PERNYATAAN BERSAMA KORBAN, KELUARGA KORBAN, ORGANISASI KORBAN TRAGEDI KEMANUSIAAN 1965/1966
MENOLAK DENGAN TEGAS UPAYA PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL KEPADA MANTAN PRESIDEN RI JENDERAL SUHARTO Dengan ini kami para Korban, Keluarga Korban dan Organisasi-Organisasi Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 baik yang tinggal di Dalam maupun Luar Negeri sebagai akibat tindakan represif rejim militeristik Suharto yang berkuasa sejak 1966-1998 di mana jumlah Korbannya tidak kurang dari 20 juta jiwa, menyatakan: MENOLAK DENGAN TEGAS UPAYA PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL KEPADA MANTAN PRESIDEN RI JENDERAL SUHARTO
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan/ alasan penolakan ialah sebagai berikut:
Pertama, Suharto telah melakukan kejahatan pelanggaran konstitusi, yaitu pengkhianatan terhadap falsafah Pancasila dan UUD 1945, yaitu dengan tindakannya melakukan perebutan kekuasaan secara merangkak (creeping coup d’etat) atas Presiden RI pertama yang sah Bung Karno. Kemudian, Suharto melakukan serangkaian tindakan yang kontra revolusioner, menjadikan Indonesia tidak lagi menjalankan politik yang bebas aktif melainkan lebih berfihak kepada kepentingan imperialisme, neokolonialisme. Suharto telah mengkhianati SP 11 Maret 1966 yaitu tidak melindungi ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno untuk melanjutkan perjuangan anti imperialisme, melainkan membawa Indonesia menjadi negara yang berpihak kepada kepentingan kapitalisme dan imperialisme, dengan mengundang para investor asing menjarah kekayaan bumi Indonesia.
Kedua, selama periode kepemimpinannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 1966-1998, Suharto telah melakukan serentetan kejahatan pelanggaran HAM berat, yaitu antara lain: genocida, pembunuhan massal atas 3 juta putra-putri terbaik bangsa Indonesia pada Tragedi Kemanusiaan 1965/1966. Jutaan rakyat telah ditangkapi, disiksa, dibuang, ditahan dan dibunuh tanpa melalui proses hukum. Harta benda korban dirampas, dimiliki tanpa hak. Aturan hukum dan perundang-undangan diskriminatif ia ciptakan untuk melanggengkan kekuasaan. Telah melakukan pelanggaran HAM berupa pencabutan paspor tanpa proses hukum terhadap warga negaranya yang ketika itu sedang bertugas belajar/bekerja di Luar Negeri. Tindakan Suharto bisa dikategorikan sebagai Crimes against Humanity dan untuk mempertanggungjawabkan tindakannya itu, ia bisa diseret ke Mahkamah Pidana Internasional. Selama berkuasa, pelanggaran HAM Mahasiswa, Kasus Trisakti, Kerusuhan
Suharto juga orang yang paling bertanggungjawab atas terjadinya berat DOM di Aceh, Timor Leste, Papua, Kasus Penculikan Aktivis Tanjung Priuk, Kasus Talangsari Lampung, Pembunuhan Mahasiswa Mei 1998, Tragedi Semanggi I/II, Penyerbuan Kantor PDI jl. Diponegoro,
Jakarta , Penembakan Misterius, Pembunuhan Aktivis HAM Munir serta berbagai kasus pelanggaran ekonomi, sosial, budaya, lingkungan dan lain-lain.
Ketiga, selama Suharto berkuasa ia telah melakukan serentetan tindak kejahatan kriminal di bidang ekonomi, yaitu sebagai koruptor terbesar nomor satu di dunia. Menurut laporan Global Stolen Asset Recovery Initiative, United Nations (2005), selama ia berkuasa telah mewariskan kerusakan lingkungan berupa pembabatan hutan dan hak penguasaan hutan untuk para kroni-kroninya. Sumber tambang dan mineral yang semestinya untuk kemakmuran sebesarbesarnya kepada rakyat Indonesia justru diberikan kepada asing (contohnya, tambang emas PT. Free Port yang diberikan kepada pengusaha Amerika Serikat). Suharto telah mewariskan hutang yang berjumlah trilyunan rupiah kepada rakyat yang tidak menikmatinya.
Keempat, Suharto adalah orang yang paling bertanggung jawab atas terjadinya krisis multi dimensional yang hingga kini belum terselesaikan. Kehancuran akhlak, lunturnya patriotisme, nasionalisme. Suharto adalah orang yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kehancuran di bidang hukum, politik, ekonomi. Ia adalah sosok yang menjadikan Indonesia terpuruk baik di dalam negeri mau pun luar negeri. Indonesia tidak lagi menjadi negara yang disegani karena ia lebih dikenal sebagai negara yang melindungi tindak kejahatan korupsi serta negara yang tidak melindungi Hak Asasi Manusia.
Kelima, Ketetapan MPR RI No.XI/MPR/1998 tanggal 13 November1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, masih berlaku, dan pasal 4 berbunyi: “Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan presiden Soeharto.” Oleh karena itu upaya menetapkan Suharto sebagai pahlawan nasional bertentangan dengan ketetapan MPR tersebut. Hal-hal yang tersebut di atas belum pernah dipertanggungjawabkan baik secara politik mau pun hukum oleh mantan presiden Suharto sampai ia wafat. Namun demikian, tidak berarti kasus pelanggaran HAM berat yang ia lakukan, yang ia ikut merekayasa telah selesai begitu saja. Sampai hari ini para Korban belum memperoleh hak yang ia rampas secara sewenangwenang, yaitu hak Pemulihan : Kebenaran, Keadilan dan Rehabilitasi. Upaya memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Suharto sangat menyakiti hati para Korban Pelanggaran HAM dan Rakyat Indonesia. Bagaimana mungkin seorang pembunuh bangsanya sendiri dinobatkan sebagai pahlawan? Ini benar-benar di luar pemikiran akal sehat. Suharto dikenal sebagai orang yang licik, penuh kebohongan, kotor dan menjijikkan. Sama sekali tidak layak sebagai panutan bangsa mau pun suri- tauladan bagi orang lain. Atas dasar itu, kami para Korban, Keluarga Korban dan Organisasi-Organisasi Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 baik secara sendiri-sendiri mau pun secara bersama-sama, yang tinggal di dalam maupun luar negeri sebagai akibat tindakan represif rejim militeristik Suharto, mendesak Presiden Ir. Joko Widodo untuk:
Menolak Usulan Pengangkatan Suharto sebagai Pahlawan Nasional, segera menuntaskan kasus Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 dengan memintai pertanggungan jawab kepada partai berkuasa saat itu yaitu Golkar dan Angkatan Darat sebagai pendukung rejim otoriter Orde Baru Suharto yang terus melakukan politik diskriminasi sampai hari ini. Mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan untuk mengungkap kebenaran, menghadirkan keadilan dan memulihkan hak-hak korban dengan menggelar Pengadilan HAM ad hoc seperti yang diamanatkan UU No 26/2000, serta sesuai dengan rekomendasi Tim Penyelidik pro yustisia Komnas HAM. Pemerintah Jokowi harus berani meminta maaf kepada para korban atas terjadinya pelanggaran HAM berat Tragedi 1965 serta berjanji untuk tidak mengulangi kejadian serupa di masa mendatang. Pemerintah harus berani melakukan terobosan untuk menuju penyelesaian komprehensif. Penyelesaian melalui jalur non yudisial/rekonsiliasi harus berjalan seiring dengan penyelesaian secara yudisial. Dengan mekanisme tersebut maka akan membuka jalan untuk rekonsiliasi nasional. Demikian Surat Pernyataan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya diucapkan banyak terima kasih.
Jakarta, 21 Mei 2016 Hormat kami, Bedjo Untung Ketua YPKP 65 YAYASAN PENELITIAN KORBAN PEMBUNUHAN 1965/1966 (YPKP 65) Indonesian Institute for The Study of 1965/1966 Massacre SK Menkumham No.C-125.HT.01.02.TH 2007 Tanggal 19 Januari 2007 Tambahan Berita Negara RI Nomor 45 tanggal 5 Juni 2007 , PENGURUS PUSAT Jalan M.H.Thamrin Gang Mulia no. 21 Kp. Warung Mangga,RT 01 RW 02 Panunggangan , Kecamatan Pinang, Kab/Kota Tangerang 15143 Banten,INDONESIA Phone : (+62 -21) 53121770, Fax 021-53121770, E-mail
[email protected];
[email protected]
Ikut menandatangani Petisi/Pernyataan Bersama: Sayan Pujono YPKP 65 Pemalang Eddi Sugiyanto, YPKP 65 Cirebon Sayuta, YPKP 65 Banten Sukarjan YPKP65 Blitar Didi Dahlan YPKP65 Ciamis Saunar Ahmad datuk Sati, YPKP 65 Padang Pariaman Yoyo, Korban 65 /YPKP 65 Surabaya Eddo, YPKP 65 Bogor Samuri YPKP 65 Cirebon Nadiani, YPKP 65 Bukittinggi Trikoyo Ramidjo, Korban 65 Jakarta Haryogyo, Seniman Korban 65/YPKP 65 Asep Hidayat, YPKP 65 Sukabumi Udin Muhidin, YPKP 65 Cianjur MD.Karta Prawira, LPK 65 Belanda Samin, YPKP 65 Riau Ngadi Suradi, Balikpapan
Supardi, YPKP 65 Pati Irawan Sarjono YPKP 65 Pemalang Bambang Sukotjo YPKP 65 Pati Handoyo, YPKP 65 Pati Wayan Santa, Korban 65 Bali Putu Oka, Korban 65 Bali Prayitno, Korban 65 Bali Adi Wijaya, Yogyakarta Supomo, Korban 65 Boyolali Supangat YPKP 65 Boyolali Sri Pangati Widagdo YPKP65 Boyolali Mardiman YPKP 65 Boyolali Adon Sutrisno, Korban 65 Kertosono Put Moeinah, Korban 65 Blitar Abdul Jalil, Korban 65 Pati Y.T.Taher, Korban 65 Australia Arif harsana, Korban 65 FEID Jerman Tom Ilyas, Korban 65 Swedia Bambang Poernomo Korban 65 mantan militer Temanggung Mulyana YPKP 65 Bandung Ny. Sulastri Korban 65 Cilacap Umi Siraj Korban 65 Bekasi Ny. Rasumi M.Thaib Korban 65 Comal Pemalang Murba Tengku Satrio Korban 65 Pemalang Eko Wardoyo YPKP 65 Tangerang Slamet YPKP 65 Lampung St. Sudarno YPKP 65 Pekalongan Muhayati Korban 65 YPKP 65 Yogyakarta Marsiswo, YPKP 65 Madiun Budiono YPKP 65 Pacitan Parmin YPKP 65 Magetan Kushanggono YPKP 65 Surabaya Dyah Sri Wahyuningsih, YPKP65 Batam Aris Irianto, YPKP65 Kebumen Sukat, YPKP 65 Madiun Jayusman, YPKP 65 Yogyakarta Badri, YPKP 65 Yogyakarta Suwarti, YPKP 65 Cilacap Susilo, YPKP 65 Cilacap Y. Winaryo, YPKP 65 Purwokerto Sanuri YPKP 65 Purwokerto Munawaroh YPKP 65 Jombang Evi Indrayani YPKP 65 Tangerang Widodo, YPKP 65 Banjarnegara Rukimin, YPKP65 Medan Agus Wijoyo, YPKP 65 Pemalang St. Sudarno, YPKP 65 Pekalongan Masih ada yang menyusul………………………………………………….