Motivasi Menjadi Guru SLB pada Wanita Dewasa Awal Neny Agustien Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAK Hasil menunujukan bahwa subjek memiliki motivasi untuk menjadi guru SLB dilihat usaha subjek dalam meningkatkan kemampuan subjek dengan cara mencari informasi lebih banyak lagi agar subjek tidak tertinggal dalam masalah pengtahuan. Serta subjek pantang menyerah dalam mendidik dan mengajar anak didik subjek yang memiliki kebutuhan khusus karena didukung oleh kondisi serta rekan kerja yang baik membuat subjek termotivasi untuk bekerja dengan giat. Alasan subjek mau menjadi guru SLB, karena faktor kebutuhan. Dengan menjadi guru SLB kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder subjek dapat terpenuhi, karena gaji seorang guru SLB sudah disesuaikan dengan UMR dan bahkan menurut subjek gajinya saat ini sudah diatas rata – rata UMR. Subjek juga menyesuaikan pekerjaannya dengan latar belakang pendiikan subjek yaitu PLB serta subjek merasa pekerjaannya saat ini sudah sesuai dengan kemampuannya. Cara subjek bertahan dipekerjaannya dengan beryukur kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa subjek mampu mendidik anak – anak yang memiliki kebutuhan khusus dan subjek berusaha memberikan kemampuannya semaksimal mungkin agar tujuan utama subjek dapat terwujud. Selain itu, subjek berusaha mendekatkan diri kepada anak didik agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Kata Kunci
: Motivasi, , Guru SLB, Wanita Dewasa Awal
A. PENDAHULUAN Guru mempunyai peranan yang sangat penting dan bertanggung jawab terhadap perkembangan mental dan emosional muridnya. Menurut Munandar (1999) tugas seorang guru adalah merangsang dan membina perkembangan intelektual, pertumbuhan sikap-sikap dan nilai-nilai dalam diri anak. Di Indonesia sekolah khusus seringkali disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) walaupun ada juga sekolah-sekolah khusus yang tidak menamakan dirinya sebagai SLB. Pembentukan Sekolah Luar Biasa memberikan pelayanan yang lebih baik bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus atau anak luar biasa (Sunarjo, 2006). Di Indonesia sekolah khusus seringkali disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) walaupun ada juga sekolah-sekolah khusus yang tidak menamakan dirinya sebagai SLB. Pembentukan Sekolah Luar Biasa memberikan pelayanan yang lebih baik bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus atau anak luar biasa (Sunarjo, 2006). Jumlah
SLB pada tahun 2006/2007 mencapai 1.569 sekolah, dimana 80,75 % diantaranya SLB swasta (Direktorat PSLB 2003) Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan lembaga pendidikan yang dipersiapkan untuk menangani dan memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak penyandang kelainan (anak luar biasa) yang meliputi kelainan fisik, mental, dan emosi / sosial (Mikarsa, 2002). The Americans with Disability Act (ADA) menyatakan bahwa individu dengan kebutuhan khusus atau anak luar biasa harus mendapatkan akomodasi yang memadai baik didunia pendidikan maupun didunia pekerjaan dan tidak boleh mendapatkan diskriminasi (Mastropieri & Scruggs, 2000). Hal tersebut di Indonesia ditindaklanjuti dengan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 5 ayat (2) bahwa “ warga Negara yang berkelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus “.
B. TINJAUAN PUSTAKA Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai tujuan tertentu (Purwanto, 2002). Motivasi adalah sebab, alasan, pikiran dasar, dorongan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu atau ide pokok yang selalu berpengaruh terhadap tingkah laku manusia (Kartono,1994). Maslow (dalam Ritandiono dan Retnaningsih, 1996) berpendapat bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari sumber genetik atau naluriah. Kebutuhankebutuhan tersebut adalah : Kebutuhan Fisiologis, Kebutuhan Akan Rasa Aman, Kebutuhan Akan Rasa Memiliki-Dimiliki dan Kasih Sayang, Kebutuhan Akan Penghargaan, Kebutuhan Aktualisasi Diri .Ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan motivasi (Gomes, 2003) yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. 1. Faktor yang berasal dari dalam diri (intrinsik) a) Kebutuhan-kebutuhan Kebutuhan mempengaruhi individu secara langsung, karena sebagian energi mereka mempengaruhi pikiran-pikiran dan tindakan-tindakanya. Kebutuhan seseorang
yang
bekerja
sama
dengan
emosi-emosinya
dan
fungsi
fisiologikalnya, bertindak sebagai motif-motif yang mendikte tindakannya yaitu perilaku. b) Tujuan-tujuan Pencapaian tujuan-tujuan yang diinginkan dapat menyebabkan timbulnya penyusutan dalam kekurangan kebutuhan (Winardi,2001). c) Sikap Perasaan seorang karyawan tentang objek, aktivitas yang terjadi dalam suatu pekerjaan. d) Kemampuan-kemampuan Kapasitas-kapasitas biologikal yang diwarisi dari Tuhan Yang Maha Esa, baik secara mental maupun fisikal. Kesedian untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikondisikan oleh kemampuan, upaya untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu. 2. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri (ekstrinsik) yaitu, a) Gaji atau upah Suatu imbalan untuk pekerjaan yang dilaksanakan. Imbalan berupa gaji atau upah merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang dapat dicapai orang-orang melalui kegiatan (Winardi, 2001). b) Keamanan pekerjaan Identifikasi dan peniadaan perilaku-perilaku kerja yang tidak aman c) Sesama pekerja Derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinterkasi dengan tenaga kerja lainnya. d) Pengawasan Membatasi sumber-sumber data keseluruhan yang tersedia untuk suatu instansi dan mencegah pengeluaran bagi hal-hal atau aktivitas yang tidak dibenarkan oleh undang-undang. e) Pujian Pujian yang diberikan atasan akan mendorong karayawan untuk bekerja lebih baik. f) Pekerjaan itu sendiri Besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaan itu sendiri.
Motivasi terdiri dari beberapa komponen. Berikut penjelasan mengenai komponen dari motivasi yaitu : a. Menurut Purwanto (2002) komponen motivasi terdiri dari, 1) Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan dan memimpin serta bertindak dengan cara tertentu. Misalnya, kekuatan dalam hal ingatan, respon-respon efektif dan kecenderungan mendapat kesenangan. 2) Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku dengan demikian ia menyediakan orientasi tujuan, tingkah laku diarahkan pada sesuatu. 3) Untuk menjaga dan menopang tingkah laku lingkungan sekitar menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu. Dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap baru dalam tahapan perkembangan kehidupan. Individu telah menjalani masa remaja dan kini akan memasuki tahap pencapaian kedewasaan dengan segala tantangan yang lebih beragam bentuknya (Turner & Helms, 1995). Terdapat berbagai pendapat mengenai batasan usia dewasa awal. Havighurst (dalam dariyo, 2003) memberikan batasan usia dewasa awal antara 18 sampai 35 tahun. Begitupun dengan pendapat Turner dan Helms (1995) menyatakan bahwa usia 20 sampai 30 tahunlah batasan usia dewasa awal, dan yang terakhir adalah Levinson (dalam Turner dan Helms, 1995) yang menyebutkan bahwa batasan usia dewasa awal adalah 20 sampai 40 tahun. Guru memiliki peran yang sangat banyak untuk mencerdaskan suatu bangsa yaitu sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu, model dan teladan pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, emasipator, evaluator dan lain-lain (Mulyasa, 2006). Guru Sekolah Luar Biasa sebaiknya memiliki kesabaran dan ketabahan dalam melaksanakan tugasnya mengajar dan mendidik anak-anak yang mempunyai keterbatasan dan kekurangan baik fisik maupun mental serta memiliki rasa care yang tinggi terhadap peserta didiknya. Guru di SLB harus mempunyai latar belakang pendidikan luar biasa.
C. Motivasi Pada Wanita Dewasa Awal yang menjadi Guru SLB Semua orang yakin bahwa guru mempunyai andil yang cukup besar terhadap keberhasilan individu. Individu dapat mengembangkan minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki individu secara optimal. Dengan segala kekurangan yang ada guru berusaha membimbing dan membina anak didiknya agar menjadi individu yang berguna bagi nusa dan bangsa dikemudian hari (Mulyasa, 2006). Keberhasilan segala jenis program pendidikan pastinya sedikit banyak dipengaruhi oleh peran serta guru. Dilihat dari tugas pekerjaan guru SLB maka motivasi guru SLB akan rendah karena seorang guru SLB harus mempunyai interkasi yang baik, memberikan kenyamanan, serta harus sabar dalam proses belajar mengajar. Banyak faktor yang dapat menyebabkan motivasi pada guru SLB yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seperti kebutuhan, tujuan, sikap, dan kemampuan. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri individu meliputi pembayaran atau upah, keamanan pekerjaan, pekerjaan itu sendiri (Gomes, 2003). D. METODE PENELITIAN Sesuai dengan latar belakang masalah penelitian, maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengetahui gambaran motivasi subjek dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan subjek menjadi guru di SLB, dan bagaimana cara memotivasi diri mejadi guru di SLB. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kuantitatif dengan positivismenya. Peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka. Penelitian dilakukan dalam latar belakang yang alamiah bukan hasil perlakuan atau manipulasi variabel yang dilibatkan (Heru Basuki, 2006) Subjek Penelitian Subjek adalah wanita dewasa awal yang berusia 20-40 tahun dan seorang guru yang bekerja di SLB. Dalam penelitian ini menggunakan satu subjek karena didasarkan atas usianya yaitu dewasa awal dan bidang pekerjaannya yaitu guru SLB. Dalam
penelitian kualitatif tidak ada aturan pasti dalam subjek yang diambil (Poerwandari, 1998). Teknik Pengumpulan Data Wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap dan pola piker dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti. Karena wawancara itu dirancang oleh pewawancara, maka hasilnyapun dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pewawancara (Heru Basuki, 2006). Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara berstruktur. Disamping itu peneliti juga menggunakan pedoman wawancara yang digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas. Hal ini akan memungkinkan peneliti untuk memiliki panduan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan hal yang diteliti. Namun saat yang bersamaan tetap fleksibel, itu semua tergantung pada perkembangan dan situasi dalam wawancara. Observasi merupakan istilah dari bahasa latin yang berarti “melihat” dan “memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari, 1998). Dalam penelitian ini metode observasi adalah metode pendukung bagi metode wawancara yang digunakan untuk melihat perilaku dalam setting alamiah. Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi nonpartisipan dan observasi berstruktur. Pada observasi nonpartisipan, peneliti hanya mengamati perilaku apa yang dilakukan subjek, sedangkan pada observasi berstruktur peneliti dalam melaksanakan observasinya menggunakan pedoman observasi. Alat Bantu Penelitian Pedoman wawancara dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam memberikan pertanyaan. Pedoman ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah penelitian agar apa yang diinginkan diketahui oleh peneliti tidak terlewatkan. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai
aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar untuk memeriksa apakah aspek-aspek tersebut telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 1998) Pedoman observasi digunakan dengan maksud agar peneliti dapat melihat tingkah laku yang nampak pada subjek selama proses wawancara yang sedang berlangsung (Poerwandari, 1998). Pedoman observasi disusun berdasarkan lembar kerja observasi. Penulis akan melakukan observasi dengan menggunakan check list dengan memperhatikan aspek-aspek fisik, gesture tubuh dan cara menjawab. Untuk memudahkan pencatatan hasil wawancara, peneliti menggunakan alat perekam untuk merekam percakapan peneliti dengan responden. Alat perekam ini akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak akan diperdengarkan kepada orang lain, sehingga terjadi kerahasiaanya. Namun sebelumnya peneliti akan meminta ijin kepada responden untuk menggunakan alat perekam. Keakuratan Penelitian Dalam penelitian ini untuk menjaga keakuratan, peneliti mengacu pada triangulasi data yaitu sumber data diperoleh melalui wawancara dan observasi yang dilakukan kesubjek dengan waktu yang tidak bersamaan. Begitu juga sumber data yang diperoleh melalui significant other, menggunakan waktu yang tidak bersamaan dengan proses wawancara subjek. Peneliti juga menggunakan triangulasi teori dengan tujuan untuk mendesain data yang harus dikimpulkan dan untuk dijadikan pisau analisa terhadap data tersebut dalam pembahasan. Peneliti juga menggunakan triangulasi pengamat yaitu dengan dosen pembimbing yang memberikan masukan terhadap pengumpulan data. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, peneliti hanya memakai teknik menginterpretasi data yang telah diambil secara rasional. E. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN Sebelum proses pengambilan data dilakukan, peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada kepala sekolah untuk mewawancarai salah satu guru yang mengajar di SLB. Setelah peneliti mendapatkan izin dari kepala sekolah, peneliti langsung menemui subjek dan memberitahu subjek maksud serta tujuan dari penelitian. Kegiatan wawancara dan observasi dilakukan secara terpisah. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Peneliti melakukan wawancara dan
observasi berdasarkan pedoman yang telah dibuat. Dalam pengambilan data peneliti menggunakan alat perekam suara, yang sebelumnya telah disetujui oleh subjek.
Hasil Penelitian 1. Bagaimana gambaran motivasi subjek menjadi guru di SLB ? Gambaran motivasi subjek menjadi guru SLB yaitu subjek memiliki motivasi. Dilihat dari tanggung jawab subjek dalam melaksanakan pekerjaannya, subjek rajin dan ulet dalam bekerja khususnya ketika mengajar anak didik subjek. Dalam mengajar subjek sigap dan berani mengambil resiko ketika ada anak didik subjek ada yang berperilaku diluar kontrol atau mengamuk didalam kelas dan subjek langsung berusaha menenangkan anak tersebut. Subjekpun giat mengikut sertakan anak didik subjek jika ada acara atau kegiatan yang diselenggarakan oleh yayasan. Subjek memiliki keyakinan hati bahwa subjek sanggup menangani anak- anak yang memiliki kebutuhan khusus. Selama subjek bekerja subjek tidak pernah mengeluh akan pekerjaannya yang begitu sulit, karena subjek yakin subjek mampu bertahan mengahadapi anak didik subjek. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Munandar (1999) bahwa faktor utama yang menentukan keberhasilan suatu program pendidikan ialah keyakinan para guru bahwa program pendidikan tersebut memang perlu diadakan dan juga kesediaan mereka untuk melibatkan diri dalam tugas tersebut. 2. Faktor – faktor apa yang menjadi penyebab timbulnya motivasi pada subjek menjadi guru SLB ? Faktor – faktor yang menjadi penyebab timbulnya motivasi pada subjek menjadi guru SLB yaitu karena faktor kebutuhan. Subjek harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup subjek dan keluarga, karena dengan bekerja subjek akan mendapatkan haknya sebagai guru yaitu pendapatan (gaji) serta subjek merasa bidang pekerjaan yang subjek pilih sudah sesuai dengan latar belakang pendidikan subjek yaitu PLB. Selain itu subjek ingin mewujudkan tujuan utama subjek yaitu mengamalkan ilmu yang didapatnya pada saat subjek berkuliah sehingga menjadikan anak – anak yang memiliki kebutuhan khusus paling tidak bisa mandiri dan mendapatkan hak dalam pendidikan.
Hal tersebut sesuai dengan pandapat Siagian (1995) motivasi adalah gaya pendorong yang mengakibatkan seorang mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam
bentuk
keahlian
atau
keterampilan
tenaga
dan
waktunya
untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya untuk menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Bagaimana cara memotivasi diri menjadi guru di SLB ? Cara subjek memotivasi diri menjadi guru di SLB yaitu dengan memberikan kemampuannya semaksimal mungkin untuk mewujudkan tujuan utama subjek dan berusaha menyeimbangi kemampuan anak serta memaksimalkan sarana dan prasarana yang ada. Subjek berusaha bersikap sabar ketika mendapatkan tekanan meskipun menimbulkan keresahan bagi subjek. Cara subjek menyukai pekerjaannya dengan bersyukur dan lebih mendekatkan diri kepada anak didik serta meyakinkan diri untuk tetap bertahan bekerja di instansi tempat subjek mengajar, karena menurut subjek dalam mendidik anak – anak yang memiliki kebutuhan khusus harus memiliki keyakinan dari hati atau panggilan jiwa. Hal ini sesuai dengan pendapat Munandar (1999) bahwa factor utama yang menentukan keberhasilan suatu program pendidikan ialah keyakinan para guru bahwa program pendidikan tersebut memang perlu diadakan dan juga kesediaan mereka untuk melibatkan diri dalam tugas tersebut.
Daftar Pustaka Gomes, F. C. (2003). Manajemen sumber daya manusia. Yogjakarta : CV. Andi Offset Heru Basuki, A. M. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta : Penerbit Gunadarma Kartono, K. (1994). Psikologi sosial untuk manajemen perusahaan dan industri. Jakarta : Rajawali Pers Mastropieri, M. A. , & Scruggs, T.E (2000). The inclusive classroom : strategies for effective instruction. USA : Prentice-Hall International Editions Mikarsa, H. L. (2002). Pendidikan anak di SD. Buku materi pokok PGSD 4302/4/SKS/Modul 1-12. Jakarta : Pusat penerbit Universitas Terbuka
Mulyasa, E. (2006). Menjadi guru profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Munandar, S. C. V. (1999). Mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah : petunjuk bagi para guru dan orang tua. Jakarta : gramedia Widiasarana Poerwandari, K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia Purwanto, N. (2002). Psikologi pendidikan. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya Ritandiyono & Retnaningsih. (1996). Aktualisasi diri. Depok : Universitas Gunadarma Siagian, S. (1995). Terori motivasi dan aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta Sunarjo, D. L. (2006) Gambaran sikap guru SD inkluisi dan guru SLB terhadap anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SD inkluisi. Skripsi (Tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Turner, J. S. Dan Helms, D. B. (1995). Life-span development. 5th ed. Forth wort : Harcout Brace College Publisher Winardi, J. (2001). Motivasi pemotivasian dalam manajemen. Jakarta : PT. Raja Grafindo Direktorat PSLB. (2003). http://www.pkplk-plb.org/app/index.php?option=com pleksos & task=view & id=26 & item id= 6& metakey =spirit. Diakses tanggal 04 Juli 2009