MITOS MBAH AYU DI DESA BAKUNG KECAMATAN KANOR KABUPATEN BOJONEGORO Ulfa Rosyidah1 Djoko Saryono2 Sunoto2 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang email:
[email protected]
Abstract: This research aimed to describe the narrative type, the functions, and the effect of the mite of Mbah Ayu. This research was used the qualitative method. The result of this research shows there are five types of Mbah Ayu story. According to the function, found 6 functions of the mite of Mbah Ayu, they are bring the mistery of people lives, give the knowledge, the reflected of the society, give the education, be the law of the society, and be the social criticism. According to the effect, found 2 effect of the mite of Mbah Ayu, they are the effect of the belief, and the effect of the rituality and activity. Keywords: mite, Mbah Ayu, Bakung Village Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ragam narasi, fungsi, dan pengaruh dari mitos Mbah Ayu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima ragam narasi mitos Mbah Ayu. Berdasarkan fungsi mitos, ditemukan enam fungsi dalam mitos Mbah Ayu; menyadarkan manusia tentang kekuatan ajaib, memberikan pengetahuan tentang dunia, cerminan angan-angan pemiliknya, alat pendidikan, pengawas norma dalam masyarakat, dan kritik masyarakat. Berdasarkan pengaruh mitos, terdapat dua pengaruh mitos, yaitu pengaruh dalam wujud kepercayaan dan wujud ritual dan kegiatan. Kata Kunci: mitos, Mbah Ayu, Desa Bakung.
Sastra lisan telah lama ada dan berkembang di Indonesia. Sastra lisan merupakan salah satu bentuk dari tradisi lisan. Saputra (2007:4) menyebutkan bahwa tradisi lisan merupakan sebuah produk budaya masyarakat tertentu yang penyebarluasannya didominasi oleh unsur kelisanan. Pendapat tersebut memberikan penguatan bahwa sastra lisan diwariskan kepada generasi berikutnya secara turun-temurun dalam bentuk lisan. Salah satu bentuk tradisi lisan adalah mitos. Secara etimologis kata mitos berasal dari Bahasa Yunani mythos yang berarti cerita, yaitu tentang dewa-dewa dan pahlawanpahlawan yang dipuja-puja (Hutomo, 1991:63). Mitos merupakan salah satu produk kebudayaan. Dalam hal ini, mitos memegang peranan penting dalam berlangsungnya hidup masyarakat yang memegang 1 2
Ulfa Rosyidah adalah mahasiswa Program Studi S1 Bahasa dan Sastra Indonesia. Djoko Saryono dan Sunoto adalah dosen pembimbing; tenaga pendidik di jurusan Sastra Indonesia.
tradisi mitos tersebut. Mitos di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan tempat asalnya, yakni asli Indonesia dan yang berasal dari luar negeri, terutama dari India, Arab, dan negara sekitar Laut Tengah (Danandjaja, 2002:51). Mitos-mitos tersebut umumnya menceritaan tentang terjadinya alam semesta (kosmogoni), yaitu terjadinya susunan para dewa, terjadinya manusia pertama, tokoh pembawa kebudayaan, dan lain sebagainya. Banyaknya mitos yang dimiliki oleh negara Indonesia tidak seimbang dengan penelitian atau kajian yang dilakukan. Ahimsa-Putra ( 2001:189) menyebutkan bahwa kajian mitos kurang berkembang di Indonesia, yang diungkapkan sebagai berikut. kajian mitos sebenarnya telah sangat berkembang di dunia Barat, malangnya hal semacam itu tidak terlihat di Indonesia, khususnya dalam dunia ilmu pengetahuan di Indonesia. Jika toh ada, analisis mitos atau sastra lisan yang dilakukan pada umumnya masih terbatas pada usaha mencari nilai-nilai luhur di dalamnya, yang berkaitan atau dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan, pembinaan kepribadian bangsa, atau untuk memperkokoh jati-diri bangsa.
Mitos-mitos yang berada di Indonesia umumnya tersebar di berbagai provinsi di seluruh nusantara. Salah satunya adalah mitos Mbah Ayu yang ada di Desa Bakung, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro. Mbah Ayu dipercaya sebagai salah satu orang yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Desa Bakung. Beliau memiliki nama asli Gusti Ayu. Menurut cerita yang diketahui masyarakat, beliau masih termasuk dalam keturunan Wali Bejagung yang berasal dari Tuban, Jawa Timur. Selama hidup, beliau termasuk orang yang giat dan rajin bekerja, beliau juga ramah kepada siapapun. Banyak kejadian yang menurut warga dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang ‘ajaib’. Salah satu contohnya adalah pada masa hidupnya, Mbah Ayu memiliki sawah berhektar-hektar. Namun selama proses penanaman sampai panen padi, beliau tidak pernah meminta bantuan kepada siapapun. Beberapa hal ‘ajaib’ inilah yang kemudian melatarbelakangi munculnya berbagai kepercayaan di masyarakat, yang oleh beberapa orang masih dianggap berpengaruh hingga saat ini. Penelitian mengenai mitos Mbah Ayu ini dirasa penting, karena perlunya untuk mengenal dan melestarikan warisan budaya yang ada, agar tidak tenggelam seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu manfaat dari adanya penelitian ini adalah untuk membantu mengenalkan warisan budaya kepada generasi muda. Apabila tidak terdapat penelitian tentang folklor; baik yang berupa mitos, dongeng, legenda, dan sebagainya, generasi muda akan sulit untuk mengetahui cerita-cerita yang ada di
sekitarnya. Adanya penelitian tentang mitos Mbah Ayu ini diharapkan dapat menjaga warisan budaya yang sudah diwariskan secara turun temurun dari puluhan tahun lalu. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, Mitos Mbah Bregas di Dusun Ngino, Desa Margoagung, Sayegan, Sleman, Yogyakarta (Mufiani:2014). Penelitian ini mengulas tentang macam-macam mitos Mbah Bregas, pandangan masyarakat, dan fungsi mitos Mbah Bregas. Hasil dari penelitian ini adalah dapat diketahui bahwa terdapat tiga macam mitos Mbah Bregas di Dusun Ngino, Desa Margoagung, Seyegan, Sleman, Yogyakarta, yaitu (1) mitos asal usul, (2) mitos kosmogoni, dan (3) mitos androgini. Masyarakat memandang mitos Mbah Bregas merupakan suatu bentuk untuk mengenang Mbah Bregas sebagai cikal bakal Dusun Ngino dan menyebarkan agama Islam di wilayah Ngino. Fungsi mitos Mbah Bregas bagi masyarakat di antaranya adalah (a) fungsi mistik, (b) fungsi pedagogis, dan (c) fungsi kosmologi. Kedua, Kajian Mitos Masyarakat terhadap Folklor Ki Ageng Gribig (Rachman:2013). Penelitian ini mengulas tentang deskripsi asal-usul kisah Ki Ageng Gribig, deskripsi tentang mitos Ki Ageng Gribig yang tertanam dalam masyarakat Gribig dan peziarah, serta deskripsi terkaitpengaruh mitos Ki Ageng Gribig terhadap masyarakat Gribig dan peziarah. Hasil dari penelitian ini adalah kisah asal-usul Ki Ageng Gribig memiliki dua versi yang masing-masing dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk naratif mitos Mbah Ayu, fungsi dari mitos Mbah Ayu yang ada di Desa Bakung berdasarkan teori tentang fungsi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dan mengetahui bagaimana pengaruh mitos bagi masyarakat. Selain itu, adanya penelitian ini juga dimaksudkan untuk menambah pengetahuan tentang kearifan lokal yang ada di Indonesia, terutama di Kabupaten Bojonegoro.
METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini berorientasi pada kebudayaan sehingga penelitian ini dapat digolongkan dalam jenis penelitian etnografi. Penelitian etnografi adalah kegiatan dalam mendeksripsikan dan menganalisis kebudayaan, yang tujuan utamanya adalah memahami pandangan (pengetahuan) dan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari
(kelakuan) guna mendapatkan pandangan dunia masyarakat yang diteliti (Spradley, 1979:3). Sumber data penelitian ini berupa hasil wawancara informan, catatan lapangan, dan observasi. Informan ditentukan dengan tiga kriteria; (1) tokoh masyarakat/sesepuh desa, (2) juru kunci makam Mbah Ayu, dan (3) penduduk asli daerah penelitian (belum terengaruh budaya luar). Sumber data berupa catatan lapangan diperoleh dari observasi yang dilakukan selama penelitian. Catatan lapangan yang dibuat oleh peneliti, digunakan sebagai informasi tambahan dalam penelitian. Sumber data berupa angket diperoleh dari 30 responden. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik (1) wawancara, (2) observasi, (3) penyebaran angket, dan (4) pemotretan. Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah (1) peneliti, (2) pedoman wawancara, (3) catatan lapangan, dan (4) angket. Pertama, peneliti termasuk dalam instrument karena peneliti merupakan instrument kunsi yang merencanakan penelitian, menentukan fokus penelitian, membuat instrument, mengumpulkan data, menganalisis data, dan melaporkan penelitian. Kedua, pedoman wawancara digunakan sebagai acuan dalam proses wawancara terhadap informan. Pedoman ini dibutuhkan untuk memudahkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti.Ketiga, catatan lapangan digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari lapangan, terkait apa yang ditemukan oleh peneliti secara langsung. Keempat, angket digunakan untuk memperoleh informasi mengenai cerita asal-usul dan mitos mengenai Mbah Ayu dan untuk mengetahui siapa saja yang mengetahui cerita Mbah Ayu.Angket yang digunakan terdiri atas sembilan pertanyaan tertutup dan tiga pertanyaan terbuka. Analisis data dalam penelitian berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data, atau melalui tiga tahapan model analisis data dari Miles dan Huberman (1992:15-21), yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Proses analisis data pada penelitian ini diklasifikasikan dalam tiga aspek. Pertama, bentuk naratif mitos Mbah Ayu yang pemaparan peristiwa-peristiwa yang terjadi selama hidup sampai meninggalnya Mbah Ayu.Peristiwa-peristiwa tersebut bermaksud untuk memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wibowo (2001: 59) juga memaparkan bahwa narasi merupakan bentuk tulisan yang menggarisbawahi aspek penceritaan atas suatu
rangkaian peristiwa yang dikaitkan dengan kurun waktu tertentu, baik secara objektif maupun imajinatif. Kedua, fungsi mitos Mbah Ayu menurut tiga ahli; Peursen, Bascom, dan Dundes. Fungsi yang dianalisis meliputi sembilan fungsi; (1) menyadarkan manusia tentang kekuatan ajaib, (2) menjadikan jaminan kehidupan masyarakat, (3) memberikan pengetahuan tentang dunia, (4) cermin atau proyeksi angan-angan pemiliknya, (5) alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, (6) alat pendidikan, (7) pengawas norma dalam masyarakat, (8) pelipur lara, dan (9) kritik masyarakat. Ketiga, pengaruh mitos Mbah Ayu yang meliputi (1) pengaruh mitos dalam wujud kepercayaan, dan (2) pengaruh mitos dalam wujud ritual dan kegiatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis data yang dilakukan, ditemukan ragam narasi mitos Mbah Ayu, fungsi mitos Mbah Ayu, dan pengaruh mitos Mbah Ayu yang dipaparkan sebagai berikut.
Ragam Narasi Mitos Mbah Ayu Narasi secara singkat dapat diartikan sebagai bentuk uraian atau penjelasan tentang suatu peristiwa. Wibowo (2001:59) memaparkan narasi sebagai bentuk tulisan yang menggarisbawahi aspek penceritaan atas suatu rangkaian peristiwa yang dikaitkan dengan kurun waktu tertentu, baik secara objektif maupun imajinatif. Pada pengertian lain, Suparno dan Yunus (2008:4.31) menjelaskan bahwa narasi adalah karangan yang berusaha menyajikan serangkaian peristiwa menurut urutan terjadinya (kronologis) dengan maksud memberi arti kepada sebuah atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita tersebut. Adanya beberapa penjelasan tersebut, dapat diperoleh kesimpulan bahwa narasi merupakan sebuah uraian yang menyatakan rangkaian kejadian secara berurutan dari awal hingga akhir dan memiliki hubungan satu sama lain, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita maupun peristiwa tersebut. Cerita Mbah Ayu diketahui oleh hampir sebagian besar masyarakat, umumnya mereka yang sudah berusia di atas 20 tahun.Hal tersebut diketahu dari jawaban angket yang diisi oleh responden. Banyaknya masyarakat yang mengetahui bentuk naratif mitos Mbah Ayu, membuat peneliti harus memilih informan yang tepat.Sesuai dengan
kriteria informan yang harus dipenuhi, terdapat 5 informan yang dapat memaparkan cerita Mbah Ayu. Kelima informan tersebut dapat dilihat sebagai berikut Tabel 1.1 Data Informan No Nama Jenis . Informan Kelamin 1 Karso Laki-laki 2 Marni Perempuan 3 Kasibah Perempuan 4 Jariyah Perempuan 5 Kaulan Laki-laki
Usia (tahun) 80 63 57 60 51
Lama Tinggal 80 63 57 60 51
Agama
Pekerjaan
Islam Islam Islam Islam Islam
Wiraswasta Tani Tani Tani Kepala Desa
Kelima bentuk naratif mitos diungkapkan oleh informan dengan beberapa persamaan dan perbedaan.Ada enam persamaan yang ditemukan dalam cerita Mbah Ayu. Pertama, tempat tinggal Mbah Ayu.Kelima versi cerita menyebutkan Mbah Ayu bertempat tinggal di Desa Bakung sebelah selatan. Kedua, kebiasaan Mbah Ayu dalam ha menanak nasi. Pada kelima versi cerita disebutkan bahwa semasa hidupnya Mbah Ayu suka menanak nasi dengan cara diliwet. Ketiga, Mbah Ayu mendapatkan ikan segar dari Laut Tuban. Pada kelima versi cerita disebutkan bahwa Mbah Ayu berhasil mendapatkan ikan segar yang hanya dapat diperoleh dari laut Tuban dalam waktu kurang dari 60 menit, padahal di masa itu belum ada kendaraan bermotor dan jarak antara Desa Bakung dengan Laut Tuban kurang lebih 65 kilometer. Keempat, Mbah Ayu merupakan salah satu keturunan wali. Pada kelima versi cerita sama-sama menyebutkan bahwa Mbah Ayu merupakan keturunan wali, hanya saja tidak disebutkan siapa nama wali tersebut. Kelima, alasan pemakaman Mbah Ayu di Desa Bakung. Pada kelima versi cerita disebutkan alasan yang sama terkait pemakaman Mbah Ayu di Desa Bakung, yaitu agar masyarakat Desa Bakung memiliki sesepuh yang dianggap berpengaruh di desa. Keenam, kebiasaan masyarakat Desa Bakung melakukan ritual di depan punden Mbah Ayu. Persamaan keenam ini hanya terdapat pada versi cerita pertama, kedua, dan ketiga. Kebiasaan masyarakat Desa Bakung melakukan ritual di depan punden dalam bentuk sedekah bumi dan panggang ayam pada hari Jumat Wage. Selain persamaan, terdapat juga beberapa perbedaan.Ada sembilan perbedaan dalam cerita Mbah Ayu. Pertama, keberadaan ritual untuk mensyukuri panen, beberapa informan menyebutkan ritual yang dilakukan berupa sedekah bumi, beberapa yang lain menyebutkan ritual berupa panggang ayam di depan punden Mbah Ayu setiap hari
Jumat Wage. Kedua, bentuk lauk yang dicari Mbah Ayu, beberapa informan menyebutkan berupa sayuran (rambanan), beberapa yang lain tidak disebutkan berbentukapa. Ketiga, benda-benda yang ada di dalam punden Mbah Ayu, beberapa informan menyebutkan terdapat kain kafan yang bertambah setiap tahun, beberapa lainnya menyebutkan adanya benda-benda seperti gerabah dan perlengkapan yang digunakan Mbah Ayu semasa hidupnya. Keempat, adanya pesugihan di belakang punden Mbah Ayu, hanya beberapa informan yang menyebutkan adanya hal ini. Kelima, kepercayaan bahwa warga desa yang bersembunyi di dalam punden akan selamat, hal ini diungkapkan oelh beberapa informan saja. Keenam, nama asli Mbah Ayu yaitu Gusti Ayu. Ketujuh, Mbah Ayu merupakan keturunan Wali Bejagung dari Tuban.Kedelapan, julukan Mbah Ayu sebagai Nyi Rawan karena beliau tidak pernah menikah hingga akhir hayatnya. Terakhir, kepercayaan apabila ada satu atau beberapa genteng dari punden Mbah Ayu bergeser, Desa Bakung akan sulit mendapat hujan. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk naratif mitos tidak ada kebakuan, bergantung bagaimana penerimaan dan pemahaman setiap orang terhadap cerita.
Fungsi Mitos Mbah Ayu Manusia senantiasa berusaha untuk memahami dan menata segala bentuk peristiwa yang terjadi di lingkungan demi kelangsungan hidupnya.Beberapa dari mereka mencoba untuk mengelompokkan fenomena yang ada dengan menjadikan kebudayaan sebagai gambaran pengalaman di masa lampau. Upaya pengelompokkan tersebut tidak terlepas dari kebudayaan yang menguasai pola pikir dan sikap mental yang dimiliki. Ahimsa-Putra (2001:79) menyatakan bahwa mitos pada dasarnya adalah ekspresi atau perwujudan dari unconscious wishes, keinginan-keinginan yang tidak disadari, yang sedikit banyak idak konsisten, tidak sesuai, tidak klop dengan kebudayaan sehari-hari. Keberadaan mitos yang demikian memberikan dampak dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Dampak yang sering ditemukan adalah adanya beberapa fungsi pada mitos. Mengutip pendapat Peursen, Febriyanti (2011:14) menyatakan ada tiga fungsi mitos, yaitu menyadarkan manusia tentang kekuatan ajaib, menjadikan jaminan kehidupan masyarakat, dan memberikan pengetahuan tentang dunia. Senada hal
tersebut, Endraswara (2009:125) yang mengutip pendapat Bascom menyatakan ada empat fungsi mitos, yaitu cerminan angan-angan pemiliknya, alat pengesah pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan, dan pengawas norma dalam masyarakat. Endraswara (2009:126) juga mengutip pendapat Dundes yang menyatakan ada lima fungsi mitos, yaitu sebagai alat pendidikan, peningkat perasaan solidaritas kelompok, pemanggul dan pencela orang lain, pelipur lara, dan kritik masyarakat. Pada penelitian ini ditemukan ada enam fungsi dari mitos Mbah Ayu.Fungsi tersebut adalah pertama menyadarkan manusia tentang kekuatan ajaib.Kekuatankekuatan ajaib yang dimaksudkan dalam fungsi mitos ini, merupakan kekuatan luar biasa yang dilakukan oleh seseorang.Kekuatan ajaib tersebut kadang oleh masyarakat dikaitkan dengan sesuatu yang mistik.Tafsir (2006:112) menyebutkan bahwa mistis merupakan pengetahuan yang tidak rasional.Tafsir melanjutkan penjelasannya bahwa maksud dari pengetahuan yang tidak rasional adalah hukum sebab/akibat yang terjadi tidak dapat dipahami oleh rasio.Pengetahuan tersebut kadang memiliki bukti empiris, tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.Sebagai akibat dari adanya kepercayaan terhadap kekuatan ajaib tersebut, mitos membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam serta kehidupan sukunya (Hariyono, 1996:73). Pada mitos Mbah Ayu, ditemukan beberapa hal terkait dengan kekuatan-kekuatan ajaib, yang berupa kekuatan Mbah Ayu dalam mengurus sawah yang luasnya berhektar-hektar, tanpa meminta bantuan kepada siapapun; dan kecepatan Mbah Ayu ketika kembali dari mencari lauk, yaitu kurang dari 60 menit, dalam jarak tempuh 65 km dan belum ada kendaraan sama sekali. Kedua, memberikan pengetahuan tentang dunia.Secara umum, pengetahuan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang diketahui.Idris, dkk (2011:167) membagi pengetahuan menjadi dua macam.Pertama, pengetahuan biasa yang disebut knowledge, yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang biasa sehari-hari.Kedua, pengetahuan yang ilmiah, yang lazim disebut dengan sains.Memberikan pengetahuan pada dasarnya adalah memberikan informasi baru yang belum diketahui oleh seseorang atau banyak orang.Memberikan pengetahuan dapat berupa pengetahuan tentang tempat, sebuah kegiatan, penjelasan tentang suatu benda, dan sebagainya.Pengetahuan yang diberikan dalam mitos Mbah Ayu adalah pengetahuan adanya sebuah desa bernama Desa Bakung di Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur; kebahagiaan masa
panen di pedesaan; lokasi pemakaman Mbah Ayu di Kompleks Pemakaman Islam Desa Bakung; bentuk bangunan punden Mbah Ayu berupa rumah yang berukuran 3 x 3 meter persegi; dan benda-benda yang ada di dalam punden Mbah Ayu. Ketiga, cerminan angan-angan pemiliknya.Cerminan diartikan sebagai gambaran terhadap suatu hal.Begitu pula dengan mitos yang tumbuh dan berkembang dalam suatu masyarakat, biasanya mencerminkan kehidupan maupun lingkungan masyarakat pemilik mitos tersebut. Cerminan yang ada dalam mitos Mbah Ayu yang meliputi keakraban warga desa dengan segala sesuatu di bidang pertanian, rasa gotong-royong masyarakat, dan keinginan masyarakat dalam mempertahankan sejarah dalam hal penggunaan perlengkapan tradisional dalam hidup sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Endraswara (2006:83) yang menyatakan bahwa mitos merupakan cerminan angan-angan pemiliknya yang tertuang dalam sebuah kisah, sehingga besar kemungkinan mengandung nilai moral. Keempat, mitos berfungsi sebagai alat pendidikan.Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelaaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dari konsep tersebut menjelaskan bahwa pendidikan penting artinya bagi kehidupan manusia, baik berfungsi bagi pendewasaan manusia secara lahiriah dan batiniah maupun pendewasaan bagi sikap dan perilaku yang menuju pada cita-cita.Pendidikan yang diberikan pada mitos Mbah Ayu adalah menerapkan sikap rajin; pentingnya sikap saling gotong-royong; pentingnya meminta izin ketika akan pergi; dan secantik atau setampan apapun, tetaplah bersikap ramah dan santun. Kelima, pengawas norma dalam masyarakat. Mengutip pendapat Kelsen, Soekanto (1982:31) memberikan pengertian norma adalah aturan tingkah laku atau sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam keadaan tertentu. Norma yang ada dalam sebuah masyarakat terbagi menjadi norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma hukum (Samuel, 2004:30). Norma yang masih terjaga sampai saat ini adalah seorang perempuan harus segera menikah (ketika sudah mampu
menikah), apabila belum menikah sampai usia 25 tahun akan sulit mendapat jodoh atau akan menjadi perawan tua. Keenam, kritik masyarakat.Kritik dapat diartikan sebagai ‘kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat’ (KBBI, 2008: 820). Berbeda dengan fungsi sebelumnya yang berorientasi pada pemaksa sebuah norma agar tetap berlaku dalam suatu masyarakat, pada fungsi ini mitos berlaku sebagai kritik masyarakat. Sebagai kritik masyarakat mitos Mbah Ayu memberikan kritik kepada perempuan agar tidak melupakan kebutuhan biologinya untuk menikah ketika dirasa sudah mampu menikah.
Pengaruh Mitos Mbah Ayu Manusia hidup di dunia tidak terlepas dari lingkungan sekitarnya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Sejak dilahirkan, secara langsung manusia akan berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Saat itu pula manusia menerima stimulus dari luar dirinya.Hal inilah yang kemudian dikenal dengan persepsi.Adanya persepsi dalam diri manusia memunculkan sejumlah pengaruh terhadap kehidupan masyarakat.Surakhmad (1982:7) mendefiniskan pengaruh sebagai kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya. Sejalan dengan hal tersebut, Poerwardaminta (1984: 731) berpendapat bahwa pengaruh merupakan ‘daya yang ada atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya yang berkuasa atau yang berkekuatan dan berpengaruh terhadap orang lain’.Pengaruh yang ada dalam masyarakat dapat bersumber dari berbagai hal, salah satunya adalah mitos. Pada mitos Mbah Ayu ada beberapa pengaruh yang ditimbulkan. Pertama, pengaruh mitos dalam wujud kepercayaan.Kepercayaan adalah ekspektasi atau pengharapan positif bahwa orang lain tidak akan – melalui kata-kata, tindakan, dan kebijakan – bertindak secara oportunistik (Robbins dan Judge, 2008: 97). Kepercayaan yang muncul terkait dengan adanya mitos dalam suatu masyarakat, biasanya dilatarbelakangi oleh sebuah peristiwa yang terjadi. Hal ini berhubungan erat dengan “kesakralan” mitos, dan tidak jarang menimbulkan kepercayaan-kepercayaan tertentu dalam suatu masyarakat. Selanjutnya, kepercayaan yang ada dalam suatu masyarakat merupakan salah satu bagian dari kebudayaan, yang dapat diartikan sebagai wujud yang
ideal atau intangible karena ia merupakan pedoman dalam melakukan tindakantindakan dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (Saputra, 2010: 8). Beberapa pengaruh yang ada pada mitos Mbah Ayu adalah berlindung di dalam punden Mbah Ayu akan dijauhkan dari bahaya yang mengancam; seorang perempuan yang belum menikah sampai batas usia proporsional menikah (25 tahun) akan sulit mendapatkan jodoh atau akan menjadi perawan tua; ketika ada salah satu atau lebih genteng dari punden Mbah Ayu bergeser atau rusak, di Desa Bakung akan sulit turun hujan; dan ada pesugihan di belakang punden Mbah Ayu. Kedua, pengaruh mitos dalam wujud ritual dan kegiatan.Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama, yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta orangorang yang menjalankan upacara (Koentjaraningrat, 1985: 56). Sejalan dengan hal tersebut Suprayogo (2007: 41) menjelaskan bahwa pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama dengan menggunakan benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu, di tempat tertentu, dan memakai pakaian tertentu pula.Masyarakat pemilik mitos memiliki karakteristik masing-masing. Sebagian masyarakat yang menjadi pendukung keberadaan mitos di daerahnya, akan melakukan kegiatan tertentu yang berhubungan dengan mitos. Kegiatan tersebut dapat berupa ritual maupun kegiatan lain yang telah diwariskan secara turun-temurun sejak masa terdahulu. Wujud ritual dan kegiatan yang berhubungan dengan mitos dapat berupa sedekah bumi, bersih desa, dan kegiatan lain yang ditujukan untuk melestarikan keberadaan mitos. Beberapa pengaruh yang tumbuh dalam wujud ritual dan kegiatan dari mitos Mbah Ayu adalah berupa sedekah bumi di depan Punden Mbah Ayu untuk mensyukuri panen yang diterima; dan panggang ayam di depan Punden Mbah Ayu pada hari Jumat Wage atas keinginan yang terkabul.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis data tentang mitos Mbah Ayu di Desa Bakung Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegoro, peneliti menemukan hasil terkait dengan fokus penelitian. Ditemukan ada lima ragam narasi mitos yang memiliki sembilan perbedaan.
Kesembilan perbedaan tersebut sedikit banyak masih berpengaruh terhadap tatanan kehidupan masyarakat Desa Bakung.Beberapa fungsi dan pengaruh yang ditemukan dalam mitos Mbah Ayu, menggambarkan masyarakat Desa Bakung yang berusaha untuk mengungkapkan pandangan dan sikap yang dilakukan terhadapmitos Mbah Ayu.Secara keseluruhan, pengungkapan cerita Mbah Ayu oleh masyarakat digunakan sebagai sarana untuk menjelaskan mengenai mitos Mbah Ayu yang ada di Desa Bakung.Masyarakat Desa Bakung ingin menunjukkan alasan logis dalam pikiran orang Jawa yang masih memandang kehidupan berdasarkan kepercayaan yang masih mengakar kuat di lingkungan masyarakat tersebut.
Saran Berdasarkan temuan penelitian dan simpulan yang telah disebutkan sebelumnya, saran diberikan kepada masyarakat, pemerintah, dan peneliti lain. Pertama, perlu adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan sastra lisan yang ada di daerah sebagai suatu warisan budaya, khususnya cerita tentang Mbah Ayu yang ada di Desa Bakung. Hal tersebut didasarkan pada hasil observasi peneliti yang menunjukkan bahwa sudah jarang masyarakat yang mengetahui cerita Mbah Ayu, terutama pada golongan usia muda. Kedua, pemerintah diharapkan turut serta untuk menjaga dan melestarikan sastra lisan yang ada di daerah-daerah sebagai ragam warisan budaya, dengan melakukan pendokumentasian agar keberadaannya tidak hilang.Ketiga, peneliti lain dapat mengkaji mitos Mbah Ayu dari sudut pandang lain. Masih banyak teori dan kajian yang dapat diterapkan untuk penelitian mitos Mbah Ayu.
DAFTAR RUJUKAN Ahimsa-Putra, Heddy Shri.2001. Strukturalisme Levi-Staruss Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Galang Press.Danandjaja. 1994. Danandjaja, James. 1984. Folklor Indonesia. Jakarta: PT Temprint. Endraswara, Suwardi. 2006.Metode, Teori, Teknik, Penelitian Kebudayaan: Ideologi, Epistemologi dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.Tafsir Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor. Yogyakarta: Media Pressindo. Febriyanti, Beby Dwi. 2011. Mitos Buyut Cungkring pada Masyarakat Using Giri Banyuwangi.Skripsi tidak diterbitkan. Jember: UNEJ. Hariyono. 1996. Pemahaman Kontekstual Tentang Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Kanisius.
Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan. Jawa Timur: Hiski. Idris, dkk. 2011. Aktualisasi Pendidikan Islam, Respon terhadap Problematika Kontemporer. Surabaya: Hilal Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Jakarta: Pusat Bahasa. Koentjaraningrat.1985.Beberapa Pokok Antropologi Sosial.Jakarta: Dian Rakyat. Poerwardaminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Robbins, Stephen P. Judge, Timothy A. Tanpa Tahun. Perilaku Organisasi. Terjemahan Diana Angelica, dkk. 2008. Jakarta: Salemba Empat. Samuel, Hanneman. 2004. Nilai dan Norma. Konsep Dasar Sosiologi (Pelatihan) Materi Sertifikasi Guru Sosiologi SMA dan MA. Saputra, Heru, S.P. 2007. Memuja Mantra. Yogyakarta: LKiS. Saputra, Syahrial De. 2010. Kearifan Lokal yang Terkandung dalam Upacara Tradisional Kepercayaan Masyarakat Sakai-Riau (Nurbaiti Usman, Ed.). Tanjungpinang: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional. Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali. Spradley, J.P. 1979. Metode Etnografi. Terjemahan Elizabeth, M.Z. 2006. Yogyakarta: IKAPI. Suparno. Yunus, Mohamad. 2008. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka. Suprayogo, Imam. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya. Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito. Wibowo, Wahyu. 2001. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.