385
MENINGKATKAN PENGUASAAN DAN PEMAHAMAN MEN GENAl TATA RUANG DAN PENGATURAN HUKUMNYA* Oleh : Bambang Prabowo Soedarso, SH. MES. Pembangunan tidak saja sebagai suatu realitas secara fisik, akau tetapi juga sebagai state of mind dari masyarakat yang sedang membangunan ter5ebut, melalui beberapa kombinasi dari keadaan sosiaJ, ekonomi dan proses yang bersifat institusi-
onal. Pembangunan yang sedang dilakukan sekarang ini haros dapat menopang pembangunanpembangunan yang akau datang, maks pengem-
bangan konsep penataan ruang barns telab ada sebelum pelaksanaan pembangunan dilaks3nskan. pentingnya penyusunan tata ruang dalam kerangka pembangunan yang berwawasan lingkungan me(ahirkan gagasan menyusun Ranca~gan Undang-
Undang Tata Ruang Nasional. Dengan labirnya gagasan tersebut maka pemahaman pembangunan hukum tata ruang nasional akau semakin penting.
Pendahuluan Kebijaksanaan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988 dinyatakan antara lain bahwa, tanah dan ruang mempunyai fungsi sosial ekonomi, dan oleh sebab itu di dalam pengaturan pemanfaatannya harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan yang berkelanjutan tersebut juga harus dapat menggambarkan proses yang multidimensional, yang melibatkan proses reorganisasi dan reorientasi dari seluruh sistemsistem sosial dan ekonomi dari masyarakat yang sedang melaksanakan pembangunan terse but. Hal ini sangat penting, sebab, pembangunan tidak saja sebagai suatu realitas seeara fisik, akan tetapi juga sebagai state of mind dari masyarakat yang sedang membangun tersebut, melalui beberapa kombinasi dari keadaan sosial, ekonomi dan proses yang bersifat institusional. Ruang, sebagai unsur lingkungan yang terdiri dari pumi, air dan udara yang ada di atasnya, merupakan wadah bagi manusia dan makhluk hidup lainnya (termasnk fauna dan flora) didalam melangsungkan kehidupannya. Khusus bagi manusia, ruang juga mempunyai fungsi sebagai wadah yang sangat penting baginya untuk melangsungkan penghidupannya. Oleh sebab itu, pembangunan yang berwawasan lingkungan seyogyanya memberikan -)
Disampaikan pada Penataran Hukum Lingkungan di Pusdiklat Kejaksaan Agung Jakarta, tanggal 7 -
21 Mei 1990.
Agustus 1990
Hukum dan Pembangunan
386
tekanan bahwa pembangunan yang dimaksudkan (sustainable development) adalab pembangunan yang menggambarkan adanya keselarasan dan keserasian dari beberapa kepentingan yang berkaitan dengan penggunaan dan pengelolaan "ruang gerak kehidupan dan penghidupan" tersebut di atas. Oleh karenanya, ruang sebagai wadah kehidupan dan penghidupan didalam pendekatan ekosistemik (pendekatan yang berwawasan lingkungan) mempunyai tiga unsur yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, yakni ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara di atas daratan dan lautan tersebut, yang merupakan suatu kesatuan wilayah. Kenyataan membuktikan bahwa berbagai aspek akan selalu berbenturan dalam penggunaan suatu "ruang" yang akan digunakan untuk kegiatan pembangunan tersebut. Penggunaan teknologi, perhitungan-perhitungan ekonomi, masalah-masalah so sial yang lain, akan saling berhadapan bahkan tidak jarang akan mempengaruhi komponen-komponen lingkungan lainnya. Dalam situasi yang demikian itu timbullah kepincangan-kepincangan didalam mengelola lingkungan tempat (wadah) kehidupan dan penghidupan manusia tersebut dipertaruhkan. Dalam menuju tahap tinggallandas pembangunan nasional kita, semua sektor mulai digalakkan pembangunan dan pengembangannya. Karena yang diutamakan didalam pembangunan yang berkelanjutan harus mencerminkan pembangunan yang berwawasan lingkungan, dalam arti pembangunan yang sedang dilaksanakan sekarang ini harus dapat menopang pembangunanpembangunan yang akan datang, maka pengembangan konsep penataan "ruang" harus telah ada sebelum pelaksanaan pembangunan itu dilaksanakan. Hal ini sangat penting, sebab sekarang ini dirasakan masih terdapat kekurangan (kalau tak dapat dikatakan . belum ada) informasi yang baku tentang perencanaan "tata ruang" untuk wilayah-wilayah nasional, regional, maupun loka!. Keterbatasan pemahaman tentang konsep "tata ruang" yang ditunjang pula dengan adanya ketidak-seragaman pengaturan pad a masingmasing departemen teknis menjadi kendala tumpang tindihnya pengaturan mengenai pengelolaan ruang /I
ll .
Awal keberadaan manusia dan interaksinya dengan alam pad a asasnya masih sederhana, dalam ani bahwa pad a masa tersebut manusia masih "menggunakan" alam dalam batas-batas kewajaran, masih terjadi keseimbangan antara persediaan sumber-sumber alam hayati dengan populasi man usia. Mengenai hal ini, Clark mengatakan : Throughout most of history, the interactions between human development and environment have been relatively simple and local affairs. But the complexity and scale of these interactions are increasing. Oleh karenanya, ia lebih lanjut menyatakan : ... development has yielded to environmental constraints, contributing to social stagnation and human suffering. Dengan demikian, seharusnya pembangunan yang dilaksanakan haruslah pembangunan yang memberikan perhalian yang seimbang pula dengan konservasi sumber-sumber alam hayati maupun yang non hayati, karena pada dekade yang akan datang menurutnya akan
Meningkatkan
387
dihadapkan dengan tantangan-tantangan yang berat. Selanjutnya ia mengatakan bahwa : A major challenge of the coming decades is to learn how long term, large-scale interactions between environment and development can be better managed to increase the prospects for ecologically sustainable improvements in human wellbeing (W .c. Clark et al. 1986: 5). Ruang, sebagai wadah kehidupan dan penghidupan manusia dipertaruhkan, sebenarnya tidak lain dan tidak bukan merupakan "sesuatu " yang mengandung pengertian berdimensi tiga dengan kemajuan teknologi bahkan berdimensi banyak (multi dimensi) dalam penataannya, yakni dengan mempertimbangkan aspek kesesuaian dan kemampuan, serta mempertimbangkan pula saling keterkaitan fungsi lingkungan dengan pembangunan (Aca Sugandhy, 1989: 3). Sedangkan pengertian tata ruang, adalah wujud struktural pemanfaatan ruang suatu wilayah (baik dengan direncanakan maupun tidak) , yang menunjukkan adanya hierarkhi dan keterkaitan pemanfaatan ruang dengan jalan menyerasikan tataguna tanah, tataguna air, dan tataguna udara di atas kedua komponen tersebut, serta tataguna sumberda ya lainnya . Di atas dikatakan bahwa penataan ruang ada yang direncanakan dan ada pula tidak dengan perencanaan. Untuk menjelaskan konsep ini, marilah kita kaji tentang pola pemukiman man usia. Pada asasnya manusia bermukim dengan membentuk ruang tanpa disadarinya (tanpa direncanakan-nya), yakni dengan jalan membangun rumah-rumah, jalan-jalan, jembatan, fasilitas sosial ekonominya, dan seterusnya. Setelah manusia membentuk ruang, barulah membual rencana (planning), sehingga seringkali kebutuhan yang satu akan saling berbenturan dengan kebutuhan yang lain. Sebagai contoh adalah pembangunan kota-kota di Indonesia yang lama apabila dibandingkan dengan pembangunan Bumi Serpong Damai sangatlah berbeda. ApabiJa kota-kota yang ada sekarang tumbuh dan berkembang setdah ada manusia di dalamnya, maka berlainan keadaannya dengan situasi yang terjadi dengan Bumi Serpong Damai yang direncanakan sebelum manusia masuk ke daJam kawasan tersebut. Jadi untuk kota-kola lama, ruang dibuat terlebih dahulu oleh manusia, kemudian planning-nya baru menyusul. Akibatnya, telah jelas, penggusuranpenggusuran , atau munculnya istilah-istilah "daerah kumuh ", "lidak layak huni ll , II demi pengembangan kota " dan seterusnya.
Dengan demikian, maka planning dari kota yang direncanakan sebelum penduduknya masuk ke dalam "ruang " tersebut, jauh akan lebih baik dibandingkan dengan kota atau ruang yang sudah lerlanjur lahir. Karena itu pula, maka tala ruang juga berarti atau mempunyai arti sooagai suatu kegiatan perencanaan untuk membenahi ruang yang telah terbentuk sebaik mungkin, agar supaya kepentingan-kepentingan yang pada umumnya saling berbenturan dapat dinormalisasikan, karena menggunakan pendekatan yang ekosistemik , disamping pendekatan-pendekatan teknologi, dan sosio-ekonomik. Tata ruang dapat bermakna pengaturan dengan skala kecil dan berskala besar. Contoh skala kecil dari penataan ruang adalah pembangunan rumah , kumpulan rumah-rumah, dan seterusnya adalah kumpulan rumah beserta
Agustus 1990
388
Hukum dan Pembangunan
fasilitasnya. Adapun yang berskala besar, adalah penataan ruang Kotamadya Bandung, atau yang lebih besar adalah Rencana Bandung Metropolitan. Yang kecil berwawasan kecil, dan yang besar berwawasan besar pula. Bagaimana pula dengan pengertian wilayah7 Wilayah adalah komponen-komponen yang terdiri dari sanitasi, pelayanan (termasuk infra structure), dan boundary atau batas wilayah administrasi pemerintahan. Sedangkan kawasan adalah suatu ruang yang dapat digunakan untuk menunjang operasionalisasi kegiatan penduduk yang ada di dalam wilayah tersebut, yang berfungsi untuk melestarikan sumber-sumber daya untuk jangka waktu yang lama (contoh, DAS atau daerah aliran sungai; RTH atau ruang terbuka hijau).
Institusi dan Mekanisme Penataan Ruang Telah disinggung di muka, bahwa sampai saat ini masih tergambar lidak adanya konsistensi interpretasi mengenai penataan ruang antar departemen teknis yang terlibat didalam perencanaan pembangunan. Disamping itu, belum ada data ataupun informasi, baik berupa uraian maupun peta yang baku tentang perencanaan tata ruang wilayah nasional dan sektora!. Begitu pula halnya, belum ada pembakuan kriteria lintas sektoral dan daerah tentang a10kasi pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan di kawasan budidaya dalam wadah ruang kegiatan yang terpadu. Akibat dari kelangkaan-kelangkaan interpretasi, konsistensi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya tersebut di atas, didalam prakteknya menimbulkan ketidakseragaman interpretasi pelaksanaan terhadap Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) baik pada tingkat pusat maupun daerah. Hal di alas bertambah memprihatinkan lagi, brena tidak dan atau terbatasnya dana yang dipunyai oleh departemen teknis dan pemerintah daerah untuk membina atau menyusun tata ruang. Selanjutnya pula, adanya konflik kepentingan antar sektor, baik dalam konsepsi penataan ruang maupun dalam alokasi ruang (pertanian, transmigrasi, permukiman, pertambangan, industri, kepariwisataan, dst.), serta konflik antar sektor dengan daerah, akan semakin mempersulit pelaksanaan tata ruang. Masih ada satu lagi, yakni belum meratanya kesadaran departemen teknis dalam menyiapkan program dan proyek pembangunan sebagai bagian dari pelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sektoral yang terpadu. Kendala manusia dibalik rencana tata ruang, adalah, keterbatasan kemampuan aparat pengawasan di daerah tingkat dua. Sedangkan dibidang pendanaan, keterbatasan dana untuk pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan penataan ruang yang masih harus ditingkatkan jurnlahnya. Dalam bidang administrasi, masih belum mantapnya prosedur perizinan pembangunan secara prosedural, yang dimulai dari izin lokasi, izin usaha, izin mendirikan bangunan (1MB) yang berkaitan dengan izin penggunaan tanah, maupun perizinan lainnya, seperti izin HO (undang-undang Gangguan) dan izin membuang limbah hasil suatu kegiatan inrlustri (misalnya). Hal-hal yang
389
Meningkarkan
diuraikan di atas adalah penataan ruang berkaitan dengan pengawasan dan pengendaJian pembangunan dalam kerangka rencana tata ruang. Pengatur~n
(
Hukum Tata Ruang
Berdasarkan uraian terdahulu, dapatlah dimengerti betapa pentingnya penyusunan tata ruang (nasional dan sektoral) dalam kerangka melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan yang akan menopang pembangunan-pembangunan yang mendatang. Oleh karena itu, pemerintah sepenuhnya menyadari bahwa perlu dibuat undang-undang tata ruang. Bermula dari usaha-usaha menyatukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tata Ruang Perkotaan yang diprakarsai oleh Departemen pekerjaan umum (Dep. PU) dan RUU Tata Guna Tanah yang diprakarsai oleh Departemen Dalam Negeri, lahiriah suatu gagasan yang lebih mendasar, yakni gagasan menyusun RUU Tata Ruang Nasional. Dengan demikian, maka pemikiran tentang RUU Penataan Ruang bukan merupakan hal yang baru, sebab telah lama orang mulai mempergunjingkan tentang tata guna tanah di dalam Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) maupun tentang Undang-undang Pembentukan Kota. Meskipun sampai saat sekarang ini telah dihasilkan draft yang ke 17 tentang RUU Tata Ruang tersebut, ternyata memang tidak semudah yang kita perkirakan. Satu dan lain hal adalah karena masih "mengganjalnya" sentris-sentris sektoral dari para penyusunnya (terutama dari tim teknis materi yang terdiri dari departemen teknis), sehingga belum dapat dibawa ke Sekretariat Kabinet untuk mendapatkan ulasan lebih lanjut.Kiranya sangat banyak yang harus dituangkan ke dalam makalah yang singkat ini, masalah-masalah yang masih mengganjal tersebut, baik itu berupa definisi atau terminologi temang suatu hal, maupun tentang hal-hal lain di dalam pengaturan dan atau pengelolaannya yang akan datang apabila telah secara tegas telah dituangkan ke dalam RUU terse but. Antara lain, tentang hak-hak masyarakat atas tanah dalam kerangka penataan rauang tersebut, masalah konsolidasi tanah, pengertian tata guna tanah , tata guna taut , dan lata guna udara. Dari segi istilah, samakah pengertian antara tata ruang dengan penataan ruang ? Ada yang berpendapat bahwa Penataan ruang adalah proses perencanaan atau dokumen hukum. Dalam konsep RUU Tata Ruang, ternyata penekanan masfh berat kearah penatagunaan tanah dibandingkan yang lain (air dan udara), karena yang ini belum sedalam yang pertama. Bagaimana pula kaitannya dengan strategik hankam (pertahanan dan keamanan), dimana yang ini pada urpumnya menggunakan pendekatan yang sarna sekali berbeda yakni, geopolitik dan geostrategik yang lebih mementingkan aspek sekuriti. Kemudian, juga dapat dipermasalahkan, dalam bentuk apakah produk rencana tata ruang itu nantinya ? Apakah daJam bentuk alokasi penggunaan tanah, air dan udara dalam suatu wilayah, atau berupa struktur perkotaan dan pendesaan, ataupun berbentuk suatu hierarkhie jaringan prasarana. Atau Agustus 1990
Hukum dan Pembangunan
390
mungkin pula gablmgan dari ketiga-tiganya sekaligus. yang merupakan produk dari tata ruang. Kiranya uraian yang singkat diatas dapat dipergunakan sebagai kerangka acuan lebih lanjut dalam kerangka mempersiapkan penyusunan RUU Tata Ruang, yang merupakan suatu usaba untuk menunjang pemb.anunan yan berkesinambungan, suatu pembangunan yang direncanakan secara cermat dengan menggunakan pendekatan yang menyeluruh, agar supaya dapat menopang pembangunan yang berwawasan lingkungan, suatu pembangunan yang saling menopang (suistanable development). Mudah-mudaban uraian yang singkat ini mempunyai manfaat dalam rangka memahami suatu bidang baru yakni tata ruang atau spatial planning dan bagi kalangan hukum yang lebih penting, yakni pentingnya memahami pembangunan hukum tata ruang nasional. Pada sat uraian ini dibuat, hal itu masih merupakan em brio yang baru lahir, oleh sebab itu perlu waktu untuk menunggu kedewasaannya.
BAHAN ACUAN Clark, W.C. and R.E. Munn. (ed). Suistanable Development of the Biosphere. Cambridge University Press. London. 1986. Sugandhy, Aca. Dasar-Dasar Pemikiran Penyusunan Rancangan UndangUndang tentang Penataan Ruang Makalab pada Simposium yang diselenggarakan oleh Ke1ompok Sepuluh, Jakarta, 9 September 1989 Suyono Beberapa Pokok Pemikiran Tentang Penataan Ruang. Tim Pengkajian Bidang hukum Lingkungan Babinkumnas, Jakarta 1985.
•••
Sum1lan4an darah ,.nIl9. . menolong J1Wa... sesama mcanusla IKLAN PELAYANAN "HUKUM da. PEMBANGUNAN" unluk PMI