NILAI BUDAYA DALAM CERITA SABUNZU SAROKNG ANTU SASTRA LISAN DAYAK SIMPAKNG KABUPATEN KETAPANG Bastian Arisandi, Martono, Laurensius Salem Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan Email:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini secara umum bertujuan untuk pendeskripsian nilai budaya dalam Cerita Sabunzu Sarokng Antu sastra lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode desktriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Sumber data dalam penelitian ini yaitu cerita Sabunzu Sarokng Antu ditranskripsikan tim dari Institut Dayakologi (ID). Penelitian ini menggunakan teknik pengamatan langsung, teknik wawancara dan teknik studi dokumenter. Alat pengumpul data yaitu alat-alat perekam seperti MP3, Camera Handy Camp, dan catatan khusus. Adapun kesimpulan penelitian sebagai berikut. (1) Nilai budaya hubungan manusia dengan religiusitasnya yaitu manusia percaya dan menggunakan jimat-jimat, manusia percaya dan menggunakan kekuatan gaib, serta manusia percaya dan meminta pertolongan sobat-sobatnya. (2) Nilai budaya hubungan manusia dengan manusia yaitu percaya diri, gotong-royong, kasih sayang, dan tolong-menolong. (3) Nilai budaya hubungan manusia dengan alam yaitu manusia tunduk kepada alam, manusia memanfaatkan alam dan manusia berhasrat menguasai alam. Kata kunci: nilai budaya, cerita rakyat Abstract: This study aimed to general description of cultural values in the story Sabunzu Sarokng Antu The Dayak’s Simpakng oral literature District Simpang Dua Ketapang. The research was conducted using qualitative methods desktriptif. The approach used in this study is a sociological approach to literature. Sources of data in this study are transcribed Antu story Sarokng Sabunzu team from the Institute Dayakologi (ID). This study used direct observation techniques, interview techniques and documentary study technique. Data collection tool that recording devices such as MP3, Camera Handy Camp, and a special note. The conclusions of the study as follows. (1) The value of man's relationship with the culture of the human religiusitasnya trust and use amulets, people trust and use magical powers, as well as the people believe and ask for help his buddies. (2) The value of man's relationship to human culture that is confident, mutual help, love, and mutual assistance. (3) The cultural value of human relationships with nature are subject to human nature, human nature and the human desire to utilize natural master. Keywords: culture, folklore
Sastra lisan adalah karya yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turuntemurun (Endaswara, 2008:151). Menurut Hutomo (1991: 1) “sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut)”. Sastra lisan memiliki ciri-ciri tertentu. Endraswara (2008: 151) mengemukakan ciri pengenal utama sastra lisan sebagai berikut. Ciri-ciri pengenal sastra lisan tersebut yakni, (1) lahir dari masyarakat yang polos, belum melek huruf, dan bersifat tradisonal; (2) menggambarkan budaya milik kolektif tertentu yang tidak jelas siapa penciptanya; (3) lebih menekankan aspek khayalan, ada sindiran, jenaka, dan pesan mendidik; (4) sering melukiskan tradisi kolektif tertentu. Budaya berasal dari kata budhi dan daya. Budhi berarti alat batin yang merupakan perpaduan dari akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Daya berarti kemampuan untuk bertindak (Koentjaraningrat, 1985: 9). Lebih lanjut Koentjaraningrat (1985: 9) mengemukakan “budaya adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil dan karyanya itu”. Adanya akal dan budi dalam diri manusia mengakibatkan manusia mampu menghasilkan kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (2002: 181) “kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu”. Seperti dijelaskan sebelumnya, budaya adalah daya dari budi berupa cipta, karsa dan rasa maka kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia. Terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan nilai budaya dalam karya sastra, antara lain penelitian oleh Rubi Maharmarani (2007), Fitri (2011), dan Fitri Junia (2011). Berdasarkan kesimpulan dari ketiga penelitian tersebut memang terdapat nilai budaya dalam sebuah karya sastra. Namun demikian, ketiga peneliti terdahulu di atas memfokuskan penelitian pada karya sastra modern yaitu novel dan cerpen, sedangkan penelitian ini fokus pada sastra daerah yakni sastra lisan tepatnya cerita rakyat. Melihat keberuntungan cerita Sabunzu Sarokng Antu (selanjutnya disingkat SSA) yang hanya sebatas pernah didokumentasi dan ditranskripsi saja. Sejak didokumentasikan dan ditranskripsikan oleh tim dari Institut Dayakologi hingga sekarang cerita ini dibiarkan terbengkalai. Dalam usaha melanjutkan usaha dari Tim institut Dayakologi tersebut, diperlukan usaha nyata agar cerita SSA tidak mengalami stagnasi penelitian. Hal ini juga menunjukkan adanya usaha agar cerita SSA tetap dapat dilestarikan dan mampu menggugah generasi muda Dayak Simpakng untuk tetap menaruh minat dan perhatian pada cerita rakyat maupun sastra daerah lainnya. Jika tidak maka sastra daerah umumnya dan cerita rakyat khusunya akan menjadi sastra yang “mati”. Senada dengan Syam (2010: 6) mengemukakan “jika tidak ada lagi yang berminat dengan sebuah sastra daerah, maka akan menjadi sastra yang statis, bahkan menjadi sastra yang mati”. Memperhatikan hal-hal di atas, mau tidak mau penelitian terhadap cerita SSA harus segera dilaksanakan. METODE Metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah-langkah sistematis (Subyantoro dan Suwarto, 2006: 30). Metode dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan, menggambarkan dan memaparkan data yang telah ditentukan sehingga dapat memberikan gambaran secermat mungkin mengenai nilai budaya dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Menurut Moleong (2010:11) “metode deskriptif digunakan karena data yang akan dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka”. Sesuai dengan pendapat tersebut, dalam penelitian ini ditampilkan kutipan-kutipan untuk memberi gambaran mengenai masalah penelitian. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2010: 4) “penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Sedangkan menurut Moleong (2010: 6) “penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneltian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah”. Berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Wallek dan Warren (1995: 23), peneliti menggunakan klasifikasi sosiologi karya sastra, karena dalam penelitian ini peneliti memfokuskan untuk melihat karya sastra dari sudut makna yang tersirat didalamnya. Hal yang dapat dilihat dalam karya sastra tersebut adalah nilai budaya yang terdapat dalam kata-kata, frasa ataupun kalimat dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu Sastra Lisan Dayak Simpakng Kecamatan Simpang Dua Kabupaten Ketapang. Sumber data dalam penelitian ini difokuskan pada buku cerita Sabunzu Sarokng Antu (SSA). Adapun buku cerita ini memiliki tebal 60 halaman, editor: F.X. Beleng, Livinus Prianidi, Sosimus dan Laurensius Salem. Diterbitkan oleh Institute of Dayakologi Research and Development (IDRD) pada tahun 1996 di Pontianak. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Nilai Budaya Dilihat dari Hubungan Manusia dengan Religi 1.1 Manusia percaya dan menggunakan Jimat-jimat Ngopikng inok neh iyu pecetn seh, Salabatn dietn pegi am nak ngunah Raja Macan seh. Dietn toh sosak paokng baritokng, salah daya bakalidar. Barok yo batanyak ngadu bonar ka parobat omat, pangaroh sungoh neh. Ngadu ka golakng golo paluncor, golakng golit lintah mangingap, palokam lidah antu, pangorikng tanok tamo, palias batu bomatn, kopoh batu barani, korak pinyang balabatn, batu api kuasa manyadi, batu olakng kuasa tarobakng, batu tingang kuasa neh banayang. (SSA: 2, P.3). Mereka bertekad akan menaklukan Raja Macan, mereka meminta kesediaan jimat-jimat seperti: golakng golo paluncor, golakng golit lintah mangingap, palokam lidah antu, pangorikng tanok tamo, palias batu bomatn, kopoh batu barani, korak pinyang balabatn, batu api kuasa manyadi, batu olakng kuasa tarobakng, batu tingang kuasa neh banayang untuk menemani mereka menaklukan Raja Macan. (SSA: 2, P.3) Pada kutipan di atas kekuatan berupa jimat-jimat seperti menjadi teman bagi Salabatn bersaudara. Mereka membutuhkan jimat-jimat agar bisa menaklukkan Raja Macan. Pada kutipan di atas tampak bahwa kepercayaan kepada jimat-jimat, bahkan tidak hanya percaya saja tetapi menggunakan jimat-jimat tersebut. … Baposeklah dietn seh ka pangaroh ungoh ka sobat aney-aney neh. Mpah neh panagroh dietn seh seja ka onak neh nulokng ngunah Raja Buakng seh. (SSA: 5, P.6) ... Mereka meminta bantuan jimat-jimat untuk membantu mereka. Dengan bantuan jimatjimatnya mereka semakin yakin bahwa Raja Beruang dapat mereka taklukkan. (SSA: 5, P.6) Tampak pada kutipan di atas, bahwa Salabatn bersaudara meminta bantuan pada jimatjimat ketika akan mencari dan membunuh Raja Beruang. Pada kutipan di atas juga tampak jimatjimat ini menjadi sesuatu yang mampu membangkitkan semangat Salabatn bersaudara. Jimatjimat tersebut mereka gunakan untuk membunuh Raja Beruang.
Lalu ngarasa pecetn idoh putn monakng ka gagah kuasa doh samuyak neh. Jak Salabatn dietn seh me golak, laga dietn putn odeh gak am pangaroh parubat. Dah nejelas le Salabatn padak panagroh ungoh dietn ka Kek Buakng seh mpah neh golak oakng idoh seh. (SSA: 7, P.9) Raja Beruang kemudian dengan bangga mengatakan bahwa ia memiliki berbagai jimat yang dapat menambah kekuatannya untuk menaklukan siapa saja yang berani menantangnya. Tetapi Salabatn pun tidak mau kalah balas menggertak. Dengan tegar ia bernafsu menantang Raja Beruang. Sedikitpun ia tidak gentar dan takut, sebab ia memiliki jimat-jimat yang dapat menaklukan semua raja di muka bumi ini. (SSA: 3, P.9) Dari kutipan di atas, tampak bahwa ketika akan bertarung maka jimat-jimat tersebut akan digunakan untuk menghadapi musuh. Memiliki kekuatan berupa jimat-jimat menjadi suatu kebanggaan, artinya kekuatan supranatural tersebut tidak hanya menjadi teman, tidak hanya menjadi sesuatu yang dipercayai tetapi lebih jauh menjadi sebuah kebanggan. Pada kutipan di atas, Raja Beruang tidak hanya percaya pada kekuatan jimat-jimat saja tetapi malah mengandalkan jimat-jimat tersebut. 1.2 Manusia Percaya dan Menggunakan Kekuatan Gaib … Ngopikng penyen seh, Sabunzu ngalumpat ka tonah, lalu moncokng botakng nyor barok senanar ka rumah denak seh. (SSA: 12, P.33) ... Mendengar ibunya mengeluh bahwa kayu penyangga itu patah, Sabunzu yang baru lahir beberapa hari saja melompat dari tempat tidurnya ke tanah. Secepat kilat ia memancung batang kelapa, dan menyandarkannya di samping rumah mereka. (SSA: 14, P.33) Pada kutipan tersebut di atas, Sabunzu sudah memiliki kekuatan gaib sejak ia masih kecil. Kutipan di atas menampilkan kekuatan seorang Sabunzu yang baru lahir beberapa hari saja tetapi sudah mampu memancung pohon kelapa lalu menyandarkan pohon kelapa tersebut ke rumah mereka yang hampir roboh. Kekuatan gaib Sabunzu tampak ketika ia yang baru lahir beberapa hari saja namun sudah bisa melompat ke tanah kemudian memancung pohon kelapa. Pada kutipan di atas tampak bahwa Sabunzu memang memiliki kekutan gaib yaitu bisa tumbuh hanya dalam beberapa hari sejak kelahirannya. Sabunzu tumbuh begitu cepat, bahkan ia langsung berjalan, berbicara layaknya orang dewasa. Kekuatan gaib pada Sabunzu tampak karena ia telah mampu berjalan, berbicaradan bekerja layaknya orang dewasa. Dukah toruh buratn dah nyen, oyap Sabunzu seh dari lam rumah, milakng onu sararat madeh nam mantoneh antakng di lapm rumah ncuh. Mpah neh katatuak Sabunzu bajalatnka lapm torutn ncus ka rumah Nek Inakng. (SSA: 13, P.36) Pada suatu kesempatan ketika kedua orang tua dan saudara-saudaranya pergi ke ladang, Sabunzu pergi jalan-jalan ke dalam hutan ia sendirian.t Tanpa direncanakan sampailah ia di rumah Nek Inakng. (SSA: 16, P.36) Pada kutipan tersebut di atas, tampak bahwa beberapa hari setelah kelahiran Sabunzu, ia sudah bisa berjalan ke dalam hutan. Kekuatan Sabunzu terletak pada ia mampu bejalan ke dalam hutan walaupun umurnya baru beberapa hari saja. Sangat tidak logis jika seseorang yang baru
lahir beberapa hari saja tetapi sudah bisa berjalan ke dalam hutan, namun dengan memiliki kekuatan gaib hal tersebut dapat terjadi pada diri Sabunzu. … Kibao le Buakng Dapat, sabentar takojot am inok neh pisatn seh. (SSA: 22, P.66). ... Sabunzu menolong Dara Bunga, hanya dengan sekali tiupan saja serta-merta Dara Bunga sadar dari pingsannya. (SSA: 27, P. 66) Kekuatan gaib Sabunzu tampak pada saat ia hanya dengan sekali tiupan saja sudah bisa menyadarkan Dara Bunga dari pingsannya. Membayangkan dengan hanya sekali tiupan saja berarti orang tersebut memang memiliki kesaktian yang luar biasa. Ia memiliki kekuatan gaib yang sangat hebat. Lelah nguleh neh, ntopm ngah-ngoh panyawak koh nto, pongatn gak dalapm pikng, je Buang Dapat gek ngarua neh. (SSA: 24, P.73) Sabunzu mengatakan kepada Tangak Onokng dan Tongkakng Tobu bahwa napasnya hampir putus ketika menyelam di sungai. Padahal ia hanya berpura-pura saja. (SSA: 30, P.73) Pada kutipan di atas Sabunzu menyelam ke dalam suangai sebenarnya bernapas seperti biasa. Namun agar tidak timbul kecurigaan dari Tangak Onong dan Tongkakng Tobu maka ia mengatakan bahwa napasnya hampir habis. Hal ini menandakan adanya kekuatan gaib yang di miliki Sabunzu. Dengan kekuatannnya tersebut Sabunzu mampu bernapas seperti biasa meskipun di dalam sungai. Kekuatan gaib pada Sabunzu tampak ketika ia mampu bernapas di dalam sungai. Seja me mansok akal gawe peto. Ncuba pantau oko teh je Sabunzu. Nakalilikng neh, panatah … panamaneh, kareot robah apm Kanyaok Tanok seh. (SSA: 28, P.91) Sabunzu menghampiri pohon tersebut, diletakannya parangnya ke sekeliling pohon kemudian dengan sedikit mantra pohon itu pun langsung tumbang. (SSA: 36, P. 91) Pada kutipan di atas, tampak kekuatan gaib Sabunzu ketika ia dengan mudahnya menebang pohon yang akan mereka buat menjadi sampan. Pada hal sebelumnya Tangak Onong dan Tongkakng Tobu sangat kesulitan menebang pohon tersebut karena bekas tebangan akan kembali tertutup. Sanampo… purus-purus ka ujokng, purus-purus ka putn neh, sanampo gek, dah nyen cus … takng ka manyadi Panyajab Lancakng Kuning apm. (SSA: 28, P.94) Karena Tangak Onong dan Tongkakng Tobu tidak berhasil, Sabunzu menghadap pohon yang sudah tumbang tersebut, ia mengusap kayu sambil mengelus-ngelus batang pohon itu hingga pangkalnya, dengan serta merta langsung menjadi sampan berbentuk Lancakng Kuning. (SSA: 36, P.94) Pada kutipan di atas tampak kekuatan yang luar biasa yang dimiliki Sabunzu. Ia memiliki kekuatan gaib yang mampu membuat sebuah perahu hanya dengan mengelus pohon. Hanya dengan mengusap pohon tersebut, maka langsung menjadi sebah sampan. Kekuatan gaib pada
diri Sabunzu tampak ketika ia hanya dengan mengusap kemudian mengelus-ngelus pohon menjadi sebuah sampan. Tangak Onong dan Tongkakng Tobu mori miak baliokng, sagala limas, ka parodah, lalu pegipm ba batn nengkoi orut. Tabok … tabok … kontan potir. Tabok … tabok … kontan porit. (SSA: 28, P.93) Kedua orang tersebut pulang ke rumah, mengambil peralatan seperti beliung, kampak, dan linggis. Mereka mulai mengerjakan membuat sampan. Tetapi ketika pohon yang sudah tumbang tadi semua bekas kampak dan beliung ternyata tertutup kembali pada saat membuat bagian lainnya. Pohon itu seakan-akan tidak pernah dipotong sama sekali. (SSA: 36, P. 93) Tampak pada kutipan di atas, pohon tersebut seakan-akan tidak pernah berbekas sedikitpun. Tangak Onong dan Tongkakng Tobu yang mengerjakan pohon tersebut tetapi tidak menghasilkan apa-apa. Berbeda dengan Sabunzu, hanya dengan mengelus-ngelus pohon tersebut sudah menjadi sebuah sampan. Seja me, jurut nya royakng oko teh je Sabunzu. Cui… ruja neh, dietn pun ngalumpat nganyurut royakng Sabunzu. Monik am ka sarakng Olakng seh. (SSA: 31, P.99) Melihat kedua temannya yang loyo itu, Sabunzu meludah ke arah sarang burung itu, bersamaan dengan air ludahnya keluar kedua pemuda tadi yang sudah siap-siap melompat mengikuti arah air ludah Sabunzu. Sungguh menakjubkan mereka melayang ringan hingga sampai ke sarang burung yang dimaksud. (SSA: 39, P.99) Pada kutipan di atas, tampak kekuatan gaib yang dimiliki Sabunzu berupa menerbangkan Tangka Onong dan Tongkakng Tobu hanya dengan air liurnya saja. Tangak Onong dan Tongkang Tobu sampai melompat-lompat tetapi tidak berhasil. Sedangkan Sabunzu dengan air liurnya mampu menerbangkan kedua sahabatnya itu. Hal ini menandakan bahwa Sabunzu memiliki kekuatan gaib yang luar biasa sehingga air liurnya saja mampu menerbangkan orang ke atas pohon. 1.3 Manusia Percaya dan Meminta Pertolongan Sobat-sobatnya Tiak Sabunzu Panyampo yakng nyok le Nek Buta tiatn seh, pangel nem sagala sobatn neh suroh monik koetn. Padak sobat neh dah bakolo suroh neh ngaluncor panyajab yakng dah jodi lengkap aba kamar neh nyen. Sabentar… pukng, ka pikng cuh. (SSA: 30, P.96) Sabunzu maju kemudian ia mengambil panyampo dan memanggil sobat-sobatnya agar datang ke situ. Setelah semua berkumpul Sabunzu menyuruh sobat-sobatnya meluncurkan sampan Lancakng Kuning ke sungai. (SSA: 36, P.96) Pada kutipan di atas, sobat-sobat tidak hanya membantu dalam keadaan berperang namun sobatsobat ini juga dipanggil ketika dalam kesulitan. Sabunzu yang memiliki sobat-sobat meminta pertolongan kepada sobat-sobatnya untuk membantu meluncurkan sampan ke sungai. Ini berarti sobat-sobat tersebut tidak hanya menjadi kepercayaan tetapi layaknya teman yang membantu dalam kehidupan sehari-hari. Barok opm Radetn Singkokng nak mintek tulokng ka padak sobat neh. Tampampusao iyo nampakng ka rumah bala sobat neh ncuh. (SSA: 36, P.109)
Radetn Singkong menemui sobat-sobatnya, ia minta pertolongan kepada para sobatnya. (SSA: 46, P.109) Pada kutipan di atas Radetn Singkong meminta pertolongan kepada para sobatnya, ia meminta sobat-sobatnya tersebut untuk membantunya dalam berperang melawan Sabunzu. Hal ini menandakan bahwa sobat ini merupakan sesuatu yang penting. Ini terbukti setiap adanya kesulitan tokoh-tokoh seperti Sabunzu dan Radetn Singkong pasti meminta pertolongan pada sobat-sobatnya. 2. Nilai Budaya Dilihat dari Hubungan Manusia dengan Manusia 2.1 Percaya Diri Ketika mendapat permintaan dari ibunya untuk mencari dan mengambil hati dan isi dalam daging Raja Macan, Raja Singa dan Raja Buta, Salabatn bersaudara penuh Percaya diri dalam memikul beban yang sangat berat ini. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut. … dietn toh sosak paokng baritokng, salah daya bakalidar. Barok yo batanyak ngadu bonar ka parabot omak, pangaroh sungoh neh. (SSA: 2, P.2) ... Kelima anak tersebut berjanji akan memenuhi keinginan ibunya. Mereka bertekad akan menaklukan Raja Macan, walaupun nyawa yang menjadi taruhannya. (SSA: 2, P.2) Pada kutipan di atas, percaya diri tampak dari kelima anak Dayakng Manyonakng. Kelima anak tersebut yakni Anak pertama bernama Lantankng Sabakng, anak kedua bernama Taji Kumakng, anak ketiga bernama Tarobakng Tingang, anak keempat bernama Bunga Nyamakng dan anak kelima bernama Salabatn Tingan Ramatn Gonap Tunok Jalayan Sangkap Dada. Mereka mendapat kepercayaan dari ibu mereka untuk mencari daging Raja Macan. Adanya rasa percaya diri ini merupakan akibat dari adanya keinginan untuk memenuhi permintaan ibunya yang sedang hamil dan mengidam makan daging Raja Macan. Ogotn taok kek, di ome semuyak neh odeh gak am. Malah odeh ladikng ncakng dari toni inok koh. Nansah saburatn toruh tautn tajapm neh. Nyak koh moncokng rango, rango potik, okapm lalu okapm pontikng je Salabatn gek. (SSA: 8, P.20) Namun Salabatn berujar bahwa tekad mereka sudah bulat untuk membunuh Raja Buta. Mereka siap menghadapi segala resiko yang akan muncul ... (SSA: 11, P.20) Pada kutipan di atas tampak bahwa mereka percaya diri pada saat akan menghadapi Raja Buta walaupun nyawa yang akan menjadi taruhannya. Jika tidak memiliki rasa percaya diri yang tinggi maka mereka tidak akan berani untuk memenuhi permintaan ibunya tersebut. Percaya diri pada Salabatn tampak ketika ia mengatakan bahwa tekad mereka sudah bulat hendak melawan dan membunuh Raja Buta. Percaya diri yang terdapat dalam diri Salabatn menimbulkan gejolak yang berubah menjadi tekad. Dengan percaya diri yang tinggi maka terbentuklah tekad yang kuat. Adanya percaya diri pada diri Salabatn maka tidak memandang resiko yang akan dihadapi. Ogotn gak taok kek, kuasa akek tingal di akek, kuasa ome tingal di ome je Salabatn. (SSA: 9, P.20) ... Salabatn mengatakan bahwa mereka tidak akan menyerah sebelum bertempur ... (SSA: 11, P.20)
Tampak pada kutipan di atas, Salabatn memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Adanya percaya diri dalam diri Salabatn tersebut mengakibatkan adanya dorongan untuk melakukan sesuatu dengan menyerah terlebih dahulu sebelum mencoba. Percaya diri yang tinggi akan menghasilkan sikap pantang menyerah dalam melakukan sesuatu. Pada kutipan di atas, Salabtan memang memiliki sikap percaya diri sehingga ia mengatakan tidak akan menyerah sebelum bertempur. Lalu Sabunzu pun diapm di rumah Tangak Onong denak. Iyo putn seonu-onu sararat ngontdi aba Tangak Onong dietn seh. (SSA: 22, P.64) Hanya dalam waktu singkat ia telah dapat menyesuaikan diri dengan orang-orang di kampung itu. Setiap hari ia menghabiskan waktunya dengan bermain-main bersama Tangak Onong dan kawan-kawannya. (SSA: 26, P.64) Pada kutipan di atas meskipun memiliki badan yang aneh dengan kulit yang penuh dengan bulu-bulu binatang, namun Sabunzu tetap percaya diri dalam menjalani kehidupan layaknya manusia biasa. Bahkan dari kutipan di atas, Sabunzu dapat dengan singkat menyesuaikan diri dengan orang di kampung tersebut. Dengan percaya diri Sabunzu mampu hidup di tengah-tengah orang kampung yang baru dijumpainya itu. Jika tidak memiliki kepercayaan diri bisa saja Sabunzu akan menjadi orang yang tertutup dan tidak bisa menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi karena ada rasa percaya diri dalam dirinya, Sabunzu justru menjadi seseorang yang pandai bergaul dan mampu menyesuaikan diri dengan orang disekelilingnya. 2.2 Gotong-royong … dah kobis Raja Macatn seh barok Salabatn nyopa posik neh yakng basukatn seh. Tiak dietn limak tarige dagitn Kek Raja Macatn nyen seh. (SSA: 4, P.5) ... Mereka mengambil bagian-bagian yang diiinginkan ibunya sebanyak satu tarige. (SSA: 5, P.5) Setelah Salabatn membunuh Raja Macan, maka ia harus mengambil daging-daging tersebut untuk di bawa pulang. Gotong-royong muncul ketika saudara-saudaranya yang ikut membantu untuk mengambil daging-daging tersebut. Gotong-royong tampak ketika mereka secara bersama-sama mengambil bagian-bagian Raja Macan sebanyak satu tarige. Jika tidak ada gotong-royong maka tentu saja akan kesulitan karena satu tarige itu ukuran membawa barang yang banyak. Ngarasa ngontdi ka ngontdi, Dara Gamiloh mule rosikng oakng neh. Lalu iyo baragah ka Buakng Dapat dietn je neh nto odop dah ngotupm, kadietn ngumpuh jak gawe kadietn pangangor minga. (SSA: 22, P.65) ... Dara Gamiloh meminta agar Tangak Onong, Tongkakng Tobu dan Buang Dapat agar tinggal di rumah saja dan menumbuk padi ... (SSA: 26, P.65) Tampak pada kutipan di atas ketika mendapatkan perintah dari Dara Gamiloh untuk menumbuk padi maka mereka bertiga pun melaksanakan perintah tersebut dengan bergotongroyong dalam menumbuk padi. Gotong-royong dalamhal ini yaitu mereka mengerjakan tugas tersebut secara bersama-sama. Mereka bekerja bersama-sama dalam menumbuk padi. Kerja
sama antara Sabunzu, Tongkakng Tobu dan Tangak Onong dalam menumbuk padi merupakan bentuk gotong-royong dalam melaksanakan suatu tugas yang dibebankan kepada mereka. …mori ka rumah miak baliokng, sagala ka limas, ka parodah, lalu pegi apm nangkoyi orut. (SSA: 28, P.92) Kedua orang tersebut pulang ke rumah, mengambil peralatan seperti beliung, kampak, dan linggis. Mereka mulai mengerjakan membuat sampan … (SSA: 36, P.92) Pada kutipan di atas tampak bahwa mereka mengerjakan kayu untuk sampan secara bersamasama. Sikap gotong-royong tampak ketika mereka mengerjakan membuat sampan. Mereka menggunakan peralatan seperti beliung, kampak dan linggis sebagai saran dalam melakukan gotong-royong tersebut. Setelah kayu menjadi sampan, maka sampan tersebut perlu di bawa ke sungai. Pada saat membawa sampan ke sungai maka ketiga orang ini yaitu Sabunzu, Tangak Onong dan Tongkakng Tobu secara bersama-sama menghanyutkan sampan ke sungai. Kasatn doduh joratn, tangkai alor neh matek ka arokgn pikng ncuh. (SSA: 30, P.94) ... Mereka membersihkan alur, membuat jalan menuju sungai. (SSA: 36, P. 94) Dengan bergotong-royong mereka membuat alur ke sungai agar sampan tersebut mudah untuk dihanyutkan ke sungai. Adanya gotong-royong membuat pekerjaan yang sulit menjadi mudah. Pada kutipan di atas, gotong-royong tampak ketika mereka secara bersama-sama membuat alur menuju sungai sehingga terdapat jalan untuk menghanyutkan sampan ke sungai. Lopas nyen seh basiap-siap apm dietn seh. Buakng Lantak, Kek Compit, Untui. Dietn seh nyiap orut, nganoatn sabelek sorakng nyak todikng. Mincakng sanapakng lantak, sarugi, bore aba burus sampe saparagokng kobekng neh. Orut kakaih nyen seh sarat. Dah nyetn seh putn barangkat apm. (SSA: 26, P.79) Semuanya bersiap-siap hendak berangkat ke medan laga. Mereka itu, yakni Buakng Lantak, Kek Cumpit, Untui juga termasuk anggota rombongan. Mereka mempersiapkan peralatan perang seperti tombak dan parang sepikul banyaknya. Yang lain menjemur padi untuk bekal di perjalanan masing-masing satu kaleng. (SSA: 33, P. 79) Pada kutipan di atas, tampak sikap gotong-royong masyarakat kampung dalam mempersiapkan segala keperluan untuk berperang melawan Radetn Singkong. Mereka bergotong-royong dalam menyiapkan segalanya. Ada yang membuat peralatan perang seperti tombak dan parang. Ada juga yang mempersiapkan bekal dalam perjalanan. Kerja sama dalam mempersiapkan alat-alat dan perlengkapan perang tersebut merupakan bentuk gotong-royong yang terjadi dalam masyarakat kampung. Mereka merasa berperang merupakan kebutuhan bersama, maka mereka bergotong-royong mempersiapkan segalanya secara bersama-sama. Ada yang mempersiapkan senjata perang, ada yang mempersiapkan bahan makanan. Ini merupakan bentuk gorong-royong masyarakat dalam mempersiapkan keperluan berperang. 2.3 Kasih Sayang Dah sabat barok lantakng Sabakng dietn seh mori. Monik ka rumah nayok ka inok neh dagikng Kek Raja Buta seh. Madah apm oakng inok seh. Salabatn kopih? Je inok neh. Oh
Salabatn mesah pasek gek, iyo dah sabat aba Tuan Puteri Rante Omas, onak bunso Raja Meser. (SSA: 11, P.28) Ibunya sangat senang karena anak-anaknya berhasil membawa daging Raja Buta. Ketika ia tidak melihat Salabatn ia menjadi khawatir. Lantang Sabakng menjelaskan bahwa Salabatn sudah menikah dengan putri bungsu Raja Meser. (SSA: 13, P. 28). Tampak pada kutipan di atas, karena kasih sayang orang tua Salabatn kepada Salabatn maka mereka khawatir karena Salabatn tidak ada di antara saudara-saudaranya. Adanya rasa khawatir dari orang tua Salabatn merupakan bentuk rasa sayang kepada anaknya. Kasih sayang tersebut tampak berupa khawatir akan anaknya. Pada hal sudah dijelaskan bahwa Salabatn sudah tinggal dengan Raja Meser karena menikah dengan Raja Meser. Tetapi ibu Salabatn tetap khawatir akan keadaan anaknya tersebut. Perasaan khawatir tersebut sebagai akibat karena ia sayang pada Salabatn. Kasih sayang yang tulus seorang ibu kepada anaknya, yaitu Ibu Salabatn kepada Salabatn. Eh, barok gak babelas tautn umor Salabatn, kanih nak bajodo, je opak neh. (SSA: 11, P.29) Walaupun begitu ayah dan ibu mereka menjadi sangat khawatir karena usia Salabatn masih sangat muda. (SSA: 13, P. 29) Tampak pada kutipan di atas, kedua orang tua Salabatn sangat khawatir. Hal ini menandakan bahwa orang tuanya memiliki kasih sayang kepada Salabatn. Adanya rasa kasih sayang tersebut dibuktikan dengan timbulnya rasa khawatir dalam diri mereka. Mereka sayang kepada Salabatn sehingga menimbulkan rasa khawatir. Kasih sayang orang tua kepada anaknya tampak dalam peristiwa di atas. Yak apm ngorupm nyen tangkayi todikng neh, katupat tujoh bajomat, topokng tujoh bajuntokng. Tis sangkitek tujoh baritek. (SSA: 17, P.50) Malamnya kedua orang tuanya mempersiapkan apa yang Sabunzu butuhkan dalam perjalanannya. Mereka membuat ketupat sebanyak tujuh buah dan topokng sebanyak tujuh butir. (SSA: 20, P.50) Pada kutipan di atas, tampak kasih sayang orang tua Sabunzu kepada Sabunzu. Mereka mempersiapkan segala bekal yang dibutuhkan Sabunzu selama perjalanan. Kasih sayang tersebut dibuktikan dengan kesediaan orang tua Sabunzu dalam menyediakan apa yang Sabunzu butuhkan dalam perjalanannya. Kasih sayang mereka kepada Sabunzu tampak ketika mereka mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan Sabunzu dalam perjalannya. Mereka sayang kepada Sabunzu sehingga mereka mau dan bersedia menyiapkan segala keperluan tersebut. Mereka menyediakan ketupat sebanyak tujuh buah dan topong sebanyak tujuh butir. Hnga, lamun odeh oakng moh baragah apm. Mongkat apm. Terus terang ka onya muntuh. Baragah ka opak inok mohka odek posik moh. Oakng mepm parapm-parapm je Nek Inang. (SSA: 15, P.45) Nek Inang dan suaminya mencari pernyebab perubahan pada diri Sabunzu, mereka berucap dengan halus berterusteranglah beritahukanlah juga apa penyebabnya siapa tahu mereka bisa membantu. (SSA: 17, P.45)
Pada kutipan di atas, tampak kasih sayang Nek Inang kepada Sabunzu berupa berucap dengan halus agar Sabunzu berterus terang kepada mereka. Nek Inang dengan penuh kasih sayang peduli kepada Sabunzu yang sedang sedih. Ia berusaha mencari tahu gerangan apa yang terjadi pada Sabunzu sehingga Sabunzu tidak seperti biasanya. Nek Inang membantu Sabunzu dalam mencarikan jalan keluar masalah yang dialami Sabunzu. Dalam hal ini kasih sayang Nek Inang tergambar dalam beberapa bentuk. Pertama Nek Inang memberikan saran agar Sabunzu berterus terang memberitahukan gerangan apa yang terjadi. Kedua Nek Inang dan suaminya berusaha menghibur Sabunzu dengan berucap kata-kata yang halus. Ketiga Nek Inang dan suaminya memberikan jalan keluar kepada Sabunzu yang sedang dalam keadaan sedih. Ngarasa pecetn, dah mongkat bis kolapm neh nyetn, Inek Inakng putn nyobot Bunga Idop Pamalek Mati barok nyok doh ka Sabunzu. (SSA: 16, P.84) Besoknya pagi-pagi sekali Nek Inang menyiapkan segala sesuatu yang akan diberikan kepada Sabunzu, termasuk sebatang Bunga Idop Pamalek Mati yang dapat memberikan isyarat-isyarat tertentu. (SSA: 18, P. 84) Kasih sayang tampak ketika Nek Inang mempersiapkan segala sesuatu yang akan diberikan kepada Sabunzu. Nek Inang bahkan memberikan sebatang bunga yang mampu memberikan isyarat-isyarat tertentu untuk bekal Sabunzu selama perjalanannya mencari wanita cantik yaitu Putri Dengor Mas. Bunga tersebut memiliki kesaktian. Rasa sayang Nek Inang kepada Sabunzu tampak ketika ia membantu Sabunzu menyiapkan segala keperluan Sabunzu untuk mencari wanita cantik yang ia lihat di dalam tajau kaca. Selain itu Nek Inang menyerahkan Bunga Idop Pamalek Mati. Bunga ini memiliki kesaktian yang dapat memberitahukan keadaan seseorang ketika berperang. Dah ngorupm neh bapkat, Lantakng Sabakng, Taji Kumakng, Tarobakng Tingang, Bunga Nyamakng, Salabatn Tingan Raman Gonap Tunok jalayatn Sangkap Dada dietn seh. Lalu pangel neh le Salabatn sagala sobat neh saek seh, monik bakng am. Suit denak tarobakng apm mananu danger yankng baguncakng bagangirikng seh. (SSA: 42, P.126) Lantakng Sabakng, Taji Kumakng, Tarobakng Tingang Bunga Nyamakng, Salabatn Tingan Raman Gonap, Tunok Jalayan Sangkap Dada mengadakan perundingan. Mereka berunding untuk berangkat membantu Sabunzu yang sedang berperang. Salabatn memangil semua sobatnya. Semua sobatnya memenuhi undangannya. Mereka terbang mendekati tempat berlangsungnya pertempuran. (SSA: 54. P.126) Saudara-saudara Sabunzu mengadakan perundingan. Mereka berunding untuk membantu Sabunzu yang sedang berperang. Adanya kasih sayang saudara-saudara Sabunzu keada Sabunzu tampak ketika mereka sepakat untuk membantu Sabunzu yang sedang berperang. Kutipan di atas menampilkan kasih sayang saudara-saudara Sabunzu kepada Sabunzu berupa membantu Sabunzu yang sedang berperang. 2.4 Tolong-menolong Mo diapm apm ngoto. Gawe omo nganoatn, ngumpuh dah samonu ngotoh dori, mokatn dori, ngotoh manok inek je Nek Inang.(SSA: 14, P.38) Sabunzu diminta Nek Inang untuk menunggu rumah, memberikan makanan pada ternak piaraaan Nek Inang dan membersihkan pekarangan rumah. (SSA: 15, P.38)
Pada kutipan di atas tampak bantuan Sabunzu kepada Nek Inang yakni menunggu rumah, memberikan makan ternak piaraan dan membersihkan pekarangan rumah. Adanya sikap Sabunzu yang menolong Nek Inang tersebut tentu mempermudah pekerjaan Nek Inang. Ia menjadi sangat terbantu dengan pertolongan dari Sabunzu. Lamun odeh oakng baragah apm. Mongkat apm. Terus terang ka onya muntuh. Baragah ka opak ino moh ka odek posik mo. Oakng mepm parapm-parapm je Nek Inang. Barok apm kadupak mongkat Sabunzu seh. (SSA: 15, P.45) Nek Inang dan suaminya mencari penyebab perubahan pada diri Sabunzu, mereka berucap dengan halus berterusteranglah beritahukanlah juga apa penyebabnya siapa tahu mereka bisa membantu. (SSA: 17, P.45) Pada kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Nek Inang membantu menenangkan Sabunzu yang sedang sedih. Mereka menolong Sabunzu agar menceritakan yang telah terjadi sebenarnya. Pertolongan yang diberikan oleh Nek Inang dan suaminya berupa saran agar Sabunzu mau menceritakan penyebab ia menjadi sedih. Mereka menolong Sabunzu dengan cara mau mencari penyebab Sabunzu menjadi sedih. Kibao le Buakng Dapat, sabentar takojot apm inok neh pisatn. (SSA: 22, P.65) ... Sabunzu menolong Dara Bunga, hanya dengan sekali tiupan saja serta-merta Dara Bunga sadar dari pingsannya. (SSA: 27, P.65) Pada kutipan di atas, tampak pertolongan yang diberikan Sabunzu kepada Dara Bunga. Berkat pertolongan dari Sabunzu, Dara Bunga sadar dari pingsannya. Tolong-menolong tampak ketika Sabunzu menyembuhkan Dara Bunga sehingga Dara Bunga sadar dari pingsannya. Sabunzu menyadarkan Dara Bunga dari pingsannya merupakan bentuk adanya pertolongan yang diberikan oleh Sabunzu kepada Dara Bunga. Nakalilikng neh, panatah… panamaneh, kareot… robah apm Kanyaok Tanok seh. (SSA: 28, P.90) Sabunzu menghampiri pohon tersebut, diletakannya parangnya ke sekeliling pohon kemudian dengan sedikit mantra pohon itu pun langsung tumbang. (SSA: 35, P.90) Pada kutipan di atas, tampak bantuan yang diberikan oleh Sabunzu berupa membantu menebang pohon. Ia membantu kedua sahabatnya Tangak Onong dan Tongkakng Tobu sehingga pohon tersebut bisa tumbang. Bantuan Sabunzu tersebut merupakan bentuk pertolongan dari Sabunzu karena kedua sahabatnya tersebut kesulitan dalam menebang pohon. Eh me, jurut nya royakng oko teh Je Sabunzu. Cui… ruja neh, cus… dietn ngalumpat nganyurut royakng Sabunzu. Monik apm ka sarakng Olakng seh. (SSA: 31, P.98) Melihat kedua temannya yang loyo itu, Sabunzu meludah ke arah sarang burung itu, bersamaan dengan air ludahnya keluar kedua pemuda tadi yang sudah siap-siap melompat mengikuti arah air ludah Sabunzu. Sungguh menakjubkan mereka melayang ringan hingga sampai ke sarang burung yang dimaksud. (SSA: 39, P.98)
Pada kutipan di atas tampak Sabunzu menolong Tangak Onong dan Tongkakng Tobu sehingga mereka sampai ke sarang milik Nek Elang. Tolong-menolong tampak pada saat Sabunzu mengeluarkan air ludahnya yang mengakibatkan kedua temannya melayang ke sarang burung Nek Elang. Berkat bantuan dari Sabunzu mereka berhasil mencapai sarang burung yang berada di atas pohon tersebut. Pertolongan dari Sabunzu berupa menerbangkan kedua sahabatnya ke sarang burung menandakan bahwa memang terdapat sikap agar saling menolong dalam cerita ini. Dah samonu onu… lalu Sabunzu putn diapm di rumah Tangak Onong denak. (SSA: 22, P.63) Menjelang sore, Tangak Onong mengajak Sabunzu bermalam ke rumahnya. Ia mengajak dengan penuh persahabatan ... (SSA: 26, P.63) Pertolongan dari Tangak Onong kepada Sabunzu berupa mengajak Sabunzu untuk tinggal dengan keluarganya. Padahal Tangak Onong baru mengenal Sabunzu. Ini menandakan tolong-menolong mesti tidak hanya kepada orang yang kita kenal melainkan kepada orang yang baru dikenal. Tolong-menolong tampak ketika Tangak Onong mengajak Sabunzu tinggal di rumahnya. Sabanzu putn simak ka tunu bau Nek Buta. Katengah demak nyamorakng, Sabunzu baposek ka Nek Buta. “Kopih akek, bonih kapm. Eh akek moh dah kobis. Kabis le Lantakng Sabakng dietn saek seh waktu nyaroda ka omo je Nek Buta. (SSA: 19, P.56) Nek Buta membantu Sabunzu menyeberangi lautan dengan membawa Sabunzu di atas bahunya. Dengan cekatan Sabunzu naik ke atas bahu Nek Buta. Tanpa kesulitan berarti raksasa itu menyeberangi lautan sambil membawa Sabunzu. Di tengah perjalanan Nek Buta mengatakan nasib yang menimpa suaminya Kek Buta. Nek Buta mengatakan bahwa Salabatn bersaudara telah membunuh suaminya untuk diambil dagingnya untuk memenuhi keinginan ibu Sabunzu ketika mengandung pada Sabunzu. (SSA: 22, P.56) Pada kutipan di atas, pertolongan dari Nek Buta berupa membantu Sabunzu menyeberangi lautan dengan cara membawa Sabunzu ke bahunya. Tolong-menolong tampak ketika Nek Buta membantu Sabunzu menyeberangi lautan. Tolong-menolong dari Nek Buta adalah bentuk pertolongan yang tanpa memandang apakah orang tersebut pernah berbuat kesalahan. Pada kutipan di atas juga tampak bahwa bantuan Nek Buta tidak memandang bahwa dulunya sebelum Sabunzu lahir, saudara-saudara Sabunzu telah membunuh suami Nek Buta. Lalu Sabunzu putn malapm di rumah Nek Buta. Dah duok dah onih neh demak putn bagesah apm. (SSA: 19, P.58) Malam itu pun Sabunzu tidur di rumah Nek Buta. Ia diperlakukan seperti tamu agung saja, Nek Buta menyediakan makanan dan tempat tidur yang istimewa baginya. (SSA: 23, P.58) Pada kutipan di atas, tampak pertolongan yang diberikan Nek Buta bukan hanya menolong biasa-biasa, melainkan memang pertolongan yang istimewa kepada Sabunzu. Ini tergambar ketika Nek Buta menyediakan makanan dan tempat tidur, bahkan dikatakan Sabunzu layaknya tamu agung. Pertolongan Nek Buta kepada Sabunzu terbilang sangat istimewa.
Meskipun Sabunzu tidak terlibat langsung dalam pembunuhan suami Nek Buta, namun saudarasaudaranya merupakan pembunuh suami Nek Buta tersebut. Dah onu ikah neh nyen, nyok doh gek bala pangaroh. Eh mun nu paji omo odeh onihonih nehdi joratn, sapa nam oko je Nek Buta, samel doh munyok pangaroh seh. (SSA: 20, P.59) Esoknya Sabunzu mohon diri untuk melanjutkan perjalanannya. Nek Buta memberikan beberapa jimat. Ia berpesan jika dalam kesulitan panggil saja dia, maka dengan senang hati ia akan datang membantu Sabunzu. (SSA: 23, P.59) Pada kutipan di atas, tampak pertolongan Nek Buta kepada Sabunzu dengan memberikan jimat-jimat. Nek Buta membantu Sabunzu agar Sabunzu selamat selama diperjalanan. Adanya sikap membantu dari Nek Buta merupakan bukti nyata adanya sikap tolong-menolong dari Nek Buta kepada Sabunzu. 3. Nilai Budaya Dilihat dari Hubungan Manusia dengan Alam 3.1 Manusia Tunduk kepada Alam Tonakng mampu, memang mampu oko toh. Jak neh oko mintek sarat. Sarat neh, Tangak Onong doduh Tongkakng Tobu arus tujoh kali kobis je Kanyaok Tanok. (SSA: 27, P.86) Sebelumnya Pohon Kanyaok Tanok meminta syarat, syaratnya tersebut adalah supaya Tangak Onong dan Tongkakng Tobu meninggal dunia sebanyak tujuh kali. (SSA: 34, P.86) Pada kutipan di atas, tampak bahwa Sabunzu tunduk kepada alam, yaitu Pohon Kanyaok Tanok. Ia tunduk kepada Pohon Kanyaok Tanok dengan menerima syarat bahwa ke dua sahabatnya akan meninggal tujuh kali. Sabunzu harus merelakan sahabatnya meninggal sebanyak tujuh kali baru ia bisa mengambil pohon untuk dijadikan sampannya. Dalam hal ini sangat jelas bahwa manusia tunduk kepada alam. Pohon-pohon merupakan bagian dari alam. Pohon Kanyaok Tanok memberikan syarat-syarat yang berat yaitu kelak sahabat Sabunzu, Tangak Onong dan Tongkakng Tobu meninggal sebanyak tujuh kali. Sabunzu menerima syarat tersebut, berarti dia tunduk kepada pohon tersebut. Artinya Sabunzu tunduk kepada kuasa alam. Buakng Dapat dietn seh monik ka bak tolok keramat onya. Di ngoen seh Buakng Dapat seh nak ngibar jala. … mulok am iyo ngibar jala ngoen. Dah kibar seh tarek. Tarektarek meleh, sangkut apm jala seh. (SSA: 24, P.70) Hari itu Sabunzu, Tangak Onong dan Tongkakng Tobu menjala ikan. Mereka sampai di sebuah teluk yang dianggap keramat. Sabunzu mengibarkan jalanya di situ. Jala benarbenar tersangkut di dalam sungai. Sabunzu menyelam ke dalam sungai. (SSA: 29, P.70) Pada kutipan di atas, manusia tunduk kepada alam. Bentuk tunduk kepada alam tersebut berupa mengkeramatkan sebuah teluk. Jika sesuatu dianggap keramat maka sesuatu tersebut menjadi sesuatu yang ditakuti. Begitu juga dengan teluk tersebut. Teluk tersebut dianggap keramat maka manusia tunduk kepada keramatnya teluk tersebut. Dikatakan juga pada peristiwa di atas bahwa karena Sabunzu nekat untuk mengibarkan jalanya, maka jala tersebut tersangkut di dalam sungai. Keramat merupakan suatu kepercayaan yang menganggap suatu tempat tidak boleh dikunjungi atau di ambil didaerah tersebut.
3.2 Manusia memanfaatkan alam … nyaroda nto seh takng ka cokok ka bala pongan gagah barani, kuat kuasa. Cokok ka Raja Tamau, Raja Buakng, Raja Munsakng, Raja Sawa, Raja Rima, cokok ka Raja Todokng aba Raja Macatn doetn apm. (SSA: 1, P.2) ... Sang Ibu mengidam hal-hal yang aneh. Ia ingin sekali makan daging Raja Macan, Raja Beruang, dan Raja Buta ... (SSA: 1, P.2) Pada kutipan di atas, tampak bahwa daging Raja Macan, daging Raja Beruang dan daging Raja Buta dapat di cari ke dalam hutan. Alam menyediakan daging-daging dari binatangbinatang tersebut. Hal ini menandakan bahwa alam menyediakan keperluan berupa dagingdaging. Daging-daging dari binatang-binatang tersebut sudah ada di dalam hutan. Sehingga semuanya sudah tersedia di dalam hutan. Manusia memanfaatkan alam dengan mengambil daging-daging hewan tersebut yang sudah disediakan oleh alam. Mpah neh katatuak Sabunzu bajalatn seh, takng ka ncus… ka rumah Nek Inang. Iyo di ngoih gila mintek duok ka Nek Inang. (SSA: 13, P.35) Sabunzu jalan-jalan ke dalam hutan. Sabunzu sampai di rumah Nek Inang, seorang nenek yang sakti yang hidup di tengah-tengah hutan belantara ... (SSA: 14, P.35) Pada kutipan di atas, alam menyediakan tempat tinggal bagi manusia. Hutan yang merupakan bagian dari alam adalah tempat manusia untuk tinggal. Kutipan di atas menggambarkan bahwa alam tidak hanya menyediakan tempat untuk tinggal bahkan tempat yang menyediakan manusia untuk hidup. Artinya alam tidak dipisahkan dari kehidupan. Manusia memanfaatkan alam tergambar pada Nek Inang yang memanfaatkan alam berupan hutan belantara untuk tempat ia tinggal. Hutan dimanfaatkan oleh Nek Inang untuk tempat tinggalnya menandakan bahwa alam menyediakan hutan untuk manusia tinggal. Keperluan tersebut adalah tempat tinggal. Adanya hutan berarti alam menyediakan segala keperluan manusia. Pongan inek neh doduh galak ka muh tiap onu dari ngkolapm sampe samonu. (SSA: 13, P.43) Malampun tiba. Nek Inang dan Suaminya tiba pula di rumah setelah seharian penuh bekerja di ladang ... (SSA: 15, P.43) Pada kutipan di atas tampak bahwa Nek Inang dan suaminya berladang. Alam dengan tanah-tanah menyediakan semuanya termasuk bagi manusia untuk berladang. Alam menyediakan hal tersebut untuk dimanfaatkan. Dalam hal ini Nek Inang dikatakan memanfaatkan alam untuk dijadikan tempat berladang. Panyakng-panyakng neh cus ka Kanyaok Tanok. Panananer neh gek le Sabunzu seh, lalu sanamot neh. (SSA: 27, P.85) Akhirnya Sabunzu sampai ke Pohon Kanyaok Tanok. Sabunzu bertanya dan ternyata pohon itu menerima tawaran Sabunzu dengan senang hati. (SSA: 34, P.85) Pada kutipan di atas, tampak bahwa pohon-pohon diperlukan sebagai bahan sampan Panyajab Lancakng Kuning. Pada peristiwa 85, pohon tersebut bahkan dapat membantu Sabunzu
untuk dijadikan bahan membuat sampan dengan senang hati. Pohon-pohon merupakan bagian dari alam. Segala macam pohon terdapat di dalam hutan. Ini menandakan bahwa memang alam menyediakan segala keperluan bagi kehidupan manusia. Taninyau neh mateh ka ronyet madeh yakng kona di oakng neh. Dah nyen parati gek ka tonah mpah neh, malak ka Dengor Mas tengah manek yakng sapuloh me tesaikng, sabelas me tasama jangak neh. Tujoh gontakng garumok neh, kalapatn neh barabe ka omas. Lantas tiakng basonar, terus papatn padudok jangak neh. Yakng bagamala, yakng batasi badanoli, seja madeh apm yakng ngalah neh. (SSA: 14, P.41) Ia mengarahkan tajau kaca ke arah langit, tetapi tak seorangpun penghuni langit berkenan di hatinya. Ia mengarahkan tajau kaca ke bumi. Ia melihat seorang gadis cantik yang sedang mandi di sebuah sungai. Rambut gadis itu berwarna keemasan sedikit ikal bak mayang mengurai. Wajahnya bulat telur dan senyuman menawan. Ia kelihatan lebih cantik dengan jari jemarinya yang lentik dan halus. (SSA: 16, P.41) Pada kutipan di atas tampak bahwa sungai diperlukan manusia ketika hendak mandi. Gadis yang disebutkan di atas sedang mandi di sungai. Alam dengan sungai-sungainya sudah tersedia untuk keperluan hidup manusia. Dalam kutipan di atas keperluan tersebut adalah untuk mandi. Manusia memerlukan sungai untuk mandi, dan alam menyediakan sungai-sungai tersebut untuk dimanfaatkan oleh manusia untuk mandi. Manusia memanfaatkan sungai untuk mandi. Segala keperluan manusia sudah disediakan oleh alam hanya apakah manusia mampu untuk memanfaatkannya. Onu pangampat neh dietn putn barangkat am balayar. Tangak Onong doduh nyontdikng bore latok sabilah sorakng. (SSA: 30, P.97) Masuk hari keempat Sabunzu, Tangak Onong dan Tongkakng Tobu pun mulai berlayar. (SSA: 38, P.97) Pada kutipan di atas, tampak bahwa sungai diperlukan oleh manusia sebagai alat transportasi. Alam dengan sungai-sungai sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Keperluan manusia sangat terbantu dengan adanya sungai. Satu diantaranya adalah sungai dapat dijadikan sarana transportasi. Pada peristiwa 97 di atas, Sabunzu, Tangak Onong dan Tongkakng Tobu berlayar. 3.3 Manusia Berhasrat Menguasai Alam O, bakabar benar apm am jerak neh Tapakgn seh, me mampu nulokng. Ngopikng Tapang meleh neh nulokng seh, sintak neh bore dalapm sarokng neh, tes pancokgn nem, robah am jerak Tapang nyetn seh. (SSA: 27, P.34) Pohon tapang minta maaf yang sebesar-besarnya karena dia tidak mampu menolong. Dengan serta merta Sabunzu menarik parang dari sarungnya diayunkannya ke pohon tapang yang tidak mau bersahabat dengannya maka dengan sekali pancung robohlah pohon tapang tersebut. (SSA: 34, P.82) Pada kutipan di atas, tampak bahwa Sabunzu sangat berkuasa atas pohon tapang. Ia menebang pohon tapang padahal pohon tersebut sudah minta maaf. Ini menandakan bahwa
manusia sangat berkuasa atas alam. Pohon-pohon di tebang. Pohon-pohon tersebut merupakan bagian dari alam, karena pohon-pohon tumbuh di dalam hutan. Tidak hanya terhadap pohon tapang, pohon-pohon lainnya yang tidak mau membantu Sabunzu langsung di tebang juga. Oko lamun ncakng mo badagakng balok laba, ncakng moh bauma bokah podi, seja onak koh. Jak lamun ncakng moh baperakng lanakng babunoh lanok, oko seja kabar benar, batutor bujor apm. Oko me gagah kuasa je Kaladatn Bonakng. Sintak Sabunzu pedang, des… pancokng neh robah apm Kaladatn Bonakng seh. (SSA: 27, P.83) Sabunzu menanyakan kesanggupan pohon tersebut, tetapi pohon itu dengan sangat menyesal tidak bisa memenuhi permintaan Sabunzu. Tanpa ragu-ragu Sabunzu menarik parangnya dan langsung memancung pohon kaladatn tersebut. Bagaikan gempa bumi pohon keladatn jatuh ke bumi. (SSA: 34, P.83) Pada kutipan di atas, tampak bahwa Sabunzu memang merasa berkuasa atas pohon kaladatn. Memang pohon tersebut tidak bisa membantu tetapi pohon tersebut sudah minta maaf. Ini menandakan bahwa manusia berhasrat menguasai alam. Manusia merasa pohon-pohon harus tunduk kepada manusia. Barok dietn lalu gek mananu Banuah Kalakacakng, pecetn gak apm panyamot neh. Lalu gek ka Marebo, pecetn gak am. (SSA: 27, P.84) Selanjutnya Sabunzu menuju sebatang Pohon Banuah Kalakacakng. Ia pun meminta kesediannya, tetapi pohon itu tidak sanggup. Bertanya lagi kepada Pohon Merabo jawaban sama menyatakan tidak sanggup maka semua pohon yang menolak membantu dibabatnya habis. (SSA: 34, P.84) Pada kutipan di atas, tampak bahwa Sabunzu sangat berkuasa atas pohon Banuah kalakacakng dan juga pohon Merabo. Kedua pohon tersebut di babat habis oleh Sabunzu. Ini menggambarkan bahwa manusia berhasrat menguasai alam berupa pohon-pohon. Manusia merasa berkuasa atas alam. Segala kemauan manusia harus disanggupi oleh alam. SIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini bahwa dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu terdapat nilai-nilai budaya. Selain itu cerita ini juga bermanfaat bagi pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Penjelasan kesimpulan di atas diuraikan sebagai berikut. Nilai budaya dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu dilihat dari hubungan manusia dengan Tuhan yakni manusia percaya dan menggunakan jimat-jimat, manusia percaya dan menggunakan kekuatan gaib, serta manusia percaya dan meminta pertolongan sobat-sobatnya. Nilai budaya hubungan manusia dengan manusia dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu yakni: percaya diri, gotongroyong, tolong-menolong, dan kasih sayang. Nilai budaya hubungan manusia dengan alam dalam cerita Sabunzu Sarokng Antu yakni: manusia tunduk kepada alam, manusia memanfaatkan alam, dan manusia berhasrat menguasai alam.
DAFTAR RUJUKAN Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan. Jawa Timur: Himpunan Kesusastraan Indonesia Komisariat Jawa Timur. Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Syam, Christanto. 2010. Kumpulan Karya Tulis Ilmiah dalam Berbagai Seminar Lokal, Nasional, dan Internasional. Pontianak: FKIP Untan. Syam, Christanto. 2010. Pengantar ke Arah Studi Sastra Daerah. Pontianak: FKIP Untan. Subyantoro, Arif dan Suwarto. 2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta: Andi Offset. Warren, Austin dan Rene Wellek. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Media.