32
BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA PEMATANGSIANTAR DALAM PEMUNGUTAN BPHTB PASCA BERLAKUNYA UNDANGUNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH A. Deskripsi Kota Pematangsiantar. 1. Sejarah Singkat Kota Pematangsiantar.36 Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Pematangsiantar merupakan daerah kerajaan. Pematangsiantar yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir dari dinasti ini adalah keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sang Nawaluh Damanik yang memegang kekuasaan sebagai raja tahun 1906. Di sekitar Pulau Holing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk di antaranya Kampung Suhi Haluan, Siantar Bayu, Suhi Kahean, Pantoan, Suhi Bah Bosar dan Tomuan. Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum Kota Pematangsiantar yaitu: a. Pulau Holing menjadi Kampung Pematang. b. Siantar Bayu menjadi Kampung Pusat Kota.
36
Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011, hal. xxxii.
32
Universitas Sumatera Utara
33
c. Suhi Kahean menjadi Kampung Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba, Sukadame dan Bane. d. Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang. Setelah Belanda memasuki daerah Sumatera Utara, daerah Simalungun menjadi daerah kekuasasan Belanda sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan raja-raja. Kontroleur Belanda yang semula berkedudukan di Perdagangan, pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematangsiantar. Sejak itu Pematangsiantar berkembang menjadi daerah yang banyak dikunjungi pendatang baru, bangsa Cina mendiami kawasan Timbang Galung dan Kampung Melayu. Pada tahun 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematangsiantar. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Staatblad No. 285 Pematangsiantar berubah menjadi Gemente yang mempunyai otonomi sendiri. Sejak Januari 1939 berdasarkan Staatblad No. 717 berubah menjadi Gemente yang mempunyai Dewan. Pada zaman Jepang berubah menjadi Siantar State dan Dewan dihapus. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Pematangsiantar kembali menjadi daerah otonomi. Berdasarkan Undang-undang No. 22 tahun 1948 Status Gemente menjadi Kota Kabupaten Simalungun dan Walikota dirangkap Bupati Simalungun sampai tahun 1957.
Universitas Sumatera Utara
34
Berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1957 berubah menjadi Kota Praja penuh dan dengan keluarnya Undang-Undang No.18 tahun 1965 berubah menjadi Kota, dan dengan keluarnya Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah berubah menjadi Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 1981 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar terbagi atas 4 (empat) wilayah kecamatan yang terdiri atas 29 (dua puluh sembilan) desa / kelurahan dengan luas wilayah 12,48 (dua belas koma empat puluh delapan) Km2 yang peresmiannya dilaksanakan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 17 Maret 1982. Kecamatan-kecamatan tersebut yaitu : a. Kecamatan Siantar Barat b. Kecamatan Siantar Timur c. Kecamatan Siantar Utara d. Kecamatan Siantar Selatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1986 tanggal 10 Maret 1986 Kota Daerah tingkat II Pematangsiantar diperluas menjadi 6 (enam) wilayah kecamatan, dimana 9 (sembilan) desa / kelurahan dari wilayah Kabupaten Simalungun masuk menjadi wilayah Kota Pematangsiantar, sehinggga Kota Pematangsiantar terdiri dari 38 (tiga puluh delapan) desa / kelurahan dengan luas
Universitas Sumatera Utara
35
wilayah menjadi 70,230 (tujuh puluh koma dua ratus tiga puluh) Km2. Kecamatankecamatan tersebut yaitu : a. Kecamatan Siantar Barat b. Kecamatan Siantar Timur c. Kecamatan Siantar Utara d. Kecamatan Siantar Selatan e. Kecamatan Siantar Marihat, dan f. Kecamatan Siantar Martoba Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 1994 dikeluarkan kesepakatan bersama Penyesuaian Batas Wilayah Administrasi antara Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun dengan SKB Bersama No : 136/3140/1994 . 136/4620/1994 Adapun hasil kesepakatan tersebut adalah wilayah Kota Pematangsiantar menjadi seluas 79, 9706 (tujuh puluh sembilan koma sembilan ribu tujuh ratus enam) Km2. Pada tahun 1997 Wilayah Administrasi di Kota Pematangsiantar mengalami perubahan status sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara yang meliputi :
Universitas Sumatera Utara
36
a. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 140.050.K/97 tertanggal 13 Pebruari 1997 dan direalisasikan oleh Surat Keputusan Walikota KDH Tk II Kota Pematangsiantar No. 140/1961/Pem/97 tertanggal 15 April 1997 tentang : Pembentukan Lima Kelurahan Persiapan di Kecamatan Siantar Martoba. b. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 140/2610.K/95 tertanggal 4 Oktober 1995 serta direalisasikan oleh Surat Keputusan Walikota KDH Tk II Kota Pematangsiantar No. 140/1961/Pem/97 tertanggal 2 Juli 1997 tentang Perubahan Status 9 (sembilan) Desa Menjadi Kelurahan. Sehingga pada tahun 1997 wilayah administrasi Kota Pematangsiantar menjadi 43 (empat puluh tiga) Kelurahan. Pada tahun 2007, diterbitkan 5 (lima) Peraturan Daerah tentang pemekaran wilayah administrasi Kota Pematangsiantar yaitu : a. Peraturan Daerah No. 3 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Sitalasari. b. Peraturan Daerah No. 6 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Marimbun. c. Peraturan Daerah No. 7 tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Bah Sorma. d. Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Tanjung Tongah, Naga Pitu dan Tanjung Pinggir.
Universitas Sumatera Utara
37
e. Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2007 tentang Pembentukan Kelurahan Parhorasan Nauli, Sukamakmur, Marihat Jaya, Tong Marimbun, Mekar Nauli dan Nagahuta Timur Dengan demikian jumlah Kecamatan di Kota Pematangsiantar ada sebanyak 8 (delapan) kecamatan dengan jumlah kelurahan sebanyak 53 (lima puluh tiga) kelurahan. Sejak tahun 1956 sampai sekarang Kota Pematangsiantar telah dipimpin oleh 17 (tujuh belas) orang walikota sebagai kepala daerah. Tabel 1 Nama-nama Walikota Pematangsiantar Sejak Tahun 1956 Sampai Sekarang No
Nama
Masa Jabatan
1
O.K.H. Salamuddin
1956 – 1957
2
Jamaluddin Tambunan
1957 – 1959
3
Rakoetta Sembiring
1960 – 1964
4
Abner Situmorang
Juni 1964 – Agustus 1964
5
Pandak Tarigan
10 Agustus 1964 – 31 Agustus 1965
6
Zainuddin Hasan
31 Agustus 1965 –17 Desember 1966
7
Tarif Siregar
1 Oktober 1965 – 7 Desember 1966
8
Drs. M. Pardede
28 Desember 1966 – 24 April 1967
9
Letkol Laurimba Saragih
25 April 1967 – 28 Juni 1974
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 1 lanjutan 10
Kol. Sanggup Ketaren
29 Juni 1974 – 29 Juni 1979
11
Kol. Drs. M.J.T. Sihotang
29 Juni 1979 – 29 Juni 1984
12
Drs. Jabanten Damanik
29 Juni 1984 – 29 Juni 1989
13
Drs. Zulkifli Harahap
29 Juni 1989 – 29 Juni 1994
14
Drs. Abu Hanifah
29 Juni 1994 – 25 Mei 2000
15
Drs. Marim Purba
25 Mei 2000 – Januari 2005
16
Ir. R.E. Siahaan
Agustus 2005 – Agustus 2010
17
Hulman Sitorus, S.E.
Agustus 2010 – sekarang
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011.
2. Lokasi dan Keadaan Geografis Kota Pematangsiantar.37 Kota Pematangsiantar terletak pada garis 2o 53’ 20’’ – 3o01’00’’ Lintang Utara dan 99o 1’ 00’’ – 99o6’35’’ Bujur Timur, berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Simalungun. Luas daratan Kota Pematangsiantar adalah 79,971 Km2 terletak 400-500 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan luas wilayah menurut kecamatan, kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Siantar Sitalasari dengan luas wilayah 22,723 Km2 atau sama dengan 28,41 persen dari total luas wilayah Kota Pematangsiantar. 37
Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011, hal. 2-6.
Universitas Sumatera Utara
39
Secara administrasi wilayah Kota Pematangsiantar terbagi menjadi 8 (delapan) kecamatan yaitu : 1. Kecamatan Siantar Marihat 2. Kecamatan Siantar Marimbun 3. Kecamatan Siantar Selatan 4. Kecamatan Siantar Barat 5. Kecamatan Siantar Utara 6. Kecamatan Siantar Timur 7. Kecamatan Siantar Martoba 8. Kecamatan Siantar Sitalasari
Tabel 2 Nama Kelurahan Serta Luas Wilayah Dirinci Menurut Kecamatan Kecamatan (1) Siantar Marihat
Siantar Marimbun
Siantar Selatan
Kelurahan (2) 1. Sukamaju 2. Pardamean 3. Sukaraja 4. BP. Nauli 5. Sukamakmur 6. Parhorasan Nauli 7. Mekar Nauli 1. Simarimbun 2. Nagahuta 3. Pematang Marihat 4. Tong Marimbun 5. Nagahuta Timur 6. Marihat Jaya 1. Aek Nauli
Luas Wilayah (3) 20.30 8.10 171.00 233.52 36.70 30.40 282.48 612.04 259.60 162.80 379.76 147.40 239.00 27.00
Universitas Sumatera Utara
40
Siantar Barat
Siantar Utara
Siantar Timur
Siantar Martoba
Siantar Sitalasari
Tabel 2 lanjutan 2. Martimbang 3. Kristen 4. Toba 5. Karo 6. Simalungun 1. Sipinggol-pinggol 2. Teladan 3. Dwikora 4. Proklamasi 5. Timbang Galung 6. Simarito 7. Banjar 8. Bantan 1. Martoba 2. Melayu 3. Baru 4. Sukadame 5. Bane 6. Sigulang-gulang 7. Kahean 1. Kebun Sayur 2. Tomuan 3. Pahlawan 4. Siopat Suhu 5. Merdeka 6. Pardomuan 7. Asuhan 1. Sumber Jaya 2. Nagapita 3. Pondok Sayur 4. Tambun Nabolon 5. Nagapitu 6. Tanjung Pinggir 7. Tanjung Tongah 1. Bah Kapul 2. Gurilla 3. Setia Negara 4. Bukit Shofa 5. Bah Sorma
49.50 37.50 28.00 33.50 26.50 37.00 36.00 25.50 38.50 37.50 42.00 36.00 68.00 32.00 37.00 25.00 51.00 117.00 58.00 45.00 37.50 91.00 42.00 187.00 23.00 25.50 46.00 222.60 115.55 293.90 383.00 67.25 504.50 215.40 356.55 953.30 464.00 87.20 411.25
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011.
Universitas Sumatera Utara
41
Tabel 3 Penerimaan Kota Pematangsiantar Tahun 2010 Menurut Jenis Penerimaan (Rupiah) No (I)
Uraian Kelompok dan Jenis Kelompok (2)
Realisasi (3)
1.
PENDAPATAN
457.936.467,45
2.
Pendapatan Asli Daerah
24.087.112,66
3.
Pajak Daerah
8.965.000,00
4.
Retribusi Daerah
10.764.585,00
5.
1.837.170,90
7.
Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Dana Perimbangan
367.202.506,30
8.
Bagi Hasil Pajak / Bagi Hasil Bukan Pajak
29.221.919,00
9.
Dana Alokasi Umum
313.942.000,00
10.
Dana Alokasi Khusus
23.107.400,00
11.
Lain-lain Pendapatan Yang Sah
66.646.848,48
6.
2.520.356,70
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011.
Universitas Sumatera Utara
42
Tabel 4 Jumlah Luas Tanah dan Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Menurut Kecamatan Tahun 2010 Kecamatan
Wajib PBB
Luas Tanah ( m2 )
(1)
(2)
(3)
1. Siantar Marihat
5.287
6.449.043
2. Siantar Marimbun
6.634
11.455.209
3. Siantar Selatan
3.989
1.537.269
4. Siantar Barat
7.527
2.865.986
5. Siantar Utara
9.887
3.589.325
6. Siantar Timur
8.524
3.357.825
7. Siantar Martoba
9.603
11.112.485
8. Siantar Sitalasari
7.787
9.581.781
Pematangsiantar
59.238
49.948.923
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011.
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 5 Besarnya Nilai Ketetapan, Tunggakan dan Potensi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Menurut Kecamatan Tahun 2010 Kecamatan
Pokok
Tunggakan
( Rupiah )
( Rupiah )
( 2)
(3)
(4)
1. Siantar Marihat
235.414.446
136.111.835
7.570
2. Siantar Marimbun
252.252.110
133.293.015
8.556
3. Siantar Selatan
369.538.497
126.142.023
9.973
4. Siantar Barat
1.453.711.169
257.784.690
4.005
5. Siantar Utara
970.355.720
268.436.678
9.863
6. Siantar Timur
1.412.017.555
395.397.035
5.307
7. Siantar Martoba
1.276.308.715
410.004.457
7.917
8. Siantar Sitalasari
453.740.547
216.646.271
6.719
Pematangsiantar
6.423.338.759
1.943.816.004
59.910
(1)
Potensi
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011.
Universitas Sumatera Utara
44
Tabel 6 Rencana dan Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Kecamatan Tahun 2010 (Rupiah) Kecamatan 1. Siantar Marihat 2. Siantar Marimbun 3. Siantar Selatan 4. Siantar Barat 5. Siantar Utara 6. Siantar Timur 7. Siantar Martoba 8. Siantar Sitalasari Pematangsiantar
%
Rencana 182.888.000
Realisasi 139.015.221
76,01
196.081.000
140.658.593
71.73
287.441.000 1.131.869.000 755.406.000 1.099.461.000 993.743.000 353.111.000 5.000.000.000
315.325.075 1.389.140.778 768.686.296 1.125.399.709 882.617.455 280.932.608 5.041.775.735
109,70 122,73 101,76 102,36 88,82 79,56 100,84
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011.
Tabel 7 Realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2008 – 2010 ( Rupiah ) Kecamatan (1) 1.Siantar Marihat 2.SiantarMarimbun 3.Siantar Selatan 4.Siantar Barat 5.Siantar Utara 6.Siantar Timur 7.Siantar Martoba 8.Siantar Sitalasari Pematangsiantar
2008 (2) 145.235.739 136.864.690 257.626.016 1.299.092.356 747.785.774 1.025.999.753 645.283.353 221.351.806 3.733.204.301
2009 (3) 145.481.035 140.305.783 302.284.709 1.213.203.847 794.173.926 1.115.964.916 843.975.508 323.826.056
2010 (4) 139.015.221 140.658.593 315.325.075 1.389.140.778 768.686.296 1.125.399.709 882.617.455 280.932.608
4.479.239.487
5.041.775.735
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011.
Universitas Sumatera Utara
45
Tabel 8 Realisasi Pajak Menurut Jenis Objek Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Kota Pematangsiantar Tahun 2005 – 2010 ( Jutaan Rupiah ) Tahun (1) 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pajak Langsung (2) 116.279,20 154.438,02 169.680,52 285.383,74 311.761,32 312.002,77
Pajak Tak Langsung (3) 73.387,98 87.520,44 108.234,16 107.710,32 107.578,30 130.890,47
Pajak Lainnya
Jumlah
(4) 4.878,08 5.306,25 5.874,88 6.683,28 6.757,26 6.562,16
(5) 194.545,26 247.264,71 283.789,56 393.777,34 426.096,88 449.455,41
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar, Pematangsiantar Dalam Angka, Badan Pusat Statistik, Pematangsiantar, 2011.
B. Dasar Hukum Pemungutan BPHTB. Secara historis, pemungutan BPHTB di Indonesia sebenarnya sudah dikenal pada masa pemerintahan kolonial Belanda dahulu. Tidak hanya di Indonesia, usia pajak properti ini di berbagai negara di dunia ternyata sudah sangat tua, meskipun dengan memakai nama dan istilah yang berbedabeda dan dengan memakai sistem pengelolaan yang beragam bentuknya. Di Inggris jenis pajak properti ini sudah dikenal sejak abad ke-12 sedangkan di negara tetangga Malaysia sejak tahun 1801.38 Di Indonesia pungutan pajak properti ini disebut dengan Bea Balik Nama, sebagaimana diatur dalam Ordonansi Bea Balik Nama, Staatsblad 1924 Nomor 291. 38
Heru Supriyanto, Cara Menghitung PBB, BPHTB, Dan Bea Meterai, PT. Indeks, Jakarta, 2010, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
46
Bea balik nama ini dipungut atas setiap perjanjian pemindahan hak atas harta tetap yang ada di wilayah Hindia Belanda ( Indonesia ), termasuk peralihan harta karena hibah wasiat yang ditinggalkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal terakhir di Indonesia. Yang dimaksud dengan harta tetap dalam ordonansi tersebut adalah barang-barang tetap / barang-barang tidak bergerak dan hak-hak kebendaan atas tanah, yang pemindahan haknya dilakukan dengan pembuatan akta menurut cara yang diatur dalam undang-undang, yaitu Ordonansi Balik Nama Staatsblad 1834 Nomor 27. Contoh hak-hak kebendaan atas tanah tersebut antara lain ialah hak eigendom, hak opstal, dan hak erfpacht.39 Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UUPA ) pada tanggal 24 September 1960, hak-hak kebendaan yang dimaksud di atas tidak berlaku lagi, karena hak-hak kebendaan produk hukum kolonial telah diganti dengan hak-hak baru yang diatur dalam UUPA, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 UUPA antara lain hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan lain-lain. Oleh karena itu terhitung sejak berlakunya UUPA tanggal 24 September 1960, Bea Balik Nama atas harta tetap berupa hak atas tanah tidak dipungut lagi.40 Setelah 37 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Mei 1997 oleh pemerintah Republik Indonesia disahkan undang-undang sebagai pengganti aturan Bea Balik Nama atas harta tetap berupa hak atas tanah yaitu Undang-undang Nomor 39
Harry Hartoyo dan Untung Supardi, Membedah Pengelolaan Administrasi PBB dan BPHTB, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2010, hal. 1-2. 40 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
47
21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (UU BPHTB), namun karena situasi Indonesia saat itu mengalami krisis moneter maka ditunda pemberlakuannya selama 7 bulan lamanya. Undang-undang BPHTB mulai berlaku efektif sejak tanggal 1 Januari 1998. 41 Kemudian Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 tentang BPHTB ini telah mengalami perubahan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang BPHTB. Selanjutnya Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2000 tentang BPHTB tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi terhitung sejak 1 Januari 2011 oleh Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah ini menggantikan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah yang lama, yaitu Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara undang-undang pajak daerah yang lama dan undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah yang baru, yaitu antara lain ditetapkannya Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB ) menjadi pajak kabupaten / kota.
41
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
48
Tabel 9 Perbedaan Pengaturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Menurut Undangundang Nomor 18 tahun 1997, Undang-undang Nomor 34 tahun 2000 dan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 UU No. 18 Tahun 1997 UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah tentang perubahan UU No. 18 Tahun 1997 dan Retribusi Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Jenis Pajak a. Pajak Hotel dan Restoran Daerah b.Pajak Hiburan c.Pajak Reklame Kabupaten/ d.Pajak Penerangan Jalan e.Pajak Pengambilan Kota dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
a.Pajak Hotel b.Pajak Restoran c.Pajak Hiburan d.Pajak Reklame e.Pajak Penerangan Jalan f.Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g.Pajak Parkir
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah a.Pajak Hotel b.Pajak Restoran c.Pajak Hiburan d.Pajak Reklame e.Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Mineral Logam dan Batuan g.Pajak Parkir h.Pajak Air Tanah i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan k.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Sumber : diolah sendiri oleh penulis dari berbagai sumber Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ditetapkan menjadi pajak daerah kabupaten / kota karena memenuhi kriteria suatu pajak daerah yakni jika ditinjau dari
Universitas Sumatera Utara
49
aspek lokalitas, hubungan antara pembayar pajak dan yang menikmati manfaat pajak serta praktek yang umum di berbagai negara di dunia.42 Tabel
10
Kewenangan Pemungutan PBB Dan BPHTB Di Berbagai Negara No
Negara
Bentuk Negara
Kewenangan Pemungutan PBB dan BPHTB Pemda
1
Australia
Monarki Konstitusional
2
Canada
Federal
Pemda
3
India
Federal
Pemda
4
Belanda
Monarki Konstitusional
Pemda
5
Amerika Serikat
Federal
Pemda
6
Jepang
Monarki Konstitusional
Pemda
7
Singapura
Republik Parlementer
Pusat
8
China
Republik Sosialis
Pusat
9
Korea Selatan
Republik
Pemda
10
Philipina
Republik
Pemda
11
Malaysia
Monarki Konstitusional
Pemda
12
Hungaria
Republik
Pemda
Sumber : Modul Sosialisasi Pelaksanaan Pengalihan PBB-P2 Menjadi Pajak Daerah oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
42
Marwanto Harjowiryono, Modul Sosialisasi Pelaksanaan Pengalihan PBB – P 2 Menjadi Pajak Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Jakarta, 2012, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
50
Untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut pemerintah pusat telah menerbitkan sejumlah peraturan terkait BPHTB dan PBB – 2 yaitu : 1. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010, tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan sebagai Pajak Daerah. 2. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010,
tentang Tahapan Persiapan
Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2010 tentang Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional Yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Atas Hak Tanah Dan Bangunan. 4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/PMK.07/2010 tentang Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional Yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang
Petunjuk
Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.
Universitas Sumatera Utara
51
6. Surat Menteri Keuangan Nomor: S – 495/MK.07/2010 tanggal 29 September 2010 perihal Pedoman Penyusunan Perda dan Sistem Prosedur Pemungutan BPHTB. 7. Surat Menteri Keuangan Nomor: S – 632/MK.07/2010 tanggal 30 November 2010 perihal Percepatan Penyusunan Peraturan Daerah tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. 8. Surat Menteri Keuangan Nomor: S – 690/MK.07/2010 tanggal 27 Desember 2010 perihal Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, pemungutan BPHTB yang semula adalah pajak pemerintah pusat diubah menjadi pajak pemerintah daerah kota atau kabupaten dan sehubungan dengan itu untuk selanjutnya ketentuan mengenai pemungutan BPHTB ini diatur dalam peraturan daerah kota atau kabupaten masing-masing. Di Kota Pematangsiantar pemungutan BPHTB diatur dalam Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah yang berlaku sejak tanggal 22 Maret 2011 dan sebagai peraturan organiknya diatur dalam Peraturan Walikota Pematangsiantar Nomor 2 tahun 2011 tentang Sistem Dan Prosedur Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Kota Pematangsiantar yang mulai berlaku tanggal 23 Maret 2011.
Universitas Sumatera Utara
52
Tabel 11 Perbandingan Pengaturan BPHTB menurut Undang-undang Nomor 21 tahun 1997, Undang-undang Nomor 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (UUBPHTB) dan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) UU
BPHTB
1. BPHTB ditetapkan sebagai pajak pusat 2. Hasil BPHTB dibagi : 20 % pusat 16 % provinsi 64 % pemko / pemkab 3. Dasar pengaturan : undang-undang 4. Subjek BPHTB : orang / badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan 5. Objek BPHTB : perolehan hak atas tanah dan bangunan 6. Tarif BPHTB : sebesar 5 % 7. NPOP TKP : a. maksimal rp. 300 juta untuk waris dan hibah wasiat b. maksimal rp. 60 juta untuk selain waris dan hibah wasiat
UU
PDRD
1.
BPHTB ditetapkan sebagai pajak daerah 2. Hasil BPHTB 100 % untuk : PAD pemko / pemkab
3. Dasar pengaturan : peraturan daerah 4. Subjek BPHTB : sama 5. Objek BPHTB : sama 6. Tarif BPHTB : maksimal 5 % 7. NPOP TKP : a. minimal rp. 300 juta untuk waris dan hibah wasiat b. minimal rp. 60 juta untuk selain waris dan hibah wasiat.
8. Cara Perhitungan : 5 % x (NPOP – NPOPTKP )
8. Cara Perhitungan : 5 % (maksimal) x (npop– npoptkp) Sumber : diolah sendiri oleh penulis dari berbagai sumber
Universitas Sumatera Utara
53
C. Kewenangan Pemerintah Kota Pematangsiantar Dalam Pemungutan BPHTB Pasca Berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Pada uraian terdahulu telah dijelaskan bahwa Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah membawa perubahan besar dalam pemungutan BPHTB di Indonesia, karena Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merubah status pemungutan BPHTB yang semula merupakan kewenangan pemerintah pusat menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten / kota. Perubahan status pemungutan BPHTB dari kewenangan pemerintah pusat menjadi kewenangan pemerintah daerah kota / kabupaten berdasarkan Pasal 180 angka 6 Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2011. Konsekuensi logis dalam pelaksanaan amanat Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut adalah bahwa setiap pemerintah kota / kabupaten di Indonesia termasuk Pemerintah Kota Pematangsiantar yang ingin memungut BPHTB sebagai sumber penerimaan daerahnya diharuskan untuk terlebih dahulu menetapkan peraturan daerah ( Perda ) tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi dasar hukum pemungutan BPHTB. Dalam konteks pajak daerah dan retribusi daerah, setidaknya terdapat 3 undang-undang yang menjadi dasar kewenangan pemerintah kota / kabupaten termasuk Pemerintah Kota Pematangsiantar untuk melakukan pungutan pajak daerah
Universitas Sumatera Utara
54
dan retribusi daerah. Selain Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga terdapat pada Undang-undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menggantikan undang-undang yang lama yaitu Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah provinsi / kota / kabupaten untuk melakukan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah. Amanah tersebut dijalankan berdasarkan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah, dalam hal ini adalah Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-undang ini ditetapkan DPR pada tahun 2009, sebagai pengganti undang-undang lama yaitu
Undang-undang Nomor 18 tahun 1997
sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang-undang Nomor 34 tahun 2000. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memperluas basis pajak dan jenis retribusi yang menjadi kewenangan daerah. Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menentukan jenis pajak provinsi terdiri atas :
Universitas Sumatera Utara
55
a. Pajak Kendaraan Bermotor. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d. Pajak Air Permukaan dan e. Pajak Rokok. Sementara itu jenis pajak kabupaten / kota terdiri atas : a. Pajak Hotel. b. Pajak Restoran. c. Pajak Hiburan. d. Pajak Reklame. e. Pajak Penerangan Jalan. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan. g. Pajak Parkir. h. Pajak Air Tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet. j. Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) Perdesaan dan Perkotaan dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB ). Baik Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah maupun Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa kewenangan
Universitas Sumatera Utara
56
pemerintah daerah kota / kabupaten dalam melakukan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus dijalankan dengan peraturan daerah ( Perda ). Perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah merupakan produk legislasi dari pemerintahan daerah yang pembentukan dan muatan materinya tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan di atasnya. Perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah aturan hukum yang dikeluarkan organ-organ desentralisasi teritorial sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai kebutuhan pengeluarannya. Daerah provinsi, kota dan kabupaten memiliki wewenang otonom untuk membuat aturan guna kepentingan rumah tangga provinsi, kota dan kabupaten. Wewenang ini dicantumkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
tahun
1945
mengamanatkan perwujudan pemerintahan daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah sendiri diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat serta peningkatan daya saing daerah. Upaya tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan lebih
Universitas Sumatera Utara
57
memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Pasal 21 huruf e Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menentukan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Kewenangan melakukan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah pelaksanaannya dilakukan berdasarkan peraturan daerah. Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang. Hal ini berarti bahwa pungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus sesuai dengan ketentuan undang-undang. Peraturan daerah merupakan pelaksanaan dari undang-undang. Pemerintah daerah tidak diperkenankan melakukan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah atau pungutan lain selain yang ditentukan undang-undang.
Universitas Sumatera Utara