MODEL RIAP AWAL SETELAH PENEBANGAN DAN PENGARUH PERLAKUAN TERHADAP PERTUMBUHAN POHON PADA PUP PT SUMALINDO LESTARI JAYA II Initial Increment Models after Felling and Treatment Effect on the Growth of Trees in Permanent Sample Plots, PT Sumalindo Lestari Jaya II
Armilan Saidi1), Fadjar Pambudhi2) dan Afif Ruchaemi2)
Abstract. Objectives of the research were establishment of initial increment models and study the effect of treated stand on tree growth in permanen sample plots. The reasearch was conducted at PT Sumalindo Lestari Jaya II, Long Bagun Site, West Kutai District, East Kalimantan Province. The company established six permanent sample plots in 1994 at a forest stand that had been logged in 1993, the wide of each plot was one hectare. Three plots were treated with liberation cutting and the rest was untreated (control). The observation object was all trees with diameter larger than 10 cm within all plots. Yearly diameter and basal area increment was defined as the difference between successive measurement values of diameter and of basal area. The increment trends indicated that at the first year, diameter and basal area did not respond to the felling and their increments were remaining low. At the second and the third year, diameter and basal area started to show an improved growth as a reaction to the felling and skidding roads openings. During the measurement period of 9 year, refining and thinning by girdling trees did not increase the diameter and basal area increments of trees that diameter larger than 10 cm. The results indicated that the increment of the treated plots was not significantly different with those of the untreated plots. The estimation of diameter and basal area increment using a multiple regression model showed that for all species groups, tree size in term of diameter and basal area was significant predictor, exceptly diameter increment of Dipterocarpaceae non-Shorea. The weather was a contributing factor that affecting growth rhythm of trees. During long drought and fires in 1997 in the area, most of trees dropped their increment. Later, when the weather was back to normal, the tree growth resumed their normal pattern. Kata kunci: riap, perapihan, pembebasan, peneresan
________________________________________________________________________________________
1) Dinas Kehutanan Kabupaten Berau, Tanjung Redeb 2) Laboratorium Biometrika Hutan Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda
85
86
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Pembuatan Petak Ukur Permanen (PUP) pada areal tegakan tinggal diharapkan dapat memberikan informasi yang diperlukan bagi pembangunan di bidang kehutanan. Informasi ini menyangkut berberapa sifat tegakan antara lain tentang volume, riap, struktur dan komposisi tegakan serta kelas diameter pohon pada periode waktu tertentu sesuai arah perkembangan dinamika hutan. Telah dimaklumi bahwa untuk hutan alam, data pertumbuhan yang diperlukan harus berasal dari banyak tempat dengan harapan bahwa tempat-tempat tersebut bisa mewakili kualitas tapak bagi jenis-jenis yang diteliti. Salah satu usaha untuk memperoleh data ini telah dilakukan oleh Departemen Kehutanan dan Perkebunan melalui adanya keharusan bagi semua HPH untuk membuat Petak-petak Ukur Permanen (PUP). Beberapa peraturan yang berkaitan dengan PUP adalah SK Dirjen Pengusahaan Hutan nomor 183/Kpts/IV-BPHH/1992; nomor 152/Kpts/IVBPHH/1993; nomor 153/Kpts/IV-BPHH/1993 dan SK Menhut nomor 237/KptsII/1995. Beberapa perusahaan kayu di Kalimantan telah membuat PUP di hutan bekas tebangan dalam usaha memenuhi kewajiban-kewajibannya bahkan beberapa di antaranya sudah melaksanakan pengukuran ulang setiap tahun selama 4−5 tahun bahkan lebih. Tetapi sangat disayangkan sampai sekarang belum banyak diketahui kesimpulan dari hasil-hasil pengamatan pada PUP tersebut (Yakub, 2001). Oleh karena itulah penelitian ini mengumpulkan beberapa informasi pertumbuhan riap pada PUP PT Sumalindo Lestari Jaya II Site Long Bagun yang dibuat pada tahun 1994 dan membuat suatu model riap awal yang terbentuk setelah dilaksanakannya penebangan pada PUP ini. Tujuan penelitian ini adalah membentuk model riap awal setelah penebangan dan mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan pohon pada PUP PT Sumalindo Lestari Jaya II, membuat model persamaan riap awal setelah penebangan dan pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan pohon pada PUP PT Sumalindo Lestari Jaya II dan mempelajari sejauhmana perlakuan pada PUP dapat meningkatkan riap pohon selama periode waktu pengukuran. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah bahwa model riap awal ini merupakan informasi penting yang berguna dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan hutan pada suatu tegakan hutan tropis basah. Dengan mengetahui model riap awal dipterokarpa maka dapat diduga suatu perkembangan tegakan kelak di masa datang yang dicerminkan dari model pertumbuhan riap setelah dilakukannya penebangan. Model riap awal yang terbentuk juga mencerminkan tingkat efektivitas pengaruh dari perlakuan silvikultur yang diberikan dibandingkan dengan yang tanpa perlakuan berguna untuk melihat sejauh mana pengaruh penebangan yang dilakukan pada tahun 1993 membentuk kecenderungan model riap awal yang terjadi dan yang lebih terpenting adalah saat (waktu) yang tepat untuk melaksanakan perlakuan silvikultur tersebut, sehingga optimalisasi peningkatan riap diamater atau riap basal area dapat dicapai. Tujuan akhirnya adalah waktu panen untuk rotasi kedua memiliki potensi tegakan yang cukup besar. Kabupaten Malinau. Pada PUP ini telah dilakukan pengukuran secara periodik mulai tahun 1994 sampai 2003.
Saidi dkk. (2005). Model Riap Awal Setelah Penebangan
87
Seri PUP ini terdiri dari 6 petak ukur, yang masing-masing petak ukur luasnya 200 m x 200 m. Di dalam luasan ini dibuat petak pengamatan dan pengukuran seluas 100 m x 100 m (satu hektar) yang akan dibagi menjadi petak-petak pengukuran dengan luas 20 m x 20 m. sehingga jumlah petak-petak ini dalam satu hektar menjadi 25 petak pengamatan dan pengukuran. Persiapan penelitian di lapangan meliputi: orientasi data sekunder dari PT Sumalindo Lestari Jaya dan dari Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Samarinda. Dalam penelitian ini perlakuan yang diberikan untuk semua petak pengukuran (6 petak ukur) awalnya adalah penebangan yang dilaksanakan pada tahun 1993, kemudian diberikan perlakuan-perlakuan silvikultur tambahan untuk tiga petak ukur (3 ha) yaitu pembebasan (refining) dan penjarangan (thinning) setiap tahunnya sampai tahun 1998 yang selanjutnya kegiatan ini dilaksanakan setiap 2 tahun, sedangkan 3 buah petak ukur yang lainnya tidak diberikan perlakuan apapun (hanya sebagai kontrol), sehingga luas objek penelitian ini adalah 6 ha. Yang dimaksud dengan pembebasan di sini adalah menebas/menghilangkan semua semak belukar dan liana yang ada di dalam PUP yang dicadangkan untuk mendapatkan perlakuan pemeliharaan tegakan (PUP nomor 1, 2 dan 3). Semua anakan pohon dari jenis-jenis non komersil yang diameternya sama atau kurang dari 5 cm di dalam petak 1, 2 dan 3 dihilangkan dengan ditebas. Kegiatan pembebasan ini dilakukan setiap tahun mulai tahun 1994 sampai tahun 1998 dan setelah itu dilakukan setiap dua tahun. Yang dimaksud penjarangan di PUP adalah kegiatan mematikan pohon-pohon jenis non komersil yang tajuknya mengganggu perkembangan tajuk pohon jenis komersil (dalam penelitian ini termasuk kelompok jenis Shorea, kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea dan kelompok jenis komersil) yang berdiameter 20 cm. Cara yang digunakan untuk mematikan pohon dalam kegiatan penjarangan adalah dengan meneres. Kegiatan penjarangan pertama (tahun 1998) telah dilaksanakan dan untuk selanjutnya kegiatan ini dilaksanakan setiap 5 tahun berdasarkan buku pedoman Pembuatan dan Pengukuran Petak Ukur Permanen menurut Anonim (1993). Pengumpulan data meliputi variabel yang diamati/diukur/dicacah dan dicatat yaitu: diameter pohon, jumlah pohon per petak, basal area dan waktu setelah dilakukannya penebangan. Parameter-parameter ini selanjutnya diolah dan dimasukkan ke dalam suatu persamaan regresi untuk memperoleh model riap awal. Data yang telah diperoleh dianalisis sebagai berikut: a. Kecenderungan model riap per tahun Kecenderungan (trend) model riap diameter maupun riap bidang dasar per tahun merupakan gambaran pertambahan dan penurunan riap yang dapat menjelaskan gambaran dinamika tegakan yang terjadi mulai tahun 1994 sampai dengan tahun 2002. Melalui kecenderungan riap bidang dasar gambaran dinamika tegakan akan lebih jelas dan dapat mewakili seluruh proses dinamika tegakan seluas 24 ha. Nilai riap yang didapatkan dari selisih nilai riap per tahun yang kemudian diklasifikasikan ke dalam kelas-kelas diameter (10 cm, 20 cm, 30 cm dan seterusnya) dicari nilai rataan riapnya per tahun berdasarkan kelas diameter itu.
88
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Untuk melihat apakah perlakuan yang diberikan mempunyai tingkat efektivitas lebih baik dalam meningkatkan riap diameter pohon, maka digunakan uji-t antara nilai riap diameter pada petak dengan perlakuan dan petak tanpa perlakuan. Jika nilai t-hitung > t-tabel, maka hipotesis tandingan (HI) yang menyatakan nilai riap diameter pada petak perlakuan tidaklah sama dengan pada petak tanpa perlakuan diterima. Tetapi jika nilai t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol (Ho) yang menyatakan nilai riap diameter pada petak perlakuan sama dengan pada petak tanpa perlakuan diterima. b. Model persamaan dan pengujian secara statistik Untuk dapat membuat model riap awal maka perlu adanya persamaan regresi non linear yang kiranya dapat mewakili model persamaan riap awal. Persamaan regresi non linear yang dicobakan adalah: 2 Y = bo + b1d + b2d + b3N + b4BA Maka bentuk umum untuk regresi Y atas X1, X2, …, X4 ditaksir oleh: Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 yang mana: Y = Riap diameter pohon (i d) atau riap bidang dasar (i BA) X1 = Diameter pohon (d) X2 = Nilai kuadrat dari diameter pohon (d2) X3 = Jumlah pohon / petak ukur (N) X4 = Bidang dasar / petak ukur (BA) Persamaan tersebut merupakan persamaan yang menggunakan semua peubah bebas (all variables) untuk menduga nilai riap. Selanjutnya persamaan tersebut dipilih peubah bebas yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pendugaan nilai riap. Pemilihan peubah bebas yang dimaksud menggunakan prosedur regresi stepwise dengan melalui beberapa tahap penyaringan untuk memilih kombinasi terbaik dari beberapa peubah bebas yang dimasukkan dalam persamaan regresi yang ditandai oleh nilai hubungan (korelasi/R) yang cukup besar. Persamaan yang menggunakan prosedur stepwise dicari nilai t hitungnya. Jika nilai t hitung
Saidi dkk. (2005). Model Riap Awal Setelah Penebangan
89
Tabel 1. Data Kelompok Jenis Pohon
Shorea (Meranti) S. smithiana S. leprosula Miq. S. pauciflora S. sminis V.Sl. S. ovalis Blume. S. johorensis S. belangeran S. selanica Bl. S. palembanica Bl. S. pinanga Scheff. S. stenoptera Burck.
Kelompok jenis pohon Dipterocarpaceae non Shorea Komersil Dipterocarpus cornutus Agathis sp. D. humeratus Alstonia sp. D. grandiflorus Blanco. A. scholaris D. tempehes V.Sl Palaquium sp. Dryobalanops aromatica Dracontomelon sp. D. lanceolata Burck. Eusideroxylon zwageri Hovea sp. Anthocepalus cadamba H. sengal Korth Octomeles sumatrana H. mengerawan Korth. Quercus sp. Vatica sp. Zysigium sp. V. sumatrana V.Sl. Litsea sp.
Non komersil Durio sp. Garcinia sp. Ficus sp. Scapium sp. Neuclea sp. Aglaia sp. Macaranga sp. Nephelium sp. Kompassia sp. Baccaurea sp. Dimocarpus longan
Kelompok jenis komersial (K) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah selain jenis Dipterocarpaceae. Jenis non komersil adalah termasuk di dalamnya pohon yang dilindungi dan pohon buah. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 365/Kpts-II/1993 tanggal 17 Juli 1993, luas areal HPH sebesar 272.000 ha. Luas HPH PT SLJ II berdasarkan hasil pengukuran planimetris pada peta-peta yang dihasilkan dari potret udara serta memperhatikan hasil-hasil pelaksanaan tata batas yang telah dilakukan adalah 269.660 ha dan secara geografis pada 0 o45’00”–1o50’00” LU dan 115 o5’00”–115 o 45’00” BT. Secara administrasi pemerintahan, areal HPH PT Sumalindo Lestari Jaya II terletak di Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Kutai Barat (sebelah selatan) dan Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau (sebelah utara), Propinsi Kalimantan Timur. Letak PUP Seri I adalah pada Km 58 dari arah Km 0 (SLJ V) menuju Km 83 (SLJ II) Desa Batu Majang Kecamatan Long Bagun Kabupaten Kutai Barat. Merupakan areal RKPH ke III (tahun 1991–1996) dan telah mengalami penebangan pada tahun 1993 dengan nomor petak tebangan 11 zona XI. PUP Seri I dibuat bulan Juni 1994 dengan luas 24 ha yang terdiri dari 6 buah petak ukur yang luasnya masing-masing 4 ha. Letak PUP ini secara geografis antara 115o–115o3’ BT dan 0o45’–1o45’ LU/LS. Secara umum kondisi topografi areal HPH SLJ II dibentuk oleh morfologi perbukitan dan pegunungan dengan lembah sungai yang relatif berbentuk “V”. Ketinggian makasimum ±1.345 mdpl yang dapat dijumpai di bagian utara HPH dan ketinggian minimum ±100 mdpl di sekitar Batu Kelau dan Riam Haloq. PUP memiliki konfigurasi lapangan yang bergelombang, sedang sampai ringan dengan kelerangan rata-rata 38 %. Areal HPH PT SLJ II memiliki tipe iklim Afa (iklim tropika basah) menurut klasifikasi Koppen, dengan suhu rata-rata 18o C dan curah hujan bulan terkering >60 mm, bulan terpanas >22 o C.
90
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Berdasarkan laporan hasil produksi pada tahun 1994 mengenai pohon yang ditebang pada petak nomor 11 disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 2. Pohon-pohon yang Ditebang dalam Petak Tebangan Nomor 11 Nama kelompok jenis
3
Jumlah pohon
Meranti Kuning Meranti Merah Meranti Putih Jumlah
Volume (m ) 18,76 23,52 9,78 52,06
5 3 2 10
Model Riap Per Tahun Kecenderungan (trend) model riap per tahun merupakan gambaran peningkatan dan penurunan riap yang terjadi mulai tahun 1994 sampai dengan tahun 2002. Perbedaan hasil penelitian Susanty (2001) dan Abdurachman (2002) mengenai riap pohon di PT Inhutani I Labanan Kabupaten Berau disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedan Riap Diameter dan Bidang Dasar Pohon
Kelompok jenis Shorea Dipterocarpaceae non Shorea Komersil Non komersil
Riap per Hasil Susanty tahun penelitian ini d g d g d g d g
0,56 cm/th 2 0,007 m 0,68 cm/th 2 0,004 m 0,68 cm/th 2 0,002 m 0,52 cm/th 2 0,03 m
0,77 cm/th 2 0,003 m 0,56 cm/th 2 0,002 m 0,53 cm/th 2 0,007 m 0,53 cm/th 2 0,007 m
Abdurachman Hutan primer 0,75 cm/th 2 0,005 m 0,49 cm/th 2 0,002 m 0,56 cm/th 2 0,002 m 0,41 cm/th 2 0,001 m
0,58 cm/th 2 0,002 m 0,43 cm/th 2 0,002 m 0,35 cm/th 2 0,004 m 0,35 cm/th 2 0,004 m
Keterangan: d = diameter pohon, g = bidang dasar pohon
Untuk melihat pengaruh dari perlakuan yang diberikan, maka data diuji dengan menggunakan uji-t pada tingkat kepercayaan 95 % yang disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4. Perhitungan Uji-t antara Petak Perlakuan dengan Tanpa Perlakuan
Shorea Tahun Tahun 98-00 00-02 0,667 0,083 1,98
Nilai uji-t hitung Dipterocarpaceae non Shorea Komersil Tahun Tahun Tahun Tahun 98-00 00-02 98-00 00-02 0,205 0,932 0,048 0,835 Nilai uji-t tabel 2,064 1,96
Non komersil Tahun Tahun 98-00 00-02 0,715 0,591 1,96
Berdasarkan uji-t pada Tabel 4, antara perlakuan dengan tanpa pelakuan, maka nilai t-hitung semua kelompok jenis lebih kecil dari nilai t-tabel. Artinya bahwa
91
Saidi dkk. (2005). Model Riap Awal Setelah Penebangan
hipotesisnya adalah nol (Ho) yaitu riap diameter pada plot perlakuan sama dengan riap diameter pada plot tanpa perlakuan diterima. Model Persamaan dan Pengujian Secara Statistik Persamaan regresi untuk mengetahui nilai riap (i) baik untuk riap diameter (id) maupun riap bidang dasar (iBA) adalah sebagai berikut: 2 i = bo + b1 d + b2 d + b3 N + b4 BA Persamaan di atas merupakan persamaan yang menggunakan semua peubah bebas (all variables) untuk menduga nilai riap. Selanjutnya persamaan tersebut dipilih peubah bebasnya yang memberikan kontribusi signifikan (tingkat kepercayaan 95 %) terhadap pendugaan nilai riap. Selengkapnya disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Nilai-nilai Regresi Berdasarkan Prosedur Stepwise Kelompok jenis
Shorea Dipterocarpaceae non Shorea Komersil Non komersil
Riap d g d g d g d g
Konstanta (b0) -
-2,535*10-03 -
-1,116*10
-03
-02
-
-1,538*10
-03
0,362
-5,090*10
Nilai-nilai regresi X1 X2 -02 4,904*10 -5,039*10-04 -04 3,050*10 -1,700*10-06 -04 1,512*10
-04
3,062*10 -04 1,902*10 -03 4,722*10 -04 1,000*10
-3,835*10-04 -1,672*10-06 -
X3 1,488*10 -
-02
X4 -
Keterangan: d = diameter pohon, g = bidang dasar pohon.
Pengaruh dari peubah-peubah bebas X yang ada terhadap peubah terikatnya Y diketahui dari besarnya nilai koefisien determinasi (R) seperti ditampilkan pada Tabel 6 dan 7. Tabel 6. Nilai Hubungan Keeratan Peubah Bebas dengan Riap Diameter
Kelompok jenis Shorea Dipterocarp non Shorea Komersil Non komersil
Peubah
Koefisien
Konstanta X1 X2 Konstanta X3 Konstanta X1 X2 Konstanta X1
4,904E-02 -5,039E-04 1,488E-02 3,062E-02 -3,835E-04 0,362 4,722E-03
Galat baku 0,002 0,000 0,002 0,001 0,000 0,043 0,002
T 19,615 -11,731 7,585 25,094 -13,881 8,503 3,111
Signifikansi
R
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,002
0,885 -0,750 0,820 0,733 -0,512 0,176
92
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
Tabel 7. Nilai Hubungan Keeratan Peubah Bebas dengan Riap Bidang Dasar
Kelompok jenis
Peubah Konstanta X1 X2 Konstanta X1 Konstanta X1 X2 Konstanta X1
Shorea Dipterocarp non Shorea Komersil Non komersil
Koefisien
Galat baku
T
-2,535E-03 3,050E-04 -1,700E-06 -1,116E-03 1,512E-04 -1,538E-03 1,902E-04 -1,672E-06 -5,090E-04 1,000E-04
0,001 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
-2,727 6,452 -3,269 -1,337 5,593 -4,611 9,319 -6,284 -2,512 13,863
Signifikansi 0,007 0,000 0,001 0,193 0,000 0,000 0,000 0,000 0,013 0,000
R 0,531 -0,303 0,733 0,372 -0,261 0,624
Pohon Ingrowth dan Pohon Mati dalam PUP Plot di hutan alam akan mempunyai ingrowth (alih tumbuh) yaitu pohonpohon yang pada awalnya tidak diukur karena lebih kecil dari ukuran minimal, tetapi sudah harus diukur pada pengukuran berikutnya karena ukurannya melampaui batas minimal. Besarnya persentase pohon-pohon ingrowth ditampilkan pada Gambar 1. 45.6
50
45.6
Persen
40 30 20 10
5.7
3.1
0 Shorea
Komersil
Non Shorea
Non komersil
Jenis pohon Gambar 1. Persentase Pohon Ingrowth Berdasarkan Kelompok Jenis
Berdasarkan Gambar 1 tersebut menunjukkan bahwa sebesar 54,39 % pohon pada PUP ini merupakan pohon idaman kelak di masa datang. Jumlah pohon yang mati dalam masa periode ini sebanyak 60 pohon yang didominasi oleh interval kelas diameter 10–19,9 cm sebanyak 15 %, 20–29,9 cm 15 %, 30–39,9 cm 30 %, 40–49,9 25 % dan kelas diameter 50–59,9 cm atau ke atas sebesar 15 % seperti terlihat pada Gambar 2.
Saidi dkk. (2005). Model Riap Awal Setelah Penebangan
35
93
30
30
25
Persen
25 20
15
15
15
15 10 5 0 10-19,9 20-29,9 30-39,9 40-49,9 50-59,9
Kelas diameter (cm) Gambar 2. Persentase Pohon Mati Berdasarkan Kelas Diameter Pohon
Kematian ini sebagian besar disebabkan oleh kondisi pohon, ada yang patah pada bagian batang, patah tajuk, rusak batang dan kulit serta rusak akar. Selain itu, iklim juga turut berperan dalam kematian pohon dan penurunan riap diameternya, yang mana pada tahun 1997 khususnya bulan Agustus berdasarkan data dari stasiun pengamat cuaca di km 83 tidak pernah turun hujan (kemarau). KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Beberapa model persamaan riap diameter dan riap bidang dasar dapat digunakan prosedur regresi stepwise berdasarkan kelompok jenis pohon. Model persamaan regresi berganda yang digunakan untuk menduga nilai riap diameter (id) dan riap bidang dasar (iBA) disertai dengan pengujiannya menunjukkan bahwa untuk keempat kelompok jenis yang diteliti riap diameter dan riap bidang dasar yang berpengaruh signifikan adalah ukuran pohon, kecuali untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea. Kecenderungan riap yang terjadi mengindikasikan bahwa pada tahun pertama setelah penebangan, diameter maupun bidang dasar belum memberikan respon terhadap pengaruh penebangan ditandai dengan nilai riapnya yang kecil. Pada tahun ke-2 dan ke-3 diameter dan bidang dasar mulai menunjukkan peningkatan riap sebagai reaksi terhadap pembukaan hutan akibat penebangan dan jalan sarad. Dengan periode pengukuran selama 9 tahun, perapihan dan pembebasan melalui peneresan pohon belum efektif untuk meningkatkan riap diameter maupun riap bidang dasar pohon-pohon berdiameter 10 cm. Riap diameter pada petak perlakuan sama dengan nilai riap diameter pada petak tanpa perlakuan. Keadaan cuaca ternyata turut pula memberikan pengaruh pada ritme pertumbuhan pohon. Selama kemarau panjang dan kebakaran hutan pada tahun
94
JURNAL KEHUTANAN UNMUL 1 (2), OKTOBER 2005
1997 di wilayah ini, hampir semua pohon turun riapnya. Kemudian setelah cuaca kembali normal, pertumbuhan pohon meneruskan pola pertumbuhan normalnya. Jumlah pohon ingrowth yang hadir selama 9 tahun berjumlah 296 pohon dan kematian pohon selama periode 9 tahun sebanyak 60 pohon. Saran Penelitian seperti ini masih perlu dilakukan lagi pada waktu PUP tidak mengalami gangguan cuaca yang ekstrim seperti kemarau panjang. Informasi mengenai keterbukaan tajuk pohon akibat penebangan perlu diketahui. Plot-plot yang belum pernah ditebang dapat digunakan sebagai pembanding terhadap plotplot yang telah mengalami penebangan seperti pada plot PUP. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman. 2002. Dinamika Struktur Tegakan dan Riap Diameter pada Pembalakan Konvensional dan Pembalakan Ramah Lingkungan di PT Inhutani I Labanan Berau, Kalimantan Timur. Tesis Pascasarjana Magister Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. 156 h. Anonim. 1993. Pedoman Pembuatan dan Pengukuran Petak Ukur Permanen untuk Pemanfaatan Pertumbuhan dan Riap Hutan Alam Tanah Kering Bekas Tebangan. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Susanty, F.H. 2001. Analisis Bentuk Struktur Tegakan dan Model-model Riap Tegakan dengan Sistem Pemanenan yang Berbeda di PT Inhutani I Berau Kalimantan Timur. Tesis Pascasarjana Magister Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda. 132 h. Yakub. 2001. Fungsi Mortalitas, Alih Tumbuh dan Pertumbuhan Pohon untuk Model Pertumbuhan Tegakan di Hutan Alam Bekas Tebangan pada PT Intraca Wood dan PT Sarpatim. Tesis Pascasarjana Magister Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda.