1
MENINGKATKAN KUALITAS LAYANAN TRAVEL DENGAN PENDEKATAN LEAN SERVICES (STUDI KASUS: CITRA MANDIRI TRAVEL) Andyas Mukti Pradanarka dan Hari Supriyanto Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected] ;
[email protected]
Abstrak Travel Citra Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa transportasi antar kota. Travel Citra Mandiri telah berdiri sejak tahun 2010. Bergerak di sektor tour dan travel yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Produk yang menjadi unggulan Citra Mandiri adalah jasa travel perjalanan antar kota, Surabaya-Kediri PP. Dalam memenuhi keinginan konsumen, perusahaan akan selalu memikirkan tentang bagaimana untuk meningkatkan kualitas pelayanan, agar dapat menambah kepercayaan dari konsumen. Didalam menjalankan proses bisnisnya, Citra Mandiri sudah termasuk perusahaan yang sangat baik didalam kualitas pelayanannya. Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa dalam proses aktifitas, banyak terjadi kendala dan yang cukup kritis seperti pada proses penjemputan dan mengantarkan menuju alamat tujuan yang cukup memakan waktu relatif lama. Hal ini diselaraskan dengan kualitas driver dalam memilih rute terpendek pada saat menjemput atau mengantarkan, menghindari titik jalan yang rawan kemacetan, serta kemampuan menyetir yang sangat berpengaruh pada tingkat kenyamanan penumpang. Dari hal ini, maka perlu dilakukan penelitian ini untuk mengidentifikasi serta menganalisis kinerja layanan Citra Mandiri Travel pada umumnya. Lean Services yang merupakan metode untuk mengurangi waste yang dapat menggagu kinerja pelayanan. Dalam melakukan penelitian maka terlebih dahulu mengidentifikasi atribut layanan kritis dengan metode SERVQUAL kepada pelanggan, selanjutnya mengidentifikasi tahap proses layanan travel melalui perancangan service blueprint, maka dapat diketahui waste kritis yang terjadi di dalam proses layanan travel dengan pembagian kuisioner kepada manajemen. Setelah diketahui waste kritis pada layanan travel, maka selanjutnya akan dilakukan analisi menggunakan metode RCA yang akan diimplementasikan untuk mengetahui akar penyebab permasalahan pada layanan travel serta penentuan akar permasalahan yang kritis melalui FMEA. Dengan diketahui akar permasalahan pada layanan travel, selanjutnya dilakukan perancangan serta pemilihan
alternatif perbaikan untuk dapat dilakukan improvement pada proses layanan travel yang mengacu kepada penerapan teknologi dan pembuatan SOP. Kata kunci : Travel, Lean Services, SERVQUAL, Service Blueprint, waste, RCA, FMEA I.
PENDAHULUAN
Dalam memenuhi keinginan konsumen, perusahaan akan selalu memikirkan tentang bagaimana untuk meningkatkan kualitas pelayanan, agar dapat menambah kepercayaan dari konsumen. Untuk itu, perusahaan melakukan proses penerimaan order, penjemputan sampai mengantarkan ke alamat tujuan dalam rangka memenuhi kebutuhan dari konsumen. Dalam pelaksanaannya, proses pelayanan yang ditawarkan tidak selalu mulus atau sesuai dengan harapan perusahaan. Tidak sedikit hal-hal yang tidak diinginkan perusahaan dan konsumen terkait kualitas pelayanan. Hal tersebut termasuk waste yang seharusnya dihindari oleh perusahaan. Untuk itu, perusahaan perlu untuk menerapkan konsep berpikir lean guna dapat memberikan pelayanan yang baik terhadap konsumen disertai dengan resource yang optimal. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa konsumen tidak terlalu peduli dengan proses yang dijalankan oleh perusahaan. Para konsumen cenderung hanya menginginkan tentang terpenuhinya permintaan mereka melalui pelayanan yang berkualitas. Hal ini tercermin dari bagaimana Citra Mandiri melakukan pelayanannya tehadap konsumen. Konsumen akan lebih berkenan apabila kualitas pelayanan yang ditawarkan baik dan dapat memuaskan. Kualitas pelayanan ini sangat ditentukan oleh proses-proses pembentuknya, dimana dari mulai konsumen order sampai dengan para konsumen diantar sampai ke tujuan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memandang proses kinerja melalui kedua faktor, baik faktor internal (perusahaan) maupun dari faktor eksternal (konsumen). Didalam menjalankan proses bisnisnya, Citra Mandiri sudah termasuk perusahaan yang sangat baik
2
didalam kualitas pelayanannya. Namun, fakta dilapangan menunjukkan bahwa dalam proses aktifitas, banyak terjadi kendala dan yang cukup kritis seperti pada proses penjemputan dan mengantarkan menuju alamat tujuan yang cukup memakan waktu relatif lama. Hal ini diselaraskan dengan kualitas driver dalam memilih rute terpendek pada saat menjemput atau mengantarkan, menghindari titik jalan yang rawan kemacetan, serta kemampuan menyetir yang sangat berpengaruh pada tingkat kenyamanan penumpang. Para sopir cenderung mempersingkat waktu perjalanan tanpa memikirkan kenyaman penumpang. Dari penyebaran kuisioner untuk presampling, terdapat beberapa atribut layanan yang dianggap masih belum maksimal oleh pelanggan. Berikut adalah grafik harapan dan persepsi dari hasil pre-sampling:
Gambar I.1 Grafik Persepsi Dan Harapan
Dari grafik diatas, terdapat tiga atribut yang dianggap tidak sesuai dengan harapan konsumen, yaitu pada atribut fasilitas penunjang (Bantal, stop kontak dalam kendaraan, dll.), jaminan kualitas dan kemampuan driver dalam menguasai jalan yang ditampilkan dalam angka 5, 10 dan 11. Kualitas pelayanan dari Citra Mandiri Travel dapat dikatakan masih abstrak di mana penilaian ini berdasarkan subjektivitas dari masing-masing pelanggan untuk pelayanan dari travel sendiri. Kualitas pelayanan tersebut cukup menentukan dalam hal jumlah penumpang. Pada Citra Mandiri, yang memiliki armada berjenis minibus dengan kuota penumpang sebanyak 7 orang (termasuk sopir) disetiap keberangkatannya. Dalam satu hari, Citra Mandiri Travel memiliki standar kuota penumpang sebanyak 140-150 orang dengan 25 armada kendaraan, apabila kurang dari 140 orang, maka travel akan kehilangan profit, sedangkan apabila lebih dari 175 orang, maka travel kekurangan resources. Kondisi dengan sedikit penumpang tersebut lebih sering terjadi pada hari kerja dengan jam keberangkatan siang (pukul 09.00 atau 13.00 WIB) dan keberangkatan pada dini hari (pukul 01.00 WIB). Sehingga ada beberapa armada yang tidak jalan. Pada kondisi tersebut, maka Citra Mandiri akan mengalami Lost
Profit, dimana perusahaan kehilangan profit yang semestinya didapatkan dalam satu hari. II.
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Jasa Definisi dari jasa sendiri memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari sudut pandang masingmasing individu, misal dari penyedia jasa dan penerima jasa. Jasa dapat dikarakteristikan dalam 3 kategori, di antaranya intangibility, heterogeneity, dan inseparability [6]. Yang dimaksud dengan intangibility adalah jasa tidak dapat diukur, disimpan, diverifikasi, serta diuji coba secara pasti dikarenakan jasa adalah suatu performansi atau aktivitas daripada sebuah benda atau objek. Untuk heterogeneity, jasa dapat disampaikan dan disediakan secara berbedabeda tergantung dari sisi produsen kepada produsen, dari sisi konsumen kepada konsumen, dan dari sisi waktu ke waktu. Dan untuk inseparability, penyampaian jasa dan penggunaan jasa tidak dapat dipisahkan di mana jasa tidak direkayasa seperti halnya suatu produk manufaktur dan jasa disampaikan secara langsung kepada konsumen. Dikarenakan sifat jasa yang intangibility, suatu perusahaan penyedia layanan akan kesulitan untuk mengetahui persepsi serta kualitas layanan yang didapatkan oleh konsumen [6]. Serta pada saat penyedia jasa dapat mengetahui bagaimana suatu layanan dapat dievaluasi oleh penerima layanan, maka dari pihak perusahaan akan dapat memberikan masukan untuk bagaimana mempengaruhi penilaian ini sesuai dengan yang diinginkan [4]. II.2 Kualitas Kualitas merupakan satu kekuatan utama dalam menuju peningkatan ekonomi suatu perusahaan di dalam persaingan pasar internasional [2]. Kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai pengertian, tergantung dari sudut pandang masing-masing pakar serta asal dari definisinya [7]. Beberapa akar definisi dari kualitas di antaranya adalah sebagai berikut : • Quality is Excellence Kualitas dapat didefinisikan secara berbeda-beda tergantung pada bidang mana definisi dari kualitas ini digunakan. • Quality is Value Pandangan kualitas di mana melayani keinginan konsumen dinilai sebagai hal utama dalam perdagangan daripada perusahaan dagang itu sendiri. Dari hal ini, harga dari produk maupun jasa mulai diperhatikan sebagai hal utama dalam kualitas. • Quality is Conformance to Spesifications Kualitas dapat dilihat dari segi kualitatif, hal ini memang penting, namun dari segi kuantitatif untuk menilai suatu kualitas juga diperlukan.
3
•
Quality is Meeting and/or Exceeding Customer’s Expectations Definisi kualitas sebagai “yang terbaik untuk kondisi konsumen” yang meliputi dari harga dan penggunaan produk. Pandangan ini berkembang lagi dan ditambahkan menjadi “perfomansi karakteristik dari produk di mana dalam penggunaannya dapat memenuhi ekspektasi dari konsumen”. Memenuhi ekspektasi konsumen merupakan hal utama untuk mendefinisikan kualitas di mana kualitas yang didapatkan oleh konsumen merupakan penilaian utama pada kualitas produk maupun jasa yang didapatkan selain dari sisi pandang produsen produk maupun jasa.
II.3 Service Quality Definisi dari service quality adalah pengukuran seberapa baik dari tingkat layanan yang disampaikan telah memenuhi ekspektasi dari konsumen [6]. Kualitas layanan dapat dilihat dari perbandingan yang dilakukan oleh konsumen antara pelayanan yang telah didapatkan dengan ekspektasi awal terhadap pelayanan tersebut [4]. Dari kedua pendapat para pakar ini dapat dikatakan bahwa tingkat kualitas layanan yang baik dapat tercapai apabila penyedia jasa mampu memenuhi atau bahkan melebihi harapan awal dari konsumen. Definisi dari kualitas layanan sendiri sebagaimana yang dirasakan oleh konsumen adalah seberapa besar perbedaan antara harapan/keinginan konsumen dan persepsi konsumen terhadap pelayanan yang dialami. Hal dasar pada kualitas layanan didapatkan pada saat terjadi interaksi antara konsumen dan elemen dari penyedia layanan (Lehtinen & Lehtinen, 1982). II.4
Konsep Lean Lean berhubungan dengan kecepatan, efisiensi, dan eliminasi dari waste dengan bertujuan untuk mempercepat dari kecepatan proses dengan mereduksi segala bentuk macam waste (George, 2003). Waste yang dimaksud adalah segala bentuk sesuatu; yang meliputi waktu, biaya, pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah kepada produk atau jasa kepada para pelanggan. Selain itu, di dalam aktivitas proses, terdapat beberapa aktivitas yang yang memiliki nilai tambah, disebut dengan aktivitas valueadded, yang merupakan aktivitas di mana pelanggan bersedia untuk membayar jika diberikan pilihan dalam penentuan harga. Sedangkan jika pelanggan tidak bersedia untuk membayar dari pilihan yang disediakan berdasarkan aktivitas proses tersebut, maka aktivitas ini disebut dengan non-value added. II.5
Seven Wastes In Services Waste merupakan suatu aktivitas yang tidak sesuai (terlalu banyak atau terlalu sedikit) dalam
memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menciptakan suatu barang atau jasa. Seven wastes didalam pelayanan didefinisikan ulang oleh Bicheno dan Holweg (2009) dari seven wastes yang dikemukakan oleh Shigeo Shingo. Seven wastes tersebut antara lain : 1. Delays Penundaan atau delay dapat berbentuk waktu tunggu yang harus dialami pelanggan dalam proses antrian untuk mendapatkan layanan, produk, informasi, pengiriman, atau apapun yang tidak tiba atau selesai dalam waktu yang dijanjikan. 2. Duplication Harus mengisi data yang sama berulang-ulang, menyalin informasi yang sama, menjawab banyak kuisioner. 3. Unnecessary Movement Terjadinya beberapa proses antrian, kurangnya fasilitas one-stop service, minimnya tingkat ergonomi dalam ketika interaksi antara pelanggan dan petugas layanan sedang berlangsung. 4. Unclear Communication Seberapa jelas instruksi dan informasi yang disampaikan kepada pelanggan. Sebuah perusahaan harus mengetahui seberapa jelas pelanggan menangkap informasi dan instruksi yang diberikan. 5. Inventaris Yang Tidak Tepat (Incorrect Inventory) Stok produk kosong atau expired, atau layanan jasa yang tidak tersedia. 6. Error Bagi pelanggan, tidak dapat menerima sesuatu sebaik yang seharusnya mereka terima. 7. Lost Opportunity Kegagalan membangun hubungan yang saling memahami secara mendalam dengan pelanggan, mengabaikan pelanggan, ketidak-ramahan, dan ketidaksopanan. III.
HASIL DAN DISKUSI
III.1 Define Pada tahap ini akan dilakukan penjelasan pada hasil pengamatan yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada di perusahaan. Berikut ini adalah blueprint awal dari proses bisnis untuk didapatkan non-value added activity:
4
Tabel III.1 Rekap Pengolahan Data Kuisioner No. 1 2 3 4 5 6 7
Gambar IV.1 Blueprint Awal Tabel IV.2 Identifikasi Proses Layanan Citra Mandiri Travel KODE A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C1 C2 C3 C4
AKTIVITAS Proses Menanggapi Order Operator Menerima Order Melalui Telepon, SMS Atau Datang Langsung Ke Kantor Operator Mencatat Hari, Tanggal Dan Jam Keberangkatan Penumpang Operator Merekap Alamat Penjemputan Dan Tujuan Para Penumpang Untuk Diserahkan Kepada Driver Operator Merekap Permintaan Khusus Penumpang Proses Penjemputan Penumpang Karyawan Menunjukkan Daftar Dan Alamat Penumpang Yang Akan Dijemput Dan Diantar Kepada Driver Driver Melakukan Pengecekkan Kendaraan Driver Mengkonfirmasi Penumpang Sebelum Dijemput Driver Melakukan Penjemputan Penumpang Driver Membukakan Pintu Dan Memasukkan Barang Penumpang Driver Mengemudi Menuju Alamat Tujuan Penumpang Karyawan Menginformasikan Kepada Driver Jalur Alternatif Dalam Menempuh Perjalanan Proses Perjalanan Dan Penumpang Sampai Alamat Tujuan Driver Mengkonfirmasi Alamat Tujuan Driver Membantu Membukakan Pintu Driver Membawakan Barang Penumpang Driver Memberikan Nota Pembayaran TOTAL PERSENTASE
VA NVA NNVA 75% 25% 0%
Tipe Waste Delays Duplication Unnecessary Movement Unclear Communication Incorrect Inventory Error Lost Opportunity
Mean Nilai Mean Nilai Urutan K XF Kepentingan (K ) Frekuensi (F ) Prioritas 3,2 13,76 1 4,3 2,4 10,08 6 4,2 2,3 9,89 7 4,3 2,6 11,7 4 4,5 2,9 12,76 2 4,4 2,9 12,47 3 4,3 2,7 11,61 5 4,3
III.3 Analyze Pada tahap ini dilakukan identifikasi akar permasalahan dengan menggunakan metode Root – Cause Analysis serta selanjutnya dilakukan identifikasi moda kegagalan yang kritis dengan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Berikut pada Tabel III.4 hasil dari analisis akar permasalahan dengan metode RCA.
?
Tabel III.4 Analisis Akar Permasalahan Tipe Waste Delays
?
WASTE
? 57%
? 29%
14%
? ? ? ?
Delays
SUB-WASTE Kesalahan dalam menterjemahkan alamat pelanggan pada saat menjemput atau mengantar sampai alamat tujuan Lamanya waktu pencarian alamat tujuan penumpang
WHY 1
WHY 2
Kesalahan pelanggan Kesalahan entri data order dalam melakukan pelanggan order
WHY 3
WHY 4
WHY 5
Pencarian alamat pelanggan oleh driver
Karyawan kurang tepat dalam menentukan siapa pelanggan yang lebih dulu dijemput dan diantar
? ?
Kesalahan driver dalam pemilihan alternatif jalan pada saat dalam perjalanan
? 75%
0%
? ? ? 67% 20%
25% ?
13%
III.2 Measure Setelah dilakukan perhitungan GAP dengan metode SERVQUAL untuk mengetahui harapan serta persepsi dari pelanggan selama ini, didapatkan bahwa atribut kualitas “Jaminan ketepatan waktu penjemputan dan mengantar sampai alamat tujuan “ memiliki nilai GAP tertinggi yaitu dengan nilai -1,2 sehingga ketepatan waktu dianggap masih kurang oleh pelanggan. Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi waste yang terjadi di dalam proses layanan travel yang pada penelitian ini mendapatkan 3 macam waste yang dianggap kritis dan perlu dilakukan perbaikan oleh pihak manajemen Citra Mandiri Travel yaitu di antaranya adalah waste delays, waste inccorect inventory serta waste error. Ketiga waste kritis ini didapatkan melalui hasil penilaian pada penyebaran kuisioner ke pihak manajemen Citra Mandiri. Berikut ini adalah hasil rekap dari penyebaran kuisioner kepada pihak manajemen yang dapat dilihat pada Tabel III.1
Kurang jelasnya informasi alamat
Kurangnya karyawan dalam memanfaatkan alat pencari alamat dan rute (GPS, Google Maps , dll.)
Dari hasil analisis RCA, didapatkan bahwa terdapat 2 akar permasalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya waste delays pada layanan, yaitu karyawan kurang tepat dalam menentukan siapa pelanggan yang lebih dulu dijemput dan diantar dan kurangnya karyawan dalam memanfaatkan alat pencari alamat dan rute (GPS, Google Maps, dll.). Selanjutnya dari hasil RCA yang didapatkan, maka berikutnya akan dicari hasil penilaian risk priority number (RPN) untuk akar permasalahan pada waste delays. Tabel III.5 Hasil Penilaian RPN Jenis Waste Delays Jenis Waste
Potential Failure Mode
Effect
Kesalahan dalam menterjemahkan alamat pelanggan pada saat menjemput atau Lamanya waktu mengantar penjemputan maupun sampai alamat Delays mengantarkan tujuan penumpang ke alamat tujuan Kesalahan driver dalam pemilihan alternatif jalan pada saat dalam perjalanan
Severity
Cause
Occurrence Control Detection RPN
6
Karyawan kurang tepat dalam menentukan siapa pelanggan yang lebih dulu dijemput dan diantar
4
Visual
2
48
4
Kurangnya karyawan dalam memanfaatkan alat pencari alamat dan rute (GPS, Google Maps, dll.)
3
Analisis lebih lanjut
3
36
5
Dari Tabel III.5 dapat dilihat bahwa untuk jenis waste delays yang memiliki nilai RPN terbesar adalah akar permasalahan dari karyawan kurang tepat dalam menentukan siapa pelanggan yang lebih dulu dijemput dan diantar dengan nilai 48. III.4 Improve Pada tahap ini dilakukan pembangunan alternatif perbaikan berdasarkan pada hasil dari tahap analyze. Alternatif-alternatif perbaikan ini kemudian dikombinasikan untuk mencari kombinasi alternatif perbaikan yang memiliki nilai performansi yang optimum dengan menggunakan konsep Value. Berikut pada Tabel III.6 dapat dilihat kombinasi alternatif perbaikan untuk meningkatkan kualitas layanan travel
Tabel III.7 Biaya Performansi dan Value Pada Setiap Altenatif
1
Alternatif
0
0
2
2
3
2,2
1
1
4
3
3
3,4
2
2
3
4
3
3,4
3
3
4
3
2
3,2
4
1& 2
4
4
5
4,2
5
1& 3
4
6
3
4,6
6
2& 3
2
4
3
3
Rp124.5 19.091
Rp115.6 75.000 Rp 24.489. 000 Rp 91.314. 000
7
1, 2 &3
5
4
6
4,8
Rp252.5 21.455
Rp115.7 39.000
Pemanfaatan teknologi pencarian alamat seperti google maps, GPS dan lain-lain
2
Investasi untuk memodifikasi jenis armada
3
Penerapan SOP perihal waktu penjemputan dan mengantarkan penumpang
1 Dan 2
Pemanfaatan teknologi pencarian alamat seperti google maps, GPS dan lain-lain Investasi untuk memodifikasi jenis armada Pemanfaatan teknologi pencarian alamat seperti google maps, GPS dan lain-lain
1 Dan 3 Penerapan SOP perihal waktu penjemputan dan mengantarkan penumpang Investasi untuk memodifikasi jenis armada 2 Dan 3
Penerapan SOP perihal waktu penjemputan dan mengantarkan penumpang Pemanfaatan teknologi pencarian alamat seperti google maps, GPS dan lain-lain
1, 2 Dan 3
Investasi untuk memodifikasi jenis armada Penerapan SOP perihal waktu penjemputan dan mengantarkan penumpang
Berikut ini adalah poin – poin kriteria yang digunakan sebagai pembobot dalam pemilihan alternatif : 1. Kecepatan proses layanan 2. Menjemput dan mengantar penumpang dengan waktu yang efisien 3. Pemberian layanan semaksimal mungkin Berikut pada Tabel III.7 dapat dilihat hasil akhir berupa rekap perhitungan value dari masing – masing kombinasi alternatif yang pada sebelumnya telah dilakukan pembobotan pada masing – masing kriteria.
Perfor mance (P)
Alter natif
Tabel III.6 Kombinasi Alternatif Perbaikan Kombinasi
Bobot Kriteria 0 0 0 , , , 4 4 2
N o.
Perfor mance Rp Rp 37.747. 727 Rp141.0 22.727 Rp 93.091 Rp220.8 34.091 Rp 51.204. 273
Cost
Rp Rp 24.425. 000 Rp 91.250. 000 Rp 64.000
Va lue 0,0 0 1,5 5 1,5 5 1,4 5 1,9 1 2,0 9 1,3 6 2,1 8
Jika dilihat berdasarkan value tertinggi, maka 3 alternatif yang memiliki value terbesar adalah yang pertama alternatif 5 dengan value sebesar 2,04. Yang kedua adalah alternatif 7 dengan value sebesar 1,97 dan yang ketiga adalah alternatif 4 dengan value sebesar 1,72 IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dihasilkan melalui penelitian ini adalah : 1. Berdasarkan hasil perhitungan nilai GAP dari penyebaran kuisioner kepada penumpang, atribut jaminan ketepatan waktu penjemputan dan mengantar sampai alamat tujuan merupakan atribut layanan yang kritis dengan memiliki nilai GAP sebesar -1,2. 2. Setelah melakukan penyebaran kuisioner kepada manajemen Citra Mandiri Travel, khususnya yang berada di bagian layanan pelanggan, hasil identifikasi waste yang memiliki nilai kepentingan serta tingkat frekuensi kejadian yang tertinggi adalah terdiri dari 3 macam waste, yaitu yang pertama adalah waste delays, waste incorrect inventory, dan yang ketiga yaitu waste error. 3. Setelah dilakukan identifikasi permasalahan yang terjadi pada proses layanan travel kepada penumpang, didapatkan beberapa akar penyebab permasalahan yang selanjutnya akan dibangun alternatif perbaikan untuk menangani akar penyebab permasalahan. Untuk tipe waste delays, pemanfaatan teknologi pencarian alamat seperti google maps, GPS dan lain-lain. Untuk waste incorrect inventory, investasi untuk memodifikasi
6
jenis armada dan yang terakhir pada tipe waste error, terdapat alternatif penerapan SOP perihal waktu penjemputan dan mengantarkan penumpang. Setelah dilakukan perancangan alternatif perbaikan pada masing-masing akar permasalahan, kombinasi alternatif 5 yaitu melakukan pemanfaatan teknologi pencarian alamat seperti google maps, GPS dan lain-lain, serta penerapan SOP perihal waktu penjemputan dan mengantarkan penumpang terpilih sebagai alternatif yang optimal dengan value sebesar 2,04. DAFTAR PUSTAKA [1] Snee, R.D. 2004. Six Sigma : the evolution of 100 years of business improvement methodology. Int. J. Six Sigma and Competitive Advantage, Vol. 1, No. 1, pp 420., diakses pada tanggal 18 Mei 2013 [2] Feigenbaum, A. V. 1982. Quality and business growth today. Quality Progress, Vol. 15, No. 11, pp. 22-25. [3] Parasuraman, A., Valarie A. Zeithaml, Leonard L. Berry. 1985. A Conceptual Model of Service Quality and It’s Implication for Future Research. Journal of Marketing, 49, pp. 4150. [4] Reeves, C. A., Bednar, D.A. 1994. Defining Quality : Alternatives and Implications. Academy of Management Review, Vol. 19, No. 3, pp. 419-445.