BUPATI NGANJUK
BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang
: bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah yang mengatur mengenai Retribusi Perizinan Tertentu perlu diganti yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821); 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah kedua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
1
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17. 18.
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258); Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 40,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Rahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161); Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007;
2
19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Izin Mendirikan Bangunan; 20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah; 21. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 43/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Pengedaran, Penjualan, Pengawasan, dan Pengendalian Minuman Beralkohol; 22. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum; 23. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Nganjuk Nomor 3 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Nganjuk (Lembaran Daerah Kabupaten Nganjuk Tahun 1988 Nomor 07);; 24. Peraturan Daerah Kabupaten Nganjuk Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Nganjuk (Lembaran Daerah Kabupaten Nganjuk Tahun 2008 Nomor 01); 25. Peraturan Daerah kabupaten Nganjuk Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Nganjuk(Lembaran Daerah Kabupaten Nganjuk Tahun 2008 Nomor 02);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NGANJUK dan BUPATI NGANJUK
MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN TERTENTU.
DAERAH
TENTANG
RETRIBUSI
PERIZINAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Nganjuk. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nganjuk. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Nganjuk. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nganjuk sebagai Badan Legislatif Daerah. 5. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi sesuai dengan peraturan perundangundangan.
3
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Nganjuk. 7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 8. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 9. Bangunan adalah bangunan gedung atau bangunan lain-lain beserta kelengkapan dari bangunan tersebut dalam batas satu kepemilikan. 10. Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan. 11. Merubah Bangunan adalah pekerjaan mengganti dan/atau menambah yang ada, termasuk pekerjaan membongkar yang berhubungan dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut. 12. Indeks adalah bilangan pengali atas penggunaan luas bangunan, tingkat bangunan dan penggunaan bangunan sebagai dasar perhitungan tingkat penggunaan izin mendirikan bangunan. 13. Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB) dan Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) yang ditetapkan dan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. 14. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pembayaran atas pemberian izin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan, termasuk perubahan bangunan. 15. Kawasan adalah kawasan dengan fungsi lindung atau budidaya. 16. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan. 17. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam
4
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau badan oleh Pemerintah Daerah untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. Gangguan adalah segala perbuatan yang tidak menyenangkan atau mengganggu kesehatan, keselamatan, ketentraman dan kesejahteraan terhadap kepentingan umum secara terus menerus. Retribusi Izin Gangguan adalah pembayaran atas pemberian izin tempat usaha kepada orang pribadi atau badan dilokasi tertentu yang menimbulkan bahaya, kerugian dan/atau gangguan. Mobil Penumpang adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk maksimal 8 (delapan) orang termasuk untuk mengemudi atau yang beratnya tidak lebih dari 3.500 kg. Mobil Bus adalah kendaraan bermotor angkutan orang yang memiliki tempat duduk lebih dari 8 (delapan) orang termasuk untuk pengemudi atau yang beratnya lebih dari 3.500 kg. Trayek adalah lalu lintas kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, mobil penumpang yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal dalam wilayah daerah. Izin Trayek adalah izin yang diberikan kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan suatu kegiatan angkutan penumpang umum atau pelayanan jasa angkutan pada trayek tetap dan teratur. Retribusi Izin Trayek adalah pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu dalam wilayah daerah. Surat Tanda Uji Kendaraan (STUK) adalah surat bukti kendaraan bermotor angkutan umum telah lulus uji dan dinyatakan laik jalan. Angkutan Dalam Trayek adalah angkutan penumpang umum dengan kendaraan bermotor yang dipungut bayaran baik langsung maupun tidak langsung dalam trayek tertentu. Angkutan Insidentil adalah angkutan yang hanya diberikan kepada badan yang telah memiliki izin trayek untuk menggunakan kendaraan bermotor cadangan menyimpang dari trayek yang dimiliki. Izin Insidentil adalah izin angkutan cadangan dari badan yang telah memiliki izin trayek, tetapi digunakan menyimpang dari izin trayek yang dimiliki hanya untuk waktu tertentu.
5
31. Kas Umum Daerah adalah Kas Umum Pemerintah Kabupaten Nganjuk. 32. Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan retribusi. 33. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. 34. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa pelayanan dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah. 35. Retribusi yang terutang adalah retribusi yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa retribusi, dalam tahun retribusi atau dalam bagian tahun retribusi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. 36. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya. 37. Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SPTRD adalah surat yang oleh wajib retribusi digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran retribusi, objek retribusi dan/atau bukan objek retribusi, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah. 38. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. 39. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang. 40. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKRDN adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah retribusi sama besarnya dengan jumlah kredit retribusi atau retribusi tidak terutang dan tidak ada kredit retribusi. 41. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi terutang atau seharusnya tidak terutang. 42. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda. 43. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
6
retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi. 44. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II JENIS RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU Pasal 2 Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah: a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan; dan d. Retribusi Izin Trayek.
Bagian Kesatu Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Paragraf 1 Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 3 (1) Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi atas pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. (2) Objek Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. (3) Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. bangunan gedung: b. prasarana bangunan gedung: (4) Jenis kegiatan yang dikenakan Izin Mendirikan Bangunan meliputi: a. pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana bangunan gedung; b. rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung, meliputi perbaikan/perawatan, perubahan,perluasan/pengurangan;dan c. pelestarian/pemugaran. (5) Objek yang dikenakan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kegiatan Pemerintah Daerah dalam rangka pembinaan melalui pemberian izin untuk biaya pengendalian penyelenggaraan yang meliputi pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penatausahaan pada: a. bangunan gedung;dan b. prasarana bangunan gedung (6) Dikecualikan dari objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pemberian izin untuk bangunan milik Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah. 7
(7) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau memperoleh izin mendirikan suatu bangunan.
badan
yang
Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 4 (1) Tingkat penggunaan jasa didasarkan pada faktor nilai bangunan gedung baru/perluasan bangunan gedung, nilai bangunan gedung rehabilitasi/renovasi bangunan gedung, nilai prasarana bangunan gedung baru dan nilai rehabilitasi prasarana bangunan gedung. (2) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemberian layanan perizinan IMB dengan menggunakan indeks berdasarkan fungsi, klasifikasi dan waktu penggunaan bangunan gedung serta indeks untuk prasarana bangunan gedung sebagai tingkat intensitas penggunaan jasa dalam proses perizinan dengan cakupan kegiatan pengecekan, pengukuran lokasi, pemetaan, pemeriksaan dan penatausahaan pada bangunan gedung dan prasarana bangunan gedung.
Paragraf 3 Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 5 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besaran tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraam pemberian izin. (2) Penetapan Struktur dan Besaran Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. komponen retribusi terdiri dari retribusi pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung; b. perhitungan besarnya retribusi;dan c. tingkat penggunaan jasa.
Paragraf 4 Rumus Perhitungan Retribusi IMB Pasal 6 (1) Penetapan struktur dan besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) menggunakan: a. Rumus perhitungan retribusi yang diatur sebagai berikut: 1. Retribusi pembangunan gedung baru/perluasan bangunan: L x It x 1,00 x HSbg 2. Retribusi rehabilitasi/renovasi bangunan gedung: L x It x Tk x HSbg 8
3. Retribusi prasarana bangunan gedung: V x I x 1,00 x HSpbg 4. Retribusi rehabilitasi/renovasi prsarana bangunan gedung: V x I x Tk x HSpbg Keterangan: L : luas lantai bangunan gedung V : volume/besaran ( dalam satuan m2, m1, unit) I : indeks It : indeks terintegrasi Tk : tingkat kerusakan 0,45 untuk tingkat kerusakan sedang 0,65 untuk tingkat kerusakan berat HSbg : Harga satuan retribusi bangunan gedung (untuk Kabupaten Nganjuk ada wilayah perkotaan dan wilayah perdesaan) HSpbg : Harga Satuan retribusi prasarana bangunan gedung 1,00 : indeks bangunan baru. b. Nilai prasarana bangunan gedung yang tidak dapat dihitung dengan satuan dapat ditetapkan dengan prosentase terhadap harga Rencana Anggaran Biaya (RAB) sebesar 5% (lima persen). (2) Komponen retribusi untuk penghitung besarnya retribusi, Indeks sebagai faktor pengali harga satuan IMB, Indeks terintragrasi perhitungan besarnya retribui IMB untuk bangunan gedung, Indeks penghitungan besarnya retribusi IMB untuk prasarana bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini. (3) Pembagian wilayah perkotaan dan perdesaan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah. (4) Besarnya Harga Satuan retribusi bangunan gedung (HSbg) ditetapkan sebagai berikut: a. bangunan gedung sebesar Rp. 1.400,- (seribu empat ratus rupiah) untuk wilayah perkotaan; b. bangunan gedung sebesar Rp. 1.200,- (seribu dua ratus rupiah) untuk wilayah perdesaan; c. prasarana bangunan gedung sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah); d. menara telekomunikasi non komersial sebesar Rp. 15.000,(lima belas ribu rupiah); e. menara telekomunikasi komersial sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Pasal 7 (1) Permohonan IMB untuk bangunan yang sudah berdiri sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini dikenakan retribusi sesuai perhitungan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah ini. (2) Besarnya biaya pembuatan duplikat IMB yang hilang atau rusak dikenakan biaya sebesar 50% (lima puluh persen) dari retribusi IMB awal, untuk legalisasi IMB tidak dipungut biaya.
9
(3) Hasil perhitungan retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
Paragraf 5 Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang Pasal 8 (1) Masa retribusi adalah sekali selama tidak ada perubahan: a. fungsi; dan/atau b. jumlah tingkat bangunan; dan/atau c. ukuran. (2) Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkan SKRD.
Paragraf 5 Tata Cara Pelayanan dan Pembayaran Pasal 9 (1) Pribadi atau badan usaha yang akan mendirikan bangunan gedung beserta prasarana bangunan gedung wajib mengajukan permohonan IMB. (2) Permohonan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Daerah melalui SKPD yang membidangi perizinan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Daerah memberikan pelimpahan kewenangan kepada SKPD yang membidangi perizinan.
Pasal 10 Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) diajukan oleh pemohon dengan melampiri kelengkapan dokumen administratif dan kelengkapan dokumen rencana teknis, adalah sebagai berikut: a. kelengkapan dokumen administratif: 1. status hak atas tanah: a) status hak atas tanah b) data lokasi dan topografi;dan c) tanah tidak dalam sengketa. 2. status kepemilikan bangunan gedung: a) surat bukti kepemilikan bangunan gedung;dan b) data pemilik: nama, alamat, KTP, tanggal lahir, dll. b. kelengkapan dokumen rencana teknis: 1. gambar arsitektur; 2. gambar sistem struktur; 3. gambar sistem utilitas; 4. perhitungan struktur; 5. perhitungan utilitas;dan 6. data penyedia jasa arsitektur.
10
Pasal 11 Tata Laksana dan Instansi yang berwenang dalam proses perijinan IMB sebagai berikut: a. Pelaksana perizinan IMB dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi; b. SKPD yang membidangi mengadakan penelitian kelengkapan persyaratan permohonan IMB dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; c. Jika seluruh persyaratan yang diajukan sudah lengkap dan benar, permohonan dapat diterima dan dapat diberikan tanda bukti penerimaan berkas oleh SKPD yang membidangi; d. Paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah melaksanakan pengecekan/survey lapangan, Tim Teknis wajib membuat rekomendasi teknis penelitian kelengkapan persyaratan IMB, gambar teknis bangunan, perhitungan Konstruksi dan besarnya retribusi; e. Berdasarkan Rekomendasi dari Tim Teknis, Kepala SKPD yang membidangi dapat menolak/menerbitkan IMB; f. Penyampaian IMB kepada pemohon setelah retribusi dibayar di Kas Umum Daerah melalui Bendahara Penerimaan pada SKPD yang membidangi; g. Setelah menerima izin, pemohon dapat melaksanakan pembangunan secara fisik;
Pasal 12 (1) Jangka waktu penyelesaian IMB ditetapkan paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak diterimanya berkas permohonan dengan lengkap dan benar. (2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, maka permohonan IMB dianggap disetujui dan Surat IMB wajib untuk diberikan.
Bagian Kedua Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol Paragraf 1 Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 13 (1) Dengan nama Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol dipungut retribusi atas pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol. (2) Objek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. (3) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penjualan minuman beralkohol.
11
Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 14 Klasifikasi penentuan tarif retribusi dihitung berdasarkan jenis tempat penjualan minuman beralkohol.
Pasal 15 Minuman Beralkohol diklasifikasikan dalam golongan sebagai berikut: a. minuman beralkohol golongan a yaitu minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) di atas 0% (nol persen) sampai dengan 5% (lima persen); b. minuman beralkohol golongan b yaitu minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); c. minuman beralkohol golongan c yaitu minuman beralkohol dengan kadar ethanol (C2H5OH) lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen);
Paragraf 3 Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 16 Struktur dan besarnya tarif Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol digolongkan berdasarkan pada pelayanan pemberian Surat Izin tempat penjualan dan golongan sebagai berikut:
No.
Tempat Penjualan
Golongan
1 1.
2 Hotel/restoran, pub, klub malam, karaoke
3 A B C A B C A/ B / C A B C A B C A/ B / C
- Perpanjangan
2.
- Perubahan Supermarket, Minimarket dan pertokoan - Perpanjangan
- Perubahan
Jumlah (Rp.) 4 2.000.000,3.000.000,5.000.000,2.000.000,3.000.000,5.000.000,6.000.000,2.000.000,5.000.000,7.000.000,2.000.000,5.000.000,7.000.000,12.000.000,12
Paragraf 4 Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang Pasal 17 (1) Masa retribusi adalah selama jangka waktu yang lamanya 12 (dua belas) bulan kalender atau ditetapkan lain oleh Kepala Daerah. (2) Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
Paragraf 5 Tata Cara Perizinan dan Pembayaran Pasal 18 (1) Pemrosesan pelayanaan diselenggarakan oleh SKPD yang membidangi perizinan. (2) Setiap orang atau badan yang mengedarkan dan menjual minuman beralkohol golongan A wajib memiliki SIUP. (3) Setiap orang atau badan yang mengedarkan dan menjual minuman beralkohol golongan B dan C wajib memiliki SIUP-MB. (4) Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB) diberikan kepada: a. Penjual langsung minuman beralkohol sesuai dengan tempat pengajuan izin; b. Pengecer Minuman Beralkohol sesuai dengan tempat pengajuan izin. c. Penjual langsung dan/atau pengecer minuman beralkohol untuk tujuan kesehatan yang berasal dari rempah-rempah, jamu dan sejenisnya untuk tujuan kesehatan yang mengandung alkohol dengan kadar setinggi-tingginya 15% (lima belas perseratus). (5) SIUP-MB berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat dilakukan perpanjangan. (6) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa izin. (7) Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha Minuman Beralkohol yang mengalami perubahan data SIUP wajib mengganti SIUPMB. Pasal 19 SIUP-MB bagi Penjual Langsung Minuman Beralkohol, Pengecer Minuman Beralkohol di Tempat Lainnya, dan SIUP-MB Penjual Langsung Minuman Beralkohol dan/atau Pengecer Minuman Beralkohol untuk Tujuan Kesehatan diterbitkan berdasarkan tempat kedudukan (domisili) perusahaan yang bersangkutan.
13
Pasal 20 (1) Persyaratan untuk mendapatkan Surat izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB) bagi Penjual Langsung Minuman Beralkohol di Tempat lainnya, Pengecer Minuman Beralkohol Tempat Lainnya dan Penjual Langsung dan/atau Pengecer Minuman Beralkohol untuk tujuan kesehatan dilampirkan naskah asli dan sah beserta foto copy, sebagai berikut: a. Surat permohonan yang diketahui oleh kepala desa/kelurahan dan camat setempat; b. Surat izin gangguan tentang minuman berkohol; c. Surat izin usaha perdagangan (siup); d. Tanda daftar perusahaan (tdp); e. Nomor pokok Wajib Pajak (NPWP); f. Akta Pendirian/perubahan perusahaan bagi Perseroan Terbatas berikut Surat Pengesahan Pendirian/Perubahan Perusahaan dari Departemen Hukum dan HAM untuk Perseroan Terbatas; dan g. Masing masing 1 (eksemplar). (2) Naskah asli dikembalikan kepada yang bersangkutan bersamaan dengan penyerahan SIUP-MB dan sah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 21 (1) Lokasi atau tempat penjualan harus berada di pinggir jalan raya. (2) Wajib menyimpan Minuman Beralkohol golongan A, B, dan C di gudang yang terpisah dengan barang-barang lain. (3) Pemasukan dan pengeluaran Minuman Beralkohol golongan A, B, dan C dari gudang penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibuatkan Kartu Data Penyimpanan. (4) Kartu Data Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya memuat jumlah, merek, tanggal pemasukan barang ke gudang, tanggal pengeluaran dari gudang dan asal barang. (5) Kartu Data Penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib diperlihatkan kepada petugas pengawas yang melakukan pemeriksaan.
Pasal 22 (1) Penjual Minuman Beralkohol golongan A, B dan C, hanya menjual kepada pembeli yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun ke atas, yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk. (2) Dilarang mengiklankan Minuman Beralkohol golongan A, B dan C.
14
Pasal 23 (1) Penjual Langsung Minuman Beralkohol golongan A, B dan C hanya diizinkan melakukan penjualan pada siang hari jam 12.00 s/d 15.00 WIB dan pada malam hari mulai jam 19.00 s/d 22.00 WIB. (2) Jenis atau produk Minuman beralkohol dan golongan yang dijual harus sesuai dengan yang diizinkan. (3) Jenis produk minuman beralkohol sebagaimana pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran II Peraturan Daerah ini.
Pasal 24 (1) Penertiban setelah penerbitan izin secara fungsional dilakukan oleh Satuan Kerja secara terpadu oleh tim yang dibentuk Kepala Daerah. (2) Selain penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penertiban secara berkelanjutan dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.
Pasal 25 Pada saat bulan puasa dan hari raya umat Islam atau hari raya keagamaan lainnya dilarang untuk melakukan penjualan minuman beralkohol.
Pasal 26 Setiap orang atau badan dilarang menjual secara eceran Minuman Beralkohol golongan A, B, dan C dalam kemasan dan/atau menjual langsung untuk diminum di tempat, di lokasi sebagai berikut: a. Gelanggang remaja, gelanggang olah raga, gelanggang permainan dan ketangkasan, billiar, bioskop, pedagang kaki lima, terminal stasiun, kios-kios, warung/depot minuman dan makanan, toko-toko kelontong dan sejenisnya, penginapan dan bumi perkemahan; b. Tempat yang berdekatan dengan tempat ibadah, sekolah, perkantoran, pondok pesantren, rumah sakit dan pemukiman dengan jarak 500 (lima ratus) meter.
Pasal 27 (1) Pembayaran retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol yang terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Pembayaran retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol dilakukan di Kas Umum Daerah
15
Bagian Ketiga Retribusi Izin Gangguan Paragraf 1 Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 28 (1) Dengan nama Retribusi izin Gangguan dipungut retribusi atas pemberian izin gangguan. (2) Objek Retribusi Izin Gangguan adalah pemberian izin gangguan kepada orang pribadi atau badan yang dapat menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha secara terusmenerus untuk mencegah terjadinya gangguan ketertiban, keselamatan atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan dan memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja. (3) Objek Retribusi sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi: a. pabrik korek api; b. pabrik gas; c. pabrik bir; d. pabrik spiritus; e. pabrik tepung; f. tempat pembantaian hewan; g. tempat pencairan logam; h. penggergajian; i. pabrik rokok; j. tempat penggilingan padi; k. perusahaan batik;dan l. semua tempat usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan/atau gangguan. (4) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh Izin Gangguan.
Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 29 (1) Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan pemakaian kekuatan mesin (PK), luas ruang tempat usaha dan indeks lokasi/indeks gangguan. (2) Luas ruang tempat usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah luas bangunan yang dihitung sebagai jumlah luas setiap lantai. (3) Indeks lokasi/indeks gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut: a. kawasan industri : indeks 1 b. kawasan perdagangan : indeks 2 c. kawasan pariwisata : indeks 3 d. kawasan permukiman dan perumahan : indeks 5
16
Paragraf 3 Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 30 Struktur dan besarnya tarif Retribusi Izin Gangguan digolongkan berdasarkan pemakaian kekuatan mesin (PK) ditambah perkalian antara luas ruang tempat usaha dan indeks lokasi/indeks gangguan ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4 Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang Pasal 31 (1) Masa retribusi adalah selama jangka waktu perusahaan melakukan usaha atau ditetapkan lain oleh Kepala Daerah. (2) Setiap 3 (tiga) tahun mengajukan daftar ulang/herregistrasi kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. (3) Masa retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
Paragraf 5 Kriteria Gangguan, Tata Cara Perizinan dan Pembayaran Angka Satu Kriteria Gangguan Pasal 32 (1) Kriteria gangguan dalam penetapan izin, terdiri dari: a. lingkungan; b. sosial kemasyarakatan; dan c. ekonomi (2) Gangguan terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi gangguan terhadap fungsi tanah, air tanah, sungai, udara, gangguan yang bersumber dari getaran dan/atau kebisingan dan yang menimbulkan bahaya, kerugian atau gangguan. (3) Gangguan terhadap sosial kemasyarakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi terjadinya ancaman kemorosotan moral dan/atau ketertiban umum. (4) Gangguan terhadap ekonomi sebagaiaman dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi ancaman terhadap penurunan produksi usaha masyarakat sekitar dan/atau penurunan nilai ekonomi benda tetap dan benda bergerak yang berada disekitar lokasi usaha.
17
Angka Dua Tata Cara Perizinan dan Pembayaran Pasal 33 (1) Persyaratan Izin Gangguan meliputi: a. mengisi formulir permohonan izin; b. melampirkan foto copy kantu tanda penduduk pemohon bagi usaha perorangan atau akta pendirian usaha yang berbadan hukum; dan. c. melampirkan foto copy status kepemilikan tanah. (2) Formulir permohonan izin gangguan baru sebagaimana dimaksud memuat: a. nama penanggung jawab usaha/kegiatan b. nama perusahaan; c. alamat perusahaan; d. bidang usaha/kegiatan; e. lokasi kegiatan; f. nomor telepun tempat kegiatan; g. wakil perusahaan yang dapat dihubungi; h. ketersediaan sarana dan prasarana teknis yang diperlukan dalam menjalankan usaha; dan i. persyaratan permohonan izin tentang kesanggupan memenuhi ketentuan perundang-undangan. (3) Persyaratan alih nama izin gangguan dari pemilik lama ke pemilik baru: a. mengisi formulir, melampirkan foto copy KTP; b. photo berwarna ukuran 4 x 6, 2 (dua) lembar; c. gambar situasi; d. surat pernyataan tidak keberatan tetangga yang berbatasan langsung; e. surat pernyataan tidak keberatan dari pemilik tanah apabila bukan tanah/bangunan sendiri; f. surat pernyataan tanah tidak dalam sengketa; g. surat pernyataan kebenaran berkas; h. surat pernyataan penyerahan dari pemilik lama ke pemilik baru; i. foto copy status tanah (sertifikat/ petok d/c desa/ akta jual beli); j. apabila tanah sewa harus dilengkapi dengan surat perjanjian sewa-menyewa serta surat keterangan ahli waris apabila pemilik tanah tersebut meninggal dunia;dan k. melampirkan keputusan izin gangguan asli; (4) Persyaratan daftar ulang izin gangguan: a. mengisi formulir permohonan; b. melampirkan foto copy kartu tanda penduduk/ktp; c. bukti kepemilikan tanah (sertifikat/ petok d/c desa/ akta jual beli); dan d. foto copy daftar ulang terakhir (bagi yang sudah mendaftar ulang). (5) Pemohon yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3) dan (4) diberikan tanda terima lengkap dan benar, yang ditandatangani oleh Pejabat yang ditunjuk dan distempel. 18
Pasal 34 (1) Pemberian izin merupakan kewenangan Kepala Daerah. (2) Dalam rangka memperlancar pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah dapat melimpahkan kewenangan penandatanganan izin kepada SKPD yang membidangi dengan Keputusan Kepala Daerah. (3) Pelayanan izin diselenggarakan oleh SKPD yang membidangi. Pasal 35 (1) Permohonan izin yang akan mendirikan usaha harus minta izin dari pemilik tanah / pengurus / pemakai tanah-tanah yang berbatasan langsung dengan lokasi usaha. (2) Apabila pemilik tanah/pengurus/pemakai tanah yang berbatasan langsung ada yang tidak setuju terhadap suatu pendirian usaha maka akan dilihat apabila pemilik tanah/pengurus/pemakai tanah yang berbatasan langsung lebih banyak yang setuju maka izin tetap diproses. Pasal 36 Pemberi izin wajib: a. menyusun persyaratan izin secara lengkap, jelas, terukur, rasional dan terbuka; b. memperlakukan setiap pemohon izin secara adil, pasti dan tidak diskriminatif; c. membuka akses informasi kepada masyarakat sebelum izin dikeluarkan; d. melakukan pemeriksaan dan penilaian teknis di lapangan; e. mempertimbangkan peran masyarakat sekitar tempat usaha didalam melakukan pemeriksaan dan penilaian teknis di lapangan; f. menjelaskan persyaratan yang belum dipenuhi apabila dalam hal permohonan izin belum memenuhi persyaratan; g. memberikan keputusan atas permohonan izin yang telah memenuhi persyaratan; h. memberikan pelayanan berdasarkan prinsip-prinsip pelayanan prima; dan i. melakukan evaluasi pemberian layanan secara berkala.
Pasal 37 (1) Pemeriksaan dan penilaian teknis di lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf d harus didasarkan pada analisa kondisi objektif terhadap ada atau tidaknya gangguan. (2) Setiap keputusan atas permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf g wajib didasarkan pada hasil penilaian yang objektif disertai alasan yang jelas.
19
Pasal 38 Pemohon izin wajib: a. melakukan langkah-langkah penanganan gangguan yang muncul atas kegiatan usahanya dan dinyatakan secara jelas dalam dukumen izin; b. memenuhi seluruh persyaratan perizinan; c. menjamin semua dukumen yang diajukan adalah benar-benar dan sah; d. membantu kelancaran proses pengurusan izin; dan e. melaksanakan seluruh tahapan prosedur perizinan.
Pasal 39 Pemohon mempunyai hak: a. mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai asas-asas dan tujuan pelayanan serta sesuai standar pelayanan minimal yang telah ditentukan; b. mendapatkan kemudahan untuk memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang sistem, mekanisme dan prosedur perizinan; c. memberikan saran untuk perbaikan pelayanan; d. mendapatkan pelayanan yang tidak diskriminatif, santun bersahabat dan ramah; e. memperolah kompensasi apabila tidak mendapatkan pelayanan sesuai standart pelayanan minimal yang telah ditetapkan; f. menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan; dan g. mendapatkan penyelesaian atas pengaduan yang diajukan sesuai mekanisme yang berlaku.
Pasal 40 Setiap kegiatan usaha wajib memiliki izin kecuali: a. kegiatan yang berlokasi di dalam kawasan industri, kawasan berikat dan kawasan ekonomi khusus; b. kegiatan yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah memiliki izin gangguan; c. usaha mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil yang dampak kegiatan usahanya tidak keluar dari bangunan atau persil.
Pasal 41 (1) Izin gangguan berlaku selama perusahaan melakukan usahanya. (2) Dalam rangka penertiban, pengawasan, pembinaan setiap 3 (tiga) tahun untuk mengajukan daftar ulang/heregitrasi.
20
(3) Biaya retribusi daftar ulang/heregistrasi sebesar 20% (dua puluh persen) dari besarnya tarif retribusi berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah ini.
Pasal 42 (1) Setiap pelaku usaha wajib mengajukan permohonan perubahan izin dalam hal melakukan perubahan yang berdampak pada peningkatan gangguan dari sebelumnya sebagai berikut: a. perubahan sarana usaha; b. penambahan kapasitas usaha; c. perluasan lahan dan bangunan usaha; dan/atau d. perubahan waktu atau durasi operasi usaha. (2) Dalam hal terjadi perubahan penggunaan ruang disekitar lokasi usahanya setelah diterbitkannya izin, pelaku usaha tidak wajib mengajukan permohonan perubahan izin. (3) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak dipenuhi oleh pelaku usaha, Pemerintah Daerah dapat mencabut izin. Pasal 43 (1) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan meliputi pengembangan sistem, teknologi, sumber daya manusia dan jaringan kerja. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai kebutuhan daerah yang melalui: a. koordinasi secara berkala; b. pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi; c. pendidikan, pelatihan, pemagangan; dan d. perencanaan penelitian pengembangan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelayanan perizinan.
Pasal 44 (1) Pengawasan dilaksanakan terhadap proses pemberian izin dan pelaksanaan izin. (2) Pengawasan terhadap proses pemberian izin secara fungsional dilakukan oleh SKPD yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang pengawasan. (3) Pengawasan terhadap pelaksanaan izin dilakukan oleh SKPD yang berwenang memproses izin.
Pasal 45 Pemerintah Daerah wajib memberikan sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Peraturan Daerah terkait izin gangguan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
21
Pasal 46 (1) Pembayaran retribusi izin gangguan yang terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Pembayaran retribusi izin gangguan dilakukan di Kas Umum Daerah melalui Bendahara Penerimaan pada SKPD yang membidangi. (3) Jangka waktu penyelesaian Izin gangguan ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya berkas permohonan dengan lengkap, benar dan di survey serta retribusi dibayar lunas. (4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, maka permohonan Izin gangguan dianggap disetujui dan Surat Izin Gangguan wajib untuk diberikan.
Bagian Keempat Retribusi Izin Trayek Paragraf 1 Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 47 (1) Dengan nama Retribusi Izin Trayek dipungut retribusi atas pemberian izin trayek pelayanan angkutan penumpang umum. (2) Objek Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. (3) Objek Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. angkutan dalam trayek; dan b. angkutan yang menyimpang dari trayeknya (angkutan insidentil). (4) Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin untuk penyediaan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu.
Paragraf 2 Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 48 Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan jenis kendaraan, kapasitas tempat duduk dan masa berlaku izin trayek. Paragraf 3 Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 49 Struktur dan besarnya tarif Retribusi Izin Trayek ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Daerah ini. 22
Paragraf 4 Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Pasal 50 (1) Penyelenggaraan angkutan penumpang umum harus dilengkapi
dengan izin trayek. (2) Izin trayek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan dokumen yang terdiri dari: a. surat keputusan izin trayek; b. surat keputusan pelaksanaan izin trayek; c. lampiran surat keputusan berupa daftar kendaraan; d. kartu pengawasan kendaraan; e. surat pernyataan kesanggupan untuk mentaati kewajiban sebagai pemegang izin trayek, yang ditandatangani pemohon dan diketahui pejabat pemberi izin.
Pasal 51 (1) Untuk
memperoleh izin trayek pemohon menyampaikan permohonan kepada pejabat pemberi izin. (2) Untuk memperoleh izin trayek, pemohon wajib memenuhi: a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis. (3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. memiliki surat izin usaha angkutan; b. menandatangani surat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi seluruh kewajiban sebagai pemegang izin trayek; c. memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan, yang dibuktikan dengan fotocopi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sesuai domisili perusahaan dan fotocopi buku uji; d. menguasai fasilitas penyimpanan/pool kendaraan bermotor yang dibuktikan dengan gambar lokasi dan bangunan serta surat keterangan mengenai pemilikan atau penguasaan; e. memiliki atau bekerja sama dengan pihak lain yang mampu menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan bermotor sehingga dapat merawat kendaraannya untuk tetap dalam kondisi laik jalan; f. surat keterangan kondisi usaha, seperti permodalan dan sumber daya manusia; dan g. surat keterangan komitmen usaha, seperti jenis pelayanan yang akan dilaksanakan dan standar pelayanan yang diterapkan. (4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. pada trayek yang dimohon masih memungkinkan untuk penambahan jumlah kendaraan; dan b. prioritas diberikan bagi perusahaan angkutan yang mampu memberikan pelayanan angkutan yang terbaik.
23
Pasal 52 Permohonan izin trayek dapat berupa: a. izin bagi pemohon baru; b. pembaharuan masa berlaku izin; c. perubahan izin, terdiri dari: 1. penambahan trayek atau penambahan kendaraan atau penambahan frekwensi; 2. pengurangan trayek atau pengurangan kendaraan atau pengurangan frekwensi; 3. perubahan jam perjalanan; 4. perubahan trayek (dalam hal terjadi perubahan rute, perpanjangan rute atau perpendekan rute); 5. penggantian dokumen perizinan yang hilang atau rusak; 6. pengalihan kepemilikan perusahaan; dan 7. penggantian kendaraan, meliputi peremajaan kendaraan, perubahan identitas kendaraan dan tukar lokasi operasi kendaraan.
Pasal 53 (1) Permohonan izin bagi pemohon baru sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 huruf a, diajukan kepada pejabat pemberi izin dilengkapi dengan persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) dan ayat (4); (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberi izin melakukan analisis persyaratan administratif dan teknis. (3) Apabila permohonan yang diajukan pemohon dapat diterima pejabat pemberi izin, pemberi izin memberikan izin trayek, berupa: a. surat keputusan izin trayek; b. surat keputusan pelaksanaan izin trayek; c. lampiran surat keputusan izin trayek berupa daftar kendaraan; d. kartu pengawasan kendaraan; dan e. surat pernyataan kesanggupan untuk mentaati seluruh kewajiban sebagai pemegang izin trayek, yang ditandatangani pemohon dan diketahui pejabat pemberi izin.
Pasal 54 (1) Permohonan pembaharuan masa berlaku izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 huruf b, diajukan kepada pejabat pemberi izin, dilengkapi dengan persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) dan ayat (4); (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberi izin melakukan anĂ¡lisis persyaratan administratif dan teknis. (3) Apabila permohonan yang diajukan pemohon dapat diterima pejabat pemberi izin, pemberi izin memberikan izin trayek, berupa: a. surat keputusan izin trayek; 24
b. surat keputusan pelaksanaan izin trayek; c. lampiran surat keputusan izin trayek berupa daftar kendaraan; d. kartu pengawasan kendaraan; dan e. surat pernyataan kesanggupan untuk mentaati seluruh kewajiban sebagai pemegang izin trayek, yang ditandatangani pemohon dan diketahui pejabat pemberi izin.
Pasal 55 (1) Permohonan penambahan trayek atau penambahan kendaraan atau penambahan frekwensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c butir 1), diajukan kepada pejabat pemberi izin dilengkapi dengan persyaratan administratif dan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) kecuali huruf b, huruf f dan huruf g dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4); (2) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemberi izin melakukan analisis persyaratan administratif dan persyaratan teknis. (3) Apabila permohonan yang diajukan pemohon dapat diterima pejabat pemberi izin, pemberi izin memberikan izin trayek, berupa: a. surat keputusan pelaksanaan izin trayek; b. lampiran surat keputusan izin trayek berupa daftar kendaraan;dan c. kartu pengawasan kendaraan tambahan.
Pasal 56 (1) Permohonan pengurangan trayek atau pengurangan kendaraan atau pengurangan frekwensi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c butir 2), diajukan kepada pejabat pemberi izin dilengkapi dengan: a. persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) huruf a;dan b. dokumen izin trayek yang dimiliki. (2) Apabila permohonan yang diajukan diterima pejabat pemberi izin, pejabat pemberi izin memberikan izin trayek, berupa: a. surat keputusan pelaksanaan izin trayek;dan b. lampiran surat keputusan izin trayek berupa daftar kendaraan.
Pasal 57 (1) Permohonan perubahan jam perjalanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c butir 3), diajukan kepada pejabat pemberi izin dilengkapi dengan kartu pengawasan yang akan dilakukan perubahan jam perjalanannya. (2) Apabila permohonan yang diajukan diterima pejabat pemberi izin, pemberi izin memberikan izin trayek yang berupa kartu pengawasan yang mengalami perubahan jam.
25
Pasal 58 (1) Permohonan perubahan trayek (dalam hal terjadi perubahan rute, perpanjangan rute atau perpendekan rute) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c butir 4), diajukan kepada pejabat pemberi izin dilengkapi dengan dokumen izin trayek yang dimiliki. (2) Apabila permohonan yang diajukan diterima pejabat pemberi izin, pemberi izin memberikan izin trayek, berupa: a. surat keputusan pelaksanaan izin trayek; b. lampiran surat keputusan izin trayek berupa daftar kendaraan;dan c. kartu pengawasan kendaraan yang mengalami perubahan rute.
Pasal 59 (1) Permohonan penggantian dokumen perizinan yang hilang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c butir 5), diajukan kepada pejabat pemberi izin dilengkapi dengan: a. surat keterangan hilang dari pihak kepolisian; b. bukti telah diumumkan terhadap dokumen yang hilang di media massa dalam waktu 2 (dua) hari oleh pemegang izin. (2) Apabila permohonan yang diajukan diterima pejabat pemberi izin, pemberi izin memberikan izin trayek yang berupa dokumen perizinan yang mengalami kehilangan. Pasal 60 (1) Permohonan pengalihan kepemilikan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c butir 6), diajukan kepada pejabat pemberi izin dilengkapi dengan: a. persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3);dan b. dokumen izin trayek yang dimiliki. (2) Apabila permohonan yang diajukan diterima pejabat pemberi izin, pemberi izin memberikan izin trayek, berupa: a. surat keputusan izin trayek; b. surat keputusan pelaksanaan izin trayek; c. lampiran surat keputusan izin trayek berupa daftar kendaraan; d. kartu pengawasan kendaraan;dan e. surat pernyataan kesanggupan untuk mentaati seluruh kewajiban sebagai pemegang izin trayek, yang ditandatangani pemohon dan diketahui pejabat pemberi izin.
Pasal 61 (1) Permohonan penggantian kendaraan meliputi peremajaan kendaraan, perubahan identitas kendaraan dan tukar lokasi operasi kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
26
huruf c butir 7), diajukan kepada pejabat pemberi izin dilengkapi dengan dokumen izin trayek yang dimiliki. (2) Apabila permohonan yang diajukan diterima pejabat pemberi izin, pemberi izin memberikan izin trayek, berupa: a. lampiran surat keputusan izin trayek berupa daftar kendaraan;dan b. kartu pengawasan kendaraan yang mengalami penggantian kendaraan.
Paragraf 5 Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang Pasal 62 (1) Masa berlaku Izin Trayek adalah selama jangka waktu yang lamanya 5 (lima) tahun. (2) Untuk pengawasan dan pengendalian izin trayek diberikan Kartu Pengawasan (KPS) yang berlaku selama 1 (satu) tahun. (3) Saat Retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
Paragraf 6 Tata cara pembayaran Pasal 63 (1) Pembayaran Retribusi Izin Trayek dipungut setiap tahun pada saat perpanjangan Kartu Pengawasan(KPS). (2) Pembayaran retribusi izin Trayek dilakukan di Kas Umum Daerah melalui Bendahara Penerimaan pada SKPD yang membidangi.
BAB III PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 64 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan perizinan tertentu. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
27
Pasal 65 Peninjauan tarif retribusi dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. BAB IV WILAYAH PUNGUTAN Pasal 66 Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah.
BAB V PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN RETRIBUSI Bagian Kesatu Tata Cara Pemungutan Pasal 67 (1) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Pembayaran Retribusi dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. (3) Hasil Pemungutan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor secara bruto ke Kas Daerah. (4) Tata cara pembayaran, tempat pembayaran dan angsuran retribusi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 68 (1) Penagihan retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar dilakukan dengan menggunakan STRD. (2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan Surat Teguran. (3) Pengeluaran Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis sebagai tindakan awal pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal jatuh tempo pembayaran. (4) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal Surat Teguran/Peringatan/Surat lain yang sejenis wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. (5) Surat Teguran/Peringatan/ Surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk. (6) Tata cara penagihan dan penerbitan surat teguran/Peringatan/surat lain yang sejenis diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
28
Bagian Kedua Tata Cara Penghitungan Pasal 69 (1) Besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian tingkat penggunaan jasa dengan tarif retribusi. (2) Wajib Retribusi yang memenuhi kewajiban retribusi berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar berdasarkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa karcis dan nota keuangan.
Bagian Ketiga Pemanfaatan Pasal 70 (1) Pemanfaatan dari penerimaan jenis retribusi perizinan tertentu diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan. (2) Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan pemungutan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
Bagian Keempat Keberatan Pasal 71 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas. (3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD ditebitkan, kecuali jika Wajib Retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (4) Keadaan diluar kekuasaannya sebagaiamana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi. Pasal 72 (1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan. 29
(2) Keputusan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya retribusi yang terutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 73 (1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan. (2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
Bagian Kelima Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Aministratif Pasal 74 (1) Atas permohonan Wajib Retribusi atau karena jabatannya Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat membetulkan SKRD, STRD, atau SKDRLB yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan. (2) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat : a. mengurangkan atau menghapus sanksi administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Retribusi atau bukan karena kesalahannya; b. mengurangkan dan membatalkan SKRD, STRD atau SKRDLB yang tidak benar; c. membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan retribusi yang dilaksanakan atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan d. mengurangkan ketetapan retribusi yang terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar Wajib Retribusi atau kondisi tertentu obyek retribusi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan pengurangan atau pembatalan ketetapan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
30
Bagian Keenam Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pasal 75 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. (2) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi. (7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. BAB VI KEDALUWARSA PENAGIHAN Pasal 76 (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melaksanakan tindak pidana dibidang retribusi. (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika : a. diterbitkan Surat Teguran;dan b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi, baik langsung maupun tidak langsung. (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya surat teguran tersebut. (4) Pengakuan utang retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah Wajib Retribusi dengan
31
kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah. (5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 77 (1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan. (2) Kepala Daerah menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB VII PEMERIKSAAN Pasal 78 (1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundangundangan retribusi. (2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib: a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang terutang; b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaaan; dan/atau c. memberikan keterangan yang diperlukan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan retribusi diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB VIII INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 79 (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi daerah dapat diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. (3) Pembagian dan pemberian insentif pada masing-masing Aparat Pemungut Retribusi Daerah diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.
32
BAB IX KETENTUAN KHUSUS Pasal 80 (1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Retribusi dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan retribusi. (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah: a. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan;dan b. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara. (4) Untuk kepentingan daerah, Kepala Daerah berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), agar memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Retribusi kepada pihak yang ditunjuknya. (5) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Kepala Daerah dapat memberikan izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaiamana dimaksud pada ayat (2) untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Retribusi yang ada padanya. (6) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
BAB X PENYIDIKAN Pasal 81 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
33
yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tidak pidana dibidang retribusi agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi; d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; dan/atau k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XI SANKSI ADMINISTRASI Pasal 82 (1) Perorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 38, Pasal 76 ayat (2) dikenakan sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. pembekuan izin;dan c. pencabutan izin. (2) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang
34
terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD atau dokumen yang sejenisnya.
BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 83 Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Pasal 84 (1) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah). (2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Daerah yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (3) Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. (4) Tuntutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan sifatnya adalah menyangkut kepentingan pribadi seseorang atau badan selaku Wajib Retribusi karena itu dijadikan tindak pidana pengaduan.
Pasal 85 Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 dan 81 ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan negara.
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 86 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Kabupaten Daerah Tingak II Nganjuk Nomor 03 Tahun 1999 Retribusi Tempat Berjualan Minuman Beralkohol, Peraturan Kabupaten Daerah Tingkat II Nganjuk Nomor 04 Tahun 1999
Daerah tentang Daerah tentang 35
Retribusi Izin Gangguan, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Nganjuk Nomor 08 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Trayek, Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Nganjuk Nomor 15 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pasal 87 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang menyangkut pelaksanaannya akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah. Pasal 88 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Nganjuk. Ditetapkan di Nganjuk pada tanggal 10 Januari 2011 BUPATI NGANJUK, ttd. Diundangkan di Nganjuk pada tanggal 01 Agustus 2011 KEPALA BAGIAN HUKUM
TAUFIQURRAHMAN
ttd. SUWONDO, SH,SP Pembina NIP 19600902 199103 1 005 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK TAHUN 2011 NOMOR 02 SERI C Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM ttd. SUWONDO, SH, SP Pembina NIP 19600902 199103 1 005
36
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU I. UMUM Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Daerah mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat dan menempatkan retribusi sebagai salah satu perwujudan penerimaan Daerah yang diatur dengan Undang-Undang. Disamping untuk meningkatkan pemberian pelayanan kepada masyarakat dan juga untuk menggali sumber-sumber penerimaan dari retribusi sebagai upaya pelaksanaan pembangunan, maka retribusi tersebut perlu dituangkan dalam suatu Peraturan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas.
37
Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Penjual langsung minuman beralkohol adalah perusahaan yang melakukan penjualan minuman beralkohol kepada konsumen akhir untuk diminum langsung di tempat yang telah ditentukan. Huruf b Pengecer minuman beralkohol adalah perusahaan yang melakukan penjualan minuman beralkohol kepada konsumen akhir dalam bentuk kemasan di tempat yang telah ditentukan. Huruf c Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas.
38
Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Yang dimaksud dengan jalan raya adalah jalan besar dan lebar, beraspal dan dapat dilalui kendaraan besar. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Dalam hal besarnya tarif retribusi yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah perlu disesuaikan karena biaya penyediaan layanan cukup besar dan/atau besarnya tarif tidak efektif lagi untuk mengendalikan permintaan layanan tersebut, sehingga Kepala Daerah dapat menyesuaikan tarif retribusi. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas.
39
Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas.
40
Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas.
41
Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas.
42
Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas Pasal 88 Cukup jelas -----------------------------
43
LAMPIRAN I :
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 04 TAHUN 2011 TANGGAL 10 JANUARI 211
A. TABEL KOMPONEN RETRIBUSI UNTUK PENGHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB NO 1
JENIS RETRIBUSI 2 Retribusi pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung a. Bangunan Gedung 1) Pembangunan gedung baru 2) Rehabilitasi/renovasi bangunan gedung a) Rusak sedang meliputi perbaikan/perawatan, perubahan b) Rusak berat perluasan/pengurangan 3) Pelestarian/pemugaran a) Pratama b) Madya c) Utama b. Prasarana Bangunan gedung 1) Pembangunan baru 2) Rehabilitasi
a) Rusak sedang b) Rusak berat
PENGHITUNGAN BESARNYA TARIF 3
Luas BG x Indeks terintegrasi *) x 1,00 x HS retribusi Luas BG x Indeks terintegrasi *) x 0,45 x HS retribusi Luas BG x Indeks terintegrasi *) x 0,65 x HS retribusi Luas BG x Indeks terintegrasi *) x 0,65 x HS retribusi Luas BG x Indeks terintegrasi *) x 0,45 x HS retribusi Luas BG x Indeks terintegrasi *) x 0,30 x HS retribusi
Volume x Indeks *) x 1,00 x HS retribusi Volume x Indeks *) x 0,45 x HS retribusi Volume x Indeks *) x 0,65 x HS retribusi
1
B. INDEKS SEBAGAI FAKTOR PENGALI HARGA SATUAN RETRIBUSI IMB
I.
Indeks kegiatan Indeks kegiatan meliputi kegiatan : a. Bangunan gedung 1. pembangunan bangunan gedung baru sebesar 1,00 2. Rehabilitasi/renovasi a) Rusak sedang, sebesar 0.45 b) Rusak berat, sebesar 0.65 3. Pelestarian/pemugaran a) Pratama, sebesar 0.65 b) Madya, sebesar 0.45 c) Utama, sebesar 0,30 b.
II.
Prasarana bangunan gedung 1. Pembangunan baru, sebesar 2. Rehabilitasi/renovasi a) Rusak sedang, sebesar b) Rusak berat, sebesar
1,00 0.45 0.65
Indeks parameter a. Bangunan gedung 1. Bangunan gedung diatas permukaan tanah a) Indeks parameter fungsi bangunan gedung ditetapkan untuk : 1) fungsi hunian, sebesar 0,05 dam 0,50 i. Indeks 0,05 untuk rumah tunggal sederhana, meliputi rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, dan rumah deret sederhana; dan ii. Indeks 0,50 untuk fungsi hunian selain rumah tunggal sederhana, dan rumah deret sederhana; 2) fungsi keagamaan, sebesar 0,00 3) fungsi usaha, sebesar 3,00 4) fungsi sosial dan budaya, sebesar 0,00 dam 1,00 i. indeks 0,00 untuk bangunan gedung kantor milik negara, meliputi bangunan gedung kantor lembaga eksekutif, legislatif dan judikatif ii. indeks 1,00 untuk bangunan gedung fungsi sosial dan budaya lain selain gedung milik negara 5) fungsi khusus, sebesar 2,00 6) fungsi ganda/campuran, sebesar 4,00 b)
Indeks parameter klasifikasi bangunan gedung dengan bobot masing-masing terhadap bobot selisih parameter klasifikasi ditetapkan sebagai berikut : 1) Tingkat kompleksitas berdasarkan karakter kompleksitas dan tingkat teknologi dengan bobot 0,25 ; i. sederhana 0,40 ii. tidak sederhana 0,70 iii. khusus 1,00
1
2)
3)
4)
5)
6)
7)
c)
2.
Tingkat permanensi dengan bobot 0,20 i. darurat 0,40 ii. semi permanen 0,70 iii. permanen 1,00 Tingkat resiko kebakaran dengan bobot 0,15 i. rendah 0,40 ii. sedang 0,70 iii. tinggi 1,00 Tingkat zonasi gempa dengan bobot 0,15 i. Zona I / minor 0,10 ii. Zona II / minor 0,20 iii. Zona III / sedang 0,40 iv. Zona IV / sedang 0,50 v. Zona V / kuat 0,70 vi. Zona VI / kuat 1,00 Lokasi berdasarkan kepadatan gedung dengan bobot 0,10; i. renggang 0,40 (1 lantai - 4 lantai) ii. sedang 0,70 (5 lantai - 8 lantai) iii. padat 1,00 (lebih dari 8 lantai) Ketinggian bangunan gedung berdasarkan jumlah lapis/tingkat bangunan gedung dengan bobot 0,10; i. rendah 0,40 ii. sedang 0,70 iii. tinggi 1,00 kepemilikan bangunan gedung dengan bobot 0,05; i. perorangan 0,70 ii. badan usaha 1,00
Indeks parameter waktu penggunaan bangunan gedung ditetapkan untuk : 1) bangunan gedung dengan masa pemanfaatn sementara jangka pendek maksimum 6 (enam) bulan seperti bangunan gedung untuk pameran dan mock up, diberi indeks sebesar 0,40 2) bangunan gedung dengan masa pemanfaatan sementara jangka menengah maksimum 3 (tiga) tahun seperti kantor dan gudang proyek, diberi indeks sebesar 0,70 3) bangunan gedung dengan masa pemanfaatn lebih dari 3 (tiga) tahun, diberi indeks sebesar 1,00
Bangunan gedung dibawah permukaan tanah (basement), di atas/ bawah permukaan air, prasarana dan sarana umum Untuk bangunan gedung atau bagian bangunan gedung ditetapkan indeks pengali tambahan sebesar 1,30 untuk mendapatkan indeks terintegrasi
2
b.
Prasarana Bangunan gedung Indeks prasarana bangunan gedung rumah tinggal tunggal segerhana meliputi rumah inti tumbuh, rumah sederhana sehat, rumah deret sederhana, bangunan gedung fungsi keagamaan, serta bangunan gedung kantor milik negara ditetapkan sebesar 0,00 Untuk konstruksi prasarana bangunan gedung yang tidak dapat dihitung dengan satuan, dapat ditetapkan dengan prosentase terhadap harga rencana Anggaran Biaya sebesar 1,75%
3
C. TABEL PENETAPAN INDEKS TERINTEGRASI PENGHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB UNTUK BANGUNAN GEDUNG
FUNGSI Parameter 1 1. Hunian 2. Keagamaan 3. Usaha 4. Sosial dan Budaya 5. Khusus 6. Ganda/campuran
Indeks 2 0,05 / 0,50 0,00 3,00 0,00 / 1,00 2,00 4,00
Parameter 3 1.Kompleksitas
2.Permanensi
3.Resiko kebakaran
4.Zonasi gempa
5.Lokasi (kepadatan bangunan gedung) 6.Ketinggian bangunan gedung
KLASIFIKASI Bobot Parameter 4 5 0.25 a. sederhana b. tidak sederhana c. khusus 0,20 a. darurat b. semi permanen c. permanen 0,15 a. rendah b. sedang c. tinggi 0,15 a. Zona I / minor b. Zona II / minor c. Zona III / sedang d. Zona IV / sedang e. Zona V / kuat f. Zona VI / kuat 0,10 a. renggang b. sedang c. padat 0,10
a. rendah b. sedang c. tinggi
Indeks 6 0,40 0,70 1,00 0,40 0,70 1,00 0,40 0,70 1,00 0,10 0,20 0,40 0,50 0,70 1,00 0,40 0,70 1,00
WAKTU PENGGUNAAN Parameter Indeks 7 8 1.Sementara jangka pendek 0,40 2.Sementara jangka menengah 0,70 3.Tetap 1,00
0,40 0,70 1,00
1
1
2
3 7.kepemilikan
4 0,05
5 a. perorangan b. badan usaha
6 0,70 1,00
7
8
2
D. TABEL PENETAPAN INDEKS PENGHITUNGAN BESARNYA RETRIBUSI IMB UNTUK PRASARANA BANGUNAN GEDUNG NO.
JENIS PRASARANA
1 1.
2 Konstruksi pembatas/penahan/pengaman
2.
Konstruksi penanda masuk lokasi
3.
Konstruksi perkerasan
4.
Konstruksi penghubung
5.
Konstruksi kolam/reservoir bawah tanah
6.
Konstruksi menara
7.
Konstruksi monumen
8.
Konstruksi instalasi/gardu
BANGUNAN
3 a. pagar b. tanggul c. turap batas kavling/persil a. gapura b. gerbang a. jalan b. lapangan upacara c. lapangan olahraga terbuka a. jembatan b. box culvert a. kolam renang b. kolam pengolahan air c. reservoir di bawah tanah a. menara antena b. menara reservoir c. cerobong a. tugu b. patung a. instalasi listrik b. instalasi telepon/komunikasi c. instalasi pengolahan
PEMBANGUNAN BARU Indeks 4 1,00
RUSAK BERAT Indeks 5 0,65
RUSAK SEDANG Indeks 6 0,45
*) Indeks 7 0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
1,00
0,65
0,45
0,00
3
1 9.
2 Konstruksi reklame/papan nama
3 a. billboard b. papan iklan c. papan nama (berdiri sendiri atau berupa tembok pagar)
4 1,00
5 0,65
6 0,45
7 0,00
BUPATI NGANJUK, ttd. TAUFIQURRAHMAN Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM ttd. SUWONDO, SH, SP Pembina NIP 19600902 199103 1 005
4
LAMPIRAN II :
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 04 TAHUN 2011 TANGGAL 10 JANUARI 2011
JENIS ATAU PRODUK-PRODUK MINUMAN BERALKOHOL YANG DAPAT DIJUAL ATAU DIPERDAGANGKAN DI DALAM NEGERI
-
GOLONGAN A Bir, Large, Ale, Stout, Low Alcohol Wine, Minuman Beralkohol Berkarbonasi, dan Brem
-
GOLONGAN B Anggur/wine, parkling wine, Champagne, Carbonated wine, Reduced, Alcohol Wine, Wine Coktail, Quinine Tonic Wine, Meat Wine atau Beaf Wine, Malt Wine, Anggur Buah/Fruit Wine, Cider, Perry, Anggur Beras/Rice Wine, Vegetable Wine, Honey Wine/Mead, dan Tuak/Toddy, Minuman Beralkohol Beraroma, Beras Kencur, Anggur Gingseng
-
GOLONGAN C Brandy, Brandy Buah/Fruit Brandy, Gin/Genever, Likeur/Liqueur, Rum, Vodka, Whisky, dan Arak/Samsu.
BUPATI NGANJUK, ttd. TAUFIQURRAHMAN Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM ttd SUWONDO, SH, SP Pembina NIP 19600902 199103 1 005
1
LAMPIRAN III : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 04 TAHUN 2011 TANGGAL 10 JANUARI 2011
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI IZIN GANGGUAN
No. 1
Jenis Pelayanan 2
1.
Berdasarkan Luas, untuk a. Golongan I dengan ruangan perusahaan 1 m2 s/d 100 m2 b. Golongan II dengan ruangan perusahaan 101 m2 s/d 500 m2 c. Golongan III dengan ruangan perusahaan 501 m2 s/d 1.000 m2 d. Golongan IV dengan ruangan perusahaan 1.001 m2 s/d 1.500 m2 e. Golongan V dengan ruangan perusahaan 1.501 m2 s/d 2.000 m2 f. Golongan VI dengan ruangan perusahaan lebih dari 2.000 m2
75.000,00 125.000,00 175.000,00 225.000,00 275.000,00 200/per m2
Berdasarkan PK, untuk a. Golongan I dengan kekuatan mesin 1 PK s/d 10 PK b. Golongan II dengan kekuatan mesin lebih dari 10 PK s/d 25 PK c. Golongan III dengan kekuatan mesin lebih dari 25 PK s/d 50 PK d. Golongan IV dengan kekuatan mesin lebih dari 50 PK s/d 100 PK e. Golongan V dengan kekuatan mesin lebih dari 100 PK s/d 150 PK f. Golongan VI dengan kekuatan mesin lebih dari 150 PK
50,000,00 75.000,00 125.000,00 225.000,00 325.000,00 525.000,00
2.
Tarif (Rp.) 3
BUPATI NGANJUK, ttd TAUFIQURRAHMAN
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM ttd. SUWONDO, SH, SP Pembina NIP 19600902 199103 1 005
2
LAMPIRAN IV : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 04 TAHUN 2011 TANGGAL 10 JANUARI 2011
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI IZIN TRAYEK a. Angktuan dalam Trayek : No.
Jenis Angkutan
1
2
1.
2.
Penerbitan Surat keterangan Izin Trayek Mobil Penumpang Umum (MPU) Penerbitan Surat keterangan Izin Trayek Mikrobus
Kapasitas Tempat Duduk 3
Tarif (Rp.)
Berlaku
4
5
s/d 8 orang
48.000,00
1 tahun
9 s/d 15 orang
60.000,00
1 tahun
b. Angkutan yang Menyimpang dari Trayeknya (Insidentil) : No.
Jenis Angkutan
1
2
Kapasitas Tempat Duduk 3
Tarif (Rp.)
Berlaku
4
5
1.
Mobil Penumpang Umum (MPU)
s/d 8 orang
10.000,00
1(satu) kali PP
2.
Mikrobus
9 s/d 15 orang
15.000,00
1 (satu) kali PP
BUPATI NGANJUK, ttd TAUFIQURRAHMAN
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM ttd. SUWONDO, SH, SP Pembina NIP 19600902 199103 1 005
3