Abdilah Rahman Rizqi, Sami'an
Hubungan Antara Work Engagement dan Work-Family Conflict pada Wanita yang Bekerja (The Relationship Between Work Engagement and WorkFamily Conflict on Working Women) Abdillah Rahman Rizqi Sami'an, M.Psi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. The aims of this research is to find out whether there is a correlation between work engagement and work-family conflict on working women. This research was conducted on women who worked in managerial positions in Surabaya with a total sample of 36 people. Research instrument of this study for work engagement is using a translation questionnaire from Utrecht Work Engagement Scale (UWES). Whereas for measuring work-family conflict, the authors use a translation instrument of work-family conflict scale (Kacmar, Carlson, & and Williams, 2000). Based on the data analysis obtained a correlation coefficient between two variables such of -0,024 with significance rate 0,890. Then it can be concluded that no relation between work engagement and work-family conflict on working women. Keywords: Work Engagement; Work-Family Conflict
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan antara work
engagement dan work-family conflict pada wanita yang bekerja. Penelitian ini dilakukan pada wanita yang bekerja pada posisi manajerial di Kota Surabaya dengan jumlah sampel 36 orang. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini untuk variabel work engagement menggunakan kuesioner hasil terjemahan dari Utrecht Work Engagement Scale (UWES). Sedangkan untuk mengukur work-family conflict, penulis menggunakan alat ukur terjemahan dari work-family conflict scale (Carlson, Kacmar, & Williams, 2000). Berdasarkan hasil analisa data diperoleh koefisien korelasi antara dua variabel tersebut sebesar -0,024 dengan taraf signifikansi sebesar 0,890. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara work engagement dan work-family conflict pada wanita yang bekerja.
Kata Kunci: work engagement, work-family conflict Korespondensi: Abdillah Rahman Rizqi, Departemen Psikologi Industri dan Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks (031) 5025910, email:
[email protected] Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi vol. 02, No. 03, Desember 2013
177
Abdilah Rahman Rizqi, Sami'an
PENDAHULUAN
tersebut dapat berdampak pada konflik antar pasangan apabila terdapat harapan
Beberapa dekade terakhir terjadi perubahan demografi tenaga kerja di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013, selama lima tahun terakhir dari tahun 2009 sampai 2013 terjadi peningkatan tenaga kerja yang signifikan antara pekerja laki-laki maupun pekerja perempuan. Peningkatan jumlah wanita yang bekerja didominasi oleh wanita yang sebelumnya hanya mengurus keluarga, hal tersebut disebabkan oleh tingginya tuntutan ekonomi keluarga (BPS, 2013) serta beberapa faktor lain seperi harapan dan keinginan wanita untuk mencari kepuasan secara psikologis diluar kehidupan keluarganya, ingin mengejar karir, mendapatkan upah dan power, serta untuk mendapatkan p e n i n gk a t a n s t a t u s ( S m i t h , 19 92 ) . Peningkatan jumlah wanita yang bekerja tersebut menandakan adanya perubahan pola dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern.
conflict dikarenakan memiliki dampak yang
Pada masyarakat tradisional, laki-
luas, yaitu bagi keluarga dan perusahaan
laki dan perempuan mempunyai perbedaan
pasangan yang tidak terpenuhi. Pada wanita yang bekerja dan telah menikah lebih memiliki kecenderungan u n t u k m e m p u nya i m a s a l a h d a l a m menjalankan peran yang berbeda seperti istri, ibu, homemaker dan pekerja. Hal ini menjadi masalah utama yang dihadapi oleh para wanita yang bekerja, yaitu konflik yang ditimbulkan oleh beberapa peran yang sedang dijalani (Katz & Khan, 1978, dalam Ahmad, 1995). Konflik yang berasal dari peran ganda dapat menyebabkan konflik peran (role conflict) (Ahmad, 1995). Konflik peran dibagi menjadi 3 bentuk berdasarkan sumbernya, yaitu intra-role conflict, interrole conflict dan extra-role conflict (Kahn, dkk., 1964, dalam Kopelman, Greenhaus, & Connoly, 1983). Pada penelitian ini difokuskan pada interrole
(Kopelman, Greenhaus, dan Connoly, 1983).
peran. Wanita dianggap berperan sebagai
Interrole conflict dibagi menjadi dua
seorang istri dan ibu, sedangkan laki-laki
bentuk menurut Greenhaus dan Beutell
dianggap sebagai seorang yang berorientasi
(1985), yaitu work-family conflict dan family-
pada keberhasilan, agresif, mempunyai
work conflict conflict. Dari kedua bentuk
dominasi secara seksual dan mandiri.
work-family conflict itu kemudian penelitian
Sedangkan pada masyarakat modern laki-
ini lebih difokuskan lagi pada work-family
laki dan perempuan dianggap memiliki hak
conflict karena wanita dengan keterikatan
yang sama untuk bekerja dan berkarir
kerja yang tinggi memiliki kecenderungan
sehingga muncullah tren dual career family.
yang tinggi pula untuk mengalami work-
Rapoport dan Rapoport (1969, dalam
family conflict (Halbesleben, 2009).
Smith, 1992) mendefinisikan dual career
Work-family conf lict memiliki
family sebagai dua orang di dalam keluarga
beberapa konsekuensi, diantaranya
yang mengejar karir, dimana disaat yang
mempunyai pengaruh terhadap kepuasan
bersamaan juga mempertahan-kan
hidup (life satisfaction),
kehidupan keluarganya. Istilah “dual-career”
178
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi vol. 02, No. 03, Desember 2013
Abdilah Rahman Rizqi, Sami'an
kesejahteraan psikologis (psychological
membutuhkan peran instrumental (pencari
wellbeing) (Gronlund & Oun, 2010) dan
nafkah, manajer dan pemimpin keluarga)
kualitas hidup (quality of life) seseorang
pada laki-laki, dan peran ekspresif (nurturing
(Kopelman, Greenhaus, Connolly, 1983).
dan comforting) pada perempuan (Parson,
Dampak lain dari work-family conflict adalah
dalam Olson & DeFrain, 2003, dalam
sebagai sumber stress yang selanjutnya dapat
Handayani, dkk., 2008). Sedangkan menurut
berpengaruh pada efek lain yang tidak
Widyorini (2002), peran laki-laki merupakan
tampak (Pleck, 1979, dalam Duxbury, Lyons,
peran produksi dan perempuan menjalankan
& Higins, 2007).
peran reproduksi.
Erdwins, dkk., (2001, dalam Malone, 2011)
Wanita dari budaya patriarki yang
menyatakan konsekuensi lain yaitu wanita
bekerja memiliki dua peran yang saling
dengan work-family conflict merasa tidak
bertentangan, yaitu peran dalam keluarga
kompeten dalam hal pengasuhan yang
sebagai peran nurturing, comforting, dan
kemudian terjadi penurunan terhadap
reproduksi yang bertentangan dengan peran
pengasuhan, pernikahan dan kepuasan
di pekerjaan dimana wanita harus memiliki
hidup. Dan apabila konflik tersebut tidak
komitmen terhadap pekerjaan, melakukan
dikomunikasikan dengan pasangannya,
pengembangan, dan melakukan tanggung
maka konflik tersebut dapat berakibat pada
jawab pekerjaan. Pekerja wanita yang terikat (engaged) dengan pekerjaannya akan menurunkan kinerjanya pada peran di keluarga, dikarenakan tidak semua orang dapat memenuhi ekspektasinya terhadap peran pekerjaan dan peran yang lain diluar pekerjaan yang dapat memunculkan ketidakseimbangan pada peran keluarga, dalam hal ini pekerjaan mempengaruhi keluarga (work interference family).
terjadinya perceraian. Surabaya sebagai salah satu kota besar di Indonesia memiliki jumlah perceraian yang semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari Pengadilan Kota Surabaya terjadi peningkatan jumlah perceraian dari tahun 2009-2012. Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya menganut budaya
METODE PENELITIAN
patiarki, khususnya pada budaya Jawa.
Penelitian ini menggunakan metode
Talcott Parson (dalam Olson & DeFrain,
penelitian kuantitatif dengan tipe penelitian
2003, dalam Handayani, dkk., 2008)
ekplanasi. Instrumen penelitian yang
menyatakan bahwa laki-laki pada budaya
digunakan adalah kuisioner hasil terjemahan
patriarki berperan sebagai kepala keluarga
versi lengkap dari Utrecht Work Engagement
yang dominan di keluarga, sedangkan wanita
Scale (UWES) dan Work-Family Conflict
memiliki beberapa otoritas di area tertentu
Scale.
seperti pengasuhan anak. Pada keluarga modern, masyarakat
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi vol. 02, No. 03, Desember 2013
179
Abdilah Rahman Rizqi, Sami'an
Populasi penelitian ini adalah wanita yang
mengalami work-family conf lict.
bekerja pada posisi manajerial di Kota
Berdasarkan hasil penelitian tersebut kedua
Surabaya. Jumlah subjek yang digunakan
variabel memiliki hubungan yang positif
dalam penelitian ini sebanyak 36 subjek yang
dengan kekuatan hubungan yang lemah.
didapatkan dengan menggunakan teknik
Berbeda dengan penelitian tersebut, pada
snowball sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik uji korelasi dengan teknik statistik non-parametrik. Untuk pengolahan data menggunakan uji analisis Spearman's Rho dengan menggunakan bantuan program program SPSS v.16.0 for windows.
penelitian ini tidak ada hubungan antara work engagement dan work-family conflict pada wanita yang bekerja. Perbedaan hasil antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya kemungkinan disebabkan oleh karakteristik subjek penelitian. Karakteristik subjek penelitian dapat dilihat melalui data
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
demografis subjek, seperti usia subjek, lama
Hasil Analisis Data
pernikahan subjek, dan jumlah serta usia
Berdasarkan hasil uji analisis data dengan menggunakan uji analisis Spearman's Rho sig (2-tailed) didapatkan hasil korelasi antara variabel work engagement dan work-family conflict sebesar 0,89 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Dimana menurut Pallant (2011) taraf signifikansi diatas 0,05 menunjukkan bahwa Ho diterima yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel. Pembahasan Hasil uji analisis data pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara work engagement dan work-family conflict pada wanita yang bekerja. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Halbesleben, Harvey, dan Bolino (2009) dimana pada penelitian tersebut work engagement yang dimiliki oleh seseorang dapat membuat orang tersebut
180
anak subjek. Ahmad (2008) membagi 3 faktor yang dapat menjelaskan terjadinya work-family conflict, ketiga faktor tersebut antara lain faktor pekerjaan, keluarga dan individu. Pada faktor keluarga, jumlah anak merupakan salah satu faktor yang dapat menjelaskan terjadinya work-family conflict pada wanita yang bekerja. Duxburry dan Higgins (2003, dalam Ahmad, 2008) menjelaskan bahwa pekerja yang memiliki tanggungan, seperti anak atau orang tua, memiliki resiko untuk memiliki tekanan yang tinggi sebagai pengasuh. Untuk pekerja dengan tanggungan anak-anak, tekanan yang dimiliki pekerja tersebut akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia anak mereka (Ahmad, 2007, dalam Ahmad, 2008). Sebanyak 68,58% anak pertama subjek berada pada usia 11-30 tahun yang mana dengan usia anak yang sebagian besar berada pada rentang 11-30 tahun menyebabkan tingginya work engagement tidak dapat menjelaskan munculnya workfamily conflict pada wanita yang bekerja karena anak dengan usia tersebut sudah masuk pada fase remaja hingga dewasa awal yang dianggap telah memiliki kemandirian.
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi vol. 02, No. 03, Desember 2013
Abdilah Rahman Rizqi, Sami'an
Tahap perkembangan dan work-family
SIMPULAN DAN SARAN
conflict juga memiliki hubungan negatif
Simpulan
seperti dikemukakan oleh Ahmad (2007,
Berdasarkan hasil analisa data
dalam Ahmad, 2008) yang mana tuntutan
didapatkan suatu kesimpulan utama bahwa
yang dihadapi pada peran pekerjaan dan
t i d a k a d a h u b u n g a n a n t a ra w o rk
keluarga mengalami perbedaan di setiap
engagement dan work-family conflict pada
tahap perkembangan. Pada penelitian ini
wanita yang bekerja.
sebanyak 55,88% subjek berada pada rentang usia 41-60 tahun, dimana pada usia
Saran
tersebut seseorang berada pada fase dewasa
Berdasarkan hasil penelitian ini,
madya (Levinson, dkk., dalam Schell & Hall,
bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk
1992, dalam Handayani, dkk., 2008). Dimana
mempertimbangkan karakteristik subjek
pada fase dewasa madya seseorang sudah
berdasarkan usia subjek, usia anak subjek
mengalami penurunan tingkat depresi yang
(Ahmad, 2007, dalam Ahmad, 2008) dan
dapat menjadi pemicu terjadinya work-
masa kerja subjek (Allen, dkk., 2000).
family conflict.
Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk
Bedasarkan pembahasan pada
menggunakan subjek dengan segala posisi
paragraf-paragraf sebelumnya dapat
dan tidak terfokus pada level manajerial saja.
disimpulkan bahwa penelitian ini telah
Serta peneliti selanjutnya diharapkan pula
menjawab rumusan masalah penelitian
untuk menambahkan masa kerja dalam
yaitu tidak ada hubungan antara work
penelitian selanjutnya karena menurut
engagement dan work-family conflict pada
Allen, dkk. (2000), masa kerja dapat
wanita yang bekerja. Namun ada beberapa
menjelaskan work-family conf lict yang
kelemahan dalam penelitian ini, seperti
dialami seseorang. Bagi wanita yang bekerja, diharapkan untuk selalu melakukan ko m u n i k a s i d e n g a n p a s a n g a n n y a , melakukan kompromi, serta membagi peran pengasuhan anak dengan pasangannya. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi work-family conflict yang dialaminya.
kurang sesuainya karakteristik subjek penelitian sehingga
pada penelitian ini
kurang dapat menjelaskan mengenai hubungan antara work engagement dan work-family conflict. Kelemahan lainnya dalam penelitian ini adalah tidak adanya keterangan mengenai masa kerja subjek, sehingga peneliti kurang dapat memberikan gambaran mengenai hubungan antara work engagement dan work-family conflict subjek yang dilihat dari masa kerja subjek.
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi vol. 02, No. 03, Desember 2013
181
Abdilah Rahman Rizqi, Sami'an
PUSTAKA ACUAN Ahmad, A. (1995). Role Conflict and Coping Behaviour of Married Working Women. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 3 (2) , 97-104. Ahmad, A. (2008). Job, Family and Individual Factors as Predictors of Work- Family Conflict. The Journal of Resources and Adult Learning, Vol.4. Allen, T. D., Herst, D. E., Bruck, C. S., & Sutton, M. (2000). Consequences Associated With Work-to-Family Conflict: A Review and Agenda for Future Research. Journal of Occupational Health Psychology, Vol. 5, 278-308. BPS. (2013). Indonesia Dalam Angka. Jakarta: BPS. Carlson, D. S., Kacmar, K. M., & Williams, L. J. (2000). Construction and Initial Validation of Multidimensional Measure of Work-Family Conflict. Journal of Vocational Behavior 56 , 249-276. Duxbury, L., Lyons, S., & Higins, C. (2007). Dual-Income Families in the New Millennium: Reconceptualizing Family Type. Academy of Human Resource Development , 472-486. Greenhaus, J., & Beutell, N. (1985). Source of conflict between work and family. Academy of management review, vol.20 , 76-88. Gronlund, A., & Oun, I. (2010). Rethinking work-family conflict: dual-earner policies, role conflict and role expansion in Western Europe. Jornal of european social policy 20, 182. Halbesleben, J., Harvey, J., & Bolino, M. (2009). Too Engaged? A Conservation of Resources View of the Relationship Between Work engagement and Work Interference With Family. Journal of Applied Psychology, vol. 94, 1452–1465. Handayani, M. M., Suminar, D. R., Hendriyani, W., Alvian, I. N., & Hartini, N. (2008). Psikologi Keluarga. Surabaya: Unit Penelitian dan Publikasi Fakultas PSikologi Universitas Airlanga. Kopelman, R. E., Greenhaus, J. H., & Connoly, T. F. (1983). A Model of Work, Family, and Interrole Conflict: A Construct Validation Study. Organizational Behavior and Human Performance, Vol. 32 , 198-215. Malone, K. A. (2011). Mother's Perceptions of Work-Family Conflict and The Relationship to Positive Parenting, and Parental Satisfaction. Iowa : Iowa State University. Pallant, J. (2011). SPSS SURVIVAL MANUAL, A step by step guide to data analysis using SPSS, 4th Edition. Australia: Allen & Unwin. Smith, C. (1992). Trends and Direction in The Dual Career Family Research. Women in Management Review , 23-28. Widyorini, E. (2002). Perempuan Berbakat dalam Budaya Jawa. Semarang: Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata.
182
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi vol. 02, No. 03, Desember 2013