Motivasi Membaca Literatur Berbahasa Inggris pada Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Laras Kartika Endah Mastuti Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Abstract. This study aimed to describe the reading motivation ot the Students of Psychology Faculty of Airlangga University. The data was collected using questionnaire of L2 reading motivation which derived from Mori's (2002) definition about motivation to read in foreign language, which consist of four dimensions: intrinsic motivation, extrinsic motivation, importance of reading, and reading efficacy. The study was conducted to student from batch 2007 to 2010 with total 258 participants. Results reveal that the L2 reading motivation of Psychology Student is considered average. This shows that they are not likely to be involved in reading literature which written in English, even though the importance is considered high.
Keywords: L2 reading motivation, college student Abstrak. Penelitian ini bermaksud menggambarkan motivasi membaca dalam bahasa asing pada mahasiswa psikologi. Data diambil menggunakan kuesioner yang disusun atas definisi Mori (2002) tentang motivasi untuk membaca dalam bahasa asing, yang terdiri atas empat dimensi: motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, pentingnya membaca dan kemampuan membaca. Penelitian dilakukan pada mahasiswa Psikologi angkatan 2007-2010 dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 258 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi membaca literatur berbahasa Inggris pada mahasiswa Psikologi berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa cenderung tidak terlalu terdorong untuk membaca literatur berbahasa Inggris, walaupun hal tersebut termasuk penting.
Kata kunci: motivasi membaca, literatur Bahasa Inggris, mahasiswa.
Perguruan tinggi merupakan suatu jenjang pendidikan tinggi dimana pola pembelajaran yang dialami oleh mereka yang mengikuti pendidikan di tingkat ini sedikit banyak berbeda dengan pola belajar di jenjang pendidikan yang lebih rendah yaitu SMA (Sekolah Menengah Atas) ataupun SMP (Sekolah Menengah Pertama). Penyebutan
terhadap orang-orang yang belajar di tingkat ini pun berbeda, mahasiswa. Seberapa besar pengaruh penambahan kata “maha”, perlu mendapat perhatian tersendiri. Penyebutan istilah yang berbeda ini tentunya juga berdampak pada pola pembelajaran yang terjadi di perguruan tinggi. Di tingkat ini, para
Korespondensi: Endah Mastuti, Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks (031) 5025910, E-mail:
[email protected] atau
[email protected]
185
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
Laras Kar tika, Endah Mastuti
mahasiswa yang rata-rata berusia 17 tahun ke atas dianggap sudah cukup dewasa untuk dapat mengatur jadwal perkuliahan dan pembelajaran mereka sendiri, maksudnya dosen hanya bersifat sebagai fasilitator dan bukan sebagai sumber pengetahuan utama tentang suatu topik materi yang diajarkan di perkuliahan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sugiyanta (2008) bahwa dosen hanya bersifat memberi rangsangan dasar pengetahuan sesuai substansi ilmu yang diajarkan oleh dosen bersangkutan, oleh sebab itu mahasiswa dituntut lebih mandiri, bertanggung jawab dan memiliki strategi tersendiri dalam mengikuti perkuliahan. Sugiyanta (2008) menyebut strategi dalam mengikuti perkuliahan bukan hanya dengan mendengarkan dan mencatat, melainkan didukung dengan sikap kritis dari mahasiswa pada saat mengikuti perkuliahan, dalam arti mahasiswa sudah mempersiapkan perkuliahan yang ia ikuti. Salah satu bentuk persiapan tersebut adalah membaca terlebih dahulu materi perkuliahan lewat bahan ajar dari sumber-sumber yang telah diberikan pada saat kontrak kuliah yang diberikan saat pertama kali masuk kelas di awal semester. Sebagai pembanding untuk memberikan gambaran perilaku belajar mahasiswa di luar negeri, penelitian di sebuah sekolah bisnis di Hampton University oleh Braguglia (2005) menunjukkan bahwa buku teks kuliah merupakan materi bisnis yang paling sering dibaca dengan 42% dari total 142 responden membaca buku teks setiap hari, sedangkan materi terkait bisnis di internet dibaca oleh 17% siswa. Penelitian lain tentang kebiasaan belajar mahasiswa pascasarjana di beberapa universitas di Nigeria terhadap 156 responden menunjukkan bahwa mereka belajar lebih banyak saat akhir pekan (32% dari total 156 subyek) walaupun beberapa juga belajar di hari kerja biasa dan tiap ada waktu luang, setiap harinya mereka menghabiskan antara 3 sampai 4 jam untuk belajar (51,3% atau sejumlah 80 dari 156 subyek), mempersiapkan jadwal membaca, yang menunjukkan materi untuk dibaca pada waktuwaktu tertentu (42% atau sekitar 66 dari 156 subyek), serta menggunakan materi apapun yang relevan dengan yang sedang mereka pelajari (33%). Hal ini menunjukkan adanya keaktifan untuk belajar. Sejumlah 96, 61% mahasiswa pascasarjana tersebut termotivasi untuk belajar INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
karena adanya hasrat tentang pengetahuan dan ketrampilan (Igun & Adogbeji, 2007). Kenyataannya di Indonesia menunjukkan tidak semua mahasiswa Indonesia mempersiapkan diri dengan membaca sebelum kuliah, El-Qudsiy (2008) mengatakan seolah-olah catatan kuliah menjadi jimat dan dosen sebagai dewa pengetahuan bagi para mahasiswa Indonesia yang menjadikan kuliah sebagai sumber pengetahuan utama, bahkan satu-satunya sumber mereka. Hal ini membuat kebanyakan mahasiswa memiliki perilaku hanya datang, duduk, dengar dan catat (D3C). Mahasiswa Indonesia tampak belum termotivasi belajar karena memang ingin mendalami pengetahuan yang sedang mereka pelajari, sehingga pola belajar mereka begitu pasif dan mengandalkan figur lain yang dianggap mumpuni, dalam hal ini dosen dan segala penjelasan yang diberikannya selama perkuliahan. Pada dasarnya, membaca itu sendiri merupakan kegiatan yang umum dilakukan dalam kehidupan modern saat ini. Orang melakukan kegiatan membaca dimana saja, dan dengan media apa saja, baik surat kabar, majalah, berita online, dan lain sebagainya. Membaca dapat dilakukan dalam berbagai konteks keadaan, dan kadang yang diperlukan hanya kemampuan untuk menginterpretasikan tulisan menjadi sesuatu yang bermakna. Hanya saja, ada saatnya seseorang diharapkan untuk membaca dalam suatu kondisi tertentu, misalnya dalam setting yang lebih formal seperti konteks akademis sebagai bagian dari pembelajaran (Grabe, 2009). Warga masyarakat modern diharapkan untuk menjadi pembaca yang baik agar dapat sukses, mengingat begitu banyak informasi yang disampaikan dalam bentuk tertulis, selain juga yang disampaikan lewat media audio visual. Braguglia (2005) menyebutkan bahwa membaca diperlukan untuk mencapai kesuksesan akademis dan pertumbuhan intelektual. Dengan keadaan penyebaran informasi yang begitu pesatnya, terkadang seseorang diharuskan untuk mengambil informasi dari teks yang berbahasa asing, sehingga memerlukan kemampuan berbahasa asing pula. Dalam hal ini, peningkatan penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa global memiliki pengaruh besar dalam sistem pendidikan di seluruh dunia dan tuntutan untuk membaca dalam bahasa asing. Jutaan siswa
186
Motivasi Membaca Literatur Berbahasa Inggris pada Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
diharapkan untuk mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa tambahan hingga batas tertentu (Grabe, 2009). Selain itu, karena membaca merupakan bagian dari kondisi melek huruf akademis, dosen di universitas lokal biasanya memiliki ekspektasi tinggi terhadap kemampuan mahasiswa untuk mengatasi tuntutan membaca dalam bahasa Inggris (Kaur & Thiyagarajah, 2000). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motivasi merupakan salah satu konstruk psikologis yang dapat mempengaruhi perkembangan membaca seseorang. Siswa dengan motivasi intrinsik tinggi dilaporkan lebih sering menggunakan strategi pemahaman dan pemahaman yang lebih baik terhadap teks ilmu pengetahuan (Mecce & Holt, 1993, dalam Grabe, 2009). Begitu pula dilaporkan bahwa siswa yang termotivasi secara intrinsik akan membaca lebih banyak (Guthrie & Cox, 2001; Wigfield & Guthrie, 1997, dalam Grabe, 2009). Motivasi itu sendiri oleh Beck (2000) dinyatakan sebagai konsep teoretis yang menerangkan kenapa orang (atau hewan) memilih untuk terlibat dalam perilaku tertentu pada waktu tertentu. Motivasi terkait dengan pilihan yang dibuat individu tentang aktivitas yang akan atau tidak akan dilakukan, tingkat keteguhan mereka dalam aktivitas yang dipilih tersebut, dan jumlah usaha yang mereka berikan untuk melakukan kegiatan tersebut (Wigfield, 2000: 140141, dalam Grabe, 2009). Penulis melakukan studi pendahuluan (preeliminary study) di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga terhadap 55 mahasiswa dari empat angkatan, mulai dari angkatan 2006 hingga 2009 dan ditemukan hasil bahwa 43 dari 55 mahasiswa lebih memilih literatur berbahasa Indonesia untuk dibaca sebagai referensi perkuliahan dibanding bahasa Inggris, dengan sekitar 32 orang menyatakan alasan mereka memilih literatur berbahasa Indonesia karena lebih mudah dipahami dan dimengerti. Hanya 13 orang dari total 55 mahasiswa (24%) yang lebih memilih membaca literatur berbahasa Inggris dengan alasan yang cukup beragam, mulai dari karena disuruh dosen, isi yang lebih lengkap, up to date, merupakan sumber literatur utama dalam perkuliahan, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan kecenderungan yang rendah untuk memilih literatur berbahasa Inggris sebagai referensi
187
perkuliahan, salah satunya karena literatur berbahasa Indonesia dianggap lebih mudah dipahami dan dimengerti karena bahasa Indonesia merupakan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, dan untuk membaca literatur berbahasa Inggris juga diperlukan kemampuan berbahasa Inggris yang cukup. Berdasarkan uraian di atas tentang hasil studi pendahuluan yang memberikan data empiris tentang motivasi membaca literatur berbahasa Inggris yang cenderung rendah di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, serta penjelasan tentang pentingnya membaca dalam dunia perkuliahan, serta masih rendahnya kesadaran untuk membaca inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang motivasi membaca literatur berbahasa Inggris pada mahasiswa Psikologi. Konteks penelitian ini adalah bahasa Inggris sebagai bahasa asing dimana mahasiswa non-bahasa Inggris biasanya diminta untuk membaca literatur dalam bahasa Inggris. Bagaimanakah gambaran motivasi mahasiswa untuk membaca literatur berbahasa Inggris? Pertanyaan itulah yang menarik penulis dan akan dicoba untuk dijawab dalam penelitian ini. Nantinya penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembelajaran di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga terkait dengan penggunaan literatur berbahasa Inggris dalam perkuliahan sehari-hari.
Motivasi Untuk Membaca dalam Bahasa Asing Guthrie dan Wigfield (2000, dalam Guthrie, dkk., 2004) mendefinisikan motivasi membaca sebagai tujuan personal, nilai dan kepercayaan individu terkait dengan topik, proses dan hasil dari membaca. Dari definisi ini dapat dikatakan bahwa individu memiliki kendali atas motivasinya karena ditentukan oleh kepercayaan, nilai dan tujuannya sendiri. Menurut Gardner (1985:10, dalam Dörnyei & Schmidt, 2001) L2 motivation dapat dijelaskan sebagai sekumpulan konsep (konstruk), yang meliputi "kombinasi usaha dan hasrat untuk meraih tujuan pembelajaran bahasa sekaligus sikap yang menyenangkan terhadap pembelajaran
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
Laras Kar tika, Endah Mastuti
bahasa." Dua orientasi (misalnya pembagian alasan untuk mempelajari bahasa asing) mendapat perhatian paling empiris (Dörnyei & Schmidt, 2001). Yang pertama adalah orientasi integratif, yang merujuk pada hasrat untuk mempelajari sebuah bahasa untuk dapat berinteraksi dengan, atau mungkin untuk mengenal anggota komunitas bahasa asing tersebut. orientasi yang kedua adalah orientasi instrumental, yang menggambarkan alasan pembelajaran bahasa asing yang merefleksikan tujuan praktis, misalnya memperoleh target akademis atau promosi jabatan (Dörnyei & Schmidt, 2001). Berdasarkan taksonomi teoretis tentang komponen motivasi membaca, Wifgield & Guthrie (1997) mengembangkan Kuesioner Motivasi untuk Membaca (MRQ) untuk mengukur 11 faktor motivasi. Berkenaan dengan motivasi membaca dalam konteks bahasa asing, beberapa peneliti berusaha menjelaskan motivasi membaca dalam bahasa asing menggunakan versi terjemahan MRQ. Mori (2002), misalnya, menyelidiki motivasi
membaca pada siswa perguruan tinggi Jepang dengan MRQ yang telah dimodifikasi. Ia juga memasukkan beberapa aitem untuk mengukur ide Gardner tentang motivasi terintegrasi untuk membaca dalam Bahasa Inggris. Berdasarkan penelitian tersebut, Mori (2002) menyebutkan ada empat sub-komponen dalam motivasi membaca dalam konteks bahasa asing, yaitu: motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, pentingnya membaca, kemampuan membaca. Empat komponen ini menunjukkan bahwa 11 faktor motivasi milik Wigfield & Guthrie tidak sesuai dengan datanya secara memadai, sehingga MRQ tersebut perlu direvisi dalam konteks penelitian. Nishino (2005, dalam Kim, 2010) mereplikasi penelitian Mori, kemudian ditemukan bahwa motivasi membaca dalam konteks bahasa asing didefinisikan oleh beragam karakteristik seperti motivasi intrinsik dan ekstrinsik dan sikap terhadap membaca. Sikap membaca merupakan “sebuah sistem perasaan yang terkait dengan membaca yang menyebabkan pelajar mendekati atau menjauhi situasi membaca” (Alexander &
HASIL DAN BAHASAN Hasil penelitian disajikan dalam tabel berikut. Tabel 1: Deskripsi Data Motivasi Membaca Literatur Berbahasa Inggris pada Mahasiswa
Secara keseluruhan Dimensi Motivasi Intrinsik Dimensi Motivasi Ekstrinsik Dimensi Pentingnya Membaca Dimensi Kemampuan Membaca
Sangat Rendah (%)
Rendah (%)
Sedang (%)
Tinggi (%)
Sangat Tinggi (%)
0.8
17.8
61.2
19.4
0.8
4.3
34.1
46.1
14.3
1.2
0.8
21.3
62
15.1
0.8
0.8
0.8
32.9
51.2
14.3
5
26.4
49.2
17.8
1.6
Keterangan: semakin tinggi artinya semakin termotivasi membaca; makin rendah artinya makin tidak termotivasi membaca INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
188
Motivasi Membaca Literatur Berbahasa Inggris pada Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Filler, 1976:1, dalam Kim, 2010). Sikap membaca, yang menyebabkan seorang pelajar menyukai atau tidak menyukai membaca, dapat mempengaruhi kemampuan membaca lewat pengaruhnya terhadap keterlibatan dalam membaca (McKenna, Kear, & Ellsworth, 1995, dalam Kim, 2010). Penelitian lain dalam ranah serupa dilakukan oleh Kim (2010) untuk mengetahui motivasi membaca mahasiswa dalam konteks Bahasa Inggris sebagai bahasa asing di Korea. ia menemukan bahwa motivasi untuk membaca dalam bahasa asing dinyatakan dalam empat faktor, yaitu motivasi belajar berorientasi tujuan, motivasi intrinsik, penghindaran belajar, dan nilai kegunaan membaca dalam bahasa asing. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa belum banyak teori atau model yang bisa ditemukan dalam bidang membaca dalam bahasa asing, sehingga model motivasi membaca dalam bahasa ibu yang dikemukakan oleh Wigfield dan Guthrie (1997) digunakan sebagai acuan untuk meneliti motivasi membaca dalam bahasa asing. Akan tetapi karena model yang disusun Wigfield dan Guthrie ini pada awalnya memang didesain untuk subyek anak-anak, beberapa subkomponen tidak relevan untuk subyek mahasiswa, oleh karena itu komponenn motivasi membaca literatur Bahasa Inggris akan mengacu pada hasil penelitian Mori (2002). Pengaruh sosial dan budaya dalam motivasi belajar telah diselidiki lebih lanjut di luar bidang linguistik terapan. Pintrich dan Jarvela (dalam Huang, 2006), menunjukkan bahwa teori-teori m o t iva s i awa l k u ra n g m e m a d a i d a l a m menganggap individu pelajar sebagai unit analisis dan berfokus utamanya pada operasi motivasional dari dalam ke luar. Sebagai pelengkap, hal itu mengingatkan pada pentingnya konteks dan budaya dimana operasi motivasi ini berasal dari luar ke dalam. Demikian juga teori determinasi diri oleh Ryan dan Deci (2000, dalam Huang, 2006), bukannya mencari tahu apa yang menyebabkan motivasi intrinsik, tapi malah mengevaluasi kondisi sosial-kontekstual yang menimbulkan dan menopang motivasi intrinsik. Mereka percaya bahwa lewat internalisasi dan integrasi, motivasi ekstrinsik dalam diubah menjadi determinasi diri, yang juga memenuhi kebutuhan pelajar tentang kompetensi, keterkaitan dan otonomi.
189
METODE PENELITIAN Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menempuh studi S1 di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya,, dan termasuk dalam angkatan 20072010. Diperoleh 258 subyek (64 laki-laki dan 194 perempuan). Komposisi subyek per angkatan adalah angkatan 2007 (n = 60, 23,3%), 2008 (n = 64, 24,8%), 2009 (n = 60, 23,3%) dan 2010 (n = 74, 28,7%). Mayoritas subyek memiliki nilai TOEFL antara 421-480 (n = 67, 26%). Mayoritas subyek (n = 160, 62%) membaca buku literatur berbahasa Inggris sebanyak 1-2 buku dalam seminggu. Kebanyakan subyek mendapatkan literatur berbahasa Inggris dari internet (n = 186, 72,09%), perpustakaan (n = 141, 54,56%) dan fotokopi (n = 129, 50%). Berdasarkan intensitasnya, mayoritas subyek (n = 106, 41,1%) membaca kurang dari 30 menit sehari. Bentuk literatur yang sering dibaca oleh mayoritas subyek adalah jurnal online, yaitu sebanyak 41, 08% (n = 106), dan mayoritas subyek (n = 102, 39,5%) membaca buku literatur berbahasa Inggris sebanyak seminggu sekali. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner motivasi membaca literatur berbahasa Inggris yang mengacu pada hasil penelitian Mori (2002) yang terdiri atas 4 dimensi, yaitu motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, pentingnya membaca dan kemampuan membaca. Koefisien reliabilitas skala yang diperleh sebesar 0,961 yang menunjukkan bahwa kuesioner tersebut reliabel. Data yang terkumpul tersebut kemudian dianalisis dengan teknik statistik deskriptif. Data tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa cenderung untuk termotivasi membaca literatur berbahasa Inggris karena menanggap bahwa membaca itu penting, sedangkan pada dimensi yang lainnya cenderung berimbang, dan terlihat pada aspek motivasi intrinsik cenderung rendah.
Pembahasan Dari hasil penghitungan skala motivasi membaca literatur berbahasa Inggris, dan dari penormaan yang ditentukan, didapatkan hasil bahwa motivasi membaca literatur berbahasa Inggris mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
Laras Kar tika, Endah Mastuti
Surabaya (Unair) berada pada kategori sedang. Dilihat dari definisi umum motivasi bahwa motivasi adalah dorongan yang menentukan perilaku seseorang, dapat dikatakan bahwa kebanyakan mahasiswa psikologi Unair tidak terlalu tergerak untuk mau membaca literatur berbahasa Inggris. Faktor lain yang mungkin mempengaruhi motivasi membaca mahasiswa terutama terkait literatur berbahasa Inggris dapat dilihat dari faktor budaya. Littlewood (dalam Huang, 2006) menyatakan tentang otonomi reaktif, yaitu suatu hal yang memungkinkan seorang pelajar untuk terlibat dalam kegiatan belajar secara mandiri setelah diberi arahan oleh figur otoritatif seperti guru atau dosen mereka. Mengikuti pendapat tersebut, artinya pelajar di Asia cendrung baru akan belajar secara mandiri setelah dosen memberikan arahan pada mereka, dan kemandirian itu cenderung tidak dikembangkan dari diri individu itu sendiri. Budaya tersebut sangat berbeda dengan yang berkembang di Barat, dimana yang berkembang adalah otonomi proaktif, yang merupakan kebalikan dari otonomi reaktif. Dari pendapat ini cukup dapat dipahami tentang perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Braguglia (2005) dilihat dari sudut pandang budaya. Dilihat dari komponen penyusun skala motivasi membaca literatur berbahasa Inggris ini, hanya dimensi pentingnya membaca yang memiliki nilai tinggi dibanding tiga dimensi lainnya yaitu dimensi motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik dan kemampuan membaca. Dimensi pentingnya membaca berarti nilai subyektif yang diberikan oleh individu terhadap sebuah tugas, sehingga dapat dikatakan semakin tinggi skor pada dimensi ini, berarti semakin subyek menganggap membaca itu penting untuk dilakukan. (Eskey, 1970, dalam Carrell, 1998) menyebutkan bahwa membaca adalah yang terpenting dalam pengajaran atau situasi belajar dalam bahasa kedua untuk tujuan akademis, khususnya di pendidikan tinggi pada universitas yang menggunakan media Bahasa Inggris atau program lain yang membutuhkan penggunaan ekstensif materi akademis tertulis dalam bahasa asing. Oleh karena itu, tanpa kecakapan membaca yang kuat, pembaca dalam bahasa kedua tidak dapat menghadapi tugas dalam tingkat yang INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
dibutuhkan untuk berhasil. Dapat dipahami bahwa dengan konteks keadaan dimana Bahasa Inggris digunakan untuk tujuan akademis, misalnya dalam penggunaan literatur sebagai referensi perkuliahan, membaca menjadi suatu hal yang dianggap penting oleh mahasiswa. Pertanyaannya adalah, kalau memang penting, mengapa intensitas dan frekuensi, serta kuantitas buku yang dibaca setiap minggunya rendah? Kembali lagi pada penjelasan sebelumnya terkait kemampuan bahasa, budaya dan preferensi penggunaan literatur. Bisa jadi seseorang yang terkendala dari segi bahasa, dimana ia tidak terlalu menguasai bahasa Inggris akan cenderung untuk tidak terlalu menggunakan literatur tersebut karena akan memakan usaha yang besar untuk dapat memahami isinya, walaupun ia merasa bahwa membaca literatur bahasa Inggris itu penting. Kedua, kurang ada arahan atau ketersediaan pihak otoritatif, dalam hal ini dosen misalnya, untuk membantu dan mengarahkan mahasiswa dalam kegiatan membaca literatur berbahasa Inggris. Neuman (dalam Elliot, dkk., 2000) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi siswa adalah lingkungan pembelajaran siswa, dimana apabila siswa memiliki pertanyaan dan bisa mendapatkan bantuan ketika mereka membutuhkan, dan dapat meringankan kesulitan belajar mereka. Huang (2006) dalam penelitiannya tentang faktor situasional yang dapat memotivasi mahasiswa untuk membaca, juga menyebutkan salah satu faktor yang menentukan motivasi mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan membaca antara lain dosen bersedia menjawab pertanyaan terkait kesulitan mahasiswa, kata kunci mendapat penekanan dengan jelas di buku teks, dan ketrampilan membaca diajarkan. Jadi, walaupun kegiatan membaca literatur berbahasa Inggris ini penting, tetapi apabila mahasiswa tidak dapat mengakses bantuan terkait tugas membaca tersebut, maka hal itu tidak cukup kuat untuk membuat mereka termotivasi untuk membaca literatur berbahasa Inggris. Alasan lain yang mungkin terkait preferensi adalah literatur digunakan sebagai rujukan bersama dengan usaha mahasiswa untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan dari sumber lainnya, misalnya catatan perkuliahan berupa penjelasan dosen saat ceramah di kelas atau handouts. Bagi mahasiswa
190
Motivasi Membaca Literatur Berbahasa Inggris pada Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
yang sudah merasa cukup menerima informasi dari catatan dan handouts saja, maka ia cenderung untuk tidak menambah informasi dari literatur lain, apalagi kalau ternyata ia mengalami kesulitan menggunakan literatur berbahasa Inggris.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa motivasi membaca literatur berbahasa Inggris pada sebagian mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga berada dalam kategori sedang, yang artinya mahasiswa tidak terlalu terdorong untuk membaca literatur berbahasa Inggris sehingga mahasiswa tidak terlalu mencurahkan banyak waktu untuk membaca literatur berbahasa Inggris. Mayoritas subyek berada pada kategori tinggi pada dimensi pentingnya membaca, yang artinya mayoritas subyek menganggap bahwa
membaca literatur perkuliahan yang berbahasa Inggris itu penting. Hanya saja, hal itu tidak didukung dengan perilaku membaca yang intens, dimana kebanyakan subyek hanya menghabiskan waktu rata-rata sekitar 30 menit-1 jam sehari untuk membaca literatur berbahasa Inggris, dalam frekuensi seminggu sekali. Beberapa hal yang dapat mendukung motivasi membaca mahasiswa antara lain pemberian stimulasi tugas membaca yang lebih menekankan nilai praktis, adanya umpan balik dari pihak pengajar, upaya untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris lewat kelas Bahasa Inggris, atau melakukan beragam kegiatan belajar misalnya belajar kelompok sesama mahasiswa, dengan begitu beban untuk membaca literatur berbahasa Inggris yang dianggap sulit oleh sebagian mahasiswa dapat dibagi untuk mencapai pemahaman bersama.
PUSTAKA ACUAN Beck, R. C. (2000). Motivation: Theories and principles. Delhi: Sanat Printers. Braguglia, K. H. (2005). Reading habits of bussiness students. Journal of College Teaching & Learning , 2 (3), 67-72. Carrel, P., Devine, J., & Eskey, D. (1998). Interactive approach to second language reading. Cambridge: Cambridge University Press. Dörnyei, Z., & Schmidt, R. (2001). Motivation and second language acquisition. Honolulu: University of Hawa'i. Elliot, S. N., Kratochwill, T. R., Cook, J. L., & Travers, J. F. (2000). Educational psychology: Effective teaching, effective learning. Singapore: Mc-Graw Hill Co. El-Qudsiy, A. (2008, 09 10). Perilaku Belajar Mahasiswa di Indonesia [on-line]. Diakses pada tanggal 29 A g u s t u s 2 0 1 0 d a r i http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&id=450 Grabe, W. (2009). Reading in second language learning: Moving from theory to practice. Cambridge: Cambridge University Press. Guthrie, J. T., Wigfield, A., & Perencevich, K. C. (Eds.). (2004). Motivating reading comprehension: concept-oriented reading instruction. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Huang, S. (2006). Reading English for academic purposes - What Situational factors may motivate learners to read? Systems , 34 (3), 371-383. Igun, S. E., & Adogbeji, O. B. (2007). Study habits of postgraduate students in selected Nigerian universities [on-line]. Diakses pada tanggal 28 April 2010 dari http://unllib.unl.edu/LPP/igun-adogbeji.htm. Kaur, S., & Thiyagarajah, R. (2000). The english reading habits of ELLS students in University Science Malaysia [on-line]. Diakses pada tanggal 28 April 2010 dari http://ultibase.rmit.edu.au/Articles/may00/thiyag1.htm#Abstract. Kim, K. J. (2010, April). Reading motivation in two languages: An examination of EFL college students in
191
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
Laras Kar tika, Endah Mustuti
Korea. Reading and Writing. Mori, S. (2002). Redefining motivation to read in foreign language. Reading in a Foregin Language , 91-110. Sugiyanta, I. G. (2008). Kelengkapan sumber belajar mahasiswa program studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS FKIP UNILA tahun 2008. JPIPS , 9 (1), 68-72. Wigfield, A., & Guthrie, J. T. (1997). Relation's of children's motivation for reading to the amount and breadth of their reading. Journal of Educational Psychology , 89 (3), 420-432.
INSAN Vol. 13 No. 03, Desember 2011
192