MENGGUGAT KEBERPIHAKAN ANGGARAN DAERAH (APBD)
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran
Mengapa Pro Poor Budget Anggaran instrumen Pemerintah menyelenggarakan pembangunan Fungsi Distribusi (Keadilan) dan Fungsi Alokasi (Mengurangi kesenjangan) Anggaran menunjukan keberpihakan suatu rezim = Pemiskinan Vs Pro Poor Penyusunan Anggaran yang tidak memperhatikan kebutuhan orang miskin pemiskinan Penyusunan Anggaran yang tidak memperhatikan perbedaan kebutuhan laki-laki perempuan jender gap
Kerangka Regulasi Pro Poor Budget UUD 1945 UU No. 11/2005 Konvenan Internasional Hak – Hak Ekosob UU No. 32/2004 pasal 167 ayat (1) dan (2) belanja daerah diprioritaskan untuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum PerPres No. 7/2005 RPJMN SNPK PP 65/2005 SPM UU sektoral lainnya; UU Sisdiknas, UU SJSN, dll
Pro Poor Budget Bukan tujuan, tapi alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat tanpa diskriminasi jender. Pada sisi belanja berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar kelompok miskin (Laki-laki & Perempuan) 10 hak dalam SNPK(pangan,kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, SDA & lingkungan hidup, rasa aman dan partisipasi ) atau pencapaian MDG’s Pada sisi Pendapatan tidak menghambat dan memberikan akses khusus kelompok miskin mendapatkan layanan dasar dan mengakumulasi modal (pengurangan pungutan/restibusi/pajak usaha orang miskin) Pada sisi proses membuka ruang partisipasi warga miskin (laki-laki & perempuan) dalam menyuarakan kepentingannya
Alur Logis Pro Poor Budget INPUT
Siapa orang miskin? Karakteristik social? Karakteristik geografis? Apa masalah dan kebutuhan?
Data statistik, SNPK, SPKD/SRTPK, Dokumen Rencana
PROSES
OUTPUT
OUTCOME
Participatory budgeting (Ruang khusus untuk orang miskin) & gender budgeting (memperhatik an perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan
APBD Pro Poor: Pendapatan = Meringankan beban orang miskin, pengurangan pungutan ekonomi kecil Belanja= berorientasi pemenuhan hak-hak dasar
Anggaran Keluarga Miskin (househould): Pendapatan ekonomi keluarga meningkat, Belanja pemenuhan hak dasar berkurang
Devolusi fiscal, data terpilah berdasarkan jender
Indikator kinerja
survey kepuasan pelayanan publik
IMPACT
Pencapaian Target MDGs, SNPK/ SPKD
IPM, IKM, AKB, AKI, dll
Dimensi Pro Poor Budget APBD/Pemerintah Pendapatan Kemudahan Akses pelayanan dasar & Keringanan Pajak/Restribusi Usaha Ekonomi warga miskin Belanja Memenuhi Hakhak dasar warga miskin
Keluarga Miskin/APBKM Pendapatan Meningkat = Belanja pemenuhan Hak Dasar berkurang + Pendapatan Ekonomi Meningkat
Belanja Berkurang = Pendapatan Ekonomi Meningkat + Belanja Hak Dasar berkurang
Mengidentifikasi Pro Poor Budget Arah Kebijakan Anggaran – Belanja Langsung Vs (Belanja Tidak Langsung-Belanja Subsidi-Belanja BH) – Proporsi Belanja berdasarkan SKPD & Urusan – Identifikasi Program-program pro poor
Relevansi, Efektivitas Alokasi, Efisiensi Teknis – Program/kegiatan menyelesaikan masalah kemiskinan & Gender gap Trend indikator APS, Buta Huruf Vs Anggaran Pendidikan, Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi Vs Trend Anggaran Kesehatan – Relevansi Kelompok Sasaran & Lokasi program kegiatan RKA SKPD 2.2.1 – Unit Cost Vs Harga pasar Vs Standar Harga Kep. KDH
Oligarki Politik Anggaran
Oligarki Anggaran Partai Politik
Kroni Bisnis 4
3
1
DPR/DPRD
?
?
Pemerintah 5 APBD/APBN
Rakyat
2
Alokasi Belanja Daerah dalam APBN 70 60 50 40 Persen 30 20 10 0 Belanja Pusat Belanja Daerah Belanja DAU
APBN/P 2006
APBN/P 2007
RAPBN 2008
68.4 31.5 20.8
66.2 33.8 21.6
67.5 32.5 21.1
Sumber: Seknas FITRA diolah dari data R/APBN/P
DAU adalah kewajiban pemerintah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk menghindari kesenjangan pembangunan antar daerah. DAU sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No.33/2004, adalah dana yang diberikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bertujuan untuk menghindari kesenjangan ekonomi dan pembangunan dalam pelaksanaan otonomi daerah. DAU selama ini didasarkan pada celah fiskal dan kebutuhan alokasi dasar pemerintah daerah. Alokasi dasar sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan gaji PNS di daerah. Masih tingginya alokasi belanja pemerintah pusat yang hampir mencapai 70% dari total anggaran negara dalam 3 tahun ini, menunjukkan masih rendahnya komitmen pemerintah pusat mengimplementasikan otonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
DAU perkapita
Kab Bandung Kab Brebes Kota Bandung Kab Tuban Kab Lamongan Kab Sumedang
Fiskal Gap perkapita
Kab Wonosobo Kab Sergei Kab Bone Kab Gowa Kota Surakarta Kab Polman Kab Jepara
Kapasitas Fiskal Perkapita
Kab Tana Toraja Kab Pesisir Selatan Kab Kebumen Kota Palu Kota Binjai Kab Donggala Kab Karo Kab Dompu Kab Tabalong Kota Kendari Kota Salatiga Kota Lhokseumawe Kota Kediri Kab Pekalongan
Perbandingan Kemampuan Keuangan perkapita di 29 Daerah tahun 2007
Prop Sumsel
Ribu rupiah
1,600 1,500 1,400 1,300 1,200 1,100 1,000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 (100) (200)
Prop SUMUT
Semakin besar Kapasitas Fiskal suatu Daerah, semakin kecil mendapatkan alokasi DAU atau celah fiskal Dibandingkan Kab/Kota, propinsi (Sumut dan Sumsel) mendapat alokasi DAU lebih kecil, karena memiliki celah fiskal yang kecil dan kapasitas Fiskal yang besar. Hal ini terjadi karena, komponen pajak daerah potensial masih berada di propinsi
Pendapatan Asli Daerah
Dana Alokasi Umum
l i i l i s e a o i k a t a u o a e se mu be ban alu aya an ob rge dar ung ba art ar ow tan raj gan tiga on mp gga edir ong ung aw gan en ang ar inja p r a m l e K P k e m m s o u B o on K r u n d G el T on ala a ol o Se en nd L ra ba and sem alo ebu me Je B D D Su p S B T S K Ba u gk P on a S m r k n p S k B i T K Su o o ro W s La la ta Lh Pe si Pr P o e Pa K P
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Perbandingan PAD dan DAU 2007
Sumber: Seknas FITRA diolah dari APBD
Persen
1. 84 % sumber pendapatan daerah masih bergantung pada pos dana perimbangan sedangkan sektor PAD rata-rata hanya menyumbang dibawah 40%. 2. Dari 31 daerah, pos Dana Alokasi Umum rata-rata menempati urutan pertama dalam kontribusi pendapatan daerah. 3. Daerah belum mampu mengelola kekayaan sumberdaya alam, menyediakan iklim investasi yang menarik dan potensi lainnya untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). 4. Besarnya PAD dari Propinsi dikarenakan belum proporsionalnya komposisi Pajak Daerah sebagai sumber PAD antar propinsi dan Kab/Kota. C/: Pajak Kendaran Bermotor dan Hotel masih berada di Propinsi
(%)70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
Prop SUMUT Kota Kediri Kab Tabalong Kota Lhokseumawe Kab Pesisir Selatan Kab Bone Kab Jepara Kab Karo Kab Sergei Kab Kebumen Kab Tana Toraja Kab Lamongan Kab Tuban Kab Bandung Kab Polman Kota Surakarta Kab Brebes Kab Wonosobo Kota Palu Kab Gowa Kota Binjai Kab Donggala Kota Bandung Kab Dompu Kota Salatiga Kab Pekalongan Kab Sumedang Kota Kendari
Komposisi Belanja pada APBD 2007 di 29 Daerah
Bantuan KeuanganBarang dan Jasa Modal Pegawai
Prop Sumsel
Hasil analisis, dari 27 daerah untuk anggaran 2007, sektor belanjanya sebagian besar digunakan untuk pemenuhan kebutuhan birokrasi. Ini dapat dilihat dalam tabel dimana belanja pegawai menempati urutan pertama dan tertinggi. Contoh daerah tertinggi alokasi belanja pegawainya yang hampir mencapai 60% dari total anggaran daerah adalah Kendari, Sumedang dan Salatiga (3 peringkat atas) Tingginya belanja yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan aparatur/birokrasi dapat dijadikan sbg indikator awal tidak berpihaknya anggaran terhadap rakyat miskin. Tingginya belanja pegawai mengartikan “kebutuhan dasar rakyat telah dikalahkan oleh kebutuhan birokrasi”.
(%)
Kota Palu Kab Lamongan
Pemerintahan Umum
Kab Wonosobo Kab Dompu Kab Pekalongan Kota Bandung Kab Sergei Kab Tana Toraja Prop Sumsel Prop SUMUT Kota Lhokseumawe Kab Bone
Porsi belanja menurut Urusan di 25 Daerah pada APBD Tahun 2007
Kab Polman
60.0
Pendidikan
Kab Brebes
55.0
Kab Tuban
50.0
Kota Binjai
45.0
Kab Bandung
40.0
Kota Kediri
35.0
Kab Gowa
30.0
Pekerjaan Umum
Kota Surakarta
25.0
Kab Donggala
20.0
Kab Pesisir Selatan
15.0
Kota Salatiga
10.0
Kesehatan
Kab Karo
5.0
Kab Jepara
Porsi belanja dalam urusan pemerintahan yang paling tinggi hingga mencapai angka 35 – 60% dari total anggaran adalah di 6 daerah dari 25 daerah yaitu antara lain: Bone, Lhokseumawe, Propinsi Sumut, sumsel Tana Toraja, dan Sergei. Untuk urusan pendidikan hampir semua daerah alokasi belanja/porsi belanjanya rata-rata sampai mencapai 30 – 40% Sedangkan pada sektor kesehatan, hampir semua daerah alokasi belanja/porsi belanjanya masih berkisar antara 3 – 8% dari total anggaran, kecuali 2 daerah yang telah megalokasikan/memporsikan belanjanya hingga mencapai angka 12% yaitu Salatiga dan Pekalongan
(%)
K ab Gowa K ab Bandung
Tdk Lang s ung
K ab Bone K ab Polm an K ab S e rg e i K ota S urak arta K ab W onosobo K ab Pe sisir S e latan
DAK
K ab K e bum e n K ab L am ong an K ab Bre be s K ota S alatig a K ab Je para K ab Tana Toraja K ab Dom pu K ota K e diri K ota L hok se um awe Prop S um se l K ab S um e dang
POTRET KEBIJAKAN ANGGARAN PENDIDIKAN DI 27 DAERAH PADA APBD THN 2007
K ab Tuban
35. 0
Lang s ung
K ab Dong g ala
30. 0
K ota K e ndari
25. 0
K ab K aro
20. 0
K ota Binjai
15. 0
Prop S UM UT
10. 0
K ota Bandung
5. 0
K ab Pe k along an
Tid a k La n gsu n g
Kab Bandung Kab Tana Toraja Kab Brebes Kab Gowa Kab Bone Kab Lamongan Kab Pesisir Selatan Kab Dompu
DAK
Kab Kebumen Kab Karo Kab Donggala Kab Wonosobo Kota Bandung Kab Jepara Kab Pekalongan Kab Sumedang Kota Salatiga Kota Kediri
POTRET KEBIJAKAN ANGGARAN KESEHATAN DI 28 DAERAH PADA APBD THN 2007
Kab Polman
9.0
Kab Sergei
(%) 8 . 0
Kota Palu
7.0
Kota Binjai
6.0
La n gsu n g
Kab Tuban
5.0
Kota Kendari
4.0
Prop SUMUT
3.0
Kota Surakarta
2.0
Kota Lhokseumawe
1.0
Prop Sumsel
Walaupun sebagian besar anggaran pendidikan telah mencapai 20% di beberapa daerah ternyata sebagian besar belanja masih dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan aparatur berupa gaji, honor dan tunjangan (lihat tabel mengenai tingginya belanja tidak langsung). Kecuali Kab. Sumedang yang mengalokasikan belanja langsung pendidikan sampai 20%, daerah lain hanya mengalokasi belanja langsung pendidikan antara 3% - 12% Di sektor kesehatan, alokasi anggarannya masih berkisar antara 5 s/d 10% dari total belanja. Belum ada daerah yang sampai mencapai 15% sebagaimana program MDG’s. Seperti halnya sektor pendidikan, di sektor kesehatan sebagian besar belanjanya juga dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi yang ditunjukkan dari tingginya belanja tidak langsung. Besarnya alokasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan tidak menjamin besarnya komitmen daerah pada sektor ini, karena sebagian besar masih dibiayai oleh DAK pada sektor ini
Catatan: • Peningkatan prosentase anggaran bidang pendidikan dan kesehatan sampai mencapai target konstitusi dan MDG’s (pendidikan 20% dan kesehatan 15%) harus diimbangi dengan kerja-kerja advokasi di sektor belanja, agar menjamin efektifitas alokasi yang dianggarkan. • Dalam belanja langsung, juga perlu dianalisis lebih lanjut dengan mengklasifikasi ulang program/anggaran yang bersifat pemborosan, atau tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat. Analisis ini perlu karena biasanya banyak program-program yang sebenarnya masih masuk dalam kategori belanja tidak langsung (belanja aparatur) namun “sengaja” dimasukkan ke belanja langsung (pelayanan publik) agar tampak seolah-olah “pro poor”.
Aktor-aktor Penyimpangan APBD Tahun 2005-2006 Dalam Juta Aktor N o
Prop/Region
Eksekutif Jml Temuan
1
Prop Papua dan Irjabar
75
2
Prop Bali, NTB dan NTT
62
3
Region Sulawesi
231
4
Prop DI Yogyakarta
15
5
Prop DKI Jakarta
12
6
Prop Maluku dan Maluku Tengah
62
7
Kalimantan
402
JUMLAH
859
Nilai
3.630.095,88 55.726,09 24.025.671,23
Legislatif Jml Temuan 14 12 32 -
2.990.190,49
-
1.183,10 101.342,30
1.398.957,27 32.203.166,40
19
46 123
Swasta/PDAM
Nilai
Jml Temuan
91.431,39 2.699,57
529.541,67
26
111
19.460,58
41.964,52 685.097,75
Sumber : Seknas FITRA, diolah dari HAPSEM BPK semester II tahun 2006
Jumlah
30.748,83
115
3.752.276,11
69.025,86
185
127.451.52
462
29.709.495,65
199
5.154.282,74
2
2.053,56
17
2.992.244,05
85
31.351,93
97
32.535,04
40
15.776,99
121
136.579,89
267
496.620,64
715
1.937.542,45
-
Nilai
Total Temuan
730
5.799.860,58
1,712
38.688.124,74
Dari total temuan sebanyak 1712 kasus, eksekutif memiliki peran besar dalam pelanggaran pengelolaan keuangan daerah yaitu sebanyak 859 temuan, kemudian disusul pihak ketiga dan BUMD sebanyak 730 temuan serta legislatif (DPRD) sebanyak 123 temuan dengan total nilai sebesar Rp 38,68 triliun. Banyaknya kasus penyimpangan anggaran yang melibatkan aktor eksekutif menunjukan dominannya birokrasi anggaran. Region/Daerah yang paling banyak temuan adalah Kalimantan sebanyak 715 temuan dan terendah adalah Region Yogyakarta sebanyak 17 temuan. Besarnya temuan penyimpangan anggaran menunjukan belum akuntabilitasnya dan lemahnya kapasitas pengelolaan keuangan daerah oleh birokrasi, serta signifikansi gerakan advokasi anggaran di daerah
Aktor Penyimpangan Anggaran 2005-2006 7%
50%
43%
Eksekutif Swasta/BUMD Legislatif
REKOMENDASI 1. Dalam pembagian belanja antara pusat dan daerah seharusnya pemerintah perlu memperhatikan komitmen yang berkaitan dengan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat 2. Perlu adanya mekanisme perimbangan keuangan pusat dan daerah, proporsi komponen Pajak dan restribusi daerah yang lebih menguntungkan Kab/Kota, mengingat titik otonomi daerah (Pelayanan Publik) pada level ini. 3. Perlu adanya transparansi mengenai pembiayaan celah fiskal di daerah yang implementasinya selama ini masih tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat terksit dengan pelayanan dasar 4. Efektifitas alokasi kebijakan anggaran untuk birokrasi perlu direstrukturisasi dengan memberikan porsi belanja investasi/pembangunan yang lebih besar
Rekomendasi 5.
6.
7.
Kebijakan 20% alokasi anggaran pendidikan perlu diperjelas dengan pembagian urusan antar tingkatan pemerintah, untuk memperjelas efektivitas penggunaan anggaran Pegiat advokasi anggaran perlu memiliki kesamaan irama agar gerakan advokasi anggaran menjadi gerakan sosial yang lebih membumi Gerakan advokasi anggaran perlu mengeliminasi dominansi oligarki politik anggaran yang berakibat didominasinya perencanaan penganggaran oleh segelintir Elit
”Setiap kue yang dibayar oleh rakyat kepada pemerintah melalui pajak,retribusi dan pinjaman mestinya dipergunakan untuk kesejahteraan dan pembangunan dan tidak dihamburhamburkan” (Shriman Narayan)
Mari !! Kembalikan Hak Rakyat Atas Anggaran