OPTIMAL TUNING PID SUPERCONDUCTING MAGNETIC ENERGY STORAGE (SMES) MENGGUNAKAN IMPERIALIST COMPETITIVE ALGORITHM (ICA) UNTUK MEREDAM OSILASI DAYA PADA SISTEM KELISTRIKAN JAWA BALI 500 KV MOCHAMAD AVID FASSAMSI - 2207 100 168 Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111 Email: avid_fass@elect-eng.its.ac.id
Abstrak— Energi listrik yang disuplai ke konsumen
harus mempunyai stabiltas dan keandalan yang tinggi. Jika terjadi perubahan daya tiba-tiba maka mengakibatkan gangguan stabilitas sistem. Gangguan tersebut akan menyebabkan osilasi pada sistem yang dapat mengakibatkan generator lepas sinkron. Untuk mengatasi hal ini, generator memerlukan kontroler tambahan yang dipasang baik di bagian exciter atau di bus terminalnya. Pada tugas akhir ini diusulkan sebuah kontroler yang berguna untuk mengatur fluktuasi daya aktif di bus generator, yaitu dengan menggunakan Superconducting magnetic energy storage (SMES). SMES merupakan peralatan yang dapat menyimpan energi dalam bentuk medan magnet pada kumparan superkonduktor. Sebuah kontroler PID juga dipasang di SMES untuk mengatur besarnya daya input atau output dari SMES berdasarkan perubahan kecepatan generator. Untuk mendapatkan parameter PID SMES yang optimal pada sistem kelistrikan Jawa Bali 500 kV digunakan metode Imperialist Competitive Algorithm (ICA). Hasil simulasi menunjukkan bahwa penerapan ICA terhadap PID SMES pada sistem multimesin Jawa Bali 500kV, dapat mempercepat settling time respon perubahan frekuensi dan respon perubahan sudut rotor seluruh pembangkit Jawa Bali 500 kV. Kata kunci— Multimesin, SMES, kontroler PID, ICA.
I. PENDAHULUAN Stabilitas menjadi perhatian utama dalam sistem operasi tenaga listrik, karena pada kondisi keadaan mantap, kecepatan rata-rata untuk semua generator harus sama atau sinkron. Operasi sinkron pada sistem interkoneksi sangat bergantung pada gangguan. Secara umum gangguan dapat dibagi menjadi dua, yaitu gangguan kecil dan gangguan besar. Gangguan kecil merupakan gangguan yang terjadi berupa perubahan beban pada sisi beban atau pembangkit secara acak, perlahan dan bertingkat. Adanya perubahan beban atau gangguan kecil, akan berimbas terhadap perubahan kecepatan rotor. Perubahan kecepatan rotor ini mempengaruhi perubahan kecepatan sudut rotor sehingga berimbas pada keluaran generator. Jika kecepatan sudut rotor berosilasi di sekitar nilai sinkronnya, maka tegangan keluarannya akan berosilasi di sekitar harga nominalnya. Gangguan besar dapat berupa gangguan hubung singkat yang harus dihilangkan secepatnya. Sehingga diperlukan peredaman sistem yang baik untuk menjaga kestabilan 1
sistem. Peredam osilasi daya merupakan hal yang sangat penting dalam pengoperasian sistem tenaga listrik [1-6]. Superconducting magnetic energy storage (SMES) merupakan peralatan yang dapat menyimpan energi dalam bentuk medan magnet pada kumparan superkonduktor. Dengan kemampuan SMES dalam menyimpan energi listrik, SMES bisa digunakan dalam meredam osilasi daya, meningkatkan kapasitas sistem transmisi, mengurangi transien overvoltage, meningkatkan spinning reserve dan regulasi sistem tegangan. Sebuah kontroler PID juga dipasang di SMES untuk mengatur besarnya daya input atau output dari SMES berdasarkan perubahan kecepatan generator. Untuk mendapatkan peredaman yang baik diperlukan parameter SMES yang optimal sehigga dapat digunakan metode optimisasiuntuk menala PID SMES. Beberapa metode optimisasi telah diusulkan untuk menentukan nilai parameter optimal, salah satunya adalah Imperialist Competitive Algorithm (ICA). ICA merupakan algoritma evolusioner yang terinspirasi dari kompetisi imperialis. Algoritma ini diperkenalkan pertama kali oleh Esmael Atashpaz Gargari pada tahun 2007. Menurut Atashpaz, penggunaan ICA dalam mengoptimisasi suatu fungsi matematis memberikan hasil yang lebih baik daripada menggunakan PSO dan GA [7-9]. Pada Tugas Akhir ini ICA digunakan untuk menala parameter PID SMES yang optimal dengan meminimalkan nilai Integral Time Absolute Error (ITAE). Kemudian dianalisa pengaruh penalaan PID SMES dengan ICA terhadap kestabilan dinamik pada sistem kelistrikan Jawa Bali 500 kV. Hasil simulasi menunjukkan perbandingan respon plant terhadap sistem yang tanpa PID SMES, menggunakan PID SMES dan menggunakan PID SMES yang ditala ICA. II. PEMODELAN SISTEM Model sistem tenaga listrik yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah sistem multimesin Jawa Bali 500 kV dan SMES. Pemodelan sistem Jawa Bali 500 kV dan SMES akan dijelaskan dalam sub bab berikut. 2.1. Sistem Jawa Bali 500 kV Sistem Jawa Bali 500 kV merupakan suatu sistem multimesin yang terdiri dari 23 bus, yaitu 8 pembangkit berupa 6 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan 2 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTU) serta 15 bus beban. Single line diagram untuk sistem kelistrikan Jawa Bali 500 kV ditunjukkan pada Gambar 1[22].
Prinsip kerja SMES dibagi menjadi tiga, yaitu mode charging, mode standby dan mode discharging [13]. Pengaturan kinerja SMES dilakukan dengan mengatur duty cycle (D) dari konverter yang dalam hal ini menggunakan Gate Turn Off (GTO) thyristor..
1 Suralaya
Cilegon
SMES
2 Kembangan 5 Cibinong
3
Mode Charging Pada mode charging, SMES unit akan diisi dengan energi sampai batas yang telah ditentukan. Pengisian energi ini dilakukan dengan memasang GTO2 dalam kondisi ON. GTO1 dapat di switch ON atau OFF dalam setiap periode, kumparan SMES akan charge pada saat GTO1 ON. Hubungan antara tegangan pada kumparan SMES dengan tegangan pada DC link kapasitor adalah (2.1) V SM D * VDC
4 Gandul 18 Depok 8 Muaratawar 6 Cawang
19 Tasikmalaya
7 Bekasi
10 Cirata
Mandiracan 9
13
20 Pedan
Cibatu Saguling 11 12
Bandung
Pada Gambar 3, menunjukkan GTO1 dan GTO2 dalam kondisi ON.
Kediri 21 14 Ungaran
D1
15 Tanjung jati
DC Link Capacitor
16 Surabaya Barat
17 Gresik
23 Grati
Mode Freewheeling Mode kedua dari operasi SMES disebut dengan mode freewheeling. Pada mode ini, arus bersirkulasi pada loop tertutup yang disebut juga mode standby. Ketika kumparan SMES pada mode freewheel, salah satu atau dua GTO pada keadaan OFF. Pada Gambar 4, menunjukkan GTO1 ON dan GTO2 OFF.
SMES merupakan sebuah peralatan untuk menyimpan dan melepaskan daya dalam jumlah yang besar secara simultan. SMES menyimpan energi dalam medan magnet yang dibuat oleh arus DC pada kumparan superkonduktor yang didinginkan dengan sistem cryogenic. Sebuah SMES yang terhubung pada sistem tenaga listrik, terdiri atas kumparan superkonduktor, sistem pendingin cyrogenic, dan power conditioning system (PCS) dengan kontrol dan fungsi proteksi. PCS juga disebut sebagai penghubung elektronika daya dari kumparan SMES. Gambar 2 menunjukkan diagram skematik dari SMES [11-16]. Pow er C onversion System C SI or V SI + dc-dc chopper
B ypass Sw itch
D2
Gambar 3. Mode Charging
2.2. Superconducting Magnetic Energy Storage
T ransform er
SMES Coil
GTO2
Gambar 1. Single line diagram sistem Jawa Bali 500 kV
AC L ine
GTO1
22 Paiton
D1
SMES Coil
D2
GTO2
Gambar 4. Mode Freewheeling
D ew ar I C oil
GTO1
DC Link Capacito r
C oil
Mode Discharge Mode terakhir dari operasi SMES adalah mode discharge. Pada mode discharge arus yang berada pada kumparan SMES discharge menuju dc link kapasitor. GTO2 selalu dalam kondisi OFF dan GTO1 dapat berubah-ubah seperti yang terdapat pada Gambar 5. Tegangan pada kumparan SMES adalah sebagai berikut. (2.2) -V SM 1 - D * VDC
V C oil
C ryogenic System C ontroller C oil Protection
Gambar 2. Diagram skematik SMES [12]. D1
Pada prinsipnya, superkonduktor memiliki rugi-rugi hampir mendekati nol pada suhu dingin. Pendingin yang digunakan adalah cairan Helium yang mampu mendinginkan sampai suhu 4 K. PCS digunakan untuk mentransfer energi dari kumparan SMES menuju sistem. Sebuah PCS menggunakan dc link capacitor untuk menghubungkan sumber tegangan dari kumparan SMES menuju sistem.
GTO1
DC Link Capacitor
SMES Coil
GTO2
D2
Gambar 5. Mode Discharging
Berbagai tipe kontroler yang digunakan untuk SMES sudah banyak dikembangkan para peneliti. Pada 2
paper ini SMES menggunakan kontroler PID untuk membantu kinerja SMES dalam meredam osilasi. SMES pada sistem tenaga listrik digunakan untuk mengontrol secara efektif keseimbangan daya pada generator sinkron selama periode dinamis, SMES dipasang pada bus terminal generator pada model sistem tenaga listrik. Gambar 6 menunjukkan konfigurasi dasar SMES yang terdiri dari trafo, voltage source converter (VSC) yang menggunakan GTO thyristor, DC-DC chopper yang menggunakan GTO, dan sebuah kumparan superkonduktor. Konverter dan DC-DC chopper dihubungkan oleh kapasitor DC link [18]. Voltage Source Converter menggunakan GTO
yaitu di bus terminal pembangkit Suralaya saat terjadi gangguan perubahan beban. III. IMPERIALIST COMPETITIVE ALGORITHM Metode yang digunakan untuk mengoptimisasi parameter PID SMES adalah metode Imperialist Competitive Algorithm (ICA). ICA merupakan algoritma evolusioner yang terinspirasi dari kompetisi kekuasaan [11]. Algoritma ini diperkenalkan oleh Esmaeil Atashpaz pada tahun 2007. Metode ICA dalam menyelesaikan permasalahan ini memiliki beberapa tahap operasi antara lain :
DC link capacitor DC-DC chopper
3.1. Inisialisasi Empire Tujuan akhir dari optimisasi adalah mendaptakan solusi optimal untuk suatu permaslahan tertentu. ICA membentuk sebuah array dari nilai variabel yang akan dioptimisasi. Pada algoritma lain, seperti GA, array ini disebut dengan kromosom, maka di ICA ada istilah negara atau “country”. Sebuah negara adalah 1 x Nvar array. Beberapa country yang terbaik akan dipilih sebagai penjajah (imperialis) untuk memimpin empire. Sisa dari populasi akan membentuk jajahan (koloni) yang dimiliki oleh empire. Sebuah empire akan terdiri dari satu imperialis dan beberapa koloni. Imperialis yang paling kuat memiliki jumlah koloni yang terbanyak. Persamaan inisialisasi country adalah sebagai berikut. (3.1) country [ P1 , P2 , P3 ... PN ]
Ism AC 3 fasa (dari bus terminal generator)
Bypass switch
Trafo
Kumparan SMES
Gambar 6. Konfigurasi SMES
Untuk mengontrol secara efektif keseimbangan daya pada generator, SMES ditempatkan pada terminal bus generator. Hubungan antara arus dan tegangan pada SMES adalah, I SM
1
t
L SM
t0
V SM d
(2.3)
I SM 0
ISM0 adalah arus awal induktor. Daya yang disimpan atau dikirimkan oleh SMES adalah, (2.4) PSM V SM I SM
var
Variabel (P1,P2,P3,...,PNvar) merupakan variabel yang akan dioptimisasi sejumlah Nvar, cost dari tiap country dapat diketahui dengan mengevaluasi posisi dari masing-masing country yang ditunjukkan pada persamaan berikut, cost = f(country) = f(P1 , P2 , P3 ... PN ) (3.2)
Jika VSM positif maka daya akan ditransfer dari sistem ke SMES. Sedangkan jika VSM negatif maka daya akan dilepaskan dari SMES ke sistem. Energi yang disimpan pada kumparan SMES sebesar, 1 2 (2.5) W SM LSM I SM
var
2
Pembagian koloni harus didasarkan kekuatan dari imperialis. Untuk membagi koloni berdasarkan imperialis dengan tepat, maka cost imperialis harus dinormalisasi terlebih dahulu dengan persamaan berikut. (3.3) Cn cn max {c i )
LSM adalah induktansi dari SMES. Tegangan pada kumparan SMES VSM dikontrol secara kontinyu tergantung pada perubahan kecepatan rotor generator yaitu, V SM
Kc 1
(2.6)
i
Dengan cn merupakan cost dari imperialis ke-n, dan Cn adalah cost yang sudah dinormalisasi. Setelah itu, kekuatan masing-masing imperialis didefinisikan sebagai berikut
sT dc
Kc adalah gain dari kontrol loop dan Tdc adalah konstanta time delay dari peralatan kontrol. Karena keterbatasan implementasi hardware maka arus kumparan memiliki batas maksimum dan minimum. Selama beroperasi, batas atas dari arus kumparan diatur 1,38Ism0, dan batas bawah 0,31Ism0. Batas dari tegangan terminal adalah ± 0,2352 p.u. Dari persamaan di atas dapat dibuat blok diagram kontroler PID SMES yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 7 [3,19,20]. Δω
S 1+ST w
(K p +
KI S
+ SK D )
KC
1
1 + ST D C
SL SM
VSM
+
π
pn
Cn
(3.4)
N im p
Ci i 1
Kemudian jumlah koloni awal untuk sebuah empire ke-n adalah (3.5) N .C .n round { Pn . N } col Dengan N.C.n adalah jumlah awal koloni dari empire ke-n dan Ncol merupakan jumlah koloni awal. Koloni tersebut dengan imperialis ke-n akan membentuk empire ke-n. Empire-empire tersebut akan membentuk empire awal seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
PSM
ISM Id0
Gambar 7. Block diagram PID SMES
Pada penelitian ini PID SMES dipasang pada sistem Jawa Bali 500 kV. Tempat pemasangan PID SMES 3
3.4. Pertukaran Posisi antara Imperialis dengan Koloni Ketika koloni bergerak menuju imperialis, sebuah koloni mungkin bisa memiliki cost yang lebih baik daripada yang dimiliki imperialisnya. Ketika hal ini terjadi maka pertukaran posisi antara imperialis dengan koloni akan terjadi. Kemudian algoritma akan melanjutkan dengan imperialis yang baru tersebut. dan koloni. Gambar 8. Empire awal
3.5. Penggabungan Empire yang Sama Pada pergerakan koloni dan imperialis menuju glonbl minimum, beberapa imperialis mungkin akan bergerak ke posisi yang sama. Jika jarak antara dua imperialis kurang dari jarak treshold, maka keduanya akan membentuk empire yang baru dan imperialis baru pada posisi dimana kedua imperialis itu bertemu.
Seperti yang ditunjukkan pada gambar tersebut, bahwa semakin besar empire maka semakin banyak koloni yang dimiliki. 3.2. Pergerakan Koloni Menuju Imperialis Imperialis akan berusaha memperbaiki koloni yang dimilikinya dengan cara menggerakkan semua koloni menuju kepadanya. Pergerakan koloni ini ditunjukkan pada Gambar 9, apabila pergerakan ini dilanjutkan terus menerus maka akan membuat semua koloni akan berpindah menuju imperialis.
3.6. Total Kekuatan dari Sebuah Empire Imperialis memiliki pengaruh yang besar terhadap kekuatan empire, namun kekuatan koloni juga memberi pengaruh walaupun kecil. Total cost dari sebuah empire didefinisikan sebagai jumlah antara cost imperialis dengan rata-rata cost koloni-koloni yang dimiliki imperialis dari satu empire. Nilai ξ menunjukkan pengaruh kontribusi dari koloni. T .C .n cos t ( imperialist n ) mean {C ost ( colonies of empire n )} (3.8)
Bahasa Posisi colony yang baru
x θ colony
Imperialist
d
Dengan T.C.n adalah total cost dari empire ke-n dan adalah nilai positif kurang dari satu, sehingga menyebabkan kekuatan total empire lebih dipengaruhi oleh imperialis daripada koloni.
Budaya
Gambar 9. Pergerakan Koloni menuju Imperialis dalam penyimpangan acak
Pada Gambar 9, x adalah variabel random yang terdistribusi seragam. (3.6) x ~ U (0, xd ) Nilai β adalah sebuah angka yang lebih dari 1 sehingga membuat koloni bergerak lebih dekat dengan imperialis-nya dari kedua sisi dan d adalah jarak koloni dan imperialis. Pergerakan koloni tidak secara langsung menuju imperialis Untuk memodelkan kenyataan ini jumlah acak penyimpangan ditambahkan ke arah gerakan. Pada gambar ini θ adalah parameter yang terdistribusi seragam. ~U( , ) (3.7) Dimana γ adalah parameter yang mengatur penyimpangan dari arah awal. Namun, nilai β dan γ tidak dipilih sembarangan, dalam sebagian besar impelementasi, nilai β sekitar 2 dan nilai γ sekitar π/4 (rad) untuk menghasilkan konvergensi yang baik untuk menuju global minimum.
3.7. Kompetisi Imperialis Semua empire berusaha untuk memiliki koloni dari empire yang lain dan menguasai mereka. Kompetisi kekuasaan secara berangsur-angsur menurunkan kekuatan dari empire yang lemah dan meningkatkan kekuatan yang lebih kuat. Kompetisi ini dimodelkan dengan hanya mengambil beberapa atau satu koloni terlemah yang dimiliki oleh empire yang terlemah diantara semua empire dan membuat kompetisi antara semua empire-empire yang lebih kuat untuk memiliki koloni-koloni tersebut. Untuk memulai kompetisi, maka terlebih dahulu mencari probabilitas kepemilikan dari setiap empire berdasarkan pada total kekuatannya. Normalisasi total cost dan probabilitas kepemilikan dari empire ke-n secara berurutan dirumuskan pada persamaan berikut. N .T .C .n
p
3.3. Revolusi Revolusi adalah perubahan dasar pada struktur organisasi yang mengambil tempat secara relatif pada periode waktu. Pada terminologi ICA, revolusi menyebabkan sebuah negara tiba-tiba berubah karakteristik sosial politiknya. Artinya, walaupun sudah mendapat proses asimilasi oleh imperialis, koloni secara acak merubah posisinya pada sumbu sosial politik.
T .C . n
N .T .C . n pn
N
m ax{T .C .i }
(3.9) (3.10)
im p
i 1
N .T .C .i
3.8. Eliminasi Empire Terlemah Empire terlemah akan runtuh dalam kompetisi kekuasaan dan koloni dari empire tersebut akan dibagikan kepada empire yang lain. Sebuah empire akan runtuh dan tereliminasi jika empire tersebut kehilangan semua koloninya. 4
ICA yang digunakan pada Tugas Akhir ini ditunjukkan pada Tabel 1.
3.9. Konvergensi Setelah semua empire runtuh kecuali satu yang terkuat maka semua koloni akan dikuasai empire yang terkuat. Pada dunia ideal yang baru, semua koloni akan akan mempunyai posisi dan cost yang sama dengan imperialis. Pada kondisi ini, maka kompetisi kekuasaan berakhir dan algoritma berhenti. Gambar 10 menunjukkan flowchart ICA untuk optimisasi parameter PID SMES.
Tabel 1. Parameter ICA
Jumlah negara Jumlah imperialis awal Jumlah koloni Dekade Kecepatan Revolusi Asimilasi (β) Sudut Asimilasi (γ) Zetta (ξ)
START Inisialisasi empire Gerakkan semua koloni menuju imperialis yang sesuai
Hasil simulasi didapatkan grafik konvergensi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.
Evaluasi fungsi objektif ITAE
-5
t
min . f ( z )
ITAE
t
80 8 72 30 0.3 2 0.5 0.02
3.1
( t ) dt
0
mean dan minimimum cost
x 10
minimum cost mean cost
3.05 3
Apakah ada sebuah koloni dalam sebuah empire yang memiliki cost lebih rendah daripada yang dimiliki imperialis?
2.95
cost
2.9 2.85 2.8
Tukarkan posisi imperialis dengan koloni tersebut
2.75 2.7
Hitung total cost dari semua empire
2.65 2.6
Ambil koloni yang terlemah dari empire yang terlemah dan berikan pada empire yang lebih kuat yang sangat berpotensi untuk memilikinya
Apakah ada empire yang tidak memiliki koloni?
0
5
10
15 iterasi
20
25
30
Gambar 11. Grafik konvergensi ICA
Dari gambar konvergensi tersebut dapat dilihat bahwa global minimum dapat dicapai pada iterasi ke 13, namun sampai iterasi ke 25 masih ada kompetisi antar empire, setelah iterasi 25 hanya ada satu imperialis yang bertahan. Satu imperialis inilah yang menunjukkan nilai optimal. Parameter optimal dari PID SMES dapat dilihat pada Tabel 2.
Tidak
Ya Eliminasi empire ini
Gabungkan empire yang sama
Tabel 2. Parameter Optimal PID SMES Tidak
KC 70.9961
Kondisi stop memenuhi?
STOP
Gambar 10. Flowchart penalaan PID SMES menggunakan ICA
IV. HASIL SIMULASI DAN ANALISIS
t
( t ) dt
KP 8.6569
KI 6.4155
KD 0.0005
4.1 Respon Perubahan Frekuensi Simulasi sistem multimesin transmisi Jawa Bali 500 kV menggunakan PID SMES yang parameternya dioptimisasi menggunakan ICA dilakukan selama 10 detik. Untuk menguji kestabilan dinamis gangguan perubahan beban diberikan pada generator Suralaya sebesar 0.05 pu. Dalam Tugas Akhir ini dilakukan analisa perubahan frekuensi pada semua pembangkit di sistem Jawa Bali 500 kV. Hasil simulasi diperoleh hasil respon perubahan frekuensi dalam satuan per unit (pu) yang ditunjukkan pada Gambar 12.
Untuk menguji keefektifan dari kontroler PID SMES yang telah dioptimisasi menggunakan ICA, maka sistem kelistrikan Jawa Bali 500 kV diberi gangguan step pada pembangkit Suralaya. Fungsi objektif yang digunakan untuk menguji kestabilan sistem adalah Integral Time Absolute Error (ITAE). t
TW 4.9292
Simulasi dilakukan dengan membandingkan respon sistem, berupa perubahan frekuensi dan perubahan sudut rotor. Pada simulasi dibandingkan beberapa metode yaitu sistem dengan tanpa kontrol, sistem dengan PID SMES dan sietem dengan menggunakan PID SMES ICA.
Ya Posisi dari imperialis menunjukkan koefisien Ksmes, Kp, Ki, Kd, Tw, Tdc
ITAE
TDC 0.0266
(4.1)
0
Populasi country yang digunakan pada ICA adalah 80, dengan memilih 8 country terbaik sebagai imperialis sehingga jumlah koloni-nya adalah 72. Data parameter 5
-4
dioptimisasi menggunakan ICA. Hasil simulasi respon perubahan sudut rotor ditunjukkan pada Gambar 13. Data settling time dan overshoot sistem pembangkit pada sistem multimesin Jawa Bali 500 kV ditunjukkan pada Tabel 5 dan Tabel 6
Perubahan Frekuensi Suralaya
x 10 2.5
Uncontrolled PID SMES
2
PID SMES ICA
variasi frekuensi (pu)
1.5
1
Perubahan sudut rotor Suralaya 0.03 0.5
0
0.025
-0.5
variasi sudut rotor (pu)
0.02 -1
-1.5 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
waktu (detik)
Gambar 12. Respon Perubahan Frekuensi PLTU Suralaya
0.015
0.01
Uncontrolled
0.005
Dari Gambar 12 dapat dilihat adanya perbaikan respon perubahan frekuensi pada pembangkit Suralaya setelah adanya pemasangan kontroler PID SMES ICA. Performansi respon frekuensi dengan menggunakan PID SMES ICA ditunjukkan oleh data settling time dan overshoot sistem. Data settling time dan overshoot sistem pembangkit pada sistem multimesin Jawa Bali 500 kV ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Dari Gambar 13 dapat dilihat adanya perbaikan respon perubahan sudut rotor pada pembangkit Suralaya setelah pemasangan kontroler PID SMES ICA
Tabel 3. Data Settling time sudut rotor pembangkit Jawa Bali 500 kV
Tabel 5. Data Settling time sudut rotor pembangkit Jawa Bali 500 kV
Pembangkit Suralaya Muaratawar Cirata Saguling Tanjungjati Gresik Paiton Grati
No PID SMES (det) >10 >10 >10 >10 >10 >10 >10 >10
PID SMES (det) 9.301 9.986 9.915 9.823 9.742 9.72 9.974 9.369
PID SMES PID SMES ICA 0 0
Suralaya Muaratawar Cirata Saguling Tanjungjati Gresik Paiton Grati
No PID SMES (det) 0.0004242 0.0002401 0.0002083 0.0002325 0.0002043 0.000224 0.0002087 0.0002296
PID SMES (det) 0.0003408 0.000193 0.0001701 0.0001934 0.0001705 0.0001849 0.0001706 0.0001957
2
3
4
5
6
7
8
9
10
waktu (detik)
Gambar 13. Respon Perubahan Sudut Rotor PLTU Suralaya
PID SMES ICA (det) 4.895 5.207 4.935 5.186 5.429 6.549 6.549 6.244
Pembangkit Suralaya Muaratawar Cirata Saguling Tanjungjati Gresik Paiton Grati
Tabel 4. Data overshoot frekuensi pembangkit Jawa Bali 500 kV
Pembangkit
1
No PID SMES (det) >10 >10 >10 >10 >10 >10 >10 >10
PID SMES (det) 9.492 9.298 9.341 9.369 9.43 9.312 9.461 9.4
PID SMES ICA (det) 7.675 9.289 7.768 8.15 7.718 7.444 6.194 7.274
Tabel 6. Data overshoot sudut rotor pembangkit Jawa Bali 500 kV
PID SMES ICA (det) 0.0002498 0.0001269 0.0001215 0.0001061 0.001704 0.0001169 0.000107 0.0001243
Pembangkit Suralaya Muaratawar Cirata Saguling Tanjungjati Gresik Paiton Grati
Sebagai contoh pada PLTU Suralaya penggunaan ICA dalam penalaan PID SMES dapat menurunkan overshoot respon menjadi 0.000091 pu lebih rendah dibandingkan sistem dengan PID SMES yaitu 0.0003408 pu. Untuk settling time dari respon frekuensi juga mengalami percepatan dari 9.301 detik untuk sistem dengan PID SMES menjadi 4.895 detik untuk sistem dengan PID SMES dengan penalaan ICA.
No PID SMES (det) 0.01779 0.02882 0.02026 0.01975 0.0224 0.01889 0.01884 0.0224
PID SMES (det) 0.0192 0.03188 0.01929 0.02012 0.01726 0.01848 0.01787 0.02047
PID SMES ICA (det) 0.01343 0.02277 0.01311 0.01325 0.01124 0.01203 0.01207 0.01331
Hasil overshoot dan settling time dari repon sudut rotor menunjukkan bahwa secara umum ICA dapat memperbaiki performansi sistem dalam penalaan PID SMES. Sebagai contoh pada PLTU Suralaya penggunaan ICA dalam penalaan PID SMES dapat menurunkan overshoot dari 0.0192 pu menjadi 0.01343 pu. Sedangkan untuk time settling respon untuk PLTU Suralaya dan tujuh pembangkit lainnya mengalami percepatan pada saat menggunakan PID SMES yang ditala dengan ICA.
4.2. Respon Perubahan Sudut Rotor Selain menganalisa perubahan frekuensi, pada Tugas Akhir ini juga dilakukan analisa perubahan sudut rotor untuk menguji performansi PID SMES yang telah 6
V. KESIMPULAN DAN SARAN [15]
5.1. Kesimpulan Dari hasil simulasi penerapan ICA untuk menala parameter PID SMES pada sistem kelistrikan Jawa Bali 500 kV dapat memperbaiki respon perubahan frekuensi dan respon perubahan sudut rotor untuk semua pembangkit di sistem kelistrikan Jawa Bali 500 kV. Penggunaan PID SMES yang optimal dapat mempercepat settling time respon perubahan frekuensi pada pembangkit-pembangkit yang terhubung pada sistem interkoneksi Jawa Bali ketika terjadi gangguan perubahan beban. Settling time respon frekuensi pembangkit Suralaya lebih cepat 4.406 detik dibandingkan dengan penggunaan metode PID SMES, yaitu dari 9.301 detik menjadi 4.895 detik. Sedangkan settling time respon sudut rotor mengalami percepatan sebesar 1,817 detik yaitu dari 9.492 detik menjadi 7,675 detik.
[16]
[17]
[18]
[19]
[20]
5.2. Saran Penerapan PID SMES sebagai peralatan penyimpan energi sekaligus peredam osilasi sebaiknya juga diuji untuk kondisi gangguan transien. Penalaan PID SMES dapat diuji dengan metode optimisasi lain untuk mengamati perbandingan dengan metode ICA.
[21]
[22]
REFERENSI [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
Imam Robandi, “Desain Sistem Tenaga Modern”, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2006. H.Saadat, “Power Sistem Analysis,” McGraw – Hill International Edition, 1999. Paul M. Anderson, A.A. Fouad, “Power Sistem Control and stability,” IEEE Press Power sistem engineering series, 1993 P. Kundur, “Power Sistem Stability and Control,” McGrowHill, Inc, 1993 Stevenson, william D, , “Analisis Sistem Tenaga Listrik”, Jakarta: Erlangga, 1993 Charles A. Gross, “Power System Analysis”, Second Edition, Auburn University, 1986. Aysen Basa Arsoy and Zhenyuan Wang, “Transient Modeling and Simulation of a SMES Coil and the Power Electronics Interface”, IEEE Transactions On Applied Superconductivity, vol. 9, no.4, p.4715-4724, December 1999 Y. S. Lee and C. J. Wu, “Application of Superconducting Magnetic Energy Storage Unit on Damping of Turbogenerator Subsynchronous Oscillation”, IEE Proceedings-C, Vol. 138, pp. 419-426, 1991. E. Atashpaz-Gargari, C. Lucas, “Imperialist Competitive Algorithm: An algorithm for optimization inspired by imperialisic competition”, IEEE Congress on Evolutionary Computation, p 4661–4667, September 2007 Muh Budi R Widodo, Muhammad Abdillah, Imam Robandi “Aplikasi Fuzzy PIPD pada Single Machine Infinite Bus (SMIB)”, Seminar on intelegnet technology and it’s Aplication (SITIA). 2009. Pp-090. Cheung K. Y., Cheung S. T., Navin, de Silva R. G., Juvonen, M.P., Singh R., & Woo J. J., “Large-scale Energy Storage Systems”, Imperial College Research Report, ISE2,2003. Shiddiq Yunus A. M., Ahmed Abu Siada A. M, “The Wide Application of Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) in Power Sistem”, The 10 th postgraduate electrical engineering & computing symposium, 2009. Dwaraka S. Padimiti and Badrul H. Chowdhury, “Superconducting Magnetic Energy Storage Sistem (SMES) for Improved Dynamic Sistem Performance”, IEEE Power Engineering Society General Meeting, 2007. Ju Wen, Jian X. Jin,"Theory and Application of Superconducting Magnetic Energy Storage", Conference
Proceedings of the 2006 Australasian Universities Power Engineering Conference (AUPEC'06), 2006. R. L. Causley, C. Cook and S. A. Gower,"Design Of A High Temperature Superconductor Magnetic Energy Storage Sistem" AUPEC 2001, Perth, Australia, 2001 J.D. Fan, Y.M. Malozovsky, “Unified Description of High and Low Tc Superconductivity”, Physica C 364-365 (2001) 50-58 A. Akhil, S. Swaminathan, and R. K. Sen, "Cost Analysis of Energy Storage Sistem for Electric Utility Application," Sandia National Laboratories, California, Report, Feb 1997 Mohd Hasan Ali, Minwon Park, In-Keun Yu, Toshiaki Murata, Junji Tamura and Bin Wu, “Enhancement of transient stability by fuzzy logic-controlled SMES considering communication delay”, Int J Electr Power Energy Syst 31 (7–8) (2009), pp. 402–408 Mochamad Avid Fassamsi, Muhammad Abdillah, Imam robandi, “Koordinasi PID Controlled Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) dan Automatic Voltage Regulator (AVR) Pada Sistem Tenaga Listrik Menggunakan Imperialist Competitive Algorithm”, Seminar on Intelegnet Technology and It’s Aplication (SITIA). 2010. Pp-102 Mochamad Avid Fassamsi, Miftakhur Roziq M.D, Rio Indralaksono, Septian Dwiratha, Muhammad Abdillah, Imam robandi, “Optimization of PID Superconducting Magnetic Energy Storage (SMES) for Damping Oscillation using Particle Swarm Optimization (PSO) on Single Machine Infinite Bus”, The Fourth International Student Conference on Advanced Science and Technology (ICAST). 2010. 1-5p. Mahnaz Roshanaei, Esmaeil Atashpaz-Gargari, Caro Lucas, “Imperialist Competitive Algorithm as an Optimization Tool for Adaptive Beamforming”, Under Revision Engineering Optimization. Juning Tjiastuti, “Optimization of parameter and location of UPFC for transmission loss reduction using Bacteria Foraging algorithm”, Master Thesis, Department of Electrical Engineering, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 2010.
RIWAYAT HIDUP MOCHAMAD AVID FASSAMSI, lahir di Surabaya 2 Desember 1989. Penulis tamat dari bangku sekolah dasar di SDN Kedung Cowek I 253 Surabaya 1998 dan melanjutkan di sekolah menengah pertama di SMPN 9 Surabaya, dan lulus tahun 2004. Setelah lulus penulis kemudian melanjutkan sekolah ke SMUN 2 Surabaya. Setelah lulus dari SMUN 2 Surabaya pada tahun 2007, penulis melanjutkan studi S1 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya jurusan Teknik Elektro dan sekarang konsentrasi dalam Bidang studi Teknik Sistem Tenaga. Putra pasangan Chudui Fassamsi dan Ismiati ini aktif dalam berbagai kegiatan diantaranya Pramuka, Taekwondo, Karate, PMI, staf departemen pelatihan divisi Workshop, ketua departemen Humas divisi KALAM (Kajian Islam) dan ketua member lab PSOC (Power Sistem Operation and Control). Penulis dapat dihubungi melalui alamat email: aveed_jimz@yahoo.co.id
7