Volume 3, No. 5 Mei 2012
ISSN: 2303-2979
JURNAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Diterbitkan dua kali dalam setahun pada bulan Mei dan Nopember menurut artikel hasil penelitian dan kajian analitis kritis bidang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Ketua Penyunting: Wahyu Penyunting Pelaksana: Sarbaini, Harpani Matnuh, Fatimah, Acep Supriadi, Zainul Akhyar, Rabiatul Adawiah Dian Agus Ruchliyadi, Mariatul Kiptiah Penelaah (Mitra Bestari) Dasim Budimansyah (Universitas pendidikan Indonesia Bandung); Eddy Lion (Universitas Negeri Palangkaraya); Sapriya (Universitas Pendidikan Indonesia Bandung); M. Hadin Muhjad (Universitas Lambung Mangkurat); Hardoko (Universitas Mulawarman) Pembantu Tata Laksana: Muhammad Elmy Suroto Muhamad Algiferi Rezky Fadillah Alamat Penyunting : Gedung FKIP Unlam Jln. Brigjen H. Hasan Basri Telp. (0511-3302634) Banjarmasin Email:
[email protected],
[email protected]. Hp. 081351151914 Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan diterbitkan oleh Kerjasama Laboratorium Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) FKIP Unlam dan Asosiasi Sarjana dan Dosen PPKn Kalimantan Selatan Ketua Program Studi PPKn: Fatimah, Sekretaris: Dian Agus Ruchliadi. Terbit pertama kali bulan Mei tahun 2011 Penyunting menerima sumbangan naskah yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain. Syarat-syarat, format dan aturan tata tulis artikel dapat dibaca pada Petunjuk Bagi Penulis di sampul belakang dalam jurnal ini. Naskah yang masuk ditelaah oleh penyunting dan Mitra Bestari untuk dinilai kelayakannya. Penyunting berhak melakukan penyuntingan tanpa mengubah maksud isinya
i
UCAPAN TERIMA KASIH Kami Mengucapkan terima kasih kepada Penelaah (Mitra Bestari) yang telah banyak membantu pada penerbitan ini, yaitu: Dasim Budimansyah (Universitas pendidikan Indonesia Bandung) Eddy Lion (Universitas Negeri Palangkaraya) Sapriya (Universitas Pendidikan Indonesia Bandung) M. Hadin Muhjad (Universitas Lambung Mangkurat) Hardoko (Universitas Mulawarman)
ii
DAFTAR ISI
Peran DPD dalam Penyerapan Aspirasi Masyarakat di Daerah Harpani Matnuh, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
289-294
Analisis Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Negara Hukum Indonesia Suryaningsi, Program Studi PPKnFKIP Universitas Mulawarman
295-305
Socio-Economic Conditions and Cultural Communities Around the Area PT. Mahakarya Perdana Gemilang in the District Kutai Kartanegara of Province East Kalimantan Warman, Program Studi PPKn FKIP Universitas Mulawarman
306-313
Kinerja Guru PKn dalam Penanaman Nilai-nilai Karakter pada Siswa di SMK Bina Banua Banjarmasin Faridah, Zainul Akhyar, dan Mariatul Kiftiah, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
314-319
Kepatuhan Siswa Kelas X dalam Melaksanakan Peraturan Sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin Normasari, Sarbaini, dan Rabiatul Adawiyah, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
320-327
Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture dalam Pembelajaran PKn Pokok Bahasan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Guna Meningkatkan Hasil Belajar di Kelas XII IPS SMA PGRI 7 Banjarmasin Nurdiansyah, Sarbaini, dan Mariatul Kiftiah, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
328-334
Internalisasi Pendidikan Karakter dengan Sarana Kelompok Studi Islam di SMA Negeri 5 Banjarmasin Alya Abyakamali, Wahyu, dan Harpani Matnuh, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
335-344
Pembentukan Karakter Iman dan Taqwa Siswa melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Ikatan Remaja Muslim di SMA Negeri 6 Banjarmasin Chairunnisa, Wahyu, dan Dian Agus Rucliyadi, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
345-353
iii
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Hubungan Kompetensi Kepribadian Guru PKn dengan Sikap Demokratis Peserta Didik di SMK Negeri I Banjarmasin Eka Aprilliyanti, Wahyu, dan Rabiatul Adawiyah, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
354-364
Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Materi Proklamasi dan Konstitusi Pertama dalam Pembelajaran PKn melalui Model Example Non Example di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Tanjung Eka Sastia Emilia, Wahyu, dan Mariatul Kiftiah, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
356-373
Penerapan Sistem Poin dalam Pembentukan Karakter Berbasis Disiplin pada Siswa SMA Negeri 3 Banjarbaru Elliyana Sari, Wahyu, dan Harpani Matnuh, Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
374-382
iv
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
PERAN DPD DALAM PENYERAPAN ASPIRASI MASYARAKAT DI DAERAH Harpani Matnuh Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT The proses of formulation of the Regional Representatives Council in the 1945 amandement is a banttle between the various ideas and interests. The concept is a “half-hearted compromise” between bicameralism and unicameralisme. Restrikcted the outheority of this Council is teh result of a compromise of Ideas aabout stron g becameralism and approve the DPD with unicameralism. The limitation need more creativity by building offices in the local area to capture the aspirations and information et the regional level, to process, communicate, and sistematisation, and set it up as on ingredient and the formulation of policies that will be distributed and championed by DPD at the center. Keywords: Regionnal Representatives Council, creativity
A. PENDAHULUAN Perubahan UUD 1945, menjadikan terjadinya perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan menuju terciptanya sistem demokratisasi pemerintahan dan pelimpahan kewenangan pemerintah pusat ke daerah dalam bentuk otonomi daerah dan cheek and balance dalam sistem pemerintahan. Sistem pengaturan ketatanegaraan disusun secara normatif telah mengalami terjadinya pergeseran dan konstraksi pada teteran implementasinya. Salah satu perubahan adalah lahirnya Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai lembaga tersendiri yang memberikan ruang kepada daerah untuk ikut serta menentukan kebijakan nasional yang menyangkut masalah daerah. Keberadaan DPD sebagai lembaga yang independen sangat memungkinkan dapat memperjuangkan kepentingan rakyat secara sungguh-sungguh dibandingkan dengan kedudukan DPR yang merupakan wakil rakyat yang berasal dari Partai Politik dan sudah barang tentu lebih terikat pada kebijakan partai.
Proses lahirnya DPD sebagai pengganti Utusan Daerah dan Utusan Golongan dalam perubahan UUD 1945 mencapai kata sepakat pada perubahan kelima, hal ini menunjukkan bahwa kelahiran DPD merupakan pergulatan antara berbagai ide dan kepentingan atau hanya sebuah kompromi setengah hati. Demikian juga halnya dengan kewenangan yang diberikan kepada DPD sebagai lembaga perwakilan daerah dalam menyerap dan mewujudkan aspirasi masyarakat, dilihat dari aspek hak dan kewenangan yang diberikan oleh konstitusi masih lemah seperti tergambar sebagai berikut:
289
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
KEWENANGAN DPD
Gagasan untuk dapat mencapai tujuan dibentuknya DPD serta dalam rangka meningkatkan kedudukan, fungsi dan wewenang DPD sebagai wakil rakyat daerah di tingkat pusat baik sebagai penyambung aspirasi rakyat maupun sebagai lembaga penyeimbang DPR yang sama-sama dipilih secara langsung oleh rakyat dalam Pemilu legislatif, perlu dukungan publik dengan argumentasi yang kuat melalui berbagai media publik seperti; dengar pendapat, diskusi publik dan implementasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegera. B. PEMBAHASAN 1. Konstruksi Pembentukan DPD Tujuan terbentuknya DPD dalam perubahan UUD 1945, dapat dimaknai sebagai perpaduan dari dua gagasan yaitu; demokratisasi dan upaya mengakomodasi kepentingan daerah demi terjadanya integrasi nasional. Sri Sumantri Martosoewingjo dan Mochamad Isnaeni Ramdhan yang menyatakan bahwa pembentukan DPD tidak terlepas dari dua hal, yaitu: pertama, adanya tuntutan demokratisasi pengisian anggota lembaga agar selalu mengikutsertakan rakyat pemilih. Keberadaan Utusan Daerah dan Utusan Golongan dalam komposisi MPR digantikan dengan keberadaan DPD. Kedua, Karena adanya tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah yang jika tidak dikendalikan dengan baik akan berujung pada tuntutan separitisme. DPD dibentuk sebagai representasi kepentingan rakyat di daerah
290
Terbentuknya DPD pada saat terjadinya perubahan UUD 1945, tidak bisa terlepas dari berbagai peristiwa dan tuntutan rakyat atas kekecewaannya pada pemerintahan Orde Baru yang cenderung menjalankan kekuasaan dengan sistem sentralisasi telah menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan antara pemerintah pusat dan pemerintah darah sehingga menimbulkan konflik vertikal dan menuntut untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Isu ini selanjutnya bergeser pada wacana pembentukan negara federal dan berakhir dengan adanya pemberian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab melalui perubahan UUD 1945 dan UU No.22 Tahun 1999. Masalah ini secara formal juga diakui dalam Ketetapan MPR No.V/MPR/ 200 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan. Salah satu masalah yang diidentifikasi pada angka 8 pada Ketetapan itu adalah: “Berlangsungnya pemerintahan yang telah mengabaikan proses demokrasi menyebabkan rakyat tidak dapat menyalurkan aspirasi politiknya sehingga terjadi gejolak politik yang bermuara pada gerakan reformasi yang menuntut kebebasan, kesetaraan dan keadilan”. Pada bagian lain terbentuknya DPD, merupakan integrasi nasional untuk memberikan ruang kepada daerah ikut serta menentukan kebijakan nasional yang menyangkut masalah daerah melalui Utusan Daerah yang disempurnakan menjadi lembaga tersendiri. Dengan demikian keberadaan DPD merupakan bagian dari upaya institusional representasi teritorial keterwakilan daaerah.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Salah seorang Anggota Panitia Ad Hoc I BP MPR,I Dewa Gede Palguna, menyatakan bahwa: “Pembentukan DPD dengan sejumlah wewenang yang diberikan kepadanya, adalah sebagai upaya konstitusional untuk memberi saluran sekaligus peran kepada daerah-daerah untuk turut serta dalam pengambilan keputusan politik terhadap masalahmasalah yang berkaitan dengan daerah. Asumsinya adalah, jika daerah-daerah telah merasa diperhatikan dan diperankan dalam pengambilan keputusan politik penting dalam menyangkut kepentingannya, maka alasan untuk memisahkan diri itu akan kehilangan argumentasi rasional.”
Bikameral dengan Problem Kewenangan. Pada awal timbulnya konsep terbentunya DPD sebagai anggota MPR bersama DPR yang dipilih langsung oleh rakyat dalam Pemilu legislatif, para kalangan akademisi dan politisi akan mengarahkan pikirannya akan terbentuknya struktur parlemen terdiri atas dua kamar yang memiliki kedudukan dan kewenangan yang sama dan seimbang, seperti halnya bikameralisme di Amerika Serikat. Secara teoritis dan yuridis pembentukan sistem bikameral dalam sistem pemerintahan di Indonesia dapat dilaksanakan. Arend Lijphart menyatakan.
b.
2.
“The pure majoritarian model calls for the concentration of legislative power in single chamber is characterized by a bicameral legislature in which power is divided equally between two differently constuted chambers.”
Lijphart, mengemukakan bahwa berdasarkan pada model demokrasi di Indonesia adalah consensus model. Oleh karena itu secara teoritis selayaknya Indonesia menganut sistem parlemen bikameral, bahkan strong bicameralism. Jika Indonesia adalah negara pure consensus model democracy. Jimly Asshiddiqie, dalam makalahnya yang disampaikan dalam Seminar tentang Bikameralisme tanggal 12 Juni 2001 di Medan, mengemukakan konsep DPD sebagai berikut: a. “Adanya gagasan pembentukan DPD nantinya parlemen Indonesia terdiri dari dua kamar yaitu DPR dan DPD. Jika kamarnya dua, maka rumahnya tetap satu. MPR masih bisa dipertahankan namanya, tetapi kedudukannya tidak lagi sebagai lembaga tertinggi seperti selama ini.
c.
d.
e.
f.
Ketentuan tentang kekuasaan legislatif dalam perubahan UUD 1945 dapat dirumuskan: Kekuasaan legislatif dilakukan oleh MPR yang tterdiri atas DPR dan DPD”. Anggota DPD mewakili rakyat dalam konteks kedaerahan dengan orientasi kepentingan daerah. Anggota DPD dipilih langsung oleh rakyat melalui sistem distrik murni, yaitu dengan cara memilih tokoh yang dikenal di daerah yang bersangkutan berdasarkan perhitungan “the winner takes all”. Sedangkan anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat melalui sistem proporsional yang memang berguna dalam memperkuat kelembagaan seperti partai politik yang bersifat nasional. Pada prinsipnya baik DPR maupun DPD dan anggotanya mempunyai fungsi, tugas, dan hak yang sama. Tetapi khusus untuk tugas penentuan pengangkatan dan pemberhentian pejabat publik, sebaiknya diberikan kepada DPR saja. Khusus mengenai tugas meminta pertanggungjawaban terhadap pemerintah (impeachment), tugas penuntutannya hanya diberikan kepada DPR. Sedangkan DPD akan ikut menentukan vonisnya dalam persidangan MPR. Khusus untuk menjamin perlindungan terhadap hak dan kekayaan masyarakat dari pembebanan yang dilakukan oleh negara, tugas utama sebaiknya diberikan kepada DPD, karena DPD lah yang mewakili rakyat di daerah-daearah yang dianggap akan paling menderita akibat beban yang memberatkan dibuat pemerintah. Meskipun tugas pengawasan dapat dilakukan oleh DPR dan DPD di semua bidang, namun dapat ditentukan bahwa yang diawasi oleh DPD hanyalah pelaksanaan UUD dan UU sejauh yang berkenaan dengan urusan-urusan yang berkaitaan langsung dengan kepentingan daerah dan rakyat di daerah. DPD dan DPR memiliki fungsi legislatif yang meliputi kegiatan mengkaji, merancang, membahas dan mengesahkan undang-undang. Hal yang dapat dibedakan adalah bidang yang diatur dalam undangundang itu. Namun hal ini masih memungkinkan munculnya perebutan pembahasan antara DPR dan DPD. Hal tersebut kemudian berkembang pendapat agar tidak ada pembagian bidang, asalkan Sekretaris Jenderal DPR dan DPD menjadi satu 291
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
yang terdiri dari anggota DPD dan DPR ditambah para ahli dari luar. g. Jika Presiden berinisiatif mengajukan RUU, maka Badan Legislasi yang menentukan apakah pembahasannya dilakukan oleh DPR atau DPD, Jika inisiatif datang dari DPR atau DPD, maka lembaga yang membahasnya. Hal ini harus diikuti dengan mekanisme Checks and balances di antara kedua kamar serta Presiden, yaitu mengatur adanya hak veto di antara mereka. h. Jika suatu RUU telah disetujui dan disahkan oleh satu kamar, dalam waktu 30 hari mendapat penolakan dari kamar lainnya, maka RUU itu harus dibahas lagi oleh kamar yang membahasnya untuk mendapat persetujuan suara lebih banyak, yaitu ditentukan harus di attas 2/3 X 2/3 jumlah anggota (overwite). i. Jika suatu RUU sudah disetujui oleh dua lembaga, tetapi diveto oleh Presiden, maka putusan penyelesaiannya harus diambil dalam sidang MPR yang terdiri dari DPR dan DPD dengan dukungan 2/3 X 2/3. Khusus mengenai penetapan dan perubahan UUD, dapat ditentukan harus diputuskan dalam sidang MPR atas usul DPR atau DPD. Ahli hukum lain yang mengemukakan konsep DPD adalah seorang Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Pajajaran Bandung, Bagir Manan antara lain: a. DPR dan DPD baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama berhak: (1) mengajukan rancangan undang-undang (2) meminta keterangan (interplasi), b. RUU yang sudah disetujui DPR tetapi ditolak DPD dapat disahkan sebagai UU, apabila disetujui sekurang-kurangnya 2/3 anggota DPR, kecuali RUU yang berkaitan dengan kepentingan daerah. c. RUU disetujui DPD tetapi ditolak DPR harus dianggap ditolak dan tidak dapat dimajukan dalam masa sidang yang bersangkutan d. DPD memberikan persetujuan atas calon-calon yang akan diangkat dalam jabatan negara atau pemerintahan menurut ketentuan undang-undang. e. DPD dan DPR dapat melaksanakan sidang bersama mengenai hal-hal tertentu yang ditetapkan UU atau kesepakatan bersama dan rapat dapat dipimpin bersama oleh pimpinan DPR dan DPD. 292
f. Sidang yang berkaitan dengan pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden, dilakukan menurut tata cara peradilan, DPR sebagai penuntut, DPD selaku pemutus. Proses perumusan DPD memang dipenuhi oleh terjadinya tarik-menarik antara berbagai gagasan. Rumusan-rumusan yang tercapai dapat dikatakan sebagai kompromi setengah hati antara bikameralisme dan unikameralisme. Perumusan kewenangan DPD yang merupakan hasil kompromi dari beberapa pendapat tertuang dalam Pasal 22D ayat (1), (2), dan (3) UUD 1945. DPD memiliki tiga fungsi tetapi terbatas bersifat konsultatif dan subordinat terhadap fungsi yang sama yang dilakukan oleh DPR. Semua fungsi yang dimiliki DPD berakhir dan bermuara pada DPR. Fungsi-fungsi DPD dapat diuraikan: a. Fungsi Legislasi, terdiri dari: 1) Mengajukan rancangan UU kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, serta serta yang terkait dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 2) Ikut membahas pada tingkat I atas rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 3) Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU yang berkaitan dengan APBN, pajak, pendidikan dan agama. b. Fungsi Pengawasan Fungsi pengawasan DPD terhadap pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama, berdasarkan laporan yang diterima dari BPK, aspirasi dan pengaduan masyarakat, keterangan tertulis pemerintah, dan temuan monitoring di lapangan. Hasil pengawasan tersebut disampaikan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti. c. Fungsi Nominasi Fungsi nominasi dalam rangka memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK yang dilakukan oleh DPR. 3.
Penyerapan Aspirasi Daerah Sekalipun wewenang yang diberikan kepada DPD terbatas bersifat konsultatif, namun setidaknya kehadiran DPD dalam rangka memberikan saluran kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan nasional yang terkait dengan kepentingan daerah sesuai dengan hakekat keberadaannya sebagai wakil daerah, tugas utama DPD adalah menyerap dan mengartikulasikan aspirasi daerah. Oleh karena itu harus terdapat hubungan yang jelas dan erat antara anggota DPD dengan daerah yang diwakilinya. Penyerapan aspirasi harus dilakukan sesuai dengan ruang lingkup wewenang yang dimiliki, tanpa harus bergantung pada sejauh mana daya jangkau yang diberikan. Berdasarkan ruang lingkup tersebut dapat ditentukan dengan pihak mana saja hubungan harus dijalin agar penyerapan aspirasi dapat dilakukan sesuai dengan fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi nominasi. Oleh karena itu hubungan aspiratif yang harus dijalin oleh anggota DPD meliputi antara lain dengan: a. Daerah sebagai satu kesatuan geografis dan lingkungan b. Masyarakat di daerah, terutama yang menjadi satu kesatuan hukum beserta alam dan lingkungan c. Warga negara di daerah d. Pemerintah daerah kabupaten/kota e. Pemerintah Provinsi f. Organisasi kemasyarakatan g. Organisasi keagamaan Aspirasi yang diserap tentu harus disalurkan dan diperjuangkan oleh anggota DPD dalam proses pembuatan kebijakan nasional. Dengan demikian anggota DPD harus selalu aktif bergerak (mobile) hadir di dua tempat, yaitu di daerah yang diwakilinya dan di pusat. Anggota DPD tidak hanya diperlukan domisili di daerah provinsi terkait, tetapi harus punya organ dan perangkat yang dapat menggerakan proses penyerapan aspirasi. Kantor DPD di daerah dijadikan sebagai pusat penyerapan aspirasi dan informasi di tingkat daerah,
mengolah, mengkomunikasikan, dan mensistemasisasi, serta menyiapkannya sebagai bahan dan rumusan kebijakan yang akan disalurkan dan diperjuangkan oleh anggota DPD di pusat. Hanya dengan perangkat tersebut anggota DPD dapat menjalankan fungsi menyalurkan aspirasi daerah secara maksimal tanpa meninggalkan tugas menyerap aspirasi daerah itu sendiri. C. KESIMPULAN Keberadaan DPD dengan segala fungsi dan wewenang yang diberikan sebagaimana dalam Pasal 22D ayat (1), (2) dan (3) UUD 1945, merupakan hasil kompromi dari berbagai kepentingan dan harapan, mulai dari yang mnginginkan strong bicameralism hingga yang tidak menghendaki adanya DPD. DPD memiliki tiga fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi nominasi. Namun ketiga fungsi tersebut hanya terbatas pada sifat konsultatif dan subordinat terhadap fungsi yang sama dengan yang dilakukan oleh DPR. Sedangkan kewenangan DPD dapat dibedakan atas dua bagian yaitu: 1. Dapat mengajukan, ikut membahas dan dapat melakukan pengawasan terhadap RUU yang berkaitan dengan; otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, Pembentukan, pemekaran, dan pengembangan daerah, serta pengelolaan sumberdaya manusia dan ekonomi lainnya 2. Ikut membahas dan dapat melakukan pengawasan terhadap RUU perimbangan keuangan Pusat dan Daerah. 3. Memberi pertimbangan dan dapat melakukan pengawasan terhadap RAPBN, Pajak, Pendidikan dan Agama. 4. .Memberi pertimbangan dalam hal pengajuan calon anggota BPK Untuk memperkuat peran DPD, maka harus ditingkat kualitas dan kuantitas serta setiap anggota DDPD harus dapat menjalin hubungan aspiratif dengan berbagai elemen organisasi kemasyarakatan dan tokoh-tokoh daerah. Apalagi berdasarkan latar belakang pembentuk DPD tidak hanya dimaksudkan untuk mewakili masyarakat di daerahnya, tetapi juga untuk kepentingan alam dan lingkungan dalam arti konkrit seperti gunug, sungai, lautan, dan lain-lainnya.
293
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
DAFTAR PUSTAKA
M.Ali Safa’at, 2010, Jurnal Arena Hukum, Fakultas Hukum Brawijaya, Malang.
Lijphart, Arend, 1999, Pattern of Democracy; Goverment Forms and Performance in Thirty Six Countries, Yale University Press, New Haven and London:
MPR, 2001, Buku Keempat Jilid I A, Risalah Rapat Komisi A Ke-1 s/d Ke-3, Sekjen MPR RI, Jakarta.
Manan, Bagir, 2003, Teori dan Politik Konstitusi, FH UII University Press, Yogyakarta.
MPR, 2000, Ketetapan MPR No.V/MPR/2000, Tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan, Sekjen MPR RI, Jakarta.
Badan Pekerja MPR RI,2002, Kompilasi Kesimpulan Hasil Uji Sahih Rancangaan Perubahan Keempat UUD 1945, Sekretariat Panitia Ad Hoc I BP MPR, Jakarta.
Sri Soemantri, 2003, Susunan dan Kedudukan DPD, dalam Janedjri M.Gaffar, DPD dalam Sistem Ketatanegaraan RI, Kerjasama Sekjen MPR dengan UNDP, Jakarta.
Jimly Asshidiqie, 2001, Menuju Struktur Parlemen Dua Kamar, Seminar Nasional, Forum Rektor, Medan
UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, Cipta Pustaka, Jakarta
294
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
ANALISIS KEBERADAAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM NEGARA HUKUM INDONESIA Suryaningsi Program Studi PPKn FKIP Universitas Mulawarman
ABSTRACT The existence of the State Administrative Court in the State of Law of Indonesia, is motivated by the understanding which revealed that Indonesia as a state which based on the law (rechtstaat) has some characteristics, such as the administration of justice. Administration is a State Administrative Court based on the 1945 Constitution of Indonesia after the amendment. The legislation that governs the State Administrative Court was originally stipulated in Law No. 5 of 1986 as amended by Law No. 9 of 2004. The existence of the State Administrative Court was established by a variety of considerations, which give legal protection to the people from the abuse of authority or arbitrary acts of government officials and to implement the provisions of the 1945 Constitution and Law No. 14 of 1970 on the Basic Provisions of Judicial Power. However, because of the provisions in the legislation that governs the State Administrative Court does not always correspond to the reality (das solen not always match with das sein). Then, it is needed a reexamination of the existence of the State Administrative Court in Indonesia as a State of Law. To find out the existence of the State Administrative Court and the factors underlying their existence, writing methods used are normative juridical, in which the author examines and judicially determined by looking at the norms of positive law, especially regarding to the State Administrative Court. Then all data were analyzed by descriptive qualitative. Based on the analysis of the author revealed that the existence of the State Administrative Court in the State of Indonesia is to provide the legal protection to seeking justice and also to control the actions of agencies or officials of the State Administration, although its authority is limited. While the factors that affected to the existence of the State Administrative Court in the state of law of Indonesia is legislation, implementers and community or people who are seeking justice. Responding to the fact of the existence of the State Administrative Court, the State Administrative Court should give legal protection to people who are seeking justice by revising the State Administrative Court authority by adding more protection for the people who are seeking justice, especially to lodge cassation. Keyword: the State Administrative Court, State of Law, justice
A. PENDAHULUAN Setiap era atau masa memiliki ciri-ciri tersendiri sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing zamannya. Sekarang adalah era reformasi yang
memiliki ciri-ciri menghendaki terwujudnya pemerintahan yang bersih (clean government); kepemerintahan yang bersih (clean governance); pemerintahan yang baik (good government); 295
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
kepemerintahan yang baik (good governance); keterbukaan, demokratisasi, dan supremasi hukum. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan keinginan tersebut dilakukanlah amandemen terhadap konstitusi yaitu UUD 1945. Di dalam UUD 1945 pasca amandemen disebutkan secatra tegas bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum” Artinya bahwa seluruh tatanan dan aktifitas negara ini harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. Dari beberapa pasal yang ada di dalam UUD 1945 pasca amandemen dapat diketahui bahwa konsep negara hukum yang dianut oleh UUD 1945 pasca amandemen adalah sama dengan konsep begara hukum yang dianut oleh UUD 1945 sebelum amandemen, yaitu sama-sama memiliki ciri-ciri Rechtsstaat. Menurut pendapat Friederich Julius Stahl seperti yang dikutip oleh Meriam Budiardjo bahwa rechtsstaat memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. adanya perlindungan hak-hak manusia; b. adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan; c. adanya pemerintahan yang berdasar peraturan-peraturan; dan d. adanya peradilan administrasi. Ciri-ciri yang demikian ini terdapat di dalam UUD 1945 pasca amandemen. Misalnya tentang keberadaan Peradilan administrasi. Peradilan administrasi yang dimaksud di sini adalah sama dengan Peradilan Tata Usaha Negara. Di dalam pasal 24 UUD 1945 pasca amandemen disebutkan bahwa: 1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan; 2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan, lingkungan peradilan militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi; 3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undangundang. Keberadaan peradilan administrasi atau Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu ciri dari Rechtsstaat. Di Indonesia Peradilan Tata Usaha Negara didirikan atas dasar Undang-undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (LNRI Tahun 1986 Nomor 77, dan TLNRI Nomor 296
3344). Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-Undang No.9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (LNRI Tahun 2004 Nomor 35, TLNRI Nomor 4380). Jika dilihat dari latar belakang pembentukannya maka eksistensi atau keberadaan peradilan tata usaha negara ini dibentuk dengan berbagai macam alasan. 1. Memberikan perlindungan hukum kepada rakyat dari penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) atau tindak sewenang-wenang (willekeur atau abus de pouvoir). Aparatur pemerintah (badan atau pejabat tata usaha negara); 2. Melaksanakan ketentuan UUD 1945, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (LNRI Tahun 1970, Nomor 74, TLNRI Nomor 2951) yang dalam pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa: Kekuasaan kehakiman dilakukan dalam lingkungan: Peradilan Umum; Peradilan Agama; Peradilan Militer; Peradilan Tata Usaha Negara. 3. Seperti yang dikemukakan oleh sejarahwan Inggris Lord Acton bahwa “power tend to coruupt but absolute power corrupt absolutely”, artinya bahwa kekuasaan itu cenderung disalahgunakan oleh pemiliknya, dan kekuasaan mutlak pasti disalahgunakan oleh pemiliknya. Untuk inilah diperlukan Peradilan Tata Usaha Negara sebagai alat kontrol terhadap penggunaan kekuasaan pejabat pemerintah (badan atau pejabat tata usaha negara). Di dalam pertimbangan (konsideran) Undang-undang nomor 5 tahun 1986 disebutkan bahwa: a. Bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 bertujuan mewujudkan negara dan bangsa yang sejahtera, aman tenteram, serta tertib yang menjamin persamaan kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan yang menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi seimbang serta selaras antara aparatur di bidang tata usaha Negara dengan para warga masyarakat; b. Bahwa dalam mewujudkan tata kehidupan tersebut, dengan jalan mengisi kemerdekaan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
melalui pembangunan nasional secara bertahap, diusahakan untuk membina, menyempurnakan, dan menertibkan aparatur di bidang tata usaha negara agar mampu menjadi alat yang efisien, efektif, bersih, serta berwibawa dan yang dalam melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan hukum dan dilandasi semangat dan sikap pengabdian untuk masyarakat; c. Bahwa meskipun pembangunan nasional hendak menciptakan suatu kondisi sehingga setiap warga masyarakat dapat menikmati suasana serta iklim ketertiban dan kepastian hukum yang berintikan keadilan, dalam pelaksanaannya ada kemungkinan timbul benturan kepentingan, perselisihan atau sengketa antara badan atau pejabat tata usaha negara dengan warga masyarakat yang dapat merugikan atau menghambat jalannya pembangunan nasional; d. Bahwa untuk menyelesaikan sengketa tersebut diperlukan adanya peradilan tata usaha negara yang mampu menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban dan kepastian hukum, sehingga dapat memberikan pengayoman kepada masyarakat, khususnya dalam hubungan antara badan atau pejabat tata usaha negara dengan masyarakat; e. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan tersebut dan sesuai pula dengan undangundang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuanketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman, perlu dibentuk undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dari konsideran ini tampak jelas latar belakang atau alasan pembentukan peradilan tata usaha negara di Indonesia. Keberadaan peradilan tata usaha negara di Indonesia diatur di dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1986, tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 ini kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (LNRI Tahun 2004 Nomor 35, dan TLNR Nomor 4380). Undang-undang adalah merupakan salah satu bentuk hukum. Selain itu masih ada lagi bentuk hukum yang lainnya, misalnya Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), Peraturan pemerintah (PP),
Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan daerah (Perda) dan lain-lainnya. Sebagai bentuk dari hukum, makalah rumusan di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 adalah merupakan kumpulan dari hal-hal yang harus dilakukan (das sollen) yang dalam kenyataannya (das sein) belum tentu sesuai dengan yang seharusnya. Seperti yang dikatakan oleh Satjipto Rahardjo bahwa: “Peraturan hukum itu tidak boleh disamakan dengan dunia kenyataan, melainkan ia memberikan kualifikasi terhadap dunia tersebut, khususnya terhadap kehidupan sosial. Rumusan-rumusan yang tercantum dalam peraturan hukum itu seolah-olah sesuatu yang sedang tidur dan pada waktunya ia akan bangun manakala ada sesuatu yang menggerakkannya. Bolehlah ia diibaratkan pula dengan pistol dan picunya. Begitu picu itu ditarik maka meletuslah senjata itu”.
Intinya adalah bahwa Undang-undang nomor 5 tahun 1986 jo Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 belum tentu dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan bunyi pasal-pasal yang ada di dalamnya. B. PEMBAHASAN 1. Analisa Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Negara Hukum Indonesia Jika dicermati perjalanan panjang dari sejarah negara hukum Indonesia, maka sesungguhnya upaya untuk menegakkan hukum di bidang sengketa tata usaha negara ini sudah lama adanya, baik dimulai sejak zaman penjajahan maupun kemerdekaan dan hingga sekarang. Untuk memperoleh gambaran tentang sejarah perjalanan peradilan tata usaha negara di Indonesia, berikut ini disampaikan perkembangan keberadaannya sebagai berikut: a. Pada Masa Penjajahan Belanda Dari sejarah dapat diketahui bahwa Indonesia pernah dijajah oleh Belanda selama lebih kurang 350 tahun. Pada waktu itu Indonesia disebut dengan nama Hindia Belanda. Sistem ketatanegaraan pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu diatur atau didasarkan pada Wet op de Staatsinrichting van Nederland Indie” atau yang lazim disingkat IS (Indische Staatregeling), yang berlaku pada tanggal 1 Januari 1926 (S.1925 297
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
No.415 jo no.577). Indische Staatregeling (IS) ini diberlakukan sebagai pengganti Regeringsreglement (RR) yang berlaku mulai tahun 1919 (S.1919, No.621 jo no.816). Disebutkan pada pasal 138 IS bahwa untuk perkara-perkara yang menurut sifatnya atau berdasarkan undang-undang masuk dalam wewenang pertimbangan kekuasaan administrasi, tetap ada dalam wewenangnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada waktu itu sebenarnya sudah ada peradilan administrasi atau peradilan tata usaha negara. b. Pada Masa Penjajahan Jepang Dalam sejarah disebutkan bahwa pada tanggal 8 Maret 1942 tentang Jepang menduduki Kalijati (Indonesia), dan Belanda Menyerah kalah tanpa syarat kepada Jepang. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia dan digantikan oleh Jepang, maka sistem ketatanegaraan pemerintah Hindia Belanda diatur oleh peraturan Jepang. Peraturan-peraturan yang telah ada pada waktu pemerintahan Hindia Belanda sebelumnya dinyatakan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan kepentingan pemerintah Jepang. Atas dasar ini maka keberadaan Peradilan Administrasi yang pernah ada sebelumnya menjadi tetap berlaku. c. Pada Masa Kemerdekaan 1) UUD 1945 periode pertama (Tanggal 18 Agustus 1945–27 Desember 1949) Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mulai saat itu secara dejure (secara hukum) dan secara defacto (secara nyata) Indonesia berdiri sebagai negara yang merdeka yang berhak menentukan dirinya sendiri. Sistem ketatanegaraan dalam pemerintahan Indonesia diatur di dalam UUD 1945. Di dalam pasal 24 dan pasal 25, disebutkan sebagai berikut: Pasal 24 (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undangundang; (2) Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang; Pasal 25: Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang. Untuk melaksanakan perintah pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945 (pada masa itu), maka pada tahun 1948 dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948 tentang Susunan dan Kekuasaan Badan-badan Kehakiman dan Kejaksaan. Di dalam Bab III disebut 298
tentang Peradilan Tata Usaha Pemerintah. Disebutkan dalam pasal 66, bahwa:”Jika dengan undang-undang atau berdasar atas undang-undang tidak ditetapkan badan-badan Kehakiman lain untuk memeriksa dan memutus perkara-perkara dalam soal Tata Usaha pemerintahan, maka Pengadilan Tinggi dalam tingkatan pertama dan Mahkamah Agung dalam tingkatan kedua memeriksa dan memutus perkara-perkara itu”. Sedangkan pada pasal 67, disebutkan bahwa: ”Badanbadan Kehakiman dalam peradilan Tata Usaha Pemerintahan yang dimaksud dalam pasal 66, berada dalam pengawasan Mahkamah. Agung serupa dengan yang termuat dalam pasal 55". Dari kedua ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa untuk sengketasengketa tata usaha negara pada saat itu ditangani (diperiksa dan diputus) oleh Pengadilan Tinggi sebagai peradilan tingkat pertama, dan oleh Mahkamah Agung sebagai peradilan tingkat kedua. Kecuali jika oleh undang-undang ditunjuk badan-badan kehakiman lainnya untuk menangani masalah itu atas dasar kewenangan yang diberikan kepadanya. Semua badan kehakiman dalam peradilan tata usaha pemerintahan berada di bawah kontrol atau pengawasan Mahkamah Agung. Menurut sejarah ternyata Undang-undang Nomor 19 Tahun 1948 ini tidak sempat dilaksanakan karena ada agresi atau pendudukan Belanda yang kedua. 2) Konstitusi RIS (tanggal 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 Di dalam pasal 161 disebutkan bahwa: ”Pemutusan tentang sengketa yang mengenai hukum tata usaha diserahkan kepada Pengadilan, yang mengadili perkara perdata ataupun kepada alat perlengakap lain, tetapi jika demikian sebolehbolehnya dengan jaminan yang serua tentang keadilan dan kebenarannya”. Kemudian pasal 161 menentukan bahwa:”Dengan undang-undang federal dapat diatur cara memutus sengketa, yang mengenai hukum tata usaha dan yang bersangkutan dengan peraturanperaturan yang diadakan dengan atau atas kuasa Konstitusi ini atau yang diadakan dengan undangundang federal, sedangkan peraturan-peraturan itu tidak langsung mengenai semata-maa alat-alat perlengkapan dan penghuni satu daerah bagian saja, termasuk badan-badan hukum publik ang dibentuk atau diakui dengan atau atas kuasa undang-undang
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
daerah bagian itu”. Sayang Konstitusi RIS 1949 ini tidak berlaku lama tetapi hanya sesaat saja (lebih kurang hanya 8 bulan), sehingga ketentuan yang dimaksud pada 46 pasal 161 dan pasal 162 belum sempat dilaksanakan. Negara Indonesia kemudian kembali ke bentuk kesatuan di bawah UUDS 1950. 3) UUDS 1950 (Tanggal 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959) Pasal 108 menentukan bahwa: “Pemutusan tentang sengketa yang mengenai hukum tata usaha diserahkan kepada pengadilan yang mengadili perkara perdata ataupun kepada alat-alat perlengkapan lain, tetapi jika demikian seboleh-bolehnya dengan jaminan yang serupa tentang keadilan dan kebenaran”. Dari ketentuan pasal ini bahwa penyelesaian sengketa tata usaha pada masa itu menjadi kompetensi peradilan umum dan atau alat perlengkapan Negara lain yang diberi wewenang untuk itu. Mengingat karena pasal 108 UUDS 1950 ini membuka peluang timbulnya dua macam lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa tata usaha, maka Wirjono Prodjodikoro mengemukakan agar pembentuk undang-undang memilih salah-satu dari 4 hal ini, yaitu: a) menentukan bahwa segala perkara tata usaha pemerintahan secara peraturan umum diserahkan kepada pengadilan perdata; b) menentukan bagi satu macam soal sengketa tertentu, bahwa pemutusannya diserahkan kepada Pengadilan Perdata; c) menentukan bahwa segala perkara tata usaha pemerintah secara peraturan umum diserahkan kepada suatu badan Pemutus, bukan Pengadilan Perdata yang dibentuk secara istimewa; d) menentukan bagi suatu macam soal sengketa tertentu, bahwa pemutusannya diserahkan kepada suatu badan pemutus, bukan Pengadilan Perdata yang dibentuk secara istimewa. 4) UUD 1945 periode kedua (Tanggal 5 Juli 1959 hingga sebelum diamandemen) Isi UUD 1945 periode pertama dan kedua ini pada dasarnya adalah sama, sehingga tidak perlu lagi dikemukakan isi pasal 24 dan 25. Hal yang penting justru mengemukakan undang-undang organiknya, yaitu undang-undang pelaksanaannya, yakni:
a) Undang-undang Nomor 19 Tahun 1964 (LNRI Tahun 1964, Nomor107, TLNRI Nomor 1699), tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 7 ayat (1), menentukan bahwa: ”Kekuasaan kehakiman yang berkepribadian Pancasila dan yang menjalankan fungsi hukum sebagai pengayoman, dilaksanakan oleh Pengadilan dalam lingkungan: (1)Peradilan umum; (2)Peradilan Agama; (3)Peradilan Militer; dan (4)Peradilan Tata Usaha Negara”. Disebutkan di dalam penjelasannya bahwa: ”Undang-undang ini membedakan antara Peradilan Umum, Peradilan khusus dan Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan umum antara lain meliputi Pengadilan Ekonomi, Pengadilan Subversi, Pengadilan Korupsi. Peradilan Khusus terdiri dari Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer. b) Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 (LNRI Tahun 1970 Nomor 14, TLNRI Nomor 2951) tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang ini sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1964. Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 ini kebebasan kekuasaan kehakiman sesuai dengan ketentuan pasal 24 UUD 1945. Di dalam ketentuan pasal 10 disebutkan bahwa: (1)Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan: (a) Peradilan umum; (b)Peradilan Agama; (c) Peradilan Militer; (d)Peradilan Tata Usaha Negara (2)Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi; (3)Terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat terakhir oleh Pengadilan-pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, kasasi dapat diminta kepada Mahkamah Agung. (4)Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan Pengadilan yang lain, menurut ketentuan yang ditetapkan dengan undang-undang. 299
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
c) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (LNRI Tahun 1986 Nomor 77, TLNRI Nomor 3344) tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undangundang ini sengaja dibentuk dengan maksud untuk memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dari kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang atau tindakan sewenang-wenang pemerintah. Oleh karena itu yang menjadi tergugat dalam hal ini adalah pemerintah yaitu badan atau pejabat tata usaha negara. Pasal 1 angka 6 menentukan bahwa: ”Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata”. Dari ketentuan pasal 1 angka 6 ini jelas bahwa Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, sedangkan penggugatnya adalah orang atau badan hukum perdata. Undang-undang nomor 5 Tahun 1986 menentukan bahwa tidak semua sengketa dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara, melainkan hanya sengketa tata usaha Negara yang memenuhi syarat saja yang bisa digugat di Peradilan Tata Usaha Negara. Syarat yang dimaksud terdiri dari dua hal, yaitu: (1)Harus memenuhi syarat subyektif. Syarat Subyektif, yaitu syarat tentang para pihak yang berperkara, artinya siapa dengan siapa dan bagaimana posisi masing-masing (siapa jadi apa). Untuk ini dapat dilihat beberapa ketentuan yang ada di dalam Pasal 1 angka 4 dan Pasal 1 angka 3. Pasal 1 angka 4 menentukan bahwa: ”Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku”. Dari ketentuan ini nampak jelas bahwa para pihak yang dapat berperkara di Peradilan Tata Usaha Negara hanyalah antara Orang atau badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, dengan posisi bahwa Orang atau Badan Hukum Perdata sebagai Penggugat dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai Tergugat. 300
Hal sesuai juga dengan ketentuan pasal 1 angka 6 seperti disebutkan di muka. Ketentuan ini menyebabkan tidak dikenalnya gugat balik (Rekonpensi) dalam hukum acara peradilan tata usaha negara. Masalahnya adalah siapakah yang dimaksud dengan orang atau badan hukum perdata. Maksud orang di sini adalah setiap orang baik WNI maupun WNA asalkan memenuhi persyaratan sebagai subyek hukum. Hal ini sesuai dengan penjelasan ketentuan Pasal 4 menyebutkan bahwa: ”Yang dimaksud rakyat pencari keadilan ialah setiap orang warga negara Indonesia atau bukan, dan badan hukum perdata yang mencari keadilan pada Peradilan Tata Usaha Negara”. Maksud Badan Hukum Perdata adalah setiap badan usaha yang bergerak di bidang keperdataan yang memiliki status sebagai badan hukum, seperti Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Koperasi. (2)Harus memenuhi syarat obyektif Syarat obyektif, yaitu syarat yang menyangkut obyek yang disengketakan. Tadi sudah dikemukakan ketentuan Pasal 1 angka 4. Dari ketentuan Pasal 1 angka 4 tersebut dapat diketahui bahwa yang dapat dijadikan obyek perkara di Peradilan Tata Usaha Negara hanyalah “Keputusan Tata Usaha Negara” saja. Maksud Keputusan Tata Usaha Negara di sini adalah seperti yang terumus dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 yang menyebutkan bahwa: ”Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. Ketentuan ini dapat dirinci sebagai berikut: bahwa yang dimaksud Keputusan Tata Usaha Negara adalah keputusan yang memenuhi unsurunsur sebagai berikut: (a) penetapan tertulis; (b)dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara; (c) termasuk dalam lingkup hukum tata usaha negara;
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
(d)bersifat konkret, individual, dan final; (e) menimbulkan akibat hukum (bagi orang atau badan hukum perdata). Maksud tertulis di sini tidak perlu selalu harus memenuhi persyaratan formalitas tertentu seperti layaknya Surat Keputusan (SK) pengangkatan seseorang menjadi Pegawai Negeri, melainkan sembarang tulisan biasa dikategorikan sebagai penepatan tertulis asalkan: (a) jelas siapa yang membuat; (b)jelas ditujukan kepada siapa; (c) jelas apa isinya; dan (d)menimbulkan akibat hukum, sehingga oleh karenanya maka nota dinas, surat sakti, memo, katebelece pejabat sudah bisa dikategorikan sebagai penetapan tertulis, asalkan memenuhi persyaratan tersebut. Ini adalah merupakan perluasan pengertian tertulis yang dimaksudkan. Bahkan masih diperluas lagi sampai pada sikap diam Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Pasal 3 (1) menentukan bahwa:”Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara”. Ayat (2) menentukan bahwa:” Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangundangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud”. Ayat (3) menentukan bahwa: “Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan”. Ketentuan pasal 3 ini memberikan isyarat agar Badan atau Pejabat tata Usaha Negara selalu memperhatikan kebutuhan masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan semangat untuk menciptakan kepemerintahan yang baik (Good Governance).
Dalam kaitan ini Sedarmayanti mengemukakan 8 indikasi dari Good Government, yaitu: (a)Participation, artinya bahwa setiap warganegara harus memiliki suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi yang mewakili kepentingannya; (b)Rule of law. Negara hukum, artinya bahwa seluruh aktifitas negara harus selalu didasarkan pada aturan hukum yang berlaku, demi terwujudnya keadilan; (c) Transparency (keterbukaan). Hal ini dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dipantau oleh warga masyarakat; (d)Responsiveness. Artinya bahwa lembaga dan proses harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders. Tanggap dan cepat merespon kebutuhan masyarakat khususnya Stakeholders; (e) Consus orientation. Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan yang terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur; (f) Effectiveness and effiency. Proses dan lembaga menghasilkan sesuatu dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin; (g)Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil sosiety) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholeders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi; (h)Strategic vision.Para pemimpin dan publik harus mempunyai prespektif Good Governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini Untuk dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara, suatu perkara itu harus memenuhi dua 301
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
persyaratan (syarat subyek dan obyek) tersebut. Selain itu masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu yang menyangkut pembatasannya. Artinya bahwa walaupun sudah ada dua persyaratan akan tetapi masih ada batasan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara. Batasan tersebut dimuat di dalam Pasal 2, Pasal 48 dan Pasal 49. Pasal 2 menentukan bahwa:”Tindak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini: (a) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata; (b)Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; (c) Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan; (d)Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana; (e) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (f) Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata republik Indonesia; (g) Keputusan Panitia Pemilihan, Baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum. Jadi untuk Keputusan Tata Usaha Negara seperti yang disebutkan pada pasal 2 di atas sama sekali tidak dapat dijadikan obyek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu masih ada lagi beberapa keputusan ata usaha negara yang sama sekali tidak dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu seperti yang disebutkan di dalam pasal 49 nya yang menyebutkan bahwa: ”Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan:
302
(a) dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (b)dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selain itu masih ada lagi suatu sengketa Tata Usaha Negara yang baru boleh diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara apabila upaya administratif yang tersedia sudah selesai dijalankan. Hal ini diatur di dalam ketentuan pasal 48, yang menentukan bahwa: (a) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara admnistratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya admnistratif yang tersedia; (b)Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan. d) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 (LNRI Tahun 2004 Nomor 35, TLNRI Nomor 4380) tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Sesuai dengan judulnya, undang-unang ini pada intinya sama dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, hanya ada beberapa perubahan. Perubahan yang menyangkut kompetensi absolutnya disebutkan pada pasal-pasalnya sebagai berikut:”Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut UndangUndang ini: (1)Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata; (2)Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum; (3)Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
(4)Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau peraturanperundangundangan lain yang bersifat hukum pidana; (5)Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (6)Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia; (7)Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil pemilihan umum. e) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (LNRI 2004, Nomor 8). Di dalam pasal 10 ayat (1), disebutkan bahwa: ”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ayat (2) menyatakan bahwa: ”Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara”. Ketentuan pasal ini memberikan dasar hukum tentang keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara di dalam negara hukum Indonesia, termasuk juga memperkuat atau menegaskan tentang keberadaan Pengadilan Pajak sebagai pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Pasal 9A menyebutkan bahwa:”Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undangundang”. Yang dimaksud pengkhususan disini adalah spesialisasi di lingkungan peradilan tata usaha negara. Disebutkan di dalam penjelasan pasal 9A bahwa:”Yang dimaksud dengan “pengkhususan” adalah deferensiasi atau spesialisasi di lingkungan peradilan tata usaha negara misalnya pengadilan pajak. Ketentuan pasal 9A Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 yang demikian ini dipertegas lagi di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004. Disebutkan di dalam pasal 15 ayat (1) bahwa: ”Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang”. Penjelasan pasal 15 ayat (1) menyebutkan bahwa: ”Yang dimaksud dengan “pengadilan khusus” dalam ketentuan ini antara lain adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial yang berada di lingkungan peradilan umum, dan pengadilan pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara”. Inilah antara lain kaitan Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004. f) Undang-undang Nomor 5 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI (LNRI Tahun 2004 Nomor 9, TLNRI Nomor 4359). Di dalam undang-undang ini ada satu ketentuan yang sangat menarik, yaitu Pasal 45 yang menyebutkan bahwa: (1)Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya; (2)Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: (a) Putusan tentang praperadilan; (b)Perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau diancam denda; (c) Perkara tata usaha negara yang obyek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. Ketentuan ini membatasi hak seseorang untuk mengajukan upaya hukum yang namanya “kasasi”, karena tidak semua perkara dapat dimintakan kasasi. Ketentuan ini adalah salah satu produk hukum era reformasi, yaitu suatu era supremasi hukum, era demokrasi, era keterbukaan, dan era pemberdayaan masyarakat. 2.
Analisa Faktor-Faktor yang dapat Mempengaruhi Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara Berbicara tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara adalah merupakan suatu hal yang menarik. 303
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Betapa tidak, karena memang keberadaan suatu institusi atau lembaga seperti Peradilan Tata Usaha Negara ini tidak bisa lepas dari pengaruh beberapa hal yang berkaitan dengannya. Lebih-lebih lagi Peradilan Tata Usaha Negara adalah merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di negara Indonesia. Peradilan Tata Usaha Negara adalah merupakan suatu badan peradilan yang notabene merupakan lembaga hukum. Sebagai lembaga hukum keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dapat dipengaruhi oleh beberapa hal: Pertama, peraturan perundang-undangan. Seperti yang telah diuraikan di muka maka keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Negara Hukum Indonesia, harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan, mulai dari UUD 1945 (sebelum dan sesudah amandemen), dan beberapa undangundang organik atau undang-undang pelaksananya seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 dan beberapa peraturan perundang-undangan lainnya. Mengingat karena keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara itu didasarkan pada beberapa peraturan perundangundangan, maka jelas peraturan perundang-undangan tersebut adalah merupakan salahsatu faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dalam negara hukum Indonesia. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara ditentukan oleh beberapa peraturan perundang-undangan. Justru peraturan perundangundangan tersebut yang melahirkan Peradilan Tata Usaha Negara. Apa, mengapa dan bagaimananya Peradilan Tata Usaha Negara diatur di dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan inilah yang harus dijadikan dasar hukum keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara. Kedua, Petugas atau pelaksana Peraturan perundang-undangan pada hakekatnya adalah kumpulan dari norma tentang apa yang seharusnya dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan serta ancaman sanksi bagi si pelanggarnya. Peraturan perundang-undangan tidak lebih dari kumpulan apaapa yang seharusnya dilakukan (das sollen) yang kadang-kadang belum atau tidak cocok dengan kenyataan (das sein) nya. Sebagai kumpulan norma, maka peraturan perundang-undangan perlu penerapan agar bisa berlaku di dalam masyarakat. Penerapan ini 304
dilakukan oleh lembaga penerap hukum atau petugas hukum. Betapapun baiknya suatu peraturan perundang-undangan belum tentu baik pula dalam penerapannya, karena menyangkut faktor manusia pelaksananya. Oleh karena itu penerapan suatu peraturan perundang-undangan juga dapat dipengaruhi oleh faktor manusia sebagai penerap atau pelaksana hukumnya. Demikian puila halnya dengan UndangUndang Nomor 5 tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 yang mengatur tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Ketiga, masyarakat (rakyat pencari keadilan), Selain faktor peraturan perundang-undangan dan faktor pelaksananya, ada faktor lain yang dapat mempengaruhi keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Negara Hukum Indonesia. Faktor ini adalah faktor masyarakat atau rakyat pencari keadilan sendiri. Faktor ini juga dapat mempengaruhi keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara. Jika disimak informasi atau pemberitaan yang ada selama ini, baik melalui media koran, majalah, media elektronik dan lainlainnya, dapat diketahui adanya upaya yang dilakukan oleh pencari keadilan untuk memenangkan perkaranya. Hal ini sebenarnya adalah merupakan hal yang wajar, karena setiap orang yang berperkara pada umumnya ingin menang. Akan tetapi akan menjadi tidak wajar bahkan mungkin bertentangan dengan hukum jika untuk menang tersebut dilakukan dengan caracara yang bertentangan dengan hukum misalnya dengan cara suap. Selain itu faktor pendidkkan dan pemahaman masyarakat terhadap hukum juga dapat mempengaruhi keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara. Misalnya masih ada yang belum mengerti tentang perkara-perkara apa saja yang dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara, dan bagaimana cara menggugatnya. Kondisi seperti ini dapat mempengaruhi keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara. C. KESIMPULAN 1. Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dalam negara hukum Indonesia sebenarnya telah lama adanya, bahkan sudah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Keberadaan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum kepada pencari keadilan, selain itu juga mengontrol tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Di samping itu berwenangan dalam
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
pembatasan-pembatasannya yang tidak semua sengketa tata usaha negara dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara, hanya sengketa tata usaha negara yang memnuhi syarat tertentu saja yang bisa digugat di Peradilan Tata Usaha Negara serta tidak semua sengketa dapat dimintakan kasasi, seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 45A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004; 2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dalam negara hukum Indonesia adalah: peraturan perundangundangan, pelaksana dan masyarakat atau rakyat pencari keadilan.
DAFTAR PUSTAKA Arief Sidharta, Nopember 2004., Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum, Jurnal Hukum Jentera, Edisi ke 3-Tahun II,, jakarta PSHK. Jimly Asshiddiqie, 2011., Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Sinar Garafika, Jakarta. Miriam Budiardjo, 1977., Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta,
M.Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1985., Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN UI, Sinar bakti, Jakarta. Moh.Kusnardi dan Bintan R.Saragih, 1978, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang dasar 1945, Gramedia, Jakarta. Paulus Effendi Lotulung, 1986., Beberapa Sistem Kontrol Segi Hukum Terhadap Pemerintah, Bhuana Pancakarsa, Jakarta. Philipus M.Hadjon, 1987., Perlindungan Hukum Terhadap Rakyat, Bina Ilmu, Surabaya. Sjachran Basah, 1985., Eksistensi Dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi Di Indonesia Alumni, Bandung. Sudargo Gautama, 1975, Pengertian tentang Negara Hukum, Alumni Bandung. Satjipto Rahardjo, 2006., Ilmu Hukum, Cet. VI., Citra Aditya Bakti, Bandung. Sedarmayanti,2003, Peraturan perundang-undangan: Good Governance (Kepemerintahan yang baik) Dalam rangka Otonomi daerah, Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan, Mandar Maju, Bandung.
M.Tahir Azhary, 2003., Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya dilihat darisegi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa kini, Kencana, Jakarta.
305
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
SOCIO-ECONOMIC CONDITIONS AND CULTURAL COMMUNITIES AROUND THE AREA PT. MAHAKARYA PERDANA GEMILANG IN THE DISTRICT KUTAI KARTANEGARA OF PROVINCE EAST KALIMANTAN Warman Program Studi PPKnFKIP Universitas Mulawarman
ABSTRACT Plans for utilization of timber in plantations covering 30,454 ha by PT. Mahakarya Perdana Gemilang in Kutai regency of East Kalimantan province besides a positive impact also negatively impact the socio-economic and cultural conditions of the surrounding community. The survey results revealed that the average household income per capita per year is good enough or are not classified as poor. Besides As with farmers, civil servants and employees of the company, they also have side jobs such as working as a builder, selling groceries and fishing. Land area in controlled an average of 2 hectares per household obtained from parental inheritance, opening the forest itself, and some who do not own land, because they even have a family as head of the family, but they still ride in the elderly. The type and non-formal economic activity in general is quite varied, such as shops, kiosks groceries, cooperatives, coffee shops, and lodging. Economic infrastructure is sufficient. Applicable customs are tribal Kutai and Dayak tribes. The role of traditional leaders is dominant in resolving issues related to customary law. The things that a ban has been arranged with the council, for example, prohibited liquor, intimate relationships before marriage. Social conflicts are rare, and the source of the cause of young people is a problem and can be solved by way of deliberation / familiarity. The process of assimilation has occurred between them. Social institutions and functioning properly include RT, Institute of Traditional, village councils, and religious institutions. People’s perception of the business plan on the utilization of timber plantations by PT. Mahakarya Perdana Gemilang very positive. People consider that the presence of PT. Mahakarya Perdana Gemilang will benefit them. Keywords: Socioeconomic; Social Culture. A. PENDAHULUAN Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Otonomi Daerah 1999). 306
Hutan produksi di Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu dimanfaatkan secara arif, dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup untuk kemakmuran rakyat di masa kini dan di masa mendatang. PT. Mahakarya Perdana Gemilang adalah sebuah perusahaan swasta nasional yang berkedudukan di Jakarta dan bergerak di bidang pertanian, perkebunan,
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
kehutanan dan industri pengolahan hasil-hasilnya berminat mengusahakan hutan tanaman di wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Dengan didorong komitmen, kemampuan manajerial dan investasi PT. Mahakarya Perdana Gemilang mengajukan permohonan areal kerja IUPHHK-HTI yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur termasuk dalam Kelompok Hutan Sungai Belayan, seluas ± 30.454 Ha. Berdasarkan Peta Lampiran SK. Menhutbun No. 79/Kpts-11/2001 tanggal 15 Maret 2001 (Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Timur), lokasi areal tersebut merupakan Kawasan Budidaya Kehutanan dengan fungsi hutan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas ± 29.023 Ha dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas ± 1.431 Ha. Tujuan dari kegiatan UPHHK-HTI PT. Mahakarya Perdana Gemilang adalah untuk menghasilkan kayu dalam kuantitas dan kualitas yang memadai secara terus menerus, sebagai bahan baku industri, dan diharapkan bermanfaat untuk pengembangan masyarakat (community development) di sekitar proyek melalui program Pengembangan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), serta terbukanya kesempatan atau lapangan kerja baru. Tetapi rencana kegiatan tersebut selain berdampak positif, diperkirakan juga akan menimbulkan dampak negative terhadap komponen lingkungan hidup di sekitarnya, yakni: komponen fisik-kimia, biologi, social ekonomi, budaya, dan kesehatan masyarakat. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 1997 telah ditetapkan bahwa dampak negatif dari suatu proyek yang direncanakan harus diminimasi sekecil mungkin, agar kegiatan pembangunan tersebut dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan kualitas lingkungan hidup di sekitar proyek yang direncanakan tidak menurun. B. METODE PENELITIAN Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari informan, yaitu kepala desa, tokoh agama, ketua RT, pemuka adat, dan aparat pemerintah yang terkait. Sedangkan data sekunder diperoleh dari pihak pemrakarsa dan instansi-instansi lain yang terkait seperti Dinas Kehutanan, Bappeda, Badan Pusat Statistik, Kantor Kecamatan dan Kantor Kepala Desa di wilayah studi.
Komponen sosial ekonomi yang diteliti meliputi: (1) ekonomi rumah tangga, yang mencakup tingkat pendapatan dan pola nafkah ganda, (2) ekonomi sumberdaya alam, meliputi: pola pemilikan dan penguasaan lahan, pola penggunaan lahan, dan nilai lahan, (3) perekonomian lokal dan regional, meliputi: penyerapan tenaga kerja, jenis dan jumlah aktivitas ekonomi non formal, fasilitas umum dan fasilitas sosial, serta aksesbilitas wilayah. Sedangkan komponen sosial budaya meliputi: (1) adat isti adat dan nilai budaya, (2) proses/interaksi sosial, (3) pranata social/kelembagaan masyarakat, (4) persepsi dan sikap masyarakat terhadap rencana kegiatan. Selain data sekunder, data primer diperoleh melalui survai sampel/wawancara dengan responden sebanyak 10% dari jumlah kepala keluarga yang ditetapkan berdasarkan strata yang ada pada masingmasing desa yang diprakirakan akan mendapatkan dampak negatif maupun dampak positif dari proyek. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Sedangkan data sosial ekonomi untuk tingkat pendapatan ditabulasikan dan dianalisis dengan rumus sebagai berikut: 1. Tingkat Pendapatan a. Tingkat pendapatan sebagai salah satu indikator ekonomi rumah-tangga dianalisis dari sisi penerimaan: I = TR...1) Keterangan: I = Pendapatan (Income) TR = Total penerimaan (Total Revenue) b. Tingkat pendapatan sebagai salah satu indikator ekonomi rumah-tangga dianalisis dari sisi pengeluaran: I = c – i + s...2) Keterangan: I = Pendapatan (income) c = Konsumsi (consumption) i = Investasi (investment) s = Tabungan (saving)
307
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
2.
Rata-rata Pendapatan/Pendapatan perkapita (Y)
Keterangan: Y = Total pendapatan A = Jumlah tanggungan keluarga Untuk meminimasi dampak negatif tersebut perlu dilakukan studi dengan tujuan: (1) mendapatkan data aktual tentang kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat, (2) memperoleh gambaran tentang dinamika sosial ekonomi masyarakat dan (3) untuk mencoba menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat berkaitan dengan rencana kegiatan guna mengelola kemungkinan timbulnya dampak. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi pemerintah daerah setempat dan pihak
pemrakarsa, guna meminimasi dampak negatif yang diakibatkan kegiatan proyek. C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Sosial Ekonomi a. Ekonomi rumah tangga Pendapatan per kapita penduduk merupakan indikator penting tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Untuk itu, dalam rangka mendapatkan data lapangan yang mendekati kebenaran, maka dilakukan pendekatan pengeluaran yang justru lebih akurat. Karena pada kenyataan di lapangan banyak responden yang tidak dapat mengungkapkan dengan benar tingkat pendapatannya. Rata-rata pendapatan per kapita masyarakat di wilayah studi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Pendapatan Penduduk Per-Rumah Tangga/ Bulan di Wilayah Studi (Berdasarkan Jawaban Responden 2012)
Sumber: Data Primer, 2012
Pada level ekonomi rumah tangga berdasarkan data hasil survei sampel dapat diketahui bahwa tingkat pendapatan rumah tangga di wilayah studi berkisar antara Rp. 1.000.000,00 sampai Rp. 7.500.000,00 per rumah tangga per bulan, dengan rata-rata tingkat pendapatan per bulan/rumah-tangga dilihat dari sisi pengeluaran adalah Rp. 2.286.566.6 atau Rp. 7.225.849.99/ kapita/ tahun, dengan jumlah jiwa rata-rata 4 orang per rumah tangga. Dengan asumsi bahwa harga beras di wilayah studi sebesar Rp. 10.000,- per kg, maka pendapatan tersebut setara dengan 722,58 kg beras per kapita per tahun. Berdasarkan kriteria Sayogyo (1977), pendapatan ini berada di atas garis kemiskinan, karena masih di atas 320 kg per kapita per tahun. Artinya, untuk
308
level ekonomi rumah tangga, secara umum penduduk di wilayah studi pada tahun 2012 tidak tergolong miskin. Pada level ekonomi rumah tangga berdasarkan data hasil survei sampel dapat diketahui bahwa tingkat pendapatan rumah tangga di wilayah studi berkisar antara Rp. 1.000.000,00 sampai Rp. 7.500.000,00 per rumah tangga per bulan, dengan rata-rata tingkat pendapatan per bulan/rumah-tangga dilihat dari sisi pengeluaran adalah Rp. 2.286.566.6 atau Rp. 7.225.849.99/ kapita/ tahun, dengan jumlah jiwa rata-rata 4 orang per rumah tangga. Dengan asumsi bahwa harga beras di wilayah studi sebesar Rp. 10.000,- per kg, maka pendapatan tersebut setara dengan 722,58 kg beras per kapita per tahun. Berdasarkan kriteria Sayogyo (1977), pendapatan ini berada di atas garis kemiskinan, karena
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
masih di atas 320 kg per kapita per tahun. Artinya, untuk level ekonomi rumah tangga, secara umum penduduk di wilayah studi pada tahun 2012 tidak tergolong miskin. Mengenai pola nafkah ganda, penduduk Desa Klekat pada umumnya selain mengandalkan pada sumber pendapatan dari hasil pertanian, PNS dan karyawan perusahaan, mereka juga memiliki sumber pendapatan lain seperti bekerja sebagai tukang bangunan, jualan sembako dan bekerja sampingan sebagai nelayan. Demikian juga penduduk di desa lainnya (Long Beleh Haloq, Long Beleh Modang, penduduk Desa Muai, dan penduduk Desa Gunung Sari) juga memiliki sumber pendapatan lain seperti bekerja sebagai tukang bangunan, jualan sembako dan bekerja sampingan sebagai nelayan. b. Ekonomi sumberdaya alam Pola kepemilikan lahan masyarakat didasarkan atas pengakuan kerabat dan anggota masyarakat Desa yang ada dan belum atas dasar bukti sertifikat atau suratsurat tanah yang sah. Namun demikian, hampir dipastikan bahwa batas-batas lahan masyarakat adalah akurat dan umumnya Kepala Adat serta Kepala Desa mengetahui keberadaan lahan masyarakat ini. Hal ini terjadi karena waktu pembukaan dan pengerjaan lahan, anggota kerabat dan masyarakat umumnya dilibatkan secara bergotong-royong. Kepemilikan lahan ini sifatnya banyak yang sudah turun temurun yang diwariskan dari nenek moyang mereka. Pembukaan lahan baru hanya dilakukan apabila lahan warisan tidak mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Umumnya pembukaan lahan baru adalah atas pengetahuan dari Kepala Adat atau Kepala Desa. Sumberdaya alam yang sangat penting dan bernilai bagi penduduk adalah lahan, karena sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya dari lahan, yaitu sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Lahan-lahan tersebut umumnya belum/tidak memiliki surat (sertifikat). Lahan untuk berladang maupun untuk tempat tinggal (rumah dan pekarangan) umumnya mereka kuasai melalui/dengan cara membuka hutan. Dalam batas-batas wilayah Desa, lahan umumnya dikuasai oleh penduduk Desa setempat. Namun ladang mereka ada juga yang jaraknya relatif jauh dari Desa, mengingat mereka umumnya melakukan perladangan dengan sistem berpindah-pindah (rotasi), sehingga memerlukan lahan yang cukup luas, dan jauh dari Desa.
Data mengenai nilai lahan di wilayah studi sifatnya sangat kualitatif, karena data kuantitatif (nilai moneter) sulit didapat, mengingat tanah di wilayah studi sampai saat ini (saat dilakukan survei) belum pernah dijualbelikan (belum ada pasarnya). Namun secara sosial, tanah di wilayah studi sangat bernilai bagi masyarakat, mengingat sebagian besar penduduk di wilayah studi bermatapencaharian sebagai peladang berpindah yang memerlukan banyak tanah, sehingga hidup mereka sangat tergantung pada tanah. c. Perekonomian lokal dan regional Parameter perekonomian lokal dan regional meliputi penyerapan tenaga kerja, jenis dan jumlah aktivitas ekonomi non formal, fasilitas umum dan fasilitas sosial serta aksesbilitas wilayah. d. Penyerapan Tenaga Kerja Dampak kehadiran suatu perusahaan, diharapkan salah satunya dapat mengurangi pengangguran dengan menarik tenaga kerja masyarakat lokal di daearh tersebut. Dari informasi yang terkumpul tergambar jumlah tenaga kerja yang akan terserap di PT. MAHAKARYA PERDANA GEMILANG, yaitu berjumlah 360 orang dengan kualifikasi Sarjana dan Diploma (D3) berjumlah 166 orang (46%) dan untuk kualifikasi SMA, SMP,SD, dan Tidak punya Ijazah sebanyak 194 orang (54%). Untuk memenuhi jumlah tenaga kerja yang diinginkan maka dilakukan penerimaan dengan prioritas tenaga kerja lokal, terutama non skill. Hal ini menunjukkan keberadaan PT. MAHAKARYA PERDANA GEMILANG telah memberikan dampak positif pada masalah tenaga kerja daerah, yang dengan sendirinya untuk tahap operasional akan lebih banyak lagi tenaga kerja yang terserap dan ini akan membantu perkembangan ekonomi daerah. e. Jenis dan jumlah aktivitas ekonomi non formal Jenis dan jumlah aktivitas ekonomi non formal yang terdapat di wilayah studi sampai saat ini (saat survei dilakukan) pada umumnya sudah cukup bervariasi, seperti Toko, Kios sembako, Koperasi, Warung kopi, dan Penginapan. Mengenai jenis dan jumlah aktivitas ekonomi non formal di wilayah studi disajikan pada Tabel 2 berikut:
309
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Tabel 2. Jenis dan Jumlah Aktivitas Ekonomi Non Formal Di Wilayah Studi.
Sumber: Kecamatan Kembang Janggut Dalam Angka, 2011 Kecamatan Tabang Dalam Angka, 2011 Informasi Perangkat Desa Masing-masing di Wilayah Studi, 2012
f. Fasilitas umum dan fasilitas sosial Mengenai fasilitas umum dan fasilitas sosial di wilayah studi sudah cukup memadai, oleh karena itu dengan tersedianya sarana dan prasarana tersebut menjadi salah satu faktor pendukung tingginya mobilitas sosial. Berdasarkan hasil survey sampel tergambar bahwa prasarana perekonomian yang ada di wilayah studi pada umumnya selain menggunakan mobil dan sepeda motor sebagai sarana transportasi darat, mereka juga menggunakan perahu motor sebagai sarana transportasi sungai. Hal ini seiring dengan adanya fasilitas jalan darat yang cukup bagus sehingga memungkinkan penduduk untuk menggunakan sarana transportasi tersebut. g. Aksesbilitas Wilayah Jalur transportasi yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa-Desa wilayah studi selain menggunakan sarana transportasi air, juga menggunakan sarana transportasi darat baik yang menghubungkan antara Desa yang satu dengan Desa lainnya. Untuk mencapai Ibu Kota Kabupaten pada setiap Desa dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi air dan darat dengan jarak waktu tempuh dari Desa-Desa wilayah studi ke Kota Kabupaten relatif tergolong cepat karena dapat dilakukan setiap saat. 2. Kondisi Sosial Budaya a. Adat-istiadat dan budaya Adat istiadat yang berlaku di Desa sekitar wilayah studi adalah adat suku Kutai dan Dayak. Dalam hal kehidupan bermasyarakat peran tokoh adat cukup dominan dalam menyelesaikan masalah yang berkenaan dengan hukum adat, dimana masyarakat setempat masih cukup menjunjung tinggi nilai adat yang diterapkan terutama dalam hal kegiatan: perkawinan,
310
kematian, kesenian adat, dan yang berhubungan dengan masalah lahan . Mengenai hukum adat masih tetap dipertahankan dan bagi mereka yang melanggar akan dikenakan denda adat sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat setempat maupun masyarakat Desa tetangga. Tata nilai atau kebiasaankebiasaan yang berlaku, sebelumnya telah diatur dalam keputusan Dewan adat. Pengobatan tradisional (Belian) sudah jarang dilakukan karena dianggap bertentangan dengan nilainilai ajaran agama yang mereka anut. Mengenai halhal yang merupakan larangan telah diatur bersama oleh dewan adat, dilarang keras minuman keras, pergaulan intim sebelum menikah. Perubahan sosial terutama berkenaan dengan gaya hidup masyarakat terlihat cukup deras disebabkan arus informasi dan transportasi yang masuk ke daerah ini. Perubahan-perubahan tersebut termasuk pola perilaku dan gaya hidup, seperti cara berpakaian para kaum muda, cara-cara bermusyawarah, perubahan pola pikir warga masyarakat. Kontrol social atas perilaku masyarakat dalam hal hubungan social budaya dan kekeluargaan/kekerabatan dirasakan masih sangat kuat melalui nilai-nilai/norma hukum adat. Di samping itu terdapat pula hal-hal yang dianggap tabu untuk dilakukan masyarakat seperti menebang pohon benggeris, bengkirai, yang sebenarnya juga mempunyai nilai ekologis dan ekonomis. b. Proses/interaksi sosial Salah satu indikator proses atau interaksi sosial yang ditelaah dalam penelitian ini adalah kerjasama antar warga masyarakat. Berdasarkan survesi sampel diketahui bahwa pada umumnya masyarakat cukup terbuka untuk bekerjasama dengan berbagai pihak
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
meskipun terdapat perbedaan suku ataupun agama. Hal itu menunjukkan keadaan iklim sosial yang cukup baik. Proses interaksi/kerjasama di daerah penelitian tergambar dari bentuk-bentuk gotong-royong yang hidup dan berkembang di masyarakat. Dari hasil survei sampel diketahui bahwa kegiatan gotong-royong penduduk desa masih baik, terutama kegiatan gotong royong yang menyangkut kepentingan umum, kepentingan kelompok maupun kepentingan pribadi. Kerjasama untuk kepentingan umum adalah gotongroyong untuk memelihara kebersihan, ketertiban dan keamanan desa. Adapun kerjasama yang menyangkut kepentingan kelompok ataupun pribadi, misalnya terjadi dalam mencari nafkah dan kegiatan keagamaan. Kerjasama juga terjadi antara warga setempat dengan pihak lain/pihak luar, misalnya perusahaan yang beroperasi di daerah ini. Kerjasama dilakukan tanpa melihat perbedaan etnis maupun agama. Motivasi yang mendasari kerjasama itu di samping alasan ekonomi adalah motivasi keagamaan dan motivasi ke daerahan. Indikator lainnya dari proses/interaksi sosial yang dikaji adalah konflik sosial. Mengenai potensi konflik dalam kehidupan masyarakat di wilayah studi memang ditemukan pilihan reponden yang menyatakan kadangkadang muncul konflik. Namun konflik tersebut dapat diselesaikan dengan musyawarah/kekeluargaan. Adapun sumber konflik yang muncul adalah masalah lahan, salah paham, kecemburuan social, nilai budaya luar, minuman keras, dan hubungan muda-mudi. Proses sosial antara warga masyarakat dengan pihak perusahaan selama ini (pada saat dilakukan survei) berlangsung kurang kondusif. Faktor penyebabnya menurut masyarakat antara lain adalah masalah lahan, pencemaran limbah, polusi udara, dan pelanggaran terhadap kesepakatan bersama. Solusinya, pada saat survei dilakukan masih belum ada titik temu. Proses sosial yang lebih jauh dalam kehidupan bermasyarakat ditandai dengan adanya asimilasi. Di lokasi wilayah studi juga telah terjadi asimilasi antara lain melalui perkawinan antar suku yang telah lama menetap di daerah itu. Mengenai latar belakang yang mendasari terjadinya proses asimilisi pada umumnya adalah bahwa faktor agama, prilaku dan saling mencintai sangat dominan yang mewarnai pendapat
responden, sementara faktor persamaan suku dan pekerjaan kurang menentukan dalam proses asimilasi di daerah penelitian pada umumnya. c. Kelembagaan sosial Pranata sosial ini meliputi kelembagaan bi dang ekonomi, pendidikan, agama, sosial kemasyarakatan, lembaga Desa, dan lembaga adat. Secara administratif lembaga formal yang berperan di pedesaan adalah RT (Rukun Tetangga) dan Kepala Desa. Lembaga lain yang berperan di Desa adalah Badan Perwkilan Desa (BPK) yang mempunyai fungsi strategis untuk menangkap dan mengungkapkan aspirasi, sebagai bentuk demokratisasi di perdesaan. Lembaga ini selain berperan sebagai badan perencanaan di Desa juga berusaha menggalang dan meningkatkan kegiatan gotong-royong masyarakat di Desa. Sedangkan kelembagaan pemuda yang ada dan berfungsi adalah Karang Taruna dan perkumpulan olah raga yang merupakan wadah kaum muda untuk berkreatif dan berorganisasi. Adapun lembagalembaga social religius lainnya seperti kelompok pengajian bagi yang beragama Islam dan kebaktian bagi yang beragama Katholik telah berkembang cukup baik. d. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap rencana kegiatan PT. MAHAKARYA PERDANA GEMILANG Sebagian besar responden (67.37%) telah mengetahui keberadaan PT. Mahakarya Perdana Gemilang. Mereka mengaku mengetahuinya dari pihak perusahaan melalui sosialisasi. Sedangkan sebagian lainnya (32.63%) menyatakan belum tahu tentang keberadaan PT. Mahakarya Perdana Gemilang. Meskipun mereka menyatakan belum mengetahui tentang keberadaan PT. Mahakarya Perdana Gemilang, namun ketika ditanya tentang sikapnya terhadap rencana kegiatan tersebut pada umumnya (86.32%) menyatakan “setuju”, 12.63% responden “tidak ada pendapat” dan “ragu-ragu”, dan hanya 1.05% responden yang menyatakan tidak setuju. Harapan responden akan hadirnya perusahaan tergambar bahwa perusahaan akan menguntungkan dalam hal membantu pemerintah dan kontribusi
311
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
pembangunan daerah, kemudian disusul dapat membuka peluang kerja, kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu berharap agar perusahaan memberikan bantuan di bidang: pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pertanian, ketenagakerjaan, dan kesejahteraan sosial. Adapun tanggapan beberapa responden yang menyatakan tidak setuju pada umumnya mereka menganggap kehadiran perusahaan akan menimbulkan kerusakan hutan, bencana banjir, dan kemungkinan akan meningkatkan potensi konflik. Hasil survei sampel tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil diskusi bersama Kepala Desa, Perangkat Desa, Badan Perwakilan Desa serta masyarakat, yang menggambarkan bahwa pada umumnya masyarakat mendukung dan mengharapkan agar rencana kegiatan pengelolaan hutan kayu oleh PT. Mahakarya Perdana Gemilang di wilayah Desa mereka tetap dilanjutkan. D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Rata-rata kondisi ekonomi rumah tangga masyarakat cukup baik (tidak tergolong miskin). Pada umumnya penduduk selain mengandalkan pada sumber pendapatan dari pekerjaan pokok, mereka juga memiliki sumber pendapatan lain yang cukup bervariasi, seperti bekerja sebagai tukang bangunan, jualan sembako dan bekerja sampingan sebagai nelayan. b. Rata-rata kepala keluarga memiliki lahan seluas antara 2 Ha sampai 8 Ha, status lahan pada umumnya tidak disertai surat bukti apapun. Nilai lahan di wilayah studi bersifat kualitatif, karena belum pernah dijual-belikan. Namun secara sosial, tanah di wilayah studi sangat bernilai bagi masyarakat, karena sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani dan berkebun, sehingga hidup mereka sangat tergantung pada tanah. Pola pemanfaatan sumberdaya alam adalah untuk mendirikan rumah, sebagai sarana transportasi dan sumber mencari nafkah. c. Kegiatan perekonomian lokal yang terdapat di sekitar wilayah studi pada umumnya sudah cukup bervariasi, seperti seperti Toko, Kios sembako, Koperasi, Warung kopi, dan Penginapan. Prasarana perekonomian yang ada pada umumnya 312
d.
e.
f.
g.
selain menggunakan mobil dan sepeda motor sebagai sarana transportasi darat, mereka juga menggunakan perahu motor sebagai sarana transportasi sungai. Untuk mencapai Ibu Kota Kabupaten pada setiap Desa dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi air dan darat dengan jarak waktu tempuh dari Desa-Desa wilayah studi ke Kota Kabupaten relatif tergolong cepat karena dapat dilakukan setiap saat. Adat istiadat yang berlaku di Desa wilayah studi adalah adat suku Kutai dan Dayak. Dalam hal kehidupan bermasyarakat peran tokoh adat cukup dominan dalam menyelesaikan masalah yang berkenaan dengan hukum adat, dimana masyarakat setempat masih cukup menjunjung tinggi nilai adat yang diterapkan terutama dalam hal kegiatan: perkawinan, kematian, kesenian adat, dan yang berhubungan dengan masalah lahan. Walaupun penduduk di lokasi penelitian sebagian berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa dan agama yang berbeda, namun jarang terjadi perselisihan antar warga yang mengarah kepada unsur sara. Proses asimilasi telah terjadi diantara mereka, antara lain melalui pernikahan antar suku. Lembaga-lembaga sosial yang ada di lokasi penelitian disamping Desa antara lain adalah Rukun Tetangga (RT), Lembaga Adat, Badan Perwakilan Desa, Pertahanan Sipil (Hansip), Karang Taruna, Koperasi Unit Desa, Perkumpulan olah raga, PKK, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dan lembaga keagamaan. Persepsi masyarakat terhadap rencana kegiatan PT. Mahakarya Perdana Gemilang adalah sangat positif. Masyarakat menilai bahwa kehadiran perusahaan tersebut akan memberikan manfaat bagi mereka. Mereka berharap agar kegiatan pengelolaan hutan kayu oleh PT. Mahakarya Perdana Gemilang segera terealisasi. Beberapa harapan dari masyarakat yang muncul antara lain agar perusahaan memberikan bantuan di bidang: pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pertanian, ketenagakerjaan, dan kesejahteraan sosial.
2. Saran-saran a. Rencana kegiatan IUPHHK-HTI oleh PT. Mahakarya Perdana Gemilang di Kabupaten Kutai
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
b.
c.
d.
e.
Kertanegara, selain berdampak positip juga akan menimbulkan dampak negatip terhadap lingkungan hidup sekitarnya termasuk kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Untuk itu dalam penanganan dampak akan lebih tepat bila dilakukan terhadap sumber-sumber penyebab timbulnya dampak, seperti pada saat kegiatan sosialisasi publik, rekruitman tenaga kerja, dan tingkah laku karyawan/buruh pendatang. Kegiatan ijin koridor lahan untuk PT. Mahakarya Perdana Gemilang seluas 30.454 Ha diperkirakan akan menimbulkan dampak negative, yakni semakin berkurangnya luasan lahan dan berkurangnya keragaman sumber matapencaharian masyarakat. Agar taraf hidup masyarakat sekitar tetap terjaga dan bahkan meningkat, maka perlu dilakukan bimbingan teknis budidaya berbagai jenis tanaman, perikanan, peternakan dan industri rumah tangga sesuai dengan kondisi masyarakat setempat. Dalam proses penerimaan karyawan/buruh, hendaknya lebih memprioritaskan pada masyarakat setempat selama memenuhi spesifikasi keahlian yang dipersyaratkan, sehingga diharapkan tidak menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Perlu adanya pembinaan terhadap karyawan/buruh terutama pendatang, agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan adat budaya masyarakat setempat sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap aturan/norma yang berlaku di masyarakat sehingga tidak menimbulkan keresahan masyarakat. Pengusaha perlu menumbuhkan peran serta masyarakat pada kegiatan perdagangan, jasa angkutan, dan memberikan bantuan sosial, serta menindak tegas terhadap karyawan/buruh yang melakukan pelanggaran terhadap norma yang berlaku di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1999. Undang-Undang Otonomi Daerah. Sinar Grafika. Jakarta. Anonim. 2000. Pedoman Teknis Penyusunan Dokumen Kerangka Acuan AMDAL Hak Pengusahaan Hutan Tanaman. Komdal Pusat Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta. Anonim. 2012. PeraturanMenteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. Anonim. 1996. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep-229/11/1996 Tentang Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan AMDAL. Poedjawijatna, 1987. Manusia dengan Alamnya. Bina Aksara, Jakarta. Sajogyo 1982. Bunga Rampai Perekonomiaan Desa. Yayasan Agro-ekonomi, IPB, Bogor. Sajogyo 1977. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. LPSP-IPB, Bogor. Sajogyo 1989. Sosiologi Pedesaan. Penerbit UGM, Yogyakarta. Soemarwoto, O. 1989. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. UGM-Press, Yogyakarta. Tjitrajaya, I & A.P. Vayda. 1990. Mangkaji Hubungan Timbal Balik antara Prilaku Manusia dan Lingkungan. LIPI, Jakarta. Wirosuhardjo, K. 1991. Dasar-Dasar Demografi. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.
313
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
KINERJA GURU PKn DALAM PENANAMAN NILAI-NILAI KARAKTER PADA SISWA DI SMK BINA BANUA BANJARMASIN Faridah, Zainul Akhyar dan Mariatul Kiptiah Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT Faridah, 2012. Civics Teacher Performance in Cultivation Character Values to Students in SMK Bina Banua Banjarmasin. Scripsi, Program Study of Citizenship and Pancasila Education, Department of Social Sciences, Faculty of Teacher and Education Science, University of Lambung Mangkurat. Counselor (I) Zainul Akhyar, (II) Mariatul Kiptiah. This study reviews the performance of Civics Teachers Planting Character values in students at SMK Bina Banua Banjarmasin. Teacher performance assessed include lesson planning in planting character values, the lesson in planting character values, and assessment of learning outcomes in the planting of character values. The selected research method is a method of qualitative data collection techniques through observation, interview and documentation. Source data is taken from interviews and documentation according the research object and analyzed by data reduction, data presentation and conclusion. Data obtained were tested validity extension method of observation, increasing persistence, triangulation and use of reference materials. The results showed that the performance of the investment grade Civics teacher character, is a Civics lesson planning by teachers in the cultivation of character values in students is to develop a syllabus and lesson plans that character, the lesson by the teacher Civics in the planting of character values in students through (initial activities, core activities, and the final activity), as well as learning outcomes assessment system by the teacher in the planting Civics character values in students is through a written test about whether objective, subjective, and the attitude scale. Based on the results of this study suggested that the Head of School at SMK Bina Banua Banjarmasin should direct more of their students in activities that refers to the potential of the students as an extracurricular be developed further as the religious values in which students are required to prayers and religious activities such as mawlid habsy, educating children to always discipline, keep the environment as well as the success that students can deepen their knowledge about the religion that the formation of harmony and concord among their students and for Civics Teachers should guide students need more knowledge and instill the values of character, because teachers are role models for their students. It’s human to be faithful and devoted to God the almighty one, noble, healthy, knowledgeable, skilled, creative, independent, and become citizens of a democratic and accountable. Keywords: Performance, Teacher Civics, Character Values
314
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
A. PENDAHULUAN Kehidupan bangsa Indonesia ternyata belum seperti yang dicita-citakan sebagaimana yang tersirat dalam UUD 1945. Berbagai peristiwa sosial, budaya, dan politik yang terjadi akhir-akhir ini cukup memprihatinkan, bahkan menyisakan luka mendalam di berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tindakan kekerasan dan berbagai pelanggaran HAM, perilaku tidak bermoral dan runtuhnya semangat budi pekerti luhur, anarkisme dan ketidaksabaran, ketidakdisiplinan, ketidakjujuran serta rentannya kemandirian dan jati diri bangsa, terus menghiasi media massa baik elektronik maupun cetak. Semangat kebangsaan kita yang telah lama berkembang kini akhirnya turun (Kemdiknas, 2011:1). Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru. Berdasarkan pengamatan peneliti, SMK Bina Banua sudah membuat peraturan-peraturan yang harus ditaati di sekolah, namun di dalam sekolah tersebut masih banyak siswa yang melanggar aturan dan tata tertib itu, seperti cara berpakaian yang tidak sopan, suka datang terlambat, keluar sekolah tanpa alasan (tanpa keterangan), ribut pada saat pelajaran berlangsung, kurangnya tutur kata yang sopan terhadap orang yang lebih tua, melawan guru dan sebagainya. Perbuatan seperti ini bisa menjadi begitu bertentangan dengan apa yang sepatutnya diamalkan dan dipelajari oleh seorang pelajar. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam lagi mengenai kinerja Guru PKn dalam penanaman nilai-nilai karakter pada siswa agar peserta didik menjadi anak yang beriman, jujur, disiplin, santun terhadap orang yang lebih tua, bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai siswa, berbudi luhur, dan bermanfaat bagi sesama. Kajian kinerja guru PKn, didasarkan pada suatu pertimbangan bahwa guru PKn merupakan guru yang dominan terbesarnya bertanggung jawab terhadap
penanaman nilai-nilai karakter pada siswa di sekolah. Guru PKn dituntut bukan hanya sebagai pemberi materi saja, tetapi juga bertanggung jawab terhadap pembinaan moral dan perilaku pelajar yang sesuai dengan nilai, moral, dan norma yang berlaku dimasyarakat sehingga akan terbentuk menjadi warga negara indonesia yang baik dan bertanggung. B.
KAJIAN PUSTAKA
1. Guru Pkn dan Kinerja Guru a. Guru Pkn Menurut undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:24) bahwa: pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik di perguruan tinggi. Guru PKn yang dimaksud dalam penelitian ini adalah guru yang berwenang dan ditugasi mengajar bidang studi PKn. b. Kinerja Guru Kinerja guru adalah perilaku atau respons yang memberi hasil yang mengacu kepada apa yang mereka kerjakan ketika dia menghadapi suatu tugas. Kinerja seseorang Guru akan nampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja dapat dilihat dalam aspek kegiatan dalam menjalankan tugas dan cara/kualitas dalam melaksanakan kegiatan/tugas tersebut (Yamin dan Maisah, 2010:87). 2.
Perencanaan Pembelajaran Penanaman Nilai-nilai Karakter Menurut George R. Terry dan Leslie W. Rue (2009:9) menyatakan bahwa planning atau perencanaan adalah menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuantujuan itu. Hamzah B. Uno (2008:2) juga menyatakan perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Hendriansyah, 2012:1).
315
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
3.
Pelaksanaan Pembelajaran Penanaman Nilai-nilai Karakter Kemdiknas (2010:51) menyatakan bahwa pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran dimulai dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. Selain itu, perilaku guru sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi peserta didik. a. Pendahuluan Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru: 1) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; 2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari; 3) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan 4) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. b. Kegiatan Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisifasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik (Rusman, 2011:7). 4.
Sistem Penilaian Hasil Pembelajaran Penanaman Nilai-nilai Karakter Teknik dan instrumen penilaian yang dipilih dan dilaksanakan tidak hanya mengukur pencapaian akademik/kognitif siswa, tetapi juga mengukur perkembangan kepribadian siswa. Bahkan perlu diupayakan bahwa teknik penilaian yang diaplikasikan mengembangkan kepribadian siswa sekaligus.
316
5. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter Karakter, sebagaimana didefinisikan oleh Philips (Somantri, 2011:82), adalah kumpulan tata nilai yang menuju suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. 2. Penanaman Nilai-nilai Karakter a. Nilai-nilai Karakter 1) Bertakwa (religious) 2) Jujur (honest) 3) Toleransi (tolerate) 4) Berdisiplin (dicipline) 5) Kerja keras (Hard work) 6) Kreatif (Creative) 7) Mandiri (independent) 8) Demokratis 9) Rasa Ingin Tahu (curiosty) 10) Semangat Kebangsaan 11) Cinta Tanah Air 12) Menghargai (Respect) 13) Bersahabat (Friendly) 14) Cinta damai (Peace Ful) 15) Gemar Membaca 16) Peduli Lingkungan 17) Peduli Sosial 18) Bertanggung jawab b. Cara Penanaman Nilai-nilai Karakter di Sekolah 1) Melalui keteladanan 2) Melalui pembiasaan 3) Melalui upaya yang sistematis. C. METODE PENELITIAN 1. Alasan Menggunakan Metode Kualitatif Penelitian mengenai kinerja guru PKn dalam penanaman nilai-nilai karakter pada siswa di SMK Bina Banua Banjarmasin ini dilaksanakan menggunakan metode kualitatif untuk mengungkapkan gejala secara holistic kontekstual melalui pengumpulan data dengan memanfaatkan diri sebagai peneliti. Pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang bertolak dari data,
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelasan dan berfikir dengan suatu teori (Wahyu, 2009:65). 2.
Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMK Bina Banua Banjarmasin. Dipilih karena sekolah SMK Bina Bina Banua adalah salah satu sekolah swasta yang ada di Banjarmasin yang beralamat di Jalan Pramuka Tembus Terminal KM 6 No 17 Kelurahan Pemurus Luar Kecamatan Banjarmasin Timur. 3. Sumber Data a. Data primer 1) Guru pengajar PKn dan selaku kepala sekolah SMK Bina Banua Banjarmasin yaitu busriannor 2) Data diperoleh dari guru pengajar PKn yaitu M.Irpan b. Data sekunder, Data sekunder antara lain data tentang sekolah, keadaan guru, jumlah guru, dan pegawai/karyawan, keadaan jumlah siswa, sarana dan prasarana sekolah. Data ini diperoleh melalui wakil kepala sekolah dan sumber data yang ada di sekolah (TU). 4.
Instrumen Penelitian Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data untuk mendukung lancarnya proses penelitian. Selain itu juga peneliti menggunakan instrument pengumpul data berupa pertanyaan-pertanyaan (lembar observasi/pedoman wawancara) yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 5.
Teknik Pengumpulan Data Untuk penelitian ini digunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu: a. Observasi b. Wawancara mendalam c. Dokumentasi 6.
Teknik Analisis Data Menurut Miles dan Huberman (Wahyu, 2006:60) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh, aktivitas dalam analisis data yaitu:
a. Reduksi Data (Merangkum) b. Penyajian Data c. Menarik Kesimpulan 7.
Pengujian Keabsahan Data Data yang absah, maka perlu dilakukan pengujian keabsahan data yang dilakukan dengan cara: a. Perpanjangan pengamatan, dimana peneliti kembali ke lapangan melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui atau yang baru. b. Meningkatkan Ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. c. Triangulasi merupakan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. a. Triangulasi sumber b. Triangulasi teknik c. Trianggulasi waktu D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perencanaan Pembelajaran Guru PKn dalam Penanaman Nilai-nilai Karakter di SMK Bina Banua Banjarmasin. Menurut George R. Terry dan Leslie W. Rue (2009:9) planning atau perencanaan adalah menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu. Hamzah B. Uno (2008:2) juga menyatakan perencanaan adalah suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penyusunan dan pengembangan silabus oleh guru PKn di SMK Bina Banua Banjarmasin dilakukan secara bersama-sama dalam musyawarah guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (MGMP). Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru PKn di SMK Bina Banua Banjarmasin sudah melaksanakan sesuai dengan acuan konsep kurikulum yang berjalan yaitu KTSP.
317
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
2.
Pelaksanaan Pengajaran Guru PKn dalam Penanaman Nilai-nilai Karakter di SMK Bina Banua Banjarmasin. Guru melalui metode ceramah diskusi dengan media lainnya telah menyampaikan pada siswa fungsi dan tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam kaitannya dengan pendidikan karakter. Hal ini terlihat dari respon siswa yang menyatakan bahwa melalui diskusi, siswa dilatih untuk dapat berpikir kreatif, disiplin, jujur, berani mengungkapkan pendapat dan mencari sumber lain. Pelaksanaan pembelajaran pada mata pelajaran PKn di SMK Bina Banua Banjarmasin, guru telah berusaha menggunakan media pembelajaran untuk menciptakan lingkungan belajar yang tenang dan menyenangkan. Guru telah menggunakan media pembelajaran untuk menunjang pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Namun kadang-kadang guru tidak selalu menggunakan media dalam pembelajaran, jadi penggunaan media pembelajaran hanya disesuaikan dengan materi dan waktu yang telah tersedia. 3.
Sistem Penilaian Hasil Pengajaran oleh Guru PKn dalam Penanaman Nilai-nilai Karakter di SMK Bina Banua Banjarmasin. Di SMK Bina Banua Banjarmasin telah diterapkan sistem belajar tuntas yaitu seorang siswa dianggap tuntas jika siswa tersebut mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran yaitu mampu memperoleh nilai 70, sedangkan untuk siswa yang belum mencapai nilai tersebut maka siswa tersebut dikatakan belum tuntas belajarnya. Untuk keperluan tersebut, sekolah dalam hal ini guru memberikan perlakuan khusus terhadap siswa yang masih mendapat kesulitan belajar melalui program remedial. F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Kinerja guru PKn dalam penanaman nilai-nilai karakter di SMK Bina Banua Banjarmasin, dalam perencanaan pembelajaran yang dilakukan guru PKn menggunakan RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) serta silabus yang sudah tertuang dalam kurikulum. 318
b. Ditemukan sejumlah tantangan yang dihadapi guru dalam penanaman nilai-nilai karakter, baik yang bersifat internal maupun eksternal. c. Sistem penilaian pengajaran yang dilakukan guru PKn, sudah mengikuti penilaian yang diisyaratkan dalam KTSP. 2. Saran a. Kepala sekolah di SMK Bina Banua Banjarmasin hendaknya lebih mengarahkan siswanya dalam kegiatan-kegiatan yang mengacu pada potensi yang dimiliki oleh siswa seperti ekstrakurikuler lebih dikembangkan lagi serta kegiatan keagamaan seperti habsy, agar siswa bisa mendalami pengetahuan tentang agama sehingga terbentuknya keselarasan dan kerukunan antar siswanya. b. Guru PKn sebaiknya harus lebih membimbing siswa serta menanamkan pengetahuan tentang nilai-nilai karakter, karena guru adalah teladan bagi anak didiknya. Hal itu agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Febri, 2009. Pengaruh Sikap Mahasiswa Atas Profesi Guru PKn dan Pemahaman Tentang Kompetensi Guru Terhadap Prestasi Belajar PPL Mahasiswa Jurusan FKIP UMS Tahun Akademik 2007-2008. Skripsi Strata 1 UMS. Tidak diterbitkan. Aris, Wahyu, 2011. Integrasi Kurikulum Berbasis Karakter dalam Pelaksanaan Pembelajaran. (Online), (http://www.nu.or.id. Diakses 20 februari 2012). Dahlan Hendriansyah, 2012. Pengertian Perencanaan Pembelajaran.(Online), (http:// hendriansdiamond.blogspot.com, Diakses juli 2012). Hamalik, Oemar, 2003. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Haryanto, 2011. Penanaman Nilai-nilai Karakter Melalui Mata Pelajaran Pendidikan kewarganegaraan pada Siswa. Skripsi (Online), (Http://www.unnes.ac.id, diakses 11 februari 2012).
Rusman, 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Jauhari, dkk, 2011. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.
Somantri, Endang. 2011. Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010. Pedoman Pembinaan Akhlak Mulia Siswa Melalui Pengembangan Budaya Sekolah, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: Kemendiknas Republik Indonesia
Sriyono, dkk. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kementrian Pendidikan Nasional, 2010. Panduan Pendidikan Karakter dan Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Kemendiknas Republik Indonesia.
Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. PT. Sinar Grafika
Kementrian Pendidikan Nasional, 2011. Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran PKn. Jakarta: Kemendiknas Republik Indonesia
Wahyu, dkk, 2011. Pedoman penulisan karya ilmiah. Banjarmasin: Pustaka Banua.
Mu’in, Fathul. 2011. Pendidikan Karakter Konstuksi Teoretik & Praktik. Jogjakarta: ARRuzz Media. Mulyasa, 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyasa, 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina, 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Sutikno, Sobry. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Prospect.
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wahyu, 2009. Metode Penelitian Kualitatif (2). Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat. Wahyu, Aris, 2011. Implementasi Pendidikan Karakter. (Online), (http:// ariswahyu. blogspot.com, Diakses juli 2012) Yamin Martinus dan Maisah, 2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Gaung Persada (GP Press).
Nurla Aunillah, Isna 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta: PT. Laksana.
319
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
KEPATUHAN SISWA KELAS X DALAM MELAKSANAKAN PERATURAN SEKOLAH DI SMK MUHAMMADIYAH 3 BANJARMASIN Normasari, Sarbaini dan Rabiatul Adawiyah Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACK Normasari, 2013. Obedience of Class X Students in Implementing Regulation School at SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin. Scripsi, Program Study of Citizenship and Pancasila Education, Department of Social Sciences Education, Faculty of Teacher and Education Science, University of Lambung Mangkurat Banjarmasin.Counselor (I) Sarbaini, Advisor (II) Rabiatul Adawiyah. Each school would have a rule each including at SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin, Regulations made is expected to be obeyed by all citizens sekolah. Realities in SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin, not all students abide by the rules. This study aimed to reveal the students’ obedience, internal factors and external obedience underlying class X students in implementing school rules at SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin. The method in this study used a qualitative research approach.The research site is at SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin.Source of data used primary and secondary data, informants selected by purposive sampling.Instrument is the researcher’s own research using interview guides, booklets, camera as a documentation tool.Data was collected through observation, interviews, and documentation.Technical analysis of the data using an interactive model of analysis steps are data reduction, data presentation, drawing conclusions and verification.To test the validity of the data, use of data and triangulation credibility test. These results indicate that adherence to class X students in implementing school rules at SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin has been implemented, although there is a small portion of students who break the rules like not wearing a uniform by the rules or do not wear a full attribute flag during the ceremony, and so forth.Internal factors that lie behind them is the health of students, following the inability of the child in the learning and high intellectual ability has also contributed in the implementation of school rules.While external factors are the family atmosphere the students themselves, the way parents instill discipline, parental guidance, state supported schools and neighborhood students. Advice from the research results, the party for the SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin and teachers to more effectively implemented school rules should be stricter sanctions and coaching for students who is disobedience. For students, should further abide by the school rules so that learning activities as expected. Keywords: Obedience Student, School Rules
320
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
A. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Apabila seseoang mempunyai pendidikan yang baik, maka secara otomatis akan mempunyai wawasan ilmu pengetahuan yang baik. Hal ini menunjukan betapa sangat pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia dan memiliki berbagai fungsi untuk menunjang masa depan seseorang. Fungsi pendidikan nasional adalah seperti yang tertuang dalam Undang Undang No. 20 Tahun 2003 yakni pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepatuhan sebagai nilai, moral dan karakter yang perlu diajarkan kepada peserta didik/siswa sekolah juga merupakan indikator warga negara, sebagai bagian dari karakter respek. Artinya kepatuhan juga menjadi landasan pengembangan kontrol diri dan respek serta menjadi indikator karakter warga suatu negara, termasuk siswa sekolah di negara kita. Kepatuhan (Sarbaini, 2012: 10) sebagai nilai, moral dan karakter adalah suatu landasan yang digunakan untuk mengembangankan kontrol diri dan kepercayaan terhadap diri. Menurut Indonesia Heritage Foundation, bahwa dari 9 pilar nilai, moral dan karakter yang perlu diajarkan kepada anak-anak salah satunya adalah kepatuhan, sebagaimana di kutip dari Megawangi (2004: 95) yaitu; Hormat (respect), Santun (courtesy) dan Patuh (obedience). Hal ini senada dengan yang dikemukakan Spark (1991: 182) memasukkan kepatuhan kepada otoritas yang sah (obedience to legitimate authority) ke dalam salah satu indikator dari nilai, moral dan karakter hormat (respect ful). B. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Kepatuhan Patuh menurut Ali (1999) adalah suka menuruti perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas.
Patuh adalah sikap positif individu yang ditunjukkan dengan adanya perubahan secara berarti sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. (Elly, 2011: 1). Kepatuhan juga diartikan sebagai ketaatan kepada suatu perintah atau aturan. Sedangkan ketaatan yang didasarkan pada rasa hormat, bukan rasa rasa takut. Namun kepatuhan dalam dimensi pendidikan adalah kerelaan dalam tindakan terhadap perintahperintah dan keinginan dari kewibawaan seperti orang tua atau guru. 2.
Kepatuhan Siswa Terhadap Peraturan Sekolah Kepatuhan siswa dalam melaksanakan peraturan sekolah dipengaruh oleh beberapa faktor. Menurut Graham (Sanjaya, 2006: 274-275) dikatakan ada empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu: a. Normativist, biasanya kepatuhan pada normanorma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu: 1) Kepatuhan terhadap nilai atau norma itu sendiri, 2) Kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya sendiri, 3) Kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari peraturan itu. b. Integralist, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional. c. Fenomenalist, yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekadar basa basi. d. Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri. Dari keempat faktor yang menjadi dasar kepatuhan setiap individu tentu saja yang kita harapkan adalah kepatuhan yang bersifat normativist, sebab kepatuhan semacam ini adalah kepatuhan didasari kesadaran akan nilai, tanpa mempedulikan apakah tingkah laku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak. Sedangkan menurut Gunarsa (1982: 82) mengatakan bahwa yang melatarbelakangi kepatuhan siswa adalah: a. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri antara lain:
321
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
1) Kesehatan siswa, 2) Ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran disekolah, 3) Kemampuan intelektual yang dimiliki oleh anak, b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri siswa yakni antara lain: 1) Keadaan keluarga yang meliputi: a) Suasana keluarga, b) Cara orang tua menanamkan disiplin kepada anaknya, c) Harapan dari orang tua. 2) Bimbingan yang diberikan oleh orang tua 3) Keadaan Sekolah. C. METODE PENELITIAN 1. Alasan Menggunakan Metode Kualitatif Menurut Wahyu (2007: 69) penelitian kualitatif sifatnya belum jelas karena penelitian masih kurang dimengerti, bersifat mendalam (holistik), kompleks artinya berusaha memahami kelakuan manusia dalam konteks yang lebih luas, dinamis dan penuh makna. 2.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin, yang beralamat di Jalan Manggis III RT.22 Nomor 48, Kelurahan Kebun Bunga, Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.
b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek yang diteliti, yaitu meliputi data siswa kelas X, catatan atau laporan dan dokumentasi yang berkaitan dengan kegiatan siswa. 4.
Instrumen Penelitian Penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2007: 222). Selain diri sendiri, instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara, buku kecil, kamera sebagai alat dokumentasi. 5.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan kepustakaan. a. Observasi Teknik pengumpulan data Peneliti mengamati langsung kepatuhan siswa dalam menjalankan peraturan sekolah di ruang guru, apabila ada siswa datang terlambat, peneliti langsung kelapangan melihat seperti apa kepatuhan siswa, terutama saat upacara bendera tiap hari senin.
3.
Sumber Data Dalam penelitian ini, sumber data dipilih secara purposive sampling. Purposive sampling adalah pemilihan sampel yang didasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteritik populasi yang diketahui sebelumnya (Ruslan, 2003: 146).
b. Wawancara Teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam lebih ditekankan pada pemahaman lebih lanjut untuk menemukan makna dibalik apa yang terjadi yaitu dengan melakukan wawancara secara langsung terhadap guru, siswa dan masyarakat yang menjadi informan dalam penelitian ini
a. Data primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak yang mengetahui masalah kegiatan belajar mengajar dan orang-orang yang dianggap dapat memberikan data maupun informasi tentang gambaran Kepatuhan Siswa dalam menjalanakan norma ketertiban sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin.
c. Dokumentasi, Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang profil sekolah, sejarah, visi, misi, jumlah guru, kurikulum belajar serta data tentang kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin.
322
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
6. Teknik Analisis Data a. Reduksi data b. Data display (penyajian data) c. Conclucion drawing/verivication 7.
Pengujian Keabsahan Data Menurut Wahyu (2009: 77) untuk menguji keabsahan data, maka digunakan uji kredibilitas data yang meliputi: a. Perpanjangan pengamatan, peneliti kembali ke lapangan melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui atau yang baru. b. Meningkatkan ketekunan, berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan, sehingga kepastian data yang berkenaan dengan kepatuhan siswa dapat direkam secara pasti dan sistematis. c. Triangulasi merupakan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Bimbingan Konseling Ibu Rahmatul Hasanah disebut sebagai RH dan Datus Salma disebut sebagai DS) tentang kepatuhan siswa kelas X SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin dalam melaksanakan peraturan sekolah sudah berjalan dengan baik, meskipun demikian ada sebagian kecil siswa yang belum melaksanakannya. Berdasarkan informasi dari Ibu RH menyatakan bahwa: “Kepatuhan siswa kelas X SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin dalam melaksanakan peraturan sekolah sudah berjalan baik, walaupun begitu masih juga ada beberapa siswa yang melakukan pelanggaran dan kita berikan sangsi sesuai pelanggarannya untuk mendidik dan membina mereka agar tidak mengulangi lagi perbuatannya” (Wawancara, 6 Desember 2012).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu RH tentang kepatuhan siswa kelas X SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin dalam melaksanakan peraturan
sekolah sudah berjalan baik, meskipun masih ada beberapa siswa yang melakukan pelanggaran dan mendapatkan sangsi sesuai pelanggaran yang dilakukannya, sangsi yang diberikan sebagai upaya untuk mendidik dan membina siswa agar tidak mengulangi lagi pelanggarannya. Hal ini senada dengan informasi yang berikan oleh Ibu DS menyatakan bahwa: “Apabila siswa melakukan pelanggaran ringan seperti membolos, maka siswa akan diberikan hukuman pembinaan berupa membuat resume mata pelajaran. Sedangkan untuk siswa yang sering melakukan pelanggaran sedang akan diberikan sangsi berupa skorsing. Bagi yang melakukan pelanggaran berat akan diberikan surat pemanggilan kepada orang tua mereka agar lebih melakukan pengawasan keapada anaknya karena sering sekali melakukan pelanggaran berat. Apabila pelanggaran berat itu masih dilakukan maka siswa tersebut akan dikembalikan kepada orang tuanya dan dikeluarkan dari sekolah” (Wawancara, 6 Desember 2012)
Peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin belum semuanya dilaksanakan oleh seluruh siswa kelas X karena terkadang masih ada sebagian kecil siswa tidak sesuai pakaian seragam sesuai aturan atau tidak memakai atribut lengkap saat upacara bendera dan lain sebagainya. Hasil wawancara dengan Ibu DS mengatakan bahwa: “Siswa yang tidak sesuai pakaian seragam atau tidak memakai atribut lengkap saat upacara bendera, yang pertama-tama sebelum upacara bendera dimulai, para guru piket menyiapkan barisan, setelah itu diumumkan bagi siswa yang penyimpang pakaian seragam dan tidak memakai atribut sekolah siswa harus keluar dari barisan dan membentuk barisan sendiri dari temantemannya dan menghadap ke matahari sampai selesai upacara bendera bagi siswa ada yang tidak mengikuti upacara bendera maka dikenakan sanksi menghormat bendera atau membersihkan kamar mandi”. (Wawancara, 6 Desember 2012)
Hal senada juga dinyatakan Ibu RH, beliau mengatakan: “Siswa yang tidak sesuai aturan dalam berpakaian di sekolah ditegur, seperti bajunya berkeluaran disuruh memasukannya, misalnya ada anak laki-
323
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
laki yang rambutnya panjang itu di tegur, kemudian bagi anak wanita misalnya memakai sepatu kesekolah yaitu memakai sepatu untuk berjalan bukan sepatuh sekolah itu pun ditegur, nah itu berulang kali ditegur maka sepatunya diambil dan kemudian bagi yang tidak mengindahkan itu orang tuanya yang dipanggil ke sekolah” (Wawancara, 6 Desember 2012)
Peraturan sekolah yang ada di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh semua pihak, baik pihak sekolah, orang tua siswa dan siswa. Peraturan yang ada bertujuan untuk menumbuhkan sikap disiplin siswa, karena sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sikap tersebut dapat menciptakan suasa belajar yang nyaman dan kondusif untuk belajar sesuai yang diharapkan semua pihak. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu DS tentang kepatuhan siswa kelas x dalam melaksanakan peraturan sekolah SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin memang sudah sesuai dengan yang diharapkan semua pihak hal ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasional siswa sendiri, motivasi dan guru serta kesadaran siswa, karena tanpa itu semua peraturan di sekolah tidak dapat dilaksanakan. 2.
Faktor-faktor internal yang melatarbelakangi kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin Kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa terutama kehadiran siswa yaitu kesehatan siswa. Kesehatan siswa menjadi penentu dalam memberikan materi kepada siswa didalam kelas, apabila ada siswa yang sakit pada saat jam pelajaran, maka siswa tersebut diperbolehkan istirahat di dalam kelas, tetapi apabila kesehatannya belum membaik selama pelajaran berlangsung, maka yang bersangkutan diperbolehkan untuk beristirahat di ruang UKS. Selain faktor kesehatan siswa, faktor yang ikut mempengaruhi kepatuhan siswa adalah ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Untuk mengatasi permasalahan itu, guru PKn dan guru 324
BP mengarahkan anak didiknya untuk bersikap, berperilaku dan berdisiplin dengan baik, dan memberikan arahan kepada siswa agar selalu menaati dan patuh terhadap peraturan sekolah yang sudah ditetapkan serta memberikan sanksi terhadap siswa jika ada siswa yang melanggar peraturan sesuai dengan tingkat kesalahannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu RH tentang faktor-faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan siswa kelas x dalam melaksanakan peraturan sekolah adalah kemampuan intelektual yang tinggi juga ikut memberikan kontribusi dalam pelaksanaan peraturan sekolah. Anak yang mempunyai kecerdasan tinggi akan lebih mudah diatur bila dibandingkan dengan anak kecerdasan biasa. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti liat di SMK muhammadiyah 3 yaitu yang sangat dominan adalah Faktor intelektual yang sangat mempengaruhi karena siswa yang pada dasarnya tidak mengerti terhadap suatu pelajaran malah tidak memperhatikan terhadap guru yang mengajar, mereka hanya asik mengobrol dengan teman sebangku nya, perbuatan tersebut sangat mempengaruhi / merugikan diri mereka sendiri. Seharusnya siswa tersebut belajar lebih giat dan memperhatikan.Pada dasarnya siswa tersebut hanya ingin minta perhatian dari guru terbukti jika di tegur atau di marahi mereka baru akan memperhatikan penjelasan dari guru. 3.
Faktor-faktor eksternal yang melatarbelakangi kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Rahmatul Hasanah selanjutnya disebut RH dan Bapak Mochammad Rahman disebut MR, guru SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin, beliau mengatakan bahwa faktor-faktor eksternal yang melatarbelakangi kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah adalah faktor yang berasal dari keluarga siswa itu sendiri, cara orang tua menanamkan disiplin, bimbingan orang tua, serta keadaaan sekolah yang mendukung. Kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin sudah berjalan dengan baik, meskipun demikian ada sebagian kecil siswa yang belum
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
melaksanakannya, seperti melanggar peraturan seperti tidak memakai pakaian seragam sesuai aturan atau tidak memakai atribut lengkap saat upacara bendera dan lain sebagainya. Kepatuhan siswa terhadap peraturan sekolah yang berlaku sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sikap tersebut dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan aman dalam belajar. Bagi siswa yang melanggar peraturan akan mendapat sanksi seperti hukuman fisik bila diperlukan, tetapi lebih ditekankan pada hukuman yang bersifat pembinaan seperti membuat resume mata pelajaran atau skorsing bagi mereka yang sering mengulangi pelanggaran itu. Bagi yang sering mengulangi pelanggaran seperti membolos dan tidak masuk kelas tanpa alasan, maka skorsing bisa diberlakukan yang sebelumnya dilakukan pemanggilan terhadap orangtua siswa. Hasil temuan penelitian di atas, sesuai dengan pendapat Graham (Sanjaya, 2006: 274-275) dikatakan ada empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu: a. Normativist, biasanya kepatuhan pada normanorma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu: 1) Kepatuhan terhadap nilai atau norma itu sendiri, 2) Kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya sendiri, 3) Kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari peraturan itu. b. Integralist, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional. c. Fenomenalist, yaitu kepatuhan berdasar kan suara hati atau sekadar basa-basi. d. Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri. Kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin dilatarbelakangi oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri siswa terutama kehadiran siswa yaitu kesehatan siswa. Selain faktor kesehatan siswa, faktor yang ikut mempengaruhi kepatuhan siswa adalah ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Untuk mengatasi permasalahan itu, guru BP mengarahkan anak didiknya untuk bersikap, berperilaku dan berdisiplin dengan baik.
Kemampuan intelektual yang tinggi juga ikut memberikan kontrIbusi dalam pelaksanaan peraturan sekolah. Anak yang mempunyai kecerdasan tinggi akan lebih mudah diatur bila dibandingkan dengan anak kecerdasan biasa. Gunarsa (1982: 82) mengatakan bahwa yang melatarbelakangi kepatuhan siswa adalah faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri, yaitu: a. Kesehatan siswa, b. Ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran disekolah, c. Kemampuan intelektual yang dimiliki oleh anak. Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor internal yang melatarbelakangi kepatuhan siswa yaitu kesehatan siswa sebagai penentu kehadiran siswa, ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran serta kemampuan intelektual yang tinggi juga ikut memberikan kontrIbusi dalam pelaksanaan peraturan sekolah Faktor-faktor eksternal yang melatarbelakangi kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin dalam melaksanakan peraturan sekolah adalah faktor yang berasal dari suasana keluarga siswa itu sendiri, cara orang tua menanamkan disiplin, bimbingan orang tua, serta keadaaan sekolah yang mendukung dan lingkungan. F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin sudah dilaksanakan dengan baik, meskipun ada sebagian kecil siswa yang melanggar peraturan seperti tidak memakai pakaian seragam sesuai aturan atau tidak memakai atribut lengkap saat upacara bendera dan lain sebagainya. b. Faktor-faktor internal yang melatarbelakangi kepatuhan siswa kelas X dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin yaitu kesehatan siswa sebagai penentu kehadiran siswa, ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran serta kemampuan intelektual yang tinggi juga ikut memberikan kontrIbusi dalam pelaksanaan peraturan sekolah. 325
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
c. Faktor-faktor eksternal yang melatarbelakangi kepatuhan siswa kelas dalam melaksanakan peraturan sekolah di SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin adalah suasana keluarga siswa itu sendiri, cara orang tua menanamkan disiplin, bimbingan orang tua, serta keadaaan sekolah yang mendukung dan lingkungan tempat tinggal siswa. 2. Saran a. Bagi pihak SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin dan guru agar peraturan sekolah dilaksanakan lebih efektif hendaknya memberikan sangsi yang lebih tegas dan pembinaan bagi siswa yang melanggar. b. Bagi siswa SMK Muhammadiyah 3 Banjarmasin, hendaknya lebih mematuhi peraturan sekolah agar kegiatan belajar sesuai yang diharapakan. c. Bagi guru, hendaknya selalu memberikan motivasi kepada siswa agar selalu mematuhi peraturan sekolah demi keberhasilan pendidikan. d. Kepada peneliti lain, hendaknya melakukan penelitian lanjutanyang sejenis dengan tempat dan karakteristik yang berbeda dan pokok masalah yang lebih luas untuk menambah wawasan, karena keterbatasan informasi dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Agustiantono. Dwi. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi: Aplikasi TPB. Studi Empiris WPOP di Kabupaten Pati. (http:// eprints.undip.ac.id/35629/1/ Skripsi_AGUSTIAN TONO.pdf) diakses tanggal 3 Agustus 2012. Ali, Lukman. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia,Cetakan X. Jakarta: Balai Pustaka.
Dizaal Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Lahat Tahun 2011. Karya Tulis ilmiah. Akademi Keperawatan Pemda Lahat. Tidak diterbitkan. Gunarsa, Singgih D. 1982. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta: Gunung Mulia. Hendriansyah, Dahlan. 2012. Pengertian dan Unsur Kepatuhan siswa. (http://hendriansdiamond.blogspot.com/2012/02/pengertian-dan-unsurkepatuhan-siswa.html) diakses tanggal 8 Maret 2012. Hurlock, Elizabeth B. 1990. Perkembangan Anak Jilid II. Jakarta: Erlangga. Khoirul Huda, Moh. 2011. Peran Peraturan Sekolah dalam Meningkatkan Kedisiplinan di MAN Malang II Batu.(http://lib.uinmalang.ac.id/thesis/introduction/07110220-moh-khoirulhuda.ps) diakses 3 agustus 2012. Kriyantono, Rachmat. 2006. Tehnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Nasution, S. 1999. Ilmu Pendidikan, Cetakan 1. Jakarta: UIN Jakarta Press. Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sarbaini, 2012. Pembinaan Nilai, Moral dan Karakter Kepatuhan Peserta Didik Dalam melaksanakan peraturan sekolah di Sekolah. Banjarmasin: FKIP UNLAM.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Menejemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekarto, Indara, Fachrudin, Soetopo, Hendyat. 2006. Administrasi Pendidikan. Malang: FIP IKIP Malang.
Burhan, Bungin. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Elly, Aprian. 2011. Gambaran Kepatuhan Perawat Dalam Menerapkan Asuhan Keperawatan 326
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Suparyanto, 2010. Konsep Kepatuhan. (http://drsuparyanto.blogspot.com) /2010/07/konsepkepatuhan.html) diakses tanggal 8 Maret 2012. Umar. Husein, 2008. Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan. Jakarta: Rajawali Press. Undang Undang Nomor. 20 Tahun 2003, Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umara.
Prayitno dkk, 1999. Pelayanan Bimbingan dan Konseling (Seri pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah). Cetakan 3. Jakarta: Aksara. Wahyu. 2009, Pedoman Penelitian Karya Ilmiah. Banjarmasin: FKIP UNLAM
327
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
PEMBELAJARAAN KOOPERATIF TIPE PICTURE AND PICTURE DALAM PEMBELAJARAN PKN POKOK BAHASAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA GUNA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DI KELAS XII IPS 2 SMA PGRI 7 BANJARMASIN Nurdiyansyah, Sarbaini dan Mariatul Kiptiah Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT Nurdiyansyah, 2012. Cooperative Learning of Picture and Picture to Study in Civics Lesson at Topic of Pancasila is Open Ideology to Improve Learning Outcomes in Class XII IS-2 SMA PGRI 7 Banjarmasin academic year 2012. Scripsi. Program Study of Citizenship and Pancasila Education, Department of Social Sciences Education, Faculty of Teacher and Education Science, University of Lambung Mangkurat. Counselor (I) Sarbaini, (II) Mariatul Kiptiah. The fact in the activity of class XII students IS-2 SMA PGRI 7 Banjarmasin in Civics teaching are still very low which ultimately have an impact on student achievement were not optimal. It can be proved by the value of class XII student achievement IS-2 SMA PGRI 7 Banjarmasin on the material as ideology Pancasila Open only reached an average of 5.0 below 7.0 as determined mastery learning curriculum. The research objective is: (1) to improve student learning outcomes by using cooperative learning picture and picture type (2) to achieve those goals and then executed action research and meetings with several cycles. Data collection techniques used are observation, questionnaires, documentation, and test learning outcomes through several cycles, the cycle I and cycle II The results of this study indicate (1) cooperative learning type picture and picture on the material as ideology Pancasila Open can improve student achievement, from 47.6% in the classical mastery in the first cycle to 95.2% in the classical mastery on the second cycle. (2) Participation of students in the teaching and learning that is 18.5% in the first cycle to 23.5% in the second cycle, the first cycle of learning and teachers are 59% and then on the second cycle teachers learning to 80%. (3) The results of students’ response to learning that the teacher presented showed that students liked and highly motivated with cooperative learning type of picture and picture. Based on the above results, it is recommended as follows: (1) to the students, it is recommended to follow the active learning in the classroom, (2) To the Civics teacher, it is advisable to always conduct reforms in teaching and learning, (3) To SMA PGRI 7 Banjarmasin, it is suggested that in management and school policy measures such as the use of instructional media, (4) To the Department of Education and Culture, it is expected that the results of this study useful as feedback (feed back) in response to the problems of the current study, (5) To Prodi PPKN, may be able to add in a library pembendaharaan PPKN Prodi, (6) To the researchers, may be a provision in educating future. Keywords: Cooperative Learning, Picture and Picture, learning outcomes Civics
328
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
A. PENDAHULUAN Masalah pengelolaan kelas memang masalah yang tidak pernah absen dari agenda kegiatan guru. Semua itu tidak lain guna kepentingan belajar anak didik. Masalah lain yang juga selalu guru gunakan adalah masalah pendekatan. Hampir tidak pernah ditemukan dalam suatu pertemuan, seorang guru tidak melakukan pendekatan tertentu terhadap semua anak didik. Karena disadari bahwa pendekatan dapat mempengaruhi hasil kegiatan belajar mengajar. Bila begitu akibat yang dihasilkan dari penggunaan suatu pendekatan, maka guru tidak sembarangan memilih dan menggunakannya. Bahan pelajaran yang satu mungkin cocok untuk suatu pendekatan tertentu, tetapi untuk pelajaran yang lain lebih pas digunakan pendekatan yang lain. Maka adalah penting mengenal suatu bahan untuk kepentingan pemilihan pendekatan. Hal ini diakibatkan karena proses pembelajaran yang diterapkan guru di kelas terutama oleh guru pada mata pelajaran PKn masih cenderung pada metode yang membuat siswa tidak tertarik, jenuh dan sulit untuk mereka pahami. Guru dominan hanya menggunakan metode konvensional berupa ceramah satu arah (narrative technique) tanpa memberikan contoh atau gambaran-gambaran kongkrit menyangkut peristiwa atau isu hangat saat ini yang dapat dikaitkan dengan materi atau pokok bahasan yang akan diajarkan dan kurang memperhatikan tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang diberikan, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan tidak dapat tercapai secara optimal. Akibatnya mata pelajaran PKn cenderung dianggap remeh dan dipandang sebelah mata oleh siswa sendiri. Salah satu model yang saat ini populer dalam pembelajaran adalah Model Pembelajaran Picture and Picture. Model ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Model pembelajaran Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar
sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambargambar ini menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. (http: // ras-eko.blogspot.com /2011/ 05/ model-pembelajaran-picture-and-picture.html). Berdasarkan observasi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti melalui wawancara dengan Guru PKn di SMA PGRI 7 Banjarmasin, didapatkan data bahwa di antara kelas XII (IA, IS-1, IS-2) nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 70. Sedangkan paling rendah berada di kelas XII IS-2 dengan perolehan nilai tertinggi 75 dan yang nilai terendah 25 pada pokok bahasan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka. TABEL 1.1 Data Nilai Kelas XII IS-2
Bisa juga dikatakan dalam perolehan nilai di kelas XII IS-2 adalah 1 (satu) orang yang tuntas di atas KKM dengan perolehan nilai 75 dan 9 (Sembilan) orang yang tuntas KKM dengan perolehan nilai 70, kemudian 11 orang tidak mencapai KKM atau tidak tuntas. Mengatasi permasalahan di atas, maka peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture guna meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran berupa gambar-gambar yang dapat menampilkan realita atas suatu kondisi atau keadaan berupa kejadian atau isu-isu hangat atas peristiwa yang baru terjadi yang kemudian dapat dikaitkan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Kemudian model ini juga dikombinasikan dengan musik instrumental. Penggunaan musik instrumental ini dalam proses kegiatan pembelajaran PKn di kelas bertujuan agar membawa siswa menjadi relax, aktif, dan memancing kreatifitas siswa agar lebih partisipatif dan dapat memunculkan potensi yang dimiliki oleh anak ketika dalam proses belajar mengajar di kelas berlangsung sehingga diperoleh hasil yang lebih efektif dengan waktu yang efisien.
329
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
B. KAJIAN PUSTAKA 1. Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks (Dimyati, 2009:7). Menurut Skinner (Dimyati, 2009:9) belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Menurut Gagne (Dimyati, 2009:10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau mahluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disekan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14). 2.
Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skill. Menurut Amri dan Ahmadi (2010:67) mengemukakan “model pembelajaran kooperatif merupakan model pengajaran di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda”. 3.
Model Picture and Picture Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan/ diurutkan menjadi urutan logis. Menurut Suprijono, (2012:125) langkah-langkah dalam picture and picture yaitu: a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b. Menyajikan materi sebagai pengantar. c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar gambar kegiatan berkaitan dengan materi. d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut. f. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. g. Kesimpulan/rangkuman. 330
4.
Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Menurut Muhammad Yamin (Budiyanto, 2007:6) ‘Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti sendi, asas, dasar, atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik’. Dengan demikian, Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik. Kata ideologi berasal dari bahasa latin (idea; daya cipta sebagai hasil kesadaran manusia dan logos; ilmu). Memahami Pancasila sebagai ideologi terbuka didorong oleh tantangan zaman. Sejarah menunjukkan bahwa betapapun kokohnya suatu ideologi bila tidak memiliki dimensi fleksibilitas atau keterbukaan, akan mengalami kesulitan bahkan mungkin kehancuran dalam menanggapi tantangan zaman (contoh: runtuhnya komunisme di Uni Soviet). 5.
Hasil Belajar Hasil belajar sering disebut juga prestasi belajar. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda prestatie, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi, diartikan sebagai hasil usaha. Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang dan diberi pengertian sebagai kemampuan, keterampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. 6.
Pembelajaran Kooperatif Type Picture and Picture yang dikombinasikan dengan Musik Instrumental Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambargambar ini menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT dalam menggunakan Power Point atau software yang lain. Sedangkan Musik Instrumental itu sendiri digunakan saat siswa mengerjakan soal-soal Pre Test diawal pelajaran dan Post Test diakhir pelajaran. Tujuannya agar siswa menjadi relax, aktif dan dapat memancing kreatifitas siswa agar lebih partisipatif dan dapat memunculkan potensi yang dimiliki oleh anak ketika dalam proses menjawab soal-soal tersebut.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
C. METODE PENELITIAN 1. Setting Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada SMA PGRI 7 Banjarmasin yang beralamatkan di Jl. A. Yani Km. 5.5 No 21A samping Stadion Lambung Mangkurat, Kecamatan Banjarmasin Selatan, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Variabel yang diselidiki Variabel yang diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah faktor siswa dan Guru 3. Instrumen Dalam penelitian ini, terdapat dua instrumen yang perlu dibuat yaitu: a. Instrumen untuk mengukur peningkatan hasil belajar 1) Test Tertulis 2) Kuis b. Instrumen untuk mengukur Pembelajaran Kooperatif Type Picture and Picture 1) Dokumentasi (gambar-gambar) 2) Wawancara (Guru) 3) Angket 4. Prosedur Penelitian per siklus, terdiri dari: Tahap I. Persiapan Tindakan Tahap II. Pelaksanaan Tindakan Tahap III. Pemantauan dan Evaluasi Tahap IV. Analisis dan Refleksi 5. Data dan Cara Pengumpulannya a. Observasi b. Pemberian tes c. Penyebaran angket 6. Analisis dan Interpretasi Data Rumus persentase untuk menentukan hasil belajar yang dicapai oleh seluruh siswa adalah: a. Tingkat Penguasaan
c. Rumus prosentase yang digunakan adalah:
Sumber: (Rahmat, 2010:59)
Keterangan: P = Persentase f = Frekuensi siswa N = Jumlah siswa keseluruhan
2.
Sumber: (Wardhani, 2007:5.23)
b. Nilai rata-rata kelas
Sumber: (Wardhani, 2007:5.19)
7.
Indikator Keberhasilan Penelitian ini dikatakan berhasil apabila memenuhi semua komponen indikator yang ingin dicapai. Adapun masing-masing indikator keberhasilan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Siswa mencapai ketuntasan individual dengan skor 70 dan ketuntasan klasikal jika 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individu. b. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Type Picture and Picture merupakan strategi yang efektif untuk menjadikan siswa lebih aktif dan meningkatkan partisipasi siswa serta membantu dalam pembelajaran guru. D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Belajar Siswa dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture. Berdasarkan pengolahan nilai hasil belajar siswa melalui pretest, posttest dan Hasil Evaluasi belajar dalam pembelajaran PKn dengan mengunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture pada siklus I dan II untuk materi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka, maka diperoleh data sebagai berikut: a. Siklus I: 1) Pre test dengan rata-rata kelas 51,9 sedangkan yang mencapai KKM hanya 4 orang siswa atau persentase ketuntasan yang dicapai hanya 19,0 %. 2) Posttest dengan rata-rata kelas 60,9 sedangkan yang mencapai KKM meningkat menjadi 10 orang siswa atau persentase ketuntasan yang dicapai menjadi 47,6%. 3) Evaluasi belajar dengan rata-rata 64,2 sedangkan yang mencapai KKM ada 10 orang siswa atau persentase ketuntasan yang dicapai menjadi 47,6%. 331
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
b. Siklus II: 1) Pre test pertemuan pertama dengan rata-rata kelas 66,6 sedangkan yang mencapai KKM ada 16 orang siswa atau persentase ketuntasan yang dicapai menjadi 76,1 %. 2) Post test pertemuan kedua dengan rata-rata kelas 72,3 sedangkan yang mencapai KKM meningkat menjadi 19 orang siswa atau persentase ketuntasan yang dicapai menjadi 90,4%. 3) Evaluasi belajar dengan rata-rata 73,8 sedangkan yang mencapai KKM ada 20 orang siswa atau persentase ketuntasan yang dicapai menjadi 95,2%. Berdasarkan perolehan data hasil belajar di atas, maka dapat dibuat diagram peningkatan hasil belajar yang diukur melalui kegiatan hasil evaluasi belajar sebagai berikut:
Partisipasi belajar siswa selama proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung di kelas XII IS-2 SMA PGRI 7 Banjarmasin dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture selama dua siklus dapat diketahui bahwa selama proses pembelajaran berlangsung terjadi adanya perubahan dalam proses pembelajaran, yaitu peningkatan partisipasi belajar siswa disetiap siklusnya. Maka diperoleh data sebagai berikut:
3.
Respon siswa dalam penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture Pada akhir pembelajaran siklus II dilakukan tanggapan balik siswa akan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru dalam bentuk angket sebagai respon terhadap penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture yang dilaksanakan dengan hasil sebagai berikut: Angket Respon Siswa
2.
332
(Sumber: diolah berdasarkan data lapangan)
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
DAFTAR PUSTAKA
Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Amri, Sofan dan Iif Khoiru Ahmadi. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam kelas. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.
Saniah. 2012. Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Belajar PKn Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Standar Kompetensi Sistem Politik Indonesia di Kelas XB MAN 3 Marabahan. Skripsi pada Program Sarjana Unlam Banjarmasin. Tidak diterbitkan.
Anriyadi, Fariska. 2010. Penerapan Media Animasi dan Karikatur dengan Menggunakan Software Microsoft Powerpoint (ppt) untuk Meningkatkan Efektifitas Pembelajaran PKn pada Materi Sistem Hukum dan Peradilan Internasional di kelas XI IS-1 SMA PGRI 7 Banjarmasin. Skripsi pada Program Sarjana Unlam Banjarmasin. Tidak diterbitkan. Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan untuk Guru Kepala Sekolah dan Pengawas. Yogyakarta: Aditya Media Atmono, Dwi. 2009. Strategi Pembelajaran Ekonomi. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat Press
Sudijono, Anas. 2004. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Sukardi. 2011. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara. Suprijono, Agus. 2012. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Syamsuddin, Abin Makmun. 2009. Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Bahri, Syaiful Djamarah dan Aswan Zain. 2006. Starategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Penyusun. 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Banjarmasin: Pustaka Banua.
Budiyanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:Erlangga
Trimo, Lavyanto. 2006. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: CV Citra Praya
Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif. Jakarta: AV Publisher
Wahyu. 2009. Metode Penelitian Kualitatif (2). Pascasarjana Pendidikan Bahasa
Dimyati, M. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
dan Sastra Indonesia dan Daerah Pascasarjana Magister Administrasi Publik UNLAM Banjarmasin. Tidak diterbitkan.
Fathurrohman, Pupuh dan Sobry Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: PT Refika Aditama. Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo.
Wahyu. 2010. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Banjarmasin. Tidak diterbitkan.
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara
Wardhani, IGAK. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka
Rahmat, H Dede dan Aip Badrujaman. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: CV. Trans Info Media
Widjaja, H.A.W. 2000. Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan HAM di Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Dalam Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Yudianto, 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Accelerated In333
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
struction) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Tentang Kedaulatan Rakyat dan Sistem Pemerintahan di Indonesia Kelas VIII C SMP Negeri 28 Banjarmasin. Skripsi pada Program Sarjana Unlam Banjarmasin. Tidak diterbitkan.
334
(http://www.sarjanaku.com/2011/01/pembelajarankooperatif-tipe-jigsaw.html, diakses 27 Juli 2012)
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
INTERNALISASI PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN SARANA KELOMPOK STUDI ISLAM DI SMAN 5 BANJARMASIN Alya Abyakamali, Wahyu dan Harpani Matnuh Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT Alya Abkamaliyani, 2012.Internalization of Character Education by Means of the Study of Islam in SMAN 5 Banjarmasin. Scripsi, Program Study of Citizenship and Pancasila Education, Department of Education Social Sciences, Teacher and Education Science Faculty, University of Lambung Mangkurat. Counselor (I) H. Wahyu (II) H. HarpaniMatnuh Today the state of the nation Indonesia has significant impacts on the lives of people in different order. Many say that the biggest problem faced by Indonesia is located on the moral aspects, especially on the school. In this case the role of the school is expected to establish the character of a good student. One of the designated schools to instill character is Islam Study Group. The selected research method is a method of qualitative data collection techniques through observation, interview and documentation. Sources of data drawn from interviews with key informants and appropriate documentation of research objects and analyzed by means of data reduction, data presentation and conclusion. Data obtained were tested validity extension method of observation, increasing persistence, triangulation and use of reference materials. Research has shown that the activities of Islamic study group has been running well. With so many activities organized group activities of Islamic study. One of them study routine that always held every start activities. But these activities are less enthused students this is because they still do not understand what the purpose of MSG itself. Positive results can be seen from this activity was to see how students who take the NLT by not following KSI, of students who have followed the MSG they can instill moral values applied in KSI, for example in terms of their daily attitude towards teachers, and friends and that, in particular girls clothing they wear clothes that are appropriate to use for a woman who does not accentuate their curves. Keywords: Internalizing, character education, Islamic Study Group A. PENDAHULUAN Dewasa ini keadaan kehidupan bangsa Indonesia telah memberi dampak yang besar dalam berbagai tatanan kehidupan bangsa.Banyak yang mengatakan bahwa masalah terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah terletak pada aspek moral, baik di lingkungan pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Masyarakat akhir-akhir ini, mudah meledak karena sebab sepele, tidak sabar, agresif, mudah rusuh, konflik
rumah tangga makin banyak, hubungan interpersonal kian rapuh. Lebih memprihatinkan lagi terjadi pada lingkungan sekolah, dapat melahirkan manusia yang cerdas yang kurang memiliki kesadaran akan pentingnya nilai-nilai moral dan sopan santun dalam hidup bermasyarakat, hal ini sangat tampak dalam kasus tawuran antar pelajar, kasus-kasus narkoba yang sering kita lihat di televisi, tidak jarang pemakainya juga masih menyandang status pelajar, beberapa 335
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
pelajar berada di “terali besi” karena menganiaya gurunya sendiri, anak yang tidak lagi memiliki sopan santun pada orang tua, lebih tragis dan sangat parah lagi yaitu ada anak yang berani membunuh orang tuanya sendiri. Perilaku tawuran atau kekerasan atau perilaku tidak terpuji lainnya disekolah-sekolah, tidak mungkin terjadi dengan tiba-tiba. Seseorang menampilkan perilaku itu merupakan hasil belajar juga, baik secara langsung maupun tidak langsung.Akibat dari tidak berhasilnya Pembinaan Akhlaq dan Budi Pekerti pada siswa juga sangat berpengaruh. Kegagalan pembina akhlaq akan menimbulkan masalah yang sangat besar, bukan saja pada kehidupan bangsa saat ini tetapi juga masa yang akan datang. Ini pada posisi yang sangat penting, bahkan membina akhlaq merupakan inti dari ajaran islam. Semua itu sudah tidak mencerminkan budaya bangsa seperti dulu. Upaya membangun karakter bangsa sebenarnya sudah dicanangkan dari awal kemerdekaan Menyelamatkan karakter bangsa saat ini tidak bisa dikatakan terlambat, semua bisa diupayakan kembali menjadi baik, terlihat saat ini banyak cara dan saluran yang dapat digunakan untuk membentuk bangsa yang maju dan masyarakat yang berkarakter kuat. Menurut Simon Philips (Fatchul Mu’in, 2008:160), karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan menurut, Koesoema (Fatchul Mu’in, 2007:160) memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak lahir. Kegiatan Ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu yang sangat potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Ekstrakulikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka.Kegiatan Ekstrakurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu yang sangat potensial untuk pembinaan karakter dan 336
peningkatan mutu akademik peserta didik. Ekstrakulikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka. Peran utama KSI adalah menghadirkan nuansa islami disekolah, mendidik siswa agar agar berkepribadian Islam dan mengenal dengan baik arti hidup, menjadi muslim yang baik wadah manajemen organisasi dan pengembangan diri, seni,bakat dan minat dalam tatanan syar”i. Selain diajarkan nilai-nilai dan wawasan Islam, anggota KSI juga dibekali kemampuan menyampaikna dakwah islam dan menguasai media-media dakwah lain seperti poster, buletin dan nasyid. Dengan kegiatan Kelompok Studi Islam ini diharapkan bisa dijadikan saluran untuk pembentukan karakter siswa.KSI menjadi sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter siswa, mengingat tujuan akhir dari KSI adalah terwujudnya akhlak atau karakter mulia. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Konsep Internalisasi Internalisasi adalah pembinaan yang mendalam dan menghayati nilai-nilai relegius (agama) yang dipadukan dengan nilai-nilai pendidikan secara utuh yang sasarannya menyatu dalam kepribadian peserta didik, sehingga menjadi satu karakter atau watak peserta didik. 2.
Pengertian Karakter Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pengertian karakter menurut Pusat Badan Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. 3.
Unsur-Unsur Karakter Ada beberapa unsur dimensi manusia secara psikologis dan sosiologis yang menurut penulis layak untuk kita bahas dalam kaitannya dengan terbentuknya karakter manusia. Unsur-unsur tersebut antara lain: sikap, emosi, kemauan, kepercayaan, dan kebiasaan.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
4. Enam Pilar Karakter a. Respect (penghormatan), esensi penghormatan (respect) adalah untuk menunjukan bagaimana sikap kita secara serius dan khidmat pada orang lain dan diri sendiri. b. Responsibility (Tanggung Jawab) c. Responsibility (Tanggung Jawab), sikap tanggung jawab menunjukan apakah orang itu punya karakter yang baik atau tidak. Orang yang lari dari tanggung jawab sering tidak disukai, artinya itu adalah karakter yang buruk. d. Civic Duty-Citizenship (Kesadaran dan Sikap Berwarga Negara). Nilai-nilai sipil (civic virtues) merupakan nilai-nilai yang harus diajarkan pada individu-individu sebagai warga negara yang memiliki hak sama dengan warga negara lainnya. e. Fairness (Keadilan). Keadilan bisa mengacu pada aspek kebersamaan (sameness) atau memberikan hak-hak orang lain secara sama. f. Caring (Peduli). Kepedulian adalah perekat masyarakat. Kepedulian adalah sifat yang membuat pelakunya merasakan apa yang dirasakan orang lain, mengetahui bagaimana rasanya jadi orang lain, kadang ditunjukan dengan tindakan memberi atau terlibat dengan orang lain tersebut. g. Trustworthiness (Kepercayaan) 5.
Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah upaya upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya (Winton, 2010). 6. Nilai-Nilai Karakter a. Jujur, menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dilakukan (berintegritas), berani
b.
c.
d.
e.
f.
g.
karena benar, dapat dipercaya (amanah, trustworthiness), dan tidak curang (no cheating). Tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik (giving the best). Cerdas, berfikir secara cermat dan tepat, bertindak dengan penuh perhitungan, berkomunikasi efektif dan empatik, bergaul secara santun menjunjung kebenaran dan kebajikan, mencintai Tuhan dan Lingkungan. Sehat dan bersih, menghargai ketertiban, keteraturan, kedisplinan, terampil, menjaga diri dan lingkungan, menerapkan pola hidup seimbang. Peduli, memperlakukan orang lain dengan sopan, bertindak santun, toleran terhadap perbedaan, tidak suka menyakiti orang lain. Kreatif, mampu menyelesaikan masalah secara inovatif, luwes, kritis, berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat. Gotong royong, mau bekerja sama dengan baik, berprinsip bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat mencapai jika dikerjakan bersama-sama.
7.
Kelompok Studi Islam KSI adalah singkatan dari Kelompok studi islam, salah satu ekstrakulikuler yang dikemas dalam bentuk organisasi intra sekolah yang paling diminati di sekolahsekolah. Ekstrakurikuler ini didirikan untuk memenuhi seruan Allah yang berbunyi “dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, merkelah orang-orang yang beruntung”(TQS, Ali-Imran 104). Peran utama KSI adalah menghadirkan nuansa Islami disekolah, mendidik siswa agar agar berkepribadian islam dan mengenal dengan baik arti hidup, menjadi muslim yang baik wadah manajemen organisasi dan pengembangan diri, seni, bakat dan minat dalam tatanan syar”i. Selain diajarkan nilai-nilai dan wawasan Islam, anggota KSI juga dibekali kemampuan menyampaikna dakwah Islam dan menguasai media-media dakwah lain seperti poster, buletin dan nasyid.
337
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
8.
Kegiatan-Kegiatan KSI Dalam kepengurusannya KSI (Kelompok Studi Islam) terbagi atas divisi-divisi yang bertugas pada bagianya masing-masing. Pada umumnya KSI memiliki kegiatan yang terpisah antara anggota Ikhwan dan Akhwat. Namun kebersamaan tetap dapat terjalin antar anggota dengan rapat kegiatan serta kegiatankegiatan di luar ruangan. Kegiatan-kegiatan itu antara lain adalah: a. Forum Nafsiyah Islamiyah: Kegiatan ini diperuntuKkan untuk semua anggota KSI baik. Bertujuan untuk menguatkan semangat beribadah dan beramal para anggota KSI serta sebagai sarana silaturahmi rutin anggota KSI. b. KBI (Kelompok Belajar Islami); Merupakan forum pembinaan kepribadian islam yang diperuntukan khusus untuk anggota KSI Ikhwan, meliputi pemahaman Aqidah, Fiqih, Syaksiyah, dan Dakwah, dan dakwah yang digali dari Al-Qur’an dan AS-Sunnah. c. Penerbitan Buletin: Kegiatan yang dilakukan satu bulan sekali. Bertujuan untuk menyampaikan Syiar Islam melalui media tulisan d. Bina Baca Al-Qur’an: Sebuah forum rutin yang dilaksanakan satu bulan sekali sebagai wadah melatih bacaan Al-Qur’an anggota KSI Ikhwan. e. Kampanye ‘Cinta Cerdas Remaja Islam’: Rangkaian kegiatan berupa penyebaran media cetak dan training Islami yang bertujuan mengingatkan remaja Islam agar mengekspresikan rasa cinta sesuai koridor Islam. f. Jumat Taqwa: Kegiatan ceramah umum, yang biasanya bekerjasama dengan pihak sekolah, diperuntukan untuk seluruh warga lingkungan sekolah. g. KREATIF (Kajian Remaja Interaktif): Suatu forum kegiatan Islam yang membahas mengenai permasalahan aktual yang dialami oleh umat sekarang khususnya remaja. h. Open House: Kegiatan tahunan, baik berupa perlombaan, seminar, training, maupun tabliqh Akbar. i. Pekan Rajabiyah: Perlombaan-perlombaan Islami untuk internal siswa-siswi, yang dilaksanakan dalam rangka mengingat peristiwa Isra Mi;raj nya Nabi 338
Muhammad SAW, sekaligus sebagai ajang pencarian siswa yang berbakat untuk mewakili sekolah untuk lomba diluar sekolah. j. Tafakur Alam (Ikhwan) dan Rihlah (Akhwat): Kegiatan yang dilaksanakan pada saat liburan akhir semester yang orientasinya refredhing namun dikemas sedemikian rupa. k. Kajian Rutin Akhwat: Kegiatan ini dilaksanakan satu minggu sekali, dengan materi yang berbeda. l. Mading KSI: Dilaksanakan satu bulan sekali. Bertujuan untuk menyampaikan syiar yang tidak hanya untuk anggota KSI namun juga untuk seluruh warga sekolah mealui media cetak. C. METODE PENELITIAN 1. Alasan Menggunakan Metode Kualitatif Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif dipilih, dikarenakan permasalahan yang belum jelas, holistik, kompleks, dinamis dan penuh makna sehingga tidak mungkin data pada situasi sosial tersebut dapat diungkapkan dalam metode penelitian kuantitatif dengan instrument angket semata. Selain itu, peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori (Wahyu, 2007:55). 2.
Tempat Penelitian Dalam penelitian ini Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi atau tempat di SMA Negeri 5 Banjarmasin, yang beralamat di Jalan Sultan Adam No. 76 Rt. 20 Banjarmasin 70122. Alasan mengapa tempat ini dipilih karena peneliti melihat masih banyaknya siswa-siswi yang kurang sopan terhadap guru, berpacaran di ruang kelas, dan siswi yang berpakaian ketat. Dari permasalah seperti ini sekolah telah membentuk kegiatan Ekstrakulikuler yang berjalan disekolah ini yang diberi nama Kelompok Studi Islam Nurul Fikri. 3. Sumber Data a. Data Primer Menurut S. Nasution data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian. Sementara menurut lofland bahwa sumber data utama adalah penelitian kualitatif ialah kata-kata
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati dan mewawancarai. b. Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat pertemuan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. 4.
Instrumen Penelitian Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri (Wahyu, 2009:70). 5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi: Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. b. Wawancara:Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara langsung, berupa interview secara mendalam terhadap informan. c. Dokumentasi:Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek. 6. Teknik Analisis Data a. Reduksi Data:Mereduksi Data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya serta mengorganisasikan data tentang usaha kerjasama sekolah dan lingkungan masyarakat sekitar. b. Penyajian Data:Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplay data. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. c. Menarik Kesimpulan:Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (Wahyu:2009) adalah “penarikan kesimpulan dan verifikasi”. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah jika ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
7. Pengujian Keabsahan Data a. Perpanjangan pengamatan: berarti peneliti kembai kelapangan, melakukan pengamatan kembali, wawancara dengan sumber data yang sudah ditemui maupun yang baru. Dengan tujuan untuk mengecek kembali apkaah data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. b. Meningkatkan ketekunan: berarti melakukan pengamatan dan observasi secara lebih cermat dan berkesinambungan. Pengujian keabsahan data dengan meningkatkan ketekunan ini dilakukan dengan cara peneliti membaca seluruh catatan hasil penelitian secara cermat, sehingga dapat diketahui kesalahan dan kekurangannya. c. Triangulasi:Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu (Moleong 2004:330). Triangulasi dilakukan dengan cara triangulasi teknik, sumber data dan waktu. D. HASIL PENELITIAN 1. Sejarah singkat SMA Negeri 5 Banjarmasin Sejak tahun 1971 s/d 1984 SMA Negeri 5 Banjarmasin mengalami masa yang panjang dan kerja keras menapak mencari jati diri. Hari kamis tanggal 2 Oktober 1980 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah telah meresmikan gedung SMA Negeri 5 Banjaramasin. Tahun 1984 s/d 1989 SMA Negeri 5 Banjarmasin mencanangkan diri sebagai lembaga pendidikan yang taat aturan, bebas dari perkelahian/ tawuran antar pelajar, dan menjadikan sekolah sebagai Pusat Sumber Belajar. Tahun 1989 s/d 1994 SMA Negeri Banjarmasin menciptakan suasana kerja-sama yang harmonis antar semua warga sekolah untuk meraih prestasi di bidang akademis dan non akademis. Tahun 1994 s/d 1996 SMA Negeri 5 Banjarmasin ditetapkan dan ditunjuk oleh Kanwil Depdikbud DKI Jakarta sebagai “Sekolah Unggulan dan Plus” tingkat Provinsi. Tahun 1994 s/d 2000 SMA Negeri 5 Banjarmasin menempatkan diri pada peringkat/papan atas tingkat Provinsi maupun Nasional dalam Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) dan Ujian Masuk Perguruan TInggi Negeri (UMPTN), sekaligus mengembangkan bentuk pelayanan dengan membuka “Program Akselerasi (Percepatan Belajar 2 tahun dari 339
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Program 3 tahun). Tahun 2002 s/d 2003 SMA Negeri 5 Banjarmasin menjadi piloting Kurikulum 2004. Tahun 2004 SMA Negeri 5 Banjarmasin dimulai Rintisan kelas Internasional dan menjadi Pusat Sumber Belajar Astronomi. Tahun 2005 s/d 2006 SMA Negeri 5 Banjarmasin peringkat UAN Terbaik SMA Negeri seBanjarmasin. Tahun 2006 s/d 2007 SMA Negeri 5 Banjarmasin ditunjuk oleh Direktorat Pendidikan Menengah Umum sebagai sekolah rintisan bertaraf Internasional Kelas Internasional resmi menjadi center dan penggunaan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Pelaksanaan program kegiatan KSI (Kelompok Studi Islam) terhadap penanaman karakter Salah satu kultur yang dipilih sekolah adalah kultur akhlak mulia. Dari sinilah muncul istilah pembentukan kultur akhlak mulia di sekolah. Kelompok Study Islam Nurul Fikri ini (KSI) menjadi sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter siswa di SMAN 5 Banjarmasin, mengingat tujuan akhir dari pembentukan KSI di SMAN 5 Banjarmasin adalah terwujudnya akhlak atau karakter mulia. KSI dapat dijadikan basis yang secara langsung berhubungan dengan pembinaan karakter siswa Di SMAN 5 Banjarmasin, terutama karena hampir semua materi KSI sarat dengan nilai-nilai karakter. Di samping itu, aktivitas keagamaan di sekolah yang merupakan bagian dari KSI dapat dijadikan sarana untuk membiasakan siswa memiliki karakter mulia. Seperti yang diungkapkan oleh Rusmiati selaku Pembina Kelompok Studi Islam sebagai berikut:
Akhwat. Namun kebersamaan tetap dapat terjalin antar anggota dengan rapat kegiatan serta kegiatankegiatan diluar ruangan. Kegiatan-kegiatan itu antara lain adalah:Forum Nafsiyah Islamiyah, KBI, Pengembangan Bakat, Bina Baca Al-Quran, Kampanye ‘cinta cerdas remaja islam’, jumat taqwa, kreatif (kajian interaktif), open house smalie, pecan kajabiyah, tafakkur alam (Ikhwan) dan (Akhwat), kajian rutin akhwat, madding KSI.Seperti yang disampaikan M. Mirza Fahlivi (Anggota KSI) sebagai berikut: “kegiatan tafakur alam ini yang sering disukai anggota-anggota dari KSI karena kegiatan inibukan hanya untuk kami semua refreshing tapi juga kami diharuskan berlibur sambil belajar. Biasanya kegiatan ini dilaksanakan pada liburan semester,dan biasanya tempat yang dikunjungi adalah alam terbuka seperti ke Loksado.”
2.
“Membangun karakter pada siswa di SMAN 5 Banjarmasin membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Tetapi, alhamdullilah sebagian besar anggota Kelompok studi Islam Nurul Fikri ini sudah bisa menanamkan karakter didalam lingkungan sekolah, terlihat dari segi berpakaian dan akhlaknya sudah sedikit mencerminkan siswa yang berkarakter dibandingkan dengan yang tidak mengikuti KSI itu sendiri, tetapi penanaman akan terus dijalankan didalam KSI tersebut”
Dalam kepengurusannya KSI (Kelompok Studi Islam) terbagi atas divisi-divisi yang bertugas pada bagianya masing-masing. Pada umumnya KSI memiliki kegiatan yang terpisah antara anggota Ikhwan dan 340
Seperti yang disampaikan Desy Helmina (Anggota KSI) sebagai berikut: “Kajian rutin yang selalu kami jalani adalah seperti Membaca Al-Quran, sebelum memulai kegiatan. Karena dengan Membaca Al-quran dan memahami isi kandungan dari ayat-ayat. Dan sehabis membaca Al-quran ini kami selalu dievaluasi dengan cara menanyai satu persatu apa saja yang diajarkan tadi”.
3.
Faktor Yang Mempengaruhi atau menghambat kegiatan Kelompok Studi Islam dalam Penanaman Karakter di SMA Negeri 5 Banjarmasin. Berdasarkan Hasil wawancara dengan Rusmiati selaku Pembina KSI bahwa: “Di dalam penanaman karakter terhadap siswa beberapa nilai karakter dan adanya KSI ini diharapkan memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan karakter siswa.Karena kegiatan ini sudah ditunjang dengan adanya tekhnologi yang canggih. Seperti adanya LCD untuk menampilkan pembelajaran yang dikemas untuk menampilkan hal-hal positif, dan juga tempat yang disediakan oleh pihak sekolah yang memadai untuk penuinjang kegiatan Ekstrakurikuler tersebut.”
Seperti yang diungkapkan salah seorang anggota akhwat Mutia Suciana sebagai berikut:
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
“dengan adanya penanaman karakter hormat dan santun setidaknya kami bisa memahami bagaimana cara sopan-santun terhadap yang lebih tua seperti guru dan orang tua ataupun dengan sesama kami dilingkungan sekolah. Kami selalu ditekankan tidak boleh berbohong dengan orang lain dan diri sendiri.”
4.
Faktor penghambat Kegiatan Kelompok Studi Islam dalam Penanaman Karakter Walaupun banyak sekali penunjang kegiatan yang ada di Kelompok Studi Islam Nurul Fikri ini tetapi masih banyak siswa-siswi yang masih belum bisa memahami tujuan KSI ini ataupun tentang KSI itu sendiri. Dari sekian banyak siswa hampir sedikit sekali siswa yang mau mengikuti kegiatan ini. Padahal pengertian KSI ini sudah jelas KSI adalah singkatan dari Kelompok Studi Islam, salah satu ekstrakurikuler yang dikemas dalam bentuk organisasi intra sekolah yang paling diminati di sekolah-sekolah. Salah satu penghambat juga dari segi kesadaran siswa tentang pentingnya berakhlak mulia didalam kehidupan sehari-hari. Karena itu dalam lingkungan sekolah masih banyak ditemukan siswa yang merokok di kelas, tidak hormat terhadap guru, suka membolos, dan lebih miris lagi melihat penampilan siswi yang masih banyaknya berpakaian seksi sehingga kelihatan lekuk tubuhnya. Seperti yang diungkapkan Rusmiati: “siswa-siswi sekarang lebih kurang memahami tentang pentingnya akhlak mulia,dan juga peran dari orang tua sangat penting dalam pergaulan anak-anak sekarang. Karena sebagian besar siswa disekolah sudah membawa kebiasaan dimasyarakat yang memang penanaman karakter nya kurang ditonjolkan,tetapi kita juga tidak bisa menyalahkan pihak lingkungan keluarga dan masyarakat. Hal ini lebih ditekankan ke siswanya sendiri agar lebih diberikan pemahaman tentang karakter, makanya disekolah sudah dibiasakan mengaji sebelum memulai pelajara,dan memahami kandungan ayatayat tersebut sehingga mereka memahami tentang pentingnya akhlak mulia.”
5.
Keberhasilan Dari Kelompok Studi Islam dalam Penanaman Karakter Adapun keberhasilan pada penanam karakter yang ditanamkan dari kegiatan Kelompok Studi Islam Nurul Fikri di SMAN 5 Banjarmasin dapat dilihat dari
kegiatan sehari-hari dan prestasi yang ditonjolkan oleh anggota KSI itu sendiri dengan siswa-siswi yang tidak mengikuti kegiatan KSI. Menurut Rusmiati sebagai berikut: “keberhasilan dapat dilihat dari perilaku anggota itu sendiri terhadap kehidupan sehari-hari,mereka bisa sedikit lebih bersikap sopan terhadap guruguru atau orang yang lebih tua dari mereka, dan siswa kaum laki-laki sangat menghindari dengan yang namanya merokok, karena didalam kegiatan sangat di sarankan agar tidak merokok atau dimarahi kalau ada kelihatan anggota KSI yang merokok”
M. Mirza Fahlevi juga menambahkan bahwa: “dibandingkan dengan yang bukan anggota KSI, anggota KSI lebih bisa bersikap mulia terhadap sesama, dan dalam akhlak lebih bisa dikatakan lebih dari pada yang bukan anggota, dan juga prestasi yang kami tekankan dalam sekolah.”
Desi Helma Permata juga berpendapat sebagai berikut: “bahwa anggota KSI akwhwat dalam berpakaian khususnya lebih sopan atau lebih tertutup, dibandingkan dengan siswi yang tidak mengikuti kegiatan KSI lebih menonjolkan kemolekan tubuhnya, padahal sangat diharamkan agama berpakaian yang auratnya tidak ditutup. Dan juga kami anggota KSI lebih bisa mengingat tentang seruan ALLAH contohnya dalam Shalat, hanya sebagian kecil saja siswa-siswi yang melakukan shalat tertama juhur.”
Jadi, pada dasarnya keberhasilan dari penanaman karakter dengan sarana Kelompok studi Islam ini sudah cukup dibilang berhasil, dalam memberikan arahan dan bimbingan agar mereka bisa lebih berakhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari, seperti berperilaku sopan santun terhadap semua orang, berakhlak mulia. Mengenai keberhasilan yang dimiliki KSI memiliki presetasi yang lebih menonjol dan memuaskan dilihat dari prestasi mereka dalam pembelajaran dan kegiatan-kegiatan dari KSI itu sendiri.
341
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
E. 1.
PEMBAHASAN Pelaksanaan program kegiatan KSI (Kelompok Studi Islam) terhadap penanaman karakter di SMA Negeri 5 Banjarmasin. KSI berusaha memberikan yang terbaik untuk anggota-anggotanya dalam kegiatan yang sering dilakukan seperti mengajarkan kepada anggota bagaimana cara berdakwah yang baik, memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Quran,dan pengembangan bakat anggota juga ditanamkan didalam kegiatan ini. Dengan kegiatan Kelompok Studi Islam ini diharapkan bisa dijadikan saluran untuk pembentukan karakter siswa. Kelompok Studi Islam menjadi sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter siswa, mengingat tujuan akhir dari Kelompok Studi Islam adalah terwujudnya akhlak atau karakter mulia. Darmiyati Zuchdi menekankan pada empat hal dalam rangka penanaman nilai yang bermuara pada terbentuknya karakter (akhlak) mulia, yaitu inkulkasi nilai, keteladanan nilai, fasilitasi, dan pengembangan keterampilan akademik dan sosial (Zuchdi, 2008: 4650). Darmiyati menambahkan, untuk ketercapaian program pendidikan nilai atau pembinaan karakter perlu diikuti oleh adanya evaluasi nilai. Evaluasi harus dilakukan secara akurat dengan pengamatan yang relatif lama dan secara terus-menerus (Zuchdi, 2008: 55). Dengan memadukan berbagai metode dan strategi seperti tersebut dalam pembelajaran pendidikan agama di sekolah, maka karakter siswa dapat dibina dan diupayakan sehingga siswa menjadi berkarakter seperti yang diharapkan. Kegiatan Kelompok Studi Islam sangat berperan penting terhadap karakter siswa-siswi, karena menghadirkan nuansa islami disekolah, mendidik siswa agar agar berkepribadian islam dan mengenal dengan baik arti hidup, menjadi muslim yang baik wadah manajemen organisasi dan pengembangan diri, seni,bakat dan minat dalam tatanan syar”i. Selain diajarkan nilai-nilai dan wawasan islam, anggota KSI juga dibekali kemampuan menyampaikan dakwah islam dan menguasai media-media dakwah lain seperti poster, buletin dan nasyid.
342
Dengan kegiatan Kelompok Studi Islam ini diharapkan bisa dijadikan saluran untuk pembentukan karakter siswa. Kelompok Studi Islam menjadi sangat penting untuk menjadi pijakan dalam pembinaan karakter siswa, mengingat tujuan akhir dari Kelompok Studi Islam adalah terwujudnya akhlak atau karakter mulia. 2.
Faktor Yang Mempengaruhi atau menghambat kegiatan Kelompok Studi Islam dalam Penanaman Karakter Dalam kegiatan KSI diharapkan agar dapat memberi pengaruh positif terhadap Anggota-anggota KSI khususnya. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kegiatan KSI ini baik berupa positif dan negatifnya. Dapat dilihat dari faktor penunjang dikegiatan ini adalah tempat kegiatan ini dikhususkan di Mushala, adanya OHV yang diberikan pihak sekolah untuk dapat menampilkan pembelajaran yang dikemas untuk menampilkan hal-hal positif yang belum diketahui anggota, seperti film-film yang bisa mengajarkan kepada anggota bagaimana berperilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah, di keluarga, dan di masyarakat. Keberhasilan dapat dilihat dari perilaku anggota itu sendiri terhadap kehidupan sehari-hari, mereka bisa sedikit lebih bersikap sopan terhadap guru-guru atau orang yang lebih tua dari mereka, dan siswa kaum lakilaki sangat menghindari dengan yang namanya merokok, karena didalam kegiatan sangat disarankan agar tidak merokok atau dimarahi kalau ada kelihatan anggota KSI yang merokok, dibandingkan dengan yang bukan anggota KSI, anggota KSI lebih bisa bersikap mulia terhadap sesama, dan dalam akhlak lebih bisa dikatakan lebih dari pada yang bukan anggota, dan juga prestasi yang kami tekankan dalam sekolah. bahwa anggota KSI akwhwat dalam berpakaian khususnya lebih sopan atua lebih tertutup, dibandingkan dengan siswi yang tidak mengikuti kegiatan KSI lebih menonjolkan kemolekan tubuhnya, padahal sangat diharamkan agama berpakaian yang auratnya tidak ditutup. Dan juga kami anggota KSI lebih bisa mengingat tentang seruan ALLAH contohnya dalam Shalat, hanya sebagian kecil saja siswa-siswi yang melakukan shalat terutama juhur.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Dalam kepengurusannya program KSI (Kelompok Studi Islam) terbagi atas divisi-divisi yang bertugas pada bagiannya masing-masing. Pada umumnya KSI memiliki kegiatan yang terpisah antara anggota Ikhwan dan Akhwat. Namun kebersamaan tetap dapat terjalin antar anggota dengan rapat kegiatan serta kegiatan-kegiatan di luar ruangan. b. Dalam kegiatan KSI ini diharapkan agara dapat memberi pengaruh positif terhadap Anggotaanggota KSI khususnya. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi kegiatan KSI ini baik berupa positif dan negatifnya. Dapat dilihat dari faktor penunjang dikegiatan ini adalah tempat kegiatan ini dikhususkan di Mushala, adanya OHV yang diberikan pihak sekolah untuk dapat menampilkan pembelajaran yang dikemas untuk menampilkan hal-hal positif yang belum diketahui anggota, seperti film-film yang bisa mengajarjan kepada anggota bagaimana berperilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari baik di sekolah, di keluarga, dan di masyarakat. 2. Saran 1. Untuk Program kegiatan yang dijalankan oleh KSI lebih dihimbaukan lagi terhadap siswa-siswi yang belum mengikuti kegiatan bahwa peranan KSI dalam penanaman karakter sangat penting untuk mereka, dan lebih diberikan pemahaman tentang tujuan akhir dari KSI dan juga diberitahukan kegiatan-kegiatan apa saja yang ada di KSI sehingga bisa meningkatkan motivasi siswa untuk mengikuti KSI. 2. Diharapkan Dengan adanya kegiatan Kelompok Studi Islam ini diharapkan anggota-anggota KSI agar lebih memanfaatkan fasilitas demi menunjang kegiatan KSI, dan lebih semangat dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan KSI. Dan juga kepada sekolah harus selalu mendukung kegiatan KSI ini sehingga tercapainya tujuan KSI sebagai sarana penanaman karakter khususnya akhlak mulia, sehingga menciptakan siswa-siswi yang berkarakter.
DAFTAR PUSTAKA Asmani, jamal ma’mur, 2011.Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press (Anggota IKAPI). Aunillah Nurla Isna. 2011. Penduan Penerapan Pendidikan Karakter di Sekolah, Banguntapan Jogjakarta: penerbit Laksana Azzet Akhmad Muhaimin. 2011. Pendidikan Karakter di Indonesia, Jogjakarta: Penerbit Ar-Ruzz Media Bedjo, Akhyar Zainul. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan Civic Education Untuk Perguruan Tinggi, Banjarmasin: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat Budimansyah Dasim, Komalasari Kokom. 2011. Pendidikan Karakter Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kpribadian Bangsa, Bandung: Widajaya Aksara Press Laboratorium PKn UPI. Jauhari, dkk, 2011.Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Kabar pendidikan, 2011.Proses Internalisasi Nilai.(Online). (http://kabar-pendidikan. blogspot. com. Diakses tanggal 18 Maret 2012. Kementerian Pendidikan Nasional, 2010.Pedoman Pembinaan Akhlak Mulia Siswa Melalui Pengembangan Budaya Sekolah, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: Kemendiknas Republik Indonesia Kementerian Pendidikan Nasional, 2010. Pedoman Pendidikan Karakter dan Sekolah Pertaman. Jakarta: Kementerian Republik Indonesia. Mu’in, Fathul, 2011. Pendidikan Karakter Konstuksi Teoritik & Praktik.Jogjakarta: ARRuzz Media. Natta, abuddin, 2011.Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
343
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Nurla aunillah, Isna, 2011. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta: PT. Laksana.
Sudarso, deding, 2009. Makalah Pendekatan Studi Islam.(Online) (http://www.scribd.com. Diakses tanggal 18 February 2012.
Salmiah, 2009. Aliran Teori Pendidikan Jawwad Implementasinya dalam Corak Pendidikan Islam di Indonesia. Jogyakarta. Makalah diskusi.
UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang
Samani, Muchlas, 2012.Konsep dan Model Pendidikan Karakter.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
——— dkk, 2011.Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Banjarmasin: Pustaka Banua.
Somantri, Endang, 2011. Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.
344
Wahyu, 2009.Metode Penelitian Kualitatif (2). Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Wahyu, Aris, 2011. Implementasi Pendiidikan Karakter. (Online) (http://ariswahyu.blogspot.com. Di akses tanggal 21 Juli 2012
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
PEMBENTUKAN KARAKTER IMAN DAN TAQWA SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER IKATAN REMAJA MUSLIM DI SMA NEGERI 6 BANJARMASIN Chairunnisa, Wahyu dan Dian Agus Ruchliyadi Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT Chairunnisa, 2012. Character Formation of Faith and Godfearing Students Through Extracurricular Activities of Muslim Youth Association in SMAN 6 Banjarmasin. Scripsi, Program Study of Citizenship and Pancasila Education, Department of Social Sciences Education, Faculty of Teacher and Education Science, University of Lambung Mangkurat. Counselor (I) Wahyu, (II) Dian Agus Ruchliyadi. Character education through extracurricular activities have also stipulated in the Law on National Education System No. 20 of 2003, the extracurricular essentially develop talents and interests optimally, as well as foster student independence and happiness are useful for yourself, family and community. The mission of extracurricular activities are: (1) provide a number of activities that can be chosen by the students according to the needs, talents, and interests. (2) organize activities that give students the opportunity to express themselves freely through independent or group activities. It is well known there is a minor offense that made them a habit. Based on this fact can be stated that the faith and piety of extracurricular activities is very important for the foundation of the early students behave. The purpose of this study is to investigate the formation of faith and godly character with the implementation of various Muslim youth bonding activity, and to identify obstacles and supporting factors in the formation of character through extracurricular activities bond Muslim teenager in SMA 6 Banjarmasin. The method used in this study is a qualitative method. Data was collected through observation, interview and documentation. Analysis of the results of the study is a step-by-step analysis of the data reduction, data presentation, draw conclusions. The results showed that the formation of faith and godly character through extracurricular activities students bond Muslim teenager in SMA 6 Banjarmasin has contributed greatly to the character of faith and devotion of students with a variety of activities carried out. Constraints faced in carrying out activities such as self-esteem itself, the influence of age, self awareness and supporting factors such as cooperation among teachers with the other coaches, the support of principals, providing coaches, facilities and infrastructure. Researchers suggest, saw the inter-school competitions with religious themes, its programs plus more and supporting facilities for the smooth running of the activitie. Keywords: Character, Students, Extracurricular Activities
345
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
A. PENDAHULUAN Disadari kegiatan di sekolah ini, yang penting tidak hanya terbatas pada kegiatan intrakurikuler, tetapi juga kegiatan ekstrakurikuler karena pada umumnya sekolah bertujuan untuk menyediakan lingkungan yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan potensi, bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga mereka mampu mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan masyarakat. Setiap orang mempunyai potensi yang berbeda-beda dan oleh karenanya membutuhkan layanan pendidikan yang berbeda pula.Sekolah bertanggung jawab untuk memandu (mengidentifikasi dan membina) dan memupuk (mengembangkan dan meningkatkan) potensi-potensi tersebut secara utuh. Untuk menciptakan lulusan yang berkarakter dan berkualitas, Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Banjarmasin (SMAN 6 Banjarmasin) memberikan program kegiatan kesiswaan diantaranya program 7K, yang didalamnya terkandung sebuah makna untuk membiasakan dan membudayakan pola pikir, sikap, dan perilaku siswa yang kreatif, cerdas, sopan, dan beretika sehingga menumbuhkan dan menjadikan seorang pemimpin masa depan. Sekolah Menengah Atas 6 Banjarmasin juga membina siswa melalui kegiatan kepemimpinan dalam gerakan pramuka sehingga siswa kedepannya mampu menjadi seorang leader atau pemimpin yang berkualitas, jujur dan professional. Berdasarkan hasil wawancara (Ibu. Hj. Salamah, 22 Oktober 2011, di ruang guru) menemukan bahwa pembentukan karakter iman dan taqwa siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri 6 Banjarmasin masih kurang karena masih banyak saja siswa yang berpakaian kentat khususnya wanita, siswa yang muslim kan diwajibkan berjilbab tetapi masih saja sebagian diantara mereka kalau jam istirahat melepasnya dan juga memakai jilbab dengan sembarang seperti poni diliatkan ke depan, masih saja sering di dengar perkataan-perkataan yang tidak baik diucapkan siswa, dan rambut belakang tergerai melebihi batas jilbab. Masih ada beberapa orang yang tidak bisa membaca al-qur’an padahal sudah pada masa remaja. Dan juga sering terjadi pada saat kegiatan ekstrakurikuler Ikatan Remaja Muslim (IRMUS) mengadakan salah satu kegiatan, salah satunya kegiatan jum’at taqwa dimana 346
siswa-siswa masih saja susah untuk disuruh ikut mendengarkan ceramah dari penceramah yang telah di datangkan, ada yang bersembunyi di dalam kelas, kantin bahkan toilet, ada yang sengaja datang telat mengulur-ngulur waktu, dan juga ketika siswa-siswa ikut serta, mereka masih banyak yang ngobrol tidak memperhatikan, ketika kegiatan ini dilaksanakan mereka merasa jenuh pada kegiatan-kegiatan tersebut, siswa merasa susah memahami arti makna sesungguhnya kegiatan ini padahal dengan kegiatan inilah pondasi awal siswa melakukan pembentukan karakter, kegiatan ini dianggap beban bagi mereka. Masalah pokoknya adalah kurangnya karakter iman dan taqwa siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Ikatan Remaja Muslim (IRMUS) di SMA Negeri 6 Banjarmasin. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Pendidikan Karakter Pendidikan sebagai sebuah kegiatan dan proses aktivitas yang disengaja ini merupakan gejala masyarakat ketika sudah mulai disadari pentingnya upaya untuk membentuk, mengarahkan, dan mengatur manusia sebagaimana dicita-citakan masyarakat terutama cita-cita orang-orang yang mendapatkan kekuasaan. Menurut T. Ramli (Asmani Jamal Ma’amur, 2011:32) menyatakan bahwa ‘pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan akhlak.Tujuannya adalah untuk membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, yaitu warga masyarakat dan warga negara yang baik, adalah menganut nilai-nilai social tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.Oleh karena hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia itu sendiri, yang bertujuan membina kepribadian generasi muda’. 2.
Karakter Iman dan Taqwa Pembentukan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan antara komponenkomponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional. Rukun iman adalah: a. Iman kepada Allah b. Iman kepada malaikat c. Iman kepada kitab-kitab Allah d. Iman kepada rasul-rasul Allah e. Iman kepada qada dan qadar Rukun Islam adalah: a. Mengucapkan dua kalimat syahadat b. Menunaikan sholat lima waktu dalam sehari semalam c. Mengeluarkan zakat d. Berpuasa pada bulan ramadhan e. Melaksanakan haji bagi mereka yang mampu (www.blogspot.com. Diakses tanggal 15 januari 2013) 3.
Tujuan, Fungsi, dan Manfaat Kegiatan Ekstrakurikuler Tujuan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Permendiknas No. 39 Tahun 2008, yaitu: a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat dan kretivitas; b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan; c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat; d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society). Dalam setiap kegiatan pasti tidak lepas dari aspek tujuan, karena suatu kegiatan yang dilakukan tanpa jelas tujuannya maka kegiatan itu akan sia-sia. Begitu pula dengan kegiatan ekstrakurikuler tentu memiliki tujuan tertentu. Mengenai tujuan kegiatan dalam ekstrakurikuler dijelasken oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995:2) Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan agar:
a. Siswa dapat memperdalam dan memperluas pengetahuan keterampilan mengenai hubungan antara berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi upaya pembinaan manusia seutuhnya yang: 1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) berbudi pekerti luhur; 3) memiliki pengetahuan dan keterampilan; 4) sehat rohani dan jasmani; 5) berkepribadian yang mentap dan mandiri; 6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan; b. Siswa mampu memanfaatkan pendidikan kepribadian serta mengaitkan pengetahuan yang diperolehnya dalam program kurikulum dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan. Menurut Gunawan (Abdullah Munir, 2010:81) manfaat dari kegiatan ekstrakurikuler adalah siswa dapat mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuannya di berbagai bidang di luar aspek akademik. Meskipun ada juga kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan sisi akademik siswa. Manfaat kegiatan ini untuk wadah penyaluran hobi, minat, dan bakat para siswa secara positif yang dapat mengasah kemampuan, daya kreativitaspkk, jiwa sportivitas, dan meningkatkan rasa percaya diri. Akan lebih baik bila mampu memberikan prestasi gemilang di luar sekolah sehingga dapat mengharumkan nama sekolah. 4.
Materi/Program Kegiatan Ekstra-kurikuler Kegiatan ekstrakurikuler sebagai garapan pokok subdit kesiswaan kemudian dijabarkan ke dalam 8 (delapan) program/kegiatan sebagai berikut (www. kegiatan ekstrakurikuler.org, diakses 15 Januari 2012): a. Program/kegiatan Rohani Islam (Rohis); b. Program/kegiatan Pekan Ketrampilan dan Seni (Pentas); c. Program/kegiatan Pesantren Kilat (Sanlat); d. Program/kegiatan Tuntas Baca Tulis al_Qur’an (TBTQ); e. Program/kegiatan Pembiasaan Akhlak Mulia; f. Program/kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI); 347
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
g. Program/kegiatan Ibadah Ramadhan (Irama); h. Program/kegiatan Wisata Rohani (Wisroh); 5.
Kendala-kendala Yang Dihadapi Dalam Pengembangan Kegiatan Ekstrakurikuler Dalam pelaksanakan kegiatan ekstrakurikuler pasti akan ada kendala-kendala yang dihadapi. Kirnadi (Abdoel Fattah, 2008:50) mengemukakan kendala yang dihadapi dalam pembentukan kegiatan ekstrakurikuler, adalah: a. Pihak sekolah tidak mempunyai dana yang memadai untuk pembentukan kegiatan ekstrakurikuler. b. Fasilitas yang kurang. c. Alat penunjang latihan wajib tidak mencukupi. d. Pihak sekolah kurang melakukan identifikasi terhadap bakat dan minat masing-masing siswa. e. Tidak adanya perekrutan tenaga pelatih dari luar sesuai bidangnya. f. Tidak adanya kerjasama antar sekolah. g. Pihak sekolah yang tidak memfasilitasi siswanya untuk mengikuti setiap perlombaan. C. METODE PENELITIAN 1. Alasan Menggunakan Metode Kualitatif Pertimbangan pilihan metode dan analisis penelitian di atas ialah adalah bahwa kajian pembentukan karakter iman dan taqwa di sekolah memerlukan penggalian informasi yang tidak bersifat kuantitatif untuk menentukan deskripsi yang bersifat komprehensif dari data-data yang dikumpulkan. Berdasarkan pendapat tersebut maka peneliti berpandangan bahwa metode dan analisis data deskriptif kualitatif sangat tepat untuk dijadikan dasar atau landasan pada penelitian ini. 2.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMAN 6 Banjarmasin. Alasan peneliti memilih tempat penelitian di SMAN tersebut karena peneliti banyak melihat masih kurangnya iman dan taqwa siswa, dengan banyaknya pelanggaran-pelanggaran yang sering mereka lakukan. Faktor lain dari alasan peneliti memilih tempat penelitian adalah karena SMAN 6 Banjarmasin merupakan salah satu sekolah yang cukup diminati oleh siswa-siswa yang ingin bersekolah di sana. Dari studi 348
pendahuluan yang dilakukan menyebutkan bahwa SMAN 6 mempunyai berbagai macam kegiatan ekstrakurikurikuler salah satunya yaitu Ikatan Remaja Muslim sehingga peneliti ingin mengetahui cara pembentukan karakter iman dan taqwa siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Ikatan Remaja Muslim. 3.
Sumber Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer yang berpusat pada hal-hal yang berkaitan langsung khususnya dengan pembentukan karakter iman dan taqwa siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler IRMUS di SMAN 6 Banjarmasin.Data yang diperlukan tersebut dipilih dan dibatasi berdasarkan relevansinya dengan pertanyaan dasar dalam rencana penelitian.Dan juga sumber data sekunder mengumpulkan data yang berkaitan dengan hal-hal yang diteliti, seperti profil SMA Negeri 6 Banjarmasin.Penelitian ini juga dilakukan melalui studi kepustakaan untuk mendapatkan hasil analisis secara kualitatif. 4.
Instrumen Penelitian Penelitian ini yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri, namun setelah fokus penelitian menjadi jelas mungkin akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana yang diharapkan sesuai dengan apa yang akan didapat di lapangan dan dapat digunakan untuk menjaring data pada sumber data yang lebih luas dan mempertajam serta melengkapi data hasil pengamatan dan obsevasi. 5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Kegiatan observasi yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh data sementara yaitu masih kurangnya pembentukan karakter iman dan taqwa siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler IRMUS dikarenakan siswa tidak menyukai kegiatan IRMUS dan siswa tidak memiliki ketertarikan atau perhatian terhadap apa yang dilakukan oleh kegiatan IRMUS. b. Wawancara Wawancara awal, peneliti memperoleh data sementara bahwa guru sudah melakukan upaya-upaya untuk mengembangkan karakter iman dan taqwa siswa melalui kegiatan yang dilaksanakan IRMUS tapi kembali lagi kepada diri siswa itu sendiri.Penilaian
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
siswa yang beranggapan kegiatan ekstrakurikuler IRMUS tidak menarik seperti ekstrakurikuler yang lainnya, dan juga karena pengaruh zaman siswa merasa kegiatan IRMUS tidak trend/modern. c. Dokumentasi Dokumentasi, diperoleh data primer berupa gambar-gambar kegiatan ekstrakurikuler IRMUS yang diambil oleh peneliti pada waktu penelitian dan data sekunder yang diambil dari arsip kegiatan ekstrakurikuler IRMUS SMA Negeri 6 Banjarmasin dan kepustakaan yang berhubungan dengan masalah penelitian. 6.
Teknik Analisis Data Menurut Miles dan Huberman (Wahyu, 2006:60) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu: a. Reduksi Data (Merangkum) Mereduksi data berarti merangkum, memilih halhal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan pola pembentukan karakter iman dan taqwa melalui ekstrakurikuler IRMUS, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan ekstrakurikuler Ikatan Remaja Muslim (IRMUS) dalam pembentukan karakter iman dan taqwa, dan faktor penghambat dan pendukung terhadap kegiatan yang dilaksanakan (IRMUS). Sehingga kesimpulan dapat ditarik.Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan member kode aspek-aspek tertentu. b. Penyajian Data Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan untuk menggabungkan informasi tentang pembentukan karakter iman dan taqwa melalui ekstrakurikuler IRMUS, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan ekstrakurikuler Ikatan Remaja Muslim (IRMUS) dalam pembentukan karakter iman dan taqwa, dan faktor penghambat dan pendukung terhadap kegiatan
yang dilaksanakan (IRMUS). dalam suatu bentuk yang padu dan mudah dipahami. c. Menarik Kesimpulan Penelitian ini dilakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi tentang pembentukan karakter iman dan taqwa melalui ekstrakurikuler IRMUS, kegiatankegiatan yang dilaksanakan ekstrakurikuler Ikatan Remaja Muslim (IRMUS) dalam pembentukan karakter iman dan taqwa, dan faktor penghambat dan pendukung terhadap kegiatan yang dilaksanakan (IRMUS), yang dirumuskan setelah menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk padu dan benar. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan. 7.
Pengujian Keabsahan Data Untuk menguji keabsahan data, maka digunakan uji kredibilitas data, yang meliputi perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi merupakan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu, antara lain triangulasi sumber, triangulasi teknik, triangulasi waktu D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Sekolah Tempat pelaksanaan penelitian adalah di sekoalah SMA Negeri 6 Banjarasin.Sebagai sebuah lembaga pendidikan, SMA Negeri 6 Banjarmasin telah melalui waktu yang panjang. Dalam usia yang sudah dibilang cukup tua, telah banyak keberhasilan yang diraih dan terekam dalam dinding-dinding bangunan yang bisu SMA Negeri 6 Banjarmasin. Telah banyak pula tokohtokoh masyarakat yang lahir dari bangku kayu SMA Negeri 6 Banjarmasin sebagai sekolah yang berkualitas, berdisiplin, dan terpercaya. SMA Negeri 6 Banjarmasin pada tahun 2004/ 2005 dan 2008/2009 memperoleh akreditasi A (sangat baik). Dengan perolehan predikat tersebut, tidak pantas kalau komponen yang terkait di dalam SMA Negeri 6 Banjarmasin memberikan konstribusi yang sangat tidak berarti bagi dunia pendidikan pada 349
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
“karena kegiatan yang dilaksanakan irmus ini sangat cocok dalam pembentukan karakter iman dan taqwa, karena setiap kegiatan irmus itu tidak pernah lepas dengan unsur-unsur keagamaan, apa yang kita laksanakan tidak akan bertentangan dengan keagamaan, disini kegiatan irmus lah yang menangani buber (buka bersama) yang mana disini anak irmus melakukan acara buka bersama dan juga pesantren kilat, kegiatan ini dilaksanakan pada masa satu kali kepengurusan dan juga irmus melaksanakan bakti social setiap adanya bencana seperti kebakaran, banjir dan sebagainya”
umumnya, dan masa depan pada khususnya. Untuk itulah, SMA Negeri 6 Banjarmasin berusaha secara maksimal memberikan yang terbaik untuk siswa dan masa depan mereka. Kerja sama dan hubungan yang harmonis sangat dibutuhkan untuk menciptakan rasa kebersamaan dan kekeluargaan di SMA Negeri 6 Banjarmasin. 2. Deskripsi Pembentukan Karakter Iman dan Taqwa Siswa melalui Kegiatan Ekstrakurikuler IRMUS di SMAN 6 Banjarmasin Hasil temuan di lapangan dengan menggunakan beberapa metode penelitian menemukan gambaran pembentukan karakter iman dan taqwa siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SMAN 6 Banjarmasin. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan wadah atau tempat untuk mengembangkan karakter siswa, kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pembentukan siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik atau tenaga kependidikan yang kemampuan dan berwenang di sekolah. Dalam hal ini kegiatan ekstrakurikuler IRMUS memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan karakter iman dan taqwa siswa.Saat penelitian di lakukan guru yang berkaitan memaparkan bahwa guru selalu menyarankan kepada siswa agar mengikuti salah satu kegiatan ekstrakurikuler. 3.
Deskripsi Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan ekstrakurikuler irmus dalam pembentukan karakter iman dan taqwa Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan diluar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pembentukan karakter siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berwenang di sekolah. Kegiatankegiatan ekstrakurikuler yang ditawarkan di sekolah ini cukup banyak, disinilah kejelian siswa harus memilih ekstrakurikuler mana yang benar-benar mereka butuhkan untuk kehidupan yang lebih baik.Apalagi dengan ekstrakurikuler irmus dapat meningkatkan pembentukan karakter iman dan taqwa siswa, seperti yang dikatakan oleh Bapak. Asmuni bahwa: 350
4.
Deskripsi faktor penghambat dan pendukung dalam pembentukan karakter iman dan taqwa siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler irmus. Kendala yang dihadapi kegiatan ekstrakurikuler irmus dalam pengembangkan karakter iman dan taqwa adalah adanya faktor dari siswanya itu sendiri yang diungkapkan oleh Ibu. Marliyana bahwa: “Ada faktor kendalanya, kadang-kadang faktor kendalanya faktor bawaan anaknya itu sendiri, yang mana ketika mereka berhadapan dengan kegiatan keagamaan, mereka merasa jenuh dan terbebani”.
Faktor pendukung yang dilakukan kegiatan ekstrakurikuler irmus dalam pembentukan karakter iman dan taqwa, adanya kerja sama guru dengan pelatih dalam pembentukan karakter iman dan taqwa siswa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibu. Salamah bahwa: “Kami ini biasanya saat jam pelaksanaan kegiatan berakhir, kami berbicara tentang bagaimana siswa, sehingga kami ini saling berbagi bagaimana siswa itu sendiri. Dengan adanya itu jadi kami dapat bekerja sama bagaimana menangani siswa yang melaksanakan kegiatan, apakah sudah benar ataupun tidak, menangani siswa-siswa yang masih mempunyai kelemahan-kelemahan dalam menjalankan kegiatan agar kami berikan arahan, latihan dan nasehat”.
Peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter bukan hanya pada pendidikan formal tetapi juga pendidikan informal yaitu kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan wadah atau tempat pendidikan karakter selain kegiatan intrakurikuler di sekolah.Kegiatan ekstrakurikuler sangat membantu sekali dalam meningkatkan karakter
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
siswa.Kegiatan ekstrakurikuler adalah bagian dari pendidikan karakter yang disediakan sekolah selain kegiatan intrakurikuler.SMA Negeri 6 Banjarmasin banyak menyediakan program kegiatan ektrakulikuler, salah satunya adalah ekstrakulikuler Ikatan Remaja Muslim (IRMUS).Sebagaimana hasil penelitian di lapangan bahwa kegiatan ekstrakulikuler Irmus SMA Negeri 6 Banjarmasin bertujuan untuk menjadikan siswa menjadi siswa yang lebih baik.Pendidikan karakter melalui kegiatan ekstrakurikuler ini dapat memberikan tuntunan-tuntunan yang baik secara tidak sadar kepada siswa, dengan mengikuti kegiatan ini secara tidak langsung pola-pola prilaku ataupun sikap mereka dapat terkontrol. Hal ini sesuai dikemukakan oleh Martadi (Endang somantri, 2011:227) ‘memberikan pengertian pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa, dan karsa. Peserta didik diharapkan memilik karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli dan kreatif.Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah HATI, PIKIR, RAGA, serta RASA dan KARSA. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan maka dapat d bahwa, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan ekstrakulikuler irmus SMA Negeri 6 Banjarmasin cukup banyak dan beragam. Seperti Kegiatan Jum’at Taqwa yaitu mendatangkan penceramah Agama yang dilaksanakan pada hari jum’at setiap 2 (dua) kali dalam sebulan, Baca Tulis Al-Qur’an yang dilakukan setiap 1 (satu) minggu sekali, Sholat Zuhur Berjamaah dilakukan secara bergiliran oleh setiap kelas dari Kelas 7 s/d 9. Kegiatan ini dikordinasikan oleh Irmus, Habsi dan Kajian tentang Nabi Muhammad Saw dimana kegiatan ini dilaksanakan setiap 1 (satu) bulan sekali dan di isi kajian tentang kajian Kehidupan Nabi Muhammad Saw, Bakti Sosial dilakukan setiap adanya bencana seperti kebakaran, banjir, dsb, Buletin Gabus yaitu sebagai media informasi seputar Irmus dan bacaan-bacaan umum, Kantin (Kajian Rutin) yang berisi kajian-kajian Islam, Kegiatan Program Kreatifitas Siswa seperti Motif (Muslimah Kreatif), Pamlet Rutin, Mading, serta acara Buka bersama dan pesantren kilat.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan ekstrakurikuler Irmus tersebut sesuai dengan konteks Pendidikan Nasional yang terdapat dalam lampiran Kepmen Diknas No. 125 /U/ 2002 antara lain: pesantren kilat, tadarus, shalat berjamaah, shalat tharawih, latihan dakwah, baca tulis Al-Qur’an, pengumpulan zakat, dll, atau melalui program keaagamaan yang secara terintegrasi dengan kegiatan lain, misalnya: latihan nasyid, seminar, dan lain-lain. Kegiatan ekstrakurikuler irmus SMA Negeri 6 Banjarmasin bertanggung jawab terhadap perkembangan iman dan taqwa siswanya disekolah, tentunya mempunyai kewajiban-kewajiban yang menjadi tugas kegiatan ekstrakurikuler, apalagi jika kegiatan ekstrakurikuler irmus mendapati kendala atau hambatan dalam mengembangkan iman dan taqwa siswanya sesuai dengan nilai serta norma yang ada. Dari hasil penelitian dilapangan terungkap bahwa kendala yang dihadapi kegiatan ekstrakurikuler dalam pembentukan karakter iman dan taqwa siswa adalah bawaan anaknya itu sendiri, yang mana ketika mereka berhadapan dengan kegiatan keagamaan, mereka merasa jenuh dan terbebani. Karena tidak semua minat atau keinginan siswa itu sama. Seperti yang dikemukakan oleh Gunawan (Abdullah Munir, 2010:86) dalam melaksanakan suatu kegiatan seringkali terdapat kendala-kendala yang menghambat kelancaran atau keberhasilan pencapaian tujuan kegiatan itu yaitu “faktor bawaan dalam diri sendiri yang malas untuk melaksanakan aktivitas selain kegiatan pembelajaran di kelas”. Kendala dalam mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler adalah kendala yang timbul dari intensitas anggota untuk berperan aktif di dalam setiap kegiatan ekstrakurikuler, faktor anggota dalam menentukan pilihan kegiatan ekstrakurikuler lebih dari satu pilihan menjadikan kurang maksimalnya kehadiran anggota kegiatan ekstrakurikuler. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan bahwa untuk meningkatkan pembentukan iman dan taqwa di sekolah adalah dengan bekerja sama dengan guru pembina dan pelatih, guru-guru lainnya, anggotaanggota irmus serta orang tua siswa untuk senantiasa mengarahkan siswanya pada hal yang positif. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Hendri (Sutisna, 1983:10) “faktor penunjang pembentukan kegiatan ekstrakurikuler seperti keselarasan antara 351
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
program dengan pelaksanaan, keterlaksanaan program yang optimal, pembina dan pelatih yang professional, tersedianya dana yang cukup, kerja sama yang baik, respon siswa, personil sekolah, orang tua, dan masyarakat terhadap kegiatan-kegiatang yang dilaksanakan, adanya perubahan kemajuan siswa dilihat dari pencapaian tujuan dari terlaksananya kegiatan tersebut”. E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Pembentukan karakter Iman dan Taqwa siswa melaui kegiatan ekstrakulikuler Ikatan Remaja Muslim (Irmus) di SMA Negeri 6 Banjarmasin telah memberikan kontribusi yang besar terhadap karakter keimanan dan ketaqwaan siswa dimana banyak program-program kegiatan yang dilakukan oleh Irmus ini. Dalam kegiatan Irmus telah diajarkan pendalaman ilmu-ilmu keagamaan sehingga dapat membimbing siswa dalam bersikap atau bertingkah laku serta dapat mengetahui mana yang salah dan benar maupun mana yang baik dan buruk. Anggota Irmus juga telah ditanamkan sikap rasa malu berbuat salah sehingga sikap ini menjadikan siswa untuk selalu berbuat sesuai dengan aturan. b. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler Irmus dalam pembentukan karakter iman dan taqwa cukup banyak dan beragam. Kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan buka puasa bersama, bakti sosial, bulletin gabus, kantin (kajian rutin), muslimah kreatif, pamlet rutin, kegiatan jum’at taqwa, baca tulis alqur’an, sholat dzuhur berjamaah, kegiatan habsi dan kajian tentang Muhammad Saw. c. Kendala yang dihadapi kegiatan ekstrakurikuler dalam pembentukan karakter iman dan taqwa siswa adalah pembawan dari diri siswa, pengaruh zaman, keadaan anggota, dan kesadaran diri pribadi siswa. Beberapa faktor menjadi pendukung dalam pembentukan karakter iman dan taqwa siswa adalah kerja sama antara guru pembina dan pelatih dan guru-guru lain serta anggota-anggota-
352
nya, adanya dukungan dari kepala sekolah, adanya pendanaan yang terencana yang telah ditetapkan, adanya musholla untuk pelaksanaan kegiatan dan adanya penyediaan pelatih untuk melakukan bimbingan atau pelatihan dalam melaksanakan kegiatan irmus. 2. Saran a. Ditingkatkannya lagi peraturan tentang kehadiran dalam pelaksanaan kegiatan irmus agar semua makna yang terkandung terhadap kegiatan ini dapat mengena dalam diri pribadi siswa masing-masing yang nantinya akan membuat mereka lebih mempunyai karakter iman dan taqwa. Pihak sekolah hendaknya lebih sering lagi menampilkan bakatbakat yang ada dari anggota kegiatan ekstrakurikuler irmus melalui perlombaan-perlombaan ekstrakuriku-ler antar sekolah yang berbasis keagamaan. Misalnya; lomba Adzan, lomba Da’i, lomba tilawatil Qur’an, lomba Habsi. Selain itu, anggota irmus juga harus lebih meningkatkan prestasinya melalui kegiatan ekstrakurikuler irmus. b. Hendaknya dimasukkan lagi beberapa program yang bagus namun belum dimuat dalam program kegiatan ikatan remaja muslim maka dari itu perlu adanya tambahan kegiatan-kegiatan seperti, tafakur alam, diskusi tentang problematika remaja, dan wisata rohani. Kegiatan-kegiatan seperti itu tidak hanya memberikan kegiatan saja tetapi juga memberikan manfaat kepada siswa agar dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa. c. Hendaknya dilakukan forum dialog maupun diskusi yang dilakukan secara rutin membahas seputar kegiatan irmus. Pihak pengelola irmus lebih memberikan kegiatan-kegiatan yang menarik lagi sesuai dengan perkembangan zaman namun tidak menghilangkan unsur keagamaan agar dapat meningkatkan jumlah anggotanya. Selain itu, perlu adanya penyediakan fasilitas penunjang dalam kegiatan irmus seperti tersedianya Al-qur’an, Rebana (terbang), buku-buku islam, dsb.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
DAFTAR PUSTAKA Asmani Ma’amur, 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karkater diSekolah. Jogjakarta: Diva Press. Azzet Muhaimin, 2011. Urgensi Pendidikan Karkater di Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruzzz Media. Debdikbud, 1997. Himpunan Peraturan dan Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Kesiswaan. Bandung:Koperasi Pegawai Kanwil Depdikbud. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1995:2.(Online), (Http:// www.kemendiknas.go.id/kemdikbud/, diakses pada tanggal 2 januari 2012) Fattah Abdoel, 2008. Pembangunan Karakter Unggul. Jakarta: PT Arga Publishing. Khan. D. Yahya, 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri; Mendongkrak Kualitas Pendidikan. Yogyakarta: Pelang Publishing. Muhammad, Abu Bakar,1994. Pembinaan Manusia dalam Islam. Surabaya: Al Ikhlas. Mu’in Fatchul, 2011. Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: Ar-ruzz media. Munir Abdullah, 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia. Permendiknas N0.39. Th.2008. (Online), (Http:// antotenera.wordpress.com/ tag/permendiknasno-39-tahun-2008/diaksespadatanggal 2 Januari 2012)
Raka, Gede at. All, 2002. Pendidikan Karakter di Sekolah; dari Gagasan ke tindakan. Jakarta: Elex Media Komputindo Rusmiyati, dkk, 2003, Panduan Mentoring Agama Islam, Iqra Club, Jakarta. S.M. Suhufi, 2003. Prinsip dan Etika Pribadi dalam Islam. Jakarta: Pustaka Intermasa. Somantri, Endang, 2011. Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press dan Laboratorium PKn UPI. Sutisna, Oteng, 1983. Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa. Syamhudi, 2009. Tujuan-Manfaat Ekskul. (DikutipdariHttp:// ucuzsopian. blogspot. com/ 2012/ manfaat-kegiatan-ekstrakurikuler.html?m=1, diaksespadatanggal 15 2012). Tri Admajo, 2009. Kegiatan Ekstrakurikuler. (Dikutip dari Http:// id. shvoong. com/ socialscienes-education/2260214-tujuanruanglingkup-kegiatan/, diakses pada tanggal 15 Januari 2012. Undang-undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang. Wahyu, 2006. Penelitian Kualitatif, Banjarmasin: Fakultas Keguruandan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat. Wahyu, et. Al. 2011.Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Program Sarjana (S1). Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
353
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
HUBUNGAN KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU PKN DENGAN SIKAP DEMOKRATIS PESERTA DIDIK DI SMK NEGERI 1 BANJARMASIN Eka Aprilliyanti, Wahyu dan Rabiatul Adawiyah Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT Eka Aprilliyanti, 2013. Relationships of Civics Teacher Personality Competency with Students Democratic Attitudes in SMK Negeri 1 Banjarmasin. Scripsi, Program Study of Citizenship and Pancasila Education, Department of Social Sciences Education, Faculty of Teacher and Education Science, University of Lambung Mangkurat. Counselor (I) Wahyu, (II) Rabiatul Adawiyah. Personality of the teacher has been set in the Minister of National Education. 16 In 2007, in paragraph 2 of Article 3, while students in democratic attitudes set in the Law. 20 of 2003, Based on this fact can be stated that the personality of the teacher influenced democratic attitudes of learners. The purpose of this study was to determine relationship the competence of the teacher’s personality Civics with democratic attitudes of students in SMK Negeri 1 Banjarmasin. The method used in this study is a quantitative method, the data were analyzed using product moment analysis techniques. The results showed that the competence of the teacher’s personality Civics great influence on democratic attitudes of students in SMK Negeri 1 Banjarmasin. Competence personality Civics teacher at SMK Negeri 1 Banjarmasin enough, seen from the responses of students by 73% judged that sufficient competence Civics teacher’s personality, and the remaining 27% considered that the competence of the teacher’s personality Civics still not good. Competence personality Civics teacher at SMK Negeri 1 Banjarmasin enough, seen from the positive response from students of 73% assess that competence Civics teachers have good personalities, and the remaining 27% considered that the competence of the teacher’s personality Civics still not good. Teachers that need to further improve the competence of his personality that fits the criteria of personality competencies of teachers, so as to make the students behave democratically. Citizenship Education Study Program is expected to cultivate the seeds of future teachers and qualified teachers scored a success in the future. Keywords: competence, personality, attitude, democratic
A.
PENDAHULUAN Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia.Karena di samping sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga 354
berperan sebagai panutan. Mengenai pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka Zakiah Dardjat (1982) menegaskan “Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya”.Kompetensi
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
kepribadian guru adalah penting dan strategis karenadalam kompetensi kepribadian guru banyak terdapat pengaruh yang besar terhadap peserta didik, guru yang memiliki kompetensi yang baik dalam kualitas mengajar, dan tingkat profesionalnya maka peserta didik akan merasakan bahwa pentingnya kompetensi kepribadian guru. Guru yang demokratis tidak sekedar memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengemukakan idenya, tetapi juga mendukung ide tersebut dan mendorong siswa untuk mengembangkan ide-ide kreatifnya.Sikap demokratis dalam guru-siswa mempunyai ciri-ciri:(1) Menerima, Menjelaskan, dan Mendukung ide serta perasaan orang, (2) Memuji dan membesarkan hati, (3) bertanya dan merangsang partisipasi, (4) pertanyaan berorientasi pada kerja individu atau siswa (Bellach, 1970). Peran guru sebagai leader adalah sebagaimana dikemukakan oleh Cartwright dan Zander (Gastil:56), merupakan suatu “tindakan yang mendukung siswa untuk mencapai tujuannya, dalam hal ini tujuan pembelajaran”. Kepemimpinan demokratis guru melatih dan mendorong siswa untuk memiliki keberanian mengemukakan pendapat, keterampilan berbicara dan berpikir bebas, kemampuan berorganisasi, serta kematangan emosional dan kemampuan berpikir rasional.Menghargai perbedaan pendapat sebagai suatu dinamika dalam masyarakat sehingga tidak memaksakan kehendak dan pendapatnya sebagai suatu kebenaran mutlak. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dikemukakan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Kepribadian guru telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007, pada ayat 2 pasal 3, yaitu: Kepribadian guru sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Dalam Peraturan Menteri pada poin (d) bahwa guru harus memiliki kepribadian yang demokratis sehingga diharapkan dalam menjalankan dan mengaplikasikan kompetensinya seorang guru PKn mampu memiliki hubungan yang positif dengan sikap demokratis kepada peserta didiknya. Sikap demokratis siswa di atur di dalam UndangUndang No. 20 tahun 2003, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Dalam hal ini diharapkan siswa mampu bersikap demokratis dalam pembelajaran bukan hanya terpaku pada seorang guru saja, namun di sini diharapkan guru dan peserta didik mampu mencipatakn suasana yang demokratis sesuai dengan tujuan pendidikan. Banyak para ahli yang mendefinisikan kepribadian guru. Salah satu yang paling penting menurut Allport (Mc Ahsan:45) Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis darisistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidusecara khas. Terjadinya Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia.Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubahmelalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman.
Hasil informasi di lapangan menurut salah satu guru PKn yaitu Ibu Akbarina kepribadian guru itu merupakan contoh untuk peserta didiknya, dan kepribadian guru itu nanti akan berdampak kepada peserta didiknya. Contohnya apabila kepribadian gurunya disiplin maka secara tidak langsung akan membentuk sikap peserta didiknya, apabila kepribadian gurunya demokratis selalu bertukar pendapat kepada peserta didiknya maka juga akan mebentuk sikap demokratis juga karena peserta didik berani mengemukakan pendapatnya. Hasil penelitian sebelumnya dari Faditha (2004: 142), mengatakan apabila guru dalam pembelajaran bersikap demokratis, tidak tegang, memberikan 355
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
kesempatan kepada siswa, tidak ada keterpihakan, maka seorang guru tersebut mempunyai kepribadian yang demokratis dan mampu membentuk sikap peserta didik yang demokratis pula. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan kompetensi kepribadian guru PKn dengan sikap demokratis peserta didik. Penelitian seperti ini belum dilaksanakan disekolah SMKN 1 Banjarmasin. Jadi, penelitian tentang Hubungan Kompetensi Kepribadian guru dengan sikap Demokratis Peserta didik dilakukan di SMKN 1 Banjarmasin. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Kepribadian a. Kepribadian Menurut tinjauan psikologi, kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dari yang lain. Mc Leod (1989), mengartikan “kepribadian (personality) sebagai sifat yang khas yang dimiliki oleh seseorang”.Secara konstitusional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD 1945 yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan YME, disamping itu dia harus punya keahlian yang di perlukan sebagai tenaga pengajar. b. Teori kepribadian Salah satu teori kepribadian yang diambil yaitu teori kepribadian Allport. Menurut Allport, individuindividu yang sehat dikatakan mempunyaifungsi yang baik pada tingkat rasional dan sadar. Menyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan yang membimbing mereka dandapat mengontrol kekuatan-kekuatan itu juga.Kepribadian yang matang tidak dikontrol oleh trauma-trauma dankonflik-konflik masa kanak-kanak. Orang yang matang dan sehat juga akan terus menerusmembutuhkan motif-motif kekuatan dan daya hidup yang cukupuntuk menghabiskan energienerginya. c. Pengertian Kompetensi Kepribadian Guru PKn Kompetensi merujuk kepada seseorang dalam mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan atau kemampuan menampilkan sesuatu sampai ukuran yang spesifik. Kompetensi terlihat dari kelakuan bertindak bahwa setiap guru membutuhkan kombinasi untuk 356
melaksanakannya.Mereka harus dapat memperlihatkan pada konteks pekerjaan dan hal itu dipengaruhi oleh organisasi kebudayaan dan lingkungan kerja. Dengan kata lain, kompetensi terdiri atas kombinasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang diperlukan untuk menampilkan tugas dan dan fungsi utamanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan. Jadi kompetensi kepribadian guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru. 2. Teoritis Demokrasi a. Pengertian Demokrasi Pendidikan demokratis dapat diartikan sebagai sikap saling menghargai kendati pendapat satu sama lain berbeda, bahkan bertentangan pendapat tidak hanya sekedar berbeda lalu berhenti, namun diajak untuk membuat kesepakatan bersama secara terbuka dan saling menghormati. Peserta didik diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan, pendapat dan penilaian terhadap nilai-nilai yang ditemukan. Demokratis ini digunakan untuk menanamkan nilai-nilai diantaranya keterbukaan, kejujuran, penghargaan pendapat orang lain, sportifitas, kerendahan hati, dan toleransi melalui demokratis peserta didik diajak mulai berani mengungkapkan gagasan, pendapat maupun perasaan. Tahap demi tahap peserta didik diarahkan untuk menata jalan pikiran, cara bicara dan sikap-sikap hidupnya, dengan cara ini peserta didik diajak untuk belajar menentukan nilai-nilai hidup secara benar dan jujur. Penanaman sikap demokratis berawal dengan menghargai perbedaan, tahap demi tahap peserta didik diarahkan pada pertanggung jawaban yang benar dan nalar.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Sikap demokratis peserta didik akan menciptakan suasana kehidupan yang demokratis antara guru dan peserta didik dengan adanya saling menghormati, kerjasama hubungan yang akrab dan terbuka. Menurut A. Kosasih Djahiri “ sikap demokratis siswa akan nampak dari bersahabat, toleransi, bersikap krtitis dan kreatif, sensitif terhadap hal-hal yang ada disekitarnya, dapat meliahat cara-cara yang tepat dalam memecahkan persoalan yang timbul bagi dirinya maupun lingkungannya, mampu menghargai pendapat orang lain walaupun berbeda pendapatnya, mampu mengemukakan pendapatnya. b. Pengertian Sikap Demokratis Siswa Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Bisa dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Menurut Lapierre (Azwar, 1995) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap stimulus sosial yang telah dikondisikan. Tahap demi tahap peserta didik diarahkan untuk menata jalan pikiran, cara bicara dan sikap-sikap hidupnya, dengan cara ini peserta didik diajak untuk belajar menentukan nilai-nilai hidup secara benar dan jujur. Penanaman sikap demokratis berawal dengan menghargai perbedaan, tahap demi tahap peserta didik diarahkan pada pertanggung jawaban yang benar dan nalar. Menurut Djahiri (2007), sikap demokratis siswa akan nampak dari bersahabat, toleransi, bersikap kritis dan kreatif, sensitif terhadap hal-hal yang ada disekitarnya, dapat melihat cara-cara yang tepat dalam memecahkan persoalan yang timbul bagi dirinya maupun lingkungannya, mampu menghargai pendapat orang lain walaupun berbeda pendapatnya, mampu mengemukakan pendapat secara jelas dan sistematis, berkeinginan untuk maju. Jadi, sikap demokratis peserta didik adalah sebagai suatu kesiapan atau kecenderungan peserta didik untuk bertingkah laku mengutamakan kepentingan bersama, menghargai pendapat orang lain secara
wajar, jujur, dan terbuka.Sikap demokratis sejati adalah sikap mau menghargai pihak manapun dalam kehidupan bersama. Meyakinkan pihak lain akan baik dan pentingnya gagasan yang dimiliki tanpa harus ada perpecahan, permusuhan, dendam atau pun kekerasan dalam pelaksanaan dan penerapan gagasan. Berani menghargai kekurangan dan kekalahan serta mengakui pihak lain lebih unggul juga merupakan sikap demokratis.Sikap demokratis peserta didik akan menciptakan suasana kehidupan yang demokratis antara guru dan peserta didik dengan adanya saling menghormati, kerjasama hubungan yang akrab dan terbuka. Hasil penelitian sebelumnya dari Faditha (2004: 142), mengatakan apabila guru dalam pembelajaran bersikap demokratis, tidak tegang, memberikan kesempatan kepada siswa, tidak ada keterpihakan, maka seorang guru tersebut mempunyai kepribadian yang demokratis dan mampu membentuk sikap peserta didik yang demokratis pula, yang menjadi dasar atau acuan yang dipakai untuk keterkaitan antara kompetensi kepribadian guru dengan sikap demokratis peserta didik. 3.
Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran
4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah di uraikan, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah “ Terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi kepribadian guru PKn dengan sikap demokratis peserta didik”.
357
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
C. METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian yang Digunakan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan memakai metode diskriptif yang nantinya akan mampu menjabarkan hasil dari persentase setiap poin-poin angket yang dibagi kepada seluruh responden. Sehingga dalam penelitian ini hanya terbatas pada melihat hasil seluruh responden yang kemudian dikumpulkan, karena dalam penelitian ini sudah jelas siapa yang menjadi sasarannya atau respondennya. 2. Populasi dan Sampel a. Populasi Populasi menurut Margono (2005:118) adalah data yang menjadi perhatian kita dalam suatu lingkup dan waktu yang ditentukan. Populasi dalam penelitan ini adalah siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Banjarmasin Tahun pelajaran 2012/2013. b. Sampel Sampel menurut Margono (2005:121) adalah sebagai bagian dari populasi sebagai contoh yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Sampel menurut Fathani (2005:101) adalah contoh untuk dihadapi sebagai objek sasaran penelitian yang hasil kesimpulannya dapat diwakili seluruh populasi. Menggunakan tabel Krejcie dan Morgan (1970) total jumlah populasi mendekati angka 400, maka dapat disimpulkan sampel yang ditarik yaitu sebanyak 196 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling (acak sederhana). 3.
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian dalam kuantitatif merupakan variabel yang terkandung dalam penelitian tersebut. Gunanya sebagai suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian. Dalam penelitian ini, telah ditetapkan memiliki dua variabel yaitu sebagai berikut: a. Instrumen untuk mengukur kompetensi kepribadian guru PKn b. Instrumen untuk mengukur sikap demokratis peserta didik Setelah variabel-variabel ditetapkan untuk diteliti, maka selanjutnya variabel-variabel tersebut diberikan
358
definisi operasionalnya. Maka definisi dari setiap variabel di atas adalah: a. Kompetensi kepribadian guru adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan beribawa. (UU N0 14 Tahun 2005). b. Sikap demokratis peserta didik adalahtoleran, memahami dan menerima perbedaan, berpikir kritis, kemampuan berpartisipasi. (Sanusi, 1998). 4.
Teknik Pengumpulan Data Penggunaan teknik pengumpulan data yang tepat sehingga diperolehnya data yang objektif. Permasalahan dalam penelitian semaksimal mungkin dapat dipecahkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan, harus didukung oleh data yang relevan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder sebagai berikut: a. Data Primer Data primer diambil berdasarkan hasil observasi dan pengumpulan data melalui angket (Kuesioner) yang dibagikan kepada responden secara langsung serta wawancara oleh beberapa siswa dan guru di sekolah tersebut. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh dengan menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari laporan-laporan, serta buku-buku yang berkaitan dengan penelitian. 5.
Analisis Data Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bersifat eksploratif (menggali) bertujuan untuk menggambarkan keadaan status fenomena. Data yang telah dikumpulkan diolah dan disajikan secara sewajarnya, karena metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Jadi seluruh rangkaian kegiatan proses penelitian dan hasil penelitian dilaksanakan secara serempak. Selanjutnya data-data dianalisis dengan analisis statistik. Data primer yang diperoleh dalam penelitian ini di analisis dengan menggunakan random atau teknik acak dengan menggunakan perhitungan presentasi. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik persentase dan teknik korelasi Product-Moment dari Karl Pearson yang disajikan pada uraian berikut:
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
a. Teknik Persentase (%) dengan rumus: Teknik persentase digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase jawaban responden dari kuesioner yang diberikan kepada mereka. Teknik presentase menurut (Sudijono, 2001: 40) menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: p = Persentase jawaban responden f = Frekuensi jawaban N = Jumlah responden Menjawab. b. Teknik Analisis Korelasi Product-Moment Penelitian ini menggunakan teknik analisis korelasi Product-Moment dari Karl Pearson untuk mengetahui hubungan kompetensi kepribadian guru PKn dengan sikap demokratis peserta didik di SMK Negeri 1 Banjarmasin, dengan rumus segai berikut:
Keterangan: rxy : koefisien korelasi skor tiap item dengan skor total N : jumlahsubyek x : jumlah skor tiap item y : jumlah skor total x2 : jumlahskoritemkuadrat y2 : jumlahskor total kuadrat xy : jumlah perkalian antara skor tiap item dengan skor Total (Sutrisno Hadi, 2004: 4) D. HASIL PENELITIAN 1. Keadaan Fisik SMK Negeri 1 Banjarmasin SMK Negeri 1 Banjarmasin terletak di Jalan Mulawarman RT.12 No.45, Kelurahan Teluk Dalam, Kecamatan Banjarmasin Tengah, kota Banjarmasin. Sekolah ini di kelilingi oleh bangunan sekolah-sekolah lain. Seperti SMA Negeri 1 Banjarmasin, SMA Negeri 2 Banjarmasin, dan SMP Negeri 2 Banjarmasin. Bangunan sekolah ini mempunyai bangunan yang permanen karena seluruhnya terbuat dari beton.
2.
Keadaan Guru dan Siswa SMK Negeri 1 Banjarmasin Jumlah keadaan total guru yang mengajar di SMK Negeri 1 Banjarmasin ini adalah sebanyak 74 orang, 46 guru perempuan dan 28 gur laki-laki, yang terdiri 54 orang guru tetap dan 17 orang guru tidak tetap. Selain itu untuk bagian staff tata usaha ada 7 orang dan bagian karyawan perpustakaan ada 3 orang. Sedangkan untuk keadaan total siswa keseluruhan yang berada di SMK Negeri 1 Banjarmasin sebanyak 1.059 siswa. Seluruh kelas berjumlah 36 buah. 3. Kompetensi Kepribadian Guru a. Guru PKn selalu menunjukkan sikap pribadi yang baik pada saat pembelajaran di kelas, maupun di luar pembelajaran PKn. b. Guru PKn selalu menunjukkan komunikasi yang baik pada saat pembelajaran di kelas, maupun pada saat tidak melakukan pembelajaran di kelas. c. Guru PKn selalu menunjukkan pribadi yang sopan. d. Guru PKn mempunyai mutu pribadi yang baik. e. Guru PKn mempunyai sifat yang ramah. f. Guru PKn saat di kelas maupun di luar kelas selalu menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik. g. Guru PKn selalu membrikan contoh sikap yang baik. h. Guru PKn selalu mampu mengaplikasikan nilai-nilai moral yang baik kepada peserta didik. i. Guru PKn selalu menunjukkan sikap yang bijaksana dalam mengambil keputusan. j. Guru PKn selalu menunjukkan sikap tidak pilih kasih. k. Guru PKn mampu menjadi teladan yang baik bagi peserta didik. l. Guru PKn telah mempunyai komptensi kepribadian yang baik. 4.
Demokratis Peserta Didik Sikap demokratis peserta didik kelas XI di SMK Negeri 1 Banjarmasin adalah sebagai berikut: a. Siswa mampu menanamkan sikap menghargai sesama teman. b. Siswa sering memberikan arahan tentang sikap yang baik kepada sesama teman. 359
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
c. Siswa mampu menunjukkan sikap saling tolong menolong. d. Siswa selalu mendengarkan pendapat dari teman atau orang lain. e. Siswa mampu tidak bersikap egois. f. Siswa sering mengajukan pertanyaan pada saat pembelajaran terhadap materi yang tidak dipahami. g. Siswa selalu bersungguh-sungguh dalam belajar di kelas. h. Siswa berani mengeluarkan pendapat atau argumennya saat pembelajaran dan saat diskusi. i. Siswa aktif dalam mengerjakan tugas dari guru. j. Siswa mampu berpikir kritis terhadap permasalahan yang ada disekitarnya. k. Siswa mampu bersikap terbuka. l. Siswa mampu berinteraksi dengan baik kesesama teman maupun dengan guru. 5. Hasil Pengujian Hipotesis a. Interpretasi dengan menggunakan r hitung Hubungan antara variabel X (kompetensi kepribadian guru) dan variabel Y (sikap demokratis peserta didik) digunakan teknik analisis korelasi product moment. Hasil analisis tersebut dapat memperoleh harga koefisien korelasi product moment (r) antara variabel X (kompetensi kepribadian guru) dan variabel Y (sikap demokratis peserta didik). Berikut ini merupakan tabel X dan Y serta penghitungan secara manual:
Keterangan: rxy = Koefisien korelasi = Jumlah perkalian skor antar variabel xy X = Jumlah skor variabel x Y = Jumlah skor variabel y X2 = Jumlah kuadrat skor x Y2 = Jumlah kuadrat skor y N = Data
360
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan korelasi product moment (lampiran) diperoleh nilai korelasi antara variabel X (kompetensi kepribadian guru) dan variabel Y (sikap demokratis peserta didik) sebesar 0,631 yang kemudian disesuaikan dengan tabel interpretasi nilai r maka besarnya nilai 0,631 ini termasuk interval koefisien antara 0,600 sampai dengan 0,800 yaitu diinterpretasikan termasuk dalam kategori cukup. b. Interpretasi dengan menggunakan r tabel Analisis korelasi antara variabel X (kompetensi kepribadian guru) dengan variabel Y (sikap demokratis peserta didik) dimasukkan ke dalam interpretasi nilai r tabel. Berdasarkan korelasi product momentantara variabel X (kompetensi kepribadian guru) dan variabel Y (sikap demokratis peserta didik) diperoleh besar koefisien korelasi sebesar 0,631 kemudian hasil tersebut disesuaikan dengan r tabel untuk jumlah N = 196, maka jumlah data yang paling mendekati adalah N = 175 (lampiran) sehingga didapatkan harga taraf signifikan 5% = 0,148pada taraf signifikan 1% = 0,194. Berdasarkan hasil pengujian r hitung (0,631) >r tabel (0,148). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa koefisien korelasi sebesar 0,631 adalah signifikan, yang berarti terdapat hubungan antara variabel X (kompetensi kepribadian guru) dan variabel Y (sikap demokratis peserta didik). Hasil penelitian adalah ada hubungan secara signifikan antara kompetensi kepribadian guru PKn dengan sikap demokratis peserta didik di SMK Negeri 1 Banjarmasin.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
E. 1.
PEMBAHASAN Kompetensi Kepribadian Guru PKn di SMK Negeri 1 Banjarmasin Kompetensi kepribadian guru yang dimiliki setiap guru itu berbeda-beda, namun apabila kompetensi kepribadian guru itu mampu membuat peserta didik bersikap demokratis itu menunjukan bahwa guru tersebut mempunyai kompetensi kepribadian yang baik, dalam proses pembelajaran di kelas ibu Akbarina juga mengatakan “ memang saya dalam mengajar selalu memberiakn kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya kalau ada penjelasan saya yang tidak dipahami oleh peserta didik, dan saya dalam pembelajaran tidak pernah meanak emaskan salah satu murid, dan merekapun sekarang lebih terbuka kepada saya apabila ada materi yang saya sampaikan tidak dimengerti meraka langsung bertanya. Berdasarkan wawancara di atas maka hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Melakukan wawancara dengan beberapa siswa, yakni menanyakan pendapat mereka perihal kompetensi kepribadian guru PKn di kelas, maka salah seorang siswi yang bernama Devi Arianti kelas XI A Akutansi mengatakan “kompetensi kepribadian guru PKn saat di kelas sangat menyenangkan, guru bersikap sopan dan mempunyai wibawa yang sangat baik serta dengan bersikap ramah di kelas, selalu memberikan kesempatan bertanya kalau ada materi pelajaran yang tidak dipahami”. Pendapat senada juga dikatakan oleh seorang siswa bernama Aditia kelas XI AAdministrasi Perkantoran mengatakan “kompetensi kepribadian guru PKn sangat menyenangkan serta guru tidak pernah marah saat di kelas, serta guru selalu memberikan nasehat kepada kami sebagai peserta didik”. Purwadarminta dalam kamus besar umum Bahasa Indonesia mengartikan bahwa kompetensi adalah
kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan suatu hal.menurut Allport (Mc Ahsan:45) Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis darisistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidusecara khas. Terjadinya Interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia.Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubahmelalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman.
Jadi kompetensi kepribadian guru PKn memiliki peran penting dalam membangkitkan sikap demokratis peserta didik dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu pendidik harus berusaha dalam upayanya menunjukkan sikap yang demokratis pula untuk perkembangan sikap peserta didiknya. Berdasarkan hasil analisis deskriptif kompetensi kepribadian guru PKn dari hasil penelitian dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 73% terhadap kompetensi kepribadian guru PKn sangat setuju, 27% berpersepsi setuju, ternyata indikator kompetensi kepribadian guru PKn perlu ditingkatkan, dengan adanya peningkatan mutu kompetensi kepribadian guru PKn diharapkan mampu mengubah pola pikir peserta didik agar lebih kritis dalam menanggapi permasalahan yang ada di kelas, serta megurangi tingkat kepasifan peserta didik. 2.
Sikap Demokratis Peserta didik di SMK Negeri 1 Banjarmasin Berkaitan dengan penelitian ini, setelah melakukan pembagian angket untuk mengetahui seberapa besar respon peserta didik dalam sikap demokratis mereka di kelas khususnya untuk mata pelajaran PKn, menghasilkan respon yang sebagian besar tergolong bagus, yang berarti peserta didik bersikap demokratis dengan kompetensi kepribadian guru PKn sekarang. Berdasarkan total variabel Y (Sikap Demokratis Peserta Didik) maka berarti 44,8% menyatakan sangat setuju, 45,9% menyatakan setuju dan 9,18% menyatakan ragu-ragu. Hal ini berarti sikap demokratis peserta didik sudah baik walaupun tetap perlu ada peningkatan kearah yang lebih sempurna lagi. Karena pada dasarnya sikap demokratis peserta didik juga bisa dtimbulkan dari faktor lingkungan keluarganya bukan hanya di sekolah saja. 361
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Terbentuknya suatu sikap individual terhadap suatu objek, diawali dengan diterimanya objek tersebut oleh panca indera. Dengan kemampuan kognitif, obyek tersebut kemudian di deskripsikan karakteristiknya kemudian dirujukkan dengan norma, nilai yang dianutnya oleh individu, yang kemudian menghasilkan kepercayaan individual terhadap obyek tersebut. Selanjutnya, komponen afektif memberikan rangsangan komponen konatif untuk merespon obyek psikologis, apakah respon positif atau respon negative. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap menurut Abu Ahmadi mempunyai komponen yakni: a. Komponen kognitif: berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang obyek atau kelompok obyek tertentu. b. Komponen afektif: berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditunjukan kepada obyek tertentu. c. Komponen konatif: berwujud proses tendensi atau kecenderungan untuk berbuat suatu obyek. Sikap demokratis sejati adalah sikap mau menghargai pihak manapun dalam kehidupan bersama. Meyakinkan pihak lain akan baik dan pentingnya gagasan yang dimiliki tanpa harus ada perpecahan, permusuhan, dendam atau pun kekerasan dalam pelaksanaan dan penerapan gagasan. Berani menghargai kekurangan dan kekalahan serta mengakui pihak lain lebih unggul juga merupakan sikap demokratis. Sikap penuh dengan kedemokratisan, yang pada saat ini telah dikembangkan oleh gru dan peserta didiknya di dalam kelas dalam menjalani proses pembelajaran. Sikap demokratis siswa akan menciptakan suasana kehidupan yang demokratis antara guru dan peserta didik dengan adanya saling menghormati, kerjasama hubungan yang akrab dan terbuka. Menurur A. Kosasih Djahiri “ sikap demokratis siswa akan nampak dari bersahabat, toleransi, bersikap krtitis dan kreatif, sensitif terhadap hal-hal yang ada disekitarnya, dapat meliahat cara-cara yang tepat dalam memecahkan persoalan yang timbul bagi dirinya maupun lingkungannya, mampu menghargai pendapat orang lain walaupun berbeda pendapatnya, mampu mengemu362
kakan pendapat secara jelas dan sistematis, berkeinginan untuk maju. 3.
Hubungan Kompetensi Kepribadian Guru PKn dengan Sikap Demokratis Peserta Didik di SMK Negeri 1 Banjarmasin Teori KepribadianAllport adalah teori yang mengemukakan tentang kepribadian guru yang baik untuk meyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan yang membimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatankekuatan itu juga, kepribadian yang matang tidak dikontrol oleh trauma-taruma dan konflik-konflik masa kanak-kanak. Orang yang matang dan sehat juga akan terus menerusmembutuhkan motif-motif kekuatan dan daya hidup yang cukupuntuk menghabiskan energienerginya. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007:142). Secord & Backman (1964) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Teori yang dikemukakan di atas terlihat menampakkan keterkaitan anatara kompetensi kepribadian guru terhadap sikap demokratis yang akan dihasilkan yakni terhadap siswa sebagai peserta didik. Sehingga setelah diuji pada bab sebelumnya telah diterima hipotesis yang mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kompetensi kepribadian guru PKn dengan sikap demokratis peserta didik pada kelas XI di SMK Negeri 1 Banjarmasin dan korelasi tersebut termasuk dalam kategori sedang. Selain melalui uji analisis data, peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa murid kelas XI yang ada di sekolah SMK Negeri 1 Banjarmasin yang menjadi lokasi penelitian ini. Salah seorang siswi yang bernama Dita Aulia kelas XI A Pemasaran berpendapat “sikap demokratis itu juga perlu dukungan guru yang memiliki kepribadian yang ramah, kreatif, inovatif, sehingga kami lebih bersemangat dan bersikap kritis dalam mengikuti pembelajaran”. Selain itu seorang siswi lain yang bernama Agustina kelas XI B Akuntansi juga berpendapat “kalau kompetensi kepribadian gurunya baik, maka kami akan merasa nyaman mengemukakan pendapat kami kepada guru tersebut”. Pendapat yang senada juga dikemukakan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
seorang siswa bernama Fajar Juniadi kelas XI A Administrasi Perkantoran bahwa “sikap demokratis siswa dalam belajar juga dilihat dari bagaimana kepribadian seorang guru itu bisa membuat siswa berani menyampaikan pendapatnya tanpa harus takut”. F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Kompetensi kepribadian guru PKn di SMK Negeri 1 Banjarmasin cukup, terlihat dari respon positif dari siswa sebesar 73% menilai bahwa kompetensi kepribadian guru PKn sudah baik, dan sisanya 27% menilai bahwa kompetensi kepribadian guru PKn masih kurang baik. b. Sikap demokratis peserta didik pada kelas XI di SMK Negeri 1 Banjarmasin juga dinilai cukup baik yakni memiliki respon yang menyatakan sangat setuju sebesar 44,80%, menyatakan respon setuju sebesar 45,90%, dan yang menyatakan respon ragu-ragu sebesar 9,18%. c. Terdapat hubungan antara kompetensi kepribadian guru PKn dengan sikap demokratis peserta didik di kelas XI SMK Negeri 1 Banjarmasin. 2. Saran a. Bagi siswa diharapkan mampu meningkatkan sikap demokratis mereka di kelas maupun di luar kelas. b. Bagi guru agar perlu lebih meningkatkan kompetensi kepribadiannya yang sesuai dengan kriteria kompetensi kepribadian guru, sehingga mampu membuat peserta didik bersikap demokratis. c. Bagi Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan mampu mengolah bibit-bibit calon guru yang berkualitas dan berhasil mencetak guru-guru yang berhasil ke depannya, memberikan bekal dan dorongan dalam menghasilkan seorang calon guru masa depan yang ideal dan sukses. d. Bagi peneliti sendiri penelitian ini telah menambah wawasan serta pengetahuan mengenai kompetensi guru, sehingga diharapkan mampu mengaplikasikan hasil penelitian ini kelak saat terjun menjalani profesi keguruan nanti.
DAFTAR PUSTAKA Ahsan, Mc. 2001. Kepribadian Guru. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Anwar, 2004. Kompetensi Personal Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Arikunto,Suharsimi. 1990. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Djahiri, 2007. Sikap Demokratis peserta didik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kandar, Endang. 2008. Guru Kreatif. (Online), (http:/ /guru kreatif,.htm, diakses pada 15 desember 2011). Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muhibbin, Syah. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Notoatmodjo, 2007. Pengertian Sikap dan teori sikap. Jakarta: Sinar Grafika. Saifuddin, Azwar. 1988. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty. Sugiyono, 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Bumi Arkasa. Suparno, Agus. 2008. Teori Demokrasi. (Online), (http:// teori demokrasi-htm, diakses pada 13 desember 2011). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: PT. Citra Umbara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: PT. Citra Umbara
363
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: PT. Citra Umbara. Wahyu, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif. Banjarmasin: Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Pascasarjana Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Pascasarjana Magister Administrasi Publik Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.
364
Wahyu, et.al, 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Program Sarjana (S1). Banjarmasin: Pustaka Banua. Yusuf, Slamet. 2001. Kepribadian Guru. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Zakariah, Daradjat. 1982. Psikology Kepribadian Guru. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATERI PROKLAMASI DAN KONSTITUSI PERTAMA DALAM PEMBELAJARAN PKN MELALUI MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE DI KELAS VII-B SMP NEGERI 2 TANJUNG Eka Sastia Emilia, Wahyu dan Mariatul Kiftiah Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT Eka Sastia Emilia, 2013. Improving Learning Outcomes and Activities at Materials of Proclamation and First Constitution in Civics Lesson Through Example Non Example Model in Class VII-B SMP Negeri 2 Tanjung. Scripsi, Program Study of Citizenship and Pancasila Education, Department of Social Sciences Education, Faculty of Teacher and Education Science, University of Lambung Mangkurat. Counselor (I) Wahyu, (II) Mariatul Kiptiah. During this learning process Civics class VII-B SMP Negeri 2 Tanjung tend not achieve results as expected. It is seen from the class average is still below the specified minimum completeness criteria ie 65. This is because the more dominant teachers use the lecture method (narrative technique) in the implementation of learning activities that are less effective in improving student learning outcomes in a follow Civics lesson. The research objective is: (1) To determine the improvement of learning activities Civics Example Non Example model, (2) To determine the increase in student learning outcomes as applied learning Civics Model Example Non-Example. Data collection techniques used were observation and achievement test which is done through several cycles, the cycle I and cycle II. The method used was action research. Action research was conducted in two cycles, the first cycle of two meetings and two meetings the second cycle. The experiment was conducted in a class VIIB SMP Negeri 2 Tanjung. The number of students who studied there were 30 people, consisting of 16 men and 14 women. Analysis of the data used in quantitative view of the presentation. These results indicate: (1) The application of learning using Example non Example models can enhance the activity of teachers of first cycle both categories into a category very well in the second cycle, (2) application of learning using Example non Example models can improve learning outcomes can be seen in Civics attainment of minimal classical completeness there in the first cycle is low with a percentage of 23% pretest and post-test 76%, after allowing for the second cycle to obtain improved results with persantase mastery 86% pre-test and post-test by 90%. Researchers suggested the teachers should be able to apply a variety of learning models, particularly models Example Non Example. Learning model is shown to increase the activity and learning outcomes. Keywords: Activity, learning outcomes, learning models Example Non Example
365
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
A. PENDAHULUAN Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 yang memungkinkan mengembangkan diri sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Untuk mewujudkan pembangunan nasional dibidang pendidikan banyak faktor yang turut mempengaruhi seperti: penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, input, proses dan kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar secara efektif serta aktivitas para siswa dalam mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti: sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar dan lain sebagainya. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran adalah dengan mengganti cara atau model pembelajaran yang selama ini tidak diminati lagi oleh siswa, seperti pembelajaran yang dilakukan dengan ceramah dan tanya-jawab, model pembelajaran ini membuat siswa jenuh dan tidak kreatif. Suasana belajar mengajar yang diharapkan adalah menjadikan siswa sebagai subjek yang berupaya menggali sendiri, memecahkan sendiri masalah-masalah dari suatu konsep yang dipelajari, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai motivator dan fasilitator. Situasi belajar yang diharapkan di sini adalah siswa yang lebih banyak berperan. Beberapa masalah belajar siswa di kelas VII-B menurut guru PKn kelas VII sangat rendah, indikatornya ketika pelajaran disampaikan banyak siswa yang tidak menyimak pelajaran misalnya mengobrol, tidak fokus dalam mendengarkan materi misalnya melamun, mengerjakan tugas yang diberikan dengan terpaksa dan tidak sungguh-sungguh, ketika diberi pertanyaan banyak yang tidak bisa menjawab, dan diberi kesempatan bertanya respon yang diberikan hanya 366
diam. Secara jelas banyak siswa mendapatkan nilai akhir semester tidak mencapai standar ketuntasan minimal yang sudah ditentukan sekolah, yaitu 65. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Deskripsi Teori a. Hakikat Pembelajaran Pasal 1 Undang- Undang No.20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu. Sependapat dengan pernyataan tersebut Soetomo (1993:68) mengemukakan bahwa: “Pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan, sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sementara belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebisaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain”.
b. Proses Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata proses bermakna suatu runtutan perubahan peristiwa dalam sesuatu perkembangan selain itu juga merupakan suatu rangkaian tindakan, perbuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk. Sedangkan pembelajaran yang telah diuraikan sebelumnya dalam Pasal 1 Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu. Sehingga dapat disimpulkan yang dimaksud proses pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara pendidik dan peserta didik untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta didik
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan. Sebuah proses pembelajaran yang baik, paling tidak harus melibatkan 3 aspek kompetensi yaitu: aspek psikomotorik, aspek kognitif dan aspek afektif. c. Aktivitas Belajar Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru supaya anak didik belajar. Dalam pengajaran, anak didiklah yang menjadi subjek. Dialah yang belajar dengan melakukan kegiatan belajar. Agar anak didik berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, maka guru hendaknya merencanakan pengajaran, yang menuntut anak didik banyak melakukan aktivitas belajar. Hal ini tidak berarti anak didik dibebani banyak tugas. Aktivitas belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif. d. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajaran setelah mengalami aktivitas belajar. Secara sederhana hasil belajar merupakan segala sesuatu yang diperoleh, dikuasai atau merupakan hasil proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa sekolah yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan pengetahuan, ketrampilan dan sikap sebagai hasil suatu individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya ataupun Biasanya hasil belajar dinyatakan dengan angka, huruf, atau kalimat dan dicapai pada periodeperiode tertentu. e. Model Example Non Example Metode Example Non Example adalah metode yang menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan. Model Example Non Example juga merupakan metode yang mengajarkan pada siswa untuk belajar
mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example dan nonexample dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas. 2.
Kerangka Pemikiran Siswa perlu memiliki aktivitas dalam belajar. Dengan aktivitas yang tinggi maka hasil belajar siswa meningkat. Rendahnya aktivitas belajar siswa merupakan salah satu permasalahan umum yang terjadi dalam dunia pendidikan. Kaitannya dengan mata pelajaran, bidang studi PKn dianggap sebagai mata pelajaran yang kurang menarik dan membosankan sehingga hasil belajar PKn cenderung rendah. Upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn yang rendah salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran Example Non Example dalam kegiatan belajar mengajar dikelas. 3.
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berpikir yang telah diuraikan dapat dinyatakan hipotesis penelitian ini yakni Jika diterapkan Model Example Non Example dalam proses pembelajaran di kelas, Prestasi Belajar siswa mata pelajaran PKn materi Proklamasi Dan Konstitusi Pertama akan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn sekaligus menciptakan proses pembelajaran menjadi student centered. C. METODE PENELITIAN 1. Setting Penelitian Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan di SMPN 2 Tanjung yang beralamat Jl. Jaksa Agung Soeprapto No. 13 Tanjung 71513 Kabupaten Tabalong semester 1 tahun ajaran 2011/2012. Adapun subjek tindakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-B yang berjumlah 36 orang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 21 orang perempuan. Alasan pengambilan kelas VII367
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
B, karena VII-B memiliki aktivitas dan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kelas VII lainnya. Padahal dalam proses pembelajaran guru PKn dikelas tersebut tidak memiliki perbedaan saat mengajar dengan kelas lainnya. 2.
Variabel yang Diselidiki Variabel menjadi sasaran PTK dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar Menggunakan Model Example Non Example Pada Mata Pelajaran PKn Materi Proklamasi Dan Konstitusi Pertama di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Tanjung sebagai berikut: a. Variabel input yakni guru dan siswa Kelas VII-B SMP Negeri 2 Tanjung Pada Mata Pelajaran PKn Materi Proklamasi dan Konstitusi Pertama. b. Variabel proses yakni aktifitas proses pembelajaran PKn Materi Proklamasi Dan Konstitusi Pertama di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Tanjung Menggunakan Model Example Non Example. c. Variabel output yakni hasil belajar PKn melalui Model Example Non Example Pada Mata Pelajaran PKn Materi Proklamasi Dan Konstitusi Pertama di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Tanjung. 3.
Instrumen Menurut Wahyu (2009:49) Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian angka yang akan diproses secara statistik dan dideskripsikan secara deduksi yang berangkat dari teori-teori umum, lalu dengan observasi untuk menguji validitas keberlakuan teori tersebut ditariklah kesimpulan. Penelitian ini berjudul Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Proklamasi Dan Konstitusi Pertama Dalam Pelajaran PKn Melalui Model Example Non Example di Kelas VII-B SMP Negeri 2 Tanjung, memiliki instrumen yaitu: pedoman observasi, dan tes hasil belajar. 4.
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan PTK. Yakni penelitian yang menekankan kepada kegiatan (tindakan) dengan menguji cobakan suatu ide ke dalam praktek atau situasi nyata, yang diharapkan kegiatan tersebut mampu memberbaiki dan meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar 368
mengajar PKn. PTK ini diterapkan atas tindakan yang terdiri atas beberapa siklus, dimana masing masing siklus terdiri dari beberapa tahap. Tahapan kegiatan dari siklus dimana dalam rancangan PTK pada siklus pertama adalah sebagai berikut: a. Persiapan Tindakan b. Pelaksanaan Tindakan c. Observasi dan Evaluasi d. Analisis dan Refleksi 5. Data dan Cara Pengumpulannya a. Sumber Data Sumber data diambil dari guru dan siswa. Dari guru berupa tes awal dan dari siswa berupa data hasil tes pada akhir materi. b. Teknik dan alat pengumpulan data Pengumpulan data dalam PTK ini meliputi: 1) Tes, menggunakan instrument soal untuk mengukur hasil observasi belajar siswa. 2) Observasi menggunakan lembar observasi untuk mengukur tingkat partisipasi siswa dalam proses belajar PKn. 3) Dokumentasi, ini dilakukan untuk mengumpulkan data dalam pelaksanaan pembelajaran PKn dengan model pembelajaran Example Non Example. 6.
Analisis dan Interprestasi Data Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi dari pelaksanaan siklus penelitian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecendrungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Hasil belajar: dengan menganalisis nilai rata-rata tes formatif, pre-tes dan post test dalam mata pelajaran PKn dengan menggunakan model pembelajaran Example Non Example. 7.
Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah: a. Jika dari seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan, taraf penguasaan 75% siswa mencapai 75% dari materi yang diajarkan (Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan, 2004). b. Jika dari seluruh tindakan pembelajaran yang dilakukan, nilai hasil belajar siswa lebih dari Kriteria
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Ketuntasan Minimal (KKM) belajar siswa tahun pelajaran 2010/2011 SMPN 2 Tanjung yang bernilai 65. D. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian Tindakan Kelas ini ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Tanjung yang beralamat Jln. Jaksa Agung Suprapto No.13 Tanjung Kabupaten Tabalong. SMPN 2 Tanjung didirikan pada tahun 1976/1977, dengan bangunan permanen, cukup terawat dengan luas tanah 5.911 m2 dan luas bangunan 1.981 m2 2. Siklus Pertama a. Refleksi hasil observasi guru Dari hasil observasi guru pada siklus I, terlihat perubahan yang terjadi dari pertemuan ke I dan II tidak terlalu signifikan yakni dari yang sebelumnya ratarata kualifikasi skor 3,16 menjadi 3,45 ini berarti tindakan guru selama mengajar hanya mengalami perubahan yang sedikit, sehingga persentase keseluruhan untuk observasi guru hanya sekitar 66% yang berarti masih belum mencapai kualifikasi yang maksimal sesuai indikator yang ditentukan. b. Refleksi hasil observasi siswa Berdasarkan pengamatan peneliti dan observer terhadap kegiatan siswa melalui lembar observasi siswa untuk siklus I yang terdiri dari dua kali pertemuan, juga belum mengalami perubahan/kemajuan yang signifikan, hal ini dapat dilihat pada Dari tabel 4.2 di atas tentang pengamatan aktifitas pembelajaran siswa pada siklus I dimana kegiatan positif siswa memiliki persentasi sebesar 24% sedangkan untuk kegiatan negatif memiliki persentasi sebesar 34% dengan jumlah persentase rata – rata keseluruhan siklus I sebesar 58%. c. Hasil prestasi belajar pada siklus I Nilai rata-rata PKn di kelas VII-B dari tabel 4.3 di atas tentang hasil belajar siswa pada siklus I yang pada sebelumnya dilakukan pre-test diperoleh ratarata sebesar 56,3 dengan ketuntasan klasikal 23% setelah dilaksanakan pembelajaran kemudian diberikan post test diperoleh rata-rata nilai 66,5 dengan ketuntasan klasikal sebesar 76%.
3. Siklus Kedua a. Refleksi hasil observasi guru Berdasarkan data hasil observasi guru untuk siklus II, dapat dilihat telah terjadi peningkatan dibandingkan yang sebelumnya pada siklus I dengan angka rata-rata kualifikasi skor sebesar 3,1 dan pertemuan II rata-rata kualifikasi skor sebesar 3,4 dengan persentase rata – rata siklus sebesar 86%, sehingga dari data tersebut menunjukan pembelajaran yang dilakukan oleh guru menggunakan model Example non example di kelas VII-B SMPN 2 Tanjung mengalami peningkatan dibandingkan pada siklus II sudah menunjukkan hasil yang memuaskan. b. Refleksi hasil observasi siswa Berdasarkan pengamatan peneliti dan observer terhadap kegiatan siswa melalui lembar observasi siswa untuk siklus ke II, peningkatan aktifitas siswa yang terjadi sudah menunjukkan hasil yang cukup signifikan, hal ini dapat dilihat dari siklus II pada pertemuan I rata-rata kualifikasi skor sebesar 3,8 dan pertemuan II rata-rata kualifikasi skor sebesar 4,0 dengan jumlah persentasi keseluruhan sebesar 78% c. Hasil prestasi belajar pada siklus II Setelah dilaksanakan pembelajaran menerapkan model Example Non Example, pada materi pokok makna proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama, rata-rata kelas mengalami kenaikan yang cukup siginifikan yang mana ketuntasan minimal yang diharapkan sudah mencapai target yang mana ketuntasan minimal yang diharapkan sudah dicapai siswa sebesar rata-rata nilai 78,5 dengan ketuntasan klasikal sebesar 90% E. 1.
PEMBAHASAN Aktivitas Pembelajaran Guru Menggunakan model Example Non Example di kelas VIIB SMPN 2 Tanjung a. Aktivitas Guru Siklus I • Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran guru pada pertemuan I dan II yang hasilnya tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Sebab dalam hal pembelajaran guru masih tidak menggunakan model pembelajaran. Selain itu guru yang kurang memperhatikan murid saat menjelaskan 369
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
materi yang disampaikan sehingga mereka ada yang asyik dengan kesibukan mereka sendiri. • Pengamat menilai bahwa guru masih belum sepenuhnya berhasil melaksanakan pembelajaran yang bermanafaat untuk anak didiknya sebab guru masih terlihat canggung dalam menerapkan startegi pembelajaran baru ini karna terbiasa melakukan proses pembelajaran narrative technique. b. Aktivitas Guru Siklus II Berdasarkan data hasil observasi guru untuk siklus II, akan di interpretasikan sebagai berikut: a. Aktivitas pembelajaran guru PKn kelas VII-B SMPN 2 Tanjung pada siklus I yakni 66%. b. Aktivitas pembelajaran guru PKn kelas VII-B SMPN 2 Tanjung pada siklus II meningkat menjadi 84%. Hal ini menunjukkan, hasil dari catatan observer sudah menunjukkan hasil peningkatan di tiap tahapnya. Peningkatan aktiftas guru dalam pengelolaan kelas yang terjadi dari siklus I ke siklus II, dikarenakan pada pembelajaran PKn dimulai dengan bermuara menentukan pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran kemudian model pembelajaran yang semua hal itu meskipun berbeda akan tetapi dalam proses pembelajaran akan terangkai menjadi satu kesatuan utuh. 2.
Aktivitas Pembelajaran Siswa dalam penerapkan Menggunakan model Example Non Example yang dilakukan oleh guru di kelas VII-B SMPN 2 Tanjung a. Siklus I Peneliti beranggapan bahwa hal tersebut dikarenakan rendahnya pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru sebab masih berifat one-communcation. Hasil pengamatan kegiatan siswa secara individu dapat digambarkan sebagai berikut: 1) Siswa kelas VII-B SMPN 2 ketika guru melakukan motivasi masih banyak kurang tanggap terhadap apa yang di tanyakan guru. 2) Siswa kelas VII-B SMPN 2 ketika proses pembelajaran masih banyak siswa yang pasif, dalam hal mengemukakan pertanyaan maupun pendapatnya, bahkan ada anak yang asyik dengan kesibukannya sendiri tanpa memperhatikan pelajaran. 370
3) Siswa kelas VII-B SMPN 2 ketika terlihat siswa yang masih tidak tertarik dengan pelajaran PKn yang dianggap membosankan. Meskipun perhatian mereka mulai dari awal pembelajaran sampai pada 30 menit pertama sudah bagus, akan tetapi makin menuju menit terakhir dari menit ke 30 mereka mulai mencari kesibukan mereka sendiri, karena ada kejenuhan dalam proses pembelajaran tersebut. 4) Siswa kelas VII-B SMPN 2 tidak mengatahui Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Tujuan Pembelajaran justru yang tidak dilakukan oleh guru sehingga aspek moral, akhlak, budi pekerti, perilaku, pengetahuan dan keterampilan dari nilai-nilai yang disampikan dari materi pelajaran cenderung belum bisa dikaitkan dan diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-harinya. b. Siklus II Model Example Non Example yang ditunjukkan dengan toleransi siswa terhadap masyarakat berdasarkan kasus yang dikenakannya lebih meningkat. Siswa terlihat ebih tertarik untuk mempelajari mata pelajaran PKn daripada sebelumnya. Dari segi penilaian statistik juga terjadi peningkatan. Ini membuktikan bahwa pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru sangat mempengaruhi terhadap aktitas pembelajaran siswanya. Dimana dalam siklus II Aktivitas pembelajaran siswa VII-B SMPN 2 Tanjung pada materi suasana kebatinan UUD 1945 memiliki hal sebagai berikut: 1) Siswa VII-B SMPN 2 Tanjung mengikuti pelajaran lebih antusias dibandingkan sebelumnya. 2) Siswa Siswa VII-B SMPN 2 Tanjung mulai berperan aktif dalam mengikuti pelajaran. 3) Siswa VII-B SMPN 2 Tanjung mulai berusaha untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari. 4) Siswa VII-B SMPN 2 Tanjung juga mampu secara optimal untuk mengkonstruksi diri sendiri agar mampu saling bekerja sama dengan siswa lainnya. 5) Siswa VII-B SMPN 2 Tanjung menunjukkan keaktifannya dalam mengerjakan tugas. 6) Siswa VII-B SMPN 2 Tanjung secara berkelompok belajar siswa mampu dilakukan dengan baik.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
3.
Hasil Belajar PKn Siswa dalam penerapkan Menggunakan model Example Non Example yang dilakukan oleh guru di kelas VII-B SMPN 2 Tanjung a. Siklus I Hasil belajar siswa pada siklus 1 belum memenuhi indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan yakni: 1) Pretest dengan rata-rata kelas 56,3 dengan ketuntasan minimal yang dicapai hanya 23%. 2) Post test dengan rata-rata kelas 66,5 dengan ketuntasan minimal yang dicapai menjadi 76%. b. Siklus II Prestasi belajar siswa pada siklus II sudah memenuhi indikator keberhasilan dari penelitian yang telah ditetapkan dengan menerapkan menggunakan model Example Non Example, yakni: 1) Pretest dengan rata-rata kelas 65,1, ketuntasan minimal yang dicapai 86%, 2) Posttest dengan rata-rata kelas 78,5, ketuntasan minimal yang dicapai menjadi 90%. Bedasarkan hal diatas perolehan data hasil pembelajaran kelas VII-B SMPN 2 Tanjung pada materi pokok Makna Proklamasi dan Konstitusi Pertama yang berlangsung saat siklus I dan II, maka Persentase hasil belajar siswa pada siklus I dan II pada data diagram diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan menggunakan model Example Non Example mampu meningkatkan nilai pembelajaran PKn di kelas VII-B SMPN 2 Tanjung. F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Aktivitas pembelajaran guru menggunakan model Example Non Example dikelas VII-B SMPN 2 pada materi pokok makna proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama yang dilakukan telah sesuai dengan aspek-aspek aktivitas dalam pendekatan menggunakan model Example Non Example dan termasuk dalam kualifikasi cukup baik sebab mengalami perubahan dari rendah hingga meningkat. Dari persentasi siklus I sebesar 66% dan meningkat pada siklus kedua menjadi 84%.
b. Aktivitas siswa dalam pembelajaran penerapan pembelajaran pendekatan menggunakan model Example Non Example dikelas VII-B SMPN 2 pada materi pokok makna proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama juga mengalami peruabahan, yakni dari persentasi pada siklus I sebesar 58% dan mengalami peningkatan lebih baik pada siklus II dengan persentasi sebesar 81%. c. Hasil belajar PKn siswa menggunakan model Example Non Example dikelas VII-B SMPN 2 pada materi pokok makna proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama yang dapat dilihat dari meningkatnya hasil belajar PKn siswa pada pencapaian ketuntasan belajar yang diperoleh melalui Pos Tes yang dilakukan pada setiap akhir pembelajaran di setiap siklus. Peningkatan ketuntasan belajar tersebut dapat dilihat pada pencapaian ketuntasan klasikal minimal yang pada siklus pertama masih rendah dengan persentasi pretest 23% dan post test 76%, setelah diadakan refleksi mengenai pembelajaran pada siklus kedua memperoleh peningkatan hasil ketuntasan dengan persentase pretest 86% dan post test sebesar 90%. 2. Saran a. Bagi siswa disarankan agar mengikuti pembelajaran di kelas dengan seksama dalam memperhatikan penjelasan guru, mengikuti, bekerja sama dan aktif dalam proses belajar mengajar sehingga ketika guru mengadakan evaluasi siswa siap dan memperoleh hasil belajar sesuai yang diharapkan. b. Kepada guru PKn disarankan dapat menjadikan model pembelajaran Example Non Example sebagai alternatif dalam kegiatan pembelajaran PKn. c. Bagi kepala sekolah hendaknya memfasilitasi guru dalam penerapan pembelajaran model Example Non Example karena pembelajaran ini dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. d. Bagi Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar mahasiswa dan mahasiswi lulusan program studi PKN dapat menerapkan model-model pembelajaran yang beranekaragam, sehingga dapat menciptakan lulusan yang bukan hanya berprestasi akademik tapi juga mampu berinovatif, berkreatif dan berkualitas 371
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
DAFTAR PUSTAKA
___________,2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Abimanyu, Soli, dkk, 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Dependikbud Dirjen Pendidikan Tinggi. Jakarta
Hardjama, Agus M. 1994. Stress Tanpa Distres Yogyakarta. Kanisius
Ahmadi, Abu, 2003. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi, 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi Aksara. Abdul Aziz Wahab. 2008. Metode dan Model-Model Pembelajaran IPS, Bandung. Alphabeta Corembima, Duran, dkk, 2002. Pembelajaran Kooperatif. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi. Jakarta. Dirjen Dikdasmen Daryanto. 2009. Paduan Proses Pembelajaran Kreatif Dan Inovatif Teori Dan Praktik Dalam Pengembangan Profesionalisme Bagi Guru. Jakarta. Publisher Djamarah, Saiful,Bahri, 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta Depdikbud, 1990. Undang-Undang No.2 Tahum 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta. Dirjen Dikdasmen Dewi, Ratih Komala. 2011. Penerapan Model Example Non Example Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Hak Asasi Manusia Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Skripsi S1 UPI Bandung. (online), (http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=2223) Dimiyati dan Mudjiono. 1999. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta Djahiri, Ahmad Kosasih. (1995/1996). Dasar- dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai Moral. Bandung. IKIP Hamalik, Oemar. 2001. Managemen Pengembangan Kurikulum. Bandung. PT Remaja Rosdakarya _____________, 2002. Pendidikan Guru. Jakarta: PT Bumi Aksara.
372
Jihad dan Haris. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta. Multi Pressindo Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung. Mandar Maju Kurniawan, Abdul Akbar. 2011. Penerapan Motode Pembelajaran Example Non Example Dalam Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Siswa Kelas VI Semester II SD Negeri Purana UPPK Bantarbolang Kabupaten Pemalang Tahun Ajaran 2010/2011. Semarang. (online) (http://sirakbarkurniawan.blogspot.com/2011/01/blog-post.html) Liang, Gie. 1995. Cara Belajar yang Efisien. Jakarta. Liberty Muhibbin, Syah. 2003. Psikologi Pelajar. Bandung. Remaja Rosdakarya Nurkancana, 1987. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta Ratumanan, T.G. dan T. Laurens. 2003. Evaluasi Hasil Belajar yang Relevan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya: Unesa University Press. Rusyan, A. Tabrani, dkk. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Menagajar. Bandung. Karya Remaja Sardiman, 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta. Raja Grafindo Persada Sayano dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta. Rineka Cipta Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya. Usaha Nasional Sudjana, Nana. 2002. Dasar- dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Sudrajat, Ahmad. 2008. Perkembangan Kognitif (online), (http://ahmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/01/31 perkembangan kognitif. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung. Remaja Rosdakarya Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung. Remaja Rosdakarya Tuharjo. 1989. Hubungan Antara Mata Kuliah Penjurusan, Minat dan Prestasi Belajar. Hasil Penelitian. Tidak diterbitkan. Malang: Pusat Penelitian dan Pengembangan. IKIP Malang Ummam, Affrizal. 2011. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Example Non Example Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Geografi Pada Materi Hidrosfer Kelas VII-A Semester II (Genap) Di SMP Negeri 6 Sampang. Skripsi S1 Universitas Negeri Malang. Tidak diterbitkan
Usman, M.U. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Usman, M.U. dan Lilis, S. 2001. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Wahyu, et.al. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Program Studi PPKN Program Sarjana (S1). Banjarmasin: FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Wahyu, 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Banjarmasin: FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Winkel, WS. 1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta. Balai Pustaka
373
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
PENERAPAN SISTEM POIN DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BERBASIS DISIPLIN PADA SISWA SMAN 3 BANJARBARU Elliyana Sari, Wahyu dan Harpani Matnuh Program Studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT Ellyana Sari, 2013. Implementation of the points system in the formation of character based on student discipline SMAN 3 Banjarbaru. Scripsi, Program Study of Citizenship and Pancasila Education, Department of Social Science Education, Faculty of Teacher Training and Education Science, Universitas Lambung Mangkurat. Counselor (I) H. Wahyu, (II) Harpani Matnuh. This study reviews the implementation of the points system in the formation of character based discipline in students of SMAN 3 Banjarbaru. Implementation of the points system is assessed through student discipline picture after the application of a points system, the character of the disclipline studied through the causes of the low student discipline after the application of the points while the violation of students studied in the form of student violations after the implementation of the points system. The selected research method is a method of qualitative data collection techniques through the observation that scientists see direct application of a points system to sudent, an interview so that researchers can find out di rectly from the informant as a data source, and document in order to facilitate researchers in collecting data both written document or picture as a data source. Object of research and data analysis by means of data reduction, data presentation, and conclusion. Data can be tested by way of extension of validity of observation, increasing persistence, triangulation, and using reference cematerials. The result showed tat the application of apoints system has been running smoothly but the disclipline of students in SMAN 3 Banjarbaru stillnot fully discipline, frequent visits from students who commit violations, student areoften violated because of factoers bandwagon friends. Violations often can serve as an example to other student that school discripline violations to the student.s interest and convenience of the student themselves. Based on the result ofthe study suggested that schooprovide tough sancition to student who are breaking the rules and doing outreach to students about the application of a points system for students who are doing a good offense at student orientation, flag ceremonies, as well asteaching and learning process. Teachers must be able to be a role model to maintain order and discipline in the school. Keyword: Implementation of the points system, character discipline, student
374
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
A. PENDAHULUAN Disiplin dalam belajar di sekolah dianggap sebagai hal penting agar proses belajar dapat berjalan efektif. Karena tujuan disiplin di sekolah adalah efektifitas proses belajar mengajar, maka perilaku yang dianggap mendukung proses belajar mengajar dianggap masalah disiplin. Di samping sebagai alat pendidikan, kedisiplinan juga sebagai alat menyesuaikan diri dalam lingkungan yang ada. Apabila peraturan sekolah tanpa tata tertib, akan muncul perilaku yang tidak tertib, tidak teratur, tidak terkontrol, perilaku liar, yang pada gilirannya mengganggu kegiatan pembelajaran. Undang-Undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengingat: 1. Pasal 20, pasal 22 d, dan pasal 31 undang-undang dasar Negara republik indosesia tahun 1945; 2. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 dengan system pendidikan nasional (lembaran Negara republik Indonesia tahun 2003 nomor 78, tambahan lembaran Negara republik Indonesia nomor 4301) Berdasarkan observasi di SMAN 3 Banjarbaru, kedisiplinan siswa dinilai berangsur-angsur lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya setelah pemberlakukan sistem poin tersebut. Kesimpulan disiplin siswa di SMAN 3 Banjarbaru keseluruhan masih rendah, walaupun sudah mengalami peningkatan dari tahuntahun, yang sebelumnya karena masih ada saja yang melanggar peraturan sekolah. Faktanya sudah ada beberapa siswa yang dikeluarkan dari sekolah karena poinnya melewati batas. B. KAJIAN PUSTAKA 1. Hukum Sebagai Sarana Perubahan Sosial (Perilaku) Suekamto (Prasityo,2011:20) menyatakan “secara sosiologi hukum berfungsi untuk membimbing manusia, khususnya mengenai perilakunya yang nyata, dalam hal ini hukum dapat dipergunakan sebagai sarana pengendalian maupun untuk merubah atau menciptakan yang baru. 2.
Alasan Seseorang Taat Terhadap Hukum Menurut Suciawati (Prasityo, 2011:55) ada beberapa teori dan aliran yang menyebabkan mengapa hukum ditaati orang. Adapun teori dan aliran sebagai berikut:
a. Mahzab hukum alam (mahzab kodrat) adalah suatu aliran yang menelaah hukum dengan sandaran kepada keadilan yang mutlak, b. Mahzab sejarah, Mahzab ini merupakan reaksi terhadap para hukum alam yang berpendapat bahwa hukum alam bersiat rasionalistis dan berlaku bagi siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. c. Mahzab kedaulatan rakyat, Jean Jacques Rousseuau dalam bukunya Le Contract Social yang menjadi dasar paham kedaulatan rakyat yang mengajarkan bahwa negara bersandarkan pada kemauan rakyat. d. Mahzab theokrasi, Teori ini berpendapat bahwa hukum itu kemauan tuhan dan dasar kekuatan hukum itu adalah kepercayaan kepada tuhan 3.
Teori-teori Tentang Disiplin Sinungan (Elfrindi dkk, 2012:80) mengemukakan bahwa: “disiplin merupakan suatu keadaan tertentu di mana orang-orang yang bergabung dalam organisasi tunduk pada peraturan- peraturan yang ada dengan rasa senang hati”.
Menurut Prijodarminto (Elfrindi dkk, 2012:120) mengemukakan bahwa: “disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, keteraturan dan ketertiban”.
Tulus Tu’u (2004:37) mengemukakan “Disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan”. Disiplin itu penting karena alasan: a. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya. b. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas, menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif, disiplin member dukungan lingkungan yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran. c. Orang tua senantiasa berharap di sekolah anakanak dibiasakan dengan norma-norma,nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian, anak375
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
anak dapatmenjadi individu yang tertib, teratur dan disiplin. d. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan ketaatan merupakan prasyarat kesuksesan seseorang.
Belajar Mengajar terlaksana dengan ketentuan yang telah di tetapkan. Sekolah SMAN 3 Banjarbaru dipilih sebagai tempat penelitian karena sekolah ini merupakan salah satu Sekolah yang menerapkan system poin. Pada sekolah ini banyak dikenal dengan kurangnya displin,
4.
3.
Model Pembinaan Kepatuhan Terhadap Disiplin di Sekolah Aturan tata tertib sekolah merupakan salah satu kontributar dalam membentuk kondisi sekolah yang aman dan nyaman, tenang dan sehat sehingga pembinaan akhlak siswa disekolah menjadi dapat berjalan dengan baik. Gunawan (2012:271) menyatakan beberapa kegiatan yang dapat dilaksanakan sekolah dalam rangka menegakkan tatakrama dan tata tertib kehidupan akademik dan sosial sekolah antara lain: a. Melaksanakan tata tertib dan kultur sekolah b. Melaksanakan norma-norma yang berlaku dan tatakrama pergaulan c. Menumbuhkembangkan sikap hormat dan menghargai warga sekolah C. METODE PENELITIAN 1. Alasan Menggunakan Metode Kualitatif Alasan peneliti menggunakan metode kualitatif dalam penelitian tentang sistem poin di SMAN 3 Banjarbaru yang berkenaan dalam masalah disiplin, untuk mendapatkan data tersebut tidaklah biasa diteliti dengan menggunakan metode kuantitatif. Oleh karena itu, metode kualitatif adalah metode yang paling tepat digunakan dalam mencari jawaban permasalahan penelitian ini, selain itu juga dalam penelitian kualitatif peneliti dapat memahami situasi social secara mendalam. 2.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMAN3 Banjarbaru yang beralamat di Jl. Aneka Tambang, Kecamatan Cempaka Banjarbaru. SMAN 3 Banjarbaru adalah sekolah yang mempunyai posisi cukup strategis karena berada lumayan dekat dengan perumahan dan lembaga pemerintahan. Walaupun kedudukannya demikian, pihak sekolah telah memiliki prosedur-prosedur administrasi sekolah yang jelas, sehingga Proses 376
Sumber Data Dalam penelitian ini, sumber data dipilih secara purposive sampling. Penentuan sumber yang bersifat sementara, dan akan berkembang kemudian setelah penelitian di lapangan (Wahyu, 2007:59) Data yang diperoleh peneliti terdiri dari dua jenis, yakni data primer dan data sekunder. 4.
Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang utama ialah peneliti sendiri, namun setelah fokus penelitian menjadi jelas dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat menjaring data pada sumber data yang lebih luas, dapat mempertajam serta melengkapi data hasil pengamatan dan observasi. Sementara alat bantu yang di gunakan seperti buku cetak untuk menambah data, kamera digital, handphone, pedoman wawancara dan buku catatan. 5.
Teknik Pengumpulan Data Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dandisesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif yaitu: a. Wawancara adalah peneliti menggunakan pedoman wawancara sehingga pertanyaan-pertanyaan tidak keluar dari topik yang di teliti. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara kepada guru dan siswa. b. Observasi, peneliti juga menjadi instrumen atau alat dalam penelitian dalam penelitian penerapan system poin dalam pembentukan karakter berbasis disiplin pada siswa SMAN 3 Banjarbaru, Sehingga peneliti harus mencari data sendiri dengan terjun langsung atau mengamati dan mencari langsung ke beberapa informan yang telah ditentukan sebagai sumber data. c. Dokumentasi,, data-data dan memotret fenomena yang terjadi di lapangan misalkan, foto-foto lingkungan sekolah, susana di sekolah, dan buku tata tertib sekolah, buku point.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
6.
Teknik Analisis Data Menurut Faisal (Wahyu 2003:69) metode analisis dalam penelitian ini melalui tiga tahapan, yakni: Reduksi data, Penyajian data, Menarik kesimpulan-kesimpulan. 7.
Pengujian Keabsahan Data Sebagaimana pendapat Wahyu (2006:67-73) untuk menguji keabsahan data yang dikumpulkan, seorang peneliti dapat melakukan: a. Meningkatkan ketekunan, dengan cara tersebut maka kepastian data dan cara guru dalam memotivasi belajar siswa dapat di rekam secara pasti dan sistematis. b. Trianggulasi, merupakan pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu, dibagi dua yaitu: 1) Triangulasi sumber 2) Triangulasi teknik 3) Triangulasi waktu c. Menggunakan bahan referensi, data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara dengan guru-guru di SMAN 3 Banjarbaru atau gambaran suatu keadaan perlu di dukung oleh foto-foto, alat-alat bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti handycam, kamera, alat rekam suara sangat di perlukan untuk mendukung kreadibilitas data yang ditemukan oleh peneliti. d. Mengadakan Member Chek, Proses member chek adalah proses pengecekan data yang di peroleh peneliti, guru-guru yang ada di SMAN 3 Banjarbaru. D. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum SMAN 3 Banjarbaru NSS 201150111102 bertempat di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Banjarbaru, Jl. Aneka Tambang Banjarbaru. Kecamatan Cempaka. Ditinjau dari segi fisik Sekolah bangunan berbentuk semi permanen. Bangunan ini tidak sendiri, di sebelah kiri ada sekolah SMKN 3 Banjarbaru, dan di samping kanan yang tidak terlalu dekat ada kampus Akbid Borneo. keadaan lingkungan sekolah berdasarkan pengamatan peneliti dirasa cukup tenang, sehingga tidak mengganggu kegiatan proses
belajar mengajar. Guru-guru di SMAN 3 Banjarbaru semua dari lulusan S1 dari berbagai jurusan, jumlah guru yaitu 40 guru. Interaksi yang terjadi antara guru yang satu dengan guru yang lain mereka saling berkomunikasi dengan baik, walaupun jarang dilakukan karena jarang ketemu terbatas waktu mengajar para guru menyempatkan diri untuk berdiskusi di selang waktu yang sama-sama kosong. Visi sekolah, terwujudnya lulusan yang unggul, menguasai IPTEK, berwawasan global dan berakhlk mulia. Misi sekolah (1) menyelenggarakan pembelajaran yang berlandaskan iman, ilmu dan amal. (2) mengembangkan kompetensi akademik yang meliputi pengetahuan, sikap kemampuan dan keterampilan guna meningkatkan wawasan ilmu teknologi. (3) meningkatkan prestasi di bidang ekstrakurikuler. (4) mengembangkan kompetensi tenaga pendidik dan pendidikan menuju tersedianya tenaga yang berkualitas dan berwawasan teknologi. (5) meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang berbasis ICT. (6) mengembangkan kultur sekolah yang mentenangkan. (7) meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. 2.
Disiplin siswa setelah penerapan sistem poin Dari beberapa kali observasi yang dilakukan oleh peneliti masih terlihat tidak disiplinnya siswa masih kurang, kejadian itu sering terjadi dari pagi kepala sekolah dan guru yang lain berjaga dimuka gerbang sekolah. Hal itu masih saja terjadi walaupun kepala sekolanya dan guru-guru sudah turun tangan dalam hal ini. Pelanggaran tata tertib dalam hal terlambat sekolah ini hanya diberikan sanksi, tidak langsung di beri poin kepada siswanya, sanksi tersebut berupa push-up d tempat atau membersihkan ruangan tetapi kalau yang terlambat siswanya itu-itu saja baru di beri poin. disiplin di SMAN 3 Banjarbaru sudah cukup baik, tetapi lebih di tingkatkan lagi dilihat dari siswa yang masih banyak melanggar peraturan sekolah mulai dari yang terkecil dan berat, pentingnya penanaman karakter disiplin untuk siswanya itu sendiri supaya siswa lebih terbiasa mematuhi aturan-aturan sekolah. Pemberian poin tidak hanya guru BK saja atau guru bagian kode etik tetapi semua guru berhak memberikan poin kepada siswa kalau ada siswanya yang kedapatan melanggar aturan sekolah. 377
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
3.
Faktor penyebab masih rendahnya disiplin siswa setelah penerapan sistem poin Penyebab masih rendahnya disiplin siswa setelah diberlakukannya sIstem poin ini adalah adanya pengaruh teman sebayanya yang menyebabkan siswa sering melanggar tata tertib sekolah, langkah-langkah yang diterapkan dalam menanamkan karakter disiplin pada siswa selalu mengingatkan siswa tentang tata tertib sekolah, menjadikan contoh siswa yang salah supaya siswa takut melakukan pelanggaran aturan sekolah selain itu guru juga menjadi tontoh dalam penerapan disiplin misalkan tepat waktu, berpakaian rapid an banyak lagi, jika siswa berperilaku tidak diisiplin maka guru berhak memberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggarannya. 4.
Bentuk-bentuk pelanggaran siswa dalam penerapan sistem poin Bentuk-bentuk pelanggaran siswa dalam penerapan sistem poin adalah pelanggaran yang sering terjadi yaitu terlambat datang, berpakaian tidak rapi, merokok dan pelanggaran yang paling sering terjadi setiap tahun siswa yang hamil padahal masih berstatus sekolah. Siswa yang mempunyai poin banyak di berikan keringanan, misalkan membawa nama baik sekolah dan siswa tersebut berprestasi. Guru-guru SMAN 3 Banjabaru ada yang disiplin dan ada juga yang tidak disiplin dilihat dari tidak tepatnya masuk kelas, kebiasaan siswa yang menyebabkan tidak disiplin adalah pengaruh teman dan bentuk-bentuk pelanggaran yang sering terjadi membolos, membawa handpone yang ada fasilitasnya, sering bawa alat kecantikan, merokok, dan banyak lagi. E. 1.
PEMBAHASAN Gambaran Disiplin Siswa Setelah Penerapan Sistem Poin Dalam pembahasan ini di uraikan temuan hasil penelitian yang telah dilakukan dilapangan yaitu membahas tentang gambaran disiplin siswa setelah penerapan sistem poin. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa disiplin siswa di SMAN 3 Banjarbaru sudah cukup baik dari tahun-tahun sebelumnya walaupun masih ada saja yang tidak disiplin, siswa di SMAN 3 Banjarbaru ini sangat dituntun kedisiplinannya dilihat dari guru-guru yang mencontohkan sikap disiplin tersebut. Sebelum diterapkannya sistem poin pada 378
tahun 2008 di SMAN 3 Banjarbaru tata tertib siswa masih banyak yang melanggar karena tidak ada sanksi tegas yang membuat siswa jera melakukan pelanggaran. Hal ini sejalan dengan teori Hartono Ruslan (Alpiyanto, 2012:152) lingkungan sekolah juga dikondisikan bagi terbentuknya peserta didik yang berkarakter mulia, kejujuran memegang peran sentral dalam menentukan dan membentuk sikap disiplin. Selanjutnya menurut Irwin A Hyman dan Pamela A. Snock (Alpiyanto 2012:81) disiplin sekolah kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik dan kesalahan pelakuan fisikologis. Bila lingkungan dengan disiplin tinggi, maka melahirkan manusia yang berdisiplin tinggi. Undang– Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab V pasal 12 ayat 2 setiap peserta didik berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan. Undangundang tentang guru dan dosen Bab 1 di pasal 1, guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan forma, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Hal ini terlihat dari observasi peneliti kesekolah bahwa penananman karakter disiplin siswa sudah di terapkan di sekolah SMAN 3 Banjarbaru tetapi walaupun sudah diberitahukan tata tertib sekolah yang dibuat oleh sekolah tersebut masih saja ada yang melanggarnya. Guru yang menjadi contoh sudah mengingatkan berkali-kali kepada siswa tentang tata tertib sekolah yang termasuk dalam disiplin siswa, guru hanya bisa memberikan contoh sikap disiplin selanjutnya hanya siswa yang bisa menerapkan dan memilih yang baik dalam sikap dan yang tidak baik. Menurut heri gunawan (2012:16) etika adalah ilmu yang menyelidiki yang mana yang baik dan yang mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Gunawan (2012:226) berpendapat bahwa disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
mendorong siswa untuk berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah. Terakhir berkaitan dengan guru, semua guru harus menekankan disiplin siswa di SMAN 3 Banjarbaru, Menurut Sofyan Amri (2011:100) tugas para guru mencapai tujuan peningkatan karakter siswa bisa jadi merupakan tugas terberat bagi para guru, bagi guru yang berhasil membangun karakter siswa dengan berbagai cara akan memberi kepuasan yang luar biasa. Hartono Ruslan (Apliyanto, 2012:152) jika kita sudah tinggi tingkat disiplin pribadi kirta, maka akan muncul suasana yang serba tertib, dan secara otomatis akan muncul berbagai naluri yang positif karena kita mampu mengendalikan diri dengan sadar bagi kepentingan bersama. Faktor Penyebab Masih Rendahnya Disiplin Dari temuan hasil peneliti yang telah dilakukan, faktor yang menyebabkan masih rendahnya disiplin di SMAN 3 Banjarbaru, Nursito (2002:10) menjabarkan jenis-jenis pelanggaran yang sering dilakukan oleh peserta didik, misalnya aksi corat-coret, membawa alat main atau bacaan/ gambar porno, merokok atau terlibat narkoba dan perkelahian antar sekolah atau tawuran. Pengaruh teman sekolahnya yang membuat tidak disiplin, bolos sekolah yang sering terjadi di SMAN 3 Banjarbaru. Hal ini disebutkan oleh Ajzen (Fatchul Mu’in 2011:171) kelompok sebaya atau kelompok masyarakat memberi pengaruh kepada individu, ada kecenderungan bahwa seorang individu berusaha untuk sama dengan teman sekelompoknya. Langkah yang dilakukan pendidik dalam menanamkan karakter disiplin dengan mengajak semua guru dalam mengingatkan siswa dalam tatatertib sekolah dan guru selalu mengingatkan siswa tentang peraturan sekolah yang selalu melanggar tatatertib sekolah. “memperkenalkan contoh prilaku tidak disiplin; dengan memberikan contoh perilaku yang tidak disiplin diharapkan siswa dapat menghindarinya atau dapat membedakan mana perilaku yang disiplin dan yang tidak disiplin. (http://guru-indonesia.net/forum/ forum_topik_isi-29.html, (update: 15 oktober 2011). Aturan tata tertib sekolah merupakan pedoman bagi sekolah untuk menciptakan suasana sekolah yang aman dan tertib, sehingga akan terhindar dari kejadiankejadian yang bersifat negative. Seorang siswa yang
melakukan pelanggaran disiplin sekolah atau melanggar tata tertb sekolah akan diberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggarannya, kebiasaan yang sering terjadi di sekolah yaitu bolos sekolah, kerapian berpakaian seringnya terlambat datang. Memperkenalkan conroh perilaku yang tidak disiplin di harapkan siswa dapat menghindarinya atau dapat membedakan mana perilaku disiplin dan yang tidak disiplin (http://guruindonesia.net/forum/forum_topik_isi-29.html,(di akses 15 oktober 2011). “Aturan sekolah tersebut, seperti aturan tentang standar berpakaian, ketepatan waktu, perilaku social dan etika belajar/kerja, pengertian disiplin sekolah seringkali di terapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan.(dikutip dari http:// guru-indonesia.net/forum/forum_topik_isi-29.html, (Update:15 oktober 2011).
2.
3.
Bentuk-Bentuk Pelanggaran Siswa Dalam Penerapan Sistem Poin Dari temuan hasil penelitian yang telah dilakukan, siswa SMAN 3 Banjarbaru masih kurang disiplin padahal pihak sekolah sudah sekuat tenaga mengingatkan siswa tidak berbuat kesalahan lagi, tapi setiap hari ada saja kedapatan melanggar peraturan sekolah, bentuk pelanggaran yang sering terjadi di sekolah SMAN 3 Banjarbaru adalah membolos dan, merokok, membawa hp berkamera, berpakaian tidak rapi, dan bnyak lagi yang lainnya. Poin pelanggaran yang dikenakan kepada siswa atas pelanggaran yang dilakukan siswa terhadap tata tertib yang di tetapkan oleh sekolah yang bertujuan demi terjaganya suasana kondusif di lingkungan sekolah dan kenyamanan belajar siswa. (diikutip darihttp://wastakitamandiribk.wordpress.com/(update:11 januari 2013), Menurut Foerster (2003: 31-32), pentingnya disiplin sekolah yaitu: a. Kedisiplinan mesti diterapkan tanpa menunjukkan kelemahan, tanpa menunjukkan amarah dan kebencian. b. Kedisiplinan mesti diterapkan secara tegas, adil dan konsisten. c. Ketika kedisiplinan mulai menampakkan pertumbuhannya dijaga dan dirawat dengan penuh kesabaran.
379
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
Siswa di SMAN 3 Banjarbaru tidak menyetujui adanya peraturan sistem poin ini karena memaksa siswa, akibatnya siswa tidak bebas melakukan apapun. Menurut syaiful bahri djamarah (1997:52) setiap peraturan atau perintah dalam pendidikan mengandung norma-norma kesusilaan, jadi bersifat memberikan arah yang jelas atau mengandung tujuan ke arah perbuatan susila. Guru memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan aturan sekolah dan pelanggaran yang dibuat oleh siswa. Kadang kala ada sebagian guru yang membiarkan siswa membawa peralatan yang dilarang oleh peraturan sekolah, siswa malah terang-terangan memperlihatkan barang tesebut tetapi hanya beberapa guru saja. Menurut syaiful Bahri Djamarah (1997:21) guru hendaklah konsekuen terhadap apa yang telah diperintahkannya. Menurut Bacon (1990:52) guru adalah model bagi muridnya, baik disadari ataupun tidak siswa akan berprilaku mirip dengan gurunya, Pelanggaran yang berat akan diberi sanksi sesuai dengan kesalahan siswa, poin yang banyak akan diberi sanksi berat misalkan sudah mencapai poin maksimal tetapi ada yang meringankan poin tersebut karena kebiasaan siswa yang dinilai positif, setiap hari ada saja yang melanggar peraturan sekolah sampai ada yang dikeluarkan oleh pihak sekolah karena sudah kelebihan poin. Syaiful Bahri Djamarah (Purwanto 1991;236) hukuman adalah penderitaan yang di berikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru,dan sebagainya) sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan. Banyak siswa yang sudah dikembalikan kepada orang tuanya karena banyaknya poin yang di dapat siswa tersebut, tidak semata-mata langsung dikeluarkan dari sekolah tetapi melalui rapat semua guru dan keputusan terakhir ada di tangan kepala sekolah. F. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Gambaran disiplin siswa setelah penerapan sistem poin adalah sudah cukup baik disiplinnya walaupun masih ada saja siswa yang tidak mentaati peraturan sekolah, peraturan sistem poin ini dibuat untuk siswa yang membuat siswa tersebut jera dalam melanggar peraturan-peraturan sekolah, kedisiplinan yang
380
berangsur-angsur lebih baik tersebut salah satunya siswa akan menjadi takut dengan peraturan sistem poin, siswa takut akan mempunyai poin yang banyak yang akhirnya dikeluarkan dari sekolah SMAN 3 Banjarbaru. b. Faktor penyebab masih rendahnya disiplin siswa setelah penerapan sistem poin adalah pengaruh dari teman, kebisaan siswanya, guru yang bersikap tidak tegas, kurangnya perhatian dari orang tua, siswa yang melanggar tata tertib sekolah akan diberikan sanksi dalam bentuk poin negatif berdasarkan jenis pelanggaran yang di lakukan oleh siswa yang bersangkutan. c. Bentuk-bentuk pelanggaran siswa dalam penerapan sistem poin adalah terlambat datang kesekolah, merokok di area sekolah, berduaan di sekolah, berkelahi, membawa peralatan make-up, sampaisampai tiap tahun pelanggaran yang selalu terjadi hamil, yang langsung mendapatkan poin 100 yaitu di keluarkan dari sekolah, dengan melanggar peraturan sekolah siswa selain mendapatkan poin negative tidak menghapuskan sanksi yang sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan siswa seperti membersihkan halaman sekolah, musholla dan juga WC. 2. Saran a. Hendaknya sekolah memberikan sanksi yang tegas kepada siswa yang melanggar peraturan, serta harus adanya kerjasama dengan orang tua siswa tentang sikap dan prilaku siswa yang melanggar aturan sekolah agar tercipta kedisiplinan sekolah yang lebih baik lagi. b. Hendaknya semua guru mampu menjadi teladan dalam menjaga ketertiban dari kedisiplinan sekolah. c. Sebaiknya sekolah giat melakukan sosialisasi tentang penerapan sistem poin terhadap pelanggaran yang dilakukan siswa, agar siswa dapat mengetahui akibat jika siswa melakukan pelanggran.
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
DAFTAR PUSTAKA Adisusilo Sutarjo.2011.Pembelajaran Nilai Karakter Kontruktivisme dan VTC Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Mu’in, Fatchul,2011.Pendidikan Karakter Kontruksi Teoritik dan Praktik. Jogjakarta: ar-ruzzmedia. Priyanta. 2008. Disiplin Siswa. (Online) http// www.damandiri.or.id/file/ priyantaunmuhsolobab2.pdf(diakses 11 november)
Alpiyanto.2012. Hypno Heart Teaching. Jakarta:PT. TujuhSamudera Alfath
Sasmana, A. 1994. Profesionalisme Keguruan. Yogyakarta: Kanisius.
Amri Sopan, dkk. 2011.Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran.Yogjakarta: PT Citra Aji Parama.
SudrajatAkhmad. 2008. Disiplin Siswa Disekolah. (online). wordpress.com /2008/04/04disiplinsiswa disekolah/(diakses 11 januari 2013).
Aziz Abdul Hamka. 2012.Karakter Guru Profesional Melahirkan Murid Unggul Menjawab Tantangan Masa Depan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sumantri, Endang. 2011. Pendidikan Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: WidiaAksara Press, Laboratorium PKn UPI.
Djamarah, Syaiful Bahri.2005.Guru dan Anak Didik. Jakarta: PT. Rieneka Cipta.
Tirtarahardja, Umar. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
DPR RI. 2005. Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Bandung: Citra Umbara.
Wahyu. 2010. Materi Kuliah Metode Penelitian Kualitatif. Banjarmasin: Unlam.
Dwiloka, Bambang dkk. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Elfindri, dkk. 2012. Pendidikan Karakter. Jakarta: Baduose Media Jakarta. Gunawan Heri, 2012. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: Alfabrta. Indrayani,2012.Pendidikan Karakter Kerangka dan Aplikasi Untuk Pendidik dan Professional. Jakarta: Baduose Media.
Wahyu, dkk. 2011. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. PustakaBanua. Waskito.2010.Disiplin.(online). (http://wastakitamandiribk.wordpress.com/, update:11januari 2013. …….., 2010, Karakter Siswa. (online) http:// repository.upi. edu/operator/upload/s_a0151_0605449_chapter2.pdf(diakses 03 november)
Koesoema Doni.2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global. Jakarta: Kompas Gramedia
381
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
382
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
PETUNJUK BAGI PENULIS JURNAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 1. Naskah diketik spasi ganda pada kertas kuarto maksimum 15 halaman dan diserahkan dalam bentuk print out computer beserta cd-room. Berkas file dibuat dengan MS Word. Teks dicetak dengan huruf Arial 11. 2. Artikel yang dimuat meliputi hasil penelitian dan kajian analitis – kritis dibidang pendidikan kewarganegaraan. 3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan format essay, disertai judul pada masingmasing bagian. Judul artikel dicetak denga huruf besar ditengah – tengah dengana ukuran 12. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dicetak tebal atau tebal dan miring) dengan ukuran huruf 11, dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian. 4. PERINGKAT I (SEMUA HURUF BESAR, TEBAL, RATA KIRI) 5. Peringkat 2 (huruf besar kecil, tebal, rata kiri) 6. Peringkat 3 (huruf besar kecil, tebal miring, rata kiri) 7. Sistematika artikel hasil non penelitian: judul, nama penulis (tanpa gelar akademis); abstrak ( maksimum 100 kata); kata kunci ( maksimum 8 kata atau tidak melebihi satu baris); pendahuluan yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan, bahan utama (dibagi ke dalam sub judul-sub judul); penutup atau kesimpulan; daftar pustaka (hanya memuat pustaka yang dirujuk dalam naskah). 8. Sistematika artikel hasil penelitian: judul, nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak ( maksimum 100 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci ( maksimum 8 kata atau tidak melebihi satu baris); pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan pustaka dan tujuan penelitian; metode; hasil dan pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar pustaka (hanya memuat pustaka yang dirujuk dalam naskah). 9. Daftar pustaka disusun dengan mengikuti tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis. a. Rujukan buku Corent, L. & K. Weeks 1985b. Career Ladder Plan; Trends and Emerging Issues-1985. Atlanta, GA; Career Ledder Clearinghouse. b. Rujukan dari buku suntingan Nelson, D.W. & L.E. Sommer, 1982, Total Carbon, Organic Carbon and Organic Matte. In Page, A.L.R.H. Miller & D.R. Keeney (eds). Method of Soils Analysis: Part 2. Chemical and Microbiological Propertics. Ed. Ke-2. Madison, pp. 539-579. c. Rujukan artikel dalam kumoulan artikel Hasan, M.Z. 1990. Karakteristik Penelitian Kuantitatif. Dalam aminuddin (ad.) Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam biadng Bahasa dan Sastra (hlm 12-15). Malang. HISKI Komisariat Malang dan Ya3 d. Rujukan Artikel dari jurnal ilmiah Addicost, T.M. Entrophy and Sustainnability. Europan Jurnal Of Science, 48: 161-168, e. Rujukan artikel dari majalah atau Koran Huda, M. 13 November 1991, Menyiasati Krisis Listrik Musim Kering. Jawa Pos, hlm 6. f. Rujukan dari tesis dan sejenisnya Schmidt, M.G. 1972 forest Land Use Dynamics and Soil fertility in a mountain Wetershed in Nepal : a GIS Evaluation. Ph. I).
383
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 3 Nomor 5 Mei 2013
g. Rujukan Surat Kabar Ropert, V. 1988. Keuntungan Pengunaan Kapur untuk Tanah Masam. Kompas, 12 September 1988, hlm. 14 h. Rujukan Internet 1) karya individual Hitchcoock, S.C. Lewis & II. William. 1996. A Survay of STM Online journal, 1990-1995: The Calm before the strorm, (online ), (http: /Journal.ecs.soton.ac.uk/survey.html.diakses 12 Juni 1996). 2) Artikel dalam jurnal Kumaidi, 1998, pengukuran Bekal awal belajar dan pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan (online), jilid 5, no 4, (http:/malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000) 3) Bahan Diskusi Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Sites NETTRAIN Discussion List, (online), (
[email protected], diakses 22 November 1995). 4) E-mail pribadi Naga, Dali S. (
[email protected]). 1 Oktober 1977. Artikel untuk JIP E-mail Kepada Ali saukah (
[email protected]). 10. Artikel berbahasa Indonesia berpedoman pada pedoman umum ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (depdikbud, 1987). Artikel Berbahasa Ingris menggunakan ragam baku.
384