KARAKTERISTIK HABITAT LUTUNG JAWA DI RESORT BANDEALIT, TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
LISA PUSPITA SURYANI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Habitat Lutung jawa di Resort Bandealit, Taman Nasional Meru Betiri adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Lisa Puspita Suryani NIM E34120015
ABSTRAK LISA PUSPITA SURYANI. Karakteristik Habitat Lutung Jawa di Resort Bandealit, Taman Nasional Meru Betiri. Dibimbing oleh AGUS PRIYONO KARTONO. Taman Nasional Meru Betiri merupakan salah satu habitat lutung jawa (Trachypithecus auratus) di Resort Bandealit. Tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi karakteristik habitat yang digunakan lutung jawa. Penggunaan habitat lutung jawa diketahui melalui pengamatan aktivitas harian dengan metode focal animal sampling dengan time series dan dilakukan analisis vegetasi. Karakteristik habitat lutung jawa dicirikan oleh area yang memiliki rata-rata tinggi pohon 16.6 m dengan bentuk tajuk seperti payung yang digunakan sebagai sumber pakan dan tempat berlindung. Aktivitas harian lutung jawa pada setiap kelas umur memiliki alokasi waktu yang berbeda pada setiap lokasi pengamatan. Alokasi waktu aktivitas tertinggi pada anak adalah sosial, remaja adalah makan, jantan dewasa adalah istirahat dan betina dewasa adalah sosial. Lutung jawa menggunakan semua tipe habitat dengan proporsi yang sama. Kata kunci: aktivitas harian, karakteristik habitat, lutung jawa.
ABSTRACT LISA PUSPITA SURYANI. Habitat Characteristic of Ebony Leaf Monkey in Bandealit Resort, Meru Betiri National Park. Supervised by AGUS PRIYONO KARTONO.
Meru Betiri National Park is one of the ebony leaf monkey‟s (Trachypithecus auratus) habitat, especially in Bandealit Resort. The aims of this study were to identify habitat characteristics of ebony leaf monkey. Ebony leaf monkey habitat use are known through observation of daily activity with focal animal sampling and time series methods, and vegetation analyzes. The characteristics habitat of ebony leaf monkey was an area with an average tree height was about 16.6 m, and its canopy shaped like an umbrella as the sources of food and shelter. Daily activities of ebony leaf monkey each age class in each location had the variegated time allocation. The highest allocation of time in infant was socializing, for juvenile was feeding, for adult male was resting, and adult female was socializing. Ebony leaf monkey used all types of habitat with same proportion. Keywords: daily activity, ebony leaf monkey, habitat characteristic.
KARAKTERISTIK HABITAT LUTUNG JAWA DI RESORT BANDEALIT, TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
LISA PUSPITA SURYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan selama bulan Maret-April 2016 ini ialah karakteristik habitat lutung jawa di Resort Bandealit, Taman Nasional Meru Betiri. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku pembimbing atas arahan yang diberikan dan Bapak Dr Ir Iwan Hilwan MS selaku dosen penguji. Penghargaan penulis sampaikan kepada Balai Taman Nasional Meru Betiri serta seluruh staf yang membantu terlaksananya penelitian ini, baik yang di kantor maupun petugas lapangan yang membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga, Bapak Sulanjar, SPd dan Ibu Nina Fatmiyati, SPd, Ayuk Afrina Tyas Ningrum, SPdi dan Adik Jodi Iman Pangestu atas semangat, kasih sayang dan doanya yang tak pernah henti. Sahabat di lapangan dalam mengambil data Hany dan Kiki. Tim PKLP TN Meru Betiri, Keluarga KSHE 49 „Cantigi Gunung‟, Ikatan Mahasiswa Bumi Rafflesia (IMBR) Kota Bengkulu atas segala cerita, kebersamaan, kekeluargaan dan pengalaman berharga yang penulis dapatkan selama perkuliahan, serta Bandealit dengan segala cerita suka-dukanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Lisa Puspita Suryani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Alat dan Bahan
3
Jenis dan Metode Pengumpulan Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
6
Karakteristik Habitat Lutung Jawa
7
SIMPULAN DAN SARAN
20
Simpulan
20
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
23
DAFTAR TABEL Kerapatan tiang dan pohon di lokasi pengamatan Jenis pakan lutung jawa dilokasi pengamatan Jenis pohon tempat berlindung lutung jawa di lokasi pengamatan Kompetitor, ancaman dan gangguan terhadap keberadaan lutung jawa Nilai uji chi square terhadap alokasi penggunaan waktu aktivitas harian setiap kelas umur 6 Nilai indeks kesamaan sorensen (%)
1 2 3 4 5
8 9 11 15 17 19
DAFTAR GAMBAR Peta lokasi pengamatan lutung jawa di Resort Bandealit Plot petak contoh analisis vegetasi hutan alam dan tanaman Plot petak contoh analisis vegetasi hutan mangrove Persentase bagian tumbuhan yang dimakan Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di Blok mangrove 6 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di Blok Lodadi 7 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di Blok Tandon air 8 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di Blok Camping ground dan Blok Wisma 9 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di hutan tanaman jati 10 Rumah masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan di Blok Lodadi 11 Aktivitas lutung jawa (a) makan; (b) mengawasi sekitar 12 Persentase rata-rata aktivitas harian pada tiap kelas umur 1 2 3 4 5
2 4 4 10 12 12 13 13 14 16 18 19
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Lutung jawa (Trachypithecus auratus E. Geoffroy 1812) merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang dapat ditemukan di Jawa, Bali, Lombok, Pulau Sempu dan Nusa Barung (Groves 2001). Keberadaan lutung jawa di alam saat ini diperkirakan mengalami penurunan populasi sebanyak 30% akibat penangkapan untuk perdagangan satwa peliharaan dan perburuan liar sebagai makanan (Nijman & Supriatna 2008). Oleh sebab itu, Pemerintah Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 733/Kpts-II/1999 mengkategorikan lutung jawa sebagai jenis satwa yang dilindungi. Jenis lutung ini juga termasuk dalam kategori rentan (vulnerable) dalam daftar merah IUCN versi 3.1 (IUCN 2015) dan tercantum dalam Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Habitat adalah sebuah kawasan yang terdiri dari komponen fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan digunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiak satwa liar (Alikodra 2010). Komponen utama habitat satwaliar menurut Muntasib et al. (1997) terdiri atas komponen biotik, fisik dan kimia. Komponen biotik meliputi vegetasi, satwa liar dan organisme mikro, sedangkan komponen fisik meliputi air, tanah, iklim dan topografi serta tata guna lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Komponen kimia meliputi seluruh unsur kimia yang terkandung dalam komponen biotik maupun fisik. Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) merupakan salah satu habitat lutung jawa yang terdapat di Pulau Jawa. Tipe habitat yang terdapat di TNMB meliputi hutan hujan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa dan hutan rheophyte (TNMB 2015). Kondisi tipe habitat tersebut sesuai menurut Nijman (2000) yang menyatakan bahwa lutung jawa dapat ditemukan pada tipe habitat seperti hutan mangrove, hutan pantai, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, hutan kerangas dan hutan pegunungan. Namun, kawasan TNMB menghadapi ancaman berupa pembalakkan liar yang dapat menyebabkan habitat lutung jawa semakin terfragmentasi dan terisolasi. Menururt TNMB (2015), dari tahun 1997-2010 terjadi laju pengurangan luas kawasan TNMB sebesar 0,065% atau setara dengan 37,7 ha/tahun akibat adanya pembalakkan liar. Hal ini selanjutnya menimbulkan dampak berupa berkurangnya luas habitat bagi satwaliar di TNMB, termasuk lutung jawa. Kerusakan habitat merupakan ancaman utama terhadap keanekaragaman hayati (Indrawan et al. 2012), termasuk lutung jawa, sehingga perlu dilakukan upaya koservasi. Keberhasilan konservasi suatu satwaliar bergantung pada upaya pengumpulan dan analisis data, serta penafsiran jenis informasi mengenai habitat satwa liar (Morrison et al. 2006). Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai karakteristik habitat lutung jawa di TNMB sebagai bahan pertimbangan penetapan tindakan pengelolaan habitat dan upaya konservasi terhadap satwa tersebut.
2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik habitat yang digunakan oleh lutung jawa. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai habitat lutung jawa serta menjadi masukan bagi pihak TNMB untuk melakukan pengelolaan habitat dan pelestarian populasi lutung jawa.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Resort Bandealit, Taman Nasional Meru Betiri meliputi hutan pantai pada Blok Wisma dan Blok Camping Ground, hutan alam pada Blok Lodadi dan Blok Tandon Air, hutan Mangrove dan hutan tanaman jati (Gambar 1). Pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2016 - 02 April 2016.
Gambar 1 Peta lokasi pengamatan lutung jawa di Resort Bandealit
3
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas Global Positioning System (GPS), binokuler, kamera digital, pita ukur, tambang, kompas, tallysheet, alat tulis, panduan lapang pengamatan mamalia, serta lutung jawa sebagai objek penelitian. Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang diambil adalah karakteristik habitat lutung jawa meliputi komponen biotik dan komponen abiotik. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan pengukuran di lapangan. Data sekunder yang diambil meliputi data mengenai kondisi umum TNMB, keberadaan lutung jawa untuk menentukan lokasi pengambilan data dan potensi adanya gangguan atau ancaman terhadap lutung jawa. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan wawancara dengan pihak balai TNMB dan masyarakat sekitar kawasan TNMB. Karakteristik habitat lutung jawa Karakteristik habitat lutung jawa yang diamati meliputi komponen biotik dan komponen fisik. Komponen biotik yaitu komposisi dan struktur vegetasi dan satwaliar lain yang terdapat di lokasi pengamatan serta keberadaan manusia. Komposisi dan struktur vegetasi meliputi jenis tumbuhan, jumlah individu setiap tumbuhan, tinggi total pohon, diameter batang pohon, strata tajuk yang digunakan, tutupan tajuk, jenis tumbuhan pakan dan bagian tumbuhan yang dimakan, sedangkan satwaliar lain yang diamati adalah satwaliar yang diduga sebagai kompetitor dan predator bagi lutung jawa serta keberadaan manusia. Komponen abiotik yang diamati yaitu ketinggian lokasi ditemukannya lutung jawa. Komposisi dan struktur vegetasi dari suatu habitat diidentifikasi melalui analisis vegetasi. Komposisi merupakan jenis yang ditemukan, sedangkan struktur vegetasi adalah tingkat pertumbuhan yang di amati. Analisis vegetasi dilakukan dengan membuat petak contoh pada lokasi ditemukannya lutung jawa berdasarkan hasil wawancara kepada pengelola dan pengamatan di lapangan. Pohon yang digunakan sebagai tempat beraktivitas bagi lutung jawa ditetapkan sebagai titik pusat petak. Bentuk petak contoh pengambilan data pada hutan alam dan tanaman disajikan dalam Gambar 2, sedangkan pada hutan mangrove disajikan dalam Gambar 3. Pembagian vegetasi ke dalam tipe semai, pancang, tiang, dan pohon. a. Semai : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan dengan tinggi kurang dari 1,5 m diamati pada petak berukuran 2m x 2m. b. Pancang : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm, diamati pada petak berukuran 5m x 5m. c. Tiang : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm, diamati pada petak berukuran 10m x 10m. d. Pohon : Pohon dewasa berdiameter 20 cm atau lebih, diamati pada petak berukuran 20m x 20m.
4
Gambar 2 Plot petak contoh analisis vegetasi hutan alam dan tanaman; A: petak ukuran 20m x 20m; B: 10m x 10m; C: 5m x 5m; D: petak ukuran 2m x 2m
Gambar 3 Plot petak contoh analisis vegetasi hutan mangrove; A: petak ukuran 10m x 10m; B: 5m x 5m; C: 2m x 2m.
5
Data yang dikumpulkan untuk tingkat pertumbuhan pohon dan tiang adalah jumlah pohon, jenis pohon, diameter batang setinggi dada (dbh) pada tinggi sekitar 130 cm diatas permukaan tanah, dan tinggi total sedangkan data yang diambil pada tingkat pertumbuhan pancang dan semai meliputi jenis tumbuhan dan jumlah individu setiap jenis (Soerianegara & Indrawan 1998). Jumlah petak pengamatan yang diambil dalam analisis vegetasi adalah 28 petak contoh untuk seluruh blok pengamatan. Penyebaran petak contoh pengamatan adalah sebagai berikut : analisis sebanyak lima petak contoh pada blok hutan mangrove, hutan alam Blok Lodadi, hutan alam Blok Tandon air, hutan pantai Blok Camping ground dan hutan tanaman jati, sedangkan pada hutan pantai Blok Wisma diambil tiga petak contoh. Aktivitas harian lutung jawa Aktivitas harian lutung jawa diamati menggunakan metode focal animal sampling dengan time series yang merupakan metode pencatatan prilaku yang terfokus pada satu individu dengan dibatasi waktu. Interval waktu yang digunakan dalam penelitian yaitu 10 menit, untuk mengetahui prilaku lutung jawa dan jenis vegetasi yang digunakan oleh satwa tersebut dimulai pukul 06.00 WIB – 18.00 WIB. Aktivitas yang diamati dibedakan berdasarkan kelas umur yaitu anak, remaja, dewasa jantan dan dewasa betina. Kelas umur anak diidentifikasi melalui warna rambut yang berwarna kuning jingga dan tidak berjambul serta ukuran tubuh yang kecil (Rowe 1996). Kelas umur remaja diidentifikasi melalui ukuran tubuh lebih kecil dari lutung dewasa dan lebih besar dari anak dengan warna rambut hitam kelabu. Kelas umur dewasa diidentifikasi melalui panjang tubuh rata-rata 517 mm, panjang ekor rata-rata 742 mm (Written diacu dalam Bismark 1993) dengan warna rambut hitam diselingi keperakan dan bagian ventral berwarna kelabu pucat. Pada jantan dewasa kepala memiliki jambul, sedangkan betina tidak (Rowe 1996), serta pada kelas umur betina dewasa dapat dilihat melalui bercak kuning pada organ genitalnya (Brandon-Jones 1995). Analisis Data Karakteristik habitat lutung jawa Komposisi dan struktur vegetasi Komposisi dan struktur vegetasi dianalisis melalui kerapatan setiap jenis vegetasi pada tingkat pertumbuhan semai, pancang, tiang dan pohon dewasa. Persamaan penduga kerapatan pohon adalah sebagai berikut: Kerapatan (K) (ind/ha) = Jumlah individu setiap spesies Luas seluruh petak Aktivitas harian lutung jawa Data aktivitas harian lutung jawa ditentukan dengan analisis statistik deskriptif kuantitatif dan uji chi square (χ2). Analisis deskriptif kuantitatif dilakukan untuk menggambarkan pengelompokan data, sedangkan analisis chi square dilakukan untuk menentukan sebaran aktivitas harian lutung jawa sehingga dapat diketahui distribusi aktivitasnya pada variabel penggunaan waktu harian. Hasil uji chi square (χ2) dilakukan dengan membandingkan nilai χ2 hitung dan χ2 tabel (db; α). Jika χhitung χ , b maka hipotesis nol ditolak.
6
H0 : Alokasi waktu aktivitas tiap kelas umur sama. H1 : Alokasi waktu aktivitas setiap kelas umur berbeda. Hipotesis di uji dengan metode chi square (χ2), dengan persamaan sebagai berikut : (Oij Eij ) Eij Notasi yang digunakan dalam persamaan tersebut adalah : Oij = Nilai pengamatan ke-i Eij = Nilai harapan ke-ij χhitung ∑
Persentase aktivitas harian lutung jawa Analisis aktivitas harian digunakan untuk mengetahui aktivitas harian lutung jawa seperti aktivitas berpindah, makan, sosial, istirahat dan tidur. Persentase aktivitas harian lutung jawa tiap kelas umur dihitung dengan persamaan sebagai berikut: waktu aktivitas ke i Persentase aktivitas ke i ( ) x total waktu aktivitas Notasi yang digunakan dalam persamaan tersebut adalah: i=jenis aktivitas Indeks kesamaan komunitas Kesamaan atau kemiripan jenis tumbuhan antar tipe habitat dapat diketahui menggunakan formulasi Indeks Kesamaan Komunitas Sorensen (MuellerDombois & Ellenberg 1974), yaitu : C IS x ( B) Notasi yang digunakan dalam persamaan tersebut adalah: IS : Indeks kesamaan (%) C : jumlah jenis yang terdapat pada tipe habitat I dan II A : jumlah jenis yang terdapat pada tipe habitat I B : jumlah jenis yang terdapat pada tipe habitat II
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Taman Nasional Meru Betiri merupakan kawasan pelestarian alam yang terletak di provinsi Jawa Timur. Bagian barat termasuk Kabupaten Jember dengan luas 37.626 ha dan bagian timur termasuk Kabupaten Banyuwangi dengan luas 20.374 ha. Kawasan hutan Meru Betiri ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional menurut Keputusan Menteri Kehutanan No. 277/Kpts-VI/1997 seluas 58.000 ha dengan tujuh zona meliputi zona inti, zona rimba, zona perlindungan bahari, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona rehabilitasi dan zona khusus (TNMB 2015). Jenis tumbuhan yang sudah teridentifikasi di TNMB sebanyak 496
7
spesies dari 98 famili dengan 5 spesies yang dilindungi dan 239 spesies diantaranya teridentifikasi sebagai tumbuhan obat. Satwaliar yang terdapat di TNMB sebanyak 217 spesies meliputi 25 spesies mamalia dengan 18 spesies yang dilindungi, 8 spesies reptil dengan 6 spesies yang dilindungi dan 4 diantaranya merupakan penyu dan 2 spesies lainnya merupakan ular, serta 184 spesies burung dengan 68 spesies termasuk yang dilindungi (TNMB 2015). Topografi kawasan TNMB secara umum bergelombang, berbukit, dengan beberapa gunung besar, yaitu Gunung Permisan, Gunung Meru, Gunung Betiri, Gunung Sumbadadung, Gunung Sukamade dan Gunung Sumber Pacet. Beberapa bukit berbatasan dengan kawasan pantai bagian selatan. Jenis tanah berupa asosiasi Aluvial yang berada pada dataran rendah, sedangkan Regosol Coklat dan kompleks Latosol berada pada dataran tinggi. Iklim di TNMB menurut klasifikasi Schmitd & Ferguson (1951) di bagian utara dan tengah TNMB bertipe B, sedangkan di kawasan lainnya bertipe C. Semakin menuju ke timur kondisi iklim di TNMB semakin kering. Curah hujan bervariasi antara 2.544-3.478 mm per tahun dengan musim hujan pada bulan November-Maret dan musim kemarau pada bulan April-Oktober. Taman Nasional Meru Betiri dibagi kedalam tiga Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) yaitu SPTN I Sarongan meliputi Resort Sukamade, Resort Rajagwesi dan Resort Karangtambak, SPTN II Ambulu meliputi Resort Andongrejo, Resort Bandealit, Resort Wonoasri dan Resort Sanenrejo dan SPTN III Kalibaru meliputi Resort Baban, Resort Malangsari dan Resort Sumberpacet. Resort Bandealit termasuk kedalam SPTN II Ambulu dengan tipe vegetasi meliputi hutan hujan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove dan hutan rawa (TNMB 2015). Karakteristik Habitat Lutung Jawa Komposisi dan struktur vegetasi Hasil analisis vegetasi di enam blok pengamatan diperoleh 48 jenis tumbuhan dari 26 famili. Pada tingkat tiang diperoleh 15 jenis dari 12 famili, sedangkan pada tingkat pohon di temukan 30 jenis dari 19 famili. Jenis dengan kerapatan tertinggi yang ditemukan pada tingkat tiang adalah cembirit (Voacanga grandifolia), sedangkan pada tingkat pohon adalah penengen (Clerodendrum inerme). Famili yang paling banyak ditemukan pada tingkat tiang adalah Apocynaceae, sedangkan pada tingkat pohon adalah Lamiaceae. Nilai kerapatan tingkat tiang dan pohon pada tiap blok disajikan dalam Tabel 1, sedangkan nilai kerapatan keseluruhan disajikan dalam Lampiran 1. Keberadaan lutung jawa dapat ditemukan pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon dengan intensitas tertinggi pada tingkat pohon. Nilai kerapatan tertinggi pada tingkat tiang terdapat pada Blok Wisma, sedangkan pada tingkat pohon pada hutan mangrove, sebagaimana tersaji pada Tabel 1. Kerapatan tiang berpengaruh terhadap regenerasi tumbuhan yang terdapat di blok pengamatan. Kerapatan tingkat tiang dan pohon juga berpengaruh terhadap perpindahan lutung jawa. Pada kerapatan yang tinggi lutung jawa akan menggunakan tajuk yang bersinggungan untuk melakukan perpindahan, namun pada kerapatan rendah lutung jawa harus turun ke lantai hutan untuk melakukan perpindahan. Hal ini sesuai pernyataan Febriyanti (2008), bahwa kondisi kerapatan vegetasi
8
berpengaruh terhadap keberadaan dan pergerakan lutung jawa. Semakin rapat vegetasi maka akan semakin mudah lutung jawa melakukan pergerakan. Tabel 1 Kerapatan tiang dan pohon di lokasi pengamatan Jumlah Tingkat Tiang Tingkat Pohon lutung Jumlah Jumlah Lokasi Kerapatan Kerapatan jawa Jumlah individu Jumlah individu Pengamatan total total ditemukan Jenis Jenis (N/ha) (N/ha) (ind) Hutan 9 3 4 68 1360.00 mangrove Hutan alam 16 6 10 200.00 10 21 105.00 blok Lodadi Hutan alam 13 4 5 100.00 13 27 135.00 blok Tandon Air Hutan pantai 20 3 9 180.00 5 18 90.00 blok Camping Ground Hutan pantai 19 4 8 266.67 6 25 208.00 blok Wisma Hutan 23 3 37 185.00 tanaman jati Dilihat dari banyaknya individu yang ditemukan, keberadaan lutung jawa lebih banyak terdapat di hutan tanaman jati. Hal ini disebabkan tanaman jati ditemukan sedang berbunga dan terdapat pohon gempol (Nauclea cornata) yang sedang berbuah sehingga menyediakan kebutuhan lutung jawa. Pakan Pakan merupakan faktor penting dalam menunjang keberlangsungan kehidupan tiap makhluk hidup. Menurut Alikodra (2010) pakan sebagai faktor utama yang mempengaruhi pergerakan satwa dan harus tersedia untuk menghindari adanya persaingan. Hasil analisis vegetasi ditemukan 30 jenis pohon dan 15 jenis tiang, 18 jenis diantaranya merupakan sumber pakan bagi lutung jawa. Jenis yang ditemukan tersebut lebih banyak dibandingkan penelitian Iskandar (2003) yang menemukan 11 jenis pakan lutung jawa di TNMB. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui jenis yang paling banyak dimakan oleh lutung jawa pada blok hutan Mangrove adalah penengen (Clerodendrum inerme), blok hutan alam Lodadi adalah besole (Baringtonia excelsa), blok hutan alam Tandon air adalah dahu (Dracontomelon dao), blok hutan pantai Camping ground adalah dadap laut (Erythrina orientalis), hutan pantai blok Wisma adalah dadap laut (Erythrina orientalis), dan hutan tanaman jati adalah jati (Tectona grandis). Jenis pakan lutung jawa disajikan pada Tabel 2.
9
Tabel 2 Jenis pakan lutung jawa dilokasi pengamatan Lokasi Hutan mangrove
Jenis Acacia decurrens
Clerodendrum inerme Hutan alam Barringtonia excelsa Blok Lodadi Ficus variegata Sterculia campanulata Klenhovia hospita Aglaia odoratissima Lagerstroemia speciosa Hutan alam Nauclea cornata Blok Tandon Cassia siamea air Sterculia campanulata Spatodea campanulata Ficus variegata Lagerstroemia speciosa Ficus virens Dracontomelon dao Hutan pantai Alstonia spectabilis Blok Erythrina orientalis Camping Terminalia catappa ground Hutan pantai Alstonia spectabilis Blok Wisma Erythrina orientalis Clerodendrum inerme Barringtonia asiatica
Hutan tanaman jati
Famili Fabaceae Lamiaceae Lecythidaceae Moraceae Malvaceae Malvaceae Meliaceae Lythraceae Rubiaceae Fabaceae Malvaceae Bignoniaceae Moraceae Lythraceae Moraceae Anacardiaceae Apocynaceae Fabaceae Combretaceae Apocynaceae Fabaceae Lamiaceae Lecythidaceae
Klenhovia hospita Tectona grandis
Malvaceae Lamiaceae
Cassia siamea
Fabaceae
Bagian yang Persentase dimakan (%) Bunga, buah, 40.0 daun Daun 60.0 Daun 40.7 Buah, daun 11.1 Buah, daun 11.1 Bunga, daun 14.8 Daun 7.4 Daun 14.8 Buah 8.3 Bunga 8.3 Buah, daun 8.3 Daun 12.5 Buah, daun 12.5 Daun 8.3 Daun 16.7 Daun 25.0 Bunga 23.1 Daun 46.2 Buah, daun 30.8 Bunga Daun Daun Bunga, buah, daun Bunga, daun Bunga, buah, daun Bunga
16.7 41.7 8.3 16.7 16.7 66.7 33.3
Persentase pemanfaatan tertinggi yang ditemukan adalah jati (Tectona grandis). Jenis ini ditemukan dengan pemanfaatan tertinggi karena jenis tumbuhan lain yang ditemukan di lokasi pengamatan terbatas. Selain itu, bagian tumbuhan pada jenis ini diketahui dapat dimanfaatkan secara keseluruhan pada bunga, buah dan daun sehingga intensitas dimanfaatkannya lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulistiyadi (2013), bahwa pucuk dan buah jati merupakan sumber pakan lain yang dimanfaatkan lutung jawa jika kondisi di sekitarnya tidak terdapat pohon yang sedang berbuah, berbunga dan tumbuh pucuknya. Jati juga dapat dijadikan sebagai sumber pakan karena menurut Kool (1993) pucuk daun jati (Tectona grandis) merupakan sumber pakan penting apabila jumlah pakan langka. Jenis lain yang ditemukan dengan persentase rendah karena ketersediaan bunga, buah dan daun saat pengamatan hanya sedikit sehingga lutung jawa lebih jarang ditemukan pada jenis-jenis tumbuhan tersebut. Famili jenis pakan yang paling banyak ditemukan adalah Fabaceae dan Malvaceae.
10
Lutung jawa ditemukan memakan daun, bunga dan buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Kool (1993) yang menyatakan bahwa lutung jawa merupakan satwa diurnal yang mengkonsumsi bebuahan, pucuk daun, biji-bijian, kuncup bunga, larva serangga dan pakan lainnya. Persentase masing-masing bagian yang dimakan disajikan dalam Gambar 4. Bunga 23%
Daun 49%
Buah 28%
Gambar 4 Persentase bagian tumbuhan yang dimakan Berdasarkan Gambar 4 diketahui persentase bagian yang paling banyak dimakan yaitu daun sebesar 49%. Hal ini menunjukkan bahwa lutung jawa lebih memilih mengkonsumsi pucuk daun sebagai pakan karena ketersediannya lebih banyak dibandingkan bunga dan buah. Persentase buah yang diperoleh sebesar 28%. Buah-buahan juga dikonsumsi oleh lutung jawa karena mempunyai kadar tanin dan kadar fenol yang lebih tinggi dari dedaunan, tanin digunakan untuk mengurangi kandungan asam lambung akibat fermentasi pakan dalam tubuh lutung jawa (Kool 1992). Persentase bunga diperoleh sebesar 23% dan merupakan bagian yang paling sedikit. Hal ini disebabkan ketersediaan bunga sebagai sumber pakan saat pengamatan tergolong rendah. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dibandingkan penelitian Supriatna & Wahyono (2000) yang menyatakan bahwa komposisi makan lutung jawa 50% daun, 32% buah, 13% bunga dan sisanya bagian dari tumbuhan atau serangga. Selain itu, menurut Shofa (2014) komposisi pakan lutung jawa di Cagar Alam Dungus Iwul (CADI) yaitu 75.68% daun, 21.62% buah dan 2.70% bunga. Komposisi pakan di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) juga diketahui sebanyak 65% daun, 11% buah, 17% daun dan buah serta 7% daun dan bunga yang dimakan oleh lutung jawa (Wakidi 2013). Menurut Sulistyadi (2013), pemilihan jenis dan bagian pakan tersebut diduga menyebabkan lutung jawa banyak beristirahat. Hal ini juga didukung oleh pendapat Kay (1984) yang menyatakan bahwa satwa bertubuh kecil yang membutuhkan energi tinggi biasanya lebih banyak memakan serangga, sedangkan satwa bertubuh besar yang tidak memerlukan energi tinggi cenderung memakan dedaunan. Pakan sebagai komponen biotik dari habitat penting untuk menunjang kebutuhan hidup karena dapat menjadi faktor pembatas bagi lutung jawa. Oleh
11
karena itu, keberadaan tumbuhan pakan di habitat alaminya perlu dilestarikan untuk mempertahankan habitat lutung jawa. Tempat berlindung Habitat merupakan suatu lokasi yang digunakan satwaliar sebagai tempat berkembang biak dan berlindung dari ancaman dan gangguan (Alikodra 2010). Komponen habitat yang dapat berperan sebagai pelindung adalah tajuk pohon. Tajuk pohon merupakan salah satu bentuk pelindung yang berfungsi sebagai tempat untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan cuaca. Hasil analisis vegetasi terhadap 30 jenis pohon diantaranya terdapat 16 jenis pohon diantaranya digunakan oleh lutung jawa sebagai tempat berlindung di enam blok pengamatan yang disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Jenis pohon tempat berlindung lutung jawa di lokasi pengamatan Lokasi Hutan Mangrove Hutan alam Blok Lodadi
Hutan alam Blok Tandon ai
Hutan pantai Blok Camping ground Hutan pantai Blok Wisma
Hutan tanaman jati
Jenis Sonneratia alba Clerodendrum inerme Barringtonia excelsa Ficus variegata Sterculia campanulata Klenhovia hospita Ficus virens Sterculia campanulata Artocarpus elastica Ficus variegata Dracontomelon dao Calophyllum inophyllum Terminalia catappa Calophyllum inophyllum Canarium asperum Alstonia spectabilis Barringtonia asiatica Tectona grandis Cassia siamea
Famili Sonneratiaceae Lamiaceae Lecythidaceae Moraceae Malvaceae Malvaceae Moraceae Malvaceae Moraceae Moraceae Anacardiaceae Clusiaceae Combretaceae Clusiaceae Burseraceae Apocynaceae Lecythidaceae Lamiaceae Fabaceae
Persentase (%) 14.3 85.7 50.0 21.4 7.1 21.4 36.8 15.8 15.8 15.8 15.8 57.1 42.9 40.0 20.0 20.0 20.0 80.0 20.0
Berdasarkan Tabel 3 diketahui jenis pohon dengan persentase tertinggi di blok mangrove adalah penengen (Clerodendrum inerme). Tinggi pohon ini mencapai 20 m yang termasuk kedalam strata C dan digunakan oleh lutung jawa sebagai tempat berlindung dan istirahat. Jenis ini termasuk pohon tertinggi yang terdapat di tipe vegetasi hutan mangrove sehingga dapat digunakan oleh lutung jawa untuk mengawasi daerah sekitar dari adanya ancaman dan gangguan. Blok mangrove termasuk kedalam tipe habitat yang terbuka karena hanya terdapat beberapa pohon yang menjulang tinggi. Namun, pada strata D di blok ini diketahui ditutupi oleh waru laut (Hibiscus tiliaceus) dan melati rawa (Jasminum funale) (Gambar 5). Topografi pada Blok Mangrove tergolong datar dengan ketinggian tanah berada sekitar 11 mdpl.
12
Gambar 5 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di Blok mangrove Jenis pohon dengan persentase tertinggi yang digunakan sebagai tempat berlindung di Blok Lodadi adalah besole (Barringtonia excelsa). Jenis ini memiliki tajuk yang rapat dan lebar sehingga menjadi lokasi yang relatif aman bagi lutung jawa untuk menghindari sinar matahari (Gambar 6). Tipe tutupan tajuk pada blok ini termasuk tertutup karena sinar matahari yang masuk ke permukaan tanah tergolong rendah. Tinggi strata tajuk yang digunakan oleh lutung jawa mencapai 6 m – 22 m dan termasuk kedalam strata C untuk beristirahat. Topografi pada blok ini relatif bergelombang dengan ketinggian lokasi pengamatan sekitar 16 m dpl.
Gambar 6 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di Blok Lodadi
13
Jenis pohon dengan persentase tertinggi pada Blok Tandon air adalah apak (Ficus virens). Jenis ini merupakan pohon yang memiliki tajuk yang lebar seperti payung sehingga mampu melindungi lutung jawa dari sinar matahari (Gambar 7). Lutung jawa pada blok ini biasanya berada di pohon dengan ketinggian 8 m - 10 m (Starata C) untuk istirahat dan tidur pada siang hari. Blok Tandon air memiliki topografi yang relatif bergelombang dibandingkan lokasi yang lain karena pohon pada lokasi ini banyak tumbuh diatas batu dengan tinggi mencapai 5 m dari permukaan tanah. Tipe tutupan tajuk pada blok ini termasuk tertutup dengan ketinggian berada sekitar 32 m dpl.
Gambar 7 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di Blok Tandon air Jenis pohon dengan persentase tertinggi yang digunakan lutung jawa di Blok Camping Ground dan Blok Wisma sebagai tempat berlindung adalah nyamplung (Calophyllum inophyllum). Jenis ini merupakan pohon dengan tajuk lebar dan daunnya rimbun dengan bentuk tajuk seperti payung sehingga mampu melindungi dari sinar matahari (Gambar 8). Lutung jawa biasanya ditemukan berada pada ketinggian 6 m - 10 m (strata C) saat beristirahat. Topografi pada kedua blok ini termasuk landai dengan ketinggian pada blok ini sekitar 5 m dpl.
Gambar 8 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di Blok Camping ground dan Blok Wisma
14
Jati (Tectona grandis) merupakan pohon dengan persentase tertinggi yang digunakan di hutan tanaman jati sebagai tempat berlindung. Ketinggian pohon jati yang digunakan lutung jawa berkisar antara 8 m – 22 m dan termasuk dalam strata C dan B (Gambar 9). Tipe tutupan tajuk pada vegetasi ini termasuk kedalam tipe tertutup karena jati merupakan pohon dengan daun lebar dan besar serta tajuknya rapat. Topografi pada blok ini termasuk datar dengan ketinggian sekitar 23 m dpl.
Gambar 9 Jenis tumbuhan yang digunakan sebagai tempat berlindung di hutan tanaman jati Beberapa penelitian menunjukkan kelompok lutung jawa lebih memilih topografi yang landai (0 – 15%). Namun, ditemukan juga kelompok lutung jawa yang lebih memilih topografi yang terjal (>40%). Penelitian Idris (2004) menemukan pohon tidur lutung jawa di Pos Salabintana, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) pada lereng-lereng yang terjal memiliki tajuk yang emergent agar terhindar dari predator terestrial. Namun, penelitian Febriyanti (2008) di Blok Ireng-ireng Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menunjukkan bahwa lutung jawa lebih memilih topografi datar dalam memilih pohon tidurnya sebagai tempat berlindung. Strata tajuk yang ditemukan pada penelitian Sulistiyadi (2013) di Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP) yang digunakan lutung jawa yaitu pada strata C (14 m – 20 m) dan pada penelitian Leksono (2014) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran (CAPP) lutung jawa juga menggunakan strata C (10 m – 20 m). Selain itu, pemilihan jenis pohon yang tajuknya rapat disukai primata karena dapat digunakan sebagai tempat berlindung, beristirahat dan sekaligus mencari makan (Alikodra 2010). Kompetitor dan predator Keberadaan kompetitor dan predator serta ancaman terhadap lutung jawa pada masing-masing blok memiliki jenis yang berbeda-beda dengan intensitas yang beragam (Tabel 4). Hasil pengamatan menunjukkan tidak ditemukan adanya predator di lokasi pengamatan. Predator primata ini merupakan karnivora besar seperti macan tutul dan harimau jawa (UMich 2012). Namun, saat ini keberadaan satwa tersebut di TNMB semakin sulit dijumpai sehingga jumlah lutung jawa di lokasi pengamatan tergolong melimpah. Kompetitor yang ditemukan saat pengamatan adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dalam hal pakan.
15
Jenis ini termasuk satwa primata pemakan buah-buahan (frugivora). Monyet ekor panjang ditemukan masing-masing dua kali perjumpaan pada blok Lodadi dan blok Tandon air. Monyet ekor panjang biasanya ditemukan menggunakan strata tajuk D (1m – 4m) dan strata tajuk E (0 – 1m). Jika monyet ekor panjang mendatangi kelompok lutung jawa yang sedang makan, maka jantan dewasa akan berkelahi untuk mempertahankan pohon pakannya. Tabel 4 Kompetitor, ancaman dan gangguan terhadap keberadaan lutung jawa Pertemuan Pertemuan Ancaman dan Lokasi dengan dengan Kompetitor gangguan lutung jawa kompetitor Hutan 4 Aktivitas manusia Mangrove seperti memancing Hutan alam 2 2 Macaca Kendaraan angkut Blok Lodadi fascicularis hasil perkebunan dan aktivitas manusia di sekitar hutan menuju perkebunan Hutan alam 4 2 Macaca Aktivitas manusia Blok Tandon fascicularis yang menggunakan Air jalur ini sebagai jalan alternatif menuju pantai jika air di muara pasang Hutan pantai 2 Kegiatan camping Blok Camping Ground Hutan pantai 3 Pengunjung yang Blok Wisma menginap di wisma dan jalur menuju pantai untuk memancing Hutan 4 Jalur aktivitas tanaman jati manusia ke hutan dan pemukiman Ancaman pada Blok Mangrove berasal dari aktivitas masyarakat yang memancing di sekitar muara. Apabila keberadaan masyarakat yang memancing tersebut tidak mengganggu maka lutung jawa akan bertahan dilokasi tersebut. Namun, jika pada kondisi sebaliknya lutung jawa akan turun dan bersembunyi di semak waru laut. Ancaman pada Blok Lodadi berupa kebisingan yang berasal dari aktivitas manusia yang melintasi jalan perkebunan yang berbatasan langsung dengan hutan menggunakan sepeda motor dan truk untuk mengangkut hasil panen dari perkebunan (Gambar 10). Ancaman pada Blok Tandon Air berasal dari masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan yang menggunakan lokasi
16
pengamatan sebagai jalur alternatif jika ketinggian air di muara pasang. Ancaman pada Blok Camping Ground tidak ditemukan saat pengamatan karena tidak ditemukan adanya aktivitas manusia berupa berkemah saat pengamatan. Blok Wisma merupakan lokasi yang ancamannya relatif tinggi karena merupakan jalur yang digunakan masyarakat untuk memancing di pantai dan muara timur. Blok Jati merupakan satu-satunya lokasi yang ditemukan mengalami gangguan langsung dari manusia karena berbatasan langsung dengan permukiman. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui masyarakat yang merasa terganggu dengan keberadaan lutung jawa akan mengusir lutung jawa dengan melempari batu.
Gambar 10 Rumah masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan di Blok Lodadi Aktivitas harian lutung jawa Aktivitas harian lutung jawa diamati untuk mengetahui penggunaan habitatnya. Lutung jawa ditemukan mulai beraktivitas pukul 05.15 WIB dan mengakhiri aktivitasnya pukul 18.00 WIB. Aktivitas dominan lutung jawa yang ditemukan saat pengamatan pagi hari yaitu makan di pohon tempat tidur atau pohon sumber pakan dilokasi yang tidak terlalu jauh dengan pohon tidurnya sebelum melakukan pergerakan. Menurut Nursal (2001) waktu aktivitas ini tidak tetap, biasanya mengikuti pergeseran waktu terbit matahari. Aktivitas makan akan meningkat pada pagi hari karena menurut Nadler et al. (2002) diacu dalam Sulistiyadi (2013), kondisi suhu dan kelembapan yang relatif tinggi pada pagi hari menyebabkan lutung jawa memilih untuk berkumpul dan makan di bawah naungan. Selain itu, tingkat kesegaran pakan pada pagi hari juga menjadi faktor tingginya aktivitas makan pada lutung jawa (Sulistiyadi 2013). Setelah makan dan beristirahat pada pagi hari, biasanya lutung jawa akan berpindah menuju lokasi istirahat dan kembali makan sebelum mengakhiri aktivitasnya. Akhir dari aktivitasnya ditandai dengan berpindah menuju lokasi pohon tidur. Namun, terdapat beberapa individu yang masih melakukan aktivitas makan dan mencari posisi tidur. Aktivitas lutung jawa pada setiap kelas umur berbeda pada setiap lokasi pengamatan, penggunaan waktu aktivitas setiap kelas umur di masing-masing lokasi disajikan dalam Tabel 5.
17
Tabel 5 Nilai uji chi square terhadap alokasi penggunaan waktu aktivitas harian setiap kelas umur Lokasi Blok Mangrove Blok Lodadi Blok Tandon Air Blok Camping Ground Blok Wisma Blok Jati
χ2 hitung 51.86 1.17 1.24 3.02 79.14 75.03
χ2 (0,05; 12) 21.026 21.026 21.026 21.026 21.026 21.026
Simpulan Tolak H0 Terima H0 Terima H0 Terima H0 Tolak H0 Tolak H0
Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa aktivitas setiap kelas umur di masing-masing lokasi berbeda. Perbedaan penggunaan waktu aktivitas setiap kelas umur berbeda ditemukan pada Blok Mangrove, Blok Wisma dan Blok Jati. Perbedaan alokasi waktu tersebut dapat disebabkan penggunaan waktu yang digunakan oleh masing-masing kelas umur berbeda. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan waktu pada jantan dewasa yang berbeda dibandingkan individu anak, seperti jantan dewasa akan melakukan aktivitas makan lebih dulu dibandingkan kelas umur lainnya kemudian mengawasi sekitar. Berbeda dengan anak yang akan makan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan jantan dewasa kemudian bermain ataupun berinteraksi dengan induknya. Hal ini menunjukkan peran sosial dan ukuran/berat tubuh berpengaruh terhadap alokasi waktu dalam kelompok lutung jawa (Nursal 2001). Alokasi penggunaan waktu aktivitas yang sama ditemukan pada Blok Lodadi, Blok Tandon air, dan Blok Camping ground. Hal tersebut dapat disebabkan sebaran penggunaan waktu setiap kelas umur dan perilakunya tersebar merata sehingga penggunaan waktu aktivitasnya relatif seragam. Persentase tertinggi pada kelas umur anak ditemukan pada aktivitas sosial (Gambar 12). Hal ini disebabkan tingginya interaksi anak dengan induknya dan juga sebagai proses pembelajaran. Anak juga ditemukan lebih banyak menyusu kepada betina dewasa untuk mendapatkan suplai nutrisi utama sebagai penunjang sistem pencernaan dan pertumbuhan gigi yang belum sempurna. Sesuai pernyataan Sutrisno (2001) dan Prastyono (1999) bahwa individu anak pada primata memerlukan nutrisi yang banyak untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Hal ini juga terjadi pada individu anak owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) (Fatimah 2012). Tingginya aktivitas sosial juga disebabkan oleh aktivitas anak yang terlihat bermain dan belajar melompat. Aktivitas ini diduga untuk melatih kemampuan lokomosinya. Sesuai dengan pernyataan Oktaviani (2009), bahwa aktivitas bermain pada primata merupakan aktivitas yang sangat penting dilakukan oleh anak untuk melatih kemampuan pergerakan. Anak juga terlihat ditelisik oleh induknya untuk menunjukkan tingkat perhatian dan kasih sayang serta menumbuhkan keterikatan sosial antarkelompok. Persentase tertinggi pada remaja ditemukan pada aktivitas makan (Gambar 12). Hal ini disebabkan usia remaja membutuhkan lebih banyak nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Aktivitas sosial pada remaja diketahui merupakan yang terendah dibandingkan kelas umur lainnya. Hal ini disebabkan remaja menggunakan waktu bermain lebih sedikit, karena pada kelas umur ini lutung jawa mulai melakukan penyesuaian perilaku sosial seperti yang dilakukan
18
individu dewasa. Menurut Sutrisno (2001) individu remaja pada primata melakukan proses dalam upaya belajar untuk terpisah dari induk dan mencari pasangan. Aktivitas istirahat pada remaja merupakan strategi untuk menghemat nutrisi yang diperoleh dan disimpan sehingga dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Persentase tertinggi pada kelas umur jantan dewasa ditemukan pada aktivitas istirahat (Gambar 12). Menurut pernyataan Zanuansyah (2009), hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menghemat kehilangan energi karena peningkatan suhu dan kesempatan mencerna makanan. Aktivitas makan pada jantan yang ditemukan juga termasuk tinggi (Gambar 11). Hal ini diduga karena ukuran tubuhnya yang relatif besar dibandingkan individu lainnya. Tingginya aktivitas makan digunakan untuk mengimbangi energi yang dikeluarkan oleh jantan dewasa untuk memimpin kelompok. Berbeda dengan pernyataan Brotoisworo & Dirgayusa (1991) yang menemukan bahwa primata pada kelas umur jantan dewasa makan lebih jarang dibandingkan individu lain. Aktivitas sosial pada jantan dewasa ditemukan lebih rendah dibandingkan istirahat dan makan. Hal ini disebabkan aktivitas sosial yang ditemukan merupakan aktivitas yang membutuhkan rentang waktu singkat seperti pada saat akan kawin, kawin dan berkelahi dengan jantan kelompok lain sehingga tergolong rendah.
Gambar 11 Aktivitas lutung jawa (a) makan; (b) mengawasi sekitar Persentase tertinggi pada kelas umur betina dewasa ditemukan pada aktivitas sosial (Gambar 12). Hal ini disebabkan betina dewasa merupakan kelas umur yang banyak mengasuh dan berinteraksi dengan anak. Kelas umur ini juga berperan mengawasi anak yang sedang bermain dan belajar berpindah serta meningkatkan kepekaan anak dalam kelompok. Hal ini menunjukkan peran betina dalam menjaga ikatan sosial dalam kelompok lutung jawa (Napier & Napier 1985). Aktivitas makan pada kelas umur ini juga termasuk tinggi. Hal ini diduga dilakukan betina dewasa agar makanan yang dicerna dapat disalurkan kepada anak yang menyusu. Betina dewasa banyak melakukan aktivitas makan agar dapat mencukupi nutrisi yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Aktivitas istirahat pada betina tergolong rendah karena alokasi waktunya lebih banyak digunakan untuk mengasuh anak. Hal ini juga ditemukan pada lama waktu tidur, betina dewasa juga diamati lebih rendah dalam menggunakan waktunya untuk aktivitas tersebut.
19
60,0 52,3
% Aktivitas
50,0
43,9 39,7
40,0
36,3 31,8
34,4 28,5
30,0
24,8
21,5 17,0
20,0
16,29
14,7 10,61
8,0
10,0
3,85
2,0
2,3
1,7
8,56 1,8
0,0 Anak Berpindah
Remaja Makan
Jantan Dewasa Sosial
Istirahat
Betina Dewasa
Tidur
Gambar 12 Persentase rata-rata aktivitas harian pada tiap kelas umur Lutung jawa menggunakan semua tipe habitat dengan proporsi yang sama (χhitung . 9 χ, 4.49 ). karena tiap lokasi pengamatan menyediakan kebutuhan lutung jawa sebagai tempat berlindung dan sumber pakan. Indeks kesamaan komunitas Nilai indeks kesamaan diperoleh untuk mengetahui tingkat kesamaan jenis tumbuhan pada tingkat pohon yang terdapat pada dua lokasi yang berbeda. Besarnya koefisien indeks kesamaan komunitas berkisar antara 0-100%, kisaran indeks kesamaan komposisi jenis antara 50%-100% maka dianggap sama dan < 50% dianggap berbeda nyata (Soerianegara & Indrawan 1998). Kesamaan jenis tumbuhan yang terdapat antar lokasi pengamatan berdasarkan Indeks Kesamaan Komunitas Sorensen disajikan pada Tabel 6.
Mg Ld Td Cg Pw
Tabel 6 Nilai indeks kesamaan sorensen (%) Ld Td Cg Pw 0 0 25.0 22.2 43.5 0 8.7 0 0 36.4 -
Jt 0 0 12.5 0 0
Keterangan : (Mg) : Mangrove; (Ld) : Lodadi; (Td) : Tandon Air; (Cg): Camping Ground; (Pw) : Wisma; (Jt) : Jati
Nilai kesamaan komunitas tumbuhan antar lokasi tertinggi yaitu Blok Tandon air dengan Blok Lodadi (43.5%) karena kedua habitat tersebut merupakan hutan alam sehingga memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi. Kesamaan jenis pada kedua lokasi dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi pengelolaan habitat lutung jawa di TNMB.
20
Habitat yang memiliki nilai kesamaan komunitas terendah ditujukan dengan nilai 0 ditemukan pada Blok Lodadi dengan Blok Mangrove, Blok Tandon dengan Blok Mangrove, Blok Jati dengan Blok Mangrove, Blok Camping ground dengan Blok Lodadi, Blok Jati dengan Blok Lodadi, Blok Camping ground dengan Blok Tandon air, Blok Wisma dengan Blok Tandon air, Blok Jati dengan Blok Camping ground, serta Blok Jati dengan Blok Wisma. Hal ini disebabkan masingmasing lokasi tersebut berada pada tipe habitat yang berbeda sehingga tidak ditemukan jenis tumbuhan yang sama.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik habitat yang digunakan lutung jawa pada komponen biotik yaitu rata-rata tinggi pohon 16.6 m dan termasuk kedalam strata C, pohon dengan tajuk berbentuk seperti payung sebagai sumber pakan dan tempat berlindung. Komponen abiotik yaitu ketinggian ditemukannya lutung jawa pada 2 m dpl – 32 m dpl dengan topografi datar hingga agak curam. Kompetitor yang ditemukan adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Aktivitas harian lutung jawa setiap kelas umur di masing-masing lokasi memiliki alokasi waktu yang berbeda. Pada anak alokasi waktu tertinggi adalah aktivitas sosial, remaja pada aktivitas makan, jantan dewasa pada istirahat dan betina dewasa pada sosial. Lutung jawa menggunakan semua tipe habitat dengan proporsi yang sama. Saran Saran dari penelitian terhadap habitat lutung jawa ini meliputi 1. Perlu adanya monitoring tingkat pertumbuhan terhadap potensi jenis pohon yang digunakan sebagai sumber pakan dan tempat berlindung oleh lutung jawa. 2. Perlu dilakukan monitoring terhadap populasi lutung jawa untuk mengetahui tingkat pertumbuhan lutung jawa di habitat alaminya.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 2010. Pengelolaan Satwaliar jilid II. Bogor (ID): Yayasan Fakultas Kehutanan IPB. Bismark M. 1993. Ekologi Makan Primata. Yogyakarta (ID): Program Studi Pengelolaan Satwa Liar PascaSarjana Universitas Gadjah Mada. Brandon-Jones D. 1995. A revision of the asian pied leaf-monkeys (Mammalia: Cercopithecidae: Superspecies Semnopithecus auratus), with a descriptionof a new subspecies. Raff Bull Zool. 43:3-43. Brotoisworo E, Dirgayusa IWA. 1991. Ranging and feeding behavior of Presbytis cristata in the Pangandaran Nature Reserve, West Java, Indonesia.
21
Primatology Today. eds. A. Ehara, T. Kimura, O. Takenaka, and M. Iwamoto. Elsevier Science Publishers: Amsterdam. Fatimah DN. 2012. Aktivitas harian dan perilaku menelisik (grooming) owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1789) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Febriyanti NS. 2008. Studi karakteristik cover lutung jawa (Trachypithecus auratus Geoffroy 1812) di Blok Ireng-Ireng Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Groves CP. 2001. Primate Taxonomy. Washington DC (US): Smithsonian Institute Press. Idris I. 2004. Pola pergerakan lutung jawa di Pos Selabintana, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Indrawan M, Primack RB, Supriatna J. 2012. Biologi Konservasi. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Iskandar S. 2003. Interaksi lutung (Trachypithecus auratus E Geoffroy, 1812) dengan kedawung (Parkia timoriana (DC) Merr) ditinjau dari perilaku makannya di Taman Nasional Meru Betiri [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. [IUCN] International Union for Conservation Nature and Natural Resources. 2015. 2015 Red List Threatened Species: Trachypithecus auratus. [Terhubung berkala] www.iucnredlist.org (10 September 2015). Kay R. 1984. On the use of anatomical features to infer foraging behaviour on extinct primates. In: Rodmanand P (ed). Adaptation for Foraging in Nonhuman Primates: contribution to an organismal biology of prosimian, monkeys and apes. New York (US): Columbia Univ. Press p 21. Kool KM. 1992. Food selection by the silver leaf monkey (Trachypithecus auratus sondaicus) in relation to plant chemistry. Oecologia (90):527-533. Kool KM. 1993. The diet and feeding behaviour of the silver leaf monkey (Trachypithecus auratus sondaicus) in Indonesia. International Journal of Primatology 14(5): 667-700. Leksono NP. 2014. Studi populasi dan habitat lutung jawa (Trachypithecus auratus sondaicus) di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Morrison ML, Marcot BG, Mannan RW. 2006. Wildlife Habitat Relationships: Concepts and Applications 3rd Edition. Washington DC (US): Island Pr. Mueller-Dombois D, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley and Sonc, Inc. Muntasib EKSH, Haryanto, Masy‟u B, Rinal i D, rief H, Mulyani Y , Rushayati SB, Prayitno W, Mulyadi K. 1997. Panduan pengelolaan habitat badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) di Taman Nasional Ujung Kulon. Media Konservasi Edisi Khusus (1-15). Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of the Primates. Cambridge Massachusetts : MIT Press. Nijman V. 2000. Geographic distribution of ebony leaf monkey Trachypithecus auratus (E. Geoffroy Saint-Hilaire 1812) (Mammalia: Primates: Cercopithecidae. Contribution to Zoology 69 (3): (157-177).
22
Nijman V, Supriatna J. 2008. Trachypithecus auratus. In: IUCN 2016. IUCN Red List of Threatened Species. Version 3.1 [Terhubung berkala] Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org (06 Juni 2016) Nursal WI. 2001. Aktivitas harian lutung jawa (Trachypithecus auratus E. Geoffroy 1812) di Pos Selabintana Taman nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Oktaviani R. 2009. Studi perilaku bersuara owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1789) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas kehutanan IPB Prastyono. 1999. Variasi aktivitas harian owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1789) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Rowe N. 1996. The Pictorial Guide to the Living Primates. East Hampton, New York (US): Pogonias Press. Schmidt FH, Ferguson JHA. 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Jakarta (ID): Kementerian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisika. Shofa I. 2014. Potensi pakan dan perilaku makan lutung budeng (Trachypithecus auratus) di Cagar Alam Dungus Iwul, Jawa Barat. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Sulistyadi E, Kartono AP, Maryanto I. 2013. Pergerakan lutung jawa Trachypithecus auratus (E. Geoffroy, 1812) pada fragmen habitat terisolasi di Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP). Berita Biologi 12 (3): (383-395). Supriatna J, Wahyono EH. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia Sutrisno. 2001. Studi populasi dan perilaku owa jawa (Hylobates moloch Audebert 1789) di Resort Cikaniki dan Reuna Jengkol Subseksi Taman Jaya Taman Nasional Ujung Kulon [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. [TNMB] Taman Nasional Meru Betiri. 2015. Laporan Kinerja Balai Taman Nasional Meru Betiri. Jember (ID): BTNMB [TNMB] Taman Nasional Meru Betiri. 2015. Presentasi Project AFoCo. Jember (ID): BTNMB. [UMich] The Regents of the University of Michigan and its licensor. 2012. Lutung jawa [Terhubung berkala]. Tersedia pada http://eol.org (16 juni 2016) Wakidi. 2013. Studi kohabitasi penggunaan ruang lutung jawa dengan surili di Taman Nasional Gunung Ciremai Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Zanuansyah A. 2013. Studi lokomotor dan postur owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1978) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
23
Lampiran 1 Kerapatan jenis vegetasi tiap lokasi pengamatan Blok Nama Pengamatan dan Lokal Tingkat Pertumbuhan Hutan Mangrove Semai Penengen Waru laut Pancang Kengkeng Kapidada Penengen Pohon Kapidada Penengen Wartel Waru laut Blok Lodadi Semai Dahu Jerukan Joho Kenanga Krangean Pancang Burahol Cempaka hutan Jerukan Pancal kidang Timo Walangan Tiang
Pohon
Budengan Kemaitan Kenanga Pancal kidang Slumprit Timo Bendo Besole Bungur Gondang Kaliandra
Nama Ilmiah
N K (Ind) (N/ha)
Clerodendrum inerme Hibiscus tiliaceus Acacia rugata Sonneratia alba Clerodendrum inerme Sonneratia alba Clerodendrum inerme Acacia decurrens Hibiscus tiliaceus
Lamiaceae Malvaceae Fabaceae Sonneratiaceae Lamiaceae Sonneratiaceae Lamiaceae Mimosaceae Malvaceae
14 4 4 3 46 2 55 5 6
7000 2000 320 240 3680 40 1100 100 120
Dracontomelom dao Siphonodon celastrinus Terminalia balerica Cananga odorata Leea angulata Stelecocarpus burahol Talauma ovalis
Anacardiaceae Celastraceae Combretaceae Annonaceae Leeaceae Annonaceae Magnoliaceae
1 12 9 1 10 1 4
500 6000 4500 500 5000 80 320
Siphonodon celastrinus Aglaia odoratissima
Celastraceae Meliaceae
23 16
1840 1280
Klenhovia hospita Pterospermum diversifolium Diospyros hasseltii Limacia costulata Cananga odorata Aglaia odoratissima
Malvaceae Malvaceae
5 21
400 1680
Ebenaceae Menispermaceae Annonaceae Meliaceae
1 1 1 2
20 20 20 40
Malvaceae Malvaceae Moraceae Lecythidaceae Lythraceae Moraceae Fabaceae
1 4 1 4 1 6 2
20 80 5 20 5 30 10
Annonaceae Anacardiaceae Malvaceae Meliaceae Malvaceae
1 1 1 1 3
5 5 5 5 15
Antidesma bunius Phyllanthaceae Buchanania arborescens Anacardiaceae
1 1
500 500
Sterculia lanceifolia Klenhovia hospita Artocarpus elastica Barringtonia excelsa Lagerstroemia spiciosa Ficus variegata Calliandra haematocephala Kenanga Cananga odorata Kluncing Spondias pinnata Sriwil kutil Sterculia campanulata Suren Toona sureni Timo Klenhovia hospita
Blok Tandon air Semai Buni Poh-pohan
Famili
24
Lampiran 1 Kerapatan jenis vegetasi tiap lokasi pengamatan (lanjutan) Blok Nama Pengamatan dan Lokal Tingkat Pertumbuhan Pancang Budengan Jerukan Ki acret Krangean Lampeni Luwingan Poh-pohan Slumprit Waron Tiang Apak Bendo Ki acret Waron Pohon Apak Bendo Besole Bungur Buni Dahu Gempol Gondang Johar Ki acret Krasak Sriwil kutil Wiyu Blok Camping ground Semai Cembirit Dadap laut Klayu
Pancang
Tiang
Pohon
Nama Ilmiah
Diospyros hasseltii Siphonodon celastrinus Spatodea campanulata Leea angulata Ardisia humilis Ficus hispida Buchanania arborescens Sterculia lanceifolia Hibiscus moschatus Ficus virens Artocarpus elastica Spatodea campanulata Hibiscus moschatus Ficus virens Artocarpus elastica Barringtonia excelsa Lagerstroemia spiciosa Antidesma bunius Dracontomelom dao Nauclea cornata Ficus variegata Cassia siamea Spatodea campanulata Ficus superba Sterculia campanulata Garuga floribundo
Voacanga grandifolia Erythrina orientalis Erioglossum rubiginosum Nyamplung Calophyllum inophyllum Waru laut Hibiscus tiliaceus Cembirit Voacanga grandifolia Dadap laut Erythrina orientalis Klayu Erioglossum rubiginosum Winong Tetrameles nudiflora Cembirit Voacanga grandifolia Dadap laut Erythrina orientalis Legaran Alstonia spectabilis Dadap laut Erythrina orientalis Ketapang Terminalia catappa Legaran Alstonia spectabilis Nyamplung Calophyllum inophyllum Waru laut Hibiscus tiliaceus
Famili
N K (Ind) (N/ha)
Ebenaceae Celastraceae Bignoniaceae Leeaceae Myrsinaceae Moraceae Anacardiaceae Malvaceae Malvaceae Moraceae Moraceae Bignoniaceae Malvaceae Moraceae Moraceae Lecythidaceae Lythraceae Phyllanthaceae Anacardiaceae Rubiaceae Moraceae Fabaceae Bignoniaceae Moraceae Malvaceae Burseraceae
1 3 2 5 3 4 2 2 1 1 1 2 1 3 2 1 4 1 1 1 1 2 2 1 7 1
80 240 160 400 240 320 160 160 80 20 20 40 20 15 10 5 20 5 5 5 5 10 10 5 35 5
Apocynaceae Fabaceae Sapindaceae
93 5 16
46500 2500 8000
Clusiaceae Malvaceae Apocynaceae Fabaceae Sapindaceae
4 1 35 20 1
2000 500 2800 1600 80
Tetramelaceae Apocynaceae Fabaceae Apocynaceae Fabaceae Combretaceae Apocynaceae Clusiaceae Malvaceae
1 4 3 2 9 3 1 3 1
80 80 60 40 45 15 5 15 5
25
Lampiran 1 Kerapatan jenis vegetasi tiap lokasi pengamatan (lanjutan) Blok Nama Pengamatan dan Lokal Tingkat Pertumbuhan Blok Wisma Semai Cembirit Ketapang Klayu
Pancang
Tiang
Pohon
Blok Jati Semai
Pancang
Pohon
Rekisi Dadap laut Klayu Cembirit Dadap laut Penengen Keben Dadap laut Keben Legaran Rekisi Timo Penengen Cembirit Luwingan Jati Kecapi Klayu Luwingan Cembirit Jati Johar
Nama Ilmiah
Famili
N K (Ind) (N/ha)
Voacanga grandifolia Terminalia catappa Erioglossum rubiginosum Canarium asperum Erythrina orientalis Erioglossum rubiginosum Voacanga grandifolia Erythrina orientalis Clerodendrum inerme Barringtonia asiatica Erythrina orientalis Barringtonia asiatica Alstonia spectabilis Canarium asperum Klenhovia hospita Clerodendrum inerme
Apocynaceae Combretaceae Sapindaceae
60 4 5
50000 3333.33 4166.67
Burseraceae Fabaceae Sapindaceae
1 1 2
833.33 133.33 266.67
Apocynaceae Fabaceae Lamiaceae Lecythidaceae Fabaceae Lecythidaceae Apocynaceae Burseraceae Malvaceae Lamiaceae
3 3 1 1 9 11 1 1 2 1
100 100 33.33 33.33 45 55 5 5 10 5
Voacanga grandifolia Ficus hispida Tectona grandis Sondoricum koetjapie Erioglossum rubiginosum Ficus hispida Voacanga grandifolia Tectona grandis Cassia siamea
Apocynaceae Moraceae Lamiaceae Meliaceae Sapindaceae
8 4 6 2 2
4000 2000 3000 160 160
Moraceae Apocynaceae Lamiaceae Fabaceae
2 1 35 1
160 5 175 5
26
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 25 Juni 1994. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara pasangan dari ayah Sulanjar, SPd, dan ibu Nina Fatmiyati, SPd. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Mardisiwi 2000, SD Negeri No 14 Sukaraja Bengkulu 2006, SMP Negeri 07 Seluma Bengkulu 2009 dan MAN 02 Kota Bengkulu 2012 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah lolos PKM-AI 2015 yang berju ul “I entifikasi Keanekaragaman Jenis Kupu-kupu di Kampus IPB Dramaga”. Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota biro informasi dan komunikasi, serta anggota Kelompok Pemerhati Herpetofuna (KPH) „Python‟ an Kelompok Pemerhati Kupu-kupu (KPK) „Sarpe on‟. Bersama Himakova, penulis mengikuti kegiatan Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Tilu Bandung, Jawa Barat 2014. Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, Halmahera, Maluku Utara 2014 dan Taman Nasional Gunung Tambora, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat 2015. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2014 di Cagar Alam Gunung Syawal-Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pangandaran, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) tahun 2015 di Hutan Pendidikan gunung Walat (HPGW) dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri pada tahun 2016. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian skripsi dengan judul Karakteristik Habitat Lutung Jawa di Resort Bandealit, Taman Nasional Meru Betiri dibawah bimbingan Bapak Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi.