virtualNLP | www.BelajarNLPonline.com
Modul #2 NLP Presupposition Darmawan Aji, Certified NLP Trainer
NLP memiliki asumsi-asumsi yang dijadikan landasan dari bangunan NLP. Tanpa asumsiasumsi ini, metodologi maupun teknik NLP tidak dapat beroperasi dengan “sempurna” Berikut adalah 12 asumsi terpenting di dalam NLP (Oya, para praktisi NLP memberikan istilah PRESUPOSISI untuk asumsi-asumsi ini) 1. Kita selalu sedang berkomunikasi. 2. Kualitas komunikasi diukur dari respon yang kita dapatkan, bukan sekedar dari apa yang kita maksudkan. 3. Orang-orang merespon peta mereka terhadap kenyataan, bukan merespon kenyataan secara langsung. 4. Keberagaman itu sesuatu yang wajar bahkan diperlukan, mereka yang paling fleksibel-lah yang akan mengendalikan situasi. 5. Orang-orang selalu mengambil keputusan terbaik berdasarkan pilihan yang tersedia pada saat itu. 6. Ada niat baik di balik setiap perilaku. 7. Setiap perilaku bermanfaat pada konteks tertentu. 8. Pengalaman memiliki struktur. Chunking. Segala sesuatu dapat diselesaikan bila kita memecahnya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. 9. Jika seseorang mampu melakukan sesuatu, kita pun dapat belajar untuk melakukannya. 10. Kita telah memiliki sebagian besar sumberdaya yang kita butuhkan untuk sukses. 11. Tidak ada kegagalan, hanya ada umpan balik. 12. Jika apa yang Anda lakukan belum berhasil, lakukan dengan cara yang berbeda. Berikut penjelasan masing-masing asumsi di atas.
#1 | Kita selalu sedang berkomunikasi. Mustahil bagi kita untuk tidak berkomunikasi. Bahkan ketika kita diam, pada saat itu kita sedang mengomunikasikan sesuatu. Proses komunikasi terjadi secara verbal dan non-verbal. Menurut Albert Mehrabian, komunikasi verbal hanya menyumbang 7% dari proses komunikasi, 93% proses komunikasi berlangsung secara non verbal. Maka, selain penting bagi kita merancang apa yang akan kita komunikasikan, jauh lebih penting juga merancang bagaimana kita mengkomunikasikannya. Mengapa? Karena cara kita berkomunikasi memengaruhi persepsi dan penerimaan orang lain.
#2 | Makna (Kualitas) komunikasi diukur dari respon yang kita dapatkan, bukan sekedar dari apa yang kita maksudkan. Karena 93% proses komunikasi berlasngsung secara non verbal maka kita harus mulai lebih peka terhadap bahasa-bahasa non-verbal dari kawan bicara kita. Komunikasi adalah proses © Darmawan Aji 2014
Page | 1
virtualNLP | www.BelajarNLPonline.com dua-arah. Untuk melihat apa yang sudah kita komunikasikan, lihat respon yang kita dapatkan. Kita tidak mungkin mengetahui persis apa yang dipahami oleh orang lain kecuali dengan mengamati respon verbal dan non-verbal mereka. Kita tidak tahu apakah pesan yang saya sampaikan diterima dengan baik atau tidak, yang kita lakukan adalah memperhatikan (mengkalibrasi) bagaimana orang lain merespon kita. Ketika respon orang lain berbeda dengan yang kita maksudkan, maka kita bertanggungjawab untuk mengubah cara komunikasi Page | 2 kita agar respon yang kita terima sama dengan apa yang kita maksudkan. Kita bertanggungjawab terhadap kata-kata kita, mutu suara kita, dan bahasa tubuh kita. Bila kita menerima respon sesuai dengan maksud kita, artinya kita telah berkomunikasi dengan baik. Namun bila respon yang kita terima tidak sesuai dengan apa yang kita maksudkan, maka kita harus mengubah pendekatan dan cara komunikasi kita Karena tujuan dari proses komunikasi adalah mendapatkan respon sesuai dengan maksud kita maka kita perlu mengamati, mendengarkan, menerima umpan balik, dan menyesuaikan cara kita berkomunikasi.
#3 | Orang-orang merespon peta mereka terhadap kenyataan, bukan merespon kenyataan secara langsung. Setiap proses komunikasi mengalami filterisasi. Kita tidak menyerap informasi dari sekitar kita (realitas eksternal) secara utuh. Setiap realitas eksternal yang kita terima melalui indera kita telah melalui proses filterisasi, tergantung minat, nilai, dan keyakinan kita masingmasing. tidak heran bila informasi yang sama, direspon berbeda oleh orang yang berbeda. Apa yang direkam otak kita bukanlah realitas eksternal, melainkan realitas internal (persepsi terhadap kenyataan) kita masing-masing. Jika realitas eksternal diibaratkan “wilayah” maka realitas internal adalah “peta”-nya. Peta bukanlah wilayah, peta hanya penggambaran sederhada dari wilayah yang sebenarnya.
#4 | Keberagaman itu sesuatu yang wajar bahkan diperlukan, mereka yang paling fleksibel-lah yang akan mengendalikan situasi. Karena setiap orang memiliki filter yang berbeda, maka wajar jika setiap orang memiliki realitas internal yang berbeda-beda. Setiap orang memiliki peta yang unik bergantung pengalaman hidupnya. Maka, wajar bila keberagaman perilaku terjadi di atas bumi ini. Sikap kita sebagai orang yang sudah paham adalah berusaha menghargai dan memahami perilaku dan peta orang lain. Karena keberagaman adalah wajar dan bahkan diperlukan, sungguh tak enak bila setiap orang berperilaku sama bukan? Tugas kita adalah menjadi fleksibel dengan menghargai keunikan realitas internal masing-masing orang. Dengan menjadi fleksibel kita akan mengendalikan situasi. Orang yang berbeda memerlukan perlakuan berbeda. Hargai perbedaan, nikmati keberagaman. Jadilah fleksibel, sesuaikan pendekatan Anda, hargai keunikan orang lain, dan Anda akan menjadi orang yang mengendalikan sistem. Termasuk ketika memandang perilaku seseorang yang dianggap negatif. Maka, kita idealnya mampu memisahkan antara perilaku (behavior) tersebut dengan niat (intention) di baliknya. Seringkali kita perlu berasumsi bahwa ia telah mengambil keputusan terbaik berdasarkan sumberdaya yang ia miliki pada saat itu.
© Darmawan Aji 2014
virtualNLP | www.BelajarNLPonline.com
#5 | Orang-orang selalu mengambil keputusan terbaik berdasarkan pilihan yang tersedia pada saat itu. Karena setiap orang merespon “peta” mereka, maka pilihan-pilihan perilaku yang mereka miliki bergantung pada sempit luas-nya peta yang mereka miliki pada saat itu. Apapun yang mereka pilih kita asumsikan sebagai pilihan terbaik berdasarkan pemahaman mereka pada Page | 3 saat itu. Meluaskan peta kita akan memperluas pilihan-pilihan yang tersedia. Dulu, saya seringkali bingung dengan tindakan “bodoh” yang diambil oleh orang lain. Pada saat itu, saya belum mampu melihat dari kacamata orang tersebut. Saya hanya memandang dari kacamata saya sendiri sehingga tidak memahami posisi orang tersebut. Sampai akhirnya saya memahami bahwa orang lain mengambil keputusan yang saya anggap “bodoh” pada saat itu karena memang itulah pilihan terbaik menurut peta mereka. Manusia membuat pilihan terbaik berdasarkan sumberdaya yang tersedia saat itu. Pemahaman ini membuat saya lebih bijak dalam menilai keputusan-keputusan orang lain. Maka, tugas kita adalah memperkaya peta orang lain, sehingga mereka memiliki pilihan-pilhan yang lebih luas dalam kehidupan mereka. Demikian pula diri kita. Kita bertindak berdasarkan sumberdaya yang tersedia saat itu. Penyesalan selalu datang terlambat. Kita semua pasti ingat sewaktu kita tidak melakukan sesuatu dengan optimal di masa lalu, melakukan hal bodoh, atau berperilaku yang sekarang kita sesali. Namun, itulah pilihan terbaik kita saat itu. Karena kita merasa itulah yang benar, itulah yang masuk akal berdasar informasi yang terbatas dan tidak lengkap pada saat itu.
#6 | Ada niat baik di balik setiap perilaku. Niat kita baik, hanya perilaku yang dihasilkan berbeda. Manusia tidak dapat diukur hanya dari perilakunya. Manusia lebih dari sekedar jumlah perilakunya. Ada perbedaan yang mencolok antara maksud dan perilaku yang dihasilkan.
#7 | Setiap perilaku bermanfaat pada konteks tertentu. Anda tentu tahu fobia. Menurut Anda apakah perilaku fobia itu bermanfaat? Saya jawab ya, dalam konteks tertentu perilaku fobia sangat bermanfaat. Ciri-ciri perilaku fobia adalah mengalami satu kali namun ingatnya berkali-kali, bukankah kemampuan ini sangat bermanfaat bila kita terapkan dalam konteks belajar?
#8 | Pengalaman memiliki struktur. Chunking. Segala sesuatu dapat diselesaikan bila kita memecahnya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Di dalam konteks NLP yang dimaksud pengalaman adalah segala sesuatu yang dapat kita bayangkan dan rasakan di dalam benak kita. Maka, ada tiga macam pengalaman: Pengalaman yang didapat “tanpa usaha” – segala sesuatu yang pernah kita lihat, dengar, dan lakukan dalam hidup. Memori, perilaku dan kebiasaan masuk dalam kelompok ini. Pengalaman hasil belajar – semua pengetahuan dan keterampilan yang kita dapatkan. Pengalaman imajinatif – apapun yang pernah kita bayangkan dalam benak kita, imajinasi misalnya. © Darmawan Aji 2014
virtualNLP | www.BelajarNLPonline.com Maka, yang dimaksud dengan pengalaman di dalam NLP menjadi sangat luas: memori, perilaku, kebiasaan, pengetahuan, keterampilan, bahkan imajinasi. Dalam konteks NLP semua pengalaman ini menggunakan sistem neurologi yang sama. Nah, asumsi di dalam NLP menyebutkan bahwa pengalaman memiliki struktur. Jika sebuah pengalaman diibaratkan sebuah “bangunan” maka setiap pengalaman terdiri dari “batu bata” yang sama. Konsekuensinya, setiap pengalaman terdiri dari “batu bata” yang sama maka kita dapat mengubah pengalaman dengan menyusun ulang “batu bata”-nya. Setiap pengalaman terdiri dari “batu bata” sebagai berikut:
Gambar (bayangan) – Visual (V) Suara – Auditory (A) Sensasi – Kinesthetic (K) Bau – Olfactory (O) Rasa – Gustatory (G)
Setiap pengalaman kita dapat dipecah menjadi lima unsur seperti di atas. Dalam istilah NLP, kita merepresentasikan pengalaman kita dalam gambar (bayangan), suara, sensasi, bau, dan rasa. Kelima cara ini adalah sumberdaya kita untuk berubah. Coba Anda ingat satu pengalaman menyenangkan dalam hidup Anda. Apa yang muncul dalam benak Anda? Apakah Anda membayangkan (V) pengalaman tersebut? Apakah Anda mendengar suara (A) yang berkaitan dengan pengalaman tersebut? Sensasi (K) apa yang Anda rasakan di tubuh Anda sekarang? Sekarang, buat gambarnya menjadi lebih besar dan lebih terang. Buat suaranya semakin jelas. Rasakan sensasi di tubuh Anda semakin menguat. Apa yang terjadi sekarang? Apakah pengalaman ini terasa semakin kuat? Ya, hanya dengan mengubah struktur pengalaman kita, kita dapat memperkuat pengalaman tersebut. Kita pun dapat memperlemahnya jika kita mau. Kesimpulannya: kita dapat mengubah makna dan intensitas emosi dari pengalaman kita dengan mengubah strukturnya. Bahkan Richard Bandler pernah berkata: “Kemampuan mengubah struktur dari pengalaman kita seringkali lebih bernilai daripada mengubah isi dari pengalaman kita.”
#9 | Jika seseorang mampu melakukan sesuatu, kita pun dapat belajar untuk melakukannya. Konsekuensi lainnya, karena setiap pengalaman (perilaku, kebiasaan, keahlian) terdiri dari “batu bata” yang sama maka kita dapat mengakuisisi pengalaman orang lain asal kita tahu struktur “bangunan” pengalaman orang tersebut. Dalam kacamata NLP, keahlian seseorang adalah hasil dari urut-urutan dan susunan “batu bata”-nya dan bila kita tahu susunan “batu bata”-nya kita akan mampu meniru keahlian bahkan bakat yang dimiliki orang lain. Ini akan menjadi semakin menarik, karena di sinilah muncul sebuah asumsi baru: Jika seseorang mampu melakukan sesuatu, kita pun dapat belajar untuk melakukannya.
© Darmawan Aji 2014
Page | 4
virtualNLP | www.BelajarNLPonline.com
#10 | Kita telah memiliki sebagian besar sumberdaya yang kita butuhkan untuk sukses. Memahami asumsi-asumsi di atas membuat kita sadar bahwa sebenarnya sumberdaya yang dibutuhkan untuk sukses telah ada pada diri setiap orang. Setiap orang sudah tahu apa yang diperlukan untuk sukses, hanya saja sedikit yang melakukan apa yang sudah mereka ketahui. Demikian pula saat seseorang ingin berubah, pada dasarnya ia telah mempunyai sumberdaya yang ia perlukan untuk berubah. Namun seringkali ia tidak menyadarinya. Maka, yang perlu ia lakukan adalah menyadarinya dan memperkuat sumberdaya yang ada. Dan itulah yang dilakukan oleh seorang coach maupun therapist. Seorang coach dan therapist hanya bertugas menggali sumberdaya dari klien-nya dan memperkuatnya. Sumberdayanya sudah ada di dalam diri klien-nya. Sumberdaya-nya sudah ada dalam diri kita. Di dalam pengalaman kita, kita memiliki akses terhadap memori ketiika kita melakukan sesuatu dengan baik (apapun itu: menjual, berbicara di depan umum, melukis…), atau memori ketika orang lain melakukan sesuatu dengan baik, atau kita mungkin pernah membaca atau melihat tokoh fiktif melakukan sesuatu dengan baik. Jika kita dapat mengakses memori ini dan masuk ke dalamnya, kita dapat mendayagunakan daya kreasi kita untuk menciptakan pola untuk melakukan sesuatu dengan baik. Kita memiliki sumberdaya yang dibutuhkan untuk sukses, mereka hanya butuh diakses, diperkuat, dan diurutkan.
#11 | Tidak ada kegagalan, hanya ada umpan balik. Setiap hasil dan perilaku adalah pencapaian, meskipun mereka sesuai dengan hasil yang diinginkan maupun tidak. Ada kalanya kita menyesali kegagalan yang pernah menimpa kita. Semakin kita menyesali dan mengingkari kegagalan tersebut, semakin kita tidak mendapatkan apa-apa. Berbeda ketika kita mulai belajar menerimanya, pada saat itulah kita mendapatkan umpan balik; masukan; pembelajaran. Dan dengan umpan balik tersebut kita dapat menyesuaikan langkah kita selanjutnya. Segala sesuatu terjadi pada waktunya. Segala sesuatu terjadi karena suatu sebab. Segala sesuatu terjadi pasti ada hikmahnya. Maka, tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada hanyalah umpan balik dan pembelajaran agar kita dapat menyesuaikan diri dan berbuat lebih baik lagi di masa depan.
#12 | Jika apa yang Anda lakukan belum berhasil, lakukan dengan cara yang berbeda. Sebagian besar manusia memiliki kecenderungan untuk persisten/tekun. Saat mereka melakukan sesuatu dan belum berhasil, mereka cenderung untuk mengulangi cara yang sama dengan lebih keras, lebih lama, dan lebih sering. Ketika seorang anak tidak memahami sebuah pelajaran, orangtuanya seringkali meneriakkan kalimat yang sama berulang-ulang daripada mencoba dengan satu kalimat baru lainnya. Dan ketika sebuah hukuman tidak mengubah perilaku seseorang, kesimpulan yang seringkali muncul adalah hukuman tersebut tidak mencukupi, sehingga kita perlu meningkatkannya. Bagaimana jika kita mulai berpikir, bahwa ketika satu cara belum membuahkan hasil, inilah saatnya mencoba cara lain. Ketika satu cara tidak berhasil, maka cara yang berbeda memiliki peluang keberhasilan yang lebih besar dibandingkan dengan cara yang sama. “Cukuplah disebut sebagai orang gila, seseorang yang mengulang-ulang cara yang sama dan berharap mendapatkan hasil yang berbeda.” – Albert Einstein
© Darmawan Aji 2014
Page | 5
virtualNLP | www.BelajarNLPonline.com
Tugas 02 Pernahkah rekan-rekan memiliki pengalaman yang terkait dengan 10 presuposisi di atas? Bila ada. Tuliskan pengalaman rekan-rekan dan kirimkan ke
[email protected]
© Darmawan Aji 2014
Page | 6