MENUMBUHKEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI SISWA BEDA AGAMA MELALUI MATA PELAJARAN PENDIDIKAN RELIGIOSITAS KELAS XI DI SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Disusun oleh: ITSNA FITRIA RAHMAH NIM: 08470020
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012
i
MOTTO
4 (#þθèùu‘$yètGÏ9 Ÿ≅Í←!$t7s%uρ $\/θãèä© öΝä3≈oΨù=yèy_uρ 4s\Ρé&uρ 9x.sŒ ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $¯ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ ∩⊇⊂∪ ×Î7yz îΛÎ=tã ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä39s)ø?r& «!$# y‰ΨÏã ö/ä3tΒtò2r& ¨βÎ)
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”. 1 (QS. Al-Hujurat ayat 13)
1
Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahan Special for Woman, (Semarang: CV. Alawah, 1993), hal. 517
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini Saya Persembahkan Untuk: Almamater Tercinta Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
viii
KATA PENGANTAR
ِْ ا ِ ْ ا ِ ِْ ِ ا ) َ ْ َأ'ْ&َ ُ َان. ِ ْ$ِّ ُ"ْرِا ! َْ َو ا# ََ ُا ُ ََِْْ ِِ َو َ ِْ َ َ ْب ا َر ِ ُ ْ َْ َأ ََ َُ ّ ٍ َو# ََ َْ, َو َ. ُ& َا. ل ا ُ ْ"ُ,َُ ًا ر# ن و َأ'ْ&َ ُ َا ُ )ا ا َ ِا ُ َْ َّ#َا. َِْ ْ1ِِ َا0َْ. ا ِِ َو Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayah- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini meskipun dalam prosesnya banyak sekali halangan dan hambatan. Namun demikian, penulis sadari dengan sepenuh hati bahwa ini adalah benar- benar pertolongan Allah SWT. Shalawat dan salam semoga terlimpah ruah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai figur teladan dalam dunia pendidikan yang patut ditiru dan digugu. Penyusunan
skripsi
ini
merupakan
kajian
singkat
tentang
implementasi
“MENUMBUHKEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI SISWA BEDA AGAMA MELALUI MATA PELAJARAN PENDIDIKAN RELIGIOSITAS DI SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA”. Penyusun menyadari dengan sebenar- benarnya bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Hamruni M.Si, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
ix
2.
Ibu Dra. Nur Rohmah, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3.
Bapak Drs. Misbah ulmunir, M. Si, selaku Sekertaris Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
4.
Bapak Muh. Agus Nuryatno, MA, Ph.D, selaku Pembimbing Skripsi, yang telah mencurahkan ketekunan dan kesabarannya dalam meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
5.
Bapak Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, MA, selaku Penasehat Akademik, selama menempuh program Strata Satu (SI) di Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
6.
Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
7.
Bapak Drs. Andar Rujito, selaku Kepala Sekolah SMA BOPKRI I Yogyakarta beserta para Bapak dan Ibu Guru, dan seluruh karyawan sekolah.
8.
Bapak Sartana, S.PAK, selaku Guru Mata Pelajaran Religiositas kelas XI di SMA BOPKRI I Yogyakarta yang sudah bersedia meluangkan waktunya dan selalu membantu penulis selama menyelesaikan penelitian.
9.
Abiey dan mamah tercinta yang selalu mendo’akan penulis agar menjadi anak yang berbakti, shalehah dan berhasil.
10. Kakakku Intan Kurnia Sari dan adikku Lukman hakim tersayang, yang selalu menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi ini. x
11. Mas Ahmad Zaki Rohim, yang selalu setia dan sabar mendampingi dan mendo’akan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 12. Teman- teman Komunitas KI’ 08 yang telah mendoakan penulis dalam penyusunan skripsi. Penulis hanya bisa mendo’akan semoga bantuan, arahan, bimbingan, dorongan dan pelayanan yang baik tersebut mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Yang Maha Adil dan Bijaksana.
Yogyakarta, 2 Maret 2012 Penulis,
Itsna Fitria Rahmah NIM. 08470020
xi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL -----------------------------------------------------------------SURAT PERNYATAAN KEASLIAN --------------------------------------------SURAT PERNYATAAN -----------------------------------------------------------HALAMAN SURAT PERSETUJUAN -------------------------------------------HALAMAN SURAT PERSETUJUAN KONSULTAN -----------------------HALAMAN PENGESAHAN ------------------------------------------------------HALAMAN MOTTO ---------------------------------------------------------------HALAMAN PERSEMBAHAN ----------------------------------------------------KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------DAFTAR LAMPIRAN --------------------------------------------------------------DAFTAR GAMBAR ----------------------------------------------------------------ABSTRAK ----------------------------------------------------------------------------PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ---------------------------------
i ii iii iv v vi vii viii x xii xiv xv xvi xvii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang --------------------------------------------------------B. Rumusan Masalah ----------------------------------------------------C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian -----------------------------------D. Telaah Pustaka --------------------------------------------------------E. Landasan Teoritik ----------------------------------------------------F. Metode Penelitian ----------------------------------------------------G. Sistematika Pembahasan ---------------------------------------------
1 9 9 10 17 37 47
BAB II : GAMBARAN SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA A. Letak dan Keadaan Geografis --------------------------------------B. Sejarah SMA BOPKRI 1 Yogyaarta-------------------------------C. Visi dan Misi SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ----------------------D. Keadaan dan Perlengkapan Sarana Prasarana SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ----------------------------------------------------------E. Struktur Organisasi SMA BOPKRI 1 Yogyakarta --------------F. Kurikulum di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ----------------------G. Pedoman Kegiatan Belajar Siswa ---------------------------------H. Prestasi Akademis dan Non Akademis ---------------------------I. Ekstrakulikuler di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta -----------------
50 51 52 53 55 56 58 64 70
BAB III : MENUMBUHKEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI SISWA BEDA AGAMA DI SMA BOPKRI 1 YOGYAKARTA A. Sejarah Singkat Mata Pelajaran Pendidikan Religiositas ------74 B. Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Religiositas -------------84
xii
C. Penerapan Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ------------------------------------------------------------D. Dampak Pembelajaran Pendidikan Religiositas terhadap toleransi Siswa Beda Agama-----------------------------------------
103 113
BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan ------------------------------------------------------------B. Saran-saran ------------------------------------------------------------C. Penutup -----------------------------------------------------------------
125 127 127
DAFTAR PUSTAKA ----------------------------------------------------------------LAMPIRAN- LAMPIRAN ----------------------------------------------------------
129 133
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran I
: Agenda Penelitian ---------------------------------
133
Lampiran II
: Pedoman Pengumpulan Data --------------------
136
Lampiran III
: Catatan Lapangan ----------------------------------
142
Lampiran IV : Manajemen SMA BOPKRI 1 Yogyakarta -----
195
Lampiran V
: Curriculum Vitae -----------------------------------
213
Lampiran VI : Surat- surat, Sertifikat -----------------------------
215
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar I
: Ruang Laboratorium Agama -----------------
231
Gambar II
: SMA BOKRI 1 Yogyakarta ------------------
232
Gambar III
: Proses Pembelajaran Religiositas -----------
233
Gambar IV & V : Kegiatan Siswa Setelah Interview -----------
234
Gambar V
236
: Staff SMA 1 BOPKRI Yogyakarta ---------
xv
ABSTRAK Itsna Fitria Rahmah. Menumbuhkembangkan Sikap Toleransi Siswa Beda Agama Melalui Pelajaran Pendidikan Religiositas Kelas XI di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Tabiyah dan Keguruan Univesitas Negeri Sunan Kalijaga. 2012. Penelitian ini memiliki latar belakang bahwa posisi pendidikan agama menurut UU Sisdiknas, berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Indonesia merupakan Negara yang demokratis, tetapi banyak konflik sosial yang terkait dengan agama. Sekolah umum di bawah yayasan non keagamaan dan keagamaan mempunyai peluang yang besar untuk membuat eksperimentasi pendidikan agama yang salah satunya bisa menjadi tanggapan atas masyarakat yang multikultural. SMA BOPKRI 1 Yogyakarta tidak menggunakan cara pemisahan siswa pada jam pelajaran agama, karena di sekolah yang bernaung di bawah yayasan Kristen ini tidak memberikan pelajaran agama Kristen Protestan, tetapi yang diberlakukan adalah pelajaran Pendidikan Religiositas sebagai jawaban dari persoalan tersebut. Penelitian ini berjenis kualitatif. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah obervasi, dokumentasi dan wawancara. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data. Adapun analisis datanya menggunakan tiga langkah yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (verification). Tujuan penelitian ini adalah untuk menumbuhkembangkan sikap toleransi siswa beda agama melalui mata pelajaran Pendidikan Religiositas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA BOPKRI 1 Yogyakarta dan objek penelitian ini adalah proses pembelajaran siswa dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Religiositas. Hasil penelitian ini, Pertama, munculnya mata pelajaran Pendidikan Religiositas dilatarbelakangi adanya sebuah perkembangan masyarakat Yogyakarta yang plural, selain itu di dalam SKB 3 Menteri mengharapkan bahkan mengharuskan saat ini sekolah-sekolah agama Kristen harus menyampaikan materi pendidikan agama sesuai dengan agama anaknya. Kedua, dalam penerapan Pendidikan Religiositas, siswa dilatih menjadi seorang pemimpin (leadership), dilatih memperoleh kesadaran dan rasa kejujuran pada saat mengikuti diskusi, menanamkan rasa tanggungjawab pada saat mendapatkan tugas untuk menyampaikan materi Religiositas. Ketiga, Pendidikan Religiositas meningkatkan sikap toleransi siswa beda agama kelas XI SMA BOPKRI 1 Yogyakarta baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat pada umumnya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dengan adanya Pendidikan Religiositas maka semakin berkembangnya sikap toleransi siswa terhadap sesama teman, dengan guru, dengan yang lain baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat. xvi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987. A. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
ا
Alif
Tidak dilambangkan
Tidak dilambangkan
ب
ba’
b
be
ت
ta’
t
te
ث
sa’
s
es (dengan titik di atas)
ج
jim
j
je
ح
ha’
h
ha (dengan titik di bawah)
خ
kha
kh
ka dan ha
د
dal
d
de
ذ
zal
z
zet (dengan titik di atas)
ر
ra’
r
er
ز
zai
z
zet
س
sin
s
es
ش
syin
sy
es dan ye
ص
sad
s
es (dengan titik di bawah)
xvii
ض
dad
d
de (dengan titik di bawah)
ط
ta
t
te (dengan titik di bawah)
ظ
za
z
zet (dengan titik di bawah)
ع
‘ain
‘
koma terbalik di atas
غ
gain
g
ge
ف
fa
f
ef
ق
qaf
q
qi
ك
kaf
k
ka
ل
lam
l
‘el
م
mim
m
‘em
ن
nun
n
‘en
و
waw
w
w
F
ha’
h
ha
ء
hamzah
‘
apostrof
ي
ya
y
ye
B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah ditulis Rangkap
C.
ّد ة
ditulis
Muta’addidah
ّ ة
ditulis
‘iddah
Ta’ marbutah di Akhir Kata 1. Bila dimatikan ditulis
ditulis
Hikmah
ditulis
‘illah
xviii
Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya). 2. Bila diikuti dengan kata sandang ‘al’, maka ditulis dengan h. آا اؤء
ditulis
Karamah al-auliya’
ز آ ة ا
ditulis
Zakah al-fitri
D. Vokal Pendek dan Penerapannya __َ__
a Fathah
ditulis
__ِ__
Kasrah
ditulis
i
__ُ__
Dammah
ditulis
u
َ
Fathah
ditulis
fa’ala
ِذآ
Kasrah
ditulis
zukira
! ُ ه#$
Dammah
ditulis
Yazhabu
E. Vokal Panjang 1
Fathah + alif
ه%
2
Fathah + ya’ mati
&َ'() 3
Kasrah + ya’ mati
ditulis
a
ditulis
jahiliyyah
ditulis
a
ditulis
tansa
ditulis
i
xix
*$ِآ 4
Dammah + wawu mati ُوض
ditulis
karim
ditulis
u
ditulis
Furud
ditulis
ai
ditulis
bainakum
ditulis
au
ditulis
Qaul
F. Vokal Rangkap 1
Fathah + ya mati * (َْ.
2
Fathah + wawu mati ْل0َ1
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata dipisahkan dengan apostrof *2اا ا ت *) 4 56
ditulis
a'antum
ditulis
u'iddat
ditulis
lain syakartum
H. Kata Sandang Alif + Lam Bila diikuti huruf Qamariyyah dan huruf Syamsiyyah maka ditulis dengan menggunakan huruf awal “al”
I.
ا ن7ا
ditulis
al-Qur'an
9:ا
ditulis
al-Syams
Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat ذ ا و ا و د
ditulis
zawi al-furud
('ا ه ا
ditulis
ahl al-sunnah
xx
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.1 Di dalam UU Sisdiknas telah dibahas mengenai makna pendidikan, tujuan maupun penyelenggaraannya. Adapun dalam pembahasan pendidikan itu sendiri mengandung makna keagamaan, kepribadian serta kehidupan. Pendidikan Islam di Indonesia secara khusus menghadapi berbagai persoalan dan kesenjangan dalam berbagai aspek yang lebih kompleks, yaitu: berupa 1
Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekertaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, 2003), hal. 3-9.
2
dikotomi pendidikan, kurikulum, tujuan, sumber daya, serta manajemen pendidikan Islam. Upaya perbaikannya belum dilakukan secara mendasar, sehingga terkesan seadanya saja. Usaha pembaharuan dan peningkatan pendidikan Islam sering bersifat sepotong-sepotong atau tidak komprehensif dan menyeluruh serta sebagian besar sistem dan lembaga pendidikan Islam belum dikelola secara profesional. Posisi pendidikan agama menurut UU Sisdiknas terdapat dalam pasal 30, pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/ atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.2 Bangsa Indonesia melakukan reformasi sosio-politik ke dalam sistem yang demokratis, akan tetapi sering terjadi konflik sosial yang terkait dengan agama. Meskipun hasil beberapa studi menunjukkan bahwa posisi agama dalam beberapa konflik sosial hanya faktor tambahan, masalah sebenarnya adalah politik, ekonomi dan hal-hal lainnya. Memang, dalam kondisi sosial tidak stabil, emosi yang bernuansa keagamaan dari masyarakat bisa dengan sangat mudah terangsang. Di dalam peraturan pemerintah No. 55 Tahun 2007 Pasal 1 Bab 1, telah dijelaskan tentang pendidikan agama. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan 2
Undang- undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekertaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional, 2003), hal. 24.
3
keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.3 Salah satu keunikan masyarakat Indonesia adalah keterikatannya pada simbol-simbol agama dan pada keyakinannya akan fungsi sosial agama dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan eksistensial dan memberi rasa aman oleh kepastian dalam membuat pemaknaan atas peristiwa-peristiwa kehidupan bagi pemeluknya secara eksklusif. Keunikan ini sangat terlihat ketika selalu ada kelompok dalam masyarakat yang senantiasa memberikan posisi bagi agama dalam ruang publik yang seharusnya dikonstruksi menjamin keleluasaan yang terbuka bagi semua ekspresi dan pemaknaannya. Pendidikan agama yang masuk dalam ruang sekolah salah satu contoh kuatnya agama dalam mengambil posisi dalam ruang publik masyarakat Indonesia. Pendidikan agama dalam ruang -publik sekolah resmi hadir sejak 29 Desember 1945, ketika Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan yang berhasil merumuskan sistem dan kurikulum pendidikan Sekolah Menegah Pertama yang menggantikan Sekolah Menengah yang diciptakan Jepang. Pada masa itu pendidikan agama telah masuk dalam kurikulum SMP 3
meskipun sebelumnya Ki Hajar
PP no. 55 Tahun 2007, http://www.pendidikan-diy.go.id/file/pp/2007_pp_55.pdf, (17/ 12/ 2011, 20:15 WIB)
4
Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan telah menyampaikan sikapnya yang sangat pesimis dengan mengatakan, “agama dalam pengajaran di sekolah adalah soal lama dan terus-menerus menjadi persoalan yang sulit”. Kesulitan ini terutama karena bagi Ki Hajar “ada tuntutan supaya sifat keagamaan tadi diberi bentuk yaitu ‘pengajaran agama’, yang mana hakikat syariat agama diberi bentuk yang pasti dan tertentu” . Faktor keyakinan masyarakat akan kekuatan agama dalam fungsi sosial yang antara lain didesakkan melalui tuntutan akan pendidikan agama di sekolah tidak saja didesakkan oleh kelompok penganut agama. Dalam perkembangannya, pendidikan agama di ruang sekolah juga dimaknai sebagai pendidikan untuk menghalau ‘pengaruh komunis’, ketika rezim Soeharto secara sistematis menggiring warganegara menggunakan ‘stempel’ agama yang dibatasi lima macam agama. Demikian hingga kini pendidikan agama turut mewarnai format hubungan agama dan negara yang masih dalam proses pencarian model yang paling mewadahi aspirasi masyarakat sekaligus diharapkan bisa mendukung pendewasaan dalam berbangsa dan bernegara.4 Kemajemukan
agama-agama
(pluralisme)
dan
budaya
(multikulturalisme) adalah tantangan yang dihadapi pemikiran dan kehidupan umat manusia dewasa ini. Ajaran-ajaran dasar agama yang memuliakan perbedaan di satu sisi dan persamaan ketuhanan dan kemanusiaan di sisi lain telah tertimbun kerikil-kerikil politik dan kepentingan yang dibalut dengan penafsiran yang eksklusif. Penafsiran seseorang (self) atau kelompok tertentu
4
http://interfidei.or.id/index.php?page=article&id=1 , (11/ 01/ 2012, 17:00 WIB)
5
yang bertekad meruntuhkan segala yang lain (the other) telah terbukti menimbulkan keruwetan relasi antar manusia. Pluralisme agama dianggap identik dengan sinkritisme (campur aduk ajaran) yang dapat mendangkalkan iman. Soal-soal seperti hak pindah agama juga masih dilihat sebagai masalah tabu. Padahal, pluralisme agama menuntut sebuah keyakinan yang bebas, tulus, tanpa paksaan, baik untuk tetap berpegang pada agamanya atau untuk pindah ke agama lain (hak untuk konversi sebetulnya secara tidak langsung membuat seseorang lebih sadar beragama dan mempelajari agamanya dengan sungguh-sungguh dan tulus).5 Multikulturalisme ternyata bukanlah suatu pengertian yang mudah. Di dalamnya mengandung dua pengertian yang sangat kompleks yaitu “multi” yang berarti plural, “kulturalisme” berisi pengertian kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralisme bukan berarti sekedar pengakuan akan adanya hal-hal yang berjenis-jenis tetapi juga pengakuan tersebut mempunyai implikasi-inplikasi politis, social, ekonomi. Oleh sebab itu pluralisme berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Banyak negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi tetapi tidak mengakui adanya pluralism di dalam kehidupannya sehingga berbagai jenis segregasi. Pluralisme ternyata berkenaan dengan hak hidup kelompokkelompok masyarakat yang ada dalam suatu komunitas. Komunitaskomunitas tersebut mempunyai budayanya masing-masing.6
5
Muhammad Ali, Teologi Pluralis- Multikultural Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan, (Jakarta: Kompas Media Nusantara: 2003), hlm: 28 6 H. A. R. Tilaar, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Grasindo: 2004), hlm: 82.
6
Salah satu kenyataan kehidupan saat ini adalah adanya pluralitas di masyarakat. Dalam teologi Islam sendiri ditegaskan, pluralisme adalah suatu hal yang niscaya. Bahkan Islam menyebut pluralisme sebagai salah satu bentuk sunatullah (hukum alam), seperti sunatullah lainnya, misalnya beda pendapat dan kaya-miskin. Untuk mewujudkan pluralisme diperlukan toleransi. Meski hampir semua masyarakat yang berbudaya kini sudah mengakui adanya kemajemukan sosial, dalam kenyataannya permasalahan toleransi ini masih sering muncul di dunia Barat. Persoalan ini terutama berhubungan dengan ras atau agama.7 Setiap orang memiliki kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan, karena hal itu sebuah anugerah. Seperti juga diungkapkan oleh Zakiyuddin Baidhawi: Kebebasan beragama dan berkepercayaan adalah hak yang tidak diciptakan oleh masyarakat atau negara, melainkan suatu anugerah yang dimiliki oleh setiap individu atau kelompok keagamaan atau kepercayaan melalui hakikat kemanusiaannya. Dalam masyarakat plural yang ditengarai dengan kehadiran bersama perbedaan dan keragaman, kebebasan beragama atau berkepercayaan dapat didefinisikan meliputi dua kategori diantaranya: kebebasan beragama ialah perbedaan dan keragaman agama-agama (al- milal) yang hidup bersama dan berdampingan (live together) tercakup dalam definisi kebebasan beragama. Selanjutnya kebebasan berkepercayaan ialah kepercayaankepercayaan (al- nih- al) adalah istilah yang merujuk kepada pandangan hidup- pandangan hidup (life stances) atau posisi-posisi nonkeagamaan/ sekuler yang tercakup dalam kebebasan berkepercayaan.8 Kebebasan beragama dan berkepercayaan tidak terlepas dari segi- segi toleransi. Dalam Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 disebutkan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta 7
Kompas, Damai untuk Perdamaian, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006), hlm: 10-11. Zakiyuddin Baidhawi, Kredo Kebebasan Beragama, (Jakarta Pusat: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP): 2006), hlm: 2- 20. 8
7
didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Dengan demikian pendidikan tidak hanya membentuk insan cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter kuat dan berakhlak mulia yang bernafas nilainilai luhur bangsa dan agama. Dalam pendidikan karakter harus melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Jika salah satu tidak ada maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dari proses kesadaran seseorang mengetahui tentang nilai-nilai yang baik (knowing the good), lalu merasakan dan mencintai kebaikan (feeling and loving the good) sehingga terpatri dalam jiwanya yang akhirnya menjadi berkakter kuat untuk melakukan kebaikan. Ada sepuluh pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal dan Islam, salah satunya adalah toleransi (tasamuh), kedamaian, dan kesatuan.9 Walaupun toleransi merupakan salah satu ciri dan watak ajaran Islam namun kata “toleransi” tidak banyak dikenal oleh masyarakat awam di Indonesia, yang sebagian penduduknya adalah beragama Islam. Mereka, yaitu umat Islam Indonesia kurang mengenal dan tidak mempopulerkan kata “toleransi” tersebut, tetapi tindak lanjut dan sikap mereka sehari- hari bahkan mencerminkan sifat- sifat dan laku perbuatan dari rasa ketoleransian yang nyata. Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk 9
Maragustam Siregar, Menjadi Manusia Berkarakter (Perspektif Pendidikan Islam), (http://maragustam.wordpress.com, 20/ 07/ 2011, 14:10 WIB).
8
menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat- syarat azaz terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Ditinjau dari permasalahan yang ada di negara kita, maka penulis mengambil tema “Pengajaran Pendidikan Agama dalam Upaya Menumbuhkan Sikap Toleransi Siswa”. Sekolah umum di bawah yayasan non keagamaan dan keagamaan mempunyai peluang yang lebih besar untuk membuat eksperimentasi pendidikan agama yang salah satunya bisa menjadi tanggapan atas masyarakat yang multikultural. SMA BOPKRI 1 Yogyakarta tidak menggunakan cara pemisahan siswa pada jam pelajaran agama, karena di sekolah yang bernaung di bawah yayasan Kristen ini tidak memberikan pelajaran agama Kristen Protestan, tetapi yang diberlakukan adalah pelajaran Komunikasi Iman. Pada pelajaran ini siswa dari berbagai agama belajar bersama tentang tema-tema yang ditentukan bersama oleh para siswa. Metode active learning dan refleksi menjadikan siswa penganut suatu agama akan menjadi penanggung jawab tema yang sesuai dengan agamanya, yang terdorong mendalami agamanya tetapi pada saat yang sama bisa memahami agama lain. Konsekuensi dari pendidikan komunikasi iman ini perlunya paradigma yang sangat berbeda (paradigma inklusif). Terlepas dari pemaparan di atas, skripsi ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana SMA BOPKRI 1, suatu sekolah menengah atas yang
9
diselenggarakan berdasarkan suatu nilai agama Kristen, bergulat dan berusaha mengembangkan pelajaran Pendidikan Religiositas yang dirasakan lebih dapat membantu siswa yang beda agama guna lebih mengenal dan menghormati nilai agama-agama yang berlainan dan diharapkan dapat membantu siswa yang berbeda agama dan kepercayaan saling bekerja sama dan membantu. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana latar belakang diadakannya mata pelajaran Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta? 2. Bagaimana penerapan Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta? 3. Bagaimana dampak pembelajaran Pendidikan Religiositas terhadap toleransi siswa beda agama? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Mengetahui alasan mengapa SMA BOPKRI 1 menampung mata pelajaran Pendidikan Religiositas jika ditinjau dari background Sekolah sebagai sekolah Kristen di Yogyakarta. b. Menumbuhkembangkan sikap toleransi siswa dalam mengikuti mata pelajaran Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. c. Mengetahui
dampak
(kontribusi)
pengadaan
mata
pelajaran
Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta terhadap toleransi siswa beda agama.
10
2. Kegunaan Penelitian a. Bagi Pendidik 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang positif kepada pendidik, khususnya pendidik mata pelajaran Pendidikan Religiositas dalam usahanya meningkatkan sikap toleransi siswa beda agama dalam menerima mata pelajaran tersebut. 2) Memberikan informasi positif terhadap pendidik (guru) dalam menanamkan sikap toleransi terhadap siswa. b. Bagi Sekolah 1) Dapat dijadikan bahan dan pertimbangan bagi SMA BOPKRI 1 Yogyakarta
dalam
upaya
membimbing siswanya
dalam
menerima pengajaran Pendidikan Religiositas. 2) Sebagai masukan terkait dengan toleransi antar siswa beda agama dan pengaruhnya terhadap pencapaian prestasinya. 3) Sebagai acuan kepada pihak yang akan melanjutkan penelitian tentang Pendidikan Religiositas serta sikap toleransi siswa di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. D. Telaah Pustaka Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan terhadap buku-buku, penelitian terdahulu, jurnal- jurnal, maka didapat pembahasan yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan, referensi tersebut diantaranya adalah:
11
Skripsi yang ditulis oleh Dyah Herlinawati tentang gagasan H. A. Tilaar dalam pendidikan multikultural. Pada dasarnya konsep multikultural yang digagas oleh Tilaar adalah pendidikan yang menekankan pada proses penanaman sikap menghormati dan toleran keberagaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan kata lain, pendidikan multikultural dalam pandangan Tilaar adalah pendidikan yang menghargai perbedaan, pendidikan yang dicirikan dengan beberapa tipologi, yaitu mengakui perbedaan budaya (culture difference), menekankan hubungan manusia (human relation), pendidikan tentang pluralisme minus stratifikasi sosial (single group studies), bersifat reformatif dan mengupayakan rekonstruksi sosial.10 Pendidikan Agama Islam mempunyai peran yang cukup besar dalam menumbuhkan sikap toleransi antar umat beragama siswa. Diantaranya sebagai sarana pembimbing, pengarah, memberikan pemahaman dan sekaligus sebagai motivator dalam menumbuhkan sikap toleransi antar umat beragama siswa SMK Karya Rini YHI KOWANI Yogyakarta. Disamping itu juga sikap toleransi antar umat beragama siswa dipengaruhi oleh penambahan materi toleransi antar umat beragama dalam Pendidikan Agama Islam secara kontinyu, serta mayoritas personalia, pendidik, dan tenaga administratif di SMK Karya Rini YHI Kowani Yogyakarta beragama Islam.11
10
Dyah Herlinawati, Konsep Pendidikan Multikultural H. A. Tilaar dan Relevansinya Dengan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tarbiyah dan Keguruan UIN SUKA: 2007) 11 Arief Darmawan, Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Menumbuhkan Sikap Toleransi Antar Umat Beragama Siswa SMK Karya Rini YHI Kowani Yogyakarta , (Yogyakarta: PAI, Tarbiyah dan Keguruan UIN SUKA: 2007)
12
Islam mengajarkan bahwa pluralitas adalah sunatullah, sesuatu yang tidak dapat dibantah adanya dan diciptakan demi untuk kebahagiaan manusia itu sendiri. Dan bukan rekayasa manusia melainkan taqdir sang Ilahi, yang telah ditegaskan dalam QS. Al- Hujaraat ayat 13. Ajaran Rasulullah tidak membenarkan sebuah tindakan intoleran, seperti intimidasi, kekerasan, penyerangan terhadap kelompok lain. Fakta adanya intoleransi mampu membius perhatian banyak pihak untuk melihatnya sebagai problem yang harus diselesaikan secepat mungkin. Oleh karena itu, prinsip- prinsip yang terkandung dalam Piagam Madinah telah memberi gambaran bahwa dakwah pada
zaman
Rasulullah
merupakan
contoh
teladan
dalam
sejarah
kemanusiaan dalam membangun masyarakat yang bercorak plural yang mengakui hak-hak dan meletakkan dasar-dasar masyarakat pra-Islam, bahkan prinsip-prinsip yang dirumuskan dalam Piagam Madinah tetap mempunyai relevansi dengan tuntutan masyarakat modern dewasa ini.12 M. Amin Abdullah, dalam tulisannya “Mengajarkan Kalam dan Teologi dalam Era Kemajemukan di Indonesia: Sebuah Tinjauan Materi dan Metode”, dalam Sumartana dkk, menjelaskan tentang dialog antar agama sebaiknya tidak secara terbatas hanya melibatkan tokoh-tokoh elit organisasi keagamaan,
fungsionaris
yang
berwenang
dalam
lembaga-lembaga
keagamaan, tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap terpandang namun sebaiknya juga melibatkan para guru khususnya guru agama.
12
Jamal Ghofir, Dakwah dan Toleransi Umat Beragama (Studi Dakwah Rasulullah di Madinah) , (Yogyakarta: KPI, Dakwah, UIN SUKA: 2006)
13
Pendidikan agama Islam harusnya mempunyai peran besar dalam menanamkan jiwa toleransi beragama anak didik. Sehingga anak didik memahami tenggang rasa, menghormati dan menghargai keyakinan agama lain tetapi agamis dalam frame keyakinan yang dianut, sehingga menjadi manusia yang tidak picik dan eksklusif
dalam beragama.13 Masyarakat
Indonesia sebagai masyarakat majemuk. Istilah tersebut diterapkan terhadap masyarakat-masyarakat yang mencakup aneka ragam suku bangsa (ethnic group) yang masing-masing mempunyai kebudayaan khusus (sub culture). Suku bangsa itu terikat oleh kesadaran akan kesatuan sistem sosial dan kebudayaan (yang tidak jarang didukung oleh adanya bahasa-bahasa tertentu di kalangan suku bangsa tersebut).14 Keberagamaan siswa muslim di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta merupakan aktualisasi dari konsep pembelajaran Religiositas dan bimbingan guru agama. Konsep pembelajaran Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta, adalah berusaha menumbuhkembangkan keimanan yang telah ada pada diri siswa, dan terimplementasi melalui kesaksian iman siswa dari berbagai
keyakinan,
dengan
kesaksian
tersebut
diharapkan
mampu
memperkuat iman siswa, sehingga siswa mejadi manusia yang utuh, religius, memahami pluralisme, bermoral dan terbuka dalam menyikapi heterogenitas latar belakang budaya, ras, suku dan agama. Dari segi keyakinan (idiologi), praktek (ritual) dan pengamalan (konsekuensi) agama Islam, siswa muslim di 13
Ahmad Zaidun, Kesatuan Makna Tuhan Sebagai Basis Pendidikan Toleransi Beragama, Telaah Atas Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Filosofis , (Yogyakarta: Dakwah, UIN SUKA: 2006) 14 Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat , (Jakarta: CV. Rajawali)
14
SMA BOPKRI 1 Yogyakarta bisa dikatakan baik, walaupun belum terstruktur dengan benar (mendapatkan keterangan tentang iman secara mendalam, shalat tepat waktu, mendapatkan materi tentang tata cara beribadah di sekolah, ada yang mengingatkan untuk melakukan ibadah ritual formal di sekolah, sering berbuat baik tapi kurang mengetahui dasarnya). Pemberian kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk menjawab permasalahan dan pengetahuan guru yang kurang terhadap agama Islam, membuat pengetahuan siswa muslim terhadap agama kurang berkembang, ini berakibat pada kurangnya penghayatan mereka terhadap agama dan berpengaruh juga pada sedikitnya pengalaman agama mereka. Namun keberagamaan siswa muslim di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta baik, bila di lihat dari latar belakang keberagamaan keluarga yang kebanyakan satu diantara mereka beragama non Islam dan lingkungan sekolah yang notabene minoritas bagi siswa muslim.15 Penyusunan kurikulum mata pelajaran Pendidikan Religiositas yang dilakukan di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta merupakan sebuah alternatif untuk menciptakan iklim persaudaraan, komunikasi dan kerjasama lintas agama dan kepercayaan di kalangan siswa. Penerapan model kurikulum pendidikan Religiositas yang dilakukan oleh SMA BOPKRI 1 dengan mengumpulkan siswa yang berbeda latar belakang agama dalam satu wadah dan mempelajari materi agama yang plural, tepat untuk diterapkan.16
15
Usmanto, Keberagaman siswa muslim di SMA BOKPRI 1 Yogyakarta, (Yogyakarta: Tarbiyah, PAI, UIN SUKA: 2008) 16 Riza Ghulam Zamil , Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Religiositas di SMA BOKPRI 1 Yogyakarta, (Yogyakarta: Tarbiyah, PAI, UIN SUKA: 2006)
15
Religiositas William James terangkum pada rumusannya mengenai agama, yaitu “segala perasaan, tindakan, dan pengalaman individual manusia dalam kesendirian mereka, sepanjang mereka memahami bahwa diri mereka berada dalam hubungan dengan apa pun yang mereka anggap sebagai yangIlahi”. Dalam pengertian ini tersirat bahwa religiositas terdiri dari adanya perasaan (keyakinan) dan tindakan (ketaatan). Meski seorang Nasrani, James menekankan pada pengalaman-pengalaman keagamaan dari tokoh agama manapun sebagai bahan telaahnya karena fenomena agama yang dialami pada setiap orang secara umum melibatkan emosi yang sangat mendalam dan dapat diidentifikasi dari sikapnya, sehingga pendekatan psikologis menjadi tepat dalam mengetengahkan penelitian di bidang keagamaan. Religiositas yang dipaparkan oleh William James memiliki persesuaian dalam Pendidikan Islam. Pendidikan Islam memasukkan Religiositas sebagai fitrah manusia yang terwujud pada sikap iman dan taqwa. Kereligiusitasan terwujud pada serangkaian jalinan harmonis vertikal dan horisontal. Pendidikan Islam yang tampil sebagai suatu kelembagaan terkait dengan sistem kependidikan terdiri atas Pendidik dan Kurikulum yang mencakup materi, metode dan evaluasi, diharapkan mampu mengarahkan kepribadian manusia sesuai dengan fitrahnya itu.17 Lingkungan pendidikan pluralis berpengaruh terhadap keberagamaan seseorang, ditinjau dari lima dimensi keberagamaan Glock dan Stark dari segi religious belief, siswa Muslim di SMA Kolese De Britto masih berpegang 17
Sinta Diana Sukmawati, Konsep Religiositas William James (Telaah Dari Perspektif Pendidikan Islam), (Yogyakarta: Tarbiyah, PAI, UIN SUKA: 2009)
16
teguh pada keyakinan mereka terhadap Islam. Untuk religious practice, siswa Muslim belum melaksanakan ibadah secara penuh tetapi tetap dalam kerangka melaksanakan. Dari sisi religious feeling, sebagian besar siswa Muslim mengaku takut melanggar perintah Tuhan, keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan Tuhan, mengalami ketenangan setelah solat dan berdzikir. Untuk religious effect, efek dari ajaran agama pada perilaku sehari-hari siswa Muslim tergolong baik. Dari sisi religious knowledge, pengetahuan agama siswa Muslim di SMA Kolese de Britto masih kurang.18 Tingkat kerukunan masyarakat tergantung dari materi agama yang mereka peroleh baik dari para juru dakwah, maupun dosen atau guru agama. Kerukunan beragama sebenarnya berkaitan erat dengan pengetahuan yang dimiliki oleh setiap penganut agama. Bagi mereka yang pengetahuan agamanya cukup luas, maka sikap keberagamannya juga cukup toleran, terbuka, dan lapang dada. Sedangkan bagi mereka yang pengetahuan agamanya kurang, maka sikap keberagamannya cenderung tertutup, tidak toleran, dan berwawasan sempit. Pengajaran agama telah menimbulkan dampak positif pada kualitas iman dan takwa generasi penerus, tetapi ternyata juga mempunyai efek samping, menimbulkan militansi keagamaan di kalangan masing- masing penganutnya.19
18
Nur Aini Dwi Ernawati, Religiositas Siswa Muslim Yang Bersekolah di SMA Kolese de Britto, (Yogyakarta: Dakwah, UIN SUKA: 2010) 19 Departemen Agama RI, Studi Agama- agama di Perguruan Tinggi Bingkai Sosio Kultural Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Penelitian Dan Pengembangan Agama, Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama: 1998/ 1999) hal. 6.
17
Sejauh penelusuran pustaka maupun skripsi yang ditulis oleh karyakarya orang lain, penyusun belum menemukan penelitian yang secara spesifik mengkhususkan kajian pada menumbuhkembangkan sikap toleransi siswa beda agama melalui mata pelajaran Pendidikan Religiositas. Berbeda dengan beberapa penelitian maupun tulisan dalam bentuk buku-buku di atas, penelitian ini difokuskan untuk mencari tahu kontribusi sikap toleransi siswa yang terkandung dalam mata pelajaran Pendidikan Religiositas yang diikuti oleh siswa beda agama di SMA BOPKRI 1. Dalam penelitian ini, ada tiga poin penting yang akan dikaji secara mendalam: 1. Latar belakang diadakannya mata pelajaran Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. 2. Penerapan Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. 3. Dampak (kontribusi) pembelajaran Pendidikan Religiositas terhadap sikap toleransi siswa beda agama di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. Mata pelajaran Pendidikan Religiositas di sini materi yang diterapkan ialah Komunikasi Iman, diikuti oleh siswa yang berbeda agamanya, bahkan ada yang tidak menganut agama. E. Landasan Teoritik Teori memiliki beberapa pengertian diantaranya: Pertama, teori adalah seperangkat proposisi yang berinteraksi secara sintaksi, yaitu mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis dengan lainnya dengan data atas dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Kedua, menyatakan
18
bahwa teori adalah aturan yang menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian yang dapat diukur, mekanisme atau struktur yang diduga yang mendasari hubungan-hubungan demikian, hubungan-hubungan yang disimpulkan secara manifestasi hubungan empiris ataupun secara langsung.20 Sebelum membahas lebih jauh tentang sikap toleransi siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Religiositas beda agama, maka terlebih akan dibahas tentang toleransi beragama. 1. Pengertian dan Landasan Toleransi Beragama a. Pengertian Toleransi Agama Secara harfiah, toleransi berarti sikap menenggang (menghargai, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan dan sebagainya).21 Toleransi di dalam bahasa Arab, biasa dikaitakan dengan kata ikhtimal, tasaamukh, yang artinya sikap membiarkan, lapang dada. (Samakha tasaamakha = lunak, berhati ringan). Atau ada yang memberi arti tolerantie itu dengan kesabaran hati atau membiarkan, dalam arti menyabarkan diri walaupun diperlakukan kurang senonoh umpamanya. Pada umumnya toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing,
20
Lexy j. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007)
hal. 57. 21
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan P. N. Balai Pustaka, 1990), hal. 955.
19
selama didalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat azas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Menurut demokrasi Pancasila, toleransi dikatakan sebagai suatu pandangan yang mengakui the right of self determination, yang artinya hak menentukan sendiri nasib pribadi masing-masing. Tentu saja didalam menentukan hak itu seseorang tidak harus melanggar hak-hak orang lain. Prinsip ini adalah sebagai salah satu hak azasi manusia. Landasan itulah yang menjadi dasar atau landasan sikap dan tingkah laku yang disebut toleransi. Sikap dan tingkah laku yang toleran atau lapang dada tentunya bertolak belakang dengan sikap keras kepala atau sikap dengki, yang selalu bersifat tidak menerima lagi terhadap situasi yang ditentukan oleh satu pihak saja. Ia merasa tersinggung dan merasa kalah dan rendah atau merasa hina bila sikap orang lain yang dijalankan. Sikap tersebut dinamakan intoleransi. Toleransi diwujudkan dalam dua sikap, yaitu membiarkan eksis terhadap sesuatu, tanpa memusuhi, dengan menghormati keyakinan lain tanpa berpretensi menyalahkan, kedua bekerjasama dalam bidang tertentu. Membiarkan eksis berarti menghargai hak-hak yang lain bukan berarti membenarkan secara mutlak, akan tetapi sebatas pada pengakuan bahwa pemeluk lain mempunyai hak hidup sebagai makhluk Tuhan yang merdeka.
20
Adapun segi-segi toleransi terbagi menjadi enam, yaitu: mengakui hak setiap orang lain, menghormati keyakinan orang lain, agree disagreement (setuju di dalam perbedaan), saling mengerti, kesadaran dan kejujuran, jiwa falsafah pancasila. Menghargai hak setiap orang adalah sikap mental yang mengakui hak setiap orang di dalam menentukan sikap dan tingkahlaku dan nasibnya masing- masing. Tentu saja sikap atau perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain, karena jika terjadi kehidupan di dalam masyarakat akan kacau. Menghormati keyakinan orang lain berarti bila seseorang tidak menghormati keyakinan orang lain, artinya soal perbedaan agama, keyakinan dan perbedaan pandangan hidup akan menjadi bahan ejekan atau cemoohan diantara satu orang dengan lainnya. Agree disagreement, perbedaan selalu ada di dunia ini dan perbedaan tida harus menimbulkan pertentangan. Saling mengerti, tidak akan terjadi saling menghormati antar sesama orang bila mereka tidak ada saling mengerti. Kesadaran dan kejujuran, toleransi menyangkut sikap jiwa dan kesadaran batin seseorang. Kesadaran jiwa menimbulkan kejujuran dan kepolosan sikap dan tingkah laku. Falsafaf Pancasila itu merupakan suatu landasan yang telah diterima oleh segenap manusia Indonesia, merupakan tata-hidup yang pada hakekatnya adalah
21
merupakan konsensus dan diterima praktis oleh bangsa Indonesia, atau lebih dari itu, adalah merupakan dasar negara kita.22 Dalam skripsi ini toleransi yang dimaksud diartikan sebagai sikap menenggang, menghargai atau menghormati agama lain dalam kehidupan yang beraneka ragam agama. Background dari SMA BOPKRI 1 Yogyakarta ialah Kristen, akan tetapi sekolah ini mengadakan mata pelajaran Pendidikan Religiositas (menekankan pada nilai-nilai universal agama). Di sini penyusun mencoba menelusuri mengapa mata pelajaran Pendidikan Religiositas masuk ke dalam kurikulum di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. b. Landasan Toleransi Beragama 1) Landasan Naqli Setiap orang berhak memeluk agama dan alirannya (mahzabnya) masing-masing. Tidak boleh dipaksa untuk meninggalkannya ataupun dilakukan penekanan dengan cara apapun agar berpindah ke agama Islam. Dalam Alquran telah dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai kebebasan dalam menentukan jalan hidupnya untuk mengimani suatu agama. Dalam sebuah Hadis, riwayat Ibnu Abbas, seorang lelaki dari sahabat Anshar datang kepada Nabi, meminta izin untuk memaksa dua anaknya yang beragama Nasrani agar beralih menjadi
22
Muslim.
Beliau
menolak
permintaan
itu,
sambil
Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama Dalam Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1991) hal. 23- 25.
22
membacakan ayat yang melarang pemaksaan seseorang dalam beragama. Landasan hak ini sesuai dengan firman Allah SWT: -∅ÏΒ÷σãƒuρ ÏNθäó≈©Ü9$$Î/ öàõ3tƒ yϑsù 4 Äcxöø9$# zÏΒ ß‰ô©”9$# t¨t6¨? ‰s% ( ÈÏe$!$# ’Îû oν#tø.Î) Iω ∩⊄∈∉∪ îΛÎ=tæ ìì‹Ïÿxœ ª!$#uρ 3 $oλm; tΠ$|ÁÏΡ$# Ÿω 4’s+øOâθø9$# Íοuρóãèø9$$Î/ y7|¡ôϑtGó™$# ωs)sù «!$$Î/ “Tidak ada paksaan untuk memasuki Agama Islam, telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah”. (QS. Al- Baqarah: 256). Dan firmannya: 4®Lym }¨$¨Ζ9$# çνÌõ3è? |MΡr'sùr& 4 $·èŠÏΗsd öΝßγ=à2 ÇÚö‘F{$# ’Îû tΒ ztΒUψ y7•/u‘ u!$x© öθs9uρ ∩∪ šÏΖÏΒ÷σãΒ (#θçΡθä3tƒ “Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang- orang yang beriman semuanya?” (QS. Yunus : 99). «!$$Î/ ztΒ#u ôtΒ šÏ↔Î7≈¢Á9$#uρ 3“t≈|Á¨Ζ9$#uρ (#ρߊ$yδ šÏ%©!$#uρ (#θãΨtΒ#u tÏ%©!$# ¨βÎ) öΝèδ Ÿωuρ öΝÍκö
makhluk
sosial
manusia
mutlak
membutuhkan
sesamanya dan lingkungan sekitar untuk melestarikan eksistensinya di dunia. Tidak ada satu pun manusia yang mampu bertahan hidup
23
Yusuf Qardhawi, Minoritas Non Muslim di dalam Masyarakat Islam, terj. Muhammad AlBaqir (Bandung: Karisma, Cet. III, 1994), hal. 42
23
dengan tanpa memperoleh bantuan dari lingkungan dan sesamanya. Seperti tertera dalam firman Allah SWT: ¨βÎ) 4 (#þθèùu‘$yètGÏ9 Ÿ≅Í←!$t7s%uρ $\/θãèä© öΝä3≈oΨù=yèy_uρ 4s\Ρé&uρ 9x.sŒ ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $¯ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ ∩⊇⊂∪ ×0AÎ7yz îΛÎ=tã ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä39s)ø?r& «!$# y‰ΨÏã ö/ä3tΒtò2r& Manusia diciptakan Allah SWT bersuku-suku dan berbangsabangsa agar saling mengenal di antara sesama. Perbedaan di antara manusia adalah sunnatullah yang harus selalu dipupuk untuk kemaslahatan bersama. Perbedaan tidak melahirkan dan menebarkan kebencian dan permusuhan. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (QS. Al Hujurat; 13). Dalam konteks ini, manusia harus selalu menjaga hubungan antar sesama dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali terhadap orang lain yang tidak seagama, atau yang lazim disebut dengan istilah toleransi beragama. 2) Landasan Historis Dalam soal beragama, Islam tidak mengenal konsep pemaksaan beragama. Setiap diri individu diberi kelonggaran sepenuhnya untuk memeluk agama tertentu dengan kesadarannya sendiri, tanpa intimidasi. Ada salah satu hadits: Toleransi beragama berarti saling menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain, tidak memaksa mereka mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agama masing-masing. Umat Islam diperbolehkan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dalam aspek ekonomi, sosial dan urusan duniawi lainnya. Dalam sejarah pun, Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam telah memberi teladan mengenai bagaimana hidup bersama dalam keberagaman. Dari Sahabat Abdullah ibn Amr, sesungguhnya dia menyembelih seekor
24
kambing. Dia berkata, “Apakah kalian sudah memberikan hadiah (daging sembelihan) kepada tetanggaku yang beragama Yahudi? Karena aku mendengar Rasulullah berkata, “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga, sampai aku menyangka beliau akan mewariskannya kepadaku.” (HR. Abu Dawud). Sesungguhnya ketika (serombongan orang membawa) jenazah melintas di depan Rasulullah, maka beliau berdiri. Para Sahabat bertanya, “Sesungguhnya ia adalah jenazah orang Yahudi wahai Nabi?” Beliau menjawab, “Bukankah dia juga jiwa (manusia)?” (HR. Imam Bukhari). Sesungguhnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam berhutang makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan pakaian besi kepadanya.” (HR. Imam Bukhari).24 Islam secara tegas mengakui kebebasan beragama. Hal ini dapat dilihat pada ayat- ayat yang menerangkannya, yakni Al- Baqarah ayat 256, Asy-syura ayat 48, Al- Ghasyiah ayat 21, Yunus ayat 99 dan Al- Kafirun ayat 6. Al- Qur’an jelas sangat menjunjung tinggi HAM dan mengakui prinsip kebebasan beragama. Di sisi lain, Qur’an mengecam tindakan seseorang yang berbalik dari Islam dan menjadi kafir sesudah Islam. Rasulullah SAW tatkala diajak ber-toleransi dalam masalah aqidah, bahwa pihak kaum Muslimin mengikuti ibadah orang-orang kafir dan sebaliknya, orang-orang kafir juga mengikuti ibadah kaum Muslimin, secara tegas Rasulullah diperintahkan oleh Allah Subhanahu
wata’ala
untuk
menolak
tawaran
yang
ingin
menghancurkan prinsip dasar Aqidah Islamiyah itu. Allah Ta’ala berfirman:
24
http://murtadinkafirun.forumotion.net/t9848-penting-meluruskan-makna-toleransiberagama, (4/ 12/ 2011, 21:05 WIB).
25
!$tΒ tβρ߉Î7≈tã óΟçFΡr& Iωuρ ∩⊄∪ tβρ߉ç7÷ès? $tΒ ß‰ç6ôãr& Iω ∩⊇∪ šχρãÏ≈x6ø9$# $pκš‰r'¯≈tƒ ö≅è% ö/ä3ãΨƒÏŠ ö/ä3s9 ∩∈∪ ߉ç6ôãr& !$tΒ tβρ߉Î7≈tã óΟçFΡr& Iωuρ ∩⊆∪ ÷Λ–n‰t6tã $¨Β Ó‰Î/%tæ O$tΡr& Iωuρ ∩⊂∪ ߉ç7ôãr& ∩∉∪ ÈÏŠ u’Í
25
Anis Malik Toha, Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis (Jakarta: Kelompok Gema Insani: 2006, Cet. Ke- 2), hal. 21.
26
menyebutkan
berpindah
agama
dalam
kategori
kebebasan
beragama.26 Dalam hal toleransi, Nabi Muhammad pernah memberi suri tauladan yang sangat inspiring (menginspirasi) di hadapan para pengikutnya. Sejarah mencatat bahwa Nabi pernah dikucilkan dan bahkan diusir dari tanah tumpah darahnya (Mekkah). Beliau terpaksa hijrah ke Madinah untuk beberapa lama dan kemudian kembali ke Makkah. Peristiwa ini dikenal dengan Fathu Makkah dalam peristiwa yang penuh kemenangan ini, Nabi tidak mengambil langkah balas dendam kepada siapapun juga yang telah mengusirnya dahulu dari tanah air kelahirannya. “Antum Tulaqa (kamu sekalian bebas)”, begitu ucapan Nabi kepada mereka. Peristiwa ini sangat memberi inspirasi dan memberi kesan yang sangat mendalam terhadap penganut agama Islam di mana pun mereka berada. Nabi telah memberi contoh konkret dan sekaligus contoh pemahaman dan penghayatan pluralisme keagamaan yang amat riil di hadapan umatnya. Itu semua merupakan wujud aktualisasi dari nilai-nilai Al- Qur’an yang dicontohkan oleh Nabi sendiri sebagai utusan Allah SWT, dengan demikian wujud sikap toleransi telah ada, hidup dan berkembang pada zaman Rasulullah.27
26
Tri Wahyu Hidayati, Apakah Kebebasan Beragama = Bebas Pindah Agama? Perspektif Hukum Islam dan HAM, (Salatiga: STAIN Salatiga PRESS, Cet. I, 2008) hal. 6-7. 27 Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas, atau Historisitas? (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. III, 2002) hal. 73-74
27
2. Menumbuhkembangkan Sikap Toleransi Menumbuhkembangkan kembang.
mempunyai
Me·num·buh·kan: menjadikan
memelihara,
supaya
tumbuh
(bertambah
arti
kata
tumbuh
(menyebabkan) besar,
dan
tumbuh:
sempurna,
dsb),
menimbulkan. Mem·per·kem·bang·kan, menjadikan lebih berkembang, menimbulkan.28 Menumbuhkembangkan mempunyai makna tidak hanya menumbuhkan, memahami, menerapkan serta mengembangkan saja tetapi juga mengaplikasikan suatu nilai tersebut ke dalam kehidupan sehari- hari. Siswa yang akan penulis teliti ialah siswa di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta khususnya siswa kelas XI. Hal ini diupayakan untuk mengetahui seberapa besar sikap toleransi diantara mereka yang beda agama melalui mata pelajaran Pendidikan Religiositas di dalam satu ruang kelas. Mata pelajaran Pendidikan Religiositas tersebut meliputi Komunikasi iman antar siswa beda agama. 3. Pendidikan Religiositas a) Pendidikan Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari kata pedagogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang romawi melihat pendidikan sebagai edukare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai erziehung yang setara dengan educare,
28
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, KBBI online (29/ 02/ 2012, 11. 45 WIB)
28
yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik) yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.29 Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian: proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses
pertumbuhan,
cara
mendidik,
Ki
Hajar
Dewantoro
mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempatan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Dalam undang-undang Sisdiknas dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan
pengendalian
diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.30 Realitas pendidikan di Indonesia nampak jelas, bahwa pendidikan menjadi sebatas kekuatan reproduktif, belum menjadi
29
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989) hal. 515 30 Undang- undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), (Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekertaris Jendral Departemen Pendidikan Nasional, 2003), hal. 6
29
kekuatan produktif. Ini terlihat dari adanya perbedaan yang tajam antara sekolah yang bagus dan mahal (mayoritas dihuni oleh golongan menengah-atas) dengan sekolah yang kualitasnya pas-pasan dan murah (mayoritas dihuni oleh golongan bawah).31 Pendidikan anak adalah suatu investasi yang bisa direncanakan dengan rasional apabila kita bisa “melek finansial”. Namun, dalam penghitungan biaya pendidikan,
kita
harus
memasukkan
indikator
inflasi
biaya
pendidikan. Pendidikan yang sebaik-baiknya harus dilandasi dengan pendidikan moral yang baik bagi setiap individu, selain itu juga harus diiringi oleh Pendidikan Agama guna memperbaiki akhlak setiap individu. b) Definisi Religiositas (Keberagaman) Religiositas berasal dari bahasa latin religio yang berarti agama, kesalehan, jiwa keagamaan.32 Menurut Henk ten Napel mengartikan Religiositas sebagai keberagaman, atau tingkah laku keagamaan.33 Perkataan agama berasal dari bahasa sanksekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha. Dalam kapustakaan dapat dijumpai uraian tentang perkataan ini. Karena itu ada bermacam teori mengenai kata agama. Bahasa sanksakerta yang menjadi asal perkataan agama, termasuk dalam rumpun bahasa Indo-Jerman, serumpun dengan bahasa Belanda dan Inggris. Dalam bahasa Belanda 31
M. Agus Nuryatno, Mazhab Pendidikan Kritis Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan, (Yogyakarta: Resist Book, 2008), hal. 64. 32 K. C. M, Prent, dkk, Kamus Latin- Indonesia, (Semarang: Kanisius, 1969), hal. 733. 33 Henk ten Napel, Kamus Teologis Inggris Indonesia, (Jakarta: Gunung Mulia, 1994)hal. 268.
30
kita temukan kata-kata ga, gaan dan dalam bahasa Inggris kata go yang artinya sama dengan gam: pergi. Namun, setelah mendapat awalan dan akhiran a pengertiannya berubah menjadi jalan. Agama adalah “the problem of ultimate concern”: masalah yang mengenai kepentingan mutlak setiap orang. Oleh karena itu, menurut Paul Tilich, setiap orang yang beragama selalu berada dalam keadaan involved (terlibat) dengan agama yang dianutnya. Agama ialah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan
dengan
Dia
melalui
upacara,
penyembahan
dan
permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu. Selain segi-segi persamaan, antara agama yang beragam itu terdapat juga perbedaan-perbedaan. Dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu di dalam masyarakat majemuk karena beragamnya agama di tanah air kita, sikap yang perlu ditegakkan oleh pemeluk agama adalah sikap “agree in disagreement” sikap setuju (hidup bersama) dalam perbedaan.34 Dari istilah agama atau religi muncul istilah keberagaman dan Religiositas (religiusity). Pengertian Religiositas adalah seberapa jauh pengetahuan,
seberapa
kokoh
keyakinan,
seberapa
sering
melaksanakan ibadah dan kaidah, seberapa dalam penghayatan terhadap agama yang dianutnya.35 Dalam psikologi agama banyak
34
Mohammad Daud Ali, S. H, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1998), hal. 35- 40. 35 Fuad Nashori & Rachmy Diana Mucharom, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islami, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), hal. 70
31
para
ahli
yang mencoba
menerangkan konsep keberagaman
(religiusity) ini, sehingga banyak bermunculan konsep Religiositas, namun yang akhir-akhir ini banyak dianut oleh para ahli psikologi dan sosiologi adalah konsep Religiositas rumusan C. Y. Glock dan R. Stark. Menurut Mangun Wijaya perbedaan antara istilah religi atau agama dengan Religiositas adalah agama lebih menunjuk pada aspek formal yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban, sedangkan Religiositas menuju pada aspek religi yang telah dihayati oleh individu dalam hati, sedangkan keberagaman ialah agama yang tercemin dalam perilaku seseorang sehari- hari.36 Keberagaman sama dengan Religiositas, berasal dari kata atau terjemahan dari kata religiosity. Menurut bahasa berarti ketaatan pada agama. Sementara itu Roland Robertson, keberagaman berarti ketaatan atau komitmen kepada agama yang meliputi banyak unsur, yaitu keanggotaan gereja, keyakinan terhadap doktrin-doktrin agama, etika hidup, kehadiran dalam acara peribadatan, pandanganpandangan dan tindakan lain yang menunjukkan ketaatan kepada agama.37
36
Mangun Wijaya, Sastra dan Religiositas, (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), hal. 19 Roland Robertson, Agama Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, Terj. Ahmad Fedyani Saifuddin (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hal. 295 37
32
c) Agama-agama Masa Kini Di tanah air kita Indonesia ini, berbagai agama hidup dan berkembang secara berdampingan dan sekaligus bersaing. Oleh sebab itu, saling memahami dan saling menghormati antar pemeluk agama dan keyakinan menjadi sangat penting. Berikut ini adalah agama yang ada di dunia: 1. Agama Hindu Agama hindu sebenarnya adalah suatu bidang keagamaan dan kebudayaan yang meliputi zaman sejak kira- kira 1500 SM hingga zaman sekarang. Agama hindu masa sekarang dimulai dari tahun 300 M hingga sekarang. 2. Agama Budha Siddarta Gautama (Buddha), dilahirkan pada 563 SM, dan wafat pada 483 SM. Ia adalah anak raja Suddhodana yang memerintah atas suku Sakya. Buddha adalah suatu gelar, suatu jabatan yang sudah pernah dijabat oleh orang- orang lain. 3. Agama Khong Hu Cu Beberapa ahli dikatakan bahwa Khong Hu Cu, bukan pencipta agama atau konseptor kebenaran baru bagi manusia, ia adalah sosial reformer (pembaru masyarakat) dari masyarakat pola lama kepada masyarakat pola baru, pada waktu itu. Soal-soal agama tidak dikemukakan. Ajaran-ajarannya hanya bersifat moral susila.
33
4. Agama Shinto Shinto adalah kata majemuk dari “Shin dan To”. Arti kata “Shin” adalah “Roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi Shinto mempunyai arti harfiah “jalannya roh” baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh bumi dan roh langit. Sekarang ini agama Shinto adalah agama yang khusus dianut oleh bangsa Jepang. Ia merupakan warisan nenek moyang mereka yang dijadikan pedoman hidup. 5. Agama Yahudi Agama Yahudi adalah “agama yang tumbuh berdasarkan kitab Taurat kitab Talmut serta watak dari orang-orang Yahudi”. Agama Yahudi adalah agama yang merupakan kelanjutan dari agama yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim. Tetapi agama Yahudi ini adalah khusus untuk bangsa Yahudi. Oleh karena itu sampai masa sekarang ia hanya dipeluk oleh bangsa Yahudi saja, yang jumlahnya hanya sekitar 16 juta. 6. Agama Kristen/ Nasrani Agama kristen juga disebut sebagai agama Nasrani, yaitu dikaitkan dengan nama sebuah kampung dekat Yerussalem di mana Yesus (pendirinya) diasuh dan dibesarkan. Kampung itu bernama “Nazareth”. Sedangkan nama “Yesus”, pendirinya adalah nama menurut ucapan bahasa Latin, yang diucapkan dalam bahasa Arab dengan “Isa” dan dalam bahasa Ibrani diucapkan dengan kata
34
“Yoshua”. Kata “agama Kristen” mengandung arti orang- orang yang telah dibaptiskan dengan perminyakan suci. 7. Agama Islam Arabia adalah tempat lahirnya agama Islam, merupakan salah satu dari tempat yang paling kering di dunia, terletak di tempat pertemuan 3 benua, yaitu Asia, Afrika dan Eropa.38 Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.
Sebelumnya,
pemerintah
Indonesia
pernah
melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress (Keputusan Presiden) No. 6/2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Tetapi sampai kini masih banyak penganut ajaran agama Konghucu yang mengalami diskriminasi dari pejabat-pejabat pemerintah. Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 Undang-undang No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun demikian bukan berarti agamaagama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang 38
Sufa’at Mansur, Agama- agama Besar Masa Kini, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 2011), hal. 58- 271.
35
di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut. Sebenarnya tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat Keputusan) Menteri dalam negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. Tetapi SK (Surat Keputusan) tersebut telah dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia. Selain
itu,
pada
masa
pemerintahan Orde
Baru juga
dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.39 Demikian berbagai macam agama-agama besar masa kini, akan tetapi yang akan peneliti bahas disini bermacam-macam agama, bahkan siswanya ada yang tidak mempunyai agama di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. Pada tingkat pertama, hubungan antar agama ditentukan oleh seberapa jauh penerimaan seseorang kepada “yang lain” (The other). Istilah “hubungan /relasi” mengandung pengertian yang menyertakan dua pihak atau lebih, dan karenanya, keduanya harus menjalin kerjasama dalam
39
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama, (8/05/2012, 23:00 WIB)
36
menjalankan
tugas
dan
memikul
tanggung
jawab,
serta
menguatkan dan memelihara hubungan yang hangat.40 Kenyataan sosial budaya menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang religius, agamis, bangsa yang beragama, bangsa yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dari kehadiran dan perkembangan agama-agama besar seperti: Hindu, Budha, Islam, Kristen (Protestan dan Katolik). Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai oleh nilai-nilai agama, karena itu pula maka kehidupan beragama
tidak
dapat
dipisahkan
dari
kehidupan
bangsa
Indonesia.41 4. Mata Pelajaran Pendidikan Religiositas Pada saat proses pembelajaran atau berbagai rangkaian kegiatan belajar mengajar, perlu ditempatkan sebagai media penghayatan pengalaman kebutuhan. Secara teoritis hal ini mengandalkan adanya kerangka dan dasar metode proses belajar mengajar sebagai penyandaran yang tumbuh dari pengalaman panjang memahami dinamika kehidupan manusia dan alam semesta. Pendidikan dan seluruh acara pembelajaran bukanlah sosialisasi atau internalisasi pengetahuan keberagaman pendidik semata, tapi
40
Franz Magniz- Suseno dkk, Memahami Hubungan Antar Agama (Yogyakarta, Cet. I, 2007) hal. 134. 41 Departemen Agama, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama (Jakarta: Departemen Agama, Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama: 1984), hal. 1.
37
bagaimana Pengalaman
peserta
didik
kebertuhanan
mengalami ini
sendiri
merupakan
keberTuhananNya.42 salah
satu
tujuan
diselenggarakannya mata pelajaran Pendidikan Religiositas di sekolah. Mata pelajaran Pendidikan Religiositas menekankan pentingnya pluralisme dalam agama. Pluralisme inilah yang jarang atau bahkan tidak pernah diajarkan hanya menyangkut ibadah ritual formal saja dan doktrindoktrin yang kurang perlu. F. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang dihadapi.43 Secara umum, metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. Ada empat kata kunci yang sangat mempengaruhi sebuah penelitian, yaitu ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah ialah bagaimana sebuah penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia,
42
Abdul Munir Mulkan dkk, Religiositas Iptek, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, Cet. 1, 1998) , hal. 111-112 43 Arief furchan, Pengantar penelitian dalam pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) hal. 39
38
sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.44 Dari pengertian metode penelitian di atas, dikatakan bahwa metode penelitian pendidikan ialah cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan sebuah data yang valid dari berbagai sumber dengan tujuan untuk mendapatkan pengetahuan secara lebih mendalam terhadap suatu persoalan atau asal masalah yang memberikan sumbangan terhadap khasanah pemikiran pendidikan. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif. Penulis menggunakan jenis ini dalam penelitian karena metode deskriptif kualitatif menggambarkan atau merumuskan sebuah data yang didapat dari kata-kata atau kalimat-kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori yang dimaksud untuk memperoleh kesimpulan. Penelitian ini bertujuan secara sistematik dan akurat fakta serta karakteristik dari bidang yang diteliti dan berusaha menggambarkan situasi yang menggambarkan atau kejadian secara langsung.45 Disebut sebagai penelitian kualitatif karena metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi yang alamiah atau natural setting dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
44
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, (Bandung, Alfabeta, Cet. Ke- 10, 2010), hal. 3. 45 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta, pustaka pelajar, 2004) hal. 7
39
secara tringulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna.46 Metode yang dilakukan bersifat deskriptif, karena dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala saat penelitian dilakukan. Penelitian diarahkan untuk menetapkan sifat situasi pada waktu penelitian itu dilakukan, tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menuliskan variabel atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi.47 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. Pemilihan sekolah ini didasarkan pertimbangan bahwa penulis melihat sekolah ini mempunyai sumber ide dan gagasan baru untuk menumbuhkembangkan sikap toleransi siswa yang berbeda agama. Dengan beragamnya agama yang ada di sekolah ini, terbukti mereka lebih peka terhadap sesama. Sekolah ini tidak pernah melarang seseorang yang beragama non Kristiani untuk masuk ke dalamnya jika ditinjau dari latar belakang sekolah yang berdasarkan agama Kristen.
3. Metode Penentuan Subjek Metode penelitian subjek adalah metode penelitian berdasarkan sumber data itu diperoleh. Yang dimaksud dengan subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian yaitu yang memiliki data penelitian,
46
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan R & D, (Bandung, Alfabeta, 2008) hal. 9 Arief furchan, pengantar penelitian dalam pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) hal. 447. 47
40
ialah data mengenai variabel-variabel yang diteliti. Subjek penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian.48 Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian. Sampel ini juga bukan disebut sampel statistik, tetapi sampel teoritis, karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk menghasilkan teori. Sampel dalam penelitian ini juga disebut sebagai sampel konstruktif, karena dengan sumber data dari sampel itu dapat dikonstruksikan fenomena yang semula masih belum jelas. Pada penelitian ini, peneliti akan memasuki situasi sosial tertentu dengan melakukan observasi dan wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu tentang situasi sosial tersebut. Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Hasil penelitian tidak akan digeneralisasikan ke populasi karena pengambilan sampel tidak diambil secara random. Hasil penelitian ini hanya berlaku untuk kasus situasi sosial tersebut. Hasil penelitian tersebut dapat ditransferkan atau diterapkan ke situasi sosial (tempat lain) apabila situasi sosial tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan dengan situasi sosial yang diteliti. Peneliti akan menggunakan teknik pengambilan sampling berupa: purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.
48
Saifuddin Azwar, metode penelitian, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004), hal. 34- 35.
41
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awal jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu belum mampu memberikan data yang lengkap, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar.49 Adapun yang akan dijadikan sampel oleh peneliti dalam penelitian ini ialah: 1) Kepala sekolah SMA BOPKRI 1 Yogyakarta berjumlah 1 orang. 2) Guru mata pelajaran Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta berjumlah 3 orang. 3) Guru mata pelajaran selain mata pelajaran Pendidikan Religiositas yang beragama Islam di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta berjumlah 5 orang. 4) Siswa kelas XI di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta berjumlah 228 siswa. Dalam penelitian ini diambil 13% dari populasi jumlah 228 siswa kelas XI, yang dijadikan sampel 30 siswa dari masingmasing kelas diambil dari kelas IPA seluruhnya diambil 16 siswa, kelas IPS diambil 8 siswa, dan kelas bahasa diambil 6 siswa. 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh informasi kebenaran yang dipandang ilmiah dalam penelitian, terhadap hasil yang diperoleh secara keseluruhan. Pengumpulan data dapat 49
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Jakarta: Alfabeta, 2010), hal. 298- 300.
42
dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, penulis menggunakan beberapa pengumpulan data, adapun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Wawancara (interview) Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksiakan makna dalam suatu topik tertentu.50 Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang sudah mapan dan karena sifatnya yang unik, teknik ini masih dipakai. Salah satu aspek wawancara yang terpenting ialah sifatnya yang luwes atau suasana yang santai dan kerjasama yang baik sehingga dapat memberikan kesan keakraban sehingga memungkinkan diperolehnya informasi yang benar.51 Melalui teknik wawancara peneliti dapat merangsang responden agar memiliki wawasan pengalaman yang lebih luas. Melalui wawancara peneliti juga dapat menggali persoalan-persoalan penting yang belum terfikirkan dalam rencana penelitiannya. Esterberg (2002) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur.52 Dalam wawancara terstruktur, pertanyaan dan alternatif jawaban yang diberikan kepada subjek telah ditetapkan terlebih dahulu oleh
50
ibid, hal. 317 Arief furchan, “pengantar penelitian dalam pendidikan” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) hal. 258. 52 Sugiono, metode penelitian kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 319 51
43
pewawancara atau peneliti. Wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar pemasalahan yang akan ditanyakan.53 Adapun wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak berstruktur. Penyusun menggunakan metode ini untuk mendapatan informasi secara langsung dan mendalam untuk menjelaskan dimensi-dimensi yang ada didalam topik yang sedang dipersoalkan dari narasumber yang terkait. Dalam hal ini responden yang dipilih adalah Kepala sekolah SMA BOPKRI 1 Yogyakarta, guru mata pelajaran Pendidikan Religiositas, guru mata pelajaran selain mata pelajaran Pendidikan Religiositas yang beragama Islam di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. Selain itu wawancara dengan siswa, penulis hanya mengambil sampel beberapa siswa. b. Pengamatan (observasi) Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejalagejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif, peneliti melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data dan ikut suasana suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini maka
53
Ibid, hal. 320.
44
data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan mengetahui sampai tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak. Maka metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang menumbuhkembangkan sikap toleransi siswa beda agama melalui mata pelajaran Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. c. Dokumentasi Metode dokumentasi dipakai untuk memperoleh data atau informasi dari sumber tertulis yang ada di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran umum, letak geografis, sejarah berdiri dan proses perkembangannya struktur organisasi, kondisi sarana prasarana, dan berbagai agenda kegiatan mata pelajaran Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta. 5. Metode Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, analisis data menjadi pegangan bagi peneliti selanjutnya jika mungkin teori yang “grounded”. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data dapat difokuskan selama proses dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Tahapan analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Adapun tahapan analisisnya adalah sebagai berikut: 1) Data sebelum di lapangan
45
Penelitian kualitatif, melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan penelitian. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan atau data sekunder yang ada digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan berada di lapangan. 2) Analisis selama di lapangan Model Miles and Huberman Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti telah melakukan analisis terhadap
jawaban
yang
diwawancarai.
Bila
jawaban
yang
diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai pada tahapan tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles and Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/ verification.54 Adapun analisis selama di lapangan adalah sebagai berikut:
54
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Jakarta: Alfabeta, 2010), hal. 336- 337.
46
a) Data Reduction (deduksi data) Reduksi data yang merangkum, mengumpulkan data dan memilihnya sesuai dengan fokus pada tema penelitian yaitu upaya menumbuhkan sikap toleransi siswa beda agama melalui mata pelajaran
Pendidikan
Religiositas
di
SMA
BOPKRI
1
Yogyakarta. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak untuk itu maka perlu dicatat serta teliti dan rinci. Mereduksi data berarti memilih hal-hal yang pokok memfokuskan hal-hal yang penting dicari tema atau polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila diperlukan. b) Data display (penyajian data) Display data yaitu berusaha mengorganisasikan dan memaparkan secara menyeluruh guna memperoleh gambaran yang lengkap dan utuh. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakuakan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sebagainya. Yang paling digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.55
55
Ibid, hal. 341
47
c) Conclusion drawing/ verivication Menyimpulkan dan verifikasi, yaitu melakukan interpretasi data dan melakukan penyempurnaan dengan mencari data baru yang diperlukan guna pengambilan kesimpulan yang tepat. Langkah ketiga dalam analisa data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan varfikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. G. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dalam memahami tulisan ini, dan agar dapat mengetahui pembahasan skripsi secara mendetail, penulis memaparkan secara ringkas sistematika pembahasan. Sistematika pembahasan dalam tulisan skripsi ini terdiri dari empat bab, yaitu: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian D. Telaah Pustaka
48
E. Landasan Teoritik F. Metode Penelitian G. Sistematika Pembahasan BAB II Gambaran SMA BOPKRI 1 Yogyakarta A. Letak dan Keadaan Geografis B. Sejarah Berdiri dan Proses Berkembangnya C. Visi dan Misi SMA BOPKRI 1 Yogyakarta D. Keadaan dan Perlengkapan Sarana Prasarana SMA BOPKRI 1 Yogyakarta E. Struktur Organisasi SMA BOPKRI 1 Yogyakarta F. Kurikulum SMA BOPKRI 1 Yogyakarta G. Pedoman Kegiatan Belajar Siswa H. Prestasi Akademis dan Non Akademis SMA BOPKRI 1 Yogyakarta I. Ekstrakulikuler di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta
BAB III Menumbuhkembangkan Sikap Toleransi Siswa Beda Agama di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta A. Sejarah Mata Pelajaran Pendidikan Religiositas B. Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Religiositas C. Penerapan Pendidikan Religiositas di SMA BOPKRI 1 Yogyakarta D. Dampak
Pembelajaran
Pendidikan
Toleransi Siswa beda agama
Religiositas
terhadap
49
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran- saran C. Penutup Pada akhir penulisan ini, tercantum daftar pustaka yang digunakan oleh penulis sebagai referensi tambahan dalam penulisan ini, serta beberapa lampiran- lampiran.
125
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1.
Munculnya mata pelajaran Pendidikan Religiositas dilatarbelakangi adanya sebuah perkembangan masyarakat Yogyakarta yang plural, selain itu di dalam SKB 3 Menteri mengharapkan bahkan mengharuskan saat ini sekolah-sekolah agama Kristen harus menyampaikan materi pendidikan agama sesuai dengan agama anaknya. Untuk menerima SKB 3 Menteri tersebut, saat itu ada jalur alternatif
bagaimana sekolah Kristen menerima agama lain yang
dirasa tidak bertentangan dengan SKB 3 Menteri. Kemudian munculah rama- rama menulis buku dengan tema Religiositas. Materi di dalam buku itu disampaikan bagaimana sekolah Kristen menyampaikan materi agama tidak hanya dogmatik saja, tidak hanya ciri khasnya saja tetapi lebih ke arah penyampaian materi lintas agama (Agama apapun dapat disampaikan). Materi Religiositas tersebut mencakup komunikasi iman. 2.
Dalam penerapan Pendidikan Religiositas, siswa dilatih menjadi seorang pemimpin (leadership), dilatih memperoleh kesadaran dan rasa kejujuran pada saat mengikuti diskusi, menanamkan rasa tanggungjawab pada saat mendapatkan tugas untuk menyampaikan
126
pembelajaran
yang
diterapkan
dalam
penerapan
Pendidikan
Religiositas guru memakai teori Gardner (seorang psikolog Amerika) yang mengatakan bahwa setiap anak cerdas. Selain itu Thomas Amstrong (multiple intelegency) berpandangan bahwa setiap anak harus diberi peran yang sama, diberi kesempatan yang sama, hanya tugas yang berbeda. Peran, kesempatan, kekuatan yang sama untuk bekerja dengan sistem, dan mereka harus merancang sendiri, harus melakukan sendiri, kemudian harus melaporkan sendiri. Guru disini benar-benar hanya menjadi fasilitator. Materi yang siswa terima semuanya mencari di internet, guru hanya menyampaikan tema besar mencakup satu semester yang selanjutnya
dipecah menjadi tema
kecil- kecil. 3.
Pendidikan Religiositas dapat meningkatkan sikap toleransi siswa beda agama kelas XI SMA BOPKRI 1 Yogyakarta baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat pada umumnya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dengan adanya Pendidikan Religiositas, semakin berkembangnya sikap toleransi siswa terhadap sesama teman yang berbeda agama, dengan guru, dengan yang lain baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat. Siswa saling menghormati, santun terhadap guru, saling tolong menolong dan semakin lebih baik lagi untuk ke depannya. Hal terpenting dalam Pendidikan Religiositas adalah bagaimana menanamkan kepada siswa tentang arti hakekat
127
kehidupan yang sesungguhnya. Nilai kebermanfaatan ilmu agama itu justru terletak pada aplikasi di dalam kehidupan sehari- hari. B. Saran-saran Beberapa saran yang dapat disampaikan dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi guru, konsep pembelajaran seperti ini hendaknya digunakan secara terus-menerus dan berkelanjutan, mengingat kemampuan yang dimiliki setiap siswa yang luar biasa dapat ditingkatkan dan dipantau jika dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, dalam hal penyampaian pokok pembahasan materi dalam diskusi, guru tidak harus memakai spirit Nasrani saja akan tetapi lebih baik lagi jika guru memakai bahasa secara global agar dapat lebih dimengerti oleh semua siswa yang beragama lain. 2. Bagi sekolah, pembelajaran dengan menggunakan konsep Religiositas perlu dikembangkan dan didukung dengan sarana yang menunjang. Selain itu juga adanya pengertian guru untuk lebih bertoleransi kepada semua siswa yang beragama lain. C. Penutup Seraya ucapan syukur kehadirat Allah SWT limpahan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi yang sederhana ini tentunya belum semuanya benar, akan tetapi masih banyak kekurangan serta kesalahan, baik itu isi maupun bahasa.
128
Maka dari itu sudilah kiranya para pembaca untuk memberi salam serta kritik yang bersifat membangun guna perbaikan skripsi ini. Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya skripsi, penyusun ucapkan jazakumullah khoirul jaza, semoga segala bantuan yang dihaturkan mendapat balasan dari Allah swt. Semoga apa yang sudah tertuang di skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi semua pihak yang peduli dan memperhatikan masalah pendidikan Islam. Allahu A’lam Bi Showab
129
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdul Munir Mulkan dkk, Religiositas Iptek, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, Cet. 1, 1998 Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas, atau Historisitas? Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007 Anis Malik Toha, Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis, Jakarta: Kelompok Gema Insani, 2006 Arief furchan, Pengantar penelitian dalam pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 Budhy Munawar Rachman, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum beriman, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan P. N. Balai Pustaka, 1990 Departemen Agama RI, Studi Agama- agama di Perguruan Tinggi Bingkai Sosio Kultural Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI, Badan Penelitian Dan Pengembangan Agama, Proyek Peningkatan Kerukunan Hidup Umat Beragama, 1998 Departemen Agama, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama, Jakarta: Departemen Agama, Proyek Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, 1984 Eko Prasetyo, Kaum Miskin Bersatulah, Yogyakarta: Nailil Printika, 2009 Franz Magniz Suseno, dkk, Kebebasan Agama dan Hak- hak Asasi Manusia Kajian Lintas Kultural Islam- Barat, Yogyakarta: Pustaka PelajarAcademica, 2007 H. A. R. Tilaar, Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Jakarta: Grasindo: 2004 Henk ten Napel, Kamus Teologis Inggris Indonesia, Jakarta: Gunung Mulia, 1994
130
K. C. M, Prent, dkk, Kamus Latin- Indonesia, Semarang: Kanisius, 1969 Kompas, Damai untuk Perdamaian, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006 Lexy j Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007 Mangun Wijaya, Sastra dan Religiositas, Jakarta: Sinar Harapan, 1982 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1998 Muh. Agus Nuryatno, Mazhab Pendidikan Kritis Menyingkap Relasi Pengetahuan Politik dan Kekuasaan, Yogyakarta: Resist Book, 2008 Muhammad Ali, Teologi Pluralis- Multikultural Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan, Jakarta: Kompas Media Nusantara: 2003 Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori aplokasi, Jakarta: PT. Bumi aksara, 2007 Roland Robertson, Agama Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, Terj. Ahmad Fedyani Saifuddin, Jakarta: Rajawali Press, 1993 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004 Sufa’at Mansur, Agama- agama Besar Masa Kini, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011 Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta: CV. Rajawali, 2005 Sugiono, Metode penelitian kualitatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2008 ______ , Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2010 Tri Wahyu Hidayati, Apakah Kebebasan Beragama = Bebas Pindah Agama? Perspektif Hukum Islam dan HAM, Salatiga: STAIN Salatiga PRESS, 2008 Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama Dalam Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1991
131
Undang- undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Sekertris Jendral Departemen Pendidikan Nasional, 2003 Y. B Prasetyantha MSF, Al- Qur’an Sebagai Sabda Allah Studi Kristiani Mengenai Doktrin Islam tentang Pewahyuan, Yogyakarta: Amara books, 2010 Yusuf Qardhawi, Minoritas Non Muslim di dalam Masyarakat Islam, terj. Muhammad Al- Baqir, Bandung: Karisma, 1994 Zakiyuddin Baidhawi, Kredo Kebebasan Beragama, Jakarta Pusat: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP), 2006 B. Skripsi Ahmad Zaidun, Kesatuan Makna Tuhan Sebagai Basis Pendidikan Toleransi Beragama, Telaah Atas Pendidikan Agama Islam Dalam Perspektif Filosofis , Yogyakarta: Dakwah, UIN SUKA, 2006 Arief Darmawan, Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Menumbuhkan Sikap Toleransi Antar Umat Beragama Siswa SMK Karya Rini YHI Kowani Yogyakarta , Yogyakarta: PAI, Tarbiyah dan Keguruan UIN SUKA, 2007 Dyah Herlinawati, Konsep Pendidikan Multikultural H. A. Tilaar dan Relevansinya Dengan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tarbiyah dan Keguruan UIN SUKA, 2007 Jamal Ghofir, Dakwah dan Toleransi Umat Beragama, Studi Dakwah Rasulullah di Madinah, Yogyakarta: KPI, Dakwah, UIN SUKA, 2006 Nur Aini Dwi Ernawati, Religiositas Siswa Muslim Yang Bersekolah di SMA Kolese de Britto, Yogyakarta: Dakwah, UIN SUKA: 2010 Riza Ghulam Zamil , Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Religiositas di SMA BOKPRI 1 Yogyakarta, Yogyakarta: Tarbiyah, PAI, UIN SUKA: 2006 Sinta Diana Sukmawati, Konsep Religiusitas William James (Telaah Dari Perspektif Pendidikan Islam), Yogyakarta: Tarbiyah, PAI, UIN SUKA: 2009 Usmanto, Keberagaman Siswa Muslim di SMA BOKPRI 1 Yogyakarta, Yogyakarta: Tarbiyah, PAI, UIN SUKA: 2008
132
C. Internet http://interfidei.or.id/index.php?page=article&id=1, (11/ 01/ 2012, 17:00 WIB) http://id.wikipedia.org/wiki/Agama, (8/05/2012, 23:00 WIB) http://www.pendidikan-diy.go.id/file/pp/2007_pp_55.pdf, (17/ 12/ 2011, 20:15 WIB) http://murtadinkafirun.forumotion.net/t9848-penting-meluruskan-maknatoleransi-beragama, (4/ 12/ 2011, 21:05 WIB) Maragustam Siregar, Menjadi Manusia Berkarakter (Perspektif Pendidikan Islam), http://maragustam.wordpress.com, (20/ 07/ 2011, 14:10 WIB)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Gambar 1. Laboratorium Agama
Gambar 2. SMA BOPKRI 1 Yogyakarta
Gambar 3. Proses Pembelajaran Religiositas
Gambar 4. Kegiatan setelah interview
Gambar 5. Kegiatan setelah interview
Gambar 6. Staff SMA BOPKRI 1 Yogyakarta