METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN
PENGURUS BESAR IKATAN DOKTER INDONESIA JAKARTA, 2013
KATA PENGANTAR Awal Januari tahun 2014 Indonesia akan mulai menerapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penerapan JKN menyebabkan perubahan fundamental pada berbagai aspek yang terkait dengan industri kesehatan di tanah air. Pelayanan kesehatan akan menjadi hak penduduk, bukan lagi komoditas yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mampu membayar. Tapi penduduk pun wajib membayar iuran, menggunakan fasilitas kesehatan secara berjenjang, dan mengadopsi perilaku hidup sehat. Iuran penduduk miskin dan tidak mampu akan dibayari Pemerintah. Dengan demikian seluruh penduduk dimanapun ia berdomisili diharapkan akan mendapat pelayanan kesehatan yang sama baiknya. Profesi dokter sebagai tulang punggung sistem pelayanan kesehatan nasional juga akan memasuki era baru, era pembayaran mengikuti kaidah asuransi kesehatan sosial. Dokter tidak bisa lagi menentukan tarifnya secara sepihak, tarifnya akan ditentukan oleh BPJS setelah bernegosiasi dengan asosiasinya. Metode pembayaran ke fasilitas kesehatan telah pula ditetapkan, yaitu secara INA-CBG dan kapitasi. Kedua metode ini memiliki filosofi yang sama, yaitu mentransfer risiko ke fasilitas kesehatan yang berarti dokter ikut menanggung risiko biaya bila ia memberikan pelayanan tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hal ini akan mendorong terjadinya perubahan perilaku dan cara dokter menjalankan praktik kedokteran. Metode membayar dokter seyogianya tidak hanya dipandang sebagai transaksi sederhana memberi imbalan atas kerja dokter mengobati pasien. Metode membayar dapat digunakan untuk mengubah perilaku dokter dalam menjalankan praktik, mendorong persebaran dan pemerataan dokter, memotivasi dokter untuk meningkatkan kompetensinya, dan mengurangi disparitas pendapatan antar dokter. Dengan kata lain, metode membayar dokter dapat digunakan sebagai kekuatan untuk menata ulang sistem pelayanan yang saat ini berberorientasi spesialis menjadi berorientasi pelayanan primer. Dasar pemikiran ini yang mendorong IDI untuk mencari metode membayar yang lebih tepat guna dan berhasil guna dalam mencapai tujuan utama penerapan JKN. Peluang untuk membayar DLP dengan metode lain dimungkinkan oleh peraturan yang ada. Dalam buku “Metode Membayar Dokter Layanan Primer Dalam Era JKN” ini penulis mencoba menyajikan informasi ringkas tentang berbagai aspek yang terkait dengan membayar dokter. Tulisan diawali dengan sejarah pembayaran dokter yang sejak zaman Hipocrates sampai saat ini selalu menjadi dilemma, dan dalam palam pro-kontra ini disajikan pandangan dokter dan para penentu kebijakan publik. Menarik untuk menyimak berbagai isu dan kecenderungan sehingga dapat dipahami apa yang terjadi saat ini. Ada masalah mendasar dalam isu ini yang harus dicarikan jalan keluarnya bila kita ingin membangun sistem yang lebih baik.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page ii
Bab kedua menjelaskan Dokter Layanan Primer (DLP) yang akan menjadi tulang punggung program JKN. Pemahaman tentang peranan dan kedudukan, lingkup pelayanan, potensi produktivitas, dan bentuk entitas praktik DLP sangat diperlukan. Dalam setting pelayanan JKN, sebenarnya DLP mengemban fungsi baru yang tidak dikenal dalam sistem pelayanan yang berorientasi spesialis, yaitu sebagai gatekeeper. Banyak kebijakan yang masih simpangsiur tentang DLP, karena kita terperangkap dengan fungsi UKP dan UKM yang melekat di puskesmas. Diharapkan penjelasan ringkas di bab ini dapat membuka wacana untuk memahami DLP. Informasi lebih lengkap dapat dibaca di buku “ Membangun Praktik Dokter Layanan Primer Dalam Era JKN”. Bab tiga menjelaskan metode membayar dokter yang lazim digunakan di berbagai negara agar pembaca memahami prinsip dasar serta kelebihan dan kekurangan setiap metode. Sebagai “binatang ekonomi” perilaku dokter mengikuti metode pembayaran sehingga kesalahan menerapkan metode membayar dokter dapat memberi dampak negatif bagi pasien dan masyarakat. Bab terakhir berisi gagasan untuk menggabungkan tiga metode membayar dokter dalam upaya menyingkirkan segi negatif dan menonjolkan segi positif dari setiap metode tersebut. Metode campuran ini disebut sebagai metode Sandwich, sesuai dengan komponennya yang terdiri dari 3 lapis. Metode Sandwich ini dapat diterapkan dalam skala mikro di sebuah fasilitas kesehatan dan dapat pula dijadikan kebijakan nasional untuk membayar profesi dokter di seluruh tanah air. Informasi yang disajikan dalam buku ini, diharapkan dapat membuka wacana para pemangku kepentingan untuk mengembangkan berbagai alternatif membayar dokter yang dapat diterima semua pihak, baik dokter, pasien maupun pembayar. Kepada para pengguna buku ini, kami harapkan saran perbaikan untuk menyempurnakan buku ini. Semoga bermanfaat. Jakarta, 1 Oktober 2013
Penyusun Dr. Gatot Soetono, MPH Dr. Dien Kurtanty, MKM
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... ii DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iv I.
PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 6 1.
Latar Belakang............................................................................................................................. 6
2.
Sejarah Pembayaran Dokter ....................................................................................................... 7
3.
Persepsi Tentang Pendapatan dan Kerja Dokter ........................................................................ 9
4.
Isu Strategis dan Kecenderungan.............................................................................................. 12
5.
Istilah dan Batasan .................................................................................................................... 15
II.
DOKTER LAYANAN PRIMER ........................................................................................................... 17 1.
Jaminan Kesehatan Nasional .................................................................................................... 17
2.
Peranan Dan Kedudukan DLP Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan ......................................... 19
3.
Lingkup Pelayanan DLP ............................................................................................................. 19
4.
Potensi Produktivitas DLP ......................................................................................................... 21
5.
Entitas Praktik DLP .................................................................................................................... 24
6.
Hubungan Praktik DLP dengan UKM......................................................................................... 26
III.
METODE MEMBAYAR DOKTER ................................................................................................. 27
1.
Salary ......................................................................................................................................... 28
2.
Fee For Service .......................................................................................................................... 30
3.
Kapitasi ...................................................................................................................................... 32
4.
Case-Based Reimbursement ..................................................................................................... 37
5.
Pay For Performance................................................................................................................. 39
6.
Metode Campuran .................................................................................................................... 40
IV.
MEMBAYAR DLP di ERA JKN ...................................................................................................... 41
1.
Dasar Pemikiran ........................................................................................................................ 41
2.
Metode Sandwich ..................................................................................................................... 42
3.
Komponen Basik ....................................................................................................................... 43
4.
Kompensasi Untuk Menghargai Tanggung-Jawab Dan Beban Kerja ........................................ 46
5.
Insentif Untuk Mendukung Pencapaian Target Pembangunan Kesehatan .............................. 50
6.
Penerapan Metode Sandwich ................................................................................................... 52
7.
Implikasi Pada Kebijakan Nasional ............................................................................................ 55
KEPUSTAKAAN ...................................................................................................................................... 57 LAMPIRAN-1: Contoh Pelayanan Praktik Dokter Layanan Primer ....................................................... 59 METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page iv
LAMPIRAN-2: Contoh Menghitung Kapitasi Dokter Layanan Primer ................................................... 64
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page v
I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ilmu dan teknologi kedokteran mengalami kemajuan yang sangat pesat, kemajuan ini memberi konstribusi yang besar pada deteksi dini, penegakan diagnosis, pengobatan dan penyembuhan pasien, juga peningkatan efisiensi dan mutu pelayanan. Namun, seiring dengan kemajuan itu pelayanan kesehatan telah tumbuh menjadi industri yang kompleks, membutuhkan investasi besar dan sumber daya manusia profesional dari berbagai spesialisasi. Di negara yang regulasinya lemah, sistem pelayanan kesehatan akan terdorong menjadi berorientasi spesialis dan menghasilkan komoditi mahal, konsumtif, terfragmentasi, dan tidak sepenuhnya berdasarkan evidence based medicine. Kemajuan yang besar ini belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya di Indonesia, mengingat keterbatasan infrastruktur, dana, sdm, dan manajemen yang mendukung ilmu dan teknologi tersebut. Fasilitas kesehatan di Indonesia belum memadai dari segi kualitas dan kuantitas, serta penyebarannya pun tidak merata. Rasio fasilitas kesehatan dengan jumlah penduduk masih jauh dari ideal yang menyebabkan terhambatnya akses masyarakat ke pelayanan kesehatan. Akses menjadi semakin terhambat dengan mahalnya biaya kesehatan saat ini. Keluhan masyarakat terhadap akses, mutu, dan biaya kesehatan menjadi berita sehari-hari. Bagi sebagian besar masyarakat, jatuh sakit berarti jatuh miskin. Dalam sistem pelayanan kesehatan, dokter mempunyai peranan yang sangat strategis bukan saja karena keterampilan dan kompetensinya, tapi juga karena peranannya dalam menyerap dan mengeluarkan biaya kesehatan. Proporsi biaya untuk membayar dokter terhadap total biaya kesehatan relatif besar, misalnya di Canada biaya dokter tercatat 15% dari total biaya kesehatan di negara tersebut (Deber, 1998). Hal yang lebih bermakna adalah kinerja dan perilaku dokter terbukti memberi pengaruh besar terhadap total biaya kesehatan. Setiap tindakan dokter dapat diibaratkan dirigen yang menaikkan atau menurunkan nada (baca biaya). Berbagai penelitian membuktikan bahwa perilaku dokter dalam menjalankan praktik kedokteran sangat dipengaruhi oleh metode membayar dokter. Salah satu metode membayar dokter, yaitu fee for service (FFS), selama ini dianggap sebagai biang keladi peningkatan biaya kesehatan. Di banyak negara FFS mulai ditinggalkan dan digantikan dengan metode baru seperti pay for performance (PFP). Di Indonesia, FFS sangat dominan dan mewarnai mindset para dokter dan pemangku kepentingan lain. Dalam situasi dan kondisi seperti tersebut di atas mulai awal tahun 2014 penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan di Indonesia akan memasuki era baru, era ketika pembiayaan kesehatan diwarnai oleh mekanisme asuransi kesehatan sosial dan pelayanan kesehatan diselenggarakan secara terpadu. Oleh sebab itu salah satu yang harus disiapkan adalah mencari metode membayar dokter yang sesuai dengan tujuan JKN, yaitu
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 6
dapat menjamin akses dan mutu pelayanan, serta penyebaran, kinerja dan kesejahteraan para dokternya. Dengan latar belakang inilah buku ini ditulis.
2. Sejarah Pembayaran Dokter Konsep tentang kompensasi dokter sudah menjadi perdebatan beberapa filsuf seperti Hipokrates, Aristoteles, Plato, Aristopan, Sopoles dan Galen. Hal ini berasal dari perbedaan dalam mengartikan pekerjaan dokter sebagai seni ataukah teknik (keterampilan). Menurut Aristoteles, jika praktik kedokteran merupakan keterampilan seperti tukang, maka dia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kompensasi, sebagai sumber nafkah atas pelayanan yang telah diberikan. Namun jika praktik kedokteran adalah seni, maka pembayaran kompensasi dokter dianggap merendahkan profesinya. Bagi Hipokrates dan Galen, praktik kedokteran adalah seni dan kerja sosial, maka sebaiknya tidak menuntut pembayaran. Namun tidak semua dokter berasal dari keluarga kaya dan mulia seperti Hipokrates dan Galen, sehingga pada akhirnya banyak dokter yang menuntut pembayaran atas pelayanan yang diberikannya. Pembayaran kompensasi terhadap dokter mulai diatur sejak berabad-abad yang lalu. Salah satu bukti pengaturan ini dituliskan pada kode Hammurabi, yaitu seperangkat hukum yang ditetapkan oleh Raja Hammurabi dari Babilonia (± 2000 SM). Pada buku tersebut terdapat beberapa pembahasan tentang dokter termasuk bagaimana dokter harus dibayar untuk pelayanan yang mereka berikan. Misalnya, pada kode 215-217 disebutkan bahwa seorang dokter yang telah menyembuhkan pasien yang luka parah atau melakukan bedah tumor maka dia akan menerima 10 uang perak, namun jika pasien tersebut orang miskin maka dia hanya menerima 5 uang perak, dan jika pasiennya adalah buruh maka dia akan menerima 2 uang perak dari majikannya. Pengaturan kompensasi dokter juga terjadi pada berbagai negara di dunia. Pada abad pertengahan di Eropa, dokter bekerja dan dibayar oleh pihak istana untuk melayani istana, serta dibayar oleh pihak gereja untuk melayani masyarakat miskin. Di Amerika, ada banyak sumber yang mencatat bagaimana dokter dibayar dan apakah kompensasi itu diatur atau tidak. Salah satu contohnya adalah pengaturan kompensasi dokter di Boston yang dibuat oleh Boston Medical Society sejak tahun 1780. Hal ini dibuat untuk mengurangi perilaku persaingan yang tidak sehat diantara para dokter. Regulasi itu mengatur upah minimal yang dapat diterima dokter, dan upah ini dapat lebih besar. Selain itu pasien hanya akan membayar untuk pelayanan yang disertakan obat-obatan dan prosedur tindakan. Aturan ini berlaku untuk setiap kunjungan yang disebut sebagai fee for service. Dalam perkembangannya biaya pengobatan menjadi tidak terkendali, biaya ke dokter cenderung naik meskipun situasi ekonomi sedang sulit. Misalnya, pada tahun 1795 dan 1806 saat pertumbuhan ekonomi sangat lambat, biaya ke dokter justru meningkat 50-60%. Tetapi besarnya kompensasi dokter di Amerika saat itu tidak merata, bergantung pada kondisi ekonomi setempat. Jika di Boston biaya ke dokter mahal, di South Carolina justru
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 7
sebaliknya, misalnya biaya amputasi tangan di Boston pada tahun 1806 sebesar $40.00 sedangkan di South Carolina tahun 1844 hanya $5.00. Di Kanada, kompensasi dokter pun mengalami peningkatan yang signifikan. Metode pembayaran kompensasi dilakukan dengan sistem gaji. Pada tahun 1653 seorang dokter bedah militer akan menerima total kompensasi sebesar 500 livre setahun untuk gajinya sebagai tentara, melayani 42 keluarga dan sebagai pengajar. Besarnya kompensasi ini adalah 17 kali lebih besar dibandingkan dengan upah minimal seorang pekerja saat itu. Kemudian pada pertengahan abad kedelapan belas, kompensasi dokter meningkat menjadi 2400 livre atau 60 kali lebih besar dibandingkan upah minimal pekerja. Pengaturan kompensasi dokter juga dilakukan di Australia dimulai pada pertengahan abad kesembilan belas oleh The Port Philip Medical Association. Besarnya kompensasi diatur berdasarkan tiga kelas yang berbeda. Kelas pertama ditujukan bagi orang kaya yang membayar dua hingga lima kali lebih besar dibandingkan kelas 3 untuk orang miskin pada jenis layanan yang sama. Sejak zaman Hipocrates sampai saat ini pelayanan kesehatan telah tumbuh dari pelayanan oleh individual dokter (healer) menjadi pelayanan oleh entitas yang melibatkan banyak orang, banyak disiplin, salah satunya dokter, dan kompleks. Metode membayar dokter pun turut berkembang dari metode tradisional seperti fee for service, salary dan kapitasi menjadi metode yang lebih modern seperti case mix, rbrvs dan pay for performance. Perkembangan metode pembiayaan dokter ini mengindikasikan bahwa perkembangan ilmu dan pelayanan kedokteran perlu diiringi dengan metode membayar dokter yang tepat agar peran strategis profesi dokter dapat diberdayakan untuk sebesar-besarnya kepentingan seluruh masyarakat. Sejarah pembayaran dokter di Indonesia seumur dengan sejarah dokter Indonesia yang diawali oleh Dokter Jawa, yang awalnya dididik sebagai mantri cacar oleh Pemerintah Hindia Belanda. Selanjutnya pendidikan Dokter Jawa ditingkatkan dan dokter lulusan STOVIA digaji 150 gulden per bulan, suatu jumlah yang sangat besar pada zaman itu. Karena kebutuhan masyarakat, dokter diberi wewenang untuk praktik partikelir di luar jam kerja dengan cara pembayaran fee for service (FFS). Dengan dua sumber pendapatan ini profesi dokter memiliki tingkat sosial-ekonomi yang jauh di atas rata-rata penduduk, sehingga tidak mengherankan bila banyak orang tua memimpikan anaknya menjadi dokter. Metode yang telah berlangsung lebih dari seratus tahun ini berlanjut sampai saat ini, tapi ada perbedaan yang mendasar. Saat ini sumber pendapatan dari kerja utama sebagai PNS tidak cukup untuk hidup layak, sehingga seorang dokter terpaksa harus melakukan kerja tambahan untuk mencukupi hidupnya. Tingginya demand pelayanan kesehatan dan adanya keterbatasan dokter menyebabkan tidak semua fasilitas kesehatan mempekerjakan dokter sebagai pegawai tetap. Kondisi ini menumbuhkan cara pembayaran baru, yaitu dokter bekerja paruh waktu di luar jam kerja utamanya dan diberi gaji setiap bulan yang besarnya ditentukan dari persentase tarif pelayanan medik. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 8
3. Persepsi Tentang Pendapatan dan Kerja Dokter Kita sering mendengar ungkapan ”Medicine is a science and an art”. Ungkapan ini menunjukkan bahwa seorang dokter dalam menjalankan profesinya dituntut tidak saja menguasai pengetahuan dan keterampilan tinggi, tapi juga dapat memadukan nalar, rasa dan pemahaman yang mendalam tentang kondisi pasiennya. Sehingga cara ia menangani masalah kesehatan yang sama pada dua individu bisa berbeda, meskipun sebenarnya ia melayani kedua pasien tersebut dengan kompetensi/kewenangan yang sama, bahkan dengan peralatan medis dan obat-obatan yang sama. Hal ini karena ia memahami bahwa ia sedang mengobati seorang manusia yang sedang menderita penyakit, bukan mengobati penyakit yang ada di manusia. Ungkapan “medicine is an art” perlu dipahami dalam konteks di atas. Pekerjaan dokter sangat terukur, langkah demi langkah mengikuti prosedur yang disusun berdasarkan bukti ilmiah. Dengan demikian seorang dokter tidak bisa mengaku dirinya sebagai seorang artis, dan kemudian menghargai layanannya sebagai suatu karya seni layaknya produk seorang artis yang seakan nilainya sangat subjektif dan tidak bisa diukur. Sebaliknya, kerja dan imbalan jasa untuk kerja dokter dapat dinilai secara objektif. Dokter dalam menjalankan profesinya dipayungi Undang-Undang Praktik Kedokteran. Ia diwajibkan mengikuti standar profesinya dan standar prosedur operasional yang berlaku. Standar prosedur operasional ini serba terukur dan karenanya setiap tindakan/prosedur medik dapat diperkirakan waktunya. Waktu untuk menjalankan profesinya mengikuti kaidah yang umum berlaku, 40 jam per minggu, dan mempertimbangkan keterbatasan seorang manusia. Tidak mungkin seorang dokter dapat bekerja nonstop 24 jam terus menerus tanpa istirahat, karena ini berdampak pada keselamatan pasien. Kerja profesi medik merupakan kerja profesional yang membutuhkan kerja fisik dan mental, harus membuat keputusan (judgement) dalam waktu cepat yang kadang kala menyangkut mati/hidup/kecacatan yang sering menimbulkan beban stres. (W. Shiao, 1988). Ia pun harus memiliki pengetahuan dan keterampilan tinggi sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Dengan gambaran ini produktivitas dokter per satuan waktu (hari, bulan, tahun) dapat dihitung. Bila produktivitas dapat dihitung berarti potensi kompensasi (pendapatan) seorang dokter pun dapat pula dihitung. Secara umum besarnya potensi pendapatan dokter setahun merupakan perkalian antara produktivitas dokter dengan jasa medik. Jasa medik adalah imbalan yang diberikan kepada dokter untuk suatu jenis layanan medik (dalam metode pembayaran FFS). Besarnya jasa medik seyogianya mempertimbangkan kemampuan dan kemauan masyarakat membayar (ability and willingness to pay). Pada hakekatnya kompensasi (pendapatan) dan jasa medik merupakan wujud dari tingkat penghargaan masyarakat pada profesi dokter dan bagaimana dokter sendiri menghargai profesinya. Idealnya jasa medik ini dapat memenuhi harapan kedua belah pihak. Pihak pasien/pembayar merasa puas dengan tarif layanan dan mutu layanan yang diterimanya, dan pihak pemberi layanan (dokter) merasa puas dengan penghargaan yang pantas untuk kerja profesionalnya (lihat gambar).
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 9
Dasar pemikiran ini yang dijadikan landasan untuk menjelaskan pasal 50 dan 53 Undangundang Praktik Kedokteran tentang hak/kewajiban dokter dan pasien melalui gambar berikut ini.
UU Praktik Kedokteran Kerja Profesi Medik Memberi imbalan jasa
Kerja fisik & mental, ketrampilan teknis, keputusan klinis, beban stress, sesuai kompetensi & kewenangan
Menerima imbalan jasa
Pasien
Waktu yang tersedia
Pemberi Layanan
Kemampuan & Kemauan membayar
Untuk menjalankan praktik setahun
Potensi Produktivitas menyajikan layanan medic setahun
Kenyataan/ Harapan
setahun
Potensi Kompensasi dari praktik kedokteran setahun
Rentang Jasa Medik Masuk akal, layak & berkeadilan
Gambar 1-1. Produktivitas dokter integral dengan kompensasi dokter Dengan melihat hubungan antara kerja dokter, waktu, produktivitas, kompensasi dan jasa medik, dapat dipahami bila produktivitas dokter merupakan bagian yang tak terpisahkan (integral) dari kompensasi, dan kompensasi dokter dirumuskan menjadi formula generik (Griffith, 2001) sebagai berikut.
Perspektif Dokter Menarik untuk mengetahui perspektif dokter tentang bagaimana seharusnya dokter dibayar dan apa alasannya. Berikut ini berbagai pandangan para dokter tentang kompensasi yang dihimpun dari berbagai sumber: 1. Dokter seyogianya dibayar sepadan dengan pola pendidikannya yang lebih lama dari profesi lain, dan sepadan dengan kewajiban belajar sepanjang hayat untuk memelihara dan mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya. Kewajiban ini tidak ada pada profesi lain. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 10
2. Dokter seyogianya dibayar lebih tinggi karena jam kerja dokter umumnya lebih tinggi dari jam kerja profesi lain. 3. Dokter yang menghasilkan pelayanan bermutu tinggi seyogianya dibayar lebih banyak dibandingkan dokter yang menghasilkan layanan yang berkualitas rendah. 4. Dokter yang menghasilkan kuantitas layanan banyak seyogianya dibayar lebih banyak dibandingkan dokter yang menghasilkan pelayanan yang lebih sedikit. 5. Pelayanan berupa prosedur atau tindakan medis seyogianya bukan satu-satunya faktor penentu bahwa dokter dibayar lebih dari dokter lainnya. 6. Cara pembayaran profesi dokter seyogianya tidak mengurangi otonomi profesi dokter dan tidak membatasi kebebasan profesi dokter dalam memilih dan memberi layanan medik yang dibutuhkan pasiennya. 7. Kompensasi yang diberikan pada profesi dokter seyogianya bukan bersadarkan status kepegawaian, kepangkatan atau institusi tempat dokter bekerja.
Perspektif Kebijakan Publik 1. Pembayaran dokter hendaknya tidak menjadi hambatan bagi individu pasien untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya. 2. Jasa profesi dokter seyogianya mempertimbangkan kemampuan masyarakat (ability to pay) dan kemauan masyarakat (willingness to pay) membayar pelayanan kesehatan, dan nilainya seyogianya wajar, masuk akal, dan berkeadilan. 3. Keseimbangan pendapatan antar-dokter dan antar-spesialisasi seyogianya dapat mendorong terwujudnya piramida pelayanan kesehatan (primary, secondary & tertiary care). 4. Keseimbangan pendapatan dokter antar-wilayah seyogianya dijaga agar pemerataan distribusi dokter di Indonesia dapat terwujud. 5. Kompensasi dokter integral dengan produktivitas dokter dan seyogianya dihitung berdasarkan kerja dokter dalam menjalankan praktik kedokteran dengan mempertimbangkan karakteristik profesi dokter, waktu dan intensitas kerja dokter, dan kontribusi dokter dalam pembangunan kesehatan. 6. Metode pembayaran dokter seyogianya dapat mendorong peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan kedokteran bagi sebesar-besarnya kepentingan individu pasien, dokter dan pembayar. 7. Metode untuk menentukan kompensasi dokter seyogianya mempertimbangkan produktivitas dan mutu layanan, mudah diterapkan, transparan dan akuntabel. 8. Kompensasi dokter dipengaruhi hukum ekonomi (supply and demand), sehingga harus dikawal dengan regulasi untuk menjamin ketersediaan dan distribusi dokter di seluruh wilayah Indonesia. 9. Dokter seyogianya menerima kompensasi yang seimbang dengan trias peran dokter (agent of change, angent of development & agent of treatment) yang sangat strategis dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan kesehatan nasional. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 11
4. Isu Strategis dan Kecenderungan Proporsi Pembiayaan Didominasi UKP Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, rata-rata 2,2% dari produk domestik bruto (PDB), masih jauh di bawah angka yang dianjurkan WHO maupun yang ditetapkan UU Kesehatan, yaitu paling sedikit 5% dari PDB setahun. Sebagian besar digunakan untuk belanja upaya kesehatan perorangan (UKP) yang didominasi upaya kuratif dan belanja obat, dan hanya sebagian kecil untuk upaya kesehatan masyarakat (UKM). Pembiayaan UKM yang rendah pada gilirannya menjadi bumerang dan membebani UKP, karena masalah kesehatan yang harusnya bisa dicegah kemudian menjadi penyakit yang harus diselesaikan di UKP. Rendahnya alokasi dana UKM ini, salah satunya karena UKM hasilnya baru tampak dalam jangka panjang, sangat berbeda dengan UKP yang hasilnya bisa segera dirasakan. Bila kedua upaya ini dikelola oleh satu institusi, biasanya alokasi dana UKM selalu kalah bersaing dengan UKP. Dalam era JKN perencanaan kebutuhan dana UKP menjadi lebih mudah dan pasti, karena berdasarkan jumlah populasi dan besaran iuran, dan selanjutnya dana ini akan dikelola oleh BPJS. Di sini tampak ada kecenderungan peran Pemerintah sebagai pelaksana UKP menurun dan seyogianya penurunan kapasitas ini dikompensasi untuk meningkatkan kapasitas UKM. Dengan demikian pembangunan kesehatan nasional ditopang oleh UKP dan UKM yang sama kuatnya.
Pelayanan Kesehatan Jadi Komoditas Pelayanan kesehatan telah menjadi komoditas, dalam arti hanya mereka yang memiliki uang yang bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Komoditas pun bukan komoditas biasa, tapi komoditas yang mahal dan harganya meningkat dari tahun ke tahun, sehingga membebani masyarakat, terutama masyarakat miskin dan masyarakat yang tidak mempunyai asuransi kesehatan. Biaya berobat telah menjadi penghalang (financial barrier) akses ke layanan kesehatan. WHO melaporkan 152 juta orang setahun yang bangkrut dan ekonomi keluarganya morat-marit karena mahalnya biaya kesehatan (financial catastrophy) dan 100 juta orang setahun yang jatuh miskin karena sakit (WHO, 2002). Munculnya gurauan SADIKIN (sakit sedikit jadi miskin) di masyarakat sebenarnya merepresentasikan kondisi yang dilaporkan WHO. Penerapan JKN menunjukkan keberadaan Negara yang ingin mengembalikan pelayanan kesehatan menjadi hak penduduk, dan untuk itu dibutuhkan banyak rambu-rambu regulasi yang harus dibuat untuk mendukung penerapan JKN.
Moral Hazards Dalam kondisi pelayanan kesehatan yang telah menjadi komoditas dan kentalnya konsumerisme, masyarakat dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah dalam mencari pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhannya, mengingat keterbatasan informasi yang dimilikinya (asimetry information). Seiring dengan itu masyarakat membayar secara out of pocket (OOP) dan fee for service (FFS) pada saat mereka membutuhkan pelayanan. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 12
Asimetry information, OOP, dan FFS secara bersamaan berpotensi memicu moral hazards. Indikasi moral hazards ini sebenarnya kasat mata kalau dilihat dari tingginya angka secio caesaria dan meningkatnya penggunaan obat-obat mahal. Dengan pembayaran secara praupaya dan kapitasi dalam JKN, kecenderungan moral hazards akan tetap ada, baik dari peserta JKN maupun dari pemberi layanan kesehatan. Oleh sebab itu penerapan JKN harus diiringi dengan kebijakan untuk menekan serendah mungkin terjadinya moral hazards ini.
Paradoks Pendapatan Dokter Survei IDI tahun 2007 menunjukkan keadaan yang bertentangan dengan kelaziman (paradoks), yaitu kerja utama (40 jam per minggu) hanya menghasilkan 15-20% dari total pendapatan dokter. Lazimnya kerja utama menjadi sumber pendapatan utama untuk memenuhi “kebutuhan hidup layak” (KHL), dan kerja tambahan hanya dilakukan bila seseorang ingin lebih dari cukup. Paradoks ini yang menyebabkan dokter terpaksa harus bekerja tambahan (praktik) diluar jam kerja utamanya, yang awalnya hanya untuk menutupi kebutuhan hidup kemudian diterima seolah-olah sebagai kelaziman. Implikasi dari kondisi ini adalah profesi dokter harus bekerja lebih lama dari profesi lainnya (58-65 jam per minggu), dokter lebih loyal pada kerja yang memberikan pendapatan terbesar (bias loyalitas), dokter lebih memilih berpraktik di lokasi yang dapat menjamin pendapatannya (maldistribusi), dan institusi tempat dokter bekerja paruh waktu tidak bertanggung jawab untuk membina dokter sehingga pembinaan dokter terabaikan. Dalam era JKN, fasilitas kesehatan (faskes) dilibatkan untuk menanggung risiko biaya kesehatan dan karena tidak mau merugi otomatis faskes akan mentransfer pula risiko ini ke dokter. Kondisi ini menumbuhkan kecenderungan dokter akan bekerja di satu institusi saja (monoloyalitas) yang berarti pula di masa depan pendapatan dokter berasal dari 1 sumber pendapatan saja.
Produktivitas Dokter Terabaikan Saat ini, produktivitas dan pola pelayanan dokter Indonesia terabaikan karena sebagian besar dokter bekerja di beberapa institusi. Misalnya: berapa rerata pasien yang dilayani setahun? Berapa rerata waktu tatap mukanya? Data sederhana ini saja sulit diperoleh atau tidak ada data nasional. Padahal data produktivitas dokter sangat diperlukan untuk merencanakan kebutuhan dokter dan menyusun sistem remunerasi dokter. Kondisi ini menunjukkan kalau kebutuhan dokter belum direncanakan dengan baik, dan belum ada sistem kompensasi/pendapat dokter yang memperhitungkan produktivitas dokter, misalnya per 1 FTE (Full Time Equivalent). Keberhasilan JKN diukur salah satunya dari akses penduduk ke faskes primer, artinya seluruh penduduk terbagi habis ke faskes primer. Jadi isu strategis dalam penerapan JKN adalah bagaimana mendorong pemerataan dan penyebaran dokter ke seluruh wilayah Indonesia. Kebijakan untuk menjawab isu ini tentunya membutuhkan dukungan data, dan salah satunya adalah data tentang produktivitas dan pola pelayanan dokter. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 13
Fragmentasi Pelayanan Kesehatan Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah mendorong tumbuhnya percabangan ilmu kedokteran dan berlanjut menjadi fragmentasi pelayanan kesehatan. Pelayanan tradisional diwarnai dengan model hubungan one to one, yang terjadi karena pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan pasien melekat pada diri seorang dokter. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah mengubah model hubungan ini menjadi hubungan many to one, dalam arti beberapa spesialis yang memiliki kompetensi berbeda bersama-sama menangani masalah kesehatan seorang pasien. Dalam pembayaran FFS fragmentasi pelayanan ini menguntungkan dokter namun membebani pasien, misalnya seorang pasien yang dirawat 4 spesialis biaya dokternya menjadi 4 kali lipat. Dalam era JKN karena faskes dilibatkan dalam menanggung risiko finansial, maka ada kecenderungan faskes akan menata ulang tata cara pelayanan pasiennya dan cara membayar dokternya. Kondisi ini akan mendorong faskes untuk membuat suatu sistem remunerasi untuk seluruh personilnya, termasuk sistem remunerasi dokter.
Status, Pendapatan, Dan Karir Dokter Tidak Jelas Pada tahun 60an, masuk ke fakultas kedokteran gratis (malah sebagian mendapat uang saku/beasiswa). Setelah lulus semuanya ditampung menjadi dokter PNS/ABRI dan mendapat gaji plus fasilitas lain yang cukup untuk hidup layak. Karena punya ”privilege” menjalankan praktik pribadi untuk mendapat tambahan penghasilan secara resmi, maka tingkat ekonomi profesi dokter lebih tinggi dari PNS lainya. Kini keadaan telah berubah! Untuk menjadi dokter dibutuhkan modal 200-300 juta. Begitu lulus para dokter baru menanggung beban finansial akibat proses pendidikannya dan ia dihadapkan pada pasar tenaga kerja yang tidak informatif, tidak jelas karir dan pendapatannya sebagai seorang dokter. Sekitar 10% dokter dari sekitar 5000 lulusan dokter yang direkrut sebagai PNS, gajinya tidak mencukupi untuk hidup layak sehingga praktik pribadi menjadi keharusan dan sumber pendapatan utama. Dalam ketidakpastian karir dan pendapatan ini, para dokter memilih menjadi spesialis sebagai pilihan untuk mengamankan pendapatan dan masa depannya. Penerapan JKN membutuhkan sistem pelayanan kesehatan berorientasi pelayanan primer. Dalam sistem ini dapat dipastikan mayoritas dokter Indonesia adalah dokter layanan primer (DLP). Data dari tahun 60an sampai saat ini menunjukkan kecenderungan proporsi dokter PNS terus menurun dan saat ini mayoritas dokter adalah non-PNS. Kecenderungan menurunnya dokter yang menjadi PNS dapat dimengerti, karena sebenarnya dokter termasuk kategori self-employed profesion. Kecenderungan ini harus menjadi pertimbangan utama dalam mengembangkan model entitas praktik dokter di wilayah pekotaan, pedesaan dan daerah terpencil dalam era JKN.
Kesenjangan Pendapatan Antar-dokter Kondisi carut-marutnya sistem pelayanan kesehatan dan pembayaran yang didominasi oleh FFS telah mendorong terjadinya persaingan yang tidak sehat antar-dokter. Bila pada tahun METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 14
60-70an kesenjangan antar-dokter tidak begitu besar, kini kesenjangan pendapatan antardokter dan antar-spesialisasi menjadi sangat besar, apalagi kesenjangan antara dokter spesialis (DSP) dengan dokter praktik umum. Survei IDI pada tahun 2007 menunjukkan pendapatan dokter spesialis 8-244 kali pendapatan dokter praktik umum. Di negara OECD kisarannya hanya 1.0 – 1.8 kali dan di USA kisarannya 1,5-3,8 kali. Isu kesenjangan dokter ini merupakan isu krusial yang dapat menghambat keberhasilan penerapan JKN. Mengingat dalam era JKN dokter layanan primer (DLP) ditempatkan sebagai fondasi sistem pelayanan kesehatan dan harus tersedia merata di seluruh tanah air, maka harus ada kebijakan yang menjadikan DLP sebagai profesi yang atraktif dari segi karir, pendapatan, dan perannya di masyarakat. Salah satu kebijakan untuk menjamin eksistensi DLP adalah jaminan pendapatan yang relatif tidak jauh berbeda dengan dokter spesialis.
5. Istilah dan Batasan Kompensasi: Adalah penghargaan berbentuk finansial (uang) dan non-finansial (bukan uang) yang langsung dan tidak langsung diberikan kepada seseorang sebagai imbalan untuk suatu pekerjaan, dengan mempertimbangkan nilai pekerjaaan tersebut serta kontribusi dan kinerja seorang dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. Kompensasi langsung biasanya berbentuk pendapatan per periodik (pendapatan dasar plus insentif yang terkait dengan produktivitas), sedangkan kompensasi tidak langsung berbentuk manfaat/imbalan tambahan yang punya nilai ekonomi (fringe benefits), misalnya: tunjangan kesehatan, jamsostek, THR, bonus tahunan, mobil perusahaan, program kepemilikan rumah, tunjangan telepon seluler, dan lain-lain. Manfaat tambahan (fringe benefits) Adalah fasilitas tambahan yang diberikan kepada dokter, yang mempunyai nilai finansial, tetapi tidak dibayarkan secara langsung kepada dokter, seperti asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi malpraktik, biaya CPD, perumahan, kendaraan, dan lain lain. Fringe benefits biasanya diberikan untuk menjadi daya tarik dan untuk menahan dokter agar betah dan tidak pindah ke institusi lain. Gaji Adalah kompensasi bersifat pasti dan dibayarkan pada waktu yang tetap (mingguan, dua mingguan atau bulanan). Banyak gaji yang mencakup juga manfaat/imbalan tambahan seperti tunjangan transport, perumahan, kemahalan, dan kesehatan, dan tunjangan lainnyanya. Honorarium Adalah sejumlah uang (fee) yang diberikan kepada seorang profesional untuk suatu pelayanan, seperti pembicara seminar, pengajar tamu dan lain-lainnya yang biasanya pelaksanaannya hanya sesekali saja. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 15
Jasa medik (medical fee): Adalah imbalan yang diterima dokter untuk setiap layanan medis yang diberikan kepada pasiennya (pada cara pembayaran fee for service). Insentif Adalah sejumlah rupiah (fee) di luar gaji yang diberikan atas pencapaian seseorang dengan memakai indikator tertentu. Sistem remunerasi/sistem kompensasi/sistem penggajian Adalah tata cara suatu organisasi untuk membayar seseorang yang terikat ikatan kerja dengan organisasi tersebut. Tata cara ini umumnya menggabungkan beberapa metode pembayaran dengan tujuan meningkatkan kinerja dan produktivitas. Dalam organisasi pemerintahan Indonesia, sistem remunerasi adalah tata cara memberikan imbalan tambahan di luar gaji PNS yang sudah diatur di PGPNS.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 16
II.
DOKTER LAYANAN PRIMER
1. Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan adalah perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah berdasarkan prinsip asuransi kesehatan sosial. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) harus ditopang oleh dua sistem, yaitu sistem pembiayaan kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan. Kedua sistem ini harus dapat diintegrasikan untuk menjamin hak masyarakat memperoleh akses ke pelayanan kesehatan bermutu. Sistem pembiayaan kesehatan Sistem pembiayaan kesehatan memiliki 3 fungsi utama, yaitu: mengumpulkan dana dari peserta (collecting), menghimpun dana dan meminimalkan risiko (risk polling), dan membeli dan menyediakan layanan kesehatan untuk melayani peserta (purchasing). Ketiga fungsi ini dilaksanakan berlandaskan pada kaidah dan prinsip asuransi kesehatan sosial.
Gambar 2-1. Sistem pembiayaan kesehatan Ketiga fungsi ini akan dilaksanakan oleh sebuah badan hukum publik, yaitu badan penyelenggara jaminan sosial bidang kesehatan (BPJS) yang merupakan transformasi PT Askes menurut amanat UU BPJS. BPJS berfungsi mengumpulkan dana dari pembayar (payor) dengan mekanisme tertentu, mengelola dana tersebut, serta menyeleksi dan mengontrak pemberi layanan kesehatan (provider) untuk melayani peserta JKN. Dengan mekanisme ini tidak ada hambatan akses finansial untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Lihat gambar). Adanya JKN tidak berarti peserta sama sekali terbebas dari hambatan finansial, karena peserta tetap harus menanggung biaya tidak langsung. Untuk meminimalkan pengeluarkan
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 17
biaya tidak langsung ini, BPJS harus mengupayakan ketersediaan provider sedekat mungkin atau di tengah masyarakat. Sistem pelayanan kesehatan berbasis pelayanan primer Sistem pelayanan kesehatan berbasis pelayanan primer adalah sistem pelayanan kedokteran yang bertumpu pada konsep primary health care (PHC). Sistem ini ditata menjadi 3 strata sesuai dengan pola pencarian pelayanan kesehatan di masyarakat. Strata pertama berfungsi sebagai mitra masyarakat dalam menerapkan perilaku hidup sehat, memelihara kesehatan dan mengatasi sebagian besar masalah kesehatan sehari-hari. Karena fungsinya ini entitas strata pertama harus berada di tengah atau sedekat mungkin dengan masyarakat yang dilayani. Strata kedua berfungsi mendukung (back-up) strata pertama, untuk mengatasi masalah kesehatan yang tidak dapat diselesaikan di strata pertama. Strata ketiga merupakan pusat rujukan untuk mengatasi kasus-kasus langka yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan peralatan medik yang sangat spesifik. Fungsi ini menjadikan strata ketiga sebagai pusat rujukan dan juga pusat penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran (center of excellence). Dalam fasilitas kesehatan yang tertata seperti ini masyarakat wajib mendaftarkan diri ke satu point of care strata pertama yang berada di wilayahnya dan selanjutnya memanfaatkan point of care tersebut bila ia membutuhkan pelayanan kesehatan. Sistem pelayanan kedokteran dengan ciri-ciri seperti di atas disebut sistem pelayanan kedokteran berorientasi pada pelayanan primer. Gambar berikut ini adalah visualisasinya.
Gambar 2-2. Kerangka konsep sistem pelayanan kesehatan berbasis pelayanan primer
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 18
2. Peranan Dan Kedudukan DLP Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Dokter Layanan Primer (DLP) adalah dokter yang memiliki kompetensi luas tentang beragam disiplin ilmu kedokteran, tetapi tidak sedalam spesialis bidang tersebut, yang diperoleh melalui pendidikan setara spesialis dan ranah kerjanya di strata primer. DLP berperan sebagai ujung tombak atau pintu masuk masyarakat ke sistem pelayanan kesehatan dan berfungsi menyelesaikan sebagian besar masalah kesehatan individu dan keluarga. Ia berperan sebagai mitra, pembina, pemberi layanan, dan koordinator segala kebutuhan pelayanan kesehatan dari komunitas yang dibinanya. Peran ini mengharuskan DLP berdomisili dan berpraktik di tengah masyarakat atau sedekat mungkin dengan masyarakat yang dilayaninya. Dengan kata lain, peranan dan kedudukan DLP adalah dokter yang ditempatkan di tengah masyarakat untuk melaksanakan trias peranan dokter, yaitu agent of change, agent of development, dan agent of treatment. Saat ini yang disebut DLP adalah semua dokter non-spesialis yang berpraktik di strata pertama. Para dokter ini, yang jumlahnya + 80.000an bekerja di puskesmas, klinik, dan klinik 24, dan praktik sendiri. Kompetensi para dokter ini sangat heterogen dan belum sepenuhnya dapat menjalankan peranan sebagai gatekeeper program JKN.
3. Lingkup Pelayanan DLP Pelayanan DLP merupakan pelayanan kontak pertama dalam arti pelayanan yang pertama kali dikunjungi masyarakat bila ia membutuhkan layanan kesehatan, baik untuk keperluan pemeliharaan dan pencegahan penyakit di kala sehat maupun keperluan pengobatan di kala sakit. Idealnya DLP dapat menyediakan 20 jenis pelayanan di bawah ini dengan mutu dan standar yang sama baiknya untuk melayani peserta JKN (Lihat lampiran 1). 1). Penilaian Status Kesehatan Pribadi (Wellnes Checkup) Penilaian faktor risiko, pemeriksaan fisik dan wellness setiap peserta JKN untuk memperoleh profil kesehatan pribadi guna merancang program proaktif yang spesifik bagi setiap peserta JKN. 2). Program Proaktif Pengendalian Penyakit/Kondisi Khusus Program promotif-preventif yang dilaksanakan secara proaktif untuk mengendalikan penyakit atau kondisi khusus, seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, kegemukan, merokok, dan lain-lainnya. 3). Pendidikan Kesehatan Program pendidikan kesehatan untuk modifikasi gaya hidup, mengendalikan faktor risiko, seperti konseling individu, pembinaan keluarga, edukasi kelompok, mini seminar, brosur/e-brosur.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 19
4). Pencegahan Kegiatan preventif untuk melindungi peserta dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, skrening dan detekni dini sebelum penyakit bergejala. 5). Pemeliharaan Kesehatan Bayi Dan Anak Balita Pemeriksaan rutin pada bayi dan anak balita, seperti memantau pertumbuhan, status imunisasi dan gizi, perkembangan motorik, dan memberikan nasehat tentang perawatan, nutrisi, dan psikologi agar tercapai pertumbuhan yang optimal. 6). Pemeliharaan Kesehatan Anak Usia Sekolah Bekerja sama dengan puskesmas dan sekolah yang berada di wilayah praktiknya untuk melaksanakan pemeriksaan rutin dan deteksi dini masalah kesehatan anak usia sekolah. 7) Pemeliharaan Kesehatan Wanita Dan Kesehatan Reproduksi Melaksanakan pemeriksaan rutin, deteksi dini, dan pengelolaan masalah kesehatan yang khusus ada pada wanita, seperti deteksi dini kanker mulut rahim, kanker payudara, dan sindroma menopause, serta menyediakan pelayanan KB. 8). Pemeliharaan Kesehatan Lansia Melaksanakan pemeriksaan rutin bagi mereka yang termasuk kelompok lansia untuk deteksi dini dan mengelola masalah kesehatan yang sering ditemui di usia lanjut, seperti pembesaran prostat, penyakit degeneratif, dan lain-lainnya. 9). Pemeriksan Antenatal/ Postnatal dan Persalinan Melakukan pemeriksaan rutin pada peserta yang hamil agar diperoleh kehamilan yang baik dan persalinan yang aman. 10). Konsultasi, Diagnosis, dan Pengobatan Memberikan layanan konsultasi dan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, menegakkan diagnosis, pengobatan, dan tindakan medis yang sesuai dengan kompetensi dan kewenangan DLP. 11). Peresepan Obat Meresepkan obat-obatan secara rasional sesuai dengan kebutuhan medis peserta dan mengutamakan penggunaan obat esensial dan obat generik yang terdapat di dalam Formularium Obat Pelayanan Primer. 12). Tindakan Medis Melakukan tindak medis yang menjadi kompetensi dan kewenangannya, antara lain tindakan bedah kecil (ekstirpasi, insisi, sirkumsisi), injeksi, resusitasi. 13). Penunjang Diagnostik Melakukan pemeriksaan penunjang diagnostik seperti laboratorium untuk layanan strata pertama, elektrokardiografi, ultrasonografi, dan fasilitas penunjang lainnya.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 20
14). Rehabilitasi Medik Menyediakan perawatan rehabilitasi medik bagi penderita pasca-stroke, pascabedah, dan kondisi lainnya. Perawatan rehabilitasi medik ini sebatas kompetensi DLP dan timnya dan dapat dilakukan di tempat praktik atau di rumah peserta. 15). Kunjungan Rumah Melakukan kunjungan rumah untuk memberikan layanan bila kondisi mitra, karena alasan medis, tidak memungkinkannya datang ke praktik DLP. 16). Perawatan di Rumah Peserta dapat minta dirawat di rumah karena pertimbangan ekonomi, kenyamanan, termasuk untuk akhir kehidupan, dan DLP akan menyetujui permintaan tersebut bila secara medis memungkinkan. 17). Kunjungan Ke Rumah Sakit DLP akan mengunjungi peserta yang dirawat di rumah sakit untuk menjelaskan riwayat penyakit mitra kepada dokter yang merawat dan memantau perawatan mitra. 18). Layanan Mendesak/Gawat Darurat DLP siap untuk memberikan layanan mendesak atau gawat darurat yang sewaktu-waktu terjadi di tempat praktik, seperti mengatasi syok atau asma akut. 19) Koordinasi dan fasilitasi rujukan DLP menyiapkan data, surat dan kondisi peserta, dan menghubungi dokter di fasilitas kesehatan rujukan untuk mengkoordinasikan kebutuhan pasiennya. 20) Ambulans Sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, praktik DLP dapat dilengkapi dengan layanan ambulans untuk kemudahan dan kenyamanan transportasi peserta yang memiliki kondisi khusus.
4. Potensi Produktivitas DLP 1 Full Time Equivalent DLP Produktivitas DLP terkait langsung dengan waktu efektif yang tersedia untuk melayani pasien. Sebagaimana profesi lainnya, DLP bekerja 40 jam per minggu, atau 8 jam per hari sepanjang hari kerja setahun. Sebagaimana di banyak negara, karena sifat pekerjaannya, profesi dokter mempunyai jam kerja yang lebih panjang dari profesi lainnya. Dengan memperhitungkan jumlah hari libur nasional, Sabtu/Minggu, cuti tahunan, maka waktu kerja DLP adalah sekitar 2.268 jam/tahun (Lihat tabel). Dengan acuan jam kerja tersebut, pada kajian yang dilakukan di satu klinik yang hasilnya dibandingkan data dari beberapa negara diperoleh gambaran bahwa idealnya alokasi waktu kerja DLP terbesar adalah untuk kegiatan tatap muka dengan pasiennya (face to face/F2F). Sisa waktunya digunakan untuk kegiatan pendukung, seperti CPD, dan administrasi. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 21
Pada tabel berikut ini disajikan kegiatan rutin DLP dalam memanfaatkan 2.268 jam waktu kerjanya dengan proporsi waktu yang ideal, yaitu 80% untuk tatap muka melayani pasien (peserta baru, kasus baru, kasus lama, edukasi, tindakan medik, dan kunjungan rumah), dan 20% untuk kegiatan lain. Dengan proporsi waktu tersebut DLP dapat melayani 7.180 kunjungan atau sekitar 28 kunjungan per hari dengan variasi waktu tatap muka yang berbeda. Produktivitas ini dipengaruhi oleh keterampilan, cara kerja, standar sarana dan perangkat kerja, serta dukungan dari tim kerja DLP. Pada Tabel 2-1 di bawah ini, tampak bahwa potensi produktivitas seorang DLP dalam setahun adalah sekitar 7.180 kunjungan (dibulatkan menjadi 7.200 kunjungan). Angka ini disebut 1 full time equivalent atau 1 FTE. Tabel 2-1 Potensi produktivitas seorang dokter layanan primer Proporsi waktu
Kegiatan Rutin DLP 1. Melayani pasien (F2F) a. Peserta baru b. Kasus baru c. Kasus lama d. Edukasi e. Tindakan medik f. Kunjungan rumah Subtotal 2. CPD 3. Administrasi 4. Lain-lain Subtotal Total
Waktu tersedia Rerata tatap muka Produktivitas per tahun per kunjungan per tahun (jam) (menit) (kunjungan)
6% 30% 18% 12% 6% 8% 80% 10% 5% 5% 20% 100%
136 680 408 272 136 181 1,814 227 113 113 454 2,268
30 14 8 30 40 60
272 2,916 3,062 544 204 181 7,180
Pemanfaatan layanan kesehatan peserta JKN Untuk menggambarkan pemanfaatan (utilization) layanan kesehatan, biasanya digunakan angka kunjungan per orang per tahun (contact rate/person/year), yaitu jumlah kunjungan rata-rata peserta ke entitas pelayanan primer per tahunnya. Seorang DLP yang mengayomi 2000 peserta dan dalam setahun melayani 7400 kunjungan, maka angka kunjungan DLP tersebut adalah 7400/2000 atau 3,7 kunjungan/orang-tahun adalah. Angka ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti ciri demografi, pola penyakit, daya beli masyarakat, ketersediaan dan kemudahan akses ke sarana kesehatan, dan lain-lainnya. Di bawah ini adalah perbandingan utilization beberapa pengelola managed care. Tabel 2-2. Berbagai tingkat pemanfaatan (utilization) managed care
Angka kunjungan per orang per tahun)
NHS
HMO (USA)
Average USA
Pertamina
PT Askes
4,4
7-9
5
5-16
1,8
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 22
Catatan: Angka kunjungan/orang/tahun PT Askes dikonversi dari data kunjungan rawat jalan per bulan sebesar 15% yang tercantum dalam Pedoman Pelaksanaan Askeskin 2005. Rendahnya angka pemanfaatan PT Askes dapat disebabkan antara lain oleh masih adanya hambatan finansial tidak langsung (transport, opportunity cost), pelayanan hanya kuratif saja dan tidak proaktif, sebagian peserta tidak menggunakan fasilitas yang disediakan karena mutunya tidak memenuhi harapan. Dalam perjanjian kerja sama BPJS dan DLP dengan pembayaran kapitasi, seyogianya tercantum tingkat pemanfaatan yang disepakati yang setidaknya mencakup 3 angka berikut ini. Angka kunjungan per orang per tahun (contact rate per person per year) yang menggambarkan keseringan (frekuensi) masyarakat memanfaatkan (mengunjungi) entitas pelayanan primer, dan berimplikasi pada beban kerja yang harus dilayani DLP. Service use rate, yaitu jumlah rata-rata pemanfaatan setiap jenis layanan (resep, pemeriksaan laboratorium, usg, ekg dan lain-lainnya) yang diberikan kepada peserta yang berkunjung ke DLP dalam satu tahun. Participation rate, yaitu angka yang menggambarkan seberapa banyak peserta dari total komunitas binaan DLP yang berkunjung ke DLP dalam satu tahun. Tiga angka ini menjadi acuan bagi kedua belah pihak untuk melihat tingkat pemanfaatan, baik untuk kepentingan monitoring dan evaluasi, menentukan bonus atau penalti, atau mengoreksi angka pemanfaatan dan kapitasi pada periode berikutnya. Patut diingat peran DLP sebagai gatekeeper dan pola kerja DLP yang proaktif ini sangat berbeda dengan peran dan pola praktik dokter umum saat ini, sehingga dapat dipastikan kunjungan dan beban kerja DLP lebih tinggi dari angka yang digunakan PT Askes. Untuk kepentingan perencanaan dan evaluasi beban kerja DLP, seyogianya digunakan angka kontak per orang-tahun sebanyak 3-4 kali dan bukan angka PT Askes sebanyak 1,8 kali. Angka ini berdasarkan pengamatan di klinik dokter keluarga yang bekerja secara proaktif. Occupancy rate DLP Occupancy rate atau angka okupansi DLP adalah persentase jumlah kunjungan yang dilayani DLP dalam 1 tahun terhadap potensi produktivitasnya dalam kerja penuh waktu selama 1 tahun (1 FTE). Sebagai contoh, seorang DLP mempunyai 2500 peserta JKN. Dengan asumsi angka kunjungan populasi tersebut adalah 3 kali/peserta-tahun, maka perkiraan kunjungan setahun adalah 2500 x 3 = 7.500 kunjungan. Sementara itu, pada Tabel 2-1, tampak bahwa 1 FTE untuk seorang DLP adalah 7.200 kunjungan, maka angka kesibukan DLP adalah 7.500/7.200 = 104%. Angka okupansi DLP tersebut menunjukkan bahwa bila rerata kontak 3 kali/peserta/tahun maka beban kerja yang ditimbulkan komunitas binaan DLP telah melampaui kapasitas DLP. Kelebihan 4% ini masih bisa diterima mengingat proporsi tatap muka DLP adalah 80% (lihat Tabel 2-1). Jadi DLP masih bisa menyerap kelebihan kunjungan ini dengan mengurangi METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 23
kegiatan CPD, atau mengefisienkan kerja administrasinya, dan secara bersamaan DLP juga perlu mengendalikan pemanfaatan yang berlebihan dari beberapa pasiennya. Contoh ini menunjukkan bahwa seorang DLP yang mempunyai 2.500 peserta, seluruh jam kerjanya sudah habis terpakai untuk melayani komunitas binaannya. Tidak tersedia waktu untuk melayani pasien nonpeserta. Hal ini berarti DLP hanya mempunyai 1 sumber pendapatan, yaitu kapitasi dari peserta yang terdaftar di komunitas binaannya. Jadi ada hubungan langsung antara FTE, jam kerja DLP, dan jumlah komunitas binaan DLP seperti tabel berikut ini. Tabel 2-3. Hubungan antara produktivitas DLP dan jumlah komunitas binaannya FTE
Jam Kerja DLP Per Minggu
Jumlah Komunitas Binaan
1 0.8 0.6 0.4
40 32 24 16
2,500 2,000 1,500 1,000
5. Entitas Praktik DLP Praktik dokter pada hakekatnya memiliki banyak dimensi, yaitu: tempat bertemunya ilmu kedokteran dengan masyarakat yang selalu diwarnai ketidakpastian (uncertainty), dominasi pemberi layanan (asymmetry information), dan eksternalitis tempat dokter berkarya dan mengabdikan ilmu dan keterampilannya untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasiennya suatu entitas bisnis tempat pengetahuan, keterampilan, dan waktu dokter dimanfaatkan dalam bentuk jasa pelayanan kesehatan. sarana pelayanan yang mengandung muatan sosial dan kemanusian, serta sering diberi muatan politik yang menggiring persepsi seolah-olah pelayanan kesehatan adalah suatu kegiatan pengabdian dan dapat diselenggarakan secara gratis. merupakan sumber nafkah bagi dokter dan timnya, dan dimensi ini sering dibenturkan dengan dimensi lain sehingga seolah-olah pemberi pelayanan tidak perlu dibayar. Berbagai dimensi ini menyebabkan pelayanan kesehatan tidak mengikuti hukum pasar dan oleh sebab itu dibutuhkan campur tangan negara untuk mengaturnya. Dalam tatanan kapitalis seperti situasi sekarang, suatu praktik dokter memerlukan izin usaha, modal, biaya operasional dan personil, mempunyai pelanggan, bisa untung atau merugi, bisa berkembang atau ditutup bila tidak diminati pelanggan. Dengan demikian tampak bahwa walaupun mengandung muatan sosial dan kemanusiaan, praktik dokter bukan sesuatu yang dapat diselenggarakan tanpa biaya.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 24
DLP menjadi business owner dari praktiknya Bentuk praktik DLP pada hakekatnya ditentukan oleh karakteristik yang melekat pada DLP itu sendiri, yaitu: 1. DLP atau dokter termasuk kategori self-employed profession atau profesi yang dapat mempekerjakan dirinya sendiri karena jasa pelayanan yang dibutuhkan masyarakat pada dasarnya adalah pengejawantahan pengetahuan, ketrampilan, etika dan waktu yang dimiliki oleh DLP. 2. Waktu tatap muka DLP sangat menentukan pendapatan entitas praktik DLP. Oleh sebab lazimnya DLP akan merekrut profesi lain menjadi tim kerjanya agar ia dapat memperluas lingkup pelayanan dan waktu tatap muka dengan pasiennya. 3. Peranan DLP sebagai ujung tombak pelayanan mengharuskan dirinya berdomisili dan berpraktik di tengah masyarakat dan menjadi bagian dari masyarakat yang dilayaninya. Karakteristik DLP di atas yang menjadi landasan regulasi di banyak negera yang menetapkan praktik DLP, apakah berbentuk medical group atau klinik, harus dimiliki oleh DLP yang menjalankan praktik. Dengan kata lain, DLP adalah business owner dari entitas praktiknya. Di Indonesia pun, harus diupayakan kebijakan yang mengatur bentuk praktik DLP sesuai karakteristik di atas. DLP dapat memilih 3 bentuk praktik yang sesuai dengan kondisi tempat ia akan berpraktik, yaitu praktik sendiri, praktik bersama, atau praktik bersama dengan jejaring. Mengingat praktik dokter adalah sumber nafkah, tentunya ada ekspektasi pendapatan yang akan diterimanya. Oleh sebab itu bentuk praktik manapun yang dipilih, ada 4 komponen biaya yang selalu harus diperhitungkan, yaitu: 1. Biaya operasional praktik (ruangan, personil, material habis pakai, prasarana gedung (telpon, listrik, air), rumah tangga kantor, marketing, dan lain-lain) 2. Biaya untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi profesi dokter dan tim kerjanya (asuransi malpraktek, lisensi, sertifikasi, registrasi, seminar/pelatihan, jurnal, iuran profesi, dan lain-lain) 3. Biaya jaminan sosial (tabungan hari tua/pensiun, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, tabungan pendidikan) 4. Biaya hidup untuk dirinya dan keluarga. Berbagai komponen biaya ini sangat penting karena menjadi dasar untuk menghitung kapitasi dan tarif layanan. Pengetahuan tentang komponen biaya ini serta pengetahuan tentang peranan dan kedudukan DLP, lingkup pelayanan DLP dan potensi produktivitas DLP, sangat diperlukan untuk memahami mengapa entitas praktik DLP seharusnya tidak melibatkan investor. DLP menjadi pegawai pemerintah Pilihan menjadi business owner dari praktiknya berarti DLP harus menyediakan segala kebutuhan termasuk modal kerja untuk memulai praktiknya, mempunyai kemampuan manajemen untuk mengelola praktiknya, dan mau menyediakan waktu untuk pekerjaan METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 25
administrasi dan manajemen. Bagi DLP yang tidak menyukai pekerjaan administrasi dan manajemen, maka mereka lebih memilih menjadi pegawai pemerintah dan ditempatkan di fasilitas kesehatan primer milik pemerintah.
6. Hubungan Praktik DLP dengan UKM DLP bertanggung jawab memelihara kesehatan komunitas binaannya. Bila ada peserta yang menderita penyakit menular, DLP akan mengobati pasien hingga sembuh dan ia akan melakukan tindakan pencegahan dan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya agar penyakit menular tidak menyebar ke lingkungan keluarga dan masyarakat. DLP pun wajib melaporkan kejadian penyakit menular tersebut ke penanggung jawab UKM setempat (puskesmas). Puskesmas akan mengolah informasi ini dan selanjutnya melaksanakan upaya promotif dan preventif yang diperlukan untuk melindungi masyarakat di wilayahnya dari kemungkinan tertular penyakit tersebut. Untuk memperjelas peran DLP dan puskesmas disajikan ilustrasi kasus penyakit menular dan penyakit tidak menular berikut ini sebagai contoh: Selagi menjalankan praktik, DLP menemukan seorang pasien yang menderita demam berdarah. Karena kondisi pasien membutuhkan perawatan yang intensif, ia memutuskan untuk mengirim pasien ke rumah sakit untuk mendapat perawatan yang baik. Selanjutnya ia memberi laporan ke puskesmas yang wilayah kerjanya mencakup domisili pasiennya. Segera setelah menerima laporan dari DLP tersebut petugas puskesmas meninjau rumah pasien dan lingkungannya. Dari pengamatan di lapangan kemudian petugas puskesmas memutuskan untuk melakukan fogging terbatas di lingkungan sekitar rumah pasien.
Dalam mekanisme ini Puskesmas dan DLP bersinergi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sesuai dengan peranannya masing-masing.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 26
III.
METODE MEMBAYAR DOKTER
JC Robinson, 2001 mengatakan ”There are many mechanisms for paying physicians, some are good and some are bad. The worst are fee for service, capitation and salary”. Ungkapan in menunjukkan bahwa tidak ada satu metode yang dapat memuaskan semua pihak. Ketiga metode yang saat ini digunakan di banyak negara memiliki prinsip dasar yang berbeda. METODE
SALARY
FEE FO SERVICE
CAPITATION
CASE PAYMENT
PRINSIP DASAR
Time-based
Service-based
Population-based
Case-based
Case payment memiliki kesamaan konsep dengan kapitasi dalam hal transfer risiko ke pemberi pelayanan, tetapi pembayarannya per kasus atau per episode pelayanan. Setiap metode membayar dokter ini memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, dan dokter sebagai pelaku ekonomi bereaksi sejalan dengan ciri setiap metode membayar yang diberlakukan. Dengan demikian, pilihan metode sangat ditentukan oleh kondisi setempat dan apa yang ingin dicapai. Ciri setiap metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 3-1. Tabel 3-1. Dampak berbagai metode membayar dokter terhadap dokter maupun pasien Ciri Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan yang sebanyakbanyaknya Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan berkualitas yang setinggi-tingginya Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk mengendalikan atau menurunkan biaya kesehatan. Akses pasien untuk mendapat pelayanan tidak terhambat Hak pasien memilih dokter dan memilih layanan relatif bebas Administrasi metode ini mudah dan tidak mahal Metode pembayaran ini memerlukan dukungan sistem informasi dan sistem akuntansi yang canggih Catatan: T = Tinggi, S = Sedang, R = Rendah
Salary
FFS
Kapitasi
Case payment
S
T
S
S
S
T
S
S
R
R
T
T
T
S
S
S
R
T
S
S
T
S
T
S
R
T
R
T
Untuk memberi gambaran tentang kelebihan dan kekurangan setiap metode membayar dokter, berikut ini disajikan penjelasan lebih lanjut tentang setiap metode membayar dokter tersebut. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 27
1. Salary Metode salary merupakan metode yang paling sederhana. Dalam metode ini, dokter menerima pembayaran yang nilainya tetap untuk jam kerja tertentu secara periodik (umumnya bulanan) setelah ia melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Nilai atau besar pendapatan telah ditentukan di muka berdasarkan berbagai faktor, seperti golongan kepangkatan, masa kerja, dan kualifikasi lainnya. Pada dasarnya metode gaji atau salary adalah membayar waktu kerja (time-based) dan tidak bergantung pada produktivitas dan kualitas kerja yang dihasilkan dokter, dalam arti banyak atau sedikitnya pasien yang dilayani dokter tidak mempengaruhi pendapatannya. Sifat alami yang melekat pada time-based adalah dokter tidak memperoleh insentif finansial bila ia melayani pasien lebih banyak, melakukan tindakan medik lebih banyak atau menghabiskan waktu lebih lama untuk kepentingan pasiennya. Segi positif metode salary Bagi dokter: Memberi kepastian pendapatan bagi dokter, baik jumlah, waktu pembayaran maupun jam kerjanya. Memberi autonomi profesi yang luas karena dokter tidak dibatasi dalam menegakkan diagnosis dan melaksanakan pengobatan. Dokter tidak terdorong untuk memberikan pengobatan yang berlebihan, karena hal tersebut tidak mengubah pendapatan mereka. Bagi pasien: Pasien cenderung menerima layanan dan intervensi yang diperlukan, serta tidak terjadi pengobatan berlebihan dan intervensi yang tidak perlu. Dokter tidak punya alasan untuk menolak melayani pasien yang datang pada jam kerjanya. Segi negatif metode salary Bagi dokter: Dokter tidak memiliki motivasi untuk bekerja secara maksimal atau mengerahkan seluruh kemampuannya, karena jerih payahnya tidak mempengaruhi pendapatannya. Dokter tidak memiliki kesadaran biaya karena apakah ia boros atau hemat dalam bekerja, hal tersebut tidak mempengaruhi pendapatannya. Dokter tidak memiliki motivasi untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan atau kepuasan pasien, karena hal ini tidak mempengaruhi pendapatan mereka. Dokter tidak memiliki motivasi untuk membangun atau membina hubungan dekat dengan pasien mereka, karena hal ini tidak mempengaruhi pendapatan mereka.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 28
Bagi pasien: Pasien mungkin tidak menerima perhatian yang memadai dari dokter, yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien. Akses ke pelayanan kesehatan mungkin agak terbatas dan terjadi antrian, kalau dokter ada tugas lain dan tidak mau menambah waktu kerjanya. Metode gaji membentuk mentalitas birokrat, tidak memotivasi produktivitas, dan mendorong sikap santai saat bekerja. Sifatnya yang terbuka menjadikan metode salary rentan terhadap kritikan publik bila nilainya terlampau tinggi atau terlampau rendah. Administrasi metode salary Penerapan sistem remunerasi metoda gaji sangat mudah dan administrasinya sederhana. Biaya personil dapat diketahui dengan pasti dan dapat direncanakan di muka. Tidak ada tagihan pasien yang perlu diproses, tidak ada daftar pasien harus dipersiapkan, dan tidak ada kasus berbasis kelompok yang perlu disiapkan. Kesimpulan Keuntungan terbesar metode gaji terletak pada kemudahan dan kesederhanaan administrasinya, sehingga biaya personil dapat direncanakan di muka, Sedangkan kerugian terbesar adalah tidak ada insentif bagi dokter untuk bekerja lebih baik dan lebih efisien (lihat Tabel 3-2). Tabel 3-2. Karakteristik Metode Salary (Gaji) Karakteristik Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan yang sebanyak-banyaknya Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan berkualitas yang setinggi-tingginya Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk mengendalikan atau menurunkan biaya kesehatan. Akses pasien untuk mendapat pelayanan tidak terhambat Hak pasien memilih dokter dan memilih layanan relatif bebas Administrasi metode ini mudah dan tidak mahal Metode pembayaran ini memerlukan dukungan sistem informasi dan sistem akutansi yang canggih
Tinggi
Sedang
Rendah
Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Ѵ
Page 29
2. Fee For Service Dalam metode fee for service (FFS), dokter dibayar berdasarkan jumlah atau jenis pelayanan yang diberikan kepada pasien. Harga tiap layanan dapat ditetapkan di muka (prospektif) yang nilainya sudah pasti (fixed), atau dapat pula nilainya tidak pasti (variable) yang ditentukan setelah pelayanan diberikan (retrospektif). Dalam sistem fixed, ada daftar tarif yang disepakati bersama yang menjadi dasar untuk menagih biaya pelayanan. Dalam sistem variable tidak ada kepastian berapa biaya pelayanan yang harus dibayar, sehingga sistem ini cenderung merugikan pasien yang membayar langsung pada saat pelayanan diberikan (out of pocket). Pada dasarnya metode FFS adalah berbasis pelayanan (service-based), yaitu metode menghitung pendapatan dokter berdasarkan jumlah pelayanan yang diberikan dokter. Sifat alami yang melekat pada FFS adalah dokter termotivasi memberikan pelayanan terbaik dan cenderung berlebihan kepada pasiennya (supply induced demand). Segi positif metode FFS Bagi dokter: Dokter memiliki autonomi yang besar dalam menentukan layanan klinis untuk pasiennya. Dokter mendapat insentif finansial untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas pelayanan kesehatan, sehingga dokter termotivasi untuk memberikan lebih banyak layanan dan berusaha memenuhi keinginan dan memuaskan pasien. Bagi pasien: Pasien kemungkinan besar akan mendapatkan perawatan pada tingkat dan kualitas yang optimal, meskipun ada risiko menerima pelayanan berlebihan (over-treatment) dan tindakan/pencegahan yang tidak perlu. Pasien yang membutuhkan perawatan yang lebih banyak dan lebih rumit tidak ditolak/ dipersulit untuk memperoleh perawatan. Pasien mempunyai kebebasan yang besar dalam memilih dan berganti dokter. Segi negatif metode FFS Bagi dokter: Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk meningkatkan volume layanan, dan melakukan tindakan/prosedur yang mahal, cenderung berlebihan (over treatment). Ini akan membebani pasien dan menyebabkan meningkatnya biaya pelayanan kesehatan. Dokter cenderung bekerja melebihi waktu normal, memberikan layanan yang cepat agar produktivitasnya meningkat, dan hal ini menyebabkan hubungan dokter-pasien tidak harmonis, pasien tidak puas, serta diagnosis dan pengobatan yang kurang tepat. Dokter akan kehilangan pemasukan sama sekali apabila ia berhalangan praktik (sakit, pendidikan, liburan, atau halangan lainnya).
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 30
Bagi pasien: FFS mendorong terjadinya prosedur medik yang tidak perlu, pelayanan berulang, pilihan condong ke tindakan pembedahan ketimbang pengobatan biasa, cenderung ke kuratif ketimbang preventif, dan cenderung menerapkan prosedur yang belum teruji yang dapat merugikan pasien. Mengingat pasien cenderung percaya pada dokternya dan membuat keputusan berdasarkan nasihat dokter, dokter cenderung menciptakan layanan untuk pasiennya (provider-induced demand) yang berakibat pada peningkatan volume layanan bahkan oversuply dan overuse. Fenomena ini banyak terjadi di negara yang menerapkan FFS. Administrasi metode FFS Administrasi metode FFS cenderung rumit dan mahal, karena pembayaran dikenakan pada setiap layanan yang telah diberikan ke pasien. Jadi dokter perlu mencatat dengan rinci jumlah dan jenis layanan yang diberikan untuk ditagihkan kepada pembayar. Kemudian pihak pembayar perlu melakukan verifikasi tagihan sebelum menyetujui pembayaran. Oleh sebab itu biaya administrasi yang ditanggung dokter maupun pembayar cenderung tinggi. Kesimpulan Metode FFS mendorong peningkatan produktivitas sistem pelayanan kesehatan, meskipun sejalan dengan itu menghabiskan biaya yang lebih besar. Di negara yang menerapkan sistem ini, terbukti biaya kesehatan terus meningkat. Oleh sebab itu penerapan metode FFS harus diimbangi dengan regulasi untuk mengurangi segi negatif dan memperkuat segi positifnya (lihat Tabel 3-3). Tabel 3-3. Karakteristik Metode Fee For Service Karakteristik Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan yang sebanyak-banyaknya Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan berkualitas yang setinggi-tingginya Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk mengendalikan atau menurunkan biaya kesehatan. Akses pasien untuk mendapat pelayanan tidak terhambat Hak pasien memilih dokter dan memilih layanan relatif bebas Administrasi metode pembayaran ini mudah dan tidak mahal Metode pembayaran ini memerlukan dukungan sistem informasi dan sistem akuntansi yang canggih
Tinggi
Sedang
Rendah
Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 31
3. Kapitasi Metode kapitasi adalah metode pembayaran di muka (prospective) dengan nilai tetap (fixed fee) per peserta per bulan. Dalam metode ini dokter dibayar berdasarkan jumlah peserta yang mendaftar kepadanya, tidak bergantung pada frekuensi kunjungan, intensitas dan kompleksitas pelayanan, serta biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan peserta. Besarnya nilai kapitasi dihitung berdasarkan jenis-jenis pelayanan yang disepakati harus disediakan untuk peserta dengan mempertimbangkan pola pemanfaatan oleh peserta, dan dikoreksi (adjusted) dengan faktor tertentu seperti umur dan jenis kelamin. Berdasarkan perjanjian, dokter sepakat untuk memberikan pelayanan kepada pasien selama satu periode, biasanya satu tahun, dan menanggung seluruh biaya yang terkait dengan jenis pelayanan yang disepakati. Pada dasarnya metode kapitasi adalah pembayaran berbasis populasi (population-based). Sifat alami metode kapitasi adalah pemberi layanan dilibatkan untuk menanggung risiko finansial pembiayaan kesehatan peserta (risk-transfered). Inheren dengan risk-transfered ini adalah kecenderungan dokter untuk memilih peserta yang sehat (adverse selection) dan mengurangi pelayanan yang menjadi hak peserta (under-serviced), karena ia dihadapkan pada risiko merugi bila di antara pesertanya banyak yang memiliki faktor risiko dan penyakit yang membutuhkan pelayanan yang kompleks, mahal, dan beban kerja tinggi. Makin kecil jumlah peserta makin besar risiko yang dihadapi dokter. Oleh sebab itu idealnya jumlah peserta minimal 1000 orang. Dalam metode kapitasi, kedua belah pihak (pembayar dan dokter) harus sepakat tentang jenis layanan apa saja yang akan disediakan untuk peserta dan yang biayanya dicakup dalam kapitasi. Jenis layanan ini harus diuraikan dengan jelas, karena lingkup pelayanan ini akan menentukan beban kerja dokter, tim dan perangkat kerja dokter, serta biaya praktik dokter. Lingkup pelayanan ini harus pula diketahui peserta, agar peserta tidak menuntut pelayanan yang bukan haknya. Contoh lingkup pelayanan primer terlampir (Lampiran 1) Dalam metode kapitasi DLP mempunyai daftar peserta (patient-roster/patient-list/ capitation-list) yang menjadi tanggung jawabnya. Penentuan peserta mana yang masuk dalam daftar peserta seorang DLP dapat diatur dengan 3 cara, yaitu: Memberi kebebasan kepada peserta untuk memilih DLP yang ada di direktori asuradur (voluntary). Cara ini lazimnya diterapkan di daerah pekotaan karena jumlah peserta besar, jumlah DLP tersebar merata, dan akses transportasi tidak ada masalah. Adanya kebebasan ini memotivasi DLP untuk bersaing menjaga mutu layanan dan kepuasan peserta. Asuradur menetapkan ke DLP mana peserta harus berobat (appointed). Cara ini biasanya digunakan bila jumlah peserta terbatas dan untuk menjaga agar daftar peserta tidak di bawah batas minimum. Menyerahkan pelayanan kesehatan seluruh penduduk di satu wilayah kepada seorang DLP (geographic capitation). Cara ini lazimnya diterapkan di daerah terpencil. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 32
Untuk menghindari adverse selection dan under-services, pendapatan DLP dalam metode kapitasi diatur mengikuti sebuah formula yang dibuat berdasarkan variabel yang sahih, seperti ciri demografi (jumlah penduduk, umur, jenis kelamin), mortalitas dan morbiditas, pengalaman dan kompetensi dokter. Formula ini digunakan untuk mengoreksi kapitasi (adjustment) agar risiko terbagi merata, ada kesetaraan alokasi dana, dan dokter tidak merugi. Dengan begitu, pendapatan DLP akan berbeda, meskipun memiliki jumlah peserta sama dan kapitasi per peserta per tahun juga sama. Metode kapitasi dapat diterapkan dalam berbagai variasi sesuai dengan kondisi setempat dan tujuan yang ingin dicapai. Variasi ini dapat terjadi karena perbedaan lingkup pelayanan, sehingga ada kapitasi lengkap (full capitation) dan kapitasi parsial (partial capitation). Dari pengelolaan dan pembayaran, dikenal kapitasi dengan wildhold dan kapitasi tanpa wildhold, atau kapitasi dengan risk-pool dan kapitasi tanpa risk-pool. Dua cara terakhir ini lazimnya diterapkan untuk mengurangi risiko dan memotivasi dokter mengendalikan suatu jenis pelayanan, antara lain mengendalikan rujukan. Metode kapitasi lebih mudah diterapkan di strata primer dan lebih mudah diterima oleh DLP ketimbang dokter spesialis, mengingat konsep kapitasi dan konsep pelayanan primer dapat dikatakan sejalan. Kunjungan ke DLP sebagian besar mengenai masalah kesehatan seharihari (daily problems), yang probabilitas kejadiannya tinggi. Cara dan sumber daya untuk mengatasi masalah ini juga tidak terlalu bervariasi, dan biayanya mudah diprediksi. Hal-hal ini yang membedakannya dengan pelayanan di strata sekunder/tersier yang umumnya memiliki probalilitas relatif kecil dan variasi pembiayaannya sangat beragam, meskipun kadangkala diagnosisnya sama. Segi positif metode kapitasi Bagi dokter: Dokter mempunyai kepastian berapa pendapatannya dalam satu periode dan untuk mengamankan pendapatannya dokter akan berupaya agar peserta yang terdaftar dalam komunitas binannya merasa puas dengan layanannya dan tidak pindah ke dokter lain. Dokter terdorong untuk bekerja efisien dan rasional, karena setiap layanan yang diberikan kepada pasien menjadi biaya yang harus ditanggung dokter. Oleh sebab itu dokter berusaha meresepkan obat generik, serta menghindari tindakan yang mahal dan kunjungan berulang untuk meminimalkan biaya pelayanan. Dokter terdorong untuk melakukan upaya promotif-preventif seperti edukasi pola hidup sehat, diet, kebugaran, berhenti merokok, dan upaya lain yang dapat meningkatkan status kesehatan dan mengedalikan biaya kesehatan di kemudian hari, yang pada gilirannya mengamankan pendapatan dokter. Dokter yang praktik bersama melayani banyak peserta akan lebih efisien dan pendapatannya lebih aman ketimbang dokter yang berpraktik sendiri. Dengan bekerja dalam kelompok dokter dapat berbagi risiko, pengeluaran, dan perangkat kerja.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 33
Bagi pasien: Pasien cenderung mendapat pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan tindakan yang berlebihan jarang terjadi, karena dokter tidak mendapat insentif finansial untuk melakukan tindakan yang berlebihan (over treatment). Hubungan dokter dengan individu peserta, atau antara sekelompok dokter dengan komunitas peserta menjadi lebih baik dan bersinambung dan hal ini memudahkan dokter mengidentifikasi masalah kesehatan peserta. Perencanaan dan pengendalian biaya kesehatan dari suatu populasi lebih mudah mengingat pengeluaran biaya identik dengan besar populasi yang dilayani dikalikan nilai kapitasi yang sudah pasti. Segi negatif metode kapitasi Bagi dokter: Dokter cenderung untuk memilih pasien yang relatif sehat dan yang berusia muda. (cream skimming/cherry picking). Untuk mengamankan biaya operasionalnya dokter berusaha menolak pasien yang memiliki risiko tinggi dan memerlukan pelayanan yang banyak dan rumit (adverse selection) Dokter termotivasi untuk membatasi jumlah layanan atau mengurangi layanan yang seharusnya diberikan kepada pasien (under-servicing) dan tidak memberikan pelayanan berkualitas tinggi yang biasanya mahal (under-quality) karena ingin meningkatkan pendapatannya. Dokter termotivasi untuk merujuk pasien berlebihan ke strata sekunder (over-referral), seperti ke spesialis atau rumah sakit untuk menghemat biasa operasionalnya sendiri. Bagi pasien: Pasien bisa mendapatkan pelayanan yang kurang optimal (under service), karena dokter cenderung menekan biaya sehingga mengorbankan kualitas dan kuantitas pelayanan. Pasien tidak memiliki kebebasan memilih dokter dan hanya bisa berobat pada dokter atau kelompok dokter yang telah ditentukan. Pasien yang memiliki banyak masalah kesehatan dan pengobatannya kompleks dan membutuhkan banyak biaya cenderung dihindari atau dikeluarkan dari daftar peserta (adverse selection).
Administrasi metode kapitasi Administrasi metode kapitasi relatif mudah dan sederhana, dan tidak memerlukan biaya mahal, karena tidak perlu mencatat dan melakukan verifikasi data layanan seperti metode FFS. Bila daftar peserta dan nilai kapitasi per peserta per bulan sudah ditetapkan, menghitung dana yang akan diberikan kepada seorang dokter tidak rumit.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 34
Biaya adminstrasi yang dikeluarkan bisa tinggi bila harus menyiapkan manajemen kepesertaan. Biaya administrasi yang juga besar adalah untuk menerapkan sistem monitoring dokter untuk memastikan dokter memberikan pelayanan yang layak pada para pasien, untuk menentukan besaran dan formula kapitasi, dan untuk negosiasi kontrak. Kesimpulan Kapitasi adalah metode pembayaran dokter yang tepat untuk meningkatkan efisiensi biaya, akses dan kualitas perawatan, dan kepuasan pasien (lihat Tabel 3-4). Tabel 3-4. Karakteristik Metode Kapitasi Karakteristik Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan yang sebanyak-banyaknya Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan berkualitas yang setinggi-tingginya Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk mengendalikan atau menurunkan biaya kesehatan. Akses pasien untuk mendapat pelayanan tidak terhambat Hak pasien memilih dokter dan memilih layanan relatif bebas Administrasi metode pembayaran mudah dan tidak mahal Metode pembayaran ini memerlukan dukungan sistem informasi dan sistem akuntansi yang canggih
Tinggi
Sedang Rendah Ѵ Ѵ
Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ Ѵ
Namun metode ini perlu dinaungi rambu-rambu regulasi untuk menghilangkan sisi negatifnya, antara lain dengan langkah berikut: Membuat kebijakan open enrollment pada suatu wilayah geografis atau wilayah administratif pemerintahan. Kebijakan ini dapat mencegah dokter memilih pasien yang relatif sehat saja ke dalam daftar peserta mereka. Sebaliknya ini juga menguntungkan dokter karena mengurangi risiko daftar peserta didominasi oleh pasien yang relatif kurang sehat. Membuat kebijakan yang dapat mendorong persaingan antar-dokter. Kalau pasien secara berkala diberi kesempatan untuk memilih dokter, dokter akan menjaga kualitas dan kuantitas pelayanan mereka agar pasiennya tidak pindah ke dokter lain. Menetapkan paket layanan yang memasukkan banyak pelayanan yang ada pada tingkat sekunder. Misalnya kalau kunjungan ke spesialis termasuk dalam paket layanan kapitasi seorang dokter, maka ia tidak terdorong untuk merujuk pasiennya ke spesialis. Membuat sebuah sistem pengawasan dan pengendalian mutu untuk mencegah dokter mengorbankan kualitas dalam memaksimalkan pendapatannya.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 35
Penerapan Metode Kapitasi Penerapan metode kapitasi bisa mudah dan bisa juga rumit, karena bergantung pada tujuan yang ingin dicapai, data yang tersedia, dan kesiapan regulasinya. Setidaknya harus ada kepastian pada dua hal, yaitu: data besaran nilai kapitasi per peserta per bulan dan data komponen biaya yang membentuk nilai kapitasi tersebut, serta data demografi, morbiditas dan utilisasi populasi. formula yang disepakati untuk membayar DLP.
Contoh metode kapitasi sederhana Dr.AA berdomisili dan membuka praktik di Perumnas Depok dikontrak BPJS untuk melayani 2.400 peserta JKN yang bertempat tinggal di Perumnas Depok. Dalam kontrak DLP diberi tugas memberikan 14 jenis layanan DLP (lihat lampiran 1), dengan pembayaran kapitasi @Rp.12.350 per peserta per bulan (lihat lampiran 2). Pendapatan Praktik Dr.AA = 2400 x Rp.12.350 = Rp.29.640.000 per bulan
Contoh metode kapitasi yang kompleks Setelah melaksanaan pemetaan sebaran peserta JKN di Depok, BPJS memasang iklan tentang kebutuhan DLP di Depok, dan setelah proses seleksi dan kontrak selesai, BPJS mengumumkan direktori DLP di Depok yang dapat dipilih oleh peserta JKN yang berdomisili di Depok. Dr.BB yang sudah menjalankan praktik selama 14 tahun dipilih oleh 2200 peserta yang terdiri dari 1200 wanita dan 1000 pria;. terdapat 400 peserta berusia di bawah enam tahun, 1500 berusia antara 6-65 tahun, dan 300 peserta berusia di atas 65 tahun. Dr.CC yang baru menyelesaikan intership memilih membuka praktik di Depok. Ternyata ada 1600 peserta JKN yang memilihnya. Daftar peserta Dr.CC berisi 1600 peserta yang terdiri dari 900 wanita dan 700 pria; dari segi umur, terdapat 300 peserta di bawah 6 tahun, 1000 berusia antara 6-65 tahun, dan sisanya 300 peserta berusia di atas 65 tahun. Kontrak BPJS dengan kedua dokter tersebut mencantumkan formula pembayaran berikut ini: Tarif kapitasi disepakati sebesar Rp.10.000 per peserta per bulan 2000 peserta pertama masing-masing diberi 1 poin, peserta berikutnya diberi 0,5 poin Setiap peserta wanita mendapat tambahan 0,1 poin Setiap peserta di bawah 6 tahun dan di atas 65 tahun mendapat tambahan 0,5 poin Dokter yang telah praktik lebih dari 10 tahun mendapat tambahan 1,5% untuk setiap tambahan 1 tahun masa kerja mulai masa kerja ke- 11 sampai 25 tahun, setelah itu tetap. 10% pendapatan dokter disimpan BPJS (withhold) dan akan dibayarkan setiap 12 bulan dengan ketentuan bila rujukan di bawah 12%. Bila rujukan di atas 12% dana yang dikembalikan dikurangi pembayaran rujukan berlebih.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 36
Berdasarkan formula tersebut, pendapatan Dr.BB dan Dr.CC adalah sebagai berikut: Dr.BB Kapitasi/peserta/bulan Formula penyesuaian: Poin basik kapitasi Poin umur Poin gender SubTotal Poin masa kerja Total Pendapatan/bulan Dana wildhold Take home pay/bulan
Dr.CC
Rp.10.000 2000 x 1 + 200 x 0,5 (400 x 0,5 + 300 x 0,5) 1200 x 0,1 (17-10) x 0,02 = 14% Rp.29.300.000 Rp. 2.930.000 Rp.26.370.000
Rp.10.000 2100 350 120 2570 360 2930
1600 x 1 (300 x 0,5 + 300 x 0,5) 900 x 0,1 Subtotal
1600 300 90 1990 0 1990
Rp.19.900.000 Rp. 1.990.000 Rp.17.910.000
(Catatan: NILAI YANG DISAJIKAN DALAM SIMULASI INI HANYA UNTUK MODELING)
4. Case-Based Reimbursement Dalam case-based reimbursement dokter mendapat bayaran yang sudah ditentukan sebelumnya (prospective) per kasus atau per episode penyakit. Jumlah yang dibayarkan per kasus dihitung berdasarkan prosedur yang diperkirakan akan dilakukan mengikuti protokol pelayanan yang sudah ditetapkan atau disepakati. Segi positif case reimbursement Bagi dokter: Dokter terdorong untuk mengendalikan biaya per kasus. Dokter dibayar berdasarkan kasus yang ditangani dan bukan berdasarkan banyaknya layanan/tindakan yang diberikan. Dengan demikian dokter dapat memaksimalkan pendapatan dengan menggunakan sesedikit mungkin sumber daya dalam pelayanan. Bagi pasien: Pasien kemungkinan besar akan mendapatkan layanan dan pencegahan yang diperlukan saja. Pengobatan berlebihan dan pencegahan yang tidak perlu jarang ditemui pada metode pembayaran ini. Segi negatif case reimbursement Bagi dokter: Dokter terdorong untuk memilih pasien yang kategori diagnosisnya membutuhkan biaya rendah. Dokter terdorong untuk mengurangi kuantitas dan kualitas layanan yang seharusnya diberikan pada suatu kasus berdasarkan protokol. Dengan cara kerja ini dokter berupaya METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 37
menekan sumber daya yang digunakan untuk melayani pasien agar dapat memaksimalkan pendapatannya. Bagi pasien: Pasien dengan penyakit yang membutuhkan pelayanan yang kompleks dan berbiaya besar, dapat terbatasi aksesnya dan terabaikan. Pasien dapat menerima pelayanan yang kurang optimal, karena dokter terdorong untuk menekan biaya. Adminitrasi Metode case-based reimbursement Metode case-based reimbursement membutuhkan sistem manajemen informasi dan akuntansi yang relatif mahal. Tantangan terbesar adalah dalam menyiapkan klasifikasi kasusnya sendiri. Klasifikasi kasus berbasis diagnosis ini bisa dibuat sederhana bisa pula sangat rinci, yang masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihannya. Sistem klasifikasi yang sederhana akan mudah dilakukan dan membutuhkan sistem informasi dan akuntansi yang tidak begitu mahal. Adanya klasifikasi yang lebih rinci akan lebih menguntungkan karena dapat menentukan kasus secara lebih spesifik dan lebih adil dalam alokasi sumber daya untuk setiap kasus. Biaya administrasi metode case-based relatif tinggi, baik bagi pembayar maupun bagi dokter. Adanya sistem manajemen informasi, akuntansi, dan alur pendanaan yang disiapkan untuk menerapkan metode case-based akan memungkinkan penyediaan informasi untuk menilai dan mengevaluasi protokol pelayanan (clinical pathway), tipe pasien, case-mix, kinerja, dan pola epidemiologi. Kesimpulan Penerapan metode case-based semestinya dapat menghemat biaya, namun ternyata tidak selalu demikian. Di negara tempat sistem ini digunakan hasilnya beragam, beberapa negara berhasil menjaga kualitas dan melakukan penghematan, tetapi beberapa lainnya ada yang tidak berhasil. Tabel 3-5. Karakteristik Metode Case Based Reimbursement Karakteristik
Tinggi
Sedang
Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansialuntuk memberikan pelayanan yang sebanyak-banyaknya
X
Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk memberikan pelayanan berkualitas yang setinggitingginya
X
Dokter termotivasi dan mendapat insentif finansial untuk mengendalikan atau menurunkan biaya kesehatan.
Rendah
X
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 38
Akses pasien untuk mendapat pelayanan tidak terhambat
X
Hak pasien memilih dokter dan memilih layanan relatif bebas
X
Administrasi metode pembayaran ini mudah dan tidak mahal
X
Metode pembayaran ini memerlukan dukungan sistem informasi dan sistem akuntansi yang canggih
x
Langkah yang bisa dilakukan untuk mengurangi segi negatif metode ini pada dokter dan menguatkan segi positifnya (lihat. Tabel 3-5): Jumlah klasifikasi kasus harus “manageable”, dalam arti sesuai dengan kemampuan sistem manajemen informasi, akutansi dan kapasitas pelaksananya. Setiap klasifikasi kasus harus relatif homogen agar kecenderungan dokter memilih pasien yang kategorinya berbiaya rendah dapat dicegah. Penerapan metode case-based harus disertai penerapan sistem monitoring dan auditing untuk memastikan kualitas pelayanan dapat dipertahankan, dan untuk meminimalkan dokter menambahkan prosedur dengan alas an medis (DRG creep).
5. Pay For Performance Pay for performance (P4P) adalah metode pembayaran provider yang memberikan insentif untuk dicapainya target kinerja dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang telah ditetapkan oleh pembayar. Misalnya, pengurangan HbA1C pada pasien-pasien diabetes, penurunan tingkat re-admission pada penyakit stroke setiap tahun di sebuah RS, dan lain lain. Indikator pengukuran kinerja meliputi kualitas dan keamanan medik, efisiensi, kepuasan pasien serta penggunaan sistem teknologi informasi kesehatan. Program P4P biasanya merupakan top-up dari metode pembayaran yang telah ada seperti kapitasi dan FFS. Pemberian insentif dapat berbeda-beda sesuai dengan kontrak antara provider dan pembayar, selain itu provider dapat dikenakan sanksi jika tidak sesuai dengan target yang telah disepakati bersama. Contohnya, pembayar tidak akan membayar pengobatan penyakit infeksi saluran kemih akibat penggunaan kateter yang didapat dalam masa perawatan di RS. Bentuk insentif ini dapat berupa penambahan budget untuk pengelolaan penyakit atau peningkatan infrastruktur yang dimiliki provider dalam melakukan pelayanan kesehatan.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 39
6. Metode Campuran Pengalaman di banyak negara telah membuktikan bahwa penerapan setiap jenis metode membayar dokter seperti tersebut di atas tidak selalu memuaskan, karena setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dengan pengalaman itu, mulai banyak negara yang menerapkan metode pembayaran dokter menggunakan beberapa metode sekaligus. Tujuan menggunakan metode campuran ini adalah untuk memanfaatkan keunggulan setiap metode dan menghilangkan sisi negatifnya (lihat Tabel 3-1). Misalnya, dokter yang dibayar dengan metode kapitasi cenderung mengurangi pelayanan yang diberikan pada pasiennya. Perilaku ini dapat merugikan pasien bila yang dikurangi adalah layanan promotif, seperti skrening kanker serviks. Untuk memotivasi dokter melaksanakan skrening kanker serviks, maka dokter yang telah dibayar dengan kapitasi dapat mengajukan klaim untuk pemeriksaan pap smear. Dalam hal ini kapitasi dicampur dengan FFS. Bentuk kombinasi sangat ditentukan oleh kondisi dan tujuan yang ingin dicapai. Contohnya, pada tahun 1992 dan 1999 Italia melakukan reformasi metode pembayaran untuk GP dan spesialis anak dengan mencampur metode pembayaran kapitasi dan FFS untuk tindakan tertentu (mis. bedah minor, kedokteran preventif dan perawatan postoperatif) agar mengurangi angka rujukan ke RS. Negara lain yang mengkombinasikan kapitasi dan FFS antara lain Austria, Denmark, dan Polandia. Sedangkan Inggris mengkombinasikan kapitasi, salary, dan FFS.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 40
IV.
MEMBAYAR DLP di ERA JKN
1. Dasar Pemikiran Metode membayar dokter merupakan isu yang sangat menentukan, mengingat peranan dan fungsi profesi dokter yang sangat strategis dalam suatu sistem pelayanan kesehatan. Dokter bukan saja bertindak sebagai pemberi layanan, tapi juga sebagai penyerap biaya yang cukup bermakna, dan yang tidak kalah penting adalah perilaku dan kinerja dokter berpengaruh besar pada total biaya pelayanan kesehatan di suatu negara. Oleh sebab itu sejak zaman Hipocrates sampai saat ini dicari cara membayar dokter yang dapat memuaskan berbagai pihak. Berbagai metode telah dicoba dan digunakan, seperti salary, FFS, dan kapitasi, tetapi tetap saja belum memenuhi harapan karena setiap metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Dalam kondisi ini Pemerintah telah menetapkan satu metode, yaitu kapitasi, sebagai cara membayar fasilitas kesehatan primer. Tepatkah kebijakan ini mengingat banyak negara telah meninggalkan kebijakan hanya menggunakan satu metode pembayaran? Negaranegara OECD misalnya mulai menerapkan metode campuran untuk memanfaatkan segi positif dari setiap metode pembayaran dokter, dan terbukti hasilnya lebih baik. Metode membayar dokter tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan berbagai isu strategis dan kecenderungan yang disajikan di bab pertama. Berbagai isu tersebut menunjukkan bahwa menerapan suatu metode membayar dokter harus disertai pula dengan menyelesaikan berbagai masalah mendasar tersebut. Dengan demikian, seyogianya kita melihat metode membayar dokter dalam konteks yang lebih luas, yaitu sebagai bagian dari upaya membangun sistem pelayanan kesehatan berbasis pelayanan primer untuk menopang penerapan JKN. Sistem ini harus mampu menjangkau seluruh penduduk di wilayah NKRI. Dari konteks ini, diyakini bahwa penentu keberhasilan JKN adalah 5 faktor berikut ini. 1. Ketersediaan fasilitas kesehatan primer yang merata di seluruh wilayah NKRI. 2. Ketersediaan Dokter Layanan Primer yang handal sebagai gatekeeper dan tersebar merata di seluruh wilayah NKRI. 3. Rayonisasi/regionalisasi fasilitas kesehatan 4. Iuran JKN yang memenuhi azas kepatutan dan azas ekonomi 5. Masyarakat menerapkan paradigma sehat (UKM) Gambar 4-1. Faktor penentu keberhasilan JKN METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 41
Dengan mempertimbangkan keberagaman dan keunikan antar- dan intra-wilayah di Indonesia, faktor penentu keberhasilan JKN, dan peranan BPJS, maka timbul pemikiran untuk mencari metode membayar dokter yang dapat dimanfaatkan untuk: mendorong penyebaran dan pemerataan dokter ke seluruh wilayah NKRI meningkatkan kompetensi DLP mengurangi kesenjangan pendapatan antar-dokter Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Dasar pemikiran ini mengerucut menjadi sebuah metode membayar dokter yang disebut sebagai metode Sandwich.
2. Metode Sandwich Metode Sandwich adalah metode pembayaran dokter yang menggabungkan sekaligus tiga metode membayar dokter, yaitu: salary, capitation, dan fee for service menjadi satu metode yang dipayungi filosofi pay for performance. Dengan penggabungan ini keunggulan dari setiap metode dimanfaatkan dan kelemahannya dieliminasi. Disebut sebagai metode Sandwich karena metode ini terdiri dari tiga komponen, yaitu 1) komponen basik, 2) komponen untuk menghargai tanggung jawab dan beban kerja dokter, dan 3) komponen untuk memberi insentif atas partisipasi dokter mendukung pencapaian target pembangunan kesehatan nasional (lihat. Gambar 4-1).
Gambar 4-2. Metoda Sandwich Metode membayar dokter selama ini hanya dipandang sebagai transaksi sederhana, yaitu memberi imbalan pada dokter atas kerjanya mengobati pasien. Dengan metode Sandwich transaksi sederhana tersebut berubah menjadi instrumen yang dapat digunakan untuk
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 42
mengubah perilaku dokter dalam menjalankan praktik, mendorong penyebaran dan pemerataan dokter, dan memotivasi dokter untuk meningkatkan kompetensinya, sekaligus mengurangi kesenjangan pendapatan antardokter. Gagasan dan prinsip dasar yang melandasi metode Sandwich disarikan dalam table berikut ini. Tabel 4-1. Metode Sandwich
Penerapan model Sandwich tidak membutuhkan administrasi yang sulit dan tidak memerlukan persiapan yang rumit. Yang dibutuhkan adalah kebijakan nasional yang menetapkan profesi dokter sebagai sumber daya manusia strategis yang eksistensinya harus dijamin negara. Ketetapan ini pada hakekatnya melengkapi UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Kedokteran. Untuk dapat memahami gagasan dan prinsip dasar metode Sandwich, selanjutnya disajikan penjelasan yag perlu diketahui tentang 3 komponen yang terintegrasi menjadi metode Sandwich.
3. Komponen Basik Dokter yang menjalankan praktik kedokteran dimanapun pada dasarnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama, yaitu melayani dan menyembuhkan pasiennya. Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut dokter harus mengikuti pendidikan yang sama, harus mengikuti pelatihan profesi yang sama, harus mengikuti kode etik profesi yang
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 43
sama. Ironisnya, saat bekerja di lapangan ia diperlakukan berbeda. Dokter yang menjadi PNS dibayar mengikuti Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, mendapat gaji + 2-3 juta/bulan yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak sehingga terpaksa praktik di luar jam kerja, dan ada jenjang karir. Dokter yang menjadi pegawai BUMN dibayar sesuai dengan aturan BUMN-nya, mendapat gaji + 9-15 juta/bulan dan bisa menerima 14-16 kali gaji setahun, plus rumah, kendaraan, dan berbagai tunjangan. Dokter yang berjiwa entrepreuner bekerja di klinik 24 jam, bekerja siang malam hanya mendapat bayaran 4 juta/bulan saja, tetapi tidak ada karir, tidak ada tunjangan apapun termasuk tidak ada jaminan sosial. Padahal tugas para dokter ini sehari-hari sama – melayani dan mengobati pasien. Komponen basik dimaksudkan untuk membuang kesenjangan ironis ini. Landasan konseptualnya, profesi dokter seyogianya dihargai sama. Yang dihargai profesinya bukan atributnya. Negara membutuhkan profesi dokter untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan seluruh penduduk Indonesia. Sebagai contoh, upaya negara untuk menerapkan JKN akan gagal bila negara tidak bisa menjamin tersedianya DLP di seluruh wilayah NKRI. Komponen dasar ini menempatkan eksistensi profesi dokter sebagai tenaga strategis. Konsekuensinya, komponen dasar ini harus diatur negara. Praktik dokter adalah pertemuan antara ilmu kedokteran dan masyarakat, dan pada pertemuan inilah terlihat pandangan dan penghargaan masyarakat pada profesi dokter. Harga profesi dokter merupakan kristalisasi dari persepsi dan pandangan masyarakat terhadap: tugas dokter yang menyangkut hidup/mati/kecacatan/kesembuhan muatan sosial, kemanusiaan, dan pengabdian pendidikan dokter yang sepanjang hayat ekspektasi terhadap mutu pelayanan terbaik peranan strategis untuk menyehatkan bangsa historis status sosial-intelektual di masyarakat Seberapa besar masyarakat menghargai profesi dokter? Status sosial-ekonomi profesi dokter umumnya di atas rata-rata masyarakat. Sebagai contoh di negara OECD pendapatan dokter 3-4 kali pendapatan rata-rata semua profesi lain, di Amerika 4-7 kali. Data di Indonesia tidak ada, yang tampak adalah kesenjangan pendapatan antardokter spesialis dan DLP yang sangat lebar, 8-244 kali (survei IDI 2007). Nilai komponen dasar seyogianya mempertimbangkan pandangan masyarakat tersebut, dan besarnya ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan biaya hidup layak seorang profesi dokter yang bersifat basik, yaitu: kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Idealnya komponen dasar besarnya 30-40% dari total kompensasi dokter. Komponen dasar pada prinsipnya sama untuk setiap dokter dan dibayarkan ke dokter dengan metode salary. Penyesuaian terhadap geografi Untuk kepentingan nasional dan sebagai strategi untuk menjamin penyebaran dan pemerataan dokter di seluruh wilayah Indonesia dapat dilakukan penyesuaian (adjustment) menurut domisili dokter menggunakan Indeks Geografi Praktik Dokter (IGPD). Misalnya dengan memberi poin lebih pada dokter yang bekerja di tempat terpencil seperti dummy table IGPD di bawah ini. Domisili Pekotaan
Kategori
IGPD
1
0
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 44
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pedesaan
Daerah terpencil
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
Penyesuaian terhadap masa kerja Penyesuaian juga dapat dilakukan pada masa kerja dokter, dengan asumsi masa kerja dokter berpengaruh pada kematangan, wawasan pengetahuan, dan keterampilan dokter. Pada dummy table di bawah ini diasumsikan ada kebijakan nasional yang membagi status dokter menjadi 4 kategori berdasarkan masa kerja kerja. Masa Kerja
Poin
Internsip
Status Dokter
0
0
Pratama
1-5 tahun
0.2
Madya
6-15 tahun
0.4
Utama
> 15 tahun
0.6
Contoh penerapan komponen dasar Dalam era JKN, dokter ditetapkan sebagai tenaga strategis dan kompensasi dasar diatur oleh negara. Disimulasikan negara menetapkan gaji dasar dokter sebesar Rp.5 juta/bulan, yang disesuaikan dengan geografi domisili dan masa kerja masing-masing dokter. Simulasi berikut menunjukkan kompensasi dasar yang diterima 4 dokter yang mempunyai masa kerja dan domisili berbeda. Dr.DD dengan masa kerja 8 tahun berpraktik di wilayah pekotaan (kategori 1), Dr.EE menjalani internsip di pedesaan (kategori 4); Dr.FF dengan masa praktik 4 tahun berpraktik di daerah terpencil (kategori 8); dan Dr.GG yang sudah praktik lebih dari 25 tahun di wilayah pekotaan (kategori 2). Dr.DD Dr.EE Rupiah Poin Rupiah Poin 5 juta 5 juta 1.00 1.00
Basik salari Poin basik Formula penyesuaian Poin geografi Poin masa kerja SubTotal Take home pay 7 juta per bulan
0 0.4 1.4
Dr.FF Rupiah Poin 5 juta 1.00
Dr.GG Rupiah Poin 5 juta 1.00
0.70 0.20 1.90
0.10 0.60 1.70
0.3 0 1.30 6,5 juta
9,5 juta
8, juta
Simulasi ini menunjukkan meskipun gaji dasar ditetapkan sama untuk semua dokter, tetapi karena adanya penyesuaian terhadap faktor geografi dan faktor masa kerja, maka keempat DLP tersebut memperoleh take home pay yang berbeda.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 45
Administrasi Komponen basik Administrasi untuk menerapkan komponen basik ini relatif mudah. Inilah keunggulan dari metode salary yang digabungkan ke metode Sandwich. Untuk menerapkan komponen dasar dibutuhkan langkah berikut ini. 1. Tersedianya data dokter yang menjalankan praktik kedokteran di seluruh tanah air yang selalui diperbarui (up to date). Data akurat tersebut saat ini sudah ada di Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan di Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2. Adanya regulasi yang menetapkan dokter sebagai tenaga strategis dan berhak mendapat kompensasi dasar yang besarnya sama untuk setiap dokter. Penyusunan regulasi ini menjadi ranah Kemenkes dan Kemenpan. 3. Adanya regulasi tentang Indeks Geografi Praktik Dokter (IGPD) yang menjadi acuan nasional untuk mengatur penyebaran dan pemerataan dokter, dan menyesuaikan kompensasi dokter. Penyusunan IGPD membutuhkan keterlibatan Kemenkes, Kemendagri, Kemenpan, BPS, dan IDI.
4. Kompensasi Untuk Menghargai Tanggung-Jawab Dan Beban Kerja Praktik dokter adalah tempat dokter berkarya dan mengabdikan ilmu dan keterampilannya untuk melayani pasien dan masyarakat. Dalam era JKN, karya DLP diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab memelihara dan menyehatkan penduduk yang masuk dalam daftar pesertanya. Komponen kedua dari metode Sandwich ini dibentuk untuk menghargai pengetahuan, keterampilan, dan waktu DLP yang dicurahkan untuk memelihara dan menyehatkan komunitas binaannya. Beban kerja DLP ditentukan dari jumlah peserta JKN yang masuk dalam daftar pesertanya (komunitas binaan). Pemanfaatan DLP oleh komunitas binaan ini dipengaruhi oleh karakteristik demografi, pola morbiditas dan angka utilisasi dari komunitas binaannya. Kemampuan menyelesaikan masalah kesehatan dari komunitas binaan ini ditentukan oleh tingkat kompetensi DLP. Makin kompeten DLP makin banyak masalah yang dapat diselesaikan di praktiknya dan makin sedikit yang dirujuk. Jadi pada prinsipnya komponen kedua ini memastikan bahwa setiap DLP akan diberi kompensasi sesuai dengan tingkat kompetensi, tanggung jawab, dan beban kerja masing-masing, tidak disamaratakan. Idealnya kompensasi komponen ini merupakan 50-60% dari total kompensasi DLP. Metode kapitasi menjadi pilihan yang tepat untuk membayar komponen kedua dari metode Sandwich, karena 1) DLP memberikan pelayanan secara personal, sinambung dalam periode yang panjang (continuous and longitudinal care). Karena prinsip ini DLP memiliki daftar pasien yang menjadi tanggung jawabnya, jadi sejalan dengan metode kapitasi; 2) metode ini memotivasi DLP untuk melayani sesuai dengan kebutuhan pasien dan bekerja efisien. Untuk menekan adverse selection dan mengakomodasi risiko yang disebabkan oleh karakteristik komunitas binaan, seyogianya dilakukan penyesuaian (adjustment) terhadap faktor yang telah terbukti berpengaruh besar pada pemanfaatan, seperti gender, umur, dan lain-lain. Penyesuaian terhadap jumlah komunitas binaan Penyesuaian terhadap jumlah peserta perlu dilakukan untuk menjaga agar DLP tidak menerima peserta secara berlebihan. 1 FTE DLP setara untuk melayani 2.500 peserta. Bila METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 46
DLP mempunyai peserta lebih dari 2.500 dikhawatirkan akan terjadi penurunan mutu layanan. Penyesuaian ini juga diperlukan untuk menjaga agar peserta tersebar merata dan terjadi perimbangan jumlah komunitas binaan di antara DLP. Penyesuaian dilakukan dengan cara memberi disinsentif untuk peserta ke 2001 dan seterusnya. Misalnya, peserta ke-1 sampai 2000 diberi poin 1, sedang peserta ke 2001 dan seterusnya diberi poin 0,5. Penyesuaian terhadap gender Penyesuaian terhadap status gender diperlukan mengingat ada peristiwa atau pelayanan khusus yang disebabkan perbedaan gender, misalnya pemasangan iud/implant, skrening kanker serviks uteri, dan pelayanan antenatal/postnatal. Bila dalam komunitas binaan DLP terdapat banyak peserta wanita, tentu banyak waktu tatap muka DLP yang diperlukan untuk melayani peserta wanita. Dari beberapa referensi, faktor gender diberi bobot 0,1. Artinya utilisasi populasi wanita 1,1 kali lebih banyak dari populasi umum. Penyesuaian terhadap umur Penyesuaian juga dilakukan terhadap umur peserta, karena umur peserta ini signifikan mempengaruhi tingkat pemanfaatan, terutama yang berusia di bawah 6 tahun dan di atas 65 tahun. Bayi dan balita perlu kunjungan rutin dan rentan terkena penyakit. Lansia banyak mengidap penyakit degeneratif dan penyakit kronis yang membutuhkan banyak waktu tatap muka DLP. Kedua kelompok umur ini diberi bobot yang sama, yaitu 0,5. Artinya pemanfaatan oleh populasi bayi/balita dan lansia 1,5 kali lebih banyak dari populasi umum. Penyesuaian terhadap porto-folio DLP Salah satu faktor penentu keberhasilan JKN adalah ketersediaan DLP yang handal sebagai gatekeeper dan tersebar merata di seluruh wilayah NKRI. Fakta menunjukkan kompetensi DLP saat ini sangat beragam dan belum cukup handal sebagai gatekeeper JKN. Dalam kondisi ini tidaklah adil bila DLP yang memiliki kompetensi rendah menerima kapitasi yang sama dengan DLP yang memiliki kompetensi tinggi. Sesuai dengan prinsip dasar komponen kedua ini, yaitu menghargai pengetahuan dan keterampilan DLP, maka kompensasinya pun tidak disamaratakan, jadi perlu ada penyesuaian terhadap kompetensi DLP. Penyesuaian dapat menggunakan porto-folio DLP. Porto-folio mencerminkan kehandalan DLP, yaitu pengejawantahan pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman DLP dalam mengelola suatu masalah kesehatan sampai tuntas. Porto-folio ini diperoleh dari pengalaman praktik sehari-hari yang diperkaya dan dikukuhkan melalui program CPD terstruktur. Penggunaan istilah kehandalan DLP dimaksudkan untuk membedakan portofolio ini dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012 yang fokus pada diagnosis, dan dengan kompetensi DLP yang setara spesialis produk dari UU Pendidikan Kedokteran tapi belum ada dokternya. Secara teoritis, diasumsikan bobot kehandalan DLP produk kurikulum UU Pendidikan Kedokteran adalah 100 poin (maksimal). Poin maksimal ini menunjukkan DLP mampu menyelesaikan sebagian besar masalah kesehatan individu, suatu kodisi ideal yang diharapkan program JKN. Dengan mempertimbangkan kondisi saat ini diasumsikan bobot dokter internsip adalah 50 poin, dan bobot dokter umum adalah 60 poin. Selisih bobot dokter umum dan DLP sebesar 40 poin ini menggambarkan perbedaan kehandalan dalam menyelesaikan masalah kesehatan peserta JKN. Makin besar poin berarti makin banyak masalah kesehatan yang dapat diselesaikan di praktiknya dan makin sedikit yang dirujuk ke spesialis. Dengan demikian poin ini dapat dijadikan faktor untuk menyesuaikan (adjustment) kapitasi berdasarkan porto-folio (lihat simulasi berikut). METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 47
Dokter umum yang ingin mempunyai kemampuan setara DLP dapat mengikuti program CPD terstruktur dalam dummy table di bawah ini. DLP dapat menentukan sendiri program CPD mana yang menjadi prioritasnya.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Program CPD Terstruktur Healthy People: promoting health & preventing disease Genetics in Primary Care Care of Acutely Ill People Care of Children & Young People Care of Older Adults Women’s Health Men’s Health Sexual Health End-of-Life Care Care of People with Mental Health Problems Cardiovascular Health Digestive Health Care of People who Misuse Drugs and Alcohol Care of People with ENT, Oral and Facial Problems Care of People with Eye Problems Care of People with Metabolic Problems Care of People with Neurological Problems Respiratory Health Care of People with Musculoskeletal Problems Care of People with Skin Problems Total bobot maksimum
Poin 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 40
Adanya faktor penyesuaian porto-folio ini diharapkan dapat memotivasi dokter umum untuk mengikuti program CPD terstruktur, karena poin yang diperoleh berdampak langsung pada peningkatan kompensasinya. Administrasi Komponen 2 Administrasi untuk menerapkan komponen ini relatif mudah, dengan catatan manajemen kepesertaan BPJS dan manajemen rekam medik DLP yang cukup baik. Dibutuhkan langkah berikut ini untuk menerapkan komponen kedua metode Sandwich. 1. Adanya ketetapan tentang formula pembayaran kapitasi dan metode menghitung biaya kapitasi yang disepakati bersama. Di sini metode kapitasi diterapkan sebagai strategi membayar dokter yang terintegrasi dengan metode lain dalam model Sandwich. Jadi komponen biaya pembentuk kapitasi tidak sama dengan metode kapitasi untuk membayar fasilitas kesehatan. Ketetapan ini menjadi tanggung jawab Kemenkes, BPJS, dan IDI. 2. Adanya program CPD terstruktur yang dikaitkan dengan porto-folio DLP dan harus mengacu pada kompetensi DLP produk UU Pendidikan Kedokteran. Pengembangan program ini menjadi tanggung jawab IDI, KKI, Kemenkes, dan BPJS.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 48
Contoh penerapan kompensasi untuk tanggung jawab dan beban kerja
Dalam era JKN, telah ditetapkan untuk membayar dokter dengan metode Sandwich. Pembayaran komponen 2 metode Sandwich menggunakan metode kapitasi, dan ditetapkan kapitasi dasar sebesar Rp.3.000 per peserta per bulan, dengan formula sebagai berikut:
2000 peserta pertama masing-masing diberi 1 poin, peserta berikutnya diberi 0,5 poin Setiap peserta wanita mendapat tambahan 0,1 poin Setiap peserta di bawah 6 tahun dan di atas 65 tahun mendapat tambahan 0,5 poin Seluruh peserta mendapat tambahan poin setara poin porto-folio dokter
Simulasi berikut menunjukkan kompensasi untuk tanggung jawab dan beban kerja yang diterima 2 dokter. Dr.DD dengan masa kerja 8 tahun berpraktik di wilayah pekotaan (kategori 1), memiliki porto-folio 0,75, dipilih oleh 2.000 peserta yang terdiri dari 700 pria dan 1.300 wanita; dari segi usia ada 400 peserta berusia di bawah 6 tahun, 300 peserta berusia di atas 65 tahun dan sisanya berusia antara 6-65 tahun. Dr.FF dengan masa praktik 4 tahun berpraktik di daerah terpencil (kategori 8), memiliki porto-folio 0,45, mempunyai komunitas binaan 2.500 peserta dan 1500 di antaranya peserta wanita, 700 peserta berusia di bawah 6 tahun, 1400 peserta berusia 6-65 tahun, dan 400 peserta berusia di atas 65 tahun. Perhitungan kompensasi untuk tanggung jawab dan beban kerja yang dihitung berdasarkan formula dan data di atas menghasilkan take home pay per bulan untuk Dr. DD = Rp.11.940.000 dan untuk Dr. FF = Rp.12.195.000. Komunitas binaan (peserta) Kapitasi/peserta/bulan (Rp) Formula penyesuaian Poin dasar kapitasi Poin umur Poin gender Poin porto-folio DLP Total Take home pay/bulan (Rp)
Dr.DD 2,000 3,000
Dr.FF 2,500 3,000 Poin
2000 x 1 400 x 0,5 + 300 x 0,5 1300 x 0,1 2000 x 0,75 11,940,000
Poin
2,000 2000 x 1 + 500 x 0,5 2,250 350 700 x 0,5 + 400 x 0,5 550 130 1500 x 0,1 150 1,500 2500 x 0,45 1,125 3,980 4,075 12,225,000
(Catatan: NILAI YANG DISAJIKAN DALAM SIMULASI INI HANYA UNTUK MODELING)
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 49
5. Insentif Untuk Mendukung Pencapaian Target Pembangunan Kesehatan Keberadaan DLP di tengah masyarakat adalah untuk menerapkan trias peranan dokter (agent of change, agent of development & agent of treatment). Namun, selama ini DLP hanya difungsikan sebagai agent of treatment, yang hanya peduli dengan praktiknya. Praktik DLP belum dilibatkan dan terlepas dari tujuan pembangunan kesehatan nasional, seperti penurunkan AKI dan AKB, mensukseskan program KB, penurunkan insidens dan prevalens TB, dan lain-lain. Program nasional ini seolah-olah hanya milik Puskesmas, Dinkes, dan Kemenkes. Era JKN menjadi peluang untuk mengembalikan trias peranan dokter dan mengajak DLP turut aktif berpartisipasi mendukung pencapaian target pembangunan kesehatan nasional. Caranya dengan melibatkan DLP untuk melaksanakan program nasional di komunitas binaan DLP. Dalam komunitas kecil ini DLP harus dapat mencapai target maksimum. Misalnya imunisasi lengkap 100%, K1 dan K4 100%, gizi buruk 0%, kesembuhan TB 100%, dan lain lain. Komponen ketiga metode Sandwich ini dibentuk dengan maksud memberi insentif kepada DLP yang berperan aktif dalam mendukung pencapaian program nasional. Metode yang tepat untuk membayar insentif DLP adalah FFS reimbursement, karena FFS memotivasi dokter untuk melaksanakan lebih banyak pelayanan. DLP yang memberikan pelayanan yang termasuk dalam program nasional seperti disimulasikan di dummy table berikut ini dapat menagih insentifnya setiap periode. Pelayanan Kesehatan Program KB Pasang IUD Pasang implant Vasektomi Program imunisasi Imunisasi dasar lengkap Imunisasi Influenza pada lansia Program menurunkan AKI, AKB, AKBA ANC K1 ANC K4 Pengendalian penyakit Deteksi kasus baru TB Pengobatan TB tuntas
Poin 100 60 200 50 50 150 200 400 500
Adanya komponen ketiga ini diharapkan dapat memotivasi DLP untuk secara proaktif melaksanakan program kesehatan nasional. Setiap DLP akan menerima insentif berbeda, yang besarnya bergantung pada peranannya dalam mendukung pencapaian target pembangunan kesehatan nasional. Besar insentif ini idealnya sekitar 5-10% dari total kompensasi dokter. Dalam era JKN, seluruh penduduk akan terbagi habis ke semua DLP, atau bila dibalik, komunitas kecil DLP (1000-2500 peserta) bila digabungkan menjadi satu adalah sama dengan populasi nasional. Jadi keterlibatan DLP dalam melaksanakan progran nasional akan memberi hasil yang sangat bermakna pada upaya meningkatkan derajat kesehatan nasional.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 50
Administrasi Komponen 3 Administrasi untuk menerapkan komponen ketiga metode Sandwich ini juga relatif mudah. Untuk menyiapkan penerapannya diperlukan langkah berikut ini. 1. Adanya ketetapan sistem poin yang dikaitkan dengan pembayaran DLP. Para penanggung jawab program nasional, organisasi profesi, dan BPJS. perlu duduk bersama untuk menentukan skala prioritas program nasional dan membuat sistem poin. 2. Adanya ketetapan tentang nilai faktor konversi per poin dan tata cara penagihan insentif berdasarkan sistem poin. Contoh penerapan insentif DLP untuk mendukung pencapaian target pembangunan kesehatan nasional Dalam era JKN, telah ditetapkan untuk membayar dokter dengan metode Sandwich. Pembayaran komponen 3 metode Sandwich menggunakan metode FFS. Para DLP yang melaksanakan pelayanan yang termasuk program nasional akan mendapat insentif yang besarnya sesuai dengan poin yang ditetapkan, dan penagihan dilakukan secara berkala. Simulasi berikut menunjukkan insentif untuk mendukung pencapaian target pembangunan kesehatan nasional yang diberikan kepada Dr. DD dan Dr. FF berdasarkan partisipasinya dalam satu periode. Bila ditetapkan faktor konversi 1 poin adalah Rp.500,-, maka dalam simulasi ini Dr. DD yang mengumpulkan 3.730 poin mendapat insentif Rp.1.865.000 per bulan, dan Dr. FF mendapat insentif Rp.2.150.000 per bulan dari 4.300 poin. Pelayanan Kesehatan Program KB Pasang IUD Pasang implant Vasektomi Program imunisasi Imunisasi dasar lengkap Imunisasi Influenza pada lansia Program menurunkan AKI, AKB, AKBA ANC K1 ANC K4 Pengendalian penyakit Deteksi kasus baru TB Pengobatan TB tuntas Nilai konversi 1 poin ~ Rp.500 Insentif DLP
Poin
Dr. DD Frek Poin
Dr. FF Frek Poin
100 60 200
2 3 1
200 180 200
0 0 0
50 50
5 3
250 150
10 0
500
150 200
3 3
450 600
4 3
600 600
400 500 500
3 1
1,200 500 3,730 1,865,000
4 2
1,600 1,000 4,300 2,150,000
(Catatan: NILAI YANG DISAJIKAN DALAM SIMULASI INI HANYA UNTUK MODELING)
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 51
6. Penerapan Metode Sandwich Simulasi setiap komponen metode Sandwich yang disajikan di atas, bila kemudian hasilnya digabungkan akan memberikan gambaran sebagai berikut. METODE SANDWICH Dr. DD Dr. FF Masa kerja Madya (0.4) Pratama (0.2) Komponen 1 Domisili Perkotaan (0) Terpencil (0.7) Gaji basik 0,4 0.2 Adjustment masa kerja Rp.5,000,000/bulan _____________ 0 0.7 Adjustment geografi Membayar kebutuhan 1.4 1.9 Total dasar profesi dokter Pendapatan per bulan (Rp) 7,000,000 9,500,000 Porto-folio Tinggi (0,75) Sedang (0.45) Komponen 2 Komunitas binaan 2,000 2,500 Kapitasi basik Adjustment jumlah peserta 0 (250) Rp.3,000/pmpm 350 550 Adjustment umur ____________ 130 150 Adjustment gender Membayar tanggung 1,500 1,125 Adjustment porto-folio jawab, beban kerja dan 3,980 4,075 Total kinerja dokter Pendapatan per bulan (Rp) 11,940,000 12,225,000 Komponen 3 3,730 4,300 Total poin FFS Rp.500/poin _____________
Membayar kontribusi Pendapatan per bulan (Rp) dokter mensukseskan program nasional Total kompensasi DLP per bulan
1,865,000
2,150,000
23,305,000
22,875,000
Dengan metode Sandwich, Dr.DD memperoleh kompensasi sebesar Rp.23,305,000/bulan dan Dr.FF sebesar Rp.22,875,000/bulan. Meskipun besar kompensasi tidak jauh berbeda, namun besaran kompensasi ini ditentukan oleh keunggulan masing-masing dokter. Komponen 1 menetapkan gaji basik sebesar Rp. 5 juta/bulan. Dr.FF yang masa kerjanya kalah dari Dr.DD mendapat tambahan yang cukup besar karena berdomisili di daerah terpencil dan memperoleh pendapatan sebesar Rp.9,5 juta atau hampir dua kali gaji basik. Komponen 2 dibayar dengan kapitasi sebesar Rp.3,000/peserta/bulan. Setelah dilakukan penyesuaian terhadap jumlah peserta, umur, gender, dan porto-folio, Dr. DD yang mempunyai komunitas binaan sebanyak 2,000 peserta memperoleh pendapatan sebesar Rp.11,940,000/bulan, dan Dr.FF sebesar Rp.12,225.000/bulan untuk melayani 2500 peserta. Dr.DD lebih diuntungkan karena memiliki porto-folio yang lebih tinggi, Dr.FF tidak diuntungkan dengan komunitas binaan yang lebih besar. Komponen 3 memberi insentif Rp.500/poin, dan insentif ini cukup memotivasi kedua dokter ini untuk berpartisipasi melaksanakan program nasional, dan memberi tambahan pendapatan Rp.1,865,000 bagi Dr. DD, dan Rp.2,150,000 bagi Dr.FF.
Hasil simulasi ini menunjukkan prinsip dasar yang melandasi metode Sandwich ternyata dapat digunakan untuk membayar dokter yang memiliki perbedaan masa kerja dokter, tingkat kompetensi, kondisi geografi, dan beban kerja akibat melayani populasi berbeda. Berbagai perbedaan tersebut dapat diakomodasi dengan menerapkan formula sederhana METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 52
menggunakan data yang mudah diperoleh. Padahal, perbedaan ini biasanya sangat sulit dipertemukan, yang antara lain disebabkan tidak adanya formula yang standar dan transparan, yang menjadi acuan bagi pembayar maupun para dokter. Dalam era JKN, regulasi telah menetapkan BPJS akan membayar fasilitas kesehatan primer dengan kapitasi. Selanjutnya pembayaran ke personil faskes, termasuk dokternya, diserahkan pengaturannya kepada faskesnya. Mengingat metode kapitasi bertujuan mentransfer risiko finansial ke faskes, maka mau tidak mau faskes pun harus menyebarkan risiko ini keseluruh personilnya. Kondisi ini akan mendorong setiap faskes untuk menerapkan sistem remunerasi yang sesuai dengan kondisi organisasinya, dan sistem remunerasi ini dapat menerapkan metode Sandwich. (lihat gambar).
Gambar 4-3. Hubungan BPJS, fasilitas kesehatan dan dokter Dari arus dana yang digambarkan di atas, dan mengingat metode Sandwich tidak membutuhkan data yang kompleks, formulanya cukup sederhana dan administrasinya mudah, maka metode Sandwich dapat diterapkan pada skala fasilitas kesehatan (mikro) maupun skala nasional (makro). Penerapan metode ini sangat ditentukan oleh political will dari para pemangku kepentingan. Skala fasilitas kesehatan (mikro) Metode Sandwich dapat digunakan untuk menyusun sistem remunerasi dokter di suatu faskes yang memiliki dua dokter atau lebih, dengan tujuan untuk menciptakan transparansi dalam membagi pendapatan faskes. Dalam kondisi ini besarnya komponen satu, dua dan tiga ditentukan sendiri oleh organisasinya.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 53
Metode Sandwich juga dapat diterapkan di puskesmas yang dikontrak BPJS. Dalam hal ini gaji dokter PNS yang mengacu pada PGPNS dianggap sebagai komponen satu. Proporsi jasa pelayanan dari kapitasi BPJS yang menjadi hak dokter digunakan untuk membayar komponen dua. Sedangkan pembayaran komponen tiga dapat disisihkan dari kapitasi BPJS yang diterima puskesmas, atau bersumber dari pengelola program tingkat nasional, atau dana khusus di BPJS yang dialokasikan untuk membiayai program nasional di luar kapitasi. Jadi setiap puskesmas, terutama yang sudah menjadi BLUD, dapat dengan mudah menerapkan prinsip-prinsip metode Sandwich yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Skala nasional (makro) Metode Sandwich dapat digunakan untuk menyusun sistem remunerasi dokter di tingkat nasional. Dalam hal ini diperlukan kebijakan tentang standar formula yang digunakan, standar nilai untuk kompensasi basik, kapitasi basik, dan konversi 1 poin, sumber untuk membiayai komponen 1, komponen 2, dan komponen 3, serta tatacara pengelolaannya. Metode Sandwich cukup fleksibel, sehingga penerapannya dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya: Menetapkan komponen 1 (untuk membayar kebutuhan dasar profesi dokter) menjadi tanggung jawab pemerintah. Penerapannya dapat berupa kebijakan tentang status dan pendapatan dokter yang harus diikuti institusi yang mempekerjakan dokter, atau dapat lebih jauh lagi seperti komponen 1 menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah yang mempekerjakan dokter tersebut. Menetapkan komponen 2 (kompensasi untuk tanggung jawab, beban kerja dan kinerja dokter) menjadi tanggung jawab institusi tempat dokter bekerja, dan sumber biayanya dari pendapatan faskes, termasuk pendapatan dari BPJS. Menetapkan komponen 3 (insentif kontribusi dokter mensukseskan program nasional) sumber biayanya dari pemerintah, atau dapat pula bersumber dari dana khusus BPJS untuk membiayai program kesehatan nasional. Mewajibkan semua fasilitas kesehatan menggunakan metode Sandwich sebagai acuan untuk menyusun remunerasi dokter, dan menggunakan standar nilai yang ditetapkan oleh pemerintah. Penerapan metode Sandwich secara nasional akan menjadikan karir dan pendapatan dokter menjadi lebih transparan dan lebih pasti. Dua hal ini yang saat ini tidak ada. Hal ini akan sangat membantu para dokter untuk merencanakan karirnya, misalnya apakah akan membuka praktik di suatu daerah terpencil atau sebaiknya menjadi pegawai gajian saja (PNS). Para dokter pun diharapkan termotivasi untuk meningkatkan kompetensi dan aktif berpartisipasi melaksanakan program nasional, karena hal ini berdampak langsung pada peningkatan pendapatannya. Pihak faskes yang mempekerjakan dokter dan BPJS pun akan memperoleh manfaat, karena penerapan metode Sandwich ini menyebabkan biaya yang dibutuhkan untuk membayar METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 54
dokter menjadi lebih pasti dan tidak terlalu fluktuatif, dan hal ini akan memudahkan proses perencanaan. Pencapaian target program nasional diharapkan juga meningkat, mengingat besarnya populasi yang dicakup oleh DLP dan era JKN nanti.
7. Implikasi Pada Kebijakan Nasional Penerapan JKN yang menempatkan BPJS sebagai pembayar tunggal (single payer) dengan mekanisme asuransi kesehatan sosial akan mendorong perubahan berantai (domino effect) pada berbagai bidang dan sektor. Sektor pendidikan harus berubah agar dapat menyediakan tenaga kerja yang jenis, kualitas dan kuantitasnya sesuai kebutuhan JKN. Sektor pemberi pelayanan akan terdorong melakukan integrasi vertikal dan horizontal untuk mengamankan pasarnya dan untuk menjamin kesinambungan pelayanan bagi peserta JKN, industri farmasi terdorong memproduksi obat-obatan berkualitas dan harganya terjangkau (murah), lembaga dan institusi baru akan terbentuk untuk mengawal hak masyarakat, menjamin kualitas layanan dan mengawasi penyelenggaraan JKN yang baik (good governance), dan perubahan lainnya. Dalam melaksanaka berbagai perubahan menuju sistem pelayanan kesehatan nasional yang lebih baik tersebut, sekaligus harus ditata pula status dan karir profesi dokter. Dalam konteks ini adanya metode membayar dokter yang transparan dan menjadi acuan semua pemangku kepentingan sangat diperlukan, mengingat status dan karir dokter selama ini nyaris terabaikan. Penerapan metode Sandwich skala nasional harus ditempatkan sebagai salah satu kebijakan untuk menata ulang sistem pelayanan kesehatan nasional. Penerapan metode ini antara lain membutuhkan regulasi dan kebijakan lintas sektor berikut ini: Menetapkan porsi dana untuk pelayanan primer minimal 40-50% dari total dana BPJS. Penetapan ini menunjukkan komitmen negara untuk menjamin sistem pelayanan kesehatan yang menopang JKN berorientasi pelayanan primer, mengutamakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan seluruh penduduk Indonesia, dan menyelesaikan 80-90% masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Menetapkan Indeks Geografi Praktik Dokter sebagai acuan pemangku kepentingan dalam menyusunan kebijakan tentang penyebaran dokter, pemberian kompensasi dokter, dan penghitungan biaya pelayanan kesehatan. Menetapkan profesi dokter sebagai profesi strategis yang karir dan kesejahteraannya
dijamin negara, baik sebagai abdi negara (PNS) maupun bukan abdi negara. Hal ini bukan berarti seluruh dokter Indonesia harus menjadi PNS. Menetapkan DLP sebagai pemilik usaha pelayanan kesehatan primer atau pemilik entitas
praktiknya, mengingat dokter adalah self-employed profession dan dalam era JKN nanti praktik DLP akan menjadi karir dan tumpuan hidup mayoritas dokter Indonesia selama ia berprofesi dokter + 30-40 tahun. Kebijakan ini sekaligus diarahkan untuk menata ulang bentuk entitas praktik DLP yang ada saat ini agar menjadi entitas praktik DLP yang dapat METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 55
menyajikan pelayanan komprehensif, bermutu, aman, dan biayanya terjangkau, serta mudah diakses masyarakat pada saat ia membutuhkan, dan penyebarannya merata di seluruh wilayah NKRI. Menetapkan organisasi profesi dokter sebagai pihak yang berwenang mewakili entitas
praktik DLP dalam bernegosiasi dengan pihak BPJS, mengingat DLP sebagai pemilik praktiknya dan pelayanan DLP kepada peserta JKN pada hakekatnya merupakan pengejawantahan pengetahuan, keterampilan dan waktu kerja DLP.
Catatan: Metode Membayar Dokter Spesialis di Era JKN Metode Sandwich yang dirancang untuk membayar dokter layanan primer ini, dapat pula diterapkan untuk membayar dokter spesialis. Penyesuaian yang harus dilakukan adalah pada komponen 2, yaitu komponen untuk membayar kompensasi untuk tanggung jawab, beban kerja dan kinerja dokter. Dengan mempertimbangkan cara kerja dan pola pelayanan dokter spesialis, metode yang tepat untuk membayar komponen 2 ini adalah metode FFS namun pembayarannya bukan berdasarkan tarif jasa medik, tapi berbasis relative value unit (RVU) yang diadopsi dari konsep Resource Based Relative Value Scale (RBRVS). Jadi metode Sandwich untuk membayar dokter spesialis terdiri dari 3 komponen: komponen 1 (sebagai kompensasi kebutuhan dasar profesi dokter), berbasis salary, komponen 2 (sebagai kompensasi tanggung jawab, beban kerja dan kinerja dokter), berbasis relative value unit, dan komponen 3 (sebagai insentif kontribusi dokter mensukseskan program nasional), berbasis fee for service reimbursement.
ooGSoo
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 56
KEPUSTAKAAN Adams, Owen. Physician Remuneration in Canada: Trends and Prospects. Edmonton : Canadian Medical Association, 2010. Boland, Peter. A Practical Guide to Managing At Risk Arrangements. Berkeley : Boland Health care, 1996. Cotton, Horace. Medical Group Practice. New Jersey : Medical Economics, 1965. Chawla, Mukesh at al. Paying the Physician : Review of Different Methods. Boston : Department of Population and International Health Harvard School of Public Health, 1997. Drossos, Alex. Health Economics Analysis : Fee for Service vs. Capitation. 2002. Du Bois, Gerd C. The Business Of Medical Practice A Canadian Handbook. Ontario : Copp Clark Pitman, 1990. Docteur, Elizabeth et al. Health-Care Systems: Lessons From The Reform Experience. Organisation for Economic Co-operation and Development. 2003 Fujisawa, Rie et al. The Remuneration Of General Practitioners And Specialists In 14 OECD Countries: What Are The Factors Influencing Variations Across Countries?. 2008 Gosden T et al. Capitation, salary, fee-for-service and mixed systems of payment: effects on the behaviour of primary care physicians (Review). Wiley, 2006. Grignon, Michel et al. Influence of Physician Payment Methods on the Efficiency of the Health Care System. Commission on the Future of Health Care in Canada, 2002. Gilman, Thomas A. Alternative Delivery Systems. Ohio : An Aspen Publication, 1987. Holden, Michael et al. Remuneration Of Primary Care Physicians. Library of Parliament, 2002. Hsiao WC, Braun P, Dunn D, et al: Resource based relative values: An overview. JAMA 1988; 260: 2347-2353. Hsiao WC, Braun P, Becker ER, et al: The Resource-Based Relative Value Scale – Toward the development of an alternative physician payment system. JAMA 1987; 258: 799-802. Kemenkes. Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019. Jakarta, 2012. Lee, Sidney et al.Paying the Doctor: the three-layered cake revisited. CMA Journal, 1975. Massam, Alan. Britain’s National Health Service faces crisis over pay settlements. CMA Journal, 1975. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 57
Orovan, William L. Reviewing Models For Physician Compensation Canada And Abroad. Pavlock, Ernest J. Financial Management For Medical Groups. Englewood : MGMA ,2000. Robinson, James C. Theory and Practice in the Design of Physician Payment Incentives. Berkeley : University of California, 2001. Soetono, Gatot. Konsep IDI Tentang Jasa Pelayanan Dokter. Jakarta : IDI, 2008. Soetono, Gatot. Program Penyusunan Panduan Jasa Medik. Jakarta : IDI, 2006. Soetono, Gatot cs. Membangun Praktik Dokter Keluarga Mandiri. Jakarta : IDI, 2007 The World Health Report 2000. Health Systems: Improving Performance. WHO, 2000. Wranik, Dominika W. cs. Physician Remuneration Methods for Family Physicians in Canada: Expected Outcomes and Lessons Learned. Halifax : Springer Science+Business Media, 2009. Warren, Tom. A Brief History of Physician Remuneration. 2008.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 58
LAMPIRAN-1: Contoh Pelayanan Praktik Dokter Layanan Primer 1. PENILAIAN STATUS KESEHATAN PRIBADI (WELLNES CHECKUP) Layanan ini merupakan suatu metode pengujian kesehatan terkini yang menggabungkan penilaian faktor risiko dan pemeriksaan medik terarah. Layanan ini meliputi pengumpulan informasi kesehatan pribadi melalui kuesioner, anamnesis, pemeriksaan fisik lengkap, pemeriksaan penunjang terarah, dan konseling wellness. WellnessCheckup merupakan metode dokter keluarga untuk memperoleh profil kesehatan pribadi yang diperlukan untuk merancang upaya promotif-preventif-kuratif-rehabilitatif yang sesuai dengan kebutuhan mitra. Bagi mitra sendiri, profil kesehatan pribadi ini dapat dijadikan cermin untuk melihat bagaimana kondisi kesehatannya dan dapat pula dijadikan materi edukasi karena berisi langkah-langkah yang harus dilakukan jika ingin memiliki kondisi kesehatan yang optimal. WellnesCheckup akan dilaksanakan segera setelah seseorang menjadi mitra praktik dokter mandiri (PDM) dan selanjutnya akan diulang setiap tahun. 2. PROGRAM PROAKTIF PENGENDALIAN PENYAKIT/KONDISI KHUSUS Layanan ini merupakan program promotif-preventif yang dilaksanakan secara proaktif dengan tujuan mengendalikan penyakit/kondisi khusus, seperti hipertensi, diabetes mellitus, hiperlipidemia, kegemukan, merokok, dll. Sebagai contoh, bila hasil WellnessCheckup menunjukkan mitra menderita hipertensi, maka dokter keluarga akan merencanakan program yang sesuai dengan kondisi mitra. Program ini harus diikuti selama satu periode, meliputi konseling tentang gaya hidup seperti apa yang cocok untuk mitra, pola makan yang sehat, aktivitas olah raga, dan lain-lain agar mitra menjadi sehat, di samping upaya medik (obat-obatan, pemeriksaan penunjang, dll). Selama mengikuti program ini dokter keluarga akan mengingatkan mitra kapan harus datang ke PDM dan kegiatan apa yang harus diikuti, memantau kemajuan yang telah dicapai mitra, dan menginformasikan hasilnya kepada mitra. Dengan pendekatan ini penyakit/kondisi tertentu dapat ditangani dengan lebih terarah, terpadu, dan biayanya dapat terkendali. 3. PENDIDIKAN KESEHATAN Program pendidikan kesehatan ini dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan pengetahuan kesehatan mitra. Dokter keluarga dan timnya akan memberikan pendidikan kesehatan tentang pola hidup sehat, cara-cara mengatasi masalah kesehatan sehari-hari, dan kemandirian dalam memelihara kesehatan. Sasaran pendidikan kesehatan ini adalah individu, keluarga yang mempunyai masalah tertentu (misalnya narkoba), kelompok penderita penyakit (misalnya, penyakit jantung, diabetes, i, dll), dan kelompok individu yang mempunyai minat terhadap kesehatan. PDM secara berkala akan menyelenggarakan pendidikan kesehatan dalam bentuk seminar, mini-seminar, diskusi kelompok, konseling, audio-visual, dan brosur. Informasi tentang agenda pendidikan kesehatan ini dapat diperoleh di layanan pelanggan yang ada di setiap PDM. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 59
4. IMUNISASI Kegiatan ini merupakan suatu tindakan preventif untuk melindungi mitra dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. PDM menyediakan pelayanan imunisasi dasar, booster, atau imunisasi khusus untuk bayi dan anak yang sesuai dengan jadwal imunisasi anjuran IDAI dan WHO. Selain untuk bayi dan anak, juga disediakan imunisasi khusus untuk dewasa dan lansia, seperti influenza, tifoid, serta imunisasi untuk calon haji. 5. PEMELIHARAAN KESEHATAN BAYI DAN ANAK BALITA Dokter keluarga peduli dengan golden period pada bayi dan anak balita dan meyakininya sebagai masa tumbuh kembang yang terpenting. Oleh sebab itu dokter keluarga dan timnya akan melaksanakan pemeriksaan rutin pada bayi dan anak balita, seperti memantau pertumbuhan, status imunisasi dan gizi, perkembangan motorik, dan memberikan nasehat tentang perawatan, nutrisi, dan psikologi agar tercapai pertumbuhan yang optimal. 6. PEMELIHARAAN KESEHATAN ANAK USIA SEKOLAH Dalam kerja sama dengan sekolah-sekolah, dokter keluarga dan timnya akan melaksanakan pemeriksaan rutin dan deteksi dini masalah kesehatan anak usia sekolah, termasuk status imunisasi dan gizi, kesehatan mata, kesehatan gigi dan mulut, dan memberikan konsultasi psikologi perkembangan anak bila diperlukan. 7. PEMELIHARAAN KESEHATAN WANITA DAN KESEHATAN REPRODUKSI Kesehatan wanita memerlukan pemeliharaan yang khusus dan teratur. Oleh sebab itu dokter keluarga dan timnya akan melaksanakan pemeriksaan rutin, deteksi dini, dan mengelola masalah kesehatan yang khususnya ada pada wanita, seperti deteksi dini kanker mulut rahim (pemeriksaan Pap’s Smear) dan kanker payudara, menopause, dan masalah kesehatan umum seperti pengelolaan berat badan, dan perawatan kulit wajah. Untuk menjaga kesehatan reproduksi, dokter keluarga dan timnya menyediakan pelayanan KB, termasuk konsultasi dan pemeriksaan rutin pra-nikah, tes kehamilan, pelayanan kontrasepsi, konseling Keluarga Berencana, dan pemeriksaan kemandulan sampai batas tertentu. Pelayanan kesehatan reproduksi juga dilaksanakan untuk kesehatan reproduksi laki-laki. 8. PEMELIHARAAN KESEHATAN LANSIA DLP dan timnya akan melaksanakan pemeriksaan rutin bagi mereka yang termasuk kelompok lansia untuk deteksi dini dan mengelola masalah kesehatan yang sering ditemui di usia lanjut, seperti pembesaran prostat, penyakit degeneratif, dan lain-lainnya. DLP dan timnya juga melakukan pendampingan keluarga dalam menunjang pemeliharaan kualitas hidup lansia. Pendampingan berupa pelayanan pembinaan keluarga.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 60
9. PEMERIKSAN ANTE- & POSTNATAL DLP dan timnya akan melakukan pemeriksaan rutin pada mitra yang hamil agar diperoleh kehamilan yang baik dan persalinan yang aman. Jika tiba saatnya, dokter keluarga dan timnya akan menangani persalinan atau merujuk ke rumah bersalin atau rumah sakit yang tepat. Untuk memulihkan kondisi ibu serta memelihara kesehatan bayi, pemeriksaan rutin pascasalin (postpartum) akan dilakukan. Pelayanan edukasi perawatan bayi, perawatan luka pascasalin, perawatan payudara dan cara menyusui yang sehat, dan lain lain akan diberikan secara individual maupun kelompok. 10. KONSULTASI DAN PENGOBATAN Dokter keluarga memberikan layanan konsultasi dan pengobatan yang dibutuhkan mitra. Layanan pengobatan ini meliputi konsultasi medis/anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis, pengobatan, dan tindakan medis yang sesuai dengan kewenangan dokter keluarga dan kebutuhan medis mitra. Dokter keluarga akan merujuk mitra bila dibutuhkan layanan yang di luar kompetensi dan bukan kewenangannya, atau bila di PDM-nya tidak tersedia fasilitas yang dibutuhkan mitranya. Dalam hal ini dokter keluarga akan membuat surat rujukan ke dokter lain yang telah menjalin kemitraan dengan PDM-nya dan memantau hasilnya. 11. PERESEPAN OBAT Dokter keluarga akan meresepkan obat-obatan secara rasional yaitu meresepkan obat yang dibutuhkan secara klinis dengan dosis yang cukup untuk jangka waktu yang memadai, dan dengan cara pemberian yang tepat. Ia akan mengutamakan penggunaan obat esensial dan obat generik yang terdapat di dalam ”Formularium Obat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama” yang tersedia di PDM. 12. TINDAKAN MEDIS Bila diperlukan tindakan medis untuk menyelesaikan masalah mitra, dokter keluarga akan melakukan tindak medis yang menjadi kompetensi dan kewenangannya, antara lain tindakan bedah kecil (ekstirpasi, insisi, sirkumsisi), injeksi, resusitasi, dan persalinan normal. 13. KONSELING Dokter keluarga akan melaksanakan pelayanan konseling, yaitu membantu mitranya dalam proses pengambilan keputusan menyangkut masalah kesehatan yang dihadapi mitra. Konseling dapat diberikan kepada perseorangan, keluarga, atau kelompok yang mempunyai masalah tertentu. Konseling biasanya diberikan pada mitra yang perlu memodifikasi gaya hidup atau yang menderita penyakit kronis atau penyakit berat, atau yang harus dirawat di rumah sakit (misalnya harus menjalani tindak bedah yang berisiko, aborsi, HIV/AIDS, dll). Konseling keluarga diselenggarakan dalam rangka menyelesaikan masalah pasien yang memerlukan METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 61
peran serta keluarga (misalnya masalah narkoba, perawatan lansia). Konseling kelompok diselenggarakan untuk kelompok yang berpenyakit sama (misalnya penyakit jantung, diabetes, stroke). Konseling memerlukan waktu khusus, karena itu mitra harus membuat perjanjian lebih dahulu untuk konseling perseorangan maupun konseling keluarga. Konseling kelompok akan terjadwal di PDM. 14. PENUNJANG DIAGNOSTIK Bila kondisi setempat membutuhkan, PDM dapat dilengkapi dengan fasilitas penunjang diagnostik seperti laboratorium untuk layanan strata pertama, elektrokardiografi, ultrasonografi, dan fasilitas penunjang lainnya. Bila fasilitas ini tidak tersedia, mitra dapat dirujuk ke PDM lain atau sarana kesehatan lain yang bermitra dengan PDM. 15. REHABILITASI MEDIK Dokter keluarga dan timnya menyediakan perawatan rehabilitasi medik bagi penderita pasca-stroke, pascabedah, dan kondisi lainnya. Perawatan rehabilitasi medik ini sebatas kompetensi dokter keluarga dan timnya dan dapat dilakukan di PDM atau di rumah mitra. 16. KUNJUNGAN RUMAH Dokter keluarga melakukan kunjungan rumah untuk memberikan layanan bila kondisi mitra, karena alasan medis, tidak memungkinkannya datang ke PDM. Ia juga akan berkunjung untuk melakukan penilaian kemungkinan adanya potential hazards di rumah mitra, atau melakukan pendidikan kesehatan kepada seluruh keluarga. Kunjungan dijadwalkan dan dibedakan antara kebutuhan yang mendesak dengan yang tidak mendesak. 17. PERAWATAN DI RUMAH Mitra dapat minta dirawat di rumah karena pertimbangan ekonomi dan kenyamanan, dan dokter keluarga akan menyetujui permintaan tersebut bila secara medis memungkinkan. Tim PDM akan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan agar perawatan di rumah dapat dilaksanakan dengan baik, termasuk melatih anggota keluarga dalam merawat mitra. Bila diperlukan, seorang perawat akan ditugaskan merawat mitra. Selama mitra menjalani perawatan di rumah, dokter keluarga secara periodik akan memonitor mitra. Kasus yang dapat dirawat di rumah antara lain adalah penderita yang telah melewati masa kritis di rumah sakit dan tinggal menunggu masa pemulihan dan mitra yang memerlukan perawatan paliatif. 18. KUNJUNGAN KE RUMAH SAKIT Bila mitra dirawat di rumah sakit, dokter keluarga akan mengunjungi mitra. Ia akan menjelaskan riwayat penyakit mitra kepada dokter yang merawat dan memantau perawatan mitra. Upaya ini dilakukan agar mitra mendapat pelayanan medis yang sesuai dengan kebutuhan dan terhindar dari pelayanan yang tidak perlu. Bila kondisi mengizinkan DLP dapat ikut merawat dan mendampingi mitra dalam memutuskan tindakan/prosedur yang akan dijalani mitra. METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 62
19. LAYANAN MENDESAK/GAWAT DARURAT PDM disiapkan untuk memberikan layanan gawat darurat yang sewaktu-waktu terjadi di PDM, seperti mengatasi syok atau asma akut. Mitra dapat menghubungi dokter keluarganya bila sewaktu di rumah ia menghadapi masalah kesehatan yang bersifat mendesak tetapi bukan gawat darurat, seperti alergi setelah minum obat, tidak mengetahui dosis obat yang harus diminum atau bayi panas tinggi. Namun, bila mitra menemui keadaan gawat darurat, disarankan untuk mencari bantuan ke sarana kesehatan terdekat yang mempunyai fasilitas layanan kedaruratan medis, baru setelah itu menghubungi dokter keluarga. DLP akan segera mendampingi mitra bila secara medis kehadirannya dibutuhkan. 20. AMBULANS Sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, PDM dapat dilengkapi dengan layanan ambulans untuk kemudahan dan kenyamanan transportasi mitra yang memiliki kondisi khusus. Berbagai produk layanan tersebut di atas sebagian besar tampaknya sama dengan layanan di puskesmas dan praktik dokter umum. Namun, karena dokter keluarga memiliki rasa tanggung jawab dan pola pikir dan pola tindak (mindset) yang khas, maka pengguna PDM akan merasakan suatu bentuk layanan yang berbeda dengan yang biasa dirasakan selama ini. Dalam tulisan ini terminologi dokter keluarga dan dokter layanan primer mengandung pengertian yang sama dan dapat dipertukarkan.
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
Page 63
LAMPIRAN-2: Contoh Menghitung Kapitasi Dokter Layanan Primer PRAKTIK DOKTER MANDIRI (PDM) TEMPLATE UNTUK MENGHITUNG BIAYA SATU KUNJUNGAN DAN KAPITASI NO
LANGKAH
KETERANGAN
KALKULASI
1 Tentukan unit layanan
Setiap episode of care peserta yang datang ke PDM ditetapkan sebagai satu kunjungan
Tentukan kapasitas 2 produksi setahun
Diasumsikan PDM dengan 1 DK dibantu oleh 1 Perawat dan 1 HCA mampu memberikan pelayanan kepada 7120 kunjungan setahun (dibulatkan jadi 7200)
7,200
Salary & benefit DK Rp.180 jt/tahun : 50mg/th : 40 jam/ mg : 60 menit/jam = Rp.933/menit x 10menit/kunjungan
15,000
Salary & benefit Perawat Rp.42 jt/tahun : 50mg/th : 40 jam /mg : 60 menit/jam = Rp.500/menit x 5 menit/kunjungan
2,500
Biaya Health Care Salary & benefit HCA Rp.30 jt/tahun : 50mg/th : 40jam/mg Assistant (HCA) : 60 menit/jam = Rp.250/menit x 5 menit/kunjungan
1,250
3
Kalkulasi biaya langsung Biaya DK Biaya Perawat
Material habis pakai Obat, spuit, sarung tangan, linen, reagen, desinfektan, dll Laboratorium dasar dan rutin Penunjang diagnostik Obat peresepan
5,000
Darah lengkap, urinalisis, glukosa darah, GOT/GPT, asam urat, panel lipid, tes kehamilan, widal Foto polos, EKG, USG Generik, OTC
4,000 1,600 11,600
Total biaya langsung per tahun TOTAL biaya langsung per kunjungan Kalkulasi biaya tidak 4 langsung Tempat praktik Sewa gedung, listrik, air, telepon
40,950
28,800,000
RTK Stationary, barang cetakan, pemeliharaan, kebersihan, dll CME/CPD Seminar, Langganan jurnal, iuran organisasi, dll Salary & benefit Administrator, office boy Marketing Brosur, poster, boklet, dll Lain-lain TOTAL
6,000,000 4,800,000 15,000,000 3,600,000 2,400,000 60,600,000
Jumlah kunjungan Dari nomor 2 di atas TOTAL biaya tidak langsung per kunjungan
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
7,200 8,417
Page 64
5
Kalkulasi depresiasi dan amortisasi Nilai awal aset untuk praktik Nilai jual asset kedaluwarsa TOTAL Estimasi jangka waktu penggunaan aset Basis alokasi Rasio terhadap jumlah kunjungan TOTAL depresiasi per kunjungan Nilai barang & jasa untuk praktik Estimasi jangka waktu pemanfaatan Basis alokasi Rasio terhadap jumlah kunjungan
6
7
50,000,000 10,000,000 40,000,000 10 7,200 556 20,000,000 10 7,200
TOTAL amortisasi per kunjungan
278
TOTAL depresiasi dan amortisasi per kunjungan
833
Kalkulasi biaya per kunjungan Total dari 3 Total dari 4 Total dari 5 TOTAL biaya per kunjungan
40,950 8,417 833 50,200
Kalkulasi biaya per kapita Jumlah peserta
Jumlah peserta yang mampu dilayani oleh 1 DK dibantu oleh 2 asistennya
2,400
Rata-rata kunjungan per peserta per tahun
3
Jumlah kunjungan seluruh peserta per tahun Biaya seluruh kunjungan peserta per tahun
7,200 361,440,000
Biaya kapitasi per peserta per bulan
METODE MEMBAYAR DOKTER LAYANAN PRIMER DALAM ERA JKN, OKTOBER 2013
12,550
Page 65