NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FILM RELIGIUS DENGAN TINGKAT RELIGIUSITAS PADA MAHASISWA
Oleh : Handaru Dwi Putro Irwan Nuryana Kurniawan
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FILM RELIGIUS DENGAN TINGKAT RELIGIUSITAS PADA MAHASISWA
Telah Disetujui Pada Tanggal
_____________________________
Dosen Pembimbing Utama
( Irwan Nuryana K, S.Psi.,M.SI )
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON FILM RELIGIUS DAN TINGKAT RELIGIUSITAS PADA MAHASISWA
Handaru Dwi Putro Irwan Nuryana Kurniawan INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara intensitas menonton film religius dengan tingkat religiusitas pada mahasiswa. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara intensitas menonton film religius dengan tingkat religiusitas. Semakin tinggi Intensitas menonton film religius akan menunjukkan tingkat religiusitas yang tinggi pada mahasiswa begitupun sebaliknya semakin rendah intensitas menonton film religius, semakin rendah tingkat religiusitas pada mahasiswa. Subyek penelitian ini adalah mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah pilihan. Adapun skala yang digunakan adalah skala intensitas menonton film religius sejumlah 31 aitem berdasarkan aspek yang diambil dari pengertian pengertian intensitas menurut Random House Unabridged Dictionary (1997), Pino dan Wittermans (1994) dan skala tingkat religiusitas yang berjumlah 27 aitem berdasarkan aspek tingkat religiusitas yang dikemukakan oleh Glock and stark (1988). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik Product Moment dengan perangkat lunak program SPPSS versi 12,00 untuk menguji apakah ada hubungan antara intensitas menonton film religius dengan tingkat religiusitas pada mahasiswa korelasi product moment dari person menunjukkan korelasi sebesar r = 0.386; p = 0.001 atau p < 0.01 yang artinya ada hubungan positif antara intensitas menonton film religius dengan tingkat religiusitas pada mahasiswa, jadi hipotesis penelitian ini diterima.
Kata kunci : Intensitas menonton film religius, tingkat religiusitas.
PENGANTAR
Pada perkembangan zaman dewasa ini di berbagai tempat tidak sedikit ditemui perilaku individu yang jauh dari perilaku moral seperti penggunaan narkoba, perkosaan, hubungan seks di luar nikah ( Suara Kedaulatan Rakyat,25 Februari 2007 ). Hal ini memunjukkan rendahnya tingkat religiusitas. Menurut sebagian ahli, timbulnya fenomena kemerosotan moral dalam masyarakat terkait dengan religiusitas. Toynbe ( dalam Khodijah, 2002 ) menyatakan bahwa adanya kemerosotan moral dalam masyarakat merupakan gejala kemiskinan spiritual. Selanjutnya ia menyatakan bahwa jalan penyembuhan yang dapat ditempuh adalah kembali kepada agama. Hal tersebut senada dengan apa yang dikatakan oleh Daradjat ( dalam Khodijah, 2002 ) bahwa faktor terpenting yang menimbulkan gejala-gejala kemerosotan moral pada masyarakat adalah kurang tertanamnya jiwa agama dalam hati tiap-tiap orang dan tidak dilaksanakannya agama dalam kehidupan sehari-hari. Hukum moral merupakan sistem tatanan sosial yang dikembangkan masyarakat dan diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya melalui proses pengkodisian sosial. Sedangkan konflik psikologik yang timbul daripadanya bisa disebut konflik moral. Konflik moral
merupakan konflik antara beberapa
kecenderungan perilaku dengan sistem tatanan otoritas yang telah dikenali seperti perilaku-perilaku yang dapat menganggu ketentraman masyarakat. Thouless ( 1992 ) mengungkapkan bahwa konflik itu merupakan konflik antara kekuatan
yang baik dan jahat. Kekuatan-kekuatan jahat ini bisa dpersonifikasikan sebagai sifat mahkluk jahat yang bertentangan dengan mahkluk baik. Dengan demikian kepercayaan akan adanya Tuhan yang baik bisa dianggap sebagai intelektualisasi konflik moral itu. Intelektualisasi ini diberi bentuk argumentasi demonstratif dalam argumen moral untuk menunjukkan adanya Tuhan. Ajaran agama merupakan panduan hidup dan sebagai ajaran moral agar terbentuk
perilaku-perilaku
bermoral
sehingga
tercipta
keamanan
serta
ketentraman dalam hidup pribadi maupun bermasyarakat. Seperti diketahui bahwa keberagamaan atau aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan ibadah , tapi juga ketika malakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati 1 seseorang yang bersumber dari keyakinannya, perilaku-perilaku yang terwujud dapat dikatakan berasal dari keyakinan. Jamaludin ( 1995 ) menyatakan bahwa religiusitas seseorang ialah tingkah laku manusia yang sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan kepada kegaiban/ alam gaib yaitu kenyataan supra empiris. Dister (1982) menyatakan bahwa internalisasi nilai agama ke dalam diri seseorang dikenal dengan istilah religiusitas, sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku-perilaku yang muncul merupakan wujud dari religiusitas seseorang yang berlandaskan nilai-nilai agama. Di dalam pancasila sebagi dasar negara telah ditetapkan bahwa dalam sila pertama disebutkan KeTuhanan Yang Maha Esa yang menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang mengakui agama sehingga para masyarakat Indonesia adalah
penduduk yang beragama dan peran agama adalah sebagai pemberi arah dan pembinaan moral untuk bertingkah laku. Maka dalam pelaksanaan perilaku sehari-hari masyarakat seharusnya mewujudkan perilaku yang berlandaskan nilainilai agama yang menunjukkan perilaku taat pada ajaran agama dan berperilaku baik terhadap sesama Diberitakan dalam harian Kedaulatan Rakyat, 16 Januari 2007, sepasang mahasiswa di Yogyakarta diproses hukum oleh polisi karena membuang bayi di tempat pencucian mobil akibat hubungan gelap mereka. Kemudian gaya hidup perilaku pemuda pemudi di yogyakarta, kebiasaan untuk check in ke hotel sehabis pulang dari café ( minggu pagi online, 28 april 2006 ), dan masih adanya pesta seks pelajar dan difilmkan serta beredarnya video mesum mahasiswi di universitas Indonesia timur, (detiknet, 21,11,2005, fajar, 2007) serta peningkatan penggunaan obat terlarang oleh remaja, dari 2538 orang sampai 2541 pada tahun 2005-2006 di wilayah Jawa Tengah ( Kedaulatan Rakyat, 15 maret 2006 ).. Sumber-sumber tersebut ternyata memperlihatkan masih banyak perilaku-perilaku menyimpang yang menunjukkan kurangnya religiusitas pada mahasiswa, hal ini senada dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawan ( 1997 ) bahwa ada hubungan negatif antara orientasi religius intrinsik dengan kecenderungan berperilaku delinkuen pada remaja yang berarti semakin rendah orientasi religius remaja, semakin tinggi kecenderungan remaja untuk berperilaku delinkuen Media entertaintmen sebagai sarana komunikasi terutama televisi memiliki pengaruh yang besar secara sosial dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Televisi dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, membawa
pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang dan apabila cukup kuat akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu ( Khairunnas, 2006 ). Wimbarti (1994) dengan simulasi komputernya meneliti pengaruh menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif anak, ditemukan bahwa film/tayangan kekerasan memberikan pengaruh yang berbeda-beda, tergantung pada usia anak, frekuensi menonton dan kehadiran orang dewasa saat menonton. Penelitian di atas menunjukkan bahwa frekuensi menonton merupakan salah satu faktor yang menentukan pengaruh film pada individu. Azwar (dalam Anggraini, 2007) menyatakan bahwa intensitas adalah kekuatan suatu sikap dimana pada setiap orang belum tentu sama . Dengan berkembangnya media penyampaian pesan, tayangan di televisi pun kian marak menayangangkan tayangan yang bertemakan religius, yang menyampaikan informasi ataupun cerita berupa film yang sebagian besar diambil dari kisah nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar maupun luas sehingga dapat lebih menyentuh pengalaman-pengalaman pribadi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi sikap keberagamaan ( religiusitas ) , seperti acara “Hidayah” yang memberikan sajian khasanah akibat dari perilaku yang tidak bermoral dan beragama, yang ditayangkan melalui salah satu stasiun televisi, dan masih banyak lagi acara-acara dari berbagai stasiun televisi yang memberikan khasanah perilaku bermoral dan bersifat religius. Seiring dengan makin banyaknya tayangan film religius di televisi telah banyak pula beredar film-film religius berupa vcd dan dvd yang dewasa ini menjadi salah satu media
entertaintmen yang digemari para remaja seperti serial Harun yahya. Dalam pengambilan data pada penelitian eksperimen pengaruh tayangan film religius terhadap tingkat religiusitas pada mahasiswa dilakukan penulis ( 2007 ), dari 19 peserta 17 diantaranya menyatakan sudah pernah menyaksikan film yang ditayangkan dalam eksperimen, sedangkan film yang ditampilkan merupakan film terbaru dari serial Harun Yahya. Sehingga dapat dikatakan bahwa film serial Harun Yahya cukup menarik minat mahasiswa. Dengan alasan dan penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara intensitas menonton film religius dan tingkat religiusitas pada mahasiswa.
TINJAUAN PUSTAKA Tingkat religiusitas merupakan paduan dua kata tingkat dan religiusitas. Tingkat sendiri biasanya diartikan sebagai kadar atau kualitas. Sedangkan religiusitas mempunyai dasar kata religius yang berasal dari bahasa latin religio. Religio memiliki akar kata religare yang berarti mengikat ( Driyakarya dalam taufik,2002). Konsep religiusitas sendiri dalam literatur psikologi diartikan sebagai hubungan personal yang melibatkan perasaan pasrah dan tergantung serta pengakuannya akan adanya kekuatan yang melebihi dirinya sendiri. Jamaludin ( 1995 ), menyatakan bahwa religiusitas seseorang ialah tingkah laku manusia yang sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan kepada kegaiban/ alam gaib yaitu kenyataan supra empiris. Religius menurut Drajat (1998) merupakan bagian dari kepribadian seseorang, dan mempengaruhi cara berpikir , merasakan
,bersikap dan berperilaku. Internalisasi nilai agama ke dalam diri seseorang dikenal
dengan
istilah
religiusitas
(
Dister,1982).
Hendropuspito
(
Alifsyahr,2001) mendefinisikan agama sebagai suatu jenis system sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non empiris yang dipercayai dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas pada umumnya. Dimensi - dimensi tingkat religiusitas didasarkan oleh teori Glock & Stark ( Robertson, 1988) adalah: a. Dimensi belief: tingkatan sejauhmana seseorang menerima hal-hal yang dogmatis dalam agamanya, kepercayaan akan Tuhan, malaikat, setan, surga dan neraka. b. Dimensi feeling: sejauhmana seseorang merasakan dan menghayati kepercayaannya terhadap Tuhan, malaikat, nabi, setan, surga dan neraka. c. Dimensi knowledge: Seberapa jauh seseorang mengenal ajaran-ajaran agamanya dan seberapa jauh aktivitas subjek untuk menambah pengetahuan agamanya. d. Dimensi effect : sejauhmana seseorang kensekuen dengan ajaran agama atau kepercayaan yang dianutnya. e. Dimensi practice: tingkat sejauhmana seseorang melaksanakan ritual kepercayaan atau ibadah dalam agamanya. Sebelum mengakaji pengertian intensitas menonton film religius terlebih dahulu dilihat pengertian dari intensitas dan film religius Pengertian intensitas menurut Kartono dan Gulo(1987) adalah besar atau kekuatan suatu tingkah laku;
jumlah energi fisik yang dibutuhkan untuk merangsang salah satu indera. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar(1988) bahwa intensitas adalah kekuatan suatu sikap dimana pada setiap orang belum tentu sama. Dua orang yang sama - sama mempunyai sikap positif terhadap sesuatu, mungkin tidak sama intensitasnya dalam artian bahwa yang satu bersikap positif akan tetapi yang lain bersikap lebih positif lagi dari pada orang yang pertama. Jadi bisa disebut sebagai derajad kekuatan yang bertingkat tingkat. Menurut Pino dan Wittermans ( 1994) intensitas merupakan kehebatan kegiatan atau kedalaman penghayatan
Sedangkan dalam Random House
Unabridged Dictionary (1997), intensitas atau intensity adalah 1) Kualitas dan kondisi yang sedang dilakukan; 2) Besarnya energi, kekuatan, konsentrasi, semangat, yang digunakan dalam beraktifitas, berfikir atau merasakan. 3) Derajad yang tinggi dari keterikatan emosional atau perasaan yang mendalam Berdasarkan definisi - definisi di atas intensitas adalah. besar atau kekuatan tingkah laku, konsentrasi yang digunakan yang memiliki sifat kuantitatif dan kualitas yang memiliki derajat yang bertingkat tingkat serta kedalaman penghayatan Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1989) “film” dapat dikonotasikan sebagai berikut: a. Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negative (yang akan dibuat potret/ tempat gambar negative yang akan dimainkan di bioskop). b. Lakon (cerita) gambar hidup / karya sastra yang berupa gambar hidup..
Menurut Juli (2002), film adalah fenomena sosial psikologis dan estetika yang komplek, merupakan dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar yang diiringi kata-kata dan musik, sehingga film merupakan produksi yang multidimensional dan kompleks. Film sebagai media komunikasi merupakan suatu kombinasi antara usaha penyampaian pesan melalui gambar yang bergerak, pemanfaatan teknologi kamera, warna dan suara, unsur-unsur tersebut dilatar belakangi oleh suatu cerita yang mengandung suatu pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara kepada khalayak film, sehingga film dapat dikategorikan berdasar isi pesan atau cerita yang disampaikan. Dalam Penelitian ini film religius/agama yang dimaksud merupakan filmfilm religius yang menampilkan cerita yang bertema perselisihan antara kebaikan dan keburukan , serta kemenangan kaum yang berada di jalan kebenaran berdasarkan agama Islam.
Berdasarkan definisi - definisi di atas intensitas menonton film religius adalah. besar atau kekuatan tingkah laku, konsentrasi yang digunakan dalam menonton film yang berisi kisah-kisah nyata perselisihan antara kebaikan dan keburukan yang berdasarkan ajaran agama Islam. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui intensitas menonton film religius terdiri dari tiga aspek yaitu frekuensi, perhatian penuh, serta kedalaman penghayatan. Maraknya tayangan film yang bersifat religius di berbagai stasisun televisi dan melalui peredaran vcd serta dvd diharapkan mampu mengubah dan
meningkatkan sikap dan moral individu. Hampir di setiap tayangan yang bersifat religius tersebut, menampilkan dan memberikan beberapa pesan moral dari ajaran agama pada penontonnya, dan diharapkan para penontonnya dapat mengambil hikmah dan dapat memilah hal-hal yang positif yang dapat berguna bagi hidupnya, dan dalam hal ini, mahasiswa merupakan salah satu objek penonton dari tayangan tersebut. Film-film religius sebagai fungsinya adalah membawa pesan-pesan dalam isi dari cerita dan makna yang mengutamakan kandungan dalam nilai-nilai agama kehidupan pribadi maupun sosial yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini dan pandangan seseorang dan apabila cukup kuat akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu( Khairunnas, 2006 ). Hal ini merupakan internalisasi nilai agama ke dalam diri seseorang dikenal dengan istilah religiusitas ( Dister,1982). Film-film religius sebagai fungsinya adalah membawa pesan-pesan dalam isi dari cerita dan makna yang mengutamakan kandungan dalam nilai-nilai agama yang lebih menggambarkan perilaku-perilaku ajaran agama yang pada umumnya kisah-kisahnya diangkat dari kejadian nyata seperti ketakwaan dan kesabaran serta keyakinan yang kuat sehingga menimbulkan rasa aman dalam kehidupan pribadi maupun sosial yang dapat menjadi cerminan sehingga menyentuh pengalaman-pengalaman internal maupun eksternal dari penoton. Film religius yang pada umumnya diangkat dari kisah nyata dalam adeganadegan di dalamnya terdapat sisi-sisi emosional yang ditunjukkan oleh para pemeran dalam penghayatan kisahnya seperti memohon kepada Tuhan sambil menangis dan kesabaran dalam menghadapi masalah yang dapat menyentuh sisi
emosional para penonton sehingga membawa para penonton dalam kondisi emosional tertentu dan menimbulkan perasaan yang mendalam dan penghayatan dalam segi keagamaan dari penonton yang dapat menggugah kesadaran beragama dan memperkuat keyakinan para penonton. Jadi dapat dikatakan bahwa besar atau kekuatan tingkah laku dalam menonton , konsentrasi yang digunakan dalam menonton film religius yang memiliki sifat kuantitatif dan kualitas yang memiliki derajat yang bertingkat tingkat dari keterikatan emosional atau perasaan yang mendalam serta kedalaman penghayatan (intensitas) dalam menonton film religius dapat mempengaruhi sisi keyakinan dalam beragama. Dimensi keyakinan merupakan jantungnya dari keberagamaan sehingga semakin kuat atau tinggi intensitas menonton film religius dapat dikatakan semakin kuat keyakinan dan pengetahuan serta pemahaman tentang agama, dalam hal ini memperkuat dimensi belief yang menjadi sumber dalam berperilaku khususnya dalam beragama. Dalam aspek frekuensi yang berarti seberapa sering seseorang dalam menonton film religius menunjukkan bahwa semakin sering seseorang menonton film religius yang didalamnya memperlihatkan kekuasaan Allah SWT terhadap hamba-hambanya-Nya baik yang saleh maupun zhalim yang secara nyata terjadi baik dalam masyarakat sekitar maupun masyarakat luas, terutama masyarakat sekitar karena individu mungkin pernah menemukannya dalam kehidupan seharihari (faktor sosial) sehingga dapat mempengaruhi tingkat keyakinan mahasiswa kepada Allah SWT yang dapat berdampak untuk memperbaiki perilaku-perilaku
individu dalam hubunganya dengan Allah SWT dan juga terhadap sesama manusia. Aspek perhatian penuh menunjukkan bahwa mahasiswa mengikuti jalan cerita dari film religius secara menyeluruh sehingga mampu menghayati setiap perilaku yang digambarkan oleh para pemeran film seperti ketika ada adegan cobaan yang dialami sangat berat dan tetap dihadapi dengan ikhtiar dan kesabaran maka terjadi
kondisi emosional tertentu yang terjadi pada penonton seperti
perasaan tidak menerima pada kejadian yang terjadi seperti diketahui pada umumnya film-film religius diangkat dari kisah nyata sehingga penonton dalam hal ini mahasiswa terhanyut dalam film sehingga ingin mengikuti peristiwa dalam film secara menyeluruh dan kesabaran dan ikhtiar yang ditunjukkan dalam film lebih membawa nikmat pada akhirnya sehingga internalisasi nilai-nilai agama (religiusitas) seperti kesabaran dan ikhtiar dapat terhayati
ke dalam diri
mahasiswa yang dapat membawa efek pada mahasiswa untuk mencontoh dalam kehidupan kesehariannya. Kedalaman penghayatan menonton film religius menunjukkan pemahaman dan penghayatan mahasiswa dalam film religius yang dapat membawa mahasiswa lebih memahami dan menghayati makna-makna seperti dari shalat dan puasa sehingga dalam kehidupan kesehariannya tidak hanya sekedar kewajiban tetapi lebih dapat memaknainya, proses kedalaman penghayatan ini dapat terjadi kilasan pada diri
mahasiswa
sendiri mengenai seberapa dalam memahami dan
menghayati dari makna ibadah yang dilakukannya ( pengalaman afektif ) sehingga dapat terjadi perubahan dalam pemahaman ke arah yang lebih tepat dan dapat
meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan ajaran agama yang dianut ( dimensi practice). Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan di atas dapat diasumsikan bahwa ada hubungan antara intensitas menonton film religius dan tingkat religiusitas pada mahasiswa. METODE PENELITIAN
1. Variable tergantung : Tingkat Religiusitas 2. Variable bebas
: Intensitas Menonton Film Religius
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi Universitas Islam Indonesia D.I.Yogyakarta Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Program Studi Psikologi yang berstatus aktif dalam kegiatan perkuliahan.. Metode pengambilan sampel penelitian adalah dengan menggunakan metode incidental
sampling.
Metode
ini
digunakan
karena
kepraktisan
dalam
pengambilan data. Metode pungumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode angket Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mencari hubungan antara intensitas menonton film religius sebagai variabel bebas, dengan tingkat religiusitas sebagai variabel tergantung, maka teknik analisis yang digunakan adalah teknik product moment untuk mengetahui adanya keterhubungan antara dua variabel. Untuk perhitungan selanjutnya menggunakan program statistik SPSS 12.0 for Windows
HASIL PENELITIAN Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa hasil sebaran variabel tingkat religiusitas adalah normal (K-SZ=0,810 atau p > 0,05).
Untuk sebaran skor
variabel intensitas menonton film religius juga menunjukkan normal (K-SZ = 0,731 ; p > 0,05). Hasil uji linearitas terhadap variabel tingkat religiusitas dan intensitas menonton film religius diperoleh F = 15,413 dengan p = 0,001 karena p < 0.05 maka dapat dikatakan bahwa asumsi linearitas variabel tingkat religiusitas dan intensitas menonton film religius terpenuhi. Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi antara variabel intensitas menonton film religius dan tingkat religiusitas sebesar rxy = 0.386 dengan p = 0,001 atau p < 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara intensitas menonton film religius dan tingkat religiusitas. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti diterima.
PEMBAHASAN Tujuan penelitian yang ingin mengetahui apakah intensitas menonton film religius berhubungan dengan tingkat religiusitas pada mahasiswa, mendapat dukungan empirik dalam penelitian ini. Hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan positif antara intensitas menonton film religius berhubungan dengan tingkat religiusitas, terbukti. Hal ini berarti semakin tinggi intensitas mahasiswa dalam menonton film religius, maka semakin tinggi tingkat religiusitas
mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah intensitas menonton film religius, maka semakin rendah tingkat religiusitas pada mahasiswa. Tingginya tingkat religiusitas mahasiswa yang menjadi subjek penelitian terlihat pada Tabel 6. Selain itu, tingginya tingkat religiusitas mahasiswa ditunjukkan oleh sebanyak 81% subjek penelitian menyatakan sangat setuju pada pernyataan,”Saya merasa Allah SWT selalu bersama kita,”, 79,4% subjek penelitian menyatakan sangat setuju pada pernyataan “ Saya sering merasa bahwa apa yang saya lakukan dilihat oleh Allah SWT “. Hal ini juga bisa dimungkinkan karena Universitas Islam Indonesia mengutamakan ciri keislaman dalam berperilaku dan mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat agama bagi seluruh mahasiswa seperti diantaranya LKID, ONDI dan BTAQ. Selain itu, tingginya intensitas menonton film religius ditunjukkan oleh sebanyak 33% subjek penelitian menyatakan sangat setuju pada pernyataan “ Dengan seringnya saya menonton film religius, saya menyadari betapa besar kekuasaan Allah SWT “, 44,4% subjek penelitian menyatakan sangat tidak setuju pada pernyataan “ Saya merasa biasa saja jika membayangkan kekuatan Allah SWT yang diceritakan pada film religius”. Hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ada hubungan antara intensitas menonton film religius dengan tingkat religiusitas pada mahasiswa. Dalam penelitian hubungan antara religiusitas dan motif berprestasi (uyun,1998) menyatakan bahwa pengetahuan yang tinggi tidak selalu berpengaruh terhadap perilaku religius sedangkan dimensi feeling yang menunjukkan perasaan-perasaan yang dekat dengan Allah dan
dengan keberagamaan beserta pengalaman
religiusnya lebih memberikan pengaruh terhadap perilaku religius. Film religius yang pada umumnya diangkat dari kisah nyata dalam peristiwa-peristiwa yang mengangkat pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan lebih dapat dihayati dan berpengaruh terhadap perilaku religius tergantung dari kekuatan sikap ( intensitas) mahasiswa dalam menonton film religius. Oleh karenanya, penelitian ini tidak menggunakan aspek pengetahuan dalam alat ukur tingkat religiusitas. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ada hubungan yang positif antara intensitas menonton film religius dengan tingkat religiusitas pada mahasiswa memperkuat penelitian yang dilakukan Wimbarti (1994) dengan simulasi komputernya meneliti pengaruh menonton tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku agresif anak, ditemukan bahwa film/tayangan kekerasan memberikan pengaruh yang berbeda-beda, tergantung pada usia anak, frekuensi menonton dan kehadiran orang dewasa saat menonton Dua penelitian ini memperlihatkan bahwa intensitas menonton film memiliki hubungan yang positif pada anak dan mahasiswa , Rakhmat (2001) menyatakan bahwa kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan
untuk
mengajarkan
nilai-nilai luhur, kejujuran, altruisme,
patriotisme, ketaqwaan dan hal-hal lainnya sehingga dalam perkembangannya bukan tidak mungkin perilaku religius atau perilaku yang berlandaskan nilainilai keagamaan tetap terjaga yang dapat menyebabkan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat Indonesia dengan melihat bahwa adanya hubungan yang positif anatara intensitas menonton film religius dengan tingkat religiusitas pada mahasiswa.
Aspek frekuensi yang berarti seberapa sering seseorang dalam menonton film religius menunjukkan bahwa semakin sering seseorang menonton film religius yang didalamnya memperlihatkan kekuasaan Allah SWT terhadap hambahambanya-Nya baik yang saleh maupun zhalim yang secara nyata terjadi baik dalam masyarakat sekitar maupun masyarakat luas, terutama masyarakat sekitar karena individu mungkin pernah menemukannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mempengaruhi tingkat keyakinan mahasiswa kepada Allah SWT , Jamaludin ( 1995 ), menyatakan bahwa religiusitas seseorang ialah tingkah laku manusia yang sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan kepada kegaiban/ alam gaib yaitu kenyataan supra empiris,
yang dapat berdampak untuk memperbaiki
perilaku-perilaku individu dalam hubunganya dengan Allah SWT dan juga terhadap sesama manusia. “ Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya” ( QS An’ Nazi’at: 40). Aspek perhatian penuh menunjukkan bahwa mahasiswa mengikuti jalan cerita dari film religius secara menyeluruh sehingga mampu menghayati setiap perilaku yang di gambarkan oleh para pemeran film seperti ketika ada adegan cobaan yang dialami sangat berat dan tetap dihadapi dengan ikhtiar dan kesabaran maka terjadi
kondisi emosional tertentu yang terjadi pada penonton seperti
perasaan tidak menerima pada kejadian yang terjadi, dalam Random House Unabridged Dictionary (1997) derajat yang tinggi dari keterikatan emosional atau perasaan yang mendalam merupakan intensitas , seperti diketahui pada umumnya film-film religius diangkat dari kisah nyata sehingga penonton dalam hal ini
mahasiswa sebagai objek film dapat terhanyut atau lebih konsentrasi dan merasakan dalam film sehingga ingin mengikuti peristiwa dalam film secara menyeluruh, kesabaran dan ikhtiar yang ditunjukkan dalam film lebih membawa nikmat pada akhirnya sehingga internalisasi nilai-nilai agama (Dister,1982) seperti kesabaran dan ikhtiar dapat terhayati kedalam diri mahasiswa yang dapat membawa
efek
pada
mahasiswa
untuk
mencontoh
dalam
kehidupan
kesehariannya sehingga dapat memperkuat dimensi effect pada mahasiswa dalam religiusitas. Kedalaman penghayatan menonton film religius menunjukkan pemahaman dan penghayatan mahasiswa dalam film religius yang dapat membawa mahasiswa lebih memahami dan menghayati makna-makna seperti dari shalat dan puasa sehingga dalam kehidupan kesehariannya tidak hanya sekedar kewajiban tetapi lebih dapat memaknainya, dalam proses kedalaman penghayatan ini dapat terjadi kilasan pada diri mahasiswa sendiri mengenai seberapa dalam memahami dan menghayati dari makna ibadah yang dilakukannya sehingga dapat terjadi perubahan dalam pemahaman ke arah yang lebih tepat dan dapat meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan ajaran agama yang dianut ( dimensi ritualistik). Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif antara intensitas menonton film religius dengan tingkat religiusitas sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi intensitas menonton film religius maka semakin tinggi tingkat religiusitas mahasiswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa intensitas menonton film religius memiliki hubungan positif dengan tingkat religiusitas pada mahasiswa. Dengan hasil analisis data yang diperoleh nilai rxy = 0,386 dengan p = 0.001 atau p < 0.05, jadi hipotesis penelitian ini diterima. Saran Penelitian ini tentunya masih terdapat beberapa kekurangan sehingga peneliti merasa perlu adanya saran-saran membangun yang ditujukan pada penelitian selanjutnya. Perlu diperhatikan juga dalam
penentuan batasan film religius
sehingga penentuan film religius yang dimaksud dalam pernyataan pada alat ukur dapat memberikan persepsi yang sama pada subjek penelitian. Pengambilan data hendaknya peneliti menggunakan metode kualitatif yaitu wawancara sehingga lebih mengeksplor kondisi keadaan jiwa seseorang mengenai keberagamaan subjek. Melihat bahwa adanya hubungan yang positif antara intensitas menonton film religius dengan tingkat religiusitas pada mahasiswa maka sebaiknya mahasiswa lebih sering menonton film religius. .
Daftar Pustaka
Ancok, Dj dan Nashori, F.1995. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaska Pelajar Azwar, S. 1988. Sikap manusia : teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Liberty Azwar,s.1998. Metode Penelitian.edisi ke 3.Yogyakarta:Pustaka Pelopor Badarida, H. Astuti YD. 2000. Religiusitas dan Penerimaan Diri Pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Psikologi Data kasus :www. Detiknet.com Data kasus : www.minggu pagi online.com Data kasus: Koran. Kedaulatan Rakyat, 16 Januari 2007 Diana, R. 1999. Hubungan antara Religiusitas dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah Umum. Jurnal Psikologi
Khairunnas. 2006. Hubungan Intensitas Menonton Tayangan Religius dengan Kontrol Diri Pada Remaja. Skripsi : Program Sarjana UII Khodijah, N. 2002. Pengaruh Tayangan Film Religius Terhadap Tingkat Religiusitas Anak. ( Skripsi : Program Pasca Sarjana UGM ). Kurniawan, I.N. 1997. Kecenderungan Berperilaku Delinkuen Pada Remaja Ditinjau Dari Orientasi Religius Dana Jenis Kelamin. Skripsi: Fakultas Psikologi UGM Nashori, F. 2002. Agenda Psikologi Islami. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Nashori, F. 2006. Hubungan Antara Kualitas dan Intensitas Dzikir dengan Kelapangdadaan Mahasiswa. Jurnal Millah Magister Studi Islam, Universitas Islam Indonesia. (MSI-UII.– 28/1/2006) Random House Unabridged dictionary, copyright 1997, by Random House, Inc., on Infoplease. Intensiometer (http : // www.infoplease.com/dictionary/intensitas.) Robinson, J.P and Shaver, R,P. 1973 . Measures of social Psychological Attitudes. Survey Research Center Institude for Social Research Thouless, F. 1992. Pengantar Psikologi dan agama: Rajawali.: Jakarta 44 Uyun, Q.1998. Religiusitas dan motif berprestasi mahasiswa. Jurnal Psikologika Widjanarko, M. 1996. Hubungan Sikap Religius dengan Rasa Bersalah pada Remaja Akhir yang Beragama Islam. Jurnal Psikologi