1
NASKAH PUBLIKASI Hubungan Antara Dorongan Mencari Sensasi (Sensation Seeking) dengan Kenakalan pada Remaja (Juvenile Delinkuen)
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama (Bapak Thobagus Muh Nu’man, S.Psi)
2
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN
...................................................................
ii
.............................................................................................
iii
..................................................................................................
iv
PENGANTAR .....................................................................................
1
DAFTAR ISI INTISARI A.
A. B.
C.
D.
Latar Belakang Masalah ......................................................
1
TINJAUN PUSTAKA .......................................................................
7
1.
Kenakalan Remaja ................................................................
7
2.
Dorongan Mencari Sensasi ..................................................
9
METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 11 1.
Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian ............................... 11
2.
Subyek Penelitian ................................................................. 12
3.
Metode Pengumpulan Data .................................................. 12
4.
Metode Analisis Data ..........................................................
13
HASIL PENELITIAN ........................................................................ 13 1.
Uji Asumsi .........................................................................
13
a. Uji Normalitas ................................................................. 13 b. Uji Linieritas .................................................................... 2.
14
Uji Hipotesis ........................................................................... 14
3
3. Analisis Tambahan ................................................................. 15 E.
PEMBAHASAN ................................................................................. 15
F.
KESIMPULAN ................................................................................... 19
G.
SARAN ................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20
4
Hubungan Antara Dorongan Mencari Sensasi (Sensation Seeking) dengan Kenakalan pada Remaja (Juvenile Delinkuen) Rizkia Delly Thobagus Muh Nu’man, S.Psi,
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara dorongan mencari sensasi (sensation seeking) dengan kenakalan pada remaja (juvenile delinkuen). Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara dorongan mencari sensasi (sensation seeking) dengan kenakalan pada remaja (Juvenile Delinkuen). Semakin tinggi dorongan mencari sensasi seseorang maka kenakalannya semakin tinggi dan semakin rendah sensation seeking seseorang maka kenakalanya juga rendah Subyek dalam penelitian ini adalah pelajar SMU yang berjenis kelamin perempuan dan lakilaki yang berusia 14 tahun sampai dengan 18 tahun. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil modifikasi skala sensation seeking dari Zuckerman (1979) yang berjumlah 24 aitem, mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Zuckerman (dalam Rachmahana, 2002) dan skala kenakalan yang mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh dan Jensen (dalam Sarwono, 2002 ) yang berjumlah 38 aitem. Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji korelasi product moment dari Spearman. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r = 0,812 ; dan p =0,000 ( p < 0,01 ) . Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang sangat signifikan antara dorongan mencari sensasi dengan kenakalan pada remaja, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima. Sedangkan sumbangan efektif yang diberikan variabel dorongan mencari sensasi terhadap variabel kenakalan pada remaja sebesar 85,8% % yang berarti masih ada 14,2 % faktor lain yang mempengaruhi tingkat kenakalan pada remaja. Kata Kunci : Sensation Seeking, Juvenile Delinkuen.
5
A. PENGANTAR
1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa baik secara psikologis maupun fisik. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada remaja adalah merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Sementara perubahanperubahan psikologis muncul antara lain karena adanya perubahan-perubahan fisik pada diri remaja. Sarwono (1988). Fase remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17), dan remaja akhir berusia (17-20). Kapla & Sadock (dalam Indra. J, Haniman. F dan Moeljohardjono. H 2000) Saat jaman berubah dengan cepat dan remaja tidak bisa menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik maka akan menyebabkan remaja sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, akan cenderung berperilaku asosial ataupun anti sosial. Bahkan lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindak kriminal dan tindak kekerasan. (Mu’tadin,2002) Kasus narkoba yang berhasil diungkap jajaran Polda Jateng meningkat dalam empat tahun terakhir. Pada periode 2004 – 2007, kasus narkoba di Jateng -rata-rata mengalami kenaikan 16,82% tiap tahun. Jumlah tersangka rata-rata naik 2,45%. Kenaikan ini disebabkan oleh tingkat kerawanan sosial yang tinggi di Jateng. Di provinsi berpenduduk 32,4 juta jiwa ini, setidaknya 6,54% penduduknya berstatus
6
pengangguran.Angka putus sekolah juga tinggi, yakni SD 0,75%,SMP 1,24%,dan SMA 0,94%. ”Kondisi ini cenderung meningkatkan kenakalan remaja, mulai dari tawuran, tindak kriminal, narkoba, dan pekerja seks anak. (SINDO, 30 agustus 2007) Dari kasus diatas memperlihatkan bahwa dari tahun ketahun perilaku menyimpang atau delinkuen pada remaja mengalami peningkatan dan banyak dari para remaja tidak lagi hanya berperilaku delinkuen tapi sudah mengarah pada suatu tindak-tinadakan yang anarkis, tindakan ini tidak hanya merugikan bagi remaja yang mengalaminya tetapi juga bagi masyarakat. Ada banyak faktor yang penyebabkan remaja berperilaku delinkuen. Menurut Kartono (2005) delinkuen terjadi karena remaja gagal dalam mengontrol dorongandorongan instinktifnya, dan menyalurkan dorongan-dorongan primitifnya lewat perbuatan delinkuen yang dianggap memiliki nilai lebih. Jika seorang remaja melakukan suatu tindakan kejahatan yang mencolok dan mendapat reaksi sosial yang hebat dari lingkunganya maka remaja akan semakin mengintensifkan perbuatannya sebagai cara pembelaan diri dan merasa mendapat perhatian dari orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Lynam ( dalam Steinhauer, Raine A, Loeber R, Stouthhamer M, 2003) bahwa Status ekonomi mempengaruhi perilaku delinkuen, individu yang berada dalam lingkungan kecil dengan statu ekonomi yang serba terbatas akan lebih mungkin mengekspresikan dorongan mencari sensasi dalam tindakan anti sosial dibandingkan prososial seperti perilaku delinkuen. Dari hal diatas dapat memperlihatkan bahwa remaja berperilaku delinkuen sebagai cara untuk mengekspresikan dorongan mencari sensasinya, seperti keinginan
7
untuk mencoba-coba mencari pengalaman baru yang menggairahkan, dan melakukan eksperimen yang merangsang jiwa mereka dan adanya status ekonomi yang rendah, adanya ketidakmampuan remaja mengelola masalah yang membuat remaja berperilaku delinkuen. B. TINJAUN PUSTAKA 1. Kenakalan Remaja Menurut Sudarsono, (2004) kenakalan remaja adalah perbuatan atau pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila, dan menyalahi norma-norma agama. Sedangkan menurut Moedikdo (dalam Asriyati 2003) bahwa kenakalan remaja adalah semua perbuatan penyelewengan dari norma-norma tertentu yang dapat menimbulkan keonaran dalam masyarakat dan melanggar norma hukum dan norma sosial yang ada. Dan menurut Sarwono (1994) delinkuensi atau kenakalan remaja yaitu suatu perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana dan dilakukan oleh orang yang belum dewasa. Seorang remaja berperilaku delinkuen menurut Kartono (2005) karena dimotivasi oleh keinginan untuk mendapat perhatian, status sosial dan keinginan mendapatkan penghargaan dari lingkungan masyarakat, remaja tersebut tidak memiliki kesadaran sosial dan kesadaran moral, tidak ada pembentukan ego dan super ego dalam dirinya. Mental dan kemaunnya menjadi lemah hingga impulsimpuls, dorongan-dorongan dan emosinya tidak terkendali lagi. Tingkah lakunya jadi liar, berlebih-lebihan, fungsi-fungsi psikisnya tidak bisa diintegrasikan, hingga
8
kepribadiannya menjadi khaotis dan menjurus pada psikotis sehingga remaja akan mudah terlibat dalam kenakalan remaja. (Kartono,2005) Remaja delinkuen biasanya membuat suatu gang tersendiri untuk mencari kompensasi bagi segala kekurang pada dirinya, mereka merasa masyarakat luas dan keluarga menolak dan memusihi dirinya, juga menghambat mereka untuk menjadi dirinya dan bertingkah laku sesuai dengan keinginannya. Hal ini yang membuat remaja sering merasa bingung, frustasi dan mengalami kebingungan dan kemudian mereka saling bersimpati dan membentuk suatu gang yang bertujuan untuk mencari pengalaman baru yang menggairahkan dan melakukan eksperimen yang merangsang jiwa mereka. Dari permainan yang tadinya netral atau biasa-biasa saja dan menyenangkan hati, lama-kelamaan perbuatan mereka semakin liar dan tidak terkendali, dan diluar kontrol orang dewasa dan berubah menjadi tindak kekerasan dan kejahatan. a. Aspek-Aspek kenakalan remaja mencakup 1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik seperti perkelahian, perkosaan, perampok, pembunuhan. 2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi seperti mencuri, merusak, mencopet, memeras. 3. Kenakalan yang merugikan dirinya dan orang lain seperti pelacuran, penyalahgunaan obat terlarang, kebut-kebutan dijalan raya. 4. Kenakalan yang melawan status seperti membolos, membantah orang tua, kabur dari rumah
9
3. Sensation Seeking Dorongan mencari sensasi atau sensation seeking menurut Zuckerman (dalam Rachmana, 2002) adalah sebuah sifat (trait) yang ditandai oleh kebutuhan berbagai macam sensasi dan pengalaman-pengalaman yang baru, luar biasa dan kompleks, serta kesediaan untuk mengambil resiko, baik fisik, sosial, hukum maupun finansial, untuk memperoleh suatu pengalaman seperti melakukan kebut-kebutan di jalan, mencopet, mabuk-mabukan, pemerasan, tawuran pelajar dan lain sebagainya. Sedangkan Menurut Cahandra, Khrisna, Benegal dan Ramakrisna (2003) dorongan mencari sensasi adalah suatu kecenderungan individu untuk mencari pengalaman baru, meningkatkan kegairahan dan mencari rangsangan yang optimal. Menurut Gatzke-Kopp, L.M., Raine, A., Loeber, R., Stouthamer-Loeber, M., Steinhauer, S.R (2002) berpendapat bahwa individu pencarian sensasi sering bertujuan untuk mendapatkan kegairahan dan meningkatkan rangsangan yang optimal dan akan cenderung mencari stimulus baru dan luar biasa, mungkin saja berbahaya bagi orang lain dan yang akan menimbulkan kecemasan dan perasaan tidak menyenangkan. Dalam penelitiannya juga mereka mengatakan bahwa seseorang berperilaku delinkuen
karena dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti status
ekonomi, IQ, dan impulsivitas. Kebutuhan akan taraf arousal yang optimal ini akan selalu mempengaruhi kinerja seseorang individu dalam berbagai situasi yang dihadapi, seorang individu akan tetap melakukan berbagai hal untuk mendapatkan stimulus dan situasi baru yang
10
didasari oleh dorongan utama walaupun saat itu kebutuhan biologis telah terpenuhi.. (Franken 1982) Menurut Rachmana (2002) teori arousal atau tentang motivasi bahwa dalam berperilaku individu selalu berusaha mempertahankan tingkat arousal yang dimiliki agar setaraf dengan tingkat arousal yang ideal. Individu akan merasa tidak nyaman ketika pada tingkat arousalnya terlalu rendah ( pada saat seseorang mengantuk atau merasa bosan) atau terlalu tinggi (ketika muncul rasa takut, cemas atau rasa panik yang kuat) a. Aspek-aspek Sensation Seeking Aspek perlaku sensation seeking berdasarkan konsep Zukerman (dalam Rachmana, 2000) komponen-komponen yang terdapat pada sensation seeking yaitu : 1. Pencarian Gairah dan Petualangan (thrill and adventure seeking) Yaitu keinginan untuk terlibat dalam aktivitas fisik, beresiko tinggi dan mengandung unsur petualangan, yang mengandung aspek kecepatan (speed) bahaya (danger) serta sesuatu yang baru dan luar biasa (novelty) seperti misalnya olah raga resiko tinggi atau aktivitas lain yang berkaitan dengan aspek penyimpangan 2. Pencarian Pengalaman baru ( experience seeking) Yaitu kecenderungan untuk melakukan aktivitas tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman baru melalui pikiran dan sensasi, dengan cara bepergian melalui aktivitas seni atau musik atau aktivitas yang menolak kebiasaan umum, kejutan (surprise) dan individu terdorong untuk
11
mengeksploitasi stimulus-stimulus yang mengandung sejumlah informasi baru misalnya bergabung dengan kelompok homoseksual atau komunitas seniman 3. Perilaku tanpa ikatan ( disinhibition) Yaitu sesuatu yang dilakukan karena individu mengetahui bahwa perilaku tersebut menyimpang dari kebiasaan umum atau tidak disetujui oleh teman, lingkungan mereka. Perilaku ini biasanya tanpa aktivitas sosial yang bebas (tanpa ikatan) seperti mabuk bersama secara berlebih, berganti-ganti pasangan intim atau berpesta diluar batas. 4. Mudah merasa bosan ( beredom susceptibility). Yaitu penolakan terhadap hal-hal yang bersifat rutin, berulang, mudah ditebak atau penolakan terhadap orang-orang yang dianggap membosankan. Pada saat seseorang individu merasa bosan, maka individu mencari cara untuk membuat mereka merasa tertarik atau segera mencari aktivitas-aktivitas baru penambahan stimulasi ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kegembiraan dan kepuasan..
C. METODELOGI PENELITIAN 1. Identifikasi Vriabel-Variabel Penelitian a. Variabel tergantung
: Kenakalan Remaja (Juvenile Delinkuen)
b. Variabel bebas
: Dorongan Mencari Sensai (Sensation Seeking)
12
2. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi Siswa SMU Muhammadiyah 2 Pemalang dengan ciri-ciri berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang berusia antara 14-18 tahun. 3. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan dua macam data yang dikumpulkan dari subyek, yaitu data tentang Sensation Seeking dan data tentang Kenakalan Remaja. Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala sebagai instrument pengumpulan data. Terdapat dua skala yang akan digunakan dalam penelitian yaitu skala Mencari Sensation Seeking dan skala Kenakalan Remaja. 1. Sensation Seeking Alat ukur untuk mengungkap dorongan mencari sensasi (Sensation Seeking) modifikasi dari Zuckerman(1979). Alat ukur ini terdiri dari 40 aitem yang mengungkap aspek-aspek pencarian gairah dan petualangan, pencarian pengalaman, perilaku tanpa ikatan dan mudah merasa bosan. Apabila hasil skor skala tinggi, maka sensation seekingnya tinggi. 2. Kenakalan Remaja Alat ukur yang akan digunakan untuk mengungkap perilaku Kenakalan Remaja adalah skala berperilaku Kenakalan Remaja. Alat ukur tersebut berupa angket yang disusun berdasarkan aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku Delinkuen dari Jensen (dalam Sarwono, 2002) yang terdiri dari 40 aitem. Adapun aspek-aspek tersebut adalah delinkuensi yang menimbulkan korban fisik, delinkuensi yang
13
menimbulkan korban materi, delinkuensi yang merugikan dirinya dan orang lain, delinkuensi yang melawan status. 3. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis statistik yang digunakan secara kuantitatif. Penguji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji bivariate correlation dengan teknik korelasi dari Spearman yang terdapat pada program statistic SPSS 12 for windows XP.
D. HASIL PENELITIAN 1. Uji Asumsi Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dan uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukan pengetesan nilai korelasi, dengan maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik
(Hadi,
1996). a. Uji Normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sebaran dari skor jawaban subyek normal atau tidak dengan menggunakan teknik one-sample KolmogorofSmirnov Test dari program SPSS 12.0 for windows untuk skala Sensation Seeking diperoleh K-SZ = 1,667dengan p = 0,029 karena nilai p<0,05 berarti skala tersebut tidak normal. Sementara itu skala Delinkuen K-SZ = 1,456 ; p = 0.008 karena nilai
14
p<0,05 maka skala tersebut tidak normal. Dari hasil uji normalitas menunjukkan bahwa skala Sensation seeking dan Delinkuen tidak normal b. Uji Linieritas. Dari hasil uji linieritas skala Sensation Seeking terhadap skala Delinkuen dengan program SPSS 12.0 for windows diperoleh hasil F = 468,586 dengan p=0,00. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara Sensation seeking dengan Delinkuen bersifat linier. 2. Uji Hipotesis. Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, dimana sebaran skor variabel Senasation Seeking dan Delinkuen adalah tidak normal, dan uji linieritas adalah linier, karena uji normalitasnya tidak normal maka pengujian hipotesis menggunakan korelasi Speraman. Dengan menggunakan uji korelasi dari Spearman yang terdapat pada program SPSS 12.0 for windows dengan menggunakan teknik bivariate correlation, diperoleh hasil bahwa besarnya koefisien korelasi sebesar r = 0,812 ; dan p =0,000. Karena nilai r-nya positif maka korelasi antara Sensation Seeking dengan Delinkuen adalah positif dan nilai p<0,05 maka korelasi keduanya dikatakan signifikan. Hal ini berarti ada hubungan yang signifikan antara Sensation seeking dengan Delinkuen, dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Pada oefisien determinasi ( R squared ) Sensation Seeking terhadap Delinkuen sebesar 0,858 sehingga sumbangan efektif yang dapat diberikan variabel Sensation
15
seeking terhadap variabel Delinkuen adalah 85,8 % sedangkan 14,2% sumbangan lainnya. 3. Analisis Tambahan Peneliti juga melakukan analasis regresi untuk melihat aspek yang paling menonjol dalam variabel dorongan mencari sensasi yang mempengaruhi perilaku kenakalan remaja dan dari hasil tersebut menunjukkan bahwa aspek yang paling menonjol adalah aspek perilaku tanpa ikatan yaitu 76,9%, kemudian mencari pengalaman baru sebesar 2,1% dan pencari petualangan sebesar 6,4%.. Selain menggunakan analisiss regresi, dalam penelitian ini juga melakukan analisi tambahan dengan menggunakan Anakova dengan cara mengontrol sensation seeking untuk melihat perbedaan delinkuen dilihat dari jenis kelamin, dari hasil tersebut diperoleh nilai F = 501,347 (p=0.000) menunjukkan bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam berperilaku delinkuen.
E. PEMBAHASAN Tujuan diadakan penelitian ini adalah ingin mengetahui secara empirik hubungan antara Sensation Seeking dengan Delinkuen. Berdasarkan hasil dari uji hipotesis yang telah dilakukan, didapatkan bahwa terdapat korelasi atau hubungan positif yang signifikan antara Dorongan Mencari Sensasi (Sensation Seeking) dengan Kenakalan Remaja yang berarti bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Artinya semakin tinggi tingkat Sensation seeking pada seseorang maka
16
perilaku Delinkuen juga tinggi sedangakan semakin rendah Sensation seekingnya maka perilaku Delinkuennya juga semakin rendah. Hubungan antara kedua variabel ini menunjukkan bahwa Sensation seeking dapat memicu timbulnya perilaku Delinkuen pada remaja. Subyek dalam penelitian ini mempunyai Sensation seeking yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil ratarata empiriknya yaitu 38,4 < X = 52,8 (kategori rendah) sebanyak 33 orang (44%). Demikian juga pada perilaku Delinkuen yang memiliki rata-rata empirik sebesar 60,8 < X = 83,6 (kategori rendah) sebanyak 37 orang (51,39%), yang berarti subyek penelitian memiliki perilaku Delinkuen yang rendah juga. Dari hasil penelitian juga dapat terlihat sumbangan efektif yang diberikan variabel Sensation Seeking terhadap variabel Delinkuen yang sangat besar yaitu 85,8 % sedangkan sumbangan lain tersisa 14,2 % merupakan sumbangan faktor lain yang dapat menjadi pemicu munculnya Delinkuen pada remaja yaitu faktor keluarga, lingkungan, sekolah, status ekonomi. Hal Ini berarti menunjukkan bahwa perilaku Delinkuen sangat dipengaruhi oleh tingkat Sensation Seeking seseorang. Menurut penelitian Chandra PS, Krisna V, AS, Bengal V & Ramakrisna (2003) yang menyatakan bahwa dorongan sensasi (Sensation seeking) yang tinggi pada seseorang akan membuat seseorang mudah terlibat dengan pemakain dan penyalahgunaan obat-abatan terlarang, judi dan minum-minuman keras (Delinkuen). Seseorang jika memiliki dorongan sensasi tinggi (Sensation Seeking) tinggi akan berani mengambil resiko baik fisik, sosial, hukum maupun finansial sebagai suatu harga yang harus dibayar atau ditebus jika mereka ingin memperoleh reward dari
17
suatu pengalaman tertentu salah satunya caranya adalah dengan berperilaku Delinkuen . (Zuckerman 1994). Remaja Delinkuen akan cenderung berani melanggar aturan sosial dan mengembanggakan bentuk-bentuk perilaku menyimpang untuk mendapat perhatian dan penghargaan lingkungan masyarakat. (Kartono,1998). Hal ini karena adanya ketidakpuasan pada diri remaja terhadap apa yang dimiliki dan rasa bosan yang melanda diri remaja dan tekanan yang melanda remaja sehingga mereka sering menentang aturan-aturan yang resmi yang ada pada masyarakat atau norma-norma yang ada untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan dengan berani mengambil resiko untuk membuktikan pada masyarakat bahwa dirinya patut untuk dihargai. (Alit,1994). Dari analisis tambahan dengan analisi regresi yang telah dilakukan jika dilihat dari aspek yang terdapat pada alat ukur dorongan mencari sensasi yaitu pencarian gairah dan petualangan, pencarian pengalaman baru, perilaku tanpa ikatan dan mudah merasa bosan. Sesuai data yang diperoleh dan telah dianalisis, dari keempat aspek tersebut berdasarkan hasil alat ukur yang telah dibagikan pada subyek diperoleh hasil bahwa aspek perilaku tanpa ikatan memiliki nilai yang tertinggi yaitu sebesar 76,9% hal ini dapat memperlihatkan bahwa individu yang mempunyai perilaku tanpa ikatan akan akan mempengaruhi seseorang berperilaku kenakalan remaja sesuai dengan pendapat Zuckerman (1994) Seseorang pencari sensasi memiliki sifat terbuka, tidak konvensional dan tidak suka tergantung dengan oranng lain. Individu pencari sensasi sering melakukan sesuatu yang mereka tahu tidak disetujui oleh teman-teman mereka.
18
Mereka bahkan sering melanggar komitmen jika menemukan sesuatu yang lebih menarik untuk dilakukan. Kecenderungan untuk tidak membiarkan orang lain mencampuri atau mempengaruhi keinginannya seringkali perilakunya menimbulkan konflik sehingga menyebabkannya mudah terlibat dalam perilaku kenakalan remaja. Analisis tambahan dengan menggunakan Anakova untuk mengetahui perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam kenakalan remaja dari hasil anakova tidak ada perbedaan perilaku delinkuen antara laki-laki dan perempuan, dan ketika dilakukan kontrol terhadap dorongan mencari sensasi (sensation seeking) diperoleh hasil F = 501,347 (p=0.000) hal ini berarti menunjukkan bahwa ketika dilakukan kontrol terhadap dorongan mencari sensasi (sensation seeking) menunjukkan ada perbedan antara laki-laki dan perempuan dalam kenakalan remaja. Sesuai dengan pendapat Durkin (1995) menyatakan hal yanng sama bahwa perempuan banyak yang menghindari perilaku delinkuen, hal ini karena perempuan diharapkan oleh masyarakat lebih berperilaku sosial. Sementara pada anak laki-laki lebih cenderung mudah terlibat dalam berperilaku delinkuen karena perilaku itu wajar jika dilakukan oleh laki-laki. Hal ini juga terlihat bahwa individu delinkuen memilki karakteristik kuat, keras, tangguh, berani yang merupakan stereotip peran jenis maskulin.
19
F. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara sensation seeking dengan perilaku delinkuen. Semakin tinggi sensation seseorang maka semakin tinggi pula perilaku delinkuennya, dan sebaliknya jika sensation seeking seseorang rendah maka perilaku delinkuennya juga rendah. G. SARAN Berkaitan dengan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut : 1. Bagi Sekolah. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa sensation seeking memberikan pengaruh terhadap perilaku delinkuen pada remaja, maka untuk mencegah terjadinya kenakalan (delinkuen) pada siswa-siswi sebaiknya sekolah atau guru menciptakan kondisi atau suasana sekolah yang menyenangkan sehingga siswa tidak merasa bosan jika berada disekolah.. 2. Bagi peneliti selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya akan lebih baik jika dalam penelitian selanjutnya mengunakan aitem-aitem yang familiar yang mudah dikenal oleh banyak orang dan sesuai dengan kebiasaan dan kebudayaan kita.
20
Daftar Pustaka Alit, I.G.K. 1994. Perilaku Remaja dan Permasalahannya berikut Hukum Pidana bagi Remaja. Jakarta: Yayasan Penerus Nilai-Nilai Luhur Perjuangan 1945. Asfriyati, SKM. 2003. Pengaruh Keluarga Terhadap Kenakalan Anak . Sumatra Utara. USU digital library Azwar, S. 2003. Validitas dan Reliabilitas. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Chandra, P.S., Krishna, V.A.S., Benegal, V., Ramakrisna, J.2003. High-Risk Sexual Behavior and Sensation seeking among Heavy Alcohol Users. Department Of Psychiatry & Health Education, National Institute of Mental Health & Neuroscience (NIMHANS). Bengalore. India. Durkin, K. 1995. Developmental Social Psychology : Fom Infancy to Old Age. Massachusetts : Blackwell Publisher, Inc.
Fadillah, Haris. 2005. Kota Pelajar Yogyakarta dan Jakarta. Majalah Mingguan Gemari. Franken, R.E 1982. Human Motivation. California: Brooks Cole Publishing Company. Gatzke-kopp, M.L, Raine,A., Loeber, R., Stouthamer-Louber, M., Steinhauer, R.S. 2002. Serious Delinquent Behavior, Sensation seeking, and Elektrodermal Arousal. Journal of Abnormal Child Psychology, 30, 5, 477-486. Hurlock. 2003. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Indra, J., Haniman, F., Moeljohardjono, H. 2000. Perbedaan Konsep dan Perilaku Kenakalan Remaja Antara Pelajar Dari SMU/K (SLTA) yang Mendapat Peringkat Tinggi Dengan SMU/K Yang Mendapatkan Peringkat Rendah di Kotamadya Surabaya. Anima, Indonesia Psychological Journal 15/III. Kartono. 2005. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Monk, F.J., Knoers, A.M.P dan Haditono, S.R.1995. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada Universiti Press
21
Mu’tadin, Zainudin. Msi. SPsi. 2002. Mengembangkan Ketrampilan Sosial pada Remaja. www.e-psikologi.com. Rachmahana, S. R. 2002. Dorongan Mencari Sensasi Dan Perilaku Pengambilan Resiko Pada Mahasiswa. Psikologika 14/V11. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Sarwono, S.W. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Schultz, D. & Ellen, S 1994. Theories of Personality. California: Brooks/Cole Setiawan, Roni. 2005. Kata Akhir Fraksi Terhadap Raperda Tentang Satpol PP. http://pks-majalengka.or.id.. Sobur,A. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia Zuckerman, M. 1994. Behavioral Expressions and Biosocial Bases of Sensation seeking. New York: Cambridge University Press.