Bagian 3
Percayalah, hari Senin ialah hari yang sangat membosankan bagi setiap pelajar. Bagi sebagian sekolah harus melakukan adatnya yaitu upacara bendera. Mulai dari sekolah pinggiran hingga favorit semua sama. Aku sengaja datang terlambat ke tengah lapangan karena malas mengikuti adat tersebut. “Bi.. Sekolah kita bakal ada pembelajaran di luar sekolah.” Ucap Foren gadis yang sudah tujuh tahun menjadi sahabat karibku. Gadis berkulit putih dan behel unik yang melapisi gigi putihnya membuat para siswa lelaki banyak menaruh harapan lebih padanya. “Kemana lagi?” “Jatim Park 1 dan Jatim Park 2.” Aku hanya merespon dengan senyuman. Aku merasa bosan dengan aktivitas pembelajaran di luar sekolah yang diadakan setiap empat bulan sekali. Yang membuat para siswa harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Tidak salah apabila sekolah ini mendapat predikat sekolah termewah dan sering mendapat juara eco-school karena tekstur bangunan yang unik dan bersihnya lingkungan sekolah membuat banyak para
diknas
kebersihan
berdatangan
untuk
sekedar
wawancara. Upacara selesai, tepat satu jam aku dan Foren berdiri di tengah lapangan bersama seluruh siswa lainnya. Mereka kembali ke kelas, sedangkan kita memilih pergi ke kantin
yang
ada
di
daerah
kelas
tujuh
untuk
menghilangkan rasa hausnya. Mereka memilih tempat duduk yang biasa di duduki, yang jarang terlihat oleh guru. “Hai Foreeen..” Goda seorang kakak kelas yang tidak jauh dari tempat duduk yang kita pilih. Foren tak menggubris ucapan kakak kelasnya. Tetapi, pria itu tidak menyerah begitu saja. Ia mendekat ke meja kita berdua. “Dek, ada pin?” Foren dengan sengaja menumpahkan minumannya ke wajah pria tersebut. Ketiga temannya yang masih duduk di bangku tertawa melihat ulah temannya yang gagal menggoda wanita. Foren menarik tanganku untuk di ajak masuk ke kelas tanpa menggubris pertanyaan kakak kelasnya. Yang aku lihat ketiga teman pria yang setahun lebih tua dariku tertawa terbahak seolah melihat temannya yang tidak berhasil memenangkan hati wanita yang ia suka. “Sumpah jijik lihat kakak kelas yang sok cakep gitu. Udah jelek, pendek, iuh..” omel Foren.
2
Aku mendengarkan diiringi dengan tawaan yang tak bisa ku hentikan. “Eh tapi jangan salah, gitu – gitu dia punya temen yang cakep loh Hahaha..” “Ha? Ada gitu? Yang mana?” “Putih, sipit, wajah blo’on gitu deh pokoknya.” Jawabku singkat. Foren mengingat kejadian tadi “Oh itu? Namanya Kak Athnan Farabi. Suka?” Aku hanya menanggapi dengan senyuman yang membuat Foren jengkel dan penasaran. “Kevin mau di kemanain Bi?” “Kevin? Masih kok. Hehe..” “Huh.. cepet cintanya cepet juga jatuhnya.” “Foren jahaaattt…” Ia ganti tertawa terbahak melihatku memasang wajah yang di tekuk.
Trt.. trt.. trt.. Tanganku segera memeriksa iPhone yang ada di bawah tumpukan buku di atas meja belajar. 3
Pin baru?Athnan Farabi? Seriously? Batinku ingin sekali menjerit Accept!
PING !! Ya? Athnan Farabi. Oh.. Okee
Malam itu aku berteriak kesenangan karena bisa dekat dengan orang yang diinginkan.
kirim pulsa dong dek. Nanti nggak bisa bales bbm kamu lho. Dasar cowo matre’. Baru juga
kenal. Aku
membanting keras ponsel ke atas ranjangku. Meski jauh dalam hatiku aku tidak ingin melakukan apapun pada orang yang baru ku kenal, namun apa daya. Rasa seolah menyeretku untuk berkata ‘iya’ pada balasan pesan singkat terakhirmu. Kita menghabiskan waktu hingga larut
4
malam. Jika kamu tau aku rela membiarkan kantong mataku membesar hanya karena ingin menjelma sifatmu yang sulit untuk diterka. Lagi – lagi aku harus menahan amarah karena harus menghadapi sifat dingin dan cuekmu. Sejenak aku menggubris percakapan dengan pria lain yang lebih dulu mendapatkan hatiku. Bayangkan.. hanya sejenak aku menggubris pria itu hanya karena aku ingin melanjutkan percakapan hangat denganmu. Kita mengobrolkan banyak hal yang hampir menghabiskan satu malam. “Biancaa.. Bangun sayang.” Sentuhan lembut dari tangan sang mama membuatku terbangun. Aku mencoba mengumpulkan nyawa dan sesekali mengejapkan kedua mataku. Tubuhku mulai turun dari ranjang ketika mama menyuruhku untuk segera mandi. Butuh waktu dua puluh tiga menit untukku merapikan diri. Kali ini aku memilih untuk berpenampilan tidak seperti biasanya. Olesan bedak tipis membuat wajahku terlihat segar. Penampilanku pun terlihat menarik. Balutan sweater berwarna biru laut di luar seragam dan sepatu ket berwarna senada membuatku terlihat berbeda di tambah kerudung yang ku pakai serasi dengan seragamku. Tin.. tin.. tiiin..
5
Klackson mobil sudah di bunyikan dari luar pagar yang menandakan papa sudah menunggu lama di dalam mobil. Aku hanya melirik sedikit lewat jendela kamar lalu keluar dari kamar. Tidak lupa ku kecup kedua tangan dan pipi mama untuk berpamitan. “Hehe, maaf paa..” “Tumben anak papa beda hari ini?” Aku tersenyum malu. “Buruan
jalan pa, nanti
telat.” Papa menjalankan mobilnya dengan kecepatan stabil. Selama perjalanan papa masih menyodorkan berbagai macam pertanyaan tentang style baru yang ku pilih. Tetapi aku dengan cepat menangkas semua pertanyaan papa. Itulah aku, sulit bagiku untuk terbuka kepada kedua orang tua. Aku selalu menyembunyikan tanpa membaginya meski kepada sosok yang yang telah mengandung dan merawatku selama bertahun – tahun. Jauh dari lubuk hatiku, aku ingin sekali seperti Foren yang selalu bisa terbuka dengan ibunya. Seolah anak kecil yang selalu ada cerita dan dibaginya kepada orang terdekat. “Sudah sampai.. jaga dirimu ya nak.”
6
aku mengangguk lalu mencium kedua tangan dan pipi papa sebelum turun dari mobil. Aku melihat sekeliling sekolah. Sosok itu belum ada? “Jadi? Kalian sudah saling kenal?” Foren mengaggetkanku. “Mm-hmm, tapi baru kenal udah minta pulsa coba.” “Kamu serius Bi? Nggak usah di terusin deh mending.” Aku mengangguk setuju meskipun hatiku terasa resah untuk meninggalkan Kak Athnan. Hujan mengguyur kota Surabaya pagi itu, membuat seisi kelas merasa malas untuk memperhatikan pelajaran sejarah. Banyak siswa yang sedang asik sendiri ada yang memilih untuk tidur, mendengar musik di bawah bangku dan berbagi cerita kepada teman sebangku. Begitupun denganku, aku membiarkan kepalaku jatuh di atas meja. Mencoba mengejapkan kedua mataku agar tidak terpejam. Trt.. Trt.. Trt.. Tanganku merogoh kolong dalam mejaku.
7
Ajakan Kak Athnan membuat perasaanku senang bercampur malu. Bingung harus bagaimana ketika menemuinya. Aku terus memikirkan hal apa yang akan di perbuat Kak Athnan jika mereka bertemu. Penasaran, dengan cepat lenganku menenggor lengan kanan Foren yang duduk di sebelahku. “Duhh.. Apasih Bi?” “Baca deh.” Foren mengambil ponselku lalu mendekatkan pada wajahnya. Membaca dengan seksama “What? Ini serius? Ciee..” Foren yang sedari tadi bersandar di atas meja seketika terbangun membaca bbm yang di kirimkan oleh Kak Athnan. Meski bukan Foren yang di ajak bertemu, tetapi ia ikut senang melihat sahabatnya sudah mendapatkan apa yang ia mau. Meski belum sepenuhnya. Pelajaran yang awalnya membosankan terasa cepat menuju istirahat. Aku menggandeng tangan Foren untuk di ajaknya pergi ke UKS. Aku sengaja memperlambat langkah karena malu dan belum siap untuk bertemu
8
dengan Kak Athnan. Tetapi, Foren yang ganti menarik lenganku agar berjalan lebih cepat. Tepat di depan pintu, Foren membuka pintu UKS yang cukup besar lalu ia menutup pintunya lagi ketika mereka sudah berada di dalam. Gelap. Klik. Seseorang dari sudut ruangan menyalakan lampu. Tubuhku bersembunyi di balik tubuh Foren karena mendapati Kak Athnan yang ada di sudut ruangan. Tanganku mencengkram lengan Foren yang menandakan bahwa aku benar – benar malu. “Bianca ya?” Deg.. Suara pria itu menggetarkan telingaku. “I-iya?” Kak Irfan yang menemani Kak Athnan mengajak Foren keluar dari ruang UKS. Meninggalkan aku dan pria bermata manis berdua di dalam ruangan. Sesekali aku memohon agar tidak di tinggal, tetapi keduanya hanya menanggapi dengan tertawa kecil lalu pergi. Kak Athnan menyuruhku untuk duduk di kursi yang biasa di gunakan untuk menjaga siswa yang sakit. Detik itu lah mataku bisa melihat jelas wajah tampan yang di miliki pria di depanku. Kita duduk. Berdua. Tanpa suara. 9
Hujan di luar masih menimbulkan udara dingin di tubuhku. Aku sesekali mengintip ke luar jendela. Mencoba untuk tidak terlihat gugup.Pria di hadapanku masih saja sibuk dengan ponselnya, yang menghalangi kita untuk melakukan percakapan. “Nih, aku mau mengganti uang pulsanya.” Jleb.. Pikiranku kacau. Sulit bagiku untuk menebak apa yang ada di pikiran kakak kelasnya itu. “Eh? Nggak usah kak.” “Makasih ya.” Kak Athnan menyelonong pergi tanpa kata pamit dan meninggalkanku sendirian di dalam UKS. Udah gitu doang? Cuek banget sih. “Hhhh…” dengusku kesal. “Cepat datangnya, cepat juga perginya.” Ucapku lirih, lalu pergi menemui Foren. “Hei, cemberut aja kamu.” Tenggoran lengan Foren sedikit mengejutkanku. “Dia itu cuek banget sih?!” “Emang. Irfan udah cerita semua tentang dia.”
10
Aku menyipitkan mata, menoleh sejenak ke arah Foren dan memintanya untuk menceritakan semua tentang Kak Athnan. Trt.. trt.. trt..
Jadi? Kak Athnan? Huaa..!! Hatiku rasanya ingin menjerit dan malu karena telah berprasangka negatif terhadap pria itu.
Aku ingin mendengar cerita tentangnya. Taman toga, sekarang. Aku mempercepat langkah menuju taman toga. Pertemuan kali ini aku sengaja tidak menyertakan Foren. “Apa yang kamu butuhkan tentang dia?” Langkah kita terhenti ketika mendapati Kak Irfan sedang bersender di depan pintu masuk taman toga. “I need everything about him.”
11
“Kamu tidak akan pernah bisa menjelma hatinya. Kebanyakan sih cewek yang deketin dia di awal betah tapi lama-kelamaan pada kabur semua karena sifat dinginnya. Dia takut mencoba lagi dengan hal yang namanya cinta.” Ucapnya jelas. Aku menarik napas pelan. Masih terdiam. Membiarkan Kak Irfan untuk menjelaskan semua. “Dia pernah menjalin hubungan dengan wanita asal Singapura. Hubungan mereka berjalan selama empat tahun. Bayangkan, selama empat tahun itu pula Athnan dan mantan kekasihnya hanya bertemu dua kali dan setiap harinya Athnan harus menahan hanya bertukar kabar melalui social media. Ada satu kejadian yang membuat Athnan takut mengenal wanita lagi.” Aku menelan ludah “Kejadian apa?” “Wanita itu hamil di luar nikah bersama kekasih barunya yang ada di Singapura. Athnan mengetahui hal itu ketika mantan kekasihnya mengupload foto anak bersama suaminya di situs jejaring sosial.” Ingin rasanya aku memuntahkan isi perutku ketika mendengar perkataan Irfan.
12
“Tapi tenang, Athnan itu pria baik-baik, bahkan pintar. Kakaknya sedang meneruskan kuliah di Jepang. Dan ia ada rencana untuk menyusul kakaknya itu.”
“Kalau kamu masih minum dan merokok, ayah tidak akan segan mengeluarkan kamu dari sekolah ini..!!” “Selama ini ayah kemana?! Ayah datang ketika anaknya sudah terjerumus ke lubang hitam seperti ini..!” Plak.. Pukulan dihempaskan ke pipi kanan pria muda berwajah tampan tersebut. Percayalah, hal seperti ini sudah dirasakan oleh seorang anak berseragam putih biru. Ternyata, menjadi anak yang terlibat broken home tidaklah menyenangkan. Entah sejak kapan pria muda itu menjadi pria
yang dingin dan nakal. Ia sungguh
menginginkan sosoknya yang dulu. Ia mengenalkan dirinya
pada
dunia
yang
belum
sepenuhnya
menguasainya. Wajah putihnya berubah menjadi lebam, mulut yang dulu merah menjadi hitam karena hisapan rokok yang tiada henti, mata yang putih bening menjadi merah
13
karena
seringnya
menikmati
dunia
malam.
Hidup
mudanya terpaksa ia habiskan untuk hal yang tidak wajar. Itu di sebabkan karena orang tuanya yang masih memikirkan materialistik. Perhatian terhadap anaknya terkuras habis karena minimnya waktu yang di luangkan. “Pukul Yah !! Pukul aku ! Darah daging seperti apa yang pantas untuk ayah ? Hingga ayah tega memperlakukan aku seperti ini.” Brak! Aku segera menghampiri Kevin yang terlihat mulai keluar dari ruang kepala sekolah. Ruang kerja ayahnya. “Kev!!” teriakku sembari melihat wajah Kevin yang penuh goresan darah. “Kamu.. Hei, coba lihat.. Muka kamu.. Astagaa, kita ke UKS sekarang.” Tanpa ada kata permisi tanganku menggeret lengan pria berwajah bule tersebut menuju arah UKS. Halhal kecil sudah biasa kita lakukan, bersama pria ini aku dikenal banyak siswa satu sekolah yang jumlahnya hampir ratusan lebih. Memang, kedekatan kita memang tak berkesan apapun pada awalnya. Namun, cinta seperti kekuatan brengsek yang menjadikan aku dan kamu bertukar cerita lalu merawat rasa.
14
“Sini, duduk di sini.” Aku menyodorkan kursi untuknya duduk lantas menyiapkan beberapa alat untuk menghilangkan darah di sudut bibirnya. Tanganku dengan cekatan menuangkan obat merah pada sehelai kapas. “Kenapa bisa gini sih? Bertengkar lagi?” tanyaku dalam sayup-sayup lampu yang tidak terlalu terang aku melihat wajahnya yang masih saja murung. “Bi.. apa pendapatmu tentang anak broken home? Aw, pelan!” Aku terus dengan kasar mengusap sudut bibirnya dengan obat merah “Bagiku, tidak ada istilah broken home jika keluarga itu selalu dibaluti oleh kehangatan dan keharmonisan.” Kevin
terdiam.
Mencoba
mencerna
perktaaanku. “Itu yang aku rasakan saat ini Bi.” “Maaf Kev.. jika itu privacy sebaiknya tidak kamu ceritakan padaku.” “Aku hanya sedikit meminta pendapat.” Pria yang ada di hadapanku menenggelamkan wajahnya pada meja yang tidak jauh dari tempatnya berada. 15
“Istilah broken home identik dengan kehidupan yang berantakan. Kondisi broken home sering memaksa remaja untuk pergi dari rumah. Padahal, usia remaja paling rentan dengan pengaruh negatif lingkungan.” Aku menelan ludah mencoba mencerna kata. “Remaja yang mengalami broken home identik menyalurkan rasa kecewanya dengan merokok..” Kevin sedikit mendongakkan kepalanya. “Minum-minuman keras…” Pria itu semakin melihatkan wajahnya ke arahku. “Hingga free sexs. Well, don’t worried be happy. Manusia itu tempatnya salah dan lupa. Termasuk juga orang tua. Jika kita sayang dengan mereka, bukan membencinya. Justru mendekati, berbicara dari hati ke hati dan mencari solusi. Agar masalah yang dihadapi bisa segera diatasi.” Ia melihatku lekat. Lantas tersenyum. “Kamu yang paling bisa ngertiin aku Bi.” Aku selalu bahagia ketika bersamamu, entah dalam pertemuan atau dalam percakapan kita lewat telepon.
Kamu
selalu
bilang
yang
kamu
rasakan
bersamaku adalah kenyamanan yang tak kamu rasakan pada mantan-mantan kekasihmu. Aku tersenyum dan 16
hatiku merasa begitu hangat disentuh dengan ucapan seperti itu. kamu juga selalu minta ditemani, walaupun hanya
melalui
pesan
singkat,
mengerjakan
tugas
sekolahmu, menemanimu ke kantin ketika tidak membawa bekal, dan masih banyak hal yang hampir kita lakukan bersama di sekolah. “Besok malam aku perform di hotel J.W Mariot. Datang ya?” Pintanya. “Besok.. Hari pertama pertandingan basketku Kev.” “Apa sampai malam pulangnya?” Aku mengangguk pasrah. “Di mulainya aja sore.” “Yasudah tidak memaksa.” “Kamu marah? Oke, aku usahakan bisa datang.” “Ya.” Jawabnya cuek sembari meninggalkanku sendirian di dalam UKS. Jatuh cinta menimbulkan banyak rasa juga tanya. Ada yang bertemu begitu mudah jatuh cinta, lalu memiliki. Ada yang tidak sengaja bertemu menjalin persahabatan, lalu saling mencintai. Ada yang tak merencanakan apapun, lalu saling jatuh cinta tapi harus terhalang karena perbedaan agama. Jatuh cinta adalah dua kata yang sulit dijelaskan. Tak terdefinisikan. 17