MORES: Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)
PERANAN PEMBELAJARAN KEPARIWISATAAN DALAM PELESTARIAN BUDAYA LOKAL JAWA BARAT (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Manajemen Pemasaran Pariwisata UPI Bandung) Feni Awati Darmana1 ABSTRAK Penelitian ini difokuskan untuk mengeksplorasi sejauh mana program pembelajaran di Program Studi Pemasaran Pariwisata Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) membentuk persepsi tentang budaya lokal Jawa Barat dan pelestaraiannya menurut mahasiswa di program studi tersebut. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif. Fokus penelitian aspek pembelajaran, pariwisata, dan budaya lokal. Data penelitian diperoleh berdasarkan data primer dari Key Informan dan data sekunder dari jurnal-jurnal atau referensi terkait. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Ilmu Pemasaran Pariwisata UPI diadakan sebagai landasan informasi ilmiah yang lengkap tetang pelancongan, gejala pariwisata, wisatawannya sendiri, sarana dan prasarana wisata, objek-objek yang dikunjungi, sistem dan organisasi, dan kegiatan bisnisnya. Metode pembelajaran yang diadakan di Program Studi Pemasaran Pariwisata UPI mengambil konsep pembelajaran ‘dua arah’, dan lebih student centered. Dampak pemasaran pariwisata terhadap masyarakat lokal dinilai menguntungkan pada sektor ekonomi, dampak pariwisata pada sisi sosial budaya dinilai cenderung memberikan hasil yang kontraproduktif. Terdapat kaitan yang sangat erat antara pembelajaran kepariwisataan dengan pelestarian budaya, dimana pelestaraian pariwisata dapat merubah tananan budaya lokal, sehingga pelestarian menjadi aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan kepariwisataan tersebut.
Kata Kunci : pembelajaran, kepariwisataan, budaya lokal.
1 Feni Awati Darmana adalah Dosen Jurusan Pendidikan IPS, Prodi. PPKn Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pasundan, Cimahi
167
Feni Awati Darmana Peranan Pembelajaran Kepariwisataan dalam Pelestarian Budaya Lokal Jawa Barat (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Manajemen Pemasaran Pariwisata UPI Bandung)
PENDAHULUAN Saat ini penerapan kearifan nilainilai budaya lokal dalam kehidupan di masyarakat, seperti rasa tolong-menolong, saling menghormati, sopan santun, dan nilai-nilai kepemipinan, yang dulu sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat, dewasa ini nampaknya semakin pudar.kondisi ini terlihat semakin jelas diantaranya banyak masyarakat terutama di kota-kota besar yang dalam sehari-harinya tidak mampu berperilaku dengan menjiwai gotong royong. Dalam menghadapi kehidupan saat ini, mahasiswa tidak hanya membutuhkan keterampilan intelektual saja, namun ia juga membutuhkan ketegaran, keuletan, kesetiaan, kemampuan berinteraksi sosial, dan kemanusiaan sehingga pendidikan sejarah di sekolah jangan hanya kental dengan pengembangan kegiatan berpikir (ranah kognitif) dengan mengabaikan domain efektifnya dan pendidikan nilai. Tidak dapat dipungkiri, kemunduran yang dialami bangsa ini dasawarsa terakhir adalah dengan terjadinya kemunduran kearifan moral, baik itu para pemimpinnya maupun masyarakatnya. Krisis moral yang sebenarnya terjadi, bagaimana kearifan dalam tata kelola pemerintahan memudar yang menyebabkan bangsa ini terjatuh ke dalam krisis yang tidak hanya krisis ekonomi, namun hingga krisis akhlak. Sehingga tulisan ini berupaya menyegarkan kembali persepsi masyarakat akan budaya nasional, yang mencirikan dalam kearifan dalam memandang kehidupan, baik itu dalam tatanan pribadi atau tatanan sosial. Pemahaman tentang budaya lokal harus diangkat kembali tidak hanya sebatas dari pertunjukkan seni atau sejenisnya, namun dimulai dari titik
dasar dalam pembelajaran di akademi atau di universitas. Perguruan tinggi sebagai salah satu instrument pendidikan nasional diharapkan dapat menjadi pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan tingi serta pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian sebagai suatu masyarakat ilmiah yang dapat meningkatkan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Disisi lain, pariwisata bagi Indonesia peranannya semakin terasa, terutama setelah minyak bukan lagi merupakan andalan pendapatan negara. Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) menunjukkan trend naik dalam beberapa dasawarsa. Tahun 1969 Indonesia hanya dikunjungi oleh 86.067 wisman, kemudian meningkat menjadi 2.051.686 tahun 1990, dan 5.064.217 tahun 2000. Kedatangan wisman tersebut telah mendatangkan devisa yang sangat besar kepada Indonesia. Devisa yang diterima secara berturutturut tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000 adalah sebesar 6.307,69; 5.321,46; 4.311,09; 4.710,22 dan 5.748,80 juta dolar AS (Santosa, 2001 dalam Pitana 1999). McIntosh (1977) dan Murphy (1985) dalam Pitana (1999) mengatakan bahwa salah satu motivasi kedatangan wisatawan adalah cultural motivation (motivasi budaya). Motivasi ini adalah keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. Termasuki juga ketertarikan akan berbagai objek tingalan budaya (monument bersejarah). Uraian di atas mengilustrasikan bagaimana pariwisata dan kebudayaan merupakan dua aspek yang saling berelasi. Kebudayaan sebagai daya tarik wisatawan, dan kedatangan wisatawan terhadap
168
MORES: Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)
budaya lokal. Sehingga para lulusan perguruan tinggi di bidang kepariwisataan tentu harus memiliki kompetensi dalam memahami budaya lokal. Dengan adanya lulusan-lulusan manajemen kepariwisataan tentunya harus dibarengi tentang pemahaman budaya lokal terutama budaya Sunda di Jawa Barat. Untuk itulah penelitian ini dilakukan dengan mengambil judul: Peran Pembelajaran Kepariwisataan dalam Pelestarian Budaya Lokal Jawa Barat (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Pemasaran Pariwisata Universitas Pendidikan Indonesia). Fokus penelitian dalam penelitian ini yaitu : pembelajaran, pariwisata, dan budaya lokal. Sedangkan rumusan masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : a) Bagaimana materi pembelajaran kepariwisataan yang dapat melestarikan budaya lokal di program studi Manajemen Pemasaran Pariwisata?; b) Bagaimana teknik penyampaian pembelajaran kepariwisataan dalam melestarikan budaya lokal di program studi Manajemen Pemasaran Pariwisata?; c) Bagaimana upaya dosen dalam melestarikan budaya lokal melalui pembelajaran kepariwisataan di program studi Manajemen Pemasaran Pariwisata?. Tujuan dari penelitian berdasarkan perumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut : a) Menganalisis materi pembelajaran kepariwisataan yang dapat melestarikan budaya lokal di program studi Manajemen Pemasaran Pariwisata; b) Menganalisis teknik penyampaian pembelajaran kepariwisataan dalam melestarikan budaya lokal di program studi Manajemen Pemasaran Pariwisata?;
c) Menganalisis upaya dosen dalam melestarikan budaya lokal melalui pembelajaran kepariwisataan di program studi Manajemen Pemasaran Pariwisata. Sedangkan kegunaan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut. Secara teoritis : diharapkan hasil studi ini akan menambah khasanah ilmu pengetahuan yaitu dalam menentukan strategi yang akan dijalankan guna meningkatkan mutu pendidikan tinggi, yaitu menjadi dasar bahan acuan bagi peneliti lain dalam menemukan model pengembangan penelitian dengan kerangka konsep yang baru dengan memadukan, memodifikasi serta mamperluas konstrukkonstruk yang baru dalam kaitannya dengan pembelajaran kepariwisataan. Secara praktis : a) Menentukan langkahlangkah strategis yang tepat dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan kepariwisataan terkait dengan sumber daya, konten dan proses pembelajarannya; b) Masukan bagi kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, khususnya proses pembelajaran yang perlu dilakukan dalam pendidikan tinggi atau di universitas.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data yang diperoleh bersumber dari dua jenis data, yakni data primer yang diperoleh dari sumber dari lapangan berupa hasil wawancara dari key instrument (responden). Sedangkan sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber seperti dokumen dan datadata statistik atau kepustakaan.
169
Feni Awati Darmana Peranan Pembelajaran Kepariwisataan dalam Pelestarian Budaya Lokal Jawa Barat (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Manajemen Pemasaran Pariwisata UPI Bandung)
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut, yakni wawancara mendalam terhadap responden dan teknik observasi langsung terhadap sumber-sumber data yang diperlukan, dalam hal ini mahasiswa jurusan Manajemen Pemasaran Pariwisata Universitas Indonesia. Teknik analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan, yakni analisis deskriptif, analisis tema, dan pembahasan. Hasil Penelitian 1. Pembelajaran pada Program Studi Pemasaran Pariwisata UPI Sebagai salah satu produk layanan atau jasa, pariwisata mempunyai dimensi yang sangat berbeda dengan dimensi produk umum yang ditemui di pasaran seharihari, yaitu sebagai berikut. Intangibility, berarti produk jasa atau layanan yang ditawarkan tidak berbentuk seperti barang nyata yang bisa kita temui dalam pengertian produk yang bisa dilihat dan dipajang di pasar, took, atau tempat penjualan lainnya. Salah satu solusi untuk membantu pemasaran produk jasa pariwisata adalah dengan membuat brosur, video, dan berbagai sarana informasi mengenai jenis produk pariwisata yang ditawarkan guna meningkatkan tangibility produk tersebut. Perishability, berarti produk jasa/layanan pariwisata tidak seperti barang-barang pabrik, tidak bisa disimpan untuk dijual di kemudian hari, sehingga resiko usaha ini cukup tinggi. Inseparability, berarti produk jasa/layanan seperti pariwisata biasanya merupakan produk yang dibentuk dari berbagai produk pendukung yang terpisah-pisah, misalnya
mulai dari tour dan travel, airlines, hotel, restoran dan sebagainya. 2. Proses Pembelajaran di Program Studi Pemasaran Pariwisata Brown (2000: 7) menyarankan untuk mempertimbangkan kembali beberapa definisi tradisional dari kata belajar, dimana definisi tradisionalnya adalah pemerolehan pengetahuan, (acquiring or getting of knowledge of a subject or a skill by study, experience, or intruction). Proses pembelajaran di di Jurusan Pemasaran Pariwisata UPI mulai mengambil konsep pembelajaran ‘dua arah’, dan lebih student centered. Dalam hal ini, mengajar tidak ditentukan oleh lama serta banyaknya materi yang disampaikan, tetapi dari dampak proses pembelajaran itu sendiri. 3. Pembelajaran Pariwisata dan Budaya Sunda
Pemasaran Pelestarian
Kebudayaan Sunda tidak menjadi bagian pengajaran di Jurusan Pemasaran Pariwisata UPI. Kebudayaan Sunda lebih diajarkan pada aspek kesenian yang menjadi daya tarik daerah wisata, seperti pada mata kuliah yang berkaitan dengan Manajemen Destinasi Pariwisata. 4. Pembelajaran Pemasaran Pariwisata dan Kaitannya dengan Budaya Sunda Interaksi pariwisata dengan budaya lokal, khususnya dari sisi perubahan moral, hal ini diduga karena sifat wisatawan yang ‘terlalu bebas’ dalam berperilaku di daerah tujuan wisata. Apa yang dipahami mahasiswa di Jurusan Pemasaran Pariwisata UPI bahwa dampak pemasaran pariwisata terhadap masyarakat lokal
170
MORES: Jurnal Pendidikan (Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan), Vol. I, No.2 (Agustus 2014)
dinilai mahasiswa adalah menguntungkan pada sektor otonomi. Tidak seperti beberapa penelitian dampak pariwisata pada sektor ekonomi tuan rumah yang cenderung berakibat positif, penelitian terhadap dampak pariwisata pada sisi sosial budaya cenderung memberikan hasil yang kontradiktif.
perkawinan di daerah-daerah tertentu. Di Indonesia terdapat banyak adat suku dan budaya maka terdapat berbagai macam upacara adat perkawinan. Setiap perkawinan adat itu memiliki keunikan dan keistimewaannya sendiri-sendiri, tidak terkecuali dalam perkawinan mayarakat adat Batak.
Pada tatanan sosial budaya, dampak pariwisata masih kurang dipahami oleh masyarakat, hanya berkaitan dengan perilaku masyarakat yang permisif sehubungan budaya wisatawan Barat.
Kesimpulan
5. Pembelajaran Kepariwisataan dalam Membentuk Persepsi tentang Budaya Lokal Dampak positif sosial budaya pengembangan pariwisata dapat dilihat dari adanya pelestarian budaya-budaya masyarakat lokal seperti kegiatan keagamaan, adat istiadat, tradisi, dan diterimanya pengembangan objek wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal. Sedangkan dampak negatif sosial budaya pengembangan pariwisata dilihat dari respon ,asyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya perselisihan atau konflik kepentingan diantara stakeholders, kebencian dan penolakan terhadap pengembangan pariwisata, dan munculnya masalah-masalah sosial seperti praktek perjudian, prostitusi dan penyalahgunaan seks (sexual abuse). Berbagai cara dilakukan untuk nelaksanakan resepsi pernikahan. Berbeda dengan masyarakat Barat modern, perkawinan merupakan hal yang tidak dianggap sakral, tetapi di Indonesia peristiwa perkawinan merupakan soal yang sangat sakral dengan adanya adat
Pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang non moral, meliputi estetika, yakni menilai objek dari sudut pandang keindahan dan selera pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antarpribadi. Dari definisi di atas, dapat dimaknai bahwa pendidikan nilai adalah proses bimbingan melalui suri tauladan pendidikan yang berorientasi pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang di dalamnya mencakup nilai agama, budaya, etika, dan estetika menuju pembentukan pribadi peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang utuh, berakhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara. Djahiri (1980: 3) mengungkapkan bahwa ”Pendidikan merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) ke arah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized)”. Menurut McLuhan (Djahiri, 2008) besok lusa akan berwujud, yakni manusia yang cerdas otaknya namun tumpul emosinya. Potret ini disejumlah tempat sudah mulai nampak.
171
Feni Awati Darmana Peranan Pembelajaran Kepariwisataan dalam Pelestarian Budaya Lokal Jawa Barat (Studi Kasus pada Mahasiswa Program Manajemen Pemasaran Pariwisata UPI Bandung)
Proses emoting-minding, spiritualizing, valuing dan mental round trip dikalahkan oleh proses thinking and rationalizing. Pembelajaran berlandaskan nilai moral yang normative/luhur/suci/religius kalah oleh pembelajaran theoretic-conceptual based dan perhitungan untung rugi rasional-keilmuan dan atau yuridis formal REFERENSI Brown, J.G. 2000. In Search of Understanding The Case for Contructivist Classrooms. Alexandria VA. Pitana, I Gde. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: Balipost.
Prayitno. (1984). Nilai dan pendidikan. Kertas kerja seminar pendidikan nilai, anjuran Pusat Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Balitbang Dikbud. Somantri, M. Numan. (2001) . Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Rosdakarya. Sumantri, Endang dan Sofyan Sauri (2007). Pendidikan nilai Kontemporer. Bandung: Citra Praya Supriatna, Nana . (2000) . Pengajaran Sejarah Yang Konstruktivistik . Historia; Jurnal Pendidikan Sejarah !! (3).
172