MENINGKATKAN KELEMBAGAAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK MENGATASI MASALAH PENEBANGAN LIAR DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
TIM TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Indonesia Kerjasama Dengan: International Tropical Timber Organization (ITTO) Bogor, 2012
MENINGKATKAN KELEMBAGAAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK MENGATASI MASALAH PENEBANGAN LIAR DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
Oleh. Tim Taman Nasional Meru Betiri
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Kehutanan, Republik Indonesia Kerjasama dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) Bogor, 2012
i
MENINGKATKAN KELEMBAGAAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK MENGATASI MASALAH PENEBANGAN LIAR DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI Laporan Teknis No 17, Januari 2012. Oleh: Tim Taman Nasional Meru Betiri Informasi ini merupakan bagian dari kegiatan. Program ITTO PD 519/08 Rev.1 (F): Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation And Enhancing Carbon Stocks In Meru Betiri National Park, Indonesia. Kerjasama Antara: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Center for Climate Change and Policy Research and Development) Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat, Indonesia Tel: +62-251-8633944 Fax: +62-251-8634924 Email:
[email protected] Website: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id LATIN –Tthe Indonesian Tropical Institute Jl. Sutera No. 1 Situgede, Bogor, Jawa Bara,t Indonesia Tel: +62-251-8425522/8425523 Fax: +62-251-8626593 Email:
[email protected] and
[email protected] Website: www.latin.or.id Taman Nasional Meru Betiri, Kementerian Kehutanan Jalan Siriwijaya 53, Jember, Jawa Timur, Indonesia Tel: +62-331-335535 Fax: +62-331-335535 Email:
[email protected] Website: www.merubetiri.com Copyright © 2012. Diterbitkan Oleh: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610 Tel/Fax: +62-251-8633944 Email:
[email protected] Web site: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id
ii
DAFTAR ISI Daftar Isi, iii Daftar lampiran, iv Latar Belakang, 1 Tujuan, 2 Luaran, 3 Metode Pelaksanaan, 3 Target Group, 3 Waktu Pelaksanaan, 3 Tempat Pelaksanaan, 3 Hasil Pelaksanaan, 4 Desa Kebunrejo, 4 Desa Karangharjo, 7 Desa Pace, 10 Desa Mulyorejo, 13 Desa Kalibaru Manis, 16 Kesimpulan, 19 Saran, 19
DAFTAR LAMPIRAN Dukumentasi Kegiatan, 20 Materi Penyuluhan, 25
iii
Latar Belakang Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) merupakan salah satu kawasan konservasi yang ada di Prov. Jawa Timur yang telah ditetapkan sebagai proyek percontohan pengurangan emisi dari pencegahan deforestasi dan degradasi (REDD) yang dibiayai oleh ITTO. Sebagai satu kesatuan ekosistem hutan pegunungan dan kawasan pantai yang merupakan kawasan konservasi yang masih asli, keberadaan TNMB harus dapat dijaga untuk kepentingan lokal, nasional dan bahkan internasional. Pada kenyataannya, TNMB sering mengalami berbagai gangguan yang dapat mengancam kelestarian dan keanekaragaman hayati hutan yang pada akhirnya akan mengurangi kemampuan hutan dalam mempertahankan stok karbon dan berpengaruh terhadap perubahan iklim. Berbagai permasalahan yang sering terjadi adalah penebangan liar, perambahan, kebakaran hutan, dan longsor yang terus mengancam kelestarian TNMB. Kekurang pedulian sebagian kecil masyarakat terhadap konservasi TNMB serta himpitan masalah ekonomi merupakan salah satu faktor kenapa kegiatan illegal logging masih sering terjadi. Penebangan liar (illegal logging) merupakan kegiatan penebangan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin. Praktek illegal logging yang tidak mengindahkan kelestarian menyebabkan kerusakan sumber daya hutan. Beberapa dampak ekologi dapat dikaitkan dengan praktek illegal logging ini termasuk degradasi, deforestasi, hilangnya keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Upaya-upaya perlindungan hutan di TNMB perlu dilakukan mengingat TNMB merupakan salah satu ekosistem Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah yang tersisa di Propinsi Jawa Timur. Monitoring terhadap kejadian illegal loging perlu dilakukan dan dilaporkan untuk mengetahui besarnya permasalahan dan kuantitas kerusakan yang diakibatkan. Oleh karena itu upaya pemberdayaan masyarakat harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja kelembagaan yang ada di masyarakat dalam mencegah dan mengurangi tekanan terhadap hutan. Berbagai upaya 1
yang terus dilakukan dalam mengurangi pembalakan liar di TNMB adalah meningkatkan peran serta dan keterlibatan masyarakat di dalam pengelolaan TNMB. Pembentukan Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dan pembentukan kelembagaan SPKP di masing-masing Seksi Pengelolaan Taman Nasional merupakan salah satu upaya meningkatkan peran serta masyarakat di dalam pengelolaan TNMB. Kegiatan Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TNMB telah banyak dilakukan namun masih belum memberikan hasil yang optimal. Pada tahun 2007, di desa penyangga TNMB telah berdiri Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaaan (SPKP) di desa Wonoasri dan Sanenrejo yang kemudian dikembangkan di desa penyangga lainnya, desa Kandangan, desa Sarongan, desa Kebonrejo, desa Curahnongko dan desa Andongrejo pada tahun 2010. Namun pengurus klembagaan SPKP terbentur masalah anggaran dan sumber daya manusia (SDM) yang belum mumpuni. Ke depan diharapkan dengan semakin menguatnya kelembagaan SPKP akan menjadi wadah dalam merumuskan setiap kegiatan/program dan memecahkan permasalahan yang ada di desa penyangga TNMB sehingga ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan akan semakin berkurang dan dapat meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam upaya konservasi. Tujuan Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung berkurangnya kejadian ilegal loging dan perambahan di TNMB melalui : 1. Pengumpulan data sekunder kegiatan illegal logging dan gangguan lainnya yang terjadi di TNMB selama 5 tahun terakhir, 2. Melakukan kegiatan penyulhan dan perlindungan hutan sebagai salah satu upaya pencegahan terhadap aktivitas illegal logging dan perambahan 3. Menguatkan kelembagaan SPKP dan Masyarakat Mitra Polhut dalam mengurangi kegiatan illegal logging dan gangguan lainnya yang dapat mengancam kelestarian hutan TNMB.
2
Luaran Tersedianya data gangguan hutan (illegal logging, perambahan dan lainlain), menguatnya kapasitas kelembagaan SPKP di desa penyangga TNMB yang mendukung upaya kelestarian hutan. Metode Pelaksanaan: 1. Mengumpulkan data sekunder mengenai ilegal loging dan gangguan hutan lainnya yang pernah terjadi di Taman Nasional, 2. Melakukan kajian kejadian ilegal loging dan sistem penanggulangan ilegal loging gangguan hutan lainnya dengan fokus di taman nasional, 3. Kegiatan Penyuluhan dan perlindungan hutan serta meningkatkan kelembagaan SPKP dan MMP Target Group: Target dari kegiatan ini adalah masyarakat desa di dalam dan di sekitar TNMB, antara lain: Desa Penyangga SPTN I Sarongan (desa Kandangan dan Sarongan) Desa penyangga SPTN II Ambulu (desa Curahnongko, Wonoasri, Andongrejo, Curahtakir, Sanenrejo) Desa Penyangga SPTN III Kalibaru (desa Pace, Mulyorejo, Kalibaru Manis, Kebunrejo, Karangharjo) Waktu Pelaksanaan: Kegiatan ini dilaksanakan selama tahun 2011 yang dimulai pada bulan Juli 2011. Tempat Pelaksanaan: Kegiatan penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka mengurangi kegiatan illegal logging dilaksanakan di Wilayah SPTN III Kalibaru yang meliputi : 1. Desa Kebunrejo 2. Desa Karangharjo 3. Desa Pace 4. Desa Mulyorejo 5. Desa Kalibaru Manis 3
Hasil Pelaksanaan: DESA KEBUNREJO a. Metode Pelaksanaan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan didesa penyangga khususnya lingkup SPTN III Kalibaru dilakukan dengan cara menyampaikan langsung dan berdialog terhadap sasaran. b. Sasaran Masyarakat sekitar kawasan(Desa Penyangga) tepatnya di Desa Kebonrejo termasuk wilayah pengelolaan Resort Malangsari SPTN III Kalibaru khususnya yang memiliki ketergantungan langsung dengan kawasan. c.
Materi Materi yang disampaikan adalah peraturan perundangan yang berlaku mengenai kehutanan dan arti pentingnya hutan khususnya kawasan Taman Nasional Meru Betiri bagi kehidupan, sehingga masyarakat mengetahui arti dan keberadaan hutan khususnya kawasan konservasi Taman Nasional Meru Betiri tersebut dan juga sanksi-sanksi yang dijatuhkan apabila melakukan kegiatan pelanggaran terhadap hutan khususnya Taman Nasional Meru Betiri.
d. Pemateri Materi yang disampaikan oleh Petugas Taman Nasional (Drs. Agus Hariyadi MP), Anggota Kepolisian ; Polsek Kalibaru ( Didik) dan Tokoh Masyarakat (Toha). e.
Petugas Pendamping Petugas Pendamping kegiatan ini adalah Dony, Hartono dan Ngadiwang.
f.
Waktu Kegiatan Kegiatan dilaksanakan tanggal 8 september 2011.
g. Tempat Kegiatan Tempat dilaksanakan kegiatan : Di Rumah Tokoh Masyarakat Masuk Wilayah Kerja Resort Malangsari.
4
h. Peserta Peserta terdiri dari : Masyarakat sekitar kawasan Desa Kebonrejo masuk wilayah kerja Resort Malangsari SPTN III Kalibaru i.
Hasil
Pembahasan Materi Penyuluhan Kegiatan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di Desa Penyangga di Desa Kebonrejo masuk wilayah pengelolaan Resort Malangsari didasarkan kepada kondisi di sekitar wilayah tersebut, dimana sekitar wilayah pengelolaan Resort Malangsari masih ada kegiatan ilegal logging dan perburuan liar. Untuk mengurangi kegiatan dimaksud maka diadakan kegiatan ini. Materi Penyuluhan yang disampaikan adalah Kehutanan secara umum, pengelolaan kawasan konservasi,peraturan perundangan terkait yaitu UU No 5 Tahun 1990 dan No 41 Tahun 1999 khususnya penekanan terhadap sanksi yang akan diterima apabila kegiatan pelanggaran hutan khususnya mengenai illegal logging dan perburuan liar di kawasan konservasi. Dalam materi mengenai kehutanan umum disampaikan mengenai arti hutan dan alasan penetapan wilayahnya, hal ini disampaikan agar masyarakat memahami alasan penetapan suatu kawasan menjadi kawasan hutan yang dikuasai negara dan arti pentingnya bagi kehidupan. Dalam Materi pengelolaan kawasan konservasi, disampaikan mengenai pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru Betiri Khususnya yang ada di Resort Malangsari SPTN III Kalibaru . Dalam pemaparan peraturan perundangan Yaitu UU NO 5 Tahun 1990 dan UU No 41 Tahun 1999 disampaikan hal-hal mengenai tindakan yang menyebabkan seseorang bisa diajukan dalam proses peradilan apabila melanggar terhadap kawasan hutan dan hasil hutan dan ditekankan mengenai ancaman hukuman dan denda terhadap pelanggaran tindak pidana kehutanan.
Uraian Kegiatan Penyuluhan Penyuluhan perlindungan dan pengamanan hutan yang dilaksanakan dimulai oleh Kepala seksi SPTN III Kalibaru Yaitu Drs 5
Agus Haryadi MP, dimana disampaikan mengenai pengelolaan hutan konservasi khususnya konsep pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri, hal ini disampaikan secara langsung di depan masyarakat yang hadir. Dalam pemaparannya dijelaskan mengenai keberadaan kawasan konservasi, khususnya resort Malangsari SPTN III Kalibaru Balai Taman Nasional Meru Betiri, dimana dengan keberadaannya tersebut bukan dimaksudkan untuk tidak membolehkan masyarakat untuk mendapatkan manfaatnya dari hutan yang ada, namun sebaliknya agar manfaat yang ada seperti ketersediaan air, oksigen, dan penunjang ekosistem lainnya bisa berjalan baik dan lestari. Pada sesi selanjutnya materi oleh anggota polsek Kalibaru yang merupakan babinkamtibmas desa kebonrejo yaitu Didik, disampaikan bahwasanya secara prinsip pihak kepolisian mendukung upaya taman nasional meru betiri dalam hal pengelolaan wilayahnya, dan sesuai aturan perundangan yang ada yaitu UU No 41 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990 tentunya setiap pelanggaran terhadap keutuhan wilayah hutan khususnya taman nasional akam mendapat sanksinya. Oleh karenya diharapkan masyarakat tidak berusaha melakukan kegiatan yang melanggar tersebut, karena sanksi yang berlaku cukup jelas dimana bisa dihukum kurungan badan dan denda uang yang cukup besar.misalnya saja melanggar pasal 40 ayat (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf a dimana dengan sengaja menangkap, melukai memelihara, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup bisa diancam 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah. Pada sesi selanjutnya tokoh masyarakat setempat yaitu menyampaikan bahwasanya memang keberadaan hutan sekarang ini cukup penting, apalagi masyarakat kebonrejo sudah pernah terkena bencana banjir bandang, tentunya hal ini harus menjadi cermin bersama, sehingga masyarakat tidak merusak kawasan hutan beserta isinya, dan secara ikhlas mau bersama-sama untuk melesarikannya. Selain beberapa materi yang disampaikan dalam kegiatan ini pun disepakati apabila ada kegiatan yang melanggar terhadap kawasan taman nasional khususnya kegiatan perambahan kawasan, maka akan ditindaklanjut dalam proses hukum. 6
DESA KARANGHARJO a. Metode Pelaksanaan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di desa penyangga khususnya lingkup SPTN III Kalibaru dilakukan dengan cara menyampaikan langsung dan berdialog terhadap sasaran. b. Sasaran Masyarakat sekitar kawasan(Desa Penyangga) tepatnya di Desa Karangharjo termasuk wilayah pengelolaan Resort Sumberpacet SPTN III Kalibaru khususnya yang memiliki ketergantungan langsung dengan kawasan. c.
Materi Materi yang disampaikan adalah peraturan perundangan yang berlaku mengenai kehutanan dan arti pentingnya hutan khususnya kawasan Taman Nasional Meru Betiri bagi kehidupan, sehingga masyarakat mengetahui arti dan keberadaan hutan khususnya kawasan konservasi Taman Nasional Meru Betiri tersebut dan juga sanksi-sanksi yang dijatuhkan apabila melakukan kegiatan pelanggaran terhadap hutan khususnya Taman Nasional Meru Betiri.
d. Pemateri Materi yang disampaikan oleh Petugas Taman Nasional (Drs. Agus Hariyadi MP), Anggota Kepolisian ; Polsek Glenmore ( Murtoyo) dan Tokoh Masyarakat (Wahyu Trijatmiko). e.
Petugas Pendamping Petugas Pendamping kegiatan ini adalah Luki D S,Jaelani dan Samsidi.
f.
Waktu Kegiatan Kegiatan dilaksanakan tanggal 9 september 2011.
g. Tempat Kegiatan Tempat dilaksanakan kegiatan : Di Kantor Kebun Treblasala Masuk Wilayah Kerja Resort Sumberpacet. h. Peserta Peserta terdiri dari masyarakat sekitar kawasan Desa Karangharjo masuk wilayah kerja Resort Sumberpacet SPTN III Kalibaru. 7
i.
Hasil
Pembahasan Materi Penyuluhan Kegiatan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di Desa Penyangga tepatnya Desa Karangharjo masuk wilayah pengelolaan Resort Sumberpacet didasarkan kepada kondisi di sekitar wilayah tersebut, dimana sebelumnya terjadi kegiatan perambahan di wilayah perbatasan masuk wilayah kerja Perum Perhutani dan Kebun Treblasala. Untuk mengantisipasi meluasnya kegiatan perambahan tersebut dan disebabkan wilayah itu merupakan wilayah perbatasan dengan resort Sumberpacet SPTN III Kalibaru maka diadakan kegiatan ini. Materi Penyuluhan yang disampaikan adalah Kehutanan secara umum, pengelolaan kawasan konservasi,peraturan perundangan terkait yaitu UU No 5 Tahun 1990 dan No 41 Tahun 1999 khususnya penekanan terhadap sanksi yang akan diterima apabila kegiatan pelanggaran hutan khususnya perambahan terjadi di kawasan konservasi. Dalam materi mengenai kehutanan umum disampaikan mengenai arti hutan dan alasan penetapan wilayahnya, hal ini disampaikan agar masyarakat memahami alasan penetapan suatu kawasan menjadi kawasan hutan yang dikuasai negara dan arti pentingnya bagi kehidupan. Dalam Materi pengelolaan kawasan konservasi, disampaikan mengenai pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru Betiri Khususnya yang ada di Resort Sumberpacet SPTN III Kalibaru . Dalam pemaparan peraturan perundangan Yaitu UU NO 5 Tahun 1990 dan UU No 41 Tahun 1999 disampaikan hal-hal mengenai tindakan yang menyebabkan seseorang bisa diajukan dalam proses peradilan apabila melanggar terhadap kawasan hutan dan hasil hutan dan ditekankan mengenai ancaman hukuman dan denda terhadap pelanggaran tindak pidana kehutanan.
Uraian Kegiatan Penyuluhan Penyuluhan perlindungan dan pengamanan hutan yang dilaksanakan dimulai oleh Kepala seksi SPTN III Kalibaru Yaitu Drs Agus Haryadi MP, dimana disampaikan secara langsung di depan masyarakat yang hadir mengenai pengelolaan hutan konservasi 8
khususnya konsep pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri, dalam pemaparannya ini dijelaskan Taman Nasional yang merupakan bagian pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam merupakan organisasi dibawah Kementerian kehutanan dalam hal ini Dirjen PHKA, yang mempunyai wewenang dalam mengelola wilayah konservasi yang di tunjuk dan ditetapkan oleh pemerintah. Penunjukan dan penetapan tersebut didasakan atas kondisi area yang memang perlu dilindungi dalam hal ini dikonservasi. Maksud dan tujuan penetapan tersebut tentunya outputnya adalah untuk kepentingan masyarakat itu sendiri, karena dengan area yang pengelolaannya secara konservasi ini tentu aspek perlindungan dan penyangga kehidupan seperti penyedia air atau penyedia plasma nutfah akan berjalan dengan baik. Pada sesi berikutnya disampaikan materi oleh anggota polsek Glenmore Kabupaten Banyuwangi yaitu Murtoyo mengenai penegakan hukum bidang kehutanan. Dalam pemaparannya disampaikan bahwasanya dalam aturan hukum kehutanan mengacu kepada UU 41 tahun 1999, sedangkan untuk beberapa jenis sumberdaya alam yang dilindungi mengacu kepada UU No 5 tahun 1990. Aturan hukum tersebut merupakan produk pemerintah yang legal sehingga apabila masyarakat ada yang terindikasikan dan terbukti melanggar aturan dalam pasal-pasal yang ada di dalamnya tentu bisa dijerat dengan sanksi yang ada. Pada sesi selajutnya tokoh masyarakat setempat yang juga sinder Sumberayu kebun treblasala (Wahyu trijatmiko), menyampaikan secara umum bahwasanya dengan keberadaan hutan konservasi sebenarnya dapat mendukung keberadaan kebun juga, dimana dengan hutan yang kondisinya terjaga tentu sumber air dan keadaan iklim yang diperlukan bagi proses ekologis tanaman kebun dapat tersedia dengan b aik, selain itu pula sebenarnya dalam aturan kebun treblasala pun cukup jelas aturannya dimana perusakan hutan dan sumberdaya alamnya merupakan pelanggaran. Semua materi yang disampaikan dengan cara dialog dan berbagi pengetahuan,sehingga diharapkan ada motivasi tersendiri dari masyarakat untuk memelihara kawasan hutan. Selain beberapa materi yang disampaikan dalam kegiatan ini pun disepakati apabila ada kegiatan yang melanggar terhadap kawasan taman nasional 9
khususnya kegiatan perambahan ditindaklanjuti dalam proses hukum.
kawasan,
maka
akan
DESA PACE a. Metode Pelaksanaan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di desa penyangga khususnya lingkup SPTN III Kalibaru dilakukan dengan cara menyampaikan langsung dan berdialog terhadap sasaran. b. Sasaran Masyarakat sekitar kawasan (Desa Penyangga) tepatnya di Desa Pace termasuk wilayah pengelolaan Resort Baban SPTN III Kalibaru khususnya yang memiliki ketergantungan langsung dengan kawasan. c.
Materi Materi yang disampaikan adalah peraturan perundangan yang berlaku mengenai kehutanan dan arti pentingnya hutan khususnya kawasan Taman Nasional Meru Betiri bagi kehidupan, sehingga masyarakat mengetahui arti dan keberadaan hutan khususnya kawasan konservasi Taman Nasional Meru Betiri tersebut dan juga sanksi-sanksi yang dijatuhkan apabila melakukan kegiatan pelanggaran terhadap hutan khususnya Taman Nasional Meru Betiri.
d. Pemateri Materi yang disampaikan oleh Petugas Taman Nasional (Drs. Agus Hariyadi MP), Anggota Kepolisian ; Polsek Tempurejo ( Aiptu Sapuan SH) dan Tokoh Masyarakat (Sutik). e.
Petugas Pendamping Petugas Pendamping kegiatan ini adalah Bahno, Basuki, Masudiana.
f.
Waktu Kegiatan Kegiatan dilaksanakan tanggal 12 september 2011.
g. Tempat Kegiatan Tempat dilaksanakan kegiatan di Desa Pace Masyarakat Masuk Wilayah Kerja Resort Baban.
10
h. Peserta Peserta terdiri dari : Masyarakat sekitar kawasan Desa Pace masuk wilayah kerja Resort Baban SPTN III Kalibaru. i.
Hasil
Pembahasan Materi Penyuluhan Kegiatan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di Desa Penyangga di Desa Pace masuk wilayah pengelolaan Resort Baban didasarkan kepada kondisi di sekitar wilayah tersebut, dimana masih adanya kegiatan illegal ligging dan perburuan tradisional yang dilakukan oleh oknum masyarakat sekitar wilayah tersebut. Materi Penyuluhan yang disampaikan adalah Kehutanan secara umum, pengelolaan kawasan konservasi,peraturan perundangan terkait yaitu UU No 5 Tahun 1990 dan No 41 Tahun 1999 khususnya penekanan terhadap sanksi yang akan diterima apabila kegiatan pelanggaran hutan khususnya illegal logging dan perburuan tradisional terjadi di kawasan konservasi. Dalam materi mengenai kehutanan umum disampaikan mengenai arti hutan dan alasan penetapan wilayahnya, hal ini disampaikan agar masyarakat memahami alasan penetapan suatu kawasan menjadi kawasan hutan yang dikuasai negara dan arti pentingnya bagi kehidupan. Dalam Materi pengelolaan kawasan konservasi, disampaikan mengenai pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru Betiri Khususnya yang ada di Resort Baban SPTN III Kalibaru . Dalam pemaparan peraturan perundangan Yaitu UU NO 5 Tahun 1990 dan UU No 41 Tahun 1999 disampaikan hal-hal mengenai tindakan yang menyebabkan seseorang bisa diajukan dalam proses peradilan apabila melanggar terhadap kawasan hutan dan hasil hutan dan ditekankan mengenai ancaman hukuman dan denda terhadap pelanggaran tindak pidana kehutanan.
Uraian Kegiatan Penyuluhan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di Desa Pace dimulai oleh Kepala seksi SPTN III Kalibaru Yaitu Drs Agus Haryadi MP, dimana disampaikan mengenai pengelolaan hutan konservasi khususnya konsep pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri,dimana 11
pengelolaan taman nasional meru betiri khususnya SPTN III Kalibaru yang terbentuk semenjak tahun 2007 merupakan kawasan yang wajib dilindungi , dimana pengelolaannya terbagi dalam beberapa zonasi. Di lingkup wilayah SPTN III Kalibaru ini terdiri dari 3 zona pengelolaan, yaitu zona inti, zona rimba dan zona rehabilitasi. Hal tersebut dimaksudkan agar semua sumberdaya alam hayati yang terkandung didalamnya bisa terkelola dengan baik dan lestari keberadaannya. Pada sesi selanjutnya materi oleh anggota polsek tempurejo yaitu Aiptu Sapuan SH, disampaikan bahwasanya secara prinsip pihak kepolisian mendukung upaya taman nasional meru betiri khususnya Resort Baban SPTN III Kalibaru yang wilayah kerja seluas 4.550 Ha dengan dua desa penyangga yaitu Desa Pace dan Desa Mulyorejo dalam hal pengelolaan dan kelestariannya, dan sesuai aturan perundangan yang ada yaitu UU No 41 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990 tentunya setiap pelanggaran terhadap keutuhan wilayah hutan khususnya taman nasional akam mendapat sanksinya. Oleh karenya diharapkan masyarakat tidak berusaha melakukan kegiatan yang melanggar tersebut, karena sanksi yang berlaku cukup jelas dimana bisa dihukum kurungan badan dan denda uang yang cukup besar.Untuk beberapa kasus illegal logging dan perburuan tradisional yang terjadi di sekitar wilayah tersebut tentunya akan dikenakan misalnya saja melanggar pasal 50 ayat (3) huruf c UU No 41 tahun 1999 dimana melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan 200 meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai maka diancam snksi 10 tahun penjara dan denda 5 milyar. Pada sesi selanjutnya tokoh masyarakat setempat yaitu Sutik menyampaikan bahwasanya memang keberadaan hutan sekarang ini cukup penting, apalagi masyarakat Pace, yang keberadaannya di sekitar dataran rendah dari wilayah bukit yang ada di sekitarnya, maka apabila tidak dipelihara keberadaannya hutan akan terjadi banjir dan longsor seperti yang pernah terjadi pada tahun 2009, tentunya hal ini harus menjadi cermin bersama, sehingga masyarakat tidak merusak kawasan hutan beserta isinya, dan secara ikhlas mau bersama-sama untuk melesarikannya. Selain beberapa materi yang disampaikan dalam kegiatan ini pun disepakati apabila ada kegiatan yang melanggar terhadap kawasan 12
taman nasional khususnya kegiatan perambahan kawasan, maka akan ditindaklanjut dalam proses hukum. DESA MULYOREJO a. Metode Pelaksanaan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan didesa penyangga khususnya lingkup SPTN III Kalibaru dilakukan dengan cara menyampaikan langsung dan berdialog terhadap sasaran. b. Sasaran Masyarakat sekitar kawasan(Desa Penyangga) tepatnya di Desa Mulyorejo Dusun Baban Timur termasuk wilayah pengelolaan Resort Baban SPTN III Kalibaru khususnya yang memiliki ketergantungan langsung dengan kawasan. c.
Materi Materi yang disampaikan adalah peraturan perundangan yang berlaku mengenai kehutanan dan arti pentingnya hutan khususnya kawasan Taman Nasional Meru Betiri bagi kehidupan, sehingga masyarakat mengetahui arti dan keberadaan hutan khususnya kawasan konservasi Taman Nasional Meru Betiri tersebut dan juga sanksi-sanksi yang dijatuhkan apabila melakukan kegiatan pelanggaran terhadap hutan khususnya Taman Nasional Meru Betiri.
d. Pemateri Materi yang disampaikan oleh Petugas Taman Nasional (Drs. Agus Hariyadi MP), Anggota Kepolisian ; Polsek Sempolan (Aiptu Sapuan SH) dan Kepala Dusun Baban Timur (Toyan Hanafi). e.
Petugas Pendamping Poetugas Pendamping kegiatan ini adalah Basuki, Bahno dan Masudiana.
f.
Waktu Kegiatan Kegiatan dilaksanakan tanggal 13 september 2011.
13
g. Tempat Kegiatan Tempat dilaksanakan kegiatan : Di Mushola Baban Timur Masuk Wilayah Kerja Resort Baban. h. Peserta Peserta terdiri dari : Masyarakat sekitar kawasan Desa Mulyorejo masuk wilayah kerja Resort Baban SPTN III Kalibaru. i.
Hasil
Pembahasan Materi Penyuluhan Kegiatan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di Desa Penyangga di Desa Mulyorejo masuk wilayah pengelolaan Resort Baban didasarkan kepada kondisi di sekitar wilayah tersebut, dimana masih adanya kegiatan illegal logging dan perburuan tradisional yang dilakukan oleh oknum masyarakat sekitar wilayah tersebut. Materi Penyuluhan yang disampaikan adalah Kehutanan secara umum, pengelolaan kawasan konservasi,peraturan perundangan terkait yaitu UU No 5 Tahun 1990 dan No 41 Tahun 1999 khususnya penekanan terhadap sanksi yang akan diterima apabila kegiatan pelanggaran hutan khususnya illegal logging dan perburuan tradisional terjadi di kawasan konservasi. Dalam materi mengenai kehutanan umum disampaikan mengenai arti hutan dan alasan penetapan wilayahnya, hal ini disampaikan agar masyarakat memahami alasan penetapan suatu kawasan menjadi kawasan hutan yang dikuasai negara dan arti pentingnya bagi kehidupan. Dalam Materi pengelolaan kawasan konservasi, disampaikan mengenai pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru Betiri Khususnya yang ada di Resort Baban SPTN III Kalibaru . Dalam pemaparan peraturan perundangan Yaitu UU NO 5 Tahun 1990 dan UU No 41 Tahun 1999 disampaikan hal-hal mengenai tindakan yang menyebabkan seseorang bisa diajukan dalam proses peradilan apabila melanggar terhadap kawasan hutan dan hasil hutan dan ditekankan mengenai ancaman hukuman dan denda terhadap pelanggaran tindak pidana kehutanan.
14
Uraian Kegiatan Penyuluhan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di Desa Pace dimulai oleh Kepala seksi SPTN III Kalibaru Yaitu Drs Agus Haryadi MP, dimana disampaikan mengenai pengelolaan hutan konservasi khususnya konsep pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri,dimana pengelolaan taman nasional meru betiri khususnya SPTN III Kalibaru yang terbentuk semenjak tahun 2007 merupakan kawasan yang wajib dilindungi , dimana pengelolaannya terbagi dalam beberapa zonasi. Di lingkup wilayah SPTN III Kalibaru ini terdiri dari 3 zona pengelolaan, yaitu zona inti, zona rimba dan zona rehabilitasi.untuk wilayah kerja resort Baban mempunyai luas 4.550 ha yang terbentang dari blok dung segoro sampai blok darungan, Hal tersebut dimaksudkan agar semua sumberdaya alam hayati yang terkandung didalamnya bisa terkelola dengan baik dan lestari keberadaannya. Pada sesi selanjutnya materi oleh anggota polsek Sempolan yaitu Aiptu Sapuan SH, disampaikan bahwasanya secara prinsip pihak kepolisian mendukung upaya taman nasional meru betiri khususnya Resort Baban SPTN III Kalibaru yang wilayah kerja seluas 4.550 Ha dengan dua desa penyangga yaitu Desa Pace dan Desa Mulyorejo dalam hal pengelolaan dan kelestariannya, dan sesuai aturan perundangan yang ada yaitu UU No 41 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990 tentunya setiap pelanggaran terhadap keutuhan wilayah hutan khususnya taman nasional akam mendapat sanksinya. Oleh karenya diharapkan masyarakat tidak berusaha melakukan kegiatan yang melanggar tersebut, karena sanksi yang berlaku cukup jelas dimana bisa dihukum kurungan badan dan denda uang yang cukup besar.Untuk beberapa kasus illegal logging dan perburuan tradisional yang terjadi di sekitar wilayah tersebut tentunya akan dikenakan misalnya saja melanggar pasal 50 ayat (3) huruf e UU No 41 tahun 1999 dimana menebang atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenang maka diancam sanksi 10 tahun penjara dan denda 5 milyar. Pada sesi selanjutnya tokoh masyarakat setempat yaitu Toyan Hanafi yang merupakan juga kepala dusun baban timur menyampaikan bahwasanya memang keberadaan hutan sekarang ini cukup penting, apalagi masyarakat desa mulyorejo,yang 15
berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional meru betiri, dimana sumber air yang ada dan diperlukan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat berasal dari keberadaan hutan taman nasional meru betiri., maka apabila tidak dipelihara keberadaannya akan terjadi kekeringan yang akhirnya bisa merugikan masyarakt itu sendiri, tentunya hal ini harus menjadi cermin bersama, sehingga masyarakat tidak merusak kawasan hutan beserta isinya, dan secara ikhlas mau bersama-sama untuk melesarikannya. Selain beberapa materi yang disampaikan dalam kegiatan ini pun disepakati apabila ada kegiatan yang melanggar terhadap kawasan taman nasional khususnya kegiatan perambahan kawasan, maka akan ditindaklanjut dalam proses hukum. DESA KALIBARU MANIS a. Metode Pelaksanaan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di desa penyangga khususnya lingkup SPTN III Kalibaru dilakukan dengan cara menyampaikan langsung dan berdialog terhadap sasaran. b. Sasaran Masyarakat sekitar kawasan(Desa Penyangga) tepatnya di Desa Kalibaru Manis termasuk wilayah pengelolaan Resort Malangsari SPTN III Kalibaru khususnya yang memiliki ketergantungan langsung dengan kawasan. c.
Materi Materi yang disampaikan adalah peraturan perundangan yang berlaku mengenai kehutanan dan arti pentingnya hutan khususnya kawasan Taman Nasional Meru Betiri bagi kehidupan, sehingga masyarakat mengetahui arti dan keberadaan hutan khususnya kawasan konservasi Taman Nasional Meru Betiri tersebut dan juga sanksi-sanksi yang dijatuhkan apabila melakukan kegiatan pelanggaran terhadap hutan khususnya Taman Nasional Meru Betiri.
d. Pemateri Materi yang disampaikan oleh Petugas Taman Nasional (Drs. Agus Hariyadi MP), Anggota Kepolisian ; Polsek Kalibaru ( Brigadir Wasis) dan Tokoh Masyarakat (H. Muslim). 16
e.
Petugas Pendamping Petugas Pendamping kegiatan ini adalah Deny Astanafa, Bc. Suhartono dan Dody Setiawan.
f.
Waktu Kegiatan Kegiatan dilaksanakan tanggal 14 September 2011.
g. Tempat Kegiatan Tempat dilaksanakan kegiatan : Di Masjid Dusun Karang Bangkalan Desa Kalibaru Manis. h. Peserta Peserta terdiri dari : Masyarakat sekitar kawasan Desa Kalibaru Manis khususnya Dusun Karang Bangkalan masuk wilayah kerja Resort Malangsari SPTN III Kalibaru. i.
Hasil
Pembahasan Materi Penyuluhan Kegiatan Penyuluhan dan Perlindungan Hutan di Desa Penyangga di Desa Kalibaru Manis masuk wilayah pengelolaan Resort Malangsari didasarkan kepada kondisi di sekitar wilayah tersebut, dimana sekitar wilayah pengelolaan Resort Malangsari masih ada kegiatan ilegal logging dan perburuan liar. Untuk mengurangi kegiatan dimaksud maka diadakan kegiatan ini. Materi Penyuluhan yang disampaikan adalah Kehutanan secara umum, pengelolaan kawasan konservasi,peraturan perundangan terkait yaitu UU No 5 Tahun 1990 dan No 41 Tahun 1999 khususnya penekanan terhadap sanksi yang akan diterima apabila kegiatan pelanggaran hutan khususnya mengenai illegal logging dan perburuan liar di kawasan konservasi. Dalam materi mengenai kehutanan umum disampaikan mengenai arti hutan dan alasan penetapan wilayahnya, hal ini disampaikan agar masyarakat memahami alasan penetapan suatu kawasan menjadi kawasan hutan yang dikuasai negara dan arti pentingnya bagi kehidupan. Dalam Materi pengelolaan kawasan konservasi, disampaikan mengenai pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru 17
Betiri Khususnya yang ada di Resort Malangsari SPTN III Kalibaru . Dalam pemaparan peraturan perundangan Yaitu UU NO 5 Tahun 1990 dan UU No 41 Tahun 1999 disampaikan hal-hal mengenai tindakan yang menyebabkan seseorang bisa diajukan dalam proses peradilan apabila melanggar terhadap kawasan hutan dan hasil hutan dan ditekankan mengenai ancaman hukuman dan denda terhadap pelanggaran tindak pidana kehutanan.
Uraian Kegiatan Penyuluhan Penyuluhan perlindungan dan pengamanan hutan yang dilaksanakan dimulai oleh Kepala seksi SPTN III Kalibaru Yaitu Drs Agus Haryadi MP, dimana disampaikan mengenai pengelolaan hutan konservasi khususnya konsep pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri, hal ini disampaikan secara langsung di depan masyarakat yang hadir. Dalam pemaparannya dijelaskan mengenai keberadaan kawasan konservasi, khususnya resort Malangsari SPTN III Kalibaru Balai Taman Nasional Meru Betiri, dimana dengan keberadaannya tersebut bukan dimaksudkan untuk tidak membolehkan masyarakat untuk mendapatkan manfaatnya dari hutan yang ada, namun sebaliknya agar manfaat yang ada seperti ketersediaan air, oksigen, dan penunjang ekosistem lainnya bisa berjalan baik dan lestari. Pada sesi selanjutnya materi oleh anggota polsek Kalibaru yang merupakan Babinkamtibmas Desa Kalibaru Manis yaitu Brigadir Wasis, disampaikan bahwasanya secara prinsip pihak kepolisian mendukung upaya Taman Nasional Meru Betiri dalam hal pengelolaan wilayahnya, dan sesuai aturan perundangan yang ada yaitu UU No 41 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990 tentunya setiap pelanggaran terhadap keutuhan wilayah hutan khususnya Taman Nasional akan mendapat sanksinya. Oleh karenanya diharapkan masyarakat tidak berusaha melakukan kegiatan yang melanggar tersebut, karena sanksi yang berlaku cukup jelas dimana bisa dihukum kurungan badan dan denda uang yang cukup besar.misalnya saja melanggar pasal 40 ayat (2) Jo pasal 21 ayat (2) huruf a dimana dengan sengaja menangkap, melukai memelihara, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup bisa diancam 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah. pihak 18
Kepolisian juga menyinggung tentang ketertiban bermasyarakat bagi warga Karang Bangkalan. Pada sesi selanjutnya tokoh masyarakat setempat yaitu menyampaikan bahwasanya memang keberadaan hutan sekarang ini cukup penting, karena pengalaman lingkungan sekitar Dusun Karang Bangkalan yaitu Gunung Kumitir yg dahulunya hutan lindung sekarang telah berubah fungsi menjadi ladang kopi yang tentu saja banyak dirasakan perubahan yang dirasakan oleh warga. Selain beberapa materi yang disampaikan dalam kegiatan ini pun disepakati apabila ada kegiatan yang melanggar terhadap kawasan taman nasional khususnya kegiatan perambahan kawasan, maka akan ditindaklanjut dalam proses hukum. Kesimpulan: Kegiatan Penyuluhan dan Perlindungan hutan di Desa Penyangga merupakan kegiatan yang perlu dan sangat bermanfaat bagi pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri khususnya lingkup SPTN III Kalibaru. Dengan kegiatan ini diharapkan masyarakat khususnya yang tergantung kapada kawasan bisa berubah pola pikirnya dan akhirnya ikut melestarikan kawasan. Saran: Pada waktu selanjutnya, kegiatan seperti yang telah dilaksanakan sebaiknya ada program lanjutan di tempat yang lain sehingga semua masyarakat desa di sekitar kawasan akan mengetahui arti pentingnya kawasan konservasi, yang pada akhirnya fungsi konservasi secara umum dari pengelolaan Taman Nasional bisa terwujud.
19
LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN Desa Kebunrejo
20
Desa Karangharjo
21
Desa Pace
22
Desa Mulyorejo
23
Desa Kalibaru Manis
24
MATERI PENYULUHAN ARTI PENTINGNYA TN. MERU BETIRI Pendahuluan Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya dan wajib disyukuri. Karunia tersebut hendaknya diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hutan mempunyai manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan umat manusia baik manfaat ekologis, sosial, budaya maupun ekonomi. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, demi kemakmuran generasi sekarang maupun yang akan datang. Kawasan hutan Indonesia sangat luas dan merupakan habitat dari berbagai jenis satwa maupun flora. Kekayaan hayati Indonesia tersebut menurut World Conservation Monitoring Committee (1994) mencakup sekitar 27.500 species tumbuhan berbunga (merupakan 10% dari species tumbuhan di dunia), 1.539 species burung (merupakan 17% dari seluruh species burung di dunia), 515 species reptilia (merupakan 16% dari species reptilia di dunia). Kekayaan tersebut tersebar di 149,02 juta hektar hutan Indonesia yang terdiri dari hutan konservasi seluas 17,91 hektar, hutan lindung seluas 34,01 hektar, hutan produksi seluas 61,9 hektar dan hutan konversi untuk berbagai penggunaan lain seluas 35,2 hektar. Namun kekayaan alam Indonesia tersebut menjadi terancam keberadaannya dengan adanya laju pengurangan hutan Indonesia yang cukup tinggi dan merupakan laju pengurangan terbesar di dunia. Data menunjukkan laju pengurangan luas hutan tersebut di Sumatera mencapai 2% per tahun, di Pulau Jawa mencapai 0,42% per tahun, di Pulau Kalimantan mencapai 0,94% per tahun, di Pulau Sulawesi mencapai 1% per tahun dan di Irian Jaya mencapai 0,7% per tahun. Pengurangan luas hutan tersebut terjadi akibat proses laju penurunan mutu hutan (degradasi) dan penggundulan hutan (deforestasi). Beberapa studi menunjukkan laju degradasi dan deforestasi hutan di Indonesia mencapai rata-rata 1 – 1,5 juta hektar per tahunnya. Kejadian ini memberikan implikasi yang sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan 25
umat manusia di masa yang akan datang. Fungsi-fungsi lingkungan yang sangat mendasar untuk mendukung kehidupan manusia terabaikan serta beranekaragam kehidupan flora dan fauna yang membentuk mata rantai kehidupan yang bermanfaat bagi manusia menjadi rusak dan hilang. Oleh karena itu untuk menjaga agar kekayaan alam Indonesia tetap utuh, diperlukan pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebaik mungkin secara sinergis dan berkesinambungan. Pengertian Dan Batasan Di dalam Undang-undang nomor : 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya alam Hayati dan ekosistemnya dijelaskan mengenai istilahistilah di bidang konservasi yang sering digunakan yaitu : Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan mempunyai tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama-sama dengan unsur non hayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
26
Kawasan Konservasi adalah kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan. Kawasan Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
27
Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Cagar Biosfer adalah suatu kawasan yang terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik, dan atau ekosistem yang telah mengalami degradasi yang keseluruhan unsur alamnya dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan penelitian dan pendidikan. Kawasan Konservasi Untuk mewujudkan 3 strategi konservasi dunia maka ditetapkanlah kawasan konservasi yaitu : 1. Kawasan Suaka Alam (KSA), terdiri dari Cagar alam dan Suaka Margasatwa, berfungsi memberikan perlindungan terhadap proses ekologis terutama untuk pengawetan keberadaan, keanekaragaman, kemurnian, keunikan dan kekhasan dari sumber plasma nutfah, jenis flora dan fauna, ekosistem dan gejala alam dalam rangka menunjang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, sosial dan budaya serta rekreasi/ pariwisata. 2. Kawasan Pelestarian Alam (KPA), terdiri dari Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya, berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 3. Taman Buru berfungsi sebagai tempat khusus untuk wisata berburu. 4. Hutan lindung, berfungsi untuk perlindungan terhadap pengaturan tata air, pengendalian banjir, pencegahan erosi dan pemeliharaan kesuburan tanah bagi wilayah sekitar. Taman Nasional Meru Betiri Sejarah Kawasan Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus sebagai hutan lindung yang penetapannya berdasarkan Besluit van den Directur van Landbouw Neverheiden Handel yaitu pada tanggal 29 Juli 1931 Nomor : 7347/ B serta Besluit Directur van Economiche Zaken tanggal 28 April 28
1938 Nomor : 5751. Pada tahun 1967 kawasan ini ditunjuk sebagai calon Suaka Alam dan pada periode berikutnya kawasan hutan lindung ini ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa seluas 50.000 Ha. Penetapan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 276/Kpts/Um/6/1972 tanggal 6 Juni 1972 dengan tujuan utama perlindungan terhadap jenis harimau jawa (Panthera tigris sondaica). Sedangkan pada tahun 1982 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 529/Kpts/Um/6/1982 tanggal 21 Juni 1982 kawasan Suaka Margasatwa Meru Betiri diperluas menjadi 58.000 Ha. Perluasan ini mencakup wilayah perkebunan PT. Bandealit dan PT. Sukamade Baru seluas 2.155 Ha, serta kawasan hutan lindung sebelah Utara dan kawasan perairan laut sepanjang pantai selatan seluas 845 Ha. Pada perkembangan berikutnya yaitu dengan diterbitkannya Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor : 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 Suaka Margasatwa Meru Betiri dinyatakan sebagai calon Taman Nasional, pernyataan ini dikeluarkan bersamaan dengan diselenggarakannya Konggres Taman Nasional Sedunia III di Denpasar, Bali. Penunjukan status Taman Nasional kawasan hutan Meru Betiri ditetapkan dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 277/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 seluas 58.000 Ha yang terletak pada dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Jember seluas 37.585 Ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 Ha. Letak Dan Luas Kawasan Taman Nasional Meru Betiri secara geografis terletak pada 113º38’38” - 113º58’30” BT dan 8º20’48” - 8º33’48” LS, sedangkan secara administrasi pemerintahan terletak di Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Adapun batas-batas wilayah kawasannya meliputi : Sebelah Utara berbatasan dengan kawasan PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Malangsari dan kawasan hutan Perum PERHUTANI. Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Sanen, kawasan PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Sumberjambe, PT. Perkebunan Treblasala dan Desa Sarongan. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Sebelah Barat berbatasan dengan kawasan hutan Perum PERHUTANI, PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kalisanen, Kebun
29
Kotta Blater, Curahnongko.
Desa
Sanenrejo,
Desa
Andongrejo
dan
Desa
Balai Taman Nasional Meru Betiri dalam melaksanakan pengelolaan terhadap kawasannya agar berfungsi secara optimal dikelola dengan sistem zonasi berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor : 185/Kpts/DJ-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 dengan pembagian zonasi sebagai berikut : 1. Zona inti seluas 27.915 Ha (warna merah) Zona inti terletak di bagian timur dan sebagian bagian barat kawasan Taman Nasional Meru Betiri; dimana pada zona ini mutlak dilindungi, di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia. Kegiatan yang diperbolehkan pada zona ini hanya yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.
2. Zona rimba seluas 22.622 Ha (warna kuning)
Zona rimba terletak di bagian barat dan sebagian kecil bagian selatan kawasan Taman Nasional Meru Betiri, dimana pada zona ini dapat dilakukan kegiatan sebagaimana kegiatan pada zona inti dan kegiatan wisata alam yang terbatas.
3. Zona pemanfaatan intensif seluas 1.285 Ha (warna hijau)
Zona pemanfaatan intensif terletak di Pantai Bandealit, Pantai Sukamade, dan Pantai Rajegwesi kawasan Taman Nasional Meru Betiri, dimana pada zona ini dapat dilakukan kegiatan sebagaimana pada zona inti dan zona rimba, dan diperuntukkan bagi pusat pembangunan sarana/prasarana dalam rangka pengembangan kepariwisataan alam dan rekreasi.
4. Zona rehabilitasi seluas 4.023 Ha (warna coklat)
Zona rehabilitasi terletak di bagian utara dan sebagian kecil bagian timur kawasan Taman Nasional Meru Betiri, dimana pada zona ini dapat dilakukan kegiatan rehabilitasi kawasan yang sudah rusak akibat perambahan.
5. Zona penyangga seluas 2.155 Ha (warna biru)
Zona penyangga terletak di areal bekas perkebunan PT. Bandealit Kabupaten Jember dan PT. Sukamade Baru Kabupaten Banyuwangi. Zona ini adalah zona yang dikelola secara khusus dimana merupakan bagian dari sistem pengelolaan taman 30
nasional, bertujuan untuk mengakomodir kepentingan perlindungan dan pelestarian taman nasional, wisata alam dan wisata agro. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TINDAK PIDANA TERHADAP SATWA (UNDANG – UNDANG No. 5 TAHUN 1990) No 1
2
3
4
Perbuatan Dengan sengaja menangkap melukai membunuh menyimpan memiliki memelihara mengangkut memperniagakan satwa yang dilindungi keadaan hidup Karena kelalaian, menangkap melukai membunuh menyimpan memiliki memelihara mengangkut memperniagakan satwa yang dilindungi keadaan hidup. Dengan sengaja, menyimpan memiliki memelihara mengangkut memperniagakan satwa yang dilindungi keadaan mati Karena kelalaian, menyimpan memiliki memelihara mengangkut
Pasal yang Dilanggar
Sanksi
Jenis Tindak Pidana Kejahatan
Ps 40 ayat (2) jo Ps. 21 ayat (2) huruf a UU No. 5/1990
5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah
Ps. 40 ayat (4) jo Ps 21 ayat (2) huruf a. UU No. 5/1990
1 tahun kurungan dan denda 50 juta rupiah.
Pelanggaran
Ps. 40 ayat (2) jo Ps 21 ayat (2) huruf b. UU No. 5/1990
5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah.
Kejahatan
Ps.40 ayat (4) jo Ps. 21 ayat (2) huruf b. UU No.
1 tahun kurungan dan denda 50 juta rupiah
Pelanggaran
dalam
dalam
dalam
31
No
5
Perbuatan
Pasal yang Dilanggar
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Dengan sengaja mengeluarkan satwa dari satu tempat ke tempat lain.
6
Karena kelalaian mengeluarkan satwa dari suatu tempat ke tempat lain
7
Dengan sengaja, memperniagakan menyimpan memiliki kulit/tubuh/bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari satwa yang dilindungi atau mengeluarkannya dari suatu tempat ke tempat lain. Dengan sengaja, Mengambil Merusak Memusnahkan Memperniagakan Menyimpan/memiliki Telur dan atau sarang satwa yang dilindungi
8
Sanksi
Jenis Tindak Pidana
Ps. 40 ayat (2) jo Ps. 21 ayat (2) huruf c. UU No. 5/1990 Ps. 40 ayat (4) jo Ps. 21 ayat (2) huruf c UU No. 5/1990
5 tahun penjara dan denda 100 juta
Kejahatan
1 tahun kurungan dan denda 50 juta rupiah.
Pelanggaran
Ps 40 ayat (2) jo Ps 21 ayat (2) huruf d UU No. 5/1990
5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah
Kejahatan
Ps 40 ayat (2) jo Ps 21 ayat (2) huruf e UU No. 5/1990
5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah.
Kejahatan
5/1990
TINDAK PIDANA TERHADAP HUTAN DAN HASIL HUTAN ( UNDANG – UNDANG No. 41 TAHUN 1999 ) No 1
PERBUATAN
Pasal yang Dilanggar
Sanksi
Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
Ps. 78 ayat (2) jo Ps 50ayat(3)huruf a. UU No. 41/1999
10 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar
32
Jenis Tindak Pidana Kejahatan
No
PERBUATAN
Pasal yang Dilanggar
Sanksi
2
Merambah kawasan hutan
3
Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : - 500 m dari tepi waduk atau danau - 200 m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa - 100 m dari kiri kanan tepi sungai - 50 m dari kiri kanan tepi anak sungai - 2 kali kedalaman tepi jurang - 130 kali sel;isih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai Membakar hutan dengan sengaja karena kelalaian yang menyebabkan terbakarnya hutan
Ps. 78 ayat (2) jo Ps 50 ayat (3) huruf b. UU No. 41/1999 Ps. 78 ayat (2) jo Ps 50 ayat (3) huruf c. UU No. 41/1999
10 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar 10 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar
Ps 78 ayat (3) jo Ps 50 ayat (3) huruf d. UU No. 41/1999
15 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar
4
Ps 78 ayat (4) Jo Ps 50 ayat (3) huruf d. UU No. 41/1999
5
Menebang atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat yang berwenang
6
Dengan -
sengaja, Menerima Membeli/menjual Menerima tukar Menerima titipan Menyimpan
Ps 78 ayat (5) jo Ps 50ayat (3) huruf e. UU No. 41/1999 Ps 78 ayat (5) jo Ps 50 ayat (3) huruf f. UU No. 41/1999
33
Jenis Tindak Pidana Kejahatan
Kejahatan
Kejahatan
Kejahatan 5 tahun penjara dan denda Rp. 1,5 Miliar 10 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar 10 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar
Kejahatan
Kejahatan
No
7
8
9
10
11
PERBUATAN Memiliki Hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah Melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri Atau melakukan penambangan dengan pola penambangan terbuka pada kawasan hutan lindung Dengan sengaja, mengangkut menguasai memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan Menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang Membawa alat-alat berat atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang
Pasal yang Dilanggar
Sanksi
Jenis Tindak Pidana
Ps 78 ayat (6) jo Ps 50 ayat (3) huruf g. UU No. 41/1999 Jo Ps 38 ayat (4) UU No. 41/1999 Ps 78 ayat (7) jo Ps 50 ayat (3) huruf h. UU No. 41/1999
10 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar
Kejahatan
5 tahun penjara dan denda Rp. 10 Miliar
Kejahatan
Ps 78 ayat (8) jo Ps 50 ayat (3) huruf i. UU No. 41/1999 Ps 78 ayat (10) jo Ps 50 ayat (3) huruf k. UU No. 41/1999
3 bulan penjara dan denda Rp. 10 juta 3 tahun penjara dan denda Rp. 1 Miliar
Pelanggaran
Ps 78 ayat (9) jo Ps 50 ayat (3) huruf j. UU No. 41/1999
5 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar
Kejahatan
Kejahatan
12
Membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan dalam kawasan hutan
Ps 78 ayat (11) jo Ps 50 ayat (3) huruf l. UU No. 41/1999
3 tahun penjara dan denda Rp. 1 Miliar
Kejahatan
13
Dengan sengaja,
Ps 78 ayat (12)
1 tahun
Pelanggaran
34
No
14
15
PERBUATAN
Pasal yang Dilanggar
Sanksi
Jenis Tindak Pidana
mengeluarkan membawa mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undangundang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang Merusak sarana (antara lain : alat pemadam kebakaran, tanda larangan, alat angkut, dll) dan prasarana (antara lain : pagarpagar batas kawasan hutan, ilaran api, menara pengawas, jalan pemeriksaan, dll) Perlindungan hutan Melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan meskipun telah diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.
jo Ps 50 ayat (3) huruf m. UU No. 41/1999
penjara dan denda Rp. 50 juta
Ps 78 ayat (1) jo Ps 50 ayat (1). UU No. 41/1999
10 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar
Kejahatan
Ps 78 ayat (1) jo Ps 50 ayat (2). UU No. 41/1999
10 tahun penjara dan denda Rp. 5 Miliar
Kejahatan
UU No. 41 TAHUN 1999 tentang KEHUTANAN Pasal 50 (1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. (2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin usaha pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan. (3) Setiap orang dilarang : a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah ; b. merambah kawasan hutan;
35
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : 1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau ; 2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daaerah rawa ; 3. 100 (seratus) meter kiri kanan tepi sungai ; 4. 50 (lima puluh) meter kiri kanan tepi anak sungai ; 5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang ; 6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai. d. membakar hutan; e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang; f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri; h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan; i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang; j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang; k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang; l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam kawasan hutan; dan m. mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang. (4) Ketentuan tentang mengeluarkan, membawa, dan atau 36
mengangkut tumbuhan dan atau satwa yang dilindungi, diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. KETENTUAN PIDANA Pasal 78 (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) atau Pasal 50 ayat (2), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e atau huruf f, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) atau Pasal 50 ayat (3) huruf g, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf i, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 37
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf j, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf k, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf l, diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf m, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) adalah kejahatan, dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dan ayat (12) adalah pelanggaran. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), ayat (2), ayat (3) apabila dilakukan oleh dan atau atas nama badan hukum atau badan usaha, tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dikenakan pidana sesuai dengan ancaman pidana yang dijatuhkan. Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutan yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara. BAB V PENGELOLAAN HUTAN Bagian Kesatu Umum Pasal 26
(1) Pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. (2) Pemanfaatan hutan lindung dilaksanakan melalui pemberian izin 38
usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan lingkungan, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.
jasa
Pasal 27 (1) Izin usaha pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) dapat diberikan kepada : a. Perorangan, b. Koperasi. (2) Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) dapat diberikan kepada : a. Perorangan, b. Koperasi c. Badan usaha milik swasta Indonesia d. Badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. (3) Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) dapat diberikan kepada : a. Perorangan, b. Koperasi. PENJELASAN Pasal 26 Ayat (1) Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung adalah segala bentuk usaha yang menggunakan kawasan dengan tidak mengurangi fungsi utama kawasan, seperti : a. budidaya jamur, b. penangkaran satwa, dan c. budidaya tanaman obat dan tanaman hias. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung dalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya, seperti : a. pemanfaatan untuk wisata alam, b. pemanfaatan air, dan c. pemanfaatan keindahan dan kenyamanan. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan lindung adalah segala bentuk kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan tidak mengurangi fungsi utama kawasan, seperti : a. mengambil rotan, 39
b. c.
mengambil madu, dan mengambil buah.
Usaha pemanfaatan dan pemungutan di hutan lindung dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan meningkatkan fungsi lindung, sebagai amanah untuk mewujudkan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
40