MODEL PENDIDIKAN TAFSIR AL-BAYAN DALAM HADIS
Oleh : Abdain*
Abstark:
Adanya penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an melalui berbagai macam pendekatan tafsir, mempunyai peran yang sangat besar. Dan sesungguhnya, persoalan tafsir menafsirkan al-Qur’an, bila dilihat dari segi usianya, adalah merupakan kegiatan yang paling tua dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya dalam Islam. Hal itu dapat ditelusuri sejarah awal penafsiran al-Qur’an , ternyata sudah ada sejak masa Nabi saw. Dimana Nabi saw. sendiri adalah orang yang paling berkompeten untuk memberikan penjelasan dan penafsiran. Dengan kata lain, Nabi saw. adalah berfungsi sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), khususnya terhadap ayat-ayat yang tidak dapat dipahami atau yang mungkin samar artinya. Baru setelah wafar Nabi saw. para sahabat dan generasi tabi’ien, mulai melakukan ijtihad dalam menghadapi ayat-ayat yang tidah mudah dipahami. Kemudian dalam rangka menghadapi perkembangan zaman, banyak para mufassir yang berusaha dalam memahami isi dan kandungan al-Qur’an melalui berbagai macam pendekatan, seperti menggunakan metode tafsir yang bercorak ma’tsur (bercorak riwayat) dan yang bercorak ra’yu (pemikiran).
Kata-kata Kunci: Metode, Bayan Tafsir, Tafsir, Hadis Pendahuluan Kitab suci al-Qur’an adalah, sumber ajaran Islam yang menempati posisi sentral, bukan saja dalam pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan inspirator, pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad sejarah pergerakan umat ini. Apabila dilihat dari segi asal-usul datangnya al-Qur’an (asbab al-Nuzul)nya, adalah
*
Abdain, Dosen tetap STAIN Palopo dan memperoleh gelar magister Hukum Islam (M. HI) di UIN Alauddin Makassar, Sekretaris Jurusan Syari’ah.
87
88
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
diyakini secara mutawatir bahwa, al-Qur’an itu benar-benar berasal dari Allah, tak ada satu ayatpun yang diragukan sebagai yang bukan berasal dari Allah. Pada masa al-Qur'an diturunkan lima belas abad yang lalu, Rasulullah saw. yang berfungsi sebagai mubayyin telah menjelaskan arti dan kandungan al-Qur'an kepada sahabat-sahabatnya, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar artinya. Sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur'an, keberadaan hadis disamping mewarnai masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya, juga telah menjadi bahan kajian yang menarik dan tiada henti-hentinya. Penelitian terhadap hadis baik dari segi keotentikannya, kandungan makna dan ajaran yang terdapat di dalamnya, macam-macam tingkatannya, maupun fungsinya dalam menjelaskan kandungan al-Qur'an dan sebagainya telah banyak dilakukan para ahli dibidangnya. (Abuddin Nata, 1998: 185). Susunan bahasa al-Qur'an sangat sempurna dan istimewa, sehingga tidak ada sesuatupun makhluk Tuhan yang dapat menandingi kehebatannya. Dengan demikian muatan yang dikandung oleh al-Qur'an tidak dapat diketahui semuanya secara jelas, kecuali dengan penafsiranpenafsiran. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya usaha-usaha penafsiran dan gerakan untuk memahami kandungan al-Qur'an dikalangan umat Islam. (Taufiq Adnan Amal, 1990:15). Lebih jauh al-Asfahani berpendapat, kendatipun al-Qur’an itu merupakan tuntunan atau petunjuk bagi segenap umat manusia, tetapi tidaklah keseluruhan manusia memiliki tingkat pemahaman yang sama, masing-masing tergantung pada perbedaan tingkat keahlian dalam bidangnya sendiri. Para ahli bahasa Arab merasakan betapa tingginya mutu bahasa al-Qur’an. Para ahli fiqh mampu memahami kebenaran segi-segi hukumnya. Ahli ilmu kalam mengerti dalil-dalil pembuktian yang rasional dalam al-Qur’an. Demikian pula ahli-ahli lainnya memperoleh ilmu dari al-Qur’an. (Ahmad Asy-Syirbashi, 1994:43). Dalam memahami wahyu ini, Allah menugaskan kepada RasulNya Muhammad saw. agar menjelaskan kepada umat manusia atas segala yang tersirat dalam semua prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan ajaran pokok tersebut secara terperinci. Pengutusan nabi Muhammad saw. sebagai mubayyin (pemberi penjelasan) dalam menafsirkan al-Qur’an, karena beliau yang menerima wahyu dari Allah, kemudian menyampaikan kepada umat manusia, dimana Rasul sendiri yang diberi kewenangan untuk menjelaskan apa yang
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
89
terkandung dalam al-Qur’an. Karena itu wajar jika para sahabat bertanya kepada Nabi dalam memahami makna ayat-ayat al-Qur’an yang disebut dengan hadis. Pengertian Kata "model" yang terdapat pada tulisan ini berarti contoh, acuan, ragam, dan cara. (W.J.S. Poerwadarminta, 1991:653). Sedangkan tafsir berasal dari bahasa Arab "fassara, yufassiru, tafsiran" yang berarti: menjelaskan, menerangkan. (A.W. Munawir, 1984:1134). Secara leksikal bermakna menjelaskan, membuka sesuatu yang tertutup atau mengungkapkan maksud yang dikehendaki oleh lafadz musykil. (Ibrahim Mustafa, t.th.:695). Sedangkan menurut ulama tafsir bahwa yang dimaksud dengan tafsir adalah ilmu untuk memahami kitab Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., menjelaskan maknanya, serta mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmahnya. (Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni, dalam Muhammad Qadirun Nur, 1998: 89). Adapun hadis berasal dari bahasa Arab dari kata hadatsa-yahdutsuhadîtsan, memiliki arti yang bermacam-macam. Kata tersebut misalnya dapat berarti al-Jadid (yang baru), al-qarîb (yang dekat), al-khabar (berita). (Muhaimin, et.al., 1994:129). Selanjutnya pengertian hadis menurut istilah, para ahli mengemukakan formulasi yang berbeda-beda, namun esensinya sama. Ulama hadis misalnya mengatakan bahwa hadis adalah segala sesuatu yang dinukilakan dari Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir beliau. Sedangkan ulama ushul fiqih mengatakan bahwa hadis adalah sesuatu yang datang dari Nabi saw. selain al-Qur'an, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya, yang ada sangkut pautnya dengan hukum. (Muhaimin, et.al., 1994:131). Berdasarkan defenisi-defenisi tersebut di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud model tafsir dalam hadis adalah cara Nabi saw. menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur'an, baik dalam wujud perkataan, perbuatan mapun taqrir beliau, sehingga apa yang dimaksud dapat dipahami. Model-Model Tafsir Rasulullah saw. Rasulullah saw dalam menasifrkan atau menjelaskan al-Qur'an mempergunakan berbagai macam cara. Secara garis besar dapat dilihat
90
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
dari dua aspek; yaitu keterkaitan antara ungkapan dan penafsirannya dan sifat tafsir. Dengan demikian dapat dilihat bahwa ada beberapa model tafsir Rasulullah saw. sebagai berikut: A. Model keterkaitan antara ungkapan (ayat) dan penafsirannya. (Natijah Tafsir) Penelitian terhadap hadis-hadis tafsir, menunjukkan bahwa obyek tafsir Nabi bukan hanya lafadz-lafadz al-Qur'an, tetapi juga kalimatkalimatnya, karena itu natijah tafsir bukan hanya konsep-konsep tetapi juga ide-ide konsepsional. Jika dikaitkan dengan ungkapan yang ditafsirkan, maka terdapat tiga kemungkinan hubungan antara natijah dan ungkapan yaitu hubungan mutabi', hubungan talazum dan hubungan tadhamun. (M. Quraish Shihab, 1994:75). Berdasarkan hal tersebut, maka tafsir Rasulullah saw., dapat dibedakan atas: 1. Bayan mutabiq Mulazim berasal dari kata "tabaqa" yang berarti: yang cocok, sesuai. (A.W. Munawir, 1984:899). Maksudnya adalah tafsir yang menghasilkan natijah yang sepadan dengan ungkapannya, artinya antara penjelasan Rasulullah mengandung ungkapan yang sama dengan ungkapan yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur'an, antara makna dan ungkapan tersebut tidak lebih dan tidak kurang sehingga satu sama lain pas dan tepat. Misalnya dalam QS. At-Taubah (9):31. ان عدة الثهور عند هللا اثنا عشر شهرا فى كتاب هللا يوم خلق السموات واألرض منها اربعه خرم ... 'Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah dua belas bulan pada hari Ia mencipatakan langit di bumi di antaranya pada empat bulan yang dihormati' Rasulullah memberikan penjelasan yang sepadan dengan materi yang terdapat dalam ayat tersebut, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Abu Bakar. (Shahih Bukhari, t.th.:8). ، ان الزملن قد استد ارلهيئة كيوم خلق هللا السموات واألرض:عن البى صلى عليه وسلم قال السنت Dari Nabi saw. beliau bersabda sesungguhnya zaman itu beredar seperti keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi, satu tahun itu adalah dua belas bulan. Diantaranya ada empat yang dihormati,
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
91
tiga berturut-turut; Zulqaidah, Muharram, dan Rajab yang ada di antara Jumada dan Sya'ban. 2. Bayan Talazun atau mulazim. Mulazim berakar dri kata "lazima" yang bermakna tetap, yang perlu sekali, tak dapat dihindari. (A.W. Munawir, 1984: 1357). Yaitu tafsir yang memberikan konsep atau ide-ide yang merupakan unsur yang lazim mesti ada dalam kandungan lafadz atau kalimat ayat yang ditafsirkan, seperti menafsirkan QS. Al-Baqarah (2):186 dan Qs. Al-Mu'min (40):60. Pada dua ayat tersebut terdapat kata al-du'a kemudian dijelaskan dengan kata al-ibadah, hubungan antara keduanya mengandung konsep bahwa setiap ibadah mesti do'a sebagaimana yang terdapat pada hadis (alTurmizi , t.th:16). سمعت النبى صلى هللا عليه وسلم يقول الدعاء هو العبادة ثم قال:عن النعمان ابن بشير قال وقال ربكم ادعونى استجب لكم ان الذين سيكبرون عن عبادتى سدحلون Dari al-Nu'man ibnu Basyir, ia berkata: aku telah mendengar Nabi saw. bersabda: Do'a itu adalah ibadah, kemudian ia berkata dan Tuhan kamu berfirman: berdo'alah kepada-Ku akan Aku perkenankan, sesungguhnya orang-orang yang merasa besar daripada beribadah kepadaKu akan memasuki neraka jahannam dalam keadaan hina. 3. Bayan Tadhâmun, Bayan tadhâmun adalah tafsir yang memberikan konsep atau ide yang tercakup dan merupakan bagian dari pengertian yang lebih luas yang ada dalam lafadz atau ungkapan yang ditafsirkan, misalnya QS. Ibrahim (14):27. Pada ayat tersebut terdapat kata االخرةyang ditafsirkan dengan konsep kubur, ini dapat ditemukan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Turmuziy dari al-Barra. (al-Turmizi , t.th:3120). Konsep kubur sesungguhnya hanyalah bahagian dari pengertian yang terkandung dalam lafads akhirat, bahwasanya konsep akhirat mencakup seluruh aspek kehidupan setelah kehidupan dunia, sementara kehidupan dalam kubur adalah awal dari kehidupan akhirat. 4. Bayan Tamsil. Kata tamsil berasal dari kata " "مثلberarti: menyerupai, menyamai. (A.W. Munawir, 1984: 1403). Jadi bayan tamsil adalah penjelasan yang diberikan berupa contoh sehingga mudah dipahami, misal QS. Al-Fatihah (1) : 7. غير المغضوب عليهم وال الضالينditafsirkan oleh nabi dengan hadisnya ان
92
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
( المغضوب عليهم اليهودو ان الضالين النصارىsesungguhnya orang yang dimurkai Allah adalah orang-orang Yahudi dan yang sesat adalah orang-orang Nasrani). (Abdul Muin Salim, 1990:53). B. Sifat-Sifat Hadis Tafsir Maksud dari sifat tafsir adalah konsep yang menunjukkan jenis dan motif yang melatarbelakangi tafsir nabi saw. terhadap suatu ayat sehingga ditemukan jenis hadis tafsir antara lain: 1. Bayan ta'rif, yaitu penjelasan yang memberikan batasan apa sebenarnya yang dimaksud dengan lafadz yang ditafsirkan, misalnya Qs. al-Baqarah (2):187. Penjelasan makna dari benang hitam الخيط االسودdan benang putih الخيط االبيضdengan kegelapan malam dan terangnya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Adiy ibnu Hatim: .قال النبى صلى هللا عليه وسلم انما هو سواد اليل وبياض النهار Nabi saw. bersabda: sesungguhnya yang dimaksud dengannya adalah kegelapan malam dan terangnya siang. (Al-Muslim, t.th.:141). 2. Bayan al-Tafshil, yaitu tafsir yang memberikan perincian terhadap kandungan dari ayat yang ditafsirkan, misalnya musibah dalam QS. alSyuura (42):30. Rasulullah memberikan penjelasan kata mushibah yang dirincikan dengan penyakit, hukuman dan cobaan di dunia. (Abdul Muin Salim, 1990:59). 3. Bayan al-Tausi, yaitu tafsir yang memberikan pengertian yang luas terhadap ayat-ayat yang ditafsirkan, misalnya perluasan makna dari kata do'a dalam QS. al-Baqarah (2):186. Kata do'a pada ayat tersebut ditafsirkan dengan konsep yang lebih luas yaitu dengan ibadah seperti yang telah diberikan sebelumnya. 4. Bayan Takhsis, yaitu tafsir yang memberikan ide-ide khusus dari kandungan makna lafadz yang ditafsirkan, misalnya QS. al-Anfal (8):60. Istilah kekuatan mencakup pengertian yang lebih luas dan umum dan tidak hanya mengenai pasukan panah. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam al-Turmuziy dari Ahmad bin Maani. (Al-Turmuziy, 335).
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
93
5. Bayan Taqyid, yaitu tafsir yang memberikan sifat dari konsep yang terkandung dari lafadz yang ditafsirkan, misalnya QS. Ali Imran (3):57. Rasulullah saw. memberikan penjelasan tentang penetapan kewajiban haji sekali seumur hidup sebagai kualifikasi dari kewajiban haji yang terkandung dalam ayat di atas. Selanjutnya motif lain yang melatarbelakangi dan mendorong adanya tafsir Rasulullah saw. adalah: 1. Bayan al-Irsyad, yatiu penjelasan Rasulullah saw. yang memberi petunjuk mengenai sesuatu yang hendak dilaksanakan supaya tidak keliru. Misalnya QS. Ali Imran (3):92. Ketika Abu Talhah menyampaikan hajatnya kepada Nabi untuk menyedekahkan tanahnya yang ia sayangi, maka Rasulullah menasehatinya, agar tanah dibagi-bagikan kepada kerabatnya. 2. Bayan tatbiq, yakni penjelasan Rasulullah saw. terhadap ayat yang ditafsirkan dengan cara praktek atau peragaan langsung, misalnya tentang pelaksanaan thawaf, shalat di makam Ibrahim dan sa'i. (Abdul Muin Salim, 1990:61). Misalnya terdapat dalam QS. al-Baqarah (2):125 dan 158. Adapun hadis yang menjelaskan tentang peragaan tersebut adalah yang diriwayatkan oleh Imam Turmiziy dalam (al-Turmuziy: 2970) dari Jabir bin Abdullah adalah sebagai berikut: سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم حين قدم مكة طاف بالبيت سبعا فقر الى اتخذوا من مقام فبدأ بما بدأ هللا وقرأ (ان الصفا:ابراهيم مصلى فصلى خلف المقام ثم اتى الحجر فاستلمه ثم قال .)والمروة من شعاعر هللا Aku mendengar Rasulullah saw. ketika tiba di Mekkah belaiu tawaf (mengelilingi Ka'bah) tujuh kali lalu membaca. Dan jadikanlah maqam Ibrahim sebagai tempat sembahyang lalu beliau sembahyang di belakang maqam, kemudian mendatangi Hajratul Aswad lalu menyentuhnya kemudian berkata: Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebahagian dari kebesaran Allah. Sabda Rasulullah di atas menunjukkan bahwa Nabi saw. bukan hanya melaksanakan ibadah haji melainkan juga memberi contoh tentang pelaksanaan ibadah haji dan sekaligus merupakan penjelasan terhadap ayat-ayat yang relevan. 3. Bayan Tashih atau pembetulan. Yaitu tafsir Rasulullah saw. yang menjelaskan atau membetulkan kekeliruan pemahaman para sahabat
94
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
terhadap suatu ayat al-Qur'an. Misalnya, koreksi Rasulullah saw terhadap pemahaman para sahabat tentang makna lafadz الخيط االسودdan الخيط االبيض kemudian Rasulullah saw membetulkan pemahaman lafadz tersebut dengan بيان اليلdan بيان النهارsehingga dengan demikian para sahabat terhindar dari kekeliruan dan kesalahan. Penutup Berdasarkan uraian-tersebut di atas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan: 1. Yang dimaksud dengan model-model tafsir dalam hadis adalah cara atau pendekatan yang digunakan oleh Rasulullah saw dalam menjelaskan ayat al-Qur'an. 2. Model-model tafsir dalam hadis dapat ditinjau dari dua aspek. a. Aspek keterkaitan antara obyek (ayat) dengan penafsiran (natijah) yang terdiri atas bayan mutabiq, bayan mulazim, bayan tamadun dan bayan tamsil. b. Aspek sifatnya terdiri dari bayan takhsis, bayan taqyid, bayan irsyad, bayan tatbiq dan bayan tashih. Daftar Rujukan Amal, Taufiq Adnan. et. al., Tafsir Kontekstual al-Qur'an, Sebuah Kerangka Kontekstual, Cetakan II; Bandung: Mizan, 1990. Al-Bukari, Shahih Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, t.th. Al-Muslim, Shahih Muslim, Juz I. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, t.th. Al-Turmuziy, Sunan alTurmuziy, Juz IV. Beirut: dar al-Fikr, t.th. ash-Shabuni. Syaikh Muhammad Ali, At-Tibyan fi Ulum al-Qur'an diterjemahkan oleh Muhammad Qadirun Nur, dengan judul “Iktisar Ulumul Qur'an Praktis”, Jakarta: Pustaka Amani, 1998. Asy-Syirbashi, Ahmad, Sejarah Tafsir al-Qur'an, Cetakan III; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994. Muhaimin, et.al., Dimensi-Dimensi Studi Islam, Cetakan I; Surabaya: Karya Abditama, 1994. Munawir. A.W., Kamus al-Munawwir, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1984. Mustafa. Ibrahim, et. al. al-Mu'jam al-Wasit, Juz II. Teheran: al-Maktabah al-Islamiyah, t.th.
Volume 12, Nomor 2, Juni 2010
Nata, Abuddin. Metodolgi Studi Islam, Cet. I; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998. Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan XII; Jakarta: Balai Pustaka, 1991. Salim, Abdul Muin, Beberapa Aspek Metodologi Tafsir, Ujungpandang: LSKI, 1990. Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Cetakan VII; Bandung: Mizan, 1994.
95