PERAN KELOMPOK TANI DALAM KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat)
MOCHAMAD JANUAR I34052229
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ABSTRACT The purpose of this study was to identify the level of household food security of farmers who have been realized, analyze factors that affect household food security of farmers and formulate farmer groups roles in farmers households to achieve food security. Research approach design by survai, the reasearch respondents were 60 head of household the members of farmer farmer group from Banjarsari and Tanjungsari villages, Sukaresik District, Tasikmalaya District, West Java Province. The research uses quantitative and qualitative statistical method with Rank Spearman Correlation to examine variables. Results from the study showed that farmers' household food availability is adequate but is not stable when the season facing famine, drought or shortly before harvest. Need to increase the role of farmer groups to achieve household food security of farmers. Keywords: food security, farmers households, farmer groups.
RINGKASAN MOCHAMAD JANUAR. I34052229. Skripsi (KPM 499) “PERAN KELOMPOK TANI DALAM KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI”. Di bawah bimbingan SUMARDJO. Saat ini isu-isu ketahanan pangan telah menjadi perhatian banyak pihak mulai dari pelaku usaha, kalangan LSM sampai masyarakat yang masih awam tentang persoalan ketahanan pangan. Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersamasama seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan. Di Indonesia aspek ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu sentral dalam pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi beras, salah satunya adalah pengembangan metode System of Rice Intensification (SRI). Kelompok tani memiliki peran yang sangat penting dalam penerapan metode SRI karena metode ini berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air. Selain itu, kelompok tani juga sangat terkait dengan akses pangan rumahtangga petani karena anggota kelompok tani merupakan bagian dari rumahtangga petani. Dengan demikian, kelompok tani memiliki peran yang sangat sentral dalam mewujudkan ketahanan pangan rumahtangga petani. Tujuan Penelitian ini sebagai berikut : (1) mengidentifikasi tingkat ketahanan pangan rumahtangga petani yang telah diwujudkan; (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga petani. (3) merumuskan peran kelompok tani dalam ketahanan pangan rumahtangga petani. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei dan merupakan penelitian explanatory dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Penelitian ini dilakukan di daerah pedesaan, tepatnya di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan, dimulai dari akhir bulan Mei-Juni 2009. Teknik pengumpulan data yang diterapkan adalah teknik wawancara dan menggunakan alat kuesioner. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data kuantitatif. Unit analisis data adalah rumahtangga petani pada kelompok tani padi SRI Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari sebanyak 60 responden yang non-proporsional terdiri dari 30 responden berasal dari Kelompok Tani Desa Tanjungsari yang menerapkan metode SRI yang terdapat sistem penyimpanan hasil produksi pangan dan 30 responden dari Kelompok Tani Desa Banjarsari yang menerapkan metode SRI tetapi tidak ada sistem penyimpanan hasil produksi pangan. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik stratified random sampling yang dilakukan dengan strata kepengurusan kelompok tani. Wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur untuk memperoleh data kualitatif yang digunakan untuk mendukung data kuantitatif. Data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan SPSS 15 untuk menguji hubungan antar variabel yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan menggunakan analisis deskriptif dan uji korelasi Rank Spearman. Ketersediaan pangan rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari cukup terpenuhi. Tingkat kestabilan pangan rumahtangga petani
dilihat dari tingkat kesulitan pangan rumahtangga pada musim paceklik, musim kemarau dan sesaat sebelum musim panen serta kemampuan menabung pada musim panen. Sebagian besar rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari pernah mengalami kesulitan pangan di musim paceklik, musim kemarau dan sesaat sebelum panen. Di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari jauh lebih banyak yang tidak bisa menabung dibandingkan yang bisa menabung. Pangan yang diperoleh rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari sebagian besar berasal dari hasil produksi sendiri, khususnya beras. Pemanfaatan pangan rumahtangga petani dilihat dari frekuensi makan daging sapi atau ayam, minum susu, makan telur dan makan sayur dalam seminggu. Rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Tanjungsari frekuensi makan daging sapi atau ayam masih rendah. Di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari frekuensi minum susu rumahtangga petani masih rendah. Frekuensi makan telur di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari cukup tinggi. Frekuensi makan sayur di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari cukup tinggi. Di Desa Banjarsari terdapat hubungan nyata antara tingkat pendapatan dengan pemanfaatan pangan dan hubungan nyata negatif antara jumlah anggota rumahtangga dengan tingkat stabilitas pangan. Terdapat juga hubungan negatif antara luas lahan yang dikuasai dengan akses pangan, tingkat pendapatan dengan stabilitas pangan dan akses pangan, jumlah produksi permusim tanam dengan tingkat stabilitas pangan, dan akses pangan, jumlah, serta jumlah anggota rumahtangga dengan akses pangan. Di Desa Tanjungsari terdapat hubungan nyata antara tingkat pendapatan dengan pemanfaatan pangan, tingkat partisipasi sosial dengan tingkat stabilitas pangan, dan hubungan nyata negatif antara tingkat partisipasi sosial dengan pemanfaatan pangan. Terdapat hubungan negatif antara tingkat dukungan terhadap produksi pangan dengan akses pangan, tingkat dukungan terhadap distribusi pangan dengan akses pangan, Frekuensi penyelenggaraan kegiatan untuk sarana pembelajaran dengan tingkat stabilitas pangan di Desa Banjarsari. Terdapat hubungan nyata negatif antara tingkat dukungan produksi pangan dengan tingkat ketersediaan pangan di Desa Tanjungsari. Kelompok Tani “Mukti tani 3” Desa Banjarsari berusaha untuk meningkatkan kemampuan anggotanya dalam berusaha tani khususnya dengan metode SRI untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga petani yang menjadi anggotanya. Cukup berbeda dengan Kelompok Tani “Mukti Tani 3”, Kelompok Tani “Sukarakatiga 3” Desa Tanjungsari berusaha mencapai ketahanan pangan rumahtangga petani anggota kelompoknya dengan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Penulis merekomendasikan adanya penelitian yang bertujuan untuk mengkaji bagaimana peran penyuluh dan faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam ketahanan rumahtangga petani. Hal ini guna memperkuat kajian mengenai ketahanan pangan rumahtangga petani.
PERAN KELOMPOK TANI DALAM KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI (Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat)
Oleh MOCHAMAD JANUAR I34052229
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa penelitian yang ditulis oleh: Nama : Mochamad Januar NRP : I34052229 Major : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul : Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani (Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS NIP. 19580225 198503 1 001
Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Pengesahan:
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA PENELITIAN YANG BERJUDUL “PERAN KELOMPOK TANI DALAM KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI” INI BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN DAN JUGA BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Juli 2010
Mochamad Januar I34052229
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 Agustus 1987, dari pasangan H. Aan Brawijaya dan Hj. Pipih Napisah. Jenjang Pendidikan formal yang telah dilalui oleh penulis adalah: TK Pertiwi (1992-1993), di Bogor SDN Harjasari 1 (1993-1999), di Bogor SMPN 1 Ciawi (1999-2002), di Bogor SMAN 1 Ciawi (2002-2005), di Bogor Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun 2006 diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani masa perkuliahan penulis aktif dalam kelembagaan dan kegiatan kemahasiswaan di lingkungan Fakultas Ekologi Manusia yakni HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Pencinta Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) sebagai Manager Divisi Riset Pengembangan Masyarakat tahun 2007-2008 dan DPM FEMA (Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia) Dewan Pelopor sebagai anggota Divisi Eksternal (2007-2008). Penulis juga merupakan salah satu dari tujuh orang Tim Formatur HIMASIERA yang didirikan pada tahun 2006. Penulis pernah mengikuti PKMM (Pemikiran Kritis Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat) tahun 2007-2008 dengan mengambil tema “Selamatkan Bumi Kita dari Kantong Plastik”. Penulis juga pernah tercatat sebagai penerima beasiswa BRI tahun 2007. Saat ini penulis aktif sebagai Ketua Umum Purna Korps Paskara Indra Jaya tahun 2009-2012 yakni suatu perkumpulan alumni paskibra sekolah SMA Negeri 1 Ciawi dan merupakan salah satu pendirinya.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, petunjuk, dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani” dengan baik. Tak lupa shalawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan bagi umat manusia. Penulisan skripsi ini merupakan prasyarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima oleh pihak yang terkait dan memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2010
Mochamad Januar
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam penyelesaian Skripsi ini, antara lain: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, saran dan dukungan untuk kelancaran proses penulisan skripsi. 2. Ibu Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS selaku Dosen Penguji Utama dan Bapak Ir. Hadiyanto, MS selaku Dosen Penguji Perwakilan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan saran dan masukan berharga dalam penulisan skripsi ini. 3. Bapak Ir. Dwi Sadono, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang selalu mendukung mahasiswa bimbingannya. 4. Keluargaku, Bapak H. Aan Brawijaya, Ibu Hj. Pipih Napisah dan adikadikku (M. Fachrirozi dan Dudu Abdulatip) yang telah memberikan doa dan cinta kasihnya selama ini, memberikan semangat dan dukungan baik secara moral dan materi tanpa mengenal lelah. Penulis mengucapkan terima kasih banyak. 5. Wina Rosyidah Azhari yang selalu mendampingi, memberi dukungan semangat, motivasi dan inspirasi. 6. Gilang Kartiwa Nugraha, Whennie Sasfira Adly, Metri Novarinda Asmar dan Muhhamad Istain. Sahabat-sahabat luar biasa yang selalu memotivasi penulis. 7. Ika Meylasari, M. Reza Maulana, Andi Al Furqon, Tri Cahyo Baskara, Anggary Pasha Dewani, Annisa Rizkina Rossa, Wulan Tri Eka Sasmita, Lalu Nofa Setiawan Putra, Egi Massardy, Liza Fairuza, dan Lussi Susanti. Teman-teman terbaik yang selalu memberi dorongan semangat. 8. Temen satu perjuangan menyusun skripsi, Cahyo Budi Utomo. 9. Rekan-rekan KPM 42, terima kasih untuk semuanya. 10. Teman-teman DPM Dewan Pelopor 2007-2008 khususnya Divisi Eksternal (Akber Maulad, Utut Septi Asriani dan Arlita Puji Widiamega) dan HIMASIERA khususnya Divisi Riset dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan banyak dukungan. 11. Kang Husni Mubarok, Saepul Mustakim, R. Pebriandini Widjaja serta Keluarga Besar Korps Paskara Indra Jaya dan Purna Korps Paskara Indra Jaya, keluarga keduaku. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR.................................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1
Latar Belakang......................................................................................................
1
1.2
Masalah Penelitian................................................................................................
2
1.3
Tujuan Penelitian ..................................................................................................
3
1.4
Kegunaan Penelitian .............................................................................................
3
BAB II TINJAUAN TEORITIS .................................................................................
5
2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................................
5
2.1.1 Pengertian dan Fungsi Kelembagaan...............................................................
5
2.1.2 Konsep Kelembagaan Pertanian ......................................................................
5
2.1.3 Konsep Kelompok Tani ...................................................................................
8
2.1.4 Konsep dan Strategi untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumahtangga.......................................................................................
10
2..1.5 Peran Kelompok Tani dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumahtangga.......................................................................................
14
2.2 Kerangka Pemikiran..............................................................................................
15
2.3 Hipotesis Penelitian...............................................................................................
16
2.4 Definisi Operasional..............................................................................................
17
BAB III PENDEKATAN LAPANG ...........................................................................
23
3.1 Metode Penelitian..................................................................................................
23
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................
23
3.3 Teknik Pengumpulan Data....................................................................................
24
3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................
24
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI .................................................................
25
4.1 Gambaran Umum Wilayah Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari .....................
25
4.2 Karakteristik Penduduk Wilayah Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari ............
26
4.3 Profil Responden...................................................................................................
27
4.4 Profil Kelompok Tani Muktitani 3 dan Sukarakatiga 3 ........................................
27
xi
4.4.1 Profil Kelompok Tani Muktitani 3 ..................................................................
27
4.4.2 Profil Kelompok Tani Sukarakatiga 3 .............................................................
28
BAB V PERAN KELOMPOK TANI DALAM KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI ........................................................................
30
5.1 Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani...............................................................
30
5.1.1 Tingkat Ketersediaan Pangan Rumahtangga Petani ........................................
30
5.1.2 Tingkat Stabilitas Pangan Rumahtangga Petani ..............................................
31
5.1.3 Akses Pangan ...................................................................................................
35
5.1.4 Pemanfaatan Pangan ........................................................................................
36
5.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Ketahanan Rumahtangga Petani ........
38
5.2.1 Hubungan antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Petani dan Ketahanan Pangan Rumahtangga petani ...................................................
38
5.2.2 Hubungan antara Peran Kelompok Tani dan Ketahanan Pangan Rumahtangga petani.........................................................................................
41
5.3 Peran kelompok tani dalam ketahanan pangan rumah tangga petani ...................
43
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................
49
6.1 Kesimpulan ...........................................................................................................
49
6.2 Saran......................................................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
51
xii
DAFTAR TABEL
Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14
15 16 17 18 19
Halaman Tabel Kebutuhan Informasi Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani ...................................... Jumlah Petani Menurut Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 ....................................... Sebaran Petani Menurut Ketersediaan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009....................................................... Sebaran Petani Menurut Kesulitan Pangan Rumahtangga Petani pada Musim Paceklik di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 ....................... Sebaran Petani Menurut Kemampuan Menabung Rumahtangga Petani pada Musim Panen di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009................... Sebaran Petani Menurut Kesulitan Pangan Rumahtangga Petani pada Musim Kemarau di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 ...................... Sebaran Petani Menurut Kesulitan Pangan Rumahtangga Petani Sesaat Sebelum Musim Panen di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 ............ Sebaran Petani Menurut Asal Pangan Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009................................................................ Sebaran Petani Menurut Intensitas Makan Daging Sapi/Ayam Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 ................ Sebaran Petani Menurut Intensitas Minum Susu Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 .................................................. Sebaran Petani Menurut Intensitas Makan Telur Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 .................................................. Sebaran Petani Menurut Intensitas Makan Sayur Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 .................................................. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Petani dengan Ketahanan Pangan di Desa Banjarsari, 2009............................................................................................................. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Petani dengan Ketahanan Pangan di Desa Tanjungsari, 2009............................................................................................................. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Peran Kelompok Tani dengan Ketahanan Pangan di Desa Banjarsari, 2009.................................. Koefisien Korelasi Rank Spearman antara Peran Kelompok Tani dengan Ketahanan Pangan di Tanjungsari, 2009 ........................................ Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok Tani dalam Penyediaan Benih di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009........................................ Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok Tani dalam Pemberantasan Hama di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 ........................................ Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok Tani dalam Pengadaan dan Perawatan Pengairan di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009................
xiii
22 27 31 32 33 34 34 35 36 37 38 38
40
41 42 43 43 44 44
20 21 22
23 24
Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok Tani dalam Pengadaan Sprayer di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009 ..................................... Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok Tani dalam Memasarkan Hasil Produksi Pertanian di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009.......... Sebaran Petani Menurut Partisipasi Anggota Kelompok dalam Memasarkan Hasil Produksi Pertanian di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009........................................................................................ Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok Tani dalam Mengadakan Pelatihan di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009................................... Sebaran Petani Menurut Intensitas Pertemuan Rutin Kelompok Tani di Desa Banjarsari dan Tanjungsari, 2009.......................................................
xiv
45 45
46 46 47
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1
Halaman Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani ...................................... 16
xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Saat ini isu-isu ketahanan pangan telah menjadi perhatian banyak pihak
mulai dari pelaku usaha, kalangan LSM sampai masyarakat yang masih awam tentang persoalan ketahanan pangan. Pada KTT Pangan FAO di Roma tahun 1996, para pemimpin dunia bertekad mengurangi kelaparan dari 840 juta orang menjadi 400 juta orang pada tahun 2015. Kemudian dalam Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2000 dipertegas kembali dengan komitmen melawan kemiskinan dan kelaparan (Nainggolan, 2008). Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan (Bappeda Jabar, 2004). Di Indonesia aspek ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu sentral dalam pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Masalah pangan dan ketahanan pangan tidak dapat dilepaskan dari konteks komoditas beras. Hal ini mengingat beras merupakan bahan pangan pokok (Staple food) yang dikonsumsi oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian ketersediaan beras menjadi faktor penting dalam memantapkan ketahanan pangan nasional. (Supadi, 2004). Di Kecamatan Sukaresik produksi padi sawah mencapai 62,46 kuintal/ha dari 63,51 kuintal/ha rata-rata untuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya (Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, 2009). Selain itu, akses pangan merupakan determinan penting ketahanan pangan. Akses pangan merefleksikan kemampuan memperoleh, memproduksi dan atau membeli pangan. Pada konteks ini, rumahtangga pertanian
menjadi berbeda dari rumahtangga lain karena rumahtangga pertanian memiliki akses langsung terhadap produksi pangan (Hardono, 2005). Berbagai
program
telah
dilaksanakan
oleh
pemerintah
untuk
meningkatkan produksi beras, salah satunya adalah pengembangan metode System of Rice Intensification (SRI). SRI adalah sistem budidaya padi dengan pendekatan manajemen perakaran, yang berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air dengan mengutamakan berjalannya aliran energi dan siklus nutrisi untuk memperkuat suatu kesatuan agroekosistem.1 Kelompok tani memiliki peran yang sangat penting dalam penerapan metode SRI karena metode ini berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air. Selain itu, kelompok tani juga sangat terkait dengan akses pangan dalam rumahtangga petani karena anggota kelompok tani merupakan bagian dari rumahtangga petani. Dengan demikian, kelompok tani memiliki peran yang sangat sentral dalam mewujudkan ketahanan pangan rumahtangga petani. 1.2
Masalah Penelitian Pangan merupakan kebutuhan yang penting bagi manusia. Sejalan
dengan itu, ketahanan pangan menjadi isu yang hangat dari waktu ke waktu. Berbagai program telah dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan. Salah satunya adalah metode SRI yang melibatkan peran aktif kelompok tani yang juga bagian dari rumahtangga petani. Berdasarkan gambaran permasalahan di atas, beberapa rumusan pertanyaan layak digali dalam penelitian ini yaitu:
1
Lembaga Pertanian Sehat. 2008. Mengenai System Rice of Intensification http://www.pertaniansehat.or.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=68 diakses pada 23 maret 2009
2
1.
Sejauhmana ketahanan pangan rumahtangga petani telah terwujud?
2.
Faktor-faktor
apa
sajakah
yang
mempengaruhi
ketahanan
pangan
rumahtangga petani tersebut? 3.
Bagaimana peran kelompok tani dalam ketahanan pangan rumahtangga petani?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, dirumuskan tujuan penelitian
sebagai berikut: 1.
Mengidentifikasi tingkat ketahanan pangan rumahtangga petani yang telah diwujudkan.
2.
Menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
ketahanan
pangan
rumahtangga petani. 3.
Merumuskan peran kelompok tani dalam ketahanan pangan rumahtangga petani.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang
bermanfaat khususnya bagi: 1.
Masyarakat, dapat dijadikan bahan acuan yang berguna untuk menambah wawasan mengenai peran kelompok tani dalam ketahanan pangan
2.
Instansi yang terkait, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan suatu tindakan yang berkaitan dengan peran kelompok tani dalam ketahanan pangan rumahtangga petani.
3.
Kalangan akademisi, penelitian ini menjadi bahan kajian lebih lanjut baik dari segi teoritis maupun segi praktis.
3
4.
Peneliti, merupakan sarana untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh dengan melihat fenomena praktis yang terjadi dan menghubungkannya dengan teori yang telah diperoleh.
4
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian dan Fungsi Kelembagaan Menurut Wariso (Wahyuni, 2007), kelembagaan dikelompokkan ke dalam dua pengertian, yaitu institut dan institusi. Institut menunjuk pada lembaga formal sedangkan institusi merupakan suatu kumpulan norma-norma atau nilainilai yang mengatur perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Kelembagaan menurut Agus Pakpahan (Syahyuti, 2006) adalah software dan organisasi adalah hardware-nya dalam suatu bentuk grup sosial. Ia menganalisis kelembagaan sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya. Suradisastra (2005) menyatakan bahwa fungsi organisasi dan lembaga lokal antara lain adalah: (a) mengorganisir dan memobilisasi sumberdaya; (b) membimbing stakeholder pembangunan dalam membuka akses ke sumberdaya produksi; (c) membantu meningkatkan sustainability pemanfaatan sumberdaya alam; (d) menyiapkan infrastruktur sosial di tingkat lokal; (e) Mempengaruhi lembaga-lembaga politis; (f) membantu menjalin hubungan antara petani, penyuluh dan peneliti lapang; (g) meningkatkan akses ke sumber informasi; (h) meningkatkan kohesi sosial; (i) membantu mengembangkan sikap dan tindakan kooperatif. 2.1.2. Konsep Kelembagaan Pertanian Pertanian dapat dianggap sebagai suatu usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang berfungsi menyediakan bahan makanan bagi manusia (Nasoetion, 1991). Secara konseptual, Syahyuti (2006) menyebutkan bahwa tiap
kelembagaan petani yang dibentuk dapat memainkan peran tunggal atau ganda. Berbagai peran yang dapat dimainkan sebuah lembaga adalah sebagai lembaga pengelolaan sumberdaya alam (misalnya P3A), untuk tujuan aktivitas kolektif (kelompok kerja sambat sinambat). Untuk pengembangan usaha (koperasi), untuk melayani kebutuhan informasi (kelompok Pencapir), untuk tujuan representatif politik (HKTI), dan lain-lain. Demikian halnya dengan Mubyarto (1989), lembaga-lembaga yang penting dalam pertanian misalnya pemilikan tanah, jual beli dan sewa tanah, bagi hasil, gotong royong, koperasi, arisan, dan lain-lain, memiliki peranan tertentu yang diikuti dengan tertib oleh anggota-anggota masyarakat desa, di mana setiap penyimpangan akan disoroti dengan tajam oleh masyarakat. Mubyarto (1989) juga menjelaskan bahwa lembaga-lembaga yang ada dalam sektor pertanian dan pedesaan sudah mengalami berbagai zaman sehingga banyak lembaga-lembaga yang sudah lenyap tetapi timbul juga lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan iklim pembangunan pertanian dan pedesaan. Mosher (Anantanyu, 2009) menyebutkan bahwa sumberdaya pertanian meliputi masukan (input) atau keluaran (output) yang dibutuhkan dan dihasilkan dari proses usahatani. Input dalam usahatani adalah segala sesuatu yang diikutsertakan di dalam proses produksi, meliputi lahan, tenaga kerja, sarana produksi pertanian (benih, pupuk, pestisida/herbisida dan lain-lain, alat-alat pertanian) irigasi dan sebaiknya. Output dalam usaha tani terdiri atas produk dan hasil tanaman atau ternak. Usahatani (the farm) merupakan lahan di mana seorang petani, sebuah keluarga tani atau badan usaha lain melakukan usaha bercocok tanam atau memelihara ternak.
6
Uphoff (Anantanyu, 2009) memaparkan kegiatan-kegiatan yang mencakup input, produksi dan output secara spesifik sebagai berikut: 1.
Kegiatan-kegiatan input, secara umum dilaksanakan oleh kelembagaan lokal. a.
Input material meliputi (1) Benih dan persemaian: dibeli, dipertukarkan dan diawetkan; (2) Nutrien: pupuk kimia biasanya disalurkan melalui lembaga lokal, sumberdaya nutrien lain lebih sering disediakan oleh rumahtangga; (3) Kimia: herbisida, insektisida dan fungisida; (4) Tenaga: tenaga ternak, tenaga traktor; (5) Alat: bajak, cangkul, sekop dan lainlain; (6) Pakan ternak: biasanya disediakan oleh rumahtangga petani, dibeli.
b.
Input-input modal, meliputi (1) Pinjaman jangka pendek (produksi) digunakan untuk tanaman musiman; (2) Pinjaman jangka menengah digunakan untuk peralatan dan pembelian yang lain dan (3) Pinjaman jangka panjang digunakan untuk membeli lahan.
c.
Input-input umum, biasanya dikelola oleh kelembagaan nasional, meliputi: (1) Akses lahan: sistem kedudukan lahan, penyusun bagi hasil tanaman dan lain-lain; (2) Teknologi berupa informasi mengenai produkproduk,
praktek
atau
teknik-teknik
baru,
yang
secara
umum
dikembangkan melalui penelitian; (3) Kebijakan: harga subsidi dan lainlain. d.
Input-input tidak langsung, mencakup: (1) Pengelolaan sumberdaya alam, perlindungan dan persediaan tanah, air, hutan dan sumberdaya alam lain; (2) Infrastruktur pedesaan; (3) Pengembangan sumberdaya manusia: pendidikan, melek huruf, kesehatan dan sebagainya.
7
2.
Kegiatan produksi biasanya dilaksanakan oleh individu atau kelompok usaha mencakup beberapa pertukaran tenaga kerja atau input. a.
Tenaga kerja berupa kegiatan-kegiatan kerja: (1) Untuk tanaman musiman penyiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, perlindungan tanaman,
pengelolaan (jika irigasi
memungkinkan,
pemanenan dan pemilihan benih (mengulang siklus produksi); (2) Untuk tanaman tahunan sama seperti no. 1 kecuali: intensitas penyiapan lahan dan pemanenan, kemungkinan grafting dan atau pemangkasan; (3) Untuk ternak (pemeraan, pencukuran, penyembelihan, dan perkembangbiakan b.
Manajemen, kegiatan pembuatan keputusan: (1) Memperoleh atau memastikan input; (2) Mengarahkan, koordinasi, pengawasan input tenaga kerja; (3) Menentukan jumlah, macam dan jangka waktu produksi; dan (4) Menjaga keseimbangan antara input dan output agar mencapai nilai output lebih tinggi daripada input.
3.
Kegiatan-kegiatan output, umumnya dilaksanakan oleh kelembagaan lokal. a.
Penyimpanan: pascapanen dan pascapengolahan.
b.
Pengolahan: secara manual atau menggunakan mesin.
c.
Pengangkutan: untuk pengolahan penyimpanan dan penjualan.
d.
Pemasaran: borongan atau eceran.
2.1.3. Konsep Kelompok Tani Kelompok tani merupakan kumpulan dua atau lebih petani yang berinteraksi satu sama lain dalam satu kurun waktu untuk mencapai tujuan bersama mereka (Uchrowi, 2006). Kelompok tani merupakan kelompok sosial yang berkembang menjadi kelompok tugas, yakni pemenuhan ekonomi anggota.
8
Dengan demikian kekompakkan kelompok tani dapat dinilai dari pemenuhan kebutuhan para petani dalam aspek sosial dan ekonomi (Rusidi, 1978). Totok Mardikanto (Uchrowi, 2006) menyebut bahwa kelompok tani merupakan kumpulan orang-orang tani yang terdiri dari petani dewasa maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Mardikanto juga menyebut bahwa umumnya kelompok tani berkembang dari kelompok sosial. Namun pada akhirnya kelompok tani merupakan kelompok tugas. Kelompok tugas lebih menekankan pada pelaksanaan tugas-tugas tertentu yang harus diselesaikan dengan baik selama jangka waktu-waktu tertentu. Kelompok tani yang merupakan salah satu sub sistem dalam sistem sosial budaya di masyarakat tentu tak lepas dari pengaruh sistem sosial-budaya yang berlaku. Dengan kata lain bahwa norma dan nilai-nilai yang dibangun dan disepakati di dalam kelompok akan terpengaruh oleh norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat pada umumnya. Semua unsur yang disebutkan di atas akan sangat berpengaruh pada kegiatan kelompok tani, termasuk kemampuan sebagai basis ketahanan pangan di perdesaan. (Pusat pengkajian SDM Pertanian Deptan, 2004). Kelompok tani yang tumbuh dari kerjasama informal petani dapat menjadi formal. Kelompok tani juga dapat dipandang sebagai sarana efektif untuk pemberdayaan petani (Uchrowi, 2006). Kelompok tani dibentuk berdasarkan surat keputusan dan dimaksudkan sebagai wadah komunikasi antar petani, serta antara petani dengan kelembagaan terkait dalam proses alih teknologi. Surat keputusan tersebut dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan atau tolak ukur untuk memonitor dan mengevaluasi
9
kinerjanya. Penelitian kinerja kelompok ditinjau dari delapan tolak ukur yaitu: (1) usia kelompok; (2) keanggotaan; (3) luas areal usahatani; (4) bidang usaha; (5) kerja sama yang dilakukan dalam kelompok; (6) aset yang dimiliki; (7) hubungan petani dengan kelembagaan disekitarnya; (8) persepsi petani terhadap usahatani. (Wahyuni, 2007). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kelompok tani adalah pengertian yang sesuai dengan penelitian Uchrowi (2006) dan Pusat pengkajian SDM Pertanian Deptan (2004) yaitu kumpulan orang-orang tani yang terdiri dari petani dewasa maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Kelompok tersebut merupakan salah satu sub sistem dalam sistem sosial budaya di masyarakat tentu yang tak lepas dari pengaruh sistem sosial-budaya yang berlaku. 2.1.4.
Konsep dan Strategi Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumahtangga Definisi ketahanan pangan dari FAO dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang
mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: (1) kecukupan ketersediaan pangan; (2) stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun. (3) aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan; (4) kualitas atau keamanan pangan (Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan dalam Konteks Demografi Puslit Kependudukan–LIPI, 2002). Ketersediaan pangan dalam rumahtangga yang dipakai dalam pengukuran mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga. Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumahtangga diukur
10
berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumahtangga
dalam
sehari.
Indikator
Aksesibilitas/keterjangkauan
dalam
pengukuran ketahanan pangan di tingkat rumahtangga dilihat dari kemudahan rumahtangga memperoleh pangan, diukur dari pemilikan lahan serta cara rumahtangga untuk memperoleh pangan. Akses yang diukur berdasarkan pemilikan lahan dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori: Akses langsung (direct access), jika rumahtangga memiliki lahan sawah/ladang dan akses tidak langsung (indirect access) jika rumahtangga tidak memiliki lahan sawah/ladang. Cara rumahtangga memperoleh pangan juga dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori yaitu: (1) produksi sendiri dan (2) membeli (Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan dalam Konteks Demografi Puslit Kependudukan–LIPI, 2002). Kualitas atau keamanan pangan adalah jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan seperti ini sangat sulit dilakukan karena melibatkan berbagai macam jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda, sehingga ukuran keamanan pangan hanya dilihat dari ‘ada’ atau ‘tidak’nya bahan makanan yang mengandung protein hewani atau nabati yang dikonsumsi dalam rumahtangga. Karena itu, ukuran kualitas pangan dilihat dari data pengeluaran untuk konsumsi makanan (lauk-pauk) sehari-hari yang mengandung protein hewani atau nabati (Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan dalam Konteks Demografi Puslit Kependudukan–LIPI, 2002). FAO dalam Silitonga, Chung, Haddad dan USDA (Baliwati, 2001) menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu (1) ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability and stability), (2) kemudahan memperoleh pangan (food accessibility) dan (3) pemanfaatan
11
pangan (food utilization). BPS Kota Pematang Siantar (2009) menyatakan bahwa rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya makan bersama dari satu dapur. Dengan demikian, ketahanan pangan rumahtangga petani adalah suatu kondisi dimana suatu rumahtangga petani pada setiap saat memiliki aksesibilitas secara fisik maupun ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya agar dapat hidup produktif dan sehat. Ketahanan rumahtangga mencakup tiga elemen yaitu ketersediaan dan stabilitas, akses pangan dan pemanfaatan pangan (Baliwati, 2001). Chung (Baliwati, 2001) merangkum beragam indikator ketahanan pangan rumahtangga sesuai dengan aspek kesesuaian dengan aspek ketersediaan, akses dan konsumsi pangan dalam kerangka konseptual. Aspek ketersediaan pangan tergantung pada sumberdaya alam, fisik dan manusia serta produksi pertanian maupun non pertanian. Dalam hal ini, indikator yang dipakai untuk menjelaskan sumberdaya alam adalah curah hujan, kualitas tanah, ketersediaan air dan akses terhadap sumberdaya hutan. Sumberdaya fisik adalah pemilikan ternak, akses infrastruktur, pemilikan sarana pertanian, sumberdaya manusia meliputi rasio ketergantungan, pendidikan, besar keluarga, dan umur kepala keluarga. Indikator produksi adalah luas tanam, luas lahan beririgasi, akses dan penggunaan input, pola tanam, keragaan tanaman, produksi pangan dan produksi non pertanian (Baliwati, 2001). Dalam aspek akses pangan meliputi pendapatan baik dari pertanian maupun non-pertanian. Indikator yang dipakai adalah total pendapatan, pendapatan dari tanaman, pendapatan dari ternak, upah, harga pangan, pasar dan
12
akses jalan. Sedangkan aspek pemanfaatan pangan adalah konsumsi baik pangan maupun non pangan serta status gizi baik anak maupun dewasa. Indikator konsumsi yang digunakan adalah total pengeluaran, pengeluaran pangan, pengeluaran non-pangan, konsumsi dan frekuensi pangan. Indikator status gizi meliputi antropometri, kadar serum, kesakitan, kematian, kelahiran, akses pelayanan kesehatan, akses air bersih, dan akses sanitasi (Baliwati, 2001). Maxwell & Frankenberg (Baliwati, 2001) menyatakan bahwa pencapaian ketahanan pangan rumahtangga dapat diukur dari berbagai indikator. Indikator tersebut dibedakan menjadi dua kelompok yaitu indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditunjukkan oleh ketersediaan dan akses pangan. Indikator dampak dapat digunakan sebagai cerminan konsumsi pangan. Indikator ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumberdaya alam, praktek pengolahan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional, dan kerusuhan sosial. Indikator akses pangan meliputi antara sumber pendapatan, akses terhadap kredit modal. Indikator akses pangan juga meliputi strategi rumahtangga untuk memenuhi kekurangan pangan. Strategi tersebut dikenal sebagai coping ability indicator. Indikator dampak meliputi dua kategori yaitu langsung dan tidak langsung. Indikator dampak secara langsung adalah konsumsi dan frekuensi pangan. Indikator dampak secara tidak langsung meliputi penyimpanan pangan dan status gizi.
13
2.1.5.
Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Abbas (Anantanyu, 2009) mengemukakan bahwa peranan kelompok tani
adalah (1) sebagai wahana belajar bagi petani nelayan dan anggotanya agar terjadi interaksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam berusaha tani yang lebih baik serta berperilaku lebih mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera; (2) sebagai unit produksi, kelompok tani merupakan kesatuan unit usahatani-nelayan untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang lebih menguntungkan; dan (3) sebagai wahana kerjasama antaranggota dan antar kelompok tani dengan pihak lain untuk memperkuat kerjasama dalam menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. SPB (Sinaga, 2002) menyebutkan ada beberapa bidang dalam kegiatan usahatani padi sawah yang memerlukan dukungan kerjasama antar petani yakni: (a) pengadaan benih (b) penanaman serempak, (c) pengadaan pupuk, (d) pengadaan pestisida, (e) pengamanan, (f) pemberantasan hama/penyakit, (g) pengairan, (h) pengadaan sprayer, (i) penyisihan hasil/tabungan/lumbung, (j) pemasaran hasil usahatani kelompok. Peran kelompok tani sebagai basis ketahanan pangan di perdesaan meliputi (1) Kelompok tani sebagai produsen penghasil bahan pangan; (2) Kelompok tani sebagai pengelola sistem kemandirian pangan; dan (3) Kelompok tani sebagai penggerak masyarakat desa (Pusat pengkajian SDM pertanian Deptan, 2004).
14
2.2.
Kerangka Pemikiran Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan
perlu ditelaah bagaimana posisi ketahanan pangan diantara karakteristik sumberdaya rumahtangga petani, peran kelompok tani, norma dan nilai-nilai rumahtangga petani dan sistem budaya masyarakat. Pangan dalam penelitian ini adalah beras dan lauk pauk yang mengandung protein hewani dan nabati berupa daging sapi atau ayam, susu, telur dan sayur yang dikonsumsi oleh rumahtangga petani. Ketahanan pangan rumahtangga petani terdiri ketersediaan pangan, tingkat ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Rumahtangga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu bangunan fisik serta makan dari satu dapur yang sama. Karakteristik sumberdaya rumahtangga petani terdiri dari luas penguasaan lahan, tingkat pendidikan formal kepala rumahtangga, tingkat pendidikan non formal kepala rumahtangga, tingkat pendapatan, jumlah produksi padi permusim tanam, jumlah anggota rumahtangga, tingkat partisipasi sosial dan tingkat pengalaman berusaha tani. Kelompok tani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kumpulan orang-orang tani yang terdiri dari petani dewasa maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Peran Kelompok tani diukur dari tingkat dukungan terhadap produksi pertanian, tingkat dukungan terhadap distribusi pangan, Intensitas penyelenggaraan kegiatan untuk sarana pembelajaran petani. Sedangkan norma dan nilai-nilai rumahtangga petani dan sistem budaya masyarakat tidak diukur karena dianggap diluar penelitian peneliti.
15
X1 KARAKTERISTIK SUMBERDAYA RUMAHTANGGA PETANI X1.1 Luas penguasaan lahan, X1.2 Tingkat pendidikan formal kepala rumahtangga X1.3 Tingkat pendidikan non formal kepala rumahtangga X1.4 Tingkat pendapatan X1.5 Jumlah produksi padi per musim tanam X1.6 Jumlah anggota rumahtangga X1.7 Tingkat partisipasi sosial X1.8 Tingkat Pengalaman berusahatani
NORMA DAN NILAI-NILAI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM BUDAYA MASYARAKAT
Y KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA
Y1.1 Ketersediaan Y1.2 Tingkat Stabilitas Pangan Y1.3 Akses Pangan Y1.4 Pemanfaatan Pangan
X2 PERAN KELOMPOK TANI :
X2.1 Tingkat dukungan terhadap produksi pertanian X2.2 Tingkat dukungan terhadap distribusi pangan X2.3 Intensitas penyelenggaraan kegiatan untuk sarana pembelajaran petani
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani
Keterangan: : Mempengaruhi
: Objek penelitian
: Tidak diteliti peneliti
2.3. 1.
Hipotesis Penelitian Terdapat
hubungan
yang
nyata
antara
karakteristik
sumberdaya
rumahtangga petani dengan ketahanan pangan rumahtangga petani. 2.
Terdapat hubungan yang nyata antara peran kelompok tani dengan ketahanan pangan rumahtangga
16
2.4.
Definisi Operasional Pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara operasional. Variabel-variabel tersebut adalah X1
Karakteristik sumberdaya rumahtangga petani adalah kemampuan untuk memperoleh suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu dalam sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Karakteristik sumberdaya rumahtangga petani yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi luas penguasaan lahan, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan formal kepala rumahtangga, tingkat pendidikan nonformal kepala rumahtangga, jumlah produksi padi padi per musim tanam, jumlah tanggungan rumahtangga, tingkat partisipasi sosial dan pengalaman berusahatani.
X1.1
Luas lahan yang dikuasai adalah total sawah, tegalan, dan pekarangan yang dikuasai dan diusahakan dalam satuan hektar. Pengukuran luas penguasaan lahan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu : (1) Sempit, kurang dari rata-rata dikurangi dua kali standar deviasi (< µ-2σ); (2) sedang, antara rata-rata ditambah dan dikurangi dua kali standar deviasi (µ+2σ); (3) Luas, lebih besar dari rata ditambah dua kali standar deviasi (> µ+2σ).
X1.2
Tingkat pendidikan formal kepala rumahtangga adalah jenjang tahun sekolah yang telah diselesaikan seseorang yang bertanggungjawab atas satu rumahtangga yang diselesaikan mulai SD/sederajat, SMP/sederajat,
17
SMA/sederajat dan Perguruan Tinggi. Pendidikan formal diukur dengan skala ordinal dengan kategori : (1) rendah (tidak tamat SD/Tamat SD), (2) sedang (SMP-SMA), (3) tinggi (> SMA/sederajat) X1.3
Tingkat pendidikan non formal kepala rumahtangga adalah frekuensi kegiatan yang dilakukan seseorang yang bertanggungjawab atas satu rumahtangga untuk menambah pengetahuan dan pengalaman diluar pendidikan formal terkait kegiatan usahatani seperti mengikuti penyuluhan atau pertemuan di balai desa. Pendidikan non formal diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X1.4
Jumlah panen padi per musim tanam adalah besaran hasil produksi sawah dalam satu kali masa tanam. Jumlah panen padi permusim tanam diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X1.5
Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan kotor uang yang diperoleh dari usaha pokok dan usaha sampingan. Tingkat pendapatan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X1.6
Jumlah anggota rumahtangga adalah besaran orang yang secara ekonomi masih menjadi tanggungan kepala rumahtangga dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Jumlah anggota rumahtangga diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
18
X1.7
Tingkat partisipasi sosial adalah jumlah keterlibatan seseorang dalam kegiatan sosial. Tingkat partisipasi sosial diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X1.8
Tingkat pengalaman berusahatani adalah lamanya seseorang berbudidaya padi sawah. Tingkat Pengalaman berusahatani diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X2
Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan di dalam kumpulan orang-orang tani yang terdiri dari petani dewasa maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok, atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama untuk mencapai kondisi terpenuhinya pangan rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat dukungan terhadap produksi pertanian, tingkat dukungan terhadap stok pangan, tingkat dukungan terhadap distribusi pangan dan intensitas penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk petani,
X2.1
Tingkat dukungan produksi pangan adalah jumlah keterlibatan kelompok untuk menghasilkan bahan untuk dimakan. Tingkat dukungan produksi pertanian diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
19
X2.2
Tingkat dukungan terhadap distribusi pangan adalah jumlah keterlibatan kelompok dalam menyebarkan hasil produksi bahan untuk dimakan. Tingkat dukungan terhadap distribusi pangan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X2.3
Intensitas penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk petani adalah jumlah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam bidang pangan. Intensitas penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk petani diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
Y1
Ketahanan pangan rumahtangga adalah kondisi terpenuhinya pangan rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketersediaan pangan, tingkat
stabilitas
ketersediaan
pangan,
aksesibilitas
pangan
dan
pemanfaatan pangan. Y1.1
Ketersediaan pangan adalah stok pangan beras untuk dimakan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga petani dalam sehari. Ketersediaan pangan
diukur
menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori yaitu: (1) memenuhi, (2) kurang memenuhi, dan (3) tidak memenuhi. Y1.2
Tingkat stabilitas ketersediaan pangan adalah
keberlanjutan atas
kecukupan ketersediaan pangan beras untuk rumahtangga dilihat pada musim paceklik, musim kemarau, sesaat sebelum panen serta kemampuan
20
menabung rumahtangga petani . Tingkat stabilitas ketersediaan pangan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori: (1) Sulit, (2) Sedang, dan (3) Tidak Sulit. Y1.3
Aksesibilitas pangan adalah kemudahan rumahtangga memperoleh bahan untuk dimakan, yang diukur dari pemilikan lahan serta cara rumahtangga untuk memperoleh pangan. Aksesibilitas pangan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Sulit, (2) Sedang, dan (3) Tidak Sulit.
Y1.4
Pemanfaatan pangan adalah frekuensi konsumsi bahan makanan (laukpauk) sehari-hari yang mengandung protein hewani dan nabati dalam rumahtangga petani dalam seminggu. Pemanfaatan pangan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori yaitu: (1) Rendah (< 3 kali dalam seminggu), (2) Sedang (3-5 kali dalam seminggu), dan (3) Tinggi (6-7 kali dalam seminggu).
21
Tabel 1. Tabel Kebutuhan Informasi Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani No.
Nama
No. Pertanyaan /Hal
Skala Pengukuran Skala
X1
Akses Petani terhadap Sumberdaya Manusia
X1.1
Luas Lahan yang Dikuasai
1-3
ordinal
Identitas responden
ordinal
X1.3
Tingkat Pendidikan Formal Kepala Rumahtangga Tingkat Pendidikan Non-Formal Kepala Rumatangga
10-11
ordinal
X1.4
Tingkat Pendapatan
6-7
ordinal
X1.5
Jumlah Produksi Padi Permusim Tanam
4-5
ordinal
X1.6
Jumlah Anggota Rumahtangga
Identitas responden
ordinal
X1.7
Tingkat Partisipasi Sosial
8
ordinal
X1.8
Tingkat Pengalaman Berusahatani
9
ordinal
X2
12-17
ordinal
18-19
ordinal
20-21
ordinal
Y1
Peran Kelompok Tani Tingkat Dukungan terhadap Produksi Pertanian Tingkat Dukungan terhadap Distribusi Pangan Intensitas Penyelenggaraan Kegiatan untuk Sarana Pembelajaran Petani Ketahanan Pangan Rumahtangga
Y1.1
Ketersediaan Pangan
22-24
ordinal
Y1.2
Tingkat Stabilitas Pangan
25-26
ordinal
Y1.3
Akses Pangan
27-28
ordinal
Y1.4
Pemanfaatan Pangan
29-32
ordinal
X1.2
X2.1 X2.2 X2.3
Kriteria Sempit, sedang, luas Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi sedikit, sedang, banyak Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi
22
BAB III PENDEKATAN LAPANG III.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei, yakni penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Efendy, 1989). Penelitian ini adalah penelitian explanatory dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dipilih oleh peneliti karena pendekatan ini mencari informasi faktual secara mendetail yang sedang menggejala dan mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan. Data kualitatif digunakan untuk mendukung data kuantitatif.
III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah pedesaan, tepatnya di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja karena kedua desa ini terdapat kelompok tani yang memproduksi padi SRI dan merupakan salah satu daerah pertama yang mengembangkan padi SRI di Indonesia. Selain itu, salah satu desa tersebut terdapat sistem penyimpanan hasil produksi pangan, yakni Desa Tanjungsari. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan, dimulai dari akhir bulan Mei-Juni 2009.
III.3. Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang diterapkan adalah teknik wawancara dan menggunakan alat kuesioner. Kuesioner digunakan untuk memperoleh data kuantitatif. Unit analisis data adalah rumahtangga petani pada kelompok tani padi SRI Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari sebanyak 60 responden yang nonproporsional terdiri dari 30 responden berasal dari kelompok tani Desa Tanjungsari yang menerapkan metode SRI yang terdapat sistem penyimpanan hasil produksi pertanian dan 30 responden dar Kelompok Tani Desa Banjarsari yang menerapkan metode SRI tetapi tidak ada sistem penyimpanan hasil produksi pertanian. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik stratified random sampling yang dilakukan dengan strata kepengurusan kelompok tani. Wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur untuk memperoleh data kualitatif yang akan digunakan untuk mendukung data kuantitatif.
III.4
Teknik Analisis Data Data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan SPSS 15 untuk
menguji hubungan antar variabel yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan menggunakan analisis deskriptif dan Uji Korelasi Rank Spearman. Analisis dekriptif digunakan untuk mengungkapkan keadaan atau karakteristik data sampel untuk masing-masing variabel penelitian secara tunggal (Wahyuni dan Muljono, 2007). Uji Korelasi Ranks Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antar data variabel dengan data minimal ordinal. Data kualitatif digunakan untuk menggali lebih dalam mengenai data yang telah diperoleh secara kuantitatif.
24
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Wilayah Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari Desa
Banjarsari
termasuk dalam
wilayah
Kecamatan Sukaresik,
Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Wilayah Desa Banjarsari berbatasan dengan desa-desa yang ada disekitarnya, yaitu: Sebelah utara
: Desa Sukapancar
Sebelah selatan : Desa Sukaratu Sebelah timur
: Desa Tanjungsari
Sebelah barat
: Desa Cipacing
Luas wilayah Desa Banjarsari secara keseluruhan adalah 36.855 ha. Sebagian besar wilayah digunakan untuk pemukiman dan pertanian. untuk pertanian sendiri berupa sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Selain padi sawah, komoditas lain berupa jagung, ubi kayu, ubi jalar, cabe, tomat, mentimun, dan buncis. Desa Tanjungsari termasuk dalam wilayah Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Wilayah Desa Tajungsari berbatasan dengan sungai dan desa-desa yang ada disekitarnya, yaitu: Sebelah utara
: Desa Tanjungkerta, Kec. Pageurageung
Sebelah selatan : Sungai Cikidang Sebelah timur
: Sungai Citanduy
Sebelah barat
: Desa Sukamaju, Kec. Pageurageung
Luas wilayah Desa Tanjungsari secara keseluruhan adalah 193.442 ha. Sebagian besar wilayah digunakan untuk pemukiman dan pertanian. untuk
pertanian sendiri berupa sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Selain sawah, komoditas lain berupa jagung, kacang tanah, ubi kayu, dan mentimun.
4.2 Karakteristik Penduduk Wilayah Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari Berdasarkan data potensi Desa Banjarsari tahun 2009, jumlah penduduk seluruhnya adalah 3.589 jiwa dengan 965 kepala keluarga (KK). Berdasarkan pembagian jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki 1812 jiwa dan perempuan 1777 jiwa. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk Desa Banjarsari beragam, penduduk yang belum sekolah sebanyak 6 persen, tidak tamat SD 0,5 persen, tamat SD 74,5 persen, tamat SLTP 11 persen, tamat SLTA 7 persen, tamat Diploma I dan II 0,4 persen, sarjana sebanyak 0,6 persen untuk S1 0,5 persen dan S2 0,1 persen. Secara umum, mata pencaharian penduduk Desa Banjarsari meliputi petani 620 jiwa, buruh tani 319 jiwa, Pegawai Negeri Sipil 25 jiwa, pedagang keliling 11 jiwa peternak 11 jiwa, montir 3 jiwa Pembantu Rumah Tangga 13 jiwa dukun kampung terlatih 2 jiwa, dan seniman 1 jiwa. Berdasarkan data potensi Desa Tanjungsari tahun 2009, jumlah penduduk seluruhnya adalah 4.367 jiwa dengan 1.242 kepala keluarga (KK). Berdasarkan pembagian jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki 2.186 jiwa dan perempuan sebesar 2.181 jiwa. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penduduk Desa Tanjungsari beragam, penduduk yang belum sekolah sebanyak 9 persen, tidak tamat SD 4 persen, tamat SD 64 persen, tamat SLTP 13 persen, tamat SLTA 6 persen, tamat Diploma I, II dan III 3 persen, sarjana sebanyak 1 persen dan seluruhnya adalah S1.
26
4.3 Profil Responden Responden penelitian ini berjumlah 60 responden dengan 30 responden berasal dari Desa Banjarsari dan 30 responden berasal dari Desa Tanjungsari. Profil responden dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Jumlah Responden Menurut Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari Tahun 2009 Jumlah (n=60 dalam orang) Karakteristik Sumberdaya Manusia Rumahtangga Petani Desa Banjarsari (%) Desa Tanjungsari (%) 1. Usia 0 0 (a) Kurang dari 25 tahun 36,6 33,3 (b) Antara 25 tahun sampai 45 tahun 63,4 66,7 (c) 45 tahun keatas 2. Jenis kelamin 30 6,6 (a) Laki-laki 70 93,4 (b) Perempuan 3. Tingkat pendidikan 90 100 (a) Sekolah Dasar (SD) 10 0 (b) SLTP dan SLTA (SL) 0 0 (c) Perguruan Tinggi (PT) 4. Jenis pekerjaan 24 29 (a) Petani 3 0 (b) Buruhtani 1 1 (c) Pedagang 2 1 (d) Lainnya Keterangan : masing-masing desa terdiri dari 30 responden dengan total 60 responden.
4.4 Profil Kelompok Tani Mukti Tani 3 dan Kelompok Tani Sukarakatiga 3 4.4.1 Profil Kelompok Tani Mukti tani 3 Kelompok tani yang berada di Dusun Muhara, Desa Banjarsari ini bernama Kelompok Tani “Mukti Tani 3”. Kelompok tani “Mukti Tani 3” ini didirikan pada tahun 2007. Saat ini Kelompok Tani “Mukti Tani 3” terdiri dari 189 anggota yang 60 diantaranya menggunakan metode SRI dalam usahataninya. Kelompok tani “Mukti Tani 3” memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, kesehatan, dan daya beli anggota kelompok. Kegiatan yang dilakukan di kelompok tani ini meliputi pelatihan metode SRI, pembibitan, pembuatan pupuk organik dan pertemuan rutin baik dengan
27
penyuluh pertanian maupun sesama anggota. Kelompok tani “Mukti Tani 3” belum memiliki program kerja yang jelas sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk saat ini hanya berasal dari anjuran dinas pertanian, khususnya yang berhubungan dengan SRI. Pembentukan kelompok tani ini berawal dari sosialisasi metode SRI di Desa Banjarsari yang kemudian dibentuklah kelompok tani. Kelompok tani ini cukup baik dalam meningkatkan kemampuan anggotanya dalam hal teknik berusahatani khususnya dengan metode SRI. 4.4.2 Profil Kelompok Tani Sukarakatiga 3 Kelompok tani yang berada di Desa Tanjungsari ini bernama Kelompok tani “Sukarakatiga 3”. Kelompok tani ini didirikan pada tahun 1992. Kelompok tani “Sukarakatiga 3” ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Saat ini anggota kelompok tani “Sukarakatiga 3” berjumlah 35 orang yang tersebar di RT 01 dan RT 02 Dusun Hegarsari, Desa Tanjungsari. Seluruh anggota kelompok tani ini menerapkan metode SRI dalam budidaya padinya. Kegiatan yang dilakukan di kelompok tani ini meliputi penanaman serentak, pembagian benih, pembuatan pupuk, dan kegiatan pelatihan. Kewajiban anggota kelompok “Sukarakatiga 3” meliputi mengelola sawah masing-masing sehingga produksi dapat meningkat, melakukan penanaman serempak, serta membayar iuran yang tidak ditentukan besarnya. Kelompok tani “Sukarakatiga 3” dalam perjalanannya berusaha menyediakan kebutuhan anggotanya. Kebutuhan yang disediakan meliputi : benih, pupuk organik, traktor, sprayer, dan pemotong rumput. Selain itu, dilakukan pelatihan-pelatihan budidaya padi khususnya metode SRI dan diadakannya sistem penyimpanan hasil produksi pertanian. Sistem penyimpanan hasil produksi pangan di kelompok tani “Sukarakatiga 3”
28
dilakukan di tingkat RT yang terdiri dari 25 orang yang ikut serta di dalamnya. Masing-masing orang menyumbangkan 1 kg beras untuk sistem tersebut. Namun, pengumpulan beras ini hanya dilakukan satu kali ketika awal diadakannya saja. Sampai saat ini jumlah beras yang ada belum meningkat hal ini disebabkan kurangnya modal yang dimiliki oleh kelompok tani. Sistem tersebut juga belum memberikan hasil yang maksimal walaupun cukup membantu anggota yang sedang mengalami kesulitan.
29
BAB V ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI 5.1
Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani
5.1.1 Tingkat Ketersediaan Pangan Rumahtangga Petani Ketersediaan pangan rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari sebagian besar berada pada kategori memenuhi dengan persentase 73,3 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan pangan rumahtangga petani di kedua desa tersebut cukup terpenuhi. Jumlah rumahtangga petani di Desa
Tanjungsari
yang
terpenuhi
kebutuhan
pangannya
lebih
banyak
dibandingkan dengan jumlah rumahtangga petani di Desa Banjarsari. Walaupun rumahtangga petani di Desa Tanjungsari lebih banyak yang terpenuhi, namun terdapat satu rumahtangga petani yang belum terpenuhi kebutuhan pangannya. Hal ini disebabkan pada rumahtangga ini jumlah anggota rumahtangganya cukup banyak sehingga pangan yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan rumahtangga. Tabel 3 juga mengungkapkan persentase rata-rata sebesar 25 persen rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari yang kurang bisa memenuhi ketersediaan pangan rumahtangganya. Hal ini disebabkan pendapatan yang masih kurang dan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak sehingga pangan kurang bisa memenuhi kebutuhan rumahtangga mereka. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat di Tabel 3
Tabel 3. Sebaran Petani Menurut Tingkat Ketersediaan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Tingkat Ketersediaan Pangan Rumahtangga Petani Memenuhi Kurang Memenuhi Tidak Memenuhi Total
Desa Banjarsari Rumahtangga 20 10 0 30
Persentase (%) 66,7 33,3 0,0 100,0
Desa Tanjungsari Rumahtangga 24 5 1 30
Persentase (%) 80,0 16,7 3,3 100,0
Total (%) 73,3 25,0 1,7 100,0
5.1.2 Tingkat Stabilitas Pangan Rumahtangga Petani Tingkat kestabilan pangan rumahtangga petani dilihat dari tingkat kesulitan pangan rumahtangga pada musim paceklik, musim kemarau dan sesaat sebelum musim panen serta kemampuan menabung pada musim panen. Masingmasing dapat dilihat secara rinci pada Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7. Sebagian besar atau sekitar 43,4 persen rumahtangga petani di Desa Banjarsari tidak pernah mengalami kesulitan pangan di musim paceklik, begitu pula dengan Desa Tanjungsari yang mencapai 40 persen. Namun demikian, Desa Banjarsari terdapat 23,3 persen rumahtangga petani yang sering mengalami kesulitan pangan di musim paceklik, lebih banyak daripada rumahtangga petani di Desa Tanjungsari yang hanya mencapai 10 persen. Rumahtangga petani yang sering mengalami kesulitan pangan rata-rata menggantungkan kebutuhan pangannya pada produksi pangannya sendiri, khususnya padi. Hal yang menyebabkan rumahtangga petani di Desa Tanjungsari lebih sedikit mengalami kesulitan pangan di musim paceklik disebabkan oleh rumahtangga petani di desa Tanjungsari mempunyai sistem penyimpanan hasil produksi padi di kelompok taninya sehingga tidak sering mengalami kesulitan pangan. Walaupun begitu masih adanya rumahtangga petani di Desa Tanjungsari yang mengalami kesulitan pangan di musim paceklik mengindikasikan bahwa sistem penyimpanan hasil 31
produksi padi tersebut belum berjalan dengan baik. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat di Tabel 4. Tabel 4. Sebaran Petani Menurut Tingkat Kesulitan Pangan Rumahtangga Petani pada Musim Paceklik di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Tingkat Kesulitan Desa Banjarsari Desa Tanjungsari Pangan Rumahtangga Total Petani di Musim (%) Persentase Persentase Rumahtangga Rumahtangga Paceklik (%) (%) 16,6 7 23,4 3 10,0 Sering 41,7 10 33,3 15 50,0 Jarang 41,7 13 43,3 12 40,0 Tidak Pernah Total
30
100,0
30
100,0
100,0
Sebagian besar rumahtangga petani, baik di Desa Banjarsari yang mencapai 70 persen maupun di Desa Tanjungsari yang mencapai 53,3 persen tidak pernah menabung pada musim panen. Meskipun rumahtangga petani di Desa Banjarsari lebih banyak yang tidak pernah menabung, tetapi rumahtangga petani di desa ini juga lebih banyak yang sering menabung yaitu mencapai 10 persen. Rumahtangga petani yang jarang menabung di Desa Tanjungsari lebih banyak yakni sekitar 40 persen dari pada Desa Banjarsari yang mencapai 20 persen. Mereka
yang
bisa
menabung
adalah
rumahtangga
yang
tidak
hanya
menggantungkan pemenuhan kebutuhan pangannya dari produksi sendiri saja, teteapi juga mendapat pendapatan dari usaha lain seperti membuka warung dan menjual hasil kebun dan ternaknya. Sedangkan mereka yang tidak dapat menabung adalah mereka yang hasil produksinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya rumahtangganya sendiri saja. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 5.
32
Tabel 5. Sebaran Petani Menurut Kemampuan Menabung Rumahtangga Petani pada Musim Panen di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Kemampuan Desa Banjarsari Desa Tanjungsari Menabung Total Rumahtangga Petani (%) Persentase Persentase Rumahtangga Rumahtangga di Musim Panen (%) (%) 8,4 3 10,0 2 6,7 Sering 30,0 6 20,0 12 40,0 Jarang 61,6 21 70,0 16 53,3 Tidak Pernah Total
30
100,0
30
100,0
100,0
Sebanyak 43 persen rumahtangga petani Desa Banjarsari yang sering mengalami kesulitan pangan di musim kemarau, berbanding jauh dengan rumahtangga petani Desa Tanjungsari yang hanya mencapai 6,7 persen. Hal ini disebabkan posisi Desa Banjarsari yang lebih dekat dengan sumber pengairan dibandingkan dengan Desa Tanjungsari. 23,3 persen rumahtangga petani di Desa Banjarsari cukup mengalami kesulitan pangan di musim kemarau, lebih sedikit daripada di Desa Tanjungsari yang mencapai 63,3 persen. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan terhadap pengairan yang cukup besar tapi kurang baik dalam hal pengelolaannya oleh rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari. Namun demikian, terdapat 33,3 persen rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan 30 persen rumahtangga petani di Desa Tanjungsari yang tidak mengalami kesulitan pangan. Rumahtangga petani yang tidak mengalami kesulitan pangan ini adalah rumahtangga petani yang memiliki akses terhadap sumber pengairan yang lebih mudah karena jarak yang lebih dekat dengan sumber pengairan tersebut. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat di Tabel 6.
33
Tabel 6. Sebaran Petani Menurut Tingkat Kesulitan Pangan Rumahtangga Petani pada Musim Kemarau di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Tingkat Kesulitan Pangan Rumahtangga Petani di Musim Kemarau
Desa Banjarsari Rumahtangga
Sulit Sedang Tidak sulit Total
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
Total (%)
7
23,3
19
63,3
10
33,3
9
30,0
25,0 43,3 31,7
30
100,0
30
100,0
100,0
13
43,3
2
6,7
Seperti halnya dengan saat musim kemarau, pada waktu sesaat sebelum musim panen di Desa Banjarsari, lebih banyak mengalami kesulitan pangan dibanding Desa Tanjungsari yakni 16,7 persen untuk Desa Banjarsari dan 3,3 persen untuk Desa Tanjungsari. namun demikian, sebanyak 63,3 persen rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan 23,3 persen petani di Desa Tanjungsari jarang mengalami kesulitan pangan pada waktu sesaat sebelum panen. Rumahtangga
yang sering mengalami kesulitan pangan
adalah
rumahtangga petani yang tidak dapat menabung dan kebutuhan pangan rumahtangganya tidak dapat tertutupi dari hasil produksinya sendiri. Dalam Tabel 7 juga diperlihatkan bahwa pangan lebih mudah diperoleh oleh rumahtangga petani di Desa Tanjungsari daripada di Desa Banjarsari yakni 43 persen untuk Desa Tanjungsari dan 20 persen untuk Desa Banjarsari. Hal ini disebabkan adanya sistem penyimpanan hasil produksi yang dijalankan kelompok tani di Desa Tanjungsari sehingga cukup membantu pada saat sebelum panen tersebut. Tabel 7. Sebaran Petani Menurut Kesulitan Pangan Rumahtangga Petani Sesaat sebelum Musim Panen di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Kesulitan Pangan Desa Banjarsari Desa Tanjungsari Rumahtangga Petani Total Sesaat sebelum (%) Persentase Persentase Rumahtangga Rumahtangga Musim Panen (%) (%) 5 16,7 1 3,3 Sulit 10,0 19 63,3 16 53,3 Sedang 58,4 6 20,0 13 43,3 Tidak sulit 31,6 Total 30 100,0 30 100,0 100,0
34
5.1.3 Akses Pangan Pangan yang diperoleh rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari sebagian besar berasal dari hasil produksi sendiri, khususnya beras. Hal ini disebabkan sebagian besar petani di kedua desa tersebut adalah petani padi sawah, khususnya padi SRI. Selain padi, rumahtangga petani juga menanam sayur serta memelihara ternak seperti sapi, kambing, ayam dan bebek. Namun demikian, terdapat
beberapa
rumahtangga
yang
memenuhi
kebutuhan
pangan
rumahtangganya dengan membeli di pasar. Tabel 8 menjelaskan bahwa Desa Banjarsari memiliki presentase jumlah rumahtangga yang membeli kebutuhan pangan rumahtangga lebih besar dibanding di Desa Tanjungsari. Hal ini disebabkan oleh jumlah rumahtangga petani di Desa Banjarsari yang memenuhi kebutuhannya sendiri lebih sedikit dibandingkan di Desa Tanjungsari sehingga banyak yang membeli dari pasar sekaligus untuk dijual kembali di warung yang dipergunakan untuk pekerjaan sampingan selain bertani. Motif yang sama dilakukan oleh beberapa rumahtangga petani di Desa Tanjungsari. Selain itu, jarak dari Desa Banjarsari menuju pasar lebih dekat (berkisar 2 km) daripada dari Desa Tanjungsari (5 km) sehingga menyebabkan rumahtangga Tanjungsari memenuhi kebutuhan pangannya dari hasil produksi sendiri. Tabel 8. Sebaran Petani Menurut Asal Pangan Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Asal Pangan Rumahtangga Petani Hasil Produksi sendiri Membeli dari pasar lainnya Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
19
63,3
27
90,0
9
30,0
2
6,7
2
6,7
1
3,3
30
100,0
30
100,0
Total (%) 76,7 18,3 5,0 100,0
35
5.1.4 Pemanfaatan Pangan Pemanfaatan pangan rumahtangga petani dilihat dari Frekuensi makan daging sapi atau ayam, frekuensi minum susu, frekuensi makan telur dan frekuensi, makan sayur. Masing –masing dapat dilihat secara rinci pada Tabel 9, Tabel 10, Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 9 menunjukkan frekuensi makan daging sapi atau ayam rumahtangga petani di Desa Banjarsari rendah, hal ini dibuktikan dari presentasenya yang mencapai 93,4 persen dibandingkan Desa Tanjungsari yang hanya mencapai 60 persen. Demikian halnya pada taraf sedang dan sering makan daging sapi atau ayam juga Desa Banjarsari lebih rendah presentasenya dari desa Tanjungsari walau secara umum kedua desa tersebut memang masih sama-sama cukup rendah karena lebih dari setengah dari jumlah rumahtangganya masih kurang mengkonsumsi daging sapi atau ayam. Rendahnya taraf konsumsi daging sapi atau ayam ini dikarenakan harga daging sapi atau ayam cukup tinggi sehingga rumahtangga lebih memilih untuk mengkonsumsi pangan yang harganya lebih murah. Selain itu kurangnya kesadaran pentingnya konsumsi daging sapi atau ayam di kedua desa tersebut. Tabel 9. Sebaran Petani Menurut Frekuensi Makan Daging Sapi/Ayam di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Frekuensi makan daging sapi atau ayam (per minggu) Rendah Sedang Tinggi Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
28
93,4
18
60,0
1
3,3
7
23,3
1
3,3
5
16,7
30
100,0
30
100,0
Total (%) 76,7 13,3 10,0 100,0
Selaras dengan Tabel 9, Tabel 10 juga memperlihatkan bahwa di Desa Banjarsari terdapat 86,7 persen rumahtangga petani yang frekuensi minum
36
susunya masih rendah dibandingkan rumahtangga petani di Desa Tanjungsari yang hanya 56,7 persen. Hal ini disebabkan di rumahtangga Desa Tanjungsari cukup didominasi oleh anak-anak sehingga frekuensi konsumsi susu pun lebih tinggi. Selain itu kesadaran akan pentingnya konsumsi susu khususnya untuk anak lebih tinggi di Desa Tanjungsari dibandingkan Desa Banjarsari. Namun demikian secara umum, konsumsi susu masih tergolong rendah karena kurangnya kurangnya kesadaran akan pentingnya susu dan kekurangmampuan membeli susu karena harganya yang relatif tinggi juga. Tabel 10. Sebaran Petani Menurut Frekuensi Minum Susu di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Frekuensi minum susu (per minggu) Rendah Sedang Tinggi Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
26
86,7
17
56,7
1
3,3
5
16,7
3
10,0
8
26,7
30
100,0
30
100,0
Total (%) 71,7 10,0 18,3 100,0
Berbeda dengan yang ditunjukkan oleh Tabel 9 dan Tabel 10, pada Tabel 11 ditunjukkan presentase frekuensi makan telur di Desa Banjarsari lebih tinggi yaitu 56,7 persen dibanding Desa Tanjungsari yang hanya 46,7 persen. Hal ini disebabkan di Desa Banjarsari lebih banyak rumahtangga petani yang beternak ayam dibanding di Desa Tanjungsari sehingga frekuensi makan telurnya lebih banyak karena berasal dari hasil produksi sendiri serta lebih mudah mendapatkannya.
37
Tabel 11. Sebaran Petani Menurut Frekuensi makan telur di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Frekuensi makan telur (per minggu) Rendah Sedang Tinggi Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
4
13,3
5
16,7
9
30,0
11
36,6
17
56,7
14
46,7
30
100,0
30
100,0
Total (%) 15 33,3 51,7 100,0
Tabel 12 memperlihatkan frekuensi makan sayur di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari masih cukup tinggi yakni 63,3 persen dan 66,7 persen. Di kedua desa tersebut masih menganggap makan perlu dengan sayur. Namun demikian di Desa Banjarsari masih terdapat 20 persen rumahtangga yang frekuensi makan sayurnya rendah. Hal ini disebabkan di Desa Banjarsari rumahtangga petani yang memiliki kebun sendiri atau mengelola kebun orang lain lebih sedikit dibanding di Desa Tanjungsari. Tabel 12. Sebaran Petani Menurut Frekuensi makan sayur di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Desa Banjarsari Desa Tanjungsari Frekuensi makan Persentase Persentase sayur (per minggu) Rumahtangga Rumahtangga (%) (%) Rendah 6 20,0 2 6,6 Sedang 5 16,7 8 26,7 Tinggi 19 63,3 20 66,7 Total 30 100,0 30 100,0
5.2
Total (%) 13,3 21,7 65,0 100,0
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Rumahtangga Petani
5.2.1 Hubungan antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga Petani dengan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Tabel 13 mengungkapkan hubungan nyata antara tingkat pendapatan dengan pemanfaatan pangan dan hubungan nyata negatif antara jumlah anggota rumahtangga dengan tingkat stabilitas pangan di Desa Banjarsari. Hal ini disebabkan semakin besar pendapatan maka semakin banyak juga pangan yang bisa dimanfaatkan. Begitupula dengan semakin sedikit anggota rumahtangga
38
maka stabilitas pangan akan semakin kuat juga karena sedikit anggota rumahtangga yang mengonsumsi pangan sehingga ketahanan pangan pun menjadi stabil. Dalam Tabel 13 juga mengungkapkan hubungan negatif antara luas lahan yang dikuasai dengan akses pangan, tingkat pendapatan dengan stabilitas pangan dan akses pangan, jumlah produksi permusim tanam dengan tingkat stabilitas pangan, dan akses pangan, jumlah, serta jumlah anggota rumahtangga dengan akses pangan. Luas lahan lebih luas membuat akses pangan menjadi lebih sulit, hal ini disebabkan kecenderungan untuk menyewakan atau memproduksi tapi tidak untuk konsumsi sendiri. Tingkat pendapatan tinggi menyebabkan stabilitas pangan rendah karena dengan pendapatan yang lebih tinggi lebih berarti hasil pangan produksi sendiri itu mesti dijual dan pangan yang tersedia untuk konsumsi sendiri berkurang. Tingkat pendapatan lebih tinggi membuat akses pangan menjadi sulit, hal ini disebabkan pangan hasil produksi cenderung untuk dijual dan menjadi sulit diperoleh. Jumlah produksi permusim tanam lebih tinggi membuat tingkat stabilitas pangan menjadi rendah karena lebih cenderung menjualnya sehingga tidak mempersiapkan kestabilan ketersediaan pangan. Jumlah produksi permusim tanam semakin banyak membuat akses pangan menjadi sulit karena hasil produksi dijual sehingga membuat sulit memperoleh pangan. Semakin banyak jumlah anggota rumahtangga, semakin sulit akses pangan karena makin banyak yang membutuhkan pangan.
39
Tabel 13. Koefisien korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari, 2009 Ketahanan pangan rumahtangga petani Karakteristik sumberdaya Ketersediaan Tingkat stabilitas Akses Pemanfaatan rumahtangga pangan pangan pangan pangan Luas lahan yang dikuasai -,049 -,157 -,326 ,074 Tingkat pendidikan formal ,236 -,197 ,089 -,089 kepala rumahtangga Tingkat pendidikan non-,131 ,188 -,192 ,050 formal kepala rumahtangga Tingkat pendapatan ,189 -,270 -,338 1,000(**) Jumlah Produksi permusim ,177 -,337 -,326 ,134 tanam Jumlah anggota ,237 -,465(**) -,302 ,045 rumahtangga Tingkat partisipasi sosial ,094 ,101 -,123 ,071 Tingkat pengalaman -,056 ,159 -,118 ,147 berusahatani Keterangan :
* berhubungan pada taraf nyata 0,05 ** berhubungan pada taraf nyata 0,01
Tabel 14 mengungkapkan hubungan nyata antara tingkat pendapatan dengan pemanfaatan pangan, tingkat partisipasi sosial dengan tingkat stabilitas pangan, dan hubungan nyata negatif antara tingkat partisipasi sosial dengan pemanfaatan pangan. Tingkat pendapatan yang tinggi membuat pangan yang ada lebih bisa dimanfaatkan karena adanya modal untuk melakukannya. Tingkat partisipasi sosial yang tinggi membuat stabilitas pangan lebih tinggi karena pengetahuan untuk menjaga stabilitas pangan lebih tinggi pula. Namun, tingkat partisipasi sosial yang tinggi membuat pemanfaatan pangan tidak maksimal karena pangan yang diperoleh dalam pelatihan tersebut lebih banyak metode tentang berusahatani, bukan bagaimana memanfaatkan hasil usahatani tersebut.
40
Tabel 14. Koefisien korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Tanjungsari, 2009 Ketahanan pangan rumahtangga petani Karakteristik sumberdaya Ketersediaan Tingkat stabilitas Akses Pemanfaatan rumahtangga pangan pangan pangan pangan Luas lahan yang dikuasai ,321 -,095 ,191 ,137 Tingkat pendidikan formal ,083 ,034 ,034 -,050 kepala rumahtangga Tingkat pendidikan non-,030 -,087 ,287 -,144 formal kepala rumahtangga Tingkat pendapatan -,239 ,050 ,050 ,464(**) Jumlah Produksi permusim ,270 -,112 ,168 ,161 tanam Jumlah anggota ,083 ,034 ,034 -,050 rumahtangga Tingkat partisipasi sosial -,047 ,571(**) -,020 -,397(*) Tingkat pengalaman ,089 -,186 -,186 ,000 berusahatani Keterangan : * berhubungan pada taraf nyata 0,05 ** berhubungan pada taraf nyata 0,01
5.2.2 Hubungan antara Peran Kelompok Tani dengan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Tabel 15 memperlihatkan tidak adanya hubungan yang nyata antara peran kelompok tani dengan ketahanan pangan di Desa Banjarsari. Namun demikian, terdapat hubungan negatif antara tingkat dukungan terhadap produksi pangan terhadap produksi pangan dengan akses pangan, tingkat dukungan terhadap distribusi pangan dengan akses pangan, Frekuensi penyelenggaraan kegiatan untuk sarana pembelajaran dengan tingkat stabilitas pangan. Tingkat dukungan terhadap produksi pangan yang tinggi membuat akses pangan menjadi sulit, hal ini disebabkan hasil panen yang besar dijual seluruhnya sehingga sulit untuk mendapatkan pangan. Tingkat dukungan terhadap distribusi pangan yang tinggi membuat akses pangan menjadi sulit, hal ini disebabkan oleh panen yang yang ada dijual sehingga sulit mendapatkan pangan. Frekuensi penyelenggaraan kegiatan untuk sarana pembelajaran yang semakin sering membuat tingkat stabilitas pangan semakin rendah, hal ini disebabkan pelatihanpelatihan yang dilakukan lebih banyak membahas tentang teknik-teknik 41
berusahatani yang bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi dan tidak membahas tentang pasca-produksi. Tabel 15. Koefisien korelasi Rank Spearman antara Peran Kelompok Tani dengan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Banjarsari, 2009 Ketahanan pangan rumahtangga petani Aspek Peran Kelompok Tani Ketersediaan Tingkat stabilitas Akses Pemanfaatan pangan pangan pangan pangan Tingkat dukungan terhadap ,131 -,188 -,235 -,050 produksi pangan Tingkat dukungan terhadap ,000 -,073 -,327 -,116 distribusi pangan Frekuensi penyelenggaraan ,139 -,223 -,068 ,105 kegiatan untuk sarana pembelajaran Keterangan : * berhubungan pada taraf nyata 0,05 ** berhubungan pada taraf nyata 0,01
Tabel 16 menunjukkan adanya hubungan nyata negatif antara tingkat dukungan produksi pangan dengan tingkat ketersediaan pangan di Desa Tanjungsari. Hal ini disebabkan semakin rendah dukungan terhadap produksi pangan maka pangan akan tetap tersedia karena sistem penyimpanan hasil produksi
pangan
akan membantu untuk
menjaga ketersediaan
pangan
rumahtangga petani. Sistem penyimpanan hasil produksi pangan adalah penyimpanan hasil produksi yang telah ditentukan sebelumnya oleh tiap rumahtangga petani yang berfungsi untuk menjaga ketersediaan pangan rumahtangga petani anggota kelompok tani.
42
Tabel 16. Koefisien korelasi Rank Spearman antara Peran Kelompok Tani dengan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Desa Tanjungsari, 2009 Ketahanan pangan rumahtangga petani Aspek Peran Kelompok Tani Ketersediaan Tingkat stabilitas Akses Pemanfaatan pangan pangan pangan pangan Tingkat dukungan terhadap -,415(*) ,034 ,034 -,050 produksi pangan Tingkat dukungan terhadap -,088 ,073 ,073 -,105 distribusi pangan Frekuensi penyelenggaraan -,083 -,034 -,034 ,050 kegiatan untuk sarana pembelajaran Keterangan : * berhubungan pada taraf nyata 0,05 ** berhubungan pada taraf nyata 0,01
5.3
Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Kelompok tani “Mukti Tani 3” di Desa Banjarsari dan Kelompok Tani
“Surakatiga 3” di Desa Tanjungsari sama-sama berperan dalam penyediaan benih untuk produksi padi. Namun demikian, Kelompok Tani “Mukti Tani 3” di Desa Banjarsari lebih berperan daripada di Desa Tanjungsari. Hal ini dapat dilihat di Tabel 17, dimana presentasenya mencapai 80 persen untuk Desa Banjarsari dan 43,3 persen untuk Desa Tanjungsari. Hal ini disebabkan oleh keuletan Kelompok Tani “Mukti Tani 3”, khususnya kontak tani beserta jajarannya. Tabel 17. Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok dalam Penyediaan Benih di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Peran Kelompok dalam penyediaan Benih Berperan Kurang berperan Tidak berperan Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
Total (%)
0
0,0
0
0,0
61,7 38,3 0,0
30
100,0
30
100,0
100,0
24
80,0
13
43,3
6
20,0
17
56,7
Tabel 18 memperlihatkan Kelompok tani di Desa Banjarsari dan Kelompok Tani di Desa Tanjungsari yang cukup berperan dalam pemberantas hama. Hal ini dilakukan dengan memproduksi cairan pemberantas hama organik yang mereka sebut cairan “mol”. Namun demikian ada bebrapa rumahrangga yang
43
menganggap kelompok tani tidak berperan karena mereka memproduksi sendiri cairan “mol” tersebut dan tidak memperoleh dari kelompok tani. Tabel 18. Sebaran Petani Peran Kelompok dalam Pemberantasan Hama di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Peran Kelompok dalam pemberantasan hama Berperan Kurang berperan Tidak berperan Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
Total (%)
15
50,0
19
63,4
13
43,3
10
33,3
2
6,7
1
3,3
56,2 38,3 4,5
30
100,0
30
100,0
100,0
Pengadaan dan perawatan pengairan di Desa Tanjungsari jauh lebih berperan yaitu 66,7 persen dibandingkan Desa Banjarsari yang hanya 13,3 persen. Hal ini dikarenakan pengelola pengairan atau yang disebut dewan air di Desa Tanjungsari lebih terkelola dengan baik dibanding Desa Tanjungsari. Selain itu, keadaan Desa Tanjungsari yang lebih sulit dalam hal pengairan juga membuat pengelolaan pengairan menjadi jauh lebih penting dibanding di Desa Banjarsari yang cenderung pengairannya lebih mudah karena mengalir begitu saja. Tabel 19. Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok dalam Pengadaan dan Perawatan Pengairan di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Peran Kelompok dalam pengadaan dan perawatan pengairan Berperan Kurang berperan Tidak berperan Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
Total (%)
0
0,0
3
10,0
26
86,7
7
23,3
40,0 5,0 55,0
30
100,0
30
100,0
100,0
4
13,3
20
66,7
Pengadaan sprayer di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari dilakukan oleh kelompok taninya masing-masing. Hal ini disebabkan jarang sekali rumahtangga yang memilikinya masing-masing. Namun begitu, terdapat yang memiliki sendiri sehingga menganggap kelompok tani tidak berperan dalam pengadaan sprayer. Lebih rinci dapat dilihat di Tabel 20.
44
Tabel 20. Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok dalam Pengadaan Sprayer di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Peran Kelompok dalam pengadaan sprayer Berperan Kurang berperan Tidak berperan Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
Total (%)
7
23,3
3
10,0
68,4 15,0 16,7
30
100,0
30
100,0
100,0
20
66,7
21
70,0
3
10,0
6
20,0
Pemasaran hasil produksi pangan di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari dilakukan oleh rumahtangganya masing-masing, hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 dimana presentase yang menyebut kelompok tani tidak berperan mencapai 80 persen dan 70 persen. Namun demikian terdapat masing-masing 16,7 persen di Desa Banjarsari dan 16,7 persen di Desa Tanjungsari yang menyebutkan kelompok tani berperan dalam memasarkan hasil produksi pangan. Hal ini dikarenakan kedekatan dan saling membantu antara beberapa anggota kelompok tani. Tabel 21. Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok dalam Memasarkan Hasil Produksi di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Peran Kelompok dalam memasarkan hasil produksi pangan Berperan Kurang berperan Tidak berperan Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
Total (%)
1
3,3
4
13,3
24
80,0
21
70,0
16,7 8,3 75,0
30
100,0
30
100,0
100,0
5
16,7
5
16,7
Selaras dengan yang diperlihatkan pada Tabel 21, pada Tabel 22 juga diperlihatkan bahwa partisipasi anggota kelompok dalam memasarkan hasil produksi pangan masih tidak berperan dengan persentase 80 persen di Desa Banjarsari dan 70 persen di Desa Tanjungsari. Hal ini disebabkan karena anggota kelompok lebih suka memasarkan hasil pertaniannya sendiri sehingga anggota
45
kelompok lain tidak terlibat. Selain itu tidak adanya kebijakan kelompok tani dalam hal pemasaran hasil produksi anggotanya. Tabel 22. Sebaran Petani Menurut Partisipasi Anggota Kelompok Memasarkan Hasil Produksi di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Partisipasi Anggota Desa Banjarsari Desa Tanjungsari Kelompok Total Memasarkan Hasil (%) Persentase Persentase Rumahtangga Rumahtangga Produksi (%) (%) 1,7 0 0,0 1 3,3 Berperan 23,4 6 20,0 8 26,7 Kurang berperan 75,0 24 80,0 21 70,0 Tidak berperan Total
30
100,0
30
100,0
100,0
Kelompok tani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari berperan dalam mengadakan pelatihan, hal ini dilihat dari presentasenya di Tabel 23 yang mencapai 86,7 persen dan 93,3 persen. Namun demikian, terdapat 13,3 persen dan 6,7 persen rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari yang menyebutnya kurang berperan. Hal ini dikarenakan kurang informasi yang mereka dapat dan kurang aktifnya mereka dalam kelompok tani sehingga mereka jarang mengikuti pelatihan. Tabel 23. Sebaran Petani Menurut Peran Kelompok dalam Mengadakan Pelatihan di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Peran Kelompok dalam Mengadakan Pelatihan Berperan Kurang berperan Tidak berperan Total
Desa Banjarsari Rumahtangga
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Rumahtangga
Persentase (%)
Total (%)
26
86,7
28
93,3
4
13,3
2
6,7
0
0,0
0
0,0
90,0 10,0 0,0
30
100,0
30
100,0
100,0
Frekuensi pertemuan kelompok tani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari rutin dilakukan, hal ini dilihat dari presentasenya di Tabel 24 yang mencapai 80 persen untuk Desa Banjarsari dan 93,3 persen untuk Desa Tanjungsari. Namun demikian, terdapat 20 persen dan 6,7 persen rumahtangga petani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari yang menyebutnya tidak rutin.
46
Hal ini dikarenakan kurang informasi yang mereka dapat dan kurang aktifnya mereka dalam kelompok tani. Tabel 24. Sebaran Petani Menurut Frekuensi Pertemuan Rutin Kelompok Tani di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari, 2009 Frekuensi Pertemuan Rutin
Desa Banjarsari Rumahtangga
Rutin Tidak Rutin Tidak ada Total
Desa Tanjungsari
Persentase (%)
Total (%)
Persentase (%)
Rumahtangga
24
80,0
28
93,3
6
20,0
2
6,7
0
0,0
0
0,0
86,7 13,3 0,0
30
100,0
30
100,0
100
Kelompok Tani “Mukti tani 3” Desa Banjarsari
berusaha untuk
meningkatkan kemampuan anggotanya dalam berusaha tani khususnya dengan metode SRI untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga petani yang menjadi anggotanya. Hal ini dilakukan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan dan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung program tersebut seperti penyediaan pestisida dan pupuk organik (cairan mol), penyediaan bibit dan pengadaan sprayer. Dalam hal ini, pengurus kelompok tani lebih berperan dibandingkan dengan anggotanya. Alangkah lebih baik anggota kelompok tani ini bisa lebih berperan dalam pelatihan-pelatihan & kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani tersebut. Selain itu, penyuluh diharapkan dapat membina kelompok tani “mukti tani 3” ini agar dapat meningkatkan kemampuan organisasinya sehingga lebih terorganisir
dalam
melakukan
dikembangkannya sistem
kegiatan-kegiatannya.
penyimpanan hasil
produksi
Selain pangan
itu,
perlu
sehingga
memudahkan rumahtangga menjaga ketersediaan pangannya di waktu-waktu yang sulit.
47
Cukup berbeda dengan Kelompok Tani “Mukti Tani 3”, Kelompok Tani “Sukarakatiga 3” Desa Tanjungsari berusaha mencapai ketahanan pangan rumahtangga petani anggota kelompoknya dengan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Kelompok tani ini mulai menerapkan sistem penyimpanan hasil produksi pangan walaupun belum berjalan dengan baik, namun dapat sedikit membantu anggota kelompok yang mengalami kesulitan. Rumahtangga petani anggota kelompok ini cukup berperan aktif, hal ini dapat dilihat tingkat kehadiran dalam pertemuan rutin yang mereka adakan. Selain itu kelompok tani memfasilitasi dalam memasarkan hasil produksi anggotanya sehingga cukup membantu meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Agar lebih berkembang lagi diharapkan peran pemerintah, khususnya dalam penyediaan modal dan infrastruktur
untuk
kegiatan
usahataninya.
Penyuluh
diharapkan
dapat
mengarahkan kelompok tani ini khususnya tentang pentingnya perbaikan sistem penyimpanan hasil produksi pangan sehingga dapat berjalan lebih baik lagi.
48
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan
1.
Ketahanan Pangan rumahtangga petani di
Desa Banjarsari dan Desa
Tanjungsari cukup terpenuhi. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan pangan, tingkat stabilitas pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan yang terdapat di Desa Banjarsari dan Desa Tanjungsari. Ketersediaan pangan di Desa Banjarsari dan Tanjungsari “cukup” memadai dilihat dari persentase terpenuhinya pangan yang mencapai 73,3 persen. Tingkat stabilitas pangan termasuk “cukup” stabil dilihat dari jarangnya ada rumahtangga petani yang mengalami kesulitan pangan pada musim paceklik, kemarau dan sesaat sebelum panen serta jarangnya rumahtangga petani yang dapat menabung setelah panen. Akses pangan cukup mudah karena sebagian besar pangan merupakan hasil produksi sendiri, selain itu jarak menuju pasar yang cukup dekat berkisar 2 km untuk Desa Banjarsari dan 5 km untuk Desa Tanjungsari. Pemanfaatan pangan di kedua desa tersebut cukup baik, hal ini dilihat dari frekuensi makan daging sapi/ayam, minum susu, makan telur dan sayur dalam satu minggu yang cukup tinggi. 2.
Faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap ketahanan pangan berkaitan dengan karakteristik sumberdaya rumahtangga petani di Desa Banjarsari adalah tingginya tingkat pendapatan, sedangkan yang berpengaruh negatif adalah sedikitnya jumlah anggota rumahtangga dan rendahnya luas lahan, serta rendahnya jumlah produksi permusim tanam. Faktor-faktor yang berpengaruh
positif
terhadap
ketahanan
pangan
berkaitan
dengan
karakteristik sumberdaya rumahtangga petani di Desa Tanjungsari adalah
tingkat pendapatan yang tinggi, sedangkan tingkat partisipasi sosial yang tinggi berpengaruh positif terhadap tingkat stabilitas pangan dan berpengaruh negatif terhadap pemanfaatan pangan di Desa Tanjungsari. Faktor-faktor yang berpengaruh negatif terhadap ketahanan pangan berkaitan dengan peran kelompok tani di Desa Banjarsari adalah rendahnya tingkat dukungan terhadap produksi pangan, rendahnya tingkat dukungan terhadap distribusi pangan, dan rendahnya frekuensi penyelenggaraan kegiatan untuk sarana pembelajaran. Faktor-faktor yang berpengaruh negatif terhadap ketahanan pangan berkaitan dengan peran kelompok tani di Desa Tanjungsari adalah rendahnya tingkat dukungan terhadap produksi pangan. 3.
Peran kelompok tani dalam ketahanan pangan rumahtangga petani di Desa Banjarsari adalah meningkatkan kemampuan anggotanya melalui penerapan metode SRI melalui pelatihan-pelatihan, sedangkan untuk peran kelompok tani dalam ketahanan pangan rumahtangga petani di Desa Tanjungsari adalah meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui penerapan sistem penyimpanan hasil produksi pertanian.
6.1
Saran Penulis merekomendasikan adanya penelitian yang bertujuan untuk
mengkaji bagaimana peran penyuluh dan faktor-faktor yang berpengaruh dalam ketahanan rumahtangga petani. Hal ini guna memperkuat kajian mengenai ketahanan pangan rumahtangga petani.
50
LAMPIRAN
Lampiran 1 Responden Yang Terhormat, Saya adalah mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, angkatan 2005/2006. Saya sedang melakukan penelitian mengenai “Analisis Peran Kelompok Tani dalam Mewujudkan Ketahanan Pengan Rumahtangga”. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya berharap anda bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Perlu diperhatikan, bahwa dalam mengisi kuesioner ini, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Apapun jawaban anda, akan menjadi data berharga bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban anda akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Atas ketersediaan dan waktu anda mengisi kuesioner ini, saya ucapkan banyak terima kasih. Tasikmalaya, Hormat saya,
KUESIONER PENELITIAN
Mochamad Januar I34052229
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Umur Jenis kelamin Alamat
: : : :
Pendidikan
:
No:
(1) Pria
(2) Wanita
(1) Tidak Tamat SD (4) Tamat SMA/Sederajat (2) Tamat SD/Sederajat (5) Diploma (D1, D2, D3) (3) Tamat SMP/Sederajat (6) Sarjana/Pascasarjana Pekerjaan dari curahan waktu : (1) Petani yang dipergunakan (2) Buruh tani (boleh lebih dari satu jawaban), (3) Pedagang (4) Karyawan (5) PNS (6) TNI/Polri (7) Supir/Tukang ojek (8) Lainnya, sebutkan …………… Kelompok Tani : Jabatan : (1) Ketua (4) Bendahara (2) Wakil Ketua , (5) Anggota (3) Sekretaris (6) Lainnya, sebutkan ……… Jumlah anggota : …… Laki-laki …… Perempuan Rumat Tangga
Akses petani terhadap sumberdaya rumahtangga 1. Berapa luasan lahan pertanian yang Anda kuasai? ............ ha 2. Apa jenis lahan pertanian yang Anda kuasai? (1). Sawah (2). Tegalan (3). Pekarangan (4). Lainnya, sebutkan ………….. 3. Apakah status lahan pertanian yang Anda kuasai (miliki atau manfaatkan)? (1). Milik sendiri (2). Sakap/disakapkan (3). Sewa/disewakan 4. Berapakah rata-rata jumlah produksi padi dalam satu kali panen? .................. kg 5. Dalam satu tahun, berapa kali Anda panen? ............. Kali, I ............. Kg II. ..................Kg III. ....................Kg 6. Berapa pendapatan dari kegiatan pertanian yang Anda peroleh dalam satu musim tanam? Rp...................................... / musim 7. Berapa pendapatan yang Anda peroleh kegiatan non-pertanian? Rp. ................................/tahun 8. Apakah Anda mengikuti pernah mengikuti kegiatan sosial dilingkungan Anda? (1) Ya (2) Tidak Jika Ya, apa saja posisi anda dalam kegiatan sosial tersebut? (1) Pengurus (2) Anggota aktif (3) Anggota pasif 9. Berapa lama Anda berusahatani? .......... tahun 10. Apakah Anda pernah mengikuti kegiatan penyuluhan pertanian dalam satu tahun terakhir? (1) Sering (2) Kadang-kadang (3) tidak pernah 11. Apa materi penyuluhan yang pernah Anda dapat? 1. .................................. 4. .................................. 7. .............................. 2. .................................. 5. .................................. 8. .............................. 3. .................................. 6. .................................. 9. .............................. Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan 12. Apakah kelompok tani berperan dalam penyediaan benih? (1) Berperan (2) Kurang berperan (3) Tidak berperan 13. Apakah kegiatan penanaman serempak dibahas dalam kelompok tani? (1) Selalu (2) kadang-kadang (3) Tidak pernah 14. Apakah kelompok tani berperan dalam penyediaan pupuk (1) Berperan (2) Kurang berperan (3) Tidak berperan 15. Apakah kelompok tani berperan dalam upaya pemberantasan hama/penyakit? (1) Berperan (2) Kurang berperan (3) Tidak berperan 16. Apakah kelompok tani berperan dalam pengadaan dan perawatan pengairan/irigasi? (1) Berperan (2) Kurang berperan (3) Tidak berperan
17. Apakah kelompok tani berperan dalam pengadaan spayer? (1) Berperan (2) Kurang berperan (3) Tidak berperan 18. Apakah kelompok tani berperan dalam memasarkan hasil produksi pertanian? (1) Berperan (2) Kurang berperan (3) Tidak berperan (lanjut ke no 22) 19. Apa semua anggota kelompok berperan dalam memasarkan hasil produksi tersebut? (1) Berperan (2) Kurang berperan (3) Tidak berperan 20. Apakah kelompok tani melakukan kegiatan pelatihan/sejenisnya mengenai teknik berusahatani? (1) Sering (2) kadang-kadang (3) Tidak pernah 21. Apakah kelompok tani melakukan pertemuan-pertemuan rutin bulanan? (1) rutin (2) tidak rutin (3) Tidak ada Ketahanan pangan rumahtangga 22. Apakah pangan yang tersedia memenuhi kebutuhan rumahtangga Anda? (1) memenuhi (2) kurang memenuhi (3) Tidak memenuhi 23. Dari manakah Anda memperoleh pangan tersebut? (1) Hasil produksi sendiri (2) Membeli dari kelompok tani (3) Membeli dari pasar (4) Lainnya, sebutkan ............... 24. Berapa jarak yang Anda tempuh untuk memperoleh pangan tersebut? .............. km 25. Pada musim paceklik apakah Anda mengalami kesulitan pangan? (1) sering (2) jarang (3) tidak pernah 26. Pada musim panen apakah Anda bisa menabung? (1) sering (2) jarang (3) tidak pernah 27. Apakah Anda kesulitan mendapatkan pangan saat musim kemarau? (1) Sulit (2) sedang (3) mudah 28. Apakah Anda kesulitan mendapatkan pangan sesaat sebelum musim panen? (1) Sulit (2) sedang (3) mudah 29. Dalam satu minggu, berapa kali Anda makan daging sapi/ayam? ................. /minggu 30. Dalam satu minggu, berapa kali Anda makan Susu? ................. /minggu 31. Dalam satu minggu, berapa kali Anda makan Telur ? ................. /minggu 32. Dalam satu minggu, berapa kali Anda makan sayuran ? ................. /minggu
-Terima Kasih-
Lampiran 2 Olahan Data Korelasi Rank Spearman SPSS 15 Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Ketahanan Pangan di Desa Banjarsari
x1.1
Pearson Correlation
y1.1 -,049
y.1.2 -,157
y.1.3 -,326
y.1.4 ,074
,797
,407
,079
,698
Sig. (2-tailed) N x1.2
30
30
30
30
Pearson Correlation
,236
-,197
,089
-,089
Sig. (2-tailed)
,210
,298
,638
,640
N x1.3.
30
30
30
30
-,131
,188
-,192
,050
,489
,321
,309
,795
30
30
30
30
Pearson Correlation
,189
-,270
-,338
1,000(**)
Sig. (2-tailed)
,317
,149
,068
,000
30
30
30
30
Pearson Correlation
,177
-,337
-,326
,134
Sig. (2-tailed)
,350
,069
,079
,481
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
x.1.4
N x.1.5
N x1.6
30
30
30
30
Pearson Correlation
,237
-,465(**)
-,302
,045
Sig. (2-tailed)
,208
,010
,105
,814
N x1.7
30
30
30
30
Pearson Correlation
,094
,101
-,123
,071
Sig. (2-tailed)
,619
,594
,518
,708
30
30
30
30
-,056
,159
-,118
,147
,770
,400
,535
,437
30
30
30
N x1.8
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
30 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hubungan Antara Peran Kelompok Tani dengan Ketahanan Pangan di Desa Banjarsari y1.1 x2.1
y.1.4
,131
-,188
-,235
-,050
,489
,321
,212
,795
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
x2.3
y.1.3
Sig. (2-tailed) N x.2.2
y.1.2
Pearson Correlation
30
30
30
30
,000
-,073
-,327
-,116
1,000
,701
,077
,541
30
30
30
30
Pearson Correlation
,139
-,223
-,068
,105
Sig. (2-tailed)
,465
,236
,722
,581
30
30
30
30
N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan Antara Karakteristik Sumberdaya Rumahtangga dengan Ketahanan Pangan di Desa Tanjungsari
x.1.1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
x.1.2
,313
,470
30
30
,034
-,050
Sig. (2-tailed)
,663
,856
,856
,795
30
30
30
30
-,030
-,087
,287
-,144
,875
,646
,124
,448
30
30
30
30
-,239
,050
,050
,464(**)
,203
,795
,795
,010
30
30
30
30
Pearson Correlation
,270
-,112
,168
,161
Sig. (2-tailed)
,150
,556
,375
,395
Pearson Correlation
Pearson Correlation
N
30
30
30
30
Pearson Correlation
,083
,034
,034
-,050
Sig. (2-tailed)
,663
,856
,856
,795
N
30
30
30
30
-,047
,571(**)
-,020
-,397(*)
,804
,001
,918
,030
30
30
30
30
Pearson Correlation
,089
-,186
-,186
,000
Sig. (2-tailed)
,638
,326
,326
1,000
30
30
30
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
x1.8
,617 30
N
x1.7
,084
,034
Sig. (2-tailed)
x.1.6
y.1.4 ,137
30
N
x.1.5
y1.3 ,191
,083
Sig. (2-tailed) x.1.4
y1.2 -,095
Pearson Correlation N
x.1.3
y1.1 ,321
N
30 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan Antara Peran Kelompok Tani dengan Ketahanan Pangan di Desa Tanjungsari
x.2.1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
x.2.2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
x.2.3
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
y1.1 -,415(*)
y1.2 ,034
y1.3 ,034
y.1.4 -,050
,023
,856
,856
,795
30
30
30
30
-,088
,073
,073
-,105
,645
,702
,702
,581
30
30
30
30
-,083
-,034
-,034
,050
,663
,856
,856
,795
30
30
30
30 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 3 PANDUAN PERTANYAAN
1.
Apa tujuan kelompok tani ini dibentuk?
2.
Berapa jumlah anggota kelompok tani ini?
3.
Berapa lama kelompok tani ini telah terbentuk?
4.
Apa sajakah tugas-tugas yang dilakukan kelompok tani ini?
5.
Apa hak dan kewajiban sebagai anggota dalam kelompok tani tersebut? Adakah ada perbedaan hak dan kewajiban antara pengurus dan anggota?
6.
Berapa kali intensitas pertemuan yang dilakukan anggota kelompok tani dalam satu bulan?
7.
Hal-hal apa sajakah yang dibahas dalam pertemuan kelompok tersebut?
8.
Bagaimana kontribusi kelompok tani ini dalam kegiatan usahatani anggotanya? Hal-hal apakah yang dilakukan untuk membantu kegiatan tersebut?
9.
Seberapa jauh peran kelompok tani dalam kegiatan produksi?
10. Apakah kelompok tani berperan dalam menjaga ketersediaan pangan anggotanya? Bagaimana cara membantu menjaga stok tersebut? 11. Seberapa jauh peran kelompok tani dalam pengadaan dan penyimpanan bahan pangan? 12. Apakah kelompok tani berperan dalam distribusi hasil produksi anggotanya? Bagaimana cara membantu distribusi tersebut? 13. Apakah kelompok tani melakukan kegiatan pembelajaran bagi petani mengenai teknik berusahatani? Apa saja bentuk pembelajaran tersebut? 14. Seberapa jauh peran kelompok tani dalam proses pembelajaran petani? 15. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kelompok tani dalam berperan mewujudkan ketahanan pangan? 16. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga? 17. Seberapa jauh petani berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tani?
Lampiran 4 Catatan Lapang Hasil wawancara dengan Ketua Kelompok Tani “Mukti Tani 3” Desa Banjarsari Kelompok tani yang berada di Dusun Muhara, Desa Banjarsari ini bernama Kelompok Tani “Mukti Tani 3”. Kelompok tani “Mukti Tani 3” ini didirikan pada tahun 2007. Kelompok tani “Mukti Tani 3” memiliki tujuan untuk mendongkrak kesejahteraan, kesehatan, dan daya beli anggota kelompok. Kelompok tani “Mukti Tani 3 terdiri dari 189 orang yang 60 orang diantaranya telah menerapkan metode SRI dalam mengembangkan budidaya padinya. Metode SRI ini diterapkan karena dinilai lebih ramah lingkungan dan mampu meningkatkan kesejahteraan sesuai dengan penyuluhan yang disampaikan petugas PPL setempat. Saat ini tugas-tugas yang dilakukan kelompok tani sesuai instruksi dinas pertanian yang disampaikan melalui penyuluh lapangnya yang meliputi melakukan pelatihan budidaya padi SRI, pengadaan benih, pengadaan pestisida nabati, penyediaan pupuk organik dan mengadakan tanam serempak. Dalam hak dan kewajiban kelompok tani tidak memiliki perbedaan yang signifikan hanya saja kontak tani lebih berperan dalam mewakili kelompok untuk mengikuti pelatihan yang diadakan diluar desa. Kewajiban dan hak anggota itu meliputi: mematuhi hasil kesepakatan kelompok, melakukan penanaman serempak, mendapatkan informasi mengenai budidaya padi. Pertemuan kelompok dilakukan secara rutin setiap hari kamis pertama di setiap bulan. Dalam pertemuan kelompok dibahas mengenai berbagai hal mulai dari teknik usahatani sampai kegiatan kelompok selain itu juga disepakati penanaman serentak. Dalam kelompok tani “Mukti Tani 3” ini kontribusi anggota kelompok dinilai kurang maksimal, hal ini dapat dilihat dari jumlah partisipasi kelompok yang baru mencapai 40% dari keseluruhan anggota dalam mengikuti kegiatankegiatan kelompok. Dalam kegiatan produksi kelompok berperan dalam hal penyediaan benih, pupuk organik, pestisida nabati dan pengadaan sprayer. Dalam
hal penyediaan stok pangan, distribusi pangan serta pemasaran hasil anggota, kelompok tani masih belum berperan secara maksimal. Dalam hal ketahanan pangan rumahtangga petani, kelompok tani belum berperan maksimal karena belum terselenggaranya penyediaan stok pangan berupa lumbung atau sejenisnya. Namun demikian, ada rencana dari kelompok tani untuk mengembangkannya dengan cara menyisihkan sebagian hasil produksi padi dari tiap anggotanya untuk menyediakan stok pangan bagi kelompoknya tersebut. Adapun masalah utama yang dihadapi dalam distribusi dan pemasaran hasil produksi tersebut belum terealisasi adalah masalah dana. Kelompok tani “Mukti tani 3” tidak memiliki dana lebih untuk membeli padi dari anggota untuk dipasarkan kembali sehingga masih mengandalkan tengkulak dalam memasarkan hasil produksi padi secara individu. Secara umum ketahanan pangan rumahtangga petani anggota kelompok tani “mukti tani 3” cukup terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhan pangan rumahtangganya, anggota kelompok biasanya memperoleh dari hasil produksi sendiri dan membelinya dari warung terdekat. Pada musim-musim paceklik dan kemarau anggota kelompok tani relatif tercukupi kebutuhannya walaupun cukup pas-pasan. Hal ini disebabkan karena pasokan air untuk irigasi relatif stabil sehingga tiap tahun dapat panen sampai 3 kali.
Hasil wawancara dengan Ketua Kelompok Tani “Sukarakatiga 3” Desa Tanjungsari Kelompok tani yang berada di Desa Tanjungsari ini bernama Kelompok tani “Sukarakatiga 3”. Kelompok tani ini didirikan pada tahun 1992. Saat ini anggota kelompok tani “Sukarakatiga 3” berjumlah 35 orang yang tersebar di RT 01 dan RT 02 Dusun Hegarsari, Desa Tanjungsari. Seluruh anggota kelompok tani ini menerapkan metode SRI dalam budidaya padinya. Secara umum, anggota kelompok tani “Sukarakatiga 3” berkontribusi aktif dalam kegiatan kelompok. Hal ini dapat dibuktikan melalui kelengkapan daftar hadir rapat kelompok tani “Sukarakatiga 3”. Rapat tersebut merupakan pertemuan rutin yang dilakukan satu bulan sekali. Dalam pertemuan tersebut dibahas
kegiatan-kegiatan kelompok seperti penanaman serentak, pembagian benih, pembuatan pupuk, dan kegiatan pelatihan. Kewajiban anggota kelompok “Sukarakatiga 3” meliputi mengelola sawah masing-masing sehingga produksi dapat meningkat, melakukan penanaman serempak, serta membayar iuran yang tidak ditentukan besarnya. Kewajiban bagi pengurus adalah mampu memberi contoh yang baik kepada anggota, dapat berlaku jujur, baik dan benar, serta berwibawa. Kelompok
tani
“Sukarakatiga
3”
dalam
perjalanannya
berusaha
menyediakan kebutuhan anggotanya. Kebutuhan yang disediakan meliputi : benih, pupuk organik, traktor, sprayer, dan pemotong rumput. Selain itu, dilakukan pelatihan-pelatihan budidaya padi khususnya metode SRI dan diadakannya lumbung padi. Lumbung padi di kelompok tani “Sukarakatiga 3” dilakukan ditingkat RT yang terdiri dari 25 orang yang ikut serta didalamnya. Masingmasing orang menyumbangkan 1 kg beras untuk lumbung padi tersebut. Namun, pengumpulan beras ini hanya dilakukan satu kali ketika awal diadakannya saja. Sampai saat ini jumlah beras yang ada belum meningkat hal ini disebabkan kurangnya modal yang dimiliki oleh kelompok tani. Lumbung tersebut juga belum memberikan hasil yang maksimal walaupun cukup membantu anggota yang sedang mengalami kesuliatan. Dalam hal distribusi dan pemasaran hasil produksi pertanian kelompok tani belum berperan maksimal. Hal ini disebabkan oleh kekurangan modal untuk membeli hasil anggota untuk dipasarkan kembali. Untuk saat ini proses tersebut dilakukan oleh individu masing-masing anggota. Sedangkan Untuk ketahanan pangan rumahtangga, anggota kelompok cukup terpenuhi. Hanya saja dalam hal produksi pertanian, hanya bisa dilakukan panen 5 kali dalam dua tahun. Hal ini disebabkan faktor air yang tidak stabil. Selain itu masih ada pencemaran yang dilakukan oleh desa tetangga sehingga menjadi hambatan untuk budidaya padi dengan metode SRI. Untuk menanggulangi masalah pencemaran tersebut, dilakukan filterisasi selokan-selokan yang ada oleh anggota kelompok tani.
Lampiran 5 Tabel 1. Matriks Alokasi Waktu Penelitian
Mei 2009 No
Juni 2009
September 2009 -
Kegiatan
Mei 2010
Juni 2010
Juli 2010
April 2010 1 I
Proposal dan Kolokium
1.
Penyusunan draft
2.
Konsultasi Proposal
3.
Kolokium
4.
Perbaikan Proposal
II
Studi Lapangan
1.
Pengumpulan data
III
Penulisan Laporan
1.
Analisis data
2.
Penyusunan draft revisi
3.
Konsultasi laporan
IV
Ujian Skripsi
1.
Ujian
2.
Perbaikan Skripsi
2
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3