1
MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN BANK DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DAN VALUE (STUDI KASUS : BNI CABANG KOTA MALANG)
Yanuar Tri Nanda Perkasa dan Hari Supriyanto Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] ;
[email protected]
PT. Bank Negara Indonesia (Persero) atau yang lebih dikenal BNI telah memiliki sejarah panjang sejak tahun 1946. Untuk memenuhi keinginan dan ekspektasi dari nasabah yang bermacam – macam, BNI telah menggelontorkan investasi yang sangat besar untuk peningkatan kualitas layanan. Namun, investasi besar yang telah dilakukan tidak selalu berbanding lurus dengan harapan awal, yaitu dapat meningkatkan kualitas layanan kepada nasabah. Hal ini dibuktikan melalui survey pihak independen yang menilai bahwa kinerja layanan BNI masih berada di luar 5 besar perbankan nasional. Lean Six Sigma yang merupakan integrasi dari dua metode untuk tidak sebatas meningkatkan efisiensi, tetapi juga pada segi kualitas merupakan metode yang tepat untuk diterapkan dalam melakukan identifikasi permasalahan yang ada di dalam suatu sektor usaha dengan melibatkan pihak eksternal serta pihak internal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi atribut kualitas layanan kritis, identifikasi permasalahan layanan, serta merancang alternatif perbaikan untuk peningkatan kualitas layanan. Dengan dilakukan terlebih dahulu identifikasi atribut layanan kritis dengan metode SERVQUAL kepada nasabah, selanjutnya mengidentifikasi tahap proses layanan bank melalui perancangan service blueprint, maka dapat dilakukan identifikasi waste kritis yang terjadi di dalam proses layanan bank dengan pembagian kuisioner kepada manajemen. Setelah diketahui waste kritis pada layanan bank, maka selanjutnya akan dilakukan identifikasi CTQ untuk melakukan perhitungan kapabilitas proses pada layanan bank sehingga diketahui sigma level dari layanan BNI sendiri. Metode RCA akan diimplementasikan untuk mengetahui akar penyebab permasalahan pada layanan bank serta penentuan akar permasalahan yang kritis melalui FMEA. Dengan diketahui akar permasalahan kritis pada layanan customer service dan teller, selanjutnya dilakukan perancangan serta pemilihan alternatif perbaikan untuk dapat dilakukan improvement pada proses layanan bank yang mengacu kepada peremajaan inventaris mesin cetak serta pengadaan pelatihan bagi pegawai customer service. Kata kunci : Bank, Lean Six Sigma, SERVQUAL, Service Blueprint, waste, RCA, FMEA
I.
PENDAHULUAN
Pada tahun 1997, kepercayaan dari nasabah bank mengalami penurunan di mana terjadi krisis ekonomi yang melanda negara-negara di Asia. Depresiasi dari nilai mata uang rupiah serta kondisi bank-bank yang mengalami kebangkrutan mengakibatkan turunnya tingkat kepercayaan
nasabah kepada bank-bank di Indonesia. Dari fakta inilah, BNI yang telah memiliki nama besar di kalangan masyarakat Indonesia serta merupakan salah satu bank nasional tentunya mengutamakan kualitas pelayanan dari produk bank yang disediakan serta menjaga tingkat kepercayaan dari nasabah kepada bank. BNI berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik bagi para nasabah untuk menjaga kepercayaan dan loyalitas nasabah dengan mengeluarkan biaya investasi yang tidak sedikit. Berikut ini adalah ranking penilaian tingkat layanan yang dilakukan oleh lembaga surveyor independen mengenai tingkat layanan bank-bank yang ada di Indonesia pada tahun 2010.
Gambar I Ranking Survey Tingkat Layanan Bank Dapat dilihat pada Gambar I, BNI berada di peringkat ke-8 di antara bank BUMN serta bank swasta. Data peringkat ini merupakan hasil dari pihak independen yang melakukan penilaian terhadap kinerja layanan dari bank. Dari datai ini, dapat dibuktikan bahwa meski BNI telah memiliki sejarah yang cukup panjang sebagai salah satu perbankan tingkat nasional, tidak menjamin bahwa layanan yang dimiliki dari bank lebih bagus daripada bank-bank lainnya. Dalam prosesnya, untuk meningkatkan kualitas layanan dan loyalitas dari nasabah, dari pihak manajemen BNI telah melakukan standarisasi dari alur proses layanan yang terdapat pada proses bisnis bank. Namun, dari proses layanan ini, perlu dilakukan identifikasi terhadap proses layanan eksisting dengan harapan nasabah kepada proses layanan bank untuk mengetahui proses layanan mana yang memiliki nilai atau value serta layanan yang dinilai masih kurang bagi para nasabah bank. Dari hal ini, metode SERVQUAL dapat digunakan untuk mengetahui
2 gap yang terjadi pada proses layanan bank berdasarkan dari prosedur layanan yang telah distandarisasi oleh pihak manajemen bank. Pada aplikasi layanan, biaya yang dikeluarkan dalam melakukan proses layanan berhubungan dengan aktivitas yang tidak memiliki value di mata para pelanggan lebih tinggi jika dibandingkan dengan di bidang manufaktur, baik dalam hal prosentase maupun finansial [3]. Dari hal inilah, peningkatan profit yang potensial dengan meningkatkan kecepatan dan kualitas layanan selalu dihadapkan dengan kesempatan pengurangan biaya. Dari besarnya biaya yang dikeluarkan oleh manajemen bank, dapat dikaitkan kepada performansi layanan dari bank itu sendiri. Untuk dapat meningkatkan kualitas dan performansi layanan pada bank, dapat dilakukan dengan menggunakan metode Lean Six Sigma. Lean Six Sigma untuk jasa adalah suatu metodologi business improvement yang dapat memaksimasi nilai shareholder dengan mencapai tingkat perbaikan pada kepuasan pelanggan, biaya, kualitas, kecepatan proses, dan investasi capital [3]. Dari Gambar II di bawah, konsep Lean fokus kepada maksimasi kecepatan proses dengan memisahkan aktivitas value added dan non-value added dan mengurangi lead time pada proses, sedangkan pada metode Six Sigma yang menitikberatkan pada eliminasi defects sesuai sudut pandang dari pelanggan dan pengurangan variasi untuk peningkatan kualitas [3], maka metodologi ini merupakan metode yang cocok bagi pihak manajemen di mana tidak hanya peningkatan kualitas yang diutamakan, melainkan terdapat peningkatan kecepatan proses di dalamnya untuk melakukan proses perbaikan dengan biaya seminimal mungkin. Dengan mengimplementasikan metode Lean Six Sigma, diharapkan kualitas layanan dari bank dapat berada pada posisi di kiri bawah di mana biaya yang dikeluarkan minimal untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan layanan.
Gambar 1.2 Hubungan Antara Kecepatan dan Kualitas pada Lean Six Sigma
II.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Jasa Definisi dari jasa sendiri memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandang masing-masing individu, misal
dari penyedia jasa dan penerima jasa. Jasa dapat dikarakteristikan dalam 3 kategori, di antaranya intangibility, heterogeneity, dan inseparability [6]. Yang dimaksud dengan intangibility adalah jasa tidak dapat diukur, disimpan, diverifikasi, serta diuji coba secara pasti dikarenakan jasa adalah suatu performansi atau aktivitas daripada sebuah benda atau objek. Untuk heterogeneity, jasa dapat disampaikan dan disediakan secara berbeda-beda tergantung dari sisi produsen kepada produsen, dari sisi konsumen kepada konsumen, dan dari sisi waktu ke waktu. Dan untuk inseparability, penyampaian jasa dan penggunaan jasa tidak dapat dipisahkan di mana jasa tidak direkayasa seperti halnya suatu produk manufaktur dan jasa disampaikan secara langsung kepada konsumen. Dikarenakan sifat jasa yang intangibility, suatu perusahaan penyedia layanan akan kesulitan untuk mengetahui persepsi serta kualitas layanan yang didapatkan oleh konsumen [6]. Serta pada saat penyedia jasa dapat mengetahui bagaimana suatu layanan dapat dievaluasi oleh penerima layanan, maka dari pihak perusahaan akan dapat memberikan masukan untuk bagaimana mempengaruhi penilaian ini sesuai dengan yang diinginkan [4]. II.2 Kualitas Kualitas merupakan satu kekuatan utama dalam menuju peningkatan ekonomi suatu perusahaan di dalam persaingan pasar internasional [2]. Kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai pengertian, tergantung dari sudut pandang masingmasing pakar serta asal dari definisinya [7]. Beberapa akar definisi dari kualitas di antaranya adalah sebagai berikut : • Quality is Excellence Kualitas dapat didefinisikan secara berbeda-beda tergantung pada bidang mana definisi dari kualitas ini digunakan. • Quality is Value Pandangan kualitas di mana melayani keinginan konsumen dinilai sebagai hal utama dalam perdagangan daripada perusahaan dagang itu sendiri. Dari hal ini, harga dari produk maupun jasa mulai diperhatikan sebagai hal utama dalam kualitas. • Quality is Conformance to Spesifications Kualitas dapat dilihat dari segi kualitatif, hal ini memang penting, namun dari segi kuantitatif untuk menilai suatu kualitas juga diperlukan. • Quality is Meeting and/or Exceeding Customer’s Expectations Definisi kualitas sebagai “yang terbaik untuk kondisi konsumen” yang meliputi dari harga dan penggunaan produk. Pandangan ini berkembang lagi dan ditambahkan menjadi “perfomansi karakteristik dari produk di mana dalam penggunaannya dapat memenuhi ekspektasi dari konsumen”. Memenuhi ekspektasi konsumen merupakan hal utama untuk mendefinisikan kualitas di mana kualitas yang didapatkan oleh konsumen merupakan penilaian utama pada kualitas produk maupun jasa yang didapatkan selain dari sisi pandang produsen produk maupun jasa.
3 II.3 Service Quality Definisi dari service quality adalah pengukuran seberapa baik dari tingkat layanan yang disampaikan telah memenuhi ekspektasi dari konsumen [6]. Kualitas layanan dapat dilihat dari perbandingan yang dilakukan oleh konsumen antara pelayanan yang telah didapatkan dengan ekspektasi awal terhadap pelayanan tersebut [4]. Dari kedua pendapat para pakar ini dapat dikatakan bahwa tingkat kualitas layanan yang baik dapat tercapai apabila penyedia jasa mampu memenuhi atau bahkan melebihi harapan awal dari konsumen. Definisi dari kualitas layanan sendiri sebagaimana yang dirasakan oleh konsumen adalah seberapa besar perbedaan antara harapan/keinginan konsumen dan persepsi konsumen terhadap pelayanan yang dialami. Hal dasar pada kualitas layanan didapatkan pada saat terjadi interaksi antara konsumen dan elemen dari penyedia layanan (Lehtinen & Lehtinen, 1982). II.4 Konsep Lean Six Sigma Lean berhubungan dengan kecepatan, efisiensi, dan eliminasi dari waste dengan bertujuan untuk mempercepat dari kecepatan proses dengan mereduksi segala bentuk macam waste [3]. Waste yang dimaksud adalah segala bentuk sesuatu; yang meliputi waktu, biaya, pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah kepada produk atau jasa kepada para pelanggan. Di dalam disiplin Lean, terdapat beberapat macam bentuk waste yang dapat disebut “7 Forms of Waste”. Six Sigma memiliki bermacam definisi sehingga memunculkan ketidakpastian dalam hal definisi yang pasti tergantung dari pandangan dari masing-masing individu pengguna Six Sigma. Salah satu praktisi mendefinisikan Six Sigma sebagai suatu bisnis proses yang membantu korporasi untuk meningkatkan secara drastis aktivitas bisnis mereka dengan cara mendesain dan monitoring sehingga dapat meminimalisir waste dan sumber daya serta meningkatkan kepuasan pelanggan [5]. Selain itu, Six Sigma juga dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan dengan performansi tinggi berbasis data untuk menganalisa akar permasalahan dari permasalahan bisnis serta solusi penyelesaiannya [1]. Lean Six Sigma merupakan gabungan dari dua metode antara Lean dan Six Sigma. Integrasi dari kedua metode ini dirasa perlu karena; pada konsep lean tidak dapat membawa proses dengan kontrol statistik, konsep six sigma tidak dapat meningkatkan kecepatan proses atau mereduksi investasi kapital dengan sendirian, namun dari kedua metode ini dapat mereduksi dari kompleksitas pada biaya [3]. Dari beberapa alasan tersebut, kedua metode ini dapat saling berinteraksi dan saling menguatkan satu sama lain karena dengan konsep lean, dapat ditemukan kecepatan proses, sedangkan pada konsep six sigma, dapat ditemukan peningkatan kualitas.
III.
HASIL DAN DISKUSI
III.1 Define Pada tahap ini akan dilakukan penjelasan pada hasil pengamatan yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada di perusahaan. Berikut ini adalah
grafik jumlah nasabah serta jumlah uang simpanan nasabah pada periode Januari 2012 – Maret 2013.
Gambar IV.1 Jumlah Nasabah Taplus BNI
Gambar IV.2 Jumlah Uang Simpanan Taplus BNI Dapat dilihat pada Gambar IV.1 dan IV.2 di atas bahwa terjadi peningkatan pada jumlah nasabah di tiap periode per bulan. Akan tetapi, meski terdapat peningkatan pada jumlah nasabah, pada jumlah simpanan Taplus terjadi penurunan jumlah uang yang disimpan. Dari data ini, berdasarkan pihak manajemen BNI Cabang Kota Malang, meski dari kantor cabang BNI Kota Malang dapat menarik nasabah baru, dari target jumlah simpanan uang pada layanan Taplus masih belum memenuhi dari target capaian. III.2 Measure Setelah dilakukan perhitungan GAP dengan metode SERVQUAL untuk mengetahui harapan serta persepsi dari nasabah selama ini, didapatkan bahwa atribut kualitas “Kesediaan dan ketepatan waktu dalam proses transaksi “ memiliki nilai GAP tertinggi yaitu dengan nilai -1,03 sehingga kecepatan proses layanan bank dianggap oleh nasabah selama ini masih kurang dari harapan awal mereka. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi waste yang terjadi di dalam proses layanan bank yang pada penelitian ini mendapatkan 3 macam waste yang dianggap kritis dan perlu dilakukan perbaikan oleh pihak manajemen bank yaitu di antaranya adalah waste defects, waste unnecessary inventory / penumpukan berkas, serta waste waiting time. Ketiga waste kritis ini didapatkan melalui hasil penilaian pada penyebaran kuisioner ke pihak manajemen bidang layanan. Berikut ini adalah hasil rekap dari penyebaran kuisioner kepada pihak manajemen yang dapat dilihat pada Tabel III.1
4
Tabel III.1 Rekap Pengolahan Data Kuisioner Manajemen
III.3 Analyze Pada tahap ini dilakukan identifikasi akar permasalahan dengan menggunakan metode Root – Cause Analysis serta selanjutnya dilakukan identifikasi moda kegagalan yang kritis dengan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Berikut pada Tabel III.4 hasil dari analisis akar permasalahan dengan metode RCA. Tabel III.4 Analisis Akar Permasalahan Tipe Waste Defects
Pada tahap selanjutnya, akan dilakukan pengukuran kapabilitas proses bank dengan CTQ untuk tipe waste defects. Untuk waste defects, data diambil pada bagian customer service di mana terdapat 3 kriteria critical-to-quality (CTQ) yaitu terdiri dari kesalahan cetak formulir pembukaan rekening baru, kesalahan cetak formulir pengaduan, dan terjadi kertas cetak yang menyangkut pada mesin cetak. Jumlah layanan pada data pengamatan merupakan jumlah total layanan kepada nasabah pada customer service untuk periode minggu pengamatan. Dapat dilihat di Tabel III.2 pada hari Senin, dari total 153 transaksi yang dilakukan bagian customer service, terdapat kesalahan cetak pada formulir pembukaan rekening baru sebanyak 2 lembar, kesalahan cetak pada formulir pengaduan sebanyak 2 lembar, dan terjadi kertas yang menyangkut pada mesin cetak sebanyak 3 kali. Sehingga total kejadian waste pada hari Senin adalah sebanyak 7 kejadian. Tabel III.2 Data Pengamatan Layanan Customer Service Untuk Waste Defects
Dari hasil analisis RCA, didapatkan bahwa terdapat 2 akar permasalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya waste defects pada layanan, yaitu dikarenakan terjadi kesalahan entri data oleh pegawai customer service serta umur mesin cetak yang cukup tua. Selanjut dari hasil RCA yang didapatkan, maka berikutnya akan dicari hasil penilaian risk priority number (RPN) untuk akar permasalahan pada waste defects yang dapat dilihat pada pada Tabel III.5. Tabel III.5 Hasil Penilaian RPN Jenis Waste Defects
Selanjutnya pada Tabel III.3 dapat dilihat bahwa tingkat kegagalan dari proses pelayanan memiliki nilai 0,045751634 pada waste defects. Oleh karena itu, untuk peluang kegagalan dari masing – masing CTQ adalah sebesar 0,015250545 dengan jumlah 3 CTQ. Maka dengan konsep DPMO, didapatkan nilai sebesar 15.251 dan dikonversikan ke dalam tabel sigma level sehingga diketahui nilai sigma sebesar 3,6 sigma. Tabel III.3 Perhitungan Nilai Sigma Tipe Waste Defects
Dari Tabel III.5 dapat dilihat bahwa untuk jenis waste defects yang memiliki nilai RPN terbesar adalah akar permasalahan dari umur mesin cetak yang cukup tua dengan nilai 90. III.4 Improve Pada tahap ini dilakukan pembangunan alternatif perbaikan berdasarkan pada hasil dari tahap analyze. Alternatif-alternatif perbaikan ini kemudian dikombinasikan untuk mencari kombinasi alternatif perbaikan yang memiliki nilai performansi yang optimum dengan menggunakan konsep Value. Berikut pada Tabel III.6 dapat dilihat kombinasi
5 alternatif perbaikan untuk meningkatkan kualitas layanan bank. Tabel III.6 Kombinasi Alternatif Perbaikan
Berikut ini adalah poin – poin kriteria yang digunakan sebagai pembobot dalam pemilihan alternatif : • Pemberian layanan tanpa terjadi kesalahan • Penyelesaian berkas nasabah dengan waktu yang efisien • Kecepatan proses layanan Berikut pada Tabel III.7 dapat dilihat hasil akhir berupa rekap perhitungan value dari masing – masing kombinasi alternatif yang pada sebelumnya telah dilakukan pembobotan pada masing – masing kriteria.
nilai kepentingan serta tingkat frekuensi kejadian yang tertinggi adalah terdiri dari 3 macam waste, yaitu yang pertama adalah waste defects, yang kedua yaitu waste penumpukan berkas, dan yang ketiga yaitu waste waiting time. 3. Setelah diidentifikasi waste kritis pada layanan bank, didapatkan nilai sigma dengan CTQ pada waste defects sebesar di kisaran 3,6 – 3,7 sigma, dilanjutkan dengan CTQ pada waste penumpukan berkas sebesar di kisaran 2,9 – 3,2 sigma dan yang terakhir dengan CTQ pada waste waiting time memiliki nilai sigma sebesar di kisaran 3,1 – 3,2 sigma. 4. Setelah dilakukan identifikasi permasalahan yang terjadi pada proses layanan bank kepada nasabah, didapatkan beberapa akar penyebab permasalahan yang selanjutnya akan dibangun alternatif perbaikan untuk menangani akar penyebab permasalahan. Untuk tipe waste defects, terdapat alternatif untuk investasi peremajaan mesin cetak sedangkan untuk tipe waste penumpukan berkas, terdapat alternatif untuk merekrut pegawai teller baru, dan yang terakhir pada tipe waste waiting time, terdapat alternatif untuk mengadakan pelatihan bagi pegawai di bagian customer service. Setelah dilakukan perancangan alternatif perbaikan pada masing – masing akar permasalahan, kombinasi alternatif 5 yaitu melakukan pembelian mesin cetak baru serta pengadaan pelatihan untuk pegawai bagian customer service terpilih sebagai alternatif yang optimal dengan value sebesar 1,345.
Tabel III.7 Biaya Performansi dan Value Pada Setiap Altenatif DAFTAR PUSTAKA
Dapat dilihat bahwa value tertinggi terdapat pada pilihan alternatif 5 yaitu dengan performansi 4,347 dan value sebesar 1,345. Oleh karena itu, untuk melakukan perbaikan yang optimal, maka dari pihak manajemen bank dapat melakukan peremajaan mesin cetak serta pengadaan pelatihan bagi pegawai customer service.
IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dihasilkan melalui penelitian ini adalah : 1. Berdasarkan hasil perhitungan nilai GAP dari penyebaran kuisioner kepada nasabah, atribut layanan Kesediaan dan ketepatan waktu dalam proses transaksi merupakan atribut layanan kritis dengan memiliki nilai GAP sebesar -1,033. 2. Setelah melakukan penyebaran kuisioner kepada manajemen bank, khususnya yang berada di bagian layanan nasabah, hasil identifikasi waste yang memiliki
[1] Blakeslee Jr., J.A., 1999. Implementing the Six Sigma solution. Quality Progress, Vol. 32, No. 7, pp. 77–85. [2] Feigenbaum, A. V. 1982. Quality and business growth today. Quality Progress, Vol. 15, No. 11, pp. 22-25. [3] George, Michael L. 2003. Lean Six Sigma For Service. New York, McGraw-Hill. [4] Gronroos, C. 1982. Strategic Management and Marketing in the Service Sector. Helsingfors : Swedish School of Economis and Business Admistration. [5] Harry, M.J., Schroeder, R., 2000. Six Sigma: The Breakthrough Management Strategy Revolutionizing the World’s Top Corporations. Doubleday, New York. [6] Parasuraman, A., Valarie A. Zeithaml, Leonard L. Berry. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and It’s Implication for Future Research. Journal of Marketing, 49, pp. 41-50. [7] Reeves, C. A., Bednar, D.A. 1994. Defining Quality : Alternatives and Implications. Academy of Management Review, Vol. 19, No. 3, pp. 419-445.