ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PROSES SEALING DENGAN PENDEKATAN METODE SIX SIGMA ( STUDI KASUS DI KSU. BROSEM MALANG) PACKAGING PROCESS QUALITY CONTROL ANALYSIS METHOD USING SIX SIGMA (CASE STUDY AT KSSU. BROSEM) Oleh Dhayu Pringgo Oktorunia Hartanto1), Usman Effendi2) dan Shyntia Atica Putri2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya Malang 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya Malang Abstrak Pengendalian proses produksi yang dilakukan sebagai salah satu strategi pengendalian mutu diharapkan dapat meningkatkan mutu produk sari apel pada KSU. Brosem, sehingga mampu bersaing dengan produsen lain yang memproduksi sari apel. Selama ini, sering terjadi masalah pada proses pengemasan yang rusak sehingga menyebabkan tutup gelas kemasan tidak merekat sempurna. Informasi mengenai seberapa besar proses tersebut telah bekerja dengan baik bagi perusahaan, dapat diperoleh dengan mengukur besarnya nilai sigma dan % final yield proses pengemasan dengan menggunakan metode Six Sigma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengemasan masih bekerja dengan baik dan berada di atas rata-rata industri Indonesia. Hal ini dilihat dari nilai sigma yang didapat yaitu sebesar 2.39, serta nilai final yield sebesar 81.2%. Akan tetapi, masih perlu dilakukan perbaikan proses untuk menuju target 6 sigma. Berdasarkan gambar diagram sebab akibat, faktor yang mempengaruhi tutup gelas rusak adalah faktor manusia, mesin dan metode. Permasalahan kelalaian pekerja, pemasangan bahan sealer kurang tepat dan kurangnya pengawasan menjadi prioritas utama untuk segera dilakukan perbaikan Kata Kunci: Pengendalian mutu, proses pelapisan adonan, six sigma. Abstract The production process control was conducted as one of the quality control strategy which expected to improve the quality of apple cider products at KSU. Brosem, so as be able to compete with other products that produce apple cider. During this time, often there are problems in the process of sealing, causing the closed broken cup. Information of how much the process has worked well for the company, can be obtained by measuring the value of sigma and percentage of final yield of sealing process using Six Sigma methods. The results showed that the sealing process is still working well and it is above the industry standart of Indonesia. It is can be seen from the sigma value obtained is equal to 2.39, and the final yield is 81.2%. However, it’s still necessary to improve the process to reach the target of six sigma. Based on a cause and effect chart, the factors that influence the closed broken cup is the human factor, machines and methods. Oversight of workers problems, incorrect installation of sealer machine and a lack of supervision that be the main priorities for immediate improvement. Keywords: apple cider, packaging process, quality control, six sigma
PENDAHULUAN Mutu merupakan salah satu kunci untuk memenangkan persaingan di dunia industri. Banyak yang dilakukan perusahaanperusahaan dalam suatu industri untuk mempertahankan mutu produk yang dihasilkan. Perusahaan yang menjadikan mutu sebagai alat strategi akan mempunyai keunggulan bersaing terhadap kompetitornya dalam menguasai pasar karena tidak semua perusahaan mampu mencapai superioritas mutu (Phenter dan Safa, 2004) Dalam hal ini perusahaan dituntut untuk menghasilkan produk dengan mutu tinggi. Proses produksi yang memper-hatikan mutu akan dapat menghasilkan produk dengan tingkat kerusakan minimal. Pengendalian mutu yang baik pada proses produksi harus dilakukan secara terus menerus agar mendeteksi ketidaknormalan secara cepat, sehingga dapat segara dila-kukan tindakan antisipasinya. Hal ini bertujuan untuk menjamin mutu produksi dan meminimasi kerusakan produk. KSU Brosem merupakan salah satu perusahaan di Batu yang memproduksi sari apel, kripik apel dan jenang apel. Sejalan dengan adanya perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, produk yang dihasilkan ini telah banyak dikenal oleh masyarakat. Akan tetapi, banyaknya produsen sari apel baik yang berskala kecil maupun menengah di kota Batu membuat KSU Brosem harus bersaing untuk mendapatkan konsumen dan memasarkan produk sari apel. Oleh karena itu KSU Brosem harus menerapkan pengendalian mutu untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu produknya agar tetap dapat bersaing dipasaran. Pendekatan metode six sigma sebagai analisis pengendalian mutu pada proses pelapisan dapat digunakan sebagai salah satu masukan mengenai metode yang dapat digunakan oleh KSU. Brosem dalam mengatasi kejadian tutup gelas yang rusak serta mengidentifikasi faktor paling berpengaruh yang menyebabkan hal tersebut. Dalam sebuah jurnal penelitian, Phenter dan Safa (2004) menjelaskan bahwa salah satu cara yang harus diperhatikan untuk meningkatkan mutu produk di perusahaan adalah mengurangi faktor kesalahan, cacat produk, kegagalan dan ketidaksesuaian spesifikasi dengan melakukan
pengendalian proses meng-gunakan metode six sigma. Pengendalian Mutu Mutu merupakan sesuatu yang mutlak harus dimiliki oleh suatu produk, baik yang berupa barang maupun jasa karena mutu tersebut yang dapat memberikan kepuasan pada konsumen. Menurut Komaruddin (2004), mutu merupakan suatu sifat, ciri, derajat, jenis pangkat, standar atau penilaian yang membedakan suatu hal dari hal lainnya Pengendalian mutu melibatkan bebe-rapa aktivitas antara lain mengevaluasi kinerja aktual, membandingkan aktual dengan target (sasaran) dan mengambil tindakan atas perbedaan antara aktual dan target (Tjiptono dan Diana, 2005). Menurut Feigenbaum (2004), akivitas-aktivitas pe-ngendalian mutu terdiri dari: 1. Pemeriksaan dan pengujian peneri-maan (bahan baku), 2. Pemeriksaan dalam proses. 3. Pemeriksaan dan pengujian akhir. Pengendalian Proses Pengendalian proses merupakan pengendalian mutu yang dilakukan atas proses pengerjaan dengan menerapkan metode pengendalian mutu untuk membuat keputusan apakah proses memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan atau tidak (Haming dan Nurnajamuddin, 2007). Pengendalian terhadap proses–proses produksi merupakan pengendalian terhadap tiap langkah dalam persiapan pelaksanaan proses. Pengendalian proses produksi setiap produk yang akan dihasilkan sangatlah penting, karena keadaan proses produksi akan terlihat pada produk akhir yang diperoleh (Dorothea, 2005). Pada dasarnya setiap proses akan menghasilkan variasi sehingga pihak perusahaan harus mampu mengendalikan proses tersebut. Menurut Assauri (2004), variabilitas ini biasanya timbul dari tiga sumber yaitu mesin, bahan baku yang cacat dan atau kesalahan operator. Six Sigma Sigma (σ) merupakan istilah statistik untuk menyatakan seberapa besar penyimpangan proses terhadap standar mutu yang sempurna (Haming dan Nurnajamuddin, 2007). Tujuan six sigma tidak hanya mengurangi produksi jumlah cacat barang tetapi juga menghilangkan cacat pada organisasi itu (Setiawan, 2008).
Menurut Pysdek (2004), six sigma adalah sebuah proses yang mengaplika- sikan alat-alat statistik dan teknik reduksi cacat dengan tingkat kualitas six sigma menghasilkan 99,99966% baik atau 3,4 produk cacat dari sejuta produk untuk mencapai kepuasan pelanggan. Konversi nilai six sigma dengan jumlah cacat produk per satu juta produksi (defect per million) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konversi level sigma DPMO Level Sigma 690.000 1,0 308.53 (Indonesia) 2,0 66.807 3,0 6.21 (USA) 4,0 233 5,0 3.4 (dunia) 6,0 . Sugiharto (2004) berpendapat bahwa six sigma diperlukan oleh setiap perusahaan karena mengandung unsur-unsur pemahaman, pengukuran dan penyem-purnaan berkesinambungan terhadap proses kegiatan demi kepuasan pelanggan sehingga terjadinya penyim- pangan dapat ditekan sekecilkecilnya. Sebagai meto-dologi untuk memecahkan masalah atau meningkatkan proses, stra-tegi six sigma memiliki serangkaian langkah atau tahapan yang dirumuskan sebagai DMAIC (Gaspersz, 2007). Menurut Evans dan Lindsay (2007), DMAIC merupakan singkatan dari Define (merumuskan), Measure (mengukur), Analyze (menga-nalisis), Improve (meningkatkan/memper-baiki) dan Control (mengendalikan). BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan AprilMei 2013. Pengambilan data dilaksanakan di KSU. Brosem Batu Malang yang berlokasi di Jalan Semeru 29 Gg Buntu Batu Malang Jawa Timur. Batasan masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Produk yang diamati adalah sari apel 200ml. 2. Pengendalian kualitas yang dilakukan hanya pada proses pengemasan. 3. Dimensi yang diukur adalah kenampakan ketidaksesuaian cu/gelas sari apel pada proses pengemasan.
4. Penelitian dibatasi pada tahap Measure dan Analyze. 5. Tidak membahas aspek biaya.
Define,
Tahapan Penelitian Survei Pendahuluan Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi umum perusahaan tentang penerapan pengendalian kualitas proses produksi kacang shanghai, untuk mengetahui jenis penyimpangan yang terjadi dan faktor yang menyebabkan tingginya penyimpangan tersebut. Studi Literatur Setelah diketahui permasalahan yang ada, selanjutnya dilakukan studi literatur dari jurnal-jurnal penelitian terdahulu yang mendukung dalam mencari solusi dari permasalahan. Identifikasi dan Rumusan Masalah Dari hasil survei pendahulan yang berupa wawancara dapat diidentifikasi beberapa kendala pada proses pelapisan adonan pada kacang. Tingginya variabilitas berupa hasil pelapisan adonan yang tidak merata pada proses tersebut harus dikurangi, jika dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan kerugian terhadap bahan adonan serta waktu produksi yang tentu saja akan menyebabkan perusahaan dirugikan dari segi finansial. Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan pada penelitian ini berupa data atribut yaitu kenampakan merata atau tidaknya lapisan adonan pada proses pelapisan adonan. Untuk meleng-kapi data utama perlu dilakukan pengum-pulan data pelengkap antara lain jumlah produksi per hari, dan beberapa data pelengkap lain yang dapat mendukung penelitian. Pengolahan dan Analisa Data Metode untuk pengolahan dan analisis data dengan pendekatan six sigma. Tahapan six sigma yang dilaksanakan meliputi define, measure dan analyze. Tahapan penerapan six sigma adalah sebagai berikut: 1. Pendefinisian (define) Tahap pendefinisian (define) dilakukan dengan membuat diagram Input Output dari proses. Dari diagram ini, dapat diketahui standar hasil dari setiap proses sehingga dapat diketahui juga proses mana yang membutuhkan perbaikan dilihat dari output prose tersebut. 2. Pengukuran (measure) Setelah dilakukan pendefinisian kemudian dilakukan pengukuran.
Pengukuran dilakukan dengan pengambilan sampel, uji kenormalan data serta mengukur DPMO (defect per million) dan kapabilitas sigma. a. Pengambilan Sampel Sampel yang diambil berupa cup/gelas sari apel setelah melewati proses sealing. Proses produksi per hari di KSU Brosem dapat menghasilkan 100 karton per hari, dan 1 kartonnya berisi 40 cup jadi jumlah produksi per harinya 4000 cup. Berdasarkan inspeksi normal ANSI/ASQC Z1.9-1993 pada Tabel 3.1, jika banyak produk yang dihasilkan 3201 – 10000 maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 75. Sampel bahan diambil dengan 10 kali pengambilan, 1 kali pengambilan diambil sebanyak 75 sampel yang akan dibagi kedalam 3 subgrup, masing – masing subgroup akan dilakukan pengambilan sebanyak 25 sampel sehingga secara keseluruhan diperoleh sebanyak 750 sampel. Menurut Sugiono (2007), jumlah sampel total dengan taraf kesalahan 1% untuk jumlah total produksi 10000 adalah 622, sehingga total sampel 750 sudah mencukupi untuk pengambilan sampel dan pengolahan data. b. Uji Normalitas Uji normalitas data digunakan untuk menguji apakah dalam penelitian asumsi kenormalan telah terpenuhi. c. Pembuatan Peta P Langkah-langkah dalam pembuat- an peta P antara lain : Dilakukan pengambilan sam-pel sebanyak 750 dengan ukuran sampel (n) sebanyak 75 untuk 10 kali observasi Penghitungan garis tengah (P) P= Dimana : ∑p = total cacat ∑n = total inspeksi Penghitungan Batas Kendali Atas (UCL) dan Batas Kendali Bawah (LCL) UCL = P + 3 LCL = P - 3 Menggambarkan semua titik p serta batasbatas kendalinya d. Perhitungan Nilai DPMO (Defect Per Million Oppurtunities) dan Level Sigma e. Perhitungan Nilai Kapabilitas Proses
Penentuan nilai kapabilitas proses untuk sampel dengan data atribut dapat dilihat dari % final yield yang dihasilkan dari proses tersebut. Menurut Pande, dkk (2002), perhitungan final yield dapat dilihat pada rumus berikut : FINAL YIELD = 3. Analisis (Analyze) Tahap ketiga dari penerapan six sigma adalah analyze. Beberapa hal yang akan dilakukan pada tahap ini adalah : a. Menganalisis hasil pengukuran kapabilitas proses sealing. b. Menganalisis hasil pengukuran nilai DPMO proses sealing. c. Menganalisis faktor yang mempe-ngaruhi kerataan adonan di luar spesifikasi menggunakan diagram sebab akibat. d. Pembuatan Cause Failure Mode Effect (CFME) serta Failure Modes and Effect Analysis (FMEA). e. Merekomendasikan usulan per-baikan kepada KSU. Brosem. Pengolahan Data Pendekatan Six Sigma dilakukan dari tahap define, kemudian dilakukan tahap measure dan selanjutnya dilakukan analisis melalui tahap analyze. Tahap define dilakukan dengan mengumpulkan infor-masi dari wawancara dengan tenaga kerja bagian QC tentang permasalahan yang sering terjadi. Pada tahap measure dilakukan pengkuran hasil proses pengemasan dengan mengambil sejumlah sampel, menguji kenormalan data serta melakukan pengukuran DPMO dan kapabilitas sigma. Pada tahap analyze dilakukan analisis terhadap hasil pengu-kuran yang telah dilakukan pada proses pelapisan adonan serta menentukan faktor-faktor yang menyebabkan ter-jadinya variasi. Tahap Define Tahap ini mempunyai tujuan untuk mencari proses yang mempunyai kontribusi terbesar dalam penyebab kecacatan atau buruknya kualitas akhir produk sari apel dalam kemasan 200 ml. Pada tahap define ini terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: a. Pemetaan Proses Produksi Pemetaan bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi proses produksi sari apel dengan kemasan 200 ml secara umum dan khususnya di bagian sealing. Ada tiga proses dalam proses sealing sari apel dengan
kemasan 200 ml yaitu proses pembuatan Cup, yang terjadi pada proses Filling dan Packaging. b. Identifikasi Karakteristik Kualitas sari apel dengan kemasan 200 ml Pada tahap ini yang dilakukan adalah menentukan Critical to Quality (CTQ) untuk mengetahui apa saja yang menjadi karakteristik kualitas sari apel dengan kemasan 200 ml. Berdasarkan hasil keterangan dari laporan kualitas yang diperoleh dari bagian produksi dan bagian quality control karakteristik kualitas dan kecacatan yang terjadi pada produk sari apel dengan kemasan 200 ml dari segi kualitas visual yaitu: 1. Cacat Cup Cacat pada cup dapat berupa cup tersebut penyok ataupun berlubang sehingga tidak dapat digunakan dalam proses pengemasan. 2. Cacat Lid Lid adalah penutup atas dari produk, lid tidak dibuat oleh KSU BROSEM melainkan memesan dari perusahaan lain, cacat lid berupa pemasangan lid pada cup yang sudah terisi sari apel produk yang tidak tepat atau kurang tepat, yaitu: bocor lid atau lid miring. 3. Cacat Volume Volume standar dari pengisian produk sari apel dengan kemasan 200 ml adalah 200 ml. Cacat volume berupa volume yang kurang
dan volume yang lebih, produk dikatakan volume kurang bila pada pengisian produk volume kurang dari 200 ml dengan batas bawah tidak boleh melebihi garis pada cup, produk dikatakan volume lebih jika pada pengisian penuh tanpa ada rongga. 4. Sliding Mesin Cacat proses produksi karena produk sari apel yang telah melalui proses pemotongan tidak mau jatuh ke conveyor masih melekat pada holder sehingga produk akan jatuh pada talang. c. Pemilihan CTQ Kunci Karakteristik kualitas (critical to quality) (CTQ) adalah CTQ yang paling berpengaruh terhadap kualitas sari apel dengan kemasan 200 ml. Untuk melakukan penentuan karakteristik kualitas (CTQ) adalah dengan men-sorting data kecacatan produk sari apel dengan kemasan 200 ml pada proses sealing dari bulan April 2013. Diagram pareto digunakan untuk mengetahui frekuensi kecacatan yang paling tinggi yang nantinya digunakan sebagai karakteristik kualitas (CTQ) kunci. Diagram Pareto telah digunakan secara luas dalam kegiatan kendali mutu untuk menangani kerangka proyek sehingga sangat membantu dan memberikan kemudahan bagi para pekerja dalam meningkatkan mutu pekerjaan. Adapun data untuk diagram pareto tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.
80 100 70 80
50 60 40 30
40
20 20 10 0
Jenis Cacat Frekuensi Percent Cum %
Cacat Lid 28 37.3 37.3
Cacat Cup 18 24.0 61.3
Cacat Volume 16 21.3 82.7
Sliding Mesin 10 13.3 96.0
Gambar 1. Diagram Pareto
Other 3 4.0 100.0
0
Percent
Frekuensi
60
Tahap Measure Tahap Measure bisa juga diartikan sebagai tahap mengukur level sigma. Sebelum dilakukan pengukuran level sigma, sampel yang diambil diuji kenormalan datanya dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorovsmirnov. Uji kenormalan data dilakukan dengan bantuan SPSS17. Setelah dilakukan uji kenormalan data, data sampel yang diambil berdistribusi normal sehingga bisa dilakukan perhitungan berikutnya. Pada tahap ini akan dilakukan pengukuran level sigma pada proses sealing dalam menghasilkan produk sari apel dengan kemasan 200 ml. Yang perlu dilakukan adalah mengumpulkan data kecacatan produk pada proses sealing mulai dari hari ke-1 sampai dengan hari ke-10 seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Jumlah Produk Cacat Jumlah Unit Jumlah Hari KeProporsi Cacat Sampel 1 13 75 0.17 2 17 75 0.23 3 15 75 0.20 4 15 75 0.20 5 11 75 0.15 6 12 75 0.16 7 18 75 0.24 8 13 75 0.17 9 12 75 0.16 10 15 75 0.20 Jumlah 141 750 Sumber : Data Primer, 2013 Dari Tabel 1 di atas dapat dibuat diagram kendali P menggunakan software minitab dan menghasilkan diagram seperti pada Gambar 2.
0.35 UCL=0.3233 0.30
Proportion
0.25 _ P=0.188
0.20 0.15 0.10
LCL=0.0527
0.05 1
2
3
4
5 6 Sample
7
8
9
10
Gambar 2. Peta Kendali P Setelah peta kendali dibuat, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan kapabilitas proses. Penentuan nilai kapabilitas proses untuk sampel dengan data atribut dapat dilihat dari % final yield yang dihasilkan dari proses tersebut. Dari hasil Tabel 2 Hasil Perhitungan Nilai Sigma Langkah Tindakan 1 Proses yang ingin diketahui 2 Banyak unit yang diperiksa 3 Banyak unit yang cacat 4 DPO 5 DPMO
perhitungan didapatkan bahwa final yield sebesar 81.2%. setelah mencari kapabilitas prosesnya, hitung tingkat sigmanya. Cara menghitung tingkat sigma bisa dilihat pada tabel 2.
Persamaan Langkah 3/langkah 2 Langkah 4*100000
Hasil Perhitungan Proses Pengemasan 750 141 0,188 188000
Konversi nilai DPMO ke dalam nilai sigma Sumber : Data Primer, 2013 6
-
Tahap Analisis 1. Faktor – Faktor Penyebab Kurang Sempurnanya Proses Sealing Berdasarkan analisis terhadap pengendalian kualitas proses pengemasan pada KSU Brosem, diketahui proses tidak stabil
2,39
karena adanya penyebab khusus sehingga terjadi kecacatan pada proses tersebut. Analisis penyebab cacat pada proses pengemasan dapat dilihat pada diagram sebab akibat proses tersebut pada Gambar 3.
Manusia Kelalaian
Kurang Pengawasan
Cacat Lid Prosedur setting mesin tidak sesuai Pemasangan bahan sealer kurang tepat
Metode
Kurang perawatan
Mesin
Gambar 3. Diagram sebab akibat
Pada faktor metode salah satu penyebab kurang sempurnanya proses sealing adalah pemasangan bahan sealer yang kurang tepat sehingga menyebabkan bahan sealing dan cup menempel secara tidak tepat. Selain itu, tidak sesuainya prosedur settingan pada mesin pengemas sehingga menyebabkan proses sealing tidak sempurna. Faktor manusia menjadi penting karena manusia mempunyai sifat-sifat manusiawi yang seringkali berpengaruh ketika mereka bekerja, sifat tersebut diantaranya adalah kelalaian (kurang teliti), kelelahan serta ketidakdisiplinan, sehingga menyebabkan kinerja kurang optimal. Kinerja manusia berbeda-beda tergantung pada kemampuan (ability), pengalaman, pelatihan dan potensi kreativitas yang beragam (Prawirosentono, 2007). Pada faktor mesin disebabkan karena kurangnya perawatan pada mesin pengemas sehingga mesin pengemas
bekerja secara tidak optimal yang biasa mempengaruhi proses sealing. Haming dan Nurnajamuddin (2007) salah satu hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan faktor mesin adalah memperbaiki kinerja pada bagian maintenance, sehingga perawatan dapat dilakuan secara maksmimal dan mesin dapat terus diginakan secara maksimal pula. 2. CFME Proses pengidentifikasian akar penyebab permasalahan dibuat dalam sebuah diagram CFME. Metode CFME digunakan sebelum membuat Failure Modes and Effect Analysis (FMEA). CFME merupakan pengembangan dari diagram sebab akibat dan digunakan untuk mendeteksi akar penyebab permasalahan. Hasil CFME akan mempermudah pembuatan FMEA. Diagram Cause Failure Mode Effect dapat dilihat pada gambar 4.
Faktor kelelahan dari pekerja
Pengawasan di proses pengemasan kurang ketat
Pekerja Kelalaian
Kurangnya pengawasan
Cacat Lid
Pemasangan bahan sealer kurang tepat
Kelalaian dari pekerja
Prosedur setting mesin tidak sesuai
Mesin kurang perawatan
Kurang tepatnya prosedur di dalam prosedur standar
Kurangnya perawatan mesin secara berkala
Gambar 4. Diagram CFME proses Pengemasan Dari hasil CFME, pada faktor kurangnya 3. FMEA pengawasan disebabkan karena pengawasan FMEA bertujuan untuk mengidentifikasi diproses pengemasan tersebut kurang ketat. dan menilai risiko yang berhubungan dengan Pada faktor kelalaian pekerja disebabkan potensi kegagalan (Phenter dan Safa, 2004). karena faktor kelelahan dari para pekerja. Nilai dari tiap item tersebut didapat dari Pada pemasangan bahan sealer yang kurang berdiskusi dengan pihak-pihak yang terkait tepat disebabkan karena kelalaian dari para dengan proses. Dari nilai tersebut, nantinya pekerja. Prosedur setting mesin tidak sesuai dapat diketahui kegagalan mana yang disebabkan karena kurang tepatnya prosedur menjadi prioritas utama untuk segera di dalam prosedur standar. Pada faktor dilakukan perbaikan agar tidak menghambat kurangnya perawatan pada mesin disebabkan proses produksi. Setelah melakukan karena kurangnya perawatan mesin secara wawancara dengan pihak-pihak terkait, berkala. didapatkan hasil perhitungan FMEA yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perhitungan FMEA No
Item
Rating
Rating
Rating
Kejadian (O) Keparahan (S) Deteksi (D)
RPN O*S*D
1
Kelalaian pekerja
6
9
7
378
2
Kurangnya pengawasan
8
4
8
256
3
Pemasangan bahan sealer kurang tepat
5
9
7
315
4
Prosedur setting mesin tidak sesuai
4
4
4
64
4
8
3
96
5 Mesin kurang perawatan Sumber : Data Primer, 2013 Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa yang menjadi prioritas utama untuk segera dilakukan perbaikan dilihat dari nilai RPN tertinggi adalah Kelalaian pekerja dengan nilai 378. Konsentrasi pada pekerja sangatlah diperlukan dalam proses pengemasan ini agar dapat meminimalisir produk cacat pada KSU Brosem ini. Untuk menghindari kelalaian pekerja tersebut disarankan agar mengubah posisi pekerja tersebut. Jika, pada kenyataannya, karyawan tersebut memang mempunyai kebiasaan lalai, memindahkannya sering kali merupakan solusi yang bagus (Hawley, 2004). Selain itu jika terdapat pekerja yang brilian tetapi terkadang lalai, pasangkan pekerja tersebut dengan karyawan yang lebih
disiplin. Karyawan yang fokus akan member contoh mitra kerjanya mengenai disiplin. Karyawan yang brilian akan menunjukkan kepada mitranya bagaimana cara menyelesaikan masalah atau menangani pelanggannya dengan pendekatan yang kreatif (Hawley, 2004). Selain itu pada prioritas kedua terdapat pemasangan sealer yang kurang tepat. Hal ini disebabkan oleh pekerja yang belum terlatih ataupun kurang teliti dalam memasang bahan sealer. Untuk mensiasati hal tersebut diperlukannya pelatihan terhadap para pekerja terutama pelatihan penggunaan mesin sealer di KSU. Brosem tersebut. Dengan mengadakan pelatihan diharapkan para pekerja dapat
melakukan tugasnya dengan benar dan sesuai. Pada prioritas ketiga terdapat kurangnya pengawasan terhadap para pekerja pada proses pengemasan. hal tersebut dapat disiasati dengan menciptakan tim kerja. Dengan menciptakan tim kerja akan menambah rasa percaya diri, tanggung jawab serta dapat memperkuat keterbukaan, saling berbagi dan komunikasi antar pekerja. Jika dengan menciptakan tim kerja ini berhasil maka akan meminimalisir kesalahan dalam proses pengemasan tersebut, karena para pekerja dapat saling mengingatkan jika ada salah satu pekerja yang kurang teliti atau lalai. SIMPULAN Kemampuan proses sealing dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi sebesar 81,2%. Dengan hasil 81.2% atau dapat dikatakan bahwa persentase cacat yang ditemukan pada proses sealing terjadi sebesar 0,188 atau 18,8%. Dari hasil kemampuan proses sealing yang didapat bisa disimpulkan jika kapabilitas proses dari KSU Brosem ini bisa dikatakan layak untuk standar Indonesia. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian cup/gelas sari apel pada spesifikasi di proses sealing secara berturutturut adalah kelalaian pekerja, pemasangan bahan sealer yang kurang tepat, dan kurangnya pengawasan. Ucapan Terima Kasih Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Usman Effendi,MS; Ibu Shyntia Atica Putri, STP, M,Sc; Bu Dr. Retno Astuti, STP, MT dan Bu Dhita Morita Ikasari, STP, MP selaku dosen pembimbing dan dosen penguji. KSU. Brosem di jalan Semeru 29 Gg Buntu Batu Malang Jawa Timur yang telah menyediakan tempat untuk penelitian saya. DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 2004. Manajemen Produksi. FE UI. Jakarta. Dorothea, W. 2005. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kualitas dalam Manajemen Kualitas). Penerbit ANDI. Yogyakarta. Evans, J.R and Lindsay, W. M. 2007. An Introduction to Six Sigma & Process Improvement Pengantar Six Sigma. Salemba Empat. Jakarta. Feigenbaum, A. V. 2004. Total Quality Control. Mc.Graw Hill Co. New York. Gasperz, V. 2007. The Executive Guide to implementing Lean Six Sigma. Gramedia Utama Pustaka. Jakarta. Haming, M. Dan Nurjamuddin, M. 2007. Manajemen Produksi Modern. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Hawley, C.F. 2004. 201 Cara untuk Mendorong Setiap Karyawan Berkinerja. Terjemahan P.A. Lestari, S.E. Erlangga. Jakarta. Komarudin. 2004. Manajemen Pengawasan Kualitas Terpadu. CV. Rajawali Press. Jakarta. Phenter, R. Dan Safa, F. 2004. Identifikasi dan Simulasi Faktor Penyebab Cacat Produk Botol Kontainer dengan Metode Six Sigma pada PT Indovasi Plastik Lestari. Jurnal INASEA, April 2004 Pzydek, T. 2004. The Six Sigma Handbook. Salemba Empat. Jakarta. Setiawan, H. 2008. Metode Six Sigma dan Kepuasan Pelanggan. http://titiayem.staff.gunadarma.ac.id/Do wnloads/files/14253/hendra_six_sigma.pdf. Diakses tanggal 24 Maret 2011. Sugiharto, S. 2004. Six Sigma, Perangkat Manajerial Perusahaan pada Era Ekonomi Baru. Jurnal Manajemen Kewirausahaan, Maret 2004 Tjiptono, F., dan Diana, A. 2005. Total Quality Management Edisi Revisi. Penerbit ANDI. Yogjakarta.aryawan Berkinerja. Terjemahan P.A.a. Jakar