BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Situasi kritis merupakan situasi yang biasa dijumpai dalam kehidupan manusia. Meski tidak setiap saat dialami namun biasanya situasi ini sangat menentukan berhasil atau gagalnya suatu usaha atas tujuan yang akan dicapai. Situasi kritis bisa muncul dari latar belakang permasalahan yang beraneka ragam mulai dari kesehatan, ekonomi, pekerjaan, persahabatan, perkawinan, bahkan sampai dengan hal-hal yang dianggap sepele. Yang pasti, situasi ini
W
bukanlah situasi yang banyak diharapkan oleh semua pihak karena mengandung unsur-unsur yang berlawanan dari kegembiraan, kesukacitaan, kebahagiaan, ketentraman, kenyamanan,
KD
dsb. Artinya situasi kritis ini justru lebih sering membawa unsur-unsur kegelisahan, kesedihan, ketakutan, kecemasan dsb. bagi orang-orang yang sedang mengalaminya.
U
Dari hasil wawancara informal yang saya lakukan di lapangan terhadap beberapa anggota jemaat secara acak yang bersedia membagi pengalaman hidupnya, situasi kritis memang tidak muncul tanpa sebab melainkan sebuah akibat atau risiko atas tindakan yang dilakukan
IK
oleh mereka sendiri atau orang lain berkenaan dengan sikap atau perilaku yang dipilih. Misalnya: seseorang yang jujur berada di lingkungan kerja yang korup. Lingkungan ini
M IL
semula bukan masalah. Namun, setelah berjalan beberapa lama ternyata bisa menyeret dirinya ke dalam situasi kritis karena muncul pertentangan baik yang bersumber dari diri sendiri
maupun
orang-orang
di
sekitarnya
meski
sejak
awal
sudah
berupaya
menghindarinya. Harus diakui, pada situasi demikian doa menjadi sangat bermakna. Oleh karena itu, bila situasi kritis itu datang yang perlu dilakukan hanyalah berdoa lalu menyerahkannya kepada Tuhan niscaya situasi itu berlalu dan persoalannya selesai dengan sendirinya. Sejauh pengamatan, perilaku seperti ini tampak jelas dalam isi doa-doa yang dipanjatkan dalam doa syafaat kebaktian maupun ketika mendoakan orang yang sedang mengalami musibah.
Pengalaman beberapa anggota jemaat ini tentu menarik karena sekilas memperlihatkan relasi dirinya dengan Tuhan yang seakan-akan “dekat” tapi jika dicermati lebih lanjut tampak bahwa sesungguhnya yang terjadi adalah ketika situasi kritis itu datang yang dilakukan adalah berdoa memohon kepada Tuhan agar merampungkan permasalahannya 1
yang diikuti sikap yang cenderung diam, pasif, menunggu perkembangan situasi tanpa melakukan sesuatu yang bersifat pro-aktif meski akibat negatif dari situasi itu mengenai dirinya sendiri (korban). Dengan kata lain, doa dijadikan sebagai tempat pelarian ketika mendapatkan jalan buntu dalam menghadapi masalah atau tekanan hidup yang berat. Ini sama saja dengan memaksa Tuhan turun jabatan sebagai problem solver sementara pihak yang terkait persoalan sebagai trouble maker-nya malah cuci tangan.
Lebih menarik lagi adalah tindakan ini dilakukan semata-mata karena meneladan Yesus ketika mengalami situasi yang bisa dikatakan serupa di Taman Getsemani. Mengalami situasi kritis lalu berdoa dan seakan menerima begitu saja kehendak Bapa-Nya. Injil Lukas
W
yang memperlihatkan sisi kemanusiaan Yesus secara khusus dalam kisah Di Taman Getsemani (Luk 22:39-46) memang memberikan keteladanan bagaimana menghadapi situasi
KD
kritis terutama melalui doa Yesus seperti yang tercantum pada Injil Lukas 22: 42 yaitu, “ Ya Bapaku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendakKu, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Tetapi Lukas tidak hanya berhenti di sini
U
karena ia juga memperlihatkan doa Yesus ini sebagai wujud ketaatan dan kepasrahan Yesus kepada Bapa-Nya. Dan alasan inilah yang sebenarnya mendorong beberapa anggota jemaat tersebut untuk memilih sikap yang cenderung diam itu karena bagi mereka, sikap ini
IK
merupakan bentuk ketaatan dan kepasrahan mereka kepada Bapa.
M IL
Barangkali, tanpa disadari nyanyian “Jika Jiwaku Berdoa”1 yang cukup dikenal di lingkungan Kristiani turut berperan dalam membentuk pemahaman kepasrahan dan ketaatan yang mendasari pola tindakan atau sikap beberapa anggota jemaat tersebut, seperti tampak dalam syairnya berikut ini:
Bait 1: Jika jiwaku berdoa kepada-Mu, Tuhan-ku, // ajar aku t’rima saja pemberian tanganMu // dan mengaku s’perti Yesus di depan sengsara-Nya: // “Jangan kehendakku, Bapa, kehendak-Mu jadilah.” //
Bait 2: Apa juga yang Kau timbang baik untuk hidupku, // biar aku pun setuju dengan maksud hikmat-Mu, // menghayati dan percaya, walau hatiku lemah: // “Jangan kehendakku, Bapa, kehendak-Mu jadilah.” // 1
Syair aslinya Leer mij, Heer, als in gebeden karya P.I. Moeton yang diterjemahkan oleh I.S. Kijne (1899-1970) dengan perubahan. Lagu oleh Annie F. Harrison (abad ke-19). Lih. Yamuger, Kidung Jemaat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994) No 460.
2
Bait 3: Aku cari penghiburan hanya dalam kasihMu. // Dalam Dikau saja perlindungan hidupku // ‘Ku mengaku, s’perti Yesus di depan sengsara-Nya: // “Jangan kehendakku Bapa, kehendak-Mu jadilah.”
Dapat diduga, nyanyian ini merupakan hasil refleksi yang berangkat dari kisah doa di Taman Getsemani mengingat lirik yang digunakan cukup dekat dengan gambaran situasi Yesus di tempat itu. Bahkan, lirik terakhir dalam setiap baitnya merupakan penggalan isi doa Yesus yang disederhanakan dan sekaligus juga menjadi penekanan lagu dengan maksud menunjuk pada ketaatan dan kepasrahan-Nya. Dan mengingat nyanyian ini juga digunakan
W
dalam ibadah atau kebaktian maka dapat disimpulkan bahwa nyanyian tersebut tidak
KD
bertentangan dengan paham yang berlaku dalam Jemaat.
Namun, dilihat sepintas dari syairnya secara utuh tampak bahwa perspektif ketaatan dan kepasrahan dalam nyanyian ini justru mirip dengan sikap “pasrah bongkokan” dalam
U
budaya Jawa yang menggambarkan hubungan status antara kawulo alit (wong cilik) dengan golongan priyayi (penguasa), kaum proletar dengan borjuis atau antara budak dengan majikan. Tentu saja, di sini yang menjadi wakil kawulo alit atau proletar atau budaknya
IK
adalah anggota jemaat – bukan Yesus – sementara, pada pihak sebaliknya adalah Sang Bapa.
M IL
Namun lepas dari itu semua, kisah ini juga menarik bagi saya, karena kisah ini adalah kisah ketika Yesus berada dalam posisi manusia, yang paling dekat dengan keberadaan saya. Saya bisa sedekat itu dengan tokoh Yesus, Yesus mengalami kegelisahan yang sama dengan kegelisahan yang saya alami, ketakutan yang sama, ketidakpastian yang sama. Dan terutama bagaimana pilihan-Nya ketika Dia berada dalam keadaan yang demikian.
Inilah yang mengusik saya untuk mencoba memahami makna ketaatan dan kepasrahan yang ditunjukkan Tuhan Yesus melalui doa-Nya di Taman Getsemani.
1.2. RUMUSAN PERMASALAHAN Dalam skripsi ini, beberapa hal yang menjadi permasalahan dan akan dicoba diselesaikan adalah:
3
a. Bagaimanakah konteks historis Injil Lukas khususnya teks doa di Taman Getsemani (Luk 22:39-46)? b. Apakah makna ketaatan dan kepasrahan (dalam arti “pasrah bongkokan”) yang selama ini dihidupi jemaat sudah tepat? c. Apa manfaat dan relevansi secara umum atas teks doa di Taman Getsemani dalam Injil Lukas, secara khusus dihubungkan dengan pemaknaan kata ketaatan dan kepasrahan yang berkembang dalam kehidupan berjemaat masa kini?
1.3. BATASAN PERMASALAHAN
W
a. Injil yang digunakan adalah Injil Lukas karena kisah Di Taman Getsemani yang disajikan lebih jelas dan lengkap. Lebih jelas karena berangkat dari Injil Markus sebagai
KD
sumbernya yang kemudian disunting sedemikian rupa untuk menampilkan apa yang terpenting. Lebih lengkap karena ada sosok malaikat yang tidak dijumpai dalam kedua Injil sinoptis yang lain.
U
b. Metode pendekatan penafsiran yang digunakan adalah metode historis-kritis. Namun, kesadaran bahwa penafsiran Alkitab yang memadai (termasuk metode historis-kritis) juga memperhitungkan capaian dan hasil dari metode tafsir lain (misalnya narasi, sosiologis,
IK
dsb.), maka apabila memang diperlukan, juga akan menggunakan hasil-hasil tafsir dengan metode selain historis-kritis untuk melengkapi konstruk dalam tafsiran ini, tetapi
M IL
bukan menggunakannya sebagai metode penafsiran. Pemilihan penggunaan metode historis-kritis adalah karena metode tafsir ini yang paling memungkinkan untuk mendapatkan pemahaman dan penafsiran sesuai dengan pandangan, maksud dan tujuan serta alasan yang hendak disampaikan penulis Injil.
c. Fokus penafsiran adalah teks Di Taman Getsemani (Luk 22:39-46).
1.4. JUDUL Judul yang representatif bagi skripsi ini adalah: DOA DI TAMAN GETSEMANI MENURUT INJIL LUKAS Lukas 22:39-46 Fokus utama saya adalah pada latar belakang teks doa Yesus di Taman Getsemani.
4
1.5. METODE PENULISAN DAN PENAFSIRAN Dalam penulisan skripsi ini saya menggunakan metode deskriptif analitis, dengan menggunakan studi literatur. Metode ini adalah usaha menjelaskan sebuah pokok permasalahan dengan menjelaskan informasi di belakang teks – dan yang saya afirmasi – atas topik yang telah saya pilih.
Sedangkan dalam penafsiran teks yang saya pilih, saya menggunakan metode historis-kritis. Metode historis kritis adalah pendekatan yang memanfaatkan setiap sarana historis dalam upaya untuk merekonstruksi sejarah dan memahami teks yang diproduksi oleh sejarah itu namun saya juga akan menilai apa yang ditemukan dalam teks. Fokusnya pada latar
W
belakang historis teks yang ada. Di sini artinya, teks alkitab dipandang sebagai sebuah pesan yang dibuat si pengarang untuk maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi
U
1.6. SISTEMATIKA PENULISAN
KD
pada masa itu.
BAB I Pendahuluan
IK
Berikut adalah sistematika penulisan skripsi saya:
M IL
Bagian ini berisi latar belakang permasalahan, rumusan dan pembatasan atas masalah, judul, metode penulisan dan penafsiran, serta sistematika penulisan skripsi.
BAB II
Konteks Lukas 22: 39-46
Bagian ini berisi konteks historisitas Injil Lukas dan teks itu sendiri juga segi sastra yang akan digunakan sebagai jalan menafsirkan teks.
BAB III Tafsir Teks Doa Yesus di Taman Getsemani Pada bagian ini berisi penafsiran saya atas teks yang kemudian dilanjutkan dengan makna teks bagi jemaat Lukas dan makna ketaatan dan kepasrahan yang coba digali dalam teks melalui penafsiran.
5
BAB IV Manfaat dan Relevansi Bab ini berisi manfaat dari pembahasan bab dalam skripsi saya. Bab ini juga akan berisi relevansi makna ketaatan dan kepasrahan doa Yesus di Taman Getsemani bagi Jemaat
M IL
IK
U
KD
W
Kristen di Indonesia.
6