Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
MENINGKATKAN KAPABILITAS BIROKRASI MELALUI PEMBELAJARAN ORGANISASI Arenawati Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
[email protected] ABSTRAK
Kapabilitas Organisasi adalah suatu kemampuan organisasi untuk melakukan atau mempelajari hal tertentu. Kapabilitas organisasi merujuk pada efisiensi prosedur pemecahan masalah yang diterapkan dalam bidang tertentu,kemampuan menerapkan pengetahuan dan menguasai teknologi. Birokrasi memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, oleh karena itu Birokrasi seharusnya memiliki kapabilitas yang baik, sehingga dapat menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan umum dengan efesien dan efektif. Learning Organisasi adalah kegiatan pembelajaran mandiri yang dilakukan oleh organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dari berbagai aspek. Dengan pembelajaran organisasi akan diperoleh pengetahuan organisasi yang sangat berguna dan menunjang kapabilitas organisasi. Pembelajaran organisasi pada Birokrasi dapat dilakukan dengan a)menyediakan fasilitas guna menambah pengetahuan seperti, computer, internet, Koran, perpustakaan,b) menyediakan waktu dan tempat untuk pegawai berdiskusi dan berdialog setiap minggu, c) membentuk team learning . dengan pembelajaran organisasi diharapkan pegawai memliki tiga kemampuan : Tacit kowledge, explicit knowledge dan cultural knowledge. Kata Kunci : Pembelajaran, Pengetahuan, Kapabilitas Organisasi PENDAHULUAN Globalisasi adalah fenomena yang tidak dapat dihindari oleh organisasi. Siap atau tidak siap, senang atau tidak senang globalisasi telah membawa banyak perubahan bagi pengelolaan organisasi. Globalisasi membuat lingkungan organisasi menjadi tidak stabil, tenang dan sederhana serta dapat diprediksi dengan mudah. Globalisasi menyebabkan limgkumgan organisasi menjadi sangat dinamis, selalu berubah, bahkan bersifat turbulent atau volatile, sangat kompleks dan serba tidak pasti (Wilfredus,2005:9.1). Dampak globalisasi yang paling besar adalah semakin cepatnya perkembangan ilmu, teknologi, dan cara kerja disamping inovasi pada produk yang dihasilkan organisasi. Globalisasi membuka
kesempatan pada oragnisasi dimanapun untuk bersaing, meningkatkan kualiatas kerja dan cara-cara kerja, sehingga organisasi yang yang tidak mengikuti perkembangan akibat globalisasi akan tertinggal dengan organisasi lain yang sejenis. Kondisi akibat globalisasi mengakibatkan pengembanganpengembangan organisasi yang ditempuh selama ini tidak menjamin keberhasilan dan kelangsungan hidup organisasi. Dengan demikian, organisasi-organisasi yang ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya, sukses dan unggul atau bermutu tinggi perlu mentransformasikan dirinya . Transformasi dalam suatu organisasi dapat dilakukan dengan membangun budaya belajar organisasi atau learning organization. Birokrasi merupakan lembaga yang memiliki kemampuan besar dalam 1
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
menggerakkan organisasi, karena birokrasi ditata secara formal untuk melahirkan tindakan rasional dalam sebuah organisasi. Birokrasi merupakan sarana dan alat dalam menjalankan kegiatan pemerintahan di era masyarakat yang semakin modern dan kompleks. Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Konsekuensi dari kondisi ini adalah masyarakat semakin cerdas dalam menilai kinerja birokrasi, karena akses masyarakat terhadap informasi, pendidikan dan teknologi semakin tinggi. Hal ini menyebabkan tuntunan masyarakat atas pelayanan yang diberikan oleh birokrasi semakin meningkat.Oleh karena itu pemerintah harus melakukan transformas idan inovasi di berbagai lini kegiatan guna memenuhi tuntutan lingkungan yang semakin meningkat tersebut. Pemerintah berikut jajarannya, seharusnyalah merupakan sumber ide-ide baru. Keadaan masyarakat yang semakin berkembang menuntut aparatur pemerintah harus dapat memainkan peranan penting. Peranan aparatur dalam birokrasi pemerintah sebagi unsur pembaharu harus memiliki kemampuan untuk mendesain strategi usaha berencana yang mendorong kearah pembaruan dan pembangunan dalam berbagai kebijaksanaan atau dalam suatu rencana maupun dalam realisasi pelaksanaannya. Namun dalam kenyataannya seringkali timbul masalah ketidakefesienan yang timbul karena faktor kelembagaan, prosedural, kurangnya keahlian dan keterampilan, serta karena perilaku negatif para pelaksana (Sinambela dkk, 2008:67). Oleh karena itu birokrasi sebagai organisasi yang terbuka dan dinamis pada saat ini harus terus menerus meningkatkan kapasiatas dirinya, diantaranya dengan pembelajaran organisasi (learning organization). Learning Organisasi adalah kegiatan pembelajaran mandiri yang dilakukan oleh organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dari
berbagai aspek. Learning Organisasi menempatkan kemampuan dan kemauan untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan organisasi, perubahan dan inovasi pada berbagai lapisan organisasi. C.K. Prahalad dan Gary Hamel (1994) dalam Agus menandaskan pentingya perubahan bagi organisasi masa kini dan masa depan, dengan menyatakan “ if you don’t change, you die “. Kata-kata tersebut sangat tegas, bahwa setiap organisasi harus melakukan perubahan jika tidak ingin tergilas dengan kemajuan jaman. Begitupun birokrasi , birokrasi harus terus menerus melakukan perubahan baik sistim, struktur dan perilakunya untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Learning Organization mendasarkan diri pada pengakuan dan perlakuan akan organisasi sebagai mahluk hidup (living being living company), atau suatu pribadi(/persona)yang mampu menentukandiri sendiri dan masa depannya (De Geus, 1997), karena organisasi terdiri dari orang-orang yang hidup.Organisasiorganisasi semacam ini terus menerus mentransformasikan dirinya atau terus menerus memperbaharui kapabilitas , terutama kapabilitas sumberdaya manusianya. PEMBAHASAN Ulrich dan Smallwood, dalam tulisannya yang berjudul Organization Is Not Structure but Capabilities (Hesselbein dan Goldsmith, 2009: 14) menjelaskan bahwa, organisasi masa depan hadir saat ini manakala para pemimpin mengubah fokus perhatiannya dari “organisasi yang dipahami sebagai struktur” ke “organisasi sebagai rangkaian kapabilitas yang diperlukan untuk melaksanakan strategi.” Pandangan pakar itu mengingatkan kita bahwa pengembangan kapabilitas organisasi berbasis pengetahuan sejatinya dijadikan sebagai lokus dan fokus perhatian oleh setiap pemimpin dan orangorang yang tergabung di dalamnya.
2
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
Kapabilitas Organisasi Kapabilitas merepresentasikan apa yang diketahui tentang organisasi, apa yang baik untuk dikerjakan dan bagaimana pola kegiatan itu bermanfaat. Kapabilitas menggambarkan berbagai aspek organisasi yang tidak berwujud sebagai fokus perhatian stakeholder, merek organisasi yang menjadikan orang tertarik, dan budaya yang mengarahkan perilaku aktornya. Kapabilitas merupakan identitas organisasi, menunjukkan pola penanganan sumber daya manusia, dan faktor utama yang menentukan penerapan strategi organisasi (Hesselbein dan Goldsmith, 2009: 14; Weinstein dan Azoulay, 1999: 19; Johnson dan Scholes, 2002: 540; French et al, 2000: 3; Garratt, 2000: x). Menurut Weinstein dan Azoulay (1999: 3, 6, 19) “kapabilitas organisasi dapat dipahami sebagai kemampuan organisasi untuk melakukan atau mempelajari hal tertentu”. Kapabilitas organisasi merujuk pada efisiensi prosedur pemecahan masalah yang diterapkan dalam bidang tertentu; kemampuan menerapkan pengetahuan dan menguasai teknologi yaitu berupa metode produksi dan manajemen, intelijensi organisasi, dan permintaan pelanggan. Berdasarkan pandangan tersebut, dapat dipahami bahwa kapabilitas organisasi merupakan terminologi yang mencirikan eksistensi dan kemampuan organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan secara efisien, efektif, dan akuntabel. Kapabilitas organisasi merupakan indikasi bahwa di dalam organisasi terdapat kompetensi inti yang layak dikembangkan sebagai sumber kekuatan (power) dan keunggulan daya saing berkelanjutan. Kapabilitas organisasi juga membuktikan kemampuan organisasi dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternal, serta melakukan perubahan struktural organisasi itu sendiri. Leonard-Barton membagi empat dimensi kapabilitas organisasi, yakni: 1) pengetahuan dan keahlian pekerja,
2) sistem keteknikan fisikal, 3) sistem manajerial, dan 4) nilai dan norma (Weistein dan Azoulay, 1999: 6). Dilihat dari sifat elemennya, kapabilitas organisasi menurut Coombs dan Hull (Akib, 2011) terkait dengan tiga aspek yakni: 1) teknologi sebagai perangkat keras beserta dukungan material dan teknik, 2) teknologi sebagai basis pengetahuan, 3) teknologi sebagai akumulasi kebiasaan yang dipraktikkan sebagai acuan dalam menjalankan kegiatan. Sementara itu, dilihat dari istilah yang digunakan, kapabilitas organisasi sering dipertukarkan dengan kompetensi, sehingga muncul istilah kompetensi inti (Prahalad dan Hamel, 1990) atau kapabilitas inti (LeonardBarton, 1998). Dilihat dari ruang lingkupnya, kapabilitas organisasi menurut Garratt (2000: 106) meliputi dua belas komponen yang terkait satu sama lain, yakni: 1) kejelasan tanggung jawab personal, 2) kejelasan organisasi, 3) ganjaran finansial, 4) ganjaran personal, 5) indikator kinerja personal, 6) indikator kinerja kelompok, 7) perspektif mutu pekerjaan, 8) orientasi pesaing dan stakeholders, 9) daya adaptasi organisasi, 10) orientasi pelanggan, 11) orientasi kepemimpinan, dan 12) iklim pembelajaran. Dilihat dari tujuannya, kapabilitas organisasi diarahkan kepada perspektif strategi masa depan. Hal ini sesuai dengan pandangan Siagian (1997) bahwa pengembangan kapabilitas organisasi diarahkan pada peningkatan efisiensi, efektifitas, dan produktivitas; ketangguhan mempertahankan kelangsungan hidup dalam kondisi ketidakpastian; kemampuan 3
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
menampilkan dan memelihara keunggulan kompetitif; ketangguhan menghadapi tuntutan lingkungan yang berubah secara cepat; ketangguhan menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal yang timbul; dan keberanian mengubah kultur organisasi jika ternyata kultur tersebut menjadi penghalang terlaksananya perubahan yang diharapkan. Model Kapabilitas Organisasi Michael Beer dalam Chowdury (2005:374) menggambarkan model kapabilitas organisasi sebagai berikut : Gambar 1 : Model Kapabilitas Organisasi Lingkungan /strategi
Proses Manajemen
Sistim kerja
Kapabilitas/ budaya
Sistim sumber daya manusia
Prinsip dan nilai
Tim kepemimpinan
Berdasarkan pendapat Beer kapabilitas organisasi akan berkaitan dengan banyak aspek atau dimensi yaitu lingkungan, proses manajemen, prinsip dan nilai, kepemimpinan. Sistim sumber daya manusia dan sistim kerja. Ketujuh dimensi ini saling berkait satu dengan yang lainnya. Maka membangun kapabiltas organisasi tidak hanya melihat pada dimensi perdimensi saja tetapi juga bagaimana keterkaitan satu dimensi dengan dimensi yang lainnya. Knowledge Organization Menurut Oxford English Dictionary’s, knowing organization uses information and knowledge to create a special advantage,
allowing it to maneuveur with intelegence, creativity and occasionally cunning (Choo, 2006:ix). Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa knowledge organization atau pengetahuan organisasi adalah kesediaan organisasi menggunakan informasi dan pengetahuan untuk menciptakan sebuah keuntungan atau nilai lebih, menjadi informasi dan ilmu pengetahuan sebagai suatu landasan mengambil tindakan-tindakan yang berdasarkan pada kecerdasan, kreativitas dan pemahaman terhadap situasi dan kondisi. Pengetahuan organisasi dapat dikatakan juga” is able to anticipate and adapt early “. Pengetahuan organisasi dianggap mampu untuk mengantisipasi dan melakukan penyesuaian lebih cepat. Karena dengan informasi dan pengetahuan yang dimiliki secara otomatis akan mudah bagi organisasi untuk melakukan tindakan dan penyesuaian atas suatu keadaan atau kondisi. Menurut Chun Wei Choo (2006), menganjurkan agar organisasi mengembangkan dan menggunakan informasi kedalam tiga (3) arena : First, organization interpret information about the environment in order to construct meaning about what is happening to the organization and what the organization doing. Second, they create new knowledge bu converting and combining the expertise and know how of their members in order to learn and innovative. Third, They process and analyze information in order to select and commit to appropiate course of action. Berdasarkan pendapat Choo, dapat dijelaskan bahwa terdapat tiga ruang atau arena dalam mengembangkan dan menggunakan informasi, pertama informasi itu sebagai penjelasan terkait dengan lingkungan. Jadi informasi dapat menjadi dasar apa yang dilukan oleh suatu organisasi pada suatu situasi. Kedua, Informasi dapat 4
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
dijadikan pengetahuan yang digunakan untuk menghasilkan suatu karya, produk inovatif. Organisasi menggunakan berbagai sumber informasi untuk mendapat melakukam pembaruan di segala bidang. Ketiga, informasi dijadikan sebagai dasar untuk melakukan serangkaian kegiatan . Organisasi memproes dan menganalisis informasi untuk diseleksi sehingga dihasilkan tindakan yang tepat. Kategori Pengetahuan Dalam Organisasi Pengetahuan organisasi akan menjadi dasar bagi pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.Menurut pendapat Boisot dan Spender (1998) dalam Choo (2006: 135) pengetahuan organisasi terbagai dalam tiga kategori , yaitu : tacit knowledge, explicit knowledge and cultural knowledge. Tacit knowledge adalah pengetahuan yang bersifat implisit yang digunakan oleh pegawai dalam organisasi untuk melaksanakan tugasnya. Tacit knowledge berkaitan dengan pengetahuan, keterampila, penguasaan pegawai dalam pekerjaannya.Explisit knowledge lebih pada pengetahuan pegawai terhadap visi misi organisasi, simbol, peraturan formal tidak hanya tertulis tetapi juga yang dituangkan dalam simbol-simbol. Culural knowledge , pengetahuan berkaitan dengan asumsi , nilai-nilai, kepecayaan berkaitan dengan identitas, tujuan-tujuan , kapabilitas, pelanggan dan persaingan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Categories of Organizational knowledge Tacit - The implicit knowledge Knowledge used by people in organization to perform their work and to make sense of their worlds. - Tacit knowledge is hard to verbalize because it is expressed through action-
based skills and cannot be reduced to rules and recipes. Explicit - Knowledge that is codified knowledge or made intangibles and can therefore be easily communicated or diffused. - Explicit knowledge maybe object based or rule based Culural - The shared assumption knowledge and beliefs about an organization goals, capabilities, customers and competitors. - The assumption of beliefs that are used to assign value and significance to new information Sumber : Chun Wei Choo (2006:135) Pembelajaran Organisasi (Learning Organization) Organisasi belajar atau Learning Organization adalah suatu konsep dimana organisasi dianggap mampu untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran mandiri (self leraning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul. Pedler, Boydell dan Burgoyne mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran adalah “Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri”. Menurut Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah “suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya”. Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling konseptual dari learning organization adalah asumsi bahwa ‘belajar itu penting’, berkelanjutan, dan lebih efektif ketika dibagikan dan bahwa setiap pengalaman adalah suatu kesempatan untuk belajar. 5
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
Kerka menyatakan, lima disiplin yang diidentifikasikan Peter Senge adalah kunci untuk mencapai organisasi jenis ini. Peter Senge juga menekankan pentingnya dialog dalam organisasi, khususnya dengan memperhatikan pada disiplin belajar tim (team learning). Maka dialog merupakan salah satu ciri dari setiap pembicaraan sesungguhnya dimana setiap orang membuka dirinya terhadap yang lain, benarbenar menerima sudut pandangnya sebagai pertimbangan berharga dan memasuki yang lain dalam batasan bahwa dia mengerti tidak sebagai individu secara khusus, namun isi pembicaraannya. Tujuannya bukan memenangkan argumen melainkan untuk pengertian lebih lanjut. Belajar tim (team learning) memerlukan kapasitas anggota kelompok untuk mencabut asumsi dan mesu ke dalam pola “berfikir bersama” yang sesungguhnya [Senge. 1990]. Dimensi Learning Organization Dimensi Learning Organization Peter Senge (1999) mengemukakan bahwa di dalam learning organization yang efektif diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi yakni: 1. Personal Mastery Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang strategis. Organisasi pembelajaran memerlukan karyawan yang memiliki kompetensi yang tinggi, agar bisa beradaptasi dengan tuntutan perubahan, khususnya perubahan teknologi dan perubahan paradigma bisnis dari paradigma yang berbasis kekuatan fisik ke paradigma yang berbasis pengetahuan. 2. Mental Model Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun,
dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi. 3. Shared Vision Komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni tanpa paksaan. Oleh karena organisasi terdiri atas berbagai orang yang berbeda latar belakang pendidikan, kesukuan, pengalaman serta budayanya, maka akan sangat sulit bagi organisasi untuk bekerja secara terpadu kalau tidak memiliki visi yang sama. Selain perbedaan latar belakang karyawan, organisasi juga memiliki berbagai unit yang pekerjaannya berbeda antara satu unit dengan unit lainnya. Untuk menggerakkan organisasi pada tujuan yang sama dengan aktivitas yang terfokus pada pencapaian tujuan bersama diperlukan adanya visi yang dimiliki oleh semua orang dan semua unit yang ada dalam organisasi. 4. Team Learning Kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan. Kini makin banyak organisasi berbasis tim, karena rancangan organisasi dibuat dalam lintas fungsi yang biasanya berbasis team. Kemampuan organisasi untuk mensinergikan kegiatan tim ini ditentukan oleh adanya visi bersama dan kemampuan berfikir sistemik seperti yang telah diuraikan di atas. Namun demikian tanpa adanya kebiasaan berbagi wawasan sukses dan gagal yang terjadi dalam suatu tim, maka pembelajaran organisasi akan sangat lambat, dan bahkan berhenti. Pembelajaran dalam organisasi akan semakin cepat kalau orang mau berbagi wawasan dan belajar bersama-sama. 6
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
Berbagi wawasan pengetahuan dalam tim menjadi sangat penting untuk peningkatan kapasitas organisasi dalam menambah modal intelektualnya 5. System Thinking Organisasi Pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Unit-unit itu antara lain ada yang disebut divisi, direktorat, bagian, atau cabang. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergis. Kemampuan untuk membangun hubungan yang sinergis ini hanya akan dimiliki kalau semua anggota unit saling memahami pekerjaan unit lain dan memahami juga dampak dari kinerja unit tempat dia bekerja pada unit lainnya. Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan pada masa depan. Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan pada masa depan.
Berdasarkan hasil penelitian Tjakraatmaja (2002) dihasilkan temuan bahwa untuk membangun learning organization dibutuhkan tiga pilar yang saling mendukung, yaitu : 1. Pembelajaran Individual (individual learning), 2. Jalur Transformasi Pengetahuan, 3. Pembelajaran Organisasional (organizational learning). Karakteristik Organisasi Belajar Menurut Pedler dkk (Dale, 2003) suatu organisasi pembelajaran adalah organisasi yang : 1. Mempunyai suasana dimana anggotaanggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka; 2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder lain yang signifikan; 3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis; 4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus; Tujuan proses transformasi ini, sebagai aktivitas sentral, adalah agar perusahaan mampu mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah baru dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran, dan mampu memanfaatkan keunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin kompetitif. Peter Sange (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran sistem. Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurut Lundberg (Dale,2003) pembelajaran organisasi adalah: 7
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
1. Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota; 2. Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap keadaan internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan sistem-sistem yang tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu; 3. Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan kembali unsur-unsur organisasi; 4. Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan; 5. Pembelajaran organisasi adalah suatu proses yang seolah-oleh mengikat beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran, pencarian, pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian. 6. Pembelajaran organisasi mencakup baik unsur kognitif, misalnya pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya rutinitas dan perbaikan tindakan. Ada proses yang sah dan tanpa henti untuk memunculkan ke permukaan dan menguji praktikpraktik organisasi serta penjelasan yang menyertainya. Dengan demikian organisasi pembelajar ditandai dengan pengertian kognitif dan perilaku. Ruang Lingkup Learning Organization Learning Organization meliputi adanya perkembangan yang berkelanjutan dan penyesuaian terhadap perubahan yang ada dan mampu menciptakan tujuan dan/atau pendekatan yang baru. Pembelajaran ini
harus menyatu pada cara organisasi menjalankan kegiatannya. Pembelajaran dalam hal ini berarti: 1. Bagian dari kegiatan kerja sehari-hari. 2. Diterapkan pada individu, unit kerja dan perusahaan. 3. Bersifat mampu memecahkan masalah pada akar penyebabnya. 4. Fokus pada tersebarnya pengetahuan di seluruh stuktur organisasi 5. Digerakkan oleh kesempatan untuk mendapatkan perubahan yang signifikan dan mengerjakan dengan lebih baik. Sumber-sumber pengetahuan dan pembelajaran ini bisa berasal dari gagasan dan pendapat para karyawan, Research & Development (R&D), masukan dari para pelanggan, saling tukar/bagi pengalaman dan benchmarking(perbandingan). Learning Organization mencakup banyak hal, terutama pada individu dalam organisasi misalnya, karyawan dalam perusahaan. Keberhasilan karyawan sangat tergantung pada diperolehnya kesempatan untuk mempelajari dan mempraktikkan hal dan keahlian yang baru. Perusahaan berinvestasi pada pendidikan, pelatihan dan berbagai kesempatan lain yang diberikan pada para karyawannya untuk tumbuh dan berkembang. Kesempatan tersebut dapat berupa rotasi pekerjaan, kenaikan gaji pada karyawan yang berprestasi dan/atau terlatih. On-the-job training merupakan suatu cara yang efektif untuk melatih dan menarik garis hubungan yang lebih baik antara kepentingan dan prioritas perusahaan Proses Learning Organization Prof. Jann Hidajat Tjakraatmadja pada suatu seminar, memberikan pandangan mengenai tiga gelombang "pembelajaran" (learning), yaitu : Pada gelombang pertama, organisasi dan perusahaan berkonsentrasi pada peningkatan proses kerja (improve work process). Dalam fase ini, munculah konsep "kaizen", TQM, dan konsep-konsep lain yang berbasiskan pada mengatasi hambatan dan batasan. 8
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
Selanjutnya, fase kedua memfokuskan pada peningkatan mengenai bagaimana cara bekerja (improve how to work). Fase ini banyak berkutat pada improvisasi cara berpikir dan pembelajaran mengenai masalah-masalah sistem yang dinamis, kompleks, dan mengandung konflik. Pada gelombang ketiga, konsep pembelajaran benar-benar tertanam dalam organisasi sebagai cara pandang dan berpikir para pimpinan dan juga pekerja. Pengaruh Pembelajaran Organisasi Terhadap Knowledge Organisasi Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah “suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan eterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya”. Menurut Sandra Kerka (1995) yang paling konseptual dari learning organization adalah asumsi bahwa ‘belajar itu penting’, berkelanjutan, dan lebih efektif ketika dibagikan dan bahwa setiap pengalaman adalah suatu kesempatan untuk belajar. Dengan definisi dan asumsi tersebut, maka output dari pembelajaran organisasi adalah pengetahuan organisasi. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran organisasi adalah suatu proses mentransformasi data menjadi pengetahuan organisasi. Hal ini seperti yang diungkapkann oleh Choo (2006) berikut ini : knowledge and information are the outcomes of human action that engage sign, signal and artifact in social and physical setting. Knowledge built on accumulation of experience. Peter Sange (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah organisasi “yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk menciptakan masa depannya” dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, dan pemikiran sistem. Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan
ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Berdasarkan pada pendapat Peter Sange pembelajaran organisasi itu adalah proses pengembangan pengetahuan sehingga organisasi dapat memperbesar kemampuannya. Begitupula pendapat Lundberg bahwa pembelajarab diarahkan untuk memperoleh dan pengembangan pengetahuan. Sehingga out put dari pembelajaran adalah pengetahuan, ketrampilan yang akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas organisasi. Oleh karena itu pembelajaran organisasi sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan akan berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Jika proses pembelajaran organisasi efektif, maka pengetahuan organisasi akan efektif meningkatkan kapabilitas organisasi. Pengaruh Knowledge Organisasi Terhadap Kapabilitas Organisasi Pengetahuan organisasi berpengaruh terhadap kappabilitas organisasi, pernyataan ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Choo (2006:127) berikut ini “ Knowledge in Organization is revealed in the range of cappabilities that the organization possesses as result of this knowledge : capabilities that enable the organization to act to attain its goals “. Apa yang disampaikan oleh Choo ini menjelaskan bahwa pengetahuan dalam organisasi adalah bagian dari kapabilitas organisasi, dimana posisi dan kondisi organisasi merupakan hasil dari pengetahuan yang dimilikinya. Kapabilitas organisasi ini adalah kemampuan organisasi untuk bergerak untuk mencapai tujuantujuannya. Pengetahuan organisasi yang terakumulasi dapat meningkatkan produktivitas, efesiensi dan menciptakan karya-karya baru. Leonard (1995) membangun sebuah model “knowledge creation model” dimana model ini mendasarkannya pada premis bahwa pengetahuan menciptakan aktivitas untuk mengembangkan kapabilitas inti sebuah organisasi. “ knowledge-creating activities 9
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
build up an organization’s core capabilities “. Dari pendapat ini jelas bahwa organisasi dan semua orang yang berada dalam organisasi harus memiliki pengetahuan atas pekerjaannya, karena dengan pengetahuan maka kapabilitas organisasi pun menjadi lebih baik atau berkembang. Kapabilitas inti yang terdapat dalam sebuah organisasi menurt Leonard dalam Choo (2006:150151) adalah sebagai berikut : 1. People’s skills 2. Knowledge embedded in physical system 3. Managerial System that support and reinforce the growth of knowledge 4. Values that encourage or discourage the accumulation of different kind of knowledge Keempat kapabilitas inti ini yaitu kemampuan pegawai, pengetahuan dalam sistem yang tampak seperti cara kerja mesin, prosedur pemesanan barang, sistem penggajian dan lain-lain. Yang ketiga adalah kemampan pengelolaan manajemen yang mendukung dan dapat mengembangkan organisasi, yang keempat adalah nilai-nilai yang diyakini dan yang tidak diyakini dapat membawa kebaikan bagi organisasi, dan membuat organisasi menjadi berbeda dengan yang lain. Selain menyampaikan empat kapabilitas inti organisasi, Leonard (1995) juga mengidentifikasikan adanya empat (4) pengetahuan aktivitas kreatif yaitu : 1. Shared problem solving 2. Implementing and integrating new processes and tools 3. Experimenting and prototyping 4. Importing new knowledge from outside organization Leonard (1995) menuangkan knowledge creating activities tersebut dalam gambar berikut : Gambar 2 : Knowledge Creating Activities Shared Problem Solving - Creative abrsion - Cognitive difersity
Sumber : Chun Wei Choo (2006:152) Dari gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa empat pengetahuan kreatif tersebut yakni kemampuan untuk mensharekan penyelesaian masalah, kemampuan mengimpor atau mengambil dari luar ilmu pengetahuan sehingga terserap menjadi sebuah kapaitas dan membuat design, kemampuan melekukan eksperimen dan menghasilkan suatu bentuk/karya baru dan kemampuan untuk mempraktekkan dan mengintegrasikan alatalat baru. Maka dalam kapabilitas organisasi ini akan dilihat dari 2 unsur, yang pertama adalah unsur inti kapabilitas yaitu : people skills ,knowledge embedded in physical system, managing sytem, values. Unsur kapabilitas yang kedua dilihat dari knowledge creating activities( pengetahuan menciptakan aktivitas-aktivitas) yang terdiri dari ; shared problem solving, importing knowledge, experimenting and prototyping, implementing and integrating newtools. Upaya Dalam Meningkatkan Kapabilitas Birokrasi Birokrasi pemerintah adalah organisasi yang kaku bersifat formalistik, dimana setiap kegiatannya diatur oleh aturan perundang-undangan. Karena kekakuannya maka inovasi dan kreatifitas dalam birokrasi menjadi terbatas. Padahal Birokrasi atau Pemerintah seharusnya juga selalu melakukan pembelajaran untuk 10
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
mengikuti perkembangan situasi dunia yang semakin dinamis. Salah satu caradDalam rangka meningkatkan kapabilitas organisasi tanpa merubah struktur yang dalam Birokrasi,adalah dengan pembelajaran organisasi Pembelajaran organisasi dapat dilakukan dengan cara : 1. Organisasi dalam ini jajaran pimpinan menyediakan fasilitas dan sarana yang mendukung iklim belajar, seperti komputer, jaringan internet dengan akses yang dibatasi , koran, majalah , jurnal dan perpustakaan. 2. Menyediakan waktu dan tempat bagi karyawan untuk melakukan diskusi, dialog setiap minggunya. 3. Membentuk team learning, guna memecahkan persoalan di tempat kerja mereka dan berdiskusi berkaitan dengan cara-cara baru, inovasi dalam bekerja. Pembelajaran organisasi, akan menghasil penetahuan dan berbagai informasi organisasi. Pengetahuan organisasi dianggap mampu untuk mengantisipasi dan melakukan penyesuaian lebih cepat. Karena dengan informasi dan pengetahuan yang dimiliki secara otomatis akan mudah bagi organisasi untuk melakukan tindakan dan penyesuaian atas suatu keadaan atau kondisi. Pengetahuan Organisasi meliputi : a. Tacit Knowledge adalah pengetahuan yang bersifat implisit yang digunakan oleh pegawai dalam organisasi untuk melaksanakan tugasnya. Tacit knowledge berkaitan dengan pengetahuan, keterampila, penguasaan pegawai dalam pekerjaannya. b. Explisit knowledge lebih pada pengetahuan pegawai terhadap visi misi organisasi, simbol, peraturan formal tidak hanya tertulis tetapi juga yang dituangkan dalam simbol-simbol. c. Cultural knowledge, pengetahuan berkaitan dengan asumsi, nilai-nilai, kepecayaan berkaitan dengan identitas,
tujuan-tujuan, kapabilitas, pelanggan dan persaingan. Tiga kemampuan tersebut, unsur penting dalam meningkatkan kapabilitas Birokrasi.
PENUTUP Peter Sange(2003) pembelajaran organisasi itu adalah proses pengembangan pengetahuan sehingga organisasi dapat memperbesar kemampuannya. Begitupula pendapat Lundberg(2003) bahwa pembelajaran diarahkan untuk memperoleh dan pengembangan pengetahuan. Sehingga out put dari pembelajaran adalah pengetahuan, ketrampilan yang akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas organisasi. Oleh karena itu pembelajaran organisasi sebagai suatu proses memperoleh pengetahuan akan berpengaruh terhadap pengetahuan yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Pembelajaran organisasi mempengaruhi knowledge organisasi, karena pembelajaran organisasi adalah proses memperoleh pengetahuan, sedangkan knowledge organisasi adalah hasil dari pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, apabila pembelajaran organisasi efektif maka knowledge organisasi akan baik. Knowledge Organisasi mempengaruhi kapabilitas organisasi, karena knowledge organisasi merupakan sejumlah kemampuan yang dimiliki anggota organisasi, kemampuan inilah yang akan meningkatkan kapabilitas organisasi. Maka semakin baik knowledge organisasi, maka akan semakin baik kapabilitas organisasi. pengetahuan dalam organisasi adalah bagian dari kapabilitas organisasi, dimana posisi dan kondisi organisasi merupakan hasil dari pengetahuan yang dimilikinya. Pembelajaran organisasi dapat dilakukan dengan cara : 1. Organisasi dalam ini jajaran pimpinan menyediakan fasilitas dan sarana yang mendukung iklim belajar, 11
Jurnal Ilmiah Niagara Vol. VI No. 1, Maret 2014
seperti komputer, jaringan internet dengan akses yang dibatasi , koran, majalah , jurnal. 2. Menyediakan waktu dan tempat bagi karyawan untuk melakukan diskusi, dialog setiap minggunya. 3. Membentuk team learning, guna memecahkan persoalan di tempat kerja mereka dan berdiskusi berkaitan dengan cara-cara baru, inovasi dalam bekerja. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh Birokrat meliputi : Tacit Knowledge, explicit knowledge dan Cultural knowledge
DAFTAR PUSTAKA Beer, Michael , 2005, Organisasi Abad 21, Ed. Subir Chowdhury, Indeks, Jakarta Choo, Chun Wei , 2006, The Knowing Organization : How Organizations Use Information to Construct Meaning, Create Knowledge, and Make Decisions, Oxford University Press Daft, Richard L, 1992, Organization Theory and Design, West Publishing Company, Singapore Garrat, Bob, 2000, The Twelve Organizational Capabilities, Harper Collins Publisher, London Gorolick, Carol, 2005, Organizational Learning vs The Learning Organization: A Conversation with a Practioner, The Learning Organization, Vol. 12, No. 4, pp 38328 Hani Handoko, 2003, Manajemen 2, BPFE UGM Joko, Agus Purwanto dkk, 2005, Teori Organisasi, Universitas Terbuka, Jakarta Kusdi, 2009, Teori Organisasi dan Administrasi, Salemba Humanika, Jakarta Moeldjono, Djokosantoso, 2006. Budaya Korporat dan Keunggulan Korporasi, ElexMedia Komputindo, Jakarta
Neo, Boon Siong, 2007, Dynamic Governance : Embedding Culture, capabilities and Change in Singapore, World Scientific, Singapore Robbins, Stephen P, 1994, Teori Organisasi, Struktur, Desain dan Aplikasi, Arcan, Jakarta Sumber lain Akib, Haedar, 2012, Mengembangkan Kapabilitas Organisasi Berbasis Pengetahuan, disampaikan pada orasi ilmiah pada Wisuda Sarjana STIA Bina Taruna Gorontalo 23 Februari 2012 Tjakraatmadja, Jann Hidajat. 2005. Membangun Learning Organization : Mau berbagi, dalam seminar Sekolah Manejemen dan Bisnis ITB. www.itb.ac.id.
12