PENGARUH PEMBERIAN DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA KASUS ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPAT GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI
Disusun Oleh : Nama : ANGGITA RESTU PANUTAN NIM : J110090009
PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADYAH SURAKARTA 2013
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama
: Anggita Restu Panutan
NIM
: J110090009
Fakultas/Jurusan
: Ilmu Kesehatan/PROGRAM STUDI DIV FISIOTERAPI
Jenis Penelitian
: Skripsi
Judul
: Pengaruh Pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Pada Kasus Asma Di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta
Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk : 1. Memberikan hak bebas royalty kepada perpustakaan UMS atas penulisan karya ilmiah saya, demi mengembangkan ilmu pengetahuan. 2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan / pengalih formatkan. 3. Mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), mendistribusikannya serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada perpustakaan UMS, tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta. 4. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak perpustakaan UMS, dari segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surakarta, September 2013 Yang menyatakan,
Anggita Restu Panutan
PENGARUH PEMBERIAN DIAPHRAGMATIC BREATHING EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA KASUS ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA
Anggita Restu Panutan Program Studi Diploma IV Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura Surakarta E-mail:
[email protected] ABSTRAK Latar Belakang: Asma adalah suatu penyakit inflamasi kronik saluran pernapasan yang disebabkan oleh sensitifnya trakea dan percabangannya (hiperreaktivitas bronkus) terhadap suatu rangsangan. Penyakit asma merupakan penyakit yang berlanjut secara perlahan serta dalam perjalanannya terdapat fasefase eksaserbasi akut. setiap terjadi eksaserbasi akut maka akan terjadi perburukan atau pengurangan nilai faal paru yaitu mengalami penurunan arus puncak ekspirasi (APE). Latihan pernapasan dengan metode diaphragmatic breathing exercise merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah penurunan volume paru pada arus puncak ekspirasi (APE). Tujuan Penelitian: untuk mengetahui pengaruh pemberian diaphragmatic breathing exercise terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi pada kasus asma. Metode Penelitian: dengan pendekatan Quasi Eksperimen dengan design penelitian one group pre and post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita yang di diagnosa asma rawat jalan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Dengan jumlah sample 10 responden melalui metode total sampling yang mana diambil dari pasien rawat jalan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Hasil penelitian dianalisa menggunakan uji Wilcoxon Test. Hasil Penelitian: uji Wilcoxon Test menunjukkan hasil p = 0,005 < 0,05 yang berarti ada pengaruh diaphragmatic breathing exercise terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi pada kasus asma. Kesimpulan: pemberian diaphragmatic breathing exercise dapat berpengaruh terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi pada kasus asma. Kata Kunci: asma, diaphragmatic breathing exercise, arus puncak ekspirasi (APE)
PENDAHULUAN
Asma menurut Sidhartani (2007) adalah suatu penyakit inflamasi kronik saluran pernapasan yang disebabkan oleh sensitifnya trakea dan percabangannya (hiperreaktivitas bronkus) terhadap suatu rangsangan. Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunnegoro, 2004). Sebagaimana yang dikutip oleh Dewan Asma Indonesia (DAI) tahun 2009, bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan hingga saat ini jumlah pasien asma di dunia mencapai 300 juta orang, dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Di indonesia, penyakit ini masuk dalam sepuluh besar. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia (DAI, 2009). Permasalahan yang muncul pada asma yang di keluhkan yaitu sesak nafas. Sesak nafas ini terjadi disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas. Penyempitan saluran nafas ini terjadi karena adanya hiperreaktivitas dari saluran nafas terhadap berbagai macam rangsang, sehingga menyebabkan spasme otototot polos bronkus yang dikenal dengan bronkospasme, oedema membrana mukosa dan hipersekresi mukus, sehingga didalam saluran nafas tersebut akan menyebabkan sulitnya udara yang melewatinya, maka penderita asma akan cenderung melakukan pernapasan pada volume paru yang tinggi, yang mana akan membutuhkan kerja keras dari otot-otot pernapasan, sehingga pasien akan mengalami kesulitan bernapas, ekspirasinya akan lebih panjang sehingga otot-otot ekspirasi akan turut bekerja, yang mana akan menambah energi untuk pernapasan
maka berakibat terjadinya hambatan waktu untuk mengeluarkan udara ekspirasi adalah adanya udara yang masih tertinggal di dalam paru-paru semakin meningkat. Bila hal tersebut terjadi maka akan menyebabkan obstruksi saluran nafas. Obstruksi saluran nafas terjadi saat ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit, sehingga mengakibatkan udara terjebak dan tidak bisa di ekspirasikan. Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat di nilai secara objektif dengan VEP 1 (Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi) (Sundaru, 2006). Penyakit asma merupakan penyakit yang berlanjut secara perlahan serta dalam perjalanannya terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Setiap terjadi eksaserbasi akut maka akan terjadi perburukan atau pengurangan nilai faal paru salah satunya mengalami penurunan arus puncak ekspirasi (APE), dan nilai ini tidak akan kembali setelah fase eksaserbasi akut ini menyembuh (Yunus, 2005). Pada penderita asma terapi pernapasan utama adalah latihan napas perut atau diaphragmatic breathing exercise. Diaphragmatic breathing exercise dilakukan dengan cara memaksimalkan fungsi paru-paru sampai ke paru-paru bagian bawah sehingga dapat meningkatkan kapasitas paru-paru dalam bernapas atau dengan cara membesarkan perut ke depan dan dilakukan secara perlahan ketika menghembuskannya. Latihan ini selain untuk mengatur pernapasan jika terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma juga untuk mengatasi masalah penurunan volume paru pada arus puncak ekspirasi (APE) (Jones, et al., 2003).
Mengingat latar belakang di atas maka penulis berkeinginan untuk meneliti tentang Pengaruh Pemberian Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi Pada Kasus Asma. TUJUAN Untuk mengetahui pengaruh pemberian Diaphraghmatic Breathing Exercise dalam meningkatkan arus puncak ekspirasi pada kasus Asma di BBKPM Surakarta. METODE Penelitian ini menggunakan metode Quasi eksperiment dengan rancangan one group pre and post test design. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang timbul akibat dari adanya perlakuan tertentu dan semua variabel tidak dapat di kontrol oleh peneliti. Kemudian dilakukan pre test sebelum perlakuan dan post test setelah perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang pengaruh pemberian diaphragmatic breathing exercise terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi pada kasus asma di BBKPM Surakarta. Dalam penelitian ini sample berjumlah 10 orang yang sesuai dengan kriteria penelitian. Didapatkan responden usia 28-34 tahun sebanyak 3 orang (30%), selanjutnya usia 35-41 tahun sebanyak 2 orang (20%), usia 42-48 tahun sebanyak 2 orang (20%), dan usia 49-56 tahun sebanyak 3 orang (30%). Distribusi berdasarkan jenis kelamin menunjukkan seluruh responden berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 10 orang (100%). Hasil pengukuran nilai APE sebelum dan sesudah perlakuan DBE menunjukkan nilai hasil pengukuran APE sebelum dan sesudah perlakuan Diaphragmatic Breathing Exercise dengan jumlah responden sebanyak 10 orang, rata-rata sebelum perlakuan 166 dan sesudah perlakuan 287, nilai minimum sebelum perlakuan 80 dan sesudah perlakuan 190, nilai maksimum sebelum perlakuan 260 dan sesudah perlakuan 340.
Uji pengaruh arus puncak ekspirasi menggunakan wilcoxon Test. Berdasarkan uji Wilcoxon Test maka didapatkan hasil perhitungan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1 Uji pengaruh menggunakan Wilcoxon Test Kelompok P Hasil Perlakuan DBE 0,005 Ho ditolak Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon Test, menunjukkan hasil p = 0,005 < 0,05 yang berarti ada pengaruh diaphragmatic breathing exercise terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi pada kasus asma. Pengaruh Diaphragmatic Breathing Exercise Terhadap Peningkatan Arus Puncak Ekspirasi (APE). Penyakit asma adalah sebuah penyakit yang dapat terjadi pada siapa saja juga dapat timbul pada segala usia dan jenis kelamin. Menurut para ahli asma mengatakan bahwa faktor penyebab asma bukan hanya berdasarkan faktor genetik saja (Hermawan, 2006). faktor lain adalah alergen yaitu materi dari lingkungan yang dapat memicu reaksi hiperresponsif saluran pernafasan (Supari, 2008). Faktor-faktor psikologis memainkan peranan penting dalam asma (Hadioroto, 2005). Infeksi saluran pernafasan merupakan salah satu faktor pencetus yang sering didapatkan dalam pemeriksaan asma (Croccket, 2000), dan adanya perubahan suhu yang mendadak (Hadioroto, 2005). Penyakit asma merupakan penyakit yang berlanjut secara perlahan serta dalam perjalanannya terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Setiap terjadi eksaserbasi akut maka akan terjadi pengurangan nilai faal paru, dan nilai ini tidak akan kembali setelah fase eksaserbasi ini menyembuh. Untuk itu perlu penatalaksanaan yang tepat agar eksaserbasi akut tidak terjadi, dan kalaupun terjadi harus diusahakan agar fase ini terjadi sesingkat mungkin karena makin lama fase ini berlangsung maka akan semakin turun faal paru pada penderita asma. Pemeriksaan faal paru ini bertujuan untuk melihat progresivitas penyakitnya dan juga untuk menilai keberhasilan pengobatan (Yunus, 2005).
Fisiologi dari pernapasan diafragma dimana pada proses selama inspirasi udara akan masuk dan selanjutnya akan mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan. Tekanan intra-alveolus harus lebih rendah daripada tekanan atmosfer agar udara dapat mengalir masuk ke paru-paru. Pada saat inspirasi biasa, tekanan intra alveolus akan menurun sebanyak 1 mmHg menjadi 759 mmHg. Karena tekanan intra alveolus menjadi lebih rendah daripada tekanan atmosfer, dan selanjutnya udara tersebut akan mengalir masuk ke paru-paru mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah. Kemudian pada akhir inspirasi, otot-otot akan melemas dan saat melemas tersebut diafragma akan kembali kebentuk semulanya. Pada saat perpindahan dari inspirasi ke ekspirasi membutuhkan jeda, karena pada saat itu terjadi peningkatan aliran udara yang masuk ke paru-paru sebelum terjadi keseimbangan dengan tekanan atmosfer yaitu pernapasan akan menjadi lebih dalam. Pada waktu ekspirasi, tekanan intra alveolus akan meningkat sekitar 1 mmHg diatas tekanan atmosfer menjadi 761 mmHg. Maka dari itu, setelah proses ekspirasi dibutuhkan waktu untuk istirahat agar tekanan intra alveolus menjadi sama dengan tekanan atmosfer (Sherwood, 2001). Biasanya penderita asma memiliki pola pernapasan yang salah dan cenderung menggunakan pernapasan dada atas dan mengempiskan perut saat inspirasi.
Pada
kondisi
ini
energi
yang
diperlukan tinggi
sedangkan
pengembangan paru minimal, karena diafragma yang terdorong ke atas akibat perut yang dikempiskan. Begitu pula pada saat ekspirasi rongga dada mengempis tetapi volume paru tidak menguncup maksimal karena saat ekspirasi, perut mengembang dan diafragma terdorong kebawah sehingga arus puncak ekspirasi (APE) menurun (Herman, 2007). Dengan diberikan diaphragmatic breathing exercise terjadi pengembangan rongga thorax dan paru saat inspirasi serta otototot
ekspirasi
(otot-otot
abdomen)
berkontraksi
secara
aktif
sehingga
mempermudah pengeluaran udara (CO2) dari rongga thorax kemudian mengurangi kerja bernafas dan peningkatan ventilasi sehingga terjadi peningkatan perfusi juga perbaikan kinerja alveoli untuk mengefektifkan pertukaran gas
sehingga kadar CO2 dalam arteri berkurang maka dengan diaphragmatic breathing exercise arus puncak ekspirasi meningkat (Semara, 2012). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil perhitungan uji statistik, dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian diaphragmatic breathing exercise terhadap peningkatan arus puncak ekspirasi pada kasus asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Saran Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: 1.
Kepada penderita asma diharapkan untuk lebih memperhatikan dosis, aktifitas sehari-hari, serta teknik tarik nafas dan hembus nafas yang baik dalam menentukan keberhasilan peningkatan arus puncak ekspirasi.
2.
Untuk penelitian selanjutnya maka perlu penambahan jumlah kelompok responden dan memperhatikan ADL, sehingga dapat diraih hasil yang baik dan lebih signifikan.
DAFTAR PUSTAKA Croccket, Anthony. 2000. Penanganan Asma Dalam Perawatan Primer. Jakarta: Hipokrates. Dewan Asma Indonesia, 2009. “You Can Control Your Asthma” : ACT NOW !, http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com content&task=vie w&id=13& itemid=1, diakes pada tanggal 20 April 2013. Hadioroto, Iwan. 2005. Asma oleh Tim Redaksi Vital Health. Jakarta. Gramedia pustaka utama. Herman, Deddy. 2007. Senam Nafas Sehat Sebagai Salah Satu Pilihan Terapi Latihan pada Penderita Asma Bronchial,
http://fisiosby.com/senam-nafas-sehat-sebagai-salah-satu-pilihan-terapilatihan-pada-penderita-asma-bronchial/, diakes pada tanggal 20 April 2013. Hermawan, H.M. 2006. Imunobiologi Asma Bronkial. Dexa – Media: Denpasar. Jones, Dean, Chow. 2003. Comparison of the oxigen Cost of Breathing Exercise and Spontaneous Breathing in Patiens With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Phys Ther Vol 83 (5):424-31. Mangunnegoro, hadiarato. 2004. Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Semara, Juniartha Putra. 2012. Analisa Jurnal Pengaruh Latihan Nafas Diafragma Terhadap Fungsi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Denpasar: Poltekkes Kemenkes. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. Sidhartani, Magdalena. 2007. Peran Edukasi Pada Penatalaksanaan Asma Pada Anak. Semarang. Universitas Diponegoro. Sundaru, Heru. 2006. Asma Bronkial. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Supari, Siti Fadilah. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: DEPKES. Yunus, Faisal. 2005. Senam Asma Indonesia, Jakarta: Yayasan Asma Indonesia FKUL.