MENTERI KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN Bismillahirrohmanirrohiim, Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya, sehingga Laporan Kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman tahun 2015 dapat disusun dan diselesaikan dengan baik serta tepat waktu. Sesuai ketentuan Pasal 18 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman berkewajiban menyusun Laporan Kinerja atas prestasi kerja yang telah dicapai berdasarkan penggunaan anggaran yang telah dialokasikan. Laporan Kinerja ini menyajikan target dan capaian kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Tahun 2015 yang tertuang dalam Pernyataan Kinerja Menteri Koordinator serta perjanjian kinerja Sekretaris Kementerian Koordinator dan para Deputi dengan mengacu Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019. Mengingat bahwa Kementerian Koordinator baru dibentuk pada akhir tahun 2014 dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Koordinator masih dalam proses penyusunan, maka Pernyataan Kinerja dan Perjanjian Kinerja tahun 2015 belum berdasarkan Renstra. Dapat disampaikan pula bahwa, sebagai kementerian baru, Kementerian Koordinator baru mengelola anggaran secara mandiri mulai bulan Mei 2015. Selain menyajikan target dan capaian kinerja tahun 2015, Laporan Kinerja ini juga memuat analisis perbandingan antara rencana atau target dengan realisasi kinerja. Pencapaian realisasi kinerja keuangan juga diuraikan dalam sub bab kinerja keuangan. Kepada semua pihak yang sudah berkontribusi dalam pencapaian kinerja Kemenko Bidang Kemaritiman kami ucapkan terimakasih. Laporan Kinerja ini kami dedikasikan kepada seluruh pemangku kepentingan. Harapan kami Laporan Kinerja ini juga bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Jakarta, Februari 2016 Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia
DR. Rizal Ramli
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman i
RINGKASAN EKSEKUTIF Kinerja Kementerian Koordinator Kemaritiman diukur atas dasar pencapaian rencana kinerja yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun2013. Kinerja tersebut juga memperhatikan tugas dan fungsi dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Kemaritiman) yaitu membantu Presiden dalam menyinkronkan dan mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemaritiman. Dalam mencapai tujuannya, pencapaian kinerja Kemenko Kemaritimandiukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang dirinci sesuai target setiap tahunnya. Indikator Kinerja Utama (IKU) merupakan ukuran kinerja hasil (outcome) yang ditetapkan pada unit kerja eselon I yang akan dicapai melalui kinerja keluaran (output) dari unit kerja eselon II dibawahnya berupa Indikator Kinerja Kegiatan. Pada dasarnya Indikator kinerja utama (IKU) Kemenko Kemaritiman sesuai dengan perjanjian Kinerja tahun 2015 terbagi 2 bagian utama, yaitu: Jumlah dokumen penyusunan program dan kerjasama serta pengelolaan tata usaha dan keuangan di masing-masing Deputi; serta Permasalahan bidang koordinasi Deputi yang dapat dipecahkan dan dikoordinasikan implentasinya sebesar 100%. Sementara target capaian: Status opini BPK atas Laporan Keuangan Kemenko Koordinator Bidang Kemaritiman yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); dan Nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) mencapai A; serta Indeks Persepsi Korupsi dan Reformasi Birokrasi dengan nilai B, merupakan target dalam Renstra 2015-2019 belum dimasukan dalam target dalam perjanjian kinerja. Fungsi Kemenko Koordinator Bidang Kemaritiman difokuskan pada upaya perbaikan mekanisme koordinasi dalam rangka mensinergikan, melaksanakan serta melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kebijakan bidang kemaritiman yang secara teknis dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga di bawah koordinasi Kemenko Kemaritiman. Hal ini sesuai dengan rencana strategis Kemenko Koordinator Bidang Kemaritiman 2015-2019 yang dititikberatkan pada upaya koordinasi, sinkronisasi, pengendalian dan pengawasan dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju dan kuat, menuju poros maritim dunia.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman ii
Sasaran strategis yang tecantum dalam Renstra Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman tahun 2015-2019 yaitu: 1. Terwujudnya pembangunan kedaultan Indonesia sebagai Negara Maritim yang berperan aktif dalam kerjasama maritime di tingkat regional dan global; 2. Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam 3. Terjadinya percepata pembangunan dan pemertaan infrastuktur poros maritim 4. Menguatnya jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif, berkarakter dan berbudaya 5. Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Adapun penjelasan singkat mengenai pencapaian kinerja lima sasaran strategis yang diukur dari indikator kinerja utama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman tahun 2015 adalah sebagai berikut: Secara umum dapat disimpulkan bahwa unit kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dapat merealisasikan program dan kegiatan tahun 2015 sebagai upaya mencapai tahapan pembangunan jangka menengah ke-5 tahun 2015-2019. Penyusunan Sasaran Strategis yang tecantum dalam Renstra Kementerian Kemaritiman tahun 2015-2019 dipastikan akan meningkatkan akuntabilitas atas capaian kinerja yang dihasilkan oleh Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman sebagai Kementerian Koordinator pada tahun-tahun berikutnya.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.......................................................................................i RINGKASAN EKSEKUTIF .............................................................................ii DAFTAR ISI ...................................................................................................iv DAFTAR TABEL .............................................................................................v DAFTAR GAMBAR.........................................................................................vi BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1 1.1 1.2 1.3 1.4
1.5
Pembangunan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia ......................2 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman ...................................3 Isu-Isu Strategi.....................................................................................4 Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman .......34 1.4.1 Visi dan Misi ............................................................................34 1.4.2 Sasaran Strategis kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman............................................................................35 Susunan Organisasi kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman .....38
BAB 2 PERENCANAAN KINERJA KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN TAHUN 2015 ..........................................32 2.1 Peta Starategi ......................................................................................40 2.2 Target Kinerja .....................................................................................42 BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA .............................................................44 3.1 Capaian Kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman ...........44 3.1.1 Sasaran Strategis (SS) 1 .............................................................46 3.1.2 Sasaran Strategis (SS) 2..............................................................52 3.1.3 Sasaran Strategis (SS) 3..............................................................62 3.1.4 Sasaran Strategis (SS) 4..............................................................78 3.1.5 Sasaran Strategis (SS) 5..............................................................105 3.2 Kinerja Keuangan .................................................................................107 BAB 4 PENUTUP .............................................................................................112 LAMPIRAN......................................................................................................113 Perjanjian Kinerja Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman .......................113 Perjanjian Kinerja Deputi 1 – 4 ......................................................................114 Peryataan Reviu Laporan Kinerja ..................................................................120
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Perkembangan Pelayaran Rakyat ................................................21 Tabel 2. Data Pelabuhan perikanan Indonesia ...................................................22 Tabel 3. Sasaran Strategis dan Indikator kinerja Utama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman .......................................................42 Tabel 4. Capaian Kinerja Kementerian Koordinator Kemaritiman Tahun 2015 ........................................................................................44 Tabel 5. Sasaran dan Indikator Kinerja SS1 ......................................................46 Tabel 6. Target dan Capaian IKU SS1 ..............................................................46 Tabel 7. Sasaran dan Indikator Kinerja SS2 ......................................................52 Tabel 8. Target dan Capaian IKU SS2 ..............................................................53 Tabel 9. Sasaran dan Indikator Kinerja SS3 .......................................................62 Tabel 10. Target dan Capaian IKU SS3...............................................................62 Tabel 11. Lokasi Program Pengembangan 24 Pelabuhan ....................................78 Tabel 12. Sasaran dan Indikator Kinerja SS4 .....................................................78 Tabel 13. Target dan Capaian Indikator SS4 .......................................................81 Tabel 14 Sasaran dan Indikator Kinerja SS5 .......................................................90 Tabel 15 Realisasi DIPA 2015 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman ..105 Tabel 16 Rincian Persentase Pagu dan Realisasi Belanja TA 2015 ......................110
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman v
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Visualisasi Pembangunan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia ....2 Gambar 2. Struktur Organisasi Kementerian Koordinator Kemaritiman .............13 Gambar 3. Peta Strategis Kementerian Koordinator Kemaritiman .......................16 Gambar 4. Diagram Batang Capaian Kinerja SS1................................................18 Gambar 5. Diagram Batang Capaian Kinerja SS2................................................19 Gambar 6. Diagram Batang Capaian Kinerja SS3................................................39 Gambar 7. Peta Lokasi Strategis Sabang ............................................................41 Gambar 8. Peta Wilayah Kepulauan Sabang .......................................................48 Gambar 9. Peta Sebaran KEK di Indonesia .........................................................53 Gambar 10 Peta Destinasi Wisata Bororbudur ....................................................63 Gambar 11.Diagram Batang Capaian Kinerja SS4 ..............................................64 Gambar 12.Diagram Batang Realisasi Keuangan Kemenko Bidang Kemaritiman ...................................................................................67 Gambar 13 Diagram Batang Realisasi DIPA 2015 Keuangan Kemenko Bidang Kemaritiman Berdasarkan Akun Belanja .........................................80 Gambar 14. Diagram Batang Realisasi Anggaran Bulanan Kemenko Kemaritiman ...................................................................................84 Gambar15.Grafik Persentase Realisasi Anggaran Bulanan Tahun 2015 .............84 Gambar 16. Grafik Peta Sebaran KEK di Indonesia ............................................93 Gambar 17 . Foto udara KEK Lhokseumawe .....................................................94 Gambar 18. Foto Wilayah Zonasi KEK Lhokseumawe.......................................94 Gambar 19. Dokumentasi Koordinasi dan Peta Rencana Jalan Tol Dalam Kota Bandung .........................................................................................99 Gambar 20. Realisasi Keuangan Kemenko Bidang Kemaritiman Tahun 2015 .....107 Gambar 21. Diagram Batang Realisasi DIPA 2015 Kemenko Bidang Kemaritiman Berdasarkan Akun Belanja Tahun 2015 ......................109
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman vi
BAB 1 PENDAHULUAN Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 25A menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Secara faktual wilayah Indonesia memang merupakan kepulauan terbesar di dunia yang terletak di kawasan tropis dan dilalui oleh garis katulistiwa dengan luas laut mencapai 5,8 Juta km2 (yang terdiri dari 3,1 juta km2 perairan teritorial dan 2,7 juta km2 perairan ZEE). Luas wilayah laut Indonesia mencapai lebih 70% dari seluruh wilayah Indonesia dan memiliki pulau sebanyak 17.504 (Dishidros 2004) dengan potensi sumberdaya alam yang sangat melimpah. Oleh karena banyaknya pulau dan kekayaan alam yang dimiliki, Indonesia dikenal sebagai zamrud katulistiwa. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang besar dan kaya raya ini juga dikenal sebagai Benua Maritim Indonesia. Selain itu Indonesia saat ini juga populer sebagai Negara Maritim. Negara Kepulauan Republik Indonesia terletak pada posisi silang di antara 2 benua dan 2 samudera besar. Posisi ini sangat strategis dipandang dari sisi ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan serta dari sisi politik. Luasnya wilayah laut Indonesia juga menyimpan potensi kekayaan yang sangat luar biasa. Sumber daya hayati, Sumber daya mineral dan energi, dan potensi jasa kemaritiman. Laut Indonesia menyimpan 37% spesies sumberdaya hayati dunia, 17,95% terumbu karang dunia, 30% hutan bakau dan padang lamun. Berbagai species ikan hidup di perairan Indonesia. Ladang minyak lepas pantai, energi gelombang, energi angin, energi surya, pasang surut dan arus, yang apabila dimanfaatkan akan memberikan kontribusi perbaikan ekonomi yang tinggi untuk kesejahteraan masyarakat. Semua itu apabila dimanfaatkan dengan optimal akan dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun demikian, posisi strategis dengan segala potensi ekonomi dan kekayaan alam yang ada itu pada saat ini justru belum dapat memberikan kontribusi yang maksimal pada kesejahteraan masyarakat dan kejayaan Negara. Pemerintah Republik Indonesia dibawah Presiden Joko Widodo menyadari sepenuhnya bahwa pembangunan nasional harus dilaksanakan berdasarkan visi Negara Maritim. Oleh karena itu, dalam jajaran Kabinet kerja, pemerintah telah membentuk Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman guna
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 1
menyinergikan pembangunan kemaritiman dalam mengelola dan memanfaatkan segala potensi maritim bagi kesejahteraan masyarakat dan kejayaan negara. Harapannya Indonesia sebagai Negara Maritim yang maju, kuat dan mandiri serta berbasiskan kepentingan nasional dapat segera terwujud.
1.1
Pembangunan Indonesia menuju Poros Maritim Dunia
Dalam Konferensi Tingkat Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur yang merupakan salah bagian dalam KTT ASEAN yang berlangsung di Nay Phi Taw, Myanmar, pada tanggal 12 Nopember 2014, Presiden Indonesia, Joko Widodo menyampaikan gagasan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Menurut Presiden agenda pembangunan untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia ini memiliki lima pilar utama, yaitu: 1. membangun kembali budaya maritim Indonesia; 2. menjaga dan mengelola sumber daya laut; 3. memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim; 4. mengembangkan diplomasi maritim, membangun kemitraan; 5. membangun kekuatan pertahanan maritim. Kita menyadari bahwa untuk mewujudkan hal itu kita memerlukan dukungan sumberdaya manusia dan Iptek. Visualisasi pembangunan Indonesia menuju poros maritim dunia dapat digambarkan pada diagram diatas.
Gambar 1: Visualisasi Pembangunan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia Pembangunan poros maritim dunia memerlukan dukungan sumberdaya manusia yang berkarakter bangsa bahari dan berdayasaing tinggi. Oleh karena itu sumberdaya manusia yang diperlukan harus memahami dan menguasai Iptek serta memiliki budaya bahari yang luhur. Selain itu, jatidiri Indonesia sebagai LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 2
negara maritim yang berdaulat dan mampu mengelola laut dengan baik juga menjadi fondasi utama dalam pembangunan poros maritim. Pembangunan poros maritim memiliki sekurangnya 3 (tiga) pilar ekonomi, yaitu (1) pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan, (2) penyediaan dan infrastruktur poros maritim yang maju dan terpadu, serta (3) pengembangan industri maritim.
1.2
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2014-2019. Organisasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sampai dengan unit eselon I selanjutnya ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2015 tanggal 21 Januari 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tanggal 13 Mei 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tatakerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Berdasarkan keputusan dan peraturan tersebut di atas, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan Kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman. Sehubungan dengan hal itu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyelenggarakan fungsi: a. koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman; b. pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kemaritiman; c. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; d. koordinasi dan sinkronisasi kebijakan penguatan negara maritim dan pengelolaan sumber daya maritim; e. koordinasi kebijakan pembangunan sarana dan prasarana kemaritiman; f. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; g. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; dan h. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden. LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 3
Sehubungan dengan tugas koordinasi yang Koordinator Bidang Kemaritiman mengoordinasikan: a. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; b. Kementerian Perhubungan; c. Kementerian Kelautan dan Perikanan; d. Kementerian Pariwisata; dan e. Instansi lain yang dianggap perlu.
1.3
dimiliki
Kementerian
Isu-isu Strategis
1.3.1 Isu Strategis Nasional 1) Penegakan Kedaulatan Maritim Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan, masyarakat, atau atas diri sendiri. Negara yang berdaulat berhak untuk menentukan, mengatur dan mengarahkan tujuan Negara yang ingin dicapai tanpa campur tangan dari pemerintahan negara lain. Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah NKRI yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan alamyang terkandung di dalamnya. Di wilayah daratan sampai dengan batas garis air rendah (lowwater line) atau garis pangkal (base line), termasuk teluk dan muara sungai yang dibatasi garis pangkal (perairan pedalaman), merupakan wilayah negara dengan kedaulatan mutlak. Sedangkan wilayah laut yang meliputi laut teritorial dan perairan kepulauan merupakan wilayah negara dengan kedaulatan yang dibatasi. Sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982, wilayah laut tersebut mengakomodasikan berbagai kepentingan internasional seperti lintas damai, lintas transit maupun lintas alur laut kepulauan. Meskipun Indonesia memiki kedaulatan penuh atas wilayah NKRI, namun demikian efektifitas penegakan kedaulatan Negara sangat tergantung pada beberapa hal, diantaranya:
Sistem Hukum dan Perjanjian Maritim Internasional Keamanan dan Ketahanan Maritim Delimitasi Zona Maritim Navigasi dan Keselamatan Maritim
a. Hukum dan Perjanjian Maritim Hukum dan perjanjian maritim internasional merupakan aspek legal yang dapat mencerminkan kedaulatan NKRI atas wilayah laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya. Dalam membuat naskah hukum dan perjanjian
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 4
internasional hendaknya selalu mengingat pada konstitusi UUD 1945, antara lain: Pasal 25A: Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang; Pasal 32:
Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Pasal 33:
Perekonomian, ayat (2) dan ayat (3) (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
Terkait dengan border diplomacy, khususnya mengenai deposit titik-titik koordinat garis pangkal (base point) kepulauan Indonesia ke Sekjen PBB, harus menggunakan garis pangkal (baseline) sebagai basis pengukuran batas maritim. Sementara itu proses negosiasi perlu diupayakan secara maksimal, dimana selama belum ada kesepakatan menggunakan prinsip peaceful display of sovereignty. Dalam melakukan negosiasi perjanjian internasional perlu dikembangkan diplomasi poros maritim, yang mencakup tiga aspek utama: 1) Kesejahteraan (promosi investasi dan pembangunan sektor kemaritiman dan kelautan Indonesia secara sistematis dan sinergis memanfaatkan berbagai forum-forum dan organisasi internasional); 2) Kedaulatan (effective occupation harus ditekankan di setiap pulau dan wilayah terdepan, menyelesaikan permasalahan perbatasan dengan 10 negara tetangga serta menjaga stabilitas kawasan dan dunia); serta 3) Keamanan (diplomasi poros maritim kedepan lebih ditekankan pada diplomasi ekonomi, khususnya untuk pembangunan wilayah RI terdepan). Untuk mengembangkan kebijakan diplomasi pengawasan strategis, yang perlu disiapkan antara lain: 1) Penyusunan suatu aturan regional kawasan guna memerangi IUU Fishing; 2) Kerjasama Indonesia dengan lembaga regional yang mengatur kegiatan pemanfaatan dan konservasi perikanan;
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 5
4) Mengkaji berbagai kerjasama ekonomi bilateral yang tidak memberi peluang munculnya IUU Fishing; 5) Kerjasama global dengan negara-negara pasar hasil laut dunia, khususnya AS, Uni Eropa dan Jepang; 6) Mengusahakan komitmen dunia untuk tidak mengimpor hasil laut illegal; 7) Mengupayakan adanya sertifikasi produk perikanan legal Indonesia yang diakui dunia; dan 8) Meningkatkan upaya diplomasi ekonomi di bidang konservasi perikanan. b. Keamanan dan Ketahanan Maritim Maraknya illegal fishing oleh kapal-kapal berbendera asing yang terjadi akhirakhir ini merupakan bukti bahwa penegakan hukum di laut masih menghadapi banyak kendala dan harus ditingkatkan. Demikian pula, banyaknya tindak kriminal di laut seperti perompakan di sejumlah perairan memerlukan penanganan lebih serius. Tindakan kriminal lain, seperti destructive fishing, pencemaran laut oleh kapal-kapal yang berlayar di perairan Indonesia, penyelundupan barang komoditas impor dan ekspor juga memerlukan perhatian yang sangat serius. Penguatan implementasi kedaulatan dan hak berdaulat di perairan yurisdiksi Indonesia antara lain terkait dengan isu: adanya Military Training Area (Area Alpha dan Bravo) di perairan kepulauan Indonesia; adanya hak-hak internasional di perairan kepulauan (hak lintas damai, hak lintas ALKI); perlunya UU tentang Zona Tambahan; perlu kerjasama dengan International Seabed Authority untuk ikut berpartisipasi dalam memanfaatkan kekayaanalam di dasar samudera laut lepas. Ketahanan maritim adalah kemampuan untuk menangkal setiap ancaman dan gangguan yang berupaya memperlemah eksistensi Indonesia sebagai negara maritim. Sekurangnya terdapat 4 faktor yang mempengaruhi ketahanan maritim Indonesia, antara lain: 1) aspek politik 2) aspek sosial ekonomi 3) aspek pertahanan dan keamanan 4) aspek budaya Isu penegakan kedaulatan melalui penguatan ketahanan maritim, disandarkan pada lima komponen utama yakni: 1) Sistem deteksi pengawasan wilayah; 2) Alutsista sebagai sarana pengawasan namun terkendala dukungan bahan bakar; 3) Organisasi penegakan hukum seyogyanya berada di bawah
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 6
Komando Gabungan Wilayah; 4) Dukungan anggaran pemeliharaan kapal dan dukungan bahan bakar yang masih sangat terbatas; serta 5) Peran serta masyarakat sebagai pelapor kejadian pelanggaran perlu terus dikembangkan c. Delimitasi Zona Maritim Batas wilayah NKRI merupakan salah satu wilayah strategis dalam penegakan kedaulatan.Terdapat 2 (dua) jenis batas wilayah NKRI, batas daratan dan batas maritim. Batas maritim ada 2 (dua) jenis pula, yakni batas maritim antar negara dan batas maritim dengan laut bebas. Masing-masing tipe batas wilayah memerlukan penanganan yang khas. Saat ini masih terdapat 10 (sepuluh) batas maritim antar negara, beberapa diantaranya ada yang belum tuntas pembahasannya. Oleh karena itu penyelesaian batas maritim antar negara harus menjadi prioritas tinggi dalam rangka mempertegas kedaulatan maritim. Sementara itu untuk batas landas kontinen, Indonesia masih memiliki peluang untuk mengajukan klaim, sekurang-kurangnya di 2 (dua) lokasi, yatu di utara Papua dan selatan Sumbawa. Peta disamping memperlihatkan belum tuntasnya batas maritim di Laut Tiongkok Selatan karena masih terdapat kawasan tumpang tindih klaim ZEE dan landas kontinen antara Indonesia, Malaysia dan Vietnam. Pemanfaatan wilayah perbatasan maritim di pulau-pulau kecil terluar, utamanya di kawasan batas maritim antar negara, akan mempertegas batas maritim Indonesia. Selain pemanfatan, pelaksanaan kegiatan di pulau-pulau terluar dan wilayah perbatasan maritim, misalnya kegiatan penelitian dan/atau ekspedisi serta peliputan, juga akan memperkuat eksistensi wilayah laut Indonesia. d. Navigasi dan Keselamatan Maritim Sistem navigasi dan keselamatan maritim merupakan isu kemaritiman yang cukup penting bagi Indonesia. Karena laut menyangkut kepentingan internasional, kita bisa membagi sistem navigasi ke dalam dua kelompok besar yaitu : sistem navigasi nasional dan sistem navigasi internasional. Pemerintah Indonesia selain berkewajiban menyiapkan sarana navigasi bagi pelayaran domestik juga ikut bertanggung jawab pada keselamatan jalur pelayaran internasional yang melalui perairan Indonesia, termasuk jalur ALKI.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 7
Sebagai negara maritim, keselamatan maritim merupakan hal utama yang harus diwujudkan. Tugas pemerintah adalah menjamin keamanan dan keselamatan dalam beraktifitas di laut. Disadari bahwa laut selain mengandung potensi ekonomi juga memiliki resiko bencana, baik bencana alam maupun bencana industri. Dalam hal ini pemerintah harus memiliki unit SAR yang kuat. Dalam hal penanganan bencana lingkungan maritim, seperti oil spill dan marine pollution, idealnya pemerintah memiliki unit reaksi cepat untuk penanggulangan bencana lingkungan dimaksud, seperti oil spill response unit. 2) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Jasa Perairan merupakan bagian terbesar dari Wilayah Indonesia, yakni lebih dari 2/3 dari luas wilayah NKRI. Selain memegang peran penting dalam bidang sosial ekonomi, perairan mengandung sumberdaya alam yang melimpah, yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pada saat ini sumberdaya kelautan yang terkandung di perairan Indonesia belum banyak dimanfaatkan. Sumberdaya tersebut antara lain: a. Sumberdaya Hayati Sumberdaya Perikanan Di bidang perikanan Indonesia memiliki keunggulan secara komparatif. Luas laut dan murahnya tenaga kerja di Indonesia adalah suatu fakta. Namun demikian dalam produksi perikanan Indonesia masih jauh di bawah Tiongkok. Menurut statistik FAO total produksi perikanan Indonesia hanya nomor 6 di dunia, sedangkan Tiongkok menempati peringkat pertama dalam produksi, pada hal luas wilayah laut Indonesia jauh melebhi luas laut milik Tiongkok. Kondisi ini tentu saja menjadikan tanda tanya besar, namun demikian dipihak lain ini tentunya merupakan potensi yang masih dapat dikembangkan. Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Indonesia yang dikukuhkan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 45 Tahun 2011, tingkat eksploitasi sumberdaya ikan antar Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia berbeda-beda menurut jenisnya. Fakta lain yang ada mengenai perikanan kita adalah bahwa hingga saat ini masih banyak dijumpai praktik illegal, unreported & unregulated (IUU) fishing di daerah penangkapan ikan yang berada di 11 wilayah pengelolaan perikanan Indonesia (WPP Indonesia). Praktik IUU Fishing ini selain merusak kelestarian sumberdaya juga menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi Indonesia.Upaya pemberantasan praktik IUU Fishing ini harus dilakukan sistematis, berbasis ilmiah dan kerjasama antar lembaga penegak hukum dan kemananan LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 8
di laut. Melalui koordinasi yang efektif diharapkan kerugian akibat IUU Fishing dapat ditekan sehingga sumberdaya ikan Indonesia bisa semaksimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Budidaya Perikanan Panjang garis pantai Indonesia lebih dari 81.000 km memberikan peluang bagi Indonesia untuk menjadi yang terbesar dalam budidaya laut. Rumput Laut adalah salah satu contoh produk budidaya laut yang menempatkan Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia. Meskipun demikian, dalam hal nilai tambah masih harus ditingkatkan. Dari rumput laut, Indonesia mampu menghasilkan 500 jenis produk akhir di seluruh industri dunia. Di antaranya kosmetik, farmasi, pangan, hingga kertas dan biofuel. (www.mediaindonesia.com). Potensi perikanan budidaya masih sangat tinggi, namun pemanfaatan potensi dimaksud masih rendah. Perlu kebijakan dan strategi pembangunan perikanan budidaya yang terpadu dan kuat, antara lain: pengembangan komoditas ungggulan, program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi, aplikasi best aquacultue practices, pengembangan industri pakan lokal, manajemen lingkungan, penyediaan sarana produksi yang berkualitas, dan penguatan litbang untuk inovasi teknologi, model usaha dan pemasaran. Selain hal tersebut di atas, kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan sebaiknya diarahkan untuk:
Peningkatan nilai tambah produksi perikanan termasuk budidaya;
Perlu upaya rasionalisasi jumlah nelayan untuk meningkatkan kualitas serta efisiensi aktifitas penangkapan;
Perlu perbaikan data pengkajian stok sumberdaya perikanan tangkap untuk mendukung pengambilan kebijakan yang lebih tepat;
Pengelolaan sumberdaya alam dengan pendekatan socio-ecological sistem;
Sumberdaya Bioaktif Indonesia dikenal memiliki keragaman biota karang yang cukup tinggi. Sejumlah spesies karang diketahui mengandung zat bioaktif yang dapat dikembangkan sebagai bahan obatobatan anti kanker. Gambar disamping adalah satu koral jenis sponge dari perairan Indonesia yang prospek untuk pengembangan obat-obatan anti kanker (sumber: Balitbang KKP).
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 9
b. Sumberdaya Mineral dan Energi
Migas Lebih 60% dari sekitar 40 cekungan migas potensial yang dimiliki Indonesia berada di lepas pantai. Selain itu berdasarkan penelitian BPPT bersama BGR Jerman, diperkirakan terdapat konsentrasi Gas Hydrat di Samudera Hindia dan Laut Sulawesi. Ini merupakan cadangan energi masa depan bagi Indonesia dan dunia. Migas merupakan kekayaan alam yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu sumberdaya migas dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Namun demikian pengusahaan migas di Indonesia saat ini tidak semuanya dilakukan oleh anak bangsa. Sebagian potensi migas diusahakan dilakukan oleh kontraktor bagi hasil (Production Sharing Contrack/PSC). Mineral dan Batubara Potensi mineral laut di Indonesia dapat berasal dari endapan placer yang berasal dari material darat, mineral hydrothermal yang berasal dari pembekuan magma ketika mengalami pembekuan mendadak maupun berupa nodula. Ketiganya banyak dijumpai di perairan Indonesia. Endapan placer (placer deposits) banyak dijumpai di lepas pantai muara sungai. Mekanisme terbentuknya adalah terbawanya material mineral oleh aliran sungai dan terendapkan di laut. Pasir dan timah adalah contoh endapan placer yang banyak terdapat diperairan Indonesia. Nodul mineral banyak dijumpai di perairan laut dalam, di atas 4000 m sampai 6000 meter. Ekspedisi ―Banda Mine‖ Kapal Riset Baruna Jaya III pada awal dekade 90-an menemukan adanya potensi nodul mangan (manganeese nodul) di perairan Banda Utara. Gambar disamping adalah contoh nodul polimetal yang diunduh dari Wikipedia.
Nodule mineral
Fenomena black smoker yang dihasilkan oleh aktifitas gunung api bawah laut akan menghasilkan mineralisasi batuan yang dikenal dengan hydrothermal mineral. Hydrothermal mineral mengandung banyak metal ekonomis seperti emas, tembaga, mangan dan lain-lain.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 10
Indonesia secara geologis merupakan jalur gunung api (ring of fire). Diketahui sejumlah gunung api terdapat di dasar laut. Ekspedisi Indeks SATAL 2010, kerjasama Indonesia dengan Amerika Serikat menggunakan Kapal Okeanos Explorer dan Baruna Jaya IV telah membuktikan keberadaan gunung api bawah laut di Sangihe Talaud yang juga memiliki prospek mineral yang cukup tinggi. Energi Baru dan Terbarukan Laut Indonesia dikenal sangat kaya dengan energi, baik energi baru maupun yang terbarukan, seperti energi ombak, energi arus, energi kegaraman, energi pasang surut, energi panas laut dan bio-energi yang berasal dari plankton dan rumput laut.
Pembangkit listrik tenaga pasut di St Malo, Perancis
Potensi energi ombak terdapat hampir di sepanjang pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa sampai dengan NTT serta di pantai utara Papua hingga Halmahera. Energi kegaraman yang didasarkan dari perbedaan kadar garam, baik secara horisontal maupun vertikal.Disejumlah lokasi laut banyak djumpai adanya gradien kegaraman yang cukup kuat, baik gradient vertikal maupun gradien horisontal.Lokasi laut yang demikian potensial untuk dikembangkan. Sementara itu, energi pasang surut memanfaatkan perbedaan elevasi muka air akibat pasang surut dan arus atau gerakan air yang ditimbulkannya. Sedangkan Energi panas laut (OTEC) yang memanfaatkan perbedaan suhu secara vertikal banyak terdapat di perairan Indonesia, terutama di perairan dengan kedalaman lebih dari 1000 meter. Selanjutnya bio-energi laut adalah energi yang dihasilkan dari biota laut seperti plankton, algae dan rumput laut yang dikonversi menjadi biodiesel. Sejumlah spesies alga dan rumput laut dari Indonesia sangat potensial sebagai penghasil biodiesel. Meskipun sumberdaya energi laut cukup tersedia dan merupakan energi yang terbarukan, namun pemanfaatannya belum sepopuler energi fosil. Hal ini antara lain disebabkan karena harga produksi energi laut masih relatif lebih mahal dibandingkan energi fosil. Ini adalah tantangan sekaligus harapan bagi pemerintah untuk dapat mengembangkan Energi Laut Terbarukan (Ocean Renewable Energi/ERE). c. Jasa Maritim
Jasa Kepelabuhanan Sebagai negara maritim dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000 km
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 11
dan jumlah pulau lebih dari 17.000 buah, Indonesia memerlukan konektivitas dan sistem transportasi antar pulau yang memadai. Pembangunan transportasi laut selain memerlukan dukungan infrastruktur kepelabuhanan juga memerlukan dukungan infrastruktur lunak (softstructure) berupa sistem tatakelola dan jasa kepelabuhanan. Jasa kepelabuhanan merupakan salah satu kunci pengembangan transportasi laut dan sistem logistik menuju Indonesia sebagai poros maritim dunia. Kondisi jasa kepelabuhanan yang baik dan berdayasaing global dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagipeningkatan efisiensi pelayanan kepelabuhanan. Namun demikian, jasa kepelabuhanan di Indonesia sangat terkait dengan keberadaan peraturan-perundangundangan yang berlaku. Kondisi jasa kepelabuhanan di Indonesia pada saat ini masih memerlukan perhatian untuk dikembangkan. Dwelling time, atau waktu pelayanan ratarata sejak mulai bongkar hingga kontainer siap di bawa keluar pelabuhan,padasaat ini masih berkisar 7 hari. Pemerintah telah menargetkan perbaikan layanan di pelabuhan sehingga dwelling time menjadi kurang dari 5 hari pada semester pertama 2015. Untuk memperbaiki ini banyak hal yang harus dilakukan, antara lain dengan solusi IT melalui implementasi kebijakan National Single Windows, solusi budaya kerja dengan menerapkan pelayanan 24 jam dan solusi regulasi dengan menyederhanakan mekanisme perijinan pemasukan barang impor yang efisien namun tetap akurat. Jasa Pariwisata Bahari Keindahan pemandangan bawah laut di Indonesia sudah dikenal ke seluruh dunia. Kita memiliki Taman Nasional Laut Bunaken, Taman Nasional Wakatobi dan masih banyak lainnya. Gambar disamping merupakan salah satu sudut pemandangan Bunaken yang diunduh dari www.macman.wordpress.com. Sumber keindahan lain bukan hanya dari panorama bawah laut. Deburan ombak, hamparan pasir putih dan hutan bakau juga merupakan sumber keindahan yang, menjadi daya tarik wisata bahari Indonesia. Potensi wisata bahari Indonesia bukan hanya dari keindahan saja. Olahraga bahari seperti memancing, surfing dan diving mendapatkan surganya di Indonesia. Bagi pecinta petualangan, kepulauan Indonesia juga
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 12
merupakan tempat yang baik untuk bermain yachtt. Dalam dekade terakhir kegiatan sail di Indonesia sudah menjadi agenda penting para pemain yachtt dunia. Sejumlah rute sail yang dikenal antara lain Ambon-Darwin.
Gambar 2. Trend Kunjungan Wisatawan Ke Indonesia tahun 2000-2014
Berdasarkan data yang ada sejak tahun 2000 kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2016 diproyeksikan akan mencapai 10 juta wisatawan. Kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia ini diproyeksikan sebagai penyumbang devisa yang penting. Arah kebijakan pemerintah sangat jelas dengan menempatkan pariwisata sebagai salah satu program unggulan dalam RPJM Nasional 2015-2019. Upaya peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dapat ditempuh antara lain melalui pengembangan destinasi baru, perbaikan akomodasi, perbaikan perijinan termasuk perijinan bagi kapal yacht dan pemberian bebas visa kunjungan
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 13
wisata ke sejumlah negara. Dalam pengembangan destinasi wisata baru, potensi wisata bahari masih prospek untuk dikembangkan. Pengembangan wisata bahari cukup bernilai strategis untuk dikembangkan karena memiliki keunikan dan daya tarik serta melibatkan masyarakat. d. Lingkungan dan Kebencanaan Di perairan Indonesia terdapat sejumlah fenomena alam yang di antaranya berpotensi sebagai penyebab bencana alam seperti tsunami, pasang (coastal inundation), erosi pantai, pasang merah (red tide) dan lain-lain. Melalui pemahaman yang baik terhadap fenomena alam dimaksud, maka akan memungkinkan kita dapat mengantisipasi segala bentuk bencana yang ditimbulkan. Selain bencana alam, tingginya aktifitas ekonomi yang berlangsung di perairan berpotensi menimbulkan bencana industri. Bencana alam maupun bencana industri yang terjadi di laut, keduanya dapat memberikan dampak yang merusak sumberdaya dan lingkungan. Oleh karena itu pemerintah harus melakukan antisipasi yang baik dengan menyiapkan sistem mitigasi bencana dan penyiapan manajemen penanggulangan bencana yang memiliki mobilitas tinggi dan respon cepat. Laut memiliki fungsi yang sangat vital, antara lain sebagai pengatur sistem iklim dunia, dan habitat bagi kehidupan biota air. Untuk mempertahan fungsi dimaksud maka kesehatan lingkungan dan kelestarian keanekaragaman hayati laut menjadi tolok ukur penting. Upaya pelestarian fungsi ini antara lain dilaksanakan melalui pembangunan tamanlaut, baik taman laut daerah maupun nasional, dan penetapan kawasan konservasi laut di sejumlah kawasan. 3) Infrastruktur
Indonesia sebagai Negara kepulauan, memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai bagi pengelolaan lingkungan dan pengembangan potensi ekonomi yang ada. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional. Disamping itu, infrastruktur juga memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Pembangunan infrastruktur yang berimbang diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya meningkatkan pemerataan dan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi nasional.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 14
a. Infrastruktur Konektivitas dan Sistem Logistik: Saat ini Indonesia memiliki 2154 buah pelabuhan yang memiputi 111 buah pelabuhan komersial, 1129 buah pelabuhan nonkomersial, dan 914 buah pelabuhan khusus, yaitu pelabuhan yang difungsikan sebagai terminal khusus. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 95.181 km, dengan demikian rata-rata terdapat 1 pelabuhan setiap ±40 km garis pantai. Luasnya wilayah laut Indonesia yang mencapai lebih 70% dari seluruh wilayah Indonesia, atau 5,8 Juta km2, dan banyaknya pulau yang mencapai 17504 buah, mengakibatkan sejumlah daerah dan/atau pulau kecil merupakan daerah terisolir yang sulit dijangkau. Adalah tanggungjawab pemerintah untuk membuka isolasi sejumlah daerah terisolir tersebut guna memperlancar arus orang, barang dan jasa, antara lain melalui pengembangan transportasi perintis dan jaringan telekomunikasi. Dalam sistemtransportasi yang dikembangkan terdapat 3 jenis layanan transportasi laut, yaitu:
Port-to-port.Port-to-Port adalah layanan reguler antara 2 pelabuhan, biasanya bergerak bolak balik, dengan alur pelayaran yang ―undirectional‖. Hubs and spokes. Layanan feeders membawa muatan menuju hub port dimana muatan tersebut dimuat ke kapal yang jauh lebih besar kemudian dibawa kembali menuju hub port lain yang lebih besar dan jauh, selanjutnya muatan tersebut diturunkan dan dikirim ke tujuan akhir menggunakan kapal feeder lainnya. Pendulum. Rute pendulum umumnya dilakukan kapal kontainer dan memiliki jadwal yang reguler yang berputar antara beberapa pelabuhan yang umumnya berdekatan secara geografis.
Akibat penerapan sistem port to port, rata-rata tingkat utilisasi kapal hanya 41% yang disebabkan oleh ketidakseimbangan muatan antara Jawa dengan pulau utama Indonesia lainnya. Hal ini menimbulkan permasalahan utama yang dihadapi saat ini, yaitu mahalnya ongkos transportasi domestik antar pulau, utamanya transportasi ke kawasan Timur Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain oleh:
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 15
Ketidakseimbangan muatan yang dibawa ke timur (inbound) dengan yang keluar dari timur (outbound) Jaringan transportasi ke pedalaman terbatas sehingga sering harus lewat udara (pesawat).
Kondisi sarana angkutan laut yang terjadi saat ini adanya keterbatasan kapasitas pelabuhan sehingga saat ini angkutan laut hanya dapat dilayani oleh kapal-kapal berukuran kecil. Oleh karenanya seringkali tidak memenuhi konsep skala ekonomi (economic of scale) dan dirasakan tidak efisien. Ke depan dibutuhkan pengembangan pelabuhan dan fasilitas pendukungnya agar mampu melayani kapal yang berukuran lebih besar sehingga dapat merespons permintaan pasar. Untuk mengoptimalkan jaringan transportasi laut, dalam jangka panjang dibutuhkan 19 pelabuhan yang mampu mengakomodasi kapal kelas ―Panamax‖ dan 4 pelabuhan untuk melayani kapal 10.000 TEUs. Dalam rangka mengoptimalkan jaringan transportasi laut, maka laut adalah tol bagi kapal-kapal berbendera Merah Putih sehingga apapun alasannya, pemaksimalan laut sebagai jalan bebas hambatan bagi moda transportasi angkutan di perairan pada aktifitas pengiriman barang jauh lebih efisien dibandingkan dengan moda lainnya. Selama ini, aktifitas pengiriman barang lebih banyak bertumpu kepada moda transportasi di jalan. Oleh karena itu, kita melihat bahwa Tol Laut dalam perspektif logistik memiliki esensi Memindahkan Beban Transportasi Darat ke Moda Transportasi Laut melalui Berbagai Program guna Menurunkan Biaya Logistik.
Gambar 3. Peta Pelabuhan Tol Laut
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 16
Konsep kemaritiman dalam bentuk tol laut, yakni pembangunan mengintegrasikan sistem logistik laut dan darat yang tengah digenjot oleh Pemerintahan. Program Tol Laut sebenarnya banyak bentuknya. Jauh sebelum adanya istilah Tol Laut, sudah berjalan program asas cabotage yang kemudian diperkuat dengan program beyond cabotage. Kemudian ada program short sea shipping (pelayaran jarak pendek) yang sebenarnya sudah ramai dijalankan oleh perusahaan angkutan laut, angkutan keperintisan dan coastal shipping (pelayaran pantai). Implementasi dari program-program ini telah membantu negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, menurunkan biaya pengiriman barang, memangkas disparitas harga bahan pokok antarwilayah yang masih tinggi serta memeratakan pertumbuhan ekonomi antarwilayah. Dengan demikian, Indonesia sebenarnya sudah banyak memanfaatkan laut sebagai Tol bagi kapal-kapal nasional melalui berbagai program strategis. Program tersebut sudah ada yang telah terlaksana secara alamiah dengan swasta sebagai pilar utama. Hal ini dapat dilihat dari pesatnya jaringan pelayaran, baik tramper maupun liner pada jalur pelayaran di Indonesia. Data sampai dengan tahun 2013, jumlah armada angkutan laut Indonesia mencapai 14.540 unit, atau setara dengan 8.237.634 DWT, terdiri dari: a. angkutan laut sebanyak 11.426 unit; b. pelayaran rakyat sebanyak 1.340 unit; c. kapal perintis sebanyak 80 unit; dan d. kapal angkut khusus sebanyak 1.694 unit. Sementara itu jumlah perusahaan angkutan seluruh Indonesia mencapai 2.442 perusahaan. Produksi angkutan laut di Indonesia pada Tahun 2013 yang diusahakan oleh perusahaan nasional adalah sebagai berikut: a. Angkutan dalam negeri: 453.808.627 Ton b. Angkutan luar negeri: 67.511.611 Ton Sedangkan produksi angkutan laut seluruh Indonesia pada tahun 2013 yang diusahakan oleh perusahaan milik asing adalah sebagai berikut: a. Angkutan dalam negeri: 1.249.509 Ton b. Angkutan luar negeri: 551.576.580 Ton Berdasarkan data di atas, kapal milik perusahaan nasional masih menguasai angkutan dalam negeri (~87%).Namun demikian untuk angkutan luar negeri dikuasai oleh armada milik perusahaan asing (~99%). Dan jika
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 17
dihitung secara total, maka kontribusi armada nasional hanya mencapai 42.36%.
Gambar 4. Rute Rencana Tol Laut Fakta menunjukkan bahwa dalam satu dasawarsa terakhir, persaingan antar operator pelayaran begitu ketat bahkan mendekati persaingan paripurna sehingga kini tarif angkutan laut domestik sangat kompetitif. Sebagai gambaran, biaya tambang (freight) kontainer Surabaya—Papua turun dari Rp 30-an juta perTEUs pada 2007 menjadi R15 juta—R19 juta per TEUs pada 2014. Demikian juga dengan rute-rute lainnya. Hanya saja, meskipun sudah turun hingga lebih dari 50%, tetapi penurunan freight tersebut belum begitu berarti dalam menurunkan biaya logistik nasional atau bahkan harga barang ditingkat konsumen, apalagi barang dari barat yang dibutuhkan di kawasan timur Indonesia atau sebaliknya. Kondisi ini terjadi karena tariftarif pelayanan kepelabuhanan di seluruh Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, padahal jika kenaikan tarif dapat direm, penurunan tarif angkutan dapat mempengaruhi penurunan biaya logistik sehingga berdampak terhadap harga-harga bahan pokok di tingkat konsumen. Di sisi lain, optimalisasi penurunan tarif pengiriman barang tidak terjadi karena masalah ketidakseimbangan kargo antar pelabuhan, baik antara pelabuhan di Timur Indonesia dengan Barat Indonesia, maupun antar pelabuhan di barat atau timur Indonesia itu sendiri. Dari pelabuhan di pulau Jawa, sebuah kapal bisa terisi 80% dari kapasitas kapal, tetapi dari luar pelabuhan Jawa, apalagi timur Indonesia, hanya terisi 10-25%. Salah satu program Tol Laut yang akan dilaksanakan dalam kerangka memindahkan beban biaya logistik dari moda logistik di darat ke moda transportasi laut serta menurunkan biaya logistik nasional menurut
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 18
perspektif kita adalah Short Sea Shipping atau Coastal Shipping. Program ini sudah dalam persiapan untuk diimplementasikan. Salah satu rute yang disiapkan adalah Jakarta—Kendal, Jakarta—Kendal Semarang—Surabaya, Panjang—Jakarta—Kendal—Surabaya. Rute pada daerah lainnya dapat dikembangkan oleh pelaku usaha nasional, termasuk dengan kapal-kapal perintis yang dikembangkan melalui penambahan trayek-trayek perintis. Arah kebijakan pengembangan transportasi penyeberangan 2015-2019: a) penyelesaian dan penguatan jalur lintas Sabuk Utara, Sabuk Tengah dan Sabuk Selatan serta poros penghubung, dan b) terobosan regulasi termasuk kebijakan pengadaan kapal oleh pemerintah dan pembentukan Otorita Pelabuhan Penyeberangan. Gambar berikut memperlihatkan konsep pengembangan transportasi penyeberangan sebagai komplemen konsep tol laut.
Gambar 5. Konsep Pengembangan Tranportasi Penyeberangan Tol Laut
Penyelesaian dan pembenahan jalur Sabuk Utara, Sabuk Tengah dan Sabuk Selatan. Adapun Sabuk Utara yakni terdapat lintas yang belum terhubung yaitu: Tj. Pinang – Sintete, akan diselesaikan pada 2017-2019. Sedangkan pada Sabuk Tengah yakni terdapat lintas yang belum terhubung: Wahai– Fak Fak, diselesaikan pada akhir tahun 2014 sejalan dengan akan dilakukannya peningkatan layanan (pelabuhan dan kapal). Terakhir, untuk Sabuk Selatan yakni telah terhubung sejak tahun 2013, akan dilakukan peningkatan layanan (pelabuhan dan kapal).
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 19
b. Infrastruktur Pertambangan dan Energi Pembangunan infrastruktur energi dan pemanfaatan energi baru terbarukan yang ada di daerah menjadi solusi mengatasi krisis energi dan perekonomian negara. Selain itu infrastruktur energi diharapkan akan meningkatkan nilai tambah dan manfaat sumberdaya energi bagi masyarakat dan Negara. Sebagai daerah yang kaya sumber daya alam, Indonesia Bagian Timur mempunyai kebutuhan energi yang semakin meningkat. Dalam hal ini sektor mineral, energi, perikanan, dan pariwisata menjadi basis penting untuk pembangunan ekonomi setempat. Rencana pemerintahan membangun pembangkit listrik berkapasitas total 35 ribu megawatt (MW) selama lima tahun ke depan dipastikan bakal didominasi perusahaan listrik swasta (independent power producer/IPP) asing. Hal tersebut terjadi karena IPP dalam dalam negeri masih menghadapi kendala pendanaan meski pemerintah telah memberi insentif berupa government guarantee. Disamping itu, untuk mengejar target pembangunan, pemerintah akan menjadikan program pembangunan kilang sebagai program prioritas nasional. Program percepatan kilang ini akan mencontoh program percepatan infrastruktur listrik 35 ribu megawatt (MW). Dari 109 proyek pembangkit berdaya total 36.858 MW ini, 74 proyek berkapasitas 25.904 MW diantaranya akan dikerjakan dengan skema pengembangan listrik swasta atau independent power producer (IPP) dan 35 proyek lainnya yang berdaya 10.681 MW dikerjakan PLN. Secara lokasi, Jawa-Bali terdapat proyek pembangkit berkapasitas 18.697 MW, Sumatera 10.090 MW, Sulawesi 3.470 MW, Kalimantan 2.635 MW, Nusa Tenggara 670 MW, Maluku 272 MW dan Papua 220 MW. Total kebutuhan pendanaan selama periode 2015-2019 sekitar Rp 1.127 triliun yang terdiri atas PLN Rp 512 triliun dan swasta (IPP) Rp 615 triliun. Sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 2015-2024, pemerintah memproyeksikan beban puncak listrik dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,1 persen pada 2015 akan mencapai 36.787 MW dan pada 2019
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 20
bakal sampai 50.531 MW dengan pertumbuhan ekonomi 7,1 persen, dan tahun 2024 mencapai 74.536 MW dengan asumsi pertumbuhan 7 persen. Saat ini, kapasitas listrik terpasang nasional adalah 50 ribu MW. Dengan tambahan 35 ribu MW, maka rasio elektrifikasi meningkat dari 84 persen pada 2015 menjadi 97 persen pada 2019. c. Infrastruktur Pelayaran dan Perikanan Pelayaran Rakyat Pelayaran rakyat di Indonesia saat ini memegang peran penting dalam sistem angkutan laut di Indonesia, utamanya angkutan laut menuju daerah terisolir. Namun demikian berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut justru pertumbuhan pelayaran rakyat mencatat angka pertumbuhan negatif. Pada tahun 2005 tercatat sebanyak 1376 unit armada pelayaran rakyat dan pada tahun 2009 telah turun menjadi 1293. Jika dihitung berdasarkan tonase pelayaran rakyat mengalami pertumbuhan dari 145.006 ton menjadi 152.800 ton. Ini berarti selama kurun waktu lima tahun tersebut telah terjadi peningkatan tonase setiap armada. Tabel 1. Data Perkembangan Pelayaran Rakyat Unit GRT Perusahaan
2005 1.376 145.006 485
2006 1.232 140.425 507
2007 1.279 143.705 560
2008 1.287 150.324 583
2009 1.293 152.800 595
Pelayaran rakyat memiliki fungsi penting sebagai penghubung dari sentra produksi masyarakat di pulau dan/atau lokasi terpencil dengan pelabuhan perintis dan pelabuhan lainnya yang lebih besar. Permasalahan yang ada sampai dengan saat ini adalah belum semua sentra produksi masyarakat memiliki pelabuhan yang representatif lengkap dengan kesyahbandaran dan fasilitas keselamatan. Implementasi Tol Laut yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo diyakini akan meningkatkan volume pergerakan barang antar wilayah, termasuk pergerakan ke/dari wilayah-wilayah yang dilayari oleh Pelayaran Rakyat. Pentingnya Pelayaran Rakyat juga bisa dilihat dari keberadaan 13.466 pulau, 5,8 juta km2luas lautan, 95.181 km garis pantai, dan 2.154 LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 21
pelabuhan di Indonesia (data Kementerian Perhubungan, 2014). Pelayaran Rakyat diperlukan untuk pengangkutan barang ke wilayah-wilayah yang memiliki alur dengan kedalaman terbatas, termasuk sungai dan danau. Di lain sisi, Pelayaran Rakyat dapat bertahan namun sulit berkembang karena kekurangan bantuan dan dukungan finansial, baik dari pemerintah maupun perbankan. Pelayaran Rakyat membutuhkan dukungan pengembangan dari teknologi tradisional ke teknologi modern agar lebih memenuhi aspek keselamatan dan kecepatan. Sarana Produksi Perikanan PPS Nizam Zachman
Data yang tersedia pada Buku Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2013 memperlihatkan bahwa jumlah pelabuhan perikanan yang ada di Indonesia pada tahun sebanyak 816 buah, dengan rincian sebagaimana pada tabel berikut. Tampak bahwa mayoritas pelabuhan perikanan yang ada adalah sekelas pangkalan pendaratan ikan. Sesuai dengan ketentuan yang ada, pangkalan pendaratan ikan tanggung jawab pengelolaannya berada pada pemerintah Kabupaten/Kota. Terbanyak kedua adalah Pelabuhan Perikanan Pantai yang dikelola oleh Pemerintah Propinsi, yaitu sebanyak 44 buah, atau 5,39%. Sedangkan pelabuhan yang dikelola oleh UPT milik Pemerintah Pusat adalah 22 buah meliputi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) sebanyak 6 buah, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) sebanyak 14 buah dan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) sebanyak 2 buah. Tabel 2. Data Pelabuhan Perikanan Indonesia (2013) No
Kelas Pelabuhan
1
Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
2
Pelabuhan Perikanan Nusantara
3
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP): UPT KKP
4
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP): UPT Provinsi
5
Pangkalan Pendaratan Ikan
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Jumlah
%
6
0.74
14
1.72
2
0.25
44
5.39
748
91.67
Halaman 22
No 6
Kelas Pelabuhan Pelabuhan Perikanan Swasta
Jumlah 2
% 0.25
Jumlah kapal penagkap ikan yang bermotor pada tahun 2012 sebanyak 484.750 buah, sedangkan untuk perahu tanpa motor sebanyak 320.980 buah (FAO Annual Report 2013) dari total kapal penangkap ikan seluruh dunia sebanyak 2.710.300 buah kapal bermotor dan 2.011.000 buah perahu tanpa motor. Berdasarkan Statistik Produksi Perikanan Tangkap yang dirilis oleh FAO Tahun 2012, Indonesia merupakan produsen terbesar kedua setelah Tiongkok dengan besaran produksi 5.813.800 ton (produksi Tiongkok sebesar 16.167.443 ton). Produksi perikanan tangkap dunia pada tahun 2012 adalah sebesar 91.336.230 ton, ini berarti Indonesia berkonstribusi sebesar 6,37%. Sementara itu untuk produksi perikanan budidaya, Indonesia menempati urutan ke 4 terbesar setelah Tiongkok, India dan Vietnam dengan total produksi sebesar 3.067.660 ton atau senilai US$ 6.715.108.000,- dari total produksi dunia sebesar 66.633.253 ton atau senilai US$ 137.731.508.000,-. Ini berarti produksi perikanan budidaya Indonesia pada tahun 2012 sebesar 4,6% volume produksi atau sebesar 4,88% dari nilai produksi. Industri Pengolahan Sumberdaya Hayati Laut Permintaan pasar dunia terhadap produk industri pengalengan ikan sangat besar, sementara konstribusi produk industri pengalengan ikan nasional sangat kecil yaitu 4%. Sebagai dampak melemahnya perekonomian dunia dengan adanya krisis global yang baru lalu, maka ekspor industri ikan dalam kaleng mengalami penurunan sampai 30 %. Hal tersebut karena menurunnya permintaan terhadap produk ikan dari Indonesia. Ekspor beberapa jenis tuna dalam kaleng
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 23
pada tahun 2006 menurun dari 359 ton menjadi 329 ton pada tahun 2007. Dalam hal masalah kemasan, di Indonesia dinilai relatif paling mahal dibanding negara-negara lain. Kebutuhan bahan baku kemasan berupa kaleng (tin plate) selama ini antara 60%-70% masih diimpor, selebihnya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Impor tin plate dikenakan bea masuk 15%, sementara impor ikan kaleng hanya dikenakan bea masuk 5%. Karena itu dibidang industri perikanan dalam kaleng masih diperlukan adanya harmonisasi bea masuk. Saat ini terdapat 8 kelompok industri pengolahan hasil perikanan di Indonesia, yaitu sebagai berikut:
Industri pengalengan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan sardencis dalam kaleng, udang dalam kaleng dan sejenisnya; Industri pengaraman/pengeringan ikan dan biota perairan lainnya, sepertinya : ikan tembang asin, ikan teri asin, udang asin, cumi-cumi asin dan sejenis; Industri pengasapan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan bandeng asap, ikan cakalang asap dan sejenisnya; Industri pembekuan ikan dan biota perairan lainnya, seperti ikan bandeng beku, ikan tuna beku, dan sejenisnya; Industri pemindangan ikan dan biota perairan lannya, pindang ikan bandeng,pindang ikan tongkol, dan sejenisnya; Industri pengolahan pengawetan lainnya untuk ikan dan biota lainnya:tepung ikan, tepung udang, rumput laut, terasi, petis dan sejenisnya.
d. Industri Penunjang Pembangunan infrastruktur maritim harus didukung dengan industri penunjang yang kuat, yang meliputi industri manufaktur, industri rekayasa, konstruksi dan instalasi, dan industri dasar. Keberadaan industri penunjang yang kuat diharapkan akan menambah tingkat kandungan dalam negeri dalam pembangunan infrastruktur maritim. Pada saat ini di Indonesia terdapat sekurang-kurangnya 198 industri galangan, baik untuk pembuatan kapal (ship building industry) maupun galangan untuk perbaikan (ship maintenance). Sekitar 110 galangan terdapat di Pulau Batam, sisanya tersebar di sejumlah pulau: 14 galangan di Pulau Sumatera, 18 galangan di Pulau Kalimantan, 23 galangan di Pulau Jawa, 3 galangan di Pulau Sulawesi dan 3 galangan di Maluku. Fakta ini tentu saja sangat menarik karena disamping penyebarannya yang tidak merata, ternyata galangan kapal yang maju justru yang berlokasi di Pulau Batam.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 24
Kemajuan galangan kapal yang berdomisili di Pulau Batam tidak terlepas dari kebijakan pengembangan Pulau Batam sebagai otorita khusus atau kawasan ekonomi khusus karena adanya fasilitas baik fiskal maupun nonfiskal untuk menunjang perkembangan ekonomi di Pulau Batam. Fakta ini merupakan pembelajaran yang baik sehingga untuk pengembangan galangan kapal di pulau lainnya dapat meniru kebijakan di pulau Batam. Industri semen juga merupakan salah satu industri penunjang infrastruktur yang cukup penting. Saat ini di Indonesia terdapat 9 industri semen yang beroperasi dan tersebar di sejumlah pulau, yaitu: 1. Pabrik semen pertama di Indonesia dibangun di Indarung Sumatera Barat tahun 1904 yang saat ini dikenal dengan PT Semen Padang (4 pabrik) 2. PT Semen Gresik di Jawa Timur (saat ini 3 pabrik yang beroperasi di Tuban) 3. PT Semen Tonasa Sulawesi Selatan (3 Pabrik) 4. PT Semen Cibinong (saat ini bernama PT Holcim Indonesia, 2 pabrik di Bogor dan 1 pabrik di Cilacap) 5. PT Indocement Tunggal Prakarsa, yang saat ini sahamnya sebagian besar dimiliki oleh Heidelberger (9 pabrik di Bogor, 2 pabrik di Cirebon dan 1 pabrik di Tarjun Kalimantan Selatan) 6. PT Semen Andalas Indonesia sahamnya sebagian besar dimiliki oleh Lafarge (1 pabrik di Aceh)
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 25
7. PT Semen Baturaja (1 pabrik di Baturaja Sumatera Selatan dengan 3 grinding plant di Palembang, Lampung dan Baturaja) 8. PT Semen Kupang (1 pabrik di Kupang NTT) 9. PT Semen Bosowa Maros (1 pabrik di Sulawesi Selatan) Kapasitas total terpasang di Indonesia saat ini adalah 45 juta ton per tahun, dimana pemain utama pada industri semen nasional masih dipegang oleh Semen Gresik Group. Peta distribusi pabrik semen di samping juga memperlihatkan fakta bahwa penyebarannya belum merata. Oleh karena itu prioritas utama untuk pembangunan pabrik semen baru seyogyanya kearah Indonesia Timur. Keberadaan semen di kawasan Timur diharapkan mampu mengurangi kesenjangan harga semen dan mendorong perkembangan pembangunan infrastruktur. Selanjutnya pembangunan infrastruktur pada gilirannya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Industri baja merupakan salah satu penopang infrastruktur maritim nasional. Pada tahun 2006 produksi baja nasional baru mencapai 3,8 juta ton atau sekitar 0,3% produksi baja dunia. Kebutuhan logam besi baja di dalam negeri pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 13 juta ton. Prognosis permintaan sejumlah 13 juta ton pada tahun 2015 tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan sekitar 8,3% terhadap target tahun sebelumnya. Belum semua kebutuhan akan baja dipenuhi dari produksi dalam negeri, terdapat impor sekitar 40% dari kebutuhan.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 26
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Kementerian Perindustrian diketahui sepanjang tahun 2014 industri logam dasar besi dan baja tumbuh mencapai 6,93%. Pertumbuhan ini seyogyanya dipacu lebih cepat lagi karena seiring dengan pertumbuhan pembangunan maka kebutuhan akan baja terus meningkat. Gambar di atas memperlihatkan perkembangan kebutuhan baja nasional untuk berbagai kegiatan. Gambar di samping memperlihatkan kebutuhan baja oleh industri nasional. Tampak bahwa konstruksi menempati posisi pertama dalam penggunaan baja, yaitu mencapai 51,2%. Selanjutnya diikuti industri mesin (14,5%), produk metal (12,5%) dan otomotif (12%). Sisanya dimanfaatkan oleh industri transportasi (4,8%, peralatan listrik (3%) dan peralatan rumah tangga (2%). Memperhatikan profil ini maka pengembangan industri baja akan sangat menunjang pembangunan infrastruktur dan meningkatkan tingkat kandungan lokal. 4) SDM, Iptek dan Budaya Maritim Dibutuhkan ketersediaan sumberdaya manusia yang handal, kuat, kompeten dan berdaya saing tinggi, yang akan mendukung pembangunan kemaritiman ke depan, sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kemaritiman, memiliki karakter budaya maritim yang kuat, serta maupun mengembangkan inovasi di bidang kemaritiman. Indonesia adalah negara yang plural. Pluralisme ini menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan alam yang berlimpah dan kekayaan budaya yang sangat menakjubkan. Namun, dewasa ini banyak ancaman dan gangguan yang membuat pertahanan dan kesatuan bangsa Indonesia mulai terganggu. Sehingga saat ini sangat dibutuhkan generasi-generasi yang cinta dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi terhadap Indonesia, tidak terkecuali cinta akan perairannya. Pada masa yang lalu, bangsa Indonesia di kenal sebagai Bangsa Bahari. Kejayaan bahari masa lalu dapat dipelajari dari sejarah Sriwijaya dan Majapahit serta sejarah kepahlawanan dan ketokohan Sultan Hasanuddin dari LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 27
Kesultanan Makassar dan Laksamana Malahayati dari Aceh. Di masa yang lalu, bangsa Indonesia juga sudah menguasai iptek pembangunan kapal layar seperti Kapal Phinisi dan Kapal yangterdapat pada relief Candi Borobudur. Bangsa Indonesia juga telah menguasai ilmu falak dengan baik, sebagaimana dibuktikan oleh sejarah penjelajahan laut oleh nenek moyang hingga ke Afrika Selatan. Masyarakat pesisir nusantara juga sangat kaya akan budaya dan kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya dan hidup harmonis bersama alam. Kondisi geografis dan potensi sumberdaya kelautan telah membentuk karakter masyarakat yang tangguh, pekerja keras, terbuka, dan mudah menyerap pengaruh serta akulturasi budaya dari luar. Cita-cita Pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia membutuhkan prasyarat yang harus dipenuhi. Prasyarat itu antara lain adalah: (a) (b) (c) (d)
Sumberdaya manusia yang handal dan terampil, Dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi dan Revitalisasi karakter dan wawasan bahari; Masyarakat bahari yang inovatif
Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden RI ke-7 mengatakan ―... Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudera, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudera, memunggungi selat dan teluk. Kini saat kita mengembalikan semua sehingga Jalesveva Jayamahe, di laut justru kita jaya, sebagai semboyan nenek moyang kita dimasa lalu bisa kembali membahana... ―. Pendidikan dan Pelatihan Kemaritiman Sebagai Negara kepulauan, Indonesia sangat berkepentingan dengan sumberdaya manusia yang kompeten di bidang kemaritiman, termasuk di dalamnya bidang maritim, teknik kelautan, ilmu kelautan dan atau perikanan.Berdasarkan data yang ada saat ini terdapat sejumlah lembaga pendidikan yang berorientasi kemaritiman. Perguruan tinggi negeri yang memiliki program studi di bidang kemaritiman, baik di bidang rekayasa, ilmu kelautan, perikanan, pada saat ini tercatat sekurang-kurangnya 30 perguruan tinggi negeri dan swasta.Namun demikian pendidikan tinggi yang berorientasi di bidang rekayasa kelautan dan ilmu kelautan masih sangat sedikit. Sementara itu pendidikan diploma di bidang maritim atau pelayaran terdapat sekurangnya 30 akademi dan diklat yang tersebar di seluruh kota-kota Indonesia. Sekolah Menengah Kejuruan di bidang kelautan sekurangnya
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 28
berjumlah 17 sekolah dan Sekolah Menengah Usaha Perikanan sejumlah sekurangnya 9 sekolah. Pengembangan tol laut di Indonesia disinyalir akan membutuhkan 1.000.000 tenaga kerja hingga tahun 2019, dan untuk kegiatan perikanan dibutuhkan tambahan 200.000 tenaga kerja setiap tahun. Kebutuhan ini harus dapat dipenuhi dari lembaga pendidikan dan pelatihan yang ada di dalam negeri. Jika tidak, maka Indonesia akan mendapat serbuan tenaga kerja terampil dari luar negeri, terutama Negara-negara ASEAN, setelah diberlakukannya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN Tahun 2015. Permasalahan utama dalam pengembangan pendidikan dan pelatihan di bidang kemaritiman ini antara lain adalah: a. Penyebaran secara geografis pusat-pusat pendidikan dan pelatihan yang tidak merata; b. Fasilitas edukasi, termasuk praktek, belum merata dengan kualifikasi yang baku; c. Belum adanya standardisasi kurikulum pendidikan maritim; d. Pendidikan yang berorientasi rekayasa, hukum, sosiologi, dan ekonomi maritim masih terbatas. Iptek Kemaritiman Pembangunan kemaritiman memberikan prospek yang menjanjikan keuntungan finansial tinggi. Namun demikian aktifitas kemaritiman merupakan aktifitas yang memiliki resiko tinggi (padat resiko). Oleh karena itu, untuk mengurangi resiko dan meningkatkan manfaat ekonomi, aktifitas kemaritiman harus didukung iptek secara memadai, di samping sumberdaya manusia yang handal. Pemerintah juga telah berkomitmen untuk mengembangkan paradigma pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan kemaritiman. Dukungan Iptek sangat diperlukan untuk mewujudkan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini sebagaimana terlihat dalam RPJM 2015-2019, arah kebijakan pembangunan iptek untuk mendukung keberlanjutan dan pemanfaatan sumberdaya hayati adalah: (i) melaksanakan secara konsisten dan terurut dengan baik kegiatan eksplorasi, konservasi, pemuliaan, dan diseminasi; dan (ii) melaksanakan kewenangan sebagai otoritas keilmuan sebaik-baiknya sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan perundangan. Untuk sumberdaya nir-hayati, arah kebijakan litbangnya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan informasi tentang sumberdaya kelautan, limnologi, dan kebencanaan. Strategi utama yang dilaksanakan adalah
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 29
pembangunan Pusat Inovasi Teknologi Maritim di Pantai Penajam– Kalimantan Timur; pengembangan dan ujicoba model pengelolaan danau dan situ; serta pengembangan teknologi mitigasi bencan Kegiatan penelitian dan pengembangan diarahkan untuk menyiapkan basis saintifik dalam membuat kebijakan di bidang kemaritiman.Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar harus memiliki sistem observasi kemaritiman yang terpadu dalam dimensi ruang dan waktu. Keberadaan basis data ilmiah di bidang kelautan harus dikelola dengan baik sehingga mudah diakses bagi penggunanya. Teknologi maritim harus dikembangkan sesuai tantangan Indonesia sebagai negara kepulauan. Teknologi dimaksud harus mendukung pembangunan industri maritim. Selain itu pengembangan teknologi yang mendukung pemanfaatan energi baru dan terbarukan harus didorong. Persoalan utama dalam pengembangan iptek di bidang kemaritiman saat ini adalah sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan litbang kelautan dan/atau kemaritiman dilakukan di sejumlah kementerian/lembaga dengan mekanisme koordinasi yang sangat lemah; 2. Pengamatan laut-atmosfer secara time-series masih sangat terbatas; 3. Keberadaan pusat data laut yang mengelola basis data laut yang lengkap dan mudah diakses belum ada; Fasilitas litbang kelautan seperti kapal riset, instalasi riset dan laboratorium riset tersebar di sejumlah instansi; Seni-Budaya dan Olahraga Bahari Pembangunan Indonesia menuju poros maritim dunia harus didukung dengan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya manusia yang berkarakter bangsa bahari dan berwawasan bahari.Presiden pertama RI Soekarno dalam pidato di tahun 1953 menegaskan, ―Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri.‖ Pidato Bung Karno ini menjadi pemacu semangat untuk mengembalikan kejayaan bahari melalui pembangunan karakter dan wawasan bahari.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 30
Pembangunan karakter dan wawasan bangsa bahari dapat ditempuh melalui pengembangan seni, budaya dan olahraga bahari. Peningkatan budaya maritim dilakukan dan diperkenalkan sejak usia dini hingga perguruan tinggi, melalui contoh-contoh kegiatan di pesisir dan di kapal laut. Budaya bahari dibangun melalui sistem pendidikan nasional, tanpa harus mengubah kurikulum, atau membuat kurikulum khusus. Budaya bahari dapat dimasukkan sebagai muatan melalui kurikulum yang ada dengan memasukkan tema maritim dalam bahasannya. Sains harus hadir dalam budaya maritim sehingga mampu memperkuat masyarakat maritim. Dalam melaksanakan pembangunan karakter dan wawasan bahari, pemerintah harus melakukan segmentasi kebijakan pengembangan kemaritiman berdasarkan lokasi besar-kecilnya pulau, dibagi 3 kelompok, yakni : (1) Kelompok pulau-pulau besar (Kalimantan-Sumatera-JawaSulawesi-Papua), (2) kelompok pulau-pulau sedang (Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Kepridan Babel) dan (3) Kelompok pulau-pulau kecil. Pembagian ini atas dasar pola hidup, budaya, ekosistem dan mindset masyarakatnya, sehingga perlu dibedakan kebijakannya. Inovasi Maritim Masyarakat Indonesia saat ini masuk dalam kelompok Lower Middle Income ($.3.592), masyarakat berpenghasilan kecil dan menengah. Pembangunan berdimensi kemaritiman yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia harus mampu menggeser dan mengeluarkan masyarakat Indonesia dari perangkap Lower Middle Income dan menuju kelompok Upper Middle Income, yaitu masyarakat yang berpenghasilan menegah tinggi sekitar $12.000. Iptek akan memainkan peran penting untuk membawa masyarakat Indonesia keluar dari kelompok Lower Middle Income ini menuju kelompok Upper Middle Income melalui inovasi yang berkelanjutan. Inovasi, juga sering disebut pembaruan, pada prinsipnya adalah suatu perubahan atau proses penerapan ide-ide atau invensi dalam suatu sistem produksi dan/atau pelayanan sehingga menghasilkan produk dan/atau layanan yang berlipat ganda. Inovasi dapat berbasis teknologi, manajemen, pemasaran, budaya kerja atau lainnya. Kata kunci yang paling dalam inovasi adalah berlipatgandanya kualitas dan/atau kualitas produk dan/atau jasa. Untuk mempercepat tercapainya sasaran, inovasi di bidang kemaritiman akan dilaksanakan melalui jejaring masyarakat yang ada, diutamakan antara lain jejaring inovasi produk sumberdaya alam maritim, jejaring inovasi pariwisata dan jejaring inovasi pelayaran rakyat.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 31
1.3.2 Isu Strategis Internal 1) Aspek Kelembagaan Kementerian koordinator Bidang Kemaritiman merupakan kementerian baru yang dibentuk dalam jajaran Kabinet Kerja. Sejak diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada saat pembentukan Kabinet Kerja pada tanggal 27 Oktober 2014, Kementerian Koordinator ini praktis belum memiliki bentuk kelembagaan. Bentuk kelembagaan Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman selanjutnya ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman yang diterbitkan pada tanggal 23 Januari 2015. Berdasarkan Keputusan Presiden ini Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman terdiri dari 1 (satu) Sekretariat Kementerian Koordinator, 4 (empat) Deputi, 4 (empat) Staf Ahli dan Inspektorat. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman selanjutnya baru ditetapkan pada tanggal 13 Maret 2015 berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor 1 Tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Sebagai landasan kerja, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman saat ini hanya mendasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2015. Dalam hal tertentu Kementerian ini memerlukan dukungan legalitas lain dalam bentuk Kepres, Perpres maupun Inpres sebagaimana Kementerian Koordinator lainnya. Sebagai Kementerian Koordinator baru, tugas dan fungsi Kementerian Koordinator ini sebelumnya sudah menjadi domain Kementerian Koordinator lainnnya yang terdahulu. Kondisi ini menjadikan kendala bagi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dalam melaksanakan tugas koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian kepada Kementerian yang berada di bawah koordinasinya. Sebagai contoh, sejumlah isu tertentu yang menjadi domain koordinasi Kementerian Koordinator secara legal masih menjadi menjadi tugas Kemenko lain karena masih didasarkan peraturan lama yang belum disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan saat ini. Terdapat sekitar 20 produk hukum berupa perpres, kepres dan inpres yang perlu disesuaikan dengan keberadaan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. 2) Dukungan Anggaran Kementerian Koordinator LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 32
Pada awal pembentukannya, operasional Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman didukung dengan BA 999 yang dialokasikan melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kementerian Koordinator baru resmi mengelola Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2015 pada Bulan Mei 2015 melalui APBN P pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 125 Milyar. Sebagai catatan, pada saat DIPA diterima Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman belum memiliki pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pimpinan Tinggi Pratama dan baru memiliki jabatan Administrator dan pengawas dalam jumlah terbatas. Kondisi tersebut di atas tentu saja berpengaruh pada pelaksanaan anggaran dan pencapaian kinerja di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada tahun 2015. Tidak maksimalnya pelaksanaan anggaran dan upaya pencapaian kinerja ini juga dipengaruhi oleh minimnya perangkat pengelolaan anggaran di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman saat ini. Untuk mengatasi hal itu, saat ini semua formasi jabatan yang ada dipercepat pengisiannya dan prosedur pelaksanaan anggaran juga dilengkapi. 3) Sistem Perencanaan dan Akuntabilitas Kinerja Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014, setiap kementerian dan lembaga diwajibkan menerapkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Tidak terkecuali Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, meskipun merupakan kementerian yang baru dibentuk. Sebagai kementerian baru, kementerian ini harus melengkapi berbagai perangkat kelembagaannya termasuk sistem perencanaan dan akuntabilitas kinerja. Namun demikian berbagai kendala dalam penerapan sistem akuntabilitas kinerja belum dapat disediakan. Rencana Strategi Kementerian Koordinator belum bisa ditetapkan pada awal penyusunan kegiatan DIPA Tahun 2015 mengingat pada saat itu belum ada pejabat yang definitive untuk Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama. Komponen penyelenggaraan SAKIP lainnya juga belum dapat dijalankan dengan sempurna. 4) Aspek Sumberdaya Manusia Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman memiliki 140 jabatan terdiri dari:
9 Pimpinan Tinggi Madya
24 Pimpinan Tinggi Pratama
68 Administrator
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 33
39 Pengawas
Namun demikian sampai dengan saat ini baru terisi 109 jabatan. Pelantikan pejabat di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman baru bisa dilaksanakan untuk pertama kali pada tanggal 31 Maret 2015 untuk jabatan Administrator dan Pengawas. Jabatan pimpinan tinggi Madya, Sekretaris Kementerian Koordinator dan para Deputi, baru dapat dilantik pada bulan Mei 2015. Menyusul secara bertahap pelantikan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sejak awal pembentukan Kementerian hinggal 31 Maret 2015 dalam melaksanakan tugasnya hanya dibantu oleh tim bantuan dari berbagai Kementerian dan Lembaga, yaitu dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dan Badan Informasi Geospasial. Kendala utama dalam rekrutmen pejabat pada saat itu adalah belum jelasnya pola karir dan tunjangan kinerja di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. 5) Kebijakan Reshuffle Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Agustus 2015 mengambil keputusan penting dan melakukan perombakan susunan Kabinet Kerja. Dalam hal ini dilakukan pergantian Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dari Prof. Dr. Ir. Indroyono Soesilo kepada Dr. Rizal Ramli. Pergantian pimpinan ini secara langsung atau tidak langsung membawa implikasi terhadap terhadap sistem akuntabilitas kinerja pada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Hal ini disebabkan karena setiap pimpinan memiliki preferensi dan fokus kebijakan yang berbeda-beda. Disamping itu setiap pimpinan juga memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda pula.
1.4
Rencana Strategis Kemaritiman
Kementerian
Koordinator
Bidang
1.4.1 Visi dan Misi Sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan adalah legal menurut Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 25A Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan yang bercirikan nusantara. Selain itu, Misi ke-7 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 adalah mewujudkan Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 34
Misi ke-6 Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, yang juga merupakan salah satu misi Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, adalah mewujudkan Indonesia menjadi Negara maritim yang mandiri, maju, dan kuat serta berbasiskan kepentingan nasional. Presiden Joko Widodo juga mencanangkan gagasannya untuk membangun Indonesia menjadi poros maritim dunia melalui 5 pilar, yakni: 1. membangun kembali budaya maritim Indonesia; 2. menjaga dan mengelola sumber daya laut; 3. memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim; 4. mengembangkan diplomasi maritim, membangun kemitraan; dan 5. membangun kekuatan pertahanan maritim. Dengan mempertimbangkan bahwa: 1. Secara faktual, Indonesia merupakan kepulauan yang terbesar di kawasan tropis, pada posisi silang antara 2 samudera besar dan 2 benua; 2. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A secara jelas menyebutkan bahwa Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan; dan 3. Gagasan Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia adalah sebuah gagasan yang visioner. Maka visi Kementerian Koordinator Indonesiatelah dirumuskan sebagai berikut:
Bidang
Kemaritiman
Republik
Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju dan kuat, menuju poros maritim dunia Sehubungan dengan visi tersebut di atas, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman memiliki 3 misi sebagai berikut: a. Memperkuat jatidiri Indonesia sebagai negara kepulauan dan bangsa bahari yang berdaulat dan berkarakter budaya nusantara; b. Mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia berbasis sumberdaya alam yang berkelanjutan dan infrastruktur yang maju dan terpadu; dan c. Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan ke-tiga misi tersebut diyakini akan dapat mempercepat perwujudan Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju dan kuat, menuju poros maritim dunia. 1.4.2 Sasaran Strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Tujuan dibentuknya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman adalah untuk menyinergikan kebijakan Kementerian Negara/Lembaga dalam
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 35
rangka mempercepat terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju dan kuat menuju poros maritim dunia”. Dengan memperhatikan visimisi di atas, tujuan strategis Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman adalah: 1) Mewujudkan pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai Negara Maritim yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat Regional dan Global; 2) Memperkuat jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif, berkarakter dan berbudaya nusantara; 3) Meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam; 4) Mempercepat pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim; dan 5) Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Berkaitan dengan tujuan strategis tersebut, sasaran strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman adalah: 1) Sasaran strategis #1: Terwujudnya pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai Negara Maritim yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat Regional dan Global. Sehubungan dengan sasaran tersebut, pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian isu-isu strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman di bidang Kedaulatan Maritim diarahkan untuk mempercepat: a. Terciptanya sistem hukum maritim nasional yang harmonis dan perjanjian maritim yang memperkuat eksistensi Indonesia sebagai negara maritim yang disegani; b. Terciptanya sinergi penegakan hukum di laut untuk mewujudkan keamanan dan ketahanan maritim; c. Tersedianya data, informasi dan kebijakan untuk penegasan batas maritim dan pengembangan kawasan perbatasan; dan d. Terciptanya sinergi upaya peningkatan keselamatan maritim. 2) Sasaran strategis #2: Menguatnya jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif, berkarakter dan berbudaya nusantara Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian isu-isu strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman di Iptek, Sumberdaya Manusia dan Budaya Maritim diarahkan untuk mempercepat: a. Tersedianya sinergitas sistem pendidikan dan pelatihan maritim yang berkualitas;
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 36
b. Terwujudnya pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pembangunan bidang kemaritiman; c. Terciptanya apresiasi seni dan budaya bahari serta berkembangnya olahraga bahari; dan d. Terbentuknya sistem inovasi maritim melalui jejaring pemangku kepentingan; 3) Sasaran strategis #3: Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian isu-isu strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritimandi bidang Sumberdaya Alam dan Jasa diarahkan untuk mempercepat: a. Peningkatan sinergi tatakelola sumber daya hayati secara berkelanjutan; b. Peningkatan pemanfaatan dan nilai tambah sumber daya mineral, energi, dan nonkonvensional yang ramah lingkungan dan mengutamakan kepentingan nasional; c. Berkembangnya jasa kemaritiman yang inovatif dan berdaya saing global; dan d. Peningkatan kualitas lingkungan maritim dan terwujudnya tatakelola kebencanaan maritim yang terpadu. 4) Sasaran strategis #4: Tejadinya percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim; Sehubungan dengn hal tersebut, pelaksanaan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian isu-isu strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman diarahkan untuk mempercepat: a. Tersedianya infrastruktur konektivitas dan sistem logistik yang terintegrasi dan terdistribusi secara seimbang; b. Terpenuhinya infrastruktur pertambangan dan energi dengan kandungan lokal tinggi dan ramah lingkungan yang mendukung kedaulatan energi; c. Tersedianya Infrastruktur pelayaran, perikanan, dan pariwisata secara memadai dan berdaya saing global; dan d. Berkembangnya industri penunjang infrastruktur yang berdaya saing dan memiliki keunggulan kompetitif. 5) Sasaran Strategis #5: Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 37
Sehubungan dengan hal tersebut untuk pencapaian sasaran strategis di atas, penyelenggaraan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya diarahkan untuk mencapai: a. Peningkatan sistem perencanaan dan kerjasama yang cermat, akurat dan akuntabel, dan pengelolaan reformasi birokrasi, yang terkoordinasi dengan baik; b. Penyelenggaraan pengelolaan sistem informasi, urusan persidangan, urusan hukum, dan kehumasan yang optimal; c. Penyelenggaraan urusan ketatausahaan, kesekretariatan, dan kerumahtanggaan dengan baik; dan d. Pelaksanaan pengawasan kinerja dan keuangan yang efektif.
1.5
Susunan Organisasi Kemaritiman
Kementerian
Koordinator
Bidang
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman terdiri atas Sekretariat Kementerian Koordinator, 4 (empat) Deputi, 4 (empat) Staf Ahli, dan Inspektorat, sebagai berikut: 1) Sekretariat Kementerian Koordinator; Sekretariat Kementerian Koordinator dipimpin oleh Sekretaris Kementerian Koordinator dan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. 2) Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim; Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dipimpin oleh Deputi dan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang kedaulatan maritim. 3) Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa; Deputi Bidang Koordinasi Sumberdaya Alam dan Jasa dipimpin oleh Deputi dan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang sumberdaya alam dan jasa. 4) Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur; Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dipimpin oleh Deputi dan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan,
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 38
penetapan dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang infrastruktur. 5) Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Budaya Maritim; Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Budaya Maritim dipimpin oleh Deputi dan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/ Lembaga yang terkait dengan isu di bidang sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan budaya maritim. 6) Inspektorat Inspektorat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator melalui Sekretaris Kementerian Koordinator, dipimpin oleh Inspektur, dan mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian KoordinatorBidang Kemaritiman. 7) Staf Ahli Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator, secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Kementerian Koordinator, mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri Koordinator sesuai keahliannya, dan terdiri dari: a. b. c. d.
Staf Ahli Bidang Hukum Laut; Staf Ahli Bidang Sosio-Antropologi Maritim; Staf Ahli Bidang Ekonomi Maritim; dan Staf Ahli Bidang Manajemen Konektivitas.
Gambar 6. Struktur Organisasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman a. b. c. d.
SAB Hukum Laut SAB Sosio-Antropologi Maritim SAB Ekonomi Maritim SAB Manajemen Konektivitas
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 39
BAB 2 PERENCANAAN KINERJA KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KEMARITIMAN TAHUN 2015 Rencana Kinerja merupakan penjabaran dari arah dan kebijakan Menteri Koordinator sesuai dengan Rencana Strategis yang telah ditetapkan serta merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2014-2019. Pada tingkat Kementerian Koordinator, diimplementasikan dalam pernyataan Kinerja Menteri Tahun 2015 dan Perjanjian Kinerja Sekretaris Kementerian Koordinator dan para Deputi. Strategi pencapainya diimplementasikan dalam Peta Strategi (Strategy Map) Kementerian Koordinator sebagai. Target kinerja pada tingkat Kementerian Koordinator yang ditetapkan berdasarkan Pernyataan Kinerja Menteri Koordinator, dijabarkan lebih lanjut secara berjenjang kepada seluruh unsur organisasi sampai dengan tingkat individu. Sebagai lembaga baru, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sedang mengembangkan sistem dan prosedur, termasuk system akuntabilitas kinerja. Oleh karena itu manajemen kinerja di tingkat organisasi masih dilaksanakan secara manual. Namun demikian di masa yang akan datang manajemen kinerja akan dilakukan dengan bantuan software aplikasi yang dirancang secara khusus. Penilaian kinerja dilakukan dengan pendekatan balance scorecard, namun di masa yang akan datang akan diimplementasikan sistem ballance score card. 2.1 Peta Strategi Dalam Renstra 2015–2019, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman memiliki 5 sasaran strategis, yaitu: 1) Terwujudnya pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai Negara Maritim yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat Regional dan Global; 2) Menguatnya jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif, berkarakter dan berbudaya nusantara; 3) Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam ; 4) Tejadinya percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim; dan
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 40
5) Terwujudnya tatakelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Lima sasaran strategis di atas memiliki keterkaitan sebagaimana diilustrasikan pada peta strategis berikut. (Gambar.7) Gambar 7. Peta Strategis Kementerian Koordinator Kemaritiman Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju dan kuat, menuju poros maritim dunia
Mewujudkan pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai Negara Maritim yang berperan aktif dalam
Memperkuat jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif,
Meningkatkan pengelolaan dan nilai tambah sumberdaya alam
Mempercepat pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim
Mewujudkan tatakelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator Bidang
Dalam peta strategis tersebut terlihat sasaran strategis 1 sampai dengan 4 akan saling bersinergi dan diyakini akan memberikan kontribusi yang besar bagi perwujudan visi Indonesia sebagai negara kepulauan yang maju, mandiri dan kuat, menuju poros maritim dunia. Keempat sasaran strategis tersebut memerlukan dukungan sasaran strategis 5 dalam bentuk penguatan sistem perencanaan dan pengelolaan kinerja, pengelolaan anggaran, BMN dan sumberdaya manusia yang handal, penyediaan sistem informasi, dukungan administrasi hukum dan kehumasan serta pengawasan akuntabilitas kinerja. Dengan mengelola peta strategis dimaksud secara benar, maka sasaran strategis dapat dicapai secara efektif dan efisien. Sistem manajemen kinerja yang efektif harus mampu melakukan pemantauan kinerja secara berkesinambungan. Kementerian koordinator pada saat ini sedang mengembangkan Sistem Akuntabilitas Kinerja dari mulai tahap perencanaan hingga pelaporan kinerja. Pada masa yang akan datang Sistem Akuntabilitas Kinerja akan diterapkan sampai dengan unit terendah yang menghasilkan luaran dan staf.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 41
2.2 Target Kinerja Secara lebih rinci, lima sasaran strategis yang telah dipetakan tersebut, memiliki indikator kinerja utama dan target sebagai berikut: Tabel 3. Sasaran Strategis dan Indikator kinerja Utama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Sasaran/Outcome/ Indikator Kinerja Utama Target Kinerja Utama 1) 1.Terwujudnya pembangunan 2) kedaulatan Indonesia sebagai Negara Maritim yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat Regional dan Global 3)
2.Menguatnya jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif, berkarakter, dan berbudaya nusantara
4)
5)
6) 3.Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumber daya alam 7)
8)
4.Terjadinya percepatan pembangunan dan pemerataan 9) infrastruktur poros maritim
Persentasi rekomendasi kebijakan penguatan kedaulatan maritim dihasilkan
100
Persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/ Kerjasama regional dan global mengenai isu kemaritiman.
100
Jumlah regulasi kemaritiman tingkat nasional yang diharmonisasikan dan/atau disinkronisasikan yang difasilitasi oleh Kemenko Kemaritiman.
100
Persentase event seni, budaya dan olahraga maritim tingkat nasional dan internasional yang terselenggara
100
Persentase peningkatan hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan bidang kemaritiman
100
Persentase Rekomendasi kebijakan SDA dan Jasa Kemaritiman yang ditindaklanjuti
100
Persensate regulasi SDA dan jasa bidang kemaritiman yang diharmonisasikan dan ditindaklanjuti
100
Persentase Rekomendasi kebijakan percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim yang ditindaklanjuti
100
Persentase KEK dan KIK yang dikembangkan di luar jawa
100
10) Persentase infrastruktur energi, pertambangan dan industri penunjang infrastruktur yang dikembangkan 11) Indeks Persepsi korupsi 5.Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
12) Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemenko Maritim
100 B WTP
13) Nilai Akuntabilitas Kinerja
A
14) Indeks Reformasi Birokrasi
B
Halaman 42
Tahun 2015 merupakan tahun pertama bagi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mengelola DIPA sendiri. DIPA Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Tahun 2015 diterima dan efektif berlaku pada akhir Mei 2013. Sementara itu penyusunan Rencana Strategis Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Tahun 2015-2019 baru dapat diselesaikan pada Bulan Nopember 2015. Oleh karena itu, Perencanaan Kinerja Tahun 2015 belum sepenuhnya sesuai dengan Rencana Strategis 2015-2019.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 43
BAB 3 AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. Capaian Kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Pengukuran nilai/angka capaian kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman tahun 2015 dihitung dengan membandingkan realisasi capaian kinerja pada akhir tahun anggaran (bulan desember) dengan target (rencana kinerja) yang telah disepakati lewat perjanjian kinerja antara masing-masing Deputi dan Sekretaris kementerian dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada awal penugasan. Secara rinci, capaian masing-masing kinerja unit adalah seperti dalam tabel berikut: Tabel 4 Capaian Kinerja Kementerian Koordinator Kemaritiman Tahun 2015 Indikator Kinerja Utama
Target (%)
Realisasi (%)
Capaian (%)
Persentasi rekomendasi kebijakan penguatan kedaulatan maritim dihasilkan
100
100
100
Persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/ Kerjasama regional dan global mengenai isu kemaritiman.
100
133
133
Jumlah regulasi kemaritiman tingkat nasional yang diharmonisasikan dan/atau disinkronisasikan yang difasilitasi oleh Kemenko Bidang Kemaritiman.
100
100
100
Menguatnya jati diri 4. bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif, berkarakter, dan 5. berbudaya nusantara
Persentase event seni, budaya dan olahraga maritim tingkat nasional dan internasional yang terselenggara
100
75
75
Persentase peningkatan hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan bidang kemaritiman
100
100
100
6.
Persentase rekomendasi kebijakan SDA dan jasa kemaritiman yang ditindaklanjuti
100
100
100
Persensate regulasi SDA dan Jasa bidang kemaritiman yang diharmonisasikan dan
100
83,33
83,33
Sasaran Strategis Terwujudnya 1. pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai Negara 2. Maritim yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat Regional dan 3. Global
Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumber daya 7. alam
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 44
Target (%)
Realisasi (%)
Capaian (%)
Persentase rekomendasi kebijakan percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim yang ditindaklanjuti
100
100
100
Persentase KEK dan KIK yang dikembangkan di luar Jawa
100
100
100
10. Persentase infrastruktur energi, pertambangan dan industri penunjang infrastruktur yang dikembangkan
100
120
120
B
-
-
WTP
-
-
13. Nilai Akuntabilitas Kinerja
A
-
-
14. Indeks Reformasi Birokrasi
B
-
-
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama ditindaklanjuti
Terjadinya percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim
Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
8.
9.
11. Indeks persepsi korupsi 12. Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemenko Maritim
101,13
PERSENTASE CAPAIAN TOTAL Dalam analisa laporan kinerja ini tidak membahas capaian kinerja tahun sebelumnya karena Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman baru mulai efektif melaksanakan kegiatan pada tahun 2015. Pada tabel diatas terlihat bahwa capaian total kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sebesar 101,13% dari target yang ditetapkan. Penghitungan capaian kinerja tersebut diatas dilakukan dengan cara membandingkan jumlah capaian dengan target. Selain target teknis diatas (indikator nomor 1-10) juga ditetapkan target dalam bidang keadministrasian/ pelayanan sebagai kegiatan penunjang di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (indikator nomor 11-14). Indikator nomor 11-14 merupakan indikator standar yang ada di setiap instansi pemerintah, yang mana pelaksanaan evaluasi penilaian baru dimulai pada triwulan II tahun berikutnya. Sehingga sebagai Kementerian yang baru maka belum mendapatkan nilai capaian pada indikator kinerja dimaksud.
3.1.1. Sasaran Strategis (SS) 1: Terwujudnya pembangunan kedaulatan Indonesia sebagai Negara Maritim yang berperan aktif dalam kerjasama maritim di tingkat Regional dan Global
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 45
Sebagai pewujudan implementasi Sasaran Strategis I, maka disusun Sasaran atau Keluaran Utama dan Indikator Kinerja Utama seperti dalam tabel 5 berikut: Tabel 5. Sasaran dan Indikator Kinerja SS 1 Sasaran/Outcome/ Indikator Kinerja Utama Kinerja Utama* Terwujudnya sinergi antarsektor, 1) Persentasi rekomendasi kebijakan penguatan kedaulatan tersedianya rekomendasi solusi maritim dihasilkan atas permasalahan sektoral, serta 2) Persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/ termonitornya implementasi Kerjasama regional dan global mengenai isu kemaritiman. kebijakan mengenai hukum dan perjanjian maritim, keamanan dan 3) Jumlah regulasi kemaritiman tingkat nasional yang diharmonisasikan dan/atau disinkronisasikan yang ketahanan maritim, delimitasi difasilitasi oleh Kemenko Kemaritiman. zona maritim dan navigasi dan keselamatan maritim melalui koordinasi kebijakan yang efektif dan produktif. *) Rumusan sasaran strategis berdasarkan rumusan dalam dokumen perjanjian kinerja yang ditetapkan sebelum tersusunnya Renstra Kemenko Bidang Kemaritiman
Untuk mencapai target IKU di atas, dicapai dengan beberapa indikator kinerja. Pada akhir tahun anggaran capaian hasil dari SS1 adalah 100% dari target, dengan rincian seperti pada tabel berikut: Tabel 6. Target dan capaian IKU SS 1 adalah sebagai berikut: Indikator Kinerja Utama 1) Persentasi rekomendasi kebijakan penguatan kedaulatan maritim dihasilkan
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Target Realisasi Capaian (%) (%) (%) 100
100
100
Halaman 46
Indikator Kinerja Utama Komponen Indikator Kinerja: a. Tersusunnya kebijakan nasional penanganan illegal fishing, termasuk terkait penenggelaman kapal. b. Tersusunnya aide memoire kebijakan Indonesia untuk penanganan Illegal fishing c. Tersusun rancangan Regional Convention on Illegal fishing d. Tersusun kebijakan awal penanganan keamanan selat Malaka dan Singapura e. Tersusun kajian awal kebijakan pemberdayaan serta keamanan dan ketahanan pulau-pulau terluar f. Tersusunnya kebijakan nasional penetapan landas kontinen di luar 200 mil laut; g. Tersusunya kebijakan nasional terkait titik dasar dan garis pangkal kepulauan Indonesia; h. Tersusunnya kebijakan nasional untuk penetapan batas Maritim Indonesia dengan negara tetangga i. Tersusunnya kajian awal pembentukan Traffic Separation Scheme di perairan strategis di Indonesia j. Tersusunnya kajian awal kebijakan nasional di organisasi International Maritime Organisation k. Tersusunnya kebijakan awal mengenai ALKI 2) Persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/ Kerjasama regional dan global mengenai isu kemaritiman. Komponen Indikator Kinerja: a. Tersusunnya kebijakan awal peran serta Indonesia di dalam pengelolaan dasar samudera dalam (the Area) melalui International Seabed Authority b. Terlibat di dalam berbagai diskusi internasional terkait South China Sea c. Tersusunnya dokumen persiapan pencalonan WNI sebagai salah satu hakim International Tribunal of the Law of the Sea (ITLOS) d. Terbentuknya The Council of Palm Oil Producing Countries 3) Jumlah regulasi kemaritiman tingkat nasional yang diharmonisasikan dan/atau disinkronisasikan yang difasilitasi oleh Kemenko Kemaritiman. Komponen Indikator Kinerja: a. Tersusunnya rancangan dokumen Perpres kebijakan kelautan Indonesia. b. Telah tersusun dokumen identifikasi perundangan perijinan pemasangan dan perawatan kabel laut yang perlu di deregulasi; c. Tersusunnya kebijakan harmonisasi perundangan di bidang law enforcement di laut, khususnya terkait keberadaan Bakamla d. Tersusunnya kajian awal gap analysis perundangan nasional Indonesia terhadap ketentuan UNCLOS e. Terbentuknya kerjasama kemaritiman Indonesia dengan berbagai negara mitra i.e: US, Inggris, Denmark LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Target Realisasi Capaian (%) (%) (%) 1
1
1
1
1 1
1 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
100
133
1
1
1
1
1
1
100
1 100
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
133
100
Halaman 47
Indikator Kinerja Utama f.
Tersusunnya MoU K/L dan terlaksananya rakor kerjasama survei dan berbagi pakai data kelautan nasional g. Tersusunnya kebijakan koordinasi harmonisasi dan pembakuan data kewilayahan nasional terkait kemaritiman, termasuk penyusunan peta Indonesia rujukan nasional; Pencapaian Total SS1
Target Realisasi Capaian (%) (%) (%) 1 1 1
1
21
22
104,76
Keterangan: Target persentase dihitung berdasarkan target jumlah komponen. Untuk realisasi berdasarkan capaian berbanding target Capaian persentase kinerja SS1 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman adalah sebesar 104,76% dari target yang telah ditetapkan. Keberhasilan pencapaian target kinerja SS1 ini secara umum berasal dari indikator kinerja utama pada indikator persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/ kerjasama regional dan global mengenai isu kemaritiman.
Gambar 8. Diagram Batang Capaian Kinerja SS1
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 48
Adapun rincian dari capaian SS 1 ini seperti dalam penjelasan berikut:
IKU No 1. Persentasi rekomendasi kebijakan penguatan kedaulatan maritim dihasilkan Untuk mendapatkan hasil perhitungan untuk menilai capaian IKU No. 1 ini, terdapat beberapa target capaian kegiatan, seperti tercantum dalam tabel di atas. Hasil capaian pada akhir tahun anggaran adalah 100% dari target yang ditetapkan. Rincian capaian dari masing-masing komponen kinerja dapat dilihat pada penjelasan berikut. Salah satu faktor pendukung penegakan kedaulatan kemaritiman adalah kejelasan peta Indonesia. Untuk itu perlu sebuah harmonisasi dan pembakuan data kewilayahan nasional. Pada tahun 2015 ini, kami telah melaksanakan rapat koordinasi untuk kemudian menghasilkan sebuah kebijakan koordinasi harmonisasi dan pembakuan data kewilayahan nasional terkait kemaritiman, termasuk penyusunan peta Indonesia rujukan nasional. Sebagai bentuk kepastian hukum dalam pemanfaatan laut kita, maka diperlukan sebuah kebijakan dan langkah strategis nasional penetapan landas kontinen di luar 200 mil laut. Untuk itu pada tahun 2015, kami telah menyusun sebuah kebijakan dan langkah startegis nasional penetapa landas kontinen di luar 200 mil. Terkait itu pula, pada tahun 2015 telah dilaksanakan rapat koordinasi dan kajian awal kebijakan nasional titik dasar dan garis pangkal kepulauan Indonesia. Isu lain yang cukup strategis adalah masalah perbatasan maritim kita dengan negara tetangga. Sebagaimana diketahui, kita memiliki 10 perbatasan maritim. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya ada sebuah kebijakan nasional dalam rangka penetapan batas maritim. Untuk mendukung hal tersebut, kami telah melaksanakan rapat koordinasi yang akan menghasilkan sebuah kebijakan nasional untuk penetapan batas maritim Indonesia dengan negara tetangga. Selain itu, untuk mendukung penegakan hukum di laut, perlu adanya sebuah analisa untuk melihat kesenjangan peraturan perundang-undangan nasional Indonesia di bidang kelautan dengan aturan yang terdapat dalam UNCLOS. Sebagai tahap awal, telah tersusun kajian awal gap analysis perundangan nasional Indonesia terhadap ketentuan UNCLOS. Sebagai salah satu negara kepulauan, Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan izin atas pelayaran kapal lintas damai (innocent passage). Untuk memfasilitasi pelayaran lintas damai tersebut, kita diwajibkan membentuk Alur
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 49
Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Adapun ALKI yg telah ada berjumlah 3 buah. Untuk mengatur lebih rinci ALKI dimaksud maka diperlukan sebuah kebijakan yng komprehensif. Sebagai langkah awal, pada than 2015 ini kami telah berhasil melaksanakan rapat koordinasi dan menyusun kebijakan awal mengenai ALKI. Selain tercapainya sasaran kegiatan yang sudah ditargetkan dan masuk dalam perjanjian kinerja, juga terdapat capaian lainnya yang tidak masuk dalam target capaian, yaitu pembentukan The Council of Palm Oil Producing Countries. The Council of Palm Oil Producing Countries berhasil terbentuk sebagai wadah negaranegara produsen/eksportir utama hasil produksi kelapa sawit. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan untuk: 1. Mengatur harga produk kelapa sawit yang wajar dan menguntungkan bagi industri kelapa sawit; 2. Menangani isu-isu terkait dampak industri kelapa sawit, seperti isu perambahan hutan, berkurangnya jenis biota terutama hewan langka di lokasi perkebunan kelapa sawit, proses produksi yang dianggap tidak ramah lingkungan atau kesehatan
IKU No. 2. Persentasi partisipasi aktif pada pertemuan/forum/ Kerjasama regional dan global mengenai isu kemaritiman. Untuk mendapatkan hasil perhitungan untuk menilai capaian IKU No. 2 ini, terdapat beberapa target capaian kegiatan, seperti tercantum dalam tabel di atas. Hasil capaian pada akhir tahun anggaran adalah 133% dari target yang ditetapkan. Pencapaian diatas target disebabkan adanya penambahan isu prioritas yang diarahkan Menteri Koordinator. Rincian capaian dari masing-masing komponen kinerja dapat dilihat pada penjelasan berikut. Dalam bidang kerjasama internasional di bidang kemaritiman, pada tahun 2015 telah dihasilkan kerjasama kemaritiman Indonesia dengan berbagai negara mitra antara lain: Amerika Serikat, Inggris, Denmark. Selama ini peran Indonesia dalam memanfaatkan potensi sumber daya alam yang terdapat pada dasar samudera dalam masih kurang maksimal. Padahal peran yang maksimal dalam pengelolaan dasar samudera dalam (the Area) bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk itu sebagai langkah awal, pada tahun 2015 kami telah menyusun kebijakan awal peran serta Indonesia di dalam pengelolaan dasar samudera dalam (the Area) melalui International Seabed Authority.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 50
Sebagaimana kita ketahui bersama, isu konflik Laut Cina Selatan (LCS) cukup mengundang perhatian kita, karena jika tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan konflik bersenjata antar negara yang mengklaim kepemilikan di LCS. Indonesia walaupun bukan termasuk negara pengklaim di LCS, memiliki peran strategis untuk mengelola konflik ini agar tidak mengarah pada konfik bersenjata. Untuk itu, pada tahun 2015 Indonesia telah terlibat dalam berbagai diskusi internasional terkait LCS . Untuk memajukan kepentingan Indonesia di forum internasional khususnya di bidang kemaritiman, salah satu langkah startegis adalah menempatkan Warga Negara Indonesia untuk memegang peranan penting pada berbagai organisasi internasional. Salah satu organisasi internasional yang cukup strategis adalah International Tribunal of the Law of the Sea (ITLOS). Langkah startegis awal yang telah dilakukan pada tahun 2015 ini adalah penyusunan dokumen persiapan pencalonan WNI sebagai salah satu hakim ITLOS. Lalu lintas laut internasional yang memasuki wilayah negara kepulauan telah diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut/United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982). Salah satu komponennya adalah isu Traffic Separation Scheme (TSS). TSS ini memiliki arti penting dalam hal pengaturan lalu lintas laut. Untuk itu kita perlu membentuk TSS di perairan strategis Indonesia. Sebagai langkah awal, pada tahun 2015 telah disusun rancangan awal pembentukan TSS di perairan strategis di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui salah satu organisasi internasional di bidang maritime adalah International Maritime Organisation (IMO). Indonesia sebagai salah satu negara anggota IMO, tentu harus mampu memanfaatkan organisasi ini untuk mengedepankan kepentingan maritim Indonesia. Untuk itu perlu disusun kebijakan nasional yang jelas dan terpadu sebagai cara memperjuangkan kepentingan Indonesia di IMO. Pada tahun 2015 telah dilakukan kajian awal kebijakan nasional di IMO. Sebagai bukti keaktifan Indonesia dalam berbagai forum internasional yang diadakan oleh IMO dan kontribusi Indonesia dalam organisasi tersebut. Pada bulan Nopember 2015 Indonesia terpilih kembali sebagai anggota dewan IMO pada kategori C (negara–negara anggota yang memiliki peran terbesar dalam bidang transportasi maritim dan merepresentasikan kawasan geografis utama di dunia). Sidang ke-29 IMO Assembly di Kantor Pusat IMO di London, Inggris. Hal tersebut membuktikan kontribusi posutif Indonesia dlam organissi internasional di bidang maritime.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 51
IKU No. 3. Jumlah regulasi kemaritiman tingkat nasional yang diharmonisasikan dan/atau disinkronisasikan yang difasilitasi oleh Kemenko Bidang Kemaritiman. Untuk mendapatkan hasil perhitungan dalam menilai capaian IKU No. 3, terdapat beberapa target capaian kegiatan sebagaiman tercantum dalam tabel 6 di atas. Hasil capaian pada akhir tahun anggaran adalah 100% dari target yang ditetapkan. Rincian capaian dari masing-masing komponen kinerja dapat dilihat pada penjelasan berikut. Untuk menjaga keamanan dan kelestarian laut kita, maka diupayakan adanya penegakan hukum di laut. Namun untuk sampai kesana perlu adanya harmonisasi peraturan dan perundang-undangan di bidang penegakan hukum tersebut. Pada tahun 2015 telah disusun kebijakan harmonisasi perundangan di bidang penegakan hukum di laut, khususnya terkait dengan keberadaan Badan Keamanan Laut. Pada tahun 2015 telah dihasilkan rancangan dokumen Peraturan Presiden tentang Kebijakan Kelautan Indonesia yang akan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan kemaritiman Indonesia dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan dibidang kemaritiman. Terkait dengan navigasi dan keselamatan maritim, pada tahun 2015 telah dilakukan identifikasi perundangundangan perizinan pemasangan dan perawatan peralatan navigasi di laut.
3.1.2. Sasaran Strategis (SS) 2: Menguatnya jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa bahari yang inovatif, berkarakter, dan berbudaya nusantara Sebagai pewujudan implementasi Sasaran Strategis 2, maka disusun Sasaran atau Keluaran Utama dan Indikator Kinerja Utama seperti dalam tabel berikut: Tabel 7. Sasaran dan Indikator Kinerja SS 2 Sasaran/Outcome/ Kinerja Utama* Terwujudnya sinergi antar sektor, tersedianya rekomendasi solusi atas permasalahan sektoral, serta termonitornya implementasi kebijakan mengenai pendidikan dan pelatihan maritim, pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi maritim, budaya, seni dan olah raga bahari, dan jejaring inovasi
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Indikator Kinerja Utama
5) Persentase event seni, budaya dan olahraga maritim tingkat nasional dan internasional yang terselenggara 6) Persentase peningkatan hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan bidang kemaritiman
Halaman 52
maritim melalui koordinasi kebijakan yang efektif dan produktif. *) Rumusan sasaran strategis berdasarkan rumusan dalam dokumen perjanjian kinerja yang ditetapkan sebelum tersusunnya Renstra Kemenko Bidang Kemaritiman
Tabel 8. Target dan capaian IKU SS 2 adalah sebagai berikut: Target Realisasi Capaian (%) (%) (%)
Indikator Kinerja Utama 4)
5)
Persentase event seni, budaya dan olahraga maritim tingkat nasional dan internasional yang terselenggara Komponen Indikator Kinerja: a. Pengenalan dan peningkatan wawasan kemaritiman bagi generasi muda b. Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 c. Pelayaran Muhibah KJK-WEM 2015 d. Gerakan Budaya Bersih dan Senyum e. Pengembangan kebijakan pariwisata dan budaya bahari f. Pengembangan kebijakan pendidikan, pelatihan dan sertifikasi profesi kemaritiman Persentase peningkatan hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan bidang kemaritiman Komponen Indikator Kinerja: a. Pendayagunaan IPTEK dan Maritim b. Pengembangan kebijakan pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk energi laut
100 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
100
100
100
1
1
1 1 1 1
1 1 1 1
100
100
1 1
1 1
8
8
100
100
100
100
75
Persentase event seni, budaya dan olahraga maritim tingkat nasional dan internasional yang terselenggara
Persentase peningkatan hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan bidang kemaritiman
Target
Capaian
Gambar 9. Diagram Batang Capaian Kinerja SS2
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 53
Capaian persentase kinerja SS2 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman adalah sebesar 100% dari target yang telah ditetapkan. Rincian faktor-faktor yang mendukung keberhasilan pencapaian target indikator ini dilihat pada penjelasan berikut.
IKU. 4 Persentase Event Seni, Budaya dan Olahraga Maritim Tingkat Nasional dan Internasional yang Terselenggara Untuk mencapai indikator utama ini, telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan dengan tujuan utama untuk meningkatan penguatan karakter dan budaya bahari masyarakat, khususnya generasi muda serta dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia kemaritiman. Capaian kinerja untuk indikator ini adalah 100% yang rinciannya tergambarkan dari capaian kegiatan-kegiatan berikut. 1. Pengenalan dan peningkatan wawasan kemaritiman bagi generasi muda Kegiatan pengenalan dan peningkatan wawasan kemaritiman bagi generasi muda dilaksanakan melalui kegiatan pelayaran ―Arung Samudera‖. Pelayaran Arung Samudera bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan kemaritiman bagi total 100 orang pemuda melalui keikutsertaan dalam pelayaran menggunakan kapal layar tiang tinggi (KRI Arung Samudera). Melalui kegiatan yang merupakankerjasama antara Kemenko Maritim dan TNI AL ini telah meningkatkan keterampilan pemuda dalam navigasi kapal, ketahanan mental dan jiwa kemaritiman dan bela negara, serta pengenalan akan budaya dan maritime nusantara.
Dokumentasi kegiatan pengenalan wawasan Maritim
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 54
2. Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) 2015 dilaksanakan dalam rangka peningkatan wawasan dan penguatan karakter budaya bahari bagi generasi muda khususnya melalui kegiatan pelayaran serta melaksanakan berbagai aktivitas sosial di pulau-pulau terluar, terpencil dan wilayah perbatasan dengan memberikan/menyalurkan bantuan bahan kebutuhan pokok, peningkatan akses terhadap pelayanan dan fasilitas kesehatan, pendidikan, sarana dan prasarana, serta aksi sosial lainnya. Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 merupakan kegiatan ―gotong royong‖ yang dikoordinasikan oleh Kemenko Bidang Kemaritiman, dalam hal ini Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek dan Budaya Maritim bekerjasama dengan TNI-AL dan Kementerian Perhubungan dengan dukungan dari kementerian/lembaga, berbagai organisasi sosial dan para relawan. Kegiatan Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 dilaksanakan melalui pelayaran KRI Banda Aceh pada bulan Juni 2015 serta menggunakan Kapalkapal Perintis selama kurun waktu bulan Juni–Nopember 2105. Kegiatan ENJ juga ditujukan untuk mendorong konektivitas di pulau-pulau terluar, terpencil dan wilayah perbatasan melalui kemudahan akses terhadap kebutuhan bahan pokok dan pelayanan pemerintah lainnya. Pelayaran dengan KRI Banda Aceh dilaksanakan selama 28 hari dengan rute: Jakarta – Makassar – Sorong – Saumlaki – Kupang – Jakarta. Jumlah peserta/relawan yang terlibat dalam pelayaran tersebut adalah 250 orang serta melibatkan total lebih 2.000 orang/masyarakat di seluruh lokasi dan pelabuhan singgah. Adapun kegiatan ENJ yang dilaksanakan menggunakan kapal-kapal perintis diikuti oleh peserta dari berbagai daerah yang menyinggahi pelabuhanpelabuhan perintis di daerah/pulau-pulau terpencil. Berikut adalah manfaat dari pelaksanaan ENJ 2015: a. Optimalisasi akses kapal-kapal perintis dengan pulau-pulau terluar dan terpencil b. Mobilisasi berbagai bahan kontak pemerintah maupun BUMN, ORMAS, SWASTA, bagi pemerintah daerah atau masyarakat di pulau-pulau terluar, erpencil maupun di wilayah perbatasan; c. Pelatihan keterampilan, penguatan wawasan kebangsaan dan jiwa bela negara bagi generasi muda selama pelayaran dan di lokasi penyelenggaraan; d. Menyelenggarankan kegiatan pengobatan, pengajaran di sekolah-sekolah, penyuluhan dan hiburan oleh K/L dan Orsos; e. Penyelenggaraan aksi bersih dan bina cinta lingkungan pesisir dan laut f. Pasar Murah yang menjual kebutuhan sehari-hari dengan harga murah
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 55
g. Penukaran uang yang sudah tidak layak edar di daerah terpencil dan pulaipulau kecil oleh Bank Indonesia.
Dokumentasi kegiatan Ekspedisi Nusantara Jaya 3. Pelayaran Muhibah Kartika Jala Krida Pelayaran muhibah Kartika Jala Krida – World Expo Milano (KJK-WEM) 2015 merupakan kerjasama Kemenko Maritim dengan TNI-AL dalam upaya promosi Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki kemampuan sumberdaya manusia dan teknologi kemaritiman kepada dunia internasional. Pelayaran Kartika Jala Krida yang merupakan pelayaran bagi para kadet muda TNI-AL yang pelaksanaannya disinergikan dalam rangka mendukung suksesnya penyelengaraan World Expo Milano 2015 di Italia.Selain apara kadet TNIAL, pelayaran muhibah KJK-Milano juga melibatkan 45 pelajar.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 56
Dalam pelayaran selama 82 hari, para peserta pelayaran muhibah yang terdiri dari Taruna Akademi Angkatan Laut, Taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran, dan Taruna Sekolah Tinggi Perikanan dalam praktek pelayaran dan navigasi serta peningkatan profesionalisme dan pengalaman dalam pergaulan internasional. Secara lebih luas, kegiatan ini sangat bermanfaat bagi Indonesia dalam rangka mempromosikan potensi sumberdaya alam dan ragam budaya maritim sekaligus sebagai upaya diplomasi sosial budaya kepada masyarakat internasional dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang mandiri, kuat dan maju, serta disegani bangsa lain. Melalui dukungan pelayaran muhibah KJK-Minalo ini, Paviliun Indonesia masuk kedalam kelompok 10 besar (terbaik)diantara 140 negara pesertaWorld Expo Milano 2015. 4. Budaya Bersih dan Senyum Sebagai bagian dari program revolusi mental, Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBS) mendorong kembali penanaman nilai keindonesiaan, khususnya dalam budaya hidup bersih dan bangsa yang ramah tamah. Dorongan ini telah tertuang dalam deklarasi Gerakan Bersih dan Senyum yang ditandatangani oleh Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharanipada tanggal 19 September 2015 di Parigi Moutong, dalam
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 57
rangkaian kegiatan Sail Tomini. GBS merupakan program yang mengintegrasikan berbagai kegiatan yang selama ini dilaksanakan oleh berbagai Kementerian/Lembaga serta stakeholders lainnya dalam rangka peningkatan standar kualitas hidup masyarakat melalui pola hidup bersih dan ramah tamah. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia termasuk diantara kelompok negara yang tingkat kebersihannya masih rendah. Melalui GBS diharapkan jugadapat mendorong meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia. Selanjutnya, GBS secara resmi diluncurkan (launching) pada tanggal 28 November 2015 di area sekitar Rumah Susun Marunda, Jakarta Utara. Secara umum, kegiatan GBS di Marunda memliki tujuan untuk: • Menjadikan sekitar marunda, menjadi kawasan yang bersih serta bermartabat • Meningkatkan kualitas hidup menuju Indonesia sehat, bersih dan berkarakter • Menjadikan pesisir laut Marunda sebagai salah satu destinasi kunjungan wisatawan lokal maupun internasional. 5. Pengembangan Kebijakan Pariwisata dan Budaya Bahari Pengembangan kebijakan wisata dan budaya bahari wisata khususnya difokuskan pada upaya revitalisasi Budaya bahari Suku Bajo dan kebijakan wisata Great Jakarta sebagai bagian dari destinasi wisata unggulan nasional (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional/KSPN). Kearifan lokal dan budaya masyarakat Suku Bajo dijadikan sebagai bahan telaahan dan teladan bagi Indonesia dan negara-negara di sekitar (Asia-Pasifik) dalam menjaga, merevitalisasi serta pemberdayaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pesisir. Dalam rangka pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Kepulauan Seribu telah dikoordinasikan suatu kebijakan pengembangan pariwisata yang terintegrasi dengan memuat berbagai dimensi baik dari sisi sosial budaya, ekonomi, ekologi/lingkungan, serta dari aspek kelembagaan dan pemerintahan. Pengembangan Kepulauan Seribu sebagai
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 58
salah satu destinasi wisata unggulan di Jakarta diharapkan mampu mendorong tingkat kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara mengingat lokasinya yang cukup dekat dengan ibu kota negara. Dari serangkaian FGD telah teridentifikasi beberapa program dan kegiatan kedepan yang perlu menjadi prioritas, antara lain: (1) Membuat Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Seribu dengan melakukan kerjasama yang solid antar Lembaga terkait termasuk penetapan Branding; (2) Membuat Development Plan Pengembangan Kepulauan Seribu; (3) Mengidentifikasi kebutuhan infrastruktur dan fasilitas pelayanan yang dibutuhkan di Kepulauan Seribu; dan (4) Memperhatikan Hospitality sebagai jaminan dalam memberikan pelayanan bagi wisatawan. 6. Pengembangan kebijakan pendidikan, pelatihan dan sertifikasi profesi kemaritiman Dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia kemaritiman telah disusun rekomendasi bagi pengembangan kebijakan nasional yang muaranya ditujukan untuk mendorong tersedianya sumberdaya manusia yang terampil dan siap untuk bekerja di sektor kemaritiman serta dapat berperan dalam mendukung visi pemerintah untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim yang maju dan kuat. Telah teridentifikasi berbagai isu yang terkait dengan bidang pendidikan dan pelatihan maritim, antara lain adalah masih terbatasnya muatan kemaritriman pada kurikulum pendidikan umum, ketersediaan dan sebaran sekolah-sekolah teknis/kejuruan bidang kemaritiman (termasuk pelayaran, kelautan dan perikanan) yang masih sangat minim dan belum tersebar secara merata di seluruh Indonesia, serta belum adanya sinkronisasi dalam sertifikasi berbagai sertifikasi profesi kemaritiman. Berdasarkan beberapa isu tersebut, telah disusun rekomendasi kebijakan nasional untuk pembenahan dan penyiapan sumberdaya manusia kemaritiman melalui: 1) Rekomendasi untuk memasukan muatan Kemaritiman dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah; 2) Rekomendasi pengembangan Lembaga Pendidikan dibidang Kemaritiman dan Sertifikasi profesi tenaga kemaritiman.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 59
IKU. 5 Persentase peningkatan hilirisasi hasil penelitian dan pengembangan bidang kemaritiman 1. Pengembangan pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk energi laut Kemenko Bidang Kemaritiman telah berhasil mengkoordinasikan program pemanfaatan teknologi (hilirisasi) dalam pemanfaatan energi baru terbarukan di Krueng Raya. Inisiatif program desa inovasi ini merupakan kegiatan bersama yang telah dikoordinasikan sejak pertengahan tahun 2015 antara Kemenko Bidang Kemaritiman, Badan Litbang ESDM, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Ditjen Dikti Kemenristek, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemda Kab. Aceh Besar. Acara peluncuran Desa Inovasi di Krueng Raya pada tanggal 13 Desember 2015 adalah realisasi dari rapat koordinasi dan beberapa pertemuan serta kunjungan teknis dari tim untuk mewujudkan suatu desa nelayan yang mandiri secara energi dengan mengembangkan potensi yang ada demi mendukung perekonomian lokal. Kegiatan desa inovasi di Krueng Raya ini adalah suatu langkah awal. Di masa depan, diusulkan dibentuknya Tim ―Pengembangan Desa Inovasi melalui Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Hibrid berbasis Ekonomi Masyarakat Pesisir‖, bertujuan untuk mewujudkan sinergi program-program pemerintah lintas Kementerian/Lembaga serta mendukung cluster industri maritim yang menitikberatkan pada infrastruktur energi untuk industri perikanan, perhubungan, pariwisata dan pembangunan wilayah pesisir.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 60
2. Pengembangan kebijakan pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk energi laut Beberapa sasaran pengembangan kebijakan terbarukan yang menjadi prioritas adalah untuk:
pemanfaatan
energi
baru
a. Sinkronisasi rencana pembangunan pembangkit listrik berbasis Energi Baru dan Terbarukan berupa kondisi terkini serta keterlibatan pihak K/L dalam mendukung pencapaian target ketahanan energi nasional; b. Upaya pemenuhan pembangkit listrik dalam negeri dilakukan secara terintegrasi dengan proyek pembangunan pembangkit listrik melalui upayaupaya antara lain: Diversifikasi sumber energi alternatif untuk produksi listrik, serta desentralisasi pembangkit listrik skala kecil yang memanfaatkan potensi sumber energi lokal di daerah seperti air, surya, angin, sampah, geothermal, laut dan sebagainya,
Melalui serangkaian kegiatan koordinasi pada tahun 2015 yang ditujukan bagi pengembangan kebijakan pemanfaatan energi baru terbarukan, telah dicapai rekomendasi dan hasil-hasil hal sebagai berikut: a. Upaya desentralisasi pembangkit listrik skala kecil yang memanfaatkan potensi sumber energi lokal sebagai bagian dari upaya peningkatan kemandirian energi serta pemanfaatan sumber energi baru terbarukan sebagai energi alternatif yang tersedia secara lokal. Hal ini telah dimulai dengan pencanangan Program Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) Pesisir 250 KW di Krueng Raya Aceh Besar telah dicanangkan pada 13 Desember 2015.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 61
b. Upaya dan strategi untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya energi laut melalui percepatan dan pemerataan akses listrik bagi masyarakat terpencil, terluar, daerah tertinggal dan pulau-pulau kecil, melalui energi arus laut dan gelombang laut skala 20-100 KW; kesepakatan pengembangan energi laut skala > 1 MW antara lain Percontohan Pemanfaatan Energi Laut Skala Besar di Larantuka. c. Terbentuknya Pokja RIPIN (Rencana Induk Pembangunan IPTEK Nasional) bidang Kemaritiman yang bertujuan untuk mengkoordinasikan program nasional pengembangan industri energi laut; dan menyempurnaan roadmap nasional pengembangan industri energi laut; serta mendukung klaster industri maritim.
3.1.3. Sasaran Strategis (SS) 3: Meningkatnya pengelolaan dan nilai tambah sumber daya alam Sebagai pewujudan implementasi Sasaran Strategis 2, maka disusun sasaran atau keluaran utama dan Indikator Kinerja Utama seperti dalam tabel berikut: Tabel 9. Sasaran dan Indikator Kinerja SS3 Sasaran/Outcome/ Kinerja Utama
Indikator Kinerja Utama
Terwujudnya sinergi antar sektor, 6) Persentase Rekomendasi kebijakan SDA dan Jasa tersedianya rekomendasi solusi atas Kemaritiman yang ditindaklanjuti permasalahan sektoral, serta 7) Persentase regulasi SDA dan jasa bidang termonitornya implementasi kebijakan kemaritiman yang diharmonisasikan dan mengenai sumberdaya hayati, sumberdaya ditindaklanjuti mineral, energi dan nonkonvensional, jasa kemaritiman, dan lingkungan dan kebencanaan maritim melalui koordinasi kebijakan yang efektif dan produktif. *) Rumusan sasaran strategis berdasarkan rumusan dalam dokumen perjanjian kinerja yang ditetapkan sebelum tersusunnya Renstra Kemenko Bidang Kemaritiman
Tabel 10. Target dan capaian IKU SS 3 adalah sebagai berikut: Indikator Kinerja Utama 6) Persentase Rekomendasi kebijakan SDA dan Jasa Kemaritiman yang ditindaklanjuti Komponen Indikator Kinerja: a. Penurunan lama masa tunggu (Dwelling Time) b. Penerbitan Kebijakan Bebas Visa Kunjungan c. Pengaturan Kunjungan Kapal d. Penanganan Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Target Realisasi Capaian (%) (%) (%) 100
100
1 1 1 1
1 1 1 1
100
Halaman 62
Indikator Kinerja Utama Ilegal (Illegal Fishing) e. Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan f. Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Perikanan Bagi Nelayan Kecil 7) Persentase regulasi SDA dan Jasa bidang Kemaritiman yang diharmonisasikan dan ditindaklanjuti Komponen Indikator Kinerja: a. Tata Niaga Garam b. Kawasan Konservasi Perairan yang terkelola c. Tata kelola BMKT d. Telaah Peraturan Turunan dari UU No. 32/2014 Tentang Kelautan e. Ruang Laut yang tertata (Pemanfaataan Ruang Laut di Wakatobi) f. Benefisiasi dan Hilirisasi Mineral Dalam Negeri (Hilirisasi Mineral bauksit)
Target Realisasi Capaian (%) (%) (%) 1
1
1
1
100
83,33
1 1 1 1
1 1 1
1
1
1
1
12
11
83,33
91,67
Gambar 10. Diagram Batang Capaian Kinerja SS3
Capaian persentase kinerja SS3 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman adalah sebesar 91,67% dari target yang telah ditetapkan. Pada Indikator point (7) nilai capaian adalah sebesar 83,33% dari target 100%. Hal ini dikarenakan terdapat komponen indikator kinerja yang belum terealisasi yaitu pada komponen ―Tata Kelola BMKT‖ karena belum adanya kesepahaman dalam
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 63
pengelolaan Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) dari instansi terkait (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perhubungan dan TNI Angkatan Laut). Rincian faktor-faktor yang mendukung keberhasilan pencapaian target indikator ini dilihat pada penjelasan berikut.
IKU No. 6 Persentase Rekomendasi Kebijakan SDA dan Jasa Kemaritiman yang Ditindaklanjuti Dalam perhitungan untuk menilai capaian IKU No. 6 terdapat beberapa target capaian kegiatan seperti tercantum dalam tabel di atas. Hasil capaian pada akhir tahun anggaran adalah 100% dari target yang ditetapkan. Rincian capaian dari masing-masing komponen kinerja dapat dilihat pada penjelasan berikut.
1. Penurunan Lama Masa Tunggu di Pelabuhan (Dwelling Time) Dwelling Time adalah masa tunggu peti kemas sejak turun dari kapal, diletakkan di lapangan peti kemas hingga keluar pelabuhan. Dwelling Time dihitung dari tiga (3) komponen pelayanan perijinan: • Pre Customs Clearance • Customs Clearance • Post Customs Clearance Pemerintah menargetkan bahwa dwelling time di Tanjung Priok harus dapa diturunkan menjadi kurang dari 4,7 hari pada Desember 2015. Sehubungan dengan hal tersebut, Menko Bidang Kemaritiman telah membentuk Kelompok Kerja (task force) dwelling time yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa berdasarkan SK Menko Bidang Kemaritiman nomor 22 tahun 2015. Gambar 11. Diagram Pencapaian Penurunan Dwelling Time (hari)
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 64
Sesuai hasil koordinasi dan peninjauan ke lapangan telah dirumuskan 4 strategi penanganan Dwelling Time, yaitu: a) Penyederhanaan Peraturan Strategi yang dipakai adalah: penghapusan ketentuan yang ganda atau tidak perlu dan pergeseran pengawasan ke tahap post-clearance audit Ketentuan/peraturan larangan dan pembatasan yang berhubungan langsung dengan impor yang telah dan sedang direvisi: 2) 30 Peraturan Kementerian Perdagangan 3) 12 Peraturan Kementerian Perindustrian 4) 2 Peraturan Kepala Badan POM Peraturan larangan dan pembatasan sebagaimana tersebut mengalami menurun sebesar 23% dari jumlah sebelumnya 51%.
diatas
b) Optimalisasi INSW INSW (Indonesian National Single Windows) adalah sistem elektronik yang ter-integrasi secara nasional, yang dapat diakses melalui jaringan Internet (public-network), yang akan melakukan integrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan dokumen lain yang terkait dengan ekspor-impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/ kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses pelayanan dan pengawasan kegiatan ekspor-impor. Koordinasi dalam rangka optimalisasi INSW menghasilkan keputusan sebagai berikut: 1) Sistem single submission akan dimulai pada tanggal 30 September 2015 2) Importir cukup 1 kali memasukan data melalui INSW dan akan dibagikan ke instansi terkait 3) Tampilan baru website http://insw.go.id 4) Pengawasan atas izin edar dan post-clearance audit akan disampaikan melalui INSW ke Kementerian terkait. c) Akses Kereta Api Saat ini sudah ada kesepakatan tertulis antara PT KAI dan PT Pelindo II tentang akses kereta api ke PT Jakarta International Container Terminal (JICT). Dari proses pembebasan lahan sebanyak 7 bagian, telah selesai sebanyak 5 bagian dan 2 bagian dalam proses. Selanjutnya penertiban penduduk di sekitar rel, sosialisasi, perbaikan rel lama sudah dimulai.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 65
Pembangunan jalur rel baru kereta telah dilakukan sejak Oktober 2015 dan telah menjalani uji coba operasi pada pertengahan Februari 2016. d) Optimalisasi Cikarang Dry Port (CDP)
Bea Cukai akan meningkatkan volume peti kemas yang mempunya tujuan akhir langsung ke Cikarang Dry Port. Kantor Bea Cukai Cikarang sudah beroperasi secara penuh utnuk mendukung pengoperasian CDP. Administrasi pengangkutan menuju CDP sudah disederhanakan dan targetnya Cikarang akan menjadi Pusat Logistik Berikat. Koordinasi yang intensif dalam rangka pengendalian dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini telah membuahkan hasil yang menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian hasil dwelling time sudah mencapai 3,36 hari. Capaian ini sudah melampui target yang diberikan oleh Presiden, yaitu sebesar 4,7 hari. Keberhasilan capaian dimaksud dapat dilihat pada dashboard online dengan alamat http://dwelling.indonesiaport.co.id/.
2. Penerbitan Kebijakan Bebas Visa Kunjungan Pemerintah menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara ke tanah air pada tahun 2019 mencapai 20 juta orang. Salah satu cara yang paling efektif diyakini dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara adalah dengan memberikan Bebas Visa Kunjungan bagi beberapa negara. Beberapa capaian dari kebijakan penerbitan bebas visa adalah sebagai berikut: a. Peraturan Presiden yaitu Peraturan Presiden (Perpres) No. 69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan Wisata dan Perpres No. 104 Tahun 2015 tentang Perubahan Perpres No. 69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan Wisata. Sebelum Kebijakan tersebut diterbitkan, pemerintah Indonesia juga telah memberikan fasilitas Bebas Visa Kunjungan bagi 15 negara (13 negara dan 2 pemerintah wilayah administratif khusus dari Negara tertentu), dengan prinsip pemberian BVK adalah azas resiprokal. Capaian tersebut merupakan hasil koordinasi intensif yang dilakukan Deputi SDA dan Jasa dengan berbagai pihak terkait seperti Kementerian Pariwisata, Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi, BIN, BNN, Polri, Bea Cukai, Setkab dan Setneg, maka pada tahun 2015 telah berhasil ditetapkan dua. Dengan dikeluarkannya Perpres No. 69 Tahun 2015, fasilitas Bebas Visa Kunjungan dapat diberikan kepada warga dari 30 negara. Melalui Perpres No. 104 Tahun 2015, pemerintah kembali menambah pemberian fasilitas LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 66
Bebas Visa Kunjungan bagi 45 negara. Sehingga negara-negara yang mendapatkan Bebas Visa Kunjungan berjumlah 90 negara. b. Saat ini juga sedang diusulkan oleh Kemenko Maritim untuk menambah kembali pemberian fasilitas Bebas Visa Kunjungan kepada 84 negara, sehingga jika ditotal menjadi 174 negara, dengan menunda pemberian Bebas Visa Kunjungan kepada 5 negara, yaitu Korea Selatan, Pakistan, Somalia, Guinea dan Kamerun berdasarkan surat yang diterima dari Menteri Luar Negeri. Salah satu hasil dari pemberian fasilitas bebas visa adalah berperan dalam peningkatan jumlah wisatawan sebesar 19,73% pada periode 23 September-23 November 2015 (data Kementerian Pariwisata), yaitu 684.373 orang dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebanyak 571.565 kunjungan.
Gambar 12 : Diagram Jumlah Negara yang Memperoleh Bebas Visa Kunjungan
3. Peraturan Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia Sebagai salah satu Kebijakan Pariwisata Bahari dalam rangka meningkatkan jumlah kunjungan wisata bahari adalah dengan membuat pengaturan tentang kunjungan kapal wisata (YACHT) yang masuk ke wilayah Indonesia. Sebagai tindak lanjut atas kebijakan tersebut, Pemerintah telah melakukan telaahan Peraturan Kementerian Perhubungan untuk tindak lanjut implementasi Peraturan Presiden (Perpres) No. 105 Tahun 2015 tentang Kapal wisata (yacht) asing ke Indonesia.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 67
Bahwa pemerintah RI telah mencanangkan target kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB nasional menjadi 8% pada tahun 2019. Target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) menjadi 20 juta orang dan wisatawan nusantara (wisnus) menjadi 275 juta orang. Berdasarkan data United National World Tourism Organization/UNWTO World Tourism Barometer 2014, tahun 2014 kunjungan wisatawan Internasional sebesar 11,38 juta. Kedatangan tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,7 % bila dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar 1.087 juta. Kunjungan wisatawan tahun 2014 ke wilayah Eropa sebesar 588 juta (51,67%), wilayah Asia-Pasifik 263 juta (23,11%), wilayah Amerika 181 juta (15,91%), wilayah Afrika 56 juta (4,92%), dan Timur Tengah 50 juta (4,39%) . Pencapaian Indonesia pada tahun 2014 adalah sebesar 9,4 juta wisatawan, atau setara dengan 0,8% dari jumlah wisatawan dunia dan 3,4% dari jumlah wisatawan Asia Pasifik. Dengan diberlakukannya Bebas Visa Kunjungan bagi 90 negara dengan Perpres No. 104 Tahun 2015 ini telah mempermudah wisatawan mancanegara untuk dapat berkunjung ke Indonesia. Maka perlu mendorong masuknya kunjungan kapal wisata (yacht) asing ke Indonesia dengan merubah peraturan terkait terutama dalam pencabutan CAIT (Clearance and Approval for Indonesian Territory). Untuk itu Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No. 105 tentang Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia menggantikan Perpres No. 180 tahun 2014. Pemberian kemudahan perijinan kapal wisata (yacht) asing untuk masuk ke Indonesia baik di pelabuhan masuk maupun pelabuhan keluar sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Presiden ini meliputi 18 pelabuhan, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14)
Pelabuhan Sabang, Sabang, Aceh; Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara; Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat; Nongsa Point Marina, Batam, Kepulauan Riau; Bandar Bintan Telani, Bintan, Kepulauan Riau; Pelabuhan Tanjung Pandan, Belitung, Bangka Belitung. Pelabuhan Sunda Kelapa dan Marina Ancol, DKI Jakarta; Pelabuhan Benoa, Badung, Bali; Pelabuhan Tenau, Kupang, Nusa Tenggara Timur; Pelabuhan Kumai, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah; Pelabuhan Tarakan, Tarakan, Kalimantan Utara; Pelabuhan Nunukan, Bulungan, Kalimantan Timur. Pelabuhan Bitung, Bitung, Sulawesi Utara; Pelabuhan Ambon, Ambon, Maluku;
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 68
15) 16) 17) 18)
Pelabuhan Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, Maluku; Pelabuhan Tual, Maluku Tenggara, Maluku; Pelabuhan Sorong, Sorong, Papua Barat; Pelabuhan Biak, Biak, Papua.
4. Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Unreported Unregulated Fishing/IUU Fishing) Indonesia mempunyai luas laut sebesar 3,544 juta km2 (Perikanan dan kelautan dalam angka, 2010) dan juga memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada dengan panjang 104 ribu km (Bakosurtanal, 2006), serta garis pantai yang panjang, Indonesia memiliki jumlah pulau terbanyak yaitu 17.504 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke (Kemendagri, 2008). Potensi sumberdaya laut tersebut, termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar, secara ekonomis sangat besar. Sayangnya adanya aktifitas IUU Fishing membuat manfaat dari potensi tersebut belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Adanya IUU Fishing, yang dihadapi bangsa ini setiap tahun membuat sumberdaya kita dijarah negara lain. Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri menengarai terdapat sekira $30 milyar kerugian dari aktifitas IUU Fishing ini. Mereka dengan sengaja mencari ikan diperairan Indonesia dengan menggunakan peralatan yang lengkap dan kapal yang besar mereka. IUU Fishing mengakibatkan kerugian besar, baik secara ekonomi, sosial maupun ekosistem. Dari hasil beberapa kali pertemuan/ koordinasi dengan kementerian/lembaga teknis terkait serta pembahasan ditingkat pimpinan, maka penanganan penangkapan Ikan secara Ilegal disepakati dengan membentuk Satuan Tugas. Saat ini Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 115 Tahun 2015 tentang Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal. Tujuan adalah untuk melindungi perairan Indonesia dan melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap kejahatan IUU Fishing di perairan Indonesia.
5. Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan Dalam rangka mempercepat pelaksanaan diversifikasi energi berupa penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi jalan, Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 November 2015 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 69
2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. Menurut Perpres ini, penyediaan dan pendistribusian BBG dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berdasarkan penugasan Menteri. Selain penugasan pada BUMN, Menteri juga dapat melakukan penunjukan langsung kepada Badan Usaha untuk melakukan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG.
6. Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Perikanan Bagi Nelayan Kecil Ketahanan energi nasional dan peningkatan kesejahteraan nelayan kecil merupakan dua hal yang sangat penting untuk kelola dengan baik dalam rangka mewujudkan ketahanan nasinonal. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah membuat program dan kebijakan penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG untuk kapal perikanan bagi nelayan kecil. Dari hasil koordinasi dan pembahasan lintas pemangku kepentingan, Kemenko Bidang Kemaritiman berhasil mendorong terbitnya peraturan yang berhubungan dengan hal tersebut. Hasilnya adalah telah ditetapkannya Perpres No 126 Tahun 2015 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liqiuefied Petroleum Gas (LPG/elpiji) untuk Kapal Perikanan bagi Nelayan Kecil. Berdasarkan Perpres tersebut, Nelayan kecil akan mendapatkan paket perdana LPG secara gratis berupa mesin kapal, konverter kit serta pemasangannya, dan tabung khusus LPG beserta isinya. Perpres ini juga menegaskan, penyediaan dan pendistribusian LPG dilaksanakan oleh BUMN berdasarkan penugasan dari Menteri ESDM. Menteri ESDM juga dapat melakukan penunjukan langsung kepada badan usaha untuk melakukan penyediaan dan pendistribusian LPG.
IKU No. 7 Persentase Regulasi SDA dan Jasa Bidang Kemaritiman yang Diharmonisasikan dan Ditindaklanjuti Dalam perhitungan untuk menilai capaian IKU No. 7 ini, terdapat beberapa target capaian kegiatan, seperti tercantum dalam tabel 10 di atas. Hasil capaian pada akhir tahun anggaran adalah 100% dari target yang ditetapkan. Adapun rincian capaian dari masing-masing item adalah seperti berikut ini:
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 70
1. Tata Niaga Garam Walaupun memiliki garis pantai yang cukup panjang, dan musim kering yang berkisar enam bulan, Indonesia belum dapat memproduksi garam untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri (Swasembada Garam). Salah satu penyebabnya adalah tata niaga garam yang tidak berpihak kepada petambak garam yang mengakibatkan rendahnya harga garam di tingkat petambak garam rakyat. Hal ini mengakibatkan rendahnya minat petambak untuk memproduksi garam. Beberapa permasalahan prioritas dalam tata niaga garam adalah terletak pada: 1) Proses importasi garam; 2) Pemerintah belum menunjuk atau menetapkan salah satu badan atau instansi yang bertugas melakukan kontrol dan pengawasan terhadap proses importasi garam dalam negeri; 3) Pelanggaran dilakukan oleh impotir garam; 4) Industri garam nasional belum dapat memproduksi salt refinery yang mampu memenuhi kebutuhan garam industry; 5) Pemberian insentif kepada pelaku usaha refinery; 6) Penentuan volume atau jumlah importasi garam; 7) Terdapat indikasi penyelewengan garam industri aneka pangan yang dijual ke pasaran konsumsi akibat Harmonized System (HS) yang sama; 8) Kegiatan importasi garam selama ini dikuasai oleh 7 (tujuh) pelaku usaha yang bersifat oligopoly; dan 9) Karakteristik ketujuh pelaku usaha garam impor ini adalah melakukan importasi garam ketika panen raya. Dalam rangka memecahkan permasalahan tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah melakukan koordinasi dan langkah langkah kongkrit dengan kementerian teknis terkait untuk menyejahterakan petambak garam. Beberapa tahapan penting dan hasil yang telah dilakukan meliputi: 1) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah menyampaikan hasil rapat koordinasi kepada beberapa Kementerian terkait, sebagai tindak lanjut hasil Rakor Masalah Tata Niaga Garam kepada Kementerian Perdagangan, Kementerian Peridustrian, Kementerian Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepolisian RI dan Kementerian Keuangan berturut-turut tanggal 20 dan 30 Oktober 2015, dengan nomor surat 97.1/Menko/Maritim/X/2015 dan nomor 99/Menko/Maritim/X/2015.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 71
2) Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa bersama tim, telah melakukan kunjungan ke beberapa sentra yang terkait permasalahan garam. 3) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, terakhir telah melakukan Koordinasi dan Supervisi melalui penyampaian surat kepada Menteri Keuangan tertanggal surat 25 Januari 2016 Nomor 6.1/Menko/Maritim/I/2016 perihal Deferensiasi Harga Yang Jelas Untuk Komoditas Garam Impor (Kode HS yang berbeda untuk jenis garam Industri dan garam Konsumsi) dan surat Nomor 3/Menko/Maritim/I/2016, tanggal 19 Januari 2016 perihal Pembentukan Pokja Safeguard Measures terkait Bea masuk Impor Garam yang ditujukan kepada Menteri Perdagangan. 4) Dalam rangka mendukung rencana PT Garam tersebut Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam tahun 2016, mengalokasikan pembangunan Salt Washing Plant dan Salt Refinery dengan anggaran sebesar 220 M, termasuk penyerapan garam rakyat dan rencana perluasan areal lahan produksi garam PT Garam di Nusa Tengara Timur 5) Kementerian Perdagangan, telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 125/M-DAG/PER/12/2015 tentang Ketentuan Impor Garam, dan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58/M-DAG/PER/9/2012 tentang ketentuan Impor Garam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 88/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Garam.
2. Kawasan Konservasi Perairan yang Terkelola Kemenko Bidang Kemaritiman menetapkan target kawasan konservasi yang terkelola dengan alasan adanya rencana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyerahkan tanggungjawab pengelolaan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hasil dari koordinasi yang dilakukan Kemenko Bidang Kemaritiman adalah KLHK telah menyerahkan pengelolaan 8 kawasan konservasi perairan, dari 40 kawasan konservasi perairan yang dikelola, kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Secara prinsip penyerahan tersebut sudah disetujui, namun dalam implementasinya masih dalam proses, terutama administrasi kepegawaian dan penganggaran operasional. Delapan kawasan konservasi perairan yang akan diserahkan adalah: 1) Kawasan Perairan Laut Banda seluas 2.500 Ha,
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 72
2) Sebagian Kepulauan Aru Bagian Tenggara dan Laut di sekitarnya seluas 114.000 Ha Maluku, 3) Kawasan Perairan Kepulauan Raja Ampat di Papua dan laut sekitarnya seluas 60.000 Ha, 4) Pulau Gili Ayer, Gili Meno, dan Gili Trawangan di NTB seluas 2.954 Ha, 5) Kepulauan Kapoposan dan laut sekitarnya seluas 50.000 Ha, 6) Kepulauan Padaido beserta perairan sekitarnya seluas 183.000 Ha, 7) Kepulauan Panjang di Irian Jaya seluas 271.630 Ha, dan 8) Pulau Pieh di Sumatera Barat dan perairan sekitarnya seluas 39.900 Ha. Sampai saat ini masih terdapat 32 kawasan konservasi perairan yang belum diserahkan dari KLHK kepada KKP. KLHK menyampaikan bahwa penyerahan tersebut masih menunggu selesainya revisi UU Nomor 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Setelah itu Surat dari Sekretaris Kabinet kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman No. B-411/Seskab/8/2015 yang meminta agar Pengalihan TNL tidak perlu menunggu selesainya revisi UU 5/1990 Tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman diminta mengkoordinasikan penyelesaian kewenangan TNL dan Konservasi SDI. Menindaklanjuti hal ini, Kemenko Bidang Kemaritiman telah mengadakan rapat koordinasi dengan K/L terkait dan mengirimkan surat dari Menko Maritim kepada Menteri LHK dan Menteri KP tanggal 11 September 2015 tentang permintaan masukan terhadap draft Berita Acara Serah Terima (BAST) Pengalihan Kewenangan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan dan TSL Perairan. Menteri LHK menjawab surat tersebut pada tanggal 21 September 2015 yang intinya menyampaikan bahwa mengingat pengalihan kewenangan tersebut berdampak pada perubahan/penataan organisasi kementerian, maka kewenangannya diserahkan ke Menteri PAN dan RB. Menanggapi hal tersebut, Menko Maritim mengirim surat kepada Men PAN dan RB pada tanggal 15 Oktober 2015 dan 9 November 2015 yang meminta percepatan proses pengalihan kewenangan tersebut. Namun, sampai saat ini belum ada tanggapan dari Menteri PAN dan RB.
3. Pengkajian Peraturan Tindak Lanjut UU No. 32/2014 Tentang Kelautan Tujuan kajian ini adalah untuk menilai kesesuaian peraturan turunan yang sudah diterbitkan dengan amanat pada pasal 74 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan. Dalam Undang-undang tersebut dinyatakan LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 73
bahwa Peraturan pelaksanaan Undang-undang ini harus sudah ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya undang-undang ini. Kekuatan berlakunya undang-undang ini sudah sangat jelas karena mempunyai kekuatan mengikat sejak diundangkannya didalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294. Ini berarti bahwa sejak dimuatnya dalam lembaran Negara setiap orang terikat untuk mengakui eksistensinya. Untuk menjalankan Undang-undang tersebut sebagaimana mestinya ternyata masih diperlukan beberapa Peraturan Pemerintah sebagai aturan "organik" daripada Undang-Undang dan tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. Keberadaan Peraturan Pemerintah atau Peraturan lainnya harus segera disusun guna efektifitas terlaksananya Undang-Undang khususnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman RI, khususnya Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan serta pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan implementasi Undang-undang Nomor 32 tentang Kelautan dalam bentuk Seminar dalam rangka identifikasi Peraturan Pemerintah atau Peraturan lainnya sebagai pendukung Implementasi Undang-undang. Adapun Rekomendasi dari telaahan adalah sebagai berikut: 1) Aturan pelaksanaan UU Kelautan khususnya Pasal 27 Ayat (5) terkait Industri maritim dan jasa maritim memperhatikan dan atau mengadopsi regulasi tentang keamanan dan keselamatan pelayaran serta ketenagakerjaan. 2) Jumlah aturan pelaksanaan UU Kelautan sebanyak 50 buah yang dibagi kedalam 8 (delapan) kelompok, yakni: a) Mandat Peraturan b) Mandat Pengaturan Wilayah Laut c) Mandat Pengaturan Kebijakan d) Mandat Pengaturan Pengelolaan Laut e) Mandat Pengaturan Pengembangan Kelautan f) Mandat pengaturan pengelolaan ruang laut dan pelindungan lingkungan laut g) Mandat pengaturan Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut h) Mandat pengaturan tata kelola dan kelembagaan laut.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 74
4. Tata Ruang Laut di Kabupaten Wakatobi Pemanfaatan Ruang Laut berkaitan dengan penerapan Undang-Undang No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan dan lahirnya Undang-undang lain yakni UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-undang No. 27 tahun 2007 yang direvisi dengan Undang-undang No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Indonesia tercatat bahwa lautnya seluas 6.315.222 km2 itu dihuni oleh 700 jenis terumbu karang dan 263 jenis ikan hias. Maka dari itu Indonesia menjadi salah satu panorama bawah laut terindah di dunia dan menjadi kategori ke 3 dunia untuk Diver Destination of The Year. World Tourism Organization (WTO) menempatkan 6 lokasi ekosistem terumbu karang sebagai bagian dari 10 ekosistem terumbu karang terindah yaitu : 1) Raja Ampat (Papua Barat) 2) Wakatobi (Sulawesi Tenggara) 3) Taka Bone Rate (Sulawesi Selatan) 4) Bunaken (Sulawesi Utara) 5) Karimun Jawa (Jawa Tengah) 6) dan Pulau Weh (Nanggroe Aceh Darussalam). Sementara permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan tata ruang laut adalah maraknya IUU Fishing, over fishing, terjadinya degradasi lingkungan laut, terjadinya konflik pemanfaatan lingkungan ruang laut, terjadinya kesenjangan antara wilayah, serta adanya ancaman bencana dan perubahan iklim. Dari Undang-undang No. 27 tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 1 tahun 2014, dan sekarang sudah disesuaikan dengan Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mana pengelolaan Ruang Laut 0-12 mil menjadi kewenangan Provinsi, maka RZWP3K ditetapkan oleh Provinsi. Sehingga inisiasi penataan Ruang Laut, masih perlu dilanjutkan pembahasannya. 5. Benefisiasi dan Hilirisasi Mineral Dalam Negeri (Hilirisasi Mineral
Bauksit) Hasil capaian dari Hilirisasi dan Benefisiasi mineral bauksit adalah: 1) PT. Antam (Persero) Tbk Tayan di Kabupaten Sanggau dan Toho Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat akan segera menyelesaikan Proyek Hilirisasi Baksit Tayan yang menelan biaya sebesar
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 75
US$ 490 juta, atas Joint Venture PT. Antam (Persero) Tbk 80% dan Showa Denko KK Japan 20%. 2) Industry pengolahan dan Pemurnian CGA memproduksi jenis Hydrate (Al2O3.3H2O) dan Alumina (Al2O3), didukung dengan potensi cadangan yang cukup besar, luas IUP 36,410 Ha atau 34.000 Ha APL. Selain hal tersebut, juga telah berhasil diidentifikasikan permasalahan hilirisasi bauksit di Indonesia, yaitu: 1) Pemerintah belum membuat regulasi atau kebijakan kebijakan mengenai hilirisasi bauksit 2) Data cadangan Bauksit Indonesia 6,99 milyar ton (APB3I) sementara Bauksit yang di ekspor pada tahun 2013 hanya 40 juta metrik ton 3) Pada tanggal 7 Oktober 2015 Tim Kemenko Bidang Kemaritiman melakukan Rapat Terbatas dengan PT. Well Harvest Winning Alumina Refinery dan perwakilan Kadin Kalimantan Barat. Dalam melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan Pasal 112C angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di Dalam Negeri memiliki beberapa permasalahan. Beberapa rekomendasi dalam rangka pelaksanaan Hilirisasi Mineral Bauksit sebagai berikut : 1) PT Antam (Persero) yang sedang merencanakan penyelesaian pembangunan Proyek Chemical Grade Alumina (CGA) di Tayan Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat dengan rencana kapasitas produksi sebesar 300.000 Ton CGA per tahun dan nilai investasi US $ 490 juta. Sayangnya kemampuan dana PT. Antam belum dapat menutupi kekurangan tersebut untuk membiayai penyelesaian proyek Hilirisasi tersebut baik melalui ekuitas maupun melalui hutang baru. Oleh sebab itu beberapa rekomendasinya adalah antara lain: • Penyertaan Pemerintah sebagai pendukung modal pemegang saham atau penyertaan Modal Negara, • Relaksasi ekspor bijih mentah untuk sementara akan sangat membantu penyelesaian Hilirisasi, • Dukungan kebijakan pemerintah atas kemudahan proyek hilirisasi seperti, insentif perpajakan, Royalti, PPN dan lain lain 2) Assosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) berpandangan kebijakan larangan eksport Bauksit yang bertujuan agar
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 76
pemegang IUP melakukan proses pengolahan dan pemurnian di dalam negeri akan menjadi tidak efektif, disebabkan besarnya nilai investasi Alumina Refinery yang dan harga aluminium yang rendah. Oleh sebab itu Pemerintah harus mencabut larangan eksport mineral mentah Bauksit dengan pertimbangan bahwa ; • Sumber Daya dan Cadangan Bauksit di Indonesia yang sangat besar, sehingga walaupun kegiatan eksport dilakukan dalam waktu yang relatif lebih lama cadangan tidak akan habis. • Larangan eksport Bauksit di Indonesia akan dimanfaatkan dan akan menguntungkan bagi negara-negara pengeksport kompetitif seperti Malaysia, Australia dan Jamaika. • Ketersediaan infrastruktur terutama sumber daya energi yang sangat terbatas, sehinga tidak banyak memberi dukungan terhadap Hilirisasi mineral dalam Negeri. 3) Assosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) juga menyarankan untuk hilirisasi Bauksit maka diperlukan beberapa jhal sebagai berikut: • Menentukan Roadmap kebutuhan industri Alumina di Indonesia, • Pemerintah perlu menentukan sentra Produksi Alumina, agar percepatan hilirisasi dan kebutuhan produksi dapat terpenuhi • Memberikan Kesempatan untuk sementara kepada para pemegang IUP Bauksit untuk melakukan ekspor bahan mentah • Pelaku Usaha yang membangun Smelter atau refinery sebaiknya diberikan insentif fiskal dan non fiscal, seperti Tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk, pinjaman lunak dan kemudahan perizinan.
6. Pengelolaan Blok Masela Sampai dengan berakhirnya tahun anggaran, masih belum diputuskan bagaimana bentuk pengelolaan Blok Masela akan dilaksanakan. Seperti bentuk plant (teknik produksi LNG), apakah dengan pengembangan floating LNG Plant atau on shore LNG Plant. Selain mempertimbangkan tingkat kandungan alat yang diproduksi di dalam negeri (TKDN) dan dampak ekonomi terhadap masyarakat sekitar, nilai investasi menjadipetimbangan utama. Review oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK) Migas. Pengembangan On Shore LNG Plant memerlukan investasi instalansi pipa sejauh 600 km, namun demikian memerlukan biaya investasi yang lebih kecil, berdampak ekonomi yang lebih besar serta pengembangan Kepulauan Aru serta potensi TKDN yang relatif tinggi.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 77
3.1.4. Sasaran Strategis (SS) 4: Terjadinya percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim Sebagai pewujudan implementasi Sasaran Strategis 4, maka disusun Sasaran atau Keluaran Utama dan Indikator Kinerja Utama seperti dalam tabel berikut: Tabel 11. Sasaran dan Indikator Kinerja SS4 Sasaran/Outcome/ Kinerja Utama*) Terwujudnya sinergi antar sektor, tersedianya rekomendasi solusi atas permasalahan sektoral, serta termonitornya implementasi kebijakan mengenai infrastruktur konektivitas dan sistem logistik, infrastruktur pertambangan dan energi, infrastruktur pelayaran, perikanan dan pariwisata, dan industri penunjang melalui koordinasi kebijakan yang efektif dan produktif.
Indikator Kinerja Utama 8) Persentase Rekomendasi kebijakan percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim yang ditindaklanjuti 9) Persentase KEK dan KIK yang dikembangkan di luar jawa 10) Persentase infrastruktur energi, pertambangan dan industri penunjang infrastruktur yang dikembangkan
*) Rumusan sasaran strategis berdasarkan rumusan dalam dokumen perjanjian kinerja yang ditetapkan sebelum tersusunnya Renstra Kemenko Bidang Kemaritiman
Tabel 12. Target dan capaian indikator SS4 Indikator Kinerja Utama 8) Persentase Rekomendasi kebijakan percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim yang ditindaklanjuti Komponen Indikator Kinerja: a. Penguatan Konektivitas dan Sistem Logistik Papua b. Pembangunan Infrastruktur Pariwisata Danau Toba c. Revitalisasi Pelabuhan Bebas Sabang d. Pengembangan New Port Makassar e. Koordinasi Penguatan Kedaulatan Sumber Daya Energi dan Poros Maritim f. Peningkatan Daya saing Industri Galangan Kapal g. Inventarisasi Ketersediaan Infrastruktur Kawasan Industri di Luar Jawa h. Pengembangan Industri Maritim
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Target (%)
Realisasi (%)
Capaian (%)
100
100
100
1 1
1 1
1 1 1
1 1 1
1 1 1
1 1 1
Halaman 78
9) Persentase KEK dan KIK yang dikembangkan di luar jawa Komponen Indikator Kinerja: a. Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] Sorong dan KEK Lhokseumawe b. Koordinasi infrastruktur Pelayaran, Perikanan dan Pariwisata 10) Persentase infrastruktur energi, pertambangan dan industri penunjang infrastruktur yang dikembangkan Komponen Indikator Kinerja: a. Percepatan Pembangunan PLTU Batang 2 x 1.000 MW b. Pembangunan jalan tol dalam Kota Bandung c. Terlaksananya koordinasi infrastruktur Pertambangan dan Energi d. Pengembangan PLTG Cilacap e. Peningkatan kemampuan industri Enginering Procurement and Construction (EPC) di Sektor Migas f. Dukungan peningkatan kapasitas daerah untuk realisasi rencana umum ketenagalistrikan daerah
100
100
2
2
1
1
100
120
1
1
1 1
1 1
1
1
1
1
-
1
16
17
100
120
106,25
Capaian kinerja SS4 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman adalah sebesar 106,25% dari target yang telah ditetapkan. Keberhasilan pencapaian target kinerja SS4 ini secara umum berasal dari indikator kinerja utama pada indikator Persentase infrastruktur energi, pertambangan dan industri penunjang infrastruktur yang dikembangkan. Pencapaian diatas target disebabkan adanya penambahan isu prioritas yang diarahkan Menteri Koordinator. Rincian capaian dari masing-masing komponen kinerja dapat dilihat pada penjelasan berikut.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 79
Gambar 13. Diagram Batang Capaian Kinerja SS4
Sejalan dengan RPJM 2014–2019, Nawacita adalah merupakan panduan dan payung hukum dalam penyusunan program kegiatan dan sasaran pada setiap kementerian dan lembaga yang ada di Indonesia, termasuk di Pemerintah Provinsi, Kota dan Kabupaten. Bidang infrastruktur jika di kaitkan dengan RPJM dan Nawacita, dimana pada RPJM terkait pada sektor 6 dan 7 sedangkan pada Nawacita terkait pada (1) Kementerian Energi dan Sumber Daya, (2) Kementerian Pariwisata, (3) Kementerian Perhubungan. Sementara isu-isu yang dimasukan sebagai Sasaran Strategis III Kemenko Kemaritiman yang ditangani, adalah: 1. Pembangunan jalan tol dalam kota Bandung; 2. Percepatan Pembangunan PLTU Batang; 3. Pembangunan Infrastruktur Pariwisata Danau Toba; 4. Revitalisasi Pelabuhan Bebas Sabang; 5. Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] Sorong dan KEK Lhokseumawe; 6. Penguatan Konektivitas dan Sistem Logistik Papua; 7. Peningkatan Daya saing Industri Galangan Kapal; 8. Diversifikasi dan Desentralisasi Energi.
Adapun hasil yang dicapai pada tahun 2015, sesuai dengan indikator kinerja adalah sebagai berikut:
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 80
IKU. 8. Persentase Rekomendasi kebijakan percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur poros maritim yang ditindaklanjuti 1. Terlaksananya koordinasi infrastruktur konektivitas dan sistem logistik Koordinasi infrastruktur konektivitas dan sistem logistik pada tahun anggaran 2015 telah dilaksanakan, dengan hasil capaian terdiri atas : 1) Koordinasi Landasan hukum Pelayanan Publik Angkutan Barang dalam rangka Tol Laut: Peraturan Presiden No. 106 Tahun 2015; 2) Koordinasi penurunan biaya logistik di daerah terpencil: angkutan semen di Papua; 3) Koordinasi Percepatan Pembangunan Kereta Api Borneo: Revisi Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan perkeretaapian; 4) Koordinasi Revisi PP No 98 tahun 2015 tentang LRT (Light Rail Transit) terintegrasi Jabotabek dan LRT (Light Rail Transit) Bandung Raya tentang percepatan penyelenggaraan Kereta Api Ringan terintegrasi di wilayah Jabotabek dan Bandung Raya; dan
5) Koordinasi Percepatan Pembangunan Jalan Tol dalam Kota Bandung. 2. Koordinasi Pembangunan Infrastruktur Danau Toba. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Nasional (RIPPARNAS) 2010–2015. Kawasan Danau Toba terdapat 7 (tujuh) kabupaten yaitu: Kabupaten Samosir; Kabupaten Karo; Kabupaten Tapanuli Utara; Kabupaten Toba Samosir; Kabupaten Simalungan; Kabupaten Humbang Hasundutan; Kabupaten Dairi. Beberapa potensi yang dimiliki oleh Danau Toba : 1) Danau Toba adalah danau vulkanik; 2) Terletak di jalur khatulistiwa berukuran panjang 87 kilometer dan lebar 27 kilometer; dan 3) Potensi alam, budaya serta kesenian yang unik dan khas; Sedangkan eberapa masalah yang dihadapi dalam pengembangan Danau Toba untuk kesejahteraan masyarakat sekitar adalah. 1) Keterbatasan infrastruktur, yakni fasilitas bandara udara, akses jalan pencapaian ke Danau Toba; 2) Belum adanya konsep pengembangan kawasan danau toba secara bersama–sama dengan keterlibatan 7 (tujuh) kabupaten di sekitar kawasan Danau Toba;
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 81
3) Fasilitas Hotel yang belum mendukung; 4) Adanya masyarakat nelayan yang menanamkan keramba ikan di danau menyebabkan keindahan danau Toba berkurang. Perlu adanya penataan nelayan air tawar dalam mengembangkan usaha perikanan air tawar; dan 5) Transportasi, baik udara, darat dan perairan.
Capaian infrastruktur dan sarana penunjang di Danau Toba dan sekitarnya adalah: 1) Peraturan presiden tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba 2) Pembangunan landasan Bandara udara Sibisa 3) Pembangunan Tourist Resort 4) Pembangunan Jalan Toll Kualanamu-Parapat 5) Pendalaman Tano Ponggol 6) Pembersihan Danau Toba 7) Penyediaan wilayah Wisata Toba 500 Ha untuk Eco Tourism 8) Penggalakkan Kampanye Bersih senyum 9) Promosi Sejarah Terbentuknya Danau Toba
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 82
3. Tersusunnya Rencana Pengembangan Strategis Pelabuhan Bebas Sabang Undang–undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan bebas dan Pelabuhan bebas Sabang, pasal 7 Fungsi Kawasan: Kawasan Sabang mempunyai fungsi sebagai tempat untuk mengembangkan usaha–usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata dan bidang-bidang lainnya. Undang – undang Nomor 11 tahun 2006, tentang Pemerintah Aceh (pasal 167 s/d pasal 170); Pasal 169 (1): Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Aceh, mengembangkan Kawasan Perdagangan Sabang sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi Regional melalui kegiatan di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi maritim, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, Pariwisata, pengelolaan, pengepakan, dan gudang hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan industri dari kawasan sekitarnya. Pengembangan strategis Pelabuhan Sabang diawali pada saat kunjungan bapak Presiden Jokowi di Pulau Sabang.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 83
Gambar 14. Peta Lokasi Strategis Sabang
Gambar 15. Peta Wilayah kepulauan Sabang
Dalam rangka mengembangkan Sabang melibatkan dengan berbagai sektor, yakni (1) sektor pariwisata, (2) sektor pelabuhan bebas, (3) sektor perikanan. Kegiatan FGD di laksanakan di ruang rapat Deputi bidang koordinasi infrastruktur dan di kantorPemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten Sabang. Beberapa point–point yang telah di sepakati adalah: 1) Sektor Transportasi.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 84
Pengalokasian 2 bus pemandu moda dari Kementerian Perhubungan diperlukan surat permohonan dari Pemerintah Kota Sabang kepada Dinas Perhubungan Aceh, dan selanjutnya Dinas Perhubungan Aceh mengirimkan surat permohonan kepada Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. 2) Sektor Pelabuhan/Konektivitas • Revitalisasi pelabuhan penyebrangan Balohan, sudah ada Master Plan dan AMDAL.Revitalisasi pelabuhan direncanakan groundbreaking pada tahun 2016. • Penambahan frekwensi armada kapal penyebrangan dapat dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan penumpang, dan dapat di koordinasikan dengan PT. ASDP, Dinas perhubungan provinsi Aceh. Jika memungkinkan adalah penambahan armada kapal penyebrangan. • Perbaikan tempat sandar kapal feri diharapkan dilakukan oleh Pemko Sabang sebelum Desember 2015. • Ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana di pelabuhan. 3) Sektor Bandara Maimun Saleh. • Untuk revitalisasi bandara Maimun Saleh belum terpasangnya lampu runway, dan belum adanya saluran pembuangan air dilandasan. • Sejak bulan Februari 2015 Maskapai Garuda Indonesia telah melakukan penerbangan dari Aceh ke Sabang. Sekarang sedang menunggu surat izin dari Pangkalan Udara (Lanud), tergantung MoU TNI AU-Dirjen Perhubungan Udara. • Perlunya pemikiran konektivitas dengan jadwal penerbangan Penang-Banda Aceh. Dan peningkatan jalur langsung ke Sabang yaitu 2 kalidalamseminggu (Saatinipenerbangan Penang –Banda Aceh 7 kali seminggu). • Target pembukaan jalur penerbangan baru dari Phuket–Krabi– Langkawi–Sabang- Banda Aceh. 4) Sektor Pariwisata. • Jumlah wisatawan ke Sabang mencapai 500 (lima ratus) ribu orang pertahun. Keluhan yang diterima dari wisatawan antara lain, wisatawan bisa datang tetapi belum tentu bisa pulang karena jadwal penyeberangan yang tidak connect dengan jadwal penerbangan dan frekwensi penyeberangan yang terbatas
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 85
•
• • • •
(Konektivitas bias menimbulkan costakibat frekuensi kapal yang terbatas). Sabang sebagai destinasi Cruise, terkait permasalah regulasi, sebaiknya mengundang operator-operator cruise untuk membicarakan tentang persiapannya dan operator luar harus bermitradengan operator lokal. Atraksiditingkatkanuntukmengisi 4-6 jam keberadaan di Sabang. Perlu adanya variasi tempat / lokasi tujuan wisata ke sabang Direncanakan pembangunan Marina di Sabang dan tindak lanjut penggunaan Singapore cruise Terminal Pelebaran jalan menuju KM.0 (Nol), perlu di bahas dengan kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan mengenai kawasan hutan.
5) Ketersediaan pelayanan air minum. • Untuk mengembangkan wisata di Sabang, perlu di perhatikan ketersediaan air minum dan jangkauan pelayanan. 6) Sektor Perikanan • Koordinasi dan Sinergifitas Program BPKS dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan; • Konservasi Ekosistem Terumbu Karang; • Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan; • Potensi laut yang kaya ikan membutuhkan cold storage dan docking yard • Pelabuhan pengolahan ikan segar (sea and air cargo); • Kebijakan Pemerintah untuk memasukkan Pelabuhan Perikanan Gugop Pulo Aceh sebagai salah satu dari 100 sentra perikanan nasional; • Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan tentang pelimpahan wewenang izin tangkap di perairan Aceh (Turunan PP 83 tahun 2010). 4. Pengembangan New Makassar Port (NMP) Pelaksanaan Koordinasi Pembangunan New Makassar Port Rombongan Kemenko Maritim pertama langsung berkunjung kelapangan untuk melihat secara langsung pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan NMP, perkembangan NMP yang dapat dilaporkan diantaranya:
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 86
1) Pekerjaan fisik yang dilakukan saat ini baru pekerjaan sisi darat berupa pembuatan Causeway, setelah sebelumnya pembebasan tanah untuk akses masuk pekerjan Causeway; 2) Progres fisik saat ini secara keseluruhan baru 1,59 %; masih sesuai dengan rencana; 3) Diperkirakan akhir September atau awal Oktober 2015, pekerjaan sisilaut dimulai, dengan perkiraan progres 8%; 4) Tidak terdapat hambatan, dan masyarakat sekitar proyek juga menyambut baik keberadaan proyek NMP, disamping sosialisasi yang cukup oleh pelaksana proyek (PT. PP).
5. Koordinasi Penguatan Kedaulatan Sumber Daya Energy dan Poros Maritim Hasil capaian koordinasi kedaultan sumber daya energi dan poros maritim adalah: 1) Harmonisasi regulasi industri migas; 2) Harmonisasi regulasi industri maritim; 3) Tinjau ulang TKDN; 4) Komite Penguatan Industri Maritim; 5) Kawasan Industri Maritim; 6) Kawasan Industri Migas; 7) Pembentukan Tim: Ditjen Migas, Ditjen ILMATE, Kementerian Perindustrian, Maritim; dan
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 87
8) Fasilitator: difasilitasi Kemaritiman.
oleh
Kementerian
Koordinator
Bidang
6. Penguatan Industri Galangan Kapal Capaian dari isu bidang galangan kapal adalah: 1) Bahwasanya PP 69 tahun 2015 adalah merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2OO9 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 2) Bahwasanya pada PP 146 tahun 2000 BKP/JKP ( BKP = Barang yang di kenakan Pajak) dan (JKP = Jasa yang di kenakan Pajak) tertentu di bebaskan, sementara pada PP 69 Tahun 2015 alat angkutan / JKP tertentu tidak di pungut dan mulai berlaku sejak 17 oktober 2015 3) Latar Belakang dari di terbitkannya PP 69 tahun 2015: Mendorong Pengembangan, meningkatkan daya saing, periode SKB yang lama, dan beban administrasi 4) PPN tidak dipungut atas import/penyerahan alat angkutan tertentu, dengan ketentuan: • Alat angkutan di air, bawah air, udara, kereta api, suku cadang (Kemenhan, TNI, polri) • Kapal laut, kapal angkuta sungai dan penyeberangan (ASDP), penangkap ikan, pandu, tunda, tongkang, suku cadang, alat keselamatan ( Perusahaan Pelayaran, penangkapan ikan, jasa kepelabuhanan, ASDP)
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 88
• Pesawat udara, suku cadang, alat keselamatan, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan ( Perusahaan angkutan udara, pihak yang di tunjuk) • Kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan, komponen /bahan import. 5) PPN tidak di pungut atas penyerahan Jasa Kena Pajak terkait Alat Angkutan tertentu • Jasa persewaan kapal, jasa kepelabuhanan, jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal. (Perusahaan Pelayaran, penangkap ikan, jasa kepelabuhanan, asdp). • Jasa persewaan pesawat, jasa perawatan dan reparasi pesawat. (Perusahaan angkutan udara ) • Jasa perawatan dan reparasi kereta api (Badan usaha perkeretaapian) 6) Kementerian Kelautan dan Perikanan merencanakan pembuatan kapal tangkap nelayan sebanyak 3.000 buah, dengan ukuran 3 GT sebanyak 1.000 buah, 5 GT sebanyak 1.000 buah dan 10 GT sebanyak 1.000 buah pada tahun anggaran 2016. Tahun 2015. Tahapannya adalah pembuatan desain kapal kerja sama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan PT. PAL sebagai pelaksana desain dan sekaligus pelaksana pembuatan kapal. Direncanakan juga pada saat pembuatan kapal akan dilaksanakan pelatihan peningkatan sumber daya manusia sebagai alih tehnologi sehingga dapat dilakukan perawatan kapal tangkap dan mesin.
7. Pengembangan Industri Maritim Pengembangan industri maritim dilakukan dengan program tol laut sebagai program prioritas. Konsep tol laut guna dalam memperkuat konektivitas ada beberapa hal yang perlu di perhatikan, antara lain: 1) Keberadaan Pelabuhan LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 89
Pelabuhan sebagai nucleas area atau zona inti untuk aktivitas industri dan pengembangan kota kota sejak masa silam. Pelabuhan adalah merupakan pintu masuk terjadinya bongkar muat. Semakin baik infrastruktur yang menunjang suatu pelabuhan yang di topang dengan manajemen pelabuhan yang baik akan memberikan nilai positif terhadap pergerakan barang atau peti kemas dalam suatu pelabuhan. Kapasitas daya tampung lapangan pelabuhan terhadap bongkar muat/petikemas akan memberikan pengaruh positif terhadap pergerakan perekonomian. Semakin cepat proses bongkar muat maka akan meringankan biaya logistik. Akan tetapi sebaliknya jika, semakin lama proses pembongkaran suatu kapal maka akan memberikan kenaikan atau kemahalan pada sistem logistik. Untuk mendukung program pencanangan Tol Laut, harus di ikuti dengan pembangunan infrastruktur penunjang dalam pelabuhan. Pemerintah dan Pelindotelah berkoordinasi untuk mengembangkan 24 Pelabuhan strategis sebagai bagian dari implementasi konsep konsep tol laut yang akan dikembangkan pada 2015 – 2019. Tabel 13. Lokasi program pengembangan 24 pelabuhan No
Pelabuhan
No
Pelabuhan
1
Belawan
13
Kijing, Pontianak
2
Tanjung Perak
14
Banjarmasin
3
Tanjung Priok
15
Sampit
4
Makasar New Port
16
Kariangau, Balikpapan
5
Sorong
17
Palaran, Samarinda
6
Malahayati
18
Tenau, Kupang
7
Batu Ampar, Batam
19
Pantoloan,
8
Muara Sabak, Jambi
20
Ternate
9
Tanjung Carat, Palembang
21
Kendari
10
Panjang, Lampung
22
Bitung
11
Teluk Bayur
23
Ambon
12
Tanjung Emas, Semarang
24
Jayapura
Ke dua puluh empat pelabuhan strategis direncanakan dikembangkan dengan konsep sebagai berikut : LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 90
• Pembangunan pelabuhan bertaraf internasional yang berkapasitas besar dan modern untuk eksport berbagai komoditas dan berfungsi juga sebagai international seaport-Hub • Pengerukan kolam dan alur pelabuhan • Peningkatan draft pelabuhan feeder • Modernisasi fasilitas dan peralatan bongkar muat • Perluasan penerapan INSW • Restrukturisasi dan rasionalisasi tarif jasa kepelabuhanan 2) Hinterland Pelabuhan tidak dapat dipisahkan dengan dengan daerah hinterland. Yaitu daerah–daerah yang terletak di sekitar (belakang) pelabuhan, termasuk di dalamnya adalah kota pelabuhan itu sendiri dan kota–kota serta daerahdaerah pedalaman di luar kota pelabuhan yang saling memiliki hubungan ekonomi dengan pelabuhan. Konsep pengembangan adalah adanya saling interkoneksi antara pelabuhan–pelabuhan kecil dengan pelabuhan pelabuhan besar, 5 Pelabuhan Hub dan 19 Pelabuhan Feeder. Daerah atau pelabuhan hinterland dapat juga di maknai sebagai daerah/pelabuhan penyangga yang merupakan produsen dan konsumen komoditas eksport import 3) Sistem Informasi Pelabuhan Sistem informasi yang akan di kembangkan adalah dengan dua system, yaitu system online dan system ofline. Pengembangan dua sistem ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terbatasnya koneksi internet, kerahasiaan data, dan memberi pilihan kepada pemegang kebijakan. Sistem informasi pelabuhan yang dipergunakan adalah menggunakan peta dari openstreet.org baik untuk system online maupun offline, OpenStreet Map adalah data terbuka, berlisensi di bawah Open Data Common Open Database License (ODbL) oleh OpenStreetMap Foundation (OSMF). Saat ini pemerintah sedang memantau kinerja pelabuhan strategis guna menjamin kelancaran konektivitas dan logistik antar pulau atau kawasan, Oleh karena itu permasalahan yang timbul adalah : • Belum teridentifikasinya beberapa pelabuhan startegis • Belum terinformasikannya data lalu lintas barang, penumpang dan kapal terkini • Belum terinformasikannya tren proyeksi pelabuhan • Belum terinformsikan rencana induk masing – masing pelabuhan • Belum terinformasikannya kajian kebencanaan
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 91
• Belum tersedianya analisis data metocean yang lengkap. Dengan adanya informasi tentang status pelabuhan, kedudukan pelabuhan, luasan dan kemampuan pelabuhan dalam mendukung program pengembangan jaringan Tol Laut, maka akan menjadi bahan dalam pengambilan keputusan guna menciptakan Indonesia menjadi negara maritim dengan Konsep Tol Laut. Di samping itu, yang perlu di kaji lagi adalah daya dukung kapal kapal dalam melakukan transportasi baik eksport maupun penyebaran distribusi produsen dan konsumen ke dalam wilayah indonesia sehingga dapat menekan harga jual suatu komoditi dan kemampuan daya beli masyarakat sehingga tujuan di canangkannya program Tol Laut dapat tercapai. Kementerian Perindustrian merencanakan membangun 2 kawasan khusus industri maritim: 1. Lamongan, Jawa Timur : saat ini telah beroperasi beberapa galangan kapal: PT. Dok Pantai Lamongan; PT. Daya Radar Utama; PT. Dok Perkapalan Surabaya; PT. Lamongan Marine Shipyard. 2. Tanggamus, Lampung
IKU. 9 Persentase KEK dan KIK yang dikembangkan di Luar Jawa 1. Pengembangan KEK Lhokseumawe berbasis kawasan industri Latar Belakang pengusulan KEK Lhokseumawe adalah adanya instruksi dari Presiden RI, yang telah berkunjung ke Aceh pada tanggal 9-10 Maret 2015, kepada Kemenko Kemaritiman agar melakukan langkah terkait dengan revitaslisasi aset yang ada di Lhokseumawe dan secara khusus ditugaskan untuk membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berbasis kawasan industri yang sudah ada. KEK Lhokseumawe diarahkan kepada prioritas sektor energi, industri pengolahan pupuk dan produk pertanian (hilirisasi kelapa sawit, kakao, padi) dan pusat logistik yang didukung fasilitas dan infrastruktur pendukung pengembangan kawasan. KEK Lhokseumawe merupakan satu hamparan hamparan Industri yang terdiri atas: (1) PT. Arun, (2) PT. PIM, (3) PT. AAF dan (4) PT. Pelindo dalam wilayah administrasi Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. Luasan wilayah KEK Lhokseumawe adalah 2.031 Ha.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 92
KEK Lhokseumawe di bentuk untuk mengantisipasi: 1) Berkurangnya produksi gas dan berakhirnya kontrak usaha pengelolaan gas antara Exxon Mobil dan Pemerintah Indonesia, PT Arun NGL yang selama ini sebagai operator ekspor LNG dari Lhokseumawe berhenti beroperasi. 2) Agar fasilitas yang ada tidak sia-sia dan dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan ekonomi regional maka pemerintah Indonesia telah mengambil inisitatif untuk merivatilisasi usaha di bawah payung PT. Perta Arun Gas (PAG), sebuah joint venture yang kepemilikan usahanya 70% Pertamina dan 30% Pemerintah Aceh. 3) Penyaluran gas sebagai hasil regasifikasi telah diuji coba seiring dengan selesainya proyek pembangunan pipa gas Aru-Belawan. Direncanakan sumber gas LNG Tangguh dan Bontang akan jadi pemasok kebutuhan gas untuk usaha ini. Selain itu PAG juga masih dapat memanfaatkan cadangan gas yang ditinggalkan Exxon Mobil Indonesia di Kawasan Lhokseumawe dan Aceh Utara serta Produksi Minyak dan Gas PT. MEDCO di Aceh Timur dan Tamiang.
Gambar 16. Peta Sebaran KEK di Indonesia
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 93
Gambar 17. Foto udara KEK Lhokseumawe
Gambar 18. Foto Wilayah Zonasi KEK Lhokseumawe
Proses pengusulan telah menyampaikan 7 dokumen dari syarat 9 dokumen usulan. Dokumen tersebut adalah deskripsi rencana pengembangan, peta detail lokasi dan luas yang diusulkan, rencana peruntukan ruang dan peraturan zonasi, studi kelayakan ekonomi dan finansial, rencana dan sumber pendanaan, dokumen AMDAL, serta rencana jangka waktu beroperasi dan rencana strategis pengembangan. Capaian yang diharapkan terealisasi adalah : 1) Program regastifikasi Terminal Gas Arun, 2) Energi; untuk sektor energi, fasilitas dan infrastruktur yang terdapat (existing) di kawasan KEK Lhokseumawe akan memungkinkan untuk dikembangkan setidaknya 4 jenis usaha, yaitu: regasifikasi LNG, LNG
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 94
Hub/ Trading, LPG Hub/ Trading, Mini LNG Plant, Condensate Splitter dan PLTG; 3) Industri pendukung ketahanan pangan; dengan adanya ketersediaan gas, listrik dan lahan serta bahan baku akan dimungkinkan untuk dibangunnya berbagai jenis usaha pendukung ketahanan pangan, seperti: usaha pengolahan kakau, usaha pengolahan padi, usaha pengolahan CPO, dan lain-lain; 4) Logistik; lokasi yang tidak jauh dari jalur perdagangan internasional dan telah tersedianya pelabuhan yang memiliki standard memadai memungkinkan dikembangkannya sektor logistik di kawasan KEK Lhokseumawe. 2.
KEK Sorong Untuk mempercepat akselerasi pembangunan di wilayah indonesia khususnya di wilayah indonesia bagian timur maka di lakukan dengan berbagai stategis kebijakan guna mendorong dan mempercepat pembangunan dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dan di dukung dengan ketersediaan infrastruktur yang strategis. Berdasarkan undang – undang nomor 39 tahun 2009 tentang kawasan ekonomi khusus menegaskan bahwa untuk mempercepat pengembangan ekonomi diwilayah tertentu yang bersifat strategis bagi perkembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional, maka perlu di kembangkan Kawasan Ekonomi Khusus. Salah satu lokasi pengembangan KEK adalah KEK Sorong. Kabupaten sorong mempunyai letak yang strategis dengan di dukung oleh potensi sumber daya alam yang melimpah. Kabupaten Sorong terletak di jalur lintasan perdagangan internasional Asia Pasifik – Australia. Potensi yang dimiliki adalah sektor perikanan, sektor perhubungan laut, sektor pariwisata bahari, pertambangan dan industri maritim. Dengan mengkaji kedudukan Kabupaten Sorong yang terletak di perlintasan jalur pelayaran internasional dan dengan kemampuan potensi sumber daya alam yang ada serta adanya potensi destinasi pariwisata bahari Raja Ampat, maka sepatutnyalah bahwa Kabupaten Sorong dapat lebih berkembang baik secara fisik infrastruktur maupun tingkat pertumbuhan perekonomian. Analisis keterkaitan hulu–hilir Komoditas Unggulan: Industri Perikanan; Industri Rumput Laut; Industri Pariwisata; Industri Sagu; Industri Hasil peternakan Sapi; Industri Galangan Kapal. Sementara analisis ketersediaan
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 95
dan kebutuhan sistem infrastruktur wilayah: Jaringan Transportasi (darat, laut dan udara): Energi listrik; Telekomunikasi; Air bersih; Jaringan Gas Rumah Tangga Dampak potensial kegiatan KEK Sorong pada lingkungan sekitarnya sebaiknya diantisipasi lebih dini sehingga jika mengakibatkan perusakan ekologi lingkungan dapat diminimalisasi atau jika memungkinkan dapat di lakukan dengan perlakukan memindahkan vegetasi flora dan fauna pada daerah lainnya sehingga tetap terjaga kesimbangan alam lingkungan sekitarnya. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong ditujukan untuk menyeimbangkan pertumbuhan antar wilayah di Indonesia melalui pendekatan ―Pusat Pertumbuha‖. KEK Sorong tidak hanya ditujukan untuk kepentingan Kabupaten Sorong tetapi juga mencakup wilayah yang luas, yakni wilayah Papua dan Maluku. Terciptanya keseimbangan ―pertumbuhan dan perkembangan‖ antar wilayah di Indonesia akan mempunyai implikasi terhadap struktur ekonomi wilayah yang semakin kokoh. Dengan potensi yang dimiliki baik di darat maupun di laut, KEK Sorong akan sangat lebih berkembang jika menjadikan sektor maritim untuk menjadi andalan pertumbuhan perekonomian sehingga dapat tercipta akselerasi antar potensi maritim dan potensi darat. Keberadaan KEK Sorong sangat di harapkan untuk dapat melepaskan adanya ketimpangan antar wilayah, baik internal Kabupaten Sorong dan sekitarnya maupun KEK Sorong dengan daerah lainnya di Indonesia khususnya di Indonesia Tengah dan Barat, serta KEK Sorong dapat memberikan arti pentingnya berada di jalur jaringan akses Asia Pasifik–Australia dan Selandia Baru. Dengan KEK Sorong, diharapkan akan mampu mendorong dan meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian di kawasan Indonesia Timur dan dapat bersaing dengan derah lainnya di Indonesia. 3. Terlaksananya koordinasi infrastruktur Pelayaran, Perikanan dan Pariwisata Untuk mencapai target indikator koordinasi infrastruktur Pelayaran, Perikanan dan Pariwisata pada tahun ini dilakukan dengan pengembangan Destinasi Borobudur. Badan Otorita Destinasi Pariwisata Nasional Borobudur telah berhasil menyusun: 1) Perencanaan Terpadu Zonasi dan Delineasi Kawasan Borobudur dan sekitarnya
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 96
2) Pembangunan Infrastruktur Bersama: Bandara Kulonprogo, Pelabuhan Cruise Semarang, Jalan Semarang-Magelang-Yogyakarta 3) Pelayanan Satu Pintu (One Stop Service) 4) Skema insentif untuk investasi dan bisnis dengan melibatkan masyarakat 5) Kampanye ―Bersih – Senyum‖ 6) Telah terbentuk Tim Kerja akan terdiri dari 5 bagian: Legal & Kelembagaan (Setkab); Tata Ruang: ATR; Pengusahaan: Pariwisata; Infrastruktur; serta Sosial, Budaya & masyarakat: Pemprov Jateng (Sekda Jateng), Dikbud.
IKU. 10 Persentase Infrastruktur Energi, Pertambangan dan Industri Penunjang Infrastruktur yang Dikembangkan 1. Koordinasi Percepatan Penyelesaian Pembangunan PLTU Batang 2 x 1.000 MW Pembangunan PLTU Batang adalah merupakan model pembangunan kerjasama antara Pemerintah Swasta (KPS) pertama yakni Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2005. Pembangunan PLTU Batang termasuk dalam program pengadaan listrik 35.000 MW. PLTU Batang seharusnya di mulai tahun 2012 dan selesai pada tahun 2016, namun karena adanya masalah mengenai pembebasan lahan, sehingga menyebabkan tertundanya pembangunan. PLTU di biayai dengan dana jepang. Presiden Jokowi memerintahkan kepada Kemenko Kemaritiman, Indroyono Soesilo untuk secepatnya menyelesaikan permasalahan pembangunan PLTU Batang dengan kapasitas 2 x 1.000 MW. Deputi bidang koordinasi infrastruktur di serahi tugas oleh Bapak Menteri untuk menelusuri sekaligus melakukan koordinasi atas permasalahan yang dihadapi oleh PLTU Batang 2 x 1.000 MW. Setelah di lakukan rapat koordinasi dengan Kementerian ESDM Dirjen kelistrikan, Pemerintah Kabupaten Batang, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Direktur PLN, di telusuri bahwa masalah utama dalam masalah pembangunan PLTU Batang adalah pada fase pembebasan lahan. 1) Proses pembebasan lahan berlarut-larut (2012 – 2016) 2) Lahan yang belum dibebaskan 13 Ha. 3) Presiden RI melakukan Kick Off Pembangunan, 28 Agustus 2015 4) Komnas HAM menyurati PM dan Parlemen Jepang (Desember 2015), bahwa terjadi pelanggaran HAM dalam pelaksanaan pembebasan lahan.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 97
Rencana Aksi dalam rangka mempercepat pembangunan PLTA Batang adalah: 1) Deputi 3 telah bertemu dengan Komisioner Komnas HAM, sehubungan surat Komnas HAM kepada Perdana Menteri dan Parlemen Jepang, yang dapat membuat Investor merasa tidak ada kepastian hukum untuk berinvestasi di Indonesia. 2) Deputi 3 akan mengundang investor untuk membicarakan langkah terbaik dan solusi untuk pembebasan sisa lahan yang tersisa, sesuai masukan dari Komisioner Komnas HAM. 2. Percepatan Rencana Pengembangan Jalan Tol dalam Kota Bandung Rencana pengembangan pembangunan jalan Tol dalam Kota Bandung di dasarkan pada surat Walikota Bandung tertanggal 20 Nopember 2015. Beberapa bahan pertimbangan di laksanakan perencanaan pembangunan jalan Tol dalam kota Bandung adalah : 1) Laju Pertumbuhan perekonomian kota Bandung 2) Laju Pertumbuhan fisik kota Bandung 3) Tingkat kemacetan dalam kota Bandung 4) Rencana Pengembangan wilayah kota Bandung 5) Destinasi wisata kota di Kota Bandung Permasalahan yang akan di hadapi pada saat pelaksanaan pembangunan jalan tol dalam kota Bandung adalah pembebasan lahan, yaitu lahan masyarakat dan lahan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan milik Kementerian dan lembaga negara. Berkenan dengan adanya lahan – lahan milik kementerian dan lembaga negara yang masuk pada areal kawasan pengembangan rencana jalan Tol dalam kota Bandung, maka di serahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Walikota Bandung untuk respon melakukan negosiasi dengan pemilik lahan dari kementerian. Untuk mempercepat proses pelaksanaan pembangunan jalan Tol dalam kota Bandung, baik dari sisi administrasi, yakni pembebasan lahan, maupun pada fisik lapangan, pra konstruksi dan konstruksi, di sepakati bahwa akan di laksanakan rapat bulanan untuk memantau proses perkembangan kemajuan jalan Tol dalam kota Bandung, dan pemprakarsa adalah dari pemerintah wilayah Propinsi Jawa Barat dan atau Walikota Bandung.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 98
Gambar 19. Dokumentasi Koordinasi dan Peta Rencana jalan tol dalam Kota Bandung
3. Terlaksananya koordinasi Infrastruktur Pertambangan dan Energi Capaian koordinasi infrastruktur pertambangan dan energi ini adalah: 1) Koordinasi mengenai Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri: Perpres No. 146/2015, 22 Desember 2015 2) Koordinasi Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan: Perpres No. 4/2016, 8 Januari 2016 3) Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis sampah di 7 daerah : (Revisi Perpres sedang diproses, Kemenkomars Ketua Tim Koordinasi) 4) Koordinasi Revisi Perpres Krisis dan Darurat Energi : dalam pembahasan 5) Koordinasi Revisi Perpres tentang KPPIP : Kemenkomars masuk dalam KPPIP 6) Koordinasi Pembangunan PLTU Batang : Peletakan Batu Pertama 20 Agustus 2015. Penyelesaian proses pengadaan tanah terkait surat komisioner Komnas HAM kepada PM dan Parlemen Jepang 7) Koordinasi Pembangunan PLTU Cilacap : terkendala perbedaan pendapat antara Pemkab Cilacap dengan BPN terkait landasan hukum proses pengadaan lahan 8) Koordinasi Pembangunan PLTU Serang: terkendala perencanaan yang tidak sinkron dengan industri tetangga 9) Koordinasi Peningkatan Nilai Tambah produk PT Freeport Indonesia: Evaluasi status kemajuan pembangunan smelter dibawah target minimum dari rencana karena pemilihan lokasi yang masih berupa alternatif
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 99
10) Koordinasi Pembangunan fasilitas pengolahan gas blok Masela: Diusulkan pembentukan tim nasional dan pembuatan rencana induk pembangunan kawasan pertumbuhan berbasis gas alam 11) Koordinasi Pembangunan KEK Lhok Seumawe: Inventarisasi Status dan Kondisi aset milik PT ARUN LNG 12) Koordinasi Program 35 GW, FTP 1, FTP 2: Evaluasi bulanan terhadap permasalahan yang membutuhkan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian dari Kemenkomars 13) Koordinasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan: Telaahan potensi energi nuklir [thorium] sebagai pembangit listrik energi baru 4. Pengembangan PLTG Cilacap. Surat Bupati Cilacap perihal adanya kendala dalam penerbitan izin lokasi oleh Badan Pertanahan mengenai status tanah yang akan di jadikan sebagai lokasi pembangkit listrik tenaga gas. Pihak swasta yang berinisiatif pada pembangunan PLTU dengan kapasitas 5 x 1.000 MW dengan model Private Power Utility (PPU), dan tidak masuk pada program Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 35.000 MW. Berdasarkan surat Bupati Cilacap, Deputi 3 melakukan rapat koordinasi dengan mengundang semua pihak yang mempunyai peranan dalam permasalahan yang di hadapi oleh Pemerintah Cilacap. Permasalahan yang ada bahwa Badan Pertanahan Cilacap tidak dapat memberikan pertimbangan teknis sebagai dasar dalam penerbitan izin lokasi. BPN Cilacap menjadikan bahan pertimbangan pada masalah ini berpegang pada: (1). Undang–Undang Nomor 22 tahun 2012 tentang pembebasan lahan untuk kepentingan umum dan, (2). Undang – Undang nomor 30 tahun 2009 tentang kelistrikan bahwasanya untuk mendirikan bangunan pembangkit listrik kerjasama antara Pihak swasta dan PLN, maka tanah tersebut adalah milik dari PLN dan bukan milik pihak swasta. Saat sekarang bahwa tanah/lahan yang ada adalah milik pihak swasta dan bukan milik PLN. Berkenan dengan hal tersebut maka Bupati Cilacap telah meminta bahan pertimbangan kepada jaksa agung dan telah memberikan pendapat hukum/legal opinion, namun oleh Kepala Badan Pertanahan Cilacap belum sependapat. Oleh sebab itu, maka Kepala Pertanahan Cilacap akan meminta pendapat kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan pertanahan Nasional (BPN) tentang penggunaan Undang Undang nomor 22
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 100
tahun 2012 dan Undang–Undang nomor 30 tahun 2009, dan oleh Kementerian ATR/BPN berpendapat bahwa untuk kasus pengadaan tanah untuk pembangkit listrik di Cilacap memakai Undang– Undang Nomor 22 tahun 2012. Setelah di laksanakan beberapa kali rapat koordinasi dengan berbagai pihak stakeholder mengenai permasalahan PLTU Cilacap, dan tidak dapat di putuskan mengenai masalahnya, maka di sarankan agar di lakukan rapat koordinasi tingkat menteri untuk memutuskan masalah ini. 5. Koordinasi Peningkatan Kemampuan Industri Engineering Procurement and Construction (EPC) di Sektor Migas Capaian yang direalisasikan adalah: Rencana Pembangunan kilang baru dan upgrading kilang 1) Kilang Bontang. Direncanakan dibangun Bontang, Kalimantan Timur dengan kapasitas 300.000 BCPD dengan biaya sekitar US$ 12 Milyard. 2) Kilang Tuban. Direncanakan dibangun dengan kapasitas 300.000 BCPD dengan biaya sekitar US$ 10 Milyard. Bahan baku kilang Tuban 100.000 bpd arabian light, 100.000 bpd arab extra light dan 100,000 open source. 3) Kilang Mini. Merupakan salah satu alternatif untuk peningkatan kapasitas produksi BBM nasional, khususnya solar. Secara teknis karakteristik proses pengolahan BBM dengan kilang mini adalah sebagai berikut : • Kapasitas kecil • Proses sederhana (terdiri atmospheric Destilation Unit/ADU & Vacuum destilation unit / VCU) • Produk yang dihasilkan terbatas (Nafta, Kerosene, Diesel Oil dan Residual Oil) • Kilang minyak mini dibangun dari beberapa bagian atau modul sehingga dapat dengan mudah diangkut dan dipindahkan • Dibangun di wilayah remote / di mulut tambang 4) Peningkatan (Upgrading) Kilang yang ada (existing) Beberapa infrastruktur gas bumi strategis yang telah dibangun pada periode 2010– 2014, antara lain : • FSRU Jawa Barat 3 MTPA, dibangun oleh Nusantara Regas, merupakan FSRU pertama di Indonesia yang beroperasi pada Juli 2012. FSRU pertama kali mendapatkan alokasi gas dari LNG Tangguh dan LNG Bontang untuk di salurkan ke PLTGU Muara Karang dan PLTGU Tanjung Priok. LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 101
• FSRU Lampung 3 MTPA dibangun PT. PGN dan beroperasi pada Agustus 2014. Tahap awal mendapatkan pasokan gas dari Tangguh dan disalurkan bagi industri di Lampung. Kemudian gas juga di salurkan ke pembangkit listrik, rumah tangga dan UMKM • LNG Regasification Unit Arun 3 MTPA dan pipa transmisi gas Arun – Belawan, dibangun oleh Pertamina dan beroperasi pada awal 2015. Alokasi gas di tahap awal berasal dari Bontang dan Tangguh untuk kemudian disalurkan ke pembangkit listrik dan industri, • Pipa Gas Kalija I (Kepodang-Tambak Lorok) dengan panjang sekitar 207 km, diameter 14 inchi dan kapasitas desain 150 MMSCFD di targetkan dapat beroperasi pada tahun 2015. Dari pelaksanaan kegiatan dan capaian peningkatan kemampuan industri EPC, dapat diambil kesimpulan bahwa:. 1) Sebagian besar proyek Migas/Petrokimia dengan skala besar dan tingkat kompleksitas tinggi, dari sisi pekerjaan enjiniring masih dominan EPC asing. Proyek migas/petrokimia nasional seperti RFCC Cilacap, LNG Tangguh, LNG Masela, LNG Dongi Senoro, Pabrik pupuk PKT 5 (unit Ammonia & Urea), Pabrik Pusri Iib (unit ammonia & Urea) masih menggunakan EPC asing dalam pekerjaan enjiniring. EPC lokal lebih berperan dalam project manajemen serta supporting pada pekerjaan enjiniring 2) Ada dua aspek utama yang merupakan driving force terkait dengan upaya peningkatan kemampuan EPC yakni : • Faktor kemampuan finansial keuangan • Kemampuan enjiniring perusahaan 3) Kemampuan finansial perusahaan EPC lokal masih terbatas, sehingga sulit untuk menjadi lead consortium. Hal ini berakibat pada sulitnya perusahaan EPC untuk terlibat dalam porsi yang lebih besar dari segi enjiniring 4) Kemampuan enjiniring EPC untuk proyek dengan skala besar dan kompleksitas masih terbatas, kecuali utuk pekerjaan sipil/struktur. Sehingga walaupun dalam sejumlah proyek, EPC lokal menjadi lead concortium, namun dalam pekerjaan teknis (FEED, DED) leader teknis masih di kuasai oleh pihak EPC asing. 5) Untuk proyek proyek dengan skala kecil s/d sedang dengan kompleksitas yang sedang, EPC lokal sudah mampu menangani pekerjaan enjiniring hingga 100 %, untuk proyek dengan skala sedang dengan kompleksitas tinggi, EPC lokal baru menguasai sekitar 40–50 % pekerjaan. Enjiniring
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 102
untuk proyek skala besar dengan kompleksitas tinggi enjiniring lokal masih sangat terbatas kemampuannya, sehingga pekerjaan enjiniring masih dominan EPC asing. 6) Rencana pembangunan kilang baru yang merupakan upaya untuk peningkatan ketahanan ketersediaan BBM masih banyak menghadapi kendala, yang mengakibatkan jadwal penyelesaian proyek mundur dari jadwal semula 7) Jumlah perusahaan jasa enjiniring (EPC) lokal masih terbatas dan jika dibandingkan dengan negara lain masih rendah. Adapun rekomendasi yang disarankan adalah: 1) Diperlukan regulasi yang memberikan arah untuk proses innovasi dalam industri migas/petrokimia. Diperlukan koordinasi antara kementerian sektor industri, pertambangan dan energi serta riset dan teknologi 2) Industri migas, industri petrokimia serta industri lain yang sejenis khususnya BUMN dengan kapitalisasi besar untuk membuat atau memperkuat Divisi/Direktorat Enjiniring, 3) Perusahaan EPC nasional perlu mendapat prioritas dalam mengerjakan proyek proyek percepatan infrastruktur migas. Diperlukan dukungan dalam bentuk regulasi maupun finansial/perbankan 4) PT. Pertamina yang merupakan Industri Energi dengan kapitalisasi besar serta dengan visi untuk menjadi perusahaan skala multi nasional dapat membentuk anak perusahaan enjiniring serta melakukan innovasi terkait teknologi proses migas dan petrokimia 5) Perusahaan Migas nasional perlu menjamin kerjasama dengan Badan Litbang/Rekayasa untuk setiap pembangunan proyek baru atau upgrading pabrik yang ada, sehingga proses alih teknologi terjadi secara lebih riil 6) Memberikan tingkat gaji yang lebih kepada enjiner lokal ex luar negeri, agar tenaga ahli tersebut tidak diambil oleh pihak EPC asing atau operator asing yang beroperasi di Indonesia 7) Terkait dengan TKDN diperlukan road map TKDN untuk pembangunan industri Migas/Petrokimia 8) Pembuatan program monitoring secara periodik terkait kemampuan enjiniring (EPC) lokal dengan metode yang disepakati pemangku kepentingan untuk melihat tren kemampuan EPC lokal.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 103
6. Dukungan peningkatan kapasitas daerah untuk realisasi rencana umum ketenagalistrikan daerah (RUKD) Dengan pemberlakuan UU Nomor 22 tahun 1999 dan telah di revisi dengan UU nomor 32 tahun 2004, memberikan otonomi kepada pemerintah kabupaten untuk dapat mengusahakan pemenuhan energi listrik untuk daerahnya dan sekaligus menyelesaikan permasalahan yang muncul, termasuk perencanaan pembangunan sektor energi dan kelistrikan. Adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi atau kabupaten/kota. Sesuai dengan Undang–undang nomor 30 tahun 2009 tentang Kelistrikan bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk: 1) Penetapan peraturan daerah di bidang kelistrikan; 2) Penetapan rencana umum kelistrikan daerah; 3) Penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan usaha yang wilayah usahanya lintas kabupaten/kota; 4) Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik yang ditetapkan oleh pemerintah daerah; dan 5) Penetapan persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik untuk badan usaha yang menjual tenaga listrik dan/atau menyewakan jaringan tenaga listrik kepada badan usaha yang izinnya ditetapkan oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah perlu mempersiapkan program penyusunan dokumen Rencana Umum Kelistrikan Daerah (RUKD) seperti yang di amanatkan oleh UU Nomor 30 tahun 2009. Perencanaan tenaga listrik yang tertuang dalam dokumen RUKD akan memberikan arahan atau pedoman yang jelas untuk pemerintah daerah untuk jangka panjang sehingga dapat mengantisipasi lonjakan permintaan akan kebutuhan energi listrik dari tahun ke tahun. Model perencanaan kelistrikan daerah dalam mendukung kelistrikan nasional diharapkan akan memberikan keluaran sebagai berikut : 1) Model untuk perencanaan kelistrikan daerah 2) Prakiraan kebutuhan atau permintaan tenaga listrik di wilayah provinsi. Prakiraan penyediaan tenaga listrik dan rencana pengembangan sistem kelistrikan di wilayah provinsi.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 104
3.1.5. Sasaran Strategis (SS) 5: Terwujudnya Tata Kelola Pemerintahan yang Baik di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritman. Sasaran Strategis V ini adalah sasaran yang berusaha diwujudkan oleh seluruh bagian di kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, dengan di koordinir oleh Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Adapun indikator utama dari Sasaran Strategis V ini adalah seperti dalam tabel 14 berikut ini: Tabel 14. Sasaran dan Indikator Kinerja SS5 Sasaran/Outcome/ Indikator Kinerja Utama Kinerja Utama Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
11. Indeks persepsi korupsi 12. Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemenko Maritim 13. Nilai Akuntabilitas Kinerja 14. Indeks Reformasi Birokrasi
SS5 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman belum dapat dievaluasi pencapaiannya, mengingat bahwa sebagai kementerian baru kementerian ini belum pernah menyusun laporan yang dapat dievaluasi oleh pihak eksternal.
1. Indeks Persepsi Korupsi Pengukuran Indeks Persepsi Korupsi dilakukan oleh KPK. Sampai saat Laporan Kinerja ini disusun, KPK belum memberikan penilaian untuk Kementerian Koordinator Kemaritiman. Namun demikian, kementerian koordinator telah melaksanakan sejumlah agenda, antara lain: penyampaian LHKPN, penandatangan pakta integritas oleh seluruh pejabat, dan implementasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Pencegahan Korupsi Nasional.
2. Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemenko Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada tahun 2015 merupakan tahun pertama mengelola DIPA sendiri terhitung mulai Mei 2015. Oleh karena itu, sampai dengan Desember tahun 2015 belum pernah menyusun laporan keuangan yang diaudit oleh BPK sehingga belum menerima Opini BPK. Namun demikian, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah menjalankan sistem pelaporan keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 105
3. Nilai Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai lembaga yang berwenang memberikan penilaian kinerja kementerian/lembaga dan pemerintahan daerah, untuk tahun 2015 belum memberikan penilaian Akuntabilitas Kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Hal ini disebabkan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sebagai kementerian baru belum menyusun Laporan Kinerja yang dapat dievaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Walaupun demikian, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas kinerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman telah melakukan langkahlangkah antara lain: penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sesuai ketentuan Perpres No. 29 tahun 2014 dan telah menyiapkan sejumlah peraturan menteri terkait hal tersebut. Selain itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman juga telah mengimplementasikan Reformasi Birokrasi yang meliputi 8 area perubahan.
4. Indeks Reformasi Birokrasi Implementasi Reformasi Birokrasi sudah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, namun belum pernah dilakukan penilaian. Dalam rangka Reformasi Birokrasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sudah melaksanakan berbagai kegiatan di 8 area perubahan. Beberapa capaian dari pelaksanaan kegiatan Reformasi Birokrasi dimaksud adalah: 1) Penerbitan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman No. 1 tahun 2015 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman 2) Penilaian evaluasi jabatan untuk 91 (sembilan puluh satu) jenis jabatan 3) Penerbitan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor 29 tentang Ketentuan Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman 4) Penyusunan nilai faktor jabatan terkait penetapan kelas jabatan masingmasing jabatan bagi PNS lingkup Kemenko Maritim 5) Menyelesaikan beberapa dokumen/buku yang berhubungan dengan penyelenggaraan organisasi kementerian dan reformasi birokrasi, yaitu: a) Penyusunan Buku Dokumen Usulan Penilaian/Evaluasi Roadmap/Grand Design reformasi Birokrasi
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 106
b) c) d) e)
Penyusunan Buku Peta Bisnis Proses Penyusunan Buku Grand Design dan Roadmap Reformasi Birokrasi Penyusunan Perjanjian Kinerja antara Menteri dengan pejabat eselon I Penyusunan Rencana Strategis Kementerian tahun 2015-2019
3.2 KINERJA KEUANGAN Pada Tahun Anggaran 2015, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 125.000.000.000,- untuk pelaksanaan 2 (dua) program, yaitu: 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; dan 2. Program Koordinasi Pengembangan Kebijakan Kemaritiman Sebagai kementerian baru yang dibentuk pada tahun 2015 sesuai dengan Perpres No. 10 tahun 2015 tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Peraturan Menko Kemaritiman No. 1 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, secara efektif penggunaan anggaran di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman baru dimulai sejak bulan Juni 2015. Sampai dengan akhir Desember 2015, dari total pagu anggaran sebesar Rp 125.000.000.000, realisasi yang dibelanjakan oleh Kemenko Bidang Kemaritiman adalah Rp 106.121.139.780 atau 84,90%, sebagaimana tampak pada gambar di bawah ini.
Gambar 20. Realisasi Keuangan Kemenko Bidang Kemaritiman Tahun 2015
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 107
Adapun rincian realisasi penggunaan anggaran Kemenko Maritim adalah sebagai berikut: Tabel 15 Realisasi DIPA 2015 Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman PROGRAM
PERSENTASE REALISASI (%)
KODE
1
5601
Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Peningkatan Dukungan
62.728.877.000
56.488.748.220
90,05
2
5602
Manajemen dan Pelaksanaan
4.272.842.000
2.955.162.737
69,16
3
5603
Tugas Teknis Lainnya.
5.624.931.000
4.295.498.609
82,93
4
5604
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur
373.350.000
372.945.828
99,89
5
5605
Kegiatan Peningkatan Koordinasi Kebijakan Kedaulatan Maritim
8.419.757.000
7.482.223.189
88,87
6
5606
Kegiatan Peningkatan Koordinasi Kebijakan Sumber daya Alam dan Jasa
5.303.940.000
3.288.612.780
62,00
7
5607
Kegiatan Peningkatan Koordinasi Kebijakan Infrastruktur
9.680.445.000
7.339.646.508
75,82
8
5608
Kegiatan Peningkatan Koordinasi Kebijakan SDM, Iptek, dan Budaya Maritim
28.595.858.000
23.898.301.909
83,57
125.000.000.000
106.121.139.780
84,90
Total
PAGU (Rp)
REALISASI (Rp)
No
Sumber: Laporan Keuangan, Biro Umum Kemenko Kemaritiman dan Emonev Kemenkeu.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 108
Gambar 21. Diagram Batang Realisasi DIPA 2015 Kemenko Bidang Kemaritiman Berdasarkan Akun Belanja
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman memiliki alokasi pagu sebesar Rp125 Milyar dari total alokasi pagu untuk seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) Non Badan Usaha Negaran (BUN) sebesar Rp836,65 triliun, atau menempati urutan ke-83 pagu terbesar dari 86 K/L Non BUN. Dari sisi realisasi, Kemenko Bidang Kemaritiman memiliki tingkat penyerapan anggaran sebesar 84,90% dan menempati urutan ke-50 dari 86 K/L Non BUN. Tingkat penyerapan tersebut di bawah rerata penyerapan nasional Triwulan IV sebesar 86,80%, (DJPB, 2016). Sedangkan dari sisi pagu perjenis belanja, belanja barang memiliki pagu terbesar sebesar Rp 787 Milyar (52,63 %) kemudian belanja modal sebesar 41,3 Milyar (33.1%) dan yang terkecil belanja pegawai sebesar Rp 4,8 Milyar (3,9%) . Realisasi per jenis belanja yang tertinggi pada belanja modal sebesar 97,8% (Rp 40,4 Milyar), kemudian belanja barang sebesar 81,5% (Rp 64,1 Milyar) dan belanja pegawai 32,1% (Rp 1,5 Milyar).
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 109
Jika dilihat dari sisi Kelompok, alokasi pagu terbesar pada Belanja Barang Jasa sebesar Rp 29,76 milyar (23,8%) diikuti Belanja Modal Fisik Lainnya sebesar Rp 24,9 milyar (19,9%) dan Belanja Perjalanan Dalam Negeri Rp 18,3 milyar (14,6%). Alokasi Pagu terkecil pada Belanja Tunjangan Khusus & Belanja Pegawai Transito Rp 44 Juta (0,04%), Belanja Persediaan Rp 1,1 milyar (0,93%) dan Belanja Lembur Rp 1,2 milyar (1,02%).Dari sisi realisasi.Terbesar, Belanja Perjalanan Dalam Negeri sebesar 114,5% (pagu Rp 18,3 milyar), diikuti Belanja Barang Operasionhal 110,48% (dari pagu Rp 10,16 milyar), dan Belanja Modal Peralatan dan Mesin 98,65% (pagu Rp 16,46 milyar, Belanja Persediaan 16,60% sedangkan Belanja lembur 0%, Dari data dalam tabel di bawah, terlihat bahwa masih terdapat anga realisasi yang melebihi pagu, walaupun jika dihitung dalam pagu total kementerian masih dibawah anggaran. Hal tersebut terjadi karena masih adanya kekeliruan pelaporan administrasi, yaitu dalam bidang pembebanan pembiayaan bukan pada mata akun anggaran yang semestinya. Kekeliruan ini terjadi karena sangat terbatasnya staf pengelola keuangan. Sebagian besar staf pengelola keuangan adalah tenaga honorer yang baru melakukan kegiatan pertanggungjawaban pelaporan dengan sistim akuntansi keuangan negara. Tabel 16. Rincian Persentase Pagu dan Realisasi Belanja Tahun Anggaran 2015 Kode 5111 5122 5124 5211 5212 5218 5221 5231 5241 5242 5321 5361
Belanja
% Pagu
Belanja Gaji dan Tunjangan PNS Belanja Lembur Belanja Tunjangan Khusus & Belanja Pegawai Transito Belanja Barang Operasional Belanja Barang Non Operasional Belanja Barang Persediaan Belanja Jasa Belanja Pemeliharaan Belanja Perjalanan Dalam Negeri Belanja Perjalanan Luar Negeri Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Fisik Lainnya TOTAL
% Real
2,87 1,02
38,09 0,00
00,4
6,06
4.11 8.13 0.93 23,81 1,03 14,69 10,26 13,17 19,94
110,48 48,68 16,60 72,42 89,80 114,50 74,85 98,65 97,26
100,00
84,98
Sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 110
Gambar 22. Diagram Batang Nilai Realisasi Anggaran Bulanan Kemnko Bidang Kemaritiman
Sumber: Laporan Emonev di Website Kemenkeu.
Gambar 23. Grafik Persentase Realisasi Penyerapan Anggaran Bulanan Tahun 2015
Sumber: Laporan Emonev di Website Kemenkeu. Sebagai kementerian yang baru terbentuk dan efektif bekerja serta membelanjakan anggaran yang ada baru pada bulan keenam, maka jumlah realisasi tersebut di atas termasuk tinggi, apalagi dengan kondisi staf yang masih jauh dari kondisi ideal dan banyak yang merupakan staf-staf baru yang belum berpengalaman dalam pengelolaan administrasi dan pengajuan serta pertanggungjawaban laporan keuangan.
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 111
BAB 4 PENUTUP Laporan Akuntabilitas Kinerja Kemenko Kemaritiman Tahun 2015 merupakan wujud pertanggungjawaban pelaksanaan pelaksanaan tugas dan fungsi, kebijakan, program dan kegiatan selama tahun anggaran 2015 dalam mewujudkan visi dan misi sesuai rencana strategis 2015-2019. Sehubungan dengan Renstra 2015-2019 baru selesai disusun pada bulan Agustus 2015, maka pelaksanaan kegiatan berpedoman pada Perjanjian Kinerja antara Menteri dengan para Eselon I di lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Hasil pengukuran kinerja dalam laporan ini diperoleh melalui laporan dari seluruh unit kerja lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (masing-masing Deputi, Sekretariat Menteri dan Biro-Biro di bawah Sekretaris Menteri), serta pemaparan langsung dan diskusi. Hasil dari laporan, pemaparan dan diskusi tersebut kemudian dianalisis dan disajikan menjadi laporan lengkap yang terintegrasi.Penyusunannya laporan ditujukan dalam 2 (dua) kelompok sasaran yaitu: a. Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dalam lingkup Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. b. Terwujudnya sinergi antar sektor, tersedianya rekomendasi solusi atas permasalahan sektoral, serta termonitornya implementasi kebijakan di bidang tugas kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Pada tahun 2015, disebabkan karena waktu efektif kegiatan Kementerian dan keterbatasan sumberdaya manusia (pegawai) maka unit kerja eselon 1 dan 2 belum dapat menyiapkan laporan akuntabilitas kinerja masing-masing. Melalui laporan ini, diharapkan bisa menjadi umpan balik dalam proses penyusunan perencanaan kinerja tahun berjalan, sehingga sistem akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah (SAKIP) di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dapat berjalan dengan baik dan dapat merealisasikan sasaran dan target kegiatan yang sesuai tugas dan fungsinya, serta masyarakat dapat merasakan manfaat yang baik akan keberadaan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Semoga laporan ini, bermanfaat untuk semua pihak yang menjadi pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan kegiatan masyarakat Indonesia.
Terima kasih
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 112
LAMPIRAN
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 113
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 114
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 115
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 116
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 117
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 118
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 119
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 120
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 121
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 122
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 123
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 124
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 125
LAPORAN KINERJA KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN
Halaman 126