NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KELUARGA HARMONIS DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS XI SMU AL ISLAM I SURAKARTA
Oleh : SYARIFAH IRMAWATI IRWAN NURYANA KURNIAWAN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KELUARGA HARMONIS DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS XI SMU AL ISLAM I SURAKARTA
Telah Disetujui Pada Tanggal
________________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Irwan Nuryana K, SPsi.,M.Si )
HUBUNGAN ANTARA KELUARGA HARMONIS DENGAN KECENDERUNGAN KENAKALAN REMAJA PADA SISWA KELAS XI SMU AL ISLAM I SURAKARTA
Syarifah Irmawati Irwan Nuryana K, S.Psi.,M.Si
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara keluarga harmonis terhadap kecenderungan kenakalan pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara keluarga harmonis dengan kecenderungan kenakalan remaja. Semakin tinggi tingkat keharmonisan keluarga maka semakin rendah kecenderungan kenakalan remaja. Namun apabila semakin rendah tingkat keharmonisan keluarga maka resiko anak untuk melakukan tindakan yang menjurus pada kenakalan remaja akan semakin tinggi. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja dengan karakteristik yaitu siswa kelas XI SMU Al Islam I Surakarta tahun ajaran 2007/2008, berusia antara 16-17 tahun, laki-laki dan perempuan. Jumlah keseluruhan siswa yang dijadikan subjek adalah penelitian sebanyak 100 siswa. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kenakalan remaja yang disusun sendiri oleh peneliti mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Hurlock (1973) & Jensen (dalam Sarwono, 2002). Skala keluarga harmonis dalam penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan konsep teori yang dikemukakan Stinnet & Defrain (dalam Hawari, 1997) dan menggunakan kombinasi dari skala Verasari (2008). Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis menggunakan uji korelasi tata jenjang (rank order correlation coeficient) dari Spearman. Hasil analisis menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar r = -0,106 dengan p = 0,147 (p>0,05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara keluarga harmonis dengan kecenderungan kenakalan remaja pada siswa kelas XI SMU Al Islam I Surakarta, sehingga hipotesis yang diajukan ditolak.
Kata kunci : Keluarga harmonis, kecenderungan kenakalan remaja.
PENGANTAR Remaja merupakan bagian dari suatu kelompok masyarakat. Banyak harapan yang dibebankan kepada mereka, karena sebagai generasi penerus bangsa, pemegang estafet pembangunan negara. Begitu agung dan luhur tugas remaja sehingga wajar muncul suatu
keprihatinan terhadap perilaku menyimpang yang saat ini banyak
dilakukan mereka. Di lapangan menunjukkan bahwa kasus-kasus tawuran pelajar semakin menunjukkan peningkatan dengan penggunaan alat-alat yang dapat melukai, merusak atau menciderai bahkan menewaskan lawannya. Alasan-alasan para siswa yang terlibat itu biasanya bernada klise seperti membela teman, didahului, solidaritas, membela diri atau merasa dendam (Asra, 2005). Salah satu contoh kenakalan remaja, yaitu seorang siswa SMU di Jakarta menjadi korban penganiayaan gang sekolahnya. Selain disiksa juga sering diminta untuk membantu pemalakan di sekolahnya (detik.com, 11 Nopember 2007). Kegiatan gang di berbagai sekolah selama ini memang identik dengan kegiatan negatif seperti tawuran, pemalakan, kekerasan antar siswa (bullying), sampai peredaran narkoba. Para pelakunya tidak hanya terdiri dari siswa laki-laki tetapi siswa perempuan. Aksi gang ini tidak hanya terjadi di kalangan remaja SMA saja, tetapi juga terjadi pada anak tingkat SMP. Disadari atau tidak oleh anggota gang ini, aksi-aksi mereka berlanjut kepada tingkat kejahatan yang lebih tinggi. Awalnya mungkin kriminalitas kelas teri seperti pemalakan atau pengancaman pada siswa lain, tetapi suatu ketika bisa saja berubah menjadi perampasan atau perampokan. Pada tahap berikutnya, bisa jadi gang-gang seperti itu menjadi mata rantai peredaran narkoba atau kejahatan terorganisir (gaulislam, 26 Nopember 2007).
Fenomena gangsterisme yang kini dibicarakan sebenarnya sudah lama terjadi di kalangan remaja, baik remaja di kota besar atau di kota kecil di Indonesia. Anak-anak dalam gang yang delinkuen pada umumnya mempunyai kebiasaan memakai pakaian yang khas, aneh dan mencolok, dengan gaya rambut yang khusus, mempunyai gaya tingkah laku dan kebiasaan yang khas, suka mendengarkan jenis-jenis lagu tertentu dan suka minuman keras dan judi. Kebanyakan gang-gang pada awalnya merupakan kelompok bermain yang beroperasi bersama-sama untuk mencari pengalaman baru yang menggairahkan, dan melakukan eksperimen yang merangsang jiwa mereka. Dari permainan yang netral dan menyenangkan hati itu, lama kelamaan perbuatan mereka menjadi semakin liar, tidak terkendali, dan di luar kontrol orang dewasa. Kemudian aksiaksinya pun berubah menjadi tindak kekerasan dan kejahatan. Kenakalan remaja (juvenile delinquency) bukan hanya merupakan perbuatan anak yang melawan hukum akan tetapi juga termasuk di dalamnya perbuatan yang melanggar norma-norma masyarakat. Kenakalan remaja ini dirasakan sangat mengganggu kehidupan masyarakat baik di kota maupun di pelosok desa. Akibatnya perbuatan mereka membuat masyarakat resah, perasaan tidak aman bahkan merasa terancam hidupnya. Pada mulanya, gerombolan remaja dari suatu gang dengan ciri-ciri a-sosial dan kriminal itu adalah berasal dari anak-anak normal. Hal-hal yang tidak mereka temukan di tengah-tengah keluarga dan lingkungan mereka sendiri kemudian justru ditemukan di dalam gang. Sehingga upaya mencari kompensasi bagi segala kekurangannya tersebut menyebabkan anak-anak muda tersebut kemudian menjadi jahat. Anak-anak anggota gang pada umumnya dibesarkan dalam keluarga yang tidak sehat dan tidak bahagia, karena ketidakberdayaan orang tua atau karena tidak
berfungsinya peran orang tua sebagai pembimbing anak (deprivasi parental). Keluarga merupakan lingkungan terdekat untuk membesarkan dan mendewasakan anak yang di dalamnya seorang anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kali. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan yang paling dominan dalam membesarkan anak, jadi keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif. Sejak kecil dan sebagian besar waktunya seorang anak tumbuh dan berkembang di dalam keluarga, maka dari itu kemungkinan timbulnya tindak kenakalan (delinquency) pada remaja sebagian besar bisa ditelusuri dari kehidupan keluarga (Sujanto, 1981). Anak akan tumbuh dengan baik dan memiliki kepribadian matang apabila anak diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sehat dan bahagia. Unsur utama di mana kasih sayang orang tua sangat penting dalam tumbuh kembang jiwa anak. Betapa pentingnya unsur kasih sayang ini dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam surat Asy Syuura ayat 23 yang berbunyi :
“Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanKu, kecuali kasih sayang dalam keluargamu.” (Q.S. 42:23) Para ahli yang melakukan berbagai penyelidikan perihal pola perkawinan/ keluarga menemukan bahwa pola interaksi yang tidak sehat tidak membawa kebahagiaan rumah tangga, yang dampaknya tidak baik bagi pembentukan kepribadian anak. Dampak dari keluarga tidak sejahtera tersebut adalah anak tidak ditanamkan nilai-nilai moral dan etika pergaulan apalagi nilai-nilai religius. Sebagai akibatnya perilaku mereka menjadi
bebas dan tidak terkendali bahkan sampai kepada tindakan kriminal (Hawari, 1997). Setiap orang tua berkewajiban mendidik anak agar menjadi manusia yang shalih, berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Orang tua bertanggung jawab dihadapan Allah terhadap hasil pendidikan anak-anaknya. Sebab merekalah generasi yang akan memegang tonggak estafet perjuangan agama dan khalifah di bumi. Rasulullah SAW telah menegaskan: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya” (HR. Imam Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW telah memberikan kabar gembira kepada orang tua yang berhasil mendidik anaknya “Demi Allah, bahwa petunjuk yang diberikan Allah kepada seseorang melalui dirimu itu lebih baik daripada kekayaan yang banyak”. Artinya bahwa mendidik anak hingga berhasil mendapat petunjuk Allah itu merupakan kekayaan yang tidak tertandingi nilai harganya (HR. Bukhori dan Muslim). Imam Muslim dalam sebuah riwayat juga menegaskan: “Apabila seseorang meningggal maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang diambil manfaat dan anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.” Orang tua berkewajiban memelihara diri dari hal-hal yang tidak pantas, serta lebih dahulu menjalankan perintah agama secara baik, sebab anak akan meniru dan mengikuti kebiasaan yang ada dalam lingkungan hidupnya. Artinya, anak dengan contoh perilaku langsung itu lebih baik dari pada dengan nasehat dalam bentuk ucapan. Kalau orang tua memiliki kebiasaan melakukan hal-hal yang baik, maka anaknya pun akan menjadi manusia yang shalih karena sejak kecil sudah ditempa oleh hal-hal yang baik.
Hawari (1997) menyebutkan bahwa salah satu jaminan bagi tumbuh kembang anak agar sehat fisik, mental, sosial dan religius dalam menghadapi era globalisasi adalah terwujudnya keluarga yang sehat dan bahagia (happy and healthy family). Hal ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh dua orang pakar dari Universitas Nebraska (AS) yaitu Prof. Nick Stinnet dan Prof. John De Frain yang berjudul “The National Study on Family Strength”. Dalam penelitiannya, disimpulkan bahwa ada enam kriteria bagi perwujudan suatu keluarga (rumah tangga) yang sehat dan bahagia yang amat penting bagi tumbuh kembang anak. Keenam kriteria tersebut adalah: a. Kehidupan beragama dalam keluarga. b. Mempunyai waktu luang untuk bersama. c. Mempunyai pola komunikasi yang baik bagi sesama anggota keluarga (ayahibu-anak). d. Saling menghargai satu dengan lainnya. e. Masing-masing anggota keluarga merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai kelompok. f. Bila terjadi suatu permasalahan dalam keluarga mampu menyelesaikan secara positif dan konstruktif. Basri (2002) menyatakan bahwa setiap orang wajib untuk senantiasa menciptakan dan memelihara hubungan baik dan efektif antara orangtua dengan anak sehingga menunjang terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis. Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi akan mempunyai resiko lebih besar untuk berkepribadian anti sosial yaitu rawan dengan kenakalan remaja (berperilaku delinkuen) dari pada anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis.
Dari penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwa orangtua dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak, yang selanjutnya anak mempunyai resiko tinggi melakukan perilaku kenakalan remaja dengan perilaku anti sosial (deliquent/anti social behaviour). Keadaan tersebut terjadi apabila dalam keluarga mengalami disharmoni/disfungsi keluarga misalnya perceraian, perpisahan (separation), pertengkaran orangtua sehingga anak kehilangan peran orang tuanya. Dengan demikian dapat terlihat bahwa terdapat hubungan negatif antara keluarga harmonis dengan kecenderungan perilaku kenakalan pada remaja (juvenile delinquency). Dalam skripsi ini, peneliti ingin membuktikan apakah ada hubungan antara keluarga harmonis dengan kecenderungan kenakalan remaja.
METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini yaitu remaja dengan karakteristik: siswa kelas XI SMU Al Islam I Surakarta tahun ajaran 2007/2008, berusia antara 16-17 tahun, laki-laki dan perempuan. Jumlah keseluruhan siswa yang dijadikan subjek penelitian sebanyak 100 siswa. Subyek penelitian ini akan diambil secara Purposive Sampling yaitu sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan.
B. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner atau yang biasa lebih dikenal dengan istilah angket. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala keluarga harmonis dan skala kecenderungan kenakalan remaja.
1. Skala Keluarga Harmonis Skala keluarga harmonis dalam penelitian ini kombinasi dari skala mawaddah dan rahmah oleh Verasari (2008) dan disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan konsep teori yang dikemukakan oleh Stinnet & Defrain (dalam Hawari, 1997) yaitu (1) menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga, (2) mempunyai waktu bersama dengan keluarga, (3) mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga, (4) saling menghargai antar anggota keluarga, (5) kualitas dan kuantitas konflik yang minim, dan (6) adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga. Skala keluarga harmonis ini bersifat favourable yaitu butir skala yang sesuai dengan variabel (Hadi, 2004). Skala keluarga sakinah mempunyai pilihan jawaban yaitu: Sangat Sering (SS), Sering (SR), Kadang-kadang (KK), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP). Skor dalam setiap aitem berkisar dari 4 sampai dengan 0. Ketentuan pemberian skor diberikan adalah skor 4 diberikan untuk pilihan jawaban Sangat Sering (SS), skor 3 untuk jawaban Sering (SR), skor 2 untuk jawaban Kadang-kadang (KK), skor 1 untuk jawaban Jarang (JR), dan skor 0 untuk jawaban Tidak Pernah (TP). Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti sebuah keluarga yang dialami oleh subjek tersebut dapat dikatakan sebagai keluarga harmonis, demikian juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti subjek semakin jauh pula dari kehidupan keluarga yang harmonis. 2. Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Skala kecenderungan kenakalan remaja yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala yang disusun sendiri oleh peneliti mengacu pada teori yang
dikemukakan oleh Hurlock (1973) & Jensen (dalam Sarwono, 2002). Skala kenakalan remaja diantaranya adalah (1) perilaku yang melanggar status dan aturan. (2) perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. (3) perilaku yang menimbulkan korban materi dan (4) perilaku yang menimbulkan korban fisik. Skala kecenderungan kenakalan remaja tersebut merupakan skala dengan butir favourable. Yaitu butir yang sesuai dengan variabel (Hadi, 2004). Setiap aitem skala kecenderungan kenakalan remaja tersebut disediakan lima kategori pilihan jawaban yaitu SS (sangat sering), SR (sering), KK (kadang-kadang), JR (jarang), dan TP (tidak pernah) dengan skor yang bergerak dari 4 sampai 0. Ketentuan pemberian skor yang diberikan untuk setiap aitem favourable ini adalah skor 4 diberikan untuk pilihan jawaban Sangat Sering (SS), skor 3 untuk jawaban Sering (SR), Skor 2 untuk jawaban Kadang-kadang (KK), skor 1 untuk jawaban Jarang (JR), dan skor 0 untuk jawaban Tidak Pernah (TP). Makin tinggi skor yang diperoleh subjek berarti semakin tinggi kecenderungan kenakalan pada anak tersebut, demikian juga sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek berarti semakin rendah kecenderungan kenakalan pada remaja tersebut.
C. Metode Analisi Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis statistik yang digunakan secara kuantitatif. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji bivariate corellation dengan teknik korelasi tata jenjang (rank order correlation coeficient) dari Spearman yang terdapat pada program statistik. Metode yang akan digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah analisis tata jenjang yang
digunakan
untuk
mengetahui
hubungan
antara
keluarga
harmonis
terhadap
kecenderungan kenakalan remaja dengan menggunakan bantuan program SPSS 12.00 for window.
HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah variabel penelitian ini terdistribusi secara normal atau tidak. Kaidah yang digunakan adalah jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas (ρ) > 0,05 maka sebaran data tersebut normal. Dan sebaliknya jika ρ < 0,05 maka sebaran data tersebut tidak normal. Uji normalitas dengan menggunakan teknik one-sample Kolmogorof-Smirnov Test dari program SPSS 12.00 for Window menunjukkan nilai K-SZ untuk keluarga sakinah sebesar 0,734 dengan nilai p = 0,655 (p > 0,05). Sedangkan uji normalitas skala kenakalan remaja nilai K-SZ adalah sebesar 1,280 dengan p = 0,075 (p > 0,05). Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa keluarga harmonis dan kecenderungan kenakalan remaja terbukti terdistribusi normal atau memiliki sebaran normal. Tabel 10 Hasil Uji Normalitas Variabel Nilai Z
Nilai ρ
ρ
Keterangan
Keluarga
0,734
0,655
> 0.05
Normal
Kenakalan remaja
1,280
0,075
> 0.05
Normal
b. Uji Linieritas Pengujian linieritas dimaksudkan untuk mengetahui linieritas hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung, selain itu uji linieritas ini juga diharapkan dapat mengetahui taraf signifikansi penyimpangan dari linieritas hubungan tersebut. Apabila penyimpangan yang ditemukan tidak signifikan, maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah linier (Hadi 2000). Uji linearitas dilakukan ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel keluarga harmonis memiliki hubungan yang linear dengan variabel kecenderungan kenakalan remaja. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linier apabila p < 0,05 begitu pula sebaliknya, hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linier apabila p > 0,05. Teknik yang digunakan dalam pengujian ini adalah dengan teknik test for linearity dengan bantuan program SPSS 12.00 for Windows. Hasil uji linearitas tersebut diperoleh F = 1,491 ; p = 0,227. Sehingga berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah tidak linier karena p>0,05.
2. Uji Hipotesis Untuk mengetahui adanya hubungan antara kedua variabel pada umumnya digunakan uji korelasi dengan menggunakan korelasi product moment dari Pearson. Tetapi berdasarkan hasil uji linieritas menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah tidak linier. Sehingga uji korelasi tersebut menggunakan teknik tata jenjang dari Spearman. Hasil analisis data menggunakan bantuan program SPSS 12.00 for Windows menunjukkan rxy = -0,106 dengan p = 1 dengan p = 0,147 (p > 0,05). Hal ini
berarti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara keluarga harmonis dengan kecenderungan kenakalan remaja pada siswa kelas XI SMU Al Islam I Surakarta, sehingga hipotesis yang diajukan ditolak.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan yaitu ada hubungan negatif antara keluarga harmonis terhadap kecenderungan kenakalan remaja tersebut ditolak. Hasil analisis korelasi dengan menggunakan teknik korelasi tata jenjang dari Spearman menunjukkan bahwa koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,106 dengan p = 0,147 (p > 0,05). Dengan hasil tersebut dapat diartikan bahwa tidak ada hubungan negatif antara keluarga harmonis dengan kecenderungan kenakalan remaja pada siswa kelas XI SMU Al Islam I Surakarta. Hawari (1997) menyatakan bahwa remaja dalam kehidupannya sehari-hari hidup dalam tiga kutub, yaitu kutub keluarga, sekolah dan masyarakat. Kondisi masing-masing kutub dan interaksi antara ketiga kutub akan memberikan dampak positif maupun negatif pada remaja. Dampak positifnya misalnya prestasi sekolah baik dan tidak menunjukkan perilaku yang menyimpang/anti sosial. Sedangkan dampak negatifnya misalnya prestasi sekolah merosot dan menunjukkan perilaku yang anti sosial. Gambar di bawah ini adalah skema hubungan antara ketiga kutub tersebut:
Keluarga
Remaja
Masyarakat
Sekolah
Kenakalan remaja
Dari gambar skema diatas maka dapat dilihat bahwa tidak ada kutub yang berdiri sendiri. Hal tersebut berarti kutub (faktor) satu sama lain saling berkaitan. Sehingga dengan demikian walaupun seorang remaja hidup di dalam sebuah keluarga baik dan cukup harmonis tetapi apabila kutub (faktor) lainnya tidak mendukung, misalnya kondisi sekolah yang tidak baik dan kondisi masyarakat lingkungan sosialnya yang rawan maka dapat juga menimbulkan kenakalan atau tindakan menyimpang pada remaja. Kondisi
sekolah yang tidak baik tersebut antara lain: (a) sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai. (b) kuantitas dan kualitas guru yang tidak memadai. (c) kesejahteraan guru yang tidak memadai. (d) kurikulum sekolah yang sering berganti-ganti/ terlalu padat dan kurang relevan. (e) lokasi sekolah yang berada di daerah rawan (pusat-pusat keramaian/perbelanjaan/hiburan). Sedangkan kondisi lingkungan masyarakat yang kondusif bagi remaja untuk berperilaku menyimpang/ menimbulkan kenakalan remaja antara lain: (a) tempat pemukiman dimana alkohol, narkotika dan obat terlarang lainnya bebas beredar. (b) tempat pemukiman yang bercampur dengan pusat-pusat hiburan yang buka hingga larut malam bahka sampai dini hari. (c) pengangguran. (d) anak-anak putus sekolah/anak jalanan. (e) wanita tuna susila (WTS). (f) beredarnya bacaan, tontonan dan lainnya yang sifatnya pornografis. (g) perumahan kumuh dan padat. (h) pencemaran lingkungan. (i) tindak kekerasan dan kriminalitas. (j) kesenjangan sosial. Menurut Santrock (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja antara lain adalah (a) identitas, (b) kontrol diri, (c) usia, (d) jenis kelamin, (e) harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, (f) proses keluarga, (g)
pengaruh teman
sebaya, (h) kelas sosial ekonomi dan (i) kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup identitas, kontrol diri, usia dan pendidikan. Sedangkan faktor eksternal mencakup keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi dan kualitas lingkungan tempat tinggal. Dengan demikian dalam penelitian ini, subjek penelitian pada SMU Al Islam I Surakarta dengan mengambil sampel siswa kelas XI, tidak terbukti bahwa ada kecenderungan siswanya melakukan tindakan kenakalan remaja. Hal tersebut didukung
karena background sekolah yang berlandaskan Islam dan sesuai dengan visi, misi dan tujuan SMU Al Islam I Surakarta yang berdasarkan syariat Islam. Dengan diberikannya pelajaran dan pengetahuan tentang agama, maka sekolah bukan hanya mengutamakan perkembangan mental intelektual melainkan juga perkembangan mental spiritual dan emosional anak didik. Faktor lain yang mendukung adalah kondisi sekolah yang baik dan kondusif bagi proses belajar mengajar sehingga tingkat kenakalan pada siswa di SMU Al Islam I Surakarta tersebut rendah.
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, diperoleh hasil rxy = -0,106 dengan p = 0,147 (p > 0,05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara keluarga harmonis dengan kecenderungan kenakalan remaja pada siswa kelas XI SMU Al Islam I Surakarta, sehingga hipotesis yang diajukan ditolak.
SARAN A. Saran-Saran Untuk penelitian selanjutnya yang berminat untuk mengangkat tema yang sama diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel lain yang lebih mempengaruhi kenakalan remaja seperti teman sebaya atau peer group, media masa, atau status sosial ekonomi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah menggunakan data tambahan seperti observasi dan wawancara agar hasil yang didapat lebih mendalam dan sempurna, karena tidak semua hal dapat diungkap dengan angket.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Fenomena http://www.detik.com.htm.11/11/07.
Gangsterisme
di
Kalangan
Remaja.
Anonim. 2007. Teman-temanku Gangster. http://www.gaulislam.com.26/11/07. Anonim. 2008. Statistik http://www.psikologistatistik.blogspot.com.html.09/05/08.
Untuk
Psikologi.
Asra. 2005. Hubungan Religiusitas Dengan Kecenderungan Perilaku Agresif Pada Remaja. Jurnal Psikologi, Vol 1. No 2, 44-53. Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. _______. 2002. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. 2001. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Basri. 2002. Keluarga Sakinah Tinjauan Psikologi dan Agama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset. Endarti, E. & W, Teguh. 2004. Easy step: Menggunakan SPSS 12 untuk Mengolah Data Statistik. Yogyakarta : Divisi Percetakan & Penerbitan PD. Anindya. Hadi, S. 2004. Statistik 2. Yogyakarta : Andi Offset Haniman. 2000. Citra Diri dan Kenakalan Remaja Pada Siswa SMU/K (SLTA) Peringkat Tinggi dan Peringkat Rendah di Surabaya. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol. 15, No. 3, 238-245. Hurlock, E.B. 1978. Child Development. New York: Mc. Millan Publishing co.Inc. Hawari. 1997. Al Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa. Ismail, K & Anwar, K. 2005. Kepribadian dan Tingkah Laku Kriminal di Kalangan Remaja: Suatu Perspektif Psikologi Perkembangan. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol. 20, No. 4, 313-329. Kartono. 2003. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali Pers.
Listiana, N. 2008. Hubungan Keluarga Sakinah Dengan Kebermaknaan Pernikahan. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Maria. 2007. Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Saad, M. 2003. Perkelahian Pelajar. Yogyakarta: Galang Press. Santrock, W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja (terjemahan). Jakarta : Erlangga. _______.1999. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (terjemahan). Jakarta: Erlangga. Sari, M. Y. 2005. Kecerdasan Emosional dan Kecenderungan Psikopatik Pada Remaja Delinkuen di Lembaga Permasyarakatan. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol. 20, No. 2, 139-148. Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Sosial : Individu Dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka. Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Soeharjono, L.B. 1994. Penilaian Anak Remaja Dengan Gangguan Tingkah Laku Terhadap Fungsi Keluarganya. Anima, Vol. IX. No. 34. Sudarsono. 1995. Kenakalan Remaja. Jakarta : Rineka Cipta. Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta : Andi Offset. Verasari, M. 2008. Peran Mawadah dan Rahmah dengan Identity Achievement Pada Remaja Akhir. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
Identitas Penulis Nama
: Syarifah Irmawati
Alamat
: Jl. Bengle No. 25 Nguter Rt. 01/IV, Sukoharjo
No HP
: 085729226597
.