NILAI PENDIDIKAN KARAKTER CERITA BUKIT BENTANGAN SASTRA LISAN MASYARAKAT DESA RIAM DANAU KABUPATEN KETAPANG Ripan Purnanda, Martono, Henny Sanulita Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Untan, Pontianak e-mail:
[email protected] Abstrak: Nilai Pendidikan Karakter Cerita Bukit Bentangan Sastra Lisan Masyarakat Desa Riam Danau Kabupaten Ketapang. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan nilai pendidikan karakter cerita Bukit Bentangan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif bentuk kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Berdasarkan hasil analisis data Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1) nilai jujur dalam cerita Bukit Bentangan dapat diwujudkan berupa jujur dalam bertutur kata, jujur dalam mengakui sesuatu, dan jujur dalam perbuatan; 2) nilai kerja keras dalam cerita Bukit Bentangan dapat diwujudkan dengan tidak mudah menyerah dan mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik; 3) nilai ikhlas dalam cerita Bukit Bentangan dapat diwujudkan dengan perbuatan ikhlas dalam melakukan sesuatu dan ikhlas mendapatkan sesuatu. Kata kunci: nilai, pendidikan karakter dan Bukit Bentangan. Abstract: Character Education Value Bukit Bentangan Oral Literary Riam Danau Village Ketapang Regency. The purpose of this research is to describe character education value Bukit Bentangan. This research uses descriptive method, in form of qualitative and literary sociology approach. Accordingly to data analysis, the result can be concluded that : 1) honesty values in Bukit Bentangan story, can embodied in form of honesty in uttering, admitting something and acting. 2) toiled values in Bukit Bentangan story can be shown by hard to give up and taking into account any resources in appropriate way : 3) sincerity value in Bukit Bentangan story can be shown by sincerity deeds when acting and getting something sincerely. Key words: value, character education, and Bukit Bentangan.
C
erita rakyat dapat ditemukan di berbagai daerah yang ada di nusantara. Cerita rakyat yang dimiliki oleh setiap daerah beragam, sesuai dengan kebudayaan yang dimiliki masyarakat setempat. Cerita rakyat di berbagai daerah itu sudah sejak lama tersebar sehingga sudah sangat populer di kalangan masyarakat setempat. Cerita rakyat yang diwariskan itu memiliki isi yang berhubungan dengan peristiwa sehari-hari yang pernah dialami pemiliknya. Terkadang peristiwa yang terdapat dalam cerita rakyat hanyalah khayalan belaka, namun di
dalam rentetan peristiwa tersebut kita dapat memetik nilai-nilai yang ada di dalam cerita tersebut seperti nilai pendidikan karakter. Satu di antara cerita rakyat yang terdapat di kecamatan Jelai Hulu adalah cerita Bukit Bentangan. Cerita Bukit Bentangan merupakan cerita yang sangat populer di kalangan orang tua. Lain halnya dengan generasi muda yang kebanyakan tidak mengetahui cerita Bukit Bentangan. Sebuah cerita seharusnya diwariskan kepada generasi muda agar tidak hilang begitu saja tergerus oleh zaman yang semakin modern. Berkaca dari hal di atas, berkaitan dengan objek penelitian ini, adapun alasan peneliti menjadikan cerita Bukit Bentangan sebagai objek penelitian ini karena cerita Bukit Bentangan belum pernah ditulis atau dibukukan oleh masyarakat setempat. Jadi, dengan adanya penelitian ini cerita rakyat tersebut dapat diketahui oleh generasi penerus dan oleh masyarakat luas. Penelitian ini sebagai media dokumentasi untuk sastra lisan agar tidak hilang tergerus oleh zaman yang semakin modern. Cerita Bukit Bentangan berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Desa Riam Danau Kecamatan Jelai Hulu Kabupaten Ketapang yang masih percaya dengan hal-hal yang bersifat gaib. Cerita Bukit Bentangan syarat dengan nilainilai yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan, bukan hanya berfungsi untuk menghibur, tetapi juga dapat mengajarkan nilai-nilai yang terkait dengan kemanusiaan. Berkaitan dengan nilai yang terkandung di dalam cerita tersebut peneliti lebih memfokuskan pada nilai pendidikan karakter. Peneliti memilih nilai pendidikan karakter sebagai objek penelitian ini dengan pertimbangan bahwa, pertama penelitian terhadap nilai pendidikan karakter dalam sebuah cerita daerah merupakan penelitian yang baru. Atas dasar itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini sehingga hasilnya lebih bermanfaat bagi kalangan yang membutuhkannya. Kedua Pendidikan karakter sangat diperlukan dan semakin mendapat pengakuan oleh bangsa Indonesia. Menurut Pusat Pengkajian Pedagogik Universitas Pendidikan Indonesia (P3 UPI) nilai yang perlu diperkuat untuk pembangunan bangsa saat ini yaitu jujur, kerja keras, dan ikhlas. Alasan peneliti memilih nilai jujur karena dalam membangun karakter, kejujuran menjadi sangat penting untuk menjadi karakter bangsa Indonesia saat ini. Karakter jujur akan mendatangkan keuntungan tersendiri bagi pemiliknya karena individu tersebut akan disukai oleh orang lain. Karakter ini merupakan satu di antara karakter pokok untuk menjadikan seseorang cinta kebenaran. Alasan peneliti memilih nilai kerja keras karena kerja keras merupakan bentuk kegigihan seseorang dalam usaha memperoleh apa yang ingin dicapai. Nilai kerja keras sangat penting guna memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia yang saat ini masih jauh dari sebutan negara yang makmur. Kerja keras akan mengantarkan kita pada kesuksesan akan hal yang kita inginkan. Alasan peneliti memilih nilai ikhlas karena ikhlas adalah satu di antara karakter mulia yang hendaknya dimiliki tiap individu. Hal tersebut dikarenakan dengan ikhlas yang dilakukan tidak mengharapkan imbalan dari orang lain, melainkan mengharapkan keridaan Tuhan-Nya. Pekerjaan yang berat sekalipun, jika didasari oleh rasa ikhlas maka akan terasa mudah. Alasan peneliti memilih ketiga nilai pendidikan karakter di atas sebagai submasalah dalam penelitian ini
karena di dalam cerita Bukit Bentangan pada umumnya terdapat ketiga nilai pendidikan tersebut. Berdasarkan penelusuran peneliti dalam ruang lingkup penelitian sastra di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan yang fokusnya tentang nilai pendidikan berkarakter dalam cerita daerah belum peneliti temukan. Namun, perlu peneliti sampaikan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pendidikan sudah pernah diteliti, yaitu sebagai berikut. Pertama, Suwandinik (2009) dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”. Penelitian ini menghasilkan bahwa terdapat nilai-nilai pendidikan yaitu nilai pendidikan individu Nilai pendidikan socsial, dan Nilai pendidikan religius. Kedua, Rudian Setiawan (2011) dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazi”. Nilai-nilai yang terdapat dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazi adalah nilai pendidikan religius yaitu keyakinan dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan nilai pendidikan sosial yaitu keadilan, kerjasama dan musyawarah. Ketiga, Dedek Kurniawati (2012) dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna”. Penelitian ini menghasilkan Konsep nilai yang terdapat dalam novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna yaitu nilai jujur terdiri atas jujur dalam berpendapat, jujur kepada diri sendiri, jujur mengakui kesalahan dan jujur mengakui kekurangan. Konsep nilai ikhlas terdiri atas ikhlas dalam mengharapkan ridha Tuhan dan ikhlas dalam menjalani kehidupan. Perbedaan yang paling mendasar antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek yang dianalisis. Jika penelitian sebelumnya yang dianalisis mengenai nilai-nilai pendidikan yang tercermin dalam novel, sedangkan penelitian ini yang dianalisis adalah nilai-nilai pendidikan karakter yang tercermin dalam cerita rakyat. Hasil penelitian cerita Bukit Bentangan dapat diterapkan oleh guru bahasa Indonesia khususnya pembelajaran sastra yang berkaitan dengan sastra Melayu Klasik. Adapun implementasinya dapat dilakukan di SMA/MA sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) kelas X semester II dengan Standar Kompetensi (SK)15. Memahami sastra Melayu Klasik. Kompetensi Dasar (KD) 15.2 Menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam sastra Melayu Klasik. Menurut Rochmadi (2003:31), nilai atau dalam bahasa Inggris disebut value, biasa diartikan sebagai harga, penghargaan atau taksiran. Maksudnya adalah harga atau penghargaan yang melekat pada suatu objek. Nilai juga dikatakan sebagai sesuatu yang abstrak, bukan konkret. Nilai hanya bisa dipikirkan, dipahami dan dihayati. Nilai berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan dan hal-hal lain yang bersifat batiniah. Menurut Gaffar (dalam Kesuma, 2011:5) pendidikan karakter merupakan sebuah transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam kehidupan orang itu. Dalam definisi tersebut ada tiga ide pikiran penting yaitu sebagai berikut. 1. Proses transformasi nilai-nilai. 2. Ditumbuhkembangkan dalam kepribadian. 3. Menjadi satu dalam perilaku.
Menurut Kesuma (2011:9) tujuan dari pendidikan karakter yaitu memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai tertentu. Nilai tersebut dapat diwujudkan dalam perilaku anak, mengoreksi perilaku peserta didik, membangun hubungan yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama-sama. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan jalan untuk mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang berkarakter dalam diri seseorang. Pendidikan karakter yang telah melekat pada diri seseorang harus dapat dikembangkan dan diterapkan dalam lingkungan masyarakat. Karakter merupakan suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku seseorang baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Menurut Pusat Pengkajian Pedagogik Universitas Pendidikan Indonesia (P3 UPI) nilai yang perlu diperkuat untuk pembangunan karakter bangsa saat ini adalah nilai jujur, kerja keras, dan nilai ikhlas (Kesuma, 2011:15-21). a. Jujur Menurut Kesuma (2011:16) jujur dimaknai adanya kesamaan antara realitas (kenyataan) dengan ucapan, dan dengan kata lain apa adanya. Jujur atau kejujuran berarti apa yang dikatakan seseorang akan sesuai dengan hati nuraninya. Jujur dapat pula diartikan seseorang yang bersih hatinya dari perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Jujur memberikan keberanian, ketentraman hati, dan menyucikan hati serta membuat luhur budi pekerti. Kejujuran mendatangkan keadilan. Hal ini penting karena keadilan mendatangkan kemuliaan abadi. b. Kerja Keras Kerja keras adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus dilakukan (tidak pernah menyerah) dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugasnya sampai tuntas (Kesuma, 2011:17). Lebih lanjut Kesuma memaparkan bahwa kerja keras bukan berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti, istilah yang dimaksud adalah mengarah pada visi besar yang harus dicapai untuk kebaikan/kemaslahatan manusia dan lingkungannya. Menurut Zuriah (2011:82), kerja keras merupakan perilaku yang suka berbuat hal-hal positif dan tidak suka berpangku tangan, selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan. Karakteristik kerja keras adalah perilaku seseorang yang dicirikan oleh kecenderungan sebagai berikut. a. Merasa risau jika perkerjaannya belum terselesaikan sampai tuntas; b. Mengecek atau memeriksa terhadap apa yang harus dilakukan atau apa yang menjadi tanggung jawabnya dalam suatu jabatan/posisi; c. Mampu mengelola waktu yang dimilikinya; d. Mampu mengorganisasi sumber daya yang ada untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya (Kesuma, 2011:19-20). c. Ikhlas Ikhlas merupakan perasaan tulus tanpa terpaksa dalam melakukan sesuatu (Rudiana, 2012:103). Lebih lanjut Rudiana (2012:103) memaparkan bahwa ikhlas juga dapat diartikan bahwa ada niat yang tulus dari seseorang dalam bertindak demi mengharapkan rida Tuhan. Keikhlasan merupakan ujung tombak dari setiap
perbuatan yang akan kita lakukan. Seberat apapun sesuatu yang kita laukan, jika didasari oleh keikhlasan akan terasa ringan. Menurut Sawani dan Hariyanto (2012:131) bahwa ikhlas dapat dimaknai dengan ketulusan hati yang artinya secara teguh melaksanakan apa yang benar dengan motif yang transparan, tanpa mengharapkan adanya pujian atau balasan dari orang lain. Sastra lisan merupakan alat yang digunakan sebagai penyampai ekspresi menusia dengan alam, manusia dan tumbuhan, bahkan semua yang ada di sekitar mereka. Menurut Endaswara (2008:151), sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun temurun. Berdasarkan penjelasan tersebut, Endaswara mengemukakan bahwa ciriciri dari sastra lisan, yakni (1) lahir dari masyrakat yang polos, belum melek huruf, dan bersifat tradisional; (2) menggambarkan budaya milik kolektif tertentu, yang tidak jelas siapa penciptanya; (3) lebih menekankan aspek khayalan, ada sindiran, jenaka, dan pesan mendidik; (4) sering melukiskan tradisi kolektif tertentu. Selain itu ada ciri lain yang agak umum, yakni: (a) sastra lisan banyak menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan klise dan (b) sastra lisan bersifat menggurui. Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 1984:50) secara garis bersar, cerita rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar yaitu: (1) mite (myth), (2) legenda (legend), (3) dongeng (folktale). Ketiganya merupakan tiga golongan besar dalam cerita rakyat dan masing-masing berdiri sendiri. Perbedaan yang ada hanya terletak pada benar tidaknya cerita tersebut. Teori terjemahan diperlukan dalam penelitian ini dengan alasan bahwa teks dalam cerita Bukit Bentangan yang di transkripsikan dari bentuk lisan ke bentuk tertulis masih menggunakan bahasa asli yaitu bahasa Melayu. Dari alasan tersebut peneliti menganggap perlunya teori terjemahan untuk menerjemahkan teks aslinya ke dalam bahasa Indonesia. Menurut Syam (2010:25) ada beberapa model terjemahan yakni terjemahan (1) kata per kata (word for word), (2) literal (literal translation), dan (3) terjemahan teks bebas (free translation). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori terjemahan bebas untuk menerjemahkan cerita Bukit Bentangan dari bahasa aslinya (Melayu) ke bahasa Indonesia. Peneliti memilih terjemahan bebas dengan alasan karena terjemahan ini tidak terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat. Jadi, peneliti dapat memodifikasi kata-kata dalam kalimat agar pembaca mudah memahami pesan yang dimaksud dalam cerita. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Digunakannya metode deskriptif karena data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa kata-kata bukan angka-angka dan disajikan apa adanya tanpa ada perlakukan terhadap objek yang diteliti. Hal ini sejalan dengan pendapat Moleong (2010:11) bahwa “dalam metode deskriptif data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti”.
Penelitian ini berbentuk kualitatif. Bentuk penelitian kualitatif digunakan karena data dalam penelitian ini berupa kutipan kata-kata, frasa, kalimat dan tidak mengutamakan pada angka-angka. Hal ini sesuai dengan pendapat Semi (1993:23), “Penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan pada angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris”. Menurut Semi (1993:63-64), pendekatan adalah asumsi dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang suatu objek agar dapat membantu mengarahkan penelitian sehingga menjadi lebih tajam dan mendalam. Berkaitan dengan pendekatan sosiologi sastra, Wellek dan Werren (1993:111) mengemukakan bahwa telaah sosiologi mempunyai tiga klasifikasi yakni sebagai berikut: 1. Sosiologi pengarang, yakni mempermasalahkan tentang status sosial, idiologi politik, dal lainya yang menyangkut idiologi pengarang. 2. Sosiologi karya sastra, yakni mempermasalahkan karya sastra yang menjadi pokok telaah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut. 3. Sosiologi pembaca, yakni yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosial terhadap masyarakat. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada sosiologi karya sastra karena objek penelitiannya adalah karya sastra yaitu cerita Bukit Bentangan. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah cerita Bukit Bentangan yang dituturkan oleh informan utama yaitu Ibu Rencana. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kutipan yang berupa kata-kata, frasa atau kalimat dalam cerita Bukit Bentangan yang mendeskripsikan tentang nilai pendidikan karakter yaitu jujur, kerja keras, dan ikhlas. Berkaitan dengan hal ini Syam (2000:84) mengartikan data merupakan keterangan atau bahan faktual yang dapat dijadikan sebagai dasar kajian sampai pada simpulan yang objektif. Teknik pengumpul sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Teknik pengamatan langsung, peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu di Desa Riam Danau Kecamatan Jelai Hulu untuk melihat dan mendengar penutur yaitu Ibu Rencana menceritakan asal kejadian Bukit Bentangan di rumah Ibu Rencana yang dilakukan pada tanggal 1 Maret 2013. 2. Teknik rekaman, hal ini dilakukan agar dalam proses penyajian sumber data secara keseluruhan dapat ditulis kembali. Peneliti merekam cerita Bukit Bentangan yang diceritakan oleh Ibu Rencana. Peneliti kemudian menulis kembali cerita tersebut dengan mendengarkan kembali cerita tersebut dari rekaman yang ada. 3. Wawancaara dilakukan dengan kontak langsung atau melakukan percakapan langsung dengan sumber data tersebut yaitu Ibu Rencana. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data-data yang tidak terekam selama proses perekaman berlangsung. Teknik ini dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada informan utama dan informan pembantu (lihat pedoman wawancara yang terlampir).
Alat pengumpul sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah manusia, yaitu peneliti sendiri sebagai instrumen utama. Kedudukan peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian ini yaitu sebagai, 1) perencana, 2) pelaksana, 3) pengumpul data, 4) penganalisis, 5) penafsir data, dan 6) pelapor hasil penelitian. Selain peneliti sebagai instrumen utama, digunakan juga alat pengumpul data lainnya sebagai alat bantu yaitu berupa tabel pengklasifikasian data dan tape rekorder berfungsi untuk merekam cerita Bukit Bentangan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah: 1) membaca secara kritis data yang telah dikumpulkan dalam hal ini yaitu cerita Bukit Bentangan. 2) menganalisis dan menginterpretasi data sesuai dengan masalah yaitu nilai jujur. 3) menganalisis dan menginterpretasi data sesuai dengan masalah yaitu nilai kerja keras. 4) menganalisis dan menginterpretasi data sesuai dengan masalah yaitu nilai ikhlas. 5) melakukan konsultasi dengan pembimbing pertama dan kedua untuk melihat hasil analisis yang telah dilakukan. 6) membuat simpulan analisis data berdasarkan fokus penelitian tentang nilai pendidikan karakter yaitu nilai jujur dalam cerita Bukit Bentangan. 7) membuat simpulan analisis data berdasarkan fokus penelitian tentang nilai pendidikan karakter yaitu nilai kerja keras dalam cerita Bukit Bentangan. 8) membuat simpulan analisis data berdasarkan fokus penelitian tentang nilai pendidikan karakter yaitu nilai ikhlas dalam cerita Bukit Bentangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Cerita Bukit Bentangan, serta implementasi hasil penelitian dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia untuk peserta didik di sekolah. Terdapat tiga bentuk nilai pendidikan karakter dalam Cerita Bukit Bentangan. Nilai-nilai tersebut, yaitu (1) nilai jujur, seperti jujur dalam bertutur kata, jujur dalam mengakui sesuatu, dan jujur dalam perbuatan. (2) nilai kerja keras, seperti tidak mudah menyerah dan mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik. (3) nilai ikhlas, seperti ikhlas dalam melakukan sesuatu dan ikhlas mendapatkan sesuatu. Pembahasan Setelah dilakukan analisis terhadap Cerita Bukit Bentanggan, terdapat tiga nilai pendidikan karakter dalam cerita tersebut yaitu, nilai jujur, nilai kerja keras dan nilai ikhlas. Nilai jujur terbagi lagi menjadi tiga yaitu, jujur dalam bertutur kata, jujur dalam mengakui sesuatu dan jujur dalam perbuatan. Jujur dalam Bertutur Kata. 1. Jujur dalam Bertutur Kata Dalam Cerita Bukit Bentangan terdapat beberapa kutipan yang menggambarkan nilai jujur dalam bertitir kata. Hal ini dapat kita lihat dari hal yang diigambarkkan oleh tokoh dalam cerita tersebut. a. Anak Tanpa melebih-lebihkan atau mengurangi apa yang diketahuinya seorang anak dengan jujur mengungkapkan apa yang ia ketahui tentang sesuatu yang
ditanyakan oleh ibunya. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut. “Kemudian dibangunkanlah anak ini oleh ibunya, kemudian ditanya apa yang kamu makan nak? Kata ibunya. Salai daging kata si anak. Siapa yang memberi? Ditunjukanlah oleh anaknya bahwa diberi orang keramaian sebelah katanya. Dilihat ibunya ini bukan salai daging nak, tetapi getah karet”(paragrap ke-4). Berdasarkan kutipan tersebut dapat dipahami bahwa penanda yang berperan penting dalam menentukan kejujuran ialah “salai daging, ditunjukkan dan diberi orang keramaian.” Dari kutipan tersebut si anak mengungkapkan dengan sejujurnya apa yang dikatakan oleh orang yang memberinya getah karet. Si anak menjawab pertanyaan ibunya dengan sejujurnya tidak melebih-lebihkan dan tidak mengurangi apa yang diketahuinya. Pada kutipan lain yang menggambarkan kejujuran seorang anak yaitu, “Datanglah seseorang dan bertanya, mengapa kamu tidur di sini? Kata si anak menjawab menemani datuk. Apa hajat datuk kamu datang ke sini kata orang tadi? Kata si anak menjawab datuk mau bertemu kerabat di rumah batu ini.” Dari kutipan cerita di atas kita dapat melihat kejujuran seorang anak dalam bertutur kata. Dari penanda “menemani dan bertemu.” kita dapat melihat seorang anak dengan jujur menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh seseorang kepadanya sesuai apa yang diketahuinya. Ia mengetahui bahwa ia berada di tempat itu karena menemani datuknya yang ingin bertemu dengan kaum kerabatnya. Kejujuran yang dimiliki oleh anak ini mencerminkan bahwa kejujuran telah dimilikmi oleh masyarakat terdahulu yang patut kita teladani hingga saat ini. Nilai jujur yang dilakukan anak dapat kita lihat dalam kutipan berikut. “Dibangunkanya datuk, bangunlah datuknya. Mengapa kata datuknya? Tadi ada orang, katanya dia kerabat datuk. Bagaimana roman wajah orangnya, kata datuknya? Orangya hitam, rambut panjang, giginya tinggal dua di atas dan di bawah.” Dari kutipan ini kita dapat melihat nilai kejujuran yang tersirat dalam cerita Bukit Bentangan yaitu dalam kalimat “Orangya hitam, rambut panjang, giginya tinggal dua di atas dan di bawah.” Seorang anak ketika melihat orang yang bertanya kepadanya apa yang ia lihat itulah yang diucapkan kepada datuknya tidak menambah atau menguranginya, hal ini sejalan dengan karakteristik kejujuran. b. Bapak Nilai jujur dalam bertutur kata yang dilakukan oleh tokoh Bapak dalam cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dalam penggalan cerita yaitu. “Lalu ditanya oleh manusia tadi, apa hajat bapak datang ke sini, katanya? Hajatnya ingin bertemu orang di dalam rumah yang menjadi batu, kata bapak tadi menjawab”(paragrap ke-7). Jujur dalam bertutur kata dapat kita lihat dari penanda yaitu “bertemu.” Dari penanda tersebut seorang bapak mengutarakan maksudnya ingin bertemu dengan kerabatnya yang ada di dalam rumah yang telah menjadi batu tersebut. Jawaban seorang bapak yang jujur dalam berkata saat ia ditanya oleh orang yang datang padanya. Ia mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya itulah yang diucapkannya.
c. Kerabat Nilai kejujuran dalam bertutur kata yang dikatakan oleh kerabat dapat kita lihat dari penggalan cerita berikut ini. “Aku jangan bapak takutkan. Akulah kaum kerabat di rumah yang menjadi batu itu.” Nilai jujur yang tersirat di dalam penggalan cerita ini dapat kita lihat dari penanda yaitu “akulah dan di rumah.” Dari penanda tersebut kita dapat melihat seseorang yang mengakui bahwa dirinyalah kerabat yang ada di rumah batu walaupun ia telah menjelma menjadi seekor ular. Sesuatu yang patut kita teladani walaupun sudah menjadi makhluk gaib tetapi tetap mau mengakui bahwa ia adalah kerabat orang tersebut. Hal ini dapat kita teladani bahwa dari makhluk gaib pun kita dapat mengambil contoh kejujuran. d. Datuk Nilai jujur dalam bertutur kata dapat kita lihat dari penggalan cerita yang diungkapkan oleh seorang datuk. “Apa hajat datang ke sini? Mau bertemu kerabat sudah lama tidak bertemu kata si datuk.” Penanda yang berperan penting dalam menentukan makna jujur pada kutipan tersebut adalah “Mau dan bertemu.” Seorang datuk yang mencerminkan sifat jujur, apa yang ada di dalam hatinya itulah yang diucapkannya. Hal ini terbukti dari penggalan cerita tersebut ia mengatakan sejujurnya hajat ia datang ke tempat tersebut karena ingin bertemu dengan kerabatnya. 2. Jujur dalam Mengakui Sesuatu Nilai jujur dalam mengakui sesuatu dalam Cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari hal yang dilakukan tokoh dalam cerita tersebut. a. Kerabat Kejujuran dalam mengakui sesuatu yang diucapkan oleh kerabat dalam cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari penggalan cerita yang terdapat pada paragrap ke-11 yaitu. “Jadi sebenarnya siapa kamu, kata si datuk? Akulah yang dulu bermusuhan, inilah aku sudah setengah menjadi binatang.” Dari penggalan cerita di atas terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan makna kejujuran dalam mengakui sesuatu yaitu “akulah, sudah, dan menjadi.” Berkaitan dengan penanda tersebut hal yang membuktikan kejujuran dalam mengakui sesuatu bahwa kerabat datuk tersebut telah mengakui bahwa dirinya yang dahulu bermusuhan dengan datuk tersebut kini sudah menjadi binatang. Hal ini dapat kita teladani dalam kehidupan sehari-hari, bahwa siapapun kita tetaplah menjadi diri kita sendiri jangan mengaku jadi orang lain. b. Anak Nilai jujur dalam mengakui sesuatu yang diucapkan oleh anak terdapat dalam kutipan cerita berikut. “Lalu si cucu menjawab mau katanya saya lapar dengan polos ia mengatakanya. Lalu disiapkan salai daging dan mereka makan bersama”(paragrap ke-21). Dari kutipan cerita di atas terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan makna kejujuran tersebut yaitu “Lalu si cucu menjawab mau katanya saya lapar”. Kalimat tersebut mencerminkan sikap jujur yang dilakukan oleh seorang cucu mengakui bahwa dirinya sedang lapar ketika pulang dari rumah yang menjadi batu tersebut. Ia tidak malu atau gengsi mengakuinya.
3. Jujur dalam Perbuatan Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh peneliti, di dalam cerita Bukit Bentangan terdapat kutipan yang menggambarkan karakter jujur dalam perbuatan. Hal ini berkaitan langsung dengan perbuatan yang dilalukan oleh tokoh dalam cerita tersebut. a. Anak Kejujuran dalam perbuatan yang dilakukan oleh seorang anak dalam cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari kutipan berikut ini. “Kata si cucu ketika disuruh ular tadi memejamkan mata aku langsung memejamkan mata terasa diangkat oleh orang tiba-tiba ada di atas rumah batu ini”(paragrap ke-20). Dari kutipan cerita di atas terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan makna jujur dalam perbuatan yaitu “memejamkan.” Jujur dalam perbuatan yang dilakukan oleh seorang anak, ketika di suruh oleh seekor ular memejamkan mata ia langsung memejamkan matanya. Hal ini merupakan perbuatan jujur yang patut kita teladani dalam kehidupan dewasa ini. Dari penanda tersebut sudah cukup membuktikan bahwa cucu tersebut langsung memejamkan mata ketika di suruh oleh seekor ular. Hal ini sesuai dengan karakteristik jujur yaitu bertindak sesuai dengan apa adanya. Nilai kerja keras terbagi menjadi dua yaitu tidak mudah menyerah dan mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik. 1. Tidak Mudah Menyarah Nilai kerja keras dengan tidak mudah menyerah dalam Cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari hal yang dilakukan tokoh dalam cerita tersebut. a. Anak “Sudah lama mengunyah getah tersebut yang dikiranya daging. Dikunyahkunyah tidak habis-habis”(paragrap ke-3). Dari penggalan cerita tersebut terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan nilai tidak mudah menyerah yaitu “Dikunyah-kunyah tidak habis-habis.” Nilai kerja keras yang dilakukan oleh seorang anak dalam mengunyah getah karet yang diberi oleh orang yang sedang mengadakan hajatan yang dikatakannya daging. Anak tersebut selalu berusaha mengunyahnya walaupun sangat sulit untuk mengunyah getah karet. Sampai akhirnya ia tertidur dan membawa getah tersebut tetap di dalam mulutnya. Inilah kerja keras yang ditunjukkan oleh seorang anak dalam kutipan cerita Bukit Bentangan. b. Ibu Nilai tidak mudah menyerah yang dilakukan oleh tokoh ibu dalam cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari kutipan cerita berikut. “Di bawas (ladang) ibunya menemukan kelasi (sejenis kera berbulu merah) yang masih bayi. Diusahakanya untuk mendapatkan kelasi tersebut karena liar dengan bermacammacam cara sampai akhirnya didapatkanya kelasi tersebut. Dalam hatinya berkata senanglah hati anaknya melihat kelasi ini” (paragrap ke-4). Dari kutipan di atas terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan maknanya adalah “bermacam-macam cara” dan “diusahakannya”. Kedua penanda tersebut menggambarkan sosok seorang ibu yang gigih mengusahakan menangkap seekor kelasi yang ditemukannya di ladang, dengan berbagai macam cara untuk diberikan kepada anaknya di rumah. Kerja keras yang
dilakukan oleh seoranng ibu membuahkan hasil yaitu mendapatkan kelasi yang ia inginkan untuk anaknya di rumah. c. Si Miskin Kutipan cerita yang menggambarkan nilai tidak mudah menyerah yang dilakukan oleh si miskin untuk menemui kerabatnya yaitu. “Si miskin tadi berniat lagi. Naiklah ke atas bukit lempang bertanya apakah orang di dalam batu masih hidup atau sudah mati. Masuk mimpi katanya kami sudah mati, ada juga yang sudah keluar”(paragrap ke-6). Dari kutipan di atas terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan maknanya yaitu “berniat lagi dan naiklah ke atas bukit.” Penanda tersebut menggambarkan sikap pantang menyerah yaitu dapat melihat kerja keras yang dilakukan oleh seseorang yang selalu berniat meminta bertemu dengan kerabatnya yang ada di rumah batu. Sampai-sampai ia naik ke atas bukit demi mencari petunjuk apakah kerabatnya masih hidup atau sudah mati. Dia tidak mudah menyerah dalam mendapatkan sesuatu. Dengan kerja keras yang ia lalukan pada akhirnya dapat bertemu dengan kerabatnya. d. Bapak Kutipan cerita berikut menggambarkan nilai pantang menyerah yang dilakukan oleh seorang bapak untuk menemui kerabatnya. “Bapak tadi masih berniat mau melihat roman wajah orang yang tadi, pergi lagi ke Lempang.” Dari kutipan tersebut terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan maknanya yaitu “pergi lagi dan masih.” Sudah jelas dari penanda tersebut terdapat nilai tidak mudah menyerah yang dilakukan oleh bapak. Ia masih ingin melihat orang yang mengangkatnya tadi dan ia tidak mudah menyerah dengan pergi lagi ke bukit untuk menemui orang tersebut. Hal ini yang lebih menguatkan bahwa kerja keras yang dilakukannya dengan tidak mudah menyerah sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan. e. Datuk Sikap tidak mudah menyerah yang diucapkan oleh datuk dalam cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari kutipan cerita berikut. “Ketika berjalan lagi beberapa meter cucunya berhenti lagi. Apalagi kata datuknya? Kata si cucu ada lagi orang menghadang. Luka atau tidak kata datuknya? Tidak kata si cucu, orangnya lain lagi. Ditebaskan lagi oleh datuknya mandau tadi lalu tertebas ke kaki cucunya, cucunya pun menjerit lalu digendong oleh datuknya sampailah ke rumah.” Dari penggalan cerita di atas terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan nilai tersebut yaitu “Ditebaskan lagi.” kita dapat melihat nilai kerja keras yang berupa kegigihan dan sikap pantang menyerah seorang datuk, walaupun pada akhirnya kerja keras yang dilakukannya melukai cucunya sendiri. Dalam penggalan cerita tersebut datuknya berulangkali menebaskan mandaunya ke jalan yang menurut penglihatan cucunya ada orang yang menghalangi mereka, padahal orang tersebut merupakan hantu. Hal ini merupakan bentuk kerja keras yang patut kita teladani dalam kehidupan sehari-hari yang tidak mudah menyerah dengan cobaan yang datang.
2. Mampu Memanfaatkan Sumber Daya dengan Baik Nilai kerja keras dengan mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik dalam Cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari hal yang dilakukan tokoh dalam cerita tersebut. a. Warga Kampung “Setiap hari dipahat sedikit demi sedikit, semua orang kampung memahatnya. Lalu terbentuklah lobang sebesar jari jempol dan dalamnya sekitar setengah meter”(paragrap ke-6). Dari kutipan tersebut, nilai kerja keras yang dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya dengan baik dapat kita lihat dari penanda berikut ini“Setiap hari dipahat dan semua orang kampung”. Penanda tersebut menjelaskan bahwa setiap hari warga kampung memahat batu. Apa yang dilakukan oleh orang kampung dan ketua adat mencerminkan sikap ketua adat yang dapat memanfaatkan sumber daya yang ada yaitu semua warganya untuk melakukan sesuatu yaitu memahat rumah yang menjadi batu agar bisa memasukkan nasi ke dalam rumah tersebut. Mereka mengerahkan usaha agar bisa melobangi rumah yang telah menjadi batu tersebut. Memanfaatkan sumber daya yang ada dengan baik juga dapat kita liat dari kutipan cerita berikut. “Lalu oleh masyarakat diantarkan ke atas rumah yang jadi batu tadi. Ditinggalkan dan ditemani oleh cucunya. Dibuatkan oleh orang pondok dari dedaunan” (paragrap ke-10). Berdasarkan kutipan tersebut terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan maknanya adalah “cucunya dan dedaunan.” Dari penanda tersebut tampak nilai kerja keras yang dilakukan oleh masyarakat yang dihubungkan dengan pemanfaatan sumber daya yang ada yaitu cucunya yang dimanfaatkan untuk menemani datuknya tidur di atas rumah yang menjadi batu tersebut. Sumber daya yang ada seperti dedaunan juga dimanfaatkan untuk melindungi diri dari bahaya yang tidak di inginkan ketika tidur di dalam hutan, dengan keterbatasan yang kita miliki kita dapat memanfaatkan sumber daya yang ada di sekeliling kita. Nilai ikhlas terbagi menjadi dua yaitu ikhlas dalam melakukan sesuatu dan ikhlas mendapatkan sesuatu. 1. Ikhlas dalam Melakukan Sesuatu Nilai ikhlas dalam melakukan sesuatu dalam Cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari hal yang dilakukan tokoh dalam cerita tersebut. a. Ibu Nilai ikhlas dalam melakukan sesuatu yang dilakukan oleh tokoh ibu dalam cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari kutipan berikut. “Digendonglah anak kelasi itu oleh ibunya sampai ke rumah” (paragrap ke-4). Dari kutipan kalimat di atas terdapat Penanda yang berperan penting dalam menentukan maknanya yaitu “Digendonglah.” Nilai ikhlas dalam melakukan sesuatu yang dilakukan seorang ibu menggendong anak kelasi dari ladang sampai ke rumah. Jika hal ini dilakukan dengan rasa tidak ikhlas maka akan sulit bagi seorang ibu menggendong anak kelasi yang didapatkannya dengan susah payah sampai ke rumah. Namun karena didasari oleh rasa ikhlas maka hal tersebut akan terasa mudah.
b. Kepala Adat Nilai ikhlas dalam melakukan sesuatu yang dilakukan oleh kepala adat dapat kita lihat dari penggalan cerita berikut. “Ia meminta bukakan sedikit rumah yang menjadi batu tersebut, ia kasihan dengan orang-orang di rumah batu tersebut mau di beri makan”(paragrap ke-6). Nilai ikhlas dalam penggalan cerita tersebut dapat kita lihat dari penanda “mau di beri makan.” Dari penanda tersebut dapat diketahui bahwa seorang kepala adat dengan ikhlas mau memberi makan orang yang ada di dalam rumah yang menjadi batu tersebut. Ia sangat kasihan karena jika tidak dia yang melakukannya siapa lagi yang akan memberi kerabat tersebut makan, dengan didasari rasa ikhlas makan ia rela memahat rumah yang menjadi batu tersebut agar bisa memberi makan kerabat yang ada di dalam rumah yang menjadi batu. Dengan ikhlas yang dilakukan, ia rela mengorbankan waktu dan materi demi kerabatnya. c. Kelompok Keluarga Kutipan berikut terdapat nilai ikhlas dalam melakukan sesuatu yang dilakukan oleh kelompok keluarga yaitu. “Pada waktu itu setiap kelompok keluarga giliran menggoreng nasi, nasi tersebut dihancur-hancurkan agar dapat masuk ke dalam lobang”(paragrap ke-6). Dari kutipan tersebut terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan maknanya ialah “kelompok, giliran, dan menggoreng.” Dari ketiga kata tersebut dapat dideskripsikan bahwa pada waktu itu setiap kelompok keluarga secara bergiliran menggoreng nasi. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok keluarga tersebut dengan ikhlas secara bergiliran menggoreng nasi untuk memberi makan orang yang ada di dalam rumah yang menjadi batu tersebut. Mereka tidak mengharapkan imbalan sedikit pun dari orang yang ada di dalam rumah tersebut, mereka hanya membantu agar mereka tidak kelaparan. Dari pemaparan di atas sudah cukup membuktikan bahwa kelompok keluarga tersebut ikhlas memberikan makanan kepada kerabatnya yang ada di rumah yang menjadi batu tanpa mengharapkan imbalan. d. Datuk Ikhlas dalam melakukan sesuatu dapat kita lihat dari penggalan cerita yang dilakukan oleh tokoh datuk berikut ini. “lalu digendonglah oleh datuknya sampai ke rumah”(paragrap ke-13). Berdasarkan kutipan tersebut penanda yang berperan penting dalam menentukan makna ikhlas dalam melakukan sesuatu ialah “digendonglah.” Dari penanda tersebut dapat peneliti paparkan bahwa seorang datuk yang rela menggendong cucunya sampai ke rumah karena kaki cucunya tertebas oleh mandau yang ditebaskannya ke jalan. Nilai ikhlas yang tercermin dari cerita ini sangatlah mulia. Selain seorang datuk yang telah ikhlas menggendong cucunya ia juga merupakan orang yang bertanggung jawab karena telah melukai kaki cucunya dan ia ikhlas membawa cucunya sampai ke rumah. Keikhlasan di dalam kutipan tersebut sudah cukup jelas jika kita lihat dari perbuatan datuk tersebut menggendong cucunya sampai ke rumah.
2. Ikhlas Mendapatkan Sesuatu berdasarkan analisis yang peneliti lakukan, terdapat nilai ikhlas mendapatkan sesuatu yang dilakukan oleh tokoh dalam cerita Bukit Bentangan. Seseorang yang ikhlas mendapatkan sesuatu walaupun itu hal yang tidak menyenagkan sekalipun ia akan terima apa adanya. a. Bapak Ikhlas dalam mendapatkan sesuatu yang dilakukan oleh tokoh bapak dalam cerita Bukit Bentangan dapat kita lihat dari kutipan berikut. “ Bisa atau tidak bapak disimbur dengan pasir? Bisa kata si bapak, lalu disimbur matanya dengan pasir kelilipan matanya”(paragrap ke-7). Berdasarkan kutipan di atas terdapat penanda yang berperan penting dalam menentukan makna ikhlas mendapatkan sesuatu yaitu “disimbur dan bisa.” Dari kedua penanda tersebut kita dapat lihat bahwa untuk bertemu dengan kerabatnya bapak tersebut mengikhlaskan matanya disimbur dengan pasir oleh orang yang menemuinya di atas rumah yang menjadi batu. Hal ini mengisyaratkan bahwa kita sebagai mahluk harus senantiasa memiliki sifat ikhlas dalam menerima sesuatu, baik itu sesuatu yang baik maupun yang buruk. Merelakan mata disimbur oleh sesesorang dengan pasir bukanlah merupakan suatu perbuatan yang mudah. Jika tidak didasari oleh rasa ikhlas maka bapak ini tidak akan merelakan matanya disimbur dengan pasir. Hal inilah yang memberikan penguatan bahwa bapak ini ikhlas menerima matanya disimbur dengan pasir. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada bagian pendahuluan telah diungkapan bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Cerita Bukit Bentangan. Nilai pendidikan yang dimaksud yaitu nilai Nilai jujur yang diwujudkan melalui hal-hal sebagai berikut: (1) jujur dalam bertutur kata; (2) jujur dalam mengakui sesuatu; (3) jujur dalam perbuatan. Nilai kerja keras yang diwujudkan melalui hal-hal sebagai berikut: (1) tidak mudah menyerah; (2) mampu memanfaatkan sumber daya dengan baik. Nilai ikhlas yang diwujudkan melalui hal-hal sebagai berikut: (1) ikhlas dalam melakukan sesuatu; (2) ikhlas mendapatkan sesuatu. Saran Berdasarkan hasil analisis yang telah peneliti lakukan ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut (1)Peneliti berharap penelitian ini dapat dilanjutkan karena penelitian ini hanya membahas tentang nilai pendidikan karakter saja. Jadi masih banyak aspek-aspek yang dapat diteliti misalnya struktur dan fungsi cerita Bukit Bentangan, dengan adanya penelitian selanjutnya berarti akan menyempurnakan analisis terhadap cerita Bukit Bentangan masyarakat Desa Riam Danau Kecamatan Jelai Hulu Kabupaten Ketapang. (2)Guru bidang studi bahasa Indonesia diharapkan mampu menerapkan materi khususnya tentang sastra yang benar-benar dekat dengan lingkungan siswa. Dengan demikian siswa tahu bahwa di daerahnya juga terdapat
karya sastra yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam pembelajaran. (3)Pihakpihak yang terkait dengan pelestarian budaya diharapkan dapat memperhatikan budaya-budaya yang ada di daerah Kabupaten Ketapang khususnya Kecamatan Jelai Hulu agar budaya-budaya yang ada tidak hilang tergerus oleh zaman yang semakin modern dengan jalan membuat buku kumpulan cerita rakyat. DAFTAR PUSTAKA Danandjaya, james. 2002. Folklor Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Edisi Revisi. Jakarta: MedPres. Kesuma, Dharma. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rudiana, 2012. 9 Karakter Guru Menyenangkan Berbasis Ramah Otak. Bandung: Smiles’s Indonesia Institute (SSI) Publishing. Samani, Muchlas dan Harianto. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa. Setiawan, Rudian. 2011. “Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazi”. Skripsi. Pontianak: Universitas Tanjungpura. Syam, Christanto. 2000. Buku Ajar Penelitian Sastra. Pontianak: FKIP Untan. Wellek, Rene, dan Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Zuriah, Nurul. 2011. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT Bumi Aksara.