Hubungan Terpaan Iklan Politik di Televisi dan Gaya Kepemimpinan dengan Elektabilitas (Studi Korelasi Terpaan Iklan Politik Jokowi-JK Di Metro TV Terhadap Elektabilitas Jokowi-JK Pada Mahasiswa FISIP D3 Komunikasi Terapan Angkatan 2013 UNS Surakarta)
Muhammad Fadhil Dwi Tiyanto Kandyawan
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Political advertising is self promoting activities with a good image in front of the community with the political elements for the achievement of specific objectives. Leadership styles are patterns that vary from the desired behavior and leadership during the process of directing influence towards common goals. This study aims to investigate the relationship between exposure to political advertising Jokowi-JK and leadership style with electability Jokowi-JK. The approach used in this study is a survey research, research that takes a sample from a population and using the questionnaire as the main data collection. In the survey study, the method used is explanatory research method. The population in this study was D3 Student Faculty of Social and Political Science Applied Communication D3 Force 2013 Sebelas March University Surakarta. The amount of samples used were 78 respondents from the total population is 124 people. Engineering samples are used is random sampling technique.. Engineering samples are used is random sampling technique. The collection of data through questionnaires, while data analysis techniques using Spearman correlation analysis. From the results of the Spearman correlation analysis of the results showed that the relationship between exposure to political advertising Jokowi-JK and leadership styles simultaneously and electability Jokowi-JK as President and Vice President in 2014 was a strong positive linear relationship. Keywords: Political Advertising, Exposure, Leadership Style, Electability.
1
Pendahuluan Memasuki tahun 2014, di mana seluruh bangsa Indonesia akan menyelenggarakan pesta demokrasi atau pesta politik lima tahunan, yaitu pemilihan umum (Pemilu). Pada tahun 2014 itu akan diselenggarakan dua jenis Pemilu, yaitu Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu eksekutif, yang lebih dikenal dengan sebutan pemilihan presiden (Pilpres). Dari dua jenis Pemilu ini, yang dinamika politiknya paling tinggi adalah Pilpres. Di kalangan masyarakat bawah (grass root) pun Pilpres 2014 ini sudah menjadi konsumsi sehari-hari, menjadi bahan pembicaraan/perdebatan. Dalam suasana dinamika politik ini, ada capres dan cawapres, misalnya Jokowi-JK memanfaatkan media massa elektronik (televisi) untuk menayangkan iklan politiknya. Dengan seringnya tayangan iklan politik ini diharapkan dapat menaikkan citra dan popularitas diri (capres) yang selanjutnya dapat memperoleh elektabilitas. Sehingga tidak salah jika iklan politik ini bisa juga disebut sebagai upaya pencitraan politik.Adanya upaya pencarian citra dan popularitas melalui iklan politik adalah sesuatu hal yang wajar. Sebagai sarana sosialisasi dan komunikasi politik yang bias dinilai efektif dan efisien. Untuk lebih jelas lagi yang dimaksud dengan pengertian iklan politik adalah sebagai kegiatan mempromosikan diri dengan citra baik di hadapan masyarakat dengan adanya unsur-unsur politik untuk tercapainya tujuan tertentu. Iklan politik ini sering digunakan oleh para calon pemimpin untuk mendapatkan suara terbanyak dan menjadikan citra baik di mata masyarakat. Selain itu para calon ini juga ingin agar masyarakat dapat mengenal calon pemimpinnya (Afdjani, 2012). Melalui iklan politik, bukan hanya sekedar trik politik mencari citra baik di masyarakat, tapi juga untuk memperoleh dukungan masyarakat. Karena setelah memperoleh citra baik, akan mempermudah dalam memperoleh popularitas. Setelah memperoleh popularitas memberikan peluang besar untuk memperoleh elektabilitas. Dilihat dari aspek komunikasi, dampak iklan politik secara keseluruhan sulit dan tidak bisa dipastikan. Mengingat ini ranah politik, berbagai kemungkinan bisa terjadi. Bisa saja iklan politik berpengaruh secara langsung, 2
bukan sesuatu hal yang tidak mungkin. Hanya yang mungkin dapat dipastikan adalah memperoleh efek kognitifnya, kemungkinan besar perolehannya tidak akan sulit, apalagi kalau iklan politiknya sering ditayangkan. Perolehan pengetahuan yang bias menambah wawasan ini akan berindikasi pada perubahan pikiran, pendapat, dan kepercayaan masyarakat. Setidaknya masyarakat menjadi ingat dan hafal betul dengan figur, capres dan cawapres berikut pesan-pesan politik yang ditawarkan melalui iklan politiknya. Tujuan dari iklan politik Jokowi-JK tersebut adalah untuk meningkatkan popularitas pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Iklan politik Jokowi-JK saat ini bertemakan permasalahan-permasalahan sosial, hukum dan ekonomi yang ada di Indonesia, dengan mengusung tema-tema di atas, diharapkan akan dapat meningkatkan elektabilitas Jokowi-JK sebagai capres dan cawapres dalam Pemilu 2014. Selain terpaan iklan politik, elektabilitas seorang kandidat CapresCawapres tidak terlepas dari faktor gaya kepemimpinan yang diterapkan. Berbagai kampanye politik yang dilakukan oleh kandidat calon presiden dalam upaya mengkomunikasikan program-program yang dicanangkannya, tidak akan berhasil membentuk citra positif di benak masyarakat tanpa diimbangi dengan sikap kepemimpinan yang dibutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat juga memiliki integritas yang tinggi sebagai seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh Jokowi berdasarkan pengamatan peneliti menunjukkan gaya kepemimpinan yang tidak dibuat-buat, apa adanya tapi mengalir layaknya masyarakat umum yang sedang berbicara, namun memiliki ketegasan, hasrat untuk memahami masalah dan kemauan yang kuat untuk menyelesaikannya diiringi sikap untuk melayani. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan terpaan iklan politik terhadap elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014?. 2. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan gaya kepemimpinan terhadap elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014?. 3
3. Apakah ada pengaruh yang positif dan signifikan terpaan iklan politik Jokowi-JK dan gaya kepemimpinan secara simultan terhadap elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014?. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis pengaruh terpaan iklan politik terhadap elektabilitas JokowiJK sebagai Capres dan Cawapres 2014. 2. Menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap elektabilitas JokowiJK sebagai Capres dan Cawapres 2014. 3. Menganalisis pengaruh terpaan iklan politik Jokowi-JK dan gaya kepemimpinan secara simultan terhadap elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014.
Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa Media televisi pada hakekatnya merupakan sistem komunikasi yang menggunakan suatu rangkaian gambar elektronik yang pancarannya secara cepat, berurutan dan diiringi unsur audio (Sutrisno, 1993: 1). Televisi adalah, sesuai namanya tele berarti jauh, vision berarti pandangan televisi berarti bisa dipandang dari tempat yang jauh dari studio televisi, maka kekuatan televisi terletak pada paduan gambar dan suara dalam satu waktu penayangan (Pareno, 2003: 15). Oleh karena itu, penanganan produksi siaran televisi jauh lebih besar dibanding dengan media radio. Karena media televisi bersifat realistis, yaitu menggambarkan apa yang nyata. Media televisi sebagaimana media massa lainnya berperan sebagai alat informasi, hiburan, kontrol sosial, dan penghubung wilayah secara strategis. Bersamaan dengan jalannya proses penyampaian isi pesan media televisi kepada pemirsa, maka isi pesan itu juga akan diinterpretasikan
4
secara berbeda-beda menurut visi pemirsa. Serta dampak yang ditimbulkan juga beraneka ragam. Hal ini terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi pesan acara televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi. Dengan demikian apa yang diasumsikan televisi sebagai suatu acara yang penting untuk disajikan bagi pemirsa, belum tentu penting bagi khalayak. Ada tiga dampak yang ditimbulkan dari acara televisi terhadap pemirsa : a. Dampak kognitif yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa. b. Dampak peniruan yaitu pemirsa dihadapkan pada trendi aktual yang ditayangkan televisi. c. Dampak perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan pemirsa sehari-hari (Kuswandi, 1996 : 99). 2. Komunikasi Politik dan Iklan Politik a. Pengertian Komunikasi Politik McQuail
dalam
Pawito
(2009:2)
menyatakan
bahwa
komunikasi politik merupakan semua proses penyampaian informasi, termasuk fakta, pendapat-pendapat, keyakinan dan seterusnya, pertukaran dan pencarian tentang itu semua yang dilakukan oleh para partisipan dalam konteks kegiatan politik yang lebih bersifat melembaga.Pendekatan berdasarkan bukti, yaitu mengungkapkan data atau fakta yang terjadi sebaga bukti argumentatif agar berkesan lebih kuat terhadap ajakan. Jadi, berdasarkan definisi beberapa ahli tersebut, definisi komunikasi politik memang berbeda dengan komunikasi yang dilakukan orang pada umumnya. Komunikasi politik dilakukan oleh
5
orang yang secara langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam dunia politik yang bersifat melembaga. b. Fungsi Komunikasi Politik Suatu sistem politik memiliki fungsi antara lain, yaitu sosialisasi dan recruitment politik, memperjuangkan kepentingan tertentu, pembuatan dan penerapan serta penghakiman terhadap pelaksanaan peraturan. Semua fungsi dari sistem politik tersebut dapat tercapai dengan adanya komunikasi politik yang baik pula. Pada hakikatnya, tujuan para calon pemimpin dan wakil rakyat di pemilihan umum melakukan komunikasi politik, yaitu agar fungsi dari sistem politik tersebut tercapai. Jadi komunikasi politik dengan berbagai gaya yang digunakani memiliki berbagai fungsi yang sama. Menurut Sumarno (1993:28) fungsi komunikasi politik dapat dibedakan kepada dua bagian. 1) Fungsi komunikasi politik yang berada pada struktur pemerintah (suprastruktur politik) atau disebut pula dengan istilah the governmental political sphere. 2) Fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik) yang disebut pula dengan istilah the socio political sphere. Berdasarkan kedua fungsi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya fungsi utama dari system komunikasi politik adalah sebagai suprastruktur dan infrastruktur dalam ruang lingkup negara. Komunikasi politik harus pula memiliki orientasi kepada kepentingan rakyat. c. Bentuk-Bentuk Komunikasi Politik Terdapat beberapa bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh komunikator infrastruktur politik untuk mencapai tujuan politiknya (Arifin, 2003: 65-98) yaitu : 1) Retorika
6
Retorika, berasal dari bahasa yunani yaitu rhetorica, yang berarti seni berbicara, asalnya digunakan dalam perdebatan-perdebatan di ruang sidang pengadilan untuk saling mempengaruhi sehingga bersifar kegiatan antarpesona. Kemudian berkembang menjadi kegiatan komunikasi massa yaitu berpidato kepada khalayak. 2) Agitasi Politik Agitasi Politik berasal dari bahasa latin yaitu Agitare artinya bergerak atau menggerakan, dalam bahasa Inggris agitation. Menurut Harbert Blumer agitasi beroperasi untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan politik, baik lisan maupun tulisan dengan merangsang dan membangkitkan emosi khalayak. 3) Propaganda Propaganda berasal dari kata latin propagare (menanamkan tunas suatu tanaman) yang pada awalnya sebagai bentuk kegiatan penyebaran agama khatolik pada tahun 1822 Paus Gregorius XV membentuk suatu komisi cardinal yang bernama Congregatio de Propaganda Fide untuk menumbuhkan keimanan kristiani diantara bangsa-bangsa. 4) Public Relations Politics Public Relations Politics tumbuh pesat di Amerika Serikat setelah Perang Dunia II, sebagai suatu upaya alternatif dalam mengimbangi
propaganda
yang
dianggap
membahayakan
kehidupan sosial dan politik. Presiden Theodore Rossevelt (1945) mendeklarasikan pemerintahan sebagai square deals (jujur dan terbuka) dalam melakukan hubungan dengan masyarakat dan menjalin hubungan timbal balik secara rasional. 5) Kampanye Politik Menurut Rogers dan Storey dalam Venus (2004: 7) kampanye politik
merupakan
serangkaian
tindakan
komunikasi
yang
terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah
7
besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. 6) Lobi Politik Istilah lobi sendiri sesungguhnya tempat para tamu menunggu untuk berbincang-bincang di hotel, karena yang hadir para politikus yang melakukan pembicaraan politik (political lobbying) terjadi dialog dengan tatap muka (komunikasi antarpersonal) secara informal namun penting. 7) Melalui Media Massa Media massa sebagai perluasan panca indra manusia (sense extention theory) dan sebagai media pesan (the medium in the message) dalam hal ini pesan politik untuk mendapatkan pengaruh, kekuasaan-otoriras, membetuk dan merubah opini public atau dukungan serta citra politik, untuk khalayak yang lebih luas atau yang tidak bisa terjangkau oleh bentuk komunikasi yang lain.
d. Pengertian Iklan Politik Istilah iklan sering dinamai dengan sebutan yang berbeda-beda. Di Amerika seperti halnya di Inggris, disebut dengan advertising. Sementara itu di Prancis disebut dengan reclamare yang berarti meneriakan sesuatu secara berulang-ulang, sementara dalam bahasa Arab iklan disebut I’lan( Widyatama 2007:13) Iklan politik memiliki peran yang ikut menentukan dalam proses demokratisasi. Partai politik mengarahkan kemampuannya untuk merebut sebanyak mungkin konstituen. Fungsi marketing politik bukan sekedar untuk mempromosikan tokoh politik belaka, tetapi berfungsi dalam pembelajaran politik kalangan bawah (Firmanzah, 2008: 321). Periklanan politik adalah pengiklanan citra atau image, daya tarik yang diarahkan untuk membangun reputasi seseorang pejabat publik atau pencari jabatan, menginformasikan pada khalayak 8
mengenai kualifiaksi seorang politisi, pengalamannya, latar belakang kepribadiannya,
sehingga
merupakan
dorongan
bagi
prospek
pemilihan calon atau kandidat yang bersangkutan dalam proses politik (Riswandi, 2006: 39). e. Iklan Partai Politik Menurut Eep Syaifullah dalam acara Today’s Dialogue di Metro TV Selasa 27 Januari 2009 mengatakan bahwa iklan partai politik yang ditampilkan di media televisi di Indonesia ada tiga jenis yaitu: 1) Iklan yang memperkenalkan diri. 2) Iklan partai politik yang mengungkapkan keberhasilan yang telah dilakukan sebelumnya. 3) Iklan partai politik yang mengkritisi kebijakan pemerintah dan mengusulkan program-program baru. Sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian terhadap pesan yang disampaikan oleh iklan politik di media khususnya televisi. Hal ini sesuai dengan teori Cutlip dan Center yang dikenal dengan The 7 C’s of communication yaitu: Credibility, Context, Content, Clarity, Continuity, Consistency, Capability. f. Iklan Partai Politik di Televisi Dewasa ini televisi memang merupakan media massa yang paling komunikatif dan paling digemari oleh kedua belah pihak (para politisi dan para pemilik hak pilih) karena televisi mempunyai sifat yang berbeda dari media massa lainnya, yaitu bahwa televisi merupakan perpaduan audio-visual sehingga dengan demikian televisi memberikan kesan sebagai penyampai isi atau pesan seolah-olah secara langsung antara komunikator (pembawa acara atau pengisi acara) dengan komunikan (pemirsa). Frank Allen Philpot dari Universitas Stanford (Rivers 2003:226) menyatakan bahwa liputan televisi lebih disukai para 9
politisi karena liputan itu nampak lebih nyata dan akrab daripada foto atau kutipan pembicaraan mereka yang dipublikasikan lewat surat kabar, apalagi televisi bisa melakukan siaran langsung sehingga lebih dipercaya karena tidak dapat diedit seperti halnya media massa cetak. g. Kedudukan Kampanye Politik dalam Komunikasi Politik Komunikasi politik yang dilakukan dalam pemilu merupakan suatu proses yang akan berlangsung secara berkelanjutan. Komunikasi politik pada pemilu tersebut hanya merupakan komunikasi awal yang akan dilanjutkan setelah pemilu selesai. Hal ini merupakan komunikasi tindak lanjut dari hasil komunikasi awal pada pemilu tersebut. Proses komunikasi politik tersebut akan berjalan dengan baik jika melibatkan kelima unsur proses komunikasi. Kelima unsur komunikasi politik khususnya pada pemilihan umum yaitu ; pelibat (aktor atau partisipan), pesan, saluran (channel), konteks, pengaruh (Effect) h. Komunikator politik dalam pemilihan umum Komunikator merupakan individu ataupun kelompok yang melakukan komunikasi. Menurut Leonard W dob dalam Rachman (2006), komunikator poilitik dibagi menjadi 3 macam, yaitu: 1) Politikus sebagai komunikator politik 2) Komunikator professional dalam politik 3) Aktivis atau komunikator paruh waktu i. Media atau Saluran Komunikasi Politik dalam Pemilihan Umum Dalam
menyampaikan
informasi,
para
komunikator
menggunakan saluran komunikasi politik dan saluran komunikasi persuasif. Tipe-tipe saluran komunikasi politik dibedakan menjadi 3, yaitu ; Komunikasi Massa, Komunikasi Interpersonal, Komunikasi Organisasi. Sama halnya dengan tipe saluran komunikasi politik yang dibedakan menjadi tiga, tipe saluran komunikasi persuasif pun
10
dibedakan menjadi tiga pula yaitu ; kampanye massa, kampanye interpersonal, kampanye organisasi j. Teknik Komunikasi dalam Pemilihan Umum Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa media komunikasi yang cocok dalam pemilihan umum adalah tipe saluran persuasif politik yang memiliki kemampuan menjangkau seluruh lapisan masyarakat., Maka, diperlukan pula teknik komunikasi yang tepat agar media tersebut bisa berjalan dengan baik. Suatu teknik dan strategi diperlukan agar komunikasi yang disampaikan bisa menarik perhatian banyak orang dan membuka kans yang luas bagi terpilihnya calon tersebut. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan berbagai teknik komunikasi pada saat kempanye, baik kampanye massa, kampanye Interpersonal, dan kampanye organisasi. Teknik komunikasi yang digunakan dalam pemilihan umum bisa melalui media massa, ataupun kampanye langsung. 3. Partai Politik dan Gaya Kepemimpinan a. Partai Politik Menurt Ratnaningsih (2009:126) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Burn (1978) seperti yang dikutip oleh Ratnaningsih (2009:126) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe yang berbeda yaitu gaya kepempinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional.
b. Gaya Kepemimpinan Definisi kepemimpinan menurut Stoner et al. (1995:47) adalah sebagai berikut: Gaya kepemimpinan adalah pola-pola yang bervariasi dari tingkah laku
yang diinginkan
pimpinan selama proses
11
pengarahan dan
mempengaruhi karyawannya. Locke seperti yang dikutip oleh Pidekso dan Harsiwi
(2001:2)
mendefinisikan
kepemimpinan
sebagai
berikut:
Kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (inducing) orang-orang lain menuju sasaran bersama. c. Model Gaya Kepemimpinan dalam Partai Politik Menurt Ratnaningsih (2009:126) gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia inginkan. Burn (1978) seperti yang dikutip oleh Ratnaningsih (2009:126) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe yang berbeda yaitu gaya kepempinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Kedua gaya kepemimpinan tersebut merupakan dua hal yang berbeda (saling bertentangan) namun sangat penting dan dibutuhkan setiap organisasi. 4. Popularitas dan Elektabilitas Dalam Kegiatan Kampanye Politik Sesuatu dikatakan popularitasnya tinggi belum tentu eklektabilitas tinggi. Popularitas adalah tingkat keterkenalan di mata publik. Meskipun populer belum tentu layak dipilih. Sebaliknya meskipun punya elektabilitas sehingga layak dipilih tapi karena tidak diketahui publik, maka rakyat tidak memilih. Popularitas (popularity = terkenal) dan elektabilitas (electability = tingkat keterpilihan) sama sekali berbeda, hanya yang satu dengan
lainnya
saling
mendukung
(Udianto.
2013).
Sedangkan
elektabilitas adalah tingkat keterpilihan yang disesuaikan dengan kriteria pilihan. Elektabilitas sering dibicarakan menjelang pemilihan umum. Elektabilitas partai politik berarti tingkat keterpilihan partai politik di publik. Elektabilitas partai tinggi berarti partai tersebut memiliki daya pilih yang tinggi. Untuk meningkatkan elektabilitas maka objek elektabilitas harus memenuhi kriteria keterpilihan dan juga populer (Diana, 2013).
12
Metodologi Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei, menurut Singarimbun dan Sofian Effendi pengertian penelitian survei adalah, "Penelitian yang mengambil sampel dari dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok." (Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989:3). Didalam penelitian survei ini, metode yang digunakan adalah metode Explanatory research, yaitu "apabila untuk data yang sama peneliti menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis." (Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989:25).. Penelitian ini menguji tingkat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Oleh karena itu penelitiannya bersifat kausalitas yang bertujuan untuk mendapatkan bukti hubungan sebab akibat melalui pengujian hipotesa. Dengan penggunaan metode survei eksplanasi disini, penulis melakukan pengamatan untuk memperoleh gambaran tentang variabel terpaan iklan politik Jokowi-JK di Metro TV terhadap elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014. Penelitian ini menggunakan teknik stratified random sampling. Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan riset (Rachmat Kriyantono, 2010: 158). Sampel dalam penelitian ini. Lokasi penelitian ini adalah di mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS Surakarta. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa D3 Ilmu Komunikasi Terapan Angkatan 2013 di UNS Surakarta yang berjumlah 224 orang. Terdiri dari 74 mahasiswa D3 Periklanan, 50 mahasiswa D3 Penyiaran dan 100 mahasiswa D3 Hubungan Masyarakat. Menurut
Masri
Singaribuan
dan
Effendi
(1989:
122)
validitas
menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu valid mengukur apa yang ingin diukur. Dalam penelitian ini alat ukurnya berupa kuesioner sehingga kuesioner yang digunakan harus mengukur apa yang akan diukur. Validitas alat ukur diuji dengan cara menghitung korelasi antara nilai keseluruhan yang diproleh dari setiap butir pertanyaan dengan nilai keseluruhan yang diperoleh pada alat ukur tersebut teknik yang digunakan adalah korelasi moment pearson. 13
Uji realibilitas juga dilakukan dalam penelitian ini. Uji reabilitas dimaksudkan untuk menunjukan sejauh mana suatu pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif berbeda (konstan) bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama. Metode yang digunakan adalah metode dari Alpha Cronbach (α ). (Silalahi. 2010: 236) Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan analisis data model Korelasi Spearman. Korelasi ini merupakan alat uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif dua variabel bila datanya berskala ordinal (ranking). Nilai korelasi ini disimbolkan dengan (dibaca: rho). Karena digunakan pada data berskala ordinal, untuk itu sebelum dilakukan pengelolahan data, data kuantitatif yang akan dianalisis perlu disusun dalam bentuk ranking.
Nilai korelasi
Spearman berada diantara -1 < < 1. Bila nilai = 0, berarti tidak ada korelasi atau tidak ada hubungannya antara variabel independen dan dependen.
Sajian Data a. Variabel Kontrol (X1) Tabel 1. Penyajian Data Variabel No.
Kategori
Nilai
Frekuensi
Prosentase
1.
Sangat Tinggi
44-47
36
46,00
2.
Tinggi
39-43
29
37,00
3.
Sedang
35-38
0
0,00
4.
Rendah
31-34
13
17,00
78
100,00%
Jumlah
Sumber : Tabel primer kuesioner
Terpaan iklan politik pasangan Jokowi-JK termasuk dalam kategori sangat tinggi yaitu sebesar 46%% atau 21 orang dari 78 responden. Hal ini berarti bahwa para responden termasuk kategori sangat tinggi dalam melihat iklan berdasarkan frekuensi, lama melihat, dan aktivitas dalam melihat iklan. Selain itu kesesuaian juga dirasakan positif oleh para responden. 14
b. Variabel Independen (X2) Tabel 2. Penyajian Data Variabel Gaya Kepemimpinan No.
Kategori
Nilai
Frekuensi
Prosentase
1.
Sangat Tinggi
22-23
14
18,00%
1.
Tinggi
20-21
21
27,00%
2.
Sedang
18-19
18
23,00%
3.
Rendah
17-18
25
32,00%
78
100,00%
Jumlah
Sumber : Tabel primer kuesioner
Gaya Kepemimpinan politik dibagi menjadi dua indikator, yaitu kognitif dan afektif yang dilihat menunjukkan 21 responden (27%) dalam kategori tinggi. Pada tahap ini dengan gaya kepemimpinan kognitif dan efek terpaan afektif menunjukan hubungan yang positif kuat dengan tingkat yang tinggi. Hal ini berarti bahwa gaya
kepemimpinan kepada para responden untuk memilih
pasngan Jokowi-JK sesuai dengan motif kognitif dan motif afektif itu sangat tinggi. c. Variabel Kontrol (Y) Tabel 3. Penyajian Data Variabel Elektabilitas Jokowi-JK No.
Kategori
Nilai
Frekuensi
Prosentase
1.
Sangat Tinggi
46-49
23
30,00
2.
Tinggi
42-45
29
37,00
3.
Sedang
38-41
13
18,00
3.
Rendah
34-37
13
18,00
78
100,00%
Jumlah
Sumber : Tabel primer kuesioner
15
Elektabilitas dibagi menjadi dua indikator, yaitu kognitif dan afektif. Dari tabel tersebut menunjukkan sebanyak 29 responden atau sebesar 37% termasuk dalam kategori tinggi. Pada tahap ini dengan motivasi kepuasan kognitif dan kepuasan afektif menunjukan hubungan yang positif dengan tingkat yang sedang. Hal ini berarti bahwa keuptusan para responden untuk memilih sesuai dengan motif kognitif dan motif afektif telah terpenuhi dengan baik. Analisis Data a. Terpaan Iklan Politik Jokowi-JK terhadap elektabilitas Tabel 4. Tabel Korelasi antara Terpaan Iklan Politik dengan Elektabilitas Correlations J.V.Elektabilita Control Variables
J.V.Terpaan
J.V.Gaya.Kepemimpin J.V.Terpaan an
J.V.Elektabilitas
Correlation
s
1.000
.803
Significance (2-tailed)
.
.000
df
0
75
Correlation
.803
1.000
Significance (2-tailed)
.000
.
75
0
df
Sumber : Hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 16.00
Hasil perhitungan korelasi antara variabel terpaan iklan politik Jokowi-JK dengan elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014 sesuai dengan hasil yang terlampir dari program SPSS 16.00 diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,802 dengan nilai probabilitas 0.00 signifikan 0,01 (2 tailed). Nilai koefisien korelasi menunjukkan 0,802 merupakan nilai positif yang mengindikasikan derajat hubungan linier positif yang bernilai sangat kuat. Terdapat hubungan yang signifikan antara mterpaan iklan politik Jokowi-
JK dengan elektabilitas pada mahasiswa D3 komunikasi terapan UNS 2angkatan 2013. Berarti hipotesis dalam penelitian yang menyatakan bahwa “Ada pengaruh yang positif dan signifikan terpaan iklan politik Jokowi-JK terhadap elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014”.Berdasarkan pengujian tersebut, 16
maka hipotesa yang dirumuskan dapat diterima. Karena nilai t hitung lebih besar dari t tabel dan derajat hubungan bernilai sangat kuat yaitu 0,802 dengan interval koefisiensi 0,80-1,00. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linier positif sangat kuat terpaan iklan politik Jokowi-JK dengan elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014.
b. Gaya Kepimpinan terhadap Elektabiltas Tabel 5. Tabel Korelasi antara Gaya Kepimpinan dengan Elektabiltas pasangan Jokowi-JK Correlations J.V.Gaya.Kepem J.V.Elektabilit impinan Spearman's J.V.Gaya.Kepemimpinan rho
Correlation Coefficient
as
1.000
Sig. (2-tailed) N J.V.Elektabilitas
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
.754
**
.
.000
78
78
**
1.000
.000
.
78
78
.754
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber : Hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 16.00
Terdapat hubungan yang signifikan. Hal tersebut dapat dibuktikan berdasarkan perbandingan nilai t hitung yang lebih besar dengan t tabel yaitu 2,426 > 1,993. Sedangkan hasil perhitungan korelasi antara gaya kepemimpinan dan elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014 dengan hasil yang terlampir dari program SPSS 16.00 diperoleh hasil nilai koefisien korelasi sebesar 0,754 dengan nilai probabilitas 0.00 signifikan 0,01 (2 tailed). Koefisien korelasi menunjukan 0,754 adalah nilai positif yang mengindikasi derajat hubungan bernilai sangat kuat. Berdasarkan hasil tersebut, maka Ho ditolak dan Ha diterima karena derajat hubungan bernilai sangat kuat yaitu 0,754 dengan interval koefisiensi 0,754 -1,00. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bersifat linier positif
17
yang sangat kuat gaya kepemimpinan dan elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014. Hubungan yang signifikan ini terlihat jelas bahwa gaya kepemimpinan akan mempengaruhi elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014. Hal ini berarti semakin tinggi gaya kepemimpinan, maka elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014 juga akan semakin tinggi. c. Terpaan Iklan dan Gaya Kepimpinan dengan Elektabiltas pasangan Jokowi-JK Tabel 6. Tabel Korelasi antara Terpaan Iklan dan Gaya Kepimpinan dengan Elektabiltas pasangan Jokowi-JK Correlations Control Variables J.V.Gaya.Kepemimpinan
J.V.Terpaan J.V.Terpaan
J.V.Elektabilitas
Correlation
J.V.Elektabilitas
1.000
.803
Significance (2-tailed)
.
.000
df
0
75
Correlation
.803
1.000
Significance (2-tailed)
.000
.
75
0
df
Sumber : Hasil pengolahan data menggunakan program SPSS 16.00
Hipotesis ketiga yang menyatakan “Ada pengaruh yang positif dan signifikan terpaan iklan politik Jokowi-JK dan gaya kepemimpinan secara simultan terhadap elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014.” juga dapat diterima. Hal ini berdasarkan perbandingan nilai t hitung yang lebih besar dengan t tabel sehingga Ha dapat diterima dan Ho ditolak. Hasil perhitungan korelasi antara terpaan iklan politik Jokowi-JK dan gaya kepemimpinan secara simultan terhadap elektabilitas Jokowi-JK sebagai Capres dan Cawapres 2014 sesuai dengan hasil terlampir dari program SPSS 16.00 diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,803 dengan nilai probabilitas 0.00 signifikan 0,01 (2 tailed). Koefisien korelasi tersebut menunjukkan nilai yang kuat. Hubungan bernilai kuat dengan interval koefisiensi 0,80 – 1,00.
18
Kesimpulan Berdasarkan data dari penelitian yang telah dianalisis dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa terpaan iklan politik Jokowi-JK berpengaruh positif dan signifikan terhadap elektabilitas Jokowi-JK, yang artinya apabila terpaan iklan politik Jokowi-JK tinggi maka elektabilitas Jokowi-JK pada mahasiswa juga meningkat 2. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap elektabilitas Jokowi-JK, yang artinya semakin tinggi gaya kepemimpinan maka maka elektabilitas Jokowi-JK pada mahasiswa juga meningkat. 3. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa terpaan iklan politik Jokowi-JK dan gaya kepemimpinan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap elektabilitas Jokowi-JK, yang artinya apabila terpaan iklan politik Jokowi-JK dan gaya kepemimpinan tinggi maka elektabilitas Jokowi-JK pada mahasiswa juga meningkat. Saran Saran yang dapat disampaikan penulis berdasarkan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hendaknya mahasiswa dalam melakukan pemilihan presiden perlu memilih calon presiden yang dapat memahamisituasi dan kondisi bangsa Indonesia saat ini, yaitu pemimpin yang berani menyerukan nilai-nilai moral kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya etika dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya masyarakat dalam upaya menyelesaikan masalah bangsa yang relatif pelik dan rumit serta mereformasi bangsa ini menuju bangsa yang lebih baik 2. Dibutuhkan seorang pemimpin yang bisa membangun masyarakat tidak hanya mampu menciptakan visi misi namun juga bisa memberi motivasi, menciptakan iklim yang nyaman, menciptakan hubungan yang harmonis, saling membantu, dan produktif. Karena itu, perlu diupayakan agar para calon pemimpin yang memiliki karakter seperti ini mendapatkan kesempatan maju. 19
Daftar Pustaka Afdjani, Hadiono. (2012). Dampak Globalisasi Media Terhadap Masyarakat dan Budaya Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Anwar Arifin. (2003). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Daignault, Penelope. (2013). The Perception of Political Advertising During an Election Campaign : A Measur of Cognitif and Emotional Effect. Canadian Journal of Communication vol 38 (2013) 167-186. Diana, Annur. (2013). Penentu Suatu Pilihan Popularitas atau Elektabilitas. http://kitabasmikorupsi.blogspot.com/2013/02/penentu-suatu-pilihanpopularitas-atau-elektabilitas.html. diakses pada 3 Januari 2014. Djarwanto Ps dan Pangestu Subagyo, (2000), Statistik Induktif. Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta. Effendy, Uchyana. (2009). Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya. Haryanto, (1998), Partai Politik Suatu Tinjauan Umum, Yogyakarta: Liberty. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan. Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Pawito, (2009), Komunikasi Poltik, Media Massa dan Kampanye Pemilihan. Yogyakarta: Jalasutra. Rahman, Abdul. ( 2006. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu Riswandi, (2006). Definisi Komunikasi dan Tingkatan Proses Komunikasi,(Online) (http://meiliemma.wordpress.com/2006/10/17 , 06 Januari 2014). Ruslan, Rosady. (1997). Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi, Jakarta: Alfabeta. Setyawati, Endang. (2012). Pengusaha Media dan Kepemimpinan Politik (Studi Kasus : Hary Tanoesoedibjo Sebagai Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem). Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES. Sugiyono, (2002). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : CV Alfabeta.
20