BAB I PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang Masalah Nama Tsang Kam Foek (untuk seterusnya penyusun akan menyebut beliau dengan nama Tsang To Hang1) tentunya tidak dapat dilepaskan dari sejarah pekabaran Injil di tanah Bali. Tsang To Hang adalah satu-satunya misionaris yang dapat dikatakan cukup berhasil dalam menyebarkan Injil, nilai-nilai kekristenan, dan agama Kristen kepada masyarakat Bali saat itu. Pada masa pekerjaannya selama tiga tahun (1931-1934), ratusan orang Bali telah dibaptis dan menerima ajaran serta nilai kekristenan sebagai bagian dalam kehidupan mereka. Prestasi ini
W
merupakan hasil pencapaian yang sangat luar biasa, mengingat para misionaris sebelumnya tidak mampu berbuat banyak dalam melaksanakan pekerjaan misinya di Bali. Nama Tsang To
KD
Hang pun melekat dengan kuat dalam benak masyarakat Kristen Bali hingga saat ini. Sejak tahun 1654, pulau Bali adalah pulau yang tertutup untuk kegiatan-kegiatan misi dari luar.2 Hal ini disebabkan oleh adanya larangan dari pemerintah Hindia Belanda untuk
U
melakukan kegiatan misi apapun di tanah Bali yang bertujuan untuk mengkristenkan orang Bali. Pulau Bali merupakan aset pariwisata yang dianggap sangat menguntungkan, bukan hanya karena keindahan panoramanya, namun juga karena tradisi, kebudayaan, serta sistem
IK
religinya yang unik sehingga banyak menarik minat wisatawan yang berkunjung ke sana. Potensi pulau Bali yang demikian sudah dilihat oleh pemerintah Hindia Belanda sejak tahun
M IL
1597, sehingga segala macam kegiatan penginjilan dianggap ‘mencemari’ budaya keagamaan serta adat istiadat mereka. Larangan itu tidak hanya dikeluarkan oleh karena Bali adalah aset pariwisata yang sangat berharga sehingga pemerintahan Hindia Belanda dapat memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya sekaligus semakin mengukuhkan kedudukan politisnya,3 tetapi juga karena adanya kegagalan dari upaya misionaris sebelumnya yang pernah ke Bali.4 Kegagalan upaya penginjilan itu menimbulkan kesangsian dan rasa pesimis akan keberhasilan upaya pengabaran Injil di Bali jika nantinya upaya-upaya serupa masih diperbolehkan. Karena
1 Nama “Tsang Kam Foek” adalah nama asli yang diberikan oleh orang tuanya yang berarti “rezeki emas”. Ketika mengenyam pendidikan Theologia di Alliance Bible Seminary, beliau mengganti namanya menjadi “Tsang To Hang”. Nama itu sendiri mengandung arti “menyebarluaskan dan mengamalkan Firman Tuhan” atau “kehendak Tuhan harus terjadi”. Lih. Tsang To Hang, Sejarah Perintis Penginjilan di Bali, Jakarta: Rev. John Zachariah, 1979. Hal. 84-85 2 I Ketut Suyaga Ayub, S.Th., Sejarah Gereja Bali dalam Tahap Permulaan, Malang: Departemen Literatur YPPII, 1999. Hal. 20 3 Tsang To Hang, Sejarah Perintis Penginjilan di Bali, Jakarta: Rev. John Zachariah, 1979. Hal. 15 4 I Ketut Suyaga Ayub, S.Th., Sejarah Gereja Bali dalam Tahap Permulaan, Malang: Departemen Literatur YPPII, 1999. Hal. 26-27
1
itu, pemerintah Hindia Belanda menganggap bahwa menyebarkan agama Kristen di Bali adalah upaya yang sia-sia, dan demi memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan larangan untuk menyebarkan Injil dan kekristenan ke tanah Bali. Selain itu, sistem kekerabatan yang unik dan kuat dalam masyarakat menjadi faktor lain sulitnya Injil dan kekristenan masuk ke Bali. Terlebih lagi ada peraturan resmi saat itu yang melarang masuknya agama baru jika telah ada satu agama yang telah dianut oleh masyarakat di tempat itu. Selain itu, Bali merupakan salah satu pusat perdagangan budak ke Batavia dan tercatat puluhan ribu orang Bali telah menjadi budak di sana. Tsang To Hang pada saat itu merupakan seorang lulusan sekolah Theologia di Alliance Bible Seminary, dan beliau memulai pekerjaannya di Bali di bawah utusan CMA (Christian
W
and Missionary Alliance). Didampingi oleh mentornya sendiri yaitu Rev. Robert Alexander Jaffray, Tsang To Hang pertama-tama datang dan menetap di Sulawesi pada tahun 1930.
KD
Beliau juga sempat mempelajari bahasa Melayu ketika pindah ke Lombok pada tahun yang sama sebelum memulai misi di tanah Bali.5 Namun karena adanya larangan untuk mengabarkan Injil dan mengkristenkan orang Bali, Rev. R.A. Jaffray bernegosiasi dengan pemerintah Hindia Belanda agar diizinkan mengabarkan Injil hanya bagi orang-orang
U
Tionghoa yang ada di Bali.6 Akhirnya surat izin diperoleh, dan barulah pada tahun 1931, Tsang To Hang ditempatkan di Bali untuk memulai pekerjaan misi di sana dengan hanya
IK
didampingi seorang istri dan anaknya yang baru saja dilahirkan.7 Dalam konteks di Bali yang demikian itulah Tsang To Hang bekerja. Sebagai seorang misionaris muda, dalam
M IL
pekerjaannya seringkali beliau menemui hambatan-hambatan berupa banyaknya konfrontasi dari berbagai pihak, baik dari pemerintah Hindia Belanda, orang-orang Tionghoa yang ada di Bali, maupun dari masyarakat Bali sendiri. Namun tiga tahun bekerja di Bali, ternyata usahanya sangat membuahkan hasil. Berawal dari usahanya untuk mendirikan jemaat dan gedung gereja di kota Denpasar bagi orang-orang Tionghoa,8 Injil dan kekristenan semakin menyebar luas tidak hanya pada kalangan orang-orang Tionghoa di Bali, namun juga pada masyarakat lokal sendiri. Dalam upaya pengabaran Injil di Bali, Tsang To Hang bukanlah misionaris yang pertama. Sebelumnya, sudah banyak dilakukan upaya penginjilan di Bali dan beberapa misionaris dari zending Belanda maupun Inggris sudah diutus ke Bali sejak tahun 1597. Kedatangan dan usaha para misionaris ini tentunya sudah banyak membantu usaha-usaha yang 5
Tsang To Hang, Sejarah Perintisan Penginjilan di Bali, Jakarta: Rev. John Zachariah, 1979. Hal. 29-30 Ibid. Hal. 27 7 Ibid. Hal. 30-31 8 Ibid. Hal. 34 6
2
dilakukan Tsang To Hang di Bali. Namun yang justru menjadi persoalan adalah para misionaris maupun orang-orang yang turut terlibat dalam kegiatan misi di Bali sebelum kedatangan Tsang To Hang kurang mampu berbuat banyak dan hanya berhasil membaptis satu orang ke dalam agama Kristen yang bernama I Gusti Wayan Karangasem (buah penginjilan Jacob de Vroom dan van Eck). Padahal Cornelius de Houtman (bukan seorang misionaris, datang pada tahun 1597) justru sudah mampu membaur dan bisa diterima masyarakat lokal.9 Seorang politikus dan juga adalah seorang pendeta yang bernama W.R. Baron van Hoevell (1846), bahkan sudah menawarkan upaya-upaya kontekstualisasi Injil dan kekristenan dengan budaya Bali. Dr. van der Tuuk (1866) juga telah memberikan kontribusinya dengan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Bali.10 Di lain pihak, Tsang
W
To Hang dengan hanya berbekal kemampuan berbahasa Melayu – itu pun masih kurang begitu fasih – yang dipelajarinya ketika menetap di Lombok, serta hanya mempelajari bahasa Bali
KD
dari Injil Lukas yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa itu lewat pekerjaan Mas Salam Watias, justru mampu membawa pengaruh yang luar biasa sehingga tidak sedikit orang Bali yang mau menerima kekristenan dan dibaptis. Tercatat pada tahun 1933, sebanyak 260 orang
U
Bali sudah menjadi Kristen.11 Dalam pengajarannya, Tsang To Hang sangat menekankan penyerahan diri secara total di hadapan Tuhan, sehingga tradisi dan adat istiadat yang lama harus benar-benar dihilangkan sebagai bukti kesetiaan dan komitmen terhadap agama Kristen.
IK
Hal ini mengakibatkan situasi di Bali semakin memanas, ditambah lagi semakin gencarnya tekanan dari pemerintah Hindia Belanda, menyebabkan Tsang To Hang dengan terpaksa harus
M IL
meninggalkan Bali pada tahun 1934.12 Jemaat Bali yang masih muda dan terpencar-pencar itu akhirnya diurus oleh utusan GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan) sampai mampu berdiri sendiri pada tahun 1948 untuk membentuk sebuah persekutuan yang disebut Pasikian Kristen Bali yang merupakan cikal bakal munculnya GKPB (Gereja Kristen Protestan di Bali). Corak khas yang diwariskan GKJW kepada GKPB terlihat dalam pemeliharaan jiwa dan
fisik melalui penggembalaan (pastoral care) dan diakonia, sedangkan kekhasan yang diwariskan CMA (melalui Tsang To Hang) yaitu jiwa penginjilan.13 Kedua corak ini terus mewarnai perjalanan dan pergumulan GKPB yang telah mewujud menjadi gereja yang sudah 9
I Ketut Suyaga Ayub, S.Th., Sejarah Gereja Bali dalam Tahap Permulaan, Malang: Departemen Literatur YPPII, 1999. Hal. 19 10 Pdt. Yatma Pramana, BA. S.Th., “GKPB dan Kontekstualisasi”, dalam Gereja Yang Hidup: Kumpulan Refleksi Hamba-Hamba Tuhan, Denpasar: Gereja Kristen Protestan di Bali, 2004. Hal. 119-120 11 Dr. Ulrich Beyer, Bali-Fajar Pagi Dunia : Injil dan Gereja di Pulau Bali, Malang: Departemen Literatur YPPII, 2001. Hal. 8 12 Tsang To Hang, Sejarah Perintisan Penginjilan di Bali, Jakarta: Rev. John Zachariah, 1979. Hal. 78 13 Pdt. I Nengah Ripa, M.Th., “Gereja dan Misi Pekabaran Injil”, dalam Gereja Yang Hidup: Kumpulan Refleksi Hamba-Hamba Tuhan, Denpasar: Gereja Kristen Protestan di Bali, 2004. Hal. 152
3
mampu mandiri ini. Sebagai sebuah gereja, GKPB menyadari panggilan dan keberadaannya untuk melaksanakan pemberitaan Injil sebagaimana tercantum dalam amanat agung Tuhan Yesus Kristus. Karena itu, sejak tahun 1949 GKPB sudah merumuskan serta terus memperbaharui visi misionernya. Dalam perjalanan sejarah misi yang dilakukan GKPB, kedua corak ini senantiasa bersinergi membentuk suatu usaha misi dan penginjilan yang konkret di Bali. Misalnya saja, di tahun 1949, di mana GKPB belum menjadi sebuah institusi mandiri dan hanya terdiri dari orang-orang Bali Kristen yang belum terorganisir dengan baik, kegiatan misi sudah mulai dilakukan yakni dengan cara melakukan penginjilan pribadi dari keluarga ke keluarga, melalui kesaksian-kesaksian, doa-doa dan mujizat penyembuhan, dan lain sebagainya. Pada tahun 50-an sampai tahun 1970-an, GKPB juga mengupayakan misi
W
lewat pembangunan panti asuhan, bantuan sosial terhadap korban bencana alam Gunung Agung, maupun dengan pendirian klinik kesehatan. Selanjutnya, dalam periode 1971 sampai
KD
awal tahun 2000, misi GKPB banyak diwarnai oleh usaha-usaha kontekstualisasi, yang paling nyata terlihat dari arsitektur gedung gereja, penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Bali, dan lain sebagainya. Walaupun dalam perkembangannya GKPB banyak menemukan pola-pola baru serta menerapkan pola maupun paradigma misi yang baru itu dari satu periode ke periode
U
lainnya, pola-pola yang lama tidak begitu saja ditinggalkan.14
Sejak tahun 2004, GKPB telah merubah visi yang lama yaitu: Menjadi Berkat dan
IK
Terang Bangsa-Bangsa dengan misi Mandiri dalam Bidang Theologia, Daya, dan Dana, menjadi visi baru yang lebih sederhana yaitu: Menjadi Gereja yang Hidup. Untuk
M IL
mewujudkan visi yang baru ini, GKPB menyadari eksistensinya sebagai persekutuan orangorang yang telah dipanggil untuk mewartakan Injil, dan karena itu GKPB juga merumuskan konsep misionernya dengan visi: Menjadi Gereja yang Misioner. Visi ini sedianya akan dilaksanakan dalam periode 2008-2028. Adapun strategi misi yang dipakai adalah melakukan kegiatan Pemuridan dan Pekabaran Injil (PPI) yang kontekstual. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melatih, menyiapkan, serta memperlengkapi warga GKPB yang sudah sidi sebagai bekal dalam mengabarkan Injil. Pola PPI ini sangat mirip dengan pola Komsel (komunitas sel) atau KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) di mana warga jemaat tergabung dalam kelompok kecil yang diberi nama Kelompok Pembinaan Iman (KPI) dengan jumlah anggota maksimum 12 orang yang nantinya diharapkan agar terus berkembang dan menyebar ke berbagai tempat di seluruh Bali.
14
Pdt. I Nengah Ripa, M.Th, “Gereja dan Misi Pekabaran Injil”, dalam Gereja Yang Hidup: Kumpulan Refleksi Hamba-Hamba Tuhan, Denpasar: Gereja Kristen Protestan di Bali, 2004. Hal. 152-155
4
Kegiatan PPI ini terbagi ke dalam tiga golongan kegiatan, yaitu pemuridan, pembentukan dan aktivitas KPI, dan doa. Kegiatan pemuridan dilakukan dengan menggunakan materi-materi bacaan tentang pelatihan-pelatihan mengabarkan Injil serta materi-materi yang ditujukan demi peningkatan iman warga. KPI dimaksudkan sebagai wadah dari orang percaya atau orang yang baru percaya agar semakin bertumbuh dalam iman yang menyelamatkan. Dalam KPI ini dilakukan sharing dengan suasana kekeluargaan dengan memakai materi-materi pemuridan. Selain dua hal di atas, juga dilakukan doa pagi serta kegiatan puasa.15 Dalam buku pedoman Pemuridan dan Pekabaran Injil terbitan GKPB, tercantum juga adanya identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan misi di Bali yaitu
W
faktor-faktor yang meliputi kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang yang mungkin saja akan ditemui dalam perjalanan kegiatan misi.16 Dengan adanya identifikasi terhadap faktor-
KD
faktor tersebut, GKPB hendak mengupayakan misi gereja yang kontekstual sekaligus efektif di tanah Bali berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ditimbulkan lewat faktor-faktor itu. Dilandasi dengan visi dan semangat “Menjadi Gereja yang Misioner” ini, selain faktor-
U
faktor di atas, maka menarik juga untuk kembali mengkaji faktor historis yang menjadi pemicu keberhasilan misi Tsang To Hang di Bali dan apa sumbangsihnya bagi kegiatankegiatan misi GKPB di Bali, baik dari segi strategi misi maupun dari segi pengenalan akan
IK
konteks atau situasi sosial-kemasyarakatan di Bali.
M IL
I. 2. Rumusan Masalah
Bertolak dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka timbul beberapa permasalahan
yang hendak diteliti dan memerlukan penjelasan lebih lanjut, yaitu sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan misi Tsang To Hang di Bali.
2. Setelah mengidentifikasi faktor-faktor penyebab keberhasilan misi Tsang To Hang di Bali, maka timbul permasalahan kedua, yaitu apakah pekerjaan Tsang To Hang selaku salah satu pendiri GKPB masih memberikan pengaruh atau relevansi bagi visi misioner GKPB saat ini.
15 16
Tim Penyusun, Pemuridan dan Pekabaran Injil, Denpasar: Gereja Kristen Protestan di Bali, 2008. Hal. 8-11 Ibid. Hal. 3-8
5
I. 3. Batasan Masalah Supaya penelitian dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka penyusun membuat batasan-batasan masalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dimaksud berusaha mengkaji visi misioner Tsang To Hang dalam konteks Bali saat itu. Peran dan upaya misi para misionaris di Bali baik sebelum maupun sesudahnya tidak akan banyak dipaparkan dalam penulisan ini, walaupun hanya dijelaskan secara sekilas sebagai bahan perbandingan. Fokus penelitian yang utama tetap diarahkan pada Tsang To Hang dan pekerjaannya. 2. Demikian juga halnya dengan visi misioner GKPB. Yang menjadi pokok perhatian dalam penelitian ini adalah visi misioner GKPB saat ini (periode 2008-2028), yaitu
W
“Menjadi Gereja yang Misioner” sekaligus strategi-strategi misi yang diupayakannya dan apa kontribusi dan pengaruh keberhasilan misi Tsang To Hang bagi visi dan
KD
strategi misi tersebut.
3. Wilayah di mana misi diupayakan hanya dibatasi dalam lingkup wilayah Bali. Upaya-upaya misi dalam wilayah ataupun konteks lainnya tidak akan dipaparkan
I. 4. Tujuan Penulisan
U
dalam penulisan ini secara spesifik.
IK
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan penyusun melakukan penelitian ini adalah:
M IL
1. Untuk membekali penyusun sendiri sebagai calon pelayan jemaat agar semakin memahami semangat visi misioner dari Tsang To Hang sebagai salah satu pendiri GKPB dan pengaruhnya bagi visi misioner GKPB saat ini. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan membantu penyusun untuk kritis dalam menanggapi hal tersebut seiring dengan perkembangan dan perubahan yang terus terjadi di mana hal itu juga turut mempengaruhi paradigma dan pola misi yang ada. 2. Untuk mengidentifikasi dan mengetahui sejauh manakah keberhasilan visi misioner Tsang To Hang masih memberikan pengaruhnya bagi visi misioner GKPB saat ini, sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangsih yang bermanfaat bagi pihakpihak yang menaruh minat pada topik yang diteliti, khususnya bagi jemaat-jemaat yang tergabung dalam lingkup GKPB sendiri.
6
I. 5. Rumusan dan Alasan Pemilihan Judul Berkaitan dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka penyusun akan membahasnya di bawah judul:
“Tinjauan Kritis Atas Pengaruh Visi Misioner Tsang To Hang Terhadap Konsep Visi Misioner GKPB Saat Ini”
Rumusan judul ini diharapkan dapat membantu penyusun dalam memberi arah pembahasan skripsi ini secara sistematis. Adapun alasan yang melatarbelakangi penyusun dalam merumuskan judul di atas adalah sebagai berikut:
W
1. Maksud dari kalimat “tinjauan kritis” di sini adalah melakukan penelitian secara obyektif dan menyeluruh demi memperoleh informasi yang akurat sebagai landasan
KD
penelitian.
2. Melalui kalimat “pengaruh visi misioner Tsang To Hang”, penyusun ingin memberikan penekanan pada kontribusi atau sumbangsih yang berharga dari upaya
U
misi tersebut bagi “konsep visi misioner GKPB” sendiri dalam konteks Bali saat ini. “Konsep visi misioner” yang dimaksud di sini adalah visi misioner GKPB dalam periode 2008-2028 yaitu “Menjadi Gereja yang Misioner” lewat upaya Pemuridan
IK
dan Pekabaran Injil. “Saat ini” mengandung arti konteks terkini di Bali.
M IL
I. 6. Metode Penulisan
Mengingat bahwa misi senantiasa tidak dapat dilepaskan dari konteks di mana misi itu
diupayakan, maka kajian yang digunakan adalah kajian historis dengan meminjam disiplin ilmu seperti sosiologi dan antropologi di samping disiplin ilmu teologi dan missiologi. Kedua kajian disiplin ilmu ini penyusun rasa sangat penting dalam rangka penggalian informasi yang lebih akurat tentang pengenalan konteks Bali pada masa Tsang To Hang melakukan pekerjaan misinya, sehingga tidak terjadi campur-aduk antara konteks Bali dahulu dengan sekarang yang mengakibatkan terjadinya kesalah-pengertian tentang pola misi yang harus dilakukan dalam kedua konteks yang jelas berbeda tersebut. Adapun metode penulisan yang digunakan dalam membantu penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dan studi literatur, yaitu dengan mencari buku-buku maupun referensi-referensi yang relevan terhadap topik penyusunan tulisan ini. Dari hasil pencarian ini, penyusun akan mendeskripsikan ulang permasalahan dari penelitian ini, yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan misi Tsang To Hang di tanah 7
Bali, serta apa kontribusinya bagi visi misioner GKPB sendiri. Selanjutnya penyusun akan menganalisis gambaran yang telah didapat ini dengan cara menyeleksi faktor-faktor tersebut agar relevan dengan konteks Bali saat ini, dan pada akhirnya penyusun akan merangkumnya dalam suatu kesimpulan dan refleksi teologis.
I. 7. Sistematika Penulisan Pendahuluan BAB I
Bagian ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, alasan pemilihan judul, metode penulisan, serta sistematika penulisan. Visi Misioner Tsang To Hang Bagi GKPB
W
Dalam bagian ini akan dipaparkan secara lebih mendalam tentang pekerjaan BAB II
Tsang To Hang dan bagaimana perannya dalam rangka kegiatan penginjilan di
KD
Bali, termasuk di dalamnya konteks sosial kemasyarakatan Bali pada saat itu. Visi GKPB Untuk Menjadi Gereja yang Misioner Bagian ini memaparkan sejarah perkembangan GKPB secara sekilas beserta tokoh-tokoh yang turut ambil bagian di dalamnya. Selain itu juga dipaparkan
U
BAB III
visi misioner GKPB saat ini untuk melihat apakah visi misioner Tsang To Hang yang terdahulu masih memberi pengaruh bagi visi misioner GKPB saat ini.
IK
Kontribusi Visi Misioner Tsang To Hang Bagi Visi Misioner GKPB Bagian ini membahas sejauh mana relevansi visi misioner CMA melalui Tsang To Hang bagi visi misioner GKPB dalam konteks saat ini serta memaparkan
M IL
BAB IV
analisis historis atas pekerjaan misi Tsang To Hang di Bali. Bagian ini juga
mencakup situasi dan konteks Bali saat ini serta penilaian teologis atas konteks itu.
Kesimpulan dan Refleksi Teologis Bagian ini merangkum seluruh pembahasan yang telah dipaparkan pada babBAB V
bab sebelumnya, menjawab rumusan permasalahan dengan disertai argumentasi singkat, serta menarik makna teologisnya bagi perkembangan misi di gereja dewasa ini khususnya bagi GKPB sendiri.
8