH .:,l'ffI?il
40 persen, dan triwulan IV sebesar 15 persen, Mekanisme
penyaluran
ke
kabupaten/kota
oleh tim teknis yang dibentuk Pemerintah, bagi provinsi Papua, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, :
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi f sebesar Papua Pasal 34 ayat (3) huruf Rp575,000.000.000,00(lima ratus tujuh puluh lima miliar rupiah). Ayqt (3)
;
Dana penyesuaian dialokasikan kepa'ia daerah tertentu yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran dengan sebelumnya, yang besarnya dis:suaikan kemampuan dan perekonomian negara.
Angka 9
PRESIDEN REPI,'BLIK INDONESIA
t6Angka 9 Pasal 12 Ayat (1) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara.dan Hibah Tahun Anggaran sebesar 2A06 ditetapkan semula Rp625.237.026.162.000,00{enarnratus dua puluh iima triliun dua ratus tiga puluh tujui. miliar dua puluh
j:#:* ixH"lff ;"f,H:'ila#'}L1li:':l,:fi?#' Rp647.667.816.140.000,00 (enam nrtus empat puluh tujuh triliun enam ratus enam p'rluh tujuh miliar delapan ratus enam belasjuta seratuJ empat puluh ribu rupiah), dan Delisit Anggaran Tahun Anggaran 2006 semula ditetapkan sebesar Rp22.43Q.789.978.000,00 (dua puluh dua triliun empat ratus tiga puluh miliar tujuh ratus delapan puluh sembilanj uta sembilanratus tujuh puluh delapanribu rupiah).
'
*-ffrili,iiiTi 3"'iill ;#$$trffi,'i3i^'"fi
triliun empat ratus tiga puluh rriliar tujuh ratus delapan puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh puluh sebesar menjadi delapan ribu rupiah) Rp39.983.879.920.A0O.00 (tiga puluh sembilan triliun sembilan ratus delapan puluh tiga rriliar delapan ratus tujuh puluh sembilan juta sembilarr ratus dua puluh ribu rupiah). Rincian Defisit sebagai berikut:
Anggaran Tahun
Uralan
$emula
Fendapaffi Negaradan tlfuah Belanja Negara Dclisit Anggaran
Anggaran
2006
adalah
{dalam ruplahf Meqladi
.026.162.000,00 659.I 15.256.135.000,00 625.237 647.667 .8t6.t40.000,00 699.099.r 36.055.000,00 - 22.430,7 000,00 -39.983,879,920.000,00 89.97E.
Ayat (2) a. Pembiayaan dalam negeri semula ditetapkan sebesar puluh triliun (lime Rp50.912.989.978.000,00 sembilan ratus dua belas mili u sembilan ratus delapan puluh sembilan juta sernbilan ratus tujuh puluh delapan ribu rupiah); b. Pembiayaan
..
PRESIDEN REPI.IBLIK INDONTSIA
-t7b. Pembiayaan luar negeri bersih semula ditetapkan sebesar negatif Rp28. 482.200.000. 000,00 (dua puluh delapan triliun empat ratus delapan puluh dua miliar dua ratus juta rupiah). Ayat (3) Pembiayaan Defisit Anggaran semula ditetapkan sebesar Rp22.43O.789,978.0OA,00(dua puluir dua triliun empat ratus tiga puluh miliar tujuh ratus delapan puluh sembilan juta sembilan ratus tduh culuh delapan ribu sebesar rupiah) berubah menSadi Rp39.983.879.92O.OOO,00 (tiga puluh sembilan triliun sembilan ratus delapan puluh tiga miliar delapan ratus tujuh puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh ribu rupiah) Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 adalah sebagai berikut: {dalam rupiahf Jenls
Pemblayaan
l. Fernbrqraan Dalam N%ert a Fe*anlcndahmnegeri b. Non perbanl
Semula
Menjadl
50.912.989.978.000,00 55.257,682.348.000,00 17.906.500.000,000,00 23.926.6F,9.y78.W,ffi 27.886.320.000.000,00 37.351.i82.348.000,00 i.000.000,000.000,00 r.000.000.000.000,0c
r.000.000.000.000,00 .1i33:ffiffiffi:ffi
2.350.000.000.000,00 2.579.500.000.000,00 24.885.320.000.000,00 35.771.682.348.000,00 -2.000.000.000.000,00 [email protected]@,00 -350.000.000.0@,00 -2.000.000.000.000,00 -28.482.200.000.000,00 -l 5.273.802,428.000,00 35.r12.430.000.000,00 37.550.387.572.000,00 9.900.000,000.000,00 12.075.100.000.000,00 25.212.430,000.000,00 25.475.2W.572.W,00 - 63.594.630,000.000,00
-s2.824. I 90.000.000,00
Untuk pembiayaan perbankan dalam negeri sebagaimana dimaksud angka t huruf a berasal dari r,:kening Pemerintah di Bank Indonesia, seperti rekening da:a investasi (RDI), rekening penjaminan, dan rekening pemerintah lainnya.
Dalarn
PRESIDEN REPT.IBLIK INDONTSIA
- 1 8.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 target privatisasi masih menggunakan konsep gross. Penyertaan modal negara dalam Anggaran PendaPatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 dibiayai dari hasil privatisasi.
Pasal II Cukup jelas.
TAMBAHANLEMBARANNEGARAREPUBLIKINDONESIANOMOR4653