MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF
Oleh : Lili Feranti Manullang
Abstract : The results of studies that have been done when the author followed the practice field in 2010 showed the students' writing skills are at unfavorable category. This phenomenon is empirical evidence that shows students still believe that learning to write is difficult. This thinking is motivated by traditional learning. Alignments as a learning center teacher (Teacher Centered Learning) is often implemented in schools. Such circumstances affect the mindset of the students. So comes the difficulty of writing in their minds, and even the ability to build a low paragraphs. Therefore, constructive learning model as a foundation for contextual learning (Contextual Teaching Learning) appropriately used to improve students' writing. Constructive model is based on the constructivist philosophy that was born from the idea of Piaget and Vigotsky. In simple constructive knowledge is assumed that construction (formation) of us who know something. Constructive is the process of building new knowledge in students' cognitive structure based on experience. Teacher in charge of creating a meaningful learning experience for students, which in turn will spur students to be active and creative ideas poured into the form of a paragraph contains the knowledge or exposition. In a sense, knowledge is built through experience is poured into a form meaningful paragraphs of exposition. Kata Kunci : Model Konstruktif, paragraf eksposisi, pengetahuan baru, CTL
Pendahuluan Di dalam pembelajaran bermakna, pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman lalu dan pengalaman belajar yang baru diperoleh baiknya dikomunikasikan. Pengetahuan tersebut yang kemudian oleh peserta didik dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Namun, kenyataan di kelas menunjukkan bukanlah pembelajaran bermakna yang berlangsung melainkan pembelajaran yang berpihak pada pengetahuan dan pengalaman guru atau pengajar semata. Peserta didik siap menerima pengetahuan dari guru. Lalu pengalaman belajar peserta didik hanya diperoleh melalui teori-teori yang disampaikan guru. Sehingga siswa menjadi kurang kreatif dalam menuangkan gagasan/pengetahuannya ke dalam bentuk tulisan.
1
Edu dalam tesisnya yang berjudul “Pembelajaran Menulis Karangan Eksposisi dengan Pengembangan Portofolio untuk Meningkatkan Kemampuan Belajar Siswa” mengatakan bahwa pelajaran menulis dianggap sebagai pelajaran paling sulit, khususnya eksposisi. (http/ind.sps.upi.edu). Pernyataan ini mendukung keadaan di atas. Hal serupa juga dinyatakan oleh Nengsih Yusnidar dalam skripsinya berjudul “Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Eksposisi dengan Metode Discovery oleh siswa kelas XI SMA Santo Paulus Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010.” Hasil pretes didapat skor mean siswa yaitu 64 dengan KKM sebesar 75. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa masih rendah. Sementara itu, di dalam Standar Kompetensi materi pembelajaran bahasa Indonesia SMA Kelas X, salah satu Kompetensi Dasar yang dituntut adalah siswa mampu menulis gagasan secara logis dan sistematis dalam bentuk paragraf eksposisi dengan KKM sebesar 75. Tentu harapan itu masih jauh dari kenyataan. Karena kenyataan yang juga ditemukan ketika penulis mengikuti praktek lapangan tahun pembelajaran 2010/2011 ditemukan fakta bahwa siswa menerima nilai rata-rata (mean) sebesar 66,5 dalam ujian formatif I yakni menulis paragraf eksposisi. Oleh karenanya, perlu adanya sebuah model pembelajaran yang akan membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan menulis paragraf eksposisi. Ginting (2010) menegaskan pengajaran menulis yang beorientasi kepada kemauan guru seperti yang terjadi selama ini sudah harus ditinggalkan. Guru terbiasa melatih siswa menulis dengan cara menugaskan siswa menulis dengan memberikan judul atau topik tulisan. Siswa menulis sesuai dengan kemauan guru, siswa tidak diberi kesempatan untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam benaknya atau sesuatu yang dialaminya dan dilihatnya bahkan sesuatu yang dirasakannya. Selain itu, ketika guru memeriksa tulisan mereka, guru hanya memberikan komentar sebatas titik dan koma atau dengan kata lain sebatas teknik penulisan bahkan guru terkadang menurunkan semangat siswa untuk menulis atau memperbaiki tulisannya karena tanpa disadari guru mencela siswa dengan mengatakan bahwa tulisan mereka terlalu singkat, terlalu pendek, ngawur dan sebagainya. Jika hal ini terus menerus dibiarkan, maka tidak tertutup kemungkinan siswa tidak akan pernah dapat menghasilkan satu tulisan yang baik. Ada juga anggapan yang menyatakan bahwa model pembelajaran yang diterapkan guru terlalu monoton. Satu model pembelajaran digunakan untuk semua materi ajar. Sehingga dalam hal ini, siswa hanya tinggal meyakini bahwa pengetahuan yang diperolehnya dari guru adalah pengetahuan yang mutlak benar. Sehingga siswa tidak lagi bisa secara aktif dan kreatif menuangkan gagasannya ke dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu dihadirkanlah model pembelajaran Konstruktif diterapkan dalam meningkatkan kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa. Sesuai dengan pengertiannya bahwa model Konstruktif adalah model pembelajaran yang membangun makna pembelajaran, informasi yang dibentuk dari hasil kreatifitas siswa serta dari pengalaman belajarnya. Informasi yang telah menjadi sebuah konsep pengetahuan tersebut kemudian dituangkan ke dalam bentuk paragraf eksposisi yaitu paragraf yang bertujuan menginformasikan/memberitahukan/ sebuah informasi/pengetahuan yang mungkin sebelumnya telah atau belum diketahui khalayak ramai.
2
Model pembelajaran konstruktif adalah salah satu konsep pembelajaran yang mengatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan yang akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Sanjaya (2006:118) mengatakan bahwa Konstruktif adalah proses membangun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.” Hal senada juga disampaikan oleh Daniel (2008:110) bahwa belajar adalah sebuah pencarian makna. Guru bertindak sebagai pendorong agar murid mampu mengonstruksikan makna dengan menstrukturisasikan berbagai kegiatan di seputar ide dan eksplorasi, memberi waktu murid untuk aktif. Inilah yang biasa disebut dengan pembelajaran bermakna. Model ini menekankan pada pembelajaran kontekstual melalui kegiatan pembelajaran yang kompleks. Fokus pembelajaran terletak pada pengembangan kognitif siswa sehingga dalam hal ini siswa belajar secara otonom dalam mengonstruksi pengetahuan mereka sendiri, hal ini akan menciptakan siswa lebih bergairah untuk belajar. Hal ini juga untuk memperbaiki miskonsepsi yang berasal dari pengalaman sebelumnya yang mungkin ditemui ketika pembelajaran langsung yang diterapkan guru sebelumnya. Pada pembelajaran konstruktif guru berperan sebagai patner kerja siswa dan sebagai mediator yang sedia setiap saat ketika siswa meminta penjelasan mengenai materi yang kurang dipahami siswa. Alasan penulisan dan penelitian judul di atas dimaksudkan dengan tujuan untuk menggambarkan bagaimana kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa kelas X SMA Negeri 1 Tanjungpura secara khusus. Serta meningkatkan kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa secara umum. Sedangkan manfaatnya sebagai bahan masukan bagi calon guru untuk mengetahui nantinya model apa yang digunakan sesuai materi ajar yang akan diajarkan, bagi siswa untuk menambah motivasi dan semangat belajar mengaktifkan potensi kognitif. Dan sebagai bahan relevan bagi mereka yang banyak membantu.
Kajian Teori/Pustaka Model Pembelajaran Konstruktif Konstruktif adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris yaitu “Constructive” dengan bentuk dasar construct yang berarti membina/membentuk. Konstruktif ini didasarkan kepada filosofi konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky. Secara sederhana konstruktif beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi (bentukan) dari kita yang mengetahui sesuatu. Konstruktif merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa untuk aktif dan kreatif, membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman, memecahkan masalah dan bergelut dengan ide-ide. Guru akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide siswa serta menerapkan strategi mereka. Dengan demikian proses belajar mengajar jadi lebih aktif.
3
Menurut Motlan (1999:94) dalam jurnalnya berjudul Pendekatan Konstruktivisme untuk Memperbaiki Miskonsepsi dalam Fisika, bahwa Pembelajaran dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. Dalam proses pembelajaran makna sebagai suatu konsep yang telah terbangun dalam benak siswa. Lingkungan belajar berpusat pada siswa, siswa aktif bekerja dan berkarya, guru mengarahkan. Sanjaya (2006:118) mengatakan bahwa Konstruktif adalah proses membangun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.” Hal senada juga disampaikan oleh Daniel (2008:110) bahwa belajar adalah sebuah pencarian makna. Guru bertindak sebagai pendorong agar murid mampu mengonstruksikan makna dengan menstrukturisasikan berbagai kegiatan di seputar ide dan eksplorasi, memberi waktu untuk murid untuk aktif. Model pembelajaran Konstruktif merupakan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan yang akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Karakteristik Model Pembelajaran Konstruktif Menurut Nurhadi (2004:50) pembelajaran dengan model konstruktif memiliki 8 komponen utama, yaitu melakukan hubungan yang bermakna, melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan, belajar yang diatur sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, mengasuh dan memelihara pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian yang otentik. Berikut ini perbedaan antara kelas konstruktivis dengan kelas tradisional (pengajaran langsung) : Kelas Yang Menggunakan Model Kelas Yang Menggunakan Konstruktivis Model Pengajaran Langsung Kegiatan-kegiatan terutama bersandar Kegiatan-kegiatannya terutama pada materi-materi hands-on bersandar pada textbooks Materi dimulai dari keseluruhan Materi dimulai dengan bagian(umum) kemudian ke bagian-bagian bagian, kemudian pindah ke (khusus) keseluruhan Menekankan ide-ide besar Menekankan pada keterampilan dasar Guru mengikuti pertanyaan- Guru menekankan tentang harus pertanyaan murid diikutinya kurikulum yang pasti Guru menyiapkan lingkungan belajar, Guru mempresentasikan informasi dimana murid dapat menemukan kepada murid pengetahuan Guru berusaha membuat murid Guru berusaha membuat murid mengungkapkan sudut pandang dan memberikan jawaban yang pemahaman mereka, sehingga mereka “benar” dapat memahami pembelajaran
4
Assesmen dilihat sebagai sebuah Assesmen dilihat sebagai sebuah kegiatan yang diintegrasikan dengan kegiatan tersendiri, dan terjadi belajar-mengajar, dan terjadi melalui melalui testing portofolio dan observasi (Daniel Muijs dan David Reynolds, 2008:105) Suparno (1997 merumuskan empat prinsip-prinsip konstruktif, yaitu pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik personal maupun sosial, pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar, murid aktif mengkonstruksi terusmenerus sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci,lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah, guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus. Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Konstruktif Menurut para pakar konstruktif (dalam Daniel Muijs dan David Reynolds, 2008:105), adapun langkah-langkah pembelajaran dalam model pembelajaran Konstruktif dibagi ke dalam 4 (empat) fase ,yaitu sebagai berikut : a. Fase Start / Apersepsi Kegiatan yang dilakukan dalam fase ini adalah guru memulai dengan pertanyaan terbuka (apersepsi). Mendorong siswa agar memberikan jawabanjawaban terbuka dan mendiskusikan tentang masalah yang ditanyakan. Guru dapat mencoba alternatif dengan mengenalkan sebuah masalah yang relevan dengan kehidupan murid sehari-hari. Mengenalkan kepada siswa sebuah situasi yang membingungkan atau mengejutkan. Hal itu akan memacu siswa untuk berusaha menemukan aturan atau defenisi dan akan menetapkan sebuah kegiatan untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang dikenalkan guru. b. Fase Eksplorasi Dalam fase ini, kegiatan yang dilakukan antara lain siswa mengerjakan kegiatan yang ditetapkan guru di fase 1. Kegiatan ini biasanya bersifat eksploratif, melibatkan situasi atau bahan-bahan riil dan memberikan kesempatan unjuk kerja kelompok, kegiatan harus terstruktur, sehingga dapat mengembangkan pemahaman siswa, dan mestinya juga cukup menantang. Isuisu yang akan dibahas tersebut baiknya dapat mengingatkan murid tentang proses metakognitif yang mungkin ingin mereka terapkan ketika menyelesaikan masalah. c. Fase Refleksi Dalam fase ini, murid diminta meninjau kembali (review) kegiatan yang telah dilakukan dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan, baik dengan kelompok maupun dengan guru. Guru dapat memberikan scaffolding (perancah) yang bermanfaat. Kegiatan itu dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan dan komentar yang dirancang untuk mengaitkan eksplorasi dengan konsep kunci (masalah) yang sedang di eksplorasi.
5
d. Fase Aplikasi dan Diskusi Kegiatan di fase ini guru meminta seluruh siswa untuk mendiskusikan berbagai temuan dan menarik kesimpulan. Setelah siswa memperoleh pengetahuan yang diperoleh dari hasil diskusi, guru memerintahkan untuk membuat sebuah karya dalam bentuk tulisan eksposisi, artinya pengetahuan yang diperoleh tersebut dituangkan dalam bentuk paragraf eksposisi. Pengetahuan yang diperoleh dan diakumulasikan dengan pengalaman/pengetahuan siswa sebelumnya, pengetahuan dalam bentuk tulisan itu dituangkan menjadi sebuah paragraf eksposisi. Alwi. (2011) mengatakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dalam penerapan model pembelajaran Konstruktif antara lain memberikan kesempatan siswa untuk mengungkapkan gagasan secara langsung dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. Pembelajaran Konstruktif memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat. Pembelajaran Konstruktif memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar. Pembelajaran Konstruktif memacu siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka. Pembelajaran Konstruktif memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar. Paragraf Eksposisi Menulis adalah kegiatan menuangkan ide, gagasan dan pikiran dalam bentuk tulisan. Dalam kegiatan menulis terjadi pemindahan buah pikiran berupa ide-ide atau gagasan-gagasan kedalam bentuk tulisan. Tarigan (2005), mengatakan bahwa menulis merupakan kegiatan menggambarkan atau melukiskan lambang-lambang grafis, menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut jika mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Selanjutnya Gie (2002), menyatakan bahwa kegiatan menulis sebagai aktivitas pengungkapan buah pikiran untuk dibaca oleh orang lain.
6
Eksposisi adalah karangan yang berusaha memaparkan dengan tujuan menjelaskan. Keraf (1982:136) mengatakan bahwa eksposisi atau paparan adalah salah satu bentuk tulisan atau retorika yang berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran yang dapat memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang yang membaca uraian tersebut. Suparno (2007) menegaskan bahwa eksposisi adalah karangan yang bertujuan utama untuk memberitahukan, mengupas, menguraikan atau menerangkan sesuatu. Dan Semi (1991) mengutarakan bahwa Eksposisi adalah 1) beberapa tulisan yang memberikan pengertian dan pengetahuan; 2)menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa,kapan dan sebagainya; 3) disampaikan dengan bahan buka; 4) menggunakan nada netral tidak memihak dan memaksakan sikap penulis terhadap pembaca. Sama seperti bentuk paragraf yang lain, tentu eksposisi juga mempunyai ciriciri yang membedakannya dengan bentuk paragraf lainnya. Yunas (1997) mengatakan ciri-ciri eksposisi mencakup menjelaskan/menerangkan/menguraikan suatu pokok pikiran, memperluas pendapat/pengetahuan pembaca terhadap pokok pikiran yang dibaca, tidak bertujuan untuk mempengaruhi pembaca/mengajak pembaca. Sedangkan Keraf (1982), mengungkapkan bahwa ciri-ciri eksposisi berupa tulisan yang memberikan pengertian dan pengetahuan, menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan, dan bagaimana, disampaikan dengan bahasa yang lugas, menggunakan nada netral, tidak memihak dan memaksakan sikap penulis terhadap pembaca. Adapun langkah-langkah untuk menulis paragraf eksposisi diawali dengan menentukan topik/tema, kemudian menetapkan tujuan memilih topik, menentukan materi yang akan dirumuskan sebagai gagasan utama, lalu memilih pola pengembangan yang sesuai. Setelah itu menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih dan yang terakhir mengembangkan kalimat menjadi paragraf lengkap berisi gagasan utama dan gagasan pendukung. Dalam Akhadiah (2003) dikatakan bahwa ada beberapa pertimbangan yang perlu dilakukan dalam memilih topik yaitu topik itu bermanfaat dan layak untuk dibahas, topik itu cukup menarik terutama bagi penulis dan bagi pembaca. Topik dikenal oleh masyarakat, artinya penulis harus benar-benar mempunyai pengetahuan yang memadai tentang topik yang dipilihnya, bahan yang diperlukan dapat diperoleh dan cukup memadai serta topik yang dipilih tidak terlalu luas dan sempit. Paragraf eksposisi adalah paragraf yang bersifat memberitahukan atau menjelaskan suatu peristiwa agar orang lain mengetahuinya. Paragraf eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami paragraf eksposisi diperlukan proses berpikir. Eksposisi menyangkut berbagai jenis tulisan, seperti : sebagian besar buku teks, petunjuk cara melakukan atau membuat sesuatu, makalah, skripsi,kamus, buku masakan, berita-berita di surat kabar, majalah dan lain sebagainya. Berikut ini jenis-jenis pola pengembangan paragraf eksposisi yang dipelajari di kelas :
7
a. Paragraf eksposisi analitis Paragraf eksposisi analitis adalah paragraf yang menerangkan sesuatu dengan cara menganalisis atau menguraikan secara terperinci. Dalam menyusun paragraf ini, penulis dapat melakukan analisis yang didasarkan pada sebuah prinsip. Namun, perlu diperhatikan bahwa prinsip yang digunakan tidak boleh berubahubah. b. Paragraf eksposisi klasifikasi Paragraf eksposisi klasifikasi dikembangkan berdasarkan suatu kategori umum (general class) yang dipandang dari sudut pandang tertentu. Kemungkinan suatu kategori yang umum diikuti dengan penjelas yang berupa bagian atau anggota yang bersifat subordinatif. c. Paragraf eksposisi proses dan ilustrasi Ilustrasi merupakan gambaran sederhana atau bentuk konkret dari suatu ide yang abstrak dan kompleks. Ilustrasi dapat menerangkan suatu konsep yang rumit. Paragraf eksposisi ilustrasi biasanya menggunakan frase-frase penghubung. d. Paragraf eksposisi dengan contoh Paragraf eksposisi dengan pola contoh berfungsi untuk memperjelas suatu uraian, khususnya uraian yang bersifat abstrak. Dalam paragraf jenis ini diperlukan alat pernghubung contoh. Biasanya kata yang digunakan antara lain contohnya, misalnya dan umpamanya. Berdasarkan teori di atas, guru dapat menerapkan model konstruktif dalam pembelajaran di kelas. Guru tidak lagi sebagai pendidik, tetapi lebih sebagai motivator, fasilitator, dan mediator yang menghadirkan pengalaman belajar bagi siswa. Adapun penerapannya dituangkan ke dalam langkah-langkah pembelajaran. Adapun langkah-langkah yang akan diterapkan untuk meningkatkan kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa dalam pembelajaran di kelas, yaitu : 1. Tahap apersepsi Pada bagian ini, guru menentukan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar. Sama halnya dengan model pengajaran langsung yang biasa diterapkan guru di kelas. Di awali dengan menjelaskan kompetensi dasar yang hendak dicapai setelah pembelajaran, indikator pencapaian serta tujuan pembelajaran. Sehingga nantinya siswa bisa memahami apa yang akan menjadi pengetahuan baru dan bermakna yang akan diperolehnya hari ini. Guru hendaknya tidak terfokus kepada materi serta metode yang pernah diberikan. 2. Tahap eksplorasi Pada bagian ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pendapatnya tentang paragraf eksposisi dan berbagi pengalaman tentang pengetahuan yang dimiliki mulai dari pengertian eksposisi, jenis/pola pengembangannya, kriteria paragraf eksposisi, dan langkah-langkah menulis paragraf eksposisi. Kemudian mendorong siswa agar memberikan jawabanjawaban terbuka dan mendiskusikan tentang masalah yang ditanyakan. Lalu menugaskan siswa untuk berbagi pengalaman/pengetahuan tentang topik yang telah ditentukan yakni “Internet Bagi Pelajar”. Kegiatan akhirnya menyuruh siswa mencari sumber bacaan relevan sebagai bahan pustaka serta sebagai sumber pengetahuan baru untuk menulis paragraf berdasar tema yangg telah ditentukan.
8
3. Tahap refleksi Meninjau kembali (review) kegiatan yang telah dilakukan dan menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan, baik dengan kelompok maupun dengan guru mengajukan pertanyaan dan komentar yang dirancang untuk mengaitkan eksplorasi dengan konsep kunci (masalah) yang sedang di eksplorasi. Seperti contoh di atas, topik yang ditentukan adalah “internet bagi pelajar”. Sebelumnya siswa telah meninjau langsung apa saja manfaat internet bagi pelajar. Tinjauan yang dilakukan adalah dengan menggunakan secara langsung media internet. Siswa yang telah dibagi secara berkelompok, mencari pengetahuan baru dengan menjelajah media massa internet untuk mencari tahu apa saja manfaat internet. Setelah ditemui deretan manfaat internet tersebut, kemudian siswa/ peserta didik mengelompokkan manfaat tersebut ke dalam dua klasifikasi yaitu dampak internet bagi pelajar. Lalu mengungkapkan apa yang diketahui oleh masing-masing individu sesuai dengan dampak internet bagi pelajar. 4. Tahap aplikasi Menuliskan satu jenis contoh paragraf eksposisi untuk ditelaah siswa sesuai tema, menugaskan siswa untuk menuangkan ide mereka ke dalam bentuk paragraf eksposisi pola klasifikasi. Mengecek hasil tugas siswa apakah telah berhasil apa tidak dan memberikan umpan balik. Paragraf yang ditulis berisi tentang pengetahuan yang diperoleh tentang dampak internet bagi pelajar. Kerangka karangan yang telah disusun yaitu siswa mengklasifikasikan manfaat internet ke dampak baik dan dampak buruk yang dipaparkan ke dalam bentuk paragraf. Jadi, hasil tulisan siswa/produk paragraf siswa tersebut akan dinilai berdasarkan kriteria penilaian paragraf eksposisi.
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Tanjung Pura pada semester genap tahun pembelajaran 2011/2012. Adapun metode penelitian dengan model eksperimen semu. Arikunto (2006) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Berdasarkan atas pendapat tersebut maka yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun pembelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 6 kelas (X-1 s/d X-6) dengan jumlah keseluruhan 240 orang siswa, sebagaimana terlihat pada tabel berikut: Langkah awal yang dilakukan adalah mempersiapkan gulungan kertas kecil yang berisikan 6 kelas populasi yaitu X-1, X-2, X-3, X-4,X-5,X-6. Kemudian gulungan kertas yang berisikan nama kelas tersebut dimasukkan ke dalam botol. Setelah itu dilakukan pengocokan untuk satu gulungan kertas. Setelah dilakukan langkah-langkah tersebut, maka akan diperoleh dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Instrumen penelitian dengan teknik tes menggunakan bentuk esai. Yaitu siswa ditugaskan menulis sebuah paragraf eksposisi dengan kriteria penilaian pada ciri paragraf eksposisi. Dengan desain Posttest Only Control Group yaitu memberikan postes pada kedua kelompok sampel penelitian.
9
Desain Eksperimen Posttest Control Only Desain Group Kelas Perlakuan Ekperimen X1 Kontrol X2
Posttest T T
Keterangan X1
: Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Konstruktif X2 : Pembelajaran dengan menggunakan model pengajaran langsung T : Tes kemampuan menulis paragraf eksposisi Indikator penilaian secara umum ada dua aspek, aspek pertama mencakup unsur-unsur paragraf, mencakup kesesuaian tema, organisasi isi, diksi, dan ejaan. Aspek yang kedua mencakup ciri-ciri paragraf eksposisi, memaparkan informasi secara runtut, kohesi dan koherensi, menjawab pertanyaan tentang “apa”, menggunakan bahasa yang lugas, menunjukkan klasifikasi yang jelas, tidak mempengaruhi pembaca. Rentang Skor dan Kategori Penilaian Keterampilan Menulis Paragraf Eksposisi Kategori Penilaian Huruf Sangat Baik 85-100 A Baik 70-84 B Cukup 60-69 C Kurang 50-59 D Sangat Kurang 0-49 E Teknik analisis data meliputi beberapa tahapan, yaitu merumuskan data variabel X (model pembelajaan konstruktif) dan data variabel Y (kemampuan menulis paragraf eksposisi). Kemudian menganalisis hasil belajar siswa terhadap kemampuan menulis paragraf eksposisi dengan model pembelajaran konstruktif (variabel X), yaitu: a. mencari nilai rata-rata (mean) dengan rumus : fx M= N Keterangan: M : rata-rata (mean) ∑ fx : jumlah dari hasil perkalian antara Midpoint dari masing-masing interval, dengan frekuensinya N : jumlah sampel (Sudijono, 2007:85) b. Menghitung standar deviasi dari variabel hasil post-test dengan menggunakan rumus: SD =
fx
2
N
10
Keterangan: SD : standar deviasi ∑ fx2 : jumlah hasil perkalian antara frekuensi masing-masing skor, dengan deviasi skor yang telah dikuadratkan N : jumlah sampel (Sudijono, 2007:159) c. Menghitung standar error dari variabel hasil post-test dengan menggunakan rumus: SD SEM = N 1 Keterangan: SD SEM
: deviasi standar dari sampel yang diteliti : standar error variabel
Hasil Penelitian Dan Pembahasan Hasil analisis data tentang kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa yaitu berada pada kategori baik, dengan nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 77,87. Sedangkan pada kelas yang menggunakan model pengajaran konvensional mendapat skor 71,37. Dari hasil tersebut tampak perbedaan yang cukup signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Konstruktif dapat meningkatkan kemampuan menulis paragraf eksposisi siswa di kelas. Setelah diperoleh nilai mean, kemudian dilakukan uji persyaratan analisis data, yang memberikan hasil bahwa kedua kelas memiliki data yang berdistribusi normal dan bersifat homogen. Lalu menguji hipotesis penelitian, yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran Konstruktif lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan menulis paragraf eksposisi dibandingkan dengan kelas konvensional. Berikut ini hasil yang diperoleh setelah dilakukan penelitian terhadap kedua kelas sampel yaitu model Konstruktif dan model pengajaran langsung (konvensional) : Hasil Penelitian
Indikator Isi Organisasi Kosakata Pengembangan Bahasa Ciri Eksposisi
Model Pembelajaran Direct Konstruktif Selisih Instruction Sampel % Sampel % Sampel 29 72,5 14 35 15 12 30 3 7,5 9 9 22,5 5 25 4
Selisih % % 37,5 22,5 10
8
20
3
7,5
5
12,5
31
77,5
21
52, 5
10
25
11
Adapun kategori pencapaian model pembelajaran Konstruktif dalam menulis paragraf eksposisi adalah kategori sangat baik sebanyak 11 orang atau 27,5%, kategori baik sebanyak 25 orang atau 62,5 % dan kategori cukup sebanyak 4 orang atau 10%. Dalam uji normalitas kelas eksperimen dengan uji Liliefors diperoleh L hitung=0,11 sedangkan L tabel=0,14. Hal ini menunjukkan identifikasi eksperimen di atas termasuk normal dan termasuk kategori wajar karena hampir seluruh data berkategori baik. Hal ini dibuktikan pada hasil penelitian, nilai rata-rata kelas yang menggunakan model pengajaran langsung sebesar 71,37 dan simpangan baku sebesar 8,21. Dari kecenderungan kelas kontrol ini identifikasi kecenderungan yang termasuk kategori sangat baik sebanyak 4 orang atau 10%, kategori baik sebanyak 23 orang atau 57,5% dan kategori cukup sebanyak 13 orang atau 32,5%. Dalam kelas yang menggunakan model pengajaran langsung uji normalitas data menggunakan uji Liliefors, dimana L hitung =0,10 dan L tabel= 0,14 dan ini membuktikan bahwa data kelas kontrol berdistribusi normal. Dari penjelasan di atas, terlihat perbedaan signifikan antara kemampuan menulis paragraf eksposisi antara siswa yang menggunakan model pembelajaran Konstruktif dengan yang menggunakan model pengajaran langsung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Konstruktif lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan menulis paragraf eksposisi.
Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, model pembelajaran Konstruktif lebih efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis paragraf eksposisi. Hal itu tampak dari perolehan nilai paragraf eksposisi siswa yang berada pada kategori baik. Sedangkan pada kelas konvensional (kelas yang menerapkan model pengajaran langsung) diperoleh nilai 71,37 dengan kategori baik. Namun terdapat perbedaan yang signifikan dari kedua kelas. Kedua, bahwa perolehan skor tertinggi ditemukan di kelas Konstruktif. Adapun skor tertinggi diperoleh yaitu 90 dan nilai terendah yaitu 55. Jumlah siswa yang memperoleh nilai tertinggi sebanyak 1 orang. Sedangkan di kelas konvensional (model pengajaran langsung/ Direct Instruction ) memperoleh skor tertinggi yaitu 85 dan nilai terendah yaitu 55. Dan jumlah siswa yang memperoleh skor terendah yaitu 2 orang. Oleh karena itu, agar kemampuan siswa dalam menulis paragraf eksposisi dapat meningkat harus ada perubahan model pembelajaran yang beracuan konstruktivistik. Model pengajaran langsung dianggap kurang mampu untuk meningkatkan kemampuan menulis paragraf siswa. Dengan demikian, diperlukan upaya dalam meningkatkan kemampuan menulis paragraf eksposisi dengan menerapkan model pembelajaran Konstruktif.
12
Daftar Pustaka Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Alwi. 2011. http://www.pembelajaran-berbasis-kompetensi.com// 25 September 2011. Situs pendidikan. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Bumi Aksara Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka Parji. 2009. Jurnal Pendidikan//Model Strategi Pembelajaran Budi Pekerti Dengan Pendekatan Konstruktivistik di Sekolah Menengah Pertama. Gie, The Lieng. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta : Andi Harahap, Mara Bangun. 1999. Jurnal Pelangi Pendidikan//Epistemologi Konstruktivisme Kognitif dan Sosiokultural Dalam Pembelajaran IPA. Nomor 2 Volume 6. Keraf, Gorys. 1980. Eksposisi dan Deskripsi. Ende Flores : Nusa Indah Motlan. 1999. Jurnal Pelangi Pendidikan// Pendekatan Konstruktivisme Untuk Memperbaiki Miskonsepsi dalam Fisika. Nomor 2 Volume 6. Muijs, Daniel dan David Reynolds.2008. Effective Teaching : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta Sanjaya Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Semi, Atar M. 1990. Menulis Efektif. Padang : Angkasa Raya Suparno dan Yunus. 2006. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta : Depdikbud UT Tarigan, H. Guntur. 2005. Menulis Sebagai sesuatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Jaya Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka. --------
2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Kharisma Putra Utama
Trisdyanto. 2011. htttp//google.com_prinsip-prinsip pengajaran langsung Posted: Juli 3, 2009 by techonly13 Widodo, Ari. 2007. Jurnal Ilmu Pendidikan//Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Sains (research laporan). Nomor 1 Volume 6
13