NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU ADIL PADA HAKIM PENGADILAN NEGERI DALAM MEMUTUSKAN PERKARA
Oleh : SARI RISNAVIKA PUTRI SONNY ANDRIANTO FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2005
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU ADIL PADA HAKIM PENGADILAN NEGERI DALAM MEMUTUSKAN PERKARA
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing
(Sonny Andrianto S.Psi., M.Si)
PENGANTAR Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Hal ini melahirkan konsekuensi bahwa setiap warga negara segala tindakan dan perilakunya harus mengacu pada setiap dasar hukum yang ada di negara Republik Indonesia. Konsekuensi lain dari negara hukum adalah siapapun orangnya, baik pejabat negara maupun masyarakat harus diperlakukan sama dihadapan hukum dan mempunyai hak yang sama untuk memperoleh perlindungan hukum. Indonesia saat ini sedang gencar-gencarnya membangun demokratisasi, keterbukaan, penegakan hak asasi manusia (HAM), peningkatan sumber daya manusia, pengentasan kemiskinan, disiplin nasional, dan gerakan sadar hukum. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari negara berkembang menuju negara maju. Semakin membaiknya kualitas pendidikan suatu negara akan berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan politik, kesejahteran rakyat, dan perlindungan hukum akan menjadi sorotan kehidupan. Proses pembangunan menuju negara maju yang saat ini sedang berlangsung di Indonesia akan melahirkan banyak perubahan di semua aspek kehidupan. Soetjatmoko (Jamaludin, 1995) pembangunan menuntut upaya-upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, strategi pembangunan yang mapan, dan memerlukan stabilitas keamanan yang mantap. Proses pembangunan ini disamping akan mendatangkan banyak manfaat juga akan selalu diikuti dengan kondisi semakin longgarnya ikatan nilai norma dalam masyarakat dan agama. Hal ini berakibat banyaknya perilaku yang
menyimpang, tindak kejahatan, dan kekerasan. Untuk menanggulangi dampak negatif dari proses pembangunan diperlukan adanya suatu hukum. Menurut Muhammad (1997), hukum adalah norma yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat yang bersifat memaksa dan mengikat. Hukum memiliki fungsi sebagai alat untuk ketertiban dan keteraturan masyarakat, melindungi kepentingan manusia, sebagai jalan untuk memyelesaikan pertikaian dan sarana untuk mewujudkan keadilan sosial. Keadilan merupakan salah satu bentuk kebaikan yang menuntun manusia dalam berhubungan sesama manusia. Seseorang dikatakan adil bila mengakui orang lain sebagai orang yang memiliki hak yang seharusnya dipertahankan atau diperolehnya (Muhammad, 1997). Menurut Lubis (1994) keadilan adalah kemampuan unutuk memperlakukan setiap orang sesuai dengan haknya masingmasing. Suatu hukum yang adil merupakan kebutuhan mendasar bagi struktur sosial karena mampu menjamin hak-hak semua kelas dan individu dalam kaitannya dengan kesejahteraan umum, disertai dengan pelaksanaan perilaku di antara berbagai macam peraturannya. Untuk dapat mencapai suatu hukum yang adil, diperlukan campur tangan institusi khusus yang memberikan penyelesaian imparsial (secara tidak memihak), penyelesaian itu tentunya harus didasarkan kepada patokan-patokan yang berlaku secara objektif. Fungsi ini lazimnya dijalankan oleh suatu lembaga yang disebut dengan lembaga peradilan, yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan, penilaian, dan memberikan keputusan.
Wewenang yang sedemikian itulah yang disebut dengan kekuasaan hakim yang dalam prekteknya dilaksanakan oleh seorang hakim. Agar dapat menyelesaikan masalah atau konflik yang dihadapkan kepadanya sacara imparsial berdasarkan hukum yang berlaku, maka dalam pengambilan keputusan, para hakim harus adil mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun. Dalam pengambilan keputusan, para hakim hanya terikat pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah hukum yang menjadi atau dijadikan landasan yuridis keputusannya. Tetapi penentuan fakta-fakta mana yang relevan dan pilihan kaidah hukum yang mana yang akan dijadikan landasan untuk menyelesaikan kasus yang dihadapinya diputuskan oleh hakim yang bersangkutan itu sendiri (Muhammad, 1997). Seorang hakim harus selalu bersikap adil dalam memutuskan suatu perkara pada suatu persidangan di Pengadilan. Madkur (Imron, 1983), mengemukakan bahwa apabila seorang hakim duduk mengadili pihak-pihak yang bersengketa, maka ia harus bersikap tidak memihak, tidak ada perhatiannya selain memeriksa perkara itu. Hakim adalah aparat penegak hukum yang merupakan profesi mulia dan sangat strategis dalam upaya mewujudkan keadilandan kebenaran melalui lembaga peradilan (Hukumonline.com) Tetapi pada kenyataannya sangatlah berbeda, dunia peradilan di Indonesia akhir-akhir ini mendapat sorotan yang tajam dari masyarakat. Berbagai komentar dan pendapat baik yang berbentuk pandangan maupun penilaian dari berbagai kalangan masyarakat selalu menghiasi media massa yang ada di negeri ini. Hal yang selalu menjadi topik utama adalah tidak memuaskannya atau bahkan
buruknya sistem kinerja dan pelayanan peradilan. Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti MaPPI (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia) bahwa dari 536 responden, 59.97% memberi pernyataan negatif
dan
sikap
pesimis
terhadap
proses
peradilan
saat
ini
(www.pemantauperadilan.com). Putusan-putusan
Hakim
dalam
suatu
perkara,
dianggap
masih
membebaskan penjahat, khususnya terdakwa korupsi, baik yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri, banding, maupun kasasi baik, di Jakarta dan di beberapa daerah di Indonesia. Pengadilan tidak lagi menjadi benteng keadilan namun menjadi benteng terdakwa kasus-kasus korupsi dan melegakan tindak kejahatan yang dilakukan. Deretan-deretan kasus korupsi berskala besar yang sampai saat ini tidak jelas tindak lanjutnya antara lain adalah: kasus Pertamina yang melibatkan Ginandjar Kartasasmita, Penyalahgunaan BLBI yang melibatkan tiga Direksi Bank Indonesia, tukar guling asset BULOG yang melibatkan Bedu Amang, dan Dana Non-Bugeter BULOG yang menyeret Akbar Tanjung. Beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menilai putusan hakim yang membebaskan Akbar Tanjung sangat menderai dan tidak sesuai dengan hukum dan keadilan, Akbar seharusnya dianggap terbukti bersalah dan dihukum sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukan (www.pemantauperadilan.com). Dampak dari ketidakadilan ini adalah: kerugian negara karena kasus korupsi, penganiayaan semakin berkembang, pelanggaran akan semakin
meningkat, orang jahat akan semakin berani berbuat jahat, kasus-kasus kejahatan akan terus meningkat tanpa diiringi dengan peningkatan penyelesaiannya. Cara hakim dalam menangani dan memutuskan hukuman bagi para pelaku kejahatan ini
menimbulkan
pesimisme
dan
sikap
skeptis
dalam
masyarakat
(www.antikorupsi.com) Menurut Daradjat (1991), keyakinan beragama menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang. keyakinan itu akan mengawasi segala tindakan, perkataan, bahkan perasaannya. Clark (Jamaludin, 1995) Nilai-nilai religi memiliki fungsi yang sangat sentral dan mendalam dalam diri seseorang maka diharapkan seseorang dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku akan sangat dipengaruhi oleh tingkat religiusitasnya. Agama Islam senantiasa mewajibkan umatnya untuk berperilaku adil, hal ini dapat dilihat dalam Al-Quran, (QS. An Nisaa’4: 58) “Dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil”. (QS. Al Maa-Idah 5: 8) “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berdasarkan pada ajaran-ajaran agama Islam yang mewajibkan umatnya untuk selalu menegakkan keadilan, maka diharapkan
semakin
tinggi
religiusitas
seseorang,
semakin
tinggi
juga
kecenderungannya terhadap perilaku adil. Berangkat dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil pada hakim pengadilan negeri dalam memutuskan suatu perkara.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil pada hakim Pengadilan Negeri dalam memutuskan perkara.
Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, terutama psikologi agama dan sosial. Lebih khusus lagi penelitian ini diharapkan dapat memberikan kejelasan hubungan antara religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil dalam memutuskan suatu perkara pada hakim Pengadilan Negeri. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan untuk meningkatkan perilaku adil pada hakim Pengadilan Negeri. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan, sehingga dapat menjadi rujukan penelitianpenelitian selanjutnya.
Kecenderungan Berperilaku Adil Adil berasal dari bahasa Arab yang artinya insyaf (yang menurut jiwa baik dan lurus). Dalam bahasa Perancis perkataan adil ini diistilahkan dengan justice, sedangkan dalam bahasa Latin diistilahkan dengan justica. Menurut Poerwadarminta (1986) dalam kamus bahasa Indonesia memberikan pengertian adil dengan tidak berat sebelah dan tidak sewenang-
wenang. Masyur (Lubis, 1994) mengemukakan bahwa keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan menghukum orang jahat atau yang melanggar hukum sesuai dengan kesalahannya. Keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Suatu perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat diperlihatkan mengapa ketidaksamaan dapat dibenarkan (Kanter 2001) Seorang hakim dikatakan adil jika memberi sanksi kepada orang yang diketahuinya melanggar hukum, dan membantu seseorang untuk memperoleh apa yang menjadi haknya melalui keputusan yang dibuat (Lubis, 1994) Menurut Lind dan Tyler (Faturochman, 2002) keadilan pada dasarnya merupakan bagian dari moralitas, tetapi di sisi lain keadilan telah dirumuskan dalam aturan-aturan yang baku dan harus dilaksanakan dengan ketat. Secara umum keadilan digambarkan sebagai situasi sosial ketika norma-norma dan kelayakan terpenuhi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan berperilaku adil adalah tinggi rendahnya kemungkinan seseorang untuk bertindak atau berbuat meletakkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara sesama yang berhak dalam
keadaan yang sama dan menghukum orang jahat atau yang melanggar hukum sesuai dengan kesalahannya.
Religiusitas Mangunwijaya (Hidayat, 1995) membedakan antara istilah agama atau religi dengan religiusitas. Agama menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek yang telah dihayati oleh individu.Kesadaran beragama tidak hanya melandasi tingkah yang nampak, tetapi juga sikap, pemikiran, kemauan dan tanggapan. Menurut Daradjat (1991), keyakinan itu tidak akan mengawasi segala tindakan, perkataan bahkan perasaannya. Glock dan Stark (Ancok dan Suroso, 1995) mengatakan bahwa keberagamaan seseorang itu ditunjukkan pada ketaatan dan komitmen seseorang terhadap agamanya. Keberagamaan seseorang pada dasarnya lebih menunjuk pada pelaksanaan keagamaan yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama untuk kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari. Keberagamaan seseorang meliputi aspek keyakinan, peribadatan, akhlak, ilmu dan penghayatan. Aspek-aspek tersebut merupakan suatu keastuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan (Ancok dan Suroso, 1995) Daradjat (1991) mengemukakan istilah kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama religious eksperience. Kesadaran agama merupakan segi agama yang terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama.
Pengalaman agama masalah unsur perasaan dalam kesadaran agama yaitu, perasaan yang membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan Menurut penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah proses keagamaan yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama untuk kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari. Keberagamaan seseorang meliputi aspek keyakinan, peribadatan, akhlak, ilmu dan penghayatan. Aspek-aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan
Hubungan religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil Menurut Daradjat (1991), keyakinan beragama menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang. Keyakinan itu akan mengawasi segala tindakan, perkataan, bahkan perasaannya. Clark (Jamaludin, 1995) Nilai-nilai religi memiliki fungsi yang sangat sentral dan mendalam dalam diri seseorang. Tiada satu orangpun yang tidak membutuhkan agama. Oleh karena nilai-nilai religiusitas menempati posisi sedemikian sentral, maka diharapkan seseorang dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku akan sangat dipengaruhi oleh tingkat religiusitasnya. Ajaran-ajaran Islam senantiasa mewajibkan umatnya untuk selalu berperilaku adil. Ajaran ini dapat dilihat dalam (QS. An Nisaa’4: 58) “Dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil”. (QS. Al Maa-Idah 5: 8) “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. (QS. Al Hadiid 57: 25) “Sesungguhnya Kami mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Qitab dan neraca (keadilan) agar menusia dapat melaksanakan keadilan”. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa dengan pemahaman keagamaan yang baik seorang hakim dalam menjalankan tugasnya tidak akan sembarangan melakukan perilaku yang dapat menimbulkan adanya ketidak adilan. Dalam bertindak hakim akan melakukan pertimbanganpertimbangan terlebih dahulu berdasarkan nilai-nilai dalam ajaran-ajaran agama yang telah terinternalisasi dalam dirinya. Semakin tinggi religiusitas hakim maka diharapkan semakin tinggi pula kecenderungan berperilaku adil yang dimilikinya. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah, adanya korelasi yang positif antara religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil. Semakin tinggi religiusitas maka semakin tinggi pula kecenderungan berperilaku adil
Metode Penelitian A. Identifikasi Variabel Penelitian Variabel Tergantung : Kecenderungan berperilaku adil Variabel Bebas B.
: Religiusitas
Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Religiusitas adalah seberapa dalam dan totalias seseorang dalam penghayatan, keyakinan, peribadatan, ilmu dan pengamalan nilai-nilai agama kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi dari skala Turmudhi (1991). Diasumsikan bahwa semakin tinggi
skor yang diperoleh subjek, makin tinggi religiusitasnya. Semakin rendah skor yang diperoleh subjek, semakin rendah religiusitasnya. 2.
Kecenderungan perilaku adil adalah seberapa besar kemungkinan seseorang
melaksanakan kewajibannya untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek adil dari Muhammad Diasumsikan bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, makin tinggi kecenderungannya untuk berperilaku adil. Semakin rendah skor yang diperoleh subjek, semakin rendah kecenderungannya untuk berperilaku adil.
Subjek Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hakim Pengadilan Negeri yang memeluk agama Islam.
Metode Pengumpulan Data a. Skala kecenderungan berperilaku adil Skala kecenderungan berperilaku adil yang digunakan disusun penulis yang merupakan modifikasi dari aspek-aspek keadilan menurut Muhammad (1997). Skala kecenderungan berperilaku adil ini dibagi menjadi empat aspek. Yaitu kejujuran, tanggung jawab, otentik, dan kemandirian moral. Bentuk skala kecenderungan berperilaku adil adalah tipe pilihan dengan empat pilihan alternatif jawaban, sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS)
dan sangat tidak sesuai (STS). Pernyataan-pernyataan dalam aitem terdiri dari aitem favorabel dan unfavorable. Skor penilaian bergerak dari empat sampai satu. Item favorabel skor yang tertinggi (SS) diberi skor empat, kemudian urutan skor selanjutnya hingga sampai yang terendah (STS) diberi skor satu. Untuk aitem unfavorabel skor yang tertinggi (STS) diberi skor empat kemudian urutan skor selanjutnya hingga sampai yang terendah (SS) diberi skor satu. b. Skala Religiusitas Skala religiusitas pada penelitian ini disusun oleh Turmudhi (1991) berdasarkan pada teori Masrun dkk (Jamaludin, 1995) yang telah disesuaikan dengan dimensi religiusitas di dalam ajaran agama Islam. Dimensi-dimensi tersebut adalah: akidah atau iman, Islam atau peribadatan, ihsan atau penghayatan dan pengamalan. Bentuk skala religiusitas adalah tipe pilihan dengan empat pilihan alternatif jawaban, sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Pernyataan-pernyataan dalam aitem terdiri dari aitem favorabel dan unfavorable. Skor penilaian bergerak dari empat sampai satu. Item favorabel skor yang tertinggi (SS) diberi skor empat, kemudian urutan skor selanjutnya hingga sampai yang terendah (STS) diberi skor satu. Untuk aitem unfavorabel skor yang tertinggi (STS) diberi skor empat kemudian urutan skor selanjutnya hingga sampai yang terendah (SS) diberi skor satu.
Validitas dan Reliabilitas Validitas dan reliabilitas merupakan suatu alat ukur yang sangat penting dalam penelitian ilmiah di mana dan kapanpun juga. Menurut Azwar (1997), suatu instrument ukur yang tidak reliabel atau tidak valid akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes tersebut, untuk itu diperlukan suatu instrument atau alat penelitian yang mampu mengungkap secara cermat (valid) dan konsisten (reliabel) sehingga informasi yang diperlukan dapat dipertanggungjawabkan. Maka penelitian ini pengujian validitas alat ukur akan dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor-skor tiap butir dengan skor total setiap aspek kemudian skor aspek dengan skor total. Reliabilitas suatu alat ukur menunjuk derajat keajegan suatu alat ukur yang bersangkutan manakala diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berlainan (Hadi, 2000)
Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam menganalisa data pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan statistik. Teknik statistik yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson (Hadi, 1996). Proses analisanya akan dilakukan dengan meggunakan fasilitas software SPSS. Versi 12.00
Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian A. Skala Kecenderungan Berperilaku Adil Tabel 6 Deskripsi Hasil kecenderungan berperilaku adil Variabel Skor Hipotetik Xmax Xmin Mean SD Kecenderungan 116 29 72,5 14,5 Berperilaku Adil
Xmax 113
Tabel 7 Kriteria kategorisasi Kecenderungan berperilaku adil Kategori Skor N Tinggi 87<x 28 Sedang 58<x<87 15 Rendah X<58 0
Skor Empirik Xmin Mean SD 75 91,79 9,316
Prosentase (%) 65,12% 43,88% 0%
B. Skala Religiusitas Tabel 8 Deskripsi Hasil Penelitian Religiusitas Variabel Skor Hipotetik Xmax Xmin Mean SD Religiusitas 212 53 132,5 26,5
Tabel 9 Kriteria kategorisasi Religiusitas Kategori Skor Tinggi 159<x Sedang 106<x<159 Rendah X<106
Xmax 208
N 36 7 0
Skor Empirik Xmin Mean SD 122 174,84 18,498
Prosentase (%) 83,72 % 16,27 % 0%
C. Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan sebelum uji hipotesis, mencakup uji normalitas dan uji linieritas. Hal ini perlu dilakukan karena teknik korelasi yang digunakan adalah teknik product moment yang harus menggunakan data yang distribusinya
normal dan linier, uji asumsi dalam penelitian ini menggunakan fasilitas SPSS 12,0 for windows a. Uji Normalitas Uji mormalitas dilakukan dengan teknik One-Sample Kolmogorof-Smirnof Test dari SPSS 12.0 for windows Menghasilkan perolehan sebaran skor dari variable kecenderungan berperilaku adil (K- SZ = 0,567 ; p = 0,904 atau p > 0,05), dan dari hasil yang diperoleh melalui sebaran skor variable religiusitas K-SZ = 0,484 ; p = 0,973 atau p > 0,05) dari hasil uji normalitas yang dilakukan dapat diketahui bahwa skor subjek pada kedua alat ukur tersebut memiliki sebaran normal. b. Uji Linieritas Uji
linieritas
dilakukan
untuk
mengetahui
linieritas
variable
kecenderungan berperilaku adil dengan religiusitas. Dari uji linearity diketahui, F linearity 7,861 dengan p = 0,021 atau p < 0,05 dan F deviation from linearity 0,719 dengan p = 0,767 atau p > 0,05. hasil ini menunjukkan ada hubungan linear pada variable kecenderungan berperilaku adil dengan religiusitas dengan c. Uji Hipotesis Hasil analisis data dengan menggunakan korelasi product moment pearson pada program SPSS 12.0 for windows diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel kecenderungan berperilaku adil dengan religiusitas. Hasil tersebut didasarkan pada nilai p = 0,001 dan r = 0,444. Hasil penelitian dikatakan signifikan karena p < 0,01 sehingga
hipotesis penelitian diterima. Maka semakin tinggi religiusitas semakin tinggi kecenderungan berperilaku adil.
Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan uji korelasi pearson diketahui bahwa hubungan positif dan sangat signifikan antara variable religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil. Hasil penelitian ini mendukung teori yang telah diajukan pada pemahasan sebelumnya yaitu religiusitas mempunyai peran penting dalam pembinaan moral. Apabila dihadapkan pada suatu dilema, seseorang akan menggunakan pertimbanganpertimbangan berdasarkan nilai-nilai moral yang datang dari agama. Oleh karena itu, nilai-nilai agama yang telah diinternalisasikan oleh seseorang, diharapkan mampu menuntun dalam bersikap dan berperilaku dengan benar. Jadi jika seseorang mampu bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran-ajaran agamanya, maka seseorang tersebut juga mampu bersikap secara adil. Ajaran-ajaran Islam senantiasa mewajibkan umatnya untuk selalu berperilaku adil. Ajaran ini dapt dilihat pada (QS. An Nisaa’4: 58) “Dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia supaya menetapkan dengan adil”. (QS. Al Maa-Idah 5: 8) “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. (QS. Al Hadiid 57: 25) “Sesungguhnya Kami mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Qitab dan neraca (keadilan) agar menusia dapat melaksanakan keadilan”.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa dengan pemahaman keagamaan yang baik seorang hakim dalam menjalankan tugasnya tidak akan sembarangan melakukan perilaku yang dapat menimbulkan adanya ketidak adilan. Hakim akan melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu
berdasarkan
nilai-nilai
dalam
ajaran-ajaran
agama
yang
telah
terinternalisasi dalam dirinya. Semakin tinggi religiusitas hakim maka semakin tinggi pula kecenderungan perilaku adil yang dimilikinya.
Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, maka dengan singkat dapat disimpulkan bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil, semakin tinggi religiusitas seseorang maka semakin tinggi pula kecenderungannya berperilaku adil.
Saran Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis mengajukan saran-saran bagi penelitian selanjutnya adalah : 1. Saran kepada subjek penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa subjek rata – rata memiliki tingkat religiusitas yang tinggi dan ada hubungan positif antara religiusitas dengan kecenderungan berperilaku adil, maka disarankan
kepada subjek penelitian untuk tetap mempertahankan religiusitas yang sudah tinggi. 2. Saran bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambah jumlah subjek penelitan dan lebih cermat dalam mengontrol variabel-variabel lain yang kiranya dapat memperkaya hasil penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adisubroto, D. 1992. Sifat Religiusitas pada suku bangsa Jawa dan Minangkabau. Jurnal Psikologika, No satu Tahun ke XIX Ancok, D. & Suroso, F. N. 1995. Psikologi Islami. Cetakan kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar. 1995. Sikap manusia: Teori dan Pengukurannya. Cetakan kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ----------1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Daradjat. 1991. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung. Dister, N. 1990. Pengalaman dan Motivasi Beragama. Yogyakarta: Kanisius Driyakara, N. 1987. Percikan Filsafat. Jakarta: PT. Pembangunan Hadi, S. 1996. Statistik Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset -------- 2000. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset Helmi, A. F. 1994. Aspek Psikologis Penuntut Umum Dalam Proses Peradilan Pidana. Jurnal Psikologika, No tiga Tahun ke-2. Hukum On Line. 2001. Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). http:// www.antikorupsi.com ----------2004. Putusan Akbar Tanjung Tidak Sesuai Dengan Hukum dan Keadilan. http:// www.pemantauperadilan.com. Imron, A.M. 1983. Peradilan dalam Islam. Cairo: Fakultas Hukum Cairo. Jamaludin, M. 1995. Hubungan Religiusitas dengan Stres Kerja Pada Polisi. Laporan Penelitian. Sikripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas gajah Mada Kanter, E. Y. 2001. Etika Profesi Hukum: Pendekatan sosio-Religius. Jakarta: storia Grafika Lari, S. M. M. 1990. Psikologi Islam. Jakarta: Pustaka Hidayah
Loudon, D. I & Bitta, A. J. D. 1984. Consumer Behavior: Concept and Application. New york: McGraw Hill Lubis, S.K. 1994. Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Mangunwijaya. 1982. Sastra Dan Religiusitas. Jakarta: Sinar Harapan. Muhammad, A. 1997. Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. Notohamidjojo, O. 1975. Soal-soal Pokok Filsafat hukum. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Qur’an Karim dan Terjemahan Artinya. 2000. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Turmudhi, A. M. 1991. Hubungan antara Religiusitas dengan Intensi Prososial pada mahasiswa beragama Islam di Fakultas Ekonomi UPN “ Veteran “ Yogyakarta. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Walgito, B. 1990. Psikologi Sosial ( Suatu Pengantar). Yogyakarta: Andi Offset