Tes Kesegaran Jasmani “A” Personel Kodim 0810/Nganjuk, Jatim.
www.tniad.mil.id
Jurnal
Vol. 34 No. II Edisi Juni 2014
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
6
18
Profesionalisme Prajurit Sebagai Faktor Penentu Soliditas dan Integritas TNI AD
Tinjauan Sekilas Tentang Perang Terorisme Sebagai Strategi Perang Asimetrik Modern Abad 21
Oleh: Mayjen TNI Agung Risdhianto, M.D.A
Oleh: Mayjen TNI Zahari Siregar
26
34
Jati Diri TNI Sebagai Dasar Membangun Profesionalitas, Soliditas Dan Integritas TNI AD Menghadapi Tantangan Tugas Di Era Global
Implementasi Profesionalitas, Soliditas Dan Integritas Untuk Mewujudkan Transformasi TNI AD
Oleh: Mayjen TNI Sumardi
Oleh: Brigjen TNI Eddy Supriyanto
42
50
Profesionalitas, Soliditas Dan Integritas Prajurit Penerbangan Angkatan Darat
Analisis Pengaruh Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim Terhadap Tugas Pemerintah Kabupaten/ Kota di Jawa Dan Madura
Oleh: Brigjen TNI Benny Susianto, S.IP
Oleh: Brigjen TNI Dr. Ir. Drs. Djoko Susilo, M.T
58
66
Kajian Tes Kesegaran Jasmani “A” Bagi Personel Kategori Usia 50 Tahun Ke Atas
Geladi Lapangan Dengan Menggunakan Alat Kendali Elektronika Guna Meningkatkan Kualitas Latihan
Oleh: Kolonel Inf Yusep Sudrajat, S.I.P, M.Si.
Oleh: Kolonel Inf FX. Hari Moelyono, SE.
Jurnal Yudhagama
Kata Pengantar Susunan Redaksi
Yudhagama Jurnal
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
PELINDUNG : Kepala Staf TNI Angkatan Darat PEMBINA : Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat PENASEHAT : Irjenad, Aspam Kasad, Asops Kasad, Aspers Kasad, Aslog Kasad, Aster Kasad, Asrena Kasad, Kasahli Kasad. PEMIMPIN REDAKSI : Brigjen TNI Andika Perkasa WAKIL PEMIMPIN REDAKSI : Kolonel Arm Gatot Eko Puruhito, S.E., MM. DEWAN REDAKSI : Kolonel Czi Kuat Raharjo Kolonel Caj Drs. Moh. Noor, MM. Kolonel Inf Drs. Zaenal Mutaqim, M.Si. Kolonel Inf Drs. Mu’tamar, M.Sc. KETUA TIM EDITOR : Kolonel Czi Andi Kaharuddin, S.IP. SEKRETARIS TIM EDITOR : Letkol Inf Drs. N. Ertoto, M.Si. ANGGOTA TIM EDITOR : Letkol Caj Drs. James W. Sondakh Mayor Caj (K) Yeni Triyeni, S.Pd. Mayor Inf Dodi Fahrurozi, S.Sos. Mayor Inf Supriyatno Kapten Inf Candra Purnama, SH. DISTRIBUSI : Mayor Inf Adrizal Mias, S.H. DESAIN GRAFIS : Serka Enjang TATA USAHA : Pratu Rifai, PNS Listin A. REDAKTUR FOTO : Mayor Inf Abidin Tobba, SE.,M.Si. ALAMAT REDAKSI : Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Jl. Veteran No. 5 Jakarta Pusat Tlp. (021) 3456838, 3811260, Fax. (021) 3848300, Alamat email :
[email protected]
4
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
P
uji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas karunia-Nya, redaksi dapat kembali hadir dihadapan pembaca sekalian dengan beberapa tulisan menarik untuk menambah pembendaharaan pengetahuan dan memperluas wawasan, melalui penerbitan Jurnal Yudhagama Volume 34 Nomor II Edisi Juni 2014. Edisi kali ini memuat delapan Cover : tulisan yang dibuat dengan apik dan Demonstrasi Pendaratan lugas oleh para perwira TNI AD yang Pasukan di Pantai Menggunakan Kapal Motor tidak diragukan lagi kapabilitasnya. Cepat “Komando” Diawali dengan tulisan dari Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI AD (Danseskoad) Mayjen TNI Agung Risdhianto, M.D.A. yang berjudul “Profesionalisme Prajurit Sebagai Faktor Penentu Soliditas Dan Integritas TNI AD”. Menurut penulis, profesionalisasi adalah proses memfasilitasi seseorang/prajurit menjadi profesional melalui pendidikan dan latihan. Proses pendidikan dan latihan memerlukan waktu yang lama, intensif dan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan sesuai strata kepangkatan dan spesialisasi di lingkungan TNI AD. Pembaca yang berbahagia. Tulisan menarik lainnya adalah membahas tentang suatu strategi perang asimetrik abad 21, yang ditulis oleh Komandan Pusat Teritorial TNI AD (Danpusterad) Mayjen TNI Zahari Siregar. Didalam tulisannya, antara lain disebutkan bahwa terorisme bukan sekedar sebagai metode perang (method of combat) namun terorisme merupakan strategi dalam perang asimetrik. Terorisme menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan hanya untuk mencapai tujuan politik yang lebih substansial. Selanjutnya topik lain yang kami sajikan pada Jurnal Yudhagama kali ini adalah dari Gubernur Akademi Militer (Akmil) Mayor Jenderal TNI Sumardi. Menurutnya, terdapat lima pilar dalam strategi transformasi yaitu pemutakhiran doktrin dan organisasi, modernisasi Alutsista, peningkatan kualitas SDM, peningkatan kerjasama militer dan memantapkan kemanunggalan TNI-Rakyat. Tulisan berikutnya dengan judul “Implementasi Profesionalitas, Soliditas dan Integritas untuk Mewujudkan Transformasi TNI AD”, dibuat oleh Komandan Sekolah Calon Perwira TNI AD (Dansecapaad) Brigjen TNI Eddy Supriyanto. Melalui tulisannya tersebut, Dansecapaad menyampaikan bahwa transformasi TNI AD merupakan strategi pembangunan
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
kemampuan, kekuatan dan gelar sebagai perubahan sistemik yang diarahkan untuk membangun tiga kemampuan utama yang meliputi pertempuran, pembinaan teritorial, dan dukungan, sehingga terwujud TNI AD yang profesional, militan, modern, mencintai dan dicintai rakyat, serta memiliki daya tangkal efektif di kawasan. Tidak kalah menariknya, tulisan lain bertema “Profesionalitas, Soliditas dan Integritas prajurit TNI AD” disuguhkan oleh Komandan Pusat Penerbangan TNI AD (Danpuspenerbad) Brigjen TNI Benny Susianto, S.IP, yang tentu saja berkaitan dengan sepak terjang para prajurit Penerbad dalam menyukseskan pelaksanaan tugas pokok TNI AD. Disampaikan bahwa para prajurit “Wira Amur” Penerbad merupakan aset SDM yang bernilai tinggi disebabkan oleh kualifikasi yang dimilikinya. Pembaca sekalian, dalam pelaksanaan tugas Kodim, diantaranya dengan cara memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini, sesuai dengan sistem pertahanan semesta, melalui penggelaran berbagai kesatuan, salah satunya adalah Komando Distrik Militer (Kodim). Hal itu dibahas oleh Kepala Dinas Sejarah TNI AD (Kadisjarahad) Brigjen TNI Dr. Ir. Drs. DjokoSusilo,M.T dalam tulisannya yang berjudul “Pengaruh Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim Terhadap Tugas
Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa dan Madura”. Redaksi juga menyajikan tulisan yang membahas masalah Fisik/Jasmani prajurit, tepatnya tentang “Kajian Tes Kesegaran Jasmani ‘A’ Bagi Personel Kategori Usia 50 Tahun Keatas” yang ditulis oleh Komandan Pusat Pendidikan Infanteri TNI AD (Danpusdikif TNI AD) Kolonel Inf Yusep Sudrajat, S.I.P, M.Si. Dikatakan Danpusdikif, terdapat korelasi antara usia dan tingkat kesegaran jasmani. Pada usia anakanak sampai usia 20 tahun, daya tahan cardiovaskular meningkat dan mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun (golden age). Pada usia selanjutnya, kesegaran jasmani akan mengalami penurunan secara bertahap 1% s.d.3% per tahun. Pada bagian penutup, kami sajikan tulisan dari Komandan Pusat Simulasi Tempur (Danpussimpur) Komando Pendidikan dan Latihan TNI AD (Kodiklatad) Kolonel Inf FX. Hari Moelyono, SE. yang membahas “Geladi Lapangan Dengan Menggunakan Alat Kendali Elektronika Guna Meningkatkan Kualitas Latihan”. Menurutnya, TNI AD harus dapat memanfaatkan teknologi yang selalu berkembang untuk menciptakan suatu Alutsista sebagai sarana dan prasarana latihan modern, agar pelaksanaan latihan dapat optimal, sehingga akan tercipta prajurit yang andal dan siap operasional. Selamat membaca ! Redaksi
Jurnal Yudhagama sebagai media komunikasi internal TNI Angkatan Darat, mengemban misi: a. Menyebarluaskan kebijakan Pimpinan TNI Angkatan Darat kepada seluruh prajurit di jajaran TNI Angkatan Darat. b. Memberikan wadah untuk pemikiran-pemikiran yang konstruktif dalam pembinaan TNI Angkatan Darat dan fungsi teknis pembinaan satuan sesuai tugas pokok TNI Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan negara matra darat. c. Menyediakan sarana komunikasi untuk penjabaran Kemanunggalan TNI-Rakyat.
Tulisan yang dimuat dalam Jurnal Yudhagama ini merupakan pandangan pribadi penulisnya dan bukan pandangan resmi TNI Angkatan Darat, namun redaksi berhak merubah tulisan (rewrite) tanpa mengubah inti tulisan untuk disesuaikan dengan misi yang diemban Jurnal Yudhagama dan kebijakan Pimpinan TNI Angkatan Darat. Redaksi menerima tulisan dari dalam maupun dari luar lingkungan TNI Angkatan Darat, dengan syarat merupakan tulisan asli dari penulis. Topik dan judul tulisan ditentukan oleh penulisnya, dengan ketentuan panjang tulisan berkisar sepuluh halaman kertas folio, dengan jarak satu setengah spasi.
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
5
Jurnal Yudhagama
PROFESIONALISME PRAJURIT SEBAGAI FAKTOR PENENTU SOLIDITAS DAN INTEGRITAS TNI AD
Mayjen TNI Agung Risdhianto, M.D.A. (Danseskoad)
Dalam upaya mewujudkan profesionalisme ada empat hal yang harus digarisbawahi; a) Expertise (Keahlian); b) Cohesiveness/Esprit de Corps; c) Responsibility (Tanggung Jawab); dan d) Discipline (Disiplin). (Jenderal TNI Budiman, Kepala Staf Angkatan Darat) Pendahuluan.
P
ada awal reformasi di Indonesia, publik menyoroti dominasi militer di segala aspek kehidupan sosial dan pemerintahan. Dominasi militer tersebut dianggap sebagai penyimpangan dari tugas pokok dan tidak profesional. Menyikapi tanggapan publik ini, maka TNI khususnya TNI AD melaksanakan konsolidasi dan reformasi
6
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
internal, dengan menyusun kebijakan dalam pembinaan sumber daya prajurit melalui kegiatan profesionalisasi. Profesionalisasi adalah proses memfasilitasi seseorang/prajurit menjadi profesional melalui pendidikan dan latihan. Proses pendidikan dan latihan memerlukan waktu yang lama, intensif dan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan sesuai strata kepangkatan dan spesialisasi di lingkungan TNI AD. Profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan prajurit, untuk mencapai kriteria standard ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan dalam strata jabatan di lingkungan TNI AD. Profesionalisasi mengandung makna dua dimensi, yaitu dimensi peningkatan status dan peningkatan kompetensi serta, dimensi keterampilan praktis prajurit. Prajurit harus melewati kegiatan profesionalisasi agar memiliki komitmen, tingkah laku yang berintegritas, keterampilan atau keahlian yang tinggi untuk kemudian dapat disebut sebagai Profesionalisme. Profesionalisme berasal dari istilah professional, yang kata dasarnya adalah profession (profesi). Dalam bahasa Inggris, professionalism secara leksikal berarti sifat profesional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia profesionalisme berasal dari kata profesi yang bermakna berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, Edisi terbaru). Sedangkan menurut Longman, profesionalisme adalah tingkah laku, kepakaran atau kualitas dari seseorang yang profesional (Longman, 1987). Seiring dengan perkembangan lingkungan strategis dalam kehidupan profesionalisme prajurit, muncul persoalan baru terhadap kemampuan profesionalisme prajurit ketika itu. Kemampuan profesionalisme prajurit oleh oknum prajurit tertentu disalahgunakan untuk kepentingan yang lain (kasus-kasus penyimpangan tugas pokok prajurit sebelum reformasi bergulir). Disisi lain, kekompakan individu sebagai cerminan soliditas, berkesan semu,
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD terbukti dengan banyak kasus-kasus internal satuan (insubordinasi, disersi kelompok dan penjabaran esprit de corps yang tidak tepat). Rasa kebersamaan, tanggung jawab pimpinan sampai tingkat bawah pun masih menjadi persoalan utama di lingkungan TNI AD. Permasalahan profesionalisme prajurit dan soliditas prajurit tersebut, bila dianalisa secara mendalam maka kunci permasalahan, adalah bahwa sebagian besar prajurit belum memahami tentang makna profesionalisme prajurit, soliditas prajurit dan integritas TNI AD. Dari latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang ditemukan, maka rumusan masalah akan diurai kedalam empat pertanyaan. Pertama, apakah profesionalisme prajurit saat ini telah mengacu kepada kebijakan pimpinan, dan bagaimana implementasi di lapangan ? Kedua, apakah soliditas prajurit sudah sesuai dengan kaidah/norma dan ketentuan yang berlaku saat ini ? Ketiga, apakah prajurit di setiap level memahami makna dari integritas diri dan organisasi ? dan Keempat, apakah profesionalisme prajurit merupakan faktor penentu terbentuknya soliditas dan integritas TNI AD ? Tulisan ini membedah tiga variabel judul tulisan diatas.
yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Profesionalisme juga menunjuk pada derajat penampilan seseorang, sebagai profesional atau penampilan (performance) suatu pekerjaan sebagai suatu profesi. Pada akhirnya, profesionalisme memiliki tingkatantingkatan seperti: sebagai profesionalisme tinggi, sedang dan rendah. Profesionalisme, juga mengacu kepada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standard yang tinggi dan kode etik profesinya. Berdasarkan landasan teori profesi, profesional dan profesionalisme dari berbagai ahli, maka uraian konsep profesionalisme tentara atau prajurit TNI AD adalah “tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya” (UU RI Nomor 34 tahun 2004 tanggal 16 Oktober 2004 tentang TNI pasal 2 ayat d). Dalam upaya mewujudkan profesionalisme prajurit di lingkungan TNI AD, Kasad telah mengeluarkan satu kebijakan pembinaan profesionalisme prajurit, yang disampaikan pada
Profesionalisme Prajurit, Soliditas dan Integritas. Profesionalisme merupakan suatu kondisi tingkah laku, atau rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu profesi. Orang yang profesional memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan orang yang tidak profesional meskipun dalam pekerjaan yang sama atau katakanlah berada dalam satu ruang kerja. Mutu, kualitas, dan tindak tanduk merupakan ciri suatu profesi, orang yang profesional, atau sifat profesional. Profesionalisme itu, berkaitan dengan komitmen para penyandang profesi. Profesionalisme juga diartikan, sebagai suatu paham yang menciptakan dilakukannya berbagai kegiatan tertentu, (dalam kehidupan prajurit) dengan berbekal keahlian yang tinggi, dan berdasarkan pada rasa keterpanggilan jiwa dan raga, dalam rangka pengabdian kepada bangsa dan negara. Profesionalisme prajurit mengandung unsur-unsur yang meliputi kemampuan (knowledge and skill), kepemimpinan, motivasi (reward and punishment), kesempatan, memiliki identitas, sistem regulasi yang jelas dan terstruktur serta memiliki tanggung jawab yang tinggi. Profesionalisme dapat diartikan, sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
7
Jurnal Yudhagama penutupan apel Dansat terpusat tanggal 7 Februari 2014 di Secapaad Bandung. Adapun Kebijakan pembinaan profesionalisme prajurit tersebut adalah 1) expertise-keahlian; 2) cohesiveness-esprit de corps; 3) responsibility- tanggung jawab; dan 4) discipline-disiplin. Sementara itu, soliditas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah kuat, kukuh, berbobot. Satu satuan yang memiliki soliditas yang tinggi adalah satuan yang kuat, kukuh atau berbobot. Berkaitan dengan soliditas, Panglima besar (Jenderal besar) Soedirman mengatakan: “Tiada kemenangan tanpa adanya kekuatan, tiada kekuatan tanpa adanya persatuan, tiada persatuan tanpa adanya persaudaraan, tiada persaudaran tanpa adanya kebersamaan dan silaturahim”. Atau dalam kesempatan lain beliau mengamanatkan: “Satunya-satunya hak milik nasional republik yang masih utuh tidak berubah-ubah, adalah hanya Angkatan Perang Republik Indonesia. Tentara akan tetap hidup sampai akhir zaman, jangan menjadi alat oleh suatu badan atau orang, tentara akan timbul dan tenggelam bersama-sama negara. Kamu sekalian harus insyaf dan senantiasa ingat, bahwa tentara kita bukan aparat yang mati, tetapi aparat yang hidup“. Amanat di atas menyiratkan bahwa TNI harus senantiasa solid agar selalu dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Secara makro, makna soliditas disamping kekuatan juga dapat diartikan sebagai ikatan/kohesi, keterpaduan, yang dalam istilah militer disebut jiwa korsa. Makna lain, adalah adanya semangat keterpaduan antara pasukan yang senasib dan seprofesi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Kondisi solid, kokoh, kuat tak terpisahkan itu dapat berpangkal pada orientasi fisik instrumental dan aspek kejiwaan atau motivasi. Dalam dunia militer, istilah jiwa korsa pertama kali dikenalkan oleh Jenderal Napoleon Bonaparte dengan sebutan L’espirit de corps. Jenderal asal Prancis itu, sengaja menciptakan ajaran tersebut saat pasukan Prancis bertempur mati-matian di benua Eropa. Jiwa korsa dalam pandangan Napoleon berarti semangat keakraban, perasaan kesatuan, serta kecintaan terhadap organisasi dan perhimpunan. Jiwa korsa ibarat ruh dalam diri setiap satuan. Jiwa korsa sangat diperlukan, namun dalam batasan 8
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
wajar dan tidak membabi buta. Rasa senasib sepenanggungan merupakan ikatan emosional dalam diri setiap prajurit. Bagi prajurit internalisasi atas nilai-nilai jiwa korsa telah ditanamkan sejak dini. Karakter penting seorang prajurit TNI AD adalah tingginya soliditas, kekompakan dan jiwa korsa dengan prinsip “Satu untuk semua, semua untuk satu”. Menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang berat di masa mendatang, soliditas, kekompakan dan jiwa korsa prajurit TNI AD perlu ditingkatkan. Apakah integritas itu ? Integritas berarti mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; dan kejujuran; (KBBI Edisi terbaru). Definisi ini tidak jauh berbeda dengan rumusan Oxford Dictionary yang menguraikan integrity sebagai quality of being honest and upright in character/state or condition of being complete1. Kedua definisi ini menunjukkan bahwa karakter dan perilaku positif itu menjadi substansi penting dalam integritas. Disamping itu, integritas juga merupakan elemen pokok dalam jati diri prajurit (sebagai manusia) yang utuh, jujur dan berwibawa. Jadi, integritas itu bukan hanya kualitas prajurit, melainkan unsur esensial yang harus ada dalam diri prajurit yang “otentik”2 (dapat dipercaya dan benar). Dengan kata lain, menjadi prajurit yang benar merupakan prasyarat bagi seorang prajurit yang dapat dipercaya. Sejalan dengan itu, Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, menegaskan, integritas dan pengabdian prajurit TNI haruslah untuk bangsa dan negara Indonesia. Prajurit TNI juga dituntut siap mengorbankan jiwa dan raga demi menjaga keutuhan Indonesia. Hal ini disampaikan Panglima TNI saat menjadi inspektur upacara wisuda Prajurit Taruna Akademi TNI tingkat I Tahun Pelajaran 2013/2014, di Kampus Akademi Militer. Sedangkan menurut Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, integritas lebih kurang adalah wujud dari orang yang memiliki konsep dalam berbuat sesuatu dengan selalu konsisten dalam tindakannya. Tindakannya senantiasa mengacu kepada metode, ukuran, prinsip, ekspektasi dan norma-norma serta nilai yang memang dianutnya. Orang seperti ini sering disebut sebagai orang yang ber “karakter” atau ber “kepribadian”. Orang tersebut tidak mudah untuk berubah sikapnya hanya karena diiming-imingi jabatan atau diberi uang dan atau bentuk materi lainnya. Definisi integritas yang lain adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan. Integritas dapat juga diartikan sebagai suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas dimaknai sebagai suatu kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Lawan dari integritas adalah hypocrisy (hipokrit atau munafik). Seorang dikatakan mempunyai integritas apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya (Wikipedia). Untuk memudahkan, dalam menilai seseorang yang memiliki integritas dapat ditandai oleh satunya kata dan perbuatan, bukan seorang yang kata-katanya atau ucapannya tidak dapat dipegang. Seorang prajurit yang mempunyai integritas, bukan type manusia dengan banyak wajah dan penampilan yang disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya. Integritas menjadi karakter kunci bagi seorang prajurit sesuai dengan level kepangkatannya. Integritas sebagai persyaratan pertama dalam memilih pimpinan, baru disusul dengan syarat kapabilitas intelektual, dan manajerial. Sir John Winthrop Hackett lewat buku “The Profession of Arms” mengatakan “ruh keprofesionalan adalah integritas moral”. Semakin banyak type manusia atau prajurit dengan integritas yang tinggi, akan menentukan maju mundurnya suatu satuan, dan lebih luas lagi akan menentukan masa depan TNI AD. Selanjutnya pada pembahasan di bawah ini, akan disampaikan tentang pengertian dan konsep profesionalisme dari berbagai ahli (expert). Dalam pengertian yang kaku, “profesi” (profession) secara khusus mengacu pada bidang-bidang yang untuk memasukinya perlu proses belajar dan menguasai pengetahuan yang sangat khusus, misal; bidang hukum, medis, teknologi dan lain sebagainya. Dalam pengertian ini, kata profesi atau (profession) dikontraskan dengan pengertian dari kata “pekerjaan” (occupation) yang biasa dilakukan oleh orang-orang awam. Selanjutnya, penggunaan kata bentukan dari kata profesi, yaitu profesional ataupun profesionalisme di dalamnya mengandung konotasi adanya gengsi dan perasaan eksklusif (sense of exclusivity)3. Pandangan Huntington4, menyebutkan kata profesi sebagai lawan dari kata “amatir”. Hal yang membedakan karakteristik sebuah profesi sebagai suatu jenis pekerjaan yang khusus adalah keahlian, tanggung jawab dan organisasi yang mewadahi. Dilihat dari keahlian, seorang yang profesional adalah orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam suatu bidang yang
penting yang merupakan kerja keras manusia5. Dilihat dari tanggung jawab, orang yang profesional adalah yang ahli dalam praktek profesinya, bekerja dalam sebuah konteks sosial, dan melakukan pelayanan yang sifatnya penting bagi fungsi masyarakat. Dilihat dari organisasi yang mewadahi, para anggota suatu profesi saling berbagi rasa persatuan dan kesadaran akan keberadaan mereka sebagai sebuah kelompok yang berbeda dari kelompok masyarakat yang awam. Demikian pula pendapat, sdr. Andrias Hafera,6 dalam bukunya yang berjudul “Membangkitkan Profesionalisme”, beliau mengatakan bahwa profesionalisme dapat dipahami sebagai pekerjaan (kegiatan, aktivitas atau usaha) yang dilakukan sebagai upaya pemenuhan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan kemahiran yang tinggi dan melibatkan komitmen moral yang mendahuluinya. Bagi Hafera, profesionalisme mengandung tiga dimensi, yaitu sifat kegiatan, tingkat kemahiran, dan dimensi moral. Profesionalisme dalam pengertian yang lebih detail, dapat ditemukan pada konsep profesionalisme yang secara mendasar. Pendapat Morris Janowits yang dikutip oleh Segal dan Scwartz,7 mendefinisikan pengertian profesionalisme sebagai suatu keahlian khusus yang diperoleh melalui latihan yang intensif (special skill acquired through out intensive training), adanya standar etik dan kepribadian (standards of ethics and performance), rasa kebersamaan kelompok (sense of a group identity) dan sistem administrasi yang baik (system of internal administration). Para sosiolog juga memberikan pendapat dan penilaian tentang profesionalisme. Mereka memberikan penilaian sebagai suatu bentuk “definisi diri” dari faham elitisme kekuasaan dan dapat juga dilihat sebagai garis batas ekslusif di antara organisasiorganisasi sarikat pekerja. Pandangan seperti ini sejalan dengan ucapan George Bernard Shaw yang menyebutkan bahwa semua profesi pada dasarnya adalah sebagai “Persekongkolan Melawan Kaum Awam” (conspiracies against the laity). Sejarah lahirnya kata profesi diawali pada abad 19-an. Pada saat itu hanya sedikit sekali bidangbidang pekerjaan yang disebut “Profesi”. Contoh bidang-bidang pekerjaan yang diklasifikasikan sebagai pekerjaan profesi, adalah bidang rohaniawan, kedokteran, dan hukum saja yang mendominasi status profesional. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan spesialisasi di bidang pekerjaan pada abad 19-an, badan-badan lain pun mulai mengklaim status Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
9
Jurnal Yudhagama profesional mereka. Badan-badan lain seperti organisasi insinyur, para medis, pendidik, dan akuntan; sampai pada akhirnya, kelompok pekerjaan lainnya pun menginginkan sebagai golongan profesional sesuai bidangnya. Para sejarawan, merasa yakin bahwa landasan masyarakat modern terhadap isu profesi, adalah diwarnai oleh adanya pembagian berbagai pekerjaan kedalam. Berbagai profesi yang berbeda-beda, dan keahlian tingkat tinggi mengalami kemajuan sangat pesat di berbagai bidang dan menjadikannya sebuah pekerjaan profesional. Pada akhir abad 20, definisi sosilogis tentang profesionalisme yang merujuk pada adanya klaim atas sederetan karakter istimewa seperti: altruisme, self governance, pengetahuan isoterik, keterampilan spesifik, perilaku etis-pun menjadi usang. Upaya membedakan antara orang awam dengan profesional pun menjadi rancu manakala “profesi” didefinisikan secara lebih liberal; yaitu bekerja untuk memperoleh bayaran. Pemain sepak bola, penyanyi dan pembunuh bayaran pun bisa menjadi profesional, meskipun pekerjaan tersebut tidak pas bagi pengertian profesi yang kaku sebagaimana tersebut diatas. Dalam pandangan militer, Sarkesian8 mendefinisikan profesional sebagai berikut : “Professional are motivated by a sense of service and responsibility to society. Military professionals are expected to be prepared to give their lives to serve the professional and the state”. Menurutnya, seorang militer yang profesional akan mencurahkan segala daya dan pikirannya untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan peran yang ditentukan oleh negara dalam bidang kemiliteran, serta betul-betul menyenangi profesinya. Demikian pula dengan pandangan, Yezid Syaigh9 dalam bukunya yang berjudul “Confronting the 1990’s: Security in the Developing Contries”. Beliau mengatakan, bahwa konsep profesional militer meliputi kemampuan memelihara kelangsungan hidup teritorial dan politik, kelangsungan hidup penduduk, penciptaan kondisi untuk mendorong kesejahteraan ekonomi, dan pemeliharaan harmoni antar komunitas. Dalam pandangan lain seperti, Allan L. Millet10 menyatakan bahwa ada dua aspek budaya kerja dari organisasi militer, sebagaimana yang selama ini diterapkan untuk masuk dalam tugas kemiliteran. Pertama, bahwa semua anggota yang 10
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
menjalankan tugas adalah sukarelawan (volunteer) sebagai lawan dari wajib militer. Kedua, mereka bersama-sama menuntut adanya standard kerja militer yang sangat tinggi dalam hal efektivitas, terutama dalam pertempuran. Selanjutnya dalam pandangan ilmuan sipil, sebagaimana dikemukakan oleh Amos Perlmutter, profesionalisme militer11 dibagi menjadi dua, yaitu profesionalisme personel dan profesionalisme korps. Profesionalisme personel meliputi keahlian, tanggung jawab dan kesatuan korp, yang didukung adanya sifat ulet, tekun, tegar, patuh, tulus, disiplin dan menyenangi profesinya. Sedangkan profesionalisme korps meliputi adanya spesialisasi peran, yang didukung keberadaan satu sumber otoritas kekuasaan, bangkitnya berbagai pemikiran dan partai-partai demokratis serta pertumbuhan negara bangsa. Antara profesionalisme personel dan profesionalisme korps militer keduanya saling mempengaruhi. Pembagian ini didasarkan pada alasan bahwa personel yang profesional akan membuat korpnya menjadi lebih profesional dalam menjalankan perannya. Demikian juga sebaliknya, korp yang profesional akan meningkatkan profesionalisme personelnya. Profesionalisme personel tersebut, tidak akan mudah dan bisa terbentuk apabila tidak diimbangi dengan profesionalisme korps. Disisi lain, Peter Britton juga melakukan observasi terhadap profesionalisme prajurit TNI AD. Beliau berpendapat bahwa tentara yang profesional adalah tentara yang berada di atas semua golongan, sebagai penyelamat nasional, bertugas memelihara dan memulihkan integritas nasional dan sekaligus sebagai suatu kekuatan modernisasi
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD yang efisien. Para perwira bertindak sebagai satria yang merupakan perwujudan dari kebijakan dan moralitas yang sangat tinggi12. Dalam pandangan Jawa, sebagaimana dikutip oleh Peter Britton13, satria yang profesional dituntut memiliki disiplin diri yang kuat untuk mencapai sikap tak terpengaruh apapun manakala peranannya diperlukan. Satria harus mengesampingkan kesetiaannya kepada keluarga demi tugas dan kewajiban jabatannya. Ia harus mampu mengalahkan keinginan-keinginan pribadinya demi kemuliaan tugas kewajibannya. Selain itu, seorang satria harus menguasai keterampilan administrasi dan seni peperangan. Ia harus sanggup menguasai batinnya sendiri, menjauhkan diri dari pamrih, mengalahkan nafsu dan hasrat yang tidak pada tempatnya. Profesionalisme prajurit dalam pandangan budaya Jawa, seperti dijelaskan diatas, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kepribadian Soedirman (Panglima Besar) sebagaimana diuraikan Sri Sultan Hamengkubuwono. Militer atau prajurit yang profesional adalah apabila mereka mempunyai ketabahan hati, setia terhadap bangsa dan negara, mampu sebagai pelindung rakyat dan abdi rakyat. Secara rinci kepribadian Jenderal besar Soedirman, sebagaimana dikatakan oleh Sri Sultan Hamengkobuwono IX, sebagai berikut: “ Ketetapan dan ketabahan hati beliau, kesetiaan beliau terhadap perjuangan rakyat Indonesia. Usahausaha beliau untuk menyusun angkatan perang yang sempurna hendaklah menjadi pedoman dalam hidup tiap prajurit Indonesia, dan dalam perkembangan angkatan perang Indonesia dalam waktu yang akan datang Panglima Besar Jenderal Soedirman telah memberikan sifat dan arah yang terang kepada angkatan perang Indonesia yakni angkatan perang adalah pelindung rakyat dan abdi rakyat”14 Inspirasi dari konsep profesionalisme prajurit diatas, juga melahirkan satu pandangan profesionalisme prajurit yang dikembangkan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (1996). Beliau menyatakan bahwa seorang prajurit yang profesional mempunyai kriteria sebagai berikut; apabila ia bertindak (dalam ukuran tertentu) sebagai : 1) seorang patriot; 2) seorang komandan; 3) seorang pembina (manajer); 4) seorang pemikir (strategist and tactician); dan 5) seorang yang ahli pada bidangnya atau kecabangannya. Pernyataan tentang profesionalisme prajurit, selaras dengan hakikat dan filsafat “Tri Sakti Wiratama”, yaitu 1) harus mempunyai mental yang tangguh; 2) intelegensi yang tinggi; dan 3) fisik yang kuat.
Uraian selanjutnya dari Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono tertuang dalam testimony profesionalisme prajurit. Beliau mengemukakan tolok ukur profesionalisme prajurit yaitu apabila mampu mengemban tugas pertahanan negara dengan baik, disiplin, loyal, dan penuh rasa tanggung jawab, melaksanakan setiap tugas yang dipercayakan hanya karena motivasi panggilan, pengabdian demi kepentingan bangsa dan negara, bukan kepentingan pribadi, kelompok, dan atau kepentingan politik tertentu. Korelasi Profesionalisme Prajurit, Soliditas dan Integritas. Korelasi profesionalisme prajurit sebagai faktor penentu soliditas dan integritas TNI AD, adalah bahwa profesionalisme prajurit sebagai suatu komunitas militer dianggap sebagai organisasi profesi yang dapat mengikat anggota-anggotanya dengan kode etik tertentu, mempunyai fungsi, pola rekrutmen, mempunyai peraturan internal (selfregulation), dan promosi jabatan yang terstruktur. Samuel P. Huntington, mengkontraskan pengertian kata “profesi” dengan kata “amatir” sebagaimana telah dikutip sebelumnya sebagai titik tolak. Menurut beliau bahwa profesi sebagai suatu jenis pekerjaan yang sangat khas, yang harus dilihat dari tiga hal yaitu: keahlian, tanggung jawab, dan wadah organisasi. Bila ditinjau dari aspek keahlian, maka seorang yang profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam suatu bidang yang sangat penting sebagai bidang kerja keras manusia. Bila ditinjau dari aspek tanggung jawab, maka orang tersebut bekerja dalam konteks sosial dan melakukan fungsi pelayanan yang sangat penting manfaatnya bagi masyarakat. Dan selanjutnya, bila ditinjau dari aspek wadah organisasi, maka ia akan bersamasama dengan teman sejawat atau sesama profesi bergabung dalam sebuah organisasi. Ia berada di tempat dimana mereka membangun rasa persatuan, kebanggaan dan kesadaran bersama sebagai kelompok yang berbeda dengan orang pada umumnya. Maka dari itu, pertanyaan yang harus dijawab adalah bagaimana dengan korelasi profesionaslime prajurit dengan soliditas dan integritas TNI AD?. Profesionalisme prajurit digunakan untuk menyelesaikan sejumlah beban kinerja perorangan, dari mulai satuan/organisasi terkecil (satuansatuan) sampai kepada organisasi besar (TNI AD). Kemampuan profesionalisme prajurit tersebut Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
11
Jurnal Yudhagama juga mempunyai kelemahan dan keunggulan. Agar kelemahan dan keunggulan ini tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, maka harus dibalut dengan satu kekuatan yang dinamakan soliditas prajurit. Kemampuan profesionalisme prajurit yang direkat dengan suatu soliditas prajurit, juga masih memungkinkan dipengaruhi ego sektoral korps yang berlebihan. Untuk itu, profesionalisme prajurit dan soliditas prajurit harus dilindungi dengan membangun kualitas sumber daya prajurit yang mempunyai karakter/sifat jujur, berwibawa dan dapat dipercaya (Integritas). Bila korelasi profesionalisme prajurit, soliditas dan integritas TNI AD dibuat dalam satu lingkaran, maka lingkaran pertama sebagai inti (titik pusat) adalah profesionalisme prajurit. Lingkaran kedua adalah soliditas prajurit dan lingkaran terluar adalah integritas TNI AD. Gambar 1 Lingkaran Integritas prajurit TNI AD PROFESIONALISME PRAJURIT SOLIDITAS PRAJURIT INTEGRITAS TNI AD
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme merupakan awal atau syarat terbentuknya soliditas dan integritas satuan. Untuk mendapatkan personel dan satuan yang profesional tidak semudah membalikkan telapak tangan. Faktor yang paling penting untuk menjadi profesional sesuai pengertian di atas adalah terlatih, terdidik, dan diperlengkapi secara baik. Agar prajurit terlatih dan terdidik secara baik, harus dilakukan pendidikan dan latihan secara teratur, bertahap, bertingkat, dan berlanjut, mulai dari tingkat perorangan sampai dengan tingkat satuan. Fakta yang terjadi, tidak semua satuan dapat melakukan latihan dan pendidikan yang teratur karena berbagai macam kendala, antara lain; biaya yang terbatas, medan latihan yang sulit dicari, serta sarana pendukung yang terbatas. Penjelasan berikut akan 12
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
mendiskripsikan bagaimana profesionalisme prajurit membentuk soliditas dan integritas Satuan TNI AD. Profesionalisasi Prajurit TNI AD. Empat Hal Membentuk Prajurit Profesional. Sebagai institusi yang lahir dari kancah perjuangan bersama rakyat, profesionalisme TNI tidak semata-mata diukur dari pengertian secara umum di atas. Pengertian tersebut berlaku di lingkungan komunitas militer secara universal, dimana militer menjadi institusi yang eksklusif, hidup terpisah dengan rakyatnya. Profesionalisme TNI bersandar kepada ukuran jati diri, karakter yang secara alami ada sejak kelahirannya yaitu manunggal bersama rakyat. Inilah keistimewaan TNI, bahwa roh TNI hidup dan bangkit jika ia ada bersama rakyat. Jenderal Besar Soedirman dalam petikan salah satu pidatonya, menyampaikan: “….....tentara hanya mempunyai kewibawaan satu, ialah mempertahankan kedaulatan Negara dan menjaga keselamatannya. Sudahlah cukup kalau tentara memegang teguh kewajiban ini. Lagi pula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh, tunduk kepada pimpinan atasannya, dengan ikhlas mengerjakan kewajibannya. Harus diingat pula, bahwa Negara Indonesia tidak cukup dipertahankan oleh tentara saja, maka perlu sekali mengadakan kerjasama yang seerat-eratnya dengan golongan serta badan-badan di luar tentara. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau orang siapapun juga.” (Yogyakarta, 12 November 1945). Dari amanat tersebut nyata sekali bahwa profesionalisme bagi TNI tidak hanya terlatih dan dilengkapi saja, akan tetapi TNI baru dikatakan profesional apabila juga manunggal dengan rakyat. Untuk meningkatkan profesionalisme prajurit kiranya amanat Kasad pada apel Dansat terpusat tahun 2014 patut menjadi pedoman oleh para Dansat dalam melakukan pembinaan satuan khususnya pembinaan latihan. Untuk itu penjelasan berikut akan mengurai satu-persatu empat hal yang harus digarisbawahi dalam mewujudkan profesionalisme. Pertama, Expertise (Keahlian), identik dengan profesionalisme yang selalu berbasis pengetahuan dan/atau keterampilan. Keahlian diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Pendidikan, pelatihan dan pengalaman ini dapat bersifat formal, maupun informal. Pendidikan formal biasanya disebut sebagai program yang bergelar (degree program), berijazah, bersertifikat dan lain-lain.
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Pelatihan nonformal diselenggarakan sewaktuwaktu bila terdapat kebutuhan dan kesempatan seperti penataran atau latihan dalam satuan. Pengetahuan dan keterampilan juga bisa diperoleh secara informal, misalnya melalui proses orientasi satuan atau dari pengalaman. Para Dansat harus terus menerus mengambil inisiatif untuk memberikan pengetahuan dan melakukan latihan dalam satuan berupa latihan-latihan teknis yang tidak memerlukan biaya. Di atas sudah disinggung bahwa banyak satuan yang tidak bisa melakukan latihan secara maksimal dikarenakan berbagai sebab seperti, biaya yang terbatas, medan latihan yang sulit, serta sarana pendukung yang terbatas. Biaya latihan yang terbatas biasanya dapat diatasi Dansat dengan berbagai inovasi dan kreatifitas seperti memanfaatkan potensi yang ada di sekitar satuan. Sementara itu, sulitnya medan latihan terutama untuk Satbanpur tidak mampu diatasi oleh para Dansat. Tidak adanya medan latihan untuk manuver tank dan latihan menembak senjata berat di beberapa wilayah merupakan kendala utama dalam meningkatkan profesionalisme Prajurit Satbanpur. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya dengan menggunakan alat simulasi meskipun tidak bisa menggantikan fungsi latihan di medan sebenarnya. Mendasari hal tersebut, perlu adanya kebijakan jangka panjang agar di setiap Kodam memiliki medan latihan yang dapat digunakan melatih untuk manuver satuan berikut latihan menembak jarak jauh. Khusus di level perwira dengan perkembangan lingkungan strategis saat ini, dituntut kemampuan melakukan proses analisa yang dapat menjawab perkembangan tersebut. Saat ini sifat ancaman tidak lagi didominasi oleh ancaman militer tetapi juga oleh ancaman nirmiliter. Dilihat dari sumber ancaman, semakin besar keterkaitan antara eksternal dan internal. Dimensi ancaman mudah berkembang dari satu dimensi ke dimensi lain, seperti dimensi ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, informasi dan teknologi, serta keamanan. Spektrum ancaman dapat berubah dengan tiba-tiba dari lokal ke nasional. Pelaku tidak didominasi oleh negara (state), tetapi bisa juga dilakukan oleh non state. Demikian juga dengan perkembangan eskalasi dari keadaan tertib hingga darurat, dan sebaliknya tidak mudah diprediksi. Untuk bisa menganalisa kondisi ini, perwira TNI harus dibekali dengan ilmu nonmiliter lainnya agar dapat menganalisa secara komprehensif. Pilihan untuk belajar dengan meneruskan kuliah ke jenjang strata 2 dan strata 3 merupakan suatu keniscayaan
bagi perwira TNI. Perubahan kurikulum Seskoad dengan menerapkan sistem Satuan Kredit Semester (SKS), merupakan salah satu upaya menyiapkan perwira TNI AD untuk menghadapi perkembangan situasi global. Kedua, Cohesiveness/Esprit de Corps atau Jiwa Korsa. Raplh Linton dalam bukunya (The Study Of Man) mengatakan bahwa l’esprit de corps adalah The Development Of Consiou ness, a feeling of Unity. Jiwa korsa adalah semangat keakraban dalam korps atau corps geest. Jiwa korsa adalah kesadaran korps, perasaan kesatuan, perasaan kekitaan, suatu kecintaan terhadap perhimpunan atau organisasi. Tetapi kebanggaan itu secara wajar, tidak berlebihan, tidak membabi buta. Sedangkan Staplekamps jr. Le luit derat dalam tulisan berjudul Corps Geest (Demilitaire Spectator, 1952) mengemukakan bahwa pengertian jiwa korsa terdiri beberapa faktor yaitu: rasa hormat, rasa hormat pribadi dan rasa hormat terhadap organisasi/korps. Setia kepada sumpah, janji dan tradisi kesatuan serta kawan-kawan satu korps. Kesadaran, terutama kesadaran bersama dan bangga untuk menjadi anggota korps. Tidak mementingkan diri sendiri dan siap berkorban untuk kepentingan yang lebih besar. Para pakar yang ahli dibidang esprit de corps, dapat menunjukkan bahwa esprit de corps sangat identik dengan pemahaman soliditas. Seperti dijelaskan didepan bahwa soliditas adalah adanya semangat keterpaduan di antara pasukan yang senasib dan seprofesi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Jiwa korsa yang kuat tidak mudah padam selama di dalam korps. Di dalam jiwa korsa terkandung di dalamnya loyalitas, motivasi, merasa ikut memiliki, merasa bertanggung jawab, ingin mengikuti pasang surut perkembangan korpsnya. Seorang yang memiliki jiwa korsa tinggi pasti penuh inisiatif, motivasi, tetapi tahu akan kedudukan, wewenang dan tugas-tugasnya. Jiwa korsa yang murni dan sejati akan menimbulkan sikap terbuka menerima saran dan kritik, tidak membela kesalahan tetapi justru mengusahakan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya. Jiwa korsa sebagai bentuk soliditas, harus senantiasa dibina, dipupuk dan dikembangkan terus menerus agar soliditas satuan senantiasa terjaga baik saat di pangkalan terlebih saat tugas di daerah operasi. Jiwa korsa berawal dari organisasi yang berjalan dengan baik yang muaranya menimbulkan disiplin dan sistem nilai (etika dan sanksi). Seluruh pejabat dalam organisasi harus berfungsi dengan baik agar menimbulkan rasa senasib dan sepenanggungan, memiliki kebanggaan satuan/ Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
13
Jurnal Yudhagama profesi. Setiap personel dengan kesadarannya mau dan sanggup berkorban, terikat secara batin dan sadar akan persatuan, kebersamaan, loyalitas dan memegang teguh azas serta tujuan yang telah disepakati bersama. Wujud jiwa korsa semacam ini tak mudah untuk pecah atau dipisahkan karena ada unsur moral di dalamnya. Salah satu implementasi soliditas prajurit adalah dalam bentuk kegiatan jiwa korsa, karena membangun jiwa korsa yang posisitif harus dimulai dari kegiatan profesionalisasi prajurit untuk mewujudkan profesionalisme. Istilah jiwa korsa merupakan metafora soliditas di mana organisasi dan pekerjaan militer adalah tubuh. Sebagaimana halnya tubuh, setiap anggota memiliki tugas dan fungsi yang berbeda, tetapi saling bergantung dan saling menentukan keberhasilan mencapai tujuan. Ketika salah satu anggota melaksanakan fungsi dan tugas tertentu, pada hakikatnya seluruh anggota lainnya harus turut melaksanakan. Profesionalisme akan bermakna apabila didukung oleh soliditas atau jiwa korsa yang kokoh, karena tanpa jiwa korsa, profesionalisme perorangan ibarat anggota tubuh yang terpotong-potong. Ketiga, Responsibility (Tanggung Jawab). Tanggung jawab menurut kamus bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab merupakan bentuk implementasi dari sebuah integritas. Henry Cloud (2007), menyatakan “integritas dituntut dari orang yang memiliki tanggung jawab atau posisi tertentu yang berpengaruh bagi masyarakat sehingga diberi gelar atau status sebagai pemimpin atau profesional yang diberikan kekuasaan untuk bertindak dan untuk mendapat kehormatan dalam masyarakat. Kehormatan inilah yang sering dijadikan tolok ukur motivasi kesuksesan. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya telah menjadi bagian dari hidup manusia, bahwa setiap manusia dibebani dengan tangung jawab. Apabila dikaji, tanggung jawab itu adalah kewajiban yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab. Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk 14
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengorbanan. Tanggung jawab akan selalu berkorelasi dengan pemimpin, sebab tanggung jawab itu menjadi domain kekuasaan terhadap yang dipimpinnya. Jika kemudian pemimpin tidak bisa memainkan atau memerankan tanggung jawab itu, maka kredibilitas pemimpin tersebut menjadi pertanyaan. Sir Winston Churchill pernah mengatakan, “Harga kebesaran adalah tanggung jawab”. Pernyataan itu memang benar adanya. Ini memberikan arti, bahwa kualitas kehidupan seseorang memang bisa dilihat dan dinilai dari besar atau kecilnya tanggung jawab yang dipikulnya. Semakin besar tanggung jawab yang dipikul oleh seseorang, maka semakin tinggi posisi dan derajat duniawinya. Seorang Panglima Divisi, tentu akan lebih tinggi posisi dan derajat duniawinya dibandingkan dengan seorang Komandan Brigade; karena Pangdiv mempunyai tanggung jawab yang lebih besar. Inilah yang dimaksud dengan “harga kebesaran adalah tanggung jawab”. Seseorang bisa menjadi “besar” karena memiliki tanggung jawab pribadi. Tanpa memiliki tanggung jawab, seseorang tidak akan menjadi siapa-siapa. Seseorang yang dikategorikan sangat profesional tidak ada arti apa-apa jika tidak memiliki rasa tanggung jawab (integritas). Kepandaian khusus yang dimilikinya tidak akan bermanfaat bagi orang lain, justru dapat menimbulkan bencana bagi masyarakat. Demikian juga bagi seorang prajurit profesional, rasa tanggung jawab (integritas) mutlak diperlukan dalam pelaksanaan tugas. Prajurit yang tidak memiliki rasa tanggung jawab, bukan menjadi pelindung bagi warga negara, tetapi sebaliknya akan menjadi ancaman terhadap keamanan dan ketenteraman masyarakat. Tanggung jawab (integritas) dan profesionalisme tidak bisa dipisahkan, karena merupakan suatu kesatuan yang utuh. Keempat, Discipline (Disiplin). Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang, kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk pada pengawasan dan pengendalian. Kedua, disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib. Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya. Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa disiplin mengacu pada pola tingkah laku dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah menjadi norma, etik, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat; 2) Adanya perilaku yang dikendalikan; dan 3) Adanya ketaatan (obedience). Dari ciri-ciri pola tingkah laku pribadi disiplin, jelaslah bahwa disiplin membutuhkan pengorbanan, baik itu perasaan, waktu, kenikmatan dan lain-lain. Disiplin bukanlah tujuan, melainkan sarana yang ikut memainkan peranan dalam pencapaian tujuan. Manusia sukses adalah manusia yang mampu mengatur, mengendalikan diri yang menyangkut pengaturan cara hidup dan mengatur cara kerja. Hal tersebut erat hubungannya antara manusia sukses dengan pribadi yang disiplin. Mengingat eratnya hubungan disiplin dengan produktivitas kerja maka disiplin mempunyai peran sentral dalam membentuk pola kerja dan etos kerja produktif. Disiplin merupakan salah satu ciri keberhasilan pembinaan satuan. Satuan yang berdisiplin tinggi otomatis menunjukkan sebagai satuan yang solid dan profesional, karena tidak ada satuan yang tidak terlatih dengan baik memiliki tingkat disiplin yang tinggi. Dan disiplin satuan akan terwujud apabila dimulai dari disiplin para pemimpinnya. Dari berbagai pakar ahli (expert) di atas, penulis mencoba merumuskan implementasi unsur yang mendukung dalam terbentuknya profesionalisme prajurit TNI AD, dalam rangka menjaga kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), meliputi; 1) unsur profesionalisme prajurit TNI AD, meliputi: kemampuan (skill and knowledge), identitas, kesempatan, penampilan (performance), sikap (attitude), kualitas/mutu, komitmen, kode etik dan tanggung jawab; 2) unsur soliditas prajurit, meliputi: esprit de corps/disiplin/keterpaduan, senasib dan seprofesi, kejiwaan/motivasi, kukuh, kuat, berbobot, ikatan/kohesi, kecintaan terhadap organisasi, reward, punishment, regulasi yang jelas dan terstruktur; 3) unsur integritas TNI AD, meliputi: tanggung jawab, kewibawaan, moral, sifat/berkarakter, jujur/dapat dipercaya, konsisten dalam tindakannya/keteguhan, keyakinan, memegang teguh sistem nilai dan prinsip; dan 4) Kemanunggalan TNI dan rakyat. Implementasi profesionalisme prajurit, bila digambarkan seperti di bawah ini.
Gambar 2 Implementasi Profesionalisme Prajurit
Kesimpulan. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa: Pertama. Profesionalisme prajurit sesuai dengan penjelasan UU nomor 34 tentang TNI adalah prajurit yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya. Pendidikan dan latihan bagi prajurit harus terus dilakukan baik di lembaga pendidikan maupun di satuan. Khusus untuk perwira, profesionalisme harus ditunjang dengan kemampuan yang menunjang upayaupaya pencapaian sasaran yang bersifat strategis. Kemampuan tersebut dapat diperoleh dengan upaya pengembangan diri melalui usaha-usaha untuk belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kedua. Implementasi profesionalisme prajurit TNI AD berkaitan erat dengan soliditas, dan integritas. Seseorang yang profesional di bidangnya, tidak berarti apa-apa jika tidak memiliki komitmen untuk mewujudkan soliditas dan integritas yang bertanggung jawab. Kemampuan yang dimilikinya tidak akan memberi manfaat bagi organisasi dan masyarakat, bahkan sebaliknya bisa menjadi ancaman terhadap satuan dan lingkungan. Ketiga. Profesionalisme prajurit akan terwujud apabila didukung oleh: 1) Expertise (Keahlian; 2) Cohesiveness/Esprit de Corps; 3) Responsibility (Tanggung Jawab); dan 4) Discipline (Disiplin). Khusus untuk prajurit TNI AD, profesional benarbenar utuh apabila disertai adanya kemanunggalan dengan rakyat. Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
15
Jurnal Yudhagama Keempat. Tanpa integritas, motivasi menjadi berbahaya; tanpa motivasi, kapasitas menjadi tak berdaya; tanpa kapasitas, pemahaman menjadi terbatas; tanpa pemahaman pengetahuan (profesionalisme dan soliditas) tidak ada artinya; tanpa pengetahuan, pengalaman menjadi buta. Integritas adalah kompas yang mengarahkan perilaku seseorang. Referensi. 1. Britton,Peter. 1996. “Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia”. Jakarta : LP3ES. 2. Dupuy, Col. Trevor N. “International Military and defense Encyclopedia”. Vol 5. Hal 2194. 3. Hafera, Andrias. 1999. “Membangkitkan Profesionalisme”. Jakarta. Gramedia Utama. 4. Huntington, Samuel P. 1991. “The Third Wave, Democratization in The Late Twentieth Century”. Norman and London: University of Oklahoma Press. 5. Janowitz, Morris. 1977. “Military Institutions and Coercion in the Developing Nations. Chicago and London”: University of Chicago Press. 6. Perlmutter, Amos. 2000. “Militer dan Politik”. Jakarta: Rajawali Pers. 7. Schwartz, Janet S., David R. Segal. 1981. “Professional Autonomy of the Military in the United States and the Soviet Union”. Air University review. 8. Segal. David R. and Janet S. Schawartz. 1981. “Professional Autonomy of Military in the United States and the Soviet Union”. www.airpower. maxwell.af.mi 9. Yudhoyono, SB. 1996. “Ceramah Kepemimpinan pada Kursus Reguler Angkatan XXIII Sesko ABRI Tahun 1996/1997”. Bandung. 10. Yudhoyono, SB. 1993. “ Profesionalisme Perwira ABRI Masa Kini dan Masa Depan”. Herman Musakabe, ed., Tantangan Pembangunan. Dinamika Pemikiran Seskoad 1992-1993. Jakarta. Forum Pengkajian Seskoad. 11. A.S. Hornby. 1994. “Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English”. Oxford University Press. London. 12. Budiono. 2005. “Kamus Ilmiah Populer Internasional”. Alumni. Surabaya. 13. Hidayat, M.S. 2005. “Kamus Hubungan Industrial dan Manajemen Sumber Daya Manusia”. Pustaka Jaya. Jakarta. 14. Badudu, J.S. 2009. “Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia”. Kompas. Jakarta. 15. Wojowasito,S. 1976. “Kamus Umum Lengkap Inggeris-Indonesia dan Indonesia-Inggeris”. Pengarang. Bandung.
Undang-Undang. - Undang-Undang RI nomor 34 tahun 2004 16
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
tentang TNI. Dokumen lain. 1. Amanat Panglima TNI pada Upacara Wisuda Jurit tahun 2013/2014 di Magelang. 2.. Pengarahan Kasad pada apel Dansat terpusat tahun 2014 di Secapaad Bandung. Situs Internet. 1. Dari Laman http://www.bandung123. com/2013/04/arti-jiwa-korsa-yang- tinggi. html 2. Dari Laman http://baguspemudaindonesia. blogdetik.com/2011/04/20/ manusia-dan-tanggungjawab/ 3. Dari laman http://lifestyle.kompasiana.com/ catatan/2012/04/26/tanggung-jawab-seorangpemimpin-452840.html 4. Dari laman http://wandhie.wordpress.com/ pengertian-kedisiplinan/ Endnotes. 1. A.S. Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current Englis, Oxford University Press, London, 1994, hal 444. 2. Budiono M.A, Kamus Ilmiah Populer Internasional, Alumni, Surabaya, 2005, hal 462. 3. Lihat, http://en. Wikipedia.org. 4. Samuel P. Huntington, Prajurit dan Negara : Teori dan Politik hubungan Militer-Sipil, terjemahan Deasy Sinaga, (Jakarta:PT Grasindo, 2003) hal 4-6. 5. Samuel P. Huntington, Prajurit dan negara … ibid hal. 4. 6. Andrias Hafera, Membangkitkan Profesionalisme, Jakarta : Gramedia Utama, 1999. Hal 2. 7. Segal, David R. and Janet S. Schwartz, 1981, Professional Autonomy Of The Military in The United State and The Soviet Union. www.airpower. maxwell.af.mi 8. Dupuy, Col. Tresvor N, International Military and Defense Encyclopedia, vol 5. Hal. 2194 9. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di Peter Britton, Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia, Jakarta : LP3ES, 1996 10. Peter Britton, Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia … Ibid hal 239 11. Peter Britton, Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia … ibid hal 11-36 12. Lihat: Segal, David R. and Janet S. Schawart, 1981, Profesionalisme Autonomy of Military in the United States and the Soviet Union, www.airpower. maxwell.af.mi 13. Dupuy, Trevor N, International Military and Defense Encylopedia, vol 5, hal. 2194 14. Peter Britton, Profesionalisme dan Ideologi Militer Indonesia, Jakarta:LP3ES, 1996
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. Data Pokok. 1. Nama : Agung Risdhianto, M.D.A. 2. Pangkat : Mayjen TNI/30404 3. Tempat/Tgl. Lahir : Klaten/22-04-1961 4. Agama : Islam 5. Status : Kawin 6. Sumber Pa/Th : Akmil/1985 7. Jabatan : Danseskoad II. Riwayat Pendidikan Militer. A. Dikbangum. 1. Akabri 2. Sussarcab If 3. Diklapa I 4. Diklapa II 4. Seskoad 5. RCDS T-2 (Lemhannas RI)
: : : : : :
1985 1986 1991 1996 1999 2008
B. Dikbangspes. 1. KIBI : 1986 2. Platoon Commbattle CRSE : 1987 3. Small Arms Field Firing CRSE : 1991 4. Grade 3 Tactics & Staff CRSE : 1991 5. Suspa Binlatsat : 1991 6. American Language CRSE : 1991 7. British Council CRSE : 1991, 1992, 1993 8. English for Academic PURP : 1993 9. Master of Deffence ADM CRSE : 1994 10. Demolition Officer CRSE : 1996 11. Air Assault CRSE : 1996 12. Sus Sarmalindo : 1999 13. Suspatih Raider : 2003 14. Sus Raider : 2003 15. Sus Mobud : 2003 16. Susfung Intel : 2004 17. Sus Manajemen Hankam : 2005 18. Sus Intel Strat : 2005 19. Sus Athan : 2006 20. Sus KIBI Athan : 2006 III. Riwayat Penugasan. A. Dalam Negeri. : 1988 1. Ops Tim-Tim 2. Ops Aceh : 1998-1999 3. Ops Pamtas RI-RDTL : 2001
B. Luar Negeri. 1. Inggris 2. Selandia Baru 3. Belgia 4. Perancis 5. Korea Selatan 6. Yugoslavia 7. Macedonia 8. Timor Leste 9. Swedia 10. Jerman 11. Arab Saudi 12. Switzerland 13. India 14. Jepang 15. China 16. Australia
: 1987, 1993, 1994, 1995, 2006 : 1991 : 1994 : 1994, 2009 : 1996, 2012 : 1997 : 1997 : 2001 : 2008 : 2008, 2013 : 2009 : 2011 : 2011 : 2011 : 2012 : 2012
III. Riwayat Jabatan. 1. Danton Yonif Dam Jaya 2. Danton III/Yonif-203 Dam Jaya 3. Danton II/A/Yonif-203 Dam Jaya 4. Danki B Yonif-201 Dam Jaya 5. Pgs. Kasi Ops Yonif-201 Dam Jaya 6. Danki Paskibraka 7. Pjs. Kasi Ops Brigif-1/Pik Dam Jaya 8. Wadan Denma Brigif-1/Pik Dam Jaya 9. Kasi Ev & Org Bangbinsat Sdirbinsen Pusennif 10. Pamen Pusennif (Dik Seskoad) 11. Pabandyalat Sops Dam I/BB 12. Danyonif-125/SMB Rem-023/KSI/ Dam I/BB 13. Danyonif-131/BRS Rem-032/WBR 14. Dandim-0301/PKU Rem-031/Dam I/BB 15. Dws. Kabangdik Rindam I/Dam I/BB 16. Kabangdik Rindam I/BB 17. Dandim-0314/Inhil Dam I/Dam I/BB 18. Pabandya-3/Dokinfo Spamad 19. Pamen Denma Mabesad (Sus Athan) 20. Kapoksus Sat Intel Bais TNI 21. Athan RI di London/Inggris 22. Pamen Mabes TNI 23. Paban UT G2 Dit- G Bais TNI 24. Pamen Mabes AD (Mutasi) 25. Paban 4 Siapsat Sopsad 26. Sespri Presiden RI 27. Wadan Pussenif Kodiklat TNI AD 28. Kasdam Jaya 29. Danseskoad
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
17
Jurnal Yudhagama
TINJAUAN SEKILAS TENTANG PERANG TERORISME SEBAGAI STRATEGI PERANG ASIMETRIK MODERN ABAD 21
Mayjen TNI Zahari Siregar (Danpusterad)
Sebagai suatu strategi perang asimetrik abad 21, bisa dikatakan perang terorisme mencapai banyak keberhasilan dan merupakan strategi perang yang efektif. Terorisme bukan sekedar sebagai metode perang (method of combat), terorisme merupakan strategi dalam perang asimetrik. Terorisme menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan hanya untuk mencapai tujuan politik yang lebih substansial
D
iprediksi tidak ada wacana dan konsep perang modern abad 21 ini yang tidak bisa dilepaskan dari kosakata (terminologi) terorisme. Istilah ini seolah-olah menjadi objek tinjauan utama dalam studi perang pada abad 21, baik oleh para ahli militer di Indonesia maupun di lingkungan internasional. Para pakar dan ahli militer sibuk memikirkan dan mempelajari sepak terjang ‘mahkluk’ yang bernama terorisme ini.
18
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
Bukan hanya para ahli studi perang, tapi juga para pengambil kebijakan dan publik terbuai dengan wacana terorisme tersebut. Bagaimana tidak, aroma terorisme menyebar, dari benua Amerika, Eropa, Afrika dan Asia. Ancaman terorisme bahkan mampu menjebol sistem pertahanan dan keamanan negara digdaya seperti Amerika Serikat. Simbol kemegahan ekonomi, gedung World Trade Centre (WTC) dan simbol pertahanan negeri Paman Sam, Pentagon menjadi target para pelaku terorisme. Sampaisampai, Amerika Serikat mendeklarasikan perang global melawan terorisme (global war against terorrism). Fakta tersebut membuktikan terorisme merupakan ancaman abad 21 yang menakutkan dan menghancurkan. Fenomena yang sama juga dialami oleh Indonesia dimana ancaman terorisme telah menebar aroma ketakutan bagi rakyat Indonesia. Berbagai ledakan bom dan bom bunuh diri menghantui penduduk negeri ini. Aksi dan praktik terorisme di Indonesia diorganisasikan melalui Jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI). Jaringan JI ini tidak hanya di Indonesia, tapi mencakup ruang lingkup kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian, terorisme JI merupakan jaringan terorisme yang bersifat transnasional (lintas negara). Berbagai kebijakan kontra-terorisme telah diambil oleh pemerintah. Banyak keberhasilan yang dicapai dengan porak-porandanya jaringan terorisme tersebut. Namun demikian, ancaman terorisme belum sepenuhnya bisa diselesaikan. Untuk itulah essai ini ingin mengkaji strategi perang terorisme sebagai bentuk perang abad 21. Tulisan ini kemudian akan mengkaji sifat (nature), definisi, strategi, dan dampak yang diakibatkan oleh terorisme dalam lingkungan internasional dan nasional. Dengan demikian, akan dihasilkan suatu pemikiran yang dapat memperkaya wacana studi perang semesta nantinya. Pada akhir tulisan ini, akan coba di tawarkan beberapa rekomendasi pemikiran yang bisa menambah khazanah kebijakan kontra terorisme di Indonesia.
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Definisi Terorism. Pembahasan pengertian terorisme telah dibahas dalam Eropean Convention Suppersion Of Terorism (ECST) di Eropa pada tahun 1977.1 Disini pengertian terorisme mengalami perluasan arti dari crimer againt state menjadi Crimes Againt Humanity, teroris berhubungan dengan tindak pidana untuk mencitakan suatu kedaan yang mengakibatkan individu, golongan dan masyarakat umum ada dalam suasana yang teror. Dengan demikian, pengertian diatas hendak menjelaskan bahwa terorisme berkaitan erat dengan penciptaaan suasana dan kondisi ketakutan. Kemudian pada tahun 1992 PBB menjelaskan terorisme sebagai “an anxiety inspiring method of repeated violent action, employed by semiclandestine individual, group or state actors, for idiosyncratic, criminal or political reasons, whereby – in contrast to assassination – the direct targets of violence are not the main targets (sebuah metode yang menimbulkan keresahan dengan menggunakan tindakan kekerasan yang berulangulang, dilaksanakan secara semi klandestin oleh individu, kelompok maupun negara, dengan tujuan kriminal atau politik yang unik, dimana berlawanan dengan pembunuhan, sasaran langsung tindakan kekerasan bukanlah sasaran utama).2 Definisi PBB tersebut memaparkan bahwa terorisme merupakan suatu metode atau cara yang bisa dipakai oleh siapa saja, baik individu, kelompok maupun negara. Situasi dan kondisi yang hendak dicapai oleh aksi terorisme adalah penyebaran rasa takut kepada Tabel Tipologi Terorisme3
khalayak yang luas. Penjelasan yang dipaparkan diatas juga menjelaskan bahwa bukan objek sasaran atau korban yang hendak dicapai, tapi pesan dibalik itu semua. Menurut U.S Departemen of State and Defense, Terorisme adalah kekerasan bermotif politik dan dilakukan oleh agen negara atau kelompok subnasional terhadap kelompok non-kombatan. Biasanya dengan maksud memengaruhi audien. Terorisme internasional adalah terorisme yang melibatkan warga negara atau wilayah lebih dari satu negara.4 Definisi tersebut menggambarkan bahwa terorisme seringkali bermotifkan politis dimana aksi terorisme itu sendiri bukanlah tujuan dari pada praktek-praktek terorisme. Dengan demikian, mengetahui motif politis yang mendalangi setiap aksi terorisme menjadi perlu untuk diperhatikan dalam strategi kontra terorisme. Sementara itu, menurut pemerintahan Kerajaan Inggris, terorisme merupakan ,”the use or threat of serious violence against persons or serious damage to property, designed to influence the government or intimidate the public or a section of the public… for the purpose of advancing a political, religious or ideological cause” (penggunaan atau ancaman kekerasan yang serius melawan individu-individu atau kerusakan yang serius terhadap benda berharga, yang didesain untuk mempengaruhi pemerintahan atau menginditimidasi khalayak umum atau sebagain dari masyarakat dengan maksud untuk mencapai sebab-sebab politik, agama dan ideologi).5 Pengertian diatas tersebut menegaskan kembali bahwa terorisme adalah suatu cara untuk mencapai suatu tujuan, bisa berupa
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
19
Jurnal Yudhagama ideologi, politik maupun agama tertentu. Pemerintah Indonesia sendiri berdasarkan UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme, mendefinisikan Terorisme sebagai perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup moral, peradaban, rahasia negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, teknologi, perindustrian, fasilitas umum atau fasilitas internasional. Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa definisidefinisi konseptual diatas lebih menjelaskan terorisme sebagai suatu cara atau metode (a method of combat, merely a tactic in the war being waged) dalam mencapai tujuan tertentu. Definisidefinisi diatas juga menjelaskan bahwa terorisme sebagai sebuah sarana untuk mencapai tujuan (a means to an end). Konsep Perang Asimetrik. Sebelum berbicara tentang perang terorisme sebagai perang asimetrik abad ini, ada baiknya untuk menjelaskan terlebih dahulu konsep perang asimetrik. Dengan demikian akan lebih mudah nantinya untuk menjalaskan karakter perang asimetrik terorisme sebagai strategi perang abad 21. Andrew J.R. Mack’s dalam tulisannya “Why Big Nations Lose Small Wars” di jurnal World Politics, mengatakan bahwa pada era Perang Dingin yang lalu, “asymmetric” dirujuk
20
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
pada indikasi pembeda yang jelas pada kekuatan (power) antar lawan pada suatu konflik. Power yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai kekuatan material seperti pasukan yang besar, Alutsista yang mutakhir, keunggulan ekonomi dan seterusnya. Kemudian selesai perang dingin di tahun 1990 an penelitian yang menelusuri hipothesis Andrew Mack mulai memperlihatkan kecocokan. Namun baru setelah tahun 2004, Angkatan Bersenjata Amerika Serikat mulai secara serius memperhitungkan potensi-potensi masalah yang mereka hadapi menyangkut asymmetric warfare. Konsep perang asimetrik dikenal sebagai perang antara kelompok yang berseteru yang memiliki perbedaan yang menonjol pada kekuatan militernya, atau yang menggunakan strategi dan taktik yang berbeda dari strategi dan taktik perang konvensional. Konsep ini juga dijelaskan sebagai konflik yang mana kedua peseteru tersebut terbedakan dari esensi perjuangannya, interaksi dan eksploitasi terhadap karakter kelemahannya masingmasing. Perjuangan semacam itu membutuhkan suatu strategi dan taktik “unconventional warfare”, dimana strategi kombatan yang kekurangan dalam kuantitas dan kualitas kekuatannya dapat tertutupi. Strategi yang digelarnya belum tentu berupa strategi militer. Disinilah perbedaan menonjol dengan gelaran symmetric warfare, dimana kekuatan mereka yang berseteru tersebut memiliki kemiripan kekuatan dan sumbernya yang diramu dalam suatu taktik yang mirip pula dimana pembedanya hanya pada detil dan eksekusinya saja.
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
Di tahun 2004 perujukan Perang Asimetrik diarahkan pada betuk giat model perang gerilya, insurgency (pemberontakan/kelompok perlawanan), terorisme, counter insurgency, dan kontra terorisme. Kini, perujukan itu melebar dengan mengukur antara lain pada rahasia kemenangan si lemah dalam suatu peperangan. Kunci penjelasan bentuk perang Asimetrik biasanya memasukkan unsurunsur, antara lain Interaksi Strategis, keberanian dan kemauan si Lemah untuk menanggung beban dan biaya perang, adanya dukungan luar terhadap pelaku/pelaksana yang lemah, kekuatan pasukan dari pelaku yang kuat, dan bentuk peperangan yang diluaskan oleh pelaku yang kuat. Adapun tujuantujuan dari perang seperti ini adalah: pertama, untuk mencapai tujuan perang dengan lebih efektif dan efisien. Kedua, untuk menutup kekurangan yang dimiliki Pasukan Reguler. Ketiga, untuk memisahkan tanggung jawab Pasukan Reguler dalam suatu misi/ operasi perang. Keempat, untuk meringankan biaya Perang dari segala aspek. Kelima, untuk memperingan biaya pemeliharaan Pasukan karena Pasukan Perang Asimetrik yang masuk dalam kategori Pasukan Irregular tidak diatur seperti Pasukan Reguler. Strategi dan Taktik Perang Asimetrik. Pada hampir setiap perang konvensional, kubu yang berseteru menggelar kekuatan yang mirip antar satu dengan lainnya sehingga hasilnya bisa diperkirakan berdasarkan kuantitas kekuatan tempur dan kualitasnya dimana biasanya yang memiliki kelebihan keunggulan seperti misalnya
kemampuan fasilitas C4ISR yang lebih canggih dan berdaya atas kekuatan yang dimiliki lawannya, bisa menang. Kelebihan pemanfaatan fasilitas khususnya fasilitas yang mampu untuk memprediksi potensi dari segenap kemungkinan potensi serangan dalam bentuk yang diluar kebiasaan atau kewajaran akan sangat membantu. Sementara basis taktik perang asimetrik antara lain, pertama, mencari peluang secara khusus untuk memiliki keunggulan teknologi yang dapat mengungguli jumlah kekuatan pasukan lawan dalam skala gelaran. Kedua, pelatihan taktik diutamakan pada konsentrasi pasukan kecil taktis berkemampuan tinggi yang khas. Ketiga, saat terjadi situasi dimana lawan berkekuatan besar telah menyerang dan menduduki, maka gelaran siasat “tidak biasa” dipilih dengan taktik hit and run, gangguan-gangguan tanpa harus keluar dari jalur perang konvensional seperti pada perang Vietnam yang dilakukan oleh pasukan Vietkong dimana bentuk mereka tetap sebagaimana dengan pasukan reguler namun bertaktik asimetrik/irregular. Keempat, taktik lainnya adalah dengan melakukan berbagai manipulasi situasi seperti misalnya dengan memanfaatkan atribut-atribut yang diakui badan dunia sebagai atribut netral seperti misalnya eksploitasi mobil ambulan untuk memindahkan pasukan atau menyerang dari balik gedung rumah sakit atau bahkan tempat pengungsian. Dan kelima, psy-war memainkan peran besar dalam gelaran taktik perang asimetrik. Otak menjadi andalah utama sebagai mesin perang dominan. Kemudian di dalam medan pertempuran Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
21
Jurnal Yudhagama disebut medan yang sulit bagi operator perang asimetrik bila ada situasi kondisi dimana kekuatan pasukan yang lebih kecilnya tidak berhasil memanfaatkan kelemahan kekuatan yang lebih besar pada kondisi dan situasi medan pertempuran tersebut karena satu dan lain hal. Selanjutnya Sun Tzu dalam The Art of War mengatakan bahwa permukaan medan tempur harus menjadi penolong utama pasukan dimana kemudahannya terlihat pada terbukanya jumlah kekuatan lawan secara jelas, terlihatnya potensi bencana didepan, dan berapa jarak mereka yang kesemuanya dipentingkan dalam menentukan suatu kemenangan. “Mereka yang bertempur tanpa memanfaatkan kesempatan untuk mengetahui itu semua, akan kalah”. Adapun Mao Zedong menggariskan bahwa Pasukan Gerilya “harus” bisa bergerak diantara masyarakat banyak seperti ikan yang berenang di laut. Dalam beberapa situasi perkembangan taktis peperangan asimetrik menggiring pada situasi terjadinya perang kota dengan segenap teknik dan taktik yang beragam yang kerap belum pernah terlihat sebelumnya dengan peralatan yang unik pula. Adapun kelebihan dan kekurangan perang asimetrik adalah, pertama, Unsur kemampuan “otak” individu menjadi dominan, dimana “yang siap memangsa yang lengah, yang pandai mempecundangi yang bodoh”. Kedua, Bisa dalam jumlah yang sangat terbatas; 1 atau 2 orang saja dalam setiap operasi tempur. Ketiga, biasanya membutuhkan peralatan khusus yang bisa dibuat “home made”. Keempat, kemampuan yang sangat menonjol adalah pada giat intelijen dan sabotase. Kelima, berkemampuan menyerbu langsung ke jantung lawan. Keenam, serangan bisa dilakukan dari jarak yang cukup aman dari lawan. Dan ketujuh, sering dianggap sebagai kegiatan kriminal yang tidak serta merta dirujuk sebagai kegiatan taktis perlawanan terhadap kedaulatan suatu negara. Karakteristik Perang Terorisme. Dalam sebuah laporan yang berjudul The Sociology and Psychologi of Terorism : Who become a teroris and why? Divisi riset Federal AS (kongres AS) menyebutkan ada lima ciri dari kelompok terorisme, yaitu : 1. Separatis-nasionalis; 2. Fundamentalis-religius 3. Religius baru 4. Revolusioner-sosial 5. Teroris sayap kanan 22
Klarifikasi kelompok ini di dasarkan pada
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
asumsi bahwa kelompok-kelompok teroris dapat dikategorikan menurut latar belakang politik dan ideologi. Loudewijdk F Paulus mengatakan bahwa berdasarkan matrik perbandingan karakteristik kelompok pengguna tindak kekerasan guna mencapai tujuanya, dapat disimpulkan ciri-ciri terorisme sebagai berikut: 1. Organisasi yang baik, berdisiplin tinggi, militan, organisasinya merupakan kelompok-kelompok kecil, disiplin dan militansi ditanamkan melalui indoktrinasi dan latihan yang bertahun-tahun. 2. Mempunyai tujuan politik, tetapi melakukan perbuatan kriminal untuk mencapai tujuan. 3. Tidak mengindahkan norma-norma yang berlaku, seperti agama, hukum dan lain-lain 4. Memilih sasaran yang menimbulkan efek psykologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas. Lebih lanjut Loudewijk F Paulus berpendapat juga bahwa karekteristik dari terorisme dapat ditinjau dari 4 macam pengelompokan6; 5. Karakteristik organisasi yang mencakup organisasi, rekrutmen, pendanaan dan hubungan Internasional. 6. Karakteristik operasi, yang meliputi; perencanaan, waktu, taktik dan kolusi 7. Karakteristik prilaku yang terdiri dari; motivasi, dedikasi, disiplin, keinginan membunuh dan keinginan menyerah hidup-hidup. 8. Karakteristik sumber daya yang meliputi; Latihan/kemampuan, pengalaman perorangan dibidang teknologi, persenjataan, perlengkapan dan transportasi. Metode Perang Asimetrik Terorisme. Kondisi obyektif saat ini menunjukkan bahwa ancaman terorisme bersenjata meningkat cukup pesat dan dapat mengancam keselamatan bangsa dengan cara menebarkan rasa takut dan menimbulkan korban tanpa mengenal rasa prikemanusiaan dan sasaran aksi terornyapun dapat menimpa siapa saja, sehingga sulit diprediksi dan ditangani dengan cara-cara biasa. Oleh karena itu penanganan aksi terorisme ini harus dilakukan oleh alat negra yang propesional dan memiliki kemampun serta pengalaman yang baik, mengingat dalam taktis terorisme : Pertama, Biasa menggunakan bom yang sering digunakan kelompok teroris dan tercatat 67% (enam puluh tuju persen) aksi teror menggunakan bom; Kedua, Pembajakan sangat populer dilancarkan oleh kelompok teroris selama periode 1960-1970. tetapi jenis pembajakan yang lebih populer saat ini adalah pembajakan pesawat terbang komersil.
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Ketiga, Pembunuhan adalah bentuk aksi teroris yang tertua dan masih digunakan hingga saat ini, sasaran dari pembunuhan ini seringkali sudah diramalkan. Teroris akan mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan yang dilaksanakan. Sasaran dari pembunuhan ini biasanya adalah pejabat pemerintah, pengusaha, politis dan aparat keamanan. Dan 10 tahun terakhir tercatat 246 kasus pembunuhan teroris di seluruh dunia. Keempat, Penghadangan yang telah dipersiapkan jarang sekali gagal. Hal ini juga brlaku bagi operasi yang dilakukan oleh kelompok teroris, aksi ini biasanya direncanakan secara seksama, dilaksanakan latihan pendahuluan dan gladi serta dilaksanakan secara tepat. Dalam bentuk operasi ini waktu dan medan berpihak pada kelompok teroris. Kelima, Tidak semua penghadangan bertujuan untuk membunuh. Dalam kasus kelompok gerilya Abu sayaf di Filipina, penghadangan lebih ditujukan untuk menculik personil. Penculikan biasanya akan diikuti oleh tuntutan tebusan berupa uang, atau tuntutan politik lainnya. Keenam, Pebedaan antara penculikan dan penyanderaan dalam dunia terorisme sangat tipis. Kedua bentuk operasi ini seringkali memiliki pengertian yang sama, penculikan biasanya menahan korbanya ditempat tersembunyi dan tuntutannya berupa materi dan uang, sedangkan penyanderaan berhadapan langsung dengan aparat dengan menahan sandra di tempat umum, tuntutan penyanderaan biasanya lebih dari materi, biasanya tuntutan politik lebih sering dilemparkan teroris pada kasus penyanderaan; Ketujuh, Operasi yang dilakukan oleh kelompok teroris adalah sangat mahal. Untuk mendanai kegiatan mereka, teroris biasanya merampok bank atau mobil lapis baja yang membawa uang dalam jumlah besar, perampokan bank juga dapat digunakan sebagai ujian bagi program latihan personel baru. Kedelapan, Ancaman/intimidasi merupakan suatu usaha, pekerjaan, kegiatan atau tindakan untuk menakutnakuti dan mengancam dengan menggunakan kekerasan terhadap seseorang atau kelompok didaerah yang dianggap rawan, sehingga sasaran terpaksa menuruti kehendak pengancam untuk tujuan dan maksud tertentu. Strategi Perang Asimetrik Terorisme. Perang Terorisme dikatakan sebagai perang asimetrik dikarakteristikkan oleh, antara lain: Pertama, perang ini melibatkan pihak-pihak bermusuhan yang tidak seimbang kekuatan tempurnya satu sama lain. Kedua, kekuatan yang lebih lemah (para terorism) mengeksploitasi
kelemahannya tersebut sebagai kekuatannya. Ketiga, persis seperti perang gerilya, para pelaku terorisme tidak secara langsung terlibat konfrontasi dengan lawannya yang memiliki kekuatan lebih. Hanya saja, dalam konsep perang terorisme, para teroris tidak menguasai suatu wilayah sebagai basis perangnya. Terorisme tidak memiliki markas atau lokasi sebagai basis pergerakkannya, namun bersifat transnasional, melintasi batas-batas ruang, sehingga tidak mudah untuk disergap dan dihancurkan. Strategi teroris bukanlah dimaksudkan untuk secara langsung mengontrol suatu teritori. Dalam kenyataannya para teroris mencoba untuk memaksakan kehendak mereka terhadap masyarakat melalui menebar rasa takut, yang pada intinya tidak mengenal batas-batas geografis. Terorisme sebagai suatu strategi tidak melandaskan perjuangan mereka pada suatu daerah tertentu untuk mengkonsolidasikan kekuatannya. Sebagai suatu strategi, terorisme tetap pada domain (wilayah) pengaruh psikologi tanpa sekat geografis7. Perang yang dilakukan oleh para teroris bukanlah tujuan dari perang terorisme itu sendiri. Hal inilah yang perlu digarisbawahi dalam perang kontraterorisme. Aksi-aksi ledakan bom yang dilakukan oleh para teroris pasti dilandasi oleh motif politik (political purpose). Dalam perspektif level of war (tingkatan perang), strategi berarti berbicara tentang penggunaan sarana (means), cara (way) untuk mencapai tujuan perang. Namun perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik dengan cara lain (war is the continuation of politics by other means).8 Tujuan dari perang terorisme, khususnya yang berbasiskan Islam adalah untuk menghancurkan pemerintahan demokratis dan menggantikannya dengan model negara Khalifah. Strategi perang terorisme bersifat: jangka panjang, berbasiskan (mengatasnamakan) ideologi islam (terorisme berlabel Islam), menggunakan sistem jaringan sel, clandestain (gerakan rahasia), terorganisir secara efisien dan efektif. Strategi perang terorisme menggunakan ideologi agama untuk merekrut, mendidik, melatih dan meningkatkan militansi anggotanya. Strategi perang terorisme menggunakan aksi teror untuk menebar rasa ketakutan melalui pemanfaatan propaganda media yang tersedia. Pada level operasional, terorisme memanfaatkan situasi demografi, geografi, kultur masyarakat, dukungan simpatisan pada akar rumput, dukungan dana teroris internasional. Pada tingkat taktis, terorisme menggunakan ‘pasukanpasukan’ bom bunuh diri yang sudah diindoktrinasi dan dilatih serta sulit dideteksi. Teroris tidak Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
23
Jurnal Yudhagama memiliki tank, kapal selam, atau pesawat tempur sebagai Alutsista secara strategis dan taktis mampu menggetarkan negara yang menjadi sasarannya. Kesimpulan. Sebagai suatu strategi perang asimetrik abad 21, bisa dikatakan perang terorisme mencapai banyak keberhasilan dan merupakan strategi perang yang efektif. Terorisme bukan sekedar sebagai metode perang (method of combat), terorisme merupakan strategi dalam perang asimetrik. Terorisme menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan hanya untuk mencapai tujuan politik yang lebih substansial. Strategi perang terorisme bertujuan untuk: pertama, melalui dramatisasi tindakan kekerasan dan teror yang dilakukannya, para teroris berusaha mencari perhatian media dan publik akan diri dan tujuan mereka. Melalui ‘propaganda gratis’ liputan media, para teroris mampu menebar rasa takut kepada khalayak umum. Kedua, melalui aksi-aksi terorisme tersebut, para teroris berusaha mencari pengakuan dari publik dan negara akan eksistensi dan tujuan perjuangan mereka yang dilupakan atau dinegasikan oleh pemerintah. Dengan begitu, selain mencari pengakuan dari pemerintah, para teroris juga mencari pengakuan dan simpati dari para pendukung dan pengikut-pengikut mereka. Ketiga, para teroris berusaha mengkapitalisasi kepentingan dan pengakuan atas tindakan kekerasan mereka melalui justifikasi-justifikasi yang mereka lakukan, bahwa apa yang mereka perbuat merupakan perbuatan yang benar dan suci. Keempat, dengan mendapatkan legitimasi dan pengakuan atas tindakan mereka tersebut, para teroris berusaha mempengaruhi otoritas pemerintahan yang berkuasa dengan mengharapkan terjadinya perubahan dalam pemerintahan dan lingkungan mereka. Ini adalah jantung perjuangan perang terorisme. Kelima, para teroris berusaha mengkonsolidasikan kendali langsung mereka atas negara, tanah air atau masyarakat mereka. Penting untuk dicatat, bahwa untuk poin satu sampai tiga, para teroris sukses melakukan hal tersebut. Namun, untuk poin empat dan lima, bisa dikatakan strategi para teroris tersebut jauh dari berhasil. Rekomendasi. Perang Terorisme merupakan strategi perang asimetrik abad 21. Untuk itu, kebijakan perang melawan terorisme di Indonesia harus benarbenar mencermati hal itu. Dengan demikian, perlu dilakukan revisi atas konsep perang kontra24
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
terorisme yang dilakukan di Indonesia. Perlu dirumuskan dan diformulasikan kebijakan kontra-terorisme yang komprehensif untuk menanggulangi perang asimetrik terorisme yang terjadi di Indonesia. Untuk melengkapi khasana ini dalam bentuk kajian strategis di bidang terorisme diperlukan pendalaman secara teori maupun pengalaman di lapangan sehingga menambah referensi pengalaman terhadap kajian strategis yang berkaitan dengan perang terorisme di abad 21. Daftar Pustaka. 1. Abdul Wahid, dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum, Refika Aditama, 2004 2. Ariel Merari, Terorism as A Strategy of Insurgency, Terrorism and Political Violence, Vol. 5, No. 4 (Winter 1993), Published by Frank Cass, London 3. F. Budi Hardiman, Terorisme : Paradigma dan Definisi dalam “Terorisme Definisi, Aksi dan Regulasi”, Imparsial, 2005 4. John Baylis, James Wirtz, Eliot Cohen, Colin S. Gray, “Strategy in Tthe Contemporary World: an Introduction to Strategic Studies”, Oxford University Press, 2004 5. John Gearson, The Nature of Modern Terrorism, The Political Quarterly Publishing Co. Ltd, 2002 6. Kolonel Inf Loudewijk F Paulus, Terorisme, Buletin Litbang Dephan, STT No. 2289 Volume V Nomor 8 Juli Tahun 2002 7. U.S. Army DCSINT Hanbook No. 1 (Version 3.0) A Military Guide to Terrorism in The Twenty-First Century Endnotes. 1. Abdul Wahid, dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum, Refika Aditama, 2004, hal 23-24 2. U.S. Army DCSINT Hanbook No. 1 (Version 3.0) A Military Guide to Terrorism in The Twenty-First Century, Hal. 3-1 3. F. Budi Hardiman, Terorisme : Paradigma dan Definisi dalam “Terorisme Definisi, Aksi dan Regulasi”, Imparsial, 2005 hal 6-7 4. Abdul Wahid, dkk, opcit, hal 24 5. John Gearson, The Nature of Modern Terrorism, The Political Quarterly Publishing Co. Ltd, 2002, hal. 9 6. Kolonel Inf Loudewijk F Paulus, Terorisme, Buletin Litbang Dephan, STT No. 2289 Volume V
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Nomor 8 Juli Tahun 2002 7. Ariel Merari, Terorism as A Strategy of Insurgency, Terrorism and Political Violence, Vol. 5, No. 4 (Winter 1993), Published by Frank Cass, London, hal. 12
8. John Baylis, James Wirtz, Eliot Cohen, Colin S. Gray, “Strategy in Tthe Contemporary World: an Introduction to Strategic Studies”, Oxford University Press, 2004
RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS B. Luar Negeri.
I. Data Pokok. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. II.
Nama Pangkat Tempat/Tgl. Lahir Agama Status Sumber Pa/Th Jabatan
: : : : : : :
Zahari Siregar Mayjen TNI/29062 Tarutung/09-03-1957 Islam Kawin Akabri/1980 Danpusterad
Riwayat Pendidikan Militer.
A. Dikbangum. 1. Akabri : 2. Sussarcab If : 3. Suslapa II : 4. Suslapa USA (IOAC) : 5. Sesko India : 6. Sesko TNI :
1980 1980 1991 1992 1996 2003
B. Dikbangspes. 1. Sussar Para : 2. Sus Danki : 3. CTIC Australia : 4. Sus Bhs. Inggris : 5. Grade III Tactics Staf Course New Zealand : 6. KIBI : 7. Defence Language Institute : 8. Army Infantry School : 9. Susdanyonif : 10. Susdanbrigif : 11. Susdanrem : 12. Dik. KSPS :
1. Australia 2. Malaysia 3. New Zealand 4. Irak 5. USA 6. Singapura 7. Malaysia 8. India 9. Italy 10. Lebanon 11. Kongo 12. Bangladesh
: : : : : : : : : : : :
1984 1986 1988 1989 1992, 2010 1994 1995 1996 2001 2006 2007 2007
IV. Riwayat Jabatan.
1981 1984 1984 1987 1988 1988 1992 1992 1994 1999 2004 2007
III. Riwayat Penugasan. A. Dalam Negeri. 1. Ops. TIM-TIM : 1981 2. Ops. Pemeliharaan Perdamaian Irak-Iran UNIIMOG : 1989-1990
1. Danton I/C/502/18/2 Kostrad 2. Danki A/502/18/2 Kostrad 3. Danki A/503/18/2 Kostrad 4. Danki Bant Yonif L. 503/18/2 Kostrad 5. Kasi-2/Ops Yonif L. 503/18/2Kostrad 6. Pasi 2/Udara/Kima Brigif L. 18/2 Kostrad 7. Kasilat Bag Linud Pussenif TNI AD 8. Danyonif-321 Kostrad 9. Danyonif L. 502/18/2 Kostrad 10. Kasbrigif L. 18/2 Kostrad 11. Danbrigif L. 18/2 Kostrad 12. Ajudan Wakil Presiden 13. Aslog Kasdivif-1 Kostrad 14. Asops Kasdivif-1 Kostrad 15. Asops Kaskostrad 16. Danmen Chandradimuka Akmil 17. Danrem-021/Teuku Umar 18. Kasdivif-2 Kostrad 19. KA PMPP TNI 20. Pangdivif-2 Kostrad 21. Pati Mabes TNI (Direktur Strategic Military Cell Unifil) 22. Wairjen TNI 23. Kaskostrad 24. Pangdam IM 25. Danpusterad
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
25
Jurnal Yudhagama
JATI DIRI TNI SEBAGAI DASAR MEMBANGUN PROFESIONALITAS, SOLIDITAS DAN INTEGRITAS TNI AD MENGHADAPI TANTANGAN TUGAS DI ERA GLOBAL
Mayjen TNI Sumardi (Gubernur Akmil)
Ada 5 (lima) pilar dalam strategi transformasi tersebut yaitu : pemuktahiran doktrin dan organisasi, modernisasi Alutsista, peningkatan kualitas SDM, peningkatan kerjasama militer dan memantapkan kemanunggalan TNI-Rakyat. Implementasi ke 5 (lima) pilar dalam strategi transformasi tidak dapat terwujud secara optimal bila tidak didukung oleh soliditas dan integritas prajurit TNI AD.
D
unia saat ini sedang dilanda arus globalisasi yang sangat kuat dan kompleks. Arus globalisasi ini telah berdampak terhadap sekat-sekat geografis atau kewilayahan, dan sosial budaya suatu bangsa dan negara. Berbagai perubahan telah dialami oleh sebagian besar bangsa dan negara di dunia terkait dengan arus
26
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
globalisasi. Beragam isu seperti demokratisasi, hak azasi manusia, lingkungan hidup, terorisme, dan isu lainnya terus bergulir seperti bola salju (snow ball), telah menimbulkan beragam reaksi di antara bangsa dan negara. Perubahan ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya serta pertahanan dan keamanan suatu bangsa dan negara disadari atau tidak, suka atau tidak sedang menggerogoti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengaruh arus globalisasi terhadap bangsa dan negara Indonesia berdampak terhadap lunturnya nilainilai moral bangsa dari derasnya terpaan budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Realitas tersebut terlihat dari lunturnya jati diri bangsa yang tadinya peduli, santun dan agamis kini semakin pudar karena telah didominasi oleh sikap individualisme yang semakin merebak. Lunturnya jiwa dan semangat nasionalisme dikalangan sebagian besar generasi muda, dan semakin meluasnya nilai-nilai materialisme dan hedonisme di tengah masyarakat Indonesia semakin memprihatinkan. Mencermati perkembangan global yang sedemikian kompleks dan dinamis maka sebagai bangsa dan negara Indonesia, termasuk segenap prajurit khususnya perwira TNI AD harus dapat menyikapi dengan bijak dan kritis untuk tetap memiliki jati diri yang kuat agar tidak turut terpengaruh dan hanyut tergerus oleh pusaran arus globalisasi. Melalui tulisan ini penulis ingin memberikan kontribusi pemikiran bahwa menyikapi perkembangan terkini yang sarat dengan berbagai kemajuan dibidang teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang berimplikasi terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, maka organisasi TNI AD perlu terus membangun sikap profesionalitas, soliditas dan integritas berdasarkan pada jati diri TNI sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional.
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
Makna Profesionalitas Dihadapkan Pada Tugas Pokok. Menurut Oxford Advance Leaner’s Dictionary (1995:222) Profesionalisme adalah the skill or qualities required or expected of members of profesion. Artinya profesionalisme adalah suatu kemampuan atau kualitas yang menjadi persyaratan bagi keanggotaan suatu profesi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,2007;897) istilah profesional bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankan, mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya; profesionalisme artinya mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional, sedangkan profesionalitas artinya kemampuan untuk bertindak secara profesional. Dari pengertian di atas maka profesionalitas terkait dengan kemampuan seseorang atau kualitas individu dalam profesinya. Selanjutnya pengertian profesionalitas militer menurut beberapa ahli antara lain Sam Sarkesian seorang profesor emiritus ilmu politik
dari Universitas Loyola Chicago, USA yang menaruh perhatian pada masalah hubungan sipil dan militer seperti yang dikutip oleh Muhadjir Effendi1 mendefinisikan profesional sebagai: Profesional are motivated by a sense of service and resposibility to society. Military profesionals are expected to be prepared to give their lives to serve the profesion and the state. Menurutnya seorang militer yang profesional akan mencurahkan segala daya dan pikirannya untuk melaksanakan tugasnya sesuai peran yang ditentukan oleh negara dalam bidang kemiliteran. Profesional militer sebagai suatu profesi yang tumbuh berkembang karena didorong oleh rasa tanggung jawab dan panggilan tugas untuk mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara. Pandangan lain tentang profesionalisme militer dari Samuel Huntington (2003)2 disebutkan bahwa profesionalisme militer meliputi tiga hal pokok yaitu: pertama adalah expertise yaitu profesionalisme militer dipandang sebagai keahlian yang sangat spesifik dan memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh melalui pendidikan
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
27
Jurnal Yudhagama dan pelatihan, dalam waktu dan tingkat kesulitan tertentu, yang oleh karenanya keahlian itu tidak mungkin dikuasai oleh sembarang orang. Kedua adalah social responbility yaitu profesionalisme militer dituntut memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi. Dalam kondisi demikian para prajurit harus bertanggung jawab kepada warga negara secara keseluruhan. Ketiga adalah Corporateness yaitu mempunyai kesatuan yang kuat dengan bersumber pada doktrin organisasi. Suatu korps militer menjadi profesional yaitu dengan adanya spesialisasi fungsional dan pembagian kerja yang jelas. Sikap profesionalisme tidak akan muncul bilamana militer masih diperhadapkan dengan peran yang lain dan tidak berhubungan dengan kemiliteran. Militer hanya mengabdi kepada kepentingan negara dan harus bersikap netral dengan tidak memihak pada satu golongan tertentu. Konsep profesionalisme TNI juga dikemukakan oleh mantan Kasad Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu sebagaimana dikutip oleh AC Mantiri (2005), beliau berpendapat bahwa profesionalisme keprajuritan TNI tidak sama dengan negara lain disebabkan adanya tuntutan nasionalisme yang berbeda. Melihat profesionalisme TNI tidak hanya diukur semata-mata dengan ketrampilan dalam penguasaan taktik dan tehnis kemiliteran tetapi berdasarkan kepada keterampilan penguasaan taktik dan tehnik militer yang berlandaskan jati diri TNI sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional.3 Penyataan yang senada
28
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
diungkapkan oleh Mantan Kasad Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso, bahwa Profesionalisme keprajuritan itu adalah penguasaan setiap prajurit terhadap kemahiran teknis dan taktis melalui tanggung jawab yang mendalam terhadap profesinya, memiliki soliditas dan jiwa korsa yang kuat. Semua ini berbasis pada jati diri TNI sebagai tentara yang selalu mencintai dan manunggal dengan rakyat, sebagai tentara pejuang yang tangguh dan bertekad mengabdi hanya untuk bangsa dan negara, sebagai tentara nasional yang memiliki wawasan kebangsaan yang kuat.4 Penulis berpendapat bahwa pandangan Jenderal (Purn) Ryamizard dan Jenderal (purn) Djoko Santoso tentang profesionalisme TNI sangat tepat dan komprehensif. Profesionalisme keprajuritan TNI AD harus dibangun dan terus ditingkatkan seiiring perkembangan zaman tanpa mengabaikan dan meninggalkan jatidiri TNI atau kultur kebangsaaan yang ada dan telah diwarisi oleh para the founding fathers. Profesionalitas bagi prajurit TNI khususnya di kalangan para perwira adalah keniscayaan bilamana organisasi TNI AD akan terus maju dan berkompetitif dengan organisasi militer dari negara negara lain di dunia. Namun demikian profesionalitas militer yang ditumbuhsuburkan tidak mengabaikan dan melunturkan pemahaman prajurit terhadap hakekat diri sebagai Tentara rakyat, Tentara pejuang, Tentara nasional dan Tentara Profesional. Jati diri inilah yang menjadi ciri khas setiap prajurit TNI AD khususnya para perwira sebagai sosok teladan yang menjadi panutan anak buah. Jati diri TNI harus selalu dipedomani, berakar serta terpatri dalam sanubari terdalam setiap prajurit TNI AD khususnya perwira sebagai motor, penggerak dan pemimpin bagi satuannya. Profesionalitas militer tidak dapat ditawar lagi
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
dan sudah menjadi tuntutan yang harus dilakukan terus menerus secara berkelanjutan oleh setiap personil militer TNI AD dari level terbawah yaitu Tamtama sampai dengan level tertinggi yaitu Perwira. Sebagaimana diamanatkan dalam Undangundang TNI Nomor 34 tahun 2004 pasal 2 tentang jati diri TNI yang keempat menyebutkan bahwa tentara profesional adalah tentara yang mahir menggunakan peralatan militer, mahir bergerak, dan mahir menggunakan alat tempur, serta mampu melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilai-nilai akuntabilitas. Oleh sebab itu tentara perlu terus dilatih dalam menggunakan senjata dan peralatan militer lainnya dengan baik, dilatih manuver taktik secara baik, dididik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, dipersenjatai dan dilengkapi dengan baik serta didukung dalam hal peningkatan kesejahteraan prajurit oleh negara. Selain itu, dengan adanya kebijakan pemerintah RI untuk melakukan modernisasi alutsista TNI/ TNI AD maka setiap prajurit yang mengawaki Alutsista dituntut profesionalitas yang tinggi. Pembelian pesawat Sukhoi Su-30MK2, pesawat angkut CN-295, pesawat Super Tucano EMB-314, helikopter Bell 412 EP, Tank Amfibi BMP-3F, Panser Amfibi BTR-4, pesawat CN-235 MPA dan pesawat
latih T-50. Dan beberapa Alutsista yang masih dalam proses adalah Main Battle Tank Leopard, Meriam Armed Howitzer, Rudal Arhanud Mistral, Helikopter serbu Fennec AS 555 AP dan AS 550 C3, Multi Launcher Rocket System Astros II, Multi Role Light Fregate, dan Helikopter Apache tentunya akan sia-sia bila tidak didukung oleh personel prajurit TNI khususnya perwira yang profesional untuk mengawaki dan memelihara Alutsista yang ada.5 Pada suatu kesempatan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro didampingi Panglima TNI, Kasad, Kasau, Kasal dan Wamenhan dalam Rapat Pimpinan Tahun 2014 yang dihadiri seluruh pejabat eselon I dan II di jajaran Kemhan serta beberapa pejabat dari Mabes TNI dan Mabes Angkatan dalam sambutannya mengatakan, bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan Minimum Essential Force (MEF) sampai tahun 2024 yang mencakup modernisasi Alutsista TNI, sarana prasarana, profesionalisme SDM dan kelembagaan yang didukung industri pertahanan, maka Kemhan dan TNI telah merencanakan dan melaksanakan pengadaan Alutsista dan infrastruktur dengan berbagai sumber pendanaan yang ada.6 Mencermati sambutan Menteri Pertahanan RI tersebut maka
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
29
Jurnal Yudhagama
kedepan profesionalitas personel dan prajurit TNI menjadi keniscayaan agar organisasi TNI dapat berkompetitif dan melakukan tugas pokok secara optimal seiring dengan perkembangan global tanpa mengabaikan jati diri TNI. Makna Soliditas dan Integritas Bagi Prajurit TNI AD. Pengertian istilah soliditas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007; 1082) menunjuk kepada keadaan (sifat) yang solid atau kukuh, berbobot, padat atau berisi. Kemudian untuk istilah Integritas artinya mutu, sifat atau keadaan yang menunjukan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, dan kejujuran. (KBBI,2007;437). Belajar dari sejarah ada beberapa pesan dari Panglima besar Jenderal Sudirman yang dapat menjadi inspirasi saat membahas tentang pengertian soliditas dan integritas adalah: “Bahwa satu-satunya hak milik Nasional Republik yang masih utuh dan tidak berubah-ubah meskipun harus mengalami soal dan perubahan hanyalah Angkatan Perang Republik Indonesia (Yogyakarta 1 Agustus 1949). Kami Tentara Republik Indonesia akan timbul dan tenggelam bersama-sama negara (17 Februari 1946). Tentara hanya mempunyai 30
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
kewajiban satu ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatan. Sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini lagipula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau orang siapapun juga” (Yogyakarta 12 Nopember 1945). Itulah nasehat dari Pangsar Sudirman yang mengandung makna sangat dalam bagi keutuhan NKRI khususnya Tentara Nasional Indonesia. Membangun soliditas dan integritas di era globalisasi dewasa ini sangat penting mengingat kondisi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang sangat majemuk. Kebhinekaan tersebut sesungguhnya rawan terhadap disintegrasi atau ancaman perpecahan dan potensi disintegrasi bangsa dapat dilihat dari adanya isu separatis dari kelompok-kelompok separatis serta adanya berbagai peristiwa konflik horizontal lainnya yang terjadi di tanah air. Menyikapi kondisi bangsa yang sedemikian, maka TNI AD sebagaimana pesan Pangsar Sudirman harus tetap memelihara soliditas dan integritas baik di kalangan internal maupun eksternal dengan masyarakat dan komponen bangsa lainnya. TNI AD harus dapat menjadi contoh dan teladan dalam
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD menjaga persatuan dan kesatuan yang berdasarkan pada jati diri TNI. Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal (Purn) George Toisutta,7 menyatakan bahwa solid berarti kuat, kukuh dan berbobot, dihadapkan pada perubahan dan tantangan. Solid bermakna bahwa setiap prajurit TNI Angkatan Darat, dan sesamanya harus menyatu, karena bersaudara dan teman seperjuangan, serta soliditas juga merupakan kekuatan bagi TNI Angkatan Darat. Soliditas yang ditunjukkan dalam kerjasama untuk memecahkan setiap permasalahan di wilayah, dengan pemerintah daerah, aparat dan pihak terkait, serta kekompakan sesama prajurit dalam melaksanakan tugas-tugas satuan, secara benar dan terarah. Lebih lanjut ditegaskan oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Budiman di Graha Yudha Wastu Pramuka Pussenif Kodiklat TNI AD, pada saat pembukaan Apel Dansat tahun 2014. Kasad menyatakan saat ini TNI AD sedang menjalankan Strategi Transformasi yang meliputi bidang pertempuran (OMP), bidang teritorial (OMSP) serta dukungan. Ada 5 (lima) pilar dalam strategi transformasi tersebut yaitu : pemuktahiran doktrin dan organisasi, modernisasi Alutsista, peningkatan kualitas SDM, peningkatan kerjasama militer dan memantapkan kemanunggalan TNIRakyat. Implementasi ke 5 (lima) pilar dalam strategi transformasi tidak dapat terwujud secara optimal bila tidak didukung oleh soliditas dan integritas prajurit TNI AD. Soliditas dan integritas sesungguhnya dapat dipahami sebagai ketrampilan soft skills”8 yang harus dimiliki oleh setiap prajurit TNI AD. Agar soliditas dan
integritas dapat terus terbina dan tumbuh subur pada setiap level dari Tamtama sampai dengan Perwira, maka penghayatan akan jati diri TNI mutlak diperlukan bagi setiap prajurit. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian jati diri adalah identitas, ciri-ciri, gambaran atau keadaan khusus seseorang atau suatu benda, pengertian lain adalah inti, jiwa, semangat dan daya gerak dari dalam. (KBBI, 2002;462). Apabila memperhatikan Undangundang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI disebutkan tentang jati diri TNI. Pertama, sebagai Tentara Rakyat, yang berarti bahwa prajurit TNI adalah tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia. Kedua, sebagai Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya, Ketiga, sebagai Tentara nasional yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara diatas kepentingan daerah, suku, ras dan golongan serta agama. Keempat, sebagai tentara profesional berarti TNI merupakan tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi. Jati diri TNI adalah sebagai Tentara Rakyat, tentara Pejuang, Tentara Nasional dan Tentara Profesional. Keempat nilai jati diri ini tidak dapat
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
31
Jurnal Yudhagama dipisah-pisahkan satu sama lain melainkan harus dipahami secara utuh dan komprehensif. Jati diri TNI memiliki arti yang sangat penting, dan sekaligus sebagai daya gerak atau pendorong bagi setiap prajurit TNI AD dalam melaksanakan setiap tugas pengabdian yang terbaik bagi bangsa dan negara. Jati diri TNI menjadi dasar dan identitas terbangunnya profesionalitas, soliditas dan integritas prajurit TNI AD baik di lingkungan internal maupun eksternal. Melalui penghayatan yang mendalam tentang Jati diri TNI oleh setiap prajurit TNI AD, maka profesionalitas, soliditas dan integritas TNI AD akan menjadi contoh dan teladan bagi elemen masyarakat Indonesia di era global. Penutup. Jati diri TNI merupakan hal mendasar dan keniscayaan bagi setiap prajurit TNI AD karena menjadi daya gerak, semangat, dan ciri khas TNI/ TNI AD dalam menjalankan tugas dan pengabdian terbaik bagi bangsa dan negara. Jati diri TNI inilah yang membedakan prajurit TNI/TNI AD dengan prajurit dari bangsa dan negara lain. Pengalaman sejarah telah membuktikan bahwa dengan pemahaman dan penghayatan yang kuat tentang Jati diri TNI para prajurit Angkatan Perang Republik Indonesia pada masa kemerdekaan mampu berjuang membela tanah air meskipun dengan keterbatasan sumber daya manusia, alat dan tehnik
32
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
bertempur. Para prajurit TNI atau BKR/TKR di masa lalu mampu memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara, meskipun harus kehilangan nyawa dalam membela Nusa dan Bangsa agar Sang Merah Putih dapat berkibar di seluruh pelosok Nusantara. Semangat dan pengabdian yang telah dicontohkan oleh para pejuang kusuma bangsa dapat dilanjutkan dan ditumbuhsuburkan oleh setiap prajurit TNI AD di era global dalam membangun profesionalitas, soliditas dan integritas dengan selalu berpedoman mendasarkan pada jati diri TNI. Endnotes. 1. Lihat. Muhadjir Effendy, 2006, profesionalisme Militer Dan Profesionalisme TNI, UMM Press, Malang 2. S.Huntington, (2003), Prajurit dan Negara, teori dan Politik Hubungan Sipil, PT Grasindo, Jakarta, hal.4-6 3. AC Mantiri, (2000), Memelihara Profesionalisme Sepanjang Masa Penugasan, Majalah Akademi TNI Edisi Desember.hal 15. 4. Djoko Santoso, (2006), Menyiapkan TNI yang Profesional dan dedikatif dari perspektif pertahanan matra darat, Patriot Edisi Khusus Nomor 21 / Bulan Oktober, Hal.9 5. http://hankam.kompasiana.com/2014/03/27/ indonesia-butuh-tank-leopard-pengadaan-alutsistatni-sesuai-prosedur-644647.html
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD 6. http://puskompublik.kemhan.go.id/postmenhan-pimpin-rapat-pimpinan-pertahanannegara-2014.html 7. Hal ini ditegaskan Jenderal (Purn) G.Toissuta pada Apel Komandan Satuan (Apel Dansat) TNI Angkatan Darat Terpusat di Tahun 2010, di Pussenif, Kodiklatad, Bandung 8. Pengertian soft skill menurut Prof Dr. Elfindri Guru besar Univ.Andalas-Padang, merupakan
ketrampilan dan kecakapan hidup baik untuk hidup sendiri, berkelompok atau bermasyarakat, serta dengan Sang Pencipta. Seseorang yang memiliki ketrampilan soft skill membuat keberadaan seseorang akan semakin terasa ditengah masyarakat, Soft Skill meliputi ketrampilan berkomunikasi, ketrampilan emosional, ketrampilan berbahasa, memiliki moral dan etika serta santun, ketrampilan spirituall, (Elfindri,2011;175)
RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. Data Pokok. 1. Nama : Sumardi 2. Pangkat : Mayjen TNI/29960 3. Tempat/Tgl. Lahir : Boyolali/20-02-1959 4. Agama : Islam 5. Status : Kawin 6. Sumber Pa/Th : Akabri/1984 7. Jabatan : Gubernur Akmil II. Riwayat Pendidikan Militer. A. Dikbangum. 1. Akabri 2. Sussarcab If 3. Selapa I 4. Selapa II 5. Seskoad 6. Sesko TNI B. Dikbangspes. 1. Sussar Para 2. Komando 3. Sus Bhs. Inggris 4. Sus Sarpa Intel 5. Sus Pasi Sospol 6. Sus Danyonif 7. Susgati Binlat Opsgab 8. Sus Danrem
: : : : : :
1984 1984 1991 1994 1998 2007
: : : : : :
1983 1985 1986 1988 1992 1998
: 2003 : 2008
III. Riwayat Penugasan. A. Dalam Negeri. 1. Ops. Tim-Tim 2. Ops. Aceh
B. Luar Negeri. 1. USA 2. Thailand 3. Singapura 4. Australia 5. Jepang 5. Cina 6. Malaysia
: : : : : : :
1988 1999 2001, 2010 2006, 2010 2007 2010 2011
IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton Kopassandha 2. Danton-2/133/13 Kopassus 3. Danton-1/3/2/1Kopassus 4. Dantim-1/1/11/Grup-1 Kopassus 5. Dantim-2/2/2/Grup-1 Kopassus 6. Pa Intel Ops Den-1 yon-12 Kopassus 7. Paops Grup-1 Kopassus 8. Danden-1 Yon-21 Grup-2 Kopassus 9. Kasiopsjar Grup-3 Pusdik Passus 10. Dansepursus Grup-3 Pusdik Passus 11. Danyon-12 Grup-1 Kopassus 12. Pabandyalat Sops Kopassus 13. Waasops Danjen Kopassus 14. Wadan Grup-1 Kopassus 15. Asops Danjen Kopassus 16. Danpusdik Passus Kopassus 17. Aspers Kasdam IV/Dip 18. Danrem-082/CPYJ Dam V/Brw 19. Paban III/Latgab Sops TNI 20. Dirlat Kodiklat TNI AD 21. Kasgartap I/Jakarta 22. Gubernur Akmil
: 1985, 1987, 1989 : 1995, 2005
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
33
Jurnal Yudhagama
IMPLEMENTASI PROFESIONALITAS, SOLIDITAS DAN INTEGRITAS UNTUK MEWUJUDKAN TRANSFORMASI TNI AD
Brigjen TNI Eddy Supriyanto (Dansecapa TNI AD)
Strategi Transformasi dan Modernisasi Alutsista yang saat ini direalisasikan belum sepenuhnya diimbangi dengan konsep pengembangan taktik bertempur, baik pada tingkat kecabangan masing-masing, maupun secara terintegrasi dalam bentuk kerjasama antar kecabangan matra darat yang sinergis
T
ransformasi di lingkungan TNI bertujuan untuk membentuk Pertahanan Negara yang professional. khususnya pelaksanaan transformasi di lingkungan TNI AD, kebijakan tersebut merupakan tuntutan untuk membentuk pertahanan matra darat yang handal dengan menyelenggarakan fungsi utama TNI AD dalam bidang pertempuran dan pembinaan territorial (Binter), dalam wujud operasi militer untuk perang
34
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
(OMP) maupun operasi militer selain perang (OMSP). Dengan demikian, transformasi TNI AD merupakan strategi pembangunan kemampuan, kekuatan dan gelar sebagai perubahan sistemik yang diarahkan untuk membangun tiga kemampuan utama yang meliputi pertempuran, pembinaan territorial dan dukungan, sehingga terwujud TNI AD yang professional, militan, modern, mencintai dan dicintai rakyat serta memiliki daya tangkal efektif dikawasan. Melalui proses transformasi diharapkan akan terwujud TNI AD yang memiliki daya tangkal yang efektif serta mampu melaksanakan tugastugas yang telah digariskan dalam Undang-undang Nomor 34 tahun 2004. Hal ini dapat terwujud apabila TNI AD di dukung oleh sistem kerja yang baik, yang mana organisasi TNI AD dapat dilihat sebagai kekuatan sekaligus sebagai institusi. Sebagai kekuatan, TNI AD harus memilki kemampuan pertempuran sekaligus juga memiliki kemampuan pembinaan territorial. Sementara sebagai institusi, TNI AD harus memiliki kemampuan dukungan yang efektif untuk menggandakan kemampuan TNI AD dalam bidang pertempuran dan pembinaan territorial. Transformasi TNI AD merupakan salah satu tolok ukur pencapaian profesionalisme karena didalamnya menyentuh aspek peningkatan kualitas SDM pertempuran dan territorial serta arah perubahan sistem kerja aspek dukungan yang meliputi penyelenggaraan intelijen, operasi dan latihan, personel, logistik, anggaran, cyber, topografi, psikologi, hukum dan inspektorat. Sejalan dengan kebijakan Pimpinan TNI AD terhadap transformasi dan modernisasi Alutsista TNI AD yang telah direalisasikan secara bertahap, transformasi TNI AD merupakan kebijakan yang bersifat strategis, untuk melakukan berbagai perubahan melalui upaya revisi, reaktualisasi, reorganisasi dan redifinisi doktrin, strategi dan taktik bertempur TNI AD. Transformasi dan modernisasi Alutsista TNI AD tersebut tentunya perlu diimbangi dengan berbagai upaya untuk mewujudkan satuan yang handal guna
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
menghadapi tantangan tugas untuk menghadapi ancaman di masa datang. Strategi Transformasi dan Modernisasi Alutsista yang saat ini direalisasikan belum sepenuhnya diimbangi dengan konsep pengembangan taktik bertempur, baik pada tingkat kecabangan masingmasing, maupun secara terintegrasi dalam bentuk kerjasama antar kecabangan matra darat yang sinergis. Pengembangan konsep bertempur sesuai dengan Alutsista modern yang akan dan sudah dimiliki saat ini membutuhkan system kerja yang tepat untuk menghadapi ancaman yang berkembang saat ini maupun yang akan diproyeksikan di masa depan. Dalam hal ini para Komandan satuan dituntut untuk mengenali dan mengembangkan kemampuan dan batas kemampuan satuan-satuan dijajaran TNI AD yang aktual dalam melaksanakan fungsi utamanya, hal ini tentunya mengarah kepada personil yang mengawaki dimana tuntutan kemampuan sebagai bagian dari profesionalitas merupakan modal awal guna mendukung terlaksananya perubahan yang diharapkan. Disisi lain guna mewujudkan transformasi tersebut di perlukan soliditas yang merupakan suatu sifat kukuh dan berbobot apabila dihadapkan dengan situasi kehidupan prajurit, maka akan relevan dengan jiwa korsa, banyaknya inovasi maupun tumbuhnya esprit de coprs atau jiwa korsa antar prajurit. Dan yang tak kalah pentingnya adalah integritas. Integrity atau integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Seorang pemimpin yang mempunyai integritas akan mendapatkan kepercayaan (trust) dari anggotanya. Pimpinan yang berintegritas dipercayai karena apa yang menjadi ucapannya juga menjadi tindakannya.
Mencermati latar belakang tersebut diatas dalam rangka merealisasikan profesionalitas, soliditas dan integritas guna mendukung Transformasi TNI AD maka timbullah pertanyaan ; Bagaimana implementasi profesionalitas, soliditas dan integritas yang dimiliki prajurit guna mendukung tujuan Transformasi TNI AD dimasa yang akan datang? Adapun nilai guna dari tulisan ini untuk memberikan gambaran kepada pimpinan tentang aspek-aspek profesionalitas, soliditas dan integritas dalam rangka mendukung Transformasi TNI AD dengan tujuan sebagai bahan masukan kepada pimpinan dalam menentukan kebijakan di lingkungan Angkatan Darat. Essay ini ditulis dengan lingkup mulai dari pendahuluan, pokok pembahasan dan diakhiri dengan penutup meliputi kesimpulan dan saran. Tulisan ini di susun dengan berpedoman kepada Bujuk Doktrin Kartika Eka Paksi, di dalam UUD 1945 pasal 30 ayat 1 bahwa usaha pertahanan dan keamanan Negara dilaksanakan melalui Sishankamrata oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung, di dalam UU No 34 tahun 2004 pasal 12 bahwa tugas pertahanan negara meliputi OMP dan OMSP dimana guna mewujudkan hal tersebut, maka TNI AD harus dibangun sesuai dengan kebutuhan, Ceramah Kasad pada penyelenggaraan apel Dansat terpusat yang diselenggarakan mulai tanggal 03 s/d 07 Februari 2014 dinyatakan bahwa masih belum optimalnya penyelenggaraan kegiatan di satuansatuan yang berimbas penilaian tersebut ditujukan kepada Dansat yang seharusnya memiliki komitmen bersama untuk membangun satuan TNI AD menjadi lebih baik yaitu integritas yang kuat, keinginan yang kuat dan motivasi yang kuat untuk membangun kesatuan TNI AD, disamping itu bahwa TNI AD harus dibangun berdasarkan system dan design.
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
35
Jurnal Yudhagama
Integritas sebagai persyaratan pertama dalam memilih pimpinan, disusul syarat kapabilitas intelektual dan manajerial. Lawan dari integritas adalah hipocrisy (hipokrit atau munafik). Seseorang dikatakan “mempunyai integritas” apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya (Wikipedia). We have integrity when what people see is the same as who we say we are. Menurut kamus psikologi J.P. CHAPLIN Sikap (attitude) adalah merupakan satu predisposisi atau kecendrungan yang relative stabil dan berlangsung secara terus menerus untuk bertingkah laku atau untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap pribadi lain, objek, lembaga atau persoalan tertentu. Dilihat dari satu titik pandangan yang sedikit berbeda, sikap merupakan kecenderungan untuk mereaksi terhadap orang, institusi, atau kejadian, baik secara positif ataupun negatif. Sehingga dengan demikian seorang pemimipin haruslah betul-betul memiliki sikap atau nilai-nilai yang diyakini baik dan benar. Mudahnya, ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan perbuatan bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang yang mempunyai integritas bukan tipe manusia dengan banyak wajah dan penampilan yang disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya. Integritas menjadi karakter kunci bagi seorang pemimpin. Semakin banyak tipe manusia dengan integritas yang tinggi akan menentukan maju mundurnya suatu lembaga dan lebih luas lagi akan menentukan masa depan suatu Negara, dengan masih banyaknya permasalahan yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini menunjukan kualitas integritas pemimpin sebagai pelaku organisasi belum mampu berbuat banyak 36
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
mengentaskan masalah tersebut, siapa-siapa saja yang menunjukkan seorang pemimpin yang berkarakter dan berintegritas tinggi, sehingga mampu menumbuhkankan trust di hati prajuritnya? Kalau mencari pemimpin yang berpendidikan tinggi, yang ahli atau pakar di bidangnya tentunya kita tidak akan kesulitan menemukannya. Indonesia berlimpah dengan Sarjana, Magister, Doctor, dan Professor setiap tahun juga semakin bertambah jumlahnya. Namun, siapa pemimpin yang betul-betul berintegritas tentunya tidaklah sebanyak jumlah para pakar. Lembaga atau Negara yang mengalami krisis integritas akan mengalami kemerosotan akibat proses pembusukan dari dalam unsur-unsur organisasi atau Negara itu sendiri. Berkaca dari kondisi demikian maka kita akan tarik kedalam di lingkungan TNI AD mengapa Kasad begitu serius dengan penekanan integritas menjadi prioritas hal ini bukan tanpa suatu alasan mengingat kompleksitas makna integritas yang memawakili mutu, sifat atau keadaan yang menunjukan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran juga sebagai suatu kemauan dan keinginan yang kuat untuk berbuat dengan penuh semangat dan motivasi. Menurut pakar psikologi Mayer (Goleman, 2002) penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna. Emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam meningkatkan motivasi manusia itu sendiri. Emotion (emosi) adalah merupakan suatu reaksi kompleks yang mengait satu tingkat tinggi kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam, serta dibarengi perasaan yang kuat, atau disertai keadaan yang afektif atau emosional. (kamus lengkap psikologi J.P Chaplin). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, soliditas berarti kekuatan, kekokohan, kekukuhan dihadapkan dengan tantangan dan perubahan. Secara makro makna soliditas di samping kekuatan juga dapat diartikan dengan ikatan/kohesi, keterpaduan, yang dalam istilah militer disebut jiwa korsa atau adanya semangat keterpaduan diantara pasukan yang senasib dan seprofesi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Kondisi solid, kokoh, kuat tak terpisahkan itu dapat berpangkal pada orientasi fisik instrumental dan aspek kejiwaan
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD atau motivasi. Kondisi solid yang berorientasi secara fisik instrumental dapat digambarkan dan berawal dari: organisasi, disiplin, sistem nilai (etika dan sanksi), doktrin dan hierarkhi serta rentang kendali yang ada dan biasanya digunakan untuk pembinaan moril anggota dalam rnenumbuhkan jiwa korsa (esprit de corps). Selanjutnya soliditas yang bersifat kejiwaan atau motivasi yang muncul dari dalam adalah rasa senasib dan sepenanggungan, memiliki kebanggaan satuan/profesi, mau dan sanggup berkorban, keterikatan batin dan kesadaran persatuan, kebersamaan, loyalitas dan memegang teguh azas serta tujuan yang telah disepakati bersama, wujud soliditas semacam ini tak mudah pecah atau dipisahkan karena ada unsur moral didalamnya. Dari kondisi tersebut dapatlah diambil untuk mewujudkan soliditas dalam satuan bahkan dalam institusi TNI AD, apabila hal-hal yang bersifat fisik maupun kejiwaan tadi dapat diwujudkan. Sebagai contoh beberapa kunci untuk dapat membangun soliditas satuan sebagai berikut: pertama, adanya saling keterbukaan (open manajement) dalam satuan, sehingga seluruh anggota mengetahui kondisi satuan dan saling mempercayai antara pimpinan dan yang dipimpin, masing-masing dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik, serta dapat menjaga amanah yang dipercayakan kepadanya. Karena sesungguhnya tugas itu satu dan sudah dibagi habis sesuai dengan organisasi yang menanganinya;
kedua, tidak melakukan langkah-langkah yang diluar komando atau yang telah ditetapkan oleh pimpinan, sehingga semua tindakan dapat terkontrol dan terkoordinasi dengan baik; ketiga, siap menerima kritik dan saran yang konstruktif dan membangun dalam alam keterbukaan, manakala sesuatu belum diputuskan. Tidak memandang dari mana kritik itu lahir, tetapi lebih melihat apa dan bagaimana isi dari kritik yang disampaikan, karena kita telah hidup dalam alam demokrasi bukan alam feodal; keempat, tetap konsen dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara, walau berbagai cobaan dan silang pendapat terjadi, namun kita tetap harus mengutamakan keutuhan bangsa dan tetap tegaknya NKRI; kelima, memegang teguh norma yang telah menjadi pegangan hidupnya seperti Pancasila, Sapta Marga dan Sumpah Prajurit serta mekanisme yang telah berlaku di dalam institusi TNI; keenam, loyalitas dan kesetiaan adalah mutlak dan hanya ditujukan kepada negara, bukan kepada kelompok atau kepada pemegang kekuasaan tertentu; ketujuh, tegakkan kepemimpinan yang mengedepankan kesetiaan. baik kesetiaan kepada atasan, kesetiaan kepada bawahan dan kesetiaan kepada sesama teman seperjuangan. Khususnya masalah kepemimpinan perlu mendapatkan perhatian, kesalahan dalam pengetrapan kepemimpinan dapat melunturkan jiwa persamaan, karena tidak adanya kepercayaan antara yang dipimpin kepada yang memimpin, kejujuran, kesetiaan, keteladanan harus
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
37
Jurnal Yudhagama dapat dikedepankan untuk dapat mewujudkan kebersamaan antara yang dipimpin dan yang memimpin. Dan kebersamaan tersebut akan muncul kepercayaan, selanjutnya dengan sendirinya akan tumbuhlah kesetiaan persatuan yang kokoh kuat baik secara fisik maupun secara kejiwaan. Dari ketujuh kunci dalam rangka membangun soliditas satuan merupakan tujuh tingkah laku (Behavior) manusia yang dapat diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula.(B.F.Skinner Pelopor Behaviorirme) Apabila kita menginginkan ketujuh kunci soliditas satuan tersebut dapat terlaksana dengan baik maka mulailah dari pemimpinnya dahulu yang melakukannya (sebagai stimulusnya) sesuai aturan atau regulasi maka akan muncul respon positif dari orang-orang yang dipimpinnya. Dalam menghadapi berbagai sorotan dan kritikan dari pihak-pihak yang tidak menginginkan soliditas TNI, harus dapat disiasati dengan mengedepankan soliditas fisik serta diikuti dengan solidaritas kejiwaan, terutama dalam upaya membangun opini masyarakat perlu diikuti dengan profesionalisme serta disiplin yang tinggi sehingga rakyat melihat dan dapat menilai keadaan yang sesungguhnya. Menurut Kamus lengkap Psikologi J.P. CHAPLIN. Opinion (opini) adalah satu kepercayaan , khususnya yang masih bersifat tentative dan masih terbuka untuk diubah. Opini ini terletak pada di antara keyakinan , yaitu kepercayaan yang secara interistik belum dapat dipercaya kebenarannya, dan pengetahuan yang telah diuji dan dibuktikan. Opini bukanlah merupakan sebuah fakta, akan tetapi jika dikemudian hari dapat dibuktikan atau diverifikasi, maka opini akan berubah menjadi sebuah kenyataan atau fakta. Dengan demikian, seorang pemimpin harus mampu memfilter informasi-informasi yang disampaikan atau diberikan sesuai dengan strata masing-masing apakah itu unsur pimpinan, unsur staf maupu unsur pelaksana. Hal tersebut memang membutuhkan waktu, sehingga perlu adanya kesabaran, baik kesabaran dalam mengikuti bergulirnya waktu maupun kesabaran dalam menyikapi sorotan, kritikan bahkan tudingan yang ditujukan untuk memecah belah dan merusak soliditas TNI. “Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk 38
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
komitmen dari para anggota dalam jabatannya untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang prajurit yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional. “Profesionalitas” adalah sutu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota di satuan serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Jika ingin menumbuhkan sikap (Attitude), kita harus memadukan faktor bawaan/faktor hereditas yang banyak ditentukan oleh faktor genetic dengan factor lingkungan seperti pendidikan, nilai dan budaya masyarakat, politik dan sebagainya. Pandangan ini sejalan dengan hukum konvergensi
perkembangan yang menyemimbangkan antara factor bawaan dengan factor lingkungan, tanpa mengorbankan satu faktorpun (Morgan dan King 1975). Dengan demikian, sebutan profesionalitas lebih menggambarkan suatu “keadaan” derajat keprofesian seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini prajurit diharapkan memiliki profesionalitas keprajuritan yang memadai sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara efektif, kokoh, kuat baik secara fisik maupun secara kejiwaan. Menindaklanjuti pembahasan di atas, agar transformasi yang bergulir sesuai dengan arah dan tujuan awal maka perlu adanya kontrol dari aspek yang mendukung perubahan tersebut, baik terhadap penerapan integritas dari personil yang mengawaki hal ini lebih ditujukan kepada
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
para Pimpinan atau Komandan Satuan mengingat perubahan yang dilakukan harus mendapatkan komitmen kuat dari pimpinan yang mengawaki organisasi tersebut agar segaris dengan tujuan akhir ditingkat bawah, disatu sisi soliditas perlu terjalin diantara prajurit yang mengawaki satuan/ organisasi hal ini menggambarkan adanya interaksi yang kuat antara bawahan dengan atasan maupun dengan satuan dan institusi di lingkungannya, selanjutnya setelah kondisi tersebut tercapai maka perlu didukukng oleh tingkat kemampuan baik pengetahuan maupun keterampilan yang akan mencerminkan profesionalisme dibidangnya yang kesemuanya harus berpegang kepada regulasi, sehingga tidak dikatakan ngawur, asal jadi dan tidak tentu tujuan. Agar dapat mengaplikasi profesionalitas, soliditas dan integritas yang dimiliki prajurit guna mendukung tujuan transformasi TNI AD dimasa yang akan datang maka kuncinya adalah perlu adanya motivasi (Motivation). Motivasi adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang sehingga dia melakukan suatu tindakan. Menurut Abraham Maslow dalam buku psikologi kepribadian mengatakan tentang motivasi dihadapkan dengan teori hirarki kebutuhan dimana variasi kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah harus lebih relative terpuaskan sebelum orang menyadari atau dimotivasi oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Profesionalitas, soliditas dan integritas adalah beberapa bentuk dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan harga diri (Self Esteem) karena kepuasan kebutuhan harga diri menimbulkan perasaan dan sikap percaya diri, diri berharga, diri mampu, dan perasaan berguna dan penting didunia. Dengan kata lain, tantangan yang terberat adalah menumbuhkan motivasi anggota agar dapat tumbuh dan terbina
dengan baik. Dengan demikian seorang pemimipin harus dapat menjadi motivator/pengerak bagi orang-orang yang dipimpinnya dalam menghadapi tantangan yang terberat sekalipun. Untuk itu perlu dijadikan pegangan sebagai tolok ukur dimana regulasi yang ada mampu dijadikan kiblat dan barometer dalam rangka mencapai tujuan transformasi sebagai berikut: pertama, regulasi yang berlaku harus mampu dipahami hal ini berhubungan dengan implementasi baik dari segi perencanaan yang matang maupun koordinasi yang terkendali, sehingga tidak berbenturan dengan “seharusnya” dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran yang diharapkan; kedua, selalu berpijak kepada aturan hal ini memungkinkan dilaksanakan karena merupakan draft yang sudah jelas sinkron antara keinginan Institusi dengan peraturan yang berlaku mengingat menginjak pada semangat transformasi tidak keluar dari jalur yang sudah ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran perubahan tersebut; ketiga, regulasi sebagai landasan hukum yang menjadi penyeimbang dan alat kontrol antara perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai, sehingga akan sejalan dihadapkan dengan situasi perubahan global yang terjadi. Menyikapi kondisi diatas agar semangat Transformasi mampu di serap dan pahami oleh seluruh unsur terkait dalam institusi TNI AD dan bukan seolah-olah keinginan pimpinan saja namun merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan agar TNI AD kedepan lebih mampu menimbulkan efek ditterent baik dari segi kemampuan personil, modernisasi organisasi kearah yang solid dan kehandalan daya dukung dari segi alutsista maka perlu dilakukan langkah sebagai berikut : pertama, perlunya sosialisasi secara terus menerus yang dilakukan mulai dari unsur pimpinan di kesatuan karena merupakan the leading sector sangat berpengaruh terhadap transformasi mulai dari tingkat perorangan sampai dengan tingkat satuan; kedua, penempatan personel yang selektif dihadapkan dengan bidang tugas yang menentukan, sehingga tidak salah dalam menerapkan aturan dan penjabaran rencana yang sudah di programkan hal ini guna meminimalisir kegagalan dalam bidang yang dijalankan, sehingga hasilnya akan optimal; ketiga, penerapan aturan sesuai dengan hukum yang berlaku mengingat sekecil apapun kesalahan atau pelanggaran akan sangat berdampak kepada tujuan akhir yang harus diraih hal ini dimaksudkan agar setiap personel mampu patuh dan taat kepada aturan yang berlaku ; keempat, perlu konsekuen Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
39
Jurnal Yudhagama
IMPLEMENTASI PROFESIONALITAS, SOLIDITAS DAN INTEGRITAS UNTUK MEWUJUDKAN TRANSFORMASI TNI AD ESTOM
TNI AD KUAT NEGARA KUAT SOSIALISASI
PROFESIONALITAS TNI AD SAAT INI
SOLIDITAS
TRANSFORMASI
INTEGRITAS
SELEKTIF PROSES
TERAPKAN ATURAN
TNI AD HANDAL
KONSEKUEN
REGULASI
dalam menerapkan aturan dengan mengacu kepada bagaimana seharusnya bukan bagaimana biasanya dan tidak ada kebijaksanaan yang menyimpang dari aturan yang berlaku, kondisi ini harus selalu diterapkan sebagai pembelajaran yang benar sehingga siapapun yang akan mengawaki organisasi/ institusi TNI AD mulai dari unsur pimpinan terendah sebagai unsur pelaksana sampai dengan pucuk pimpinan pemegang kebijakan mampu mengawal transformasi secara terukur walaupun unsur pimpinan mengalami perubahan/rotasi karena kebutuhan organisasi. Mencermati pembahasan di atas guna mengimplementasikan profesionalitas, soliditas dan integritas guna mendukung transformasi TNI AD maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pertama, transformasi TNI AD merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan yang harus direalisasikan namun tentunya untuk melakukan perubahan tersebut tidak dapat dilakukan serta merta tanpa perencanaan dan pengkajian yang matang, transformasi yang dilakukan dimulai dicetuskan dari tingkat atas yang memiliki kebijakan, sehingga menjadi suatu bentuk “perintah” yang sifatnya satu komando dan harus dilaksanakan tanpa dibijaksanai, hal ini agar transformasi mampu diperoleh sesuai dengan waktu yang direncanakan dan dengan hasil yang optimal ; kedua, untuk mendukung kondisi tersebut, maka diperlukan 40
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
sinergisitas antara integritas, soliditas dan akan melahirkan profesionalitas, dimana ketiga, aspek ini selalu menjadi penekanan yang disampaikan secara berulang-ulang, sehingga dapatlah dipahami bahwa hal tersebut merupakan pondasi tercapainya kesamaan visi transformasi yang sampai dengan saat ini masih menjadi PR bagi kita semua baik dalam konteks perorangan maupun satuan ; ketiga, guna mewujudkan transformasi TNI AD di segala bidang baik pertempuran, territorial maupun dukungan maka tentunya landasan pendukung baik secara personel sebagai perencana dan organisasi sebagai penggerak sistem maka harus selalu mengacu kepada regulasi yang berlaku hal ini dimaksudkan transformasi mampu diukur, dibandingkan dan diimplementasikan dalam pencapaian tugas pokok. Menindaklanjuti kesimpulan tersebut di atas agar profesionalitas, soliditas dan integritas guna mendukung Transformasi TNI AD mampu diimplementasikan secara terarah dan terukur maka di sarankan sebagai berikut: pertama, dalam rangka mewujudkan sinergisitas antara integritas, soliditas dan profesionalitas maka perlu disusun rencana yang baku sesuai dengan job description setiap perorangan dihadapkan dengan transformasi sesuai tugas tanggungjawab baik dalam jabatan secara struktural maupun fungsional yang satu sama lain memiliki kohesi/hubungan yang terpetakan untuk mempermudah pemahaman dan pelaksanaan
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD dilapangan; kedua, dalam rangka mewujudkan profesionalitas baik personel maupun institusi perlu dilakukan pengukuran berupa uji kemampuan bagi setiap personel baik dilakukan secara fisik maupun nonfisik setelah kedua aspek integritas dan soliditas dapat terealisasi mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi baik ditingkat pelaksana maupun tingkatan perencanaan hal ini menjadi barometer sampai sejauh mana transformasi yang dilaksanakan sudah tercapai ; ketiga, dalam rangka menumbuhkan soliditas baik secara perorangan maupun satuan perlu dilakukan kompetitif antar satuan hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan internal ; keempat, dalam
rangka mewujudkan integritas unsur pimpinan yang mengawaki maka perlu dilakukan kompetitif dalam jabatan, rekam jejak selama berdinas karena anggota yang lebih paham terhadap kondisi satuan di lapangan ; kelima, guna mewujudkan ketiga unsur tersebut dihadapkan dengan tujuan transformasi TNI AD maka perlu dilakukan komitmen dan kesamaan visi misi dalam transformasi. Demikian tulisan Implementasi profesionalitas, soliditas dan integritas guna mewujudkan Transformasi TNI AD, penulis menyadari masih banyak yang belum tertuang dalam pembahasan ini, maka diharapkan masukan kritik dan saran untuk kesempurnaan tulisan ini.
RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. Data Pokok. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. II.
Nama Pangkat Tempat/Tgl. Lahir Agama Status Sumber Pa/Th Jabatan
: : : : : : :
Eddy Supriyanto Brigjen TNI/ Purworejo/18-12-1958 Islam Kawin Akabri/1984 Dansecapaad
Riwayat Pendidikan Militer.
A. Dikbangum. 1. Akabri 2. Sussarcab If 3. Suslapa I If 4. Selapa II If 5. Seskoad 6. Sesko TNI
: : : : : :
1984 1984 1990 1994 1999 2007
III. Riwayat Penugasan. A. Dalam Negeri. 1. Ops. Tim-Tim 2. Ops. Aceh
: 1985, 1986, 1991, 1995, 1997 : 2005
B. 1. 2. 3. 4.
Luar Negeri. Malaysia Korea selatan Filiphina Thailand
: : : :
1998 2006 2007 2008
IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton Kopassandha 2. Danton Grup I Kopassus 3. Danton-2/123/12 Grup-1 Kopassus 4. Dan Unit-1/2/123/12 Grup-1 Kopassus 5. Dantim-2/121/12/Grup-1 Kopassus 6. Pasi Intel/Ops Den-111/1 Kopassus 7. Pasi-2 Yon-11 Grup-1Kopassus 8. Dan Kima Grup-1 Kopassus 9. Danden-2 Yon-21 Grup-2 Kopassus 10. Kasiintel Grup-2 Kopassus 11. Ps.Danyon-12 Grup-2 Kopassus 12. Danyon-42 Grup-4 Kopassus 13. Pabandya Minintel Siintel 14. Waaspers Danjen Kopassus 15. Wadan Grup-3 Kopassus 16. Asintel Danjen Kopassus 17. Dangrup-1/Parako Kopassus 18. Asintel Dam IM 19. Kabalak Litpers Pusintelad 20. Sekretaris Pusintelad 21. Dandenma Mabesad 22. Komandan Secapaad
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
41
Jurnal Yudhagama
PROFESIONALITAS, SOLIDITAS DAN INTEGRITAS PRAJURIT PENERBANGAN ANGKATAN DARAT
U
Brigjen TNI Benny Susianto, S.IP (Danpuspenerbad)
Prajurit Wira Amur (Penerbad) merupakan aset SDM yang bernilai tinggi dikarenakan oleh kualifikasi yang dimilikinya. Kemampuan mengoperasikan pesawat terbang baik sebagai penerbang maupun maintenance harus selalu dijaga dan dipelihara melalui latihan rutin maupun pola pendidikan yang diatur secara cermat, sehingga alat utama pesawat terbang yang dipertanggungjawabkan kepada organisasi (Puspenerbad) tidak hanya ikut terjaga tetapi juga siap melakukan tugas operasi setiap saat sejalan dengan peningkatan kemampuan perorangan sesuai dengan penambahan jam terbang, latihan dan pengalaman tugas.
42
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
sia Penerbangan Angkatan Darat telah lewat waktu setengah abad, dan Corps Penerbad telah berjalan 7 tahun, namun demikian sejalan dengan perkembangan waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kompleksitas tugas, akan semakin banyak tantangan yang dihadapi yang menuntut kesiapan baik individu maupun organisasi (satuan). Tantangan tugas saat ini menuntut manuver terbang dengan tingkat kesulitan yang juga semakin tinggi, sebagai contoh yaitu pelibatan penggunaan helikopter dalam pertempuran/perang perkotaan, manuver khusus, membawa muatan gantung serta operasi Bantuan Kemanusiaan/Penanggulangan Bencana dengan kondisi yang terbatas. Sangat perlu kajian dan latihan tentang kemampuan pelibatan alutsista Penerbad pada tuntutan tugas seperti ini. Standar Operasional Prosedur untuk melaksanakan manuver-manuver seperti ini harus menjadi bahan kajian yang perlu segera dirumuskan apabila tidak ingin berakibat fatal. Contohnya : bagaimana mengirim logistik pada kerumunan orang di daerah bencana, ketinggian berapa bahan makanan bisa dijatuhkan dan bagaimana cara menjatuhkannya serta prosedur emergensinya harus segera dikonsepkan. Tahun 2013 menjadi fakta sejarah periode suram bagi Penerbad dimana pada tahun tersebut terjadi beberapa kecelakaan (accident) helikopter TNI AD yang menyebabkan kerugian materiil serta memakan korban jiwa prajurit TNI AD. Sementara itu, dalam waktu dekat Penerbad juga akan mendapatkan alutsista baru dengan teknologi canggih yaitu helikopter serang AH-64 Apache sejumlah 8 unit. Alutsista ini akan membutuhkan awak pesawat yang memiliki kemampuan tidak hanya untuk mengoperasikannya saja tetapi juga untuk menyerap teknologinya. Dari uraian di atas menjadi suatu tanda tanya besar, apakah SDM prajurit kecabangan Penerbad mampu menghadapi tuntutan tugas yang semakin kompleks dan modernisasi Alutsista yang semakin
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD canggih? Jawabannya sangat tergantung kepada sejauh mana profesionalitas, soliditas dan integritas Penerbangan Angkatan Darat sudah terbentuk? Profesionalitas Prajurit. Pada hakekatnya, profesionalitas prajurit TNI sangat ditentukan oleh kehendak politik dan dukungan Pemerintah serta tekad TNI untuk mewujudkannya. Sesuai Pasal 2 ayat (d) UU No 34/2004 tentang TNI, disebutkan konsep definitif tentara profesional yaitu: Tentara Profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis dan dijamin kesejahteraannya serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah diratifikasi.1 Lebih lanjut dalam Penjelasan pasal 2 ayat (d) UU No 34/2004 tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Tentara Profesional adalah tentara yang mahir menggunakan peralatan militer, mahir bergerak, dan mahir menggunakan alat tempur, serta mampu melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilai-nilai akuntabilitas. Untuk itu, tentara perlu dilatih dalam menggunakan senjata dan peralatan militer lainnya dengan baik,
dilatih manuver taktik secara baik, dididik dalam ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik, dipersenjatai dan dilengkapi dengan baik, serta kesejahteraan prajuritnya dijamin oleh negara sehingga diharapkan mahir bertempur. Tentara tidak berpolitik praktis dalam arti bahwa tentara hanya mengikuti politik negara, dengan mengutamakan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi. Yang dimaksud dengan supremasi sipil adalah kekuasaan politik yang dimiliki atau melekat pada pemimpin negara yang dipilih rakyat melalui hasil pemilihan umum sesuai dengan asas demokrasi. Supremasi sipil dalam hubungannya dengan TNI berarti bahwa TNI tunduk pada setiap kebijakan dan keputusan politik yang ditetapkan Presiden melalui proses mekanisme ketatanegaraan. Pembinaan profesionalisme prajurit menganut tri pola dasar pembinaan prajurit yaitu dalam aspek kepribadian/moral, aspek jasmani dan aspek intelektual meliputi pengetahuan dan ketrampilan, sehingga diharapkan setiap prajurit mampu mengawaki organisasi dan Alutsista yang menjadi tanggung jawabnya. Mendefinisikan prajurit Penerbad yang profesional merupakan suatu hal yang perlu kesadaran penuh akan tugas dan tanggung jawab.
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
43
Jurnal Yudhagama
Proses pendidikan sebagai awak pesawat maupun pelayanan penerbangan tidaklah cukup menjadi dasar prajurit Wira Amur menjadi profesional untuk mengoperasikan Alutsista yang bernilai tinggi ini. Prajurit Wira Amur (Penerbad) merupakan aset SDM yang bernilai tinggi dikarenakan oleh kualifikasi yang dimilikinya. Kemampuan mengoperasikan pesawat terbang baik sebagai penerbang maupun maintenance harus selalu dijaga dan dipelihara melalui latihan rutin maupun pola pendidikan yang diatur secara cermat, sehingga alat utama pesawat terbang yang dipertanggungjawabkan kepada organisasi (Puspenerbad) tidak hanya ikut terjaga tetapi juga siap melakukan tugas operasi setiap saat sejalan dengan peningkatan kemampuan perorangan sesuai dengan penambahan jam
44
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
terbang, latihan dan pengalaman tugas. Parameter profesionalitas Perwira Penerbang ditunjukkan melalui: 1) flying status yaitu kondisi fisik/jasmani hasil pemeriksaan kesehatan (medical check up); 2) kemampuan terbang yaitu keterampilan terbang sesuai type rating dan pengetahuan penerbangan yang ditunjukkan melalui grade slip hasil evaluasi, standarisasi dan profisiensi secara periodik; dan 3) kemampuan perencanaan terbang sampai dengan tingkat flite. Sedangkan parameter profesionalitas personel di bidang maintenance (pemeliharaan pesawat terbang) maupun pelayanan operasional penerbangan ditunjukkan melalui: 1) flying status yaitu hasil pemeriksaan kondisi fisik/jasmani/ kesehatan (medical check up) bagi awak pesawat (air crew); dan 2) hasil evaluasi kemampuan pemeliharaan pesawat terbang baik teori maupun praktek yang ditunjukkan melalui hasil UTP-UTJ maupun program evaluasi dan standarisasi secara periodik. Soliditas Prajurit. Soliditas merupakan suatu keadaan (sifat) dari kata dasar solid yang memiliki arti kukuh, berbobot 2 sehingga soliditas prajurit menggambarkan suatu
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD
keadaan prajurit yang kukuh dan berbobot dalam suatu organisasi militer. PENERBAD adalah CORPS, yang mengandung pengertian “suatu ikatan atau golongan yang mempunyai persamaan tugas atau senasib sepenanggungan dalam pelaksanaan tugas”.3 Melalui Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/7/ lll/2007 tanggal 21 Maret 2007, maka pada tanggal 22 Maret 2007 Penerbad secara resmi menjadi Corps Penerbangan Angkatan Darat (Cpn). Hal ini merupakan salah satu wujud nyata keinginan dan kepercayaan Pimpinan TNI untuk secara lebih serius mengembangkan satuan penerbangan Angkatan Darat. Pembentukan corps juga sebagai upaya menumbuhkan soliditas prajurit. Dari soliditas corps ini maka akan terbangun suatu komitmen bersama untuk membangun satuan. Agar tercapai soliditas ikatan corps tersebut maka perlu dibangun kedekatan antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara perwira dengan prajurit, antara captain, co-pilot dan mekanik dalam setting kru maupun kedekatan antara air crew (awak pesawat) dengan ground crew. Rasa saling percaya dan menghilangkan rasa curiga menjadi pondasi kerjasama yang kukuh, kuat dan berbobot
guna tercapainya pelaksanaan tugas, terutama tugas penerbangan. Hubungan kerjasama antar awak pesawat juga sudah diterapkan di maskapai penerbangan sipil dalam konsep CRM (Cockpit Resource Management). Integritas Prajurit. Integritas pribadi prajurit TNI AD juga memegang peran penting dalam keberhasilan pelaksanaan tugas. Integritas mempunyai arti yaitu mutu, sifat, atau keadaan yg menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.4 Integritas pribadi setiap prajurit yang baik akan membangun kualitas moral yang tangguh yang ditopang oleh kemampuan jasmani dan intelektual. Integritas nasional merupakan wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam kehidupan bernegara. Kecabangan Penerbad pada dasarnya memiliki potensi sumber daya manusia prajurit yang tinggi. Sebagian besar personel memiliki kemampuan intelektual tinggi, namun demikian masih ditemukan beberapa personel yang mempunyai moral yang masih cenderung rendah, sehingga kontraproduktif. Masih adanya beberapa personel yang menunjukkan
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
45
Jurnal Yudhagama
sifat ‘profit oriented’ dalam menjalankan tugas, dapat menurunkan tingkat kewaspadaan yang berakibat pada kegagalan menjalankan tugas/misi. Tingkat kesulitan dalam mengoperasikan pesawat terbang dihadapkan dengan situasi lingkungan baik cuaca maupun medan relatif sangat tinggi, sehingga integritas awak pesawat Penerbad tidak hanya dituntut layaknya prajurit TNI AD, namun juga perlu menunjukkan airmanship yang tinggi. Dalam setiap tugas terbang, situasi yang dihadapi “pasti” akan berbeda dengan pengalaman penerbangan sebelumnya. Dalam operasi penerbangan, tingkat kewaspadaan atau Situational Awareness (SA) merupakan faktor utama keberhasilan terbang mulai dari starting engine sampai shutdown engine. Tingkat kewaspadaan/ Situational Awareness (SA) merupakan kesadaran terhadap situasi adalah persepsi dari unsur-unsur lingkungan dalam volume ruang dan waktu dan proyeksi status objek dalam waktu terdekat.5 Perubahan Kultur Prajurit. Guna menjawab tuntutan tugas yang semakin kompleks dan modernisasi Alutsista yang semakin canggih, maka SDM prajurit kecabangan Penerbad harus melakukan membangun profesionalitas, 46
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
soliditas dan integritas baik pribadi maupun satuan dalam bentuk upaya sebagai berikut: Pertama, perubahan organisasi/satuan Penerbad untuk menjadi lebih baik dalam menghadapi tuntutan tugas dan modernisasi Alutsista. Perubahan organisasi akan berhasil apabila ada perubahan pada manusia yang ada dalam organisasi tersebut. Carol Goman (2000) mengatakan bahwa “Organizations don’t change. People do-or they don’t. If staff don’t trust leadership, don’t share the organization’s vision, don’t buy into the reason for change, and aren’t included in the planning there will be no successful change - regardless how brilliant the strategy.” 6 Oleh karenanya, diperlukan adanya suatu rumusan kultur bagi Prajurit Penerbad sebagai tuntunan bertindak dalam pelaksanaan tugas menuju perubahan yang lebih baik. Kurt Lewin (1951) mengatakan bahwa proses perubahan terdiri atas tiga tahapan yaitu: unfreezing, moving dan refreezing.7 Tahapan unfreezing meliputi upayaupaya untuk merubah pola kerja yang sekarang ini, sehingga mudah dibentuk. Tahapan moving menyangkut kegiatan kerja menjadi suatu rutinitas atau program baru yang lebih efektif dan efisien.
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Langkah terakhir yaitu refreezing meliputi upaya membuat kegiatan baru sebagai suatu hal yang permanen dan menjadi pedoman bersama. Perubahan sikap tingkah laku setiap prajurit Wira Amur diharapkan dapat mengakselerasi kesiapan SDM dan organisasi menghadapi tuntutan tugas. Waddell, Cummings dan Worley (2007 p.24) menyatakan bahwa organisasi dapat menggunakan perubahan terencana untuk memecahkan masalah, meningkatkan performa dan membuat pengaruh perubahan di masa depan.8 Perubahan sikap tingkah laku prajurit ini diharapkan dapat menjadi “budaya organisasi”. Prajurit TNI AD yang profesional diharapkan mampu beradaptasi dengan perubahan kultur yang terjadi di lingkungan tugas, bahkan keberadaan satuan sebagai organisasi mampu memberikan contoh perilaku terpuji bagi masyarakat sekitarnya. Bukan sebaliknya, prajurit terpengaruh oleh budaya lingkungan luar. Dalam hal ini maka loyalitas prajurit merupakan nilai moral paling tinggi yang perlu ditumbuhkembangkan dalam diri setiap prajurit di satuan. Loyalitas terhadap tugas, organisasi dan keputusan pimpinan merupakan tradisi dan kultur TNI AD.
Kedua, setelah adanya perubahan organisasi/ satuan maka perlu penyamaan visi dan misi organisasi sebagai wujud dari komitmen yang dibangun bersama. Visi Puspenerbad saat ini yaitu “Penerbangan Angkatan Darat yang solid, profesional, tangguh, modern dan mampu melaksanakan tugas penerbangan dengan Zero Accident”.9 Visi tersebut dijabarkan dalam misi sebagai berikut: 1) Mewujudkan kekuatan, kemampuan dan gelar kekuatan Penerbad yang profesional dan modern dalam mendukung tugas pokok TNI-AD; 2) Mewujudkan soliditas dan kualitas prajurit Penerbad yang memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan militer serta teknologi penerbangan; dan 3) Mewujudkan kesiapan operasional dalam rangka mendukung operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang serta mendukung pelaksanaan tugastugas TNI-AD lainnya. Visi dan misi organisasi Penerbad di atas harus menjadi pedoman bagi setiap personel Penerbad dalam pelaksanaan tugas. Pola tingkah laku dan budaya prajurit Wira Amur harus diseragamkan sehingga setiap insan Wira Amur tergugah untuk mengutamakan tugas pokok dengan selalu memperhatikan faktor keselamatan terbang dan kerja dengan seoptimal mungkin. Oleh karenanya diperlukan satu slogan membentuk budaya prajurit Wira Amur dalam melaksanakan tugas yaitu mission first safety always. Slogan ini diharapkan mampu menjadi semboyan dalam setiap pelaksanaan tugas guna pencapaian tugas tanpa cedera. Sasaran. Sasaran akhir dari upaya-upaya tersebut diatas adalah mencetak SDM Prajurit Penerbad yang memiliki “NILAI JUAL” baik di lingkungan militer maupun sektor penerbangan. Sehingga diharapkan Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
47
Jurnal Yudhagama ditugaskan dalam misi perdamaian dunia di bawah bendera Persatuan Bangsa-bangsa (PBB); dan g. Membekali personel penerbang maupun pemeliharaan yang mendekati masa pensiun untuk mengembangkan diri di dunia penerbangan sipil. Sasaran akhir pada tingkat organisasi adalah meningkatkan eksistensi diri Corps Penerbad dalam lingkup TNI AD, TNI dan Kementerian Pertahanan serta dalam dunia penerbangan. Diharapkan upayaupaya membangun budaya prajurit Wira Amur melalui peningkatan kebanggaan akan kecabangan Penerbad, pembinaan satuan dan penataan peranti lunak mampu membawa perubahan antara lain: a. Meningkatnya mutu pencapaian tugas serta mampu menjangkau seluruh penjuru tanah air; b. Meningkatnya kebanggaan dan soliditas Corps Penerbad; c. Berkurangnya angka kecelakaan terbang dan kerja; d. Meningkatnya kesiapan satuan Penerbad dalam mendukung tugas pokok TNI AD; dan e. Meningkatnya kiprah Corps Penerbad dalam setiap kegiatan operasi dan latihan.
melalui budaya Prajurit Wira Amur dan pembinaan satuan yang baik dapat menghasilkan SDM yang memiliki kemampuan dan kompetensi sebagai berikut: a. Meningkatkan kualitas penerbang dan pemeliharaan pesawat terbang (Harsabang) baik dari segi ketrampilan mengoperasikan dan memelihara pesawat terbang maupun pengetahuannya; b. Meningkatkan jiwa korsa dan semangat pengabdian setiap insan prajurit Wira Amur; c. Mempersiapkan perwira-perwira muda untuk dapat menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap satuan; . d. Mempersiapkan generasi muda Penerbad untuk mengembangkan Corps Penerbad di masa mendatang sebagai salah satu kecabangan TNI AD; e. Menyiapkan Perwira Corps Penerbangan (Cpn) untuk dapat menduduki jabatan struktural di luar kecabangan baik dalam lingkup TNI AD, Mabes TNI maupun Kementerian Pertahanan; f. Mempersiapkan Perwira Penerbad untuk 48
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
Kesimpulan. Sejarah panjang Penerbad bukan hanya sekedar fabel yang direkam dan diputar pada saat acara peringatan ulang tahun Penerbad setiap tanggal 14 Nopember. Usia setengah abad harus dibuktikan dengan kematangan satuan dan kemampuan individu sesuai jenjang kepangkatan dan jenjang kualifikasi setiap prajurit Wira Amur karena pada dasarnya setiap prajurit Penerbad baik Perwira, Bintara maupun Tamtama yang masuk Kecabangan Penerbad adalah prajurit pilihan yang diseleksi ulang dari lulusan pendidikan pertama. Oleh karenanya apabila di kemudian hari masukan prajurit tersebut tidak mampu menunjukkan kemampuan diri yang dapat dibanggakan, adalah pembinaan satuan yang perlu dipertanyakan kembali. Dengan profesionalitas, soliditas dan integritas Penerbangan Angkatan Darat maka tidak dapat dipungkiri akan mampu menyongsong modernisasi Alutsista yang semakin canggih serta tantangan dan tuntutan tugas di masa mendatang yang semakin kompleks. Endnotes. 1. Undang-undang No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. 2. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), http:// kbbi.web.id/solid, diakses pada 2 Mei 2014 3. Mabesad, 2004, Buku Kamus istilah Militer di Lingkungan TNI AD, sesuai Surat Keputusan Kasad
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Nomor Skep/492/XII/2004 tanggal 24 Desember 2004 halaman 32 4. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), http:// kbbi.web.id/integritas, diakses pada 2 Mei 2014. 5. Endsley. (1998). Safety Science 39 (2001) 89– 204 Situational Awareness and Safety. 6. Carol Goman, 2000, ‘The Biggest Mistakes in Managing Change’, Innovative Leader Volume 9, Number 12 (December 2000). 7. Lewin, Kurt dikutip dari Waddel, Cummings
dan Worley, Organisation Development & Change, Asia Pacific third edition (Cengage Learning, Australia, 2007) hal. 25. 8. Waddel, Cummings dan Worley, Organisation Development & Change, Asia Pacific third edition (Cengage Learning, Australia, 2007) hal. 27. 9. Rancangan Rencana Strategis Puspenerbad Tahun 2015 - 2019, sesuai Keputusan Danpuspenerbad Nomor : Kep/275/III/2014 tanggal 27 Maret 2014.
RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS I. Data Pokok. 1. Nama : Benny Susianto, S.I.P 2. Pangkat : Brigjen TNI/31114 3. Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta/10-12-1963 4. Agama : Islam 5. Status : Kawin 6. Sumber Pa/Th : Akabri/1987 7. Jabatan : Danpuspenerbad II. Riwayat Pendidikan Militer. A. Dikbangum. 1. Akabri 2. Sussarcab If 3. Suslapa I If 4. Diklapa II If 5. Seskoad 6. Lemhannas RI
: : : : : :
B. Dikbangspes. 1. Latsar Para 2. Sus Pandu Udara 3. Sus Bahasa Cina 4. Suspa Intel 5. Susdandim 6. Suspa Opsgab
: 1990 : 1992 : 1994 : 1997 : 2004 : 2008
1987 1987 1993 1996 2001 2013
III. Riwayat Penugasan. A. Dalam Negeri. 1. Ops. Seroja 2. Ops. Seroja 3. Ops. Kamboja 4. Ops. Irja
: 1988 : 1990 : 1993 : 1995
B. Luar Negeri. 1. Malaysia : 1991 2. Kamboja : 1992 3. China : 2010 4. Malaysia : 2011 5. Laos : 2013 IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton Yonif Kostrad 2. Danton II Ki C Yonif-432 Kostrad 3. Danton SMS/Ban Yonif-305 Kostrad 4. Danton II Ki C Yonif-305 Kostrad 5. Pasi-2/Ops Yonif L-305 Kostrad 6. Danki A Yonif L-305 Kostrad 7. Kasi-1/Intel Brigif Linud-17 Kostrad 8. Kasi-2/Ops Brigif Linud-17 Kostrad 9. Wadan Yonif L-305 Kostrad 10. Pamen Kostrad (Dik Seskoad) 11. Kasiops Korem-051/WKT Dam Jaya 12. Pabandya Ops Sopsdam Jaya 13. Danyonif-202/TM Brigif 1 Dam Jaya 14. Dandim-0507/Bekasi Dam Jaya 15. Waaster Kasdivif-2 Kostrad 16. Waasops Kasdivif-2 Kostrad 17. Kasbrigif Linud 18/2 Kostrad 18. Waasops Kaskostrad 19. Danbrigif-1/PIK/JS Dam Jaya 20. Paban Org Spaban Org Dirdok Kodiklat TNI AD 21. Danmentar Akmil 22. Pamen Denmabesad (Dik Lemhannas) 23. Danpuspenerbad
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
49
Jurnal Yudhagama
ANALISIS PENGARUH BAKTI TNI, BINTAHWIL DAN KOMSOS KODIM TERHADAP TUGAS PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA DAN MADURA (WILAYAH KODAM JAYA, KODAM III/SLW, KODAM IV/DIP DAN KODAM V/BRW)
Brigjen TNI Dr. Ir. Drs. Djoko Susilo, M.T (Kadisjarahad)
Telah terujinya hipotesis ini, maka Doktrin Binter secara keilmuan dapat dipertanggungjawabkan, khususnya perspektif Binter sebagai kegiatan, dan juga merupakan suatu bukti, bahwa keberadaan Kodim benar-benar bermanfaat, penting dan dibutuhkan.
U
U RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang sebagai salah satu dasar dari Doktrin TNI, ‘’Tri Dharma Eka Karma (Tridek)’’, bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Untuk melaksanakan tugas pokoknya, salah satunya dilaksanakan dengan cara memberdayakan
50
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta dengan telah digelar berbagai kesatuan, yang salah satunya adalah Kodim. Dalam hal ini, Kodim menyelenggarakan fungsi teritorial untuk membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan aspek darat secara dini, menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran, memberdayakan komponen pendukung, dan memberikan bantuan kemanusiaan, serta membangun, memelihara, meningkatkan dan memantapkan kemanunggalan TNI Rakyat. Terjadinya reformasi internal dan pergeseran paradigma TNI, peran Kodim semakin kecil dan peran Pemerintah Kabupaten/Kota semakin besar. Kondisi yang demikian mempengaruhi keberhasilan Kodim dalam melaksanakan kegiatan Binter (Bakti TNI, Bintahwil, dan Komsos). Yang menjadi masalah adalah: 1) Seberapa besar tingkat keberhasilan kegiatan Bakti TNI, Bintahwil, dan Komsos Kodim?, 2) Seberapa besar kegiatan Bakti TNI, Bintahwil, dan Komsos Kodim membatu Pemerintah Kabupaten/ Kota? dan 3) Seberapa besar kegiatan Bakti TNI, Bintahwil, dan Komsos Kodim berpengaruh terhadap tugas Pemerintah Kabupaten/Kota?. Untuk menjawab masalah masalah tersebut, maka perlu diadakan penelitian. Metode dan Pendekatan. Metode penelitian kuantitatif dilaksanakan dengan penyebaran kuesioner. Pendekatannya deskriptif dan tingkat/ derajat asosiatif (pengaruh) dari variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable) serta melakukan pengujian hipotesis. Tujuan penelitian. Untuk mendapatkan bukti secara ilmiah tingkat atau kriteria keberhasilan pelaksanaan kegiatan Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim, keberhasilan Kodim dalam membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dan besarnya pengaruh terhadap tugas Pemerintah Kabupaten/Kota.
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Metodologi Penelitian Secara garis besar, metodologi penelitiaannya dimulai dari menentukan obyek penelitian, menentukan metoda, menentukan model, operasional variabel, sumber dan cara pengumpulan data, uji validitas dan realibilitas, rancangan (deskriptif, analisis dan analisis jalur), dan menguji hipotesis. Hipotesis yang diajukan, bahwa “Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim secara parsial (masingmasing) dan simultan (bersama-sama) berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan tugas Pemerintah Kabupaten/Kota”. Hasil Kuesioner. Lembar kuesioner dikirim kepada 103 pejabat Bupati/Walikota seluruh Jawa dan Madura, yang diolah sebanyak 52 kuesioner. Selanjutnya, data hasil kuesioner yang bersekala ordinal ditabelkan dan diubah menjadi sekala interval serta dilaksanakan berbagai pengujian dan analisis. Deskriptif Variabel Bakti TNI. Variabel Bakti TNI, yang aspek fisiknya untuk meningkatkan kesejahteraan secara langsung dan aspek nonfisiknya untuk pembentukan kemampuan pertahanan, dijabarkan menjadi 13 indikator, perolehan skor 79,59 %, berada dalam kriteria berhasil.
Aspek fisik, indikator yang menonjol rendah antara lain adalah pengentasan buta aksara, sedangkan indikator yang menonjol tinggi adalah meningkatkan sarana dan prasarana kehidupan masyarakat. Aspek nonfisik, indikator yang menonjol rendah antara lain peningkatan pengetahuan, sedangkan indikator yang menonjol tinggi adalah peningkatan tentang kesadaran berbangsa dan bernegara. Deskriptif Variabel Bintahwil. Variabel Bintahwil, meliputi : aspek tumbuhnya kesadaran bela negara, aspek penyiapan potensi pertahanan wilayah secara terpadu dan terarah, dan aspek sikap tanggap dan waspada terhadap potensi ancaman melalui pencegahan, dijabarkan menjadi 13 indikator, perolehan skor sebesar 80,74 %, berada dalam kriteria berhasil. Aspek pemahaman masyarakat tentang pertahanan negara, indikator yang menonjol rendah antara lain adalah upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dan menggiatkan usaha, sedangkan indikator yang menonjol tinggi adalah mengajak/menggugah warga masyarakat untuk membina kerukunan, persatuan, dan kesatuan, dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan. Aspek penyiapan potensi pertahanan wilayah secara terpadu dan terarah, indikator yang menonjol
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
51
Jurnal Yudhagama
rendah antara lain adalah mengembangkan kemampuan masyarakat (kepemudaan, olah raga, perdagangan, teknologi, perindustrian, pertanian dan lain-lain), sedangkan indikator yang menonjol tinggi adalah melaksanakan koordinasi dengan pemerintah daerah tentang berbagai bidang urusan. Aspek sikap tanggap dan waspada terhadap potensi ancaman melalui pencegahan, skor indikatornya tidak terdapat penonjolan dan perbedaan yang mencolok, semuanya dalam kriteria sangat berhasil. Keberhasilan dalam aspek ini disebabkan para Apkowil memiliki kemampuan dan naluri sikap tanggap dan waspada, sehingga masyarakat tergugah kesadaran dalam bersikap tanggap dan waspada terhadap potensi ancaman melalui pencegahan. Deskriptif Variabel Komsos. Variabel Komsos, aspeknya : tingkat pemahaman masyarakat tentang pertahanan Negara, daya tangkal masyarakat dalam memantapkan ketahanan wilayah, dan tingkat pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam program Bakti TNI, dijabarkan menjadi 24 indikator, 52
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
perolehan skor sebesar 81,08 %, berada dalam kriteria sangat berhasil. Aspek tingkat pemahaman masyarakat tentang pertahanan negara, indikator yang menonjol rendah antara lain adalah bersama instansi terkait menyampaikan pesan tentang sikap dan tingkah laku yang memberikan landasan, semangat, dan jiwa yang menjadi ciri elemen-elemen sosial budaya, sedangkan indikator yang menonjol tinggi adalah bersama instansi terkait menyampaikan pesan tentang perlunya kerukunan, persatuan dan kesatuan antar warga. Aspek daya tangkal masyarakat dalam memantapkan ketahanan, indikator yang menonjol rendah antara lain adalah menggugah dan meningkatkan warga masyarakat agar bekerja keras untuk kemakmuran dan kesejahteraan yang adil merata, sedangkan indikator yang menonjol tinggi adalah Kodim bersama instansi terkait bekerja keras untuk kemakmuran dan kesejahteraan yang adil merata dan berhasil menggalang dan meningkatkan kerukunan, persatuan dan kesatuan antar warga masyarakat. Aspek tingkat pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam program Bakti TNI, indikator
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD instansi terkait dan belajar untuk lebih memahami berbagai materi kegiatannya.
yang menonjol rendah antara lain adalah bersama instansi terkait menyampaikan pesan tentang perlunya dan memerankan masyarakat untuk menyukseskan program Pemerintah dalam pengentasan buta aksara, sedangkan indikator yang menonjol tinggi adalah Kodim menyampaikan pesan tentang perlunya dan memerankan masyarakat untuk mengatasi kemungkinan bencana alam (banjir, gempa bumi, gunung meletus) dan menyampaikan pesan tentang perlunya dan memerankan masyarakat untuk menyukseskan Program Pemerintah dalam KB. Pada umumnya, hasil kegiatan Binter yang mendapat skor rendah disebabkan kegiatan Binternya belum ada kerja sama dengan instansi terkait, dan Kodim belum sepenuhnya menguasai materi kegiatannya, misalnya dalam hal menggiatkan usaha. Sedangkan yang menonjol tinggi, karena sudah ada kerja sama dengan instansi terkait dan ditambah lagi Kodim menguasai materinya, serta memiliki organisasi yang membidangi, misalnya membina persatuan dan kesatuan, keluarga berencana. Oleh sebab itu, Kodim perlu lebih banyak bekerja sama dengan
Deskriptif Variabel Tugas Pemerintah Kabupaten/ Kota. Variabel tugas Pemerintah Kabupaten/ Kota, bahwa Kodim melalui kegiatan Bhakti TNI, Bintahwil dan Komsos dalam membantu urusan/tugas Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan urusan/tugas wajib maupun pilihan, dijabarkan menjadi 32 indikator, perolehan skor sebesar 76,39 %, berada dalam kriteria berhasil. Aspek tugas/urusan wajib, indikator yang menonjol rendah antara lain adalah Kodim membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dalam urusan kearsipan dan perpustakaan, sedangkan indikator yang menonjol tinggi adalah Kodim membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dalam urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri. Aspek tugas/urusan pilihan, indikator yang menonjol rendah antara lain adalah Kodim membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dalam urusan perindustrian, sedangkan indikator yang menonjol tinggi adalah Kodim membantu Pemerintah Kabupaten/Kota dalam urusan pengelolaan pertanian dan kehutanan. Walaupun variabel tugas Pemerintah Kabupaten/Kota berada dalam kriteria berhasil, namun skornya masih pada posisi/level bagian bawah. Hal ini menunjukkan, bahwa para Pemerintah Kabupaten/Kota belum merasa terbantu sepenuhnya oleh Kodim melalui kegiatan Binternya. Agar Pemerintah Kabupaten/Kota merasa terbantu oleh kegiatan Binter Kodim, maka para pejabat Kodim harus memahami tugas/urusan Pemerintah Kabupaten/Kota dan selanjutnya diselaraskan dengan kegiatan Binter. Ringkasan perolehan skor keempat variabel lihat tabel 1.
Tabel 1 : Perolehan Skor Keempat Variabel
Variabel Bhakti TNI Bintahwil Komsos
Skor 3,98 4,04 4,05
Prosentase (%) 79,59 80,74 81,084
Membantu Tugas Pemkab/Kot
3,82
76,39
Kategori Berhasil Berhasil Sangat Berhasil Berhasil
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
53
Jurnal Yudhagama Analisis Regresi. Rumus statistik yang digunakan untuk memprediksi besarnya perubahan : Regresi sederhana : Ŷ = a + bX Regresi ganda : Ŷ = a + b1X1 + b2X2 + .... + bnXn Hasil analisis regresi dengan bantuan SPSS15, bahwa variabel Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos secara parsial (masing-masing) maupun secara bersama-sama (simultan) berpengaruh siginfikan terhadap variabel tugas Bupati/Walikota. Maksudnya, kegiatan Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos memberikan sumbangan yang nyata terhadap keberhasilan tugas Bupati/Walikota. Secara grafis, hasil analisis regresi lihat gambar 1.
Y = f ( X 1, X 2, X 3). Y = ρ YX1 X1 + ρ YX2 X 2 + ρ YX3 X3 + є. Hasil penghitungan dengan bantuan SPSS-15, diperoleh signifikansi pada Anova sebesar 0,000 (tabel 4.21), yang mana 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya dapat disimpulkan, bahwa terdapat pengaruh secara linier yang signifikan secara bersama-sama antara variabel; Bhakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim secara gabungan (bersama-sama) terhadap keberhasilan tugas Pemerintah Kabupaten/Kota. Angka determinasi (R2) sebesar 0,491 juga mengandung maksud, bahwa setiap terjadi peningkatan satu satuan dari kegiatan Bakti TNI, Bintahwil dan
Gambar 1 : Hasil Analisis Regresi
Analisis Jalur (Path Analysis). Rumus statistik untuk mencari besarnya pengaruh variabel bebas yaitu: Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim terhadap variabel terikat, yaitu tugas Pemerintah Kabupaten/Kota secara bersamasama (simultan) adalah: 54
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
Komsos Kodim secara gabungan (bersama-sama), akan meningkatkan keberhasilan tugas Pemerintah Kabupaten/Kota dengan koefisien sebesar 0,491. Sedangkan besarnya pengaruh variabel lain (misalnya kegiatan Polres, Dinas-dinas Kabupaten dan lain-lain) di luar model ini sebesar 100 % - 49,1
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD % = 50,9 %. Secara grafis, hasil analisis jalur lihat gambar 2.
Pengaruh secara masing-masing atau Parsial dari Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim terhadap tugas Pemerintah Kabupaten/Kota yang signifikan dan paling besar adalah variabel Komsos. Karena Komsos merupakan yang paling berpengaruh dan siginfikan, maka kegiatan Komsos harus mendapatkan prioritas dan perhatian yang lebih besar.
Telah terujinya hipotesis ini, maka doktrin Binter secara keilmuan dapat dipertanggungjawabkan, khususnya perspektif Binter sebagai kegiatan, dan juga merupakan suatu bukti, bahwa keberadaan Kodim benar-benar bermanfaat, penting dan dibutuhkan.
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
55
Jurnal Yudhagama
Mengapa secara keilmuan dapat dipertanggungjawabkan? Karena penelitiannya dilaksanakan secara metodologi ilmiah dan hasilhasilnya telah teruji. Mengapa keberadaan Kodim benar-benar bermanfaat, penting dan dibutuhkan? Karena Hasil kegiatan Binter (Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos) berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan tugas Pemerintah Kabupaten/Kota. Keberhasilan Bakti TNI, Bintahwil, dan Komsos Kodim rata-ratanya 80 % perlu ditingkatkan dengan cara menggiatkan pada aspek-aspek yang indikatornya mendapat skor rendah dan bekerja sama dengan instansi terkait. Keberhasilan Kodim membantu tugas Pemerintah Kabupaten/Kota
56
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
mendapat skor 76,39, perlu ditingkatkan dengan cara lebih memahami dan menyelaraskan tugastugas Pemerintah Kabupaten/Kota dengan kegiatan Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos. Meningkatnya keberhasilan kegiatan Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim akan dapat diprediksi
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD terhadap kenaikan keberhasilan tugas Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar seperti rumus yang ditemukan (berpengaruh signifikan). Meningkatnya satu satuan pada kegiatan Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim secara gabungan (bersama-sama) akan meningkatkan keberhasilan tugas Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 49,1 % (berpengaruh signifikan). Kegiatan Komsos perlu mendapat perhatian secara khusus, karena Komsos yang paling besar pengaruhnya dan signifikan. Di samping itu, dalam kenyataannya sebagian besar Binter dilaksanakan dengan cara berkomunikasi.
Temuan adanya pengaruh yang signifikan dari Bakti TNI, Bintahwil dan Komsos Kodim terhadap keberhasilan tugas Pemerintah Kabupaten/Kota ini dapat lebih kuat dan logis untuk menjawab bagi siapa saja yang tidak senang dan bahkan ingin menghapus keberadaan Koter (Kowil). Karena yang dahulu kita mempertahankan keberadaan Koter (Kowil) hanya berdasarkan alasan historis, namun kini telah didukung oleh hasil penelitian dengan menggunakan metodologi ilmiah yang secara keilmuan dapat dipertanggungjawabkan.
RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS
IV. Riwayat Jabatan.
I. Data Pokok. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. II.
Nama Pangkat Tempat/Tgl. Lahir Agama Status Sumber Pa/Th Jabatan
: : : : : : :
DR. Ir. Drs. Djoko Susilo, M.T. Brigjen TNI/29066 Boyolali/22-70-1956 Islam Kawin Akabri/1980 Kadisjarahad
Riwayat Pendidikan Militer.
A. Dikbangum. 1. Akabri 2. Sussarcab Ang 3. Suspa Angmor 4. Suspa Angair 5. Suslapa Ang 6. Seskoad
: : : : : :
1980 1980 1982 1983 1990 2000
1. Danton Angkutan Bermotor 2. Pa Urusan Angkutan Air dan Udara 3. Dankima 4. Pasi Ter Korem 5. Gumil Gol VII Pusdikbekang 6. Kasi Angkumurik 7. Kabaglitbang 8. Kabagbinsat, 1997 9. Danyon Ang Air 10. Dandenbekang 11. Wakabekangdam I/BB 12. Kabekangdam IM 13. Kabengpusbekang Ditbekangad 14. Kasubditbinharmat Ditbekangad 15. Wakadisjarahad 16. Paban Sahli Bidang Pendidikan Mabesad
III. Riwayat Penugasan. A. Dalam Negeri. 1. Ops. Aceh
: 2001-2002
B. Luar Negeri. 1. Amerika Serikat 2. Belanda
: 2008 : 2010
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
57
Jurnal Yudhagama
KAJIAN TES KESEGARAN JASMANI “A” BAGI PERSONEL KATEGORI USIA 50 TAHUN KE ATAS
Kolonel Inf Yusep Sudrajat, S.I.P, M.Si. (Danpusdikif Pussenif)
Untuk mencegah kerugian personel meninggal dunia dalam setiap kegiatan tes kesemaptaan jasmani dengan cara menyiapkan personel dengan baik meliputi kesiapan fisik, mental dan kesehatan untuk menghadapi pelaksanaan tes kesemaptaan jasmani dalam rangka Seldik, UKP, Uji kompetensi dan Tes kesemaptaan jasmani periodik.
P
elaksanaan tes kesegaran jasmani “A” selama ini menggunakan tes lari 3200 meter berdasarkan jarak yang dicapai, halini berpedoman pada pendapat Keneth H Cooper dari USAF (United State Air Forces), dimana penilaiannya hanya berdasarkan katagori pencapaian VO2 Max dan tidak berdasarkan pada T-Score 1-100. Untuk mengetahui pencapaian VO2 Max dapat
58
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
menggunakan tes lari 1600 meter, 2400 meter dan tes lari 3200 meter yang diciptakan oleh Keneth H Cooper dari USAF (United State Air Forces)yang kemudian digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat kebugaran cardiovaskular militer Amerika Serikat dan selanjutnya digunakan oleh Angkatan Bersenjata negara-negara lain (NATO) termasuk oleh TNI (TNI AD), sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang awalnya digunakan tes lari 12 menit dan selanjutnya berubah menjadi tes lari 3200 meter. Di berbagai negara yang tingkat teknologinya sudah maju tidak lagi menggunakan baterai tes tersebut karena dianggap terlalu berat untuk personel yang usianya diatas 50 tahun kemudian adanya fakta korban personel pasca pelaksanaan tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter. Tes lari 3200 meter yang digunakan oleh TNI AD pada hakekatnya adalah untuk mengukur sejauh mana kemampuan VO2 Max yang dimiliki oleh setiap prajurit sehingga dari perolehan hasil tes tersebut tingkat kebugaran setiap prajurit dapat diketahui yang selanjutnya sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian beban tugas. Berdasarkan data dan fakta yang terkini, kerugian personel berupa korban meninggal dunia pada saat pelaksanaan tes kesegaran jasmani khususnya kesegaran jasmani “A” dalam kurun waktu tahun 2012 s.d tahun 2013 antara lain sebagai berikut : Pada 01 Maret 2012 Mayor Cpl Dadang Iskandar (48 Tahun) NRP 573014 Kasidok Bagdokturjuk Sdirbincab Puspenerbad meninggal dunia karena serangan jantung pada saat melaksanakan tes garjas periodik, pada 01 Maret 2012 Pelda Sucipto (52 Tahun) NRP 639570 Bati Koramil-0820/21 Maron/Dam V/ Brw meninggal dunia karena serangan jantung pada saat melaksanakan tes Garjas periodik, pada 01 April 2012 Kapten Czi Agustinus Purba (56 Tahun) NRP 502524 Danramil 1012-10 Dam XII/ Tpr meninggal dunia karena serangan jantung pada saat melaksanakan tes Garjas periodik, pada 01 April 2012 Kapten Inf A. Rasyid (55 Tahun)
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD NRP 498617 Kaur Regring Minvetcaddam VII/Wrb meninggal dunia karena serangan jantung pada saat melaksanakan tes Garjas periodik, Mayor Cpl Mulyanto (49 Tahun) NRP 593073 Irdya Irda Wasrik Sisdur Itda Wasrikum Itditpalad meninggal dunia karena serangan jantung pada saat kegiatan Binsik lari keliling di Maditpalad, Mayor Kav Slamet Lahir Bathin NRP 522337 Kasiopsdikmapa PK TNI meninggal dunia karena serangan jantung pada saat melaksanakan Olahraga Rutin/Binperorangan, Kolonel Inf Jemmy Evin Zacharias, S.IP, S.H (49 Tahun) NRP 30823 Dosen Sesko TNI meninggal dunia karena serangan jantung pada saat kegiatan Rutin lari pagi kurang lebih 3 KM, pada 01 Mei 2012 Pelda Suprapto (52 Tahun) NRP 532172 Bati Urpam Bagpam Ditkum meninggal dunia karena serangan jantung pada saat melaksanakan tes Garjas periodik, pada 01 Mei 2012 Kolonel Chb Mat Ali (49 Tahun) Kahubdam VII/Wrb meninggal dunia karena serangan jantung pada saat melaksanakan tes Garjas periodik, pada Oktober 2012 Kolonel Inf Sabanlanta (52 Tahun) Siswa Sesko TNI meninggal dunia karena serangan jantung pada saat kegiatan Binsik lari keliling Pra Semapta, pada November 2012 Kolonel Inf Imam Basuki (51 Tahun) satuan Kodiklat TNI AD Meninggal dunia karena Serangan jantungpada saat kegiatan Pembinaan Garjas Rutin, pada 10 Januari 2013 Kopda Saeful NRP 630033 anggota pos Megaluh Koramil Tembeleng Kodim-0814/ Jombang Korem-082/CPY Kodam V/Brawijaya meninggal dunia karena mengalami serangan jantung setelah melaksanakan tes kesegaran jasmani dalam rangka seleksi Caba Reg Sus TA. 2013, pada 20 Maret 2013 Sertu Ajum Sastrawijaya NRP 3920630120471 anggota Koramil 13 Bojong Lopang Kodim-0622/Sukabumi Korem-061/SK Kodam III/ Siliwangi meninggal dunia karena mengalami serangan jantung setelah melaksanakan kegiatan tes kesegaran jasmani periodik TA. 2013, pada 14 Mei 2013 Kopda Gusmin Tuharea NRP 319505880877 Babinsa Koramil-03/Tehoru Kodim-1502/Masohi Korem-151/BNY Kodam XVI/ Pattimura meninggal dunia karena mengalami penyempitan pembuluh darah jantung saat melaksanakan tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter dalam rangka UKP, pada 28 Mei 2013 Serda Minarman NRP 319505800374 Basipak 1 Posko Satbak Raipur A Yonarmed-18/105 Tarik Kodam VI/Mulawarman meninggal dunia karena mengalami Radang otak dan tensi tinggi setelah melaksanakan tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter dalam rangka UKP, pada 30 Mei 2013 Mayor Caj Mulyadi NRP 522839 Kakaminvetcad VI/10 Samarinda bagian Inminvetcad Kodam VI/
Mulawarman meninggal dunia saat melaksanakan tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter dalam rangka tes kesegaran jasmani periodik, pada 13 Juni 2013 Serma Suharyono NRP 542406 Babinsa Koramil-10/Tempe Kodim-0821/Lumajang Korem-083/BDJ Kodam V/ Brawijaya meninggal dunia karena mengalami Serangan jantung setelah melaksanakan tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter dalam rangka UKP, pada 29 Agustus 2013 Kopda Abdurokhim NRP 31950200350577 Takudam V/Brawijaya meninggal dunia karena mengalami serangan jantung setelah melaksanakan tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter dalam rangka Seleksi Diktukba Reg TNI AD TA. 2013 dan pada 10 September 2013 Serma Sukatni NRP 639390 Babinsa Koramil-0802/07 Badegan Kodim-0802/ Ponorogo Kodam V/Brawijaya meninggal dunia karena mengalami serangan jantung setelah melaksanakan tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter dalam rangka tes kesegaran jasmani periodik serta pada 21 Oktober 2013 Serma Komaruddin NRP 621830 Dansubintel Kodim-1426/Takalar Korem-141/T Kodam VI/Mulawarman meninggal dunia karena mengalami serangan jantung setelah melaksanakan tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter dalam rangka tes kesemaptaan jasmani untuk UKP. Pokok-pokok Alat Tes dan Pengukuran Kesegaran Jasmani “A”. Umum. Tingkat kesegaran jasmani prajurit dapat diketahui dengan mengukur berbagai komponen kesegaran jasmaninya, ataupun dengan
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
59
Jurnal Yudhagama mengukur tingkat kesegaran jasmani umum yang biasanya dilakukan dengan suatu rangkaian tes fisik. Adapun macam dan cara yang dapat digunakan untuk mengukur tes kesegaran jasmani ada beberapa cara antara lain Teori Keneth H Cooper dari USAF (United State Air Forces) yaitu Lari jarak tempuh 1600 meter, Lari jarak tempuh 2400 meter, Lari jarak tempuh 3200, Tes jalan cepat jarak tempuh 4820 meter, Harvard Step Test, Tes lari 15 menit (Mr. Balke), Tes Lari Multi Tahap (Bleep Test). Pertimbangan Ilmu Kesehatan Olahraga. Berdasarkan pertimbangan ilmu kesehatan olahraga bahwa hubungan usia dan tingkat kesegaran jasmani dinyatakan bahwa pada usia anak-anak sampai usia 20 tahun daya tahan kardiovaskular meningkat dan mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun (golden age). Kemudian untuk usia selanjutnya kesegaran jasmani akan mengalami penurunan secara bertahap 1% s.d.3%/tahun. Kemudian untuk usia selanjutnya kesegaran jasmani akan mengalami penurunan secara bertahap. Pertimbangan-pertimbangan lainnya yaitu pertimbangan penurunan kekuatan dan daya tahan otot karena pengaruh usia serta banyak terjadinya kerugian korban personel setelah pemberlakuan tes kesegaran jasmani “A” lari jarak tempuh 3200 meter. Landasan teori. Perbedaan tingkat umur akan berpengaruh pada setiap pencapaian tingkat kesegaran jasmani. Umur sebagai faktor hambatan dalam usaha pencapaian tingkat kesegaran jasmani merupakan hal yang alami dan wajar. Seiring bertambahnya umur, setiap prajurit akan mengalami perubahan fungsi kemampuan tubuhnya seperti kemampuan fisik menurun, kinerja menjadi lebih cepat lelah, persentase lemak tubuh umumnya meningkat dan massa otot berkurang. Terjadinya penurunan berpengaruh terhadap kemampuan daya tahan cardiovaskular, kemampuan Volume Oksigen maksimum (VO2 Max), kekuatan otot, daya tahan otot, fleksibilitas, kinerja fisik dan berat badan cenderung meningkat. Beberapa teori kesehatan olahraga menyatakan bahwa pengelompokan umur, lebih didasarkan pada pertimbangan teori usia biologi tubuh (biological age) adalah sebagai berikut: a. Hubungan umur dan daya tahan Cardiovaskuler. Apabila kita mengacu pada teori ilmu kesehatan olahraga yang menyatakan bahwa seiring dengan bertambahnya usia, maka perkembangan organ dan sistem organ di dalam tubuh yang membantu menentukan potensi kemampuan fisik dalam berlatih dan pencapaian 60
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
tertinggi dalam tingkat penampilan fisik, akan mengalami penurunan fungsi seiring dengan perkembangan usia (Total Training, hal :12, 2000). Pengelompokan usia lebih didasarkan pada pertimbangan teori usia biologi tubuh (biological age). Daya tahan kardiovaskuler, menurut Sharkey, BJ dalam bukunya physiology of fitness, dijelaskan hubungan usia dan kesegaran jasmani dinyatakan bahwa pada usia anak-anak sampai sekitar usia 20 tahun, daya tahan kardiovaskuler meningkat dan mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun dan kemudian berbanding terbalik dengan usia. Sehingga pada orang yang berusia 70 tahun diperoleh daya tahan 50% dari yang dimiliki pada usia 17 tahun. Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsi alat-alat organ transport (jantung, paruparu dan pembuluh darah) dan utilasi O2 yang terjadi akibat bertambahnya usia. Tetapi curamnya penurunan dapat berkurang bila tetap melakukan olahraga aerobic1). b. VO2 Max dan tingkat kesegaran jasmani. 1) Merupakan media untuk mengetahui baik buruknya kesegaran jasmani, bahwa seseorang yang mampu menggunakan kecepatan dan tempo pada pelaksanaan pengukuran VO2 Max, maka akan dapat menunjukan tingkat kesegaran jasmani yang baik. VO2 Max akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia2). 2) Validitas pengukuran VO2 Max akan lebih akurat menggunakan alat ukur berjalan 4820 meter, hal ini dengan pertimbangan aspek-aspek yang harus terpenuhi yaitu durasi waktu di atas 8 menit (aerobic dominan) dan jarak tempuh di atas 3000 meter3). 3) Tingkat Kapasitas VO2 Max berdasarkan pengelompokan umur secara teori dilakukan klasifikasi antara pria dan wanita, landasan teori ini diperkuat oleh pengklasifikasian yang dilakukan beberapa ahli antara lain; a) Norma kriteria penilaian (Dr. Imran Agus Nurali, SpKO 2006). (1) Pria.
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD (2) Wanita.
b) Norma kriteria penilaian (Heywood 1998). (1) Pria.
pertimbangan tersebut disarankan untuk mengkaji kembali pemberlakuan tes kesegaran jasmani “A” lari jarak 3200 meter bagi prajurit jajaran TNI AD khususnya kelompok umur ≥50 tahun dengan alasan: 1) Sering terjadi kecelakaan fatal dalam pelaksanan tes kesegaran jasmani “A” lari jarak 3200 meter (korban personel meninggal). 2) Masih ada alternatif alat tes kesegaran jasmani yang lebih aman untuk kategori kelompok umur ≥50 tahun : a) Tes jalan cepat jarak tempuh 4820 meter (Cooper). b) Tes bersepeda dalam waktu 12 menit (Cooper).
(2) Wanita.
Gambar 12.1 Jalan
Analisa. Umum. Dalam kajian tes kesegaran jasmani “A” bagi personel kategori usia 50 tahun ke atas merujuk pada konsep dan teori para ahli dengan melalui proses penganalisaan pada VO2 Max yang selanjutnya diperhitungkan waktu tempuh untuk pria maupun wanita. Cooper mengatakan: seseorang yang terlatih dengan baik dan melakukan olahraga secara teratur, dalam keadaan istirahat frekuensi denyut jantungnya = 60 denyut permenit atau kurang, sedangkan orang yang tidak terlatih, dalam keadaan istirahat frekuensi denyut jantungnya = 80 denyut permenit4). Ruang lingkup Analisa. a. Analisa pengelompokan umur. Dari pendapat para ahli di atas, puncak kesegaran jasmani berkisar pada umur 18-30 tahun (golden age), pada umur selanjutnya mulai terjadi penurunan. Dari
Gambar 12.2 Tes
b. Analisa perolehan tabel VO2 Max. Tabel VO2 Max sesuai kelompok umur diperoleh dengan mengkonversi dari teori norma kriteria penilaian Dr. Imran Agus Nurali, SpKO dan norma kriteria penilaian dari Heywood (USA) kemudian disusun rentang pengelompokan usia per 4 tahun dari usia awal 18 tahun dan berakhir pada usia 57 tahun. Untuk memperoleh pengklasifikasian nilai VO2 Max perkelompok umur mengacu pada teori Jakson AS 1996 (penurunan VO2 Max bagi yang terlatih sebesar 0,5%-0,6 % per tahun), dari Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
61
Jurnal Yudhagama hal tersebutmaka penghitungan diawali dengan menentukan nilai VO2Max sebagai patokan (Pok I nilai 48 =Baik) kemudian dimasukkan dalam perhitungan yaitu 0,5s.d 0,6 % x 48 x 4 tahun= 0,96 s.d 1,5 (bila dibulatkan menjadi 1s.d 2), sehingga untuk nilai Baik kelompok II yaitu 47 (48 dikurangi 1), dan seterusnya untuk kelompok berikutnya pengurangan 1 s.d 2. Berdasarkan rumusan tersebut diatas maka diperoleh tabel pengklasifikasian sebagai berikut. 1) Pria.
2) Wanita.
c. Analisa penentuan alat tes dan pengukuran bagi personel kategori usia ≥50 tahun. Dari penjelasan dan uraian di atas kami menyarankan untuk mencari alternatif pengganti tes kesegaran jasmani “A” lari 3200 meter. 1) Tes jalan cepat jarak tempuh 4820 meter (Cooper). Meskipun jumlah kalori yang dibakar dengan berjalan cepat tidaklah terlalu besar (tergantung berat badan dan berapa lama Anda melakukannya, yaitu sekitar 400-700 kkal/jam) 62
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
dibandingkan olahraga cardio lain yang intensitasnya lebih tinggi, tetap saja olahraga jalan cepat ini akan meningkatkan ekstra kalori yang terbakar dalam tubuh, apalagi jika dilakukan dalam jangka panjang. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dipublikasikan oleh Annals of Internal Medicine (2000) yang menyatakan bahwa terjadi penurunan sekitar 6.1 kg lemak tubuh pada pria obesitas yang secara rutin melakukan 60 menit cardio (baik itu jalan cepat maupun jogging ringan) setiap hari selama 12 minggu dan lemak yang hilang itu berasal dari lemak yang dibawah kulit, yang biasanya merupakan lemak yang paling banyak menutupi otot sixpack Anda. Baru-baru ini, sebuah penelitian menemukan bahwa ada cara sederhana untuk memperpanjang umur Anda, yakni dengan cara menambah kecepatan langkah saat berjaan kaki. University of Pittsburgh mengumpulkan data dari 35.000 peserta survei yang semuanya wanita berusia 65 tahun ke atas. Dikutip dari situs Oprah, mereka yang berjalan lebih cepat 0.1 meter/detik terhubung dengan penurunan risiko kematian sebesar 12%. Sedangkan mereka yang berusia 75 hingga 84 tahun, 92% dari mereka yang suka berjalan cepat (1.4 meter/ detik atau lebih cepat), hidup 10 tahun lebih lama ketimbang mereka yang lebih lambat (35% wanita berjalanlambat=0.4meter/detik). “Alasan mengapa kecepatan bisa mempengaruhi vitalitas seseorang adalah banyak organ dan sistem tubuh bekerja saat kita bergerak lebih cepat: jantung, paru-paru, otot, sendi, tulang dan otak,” ujar Stephanie Studenski, MD, penulis dari studi tersebut berspekulasi bahwa suatu saat nanti, kecepatan bergerak akan menjadi tolok ukur dari para dokter untuk mengetahui tingkat kesehatan pasiennya. Berjalan lambat bisa menjadi indikasi masalah kesehatan.Dari kecepatan berjalan juga bisa diatur tekanan darah, diet hingga fitnes yang ideal. Adapun manfaat jalan cepat menurut Stephanie Studenski, MD,: * Mengencangkan tubuh * Membakar lemak * Meningkatkan fleksibilitas * Memperbaiki fungsi jantung dan paru-paru * Mendorong tingkat energi * Mendorong sirkulasi darah * Anda merasa sehat! Tahukah Anda bahwa olahraga jalan cepat lebih baik untuk jantung dari pada lari marathon? Pertanyaanya adalah mengapa olahraga jalan cepat baik untuk jantung? Sebelum penelitian ini dipastikan bahwa hasil jalan cepat
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD lebih baik, terdapat perdebatan mengenai manfaat latihan kardio intensitas tinggi dan latihan ringan. Tentu banyak yang menganggap semakin berat latihan, semakin sehat tubuh kita. Namun jika tubuh terutama jantung tidak kuat dalam melakukan latihan kardio intensitas tinggi justru dapat memperparah kondisi jantung dimana detak jantung meningkat drastis dan pembuluh jantung melebar. Anda pernah mendengar seorang yang tiba-tiba meninggal setelah melakukan olahraga ? Hal ini disebabkan karena jantung tidak kuat sedangkan tubuh melakukan latihan kardio intensitas tinggi seperti pada olahraga. Oleh karena itu latihan jalan cepat selain baik juga tidak beresiko untuk memperburuk kondisi jantung. Lantas mengapa olahraga jalan cepat baik untuk jantung ? Alasannya adalah, jalan cepat juga termasuk olah raga. Sebenarnya jalan cepat membutuhkan trik khusus dimana membutuhkan langkah yang lebar dan gerakan tangan yang tepat serta mengontrol pergerakan tubuh. Hal sederhana dari jalan cepat adalah mengontrol tubuh dan berat badan agar tubuh dapat jalan dengan tempo cepat.Gerakan sederhana tersebut efektif membakar kalori dan mengaktifkan seluruh otot pada tubuh. Berbeda dengan marathon yang hanya mengaktifkan otot tubuh bagian bawah. Oleh karena itu jantung lebih menerima beban yang tepat dan proposional dengan manfaat yang besar. TABEL TES JALAN CEPAT JARAK 4,82 KM (COOPER)
Sumber :Cooper,The Aerobics Way
2) Tes bersepeda dalam waktu 12 menit (Cooper). Bersepeda merupakan salah satu jenis olahraga yang menarik dan dapat dilakukan oleh siapa saja, tanpa memandang status usia dan jenis kelamin. Beberapa penelitian bahkan telah menunjukkan sejumlah keuntungan dari aktivitas sederhana ini sebagai alat untuk mempromosikan kesehatan secara keseluruhan. Ingin tahu lebih banyak apa saja manfaat kesehatan dari bersepeda? Berikut ini adalah ulasannya: Berikut hasil interview dengan Prof. Froböse dan Team di Center of Health of the German Sports Academy of Cologne, dikutip dari cyclingandhealth.com5. Sakit punggung biasanya sering diakibatkan hasil secara langsung karena kurangnya berolahraga. Dengan kurangnya berolahraga maka menyebabkan discs (piringan-piringan) pada tulang punggung tidak mendapatkan pasokan nourishment (nutrisi) secara optimum, sehingga kemampuan dari piringan-piringan tadi menjadi berubah dan suatu saat dibebani dengan pekerjaan yang agak berat maka piringan-piringan tadi tidak sanggup dan menyebabkan nyeri. Dengan bersepeda akan dapat mengatasi masalah ini yaitu pertama, latihan fisik secara terus menerus yang akan membantu mengembalikan kemampuan discs berikut suplai “makanan” menjadi optimal kembali. Kedua, Otot besar pada punggung menjadi lebih kuat sehingga dapat membantu kerja tulang belakang. Jadi bersepeda juga dapat menstabilkan kinerja tulang punggung. Penyebab umum terjadinya nyeri lutut biasanya karena kerusakan pada tulang rawan/muda. Tekanan berlebihan yang terletak pada sambungan lutut, sebagai contoh dikarenakan jogging, atau terlalu gemuk, menghambat atau menolak pasokan nutrisi ke tulang rawan. Konsekuensinya tulang rawan menjadi lemah dan mulai rusak. Awal dari kerusakan/nyeri lutut saat dimana mineralmineral berharga tidak bisa masuk ke tulang rawan. Semenjak tulang rawan tidak dialiri darah maka mineral-mineral berharga tidak bisa masuk ke tulang rawan. Pergerakan pada persambungan lutut dapat mendorong nutrisi kepada tulang rawan. Bersepeda adalah salah satu cara olah raga yang paling sedikit terjadi tekanan pada lutut dan cara yang paling baik untuk menguatkan tulang rawan. Jantung adalah satu-satunya “motor” kita dan karena alasan itulah kita harus benar-benar merawatnya. Gejala stres dan mengerasnya arteri-arteri (arteriosclerosis) sebagai contoh, menyebabkan efek yang merusak pada jantung dan menghasilkan tekanan darah tinggi. Hal ini berakibat Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
63
Jurnal Yudhagama seseorang akan mengalami serangan jantung. Bersepeda akan memperbaiki sirkulasi darah secara keseluruhan. Yang terpenting adalah jantung akan bekerja lebih ekonomis karena performa pemompaan menjadi lebih efisien, sehingga mengurangi tekanan darah secara keseluruhan dan mengurangi resiko penyakit jantung. Infeksi adalah penyebab utama anda absen dari tempat kerja anda. Satu dari beberapa alasan adalah kurang efektifnya kinerja sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan reaksi alergi dan ketidakmampuan melawan flu dan demam. Bersepeda dapat meningkatkan kualitas sistem kekebalan dengan mengijinkan tubuh untuk melindungi dirinya dari virus dan bakteri. Bersepeda adalah metode olahraga yang paling banyak memiliki manfaat untuk menguatkan sistem kekebalan tubuh. Keneth H Cooper dari USAF (United State Air Forces) telah membuat tabel tes bersepeda dalam waktu 12 menit yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesegaran jasmani prajurit adalah sebagai berikut : TABEL TES BERSEPEDA DALAM WAKTU 12 MENIT (COOPER)
Sumber : Cooper,The Aerobics Way Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan. a. Terjadi Korban Personel sejumlah 20 (dua puluh) orang meninggal dunia pada kurun waktu tahun 2012 s.d tahun 2013 karena mengalami Serangan jantung setelah melaksanakan tes 64
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
kesemaptaan jasmani khususnya kesegaran jasmani “A” dalam rangka Seleksi Pendidikan maupun tes kesegaran Jasmani Periodik. b. Adanya korelasi antara usia dan tingkat kesegaran jasmani bahwa pada usia anak-anak sampai usia 20 tahun daya tahan cardiovaskular meningkat dan mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun (golden age). Kemudian untuk usia selanjutnya kesegaran jasmani akan mengalami penurunan secara bertahap 1% s.d. 3% /tahun. Hal ini disebabkan oleh penurunan faal organ transportasi (jantung, paru-paru dan pembuluh darah) dan utilasi O2 yang terjadi akibat bertambahnya usia. Tetapi curamnya penurunan faal dapat berkurang bila tetap melakukan olahraga aerobic secara teratur. c. Masih ada alternatif alat tes untuk kesegaran jasmani yang lebih aman untuk kategori kelompok umur ≥ 50 tahun : Tes jalan cepat jarak tempuh 4820 meter (Cooper) danTes bersepeda dalam waktu 12 menit (Cooper). d. Olahraga jalan cepat lebih baik untuk jantung dari pada lari marathon. Karena latihan cardio intensitas tinggi justru dapat memperparah kondisi jantung dimana detak jantung meningkat drastis dan pembuluh jantung melebar. Karena jantung tidak kuat sedangkan tubuh melakukan latihan cardio intensitas tinggi seperti pada olahraga Aerobic akan berakibat terjadinya gagal jantung. Saran. Guna dapat mencapai sasaran yang diharapkan dalam pelaksanan Tes Kesegaran jasmani untuk mengetahui tingkat kesegaran jasmani prajurit dalam rangka menilai hasil pembinaan setiap periodik, disamping itu digunakan untuk kepentingan seleksi pendidikan, evaluasi pendidikan, penugasan maupun tujuan pembinaan karier disarankan : a. Untuk mencegah kerugian personel meninggal dunia dalam setiap kegiatan tes kesemaptaan jasmani dengan cara menyiapkan personel dengan baik meliputi kesiapan fisik, mental dan kesehatan untuk menghadapi pelaksanaan tes kesemaptaan jasmani dalam rangka Seldik, UKP, Uji kompetensi dan Tes kesemaptaan jasmani periodik. b. Untuk personel yang kategori kelompok umur ≥ 50 tahun agar tetap melaksakan olahraga aerobic secara teratur untuk mencegah penurunan kemampuan faal yang curam melalui olahraga (Jalan cepat, Jogging, Bersepeda dan Renang).
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD c. Memilih alternatif alat tes untuk kesegaran jasmani ‘’A’’ yang lebih aman untuk personel yang kategori kelompok umur ≥ 50 tahun dengan melaksanakan Tes jalan cepat jarak tempuh 4820 meter (Cooper) atau Tes bersepeda dalam waktu 12 menit (Cooper). d. Untuk mencegah terjadinya gagal jantung karena kegiatan olahraga, personel yang kategori kelompok umur ≥50 tahun agar tidak memaksa melakukan kegiatan olahraga dengan intensitas Cardio tinggi dan ada daya kejut mendadak pada jantung serta dilaksanakan dalam waktu yang lama sedangkan kondisi fisik kurang baik. Penutup. Demikian Naskah tentang Kajian Tes Kesegaran
Jasmani “A” bagi personel kategori usia 50 tahun ke atas, dibuat sebagai bahan masukan dan pertimbangan pimpinan dalam menentukan kebijakan yang akan datang. Endnotes. 1. BukuKesehatan dan Olahraga, DR.Arjatmo Tjokronegoro Ph.D hal: 4,1984. 2. Cross Dictional Aerobik, American Journal. Jackson AS, hal: 15. 1996. 3. Ilmu Faal Olahraga. FPOK Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.Drs. dr H.Y.S Santoso Giriwijoyo, hal. 25.2010 4. Posted by apriaziz.blogspot.com . Cooper 1983: 212. 5. Sumber: http://pedalsepedaku.wordpress.com
RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS III. Riwayat Penugasan.
I. Data Pokok. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. II.
Nama Pangkat Tempat/Tgl. Lahir Agama Status Sumber Pa/Th Jabatan
: : : : : : :
Yusep Sudrajat, S.I.P, M.Si. Kolonel Inf/32240 Bogor/26-12-1963 Islam Kawin Akabri/1988 Danpusdikif Pussenif
Riwayat Pendidikan Militer.
A. Dikbangum. 1. Akmil 2. Sussarcabif 3. Suslapa I 4. Suslapa II 5. Seskoad
: : : : :
1988 1989 1994 1999 2002
B. Dikbangspes. 1. Suspa Intel 2. Dik Para Dasar 3. Sus Dandim 4. Sus Jemendik
: : : :
1997 1998 2007 2009
1. Ops Aceh 2. Ops Jame 3. Ops Lih Kam
: 1990 : 1993 : 2003
IV. Riwayat Jabatan. 1. Danton II Ki D Yonif-113/JS 2. Danki D Yonif-113/JS 3. Danki B Yonif-113/JS 4. Pasiopsdim-0102/Pidie 5. Pasiinteldim-0202/BS Dam I/BB 6. Kasi Intel Brigif-15/KJ 7. Wadanyonif-301/PKS Dam III/Slw 8. Kasi Intel Rem-011/LW Dam IM 9. Pabandya Pam Sinteldan IM 10. Danyonif-111/KB Rem-012/TU 11. Kabag Taud Korsis Seskoad 12. Kabag Leksijas Subdismapta Disjasad 13. Dandim-111/Bireun Dam IM 14. Dandim-0103/AUT Rem-11/LW 15. Dosen Muda Kordos Seskoad 16. Asops Kasdam XVI/PTM 17. Perwira Penuntun (Patun) Korsis Seskoad 18. Danrindam XVII/Cen 19. Danpusdikif Pussenif Kodiklat TNI AD
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
65
Jurnal Yudhagama
GELADI LAPANGAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT KENDALI ELEKTRONIKA GUNA MENINGKATKAN KUALITAS LATIHAN
Kolonel Inf FX. Hari Moelyono, SE. (Danpussimpur Kodiklat TNI AD)
TNI AD harus dapat memanfaatkan teknologi yang selalu berkembang untuk menciptakan suatu Alutsista sebagai sarana dan prasarana latihan modern agar latihan dapat secara optimal, tercipta prajurit yang andal dan siap operasional.
D
alam menyikapi kemajuan dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dan dihadapkan pada tugas-tugas TNI seperti yang tertuang dalam UU RI Nomor 34 Tahun 2004 maka bagi TNI AD harus bekerja keras dalam semangat kebersamaan yang solid, militan dan profesional guna meningkatkan SDM prajurit untuk menguasai teknologi agar dapat menyelesaikan tantangan tugas yang kita hadapi, agar TNI AD mampu melaksanakan
66
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
tugasnya secara profesional dan proporsional, maka selain meningkatkan SDM prajurit juga meningkatkan kualitas dalam berlatih melalui suatu pembinaan satuan. Pembinaan satuan dan peningkatan kualitas latihan personel yang profesional dapat dilaksanakan melalui siklus pendidikan, pelatihan, dan penugasan dan harus memenuhi prinsip utama berlatih yaitu apa yang dilaksanakan (dalam penugasan) itulah yang dilatihkan (dalam pelatihan), dan apa yang dilatihkan (dalam pelatihan) itulah yang diajarkan (dalam pendidikan). Pimpinan TNI AD senantiasa memotivasi prajuritnya untuk semakin giat belajar dan berlatih dan harus realistis, keras serta menantang. Latihan yang realistis akan mengantar prajurit mengenal tugas pokoknya, pemahaman ini berimplikasi pada penjabaran fungsi pendidikan dan operasional, hal ini dihadapkan kepada kemungkinan ancaman masa kini dan masa yang akan datang maka latihanpun disesuaikan perkembangan Lingkungan strategis dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi kemungkinan ancaman yang ada. Latihan yang keras dan terukur, akan membuat para prajurit terbiasa mengatasi berbagai kesulitan dan tekanan di lapangan, sedangkan latihan yang menantang akan memotivasi prajurit untuk selalu mencari solusi dan inovasi yang tepat didalam setiap mengatasi permasalahan di lapangan dengan menciptakan suatu ide dengan memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang yang dapat membantu pelaksanaan latihan. Para pimpinan kita selalu menuntut kecerdasan penguasaan teknologi modern untuk mampu mewujudkan sinkronisasi antara realistis, keras dan menantang Kita ambil contoh seperti dalam latihan lanjutan setingkat Batalyon Infanteri atau Brigade Infanteri, metoda yang layak digunakan pasti metoda latihan taktis dengan pasukan pada tahap latihan ‘Geladi lapangan’ yaitu metode latihan taktis dengan melibatkan personel/pasukan dilaksanakan di medan sebenarnya dalam situasi tempur
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD yang disimulasikan yang dapat menggambarkan realisme latihan sesuai situasi operasi di medan yang mendekati sebenarnya1. Dengan tujuan untuk menguji kemampuan/efektivitas unsur pimpinan dalam proses hubungan komandan dan staf dalam melaksanakan Kodal, taktik dan teknik dalam rangka latihan menghadapi situasi operasi sebenarnya. Dimana Geladi lapangan merupakan metode latihan pada puncak dari siklus latihan satuan dan merupakan suatu program uji siap tempur satuan. Permasalahan Geladi Lapangan Saat Ini. Biasanya dalam Pelaksanaan latihan Geladi Lapangan dengan sifat latihan dua pihak di kendalikan saat ini terdapat beberapa kekurangan terutama peran perwasitan dan pengendalian latihan yang mengakibatkan terjadinya pelaksanaan latihan kurang realist penyebabnya adalah Pertama ; Pelaku dalam melaksanakan latihan tidak dapat mengembangkan taktik tempur, selalu tergantung dari perintah operasi yang diberikan oleh komandannya, ketergantungan pelaku kepada wasit dan pengendali ingin dinilai baik atau lulus, ada pula pelaku yang melakukan tindakan yang memengaruhi wasit satuan atau memengaruhi wasit daerah agar menunjukkan posisi musuh atau sasaran, dan ada pula pelaku yang berpikir bahwa dimana ada wasit daerah disitulah ada musuh/bulsi dan lain sebagainya. Kedua; wasit dalam penilaian kadang tidak obyektif penilai satu dengan yang lain berbeda. juga dalam menentukan korban luka/ gugur seharusnya wasit mengawasi dan menjadi hakim yang adil dan jujur,karena ada juga wasit yang berbuat curang dan tidak jujur dengan memberi kemudahan kepada pelaku sehingga essensi latihan tidak didapat. Ketiga; Bulsi, peran bulsi sebagai musuh sangat dominan dalam latihan, namun selama ini peran bulsi hanya sebagi pelengkap saja tidak berkembang dan tidak berinisiatif sesuai dengan taktik bertempur. serta dapat mengelak bila terkena tembak karena tidak ada bukti. Keempat; Wasdal dalam mengendalikan latihan, wasdal tergantung dari para wasit lapangan, wasdal harus berkoordinasi terus menerus dengan wasit hal ini menuntut wasdal untuk selalu memantau posisi dan dislokasi serta kegiatan yang dilakukan oleh pelaku. Semakin tinggi tingkatan latihan semakin banyak pula satuan yang di awasi dan dikendalikan, sehingga menuntut ketelitian agar latihan sesuai dengan waktu yang ada di diagram ROG. Monitoring kegiatan pelaku hanya dapat didapat setelah mendapat laporan dari para wasit. Dari permasalahan yang disebabkan oleh
faktor Wasdal tersebut akan mempengaruhi pelaksanaan Latihan Geladi Lapangan yang kurang realistis dan sinergis dari apa yang telah direncanakan pada latihan, naluri dan jiwa tempur prajurit terkadang tidak tertantang dg bulsi yg seharusnya agresif juga sehingga terkesan “yang penting latihan”, sehingga, latihan tidak realistis. Seharusnya pelaku mendapatkan pengalaman latihan yang menggambarkan situasi operasi yang sebenarnya dengan harapan pelaku dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan naluri bertempurnya. Selain latihan kurang realistis juga akan memengaruhi pelaksanaan Evaluasi karena membutuhkan waktu yang cukup lama dalam merumuskan hasil latihan, juga membutuhkan kejujuran dan obyektifitas dari para wasit dan penilai serta kecepatan dalam menilai pelaksanaan latihan. Hasil latihan yang telah dilaksanakan tidak dapat diukur secara tepat, masih terdapat hasil penilaian yang kurang obyektif, sehingga berakibat bahwa latihan tidak berpengaruh bagi pelaku, sukses atau tidaknya latihan Geladi Lapangan masih diragukan. Agar permasalahan dalam pelaksanaan latihan Geladi Lapangan tersebut diatas tidak terjadi dan pelaksanaan latihan agar lebih realistis, keras dan menantang perlu kajian dengan memanfaatkan rekayasa teknologi yang dapat membantu pelaksanaan Latihan Geladi Lapangan lebih realistis, maka perlu sarana dan prasarana/perangkat dalam pelaksanaan latihan Geladi Lapangan guna terciptanya prajurit yang profesional, militan dan solid. Dari latar belakang permasalahan seperti yang diuraikan diatas, maka dapatlah disimpulkan rumusan permasalahan dari tulisan ini adalah sebagai berikut : Bagaimana meningkatkan kualitas tempur satuan melalui metode geladi lapangan dengan memanfaatkan Teknologi Informasi Komputer (TIK) sebagai alat bantu simulasi tempur agar prajurit bisa profesional, militan dan solid ? Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari tulisan ini, khususnya bagi organisasi TNI AD, adalah sebagai bahan petimbangan dan kajian pimpinan TNI AD dalam mengambil langkah-langkah konkrit yang perlu diambil dibidang pembinaan dan peningkatan kualitas latihan, khususnya dalam tahap latihan Geladi Lapangan sebagai wujud pembinaan satuan dalam memelihara dan meningkatkan kemampuan/kualitas prajurit agar memiliki kemampuan yang handal sampai tingkat kesiapan operasional dan siaga operasional serta dapat melaksanakan tugas-tugas operasi baik Operasi Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
67
Jurnal Yudhagama Gambar 1
Militer untuk Perang maupun Operasi Militer Selain Perang. Konsep Geladi Lapangan dengan Menggunakan Alat Simulasi Lapangan. TNI AD harus dapat memanfaatkan teknologi yang selalu berkembang untuk menciptakan suatu Alutsista sebagai sarana dan prasarana latihan modern agar latihan dapat berhasil secara optimal, tercipta prajurit yang handal dan siap operasional. Dengan ini penulis membuat konsep geladi lapangan dengan menggunakan alat bantu simulasi lapangan berbasis teknologi. Latihan Geladi Lapangan menggunakan alat bantu simulasi lapangan yang digunakan adalah menggunakan alat simulasi yang berbasis IT terdiri dari Hardware: (1) GPS modul, (2) radio TxRx, (3) Modul IR (Infra Red) dan detector picu tembak yang terintegrasi dengan senjata, (4) Detektor IR (Infra Red), (5) Micro controller. Hardware tersebut menjadi satu rangkaian yang disebut Mobile Unit yang berfungsi untuk mengirimkan data posisi prajurit/pelaku, status menembak maupun yang terkena tembakan. Menggunakan baterai yang durasi pemakaiannya bisa bertahan 24 jam dan dapat dicharge kembali. Penghubung antara mobile unit pelaku, mobile unit bulsi dan laptop Wasdal menggunakan saluran satelit atau jaringan internet dapat dimonitor di laptop Wasdal dan dilengkapi 68
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
dengan Radio TX/Rx yang berfungsi menerima semua posisi dari prajurit/pelaku peserta latihan dan dapat ditampilkan pada peta laptop dalam bentuk simbol taktis, menampilkan waktu dan jumlah tembakan setiap personel, menampilkan jumlah prajurit yang terkena tembakan, menampilkan kondisi kontak senjata, antara prajurit/pelaku dan bulsi dalam bentuk simbol. Apabila jarak antara Wasdal, pelaku dan bulsi terlalu jauh maka dapat ditambahkan dengan antena relay atau BTS (Base Transceiver System). Data setiap prajurit dapat direkam dan dapat diputar ulang untuk kepentingan kaji ulang dalam setiap latihan. Software nya antara lain : Sistem development, Tracking GPS dan Peta 3D dapat menampilkan kegiatan latihan secara interaktif berupa simbol taktis. Konfigurasi alat simulasi tempur lapangan dapat dilihat pada gambar 1. Sarana prasarana yang digunakan adalah perangkat yang ada di Poskotis laptop yang digunakan untuk monitoring posisi pasukan secara perorangan hal ini ditunjukan dengan indikator yang terlihat diatas peta 3D (Tiga Dimensi) sesuai dengan pergerakan prajurit secara real time serta dapat melihat kondisi prajurit dalam keadaan tertembak (luka/gugur) hal ini diindikatorkan dengan simbol yang terlihat di monitor. Server berfungsi sebagai Bank Data serta berfungsi sebagai pengirim dan penerima data melalui antena sebagai alat pelacak
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD keberadaan pasukan yang dapat dimonitor oleh pengendali Adapun tahapan Pelaksanaan latihannya melalui tahapan yaitu: Pertama. Tahap perencanaan. Dimana dilaksanakan koordinasi antara penyelenggara latihan dengan penyediaan alat serta peninjauan medan dimana untuk menentukan lokasi Poskotis Wasdal sampai dengan sasaran yang akan direbut, hal ini untuk mengukur jarak capai antena dan kemungkinan penempatan antena relay/BTS. Kedua. Tahap persiapan. Dilaksanakan pengisian database tentang satuan yang akan melaksanakan latihan. Serta uji coba alat agar pelaksanaan latihan dapat berjalan dengan lancar. Ketiga. Tahap pelaksanaan. Kogla dibantu oleh Wasdal secara keseluruhan bertanggung jawab dalam mengoperasionalkan geladi. Peran dalam tahap ini lebih menonjol dilakukan oleh Wasdal khususnya dalam mengoperasionalkan naskah geladi di lapangan, mengatur mekanisme perwasdalan geladi di lapangan sesuai pada kegiatan dan tindakan pelaku2. Pada tahap ini mobile unit dan senjata serta perlengkapan yang mendukung sudah diseting di tiap pasukan pelaku dan bulsi, sehingga Wasdal dapat memonitor dislokasi pasukan pelaku dan bulsi serta pergerakannya juga status pasukan tersebut, sehingga Wasdal dapat secara langsung menilai secara real time. Monitor laptop juga dapat disambungkan ke layar yang lebih besar dengan menggunakan LCD Proyektor. Pelaksanaan kegiatan latihan ini dapat direkam serta dapat ditayangkan ulang sebagai bahan kaji ulang sebagai bukti evaluasi untuk kegiatan latihan selanjutnya. Pada gambar 2 memperlihatkan bagaimana mekanisme pengiriman data dari Pelaku dan Bulsi kepada Server untuk menunjukkan dislokasi pasukan yang dikirimkan oleh pasukan pelaku dan pasukan Bulsi yang masing masing dikirimkan kepada server yang kemudian diolah serta ditunjukkan di monitor berupa simbol biru untuk pelaku dan simbol merah untuk Bulsi diatas peta 3D, posisi dari pasukan tersebut dapat diketahui kedudukan koordinatnya serta identitas simbol tersebut dapat diketahui nama dan jabatannya. Gerakan pasukan dapat di monitor oleh Wasdal, bagaimana pelaku melaksanakan gerakan serta formasi gerakannya dalam mengatasi sasaran atau musuh, karena di monitor Wasdal simbolsimbol pelaku dan bulsi bergerak diatas peta 3D yang terlihat kontur ketinggian dan tanda-tanda peta yang sudah disesuaikan dengan medan latihan.
Pada Gambar 3 menunjukkan mekanisme bahwa Bulsi melaksanakan penembakan terhadap pasukan Pelaku, tembakan akan mengurangi jumlah munisi yang ada pada senjata tersebut, bila tembakan mengenai detektor pada pelaku maka terdapat bunyi “beep” secara terus menerus dan senjata pegangannya menjadi non aktif atau tidak dapat digunakan untuk menembak. Simbol biru yang ada dimonitor akan berkedip merah, sehingga Wasdal akan mengetahui bahwa personel tersebut dinyatakan gugur sehingga bisa dicatat. Demikian juga berlaku pada pasukan Bulsi apabila terkena tembak oleh pelaku maka senjatanya tidak dapat digunakan lagi dan menimbulkan bunyi “beep” secara terus menerus serta simbol di monitor Wasdal ditunjukan berkedip-kedip biru, ditunjukan pada Gambar 4. Sehingga pelaksanaan Geladi Lapangan dapat dilaksanakan dengan obyektif dan jujur serta terhindar laporan palsu oleh pengendali dan pelaku. Keempat. Tahap pengakhiran. Kogla melaksanakan Kaji Ulang, penyelesaian administrasi dan penyusunan laporan penyelenggaraan geladi. Pada pelaksanaan kaji ulang Kogla dapat menayangkan kejadian-kejadian yang menonjol dalam pelaksanaan geladi berupa rekaman yang dapat diputar kembali sesuai dengan waktu kejadian, sehingga pelaku tidak dapat mengelak atau memungkiri bahwa telah melaksanakan kegiatan yang telah dilakukan. Kemudian film hasil rekaman tersebut dapat sebagai bahan untuk dijadikan pembelajaran kepada prajurit sebagai bahan ajaran, dan kegiatan yang salah. Setelah latihan berakhir dilaksanakan inventarisir alat simlap. Hal yang menguntungkan apabila latihan Geladi Lapangan dengan menggunakan alat Simulasi Lapangan antara lain : Pertama. Pelaku dapat mengembangkan inisiatif serta dapat memecahkan persoalan-persoalan yang diberikan dan untuk mengambil tindakan taktis maupun administrasi bila dianggap perlu. Terhindarnya pelaku menunggu wasit agar mengoreksi atau adanya petunjuk, pelaku tidak melakukan tindakan memengaruhi wasit agar menunjukkan posisi sasaran dan lain sebagainya. Dengan alat ini pula para pelaku akan dapat berbuat sesuai dengan taktik dan teknik yang telah dilatihkan sebelumnya. apabila pelaku berbuat tidak sesuai dengan tindakan taktis maka bulsi akan menembak pasukan tersebut dengan senjata sensor yang mengakibatkan pasukan tersebut luka atau gugur yang dapat dimonitor secara real time oleh pengendali. Sekaligus pelaku yang tertembak tidak akan dapat mengelak karena sensor tersebut dapat Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
69
Jurnal Yudhagama menimbulkan bunyi terus menerus serta senjata yang ia bawa tidak dapat ditembakkan. Kedua. Terhindarnya perdebatan antar wasit dan penilai dikarenakan posisi penilai satu dengan yang lainnya berbeda tempat/posisi sehingga pengamatannya berbeda. Tidak perlu menentukan kartu luka/gugur oleh wasit ,dengan alat ini maka alat akan bekerja secara otomatis sesuai dengan perkenaan sensor luka dan gugur. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi status prajurit tersebut. Demikian juga berlaku pada bulsi apabila terkena tembakan oleh pelaku maka bulsi tersebut akan menunjukan status luka/gugur pada monitor pengendali, dengan ini pula bulsi tidak dapat berbuat curang, sehingga latihan dapat terselenggara secara realistis. Ketiga. Pengawasan yang dilakukan oleh pengendali dan pengendali dapat dilaksanakan secara keseluruhan dan serentak. Kogla/wasdal dapat memonitor kegiatan yang dilakukan pelaku setelah mendapat informasi/RAMOG. Keempat. Latihan yang realistis akan terwujud karena dengan menggunakan alat simulasi lapangan ini seluruh kegiatan latihan dapat dimonitor keberadaan maupun status dari pelaku latihan dan bulsi. Contohnya, seorang prajurit gugur karena tertembak, maka prajurit ini tidak dapat melanjutkan kegiatan latihan, kemudian komandan regunya akan melaporkan sesuai hirarki serta
meminta bantuan dari kesehatan untuk dikirim ke garis belakang. Keuntungan lain adalah munisi yang dibekalkan kepada prajurit sesuai dengan bekal pokok, apabila prajurit tersebut main-main dengan menembakkan senjatanya maka munisi akan berkurang terus menerus sesuai dengan jumlah tembakannya, jumlah munisi akan dimonitor oleh Wasdal/Kogla. Kelima. Dalam proses penilaian bila menggunakan alat simulasi lapangan ini maka akan lebih cepat dan obyektif karena posisi dan status yang dimiliki oleh setiap perorangan dapat dilihat dan dimonitor oleh pengendali secara langsung dari monitor komputer. Kesimpulan. Dari apa yang disampaikan penulis dapat disimpulkan bahwa kekurangan pelaksanaan latihan geladi lapangan dapat di minimalisir dengan menggunakan alat Simulasi Tempur Lapangan ini, dengan alat ini pelaksanaan latihan dapat lebih realistis, pelaku dapat mengembangkan inisiatifnya, memunculkan naluri tempur, sehingga militan, pengawasan dan pengendalian dapat dilaksanakan dengan teliti dan real time, penilaian tidak memakan waktu yang lama serta kaji ulang dapat dilaksanakan secara teliti dan obyektif dengan menampilkan rekaman hasil latihan.
Gambar 2 Mekanisme pengiriman data dari Pelaku dan Bulsi kepada Server
70
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
Media Informasi dan Komunikasi TNI AD Gambar 3 Mekanisme Bulsi menembak Pelaku
Gambar 4 Mekanisme Pelaku menembak Bulsi
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
71
Jurnal Yudhagama Saran. “Tidak hanya menciptakan teknologi baru tapi tidak mempunyai manfaat yang maksimal, namun teknologi dimanfaatkan untuk mempermudah dan memberikan keuntungan bagi kepentingan manusia”. Dari ungkapan tersebut maka dengan ini disarankan kepada pimpinan agar membuat kajian yang lebih dalam mengenai simulasi lapangan untuk dipergunakan sebagai salah satu sarana pelaksanaan geladi lapangan agar tercapai tujuan dan sasaran latihan serta terselenggaranya latihan yang
optimal, sehingga tercipta prajurit handal dan siap operasional. Selaras dengan upaya dan perhatian pimpinan Angkatan Darat di bidang latihan yang sangat besar dengan meningkatkan mata anggaran latihan dimasa datang. Endnotes. 1. Kasad, Buku Petunjuk Administrasi tentang Penyelenggaraan Latihan, (2012) 2. Kasad, Buku Petunjuk Teknik tentang Geladi Lapangan, (2004)
RIWAYAT HIDUP SINGKAT PENULIS III. Riwayat Penugasan.
I. Data Pokok. 1. Nama 2. Pangkat/NRP 3. Tempat/Tgl. Lahir 4. Agama 5. Status 6. Sumber Pa/Th 7. Jabatan
: : : : : : :
FX. Hary Moelyono, S.E Kolonel Inf/30458 Jember/24-04-1962 Katolik Kawin AkabriI/1985 Danpussimpur Kodiklatad
II. Pendidikan.
Akabri Sussarcab Inf Diklapa I Inf Diklapa II Inf Seskoad Sesko TNI
: : : : : :
1985 1985 1992 1996 2000 2010
: : : : : :
1999 2001 2002 2006 2007 2009
B. Dikbangspes. 1. Tar Pers Binpers Sospol 2. Sus Dan Yonif 3. Sus Dandim 4. Sus Staf Renstra 5. Sus Ops Gab 6. Sus Pim Jemen Dephan
72
1. Ops Malirja 2. Ops Tim-Tim B. Luar Negeri. 1. Malaysia 2. Australia 3. Korea Selatan
: 1987 : 1992
: 1992 : 2008 : 2010
IV. Riwayat Jabatan.
A. Dikbangum. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
A. Dalam Negeri.
Volume 34 No. II Edisi Juni 2014
1. Danton II Yonif-642/KPS 2. Danton I Yonif-642/KPS 3. Danton I Yonif-641/BRU 4. Danki A Yonif-641/BRU 5. Kasilog Yonif-641/BRU 6. Wadan Yonif-744 7. Kasdim-1630/Viqueque 8. Gumil Gol V Depjuang Pusdikif 9. Danyonif-721/MKS 10. Kasi Ops Rem-072/PMK 11. Dandim-0708/PWR Rem-072 12. Wadan Rindam IV/Dip 13. Wadan Pussimpur 14. Tafung Gol IV/Kol Ditpothan 15. Pamen Mabes TNI (Sesko TNI) 16. Pamen Mabes TNI AD (Sesko TNI) 17. Pamen Denma Mabesad (Sesko TNI) 18. Pamen Ahli Gol. IV Bid. Taktik/Nik Secapa AD 19. Danpussimpur
Karya Bakti Koramil 1507-06/Wetar Dalam Pembuatan Jalan di Desa Ilwaki, Kec. Wetar Kab. Maluku Barat Daya
Pemeliharaan pesawat terbang (Harsabang) Mi-17 Skadron 31/Serbu, Semarang