Membedah Youtube Sebagai New Media Dengan Pemikiran Jean Baudrillard1 Eno Bening Swara Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Email:
[email protected]
ABSTRAK Menurut Jean Baudrillard, masyarakat postmodern mengkonsumsi informasi yang berupa tanda. Tanda diciptakan oleh media dan media akan selalu mempengaruhi suatu masyarakat. Konsumsi akan tanda dapat mengarahkan masyarakat menuju catastrophe. Sebagai new media Youtube adalah media audio-visual yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dengan kemampuan Youtube untuk mensimulasi dan menciptakan tanda Youtube akan berpegaruh besar bagi masyarakat. Kata Kunci: new media, youtube, simulasi, hiperrealitas, catastrophe Youtube as a New Media:It's Impact on Indonesia Society According to Jean Baudrillard’s Thought ABSTRACT According to Jean Baudrillard people in postmodern are consuming information in the form of sign which is created by a media and any media will always affect the society. Consumption of signs will bring society to catastrophe. As a new media, Youtube is the audio-visual medium of information that is often consumed by people in Indonesia. With the ability to simulate and create a sign Youtube will have a great impact on Indonesia Society. Keywords: new media, youtube, simulation, hyperreality, catastrophe Pendahuluan Kemajuan teknologi melahirkan berbagai macam hal baru untuk peradaban manusia. Salah satu karya dari pergerakan teknologi tersebut adalah internet. Jaringan internet sebagai new media secara signifikan mengubah perilaku komunikasi masyarakat. Salah satunya adalah dengan memenuhi kebutuhan informasi audio-visual. Youtube merupakan situs yang berfungsi untuk menonton kumpulan video yang diunggah dari seluruh dunia dan dapat ditonton di mana saja
1
Tulisan ini merupakan versi mini jurnal dari skripsi saya yang berjudul ‘Youtube Sebagai New Media: Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Indonesia Menurut Pemikiran Jean Baudrillard' yang telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji pada tanggal 3 Juli 2014.
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
asalkan kita terhubung dengan internet.2 Sebelum kehadiran Youtube, masyarakat hanya dapat menikmati informasi audio-visual melalui televisi. Televisi hadir sebagai media massa yang difungsikan sebagai media yang mendatangkan informasi dari sebuah sumber dan disebarkan menuju banyak penerima informasi.3 Dengan kehadiran televisi, informasi tersebar secara cepat dan luas ke berbagai daerah melalui frekuensinya. Oleh karena itu, televisi dapat memiliki daya penetrasi paling tinggi di antara media-media lainnya untuk menyelinap masuk ke dalam ranah pribadi, keluarga, bahkan masyarakat. Namun, Youtube hadir dan berhasil mengalahkan televisi sebagai media informasi yang paling sering digunakan oleh masyarakat. Jaringan internet pada Youtube menawarkan berbagai sumber informasi yang lebih beragam daripada televisi. Selain itu, Youtube lebih memiliki daya penetrasi yang kuat untuk hadir pada setiap momen kehidupan masyarakat. Hal ini didukung oleh kemampuan Youtube yang dapat diakses melalui berbagai macam alat selain komputer, seperti tablet, handphone, dan bahkan televisi (smart TV).4 Hal tersebut menandakan bahwa jaringan frekuensi telah dikalahkan oleh jaringan internet dalam menjadi media informasi yang paling dikonsumsi masyarakat.5 Televisi merupakan media massa yang menyebarkan informasi pada satu arah. Melalui sumber yang sedikit dan selektif mengakibatkan komunikasi yang terjadi hanya pada menerima informasi tanpa adanya sebuah daya interaksi khusus. Berbeda dengan televisi, Youtube tidak hanya memaparkan sebuah informasi audio-visual, melainkan juga menjadi media yang membuka peluang bagi siapa pun untuk berbagai informasi audio-visual. Dengan begitu, akan hadir banyak sumber informasi yang menyediakan berbagai video. Pada televisi masyarakat tidak memiliki daya langsung untuk mengomentari atau pun memberikan penilaian akan apa yang mereka tonton. Sedangkan pada Youtube penonton dapat saling mengomentari dan memberi penilaian pada informasi yang mereka terima. Maka Youtube sebagai media baru memiliki peran dan daya yang berbeda dengan televisi dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, Youtube memang media yang berbeda dibandingkan dengan televisi, namun keduanya tetaplah tidak terlepas dari konsep yang disebut hiperrealitas. Keberadaanya bukanlah untuk merepresentasikan realitas, melainkan 2
Jim Hopkins. 2006. Surprise! There's a third Youtube co-‐founder. 11 Nov. 2013. http://usatoday30.usatoday.com/tech/news/2006-‐10-‐11-‐Youtube-‐karim_x.htm 3 John Thompson. The Media and Modernity: A Social Theory of the Media. Hlm. 26. 4 Cooper Smith. 1995. Google+ Is The Fourth Most-‐Used Smartphone App. 2013. 1 Des. 2013. http://www.businessinsider.com/google-‐smartphone-‐app-‐popularity-‐2013-‐9?IR=T#infographic 5 Alan Van. 2013. Youtube vs. TV: And The Winner Is … [INFOGRAPHIC]. 18 Feb. 2013. http://newmediarockstars.com/2013/10/Youtube-‐vs-‐tv-‐and-‐the-‐winner-‐is-‐infographic/
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
menjadi realitas pada dirinya sendiri tanpa adanya bentuk asli. 6 Youtube juga memiliki kemampuan simulasi layaknya televisi. Sebagai media Youtube juga dapat membuat baur antara realita dan bukan realita. Itulah fungsi dari simulasi yang menandakan bahwa realita sesungguhnya sudah tidak ada.7 Dari segi kebudayaan Youtube juga memiliki daya untuk mempengaruhi masyarakat. Di era postmodern ini masyarakat telah hidup dalam arus globalisasi di mana masyarakat dikelilingi oleh tanda yang diproduksi oleh media.8 Kehadiran Youtube dapat menyusup melalui berbagai ruang interaksi privat dan publik, karena hal tersebut sangat mudah diakses oleh masyarakat. Maka masyarakat akan terpengaruh daya kebebasannya dalam berprilaku yang dalam hal ini adalah daya kebebasan mengkonsumsi. Oleh karena itu penulis beranggapan bahwa Youtube juga berkontribusi dalam proses konstruksi budaya konsumerisme pada masyarakat. Pemikiran Simulasi Jean Baudrillard Dalam bukunya yang berjudul Simulations, Jean Baudrillard menyatakan bahwa simulasi adalah suatu proses yang menghasilkan model-model nyata yang nyaris mendekati fakta yang berdasarkan model-model yang begitu cermat, dan dimana model dari hasil proses tersebut akhirnya tampil mendahului fakta, tidak berdasarkan dari suatu realitas yang ada. Ciptaan dari simulasi tersebut tidak memiliki asal-usul, tetapi merupakan suatu hal yang nyata.9 Dalam bukunya yang lain yaitu Simulacra and Simulation, Jean Baudrillard menjelaskan simulation dalam kalimat yang lebih sederhana yaitu upaya untuk menghadirkan apa yang tadinya tidak ada menjadi ada.10 Jean Baudrillard menyatakan bahwa kini dunia sudah memasuki tahap simulasi, yaitu bertebarannya model-model realita yang kemiripannya sangat mendekati aslinya. Sehingga model-model tersebut sangat dimungkinan untuk melampaui aslinya. Simulation membentuk kenyataan melalui sel-sel yang berminiatur dalam sebuah bank data dan tidak berdasarkan atau 6
Jean Baudrillard. 1981. Simulacra and Simulation. Hlm. 1. Ibid., hlm. 1. 8 Mark Poster. (ed.). 2000. Jean Baudrillard: Selected Writings. California: Stanford University Press. Hlm. 29. 9 Jean Baudrillard. 1983. Simulations. (Paul Foss, Paul Patton & Phillip Beitchman, Penerjemah.). New York: Semiotext(e). Hlm. 2. 10 Jean Baudrillard. Simulacra and Simulation. Hlm. 3. 7
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
terbentuk dari suatu realitas yang ada, melainkan keterciptaan tanpa memiliki asal-usul tetapi tetap merupakan suatu hal yang nyata.11 Kehadiran simulasi bukanlah tidak tanpa proses. Ada beberapa tahapan-tahapan manipulasi realitas lain yang didukung sesuai dengan perubahan zamannya. Tempat terjadinya proses manupulasi disebut sebagai simulacra. Menurut Jean Baudrillard, terdapat tiga tingkatan simulacra yaitu counterfeit, production dan barulah sampai ke tahap simulasi (simulation).12 Counterfeit adalah masa di mana realitas masih bersifat aslinya dan tanda tidak mendahului realita. Hal ini masih dilihat sebagai realita yang harmonis dan optimis karena dapat terlihat jelas realita yang palsu dan sesungguhnya. Proses imitasi atau mengambil bentuk realita ke dalam media lain pun dapat dibedakan jelas melalui pemikiran sederhana. Sebagai contoh, seseorang dapat membedakan mana yang realita asli antara lukisan gunung yang menyerupai aslinya dengan gunung itu sendiri. Tahap counterfeit berlangsung dari zaman renaisans hingga perubahan industri.13 Dalam tahap counterfeit tanda mulai hadir pada perubahan industri. Salah satu pengaruh paling besar adalah fashion. Dulu fashion tidak diakui karena semua kelas bisa mengaksesnya, namum semenjak kaum borjuis mulai mempraktekan fashion tanda mulai bertebaran pada masyarakat. Tanda yang hadir di masa ini dianggap menjadi sesuatu yang emansipatif dalam tatanan sosial.14 Tahap production berlangsung selama masa industrialisasi. Production didasarkan pada mesinmesin di dalam pabrik. Kekuatan dan energi dalam seluruh sistem produksi difokuskan untuk sebuah tujuan utamanya, yaitu globalisasi yang terus-menerus dan ekspansi yang seluas-luasnya. Ini adalah era di mana sebuah desain yang tercipta ditujukan untuk diciptakan menjadi sesuatu yang lain dan memiliki nilai lain. Tahapan ini dikuasai oleh sistem pasar di mana sebuah nilai bukan sekedar menjadi simbol atas realita yang sudah ada. Melainkan terjadi proses pertukaran nilai melalui tahap produksi.15 Dengan adanya sistem pasar nilai-nilai dapat dipertukarkan.
11
Selu Margaretha Kushendrawati. Hiperrealitas Dalam Media Massa. Hlm. 266. Jean Baudrillard. Simulations. Hlm. 54-‐56
12 13
Selu Margaretha Kushendrawati. Hiperrealitas Dalam Media Massa. Hlm. 105. Jean Baudrillard. 1976. Symbolic Exchange and Death. Hlm. 50. 15 Ibid., hlm. 106. 14
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
Walaupun sudah hadir dan berpindah tanda pada era ini tetap merujuk pada objek-objek yang nyata itu sendiri dan tidak memiliki kemampuan untuk mendahuli realitas objeknya itu sendiri.16 Tahapan simulasi diawali dengan dihancurkannya berbagai acuan, panduan, pegangan, serta standar terhadap realitas yang sesungguhnya. Lalu dihadirkanlah acuan, panduan, pegangan, serta standar semu pada sistem tanda. Dalam tahap simulasi tanda-tanda telah menggantikan kedudukan realitas. Sistem tanda menghalangi setiap proses real dengan mekanisme terprogram sebagai sebuah mesin yang dapat melakukan penggambaran yang sempurna karena dapat menyediakan semua tanda real dan serangkaian kemungkinan perubahannya. Setiap objek kini memiliki nilai yang melampaui akan objek pada dirinya sendiri. Maka hukum yang berlaku pada tahap simulasi adalah hukum struktural nilai.17Pada tahapan ini masyarakat pun menjadi masyarakat simulasi. Identitas individu tidak lagi ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan ditentukan oleh tanda. Refleksi akan bagaimana individu tersebut memahami diri sendiri dan memahami relasinya dengan orang lain serta menentukan bagaimana seseorang harus bertindak dalam memahami lingkungannya di berbagai bidang kehidupan akan tergantung pada bagaimana konstruksi dari tanda. Dalam tahap simulasi, realitas bercampur dengan tanda sehingga referensi yang nyata tidak dapat ditemukan lagi, sehingga hadirlah proses simulacra di mana membedakan antara representasi dan realitas, citra dan kenyataan, tanda dan ide, serta antar yang semu dan yang nyata sangatlah sulit. Simulacra adalah ruang mekanisme simulasi berlangsung di mana seseorang menjelajahi berbagai macam realitas. Seseorang tidak akan terus menjelajahi berbagai bentuk baru realitas yang sebenarnya hanya semu, namun melampaui realitas yang sebenarnya. Sehingga seseorang akan kehilangan pegangan atas dasar realitas yang sesungguhnya. Menurut Jean Baudrillard, realitas kini merupakan sesuatu yang harus didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mungkin dan dapat direproduksi secara sempurna, dengan kata lain dapat disimulasi.18 Ketika simulasi sudah hadir di dalam masyarakat maka realitas akan kehilangan pegangannya. Realitas dan simulasi menjadi tercampur dan masyarakat tidak bisa lagi mengambil perbedaan mana yang sesungguhnya realitas dan mana yang hanya simulasi.19 Keadaan ini dinamakan dengan hiperrealitas, yaitu situasi di mana manipulasi simulasi berhasil menirukan realitas yang
16
Selu Margaretha Kushendrawati. Hiperrealitas Dalam Media Massa. Hlm. 106. Ibid. 18 Jean Baudrillard. Simulations. Hlm. 146. 19 Ibid., hlm. 2. 17
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
sesungguhnya.20 Simulasi dapat memicu terjadinya proses menuju realitas yang mengarah pada hiperrealitas.21 Ciri-ciri ketika hiperrealitas telah terjadi adalah ketika masyarakat dengan mudah mempercayakan sesuatu yang pada hakikatnya bukan apa-apa dan bahkan belum terjadi, tetapi karena adanya prediksi, bentuk, dan nilai yang mendekati realita asli. Perubahan tersebut mengakibatkan seluruh kegiatan yang terjadi pada masyarakat kini hanyalah pertukaran simbolis di mana yang tertinggal hanyalah tanda-tanda simbolis yang saling dipertukarkan, yang petanda atau maknanya dicari dalam relasi tanda tersebut dengan tanda lainnya dalam sistem tanda.22 New Media Youtube adalah sebuah new media. New Media adalah media komunikasi yang mengacu pada konten yang bisa diakes kapan saja, di mana saja, pada setiap perangkat digital, serta memiliki kemampuan untuk dilakukanya interaksi antara pemberi informasi dan penerima informasi, dan dimungkinkanya partisipasi kreatif dari berbagai pihak.23 Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan pengertian media massa yang berusaha menyebar informasi secara serentak ke berbagai kalangan, namun tidak dimungkinkanya partisipasi dari pihak lain selain sumber yang menyalurkan informasi. Teknologi dari new media akan selalu memanfaatkan keunggulan dari digitalisasi, kemampuan untuk memanipulasi dan melalui jaringan yang padat serta kompresibel dan interaktif.24 Contohcontoh dari new media adalah segala sesuatu yang terhubung dengan internet seperti situs dan video game. Televisi, koran, buku, dan majalah bukanlah bagian dari new media, namun hal ini dapat dimungkinkan bila kedua hal tersebut meleburkan diri ke dalam digital dan memberikan kemampuan kepada penonton sebuah bentuk komunikasi interaktif.25 Sebagai contoh adalah koran digital dari Kompas. Hal tersebut dapat dikategorikan menjadi new media ketika koran tersebut dapat diakses melalui internet. Koran tersebut juga harus menyediakan ruang interaksi antar pengguna dan pemilik konten agar ia dapat memenuhi syarat untuk memberikan partisipasi kreatif banyak pihak. Wikipedia adalah contoh yang tepat untuk buku yang termasuk dalam 20
Selu Margaretha Kushendrawati. Hiperrealitas Dalam Media Massa. Hlm. 140. Ibid., hlm. 106. 22 Selu Margaretha Kushendrawati. Hiperrealitas dan Ruang Publik. Hlm. 16. 23 Bruno Schivinski dan Dariusz Dąbrowski, op.cit., hlm. 2–19. 24 Flew, Terry. 2002. New Media: An Introduction. Australia: Oxford University Press. 25 Lev Manovich. 2003. New Media From Borges to HTML. Introduction to The New Media Reader. Dalam Noah Wardrip-‐Fruin dan Nick Montfort (Ed.). Cambridge: Massachusetts. 21
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
kategori new media. Wikipedia merupakan buku ensiklopedia yang mendigitalisasi dirinya dan meleburkan dirinya ke dalam internet. Wikipedia bisa diakses kapan saja dan di mana saja. Wikipedia juga memberikan kemampuan para pembaca berinteraksi dengan sesamanya dan terhadap konten yang mereka baca. Youtube adalah contoh dari acara atau tayangan audio-visual yang merupakan new media. Konten yang ada pada Youtube bisa diakses kapan aja dan di mana saja serta memungkinkan sesama pengguna berinteraksi. Materi audio-visual meleburkan diri dalam digitalisasi dan materi tersebut hanya dapat diakses melalui jalur internet. Era media massa merupakan perubahan yang menggiring teknologi informasi ke era yang baru. Media massa menghadirikan televisi di mana informasi disajikan terus menerus melalui medium audio-visual lewat jalur frekuensi. Seluruh kalangan bisa menonton selama televisi tersedia di ruang keluarga mereka, namun televisi memiliki ukuranya besar dan harus tersambung dengan sumber listrik. Maka sulit untuk mengkonsumsi informasi melalui televisi di mana saja. Walaupun sudah ditemukan televisi mini dengan baterai, masyarakat kini rupanya lebih memilih mengkonsumsi informasi dengan handphone yang terhubungan dengan internet. Penggunaan mengkonsumsi informasi dengan handphone lebih praktis untuk dikonsumsi siapa saja di mana saja daripada televisi. Dengan adanya televisi masyarakat dapat mendapatkan informasi dengan nyaman tanpa harus membaca banyak seperti koran. Masyarakat tidak perlu menunggu kertas surat hadir untuk mengetahui apa yang terjadi. Kini mereka tinggal duduk santai dan menyalakan televisi sambil melihat dan mendengarkan acara yang ditayangkan. Acara di televisi diputar sesuai jamnya. Bila penerima informasi terlambat menyalakan atau memilih kanal yang ia ingin tonton, maka ia tidak akan bisa mengulang bagian yang terlewatkan. Sebagai contoh, seorang ibu ingin mendengarkan berita gosip di televisi saluran 5 yang ditayangkan jam 17.00. Sayangnya ibu tersebut harus menjemput anaknya dulu dari sekolah sehingga ia terlambat sampai di rumah. Ia baru bisa menyalakan telelvisi pada jam 17.24. Dengan demikian, tayangan gosip yang berlangsung selama pukul 17.00 hingga 17.24 telah ibu tersebut lewatkan dan tidak bisa diulang. New Media memberi kemampuan konsumennya untuk bisa mengakses informasi kapan pun ia mau. Dalam hal ini pengguna tidak bergantung pada jadwal putar seperti layaknya media massa. New Media memberikan konten yang lebih leluasa untuk diakses kapan pun di mana pun tanpa harus adanya ketergantungan dari penentuan jadwal hingga pemutaran terus menerus. Sebagai contoh seorang pelajar ingin menonton tayangan Youtube tentang cara membuat kue. Ia tidak perlu hadir pada
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
jam tertentu untuk mengakses informasi tersebut. Ia bisa lakukan kapan saja ketika ia mau mengkases video Youtube tersebut. Perbedaan yang paling ditekankan antara media massa dan new media adalah pada fitur cara komunikasi antara pemberi informasi dan penerima informasi. Sumber dari media masa adalah beberapa korporasi pemilik kanal di televisi yang menyebarkan informasi ke khalayak luas.26 New Media bisa bersumber dari siapa saja. Siapa pun bisa menjadi sumber penyebaran informasi dari new media. Bidang ini merupakan kesempatan besar bagi para pembuat film pemula untuk menggembangkan karir. 27 Sehingga akan lebih banyak variasi informasi yang disajikan daripada televisi. Selain itu di televisi masyarakat hanya menikmati komunikasi satu arah antara sumber yang memberi informasi dan penerima informasi tanpa memberikan informasi kembali. New Media memungkinkan untuk terjadinya sebuah komunikasi dua arah. Antara sumber dan penerima informasi dapat bertukar balik informasi. Dengan kemampuan internet banyak pihak dapat turut andil memberi tanggapan akan informasi yang sedang mereka konsumsi. Maka akan tercipta sebuah partisipasi kreatif dari berbagai pihak dalam jalinan komunikasi di new media. Sebagai contoh seorang perempuan membuat video di Youtube tentang informasi bagaimana cara merawat rambut. Salah satu penonton yang menerima informasi tersebut tidak setuju akan informasi yang ia saksikan. Maka ia bisa turut berpartisipasi untuk menjawab video tersebut sebagai bentuk kreatif pihak lain. Hal inilah yang membuat new media kini lebih diminati daripada media massa. Kehancuran Masyarakat Di dalam bukunya yang berjudul The Ecstasy of Communication, Jean Baudrillard menjelaskan bagaimana simulasi menjadi sebuah permasalahan penting di mana tanda-tanda disebarluaskan dan aleniasi pun terjadi pada masyarakat. Perkembangan teknologi informasi telah mengubah banyak substansi akan media dan informasi di era postmodern ini. Kini masyarakat yang telah dikelilingi oleh tanda menikmati sebuah media yang berbicara akan dirinya sendiri. Ini adalah hal yang dimaksudkan oleh Jean Baudrillard mengenai media yang sudah tidak lagi berisikan sebuah pesan yang bermakna. Menurutnya, dulu media adalah medium yang menyampaikan pesan, namun kini media telah menjadi pesan itu sendiri.28 Namun masyarakat akan tetap berada di 26
Oxford English Dictionary, online version November 2010 Dan Williams. 2012. Web TV Series: How to Make and market them. Oldcastle Books. Hlm 18. 28 Selu Margaretha Kushendrawati. Hiperrealitas Dalam Media Massa. Hlm. 186. 27
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
dalam realitas sosial yang penuh dengan tanda dan tak mungkin tidak mempengaruhi kehidupannya. Masyarakat juga tidak akan bisa lari dari tanda-tanda tersebut. Kondisi tersebut dinamakan dengan ekstasi komunikasi.29 Penyebaran tanda di dalam seluruh ruang lingkup sosial masyarakat merupakan hasil dari logika kapitalisme global yang yang mengubah media menjadi mesin tanda yang tidak pernah berhenti memproduksi tanda dengan kecepatan yang tinggi mengikuti percepatan perputaran modal.30 Media telah mengemas tanda-tanda yang terus direproduksi dalam berbagai bentuk untuk dikonsumsi oleh masyarakat sebagai dosis wajib harian. Hal tersebut bukanlah nutrisi yang menyehatkan bagi masyarakat melainkan ekstasi yang diberikan ke dalam pemikiran masyarakat yang memberikan ilusi, fantasi, dan kenikmatan yang tak terhingga. Akibatnya, kesadaran masyarakat bukan lagi kesadaran yang dapat bekerja dengan baik, melainkan kesadaran yang telah tertutupi oleh ekstasi informasi.31 Media yang memiliki kemampuan simulasi dapat menciptakan segala macam kemungkinan hingga kemungkinan yang tak pernah dibayangkan serta terus mereproduksi tanda ke dalam masyarakat. Kemampuan merekayasa dan menyebarkan tanda tersebut tidak memiliki batasan sehingga setiap media yang memiliki kemampuan simulasi dapat melampaui segala batasan-batasan yang ada, bahkan hingga batasan di mana masyarakat modern pun tidak pernah menyangka hal tersebut dapat dilakukan. Menurut Jean Baudrillard, media yang dapat menciptakan simulasi dapat merangkai suatu tanda yang membuat masyarakat tidak bisa lagi mengetahui mana yang otentik, mana yang tiruan, mana yang benar, mana yang salah, mana yang asli, dan mana yang palsu.32 Perkembangan teknologi informasi mendorong semakin banyaknya sumber informasi bersaing. Demi menjaga persaingan mereka berlomba-lomba mengangkat berbagai macam hal dari yang layak sampai yak tak layak, dari yang publik hingga urusan privat, hingga hal-hal yang tidak memiliki muatan untuk dijadikan informasi. Pada kondisi ini informasi terus diproduksi hingga pada tahap kemubaziran. Informasi yang disampaikan secara terus-menerus telah direkayasa menjadi pesan yang sangat ringan sehingga tidak membutuhkan proses berpikir yang keras untuk memahami informasi yang disampaikan. Akibatnya, subjek sampai tidak bisa memiliki kesempatan untuk berpikir dalam mencernanya. Informasi dari media pun menjadi lautan di 29
Ibid., hlm. 188. Ibid. 31 Ibid. 32 Jean Baudrillard. Simulacra and Simulation. Hlm. 3, 6,7, dan 43. 30
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
dalam masyarakat yang berupa tanda-tanda yang tata kerjanya kemudian menjadi tidak jelas.33 Kedangkalan akan makna dalam informasi yang diciptakan oleh media yang memiliki kemampuan mensimulasi disebut oleh Jean Baudrillard sebagai "banalitas".34 Akibat dari banalitas adalah dapat melahirkan sebuah individu baru yaitu individu yang kehilangan subjektivitas dari dirinya. Subjek tersebut tetap memiliki subjektivitas, namun hal tersebut sudah kehilangan fungsinya sebagai penguasa akan realitasnya sendiri. Dengan kemampuan berpikir kritis subjek akan menguasai realitasnya sendiri, namun kehadiran banalitas membuah subjek menjadi pasif. Kemajuan teknologi informasi memungkinkan informasi dapat diciptakan dan disebar dengan waktu yang sangat cepat. Reproduksi informasi pun sangat gencar dilakukan oleh banyak sumber media. Namun, informasi bukanlah materi yang dapat menumpuk dan tidak terpakai lalu hancur membusuk. Informasi yang dihasilkan adalah tanda yang tidak bisa menumpuk, melainkan terus bertebaran di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, masyarakatlah yang terus menelan informasi-informasi hasil reproduksi tersebut walaupun hal tersebut bukanlah informasi yang memiliki makna. Sehingga realitas sosial menjadi hanya berisikan sebuah kekosongan dan implosi.35 Arti dari implosi adalah kecendrungan suatu zat untuk meledak ke arah dalam atau ke arah titik pusat disebabkan ada gaya gravitasi yang sangat kuat yang bekerja pada titik pusat tersebut.36 Dengan demikian implosi juga berarti sebuah kehancuran akan dirinya sendiri. Informasi yang tercipta akan memakan dirinya serta jalinan komunikasi dan masyarakat. Daripada menghasilkan makna, informasi akan meleburkan dirinya sendiri ke dalam tindakan memaksakan diri menjadi informasi yang tidak bermakna.37 Banalisme yang terjadi pada masyarakat yang merupakan konsumen dari informasi tak bermakna tersebut adalah implosi. Dengan demikian masyarakat juga akan menhacurkan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat di dalam realitias sosial di mana batasan-batasan penopang kehidupan sosial semakin lebur dan menghilang. Proses ini berlangsung secara perlahan dan mengikuti garis sejarah yang linier dan berlangsung terus-menerus. Di akhir akan terjadi sebuah catastrophe yaitu dunia menjelang kehancurannya. Hal ini terjadi sebagai akibat dari implosi akan informasi. Kehancuran makna dalam informasi menggiring masyarakat untuk ikut masuk ke dalam pusat kehancuran informasi, 33
Selu Margaretha Kushendrawati. Hiperrealitas dan Ruang Publik. Hlm. 132. Ibid. 35 Jean Baudrillard, "The Masses Implosion of The Social in The Media." Dalam Chris Horrocks & Zoran Jevtic. Introducting Jean Baudrillard. Hlm. 219 dan 220-‐222. 36 Yasraf A. Piliang. 2004. Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Yogyakarta: Julasutra. Hlm. 17. 37 Jean Baudrillard. Simulacra and Simulation. Hlm. 80. 34
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
sehingga peradaban sejarah manusia berakhir dengan kematian realitas serta rasionalitas.38 Hal ini merupakan suatu kegagalan perkembangan sejarah peradaban manusia. Sejarah kehilangan akan refrensinya dan ikut hanyut ke dalam hiperrealitas.39 Pengertian lama mengenai sejarah yang menghadirkan tokoh legenda, fosil, teks, dan monumen tidak lagi bernilai maknanya. Ketika sejarah disadari sebagai hal yang sama dengan fabel maka sejarah telah sirna dari peradaban dan tak lebih dari sebuah nostalgia.40 Dengan demikian ruang dan waktu pun telah lebur ke dalam hiperrealitas. Masyarakat tidak lagi hadir pada sebuah masa, melainkan disimulasikan hadri pada sebuah masa. Pada akhirnya, masyarakat sudah hancur lebur ke dalam menjadi media layaknya informasi dan makna. New Media dan Masyarakat Indonesia Masyarakat Indonesia juga merupakan masyarakat konsumeris. Budaya mengkonsumsi tanda sudah menjamur di dalam realitas sosial di Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dari banalitas tanda di mana tanda bertebaran di mana-mana dan terus direproduksi, namun hal tersebut tidak menumpuk dan jadi tidak terpakai. Informasi menjadi bertebaran di dalam masyarakat. Banalitas merupakan pertebaran informasi yang tidak bermakna di dalam masyarakat yang menyebabkan kepasifan dari dalam diri mereka. Dengan kemudahaan mengakses Youtube dengan melalui handphone siapa pun bisa mengkonsumsi tanda-tanda tersebut di mana saja. Terlebih siapa pun bisa ikut mereproduksi informasi. Dulu melalui televisi hanya mereka yang memiliki cukup modal yang dapat membuat kanal televisi sendiri dan ikut mereproduksi tanda. Kini sebagian besar masyarakat Indonesia dapat membuat kanal di Youtube dan ikut mereproduksi informasi yang tidak bermakna. Maka realitas sosial akan semakin dipenuhi akan tanda dan informasi dikarenakan mesin reproduksi semakin banyak, bahkan mereka masyarakat Indonesia yang menjadi konsumen juga ikut mereproduksi informasi. Maka banalitas akan semakin membuat masyarakat menumpulkan daya kritisnya. Subjektivitas dari subjek yang hadir dalam masyarakat akan semakin melemah dan kehilangan fungsinya untuk menyadari akan realitas dan memegang penuh kuasa akan realitasnya sendiri. Implosi tidak dapat dihindari di Indonesia. Berterbarannya informasi yang tak bermakna dan di mana Masyarakat telah menjadi media dan informasi menjadi media itu sendiri menarik masuk ke 38
Ibid., hlm. 254-‐265. Selu Margaretha Kushendrawati. Hiperrealitas dan Ruang Publik. Hlm. 140. 40 Jean Baudrillard. Simulacra and Simulation. Hlm. 47. 39
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
dalam semua realitas ke dalam titik akhir sejarah peradaban. Realitas sudah tidak lagi ada, yang ada hanya hiperrealitas. Informasi sudah tidak lagi bermakna, yang ada hanya reproduksi. Masyarakat pun sudah tidak lagi ada, masyarakat juga berubah menjadi media. Poin terakhir menjadi sangat terlipatgandakan kemungkinanya di dalam realitas sosial akibat new media yang membuka peluang untuk siapa saja menjadi sumber dari informasi. Ketika semua orang menjadi sumber media, maka masyarakat sudah tidak lagi ada, yang ada hanya media. Dan semua perlahan semakin megarahkan masyarakat Indonesia ke arah catastrophe di mana akhir dari peradaban manusia sudah dekat sesuai dengan pemikiran Jean Baudrillard. Masyarakat kini memang sudah terpengaruh oleh ketergantunganya akan informasi. Namun hal tersebut tidak semerta-merta membuat masyarakat secara keseluruhan tidak dapat kembali pada realitasnya. Masyarakat masih mengunakan fungsi subjek kita untuk secara sadar berinteraksi langsung dengan sekitar yang bukan merupakan kegiatan sehari-hari yang bukan merupakan bagian dari mengkonsumsi informasi dari new media. Ini merupakan contoh bahwa masyarakat tidak selamanya menjadi sapi perah yang mengkonsumsi informasi terus-menerus tanpa henti. Masyarakat masih merupakan manusia yang bisa keluar dari kegiatanya menuju kegiatannya yang lain dan secara langsung berinteraksi dengan sesamanya. Walaupun memang di dalam realitas sosial semakin banyak masyarakat terutama di Indonesia yang lebih memilih untuk berinteraksi secara tatap layar daripada berinteraksi secara tatap muka. Dalam hal ini penulis juga tidak mengatakan bahwa pemikiran Jean Baudrillard adalah pemikiran yang salah. Teori-teorinya akan media, simulasi, dan hiperrealitas sebagai gambaran akan masa depan masyarakat Indonesia jika masyarakat tidak melakukan sesuatu akan fenomena kecanduan informasi. Jika tidak ada peringatan akan bahaya dari kecanduan informasi yang berlebih, maka tidak menutup kemungkinan catastrophe yang diutarakan oleh Jean Baudrillard akan terjadi di dalam masyarakat Indonesia. Kesimpulan New Media yang menghasilkan media seperti Youtube dapat menciptakan simulasi layaknya media massa. Youtube juga mereproduksi tanda-tanda dan menyebarkanya secara terus-menerus ke dalam masyarakat, sehingga masyarakat akan semakin dikelilingi oleh reporduksi tanda dibandingkan dengan era media massa. Youtube sebagai new media memiliki cara beriklan yang berbeda dari media massa, namun keduanya sama-sama mengarahkan masyarakat menuju pada
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
kegiatan konsumsi tanda yang tidak bermakna. Youtube juga membuat benturan realitas dan simulasi dimungkinkan. Dengan demikain akan semakin banyak individu yang dapat menjadi sumber informasi melalui Youtube, maka penyebaran akan tanda akan semakin marak dibandingkan dengan media massa. Masyarakat pun akan semakin terjerumus ke dalam hiperrealita yang perlahan akan menggiring ke arah catastrophe. Pemikiran Jean Baudrillard terhadap akhir dari dunia akibat media tidak bisa dilihat secara final. Dalam kenyataannya memang masyarakat semakin konsumtif dengan infromasi semenjak kehadiran new media. Simulasi dari new media seperti Youtube menciptakan realitas yang menghalusinasi masyarakat sehingga masyarakat bisa larut ke dalam realitas yang bersifat semu. Masyarakat semakin terbuai dan meningkatkan tingkat kecandunnya akan informasi dan konsumsi akan tanda. Masyarakat yang menjadi candu akan semakin dikelilingi dengan reproduksi tanda. Hasil dari reproduksi new media akan lebih massal daripada media massa sehingga membawa masyarakat menjadi semakin hanyut ke dalam hiperrealitas. Banalitas pun terjadi ditengah-tengah masyarakat karena semakin banyaknya tanda yang bertebaran dan tingkat konsumsi informasi yang tak bermakna menumpulkan daya kritis masyarakat. Realitas sosial memang semakin mengarah ke dalam catastrophe, namun realitas semasih belum sepenuhnya terkuasai oleh hiperrealitas. Peradaban manusia masih memiliki kesempatan untuk terhindar dari catastrophe. Hal ini dimungkinkan bila kita melihat ke dalam sekala perindividu. Individu dapat memilih dirinya untuk hanyut atau tidak kedalam lautan reproduksi tanda atau tidak. Sebagian orang masih mengunakan subjektivitasnya untuk mengkritisi berbagai informasi. Mereka akan tetap dikelilingi tanda, namun mereka yang di lihat dalam skala individu bisa memilih untuk secara total hanyut atau tetap berusaha mengunakan subjektivitasnya. Penjelasan sebelumnya tidak berupaya untuk membuktikan bahwa pemikiran Jean Baudrillard sepenuhnya salah. Penulis masih melihat bahwa pemikiran Jean Baudrillard memiliki kemampuan untuk membedah realitas di masa new media. Jean Baudrillard mengutarakan pemikiran di masa media massa, namun apa yang Jean Baudrillard utarakan tentang kehancuran masyarakat semakin memperlihatkan bukti-bukti di era new media. Hal ini dapat kita telaah di dalam melihat kecanduan masyarakat akan tanda yang semakin besar di era new media dibandingkan dengan era media massa. Penulis melihat pemikiran Jean Baudrillard sebagai sebuah gambaran akan realitas sosial di masa mendatang di mana masyarakat telah dikuasai secara total oleh media.
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
Daftar Referensi I. CETAK Ahmad Hidayat, Asep. (2006). Filsafat Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya. Adian, Donny Gahral. (2011). Setelah Marxisme. Depok: Koekoesan. A. Piliang, Yasraf. (2004). Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika. Yogyakarta: Jalasutra. Baudrillard, Jean. (1970). The Consumer Society: Myths and Structures. (Chris Turner, Penerjemah.). London: Sage, 1998. Baudrillard, Jean. (1981). Simulacra and Simulation. (Sheila Faria Glaser, Penerjemah.). USA: The University of Michigan Press, 1994. Baudrillard, Jean. (1983). In The Shadow of The Silent Majorities…or The End of The Social and Other Essays. (Paul Foss, Paul Patton & Phillip Beitchman, Penerjemah.). New York: Semiotext(e). Baudrillard, Jean. (1983). Simulations. (Paul Foss, Paul Patton & Phillip Beitchman, Penerjemah.). New York: Semiotext(e). Baudrillard, Jean. (1986). America . (Chris Turner, Penerjemah.). UK: Verso, 1999. Baudrillard, Jean. (1987). The Ecstasy of Communication. (Jim Fleming & Sylvère Lotringer, Penerjemah.). New York: Semiotext(e), 1988. Baudrillard, Jean. (1993). Symbolic Exchange and Death. London: Sage Publication. Baudrillard, Jean. (2000). The Vital Illusion. (Julia Witwer, Penerjemah.). New York: Columbia University Press. Bertens, K. (1985). Filsafat Barat Abad XX, Jilid II Perancis. Gramedia: Jakarta. Butler, Rex. (1999). Jean Baudrillard: The Defence of the Real. London: Sage. Kellner, Douglas. (ed.). (1994). Jean Baudrillard: A Critical Reader. Oxford: Basil Blackwell. Flew, Terry. (2002). New Media: An Introduction. Australia: Oxford University Press. Genosko, Gary. (2001). The Uncollected Baudrillard. London: Sage.
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
Mauss, Marcel. (2002). The Gift: The Form and Reason of Exchange in in Archaic Societies. London: Routledge. Marcel Mauss. 2002. McLuhan, Marshall. (1964). Understanding Media. California: Gingko Press, 2013. Musto, Marcello. (2008). Karl Marx’s Grundrisse: Foundations of the critique of political economy 150 years later. London: Routledge. Oxford Learner’s Pocket Dictionary (3rded.). (2000). Great Clarendon Street, Oxford: Oxford University Press. Poster, Mark. (ed.). (2000). Jean Baudrillard: Selected Writings. California: Stanford University Press. Selu Margaretha Kushendrawati. (2011). Hiperrealitas dan Ruang Publik: Sebuah Analisis Cultural Studies. Jakarta: Penaku. William, Dan. (2013). Web TV Series: How to Make and Market Them. Oldcastle Books.
II. JURNAL, SERIAL dan TESIS Manovich, Lev. (2003). New Media From Borges to HTML. Introduction to The New Media Reader. Dalam Noah Wardrip-Fruin dan Nick Montfort (Ed.). Cambridge: Massachusetts. Schivinski, Bruno; Dąbrowski, D. (2014). "The Effect of Social-Media Communication on Consumer Perceptions of Brands". Journal of Marketing Communications: 2–19. Selu Margaretha Kushendrawati. (2006). Disertasi: Hiperrealitas Dalam Media Massa; Suatu Kajian Filsafat Jean Baudrillard. Program Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Budaya, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Selu Margaretha Kushendrawati, (2006). Masyarakat Konsumen sebagai Ciptaan Kapitalisme Global: Fenomena Budaya dalam Realitas Sosial. Jurnal Makara: Sosial Humaniora, 10, 49-57. Trimarsanto, Tonny. (1993). Instant Mania Manusia Modern. Kedaulatan Rakyat.
II. NON-CETAK Ahlqvist, Toni, et al. (2008). Social Media Road Maps: Exploring the Futures Triggered by Social Media. VTT Tiedotteita – Research Notes 2454. Hlm. 13. 14 Mei 2014. http://www.vtt.fi/inf/pdf/tiedotteet/2008/T2454.pdf
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014
Baudrillard, Jean. "The Masses Implosion of The Social in The Media." Dalam Chris Horrocks & Zoran Jevtic. Introducting Jean Baudrillard. Heineken. 2014. Heineken: The Odyssey Interactive http://www.Youtube.com/watch?v=ZFiup2LIcSQ
Film.
16
Mei
2014.
Howard, Theresa. (2005). Viral Advertising Spreads Through Marketing Plans. 16 Mei 2014. http://usatoday30.usatoday.com/money/advertising/2005-06-22-viral-usat_x.htm Hopkins, Jim. (2006). Surprise! There's a third Youtube co-founder. 11 November 2013. http://usatoday30.usatoday.com/tech/news/2006-10-11-Youtube-karim_x.htm Hutasoit, Moksa. (2014). SBY Prihatin Rakyat Perang Kata-kata Tak Elok di Media Sosial. 13 Juni 2014. http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/06/03/104414/2598083/1562/sby-prihatinrakyat-perang-kata-kata-tak-elok-di-media-sosial Marriage Proposal Turned Bad. (2014). http://www.Youtube.com/watch?v=GRgeD6bAJ1w
17
Mei
2014.
Oxford English Dictionary, online version November 2010. Roadkill Pictures. 2014. NGAIDOL JEKEITI Eps. 50 – Sayonara. 16 Mei 2014. http://www.Youtube.com/watch?v=GpNCD8zO41s&list=PL8xypnvWWsyV4TmbbAanjtH-I1M-vSio Smith, Cooper. (2013). Google+ Is The Fourth Most-Used Smartphone App. 1 Desember 2013. http://www.businessinsider.com/google-smartphone-app-popularity-20139?IR=T#infographic Sylar, Karola.16 Mei 2014. http://www.Youtube.com/kanal/UCNshSJGG0R4xQE3Wos84FMw USA Today. 2006. YouTube Serves Up 100 Million Videos a Day Online. 8 Mei 2014. http://usatoday30.usatoday.com/tech/news/2006-07-16-Youtube-views_x.htm USA Today. 7 Mei 2014. http://usatoday30.usatoday.com/tech/news/techinnovations/2005-1121-video-situss_x.htm Van, Alan. (2013). Youtube vs. TV: And the Winner Is … [INFOGRAPHIC]. 18 Febuari 2013. http://newmediarockstars.com/2013/10/Youtube-vs-tv-and-the-winner-is-infographic/
Youtube sebagai…, Enobening Swara, FIB UI, 2014