=================================================== LEMBARAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012
NOMOR 9
PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNEDEFICIENCY VIRUS DAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROM SERTA INFEKSI MENULAR SEKSUAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEMATANGSIANTAR, Menimbang : a.
bahwa Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) timbul akibat infeksi Human Immune Deficiency Virus (HIV) yang dapat menghancurkan kekebalan daya tahan tubuh manusia dan belum ditemukan vaksinasi serta obat penyembuhannya, dan apabila tidak ditangani secara dini dapat mengancam kelangsungan hidup manusia, masyarakat, bangsa dan negara serta ketahanan nasional Indonesia;
b. bahwa penularan HIV dan AIDS serta IMS di Indonesia sejak tahun 1995 jumlah
kasusnya terus meningkat luar biasa dan wilayah penularannya semakin luas termasuk di Kota Pematangsiantar yang secara geografis letaknya sangat strategis sebagai kota perlintasan berbagai daerah di Sumatera Utara dan banyak dikunjungi wisatawan dan para pendatang; c. bahwa kebijakan pencegahan dan penanggulangan penularan HIV dan AIDS serta IMS harus dilaksanakan secara terpadu melalui upaya peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penularan, pengobatan/perawatan dan dukungan serta penghargaan terhadap hak-hak pribadi ODHA beserta keluarganya yang secara keseluruhan dapat meminimalisir dampak epidemik dan mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi, juga diharapkan dapat memberdayakan ODHA untuk menyambung kelangsungan hidupnya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunedeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrom serta Infeksi Menular Seksual. Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 8 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom
Kota-kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1092); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 3273); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara republik Indonesia Nomor 3886); 6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 8. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 11. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 5062); 12. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 13. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1986 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematangsiantar dan Kabupaten Daerah
Tingkat II Simalungun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3328); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3553); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2011 Nomor 46, tambahan lembaran Negara Repblik Indonesia Nomor 5211); 21. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional; 22. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Nomor 02/PER/MENKO/KESRA/I/ 2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS Melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik; 23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di daerah;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR dan WALIKOTA PEMATANGSIANTAR MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNEDEFICIENCY VIRUS DAN AQCUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROM SERTA INFEKSI MENULAR SEKSUAL.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Pematangsiantar. 2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagian unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Walikota adalah Walikota Pematangsiantar. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan daerah Kota Pematangsiantar. 6. Infeksi Menular Seksual yang selanjutnya disingkat IMS adalah penyakit-penyakit yang terutama ditularkan melalui hubungan seksual. 7. Human Immunedeficiency Virus, yang selanjutnya disingkat HIV adalah Virus penyebab AIDS yang digolongkan sebagai jenis yang disebut retrovirus yang menyerang sel darah putih dan melumpuhkan sistem kekebalan tubuh dan ditemukan dalam cairan tubuh penderita. 8. Acquired Immune Deficiency Syndrom, yang selanjutnya disingkat AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang muncul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh. 9. Orang Dengan HIV dan AIDS, yang selanjutnya disingkat ODHA adalah orang yang sudah tertular melemah dan mudah terjangkit penyakit infeksi. 10. Kelompok Rawan (resiko tinggi) adalah kelompok yang mempunyai perilaku resiko tinggi terhadap penularan HIV dan AIDS serta IMS yaitu penjaja seks dan pasangannya, pelanggan penjaja seks dan pasangannya, pasangan seks sejenis dan pelanggannya, narapidana, anak jalanan, pengguna napza suntik dan pasangannya. 11. Tempat yang rawan untuk penularan HIV dan AIDS serta IMS adalah tempat dimana beroperasinya kelompok
rawan seperti Bar, Cafe, Hotel, Salon, Panti Pijat dan lainlain (yang ada berkumpul kelompok rawan). 12. Tenaga kesehatan adalah seseorang yang memiliki kompetensi dan pengakuan dibidang medis untuk melakukan perawatan dan pengobatan penyakit. 13. Sektor Kesehatan adalah semua penyelenggara kesehatan baik yang dikelola oleh Pemerintah maupun swasta. 14. Konselor adalah seseorang yang memiliki kompetensi dan pengakuan untuk mengadakan percakapan yang efektif dengan klien dan bertujuan untuk membantu merubah perilaku klien kearah hidup yang lebih baik. 15. Pekerja penjangkau atau Pendamping adalah tenaga yang langsung bekerja dimasyarakat dan khususnya melakukan pendampingan terhadap kelompok rawan terutama untuk melakukan pencegahan. 16. Relawan adalah setiap orang atau kelompok yang peduli dan ikut serta dalam pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS secara suka rela. 17. Manejer kasus adalah tenaga professional mengkaitkan ODHA dengan kebutuhannya.
yang
18. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pematangsiantar dan atau swasta beserta masyarakat. 19. Pencegahan adalah upaya-upaya agar seseorang tidak tertular virus HIV dan AIDS serta IMS. 20. Penanggulangan adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan, meliputi kegiatan pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi.
21. Surveilans HIV dan AIDS serta IMS adalah kegiatan mengumpulkan, mengelola dan menganalisa data HIV dan AIDS serta IMS serta menyebarluaskan hasil analisa untuk meningkatkan pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS IMS. 22. Skrening darah adalah tes yang dilakukan pada darah donor sebelum ditranfusikan. 23. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif adalah Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 24. Obat Anti Retroviral adalah obat-obatan yang dapat menghambat perkembangan HIV dalam tubuh orang yang terinfeksi, sehingga bisa memperlambat proses menjadi AIDS. 25. Obat anti infeksi opportunistik adalah obat-obatan yang diberikan untuk infeksi opportunistik yang muncul pada diri ODHA. 26. Komisi Penanggulangan AIDS Kota yang selanjutnya disingkat KPAK adalah Komisi yang disusun dengan ketenagaan sekretaris, pengelola program yang melibatkan program pengelola administrasi dan juga melibatkan pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS. 27. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Pematangsiantar.
BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 (1) Ruang lingkup penanggulangan HIV dan AIDS Meliputi : a. segala upaya dan kegiatan yang dilakukan dalam pencegahan, penanganan dan rehabilitasi pengguna NAPZA Suntik; b. promosi, meliputi komunikasi, informasi dan edukasi serta perubahan perilaku, terwujudnya pola hidup sehat dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa; c. konseling dan Test Sukarela HIV; d. pengobatan, perawatan dan mitigasi. (2) Sasaran Pencegahan, penanggulangan serta Promosi kegiatan penanggulangan dalam Peraturan Daerah ini adalah : a. tempat-tempat dimana memungkinkan untuk melakukan promosi, sosialisasi, edukasi tentang bahaya HIV dan AIDS serta IMS seperti Lembaga Pendidikan; b. tempat-tempat dimana ada kegiatan aktifitas seksual beresiko; c. tempat-tempat penggunaan Napza; d. lembaga Pemasyarakatan, Panti Rehabilitasi; e. dan tempat-tempat lainnya yang berada di wilayah Kota Pematangsiantar.
Pasal 3 (1) Kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS harus memperhatikan populasi resiko tinggi, serta rentan terinfeksi HIV dan AIDS; (2) Kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS harus menghormati harkat dan martabat kemanusiaan ODHA dan keluarganya serta memperhatikan kesetaraan gender. BAB III PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN Pasal 4 (1) Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan untuk menjamin efektifitas dan kontinuitas upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS guna melindungi masyarakat dari HIV dan AIDS serta IMS terutama pada kelompok rawan terinfeksi (beresiko tinggi); (2) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dengan menggunakan sarana untuk : a. Surveilans Epidemilogi HIV dan AIDS serta IMS dan Surveilans Perilaku; b. Melakukan pembinaan sarana kesehatan; c. Mengembangkan system pengobatan untuk ODHA;
kewaspadaan
umum
pada
dukungan,
perawatan
dan
d. Mengembangkan dan memfasilitasi penggunaan alat pengaman dan alat dilingkungan kelompok rawan.
pelaksanaan yang seteril
(3) Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan tanggungjawab bersama antara Pemerintah Daerah, Instansi terkait dan masyarakat yang diselenggarakan berdasarkan prinsip kemitraan. (4) Tanggungjawab bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan dalam bentuk kegiatan yaitu : a. pencegahan dengan melaksanakan bimbingan rohani dalam bentuk dukungan ceramah-ceramah keagamaan; b. melakukan Program Komunikasi, Informasi dan Edukasi Pencegahan HIV dan AIDS serta IMS yang benar, jelas dan lengkap, melalui media massa, organisasi masyarakat, dunia usaha, lembaga pendidikan maupun lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan secara periodik; c. melakukan pendidikan keterampilan hidup sehat dengan tenaga yang berkompeten untuk menghindari penularan HIV dan AIDS serta IMS dan Pengguna Napza melalui sekolah maupun di luar sekolah mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi milik Pemerintah maupun swasta yang ada di Kota Pematangsiantar; d. melaksanakan pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS secara terpadu dan berkala di tempat-tempat rawan terjadi penularan dan edukasi pentingnya penggunaan alat pengaman; e. mendorong dan melaksanakan test dan Konseling HIV dan AIDS serta IMS secara sukarela terutama bagi kelompok yang beresiko tinggi; f. menyediakan Obat Anti Retroviral dan obat anti Infeksi Opportunistik yang efektif dan dapat diakses secara mudah dan terjangkau;
g. melakukan kewaspadaan umum pada sarana pelayanan kesehatan dasar dan sarana penunjang milik Pemerintah Daerah maupun Swasta, sehingga dapat mencegah penyebaran HIV dan AIDS serta IMS dan guna dapat melindungi para pekerjanya; h.melaksanakan Screning yang standar mendeteksi HIV atas seluruh elemen darah, fraksi darah dan jaringan tubuh yang di donorkan kepada orang lain; i. melaksanakan Surveilans Epidemiologi HIV dan AIDS serta IMS Surveilans Perilaku; j. melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan bagi ODHA untuk meningkatkan kwalitas hidup ODHA; k. mewajibkan tempat-tempat yang beresiko tinggi penularan HIV dan AIDS serta IMS untuk melakukan promosi, edukasi, sosialisasi, pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS. Pasal 5 (1) Pemerintah Daerah membentuk Komisi Penanggulangan AIDS Kota yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. (2) Komisi Penanggulangan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertugas untuk mengelola dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS dengan Instansi terkait sesuai dengan bidang kerja masing-masing. (3) Selain melakukan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Penanggulangan AIDS berkoordinasi dalam upaya Pencegahan dan Penanggulangan NAPZA
dalam rangka pencegahan penularan HIV dan AIDS serta IMS. (4) Memberikan Kewenangan bagi KPAK untuk dapat mengelola dan mempertanggungjawabkan dana secara mandiri baik yang berasal dari APBN, APBD dan bantuan pihak lain yang tidak mengikat. (5) Memotivasi lapisan masyarakat untuk membentuk LSM peduli HIV dan AIDS. Pasal 6 Masyarakat yang peduli terhadap pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS dapat berperan serta sebagai relawan, pekerja penjangkau atau pendamping kelompok rawan, konselor dan manajer kasus dengan berkoordinasi dengan instansi terkait. Pasal 7 (1) Strategi program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS dikembangkan dengan program prioritas secara komprehensif, bersungguh-sungguh, bertanggung jawab, terpadu dan berkesinambungan sehingga tujuan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS dapat dicapai. (2) Program prioritas yang dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Pencegahan penularan HIV dan AIDS serta IMS; b. Perawatan, pengobatan dan dukungan terhadap ODHA; c. Melaksanakan Surveilans HIV dan AIDS serta IMS; d. Penelitian operasional; e. Penciptaan lingkungan yang kondusif;
f. Pembinaan Koordinasi lintas program dan sektor; g. Kesinambungan program pencegahan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS;
dan
h.Pengguna Napza, terutama napza suntik tidak tertular virus HIV; i. Pengawasan dan monitoring kepada penduduk asing, maupun pendatang asing. Bekerjasama dengan instansi terkait dalam pencegahan penularan HIV. Pasal 8 (1) Program pencegahan penularan HIV dan AIDS serta IMS dilaksanakan dengan memperhatikan dan mengenali kelompok-kelompok sasaran yang terkait. (2) Program pencegahan penularan HIV dan AIDS serta IMS tersebut adalah sebagai berikut : a. Kelompok berisiko tertular melalui jalur seksual. Upaya membatasi perluasan penularan HIV dan AIDS serta IMS dilaksanakan melalui Program pendidikan anak dan remaja di dalam dan luar sekolah, pendidikan keluarga, agama untuk perilaku seksual yang sehat dan bertanggungjawab; b. Kelompok beresiko tertular melalui alat suntik / alat sejenis lainnya, upaya membatasi perluasan penularannya dilaksanakan melalui program Peningkatan Kewaspadaan Umum (Universal Precaution) di semua instansi kesehatan dan pelayanan medis baik pemerintah maupun swasta dan Program Penanggulangan NAPZA, yaitu Supply Reduction, Demand Reduction dan Harm Reduction;
c. Kelompok berisiko tertular melalui transfusi darah. Upaya membatasi perluasan penularannya dilaksanakan melalui program Pengamanan Darah Transfusi; d. Kelompok berisiko tertular melalui ibu hamil ke bayi, upaya pencegahan perluasan penularannya dilaksanakan melalui Program Pencegahan Penularan dari ibu ke bayinya (PMTCT). e. Kelompok Rawan tertular HIV dan AIDS serta IMS lainnya. Upaya mencegah penularannya dilaksanakan melalui Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi, Program pencegahan penularan dilakukan melalui peningkatan pendidikan, ekonomi dan penyetaraan gender; f. Untuk mencegah penyebaran penularan HIV dan AIDS serta IMS pada kelompok beresiko tinggi di masyarakat, pemakaian alat pengaman bagi setiap aktifitas seksual yang beresiko merupakan cara pencegahan penularan HIV dan AIDS serta IMS yang efektif. Pasal 9 Perawatan, pengobatan dan dukungan terhadap ODHA bertujuan untuk mengurangi penderitaan akibat terinfeksi HIV dan AIDS serta IMS dan meningkatkan kualitas hidup ODHA yang dikembangkan melalui : a. Program VCT; b. Program perawatan dan pengobatan ODHA (CST); c. Program rujukan dan pemberdayaan ODHA keluarganya.
dan
Pasal 10 Surveilans HIV dan AIDS serta IMS dimaksudkan untuk mengumpulkan data jumlah penderita HIV dan AIDS serta IMS secara berkala dan sistematik sehingga dapat mengetahui pendistribusian dan kecenderungan infeksi HIV dan AIDS serta IMS serta faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran di masyarakat untuk dapat merencanakan dan melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan. Pasal 11 Kegiatan penelitian operasional diperlukan sebagai dasar kebijakan berbagai aspek program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS dan untuk meningkatkan kemampuan penelitian perlu dikembangkan melalui kerjasama antar pusat-pusat penelitian baik Pemerintah Daerah maupun Swasta dan perguruan tinggi. Pasal 12 Pemerintah Daerah Pematangsiantar berkewajiban dan masyarakat memberikan dukungan yang kondusif terhadap ODHA dan keluarganya agar tidak mengalami diskriminasi dan stigma. Pasal 13 (1) Agar pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS tepat sasaran diperlukan koordinasi berbagai pihak baik lintas program maupun lintas sektor yang mencakup aspek perencanaan, pembiayaan, penyelenggaraan, monitoring dan evaluasi program.
(2) Koordinasi dimaksud dalam ayat (1) dimotori oleh Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kota Pematangsiantar (KPAD) dengan tujuan agar penanggulangan HIV dan AIDS dapat lebih intensif, menyeluruh dan terpadu, serta pemberdayaan masyarakat. Pasal 14 Upaya-upaya yang dilaksanakan dalam program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS harus dijamin kesinambungannya agar tujuan penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS dapat dicapai sesuai dengan arah dan kebijakan pemerintah. Pasal 15 (1) Pemerintah Daerah melalui KPA Kota Pematangsiantar melakukan edukasi, dan sosialiasi, serta pembinaan terhadap program penggunaan alat pengaman/alat pencegah yang meliputi upaya: a. Mendorong untuk kesadaran pemanfaatan alat pengaman guna kepentingan pencegahan penularan HIV dan AIDS serta IMS; b. Pengawasan penggunaan alat pengaman dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar dan atau instansi lain yang dihunjuk untuk itu, dan melakukan pemeriksaan berkala terhadap kelompok beresiko tinggi, akan adanya infeksi HIV dan AIDS serta IMS dengan menghormati HAM dan harkat martabat yang bersangkutan. (2) Pemerintah Daerah bekerjasama dengan LSM, lembaga keagamaan dan lembaga sosial lainnya guna mengkampanyekan dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya pasangan saling setia, taat pada ajaran agama
masing-masing dan pentingnya penggunaan alat pengaman bagi yang yang beresiko tinggi pasangan pada setiap kegiatan seksual. (3) Pemerintah Daerah memberikan penghargaan kepada masyarakat dan LSM yang berjasa dan membantu upaya pencegahan dan penanggulangan penularan infeksi HIV dan AIDS serta IMS. BAB IV TEST DAN PERLINDUNGAN ODHA Pasal 16 (1) Test HIV dan AIDS serta IMS dilakukan di Laboratorium Milik Pemerintah Daerah Pematangsiantar atau Swasta yang dihunjuk. (2) Untuk mendiagnosis infeksi HIV dan AIDS serta IMS harus dilakukan secara sukarela dan didahului dengan memberikan informasi yang benar kepada yang bersangkutan disertai konseling sebelum dan sesudah tes dilakukan. (3) Seluruh sarana pelayanan kesehatan dasar, rujukan dan penunjang Milik Pemerintah Kota Pematangsiantar dan Swasta yang memiliki kemampuan tidak boleh menolak memberikan pelayanan kesehatan pada pasien yang terinfeksi HIV dan AIDS serta IMS. (4) Setiap orang karena tugas dan pekerjaannya mengetahui atau memiliki informasi tentang stastus HIV dan AIDS serta IMS seseorang wajib merahasiakan, kecuali : a. Jika ada persetujuan / izin yang tertulis dari orang yang bersangkutan ;
b. Jika ada persetujuan / izin dari orang tua atau wali dari anak yang belum cukup umur, cacat atau tidak sadar; c. Jika ada Keputusan Hakim yang memerintahkan status HIV dan AIDS serta IMS seseorang dapat dibuka; d. Jika ada kepentingan rujukan medis atau layanan medis dengan komunikasi antar dokter atau fasilitas kesehatan dimana ODHA tersebut dirawat. (5) Tenaga kesehatan dapat membuka informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan persetujuan ODHA kepada pasangan seksual dan atau pengguna alat suntik bersama bila : a. ODHA telah mendapat konseling yang cukup namun tidak mau atau tidak kuasa untuk memberitahu pasangan seksual dan atau pengguna alat suntik bersama ; b. Tenaga kesehatan atau konselor telah memberitahukan pada ODHA bahwa untuk kepentingan kesehatan akan dilakukan pemberitahuan kepada pasangan seksual atau pengguna alat suntik bersama ; c. Ada indikasi bahwa telah terjadi penularan pada pasangannya; d. Untuk kepentingan pemberian dukungan pengobatan dan perawatan pada pasangan seksual atau pengguna alat suntik bersama. Pasal 17 (1) Upaya penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS harus didasarkan pada falsafah negara penghormatan nilai-nilai
luhur kemanusiaan dan harkat hidup manusia, dan nilai adat serta budaya, mendidik dan memotivasi masyarakat agar tidak melakukan seks bebas; (2) Pemerintah Daerah melindungi hak-hak pribadi, hak-hak sipil dan hak-hak azasi ODHA termasuk perlindungan dari kerahasiaan status HIV dan AIDS. (3) Setiap ODHA berhak memperoleh pelayanan pengobatan dan perawatan serta dukungan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun pada rumah sakit rujukan resmi. BAB V KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 18 (1) Kewajiban Kelompok yang beresiko tinggi dan ODHA : a. Menggunakan alat pengaman pada setiap kegiatan kontak seksual; b. Menolak melakukan hubungan menggunakan alat pengaman;
seks
tanpa
c. Berobat dan bertanggungjawab tidak menularkan kepada orang lain jika mengetahui dirinya telah terinfeksi HIV dan AIDS serta IMS; d. Tidak menggunakan alat suntik atau sejenisnya secara bersama-sama; e. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. (2) Kewajiban Pengelola Tempat-tempat Rawan penularan HIV dan AIDS :
a. Bertanggungjawab atas kesehatan para karyawannya dengan melakukan pemeriksaan secara berkala yang dilengkapi dengan rekam medis; b. Menjamin kebersihan usahanya.
fasilitas
yang
dipakai
dalam
(3) Kewajiban Sektor Kesehatan : a. Menggunakan alat suntik steril dan memastikan bahwa darah tranfusi bebas dari HIV dan AIDS serta IMS (termasuk masa jendela); b. Memberikan pelayanan ODHA dan keluarganya;
tanpa
diskriminasi
c. Memberikan informasi kelompok sasaran;
pendidikan
kepada
kesehatan
bagi
d. Menjamin ketersediaan alat pengaman serta memudahkan akses terhadap alat pengaman bagi orangorang yang berprilaku seksual berisiko tinggi; e. Melakukan surveilans dan monitoring tentang penderita HIV dan AIDS serta IMS dan pemakaian alat pengaman.
Pasal 19 Kepala Daerah menetapkan : a. Larangan bagi tempat-tempat hiburan umum agar tidak membuka kesempatan untuk praktek seks komersial; b. Larangan bagi pemegang izin tempat usaha bar, hotel, salon, cafe, dan panti pijat agar tidak menjadikan tempat usaha sebagai tempat praktek seks komersial.
BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 20 Semua pembiayaan yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan Peraturan Daerah ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Pematangsiantar setiap tahunnya. BAB VII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 21 Masyarakat dan LSM mempunyai kesempatan yang seluasluasnya untuk berperan serta dalam kegiatan antara lain : a. Menumbuhkembangkan kesadaran akan perilaku seksual yang bertanggungjawab sesuai norma-norma agama; b. Setia Kepada pasangannya; c. Penggunaan alat pengaman; d. Mencegah penyalahgunaan NAPZA. BAB VIII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 22 (1) Kepala Daerah menetapkan sanksi administrasi bagi tempat-tempat usaha yang mengubah fungsi usahanya sebagai tempat praktek seks komersial.
(2) Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; c. Pencabutan izin usaha. BAB IX PENYIDIKAN Pasal 23 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini, sesuai dengan Undang-Undang Hukum Acara Pidana. (2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan Peraturan Perundangundangan. (3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. Memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;.
rangka
g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. Menghentikan penyidikan; dan/atau k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana. BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 24 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- ( lima puluh juta rupiah); (2) Tindak Pidana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini merupakan tindak pidana pelanggaran. BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 25 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah sepanjang mengenai pelaksanaannya. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Peraturan Daerah diundangkan.
ini
mulai
berlaku
sejak
tanggal
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Pematangsiantar.
Ditetapkan di Pematangsiantar pada tanggal 28 Desember 2012 WALIKOTA PEMATANGSIANTAR Dto HULMAN SITORUS
Diundangkan di Pematangsiantar pada tanggal 28 Desember 2012 SEKRETARIS DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR, dto DONVER PANGGABEAN
LEMBARAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 NOMOR 9
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS SERTA IMS DI KOTA PEMATANGSIANTAR
I.
Umum Masalah HIV dan AIDS pada saat sekarang ini sudah menjadi masalah nasional maupun global. Di Indonesia tidak ada Propinsi yang dinyatakan bebas dari HIV dan AIDS. Epidemi HIV begitu cepat menyebar disetiap Propinsi dan berbagai kota ditanah air kita. Banyak faktor penyebab begitu cepatnya penyebaran virus HIV ini, antara lain : karena faktor globalisasi, dimana arus informasi dan mobilitas penduduk begitu cepat menembus batas antar negara, sedang ikatan kekeluargaan, nilai-nilai budaya dalam masyarakat, dan ketaatan beragama sebagian kelompok masyarakat sudah mulai mengalami erosi, sehingga kurang diterapkannya fungsi-fungsi keluarga secara utuh. Penanggulangan HIV dan AIDS bukan hanya menjadi masalah kesehatan semata, akan tetapi telah menjadi masalah nasional, agama, hukum dan HAM, budaya maupun ekonomi. Penyebaran HIV dan AIDS pada hakekatnya sangat banyak dipengaruhi oleh perilaku beresiko dari kelompok atau
populasi tertentu, dan sebagian besar dari mereka yang terinfeksi adalah para generasi muda usia 15-24 tahun dan komunitas usia produktif. Untuk mencegah penularan virus ini maka salah satu upaya yang paling efektif adalah dengan cara memutus mata rantai penyebaran virus HIV tersebut, terutama mengadakan penjangkauan terhadap kelompok yang beresiko tadi. Upaya penjangkauan ini akan lebih efektif apabila ada perangkat aturan hukum sehingga setiap kegiatan penjangkauan ditengah-tengah masyarakat dapat lebih terlegimitasi. Perangkat Peraturan Daerah juga akan dapat mempengaruhi setiap stakeholder ataupun pemangku kepentingan yang ada kaitannya dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Diwilayah Kota Pematangsiantar sangat banyak titik hot spot populasi yang disinyalir sebagai lokasi rawan penyebaran virus HIV dan AIDS, yang mana populasi yang beresiko tinggi itu sebagai mata rantai penyebaran virus berbahaya ini perlu dijangkau sehingga mata rantai penyebaran HIV dapat diputus. Disamping hal-hal yang diuraikan diatas tadi maka sudah barang tentu seluruh masyarakat Kota Pematangsiantar terutama para generasi muda, para pelajar maupun para pekerja perlu dicegah agar tidak sampai tertular virus HIV, melalui berbagai kegiatan edukasi, komunikasi, maupun sosialisasi (langkah-langkah prefentif).
Dengan diaturnya dalam sebuah Peraturan Daerah masalah penanggulangan HIV dan AIDS maka diharapkan berbagai peningkatan yang mendasar baik dalam upaya pengendalian epidemi HIV secara langsung, maupun dalam upaya pengembangan dan penguatan sistem managemen dan program di sektor pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Pematangsiantar secara berkelanjutan. Stakeholder yang sangat strategis perlu dilibatkan dalam pencegahan HIV dan AIDS antara lain : 1. Orang-orang terinfeksi HIV Program pencegahan ditujukan untuk menghambat laju perkembangan HIV didalam tubuhnya dengan menggunakan Anti Retro Viral (ARV), memelihara produktibitasnya, meningkatkan kwalitas hidupnya, pendidikan, ekonomi maupun aktifitas sosialnya. 2. Orang-orang yang beresiko tinggi tertular atau rawan mereka ini adalah yang berprilaku beresiko untuk tertular HIV misalnya sub populasi penjaja seks, waria penjaja seks, dan pelanggan mereka, para penyalah guna Napza suntik, para gay, dan pasangannya, para narapidana. Program pencegahan kepada sub populasi ini diterapkan untuk mengubah perilaku beresiko menjadi perilaku aman. Kelompok ini disebut juga sebagai populasi kunci sebab berperan penting di dalam mengendalikan epidemi HIV dan AIDS kedepan. 3. Orang-orang yang rentan tertular mereka inilah yang ruang lingkup pekerjaan, lingkungan, ketahanan atau
kesejahteraan keluarga kesehatan yang labil, penularan HIV.
yang rendah dan status sehingga rentan terhadap
Sub populasi ini mencakup : a. Orang-orang yang mobilitas tinggi baik sipil maupun militer, PNS, petugas layanan kesehatan, dan lainlain. b. Remaja, perempuan, anak jalanan, ibu rumah tangga, ibu hamil, dan penerima transfusi darah. Program pencegahan untuk sub populasi ini ditujukan agar mereka tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang beresiko terinfeksi HIV serta mampu melindungi dirinya sendiri. 4. Masyarakat umum. Disini adalah mereka yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok diatas. Disini yang termasuk adalah masyarakat sekolah, tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh informal lainnya. Mereka ini memegang peran strategis dalam menjangkau masyarakat umum untuk memberikan edukasi atau sosialisasi dalam pencegahan HIV/AIDS. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007, tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah, dalam pasal 15 berbunyi sebagai berikut : Penanggulangan HIV dan AIDS di Propinsi dan Kabupaten/Kota mengacu pada Strategis Nasional yang
dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Daerah atau sebutan lain. Dengan telah ditemukannya kasus-kasus HIV dan AIDS di Kota Pematangsiantar ini maka Pemerintah Kota Pematangsiantar menyadari bahwa aspek hukum berupa sebuah Peraturan Daerah yang mengatur tentang Penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS sudah perlu dibuat. Dengan adanya Perda Penanggulangan HIV dan AIDS serta IMS di Kota Pematangsiantar, maka dilangkah Penanggulangan HIV dan AIDS di daerah ini dapat dilaksanakan lebih intensif, menyeluruh dan lebih terpadu dengan memberdayakan berbagai potensi masyarakat, sehingga masyarakat Kota Pematangsiantar dapat lebih terhindar dari HIV dan AIDS. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Tempat-tempat umum antara lain, taman-taman kota, stasiun, terminal, rumah sakit, puskesmas, tempat hiburan, dan lain-lain. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Kelompok rawan (beresiko tinggi) adalah antara lain : sub populasi wanita penjaja seks, waria penjaja seks, para pelanggan mereka, para
penyalahguna Napza terutama napza suntik, para gay dan pasangannya, pelanggan, pasangan pelanggan, para narapidana, petugas medis, pendamping ODHA, penjangkau ODHA, keluarga ODHA. Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Secara komprehensif maksudnya adalah pencegahan, dan pengendalian, penanggulangan, secara intensif, menyeluruh dan terpadu oleh semua pemangku kepentingan. Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Kepada ODHA dan keluarganya harus mendapat perawatan dan dukungan dan tidak ada stigma dan diskriminasi kepada mereka, dan tidak menghakiminya.
Pasal 10 Surveilans ini dilaksanakan oleh jajaran Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar bersama lembaga-lembaga terkait lainnya.
Pasal 11 Kerjasama dimaksud antar lembaga swasta, perguruan tinggi baik lokal, nasional, maupun internasional (lembaga luar negeri) dan kerjasama ini diketahui oleh DPRD Kota Pematangsiantar Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas
Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN PEMATANGSIANTAR NOMOR 9
DAERAH
KOTA