1
ANALISIS KELAYAKAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI [FEASIBILITY ANALYSIS MANAGEMENT OF PARK IS MERU BETIRI] Nugroho Dri Atmojo*) dan Teguh Hari Santosa**) *) Balai Bibit Padi Hybrida Kabupaten Banyuwangi **) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menghitung nilai ekonomi kerusakan sumberdaya hutan sebagai dampak aktivitas masyarakat di kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Kawasan Taman Nasional Meru Betiri secara geografis terletak pada 113º38’38” - 113º58’30” BT dan 8º20’48” - 8º33’48” LS, sedangkan secara administrasi pemerintahan terletak di Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Balai Taman Nasional Meru Betiri dalam melaksanakan pengelolaan dengan sistem zonasi berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor : 185/Kpts/DJ-V/1999 tanggal 13 Desember 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kerusakan fisik Taman Nasional Meru Betiri yang ditimbulkan oleh aktivitas masyarakat di sekitarnya berupa penebangan liar, perambahan hutan, perburuan liar, pengambilan hasil hutan bukan kayu, kebakaran hutan yang mengakibatkan kerusakan kawasan yang pada akhirnya bermuara pada terjadinya degradasi hutan dan terganggunya keseimbangan lingkungan dan fungsinya, (2) Upaya yang dilakukan Balai Taman Nasional Meru Betiri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah dan masyarakat sekitar kawasan dalam menjaga keanekaragaman hayati Taman Nasional Meru Betiri belum optimal, dan (3) Hasil analisis manfaat dan biaya menunjukkan bahwa NPV > 0 yaitu Rp. 1.573.233.560.723 dan Gross BC Ratio > 1 yaitu 32,73 maka alternatif pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri dapat dilaksanakan (acceptable), sehingga nilai ekonomi Taman Nasional Meru Betiri dari segi manfaat lebih tinggi jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Katakunci : Kelayakan pengelolaan, Taman Nasional Meru Betiri
ABSTRACT This study aims to identify the population walangsangit on rice plants with different cropping rotation system implemented in May to July 2011 in District Jenggawah, Pakusari District, and District Jelbuk, Jember Regency. Using the Random Complete Block Design (RCBD) non-factorial consisting of three treatments are: paddy-paddy-rice), rice-rice-crops, and rice-crops-crops with 3 (three) replications. The results showed that all three treatments no significant effect on the population walangsangit imago and nymphs. Production occurs on a very real effect between treatments, the highest paddy-paddy-pulses is 1.1 kg per m2, then rice-crops-pulses, ie 0.99 kg per m2 and the lowest paddy-rice-rice, ie 0.95 kg per m2. This happens because the paddy-paddy-pulses treatment of water availability is more sufficient than rice-crops-pulses treatments, whereas the paddy-rice-rice treatment of pests and diseases is higher than at paddy-paddy-pulses due to poor crop rotation. If we assume the potential production of 6 tonnes per hectare is down 12% at paddy-paddy-pulses, rice-crops-pulses and paddy-rice-rice fell 35% down 45% this decrease occurs because walangsangit could reduce production by 60% in severe attacks. Effect of predator populations of spiders of Araneus diadematus class differed markedly among the best treatment is rice-crops-pulses of 1.13 individuals per 4 m2, paddy-paddy-pulses is 0.68 per 4 m2, and paddy-ricerice is 0.55 per 4 m2. This happens because at rice-crops-pulses there were all kinds of pests are not only pests of rice, which is one essential component for the survival of predators as secondary consumers. Keywords: Feasibility of management, park is Meru Betiri
2
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru Betiri dihadapkan pada persoalan
kenyataan besarnya kerusakan hutan. Penjarahan besar-besaran yang terjadi beberapa tahun terakhir telah mengubah ekosistem hutan lindung tersebut secara radikal menjadi lahan gundul dan areal tanaman semusim di lereng-lereng terjal. Kawasan Taman Nasional Meru Betiri dengan luas 58.000 ha telah mengalami kerusakan hutan akibat penjarahan dan pencurian seluas 2.155 ha (Dishut Jember, 2003). Taman Nasioanal Meru Betiri yang berbatasan dengan pemukiman penduduk, lahan pertanian dan tempat-tempat kegiatan masyarakat lainnya mau tidak mau menciptakan interaksi antara masyarakat dengan potensi yang ada di dalam kawasan. Masyarakat di sekitar Taman Nasional Meru Betiri yang secara turun temurun mengambil potensi sumberdaya alam dari kawasan tersebut merasa dirugikan dengan adanya ketetapan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1982, yaitu kawasan Taman Nasional Meru Betiri dinyatakan tertutup dari segala jenis eksploitasi yang akan mengganggu kelestarian dan keaslian kawasan tersebut (Setiawan, 2005; Utama, 2005). Di sisi lain, kawasan Taman Nasional Meru Betiri yang mempunyai fungsi ekologi, pengatur tata air, pengontrol sedimentasi, manfaat pariwisata dan sumberdaya hutan mengalami kerusakan akibat aktivitas masyarakat di sekitarnya, seperti pencurian bambu, kayu bakar, rotan, tanaman obat, kayu untuk bahan bangunan, perburuan satwa yang dilindungi (penyu, babi hutan, kijang, burung, rusa dan harimau Jawa). Sebagai gambaran adanya aktivitas masyarakat yang mengganggu di sekitar Taman Nasional Meru Betiri, yaitu setiap hari + 505 orang penduduk masuk ke dalam areal kawasan, 294 orang sebagai pengumpul kayu bakar dan kayu bangunan, 182 orang pengumpul bambu dan 29 orang pengumpul hasil hutan lainnya. Rata-rata hasil hutan yang dibawa keluar kawasan Taman Nasional Meru Betiri adalah 18.000 m3/tahun kayu bakar dan kayu bangunan, 8.930.292 batang bambu serta hasil hutan lainnya seperti rotan, tanaman obat dan satwa liar yang dilindungi seperti penyu dan burung (Utama, 2005 dan Surabaya Post, 2009).
1
3
Aktivitas masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Meru Betiri tersebut menyebabkan terganggunya fungsi ekologi dan sumberdaya alam yang ada, yakni fungsi sebagai pengatur tata air, pengontrol sedimentasi, manfaat pariwisata, dan sumberdaya hutan. 1.2
Perumusan Masalah Dari uraian yang dikemukakan di atas, penelitian ini ingin menjawab beberapa
permasalahan : a)
Sampai seberapa besar kerusakan fisik Taman Nasional Meru Betiri yang ditimbulkan oleh aktivitas masyarakat di sekitarnya ?
b)
Sampai sejauh mana upaya yang telah dilakukan oleh Balai Taman Nasional Meru Betiri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat dalam menjaga keanekaragaman hayati di Taman Nasional Meru Betiri ?
c)
Apakah pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru Betiri mempunyai nilai ekonomi (manfaat) yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan biayanya ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menghitung nilai ekonomi kerusakan
sumberdaya hutan sebagai dampak aktivitas masyarakat di kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Tujuan lebih spesifik lagi adalah: a)
Menghitung kerusakan fisik (perambahan, kebakaran, hilangnya jumlah dan jenis flora serta fauna) di Taman Nasional Meru Betiri yang ditimbulkan oleh aktivitas masyarakat disekitarnya.
b)
Mengetahui upaya yang telah dilakukan oleh pihak pengelola Taman Nasional Meru Betiri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat dalam menjaga keanekaragaman hayati di Taman Nasional Meru Betiri.
c)
Menghitung nilai ekonomi Taman Nasional Meru Betiri berupa potensi serapan karbon pada tipe hutan primer dan hutan sekunder kawasan TNMB serta nilai ekonomi penggunaan sumber daya air domestik (rumah tangga) oleh masyarakat sekitar kawasan hutan TNMB dengan melakukan analisis manfaat dan biaya.
1.4
Kontribusi Penelitian
4
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat sebagai berikut : a)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Oleh karena kehidupan masyarakat yang berkepentingan, seperti petani, nelayan, wisatawan dan masyarakat lainnya pada masa yang akan datang sangat ditentukan oleh orientasi kebijakan pemerintah dan persepsi masyarakat dalam memanfaatkan hutan di kawasan tersebut. Selain itu juga ditentukan oleh teratasinya masalah tekanan ekologis hutan yang timbul dari strategi yang dipandang kurang tepat dalam mengelola dan memanfaatkan kawasan Taman Nasional Meru Betiri.
b)
Penelitian ini berusaha untuk mengambil peran dalam penyediaan informasi dan alternatif-alternatif pemecahan yang mengacu pada potensi-potensi yang tersedia dan bisa dimanfaatkan secara tepat agar ancaman tekanan ekologis hutan di Taman Nasional Meru Betiri lebih jauh dapat dihindari, dan sekaligus dapat dilakukan renovasi hutan kawasan tersebut. Walaupun penelitian ini berangkat dari kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri, setidaknya dapat dijadikan perspektif dan prediktif dalam melihat permasalahan yang lebih luas di kawasan hutan di seluruh Indonesia.
c)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk penelitianpenelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengelolaan
kawasan Taman
Nasional Meru Betiri.
II. GAMBARAN UMUM 2.1
Sejarah Kawasan Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus sebagai hutan lindung yang
penetapannya berdasarkan Besluit van den Directur van Landbouw Neverheiden Handel yaitu pada tanggal 29 Juli 1931 Nomor : 7347/ B serta Besluit Directur van Economiche Zaken tanggal 28 April 1938 Nomor : 5751. Pada tahun 1967 kawasan ini ditunjuk sebagai calon Suaka Alam dan pada periode berikutnya kawasan hutan lindung ini ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa seluas 50.000 Ha. Penetapan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 276/Kpts/Um/6/1972 tanggal 6 Juni 1972
5
dengan tujuan utama perlindungan terhadap jenis harimau jawa (Panthera tigris sondaica). Sedangkan pada tahun 1982 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 529/Kpts/Um/6/1982 tanggal 21 Juni 1982 kawasan Suaka Margasatwa Meru Betiri diperluas menjadi 58.000 Ha. Perluasan ini mencakup wilayah perkebunan PT. Bandealit dan PT. Sukamade Baru seluas 2.155 Ha, serta kawasan hutan lindung sebelah Utara dan kawasan perairan laut sepanjang pantai selatan seluas 845 Ha. Pada perkembangan berikutnya yaitu dengan diterbitkannya Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor : 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 Suaka Margasatwa Meru Betiri dinyatakan sebagai calon Taman Nasional, pernyataan ini dikeluarkan bersamaan dengan diselenggarakannya Konggres Taman Nasional Sedunia III di Denpasar, Bali. Penunjukan status Taman Nasional kawasan hutan Meru Betiri ditetapkan dengan keluarnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 277/Kpts-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 seluas 58.000 Ha yang terletak pada dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Jember seluas 37.585 Ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 Ha. 2.2
Letak Dan Luas Kawasan Taman Nasional Meru Betiri secara geografis terletak pada 113º38’38”
- 113º58’30” BT dan 8º20’48” - 8º33’48” LS, sedangkan secara administrasi pemerintahan terletak di Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi.
Adapun
batas-batas wilayah kawasannya meliputi : a)
Sebelah Utara berbatasan dengan kawasan PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Malangsari dan kawasan hutan Perum PERHUTANI.
b)
Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Sanen, kawasan PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Sumberjambe, PT. Perkebunan Treblasala dan Desa Sarongan.
c)
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.
d)
Sebelah Barat berbatasan dengan kawasan hutan Perum PERHUTANI, PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kalisanen, Kebun Kotta Blater, Desa Sanenrejo, Desa Andongrejo, dan Desa Curahnongko. Balai Taman Nasional Meru Betiri dalam melaksanakan pengelolaan terhadap
kawasannya agar berfungsi secara optimal dikelola dengan sistem zonasi berdasarkan
17
6
Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor : 185/Kpts/DJV/1999 tanggal 13 Desember 1999 dengan pembagian zonasi sebagai berikut : a)
Zona inti seluas 27.915 Ha Zona inti terletak di bagian timur dan sebagian bagian barat kawasan Taman
Nasional Meru Betiri; dimana pada zona ini mutlak dilindungi, di dalamnya tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.
Kegiatan yang
diperbolehkan pada zona ini hanya yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian. b)
Zona rimba seluas 22.622 Ha Zona rimba terletak di bagian barat dan sebagian kecil bagian selatan kawasan
Taman Nasional Meru Betiri, dimana pada zona ini dapat dilakukan kegiatan sebagaimana kegiatan pada zona inti dan kegiatan wisata alam yang terbatas. c)
Zona pemanfaatan intensif seluas 1.285 Ha Zona pemanfaatan intensif terletak di Pantai Bandealit, Pantai Sukamade, dan
Pantai Rajegwesi kawasan Taman Nasional Meru Betiri, dimana pada zona ini dapat dilakukan kegiatan sebagaimana pada zona inti dan zona rimba, dan diperuntukkan bagi pusat pembangunan sarana/prasarana dalam rangka pengembangan kepariwisataan alam dan rekreasi. d)
Zona rehabilitasi seluas 4.023 Ha Zona rehabilitasi terletak di bagian utara dan sebagian kecil bagian timur
kawasan Taman Nasional Meru Betiri, dimana pada zona ini dapat dilakukan kegiatan rehabilitasi kawasan yang sudah rusak akibat perambahan. e)
Zona pemanfaatan khusus seluas 2.155 Ha Zona penyangga terletak di areal bekas perkebunan PT. Bandealit Kabupaten
Jember dan PT. Sukamade Baru Kabupaten Banyuwangi. Zona ini adalah zona yang dikelola secara khusus dimana merupakan bagian dari sistem pengelolaan taman nasional, bertujuan untuk mengakomodir kepentingan perlindungan dan pelestarian taman nasional, wisata alam dan wisata agro.
7
Gambar 1. Peta zonasi Taman Nasional Meru Betiri 2.3
Topografi Topografi Taman Nasional Meru Betiri umumnya berbukit-bukit dengan kisaran
elevasi mulai dari tepi laut hingga ketinggian 1.223 meter dari permukaan laut (dpl) di puncak Gunung Betiri. Gunung yang terdapat di Seksi Konservasi Wilayah II Ambulu adalah G. Rika (535 m dpl), G. Guci (329 m dpl), G. Alit (534 m dpl), G. Gamping (538 m dpl), G. Sanen (437 m dpl), G. Butak (609 m dpl), G. Mandilis (844 m dpl) dan G. Meru (344 m dpl). Sedangkan gunung yang terdapat di Seksi Konservasi Wilayah I Sarongan adalah G. Betiri (1.223 m dpl) yang merupakan gunung tertinggi, G. Gendong (840 m dpl), G. Sukamade (806 m dpl), G. Sumberpacet (760 m dpl), G. Permisan (568 m dpl), G. Sumberdadung (520 m dpl) dan G. Rajegwesi (160 m dpl). Pada umumnya keadaan topografi di sepanjang pantai berbukit-bukit sampai bergunung-gunung dengan tebing yang curam. Sedangkan pantai datar yang berpasir hanya sebagian kecil, dari Timur ke Barat adalah Pantai Rajegwesi, Pantai Sukamade, Pantai Permisan, Pantai Meru dan Pantai Bandealit. Sungai-sungai yang berada di kawasan Taman Nasional Meru Betiri antara lain Sungai Sukamade, Sungai Permisan, Sungai Meru dan Sungai Sekar Pisang yang mengalir dan bermuara di pantai selatan Pulau Jawa. 2.4
Tipe Iklim
8
Kawasan Taman Nasional Meru Betiri bagian Utara dan Tengah termasuk tipe iklim B yaitu daerah tanpa musim kering dan hutan hujan tropika yang selalu hijau, sedangkan di bagian lainnya termasuk tipe iklim C yaitu daerah dengan musim kering nyata dan merupakan peralihan hutan hujan tropika ke hutan musim berdasarkan tipe iklim Schmidt dan Ferguson. Curah hujan di kawasan ini bervariasi antara(2.544 - 3.478) mm per tahun dengan bulan basah antara bulan Nopember - Maret, dan kering antara April - Oktober. Di daerah perkebunan Bandealit (sebelah barat) rata-rata curah hujan sekitar 2.500 mm, sedangkan bagian di daerah perkebunan Sukamade (sebelah tengah) rata-rata curah hujan tahunan sekitar 4.000 mm. 2.5
Hidrogeologi Di kawasan Taman Nasional Meru Betiri terdapat air tanah dan produktifitas
akifer yaitu : a)
Akifer bercelah atau berarang, produktifitasnya kecil dan daerah air tanah langka.
Daerah air langka ini terdapat di sebagian besar kawasan Taman
Nasional Meru Betiri. Akifer produktif kecil berarti umumnya keterusan air sangat rendah, air tanah setempat dangkal dalam jumlah terbatas dapat diperoleh pada zona pelapukan dari batuan padu. b)
Akifer dengan aliran melalui ruang antar butir. Terdapat di daerah dataran pantai, cekungan antar gunung dan kaki gunung api. Untuk komposisi litologi batuan dan kelulusannya, kawasan Taman Nasional
Meru Betiri terdiri dari : a)
Batu gamping terumbu berlapis, dengan tingkat pembentukan karst yang beragam. Kelulusan sedang sampai tinggi.
b)
Batuan volkan mengandung leusit. Kelulusan rendah sampai sedang.
c)
Aluvium endapan sungai, umumnya tersusun oleh bahan-bahan berbutir halus (lempung lanau, dengan selingan pasiran).
Umumnya kelulusannya sedang
hingga rendah. 2.6
Tanah dan Geologi Secara umum jenis tanah di kawasan Taman Nasional Meru Betiri merupakan
asosiasi dari jenis aluvial, regosol dan latosol. Tanah aluvial umumnya terdapat di daerah lembah dan tempat rendah sampai pantai, sedangkan regosol dan latosol
9
umumnya terdapat di lereng dan punggung gunung. Menurut Suganda dkk (1992) geologi kawasan Taman Nasional Meru Betiri terdiri dari : a)
Aluvium : kerakal, kerikil, pasir, dan lumpur.
b)
Formasi Sukamade : batu gunung terumbu bersisipan batu lanau dan batu berpasir.
c)
Formasi Puger : batu gunung terumbu bersisipan breksi batu gunung dan batu gamping hutan.
d)
Formasi batu ampar : perselingan batu pasir dan batu lempung bersisipan tuf, breksi dan konglomerat.
e)
Anggota batu gamping formasi Meru Betiri : batu gamping, batu gamping tufan dan napal.
f)
Formasi Meru Betiri : perselingan breksi gunung api, lava dan tuf, terpropilitan.
g)
Formasi Mandiku : breksi gunung api dan tuf, breksi berkomponen andesit dan basal bersisipan tuf.
h)
Batuan terobosan : granodiorit, diorit dan dasit. Aluvium, formasi Sukamade, formasi Puger, formasi Batu ampar, dan anggota
batu gamping formasi Meru Betiri berasal dari batuan endapan permukaan dan batuan sedimen. Untuk formasi Meru Betiri dan formasi Mandiku berasal dari batuan gunung api. Sedangkan batuan terobosan berasal dari batuan terobosan. Aluvium terbentuk pada zaman holosen kuartier, formasi batu ampar terbentuk pada zaman oligosen, formasi Mandiku dan formasi Puger terbentuk pada zaman akhir miosen tersier, batuan terobosan terbentuk pada zaman tengah miosen tersier sedangkan formasi Meru Betiri, formasi Sukamade, anggota batu gamping formasi Meru Betiri terbentuk pada zaman awal miosen tersier. 2.7
Potensi Flora Kawasan Taman Nasional Meru Betiri merupakan hutan hujan tropis dengan
formasi hutan bervariasi yang terbagi ke dalam 5 tipe vegetasi yaitu vegetasi hutan pantai, vegetasi hutan mangrove, vegetasi hutan rawa, vegetasi hutan rheophyte dan vegetasi hutan hujan dataran rendah. Kondisi setiap tipe vegetasi di kawasan Taman Nasional Meru Betiri dapat dijelaskan sebagai berikut : a.
Tipe Vegetasi Hutan Pantai
10
Tipe vegetasi ini tersebar di sepanjang garis pantai selatan dalam kelompok hutan yang sempit, umumnya menempati daerah sekitar teluk yang bertopografi datar, misalnya di Teluk Permisan, Teluk Meru, Teluk Bandealit, dan Teluk Rajegwesi. Formasi vegetasi hutan pantai terdiri dari 2 tipe utama yaitu formasi ubi pantai (Ipomea pescaprae), dan formasi Barringtonia (25 - 50 m) pada daerah pantai yang landai dan akan berkurang luasnya jika pantainya terjal dan berbatu. Formasi Pescaprae terdiri dari tumbuhan yang tumbuh rendah dan kebanyakan terdiri dari jenis herba, sebagian tumbuh menjalar. Jenis yang paling banyak adalah ubi pantai (Ipomoea pescaprae) dan rumput lari (Spinifex squarosus). Formasi Baringtonia terdiri dari keben (Baringtonia asiatica), nyamplung (Calophyllum inophyllum), ketapang (Terminalia catappa), pandan (Pandanus tectorius) dan lain-lain. b.
Tipe Vegetasi Hutan Mangrove Vegetasi ini dapat dijumpai di bagian timur Teluk Rajegwesi yang merupakan
muara Sungai Lembu dan Karang Tambak, Teluk Meru dan Sukamade merupakan vegetasi hutan yang tumbuh di garis pasang surut. Jenis-jenis yang mendominasi adalah pedada (Sonneratia caseolaris) dan tancang (Bruguiera gymnorhiza). Di muara sungai Sukamade terdapat nipah (Nypa fruticans) yang baik formasinya. c.
Tipe Vegetasi Hutan Rawa Vegetasi ini dapat dijumpai di belakang hutan payau Sukamade. Jenis-jenis yang
banyak dijumpai diantaranya mangga hutan (Mangifera sp), sawo kecik (Manilkara kauki), ingas/rengas (Gluta renghas), pulai (Alstonia scholaris), kepuh (Sterculia foetida). d.
Tipe Vegetasi Hutan Rheophyt Tipe vegetasi ini terdapat pada daerah-daerah yang dibanjiri oleh aliran sungai
dan jenis vegetasi yang tumbuh diduga dipengaruhi oleh derasnya arus sungai, seperti lembah Sungai Sukamade, Sungai Sanen, dan Sungai Bandealit. Jenis yang tumbuh antara lain glagah (Saccharum spontanum), rumput gajah (Panisetum curcurium) dan beberapa jenis herba berumur pendek serta rumput-rumputan. e.
Tipe Vegetasi Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah Merupakan hutan campuran antara hutan hujan dataran rendah dengan hutan
hujan tropis pegunungan. Aneka flora hutan hujan tropis dataran rendah menutupi hampir semua permukaan daratan Taman Nasional Meru Betiri yang memiliki iklim
11
panas dan curah hujan cukup banyak, serta terbagi merata.
Hutan hujan tropis
pegunungan di atas ketinggian 600 - 1.300 m dpl. Sebagian besar kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri merupakan tipe vegetasi hutan hujan tropika dataran rendah. Pada tipe vegetasi ini juga tumbuh banyak jenis epifit, seperti anggrek dan paku-pakuan serta liana.
Jenis tumbuhan yang banyak dijumpai diantaranya jenis
walangan (Pterospermum diversifolium), winong (Tetrameles nudiflora), gondang (Ficus variegata), budengan (Diospyros cauliflora), pancal kidang (Aglaia variegata), rau (Dracontomelon mangiferum), glintungan (Bischoffia javanica), ledoyo (Dysoxylum amoroides), randu agung (Gossampinus heptaphylla), nyampuh (Litsea sp), bayur (Pterospermum javanicum), bungur (Lagerstromia speciosa), segawe (Adenanthera microsperma), aren (Arenga pinnata), langsat (Lansium domesticum), bendo (Artocarpus elasticus), suren (Toona sureni), dan durian (Durio zibethinus). Terdapat pula vegetasi bambu seperti : bambu bubat (Bambusa sp), bambu wuluh (Schizastychyum blumei), dan bambu lamper (Schizastychyum branchyladium).
Di
dalam kawasan juga terdapat beberapa jenis rotan, diantaranya : rotan manis (Daemonorops melanocaetes), rotan slatung (Plectomocomia longistigma), rotan warak (Plectomocomia elongata) dan lain-lain. Adapun luas tipe ekosistem pada setiap zonasi Taman Nasional Meru Betiri disajikan sebagaimana pada Tabel 1. Tabel 1. Luas kawasan Taman Nasional Meru Betiri menurut onasi dan tipe ekosistemnya Zona Pengelolaan Zona Inti Zona Rimba Zona Pemanfaatan Intensif Zona pemanfaatan khusus Zona Rehabilitasi Jumlah
Luas (Ha) 27.915 22.622 1.285 2.155 4.023 58.000
HM 7 7
Tipe Ekosistem (Ha) HP HR HHT 620 23.870 675 25 20.340 925 2.155 3.573 2.220 25 49.938
HRhe 3.425 1.575 360 450 5.810
Keterangan : HM = Hutan Mangrove; HP = Hutan Pantai; HR = Hutan Rawa; HHT = Formasi Hutan Hujan Tropis; HRhe = Hutan Rheophyte Sumber
: Peta intersect zonasi dan vegetasi Taman Nasional Meru Betiri
Hingga saat ini di kawasan Taman Nasional Meru Betiri telah teridentifikasi flora sebanyak 518 jenis, terdiri 15 jenis yang dilindungi, dan 503 jenis yang tidak
12
dilindungi.
Contoh jenis yang dilindungi yaitu Balanopora (Balanophora fungosa)
yaitu tumbuhan parasit yang hidup pada jenis pohon Ficus spp. dan Padmosari/Rafflesia (Rafflesia zollingeriana) yang hidupnya tergantung pada tumbuhan inang Tetrastigma sp. Selain itu terdapat pula jenis flora sebagai bahan baku obat/jamu tradisional, dimana berdasarkan hasil uji petik di lapangan telah teridentifikasi sebanyak 239 jenis yang dapat dikelompokkan dalam 7 habitus, yaitu bambu, memanjat, herba, liana, perdu, semak dan pohon.
Jenis-jenis tumbuhan obat di Taman Nasional Meru Betiri
berdasarkan bagian yang digunakannya dibagi ke dalam 19 bagian, yaitu air batang, akar, batang/kayu, biji, buah, bunga, cabang/ranting, daun, getah, kulit batang, pucuk daun, rimpang, semua bagian, umbi, zat pati/zat pahit, nira, abu kayu, air kelapa dan herba bagian atas. Beberapa jenis tumbuhan obat unggulan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan adalah Cabe Jawa (Piper retrofractum), Kemukus (Piper cubeba), Kedawung (Parkia roxburghii), kluwek/pakem (Pangium edule), kemiri (Aleuritus moluccana), pule pandak (Rauwolfia serpentina), kemaitan (Lunasia amara), anyanganyang (Elaeocarpus grandiflora), sintok (Cinnamomum sintok), dan kemuning (Murray paniculata). 2.8
Potensi Fauna Hingga saat ini di kawasan Taman Nasional Meru Betiri telah teridentifikasi
fauna sebanyak 217 jenis, terdiri dari 92 jenis yang dilindungi dan 115 jenis yang tidak dilindungi. Jumlah sebanyak itu meliputi 25 jenis mamalia (18 diantaranya dilindungi), 8 reptilia (6 jenis diantaranya dilindungi), dan 184 jenis burung (68 jenis diantaranya dilindungi). Kawasan hutan Meru Betiri merupakan habitat terakhir harimau jawa (Panthera tigris sondaica). Pada tahun 1976 oleh WWF dilaporkan bahwa harimau jawa yang ada di Meru Betiri tinggal 5 ekor atau paling banyak 6 ekor (John Seidensticker dan Suyono, 1976).
Perjumpaan secara langsung terhadap satwa ini tidak pernah ada,
namun beberapa inventarisasi yang dilakukan menunjukkan adanya tanda-tanda harimau jawa di kawasan ini yaitu berupa cakaran dan kotoran. Jenis satwa lain yang potensial dan perlu mendapatkan perhatian khusus adalah populasi penyu yang sering bertelur di Pantai Sukamade. Pantai ini merupakan habitat bertelur bagi penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata),
13
serta jenis penyu lainnya seperti penyu slengkrah (Lepidochelys olivacea) dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Di pantai tersebut telah dibangun fasilitas untuk penetasan telur dan pembesaran tukik penyu untuk kepentingan pelestariannya. Penyu di Taman Nasional Meru Betiri merupakan satwa langka karena populasinya yang terus menurun oleh berbagai sebab yang berkaitan dengan kegiatan manusia sekitar kawasan. Kegiatan negatif manusia yang berpengaruh terhadap penurunan populasi penyu, antara lain : (a) pengambilan telur penyu, (b) penangkapan penyu untuk dikonsumsi sebagai sumber protein hewani, (c) diperdagangkan antar daerah untuk dimanfaatkan bagian tubuh penyu selain dagingnya, (d) degradasi habitat karena aktivitas nelayan mencari ikan, serta (e) pencemaran pantai sebagai dampak pembuangan sampah di daerah hulu yang terdampar ataupun terbawa aliran sungai. Upaya
pelestarian
penyu
yang
dilakukan
ditempuh
melalui
kegiatan
pengamanan pantai, pengumpulan telur, pembuatan tempat penetasan semi permanen, pemeliharaan telur yang ditetaskan, pemeliharaan tukik yang baru menetas, pemeliharaan tukik di tempat penampungan, tagging, sexing, pencatatan data jumlah penyu, pencatatan data jumlah telur, penyuluhan, pelayanan penelitian, pelepasan tukik ke laut, pendidikan dan pelatihan untuk pelajar dan mahasiswa. Beberapa jenis satwa yang terdapat di dalam kawasan Meru Betiri antara lain kijang (Muntiacus muntjak), banteng (Bos javanicus), macan tutul (Panthera pardus), babi hutan (Sus sp), rusa (Cervus timorensis), kancil (Tragulus javanicus), musang luwak (Phardoxorus hermaprodytus), kukang (Nycticebus caoncang), landak (Hystrix brachiura), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kera hitam/lutung budeng (Trachypithecus auratus), trenggiling (Manis javanicus). Beberapa jenis burung seperti burung elang Jawa (Spizateus bartelsi), burung ular bodo (Spilormis cheela), burung laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), burung elang hitam (Ictinaetus malayensis), burung elang bondol (Haliastur indus), burung elang brontok (Spizaetus cirrhatus), burung elang kelabu (Butastur indicus), burung sikep madu asia (Pernis ptilorynchus), burung kukuk beluk (Strix leptogrammica), burung alap-alap capung (Microhierax fringillarius), burung merak (Pavo muticus), burung rangkong (Buceros rhinoceros), serta beberapa jenis burung lainnya. Berdasarkan penelitian H. Bartels dkk di kawasan Meru Betiri terdapat ± 180 jenis burung.
14
Populasi banteng berdasarkan inventarisasi tahun 1992 sebanyak 173 ekor, sedangkan inventarisasi yang dilaksanakan pada tahun 2002 menunjukkan jumlah populasi banteng di Seksi Konservasi Wilayah I Sarongan sebanyak 90 ekor dan Seksi Konservasi Wilayah II Ambulu sebanyak 142 ekor. Banteng tersebar di beberapa lokasi di dalam dan di perbatasan kawasan taman nasional, akan tetapi konsentrasi tertinggi terdapat di Nanggelan.
Keberadaan banteng yang terdapat di perbatasan kawasan
ternyata menimbulkan masalah, karena banteng telah merusakkan tanaman perkebunan di kawasan perkebunan. Sedangkan kawasan perkebunan yang sering menjadi lalu lintas satwa tersebut tanahnya mengalami kerusakan dan tidak dapat ditanami lagi. Dari hasil inventarisasi burung air di Taman Nasional Meru Betiri tahun 2000, dijumpai ± 14 jenis burung air yaitu pecuk ular (Anhinga melanogaster), kuntul (Egretta garzetta), kuntul kerbau (Bulbucus ibis), kuntul karang (Egretta sacra), bangau hitam (Ciconia episcopus), bangau tong-tong (Leptoptilos javanicus), roko-roko (Plegadis
falcinellus),
trulek
(Hiamantopus
linnaeus),
blekek
(Limnodromus
sempalmatus), trinil pantai (Tringa hypoleucos), cekakak (Todirhampus (Halchyon) chloris), ayam-ayaman/truwok (Gallicres cinerea), dara laut jambul besar (Sterna bergii) dan cangak merah (Ardea purpurea) serta jenis lain yaitu Elang Laut (Haliaetus leucogaster). Sedangkan dari laporan hasil identifikasi primata tahun 2001 diketahui jenisjenis primata yang terdapat di Taman Nasional Meru Betiri adalah lutung budeng (Trachypithecus auratus-auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan kukang (Nycticebus coucang). Berdasarkan hasil identifikasi satwa dengan fototrap tahun 2001, terdapat beberapa jenis mamalia yang dijumpai antara lain : banteng (Bos javanicus), babi hutan (Sus sp), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus), landak (Histryx javanica), musang/luwak (Paradoxurus sp), macan tutul (Panthera pardus) dan lainlain. Sedangkan jenis reptil yang dijumpai yaitu Biawak (Varanus salvator), trenggiling (Manis javanica) dan lain-lain. 2.9
Aksesibilitas Kawasan Taman Nasional Meru Betiri dapat dicapai melalui dua jalur :
a.
Jalur melalui Jember
15
Jember - Ambulu - Curahnongko - Bandealit sepanjang 64 Km dari arah Jember, dapat ditempuh selama 1,5 jam. b.
Jalur melalui Banyuwangi
1)
Jember - Glenmore - Sarongan - Sukamade sepanjang 103 km, dapat ditempuh selama 3,5 - 4 jam.
2)
Jember - Genteng - Jajag - Pesanggaran - Sarongan - Sukamade sepanjang 103 km, dapat ditempuh selama 3,5 - 4 jam.
3)
Jember - Banyuwangi - Genteng - Jajag - Pesanggaran - Sarongan - Sukamade sepanjang 127 km, dapat ditempuh selama (4 - 4,5) jam. Adapun gambaran pencapaian menuju kawasan Taman Nasional Meru Betiri
dapat dilihat pada peta sebagaimana Gambar 2.
Jember Banyuwangi
Jajag TNMB
Gambar 2. Peta aksesibilitas menuju kawasan Tanman Nasional Meru Betiri
2.10
Sumber Daya Air Sumber daya air yang ada di dalam kawasan TNMB adalah sumber daya air
berupa sungai. Adapun nama-nama sungai yang ada di dalam kawasan TNMB dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nama-nama Sungai di Dalam Kawasan Taman Nasional Meru Betiri Induk Sungai Kali Lanang Kali Bandealit Kali PA Kali Tapen
Anak Sungai Kali Kuning Kali Cawang, Kali Bon Pantai -
16
Kali Andongrejo Kali Sanenrejo Kali Karang Tambak Kali Sukamade
Kali Gadung, Kali Towo, Kali Tumpanglima, Kali Sumber Pacet Kali Jambe, Kali Kawat -
Sumber : Peta topografi Taman Nasional Meru Betiri
Potensi sumber daya air yang berupa sungai tersebut sebagian telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan untuk berbagai keperluan. Adapun data pemanfaatan sumber daya air oleh masyarakat tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3. Jenis pemanfaatan sumber daya air dalam Kawasan Taman Nasional Meru Betiri Sumber Daya Air Aliran sungai
Pemanfaatan Kebutuhan rumah tangga : - Minum/ masak mandi - Mencuci
Pengguna - Masyarakat sekitar kawasan - Perkebunan
Perkebunan : - Pencucian kopi - Penyiraman tanaman kebun Pengairan : Irigasi teknis Sumber air (sumur)`
Kebutuhan rumah tangga : - Minum/ masak - Mandi - Mencuci
Sumber : Laporan valuasi ekonomi kawasan konservasi Kawasan Taman Nasional Meru Betiri, 2007
Dari data diketahui bahwa sumber daya air di dalam kawasan TNMB belum dimanfaatkan secara komersial namun sebagian besar dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan untuk kepentingan rumah tangga. Di dalam kawasan TNMB sendiri terdapat areal perkebunan yaitu PT Perkebunan Bandealit dan PT Perkebunan Sukamade Baru yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 131/Kpts-II/1998 dan Nomor : 132/KptsII/1998 tanggal 23 Pebruari 1998. Dengan adanya perkebunan tersebut diikuti oleh kebutuhan pemukiman bagi karyawan dan buruh perkebunan di dalam kawasan. Karyawan dan buruh tersebut secara otomatis menggunakan sumber-sumber air yang ada di dalam kawasan TNMB untuk keperluan sehari-hari maupun untuk keperluan kegiatan kebun. 2.11
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Kawasan TNMB
17
a.
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Penduduk desa yang tinggal di sekitar kawasan TNMB sebagian besar adalah
suku Jawa dan Madura. Kepadatan penduduk umumnya menyebar di desa-desa sekitar kawasan, bahkan terdapat perkampungan di dalam kawasan TNMB yaitu di Dusun Bandealit dan Dusun Sukamade. Adapun jumlah dan kepadatan penduduk pada masingmasing desa di sekitar kawasan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah penyebaran dan kepadatan penduduk desa-desa sekitar kawasan Taman Nasional Meru Betiri Kabupaten / Kecamatan / Desa
Luas Wilayah
Jumlah
Desa (M²)
KK
Jumlah Penduduk Lakilaki
Perempuan
TOTAL (5+6)
Kerapat an Jiwa / Km(T:L )
KAB.BANYUWANGI KEC.PESANGGARAN Desa SARONGAN Desa KANDANGAN
14.018,087 18.064
1.491 2.716
2.892 4.423
2.978 4.205
5.870 8.628
418,74 477,6
11.007,244
3.336
4.517
4.727
9.244
839,8
538,5
1.826
3.223
3.645
6.868
128
2,627,907 105,20 6,18 6.889,461 7.803,5
1.311 1.716 2.948 1.657 4.375
2.683 2.883 4.841 2.889 5.517
2.826 2.832 4.765 2.981 5.908
5.509 5.715 9.606 5.87 11.425
21,03 54,43 15,54 852,08 146,42
48,41 51,29 51,46
3.321 5.863 2.817
4.629 7.795 4.442
4.893 8.158 4.659
9.522 15.953 9.101
196,80 311,04 176,86
JUMLAH
58.485,81
33.427
50.7344
52.577
103.311
3.638,34
RATA-RATA
5.316,892
2.785,58
4.227,83
4.381,42
8.609,25
303,195
KEC.KALIBARU Desa KEBONREJO Desa KALIBARU KULON KAB. JEMBER KEC.TEMPUREJO Ds. ANDONGREJO Ds.CURAHNONGKO Ds. WONOASRI Ds. SANENREJO Ds. CURAHTAKIR KEC.SEMPOLAN Ds. MULYOREJO Ds. PACE Ds. SIDOMULYO
Sumber : Monografi Desa, 2006
b.
Perekonomian Mata pencaharian penduduk di sekitar kawasan sebagian besar adalah petani,
baik itu pemilik maupun buruh tani. Sistem pertanian di sini masih menggunakan tadah hujan karena belum ada fasilitas irigasi. Sedangkan sebagian besar masyarakat yang
18
tinggal di Dusun Bandealit dan Dusun Sukamade merupakan karyawan ataupun buruh Kebun pada PT Perkebunan Bandealit dan PT Perkebunan Sukamade Baru. Pada saat ini sebagian masyarakat Desa Wonoasri, Andongrejo, Curahnongko dan Sanenrejo di wilayah Kabupaten Jember serta Desa Sarongan di wilayah Kabupaten Banyuwangi telah terlibat dalam kegiatan rehabilitasi kawasan TNMB. Adapun jenis mata pencaharian penduduk di sekitar kawasan TNMB disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis mata pencaharian penduduk desa sekitar Kawasan Taman Nasioanl Meru Betiri Kabupaten / Kecamatan / Desa
Petani Pemili Buruh k
Mata Pencaharian Penduduk PedaPNS / NelaPeg. Gang
ABRI
Yan
swasta
Pertukanga n
Jasa
Total
KAB.BANYUWANGI KEC.PESANGGARAN Desa SARONGAN Desa KANDANGAN KEC. KALIBARU Desa KEBONREJO Desa KALIBARU KULON
982 3.2
1.102 1.411
39 120
112 37
235 3
896 1.242
19 0
16 20
3.401 6.033
443
543
102
33
0
93
52
75
1.341
604
1.316
150
104
0
18
146
147
2.521
1.23 1.54 3.766 3.265 6.388
1.269 470 2.177 1.906 4.011
280 65 277 319 137
10 190 57 43 63
53 0 0 0 0
1.664 0 0 56 138
301 16 289 109 60
5 34 22 8 0
4.812 2.315 6.588 5.706 10.797
304 661 260
1.693 3.335 1.41
153 177 210
32 52 67
0 0 0
1.084 1.573 80
26 40 39
29 25 30
3.321 5.863 2.096
22.643 1.886,9 1
20.643 1.720,2 5
2.029
800
291
6.844
1.097
54.794
169,08
66,67
24,25
570,33
91,42
0,413
0,377
0,037
0,015
0,005
0,125
0,020
411 34,2 5 0,00 8
KAB. JEMBER KEC. TEMPUREJO Ds. ANDONGREJO Ds.CURAHNONGKO Ds. WONOASRI Ds. SANENREJO Ds. CURAHTAKIR KEC.SEMPOLAN Ds. MULYOREJO Ds. PACE Ds. SIDOMULYO JUMLAH RATA-RATA PERSENTASE
Sumber : Monografi Desa, 2006
c.
Tingkat Pendidikan Masyarakat desa di sekitar kawasan pada umumnya memiliki tingkat pendidikan
rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keterbatasan sarana pendidikan,
4.566,16 100,00
19
jarak antara fasilitas pendidikan dengan pemukiman relatif jauh, serta masih kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat dan pentingnya pendidikan. Kondisi tingkat pendidikan masyarakat desa sekitar TNMB disajikan pada Tabel 6. Tabel 6.Tingkat pendidikan masyarakat desa sekitar Taman Nasional Meru Betiri Tingkat Pendidikan ( Orang ) Belu m / TSK
Kabupaten / Kecamatan / Desa
Belum
SD /
SLTP/
SLTA/
Tamat
Jumlah
Tamat SD
Sederajat
Sederajat
Sederajat
Akademi / PT
KAB.BANYUWANGI KEC.PESANGGARAN Desa SARONGAN Desa KANDANGAN KEC.KALIBARU Desa KEBONREJO Desa KALIBARU KULON
0 746
151 495
2.162 2.341
1.351 1.803
901 1.45
0 61
4.565 6.896
0
0
4.819
2.517
1.787
65
9.188
0
0
148
158
75
9
390
9
2.23
190
15
11
5.389
1.002 72 35
160 4.201 1.637
210 1.827 311
216 554 142
4 57 12
2.14 6.711 2.137
3.26
699
98
118
17
6.927
4.568 3.556 4.723
1.037 1.393 1.421
157 468 167
99 99 99
0 14 2
6.617 6.475 7.096
17.871
22.248
9.257
5.555
252
64.531
1.489,25
1.854
771,41
462,92
21
5.377,58
0,277
0,345
0,143
0,086
0,004
100,00
KAB.JEMBER KEC.TEMPUREJO Ds. ANDONGREJO Ds.CURAHNONGKO Ds. WONOASRI Ds. SANENREJO Ds. CURAHTAKIR KEC. SEMPOLAN Ds. MULYOREJO Ds. PACE Ds. SIDOMULYO JUMLAH RATA-RATA PERSENTASE
2.93 4 548 0 0 2.73 5 756 945 684 9.34 8 779 0,14 5
Sumber : Monografi Desa, 2006
d.
Tata Guna Dan Pola Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan pertanian oleh masyarakat desa di sekitar TNMB masih
belum
optimal,
pengolahan
lahan
pertanian
tersebut
sebagian
besar masih
20
mengandalkan hujan untuk mencukupi kebutuhan air pertanian. Tata guna dan pola penggunaan lahan oleh masyarakat sekitar TNMB disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Tataguna dan pola penggunaan lahan di desa-desa sekitar kawasan TNMB Kabupaten/ Kecamatan / Desa
Jumlah KK
Luas Pemilikan lahan (Ha) Sawah
Hutan
Perke-
Tegal
bunan
Bangunan
lainnya
/ halaman
Luas pemi likan lahan (Ha/KK)
KAB.BANYUWANGI KEC.PESANGGARAN Desa SARONGAN Desa KANDANGAN
1.491 2.716
278,6 471,4
12.25 11.114,9
1.097,1 5.974,2
185,75 171
103.75 165
15 19
1,6 6,9
3.336
220
4.154,9
859.769,5
10
1.899,77
0
2,5
1.826
255
0
143
188
15,48
0,8
2.428,2
KEC.TEMPUREJO Ds. ANDONGREJO Ds.CURAHNONGKO Ds. WONOASRI Ds. SANENREJO Ds. CURAHTAKIR
1.361 1.716 2.948 1.657 4.375
60,174 60,274 0 355,7 234
2.5 2.5 0 6 3896,5
2,5 2.114 207,9 0 2.81
170,02 153,42 248,37 180,121 183
33,51 9.142 127,199 87,050 139
1.013,7 6 37,9 29,9 529,6
20,1 16,5 0,2 5,5 2,3
KEC. SEMPOLAN Ds. MULYOREJO Ds. PACE Ds. SIDOMULYO
3.321 5.863 2.817
15 103 150
0 0 0
2.634 1.439 1.511
1.874 468 639
73,00 190 112
255 2.927 2.733
1,5 0,9 1,8
JUMLAH
33.427
2.203,2
42.416,4
877.702,1
4.470,7
12.087,8
7.556,9
2.488.1
RATA-RATA
2.785,6
183,6
3.534,7
73.141,9
372,6
1.007,3
630,6
207,3
KEC. KALIBARU Desa KEBONREJO Desa KALIBARU KULON KAB.JEMBER
Sumber : Monografi Desa, 2006
Dari Tabel diketahui bahwa Desa Curahnongko, Andongrejo, Wonoasri, dan Curahtakir adalah desa-desa yang memiliki luas penggunaan lahan di bawah rata-rata penggunaan lahan daerah penyangga, sehingga ancaman perambahan dan pembukaan lahan di kawasan konservasi TNMB sangat tinggi dari desa-desa tersebut.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
21
3.1
Kerusakan Fisik di d Taman Nasional Meru Betiri yang Ditimbulkan itimbulkan oleh Aktivitas Masyarakat di Sekitarnya Kerusakan fisik kawasan hutan TNMB diakibatkan oleh aktifitas manusia
berupa perambahan kawasan, kebakaran hutan, dan pengambilan hasil hutan baik flora maupun fauna. Sejak ditunjuk menjadi taman nasional, TNMB dibagi menjadi 2 wilayah pengelolaan yaitu Seksi Seksi Konservasi Wilayah I Sarongan di kabupaten Banyuwangi dan Seksi Konservasi Wilayah II Ambulu di kabupaten Jember. Pada tahun 2007 wilayah pengelolaan TNMB dibagi lagi menjadi 3 Seksi dengan penambahan Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Kalibaru di kabupaten Jember dan Banyuwangi. Tabel 8. Data kerusakan fisik isik di SPTN Wilayah I Sarongan
Tahun
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Perambahan Hutan (Ha) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 150 0
Jenis Kerusakan Fisik Pengambilan Flora Kebakaran Bukan Hutan Kayu Kayu (Ha) (Batang) (Buah) 0 0 0 0 845 0 0 173 0 0 583 680 0 377 8.805 0 825 4.849 0 690 3.780 1.366 1.910 0 2 116 500 238 50 0 0 112 0
Pengambilan Fauna (Ekor) 0 0 0 0 0 0 0 118 0 0 0
Sumber : Statistik Balai TNMB tahun 1998 s/d 2008
9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
illegal logging (btg) illegal hhbk (buah) illegal hunting (ekor) kebakaran (ha) perambahan (ha)
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 3. Grafik kerusakan fisik SPTN Wilayah I Sarongan arongan
37
22
Tingkat kerusakan fisik kawasan hutan SPTN Wilayah I Sarongan terbilang cukup tinggi seperti yang tertera pada grafik di atas. Illegal hhbk merupakan yang tertinggi jenis pelanggaran terhadap kawasan hutan, sedangkan pengambilan fauna berada pada level terendah dari semua jenis pelanggaran yang pernah terjadi di SPTN Wilayah I Sarongan. Pada tahun 2002 merupakan puncak pengambilan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) secara illegal kemudian berangsur-angsur berangsur angsur turun pada tahun berikutnya. Kerusakan fisik yang disebabkan oleh penebangan kayu secara illegal juga cukup tinggi dan terjadi setiap tahun. Tabel 9. Data kerusakan fisik isik di SPTN Wilayah II Ambulu
Tahun
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Perambahan Hutan (Ha) 0 0 1.300 1.500 0 0 0 0 1.225 0 0
Jenis Kerusakan Fisik Pengambilan Flora Kebakaran Bukan Hutan Kayu Kayu (Ha) (Batang) (Buah) 170 0 0 0 277 0 14,5 265 0 3,23 384 2.002 59,75 429 155 17,375 897 2.031 12,5 1.094 900 0 534 1.550 2,5 373 1.200 2 1.358 88.900 1 1.542 41.573
Pengambilan Fauna (Ekor) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 31 0
Sumber : Statistik Balai TNMB tahun 1998 s/d 2008 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
illegal logging (btg) illegal hhbk (buah) illegal hunting (ekor) kebakaran (ha) perambahan (ha)
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 4.. Grafik kerusakan fisik di SPTN Wilayah II Ambulu
23
Grafik di atas menunjukkan bahwa ada satu jenis pelanggaran yang sangat menonjol dibandingkan dengan jenis pelanggaran yang lain. Tetapi tidak berarti bahwa pengambilan bukan kayu merupakan pelanggaran yang paling sering terjadi. Apabila ditinjau dari segi kuantitas maka pengambilan bukan kayu adalah yang tertinggi, tetapi karena dalam pelanggaran bukan kayu sebagian besar merupakan jenis buah-buahan jadi jumlah hasil pelanggaran akan terlihat banyak. Terlihat pada tahun 2007 grafik pelanggaran terhadap hasil hutan bukan kayu sangat tinggi, hal ini disebabkan pada tahun itu permintaan bambu sangat tinggi sehingga masyarakat banyak yang mengambil hasil hutan bukan kayu itu di dalam kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri. Selian bambu banyak hasil hutan bukan kayu yang diambil secara iillegal olah masyarakat seperti : porang, buah joho, kolang-kaling, bamban, getah bendo, susuh angin, dan lainlain.
Tabel 10. Data kerusakan fisik di SPTN Wilayah III Kalibaru
Tahun
2007 2008
Perambahan Hutan (Ha) 0 0
Jenis Kerusakan Fisik Pengambilan Flora Kebakaran Bukan Hutan Kayu Kayu (Ha) (Batang) (Buah) 0 0 0 210 491 5
Sumber : Statistik Balai TNMB tahun 2007 s/d 2008
Pengambilan Fauna (Ekor) 0 0
24
500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
illegal logging (btg) illegal hhbk (buah) kebakaran (ha)
2007
2008
Gambar 5.. Grafik kerusakan fisik di SPTN Wilayah III Kalibaru
SPTN Wilayah III Kalibaru merupakan wilayah pengelolaan yang baru diresmikan pada akhir tahun 2007. Sehingga dari grafik pelanggaran terhadap kawasan hutan baru terdata mulai tahun 2008. Mungkin tahun sebelumnya sudah terjadi pelanggaran tetapi karena wilayah pengelolaannya masih tergabung dengan Seksi Wilayah yang lain sehingga data kerusakan fisik kawasan hutan belum tercatat. Terlihat pada tahun 2008 terjadi pelanggaran berupa illegal illeg logging,, illegal hhbk dan kebakaran hutan. Illegal logging merupakan yang tertinggi terjadi dibandingkan dengan jenis pelanggaran yang lain. Gangguan keamanan seperti penebangan liar, perambahan kawasan dan pencurian hasil hutan baik kayu maupun non kayu telah mengakibatkan kerusakan kawasan yang pada akhirnya bermuara pada terjadinya degradasi hutan dan terganggunya keseimbangan lingkungan dan fungsi yang terdapat dalam kawasan TNMB. Jika kondisi sumber daya alam (SDA) ( di daerah penyangga Taman Nasional Meru Betiri memiliki kemampuan mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang ada disekitarnya, maka sentuhan terhadap SDA yang ada di dalam TNMB akan dapat dihindari. Akan tetapi sebaliknya, jika potensi SDA di daerah penyangga TNMB tersebut tidak memadai bagi penduduk di sekitarnya, maka akibatnya akan terjadi tekanan dan gangguann terhadap SDA di dalam Taman Nasional Meru Betiri. Oleh karena itu, pemahaman kondisi SDA di daerah penyangga Taman Nasional Meru Betiri menjadi sangat penting. Daya dukung Sumberdaya Alam di daerah penyangga Taman Nasional akan menjadi faktor penentu tekanan tekanan penduduk terhadap SDA yang ada di dalam Taman Nasional. Jika tekanan penduduk lebih besar dari
25
ketersediaan lahan garapan, maka kemungkinan besar akan terjadi tekanan yang kuat terhadap lahan Taman Nasional Meru Betiri. 3.2
Upaya yang telah Dilakukan oleh Balai Taman Nasional Meru Betiri dalam Menjaga Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Meru Betiri Tugas pokok Balai Taman Nasional Meru Betiri adalah menjalankan
pengelolaan kawasan Taman Nasional Meru Betiri dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Keputusan Menteri Kehutanan No.6186/Kpts-II/2002). Laporan Akuntabilitas Kinerja Balai TNMB (2008), menyebutkan bahwa untuk mengemban tugas pokok dan fungsi tersebut ditetapkan Visi pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri yaitu : “Terwujudnya pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri secara optimal, lestari dan berkeadilan yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat” yang kemudian di tetapkanlah beberapa misi antara lain : a)
Melindungi dan mempertahankan keutuhan kawasan beserta potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
b)
Memanfaatkan potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara berkelanjutan
c)
Memberdayakan masyarakat sekitar kawasan melalui kemitraan
d)
Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia BTNMB. Sejak tahun 1998 Balai TNMB telah melakukan upaya pelestarian kawasan
konservasi melalui berbagai kegiatan inventarisasi dan identifikasi potensi flora dan fauna seperti yang tertera pada Tabel 11. Tabel 11. Pelaksanaan inventarisasi flora fauna di Taman Nasional Meru Betiri tahun (1998 – 2008) Tahun 1998
Jenis Kegiatan - Inventarisasi rusa - Inventarisasi penyu dan predator
Keterangan 1 Kali 1 Kali
1999
- Inventarisasi burung paruh besar - Inventarisasi harimau jawa dan fauna lainnya dengan metoda foto trap
1 1
Kali Kali
2000
- Inventarisasi burung air - Survey potensi vegetasi
1 1
Kali Kali
2001
- Identifikasi primata
1
Kali
26
- Identifikasi burung raptor - Monitoring satwa dengan foto trap
1 1
Kali Kali
2002
- Identifikasi dan inventarisasi banteng 2 lokasi - Identifikasi dan inventarisasi tanaman obat
1 1
Kali Kali
2003
- Identifikasi dan inventarisasi merak 2 lokasi
1
Kali
2004
-
2 1 2 6 1
Lokasi Paket Lokasi Ha Paket
2005
- Identifikasi dan inventarisasi jenis burung
2
Lokasi
2006
- Identifikasi gangguan banteng yang keluar kawasan
1
Lokasi
2007
- Identifikasi dan inventarisasi banteng di kawasan tnmb - Identifikasi dan inventarisasi anggrek di kawasan tnmb - Identifikasi dan inventarisasi tumbuhan obat potensial tnmb
1 1 1
Lokasi Lokasi Lokasi
2008
- Identifikasi dan inventarisasi bambu di kawasan tnmb - Labelisasi jenis pohon di sptn wilayah I sarongan
1 1
Lokasi Lokasi
Identifikasi dan inventarisasi kijang Inventarisasi harimau jawa dengan foto trap Identifikasi dan inventarisasi anggrek hutan Pembinaan habitat banteng Perluasan dan pemeliharaan rusa di bandealit
Sumber : Statistik balai tnmb tahun 1998 s/d 2008
Tabel di atas menunjukkan bahwa Balai TNMB telah melakukan upaya untuk menjaga keanekaragaman hayati TNMB. Hal ini sesuai dengan misi Balai TNMB yang menyebutkan akan melindungi dan mempertahankan keutuhan kawasan beserta potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Namun demikian database belum memadai dalam mendukung pengelolaan sumberdaya alam. Kegiatan inventarisasi flora, fauna dan ekosistemnya yang sudah dilaksanakan sifatnya masih parsial dan belum terkompilasi menjadi suatu sistem database. Selain itu, Balai TNMB juga telah melaksanakan program bantuan kepada masyarakat desa penyangga dalam rangka mengurangi ketergantungan masyarakat sekitar kawasan TNMB akan hasil hutan berupa kayu maupun bukan kayu. Kegiatan Balai TNMB dalam memberdayakan masyarakat desa penyangga tertera pada Tabel 12. Tabel 12. Pemberdayaan desa penyangga Taman Nasional Meru Betiri Tahun Lokasi Jenis Bantuan 1998 Kecamatan Tempurejo Sapi Kabupaten Jember Kambing
Jumlah 4Ekor 7Ekor 20Ekor 16Ekor
Desa Wonowiri Curahtakir Wonowiri Curahnongko
27
Tahun Lokasi
Jenis Bantuan Ayam Bibit Jahe
Bibit Rambutan Timbangan untuk Jamu Blender Kotak Lebah Madu
Jumlah 160Ekor 1000Batang 2000Batang 8000Batang 1500Batang 5Buah 5Buah 40Buah
Desa Sanenrejo Curahtakir Curahnongko Andongrejo Curahnongko Andongrejo Andongrejo Andongrejo
1999 Kecamatan Tempurejo Domba Kabupaten Jember Kambing Domba Kambing Domba Domba Kambing Kios Jamu Kecamatan Domba Pesanggaran Kabupaten Kambing Banyuwangi Sapi 2000 Kecamatan Silo Kabupaten Jember
11Ekor 12Ekor 11Ekor 12Ekor 23Ekor 12Ekor 23Ekor 1Buah
2001 Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi
12Tungku Sarongan
Batu Api
2001 Kecamatan Tempurejo Perahu Kabupaten Jember Mesin Perahu 2002 -
-
Sanenrejo Curahtakir Wonoasri Andongrejo Curahnongko Sarongan
12Ekor 11Ekor 5Ekor
1Buah 2Unit -
Mulyorejo
Bandealit -
2003 Kecamatan Tempurejo Alat Penggiling Jamu Kabupaten Jember
3Buah 1Buah
Andongrejo Curahnongko
2003 Kecamatan Tempurejo Kompor Minyak Tanah Kabupaten Jember Blender
3Buah 1Buah 3Buah 1Buah 3Buah 1Buah
Andongrejo Curahnongko Andongrejo Curahnongko Andongrejo Curahnongko
Rp30 Juta 3Buah Rp10 Juta 1Buah
Andongrejo Curahnongko Andongrejo Curahnongko
Wajan Stainless
2004 Kecamatan Tempurejo Modal Usaha 5 (lima) Kabupaten Jember Kelompok TOGA Etalase
28
Tahun Lokasi
Jenis Bantuan
2005 Kecamatan Tempurejo Biaya Pengurusan Ijin Kabupaten Jember Produksi 3 Jenis Jamu 2006
-
-
2007 Kecamatan Tempurejo Bantuan Alat Pengolahan Kabupaten Jember Keripik (home industri) : - Kompor Gas - Wajan 28 Inchi - Pisau Pemotong Keripik Pisang - Pisau Pemotong Singkong - Alat Pembungkus Wipro - Bantuan Modal untuk pengembangan usaha bagi KKP 2008 Keterangan Sumber
Jumlah
Desa
Rp4,995 Juta
Kelompok TOGA Sari Hutani Curahnongko
-
-
Masing- Kelompok Kerja masing Perempuan KKP dapat (KKP) : 1 Unit + - Harapan Sejahtera RP2,5 Juta Andongrejo - Melati dan Sumber Alam Curahnongko - Kenanga Sanenrejo
: (-) Tidak ada kegiatan : Statistik Balai TNMB tahun 1998 s/d 2008
-
-
Berkaitan dengan 5 (lima) kebijakan prioritas bidang kehutanan sesuai SK. Menhut No. 456/Menhut-II/2004, salah satu diantaranya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di daerah penyangga kawasan hutan, maka kegiatan pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap masyarakat desa yang berada di dalam hutan maupun masyarakat desa yang berada di luar hutan. Bentuk bantuan yang diberikan kepada masyarakat yang tujuan utamanya adalah sebagai alternatif penghasilan masyarakat supaya tidak mengambil SDA dari kawasan TNMB ternyata tidak tepat sasaran. Sebagian besar bantuan yang diberikan tidak disertai dengan keterampilan pengelolaannya sehingga tidak berkelanjutan dan bersifat sekali habis. Berdasarkan data sekunder tentang kegiatan Balai TNMB dalam upaya menjaga keanekaragaman hayati masih belum optimal. 3.3
Upaya yang telah Dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam Menjaga Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Meru Betiri Pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk mengusahakan kelestarian
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya
29
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Kawasan konservasi tersebut saat ini tengah berada dalam ancaman kerusakan penurunan mutu dan upaya-upaya eksploitasi akibat dari sebab-sebab alam dan aktivitas manusia. Hingga saat ini TNMB secara terus menerus menghadapi gangguan fisik dari masyarakat sekitar kawasan. Sebagian besar kawasan TNMB (zona rehabilitasi) mengalami kerusakan dan terdegradasi. Perlu dilakukan upaya rehabilitasi kawasan, melalui kerjasama dengan masyarakat desa daerah penyangga (pola kemitraan) yang saling menguntungkan. Satu hal yang mungkin perlu mendapatkan perhatian adalah terjadinya proses transisi dari model kelembagaan lama ke model kelembagaan baru setelah masa reformasi. Lembaga-lembaga yang berkembang kemudian jika tidak disertai proses pendampingan
yang
mampu
menjembatani
transisi
dari
sentralistis
menjadi
desentralisasi, tentu akan cenderung menjadi anarki. Untuk itu, sistem pendampingan oleh LSM akan sangat mendukung terjadinya transisi. Tingkat rasionalitas masyarakat yang relatif masih rendah, akan menjadi kendala yang cukup serius bagi perwujudan lembaga-lembaga ideal sesuai dengan harapan masyarakat. Beberapa lembaga non formal yang telah ikut menjadi mitra Balai TNMB dalam mengelola kawasan TNMB antara lain : a.
Konsorsium LATIN-IPB Kegiatan yang telah dilakukan sejak tahun 1995 sampai dengan 1998 adalah
penelitian dalam rangka melestarikan tumbuhan obat TNMB. Kerjasama dengan Balai TNMB ini dilaksanakan di zona rehabilitasi TNMB seluas 7 Ha menggunakan sistem tumpangsari dengan petani sekitar kawasan TNMB sebanyak 43 orang. Selain meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelestarian tumbuhan obat melalui kegiatan agroforestri tumbuhan obat, juga bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan, terutama lahan kritis yang berada di dalam zona rehabilitasi TNMB. b.
Konsorsium LATIN Perwakilan Jember Perjanjian kerjasama antara Balai TNMB dengan Konsorsium LATIN mencakup
bidang pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan pengembangan (pendampingan) masyarakat sekitar kawasan TNMB. Kegiatan pendampingan masyarakat yang telah
30
dilakukan sejak tahun 1999 ini dalam rangka menyiapkan peserta program rehabilitasi TNMB di 3 desa yaitu Andongrejo, Curahnongko, dan Sanenrejo. c.
Yayasan Hablum Minal ‘Am (HAMIM) Jember Kesepakatan kerjasama yang dilakukan dengan Balai TNMB ini bermaksud
untuk melakukan kegiatan pendidikan lingkungan di Sekolah Dasar desa penyangga khususnya desa Andongrejo dan Sanenrejo yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan TNMB. Kegiatan pendampingan ini tidak berlangsung lama, hanya 1 (satu) tahun sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2000. d.
Konservasi Alam Indonesia Lestari (KAIL) Lembaga Swadaya Masyarakat ini merupakan kelanjutan dari Konsorsium
LATIN-IPB yang beranggotan penduduk lokal desa penyangga. Pada tahun 2002 melakukan pendampingan Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KETAN MERAH) dan pengkayaan tanaman rehabilitasi sebanyak 99.000 batang dengan luas 743,9 Ha di zona rehabilitasi dengan melibatkan 53 KETANMERAH (2.142 KK). e.
Citra Wana Lestari Indonesia (CIWALI) Dalam rangka mendukung program rehabilitasi kawasan Taman Nasional Meru
Betiri di zona rehabilitasi, maka LSM CIWALI melakukan kesepakatan dengan Balai TNMB pada tahun 2005 dengan jangka waktu 5 (lima) tahun. Sasaran kerjasama ini adalah kelompok tani mitra rehabilitasi (KETANMERAH) dan masyarakat lainnya di Desa Curahnongko. Kesepakatan ini merupakan Inisiasi pembentukan pamswakarsa dalam rangka melindungi dan mengamankan kawasan dari gangguan keamanan. Lembaga Swadaya Masyarakat cukup berperan dalam menjaga keanekaragaman hayati Taman Nasional Meru Betiri. Namun demikian masih belum optimal, karena kesepakatan yang telah dibuat tidak berkesinambungan sehingga program yang telah direncanakan tidak dapat diselesaikan dengan maksimal. 3.4
Upaya yang telah Dilakukan oleh Perguruan Tinggi dalam Menjaga Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Meru Betiri Sedikitnya 96 judul penelitian telah dilakukan di Taman Nasional Meru Betiri
sejak tahun 1998 sampai dengan 2008 oleh mahasiswa, dosen maupun instansi pemerintah. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan di TNMB oleh perguruan tinggi maupun instansi lain belum bisa dimanfaatkan dengan baik karena banyak data dan laporan yang belum kembali ke Balai Taman Nasional Meru Betiri. Usaha-usaha
31
pembinaan sumber daya alam (pembinaan habitat, populasi, rehabilitasi dsb) masih sedikit sekali didukung oleh hasil hasil penelitian, sehingga belum memberikan hasil yang optimal. 3.5
Upaya Pemerintah Daerah dan Masyarakat Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Meru Betiri
dalam
Menjaga
TNMB merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) pusat di bawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan. Secara administratif lokasi TNMB berada di 2 (dua) Kabupaten yaitu Jember dan Banyuwangi, tetapi secara pengelolaan TNMB peran pemerintah daerah hanya bersifat koordinasi. Upaya pemerintah daerah dalam menjaga keanekaragaman hayati TNMB kurang optimal, karena belum pernah ada kegiatan yang nyata dari Pemerintah Daerah dalam pengelolaan TNMB. Masyarakat sekitar kawasan TNMB belum memiliki pengetahuan dan kesadaran akan arti pentingnya keberadaan hutan TNMB. Berdasarkan rekapitulasi kejadian pelanggaran terhadap hutan TNMB menunjukkan masih tingginya akifitas illegal masyarakat terhadap hutan tanpa memperhatikan aspek kelestarian, walaupun tidak sedikit bantuan dan penyuluhan dari Balai TNMB kepada masyarakat desa penyangga. 3.6
Nilai Ekonomi berupa Potensi Serapan Karbon pada Hutan Primer dan Hutan Sekunder Kawasan TNMB Dari hasil perhitungan dengan mengasumsikan bahwa potensi serapan karbon
hutan hujan dataran rendah Meru Betiri sebesar 216 tC/ Ha (Rusi Asmani, 2004) maka dengan melakukan deliniasi peta, estimasi potensi serapan karbon hutan hujan dataran rendah Meru Betiri sebagai berikut:
Tabel 13. Estimasi potensi serapan karbon hutan hujan dataran rendah Meru Betiri Nilai Karbon Potensi Serapan Tipe Hutan Karbon US$ Rp (tC) Hutan Primer 33.357 7.205.112 7.205.112 67.973.026.608,Hutan Sekunder 16.472 3.557.952 3.557.952 33.565.719.168,101.538.745.776,Jumlah 49.829 10.763.064 10.763.064 Keterangan : Asumsi harga karbon US$ 1 dan US$ 1 = Rp.9.434 (http://finance.yahoo.com/ bulan Desember 2009) Sumber : Peta vegetasi Taman Nasional Meru Betiri Luas (Ha)
32
Harga karbon masih bervariasi, sehingga belum ada ketentuan yang pasti berapa harga karbon per ton/ha. Dari berbagai sumber
yang menyebutkan, harga karbon
tertinggi sekitar US$ 30 per tC/Ha.
Gambar 6. Peta vegetasi Taman Nasional Meru Betiri
Dengan memperhitungkan bahwa harga karbon adalah US$ 1 per ton karbon saja, maka dari stok karbon kawasan TNMB yang telah diketahui akan memberikan nilai sebesar US$ 10.763.064,- jika dinilai dalam rupiah US$ 1 = Rp 9.434,(http://finance.yahoo.com/ bulan Desember 2009) maka dari hutan primer dan sekunder Taman Nasional Meru Betiri telah menyumbangkan dana sebesar Rp 101.538.745.776,-. Nilai tersebut tentu saja akan bertambah seiring dengan naiknya harga karbon. 3.7
Nilai Ekonomi Penggunaan Sumber Daya Air Domestik (Rumah Tangga) oleh Masyarakat Sekitar Kawasan TNMB Berdasarkan harga standar air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) bahwa
harga air setiap meter kubik adalah Rp. 1000,- atau Rp. 1,-/L. Asumsi harga air di kawasan TNMB adalah air tanpa pengolahan dan treatment dengan harga per m3 adalah Rp. 750,- atau Rp. 0,75,-/L. Asumsi jumlah hari dalam 1 Tahun adalah 365 Hari. Biaya
33
untuk mendapatkan air merupakan biaya instalasi peralatan pertama kali dan hanya dilakukan sekali pada tahun pertama sampai selama waktu penggunaan air. Berdasarkan hasil pengumpulan data primer di desa penyangga kawasan TNMB seperti tertera pada Tabel 5.14, maka dapat diketahui jumlah rata-rata penggunaan air dalam sehari untuk kebutuhan rumah tangga dengan jumlah responden 36 orang yang mewakili kepala keluarga (KK) adalah 4.677 L/Hari / 36 KK = 130 L/hari/KK. Ratarata penggunaan sumber daya air per KK setiap tahun adalah 130 L/hari/KK x 365 hari = 47.450 L/KK/Thn. Valuasi nilai sumber daya air setiap KK adalah 47.450 L/KK/Thn x Rp.0,75/L = Rp. 35.588,-/KK/Thn. Jumlah pengguna air di sekitar kawasan TNMB adalah 33.427 KK (total kepala keluarga, berdasarkan data monografi desa). Valuasi nilai sumber daya air di sekitar kawasan TNMB adalah Rp.35.588,-/KK/Thn x 33.427KK = Rp. 1.189.600.076,-/tahun.
34
Tabel 14. Penggunaan sumber daya sar domestik oleh masyarakat sekitar Kawasan TNMB Asal Sumber Air Sungai
Sumur Bor
1
2
√
√ √
√
Sumur Timba 3
4
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 9 8 8 10 7 9 10 8 8 10 7 9 8 10 8 9 7 10 10 8 6 10 9 10 7 10 10 10 8 9 10 8 10 10 7 312
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√
√ √ √ √ √
√ √ Jumlah
Minum/ Masak (L)
Penggunaan (L/Hari) Cuci Cuci Mandi pakaian kendaraan (L) (L) (L) 5
25 35 20 40 20 30 40 30 25 25 35 30 30 25 35 20 40 30 40 40 40 25 40 40 40 40 30 20 25 30 20 25 30 40 30 30 1120 Rata-rata
Lainnya (L)
Jumlah (L/KK/Hari)
6
7
8
9
50 40 70 50 70 75 40 70 40 70 40 65 80 45 70 75 60 60 45 40 80 80 80 80 80 50 45 45 40 50 40 50 40 45 75 80 2115
25 20 20 0 20 20 40 20 30 35 40 0 40 25 25 20 30 40 0 0 40 0 0 0 0 30 25 20 25 30 30 35 20 40 35 40 820
0 0 30 0 30 0 0 15 0 0 0 25 0 0 25 0 15 0 30 25 0 30 0 0 0 0 0 20 20 0 15 0 20 0 0 10 310
105 104 148 98 150 132 129 145 103 138 125 127 159 103 165 123 154 137 125 115 168 141 130 129 130 127 110 115 120 118 114 120 118 135 150 167 4677 130
Sumber : Data primer (wawancara dengan masyarakat desa penyangga) tahun 2009
35
3.8
Nilai Ekonomi Taman Nasional Meru Betiri dengan Analisis Manfaat dan Biaya Berdasarkan analisis manfaat langsung dan tidak langsung dari Taman Nasional
Meru Betiri, maka dapat dilakukan penilaian sumber daya alam menggunakan analisis biaya dan manfaat (Cost Benefit Analysis; CBA). Tabel 15. Benefit tahun (1998 – 2008) Tahun
US$ 1 (Rp)
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
8.333,334 7.142,857 9.090,909 10.000 9.090,909 8.333,334 9.090,909 10.000 9.174,312 9.433,962 12.195,12 9.433,962
Manfaat Tidak Langsung Carbon Air Keluarga (Rp) (Rp) 89.692.207.175,38 1.050.813.525,09 900.697.204,54 76.879.025.957,54 97.846.037.537,79 1.146.341.949,42 107.630.640.000,00 1.260.976.129,23 1.146.341.949,42 97.846.037.537,79 89.692.207.175,38 1.050.813.525,09 97.846.037.537,79 1.146.341.949,42 107.630.640.000,00 1.260.976.129,23 1.156.858.780,37 98.743.701.830,44 101.538.335.703,26 1.189.600.076,00 131.256.879.650,11 1.537.775.786,12 101.538.335.703,26 1.189.600.076,00 Jumlah (∑)
Manfaat Langsung PNBP (Rp) 1.879.500,00 5.082.500,00 4.165.500,00 7.024.000,00 6.470.750,00 6.875.000,00 11.650.250,00 11.724.500,00 10.188.127,00 14.007.410,00 22.551.000,00 -
Total Benefit (Bt) 90.744.900.200,47 77.784.805.662,08 98.996.544.987,21 108.898.640.129,23 98.998.850.237,21 90.749.895.700,47 99.004.029.737,21 108.903.340.629,23 99.910.748.737,80 102.741.943.189,26 132.817.206.436,23 1.109.550.905.646,42
Keterangan : Nilai manfaat tidak langsung tahun 2009 merupakan dasar untuk menentukan nilai pada tahun sebelumnya Sumber : Data primer dan sekunder diolah pada tahun 2009
Tabel 16. Hasil perhitungan NPV Tahun
(1+r)t
1998
1,9992
90.744.900.200,47
656.947.626,00
90.087.952.574,47
NPV (Bt – Ct) x (1+r)t 180.099.456.558,50
1999
1,8771
77.784.805.662,08
1.332.173.786,00
76.452.631.876,08
143.512.099.613,05
2000
1,7626
98.996.544.987,21
1.239.287.657,00
97.757.257.330,21
172.304.047.170,44
2001
1,6550
108.898.640.129,23
2.645.389.261,00
106.253.250.868,23
175.848.670.247,46
2002
1,5540
98.998.850.237,21
3.147.736.715,00
95.851.113.522,21
148.951.340.814,67
2003
1,4591
90.749.895.700,47
3.753.095.762,00
86.996.799.938,47
126.940.710.453,64
2004
1,3701
99.004.029.737,21
4.485.615.925,00
94.518.413.812,21
129.498.418.211,31
2005
1,2865
108.903.340.629,23
2.867.413.509,00
106.035.927.120,23
136.411.652.197,51
2006
1,2079
99.910.748.737,80
5.408.047.065,00
94.502.701.672,80
114.154.503.047,15
2007
1,1342
102.741.943.189,26
6.090.330.045,00
96.651.613.144,26
109.624.675.918,55
2008
1,0650
132.817.206.436,23
5.222.852.923,00
127.594.353.513,23
135.887.986.491,59
1.109.550.905.646,42
36.848.890.274,00
1.072.702.015.372,42
1.573.233.560.723,86
Total (∑)
Benefit (Bt)
Cost (Ct)
Keterangan : r = 6,5% (BI Rate Desember 2009)
Bt - Ct
36
Tabel 15 merupakan nilai manfaat baik langsung maupun tidak langsung dari TNMB. Manfaat tidak langsung yang terdiri dari potensi serapan karbon dan sumber daya air dihitung pada tahun 2009, sedangkan untuk tahun-tahun sebelumnya disesuaikan dengan kurs rupiah terhadap US$ pada tahun tersebut. Manfaat langsung yang berupa PNBP adalah nilai riil pada saat itu. Perhitungan benefit seperti yang tertera pada Tabel 16 menunjukkan hasil NPV adalah Rp. 1.573.233.560.723,86 sehingga NPV > 0, hal ini berarti alternatif pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri dapat dilaksanakan (acceptable). Tabel 17. Hasil perhitungan gross B-C Ratio Tahun
(1+r)t
1998
1,9992
90.744.900.200,47
656.947.626,00
181.412.794.325,08
1.313.337.766,58
1999
1,8771
77.784.805.662,08
1.332.173.786,00
146.012.772.937,00
2.500.673.323,95
2000
1,7626
98.996.544.987,21
1.239.287.657,00
174.488.378.899,27
2.184.331.728,83
2001
1,6550
108.898.640.129,23
2.645.389.261,00
180.226.778.023,29
4.378.107.775,83
2002
1,5540
98.998.850.237,21
3.147.736.715,00
153.842.881.319,54
4.891.540.504,87
2003
1,4591
90.749.895.700,47
3.753.095.762,00
132.417.011.222,93
5.476.300.769,29
2004
1,3701
99.004.029.737,21
4.485.615.925,00
135.644.100.767,36
6.145.682.556,05
2005
1,2865
108.903.340.629,23
2.867.413.509,00
140.100.483.190,16
3.688.830.992,66
2006
1,2079
99.910.748.737,80
5.408.047.065,00
120.687.151.471,30
6.532.648.424,15
2007
1,1342
102.741.943.189,26
6.090.330.045,00
116.532.480.513,84
6.907.804.595,29
2008
1,0650
132.817.206.436,23
5.222.852.923,00
1.109.550.905.646,42
36.848.890.274,00
141.450.324.854,59 1.622.815.157.524,35
5.562.338.363,00 49.581.596.800,49
Total (∑)
Benefit (Bt)
Cost (Ct)
∑ Bt x (1 + r)t
∑ Ct x (1 + r)t
Metode yang kedua untuk menilai sumber daya alam menggunakan rasio manfaat dan biaya kotor (Gross Benefit Cost Ratio). Diketahui bahwa : ∑ Bt x (1 + r)t adalah Rp. 1.622.815.157.524,35 ∑ Ct x (1 + r)t adalah Rp.
49.581.596.800,49
Sehingga hasil perhitungan Gross B-C Ratio adalah 32,73 sehingga Gross B-C Ratio > 1, hal ini berarti alternatif pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri dapat dilaksanakan (acceptable).
37
IV. KESIMPULAN 1)
Kerusakan fisik Taman Nasional Meru Betiri yang ditimbulkan oleh aktivitas masyarakat di sekitarnya berupa penebangan liar, perambahan hutan, perburuan liar, pengambilan hasil hutan bukan kayu, kebakaran hutan yang mengakibatkan kerusakan kawasan yang pada akhirnya bermuara pada terjadinya degradasi hutan dan terganggunya keseimbangan lingkungan dan fungsinya.
2)
Upaya yang dilakukan Balai Taman Nasional Meru Betiri, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah dan masyarakat sekitar kawasan dalam menjaga keanekaragaman hayati Taman Nasional Meru Betiri belum optimal.
3)
Hasil analisis manfaat dan biaya menunjukkan bahwa NPV > 0 yaitu Rp.1.573.233.560.723,86 dan Gross B-C Ratio > 1 yaitu 32,73 maka alternatif pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri dapat dilaksanakan (acceptable), sehingga nilai ekonomi Taman Nasional Meru Betiri dari segi manfaat lebih tinggi jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA Asmani, R. 2004. Analisis Dinamika Perubahan Stok Karbon di Dalam Kawasan Taman Nasional Meru Betiri Pada Kondisi Ada Proyek CDM Kehutanan, SkripsiF. Kehutanan IPB, Bogor. Balai Taman Nasional Meru Betiri. 2009. Statistik Balai Taman Nasional Meru Betiri Periode Tahun 1998 s/d 2008, Jember. Dahuri, R. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta. David O. 1991. Conseved to death: Are Tropical Forests being over Protected from people. Land Use Policy, Vol.12, No.12, pp.115-135 Dinas Kehutanan Kabupaten Jember. 2003. Kebijakan Kehutanan, Pengelolaan Hutan di Kabupaten Jember. Makalah Seminar dan Program Aksi Lingkungan, DPD LDII Jember 26/1/2003. Irham. 1999. Analisis Biaya-Manfaat dalam Pembangunan Berdampak Lingkungan. Seminar Series on NRA-Environmental Economics, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-UGM in Collaboration with Collaborative Enviromental Project in Indonesia (CEPI), Yogyakarta.
38
Jatam. 2000. Bebaskan Meru Betiri dari Pertambangan. http://www.Meru Betiri.or.id. E-mail:
[email protected] Kadariah. 2000. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Lembar Fakta. 2000. Bebaskan Meru Betiri dari Pertambangan. http://www.Meru Betiri.or.id. E-mail:
[email protected]. diakses 5 Oktober. Mackinnon, J. dan Kathy. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Reid and Miller, 1989. Keeping Option Alive-The Scientific Basis for Conversing Biodiversity. Westview Press Inc. Sahubawa, L. 1999. Analisis Ekonomi Kehilangan Hasil Sumberdaya Perikanan sebagai Dampak Aktivitas Pembangunan di Pesisir Telur Ambon. Seminar Series on NRA-Environmental Economics, Pusat Penelitian Lingkungan HidupUGM in Collaboration with Collaborative Enviromental Project in Indonesia (CEPI), Yogyakarta. Santoso, E. 1996. Laporan Evaluasi Pembangunan Tahun Anggaran 1996/1997, Dinas Perikanan Daerah Tingkat II Situbondo, Situbondo. Sasmitawidjaja, V. 1999. The Benefit of Protected Areas (Case Studies: Bunaken National Park & Gunung Gede National Park) Seminar Series on NRAEnvironmental Economics, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-UGM in Collaboration with Collaborative Enviromental Project in Indonesia (CEPI), Yogyakarta. Setiawan. 1985. Interaksi antara Masyarakat Sekitar Kawasan dengan Hutan Bambu dalam Kawasan Taman Nasional Meru Betiri Jember, Jawa Timur. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor. Snedaker, S.C. 1987. Mangrove: Their Value and Perpetuation. Nat. and Resources. UNESCO, Paris, dalam Dahuri, Rokhmin, dkk., 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta. Sudibyo, P. 2000. Konservasi Keanekaragaman Hayati, Mencermati Isu Pemanfaatan Sumberdaya Hayati. Seminar Series on NRA-Environmental Economics, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-UGM in Collaboration with Collaborative Enviromental Project in Indonesia (CEPI), Yogyakarta. Surabaya Post. 2000. Giliran Taman Nasional Meru Betiri Dijarah Maling. Diakses 5 Desember.
56
39
Utama, P. 1995. A Buffer Zone Managemen Strategy for Meru Betiri National Park East Java, Indonesia. Thesis for the degree Master of Tropical Forestry, Faculty of Forestry Science, Georg-August University, Gottingen. Wiratno. 2000. Nilai Ekonomi Kawasan Konservasi. Seminar Series on NRAEnvironmental Economics, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-UGM in Collaboration with Collaborative Enviromental Project in Indonesia (CEPI), Yogyakarta. Whiting, P. 1999. Atotal Benefit Framework for Assesing Park and Protected Areas. Seminar Series on NRA-Environmental Economics, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup-UGM in Collaboration with Collaborative Enviromental Project in Indonesia (CEPI), Yogyakarta.