Penerapan Metode Pembelajaran Gasing Pena untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IA.2 SMAN I Besuk Kabupaten Probolinggo Tahun Pelajaran 2013/2014
Nita Nur Aini
Abstrak: Penelitian ini melibatkan siswa-siswa jurusan IPA kelas XI IA.2 bab Fluida Dinamis yang berfokus pada masalah sikap ilmiah yang belum tampak dan hasil belajar siswa yang masih rendah. Metode Gasing Pena dipilih untuk menumbuhkan sikap ilmiah dan meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian tindakan kelas selama tiga siklus ini berhasil meningkatkan sikap ilmiah siswa namun belum mampu membuktikan adanya peningkatan hasil belajar. Meskipun demikian, metode pembelajaran ini layak untuk dijadikan pilihan dalam menerapkan pembelajaran.
Kata Kunci: Gasing Pena, sikap ilmiah, hasil belajar.
Selama ini pembelajaran fisika di SMAN 1 Besuk berorientasi pada ceramah dan mengerjakan soal-soal sehingga sikap ilmiah sebagai salah satu ciri pembelajaran fisika tidak tampak dalam kelas dan hasil belajar siswa rendah. Berdasarkan hasil ulangan harian bab I, yaitu Benda Tegar, dari 21 orang siswa, hanya 3 siswa yang mampu mencapai kriteria tuntas tanpa remedial. Rendahnya hasil belajar dan sikap ilmiah siswa disebabkan oleh banyak faktor diantaranya dominasi metode ceramah dan hafalan dan hasil wawancara dengan siswa mengemukakan
fakta
bahwa
siswa
menganggap
belajar
fisika
berarti
menghafalkan materi dengan banyak rumus. Berdasarkan faktor penyebab masalah yang timbul, diperlukan suatu penerapan pembelajaran yang membuat pembelajaran terasa menyenangkan, dapat memunculkan sikap ilmiah, dan hasil belajar yang akan dicapai nantinya benar-benar berguna bagi siswa. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk Nita Nur Aini, S.Pd adalah seorang guru Fisika di SMA Negeri 1 Besuk, kabupaten Probolinggo, Jawa timur. Artikel ini diangkat dari PTK dalam seleksi Guruku Cantik Sekali Kab. Probolinggo tahun 2014
2 memperbaiki pembelajaran fisika tersebut adalah penerapan pembelajaran Gasing Pena. Pembelajaran Gasing Pena ini melatih siswa belajar secara gampang, asyik dan menyenangkan melalui proses percobaan sederhana secara berkelompok sehingga siswa sepenuhnya terlibat untuk menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variabel, dan memecahkan masalah yang dihadapi secara nyata pada proses percobaan. Diharapkan melalui penerapan metode Gasing Pena ini sikap ilmiah pada diri siswa akan tampak dan meningkat demikian pula dengan hasil belajar siswa. Penilaian sikap ilmiah dalam pembelajaran fisika penting untuk dilaksanakan karena sikap ilmiah memiliki tiga dimensi kemampuan. Sikap ilmiah mengandung dimensi kognitif, perasaan evaluatif, dan perilaku terhadap objek. Sementara penilaian hasil belajar fisika dianggap lengkap jika memuat aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Mengingat sifat ilmiah bersifat umum yang menyebar tipis di seuruh aspek kegiatan siswa, maka sikap ilmiah berpengaruh besar pada hasil belajar siswa. Sikap
ilmiah
sebagai
ciri
ilmuwan seharusnya
muncul
selama
pembelajaran fisika karena fisika merupakan ilmu pengetahuan eksperimental. Fisika adalah ilmu yang pembelajarnya diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif. Dengan melakukan percobaan dan menyaksikan gejala-gejala yang tampak, siswa akan memahami dan menguasai konsep, teori, asas dan hukum fisika. Selain itu siswa juga dapat menerapkan metode ilmiah dan sekaligus mengembangkan sikap ilmiah.
Metode Pembelajaran Gasing Pena Berbagai teori belajar menyatakan bahwa suasana terbaik untuk belajar bagi siswa yaitu suasana belajar yang menyenangkan (enjoying learning). Seluruh atmosfer tempat belajar haruslah tidak mengancam dan bersahabat. Christer Gudmundsson, seorang guru terkemuka dari Swedia menguatkan ”Suasana sejak siswa masuk ruangan kelas haruslah benar-benar menyenangkan”. Hal ini disebabkan otak tak bisa memperhatikan semua hal. Pelajaran yang tidak menarik, membosankan, atau tidak menggugah emosi pastilah tidak akan diingat. Karena itu di dalam menciptakan iklim baru dalam pembelajaran perlu adanya variasi,
3 kejutan, imajinasi, dan tantangan. (Dryden, Gordon & Dr. Jeannette Vos, 2003:305). Salah satu alternatif untukmenciptakan suasana tersebut adalah melalui penerapan metode Gasing Pena. Gasing merupakan akronim dari gampang, asyik dan menyenangkan. Fisika Gasing adalah suatu metode pembelajaran yang awalnya diterapkan pada matematika yang diciptakan dan dikembangkan pada tahun 1996 oleh Prof. Yohanes Surya, P.hd . Dengan metode Gasing, pembelajaran menjadi gampang dan menyenangkan untuk semua kalangan, tidak terbatas untuk kalangan-kalangan yang ber-IQ tinggi saja. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nurahman (2009)
metode
pembelajaran gasing dalam Team Olimpiade fisika Indonesia (TOFI) yang dibina oleh Prof. Yohanes Surya, P.hd terdiri dari tahapan dialog sederhana, imajinasi, penyajian contoh, penyajian materi mendalam, dan variasi soal. Sedangkan Pena merupakan kependekan dari Percobaan Sederhana. Sesuai dengan konsep pelajaran fisika sebaga pelajaran eksperimen, seyogyanya fisika diajarkan di sekolah dengan metode percobaan sebagai dominasi. Namun mengingat masih terbatasnya alat praktikum di sekolah penulis, maka perlu ditemukan solusi percobaan menggunakan alat dan bahan yang ada di sekitar dan mudah diperoleh. Pemilihan alat dan bahan percobaan dilakukan dengan telliti agar tujuan dari percobaan dapat tercapai.
Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Pada standart kompetensi mata pelajaran fisika SMA dan MA Kurikulum 2004 menyatakan bahwa pengalaman bekerja ilmiah perlu diberikan sehingga siswa dapat mengembangkan ketrampilan proses, bersikap ilmiah, dan menguasai konsep fisika untuk memecahkan masalah, memahami konsep fisika dan mampu menyelesaikan masalah (Depdiknas 2003:11). Dalam pengembangan sikap ilmiah siswa di sekolah, para ahli membuat pengelompokan yang cukup bervariasi tentang sikap ilmiah, meskipun kalau ditelaah lebih jauh tidak ada perbedaan yang berarti. Variasi muncul hanya dalam penempatan dan penamaan sikap ilmiah yang ditonjolkan.
4 Menurut Slameto (1987:2)
”hasil belajar merupakan tolak ukur yang
utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seorang yang prestasinya tinggi dapat dikatakan bahwa ia telah berhasil dalam belajar”. Sementara Sudjana (1989:22) menyatakan hasl belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan jenis penelitian
berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ini dilaksanakan dalam tiga siklus dengan materi Fluida dinamis, baik untuk siklus I, siklus II, ataupun siklus III. Siklus I membahas debit dan kelajuan fluida, siklus II tentang debit dan kelajuan fluida pada lubang kebocoran, dan penerapan Hukum Bernoulli pada siklus yang III. Dalam penelitian ini siswa dikenai perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran Gasing Pena. Metode Gasing Pena ini terdiri dari tahapan dialog sederhana, imajinasi, penyajian contoh, penyajian materi mendalam, dan variasi soal. Perlakuan dilakukan oleh guru yang bertindak sekaligus sebagai peneliti. Lokasi penelitian ini bertempat di SMA Negeri 1 Besuk Kabupaten Probolinggo pada kelas XI IA 2. Tingkat kemampuan siswa di kelas ini berada pada tingkat menengah kebawah. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian ini pada semester II tahun ajaran 2013/2014 dengan pengambilan data pada minggu pertama bulan April sampai dengan minggu kedua bulan April 2014.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Lembar Observasi Pembelajaran Gasing Pena Lembar observasi pembelajaran digunakan untuk memperoleh data penerapan pembelajaran Gasing Pena. Format ini disajikan tabel 1 berikut.
5
Tabel 1 Lembar Observasi Pelaksanaan Metode Pembelajaran Gasing Pena
Tahapan Gasing Pena
Keterlaksanaan Ya Tidak
Keterangan / Catatan
Dialog sederhana Imajinasi Penyajian contoh Penyajian materi mendalam Variasi soal
Format penilaian sikap ilmiah Pengukuran sikap ilmiah siswa pada penelitian ini didasarkan pada
pengelompokan sikap sebagai dimensi sikap untuk selanjutnya dikembangkan indikator setiap dimensi. Dimensi sikap ilmiah dan indikatornya digunakan sebagai kriteria penilaian sikap ilmiah dan disajikan lengkap sebagai instrument penelitian sebagai berikut.
Tabel 2 Kriteria Penilaian Sikap ilmiah
6 No
Dimensi
Indikator
A.
Sikap ingin tahu
B.
Sikap respek terhadap data/fakta
C.
Sikap kritis
D.
Sikap penemuan dan kreativitas
E.
Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama
F.
Sikap ketekunan
G.
Sikap terhadap lingkungan sekitar
berpikir
peka
Skor teramati 1 2 3 4
Antusias mencari jawaban Perhatian pada obyek yang diamati Antusias pada proses sains Menanyakan setiap langkah kegiatan Obyektif/jujur Tidak memanipulasi data Tidak purbasangka Mengambil keputusan sesuai fakta Tidak mencampur fakta dengan pendapat Meragukan temuan teman Menanyakan setiap perubahan/hal baru Mengulangi kegiatan yang dilakukan Tidak mengabaikan data meskipun kecil Menggunakan fakta-fakta untuk dasar kesimpulan Menunjukkan laporan berbeda dengan teman kelas Merubah pendapat dalam merespon terhadap fakta Menggunakan alat tidak seperti biasanya Menyarankan percobaan-percobaan baru Menguraikan kesimpulan baru hasil pengamatan Menghargai pendapat/temuan orang lain Mau merubah pendapat jika data kurang Menerima saran dari teman Tidak merasa selalu benar Menganggap setiap kesimpulan adalah tentative Berpartisipasi aktif dalam kelomppok Melanjutkan meneliti setelah “kebaruannya” hilang Mengulangi percobaan meskipun berakibat kegagalan Melengkapi satu kegiatan meskipun teman sekelasnya selesai lebih awal Perhatian terhadap peristiwa sekitar Menjaga kebersihan lingkungan sekolah
Jumlah Skor Persentase
LKS Pena dan post test LKS Gasing Pena terdiri dari tiga LKS untuk tiga siklus. Demikian pula soal yang digunakan untuk menilai hasil belajar siswa yang dituangkan dalam bentuk post test.
7 Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif sejak pengumpulan data sampai penyusunan laporan. Prosedur yang ditempuh dalam analisis data mengacu pada pendapat Moleong (2004:190) yang terdiri dari reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. 1. Reduksi Data Laporan-laporan dari lapangan sebagai bahan mentah disingkat dan dirangkum, disusun lebih sistematis, dan difokuskan pada pokok-pokok penting sehingga lebih mudah dikendalikan dan bermakna. 2. Paparan Data Data penerapan pembelajaran Gasing Pena, sikap ilmiah, dan hasil belajar siswa yang sudah direduksi selanjutnya dideskripsikan secara naratif. 3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Membuat kesimpulan berarti mengambil intisari atau pokok-pokok dari sajian data ke dalam suatu pernyataan kalimat yang singkat, jelas, dan padat makna. Proses ini menghasilkan kesimpulan sementara berupa temuan penelitian ataupun hasil tindakan yang sudah diberikan. Dari temuan-temuan tersebut selanjutnya dilakukan verifikasi sehingga didapatkan suatu kesimpulan akhir. Dalam analisis data digunakan teknik deskriptif kualitatif dengan persentase untuk mengetahui persentase sikap ilmiah siswa. Adapun rumusan untuk mencari persentase mengacu pada pendapat Arikunto (2000:246) seperti berikut:
P
F X 100% N
Dengan: P : Persentase sikap ilmiah F : Jumlah nilai sikap ilmiah siswa di lapangan. N : Jumlah nilai sikap ilmiah ideal.
Sebagai pedoman dalam mengambil keputusan/kesimpulan dari hasil analisis data dengan menggunakan persentase (%) ditetapkan klasifikasi yang juga mengacu pada pendapat Arikunto (2000:352) sebagai berikut.
8
Tabel 3 Kriteria Persentase Sikap Ilmiah Siswa XI IA.2
No.
Persentase
Klasifikasi
1. 2. 3. 4. 5.
92%-100% 75%-91% 50%-74% 25%-49% 0%-24%
Baik Sekali Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik
Tahapan pelaksaanan penelitian ini bersiklus seperti berikut. Perencanaan Refleksi Aksi/ Observasi
siklus I
Revised plan (rencana perbaikan) Refleksi
Aksi/ Observasi
Siklus II
Revised Plan (rencana perbaikan) Refleksi
Aksi / Observasi
Siklus III
Gambar 1 Spiral Penelitian Tindakan Kelas (Sumber : Kemmis&Taggart, 1998 dalam Soedarsono, 2001:20)
HASIL Penerapan metode pembelajaran gasing Pena menghasilkan sikap ilmiah siswa dalam tiap siklusnya seperti yang tertera dalam tabel berikut.
9 Tabel 4 Persentase Indikator Sikap Ilmiah dari Siklus I, Siklus II, dan Siklus III
No.
Indikator sikap ilmiah siswa
Persentase (%) Siklus I
Siklus II
Siklus III
1.
Sikap ingin tahu
68
82
83
2.
Sikap respek terhadap data/fakta
68
83
83
3.
Sikap berpikir kritis
62
81
81
4.
Sikap penemuan dan kreativitas
61
78
79
5.
Sikap berpikiran terbuka dan kerjasama
68
80
82
6.
Sikap ketekunan
64
79
79
7.
Sikap peka terhadap lingkungan sekitar
63
78
81
Data pada tabel 4 di atas dapat disajikan dalam grafik seperti berikut.
Grafik Sikap Ilmiah Siswa
Siklus I 82 83 68
83 83 68
Sikap ingin Sikap respek tahu terhadap data/fakta
Siklus II
81 81 62
Sikap berpikir kritis
Siklus III 80 82
78 79
61
68
78 81
79 79 64
63
Sikap Sikap Sikap Sikap peka penemuan berpikiran ketekunan terhadap dan terbuka dan lingkungan kreativitas kerjasama sekitar
Grafik 1 Perubahan Sikap Ilmiah Siswa Setiap Siklus
Sedangkan perubahan persentase post test setiap siklus yaitu 71% untuk siklus I, 95% pada siklus II, dan turun menjadi 43% pada siklus III. Perubahan hasil belajar siswa berupa post test disajikan dalam grafik berikut.
10
Nilai Post Test 100
95
90 80 71
70
60 50 Nilai post test
43
40 30 20 10
0 Sklus I
Sklus II
Siklus III
Grafik 2 Perubahan Nilai Post Test Setiap siklus
PEMBAHASAN Hasil
pengolahan
data
menunjukkan
bahwa
penerapan
metode
pembelajaran Gasing Pena berpengaruh pada sikap ilmiah dan prestasi belajar siswa. Perubahan sikap ilmiah siswa dapat dilihat pada table 4 di atas. Tampak di siklus I nilai sikap ilmiah siswa masuk dalam kategori ”cukup baik” lalu meningkat menjadi kategori ”baik’ pada siklus II dan siklus III. Kategori cukup baik pada siklus I dicapai karena selama ini pembelajaran fisika belum pernah melakukan percobaan. Sekali melakukan Pena, siswa sudah punya pengalaman yang cukup untuk menghadapi Pena selanjutnya. Hal ini terbukti dari keaktifan siswa yang meningkat dalam setiap siklusnya. Selain itu, bermodalkan pengalaman Pena pada siklus I, siswa juga semakin luwes untuk membuat kesimpulan dari hasil percobaanya, untuk bekerja sama, ataupun untuk berdiskusi. Tampak bahwa semua dimensi sikap ilmiah siswa mengalami kenaikan dari siklus I ke siklus II. Kenaikan persentase sikap ilmiah siswa dari siklus II ke siklus III tampak tidak begitu pesat. Dimensi sikap respek terhadap data/ fakta, sikap berpikir kritis,
11 dan sikap ketekunan memiliki persentase yang sama di siklus II dan siklus III. Sebaliknya, dimensi sikap ingin tahu, sikap penemuan dan kreativitas, sikap berpikiran terbuka dan bekerjasama, dan sikap peka terhadap lingkungan sekitar mengalami kenaikan. Hal ini berarti bahwa penerapan Gasing Pena merangsang rasa ingin tahu siswa dengan adanya pertanyaan-pertanyaan ”menantang” yang diajukan oleh guru. Pengalaman melakukan percobaan di siklus I juga menumbuhkan sikap kreatif siswa dalam melakukan percobaan dan keluwesan berpikir siswa semakin baik sehingga siswa mampu memecahkan sendiri masalahmasalah yang ditemui selama melakukan percoaan. Siswa juga mulai menerima apapun hasil percobaannya meskipun berbeda dengan kelompok lain. Hal ini dilihat dari peningkatan sikap siswa dalam berpikiran terbuka. Kerjasama antar angggota kelompok siswa juga semakin baik. Tak ada siswa yang terekam data peneliti sedang diam saja mengmati rekannya seperti yang ditemui di siklus sebelumnya. Perdebatan antar siswa dalam satu kelompok tentang hasil percobaan juga mampu diselesaikan sendiri. Pada siklus III, sikap kepekaan siswa terhadap lingkungan semakin baik.hal ini terbukti dengan upaya mengembalikan kondisi laboratorium untuk tetap bersih dan rapi seusai percobaan. Demikian pula dengan lingkungan di sekitar laboratorium dibersihkan seusai pembelajaran. Sementara untuk persentase post test sebagai indikator hasil belajar siswa juga berubah dalam setiap siklusnya. Pada siklus I, siswa yang bisa menjawab dengan benar soal post test sebanyak 71%, lalu meningkat menjadi 95% pada siklus II, namun mengalami penurunan menjadi 43% pada siklus III. Penurunan hasil belajar pada siklus III dikarenakan pada siklus III materi yang diajarakan adalah konsep murni dari fisika yang tidak melibatkan perhitungan matematis. Sejauh ini siswa umumnya lebih luwes untuk mengerjakan soal fisika matematis namun mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan konsep. Konsep fisika dirasa sulit karena ia melibatkan banyak besaran-besaran hanya untuk menjelaskan satu konsep. Penguasaan konsep memerlukan kemampuan berpikir kritis yang tinggi. Pada tabel 2, ada dimensi sikap berpikir kritis. Perlu dicermati bahwa ini adalah dimensi sikap, bukan dimensi kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir kritis
12 siswa tidak bisa dihitung disini. Diperlukan penelitian khusus untuk mengukur seberapa baik siswa dalam berpikir kritis. Selain itu, persentase yang rendah ini karena soal post test siklus III berupa soal penerapan Hukum Bernoulli dalam teknologi. Diperlukan konsep yang matang dan pengetahuan yang cukup akan penggunaan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Siswa juga perlu dilatih untuk menuliskan ide-idenya dengan kalimat yang jelas dengan menggunakan tata bahasa yang mudah dipahami. Dengan demikian, perlu latihan lebih lanjut untuk membelajarkan konsep dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan menuliskannya dalam kalimat yang komunikatif.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Penerapan Gasing Pena dalam pembelajaran fisika mampu meningkatkan kemampuan sikap ilmiah siswa kelas XI IA.2 di SMA Negeri I Besuk Tahun Ajaran 2013/2014. Penerapan Gasing Pena ini juga mampu meningkatkan hasil belajar siwa dalam hal fisika yang melibatkan perhitungan matemati sederhana. Namun penerapan Gasing Pena dalam pembelajaran fisika untuk siswa kelas XI IA.2 di SMA Negeri I Besuk Tahun Ajaran 2013/2014 ini belum terbukti mampu untuk meningkatkan hasil belajar dalam hal konsep dasar dan pemanfaatannya dalam teknologi.
Saran Fisika yang oleh sebagian besar siswa dianggap sulit karena harus menghafal banyak rumus, ternyata melalui penerapan metode pembelajaran Gasing Pena berubah menjadi pelajaran yang menyenangkan dan mengasyikkan. Selama pembelajaran berlangsung, siswa terlihat senang dan aktif. Oleh karena itu dalam pembelajaran fisika dianjurkan penggunaan model pembelajaran yang menyenangkan dan melakukan percobaan sederhana sehingga materi akan lebih mudah untuk dipahami siswa.
13 DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Dryden, Gordon dan . Jeannette Vos. 2003. Revolusi Cara belajar, the Learning Revolution. Bandung: Kaifa. http://ebookbrowse.com/sikap-ilmiah-pdf-d304012954 [online] diakses 04 April 2014 http://www.scribd.com/doc/81209752/apa-itu-sip-ilmiah [online] diakses 04 April 2014 mayanurhidayah-mayaa.blogspot.com/2012/11/sikap-ilmiah.html?m=1 04 april 2014, 4:49 pm Moleong, Lexy. 2000. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurahman, Arif. 2009. Fisika GASING "Nggak" Pusing. [Online]. Tersedia: http://www.banjar-jabar.go.id/redesign//?pilih=lihat&id=882 diakses18 Maret 2014 Slameto, 1987, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 1989, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Agresindo Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: UM Press.